Ain, Tindakan ibu dalam menangani balita yang KD di rumah
TINDAKAN IBU DALAM MENANGANI BALITAYANG MENGALAMI KEJANG DEMAM DI RUMAH Hurun Ain, Widya Warastuti, Dian Rahmawati Poltekkes Kemenkes Malang Jl. Besar Ijen No 77C Malang email:
[email protected]
Abstract: The purpose research to identify the mother of action in handle with toddler who have febrile convulsion at home. Descriptive explorative design. The population were all mothers who accompany their toddler who have febrile convulsion in the children ward Dr. R. Soedarsono hospital Pasuruan were 31. Sample of this study is 30 that collected by accidental sampling technique. The variable in this study is the mother of action in dealing with a toddler who has a febrile convulsion at home. The technique of collecting data using questionnaires, and analysis of data with descriptive and entered in the distribution frequency table. The results showed that action mother in dealing with a toddler who has a febrile convulsion at home most of the respondents is 17 (57%) in the category quite well. For the results of this study, the mother can to do in action or immediate treatment is quick and precise with toddler who have febrile convulsion. administering 35% oral sucrose can reduce pain responses due to immunization injection in infant. . Keywords: Mother’s action at home, toddler, febrile convulsion Abstrak: Tujuan penelitian mengidentifikasi tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam selama di rumah. Desain penelitian ini deskriptif eksploratif. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang mendampingi balitanya yang mengalami kejang demam saat dirawat inap di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan berjumlah 31 orang. Sampel penelitian ini sebanyak 30 orang yang diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah sebagian besar yaitu 17 responden (57%) berada pada kategori cukup baik. Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah yang dirawat di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan adalah sebagian besar (57%) dikategorikan cukup baik. Dengan diketahuinya hasil penelitian ini, diharapkan ibu dapat melakukan tindakan/penanganan segera yang cepat dan tepat pada balita yang mengalami kejang demam Kata Kunci: tindakan ibu di rumah, balita, kejang demam
PENDAHULUAN
merupakan penyebab utama dari kejang demam. Hal tersebut merupakan bentuk pertahanan tubuh yang belum matur dalam melawan kondisi lingkungan luar. Maka dalam kondisi ini, tindakan ibu dirumah sebagai orang tua sangat dibutuhkan dalam penanganan pada anak tersebut. Bagi kebanyakan orang tua menyaksikan anaknya yang sedang mengalami serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan, membingungkan, dan menyedihkan. Tidak sedikit 53 diantara mereka yang mengira bahwa anaknya
Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap zat asing yang masuk kedalam tubuh, sehingga suhu badan menjadi lebih tinggi dari 37o C. Demam sering terjadi pada usia balita, ketika kenaikan suhu badan (demam) tersebut mencapai skala angka yang paling tinggi, akan menimbulkan kejang pada anak atau disebut dengan kejang demam. Menurut Prichard dan Mc Greal dalam Lumbantobing (2004) mengemukapISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873 kan bahwa bila pireksia (suhu badan tinggi) 53
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 53-59
akan mati sewaktu mengalami serangan kejang (Lumbantobing, 2004). Bila kejang demam sudah berlalu, banyak diantara ibu/orang tua yang hanya menanyakan akibat kejang demam yang dialami anaknya, ketimbang melakukan upaya untuk menghentikan dan melakukan pencegahan yang efektif agar serangan kejang tidak kambuh kembali. Jika terjadi serangan kejang tiba-tiba biasanya ibu menanganinya dengan mengendong anaknya kemudian menyiram kepala anak dengan air dingin, dan memasukan gagang sendok yang dibungkus dengan kain/saputangan bersih pada mulut anak. Sedangkan untuk menurunkan suhu tubuh anak orang tua menumbuk buah timun kemudian ditempelkan pada kening kepala anak. Jika suhu tubuh anak masih tinggi dan kejang tidak berhenti, maka ibu membawa anak kerumah sakit. