KEEFEKTIFAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN DAN KITOSAN TERHADAP BAKTERI Xanthomonas campestris pv. campestris PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM PADA KUBIS
NUR FITRIAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Keefektifan Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan dan Kitosan terhadap Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Penyebab Penyakit Busuk Hitam pada Kubis” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
Nur Fitriawati A352100094
ABSTRACT NUR FITRIAWATI. Effectiveness of Four Plant Extracts and Chitosan against Xanthomonas campestris pv. campestris the Causal Agent of Black Rot Disease on Cabbage. Supervised by GIYANTO and DADANG. The aims of this study were to detect of X. campestris pv. campestris from five cabbage cultivars, to test the effectiveness of plant extracts and chitosan in inhibiting the growth of X. campestris pv. campestris, to test the effectiveness of seed treatment using plant extracts and chitosan to control X. campestris pv. campestris in infected cabbage seeds, and to evaluate the effect of seed treatment to seed viability. The results of this research showed that betel extract, clove extract, and chitosan had ability to inhibit X. campestris pv. campestris growth, while binahong and turmeric extracts did not show inhibitory effect. Cabbage seed cultivar Green Hero was positively infected by X. campestris pv. campestris. X. campestris pv. campestris developed yellowish green colonies on SX medium. DNA fragment of 535 bp was successfully amplified using PCR with spesific primer for hrpF gene of X. campestris pv. campestris, i.e. XCF and XCR. The treatment with 2% betel extract, 3% clove extract, and 0.5% chitosan totally inhibited bacterial growth in NB medium and suppressed over 99% inoculum density after 50 minutes soaking seed. Betel and clove extracts suppressed the infection rate on seed by 84% and 97.33%, respectively. Chitosan did not reduce the level of infection due to the high initial infection of seeds. The treatments did not decrease seed viability as indicated by seed germination rates (95%). It was evidenced that betel extract, clove extract, and chitosan have the potential to be developed as quarantine treatment techniques to suppress infection of X. campestris pv. campestris in cabbage seeds. Key words: Xanthomonas campestris pv. campestris, plant extracts, chitosan.
RINGKASAN NUR FITRIAWATI. Keefektifan Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan dan Kitosan terhadap Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Penyebab Penyakit Busuk Hitam pada Kubis. Dibimbing oleh GIYANTO dan DADANG. Kubis merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tingkat produksi kubis cenderung meningkat setiap tahunnya. Salah satu kendala dalam budi daya kubis adalah penyakit busuk hitam yang disebabkan oleh bakteri terbawa benih X. campestris pv. campestris (Xcc). Volume impor benih kubis yang tinggi memberikan peluang masuknya inokulum X. campestris pv. campestris. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, beberapa di antaranya adalah sirih (Piper betle), cengkih (Syzygium aromaticum), binahong (Anredera cordifolia), kunyit (Curcuma domestica), dan kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan deteksi X. campestris pv. campestris pada beberapa kultivar benih kubis, menguji keefektifan ekstrak empat jenis tumbuhan dan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro, menguji keefektifan perendaman benih menggunakan ekstrak tumbuhan dan kitosan dalam menekan kepadatan inokulum, tingkat infeksi, dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih kubis. Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB, dan di Laboratorium Bakteriologi dan Laboratorium Biomolekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Isolat yang digunakan adalah isolat koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Cianjur, Jawa Barat. Deteksi X. campestris pv. campestris pada benih dilakukan pada lima kultivar kubis yaitu Green Hero, Green Nova, Green Coronet, ITTO, dan Grand 22. Ekstraksi bahan tumbuhan dilakukan dengan metode perendaman. Hasil perendaman kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kasar yang diperoleh disimpan pada 4oC hingga saat digunakan dalam pengujian. Kitosan yang digunakan diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji keefektifan ekstrak tumbuhan dan kitosan dilakukan menggunakan media NB dengan metode pengenceran berseri. Konsentrasi ekstrak tumbuhan yang diuji adalah 10%, 5%, 2.5%, 1.25%, 0.625%, dan 0.3125%. Konsentrasi kitosan yang diuji adalah 2%, 1%, 0.5%, 0.25%, 0.125%, dan 0.0625%. Kontrol adalah media NB yang dicampur dengan pelarut. Bahan yang efektif menekan bakteri X. campestris pv. campestris berdasarkan pengujian ini yaitu ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan digunakan lebih lanjut pada uji pengaruh konsentrasi terhadap X. campestris pv. campestris. Pada pengujian ini didapatkan konsentrasi yang efektif terhadap X. campestris pv. campestris yaitu ekstrak sirih 3%, ekstrak cengkih 2%, dan kitosan 0.5%. Konsentrasi tersebut selanjutnya digunakan pada perlakuan benih. Perlakuan benih dilakukan dengan merendam benih terinfeksi X. campestris pv. campestris pada beberapa kisaran waktu perendaman yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 menit. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap penekanan jumlah inokulum, penekanan tingkat infeksi, dan viabilitas benih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan menunjukkan penghambatan terhadap X. campestris pv. campestris, sedangkan ekstrak binahong dan kunyit tidak menunjukkan pengaruh penghambatan terhadap X. campestris pv. campestris. Benih kubis impor kultivar Green Hero terdeteksi positif terinfeksi bakteri X. campestris pv. campestris berdasarkan uji morfologi, fisiologi dan PCR. Secara morfologi, X. campestris pv. campestris menunjukkan karakter koloni berwarna hijau kekuningan pada media SX. PCR menggunakan pasangan primer XCF dan XCR berhasil mengamplifikasi fragmen DNA dari gen hrpF X. campestris pv. campestris dengan ukuran 535 bp. Ekstrak sirih 2%, cengkih 3%, dan kitosan 0.5% mampu menghambat pertumbuhan bakteri X. campestris pv. campestris sebesar 100% secara in vitro pada media NB dan mampu menekan lebih dari 99% kepadatan inokulum bakteri pada 50 menit perendaman benih. Pada lama perendaman yang sama, ekstrak sirih dan cengkih mampu menekan tingkat infeksi pada benih sebesar 84% dan 97.33%, sedangkan kitosan 0.5% tidak memberikan pengaruh dalam menekan tingkat infeksi. Perlakuan tersebut juga terbukti tidak menyebabkan kemunduran viabilitas benih yang ditunjukkan dengan tingkat perkecambahan benih lebih dari 95%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan berpotensi untuk dikembangkan sebagai teknik perlakuan karantina untuk menekan infeksi X. campestris pv. campestris. Kata kunci : Xanthomonas campestris pv. campestris, ekstrak tumbuhan, kitosan
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KEEFEKTIFAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN DAN KITOSAN TERHADAP BAKTERI Xanthomonas campestris pv. campestris PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM PADA KUBIS
NUR FITRIAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa NIM
:
: :
Keefektifan Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan dan Kitosan terhadap Xanthomonas campestris pv. campestris Penyebab Penyakit Busuk Hitam pada Kubis Nur Fitriawati A352100094
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Giyanto, MSi. Ketua
Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti H, MSc.
Tanggal Ujian: 3 Mei 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 17 September 1982 dari pasangan Bpk. Sukardi Hadi Purnomo dan Ibu Suginem. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Jenderal Soedirman melalui jalur UMPTN. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2007. Sejak Januari 2008 penulis bekerja di Balai Karantina Pertanian Kelas 2 Medan setelah lulus seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil Departemen Pertanian. Pada bulan September 2010 penulis memperoleh beasiswa Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains di Program Studi Fitopatologi Departemen Proteksi Tumbuhan IPB. Selama menjalani pendidikan penulis ditugaskan sementara di Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. Sejak Februari 2011 hingga sekarang penulis dipindahtugaskan secara tetap oleh Badan Karantina Pertanian ke Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Rawamangun, Jakarta Timur.
PRAKATA Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb penguasa semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Keefektifan Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan dan Kitosan terhadap Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Penyebab Penyakit Busuk Hitam pada Kubis”. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Giyanto, MSi., Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. atas bimbingan, saran, kritik, kesabaran, serta motivasi yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. 2. Ir. Hari Priyono, MSi., Ir. Banun Harpini, MSc., Dr. Ir. Eliza S. Rusli, MSi., dan Drs. Guntur, SP., MM yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti Program Magister di Institut Pertanian Bogor. 3. Ir. Hanudin (Balai Penelitian Tumbuhan Hias) yang telah membantu menyediakan isolat dalam penelitian ini. 4. Ir. Djoko Prijono, M.AgrSc. sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis atas saran dan kritik yang sangat berguna dalam perbaikan penulisan tesis. 5. Dr. Ir. Pudjianto, MSi., Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc. yang telah memberikan saran-saran perbaikan dalam penulisan tesis. 6. Rekan-rekan seperjuangan: Nurul Dwi Handayani, Selamet, Ratih Rahayu, Erna Maryana, Joni Hidayat, Catur Yogo Hendro Utomo, Aulia Nusantara, Yuli Fitriati, Arif Kurniawan, Rahma Susila Handayani, Sri Setyawati, Dwi Wahidati Oktarima, Lulu Sugiharto, dan Aprida Christin atas persahabatan, bantuan dan kerjasama selama menempuh pendidikan. 7. Seluruh Pegawai BBUSKP yang telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian hingga penyelesaian tesis. 8. Suamiku, Bapak, Ibu, Ayah, Emak, anakku serta kakak dan adikku atas dukungan dan doanya. 9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi khasanah ilmu pertanian di Indonesia.