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Ngastiyah, 2005). Penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka usia 5 tahun (Lumbantobing, 2004). Penelitian di Jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (insiden) yang lebih tinggi yaitu, Maeda dkk dalam Lumbantobing (2004) mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%) dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. Berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam agak lebih sering dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1 (Lumbantobing, 2004). Hal ini disebabkan karena tingkat kematangan otak dalam bidang anatomi fisiologi lebih cepat perempuan dari pada laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa lab./ SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam
54
132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37% (Edy Riyawan, 2013) Berdasarkan data diagnosa di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan angka kejadian balita kejang demam pada bulan Agustus 2013 sebanyak 32 balita. Pada bulan September 2013 menjadi 34 balita, bulan Oktober 2013 menurun sebanyak 30 balita, begitupun pada bulan November 2013 terjadi penurunan 21 balita, dan pada bulan Desember kembali meningkat menjadi 37 balita. Berdasarkan hasil survey pendahuluan pada bulan Januari 2014 di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan dengan wawancara terhadap 5 ibu yang mendampingi balitanya yang mengalami kejang demam, diperoleh hasil yaitu 2 ibu balita mengatakan apabila anaknya tiba-tiba kejang maka tindakan yang dilakukan adalah memberikan sendok yang dibalut dengan kain/ sapu tangan bersih lalu gagangnya diselipkan diantara gigi anak, dan memberi kompres dingin pada kening kepala balita, sedangkan 3 ibu balita tidak melakukan tindakan apapun. Peneliti berharap para ibu yang mempunyai balita dengan riwayat kejang demam waspada dan tanggap dalam melakukan tindakan yang tepat pada balita kejang demam jika kejang tersebut menyerang kembali. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadi kerusakan neuron otak selam berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Ain, Tindakan ibu dalam menangani balita yang KD di rumah
mengakibatkan hipoksia hingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Ngastiyah, 2005). Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami epilepsi, dibandingkan dengan yang tidak. Derajat resiko dipengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi yang terpenting adalah adanya kelainan status neurologic sebelum kejang, timbulnya kejang demam kompleks, dan riwayat kejang afebris pada keluarga (Abraham, dkk, 2007). Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan tindakan/penanganan segera. Tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih serius yang diakibatkan oleh bangkitan kejang yang sering atau berulang-ulang. Untuk itu ibu atau orang tua dituntut untuk mengetahui dan paham, sadar akan dampak negative yang akan ditimbulkan dan selalu melakukan tindakan/ penangganan pertama pada anak kejang demam. Tindakan pertama anak kejang demam yaitu mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi anak dari bahaya trauma, mempertahankan jalan nafas. Tindakan dari ibu disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam, kalau serangan datang ibu hendaknya harus melakukan tindakan awal. Menurut Ngastiyah (2005) yang mesti dilakukan adalah, tidak boleh panik yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul kejang. Jika terjadi kejang anak harus dibaringkan ditempat yang rata, kepalanya dimiringkan dan buka bajunya. Maka dalam meningkatkan pemahaman ibu dalam melakukan tindakan pertolongan pertama pada balita yang mengalami kejang demam, pemerintah atau rumah sakit dapat melakukan pendidikan kesehatan seperti penyuluhan. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam selama di rumah.
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mendeskripsikan tindakan yang dilakukan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah. Populasi subjek penelitian ini adalah seluruh ibu yang mendampingi balitanya yang mengalami kejang demam saat rawat inap di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan pada tanggal 22 Februari-21 April 2014. Jumlah populasi masing-masing sebanyak 31 orang Besar sampel pada penelitian ini adalah 30 orang diambil dengan teknik total sampling Pengumpulan data dilakukan dengan cara 1) melakukan pendekatan dan menjelaskan kepada orang tua hal yang berhubungan dengan penelitian. Orangtua yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi responden dan bila orangtua tidak bersedia peneliti tidak memaksa, 2) peneliti membagikan kuesioner kepada responden untuk diisi. dan menjelaskan cara mengisi lembar kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan jawaban a, b, c, dan d, kemudian peneliti mendampingi responden, apabila ada hal-hal lain yang tidak dimengerti oleh responden dalam pengisian lembar kuesioner dapat langsung ditanyakan 3) mengumpulkan dan mengecek kelengkapan data, data yang kurang lengkap dilengkapi dengan peneliti meminta responden untuk mengisi kekurangannya 4) Mengecek kelengkapan data Data yang terkumpul melalui lembar kuesioner kemudian ditabulasi, setiap jawaban responden dimasing-masing pertanyaan akan diberi skor. Untuk pertanyaan positif jika jawaban “Ya” skor 1 dan “Tidak” skor 0 hasilnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi yang diharapkan, kemudian dikalikan 100%. Teknik analisa persentase skoring menggunakan rumus skor perolehan dibagi skor maksimal kemudian dikalikan 100%. Hasil analisis diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria kualitatif: 76-100% = Tindakan tepat, 56-75% = cukup tepat, 40-45% = kurang tepat, <40% = tidak tepat.
55
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 53-59
HASIL PENELITIAN Karakteristik responden berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 18 responden (60%) berusia antara 20-29 tahun. Berdasarkan pendidikan responden didapatkan bahwa sebagian besar hanya tamat sekolah dasar (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden Pendidikan terakhir Tidak Tamat SD SD Tamat SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi Jumlah
n 2 14 6 7 1 30
% 7 47 20 23 3 100
Tabel 2. Distribusi frekuensi pekerjaan responden Pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta Petani Pekerja Swasta PNS(Guru) Jumlah
n 21 4 2 2 1 30
% 70 13 7 7 3 100
Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan informasi tentang penanganan kejang demam Sumber Informasi Orang lain Televisi Media Cetak Internet Jumlah
n 10 5 14 1 30
% 33 17 47 3 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi tindakan responden dalam menangani kejang demam di rumah
Kategori Cukup Tepat Kurang Tepat Tidak Tepat Jumlah
56
n 17 9 4 30
% 57 30 13 100
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didapatkan sebanyak 21 orang (70%) tidak bekerja (Tabel 2). Berdasarkan perolehan informasi tentang penanganan kejang demam, didapatkan 14 orang (47%) mendapatkan informasi dari media cetak (Tabel 3). Hasil penelitian juga mengungkapkan tindakan responden dalam melakukan penanganan kejang demam di rumah, didapatkan 17 orang (57%) cukup tepat, 9 orang kurang tepat dan hanya 4 orang (13%) yang tidak tepat (Tabel 4). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah yang dirawat di ruang anak RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan adalah sebagian besar yaitu 17 responden (57%) dikategorikan cukup baik. Tindakan atau penanganan ibu pada balita kejang demam di rumah sangat dibutuhkan, agar tidak terjadi komplikasi yang serius. Tindakan yang harus dilakukan ibu di rumah adalah melakukan perawatan yang adekuat. Penderita dimiringan kesalah satu sisi agar tidak terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Melonggarkan pakaian yang ketat agar jalan napas tetap terbuka lega sehingga suplai oksigen terjamin. Tidak mengekang balita saat kejang terjadi, tidak memberikan minum apapun pada balita, dan tidak memasukkan apapun diantara gigi balita yang mengalami kejang demam. Suhu yang tinggi (demam) harus segera diturunkan dengan melakukan kompres hangat. Terdapat beberapa faktor yang turut menyebabkan sebagian besar tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah dikategorikan cukup baik antara lain: usia, pendidikan, pekerjaan dan pengalaman/cara memperoleh sumber informasi. Faktor pertama yang menyebabkan responden sebagian besar dikategorikan cukup baik adalah umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 18 responden (60%) berusia antara 20-29 tahun. Menurut peneliti usia 20-29 tahun akan relatif lebih matang fungsi organ-
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Ain, Tindakan ibu dalam menangani balita yang KD di rumah
organnya dan proses perkembangan mentalnya bertambah baik, sehingga kemampuan motorik kasarnya akan lebih baik dan terampil dari pada usia yang lebih tua. Menurut Hurlock (1998) mengemukakan bahwa kemampuan motorik orang muda mencapai puncak kekuatan antara usia 20-30 tahun. Kecepatan respon maksimal terdapat antara usia 20 dan 25 tahun dan sesudah itu sedikit demi sedikit menurun. Dalam belajar menguasai keterampilan-keterampilan motorik yang baru, orang-orang muda usia 20-an lebih mampu dari pada mereka yang mendekati usia setengah umur. Oleh karena itu seseorang dengan usia antara 20-29 tahun akan lebih mudah melakukan perawatan yang adekuat pada balita kejang demam di rumah, karena ibu akan lebih terampil dalam melakukan tindakan. Contohnya seperti: tindakan untuk menurunkan demam pada balita ibu melakukan kompres hangat pada balita, memberikan obat paracetamol, dan ketika balita mulai panas tinggi yang tak kunjung turun, tindakan yang dilakukan oleh ibu adalah langsung membawa balitanya pergi ke pelayanan kesehatan. Sehingga hal ini mengakibatkan para ibu cukup baik dalam mengidentifikasi tindakan/penanganan balita kejang demam di rumah. Faktor kedua yang menyebabkan responden sebagian besar dikategorikan cukup baik adalah pendidikan. Hampir setengah responde yaitu sebanyak 14 responden (47%) berpendidikan terakhir SD. Menurut Mubarak (2012) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Menurut peneliti tingkat pendidikan memang sangat berpengaruh pada tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah. Diketahui bahwa hampir setengahnya (47%) responden berpendidikan terakir SD. SD (Sekolah Dasar) merupakan tingkat pendidikan yang rendah, akan tetapi pendidikan tidak terbatas pada kemampuan membaca, menulis, mempunyai ijazah pendidikan dari lembaga-lembaga formal
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
saja, tetapi jauh lebih dari umum yang mencakup pendidikan yang benar-benar dibutuhkan oleh seseorang. Lembaga-lembaga informal, interaksi/ komunikasi antar sesama, pengalaman dan stimulus yang diperoleh dari media cetak, juga dapat mempengaruhi pengetahuan dan terbentuknya tindakan yang tepat dalam penanganan kejang demam pada balita. Diketahui juga bahwa responden ada yang berpendidikan terakhir SMA sebanyak 7 orang, dan Perguruan Tinggi 1 orang. Maka dengan tingkat pendidikan yang tinggi seseorang akan mempunyai wawasan yang tinggi dan semakin mudah dalam menerima informasi tentang tindakan yang harus dilakukan saat balita kejang demam. Sehingga ibu mempunyai pengetahuan yang cukup baik dalam penanganan kejang demam di rumah dan bisa meminimalkan resiko komplikasi pada balita yang mengalami kejang demam. Pendapat ini didukung oleh Sunaryo (2004) mengatakan bahwa secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah prilaku individu maupun kelompok. Faktor ketiga yang menyebabkan responden sebagian besar dikategorikan cukup baik adalah pekerjaan. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 21 responden (70%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Menurut Efendy (1998) peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Bowden (2011) mengemukakan bahwa stereotip gender biasanya menempatkan wanita sebagai perawat dalam rumah tangganya. Hal ini mencerminkan suatu penerimaan budaya terhadap wanita/ibu sebagai seorang pengasuh. Tanggung jawab yang biasa dilakukan seorang wanita di rumah dapat bertambah, termasuk menyiapkan
57
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 53-59
makan, merawat anggota keluarga yang lain (seperti lansia dan orang cacat), mengobati penyakit yang lazim dan memelihara ketenagaan emosi setiap anggota keluarganya. Menurut peneliti hal diatas dipengaruhi oleh pengalaman dan seringnya ibu meluangkan waktunya bersama balitanya, karena kebanyakan responden sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Para ibu akan mengetahui balitanya mengalami perkembangan, pertumbuhan, dan bahkan jika balitanya mengalami gangguan kesehatan. Ibu akan langsung mengambil tindakan untuk menolong balitanya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh responden. Seluruh responden mempunyai pengalaman tentang kejang demam yang dialami oleh balitanya saat dirumah. Sehingga hal ini mengakibatkan para ibu cukup baik dalam mengidentifikasi tindakan yang dilakukan ketika balitanya mengalami kejang demam. Pendapat ini didukung oleh Mubarak (2012) pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalam terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. Faktor keempat yang menyebabkan responden sebagian besar dikategorikan cukup baik adalah cara memperoleh sumber informasi. Hasil menunjukkan bahwa hampir setengahnya yaitu sebanyak 14 responden (47%) memperoleh sumber informasi tentang penanganan kejang demam dari media cetak; surat kabar, majalah. Menurut Notoatmodjo, (2007) informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Menurut Mubarak (2012) pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya informasi. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
58
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Menurut peneliti cara memperoleh sumber informasi tentang penanganan kejang demam mempunyai pengaruh terhadap tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah. Diketahui bahwa sumber informasi yang diperoleh responden adalah dari media cetak; surat kabar, majalah. Hal ini akan menambah pengetahuan responden dengan melihat, membaca kemudian mengaplikasikannya dalam bentuk tindakan dikehidupan sehari-hari, serta semua responden mempunyai pendidikan. Sehingga responden mudah dalam mendapatkan informasi yang baru, seperti ibu membaca artikel tentang kejang demam dan ibu mengerti atau faham kemudian mengaplikasikan cara-cara penanganan kejang demam pada balitanya. Maka dalam hal ini ibu mempunyai pengetahuan yang cukup baik dalam melakukan tindakan penangganan yang tepat pada balita yang mengalami kejang demam. Pendapat ini didukung oleh Wied Hary A, (1996) informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar responden cukup tepat dalam melakukan penanganan kejang demam pada anaknya selama di rumah. Bagi orangtua Diharapkan orang tua/ibu yang balitanya pernah kejang demam dapat menambah pengetahuan mengenai pencegahan dan tindakan awal yang harus dilakukan pada balita kejang demam dengan cara aktif mengikuti penyuluhan yang dilaksanakan oleh pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit Bagi rumah sakit Diharapkan setelah mengetahui tindakan ibu dalam menangani balita yang mengalami kejang demam di rumah dapat
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Ain, Tindakan ibu dalam menangani balita yang KD di rumah
dijadikan bahan pertimbangan bagi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan balita yaitu dengan memberikan penyuluhan khususnya tentang kejang demam Bagi peneliti selanjutnya Dapat menjadi bahan dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya mengenai peran serta anggota keluarga dalam penanganan kejang demam yang terjadi berulang-ulang . DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bowden, Jan. 2011. Promosi Kesehatan dalam Kebidanan, Jakarta: EGC Edy Riyawan, 2013. Makalah Kegawatdaruratan Kejang Demam, (Online), (www.google.com.http/ /makalah-kegawat-darurata-kejang-demam, diakses 10 Desember 2013) Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Hurlock B, Elizabeth. 1998. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga Kumalasari, Intan. 2012. Kesehatan Reproduksi, Jakarta: Salemba Medika Lumbantobing. 2004. Kejang Demam (Febrile Convulsions), Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2012. Promosi Kesehatan, Yokyakarta: Graha Ilmu Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: PT. Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Prilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Konsep Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta Rudolph, Abraham M. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Volume 3, Jakarta: Buku Kedokteran EGC Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta: Graha Cipta Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta: EGC Wijaya, M.C. 2003. P3K Pada Balita, Jakarta: Kawan Pustaka
59