Bogor, Mei 2012 Nur Fitriawati
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xvi
PENDAHULUAN ................................................................................. Latar Belakang.............................................................................. Tujuan Penelitian .......................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................
1 1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris ........................... Deskripsi dan Klasifikasi ..................................................... Kisaran Inang dan Gejala ..................................................... Siklus Hidup dan Pengendalian ............................................ Potensi Ekstrak Tumbuhan sebagai Antibakteri............................. Sirih (Piper betle) ................................................................ Cengkih (Syzygium aromaticum) ......................................... Binahong (Anredera cordifolia) ........................................... Kunyit (Curcuma domestica) ............................................... Potensi Kitosan sebagai Antibakteri ..............................................
5 5 5 5 6 7 8 8 9 9 10
BAHAN DAN METODE ...................................................................... Tempat dan Waktu ........................................................................ Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris ............................................................. Analisis Ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri ...................... Analisis Ciri Molekuler berdasarkan Teknik PCR ................ Deteksi X. campestris pv. campestris pada Benih Lima Kultivar Kubis ............................................................................................ Penyediaan Ekstrak Bahan Tumbuhan dan Kitosan ....................... Uji Keefektifan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro ...................................... Uji Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro ...... Perlakuan Benih Kubis Menggunakan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan ......................................................................................... Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Kepadatan Inokulum X. campestris pv. campestris pada Benih ......................................................... Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Tingkat Infeksi X. campestris pv. campestris pada Benih ......................................................... Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Viabilitas Benih ........................................
13 13 13 13 13 14 14 15 16 17
17
18 18
Halaman Pengolahan Data ...........................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris ............................................................. Ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri .................................... Ciri Molekuler Bakteri berdasarkan Hasil PCR .................... Deteksi X. campestris pv. campestris pada Benih Lima Kultivar Kubis ............................................................................................ Hasil Ekstrak Bahan Tumbuhan .................................................... Keefektifan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro ...................................... Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro .................... Keefektifan Perlakuan Benih Kubis Menggunakan Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Kepadatan Inokulum X. campestris pv. campestris pada Benih ................................................... Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Tingkat Infeksi X. campestris pv. campestris pada Benih ......................................................... Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Viabilitas Benih ............................... Aplikasi Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan untuk Perlakuan Karantina ......................................................................
19
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
35
LAMPIRAN ..........................................................................................
39
19 19 19 20 22 22 23 27
27
28 30 31
DAFTAR TABEL Halaman 1
Hasil deteksi X. campestris pv. campestris pada benih lima kultivar kubis ..................................................................................................
21
2
Rendemen ekstrak empat jenis bahan tumbuhan ................................
22
3
Pengaruh beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi .........................
22
Pengaruh kitosan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi .................................................
23
Pengaruh ekstrak sirih terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro ...............................................................................................
24
Pengaruh ekstrak cengkih terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro.....................................................................................
25
Pengaruh kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara in vitro ...................................................................................................
26
Kepadatan inokulum X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% pada beberapa waktu perendaman .............................................
27
Tingkat infeksi X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman .........................................
29
10 Tingkat perkecambahan kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman........................................................................................
30
4 5 6 7 8
9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
2
3
Karakter koloni X. campestris pv. campestris pada media YDC (a); Hasil amplifikasi isolat X. campestris pv. campestris menggunakan primer XCF dan XCR (b); (M = marker 1 kb, SW3 = isolat Balithi, GH = koloni bakteri dari biji kubis kultivar Green Hero).................
19
Karakter koloni yang muncul pada SX Agar diamati di bawah mikroskop stereo (koloni hijau diduga bakteri X. campestris pv. campestris) (a); koloni bakteri pada SX setelah digores ulang pada media YDC (b) ...............................................................................
20
Gejala infeksi X. campestris pv. campestris pada benih kubis. (a) benih sehat; (b) benih terinfeksi ......................................................
28
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Komposisi bahan untuk media SX......................................................
40
2
Komposisi bahan untuk media YDC ..................................................
40
3
Sidik ragam ragam pengaruh konsentrasi ekstrak sirih terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro ..........
40
Sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak cengkih terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro......................
40
Sidik ragam pengaruh konsentrasi kitosan terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro......................
41
Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap kepadatan inokulum .........................................
41
Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap kepadatan inokulum ....................................
41
Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap kepadatan inokulum .................................................
41
Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap persentase benih terserang ................................
41
10 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap persentase benih terserang ..........................
42
11 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap persentase benih terserang.......................................
42
12 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap persentase benih berkecambah .........................
42
13 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap persentase benih berkecambah ....................
42
14 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap persentase benih berkecambah .................................
42
15 Prosedur ekstraksi DNA kultur bakteri berdasarkan protokol Qiagen yang dimodifikasi...............................................................................
43
4 5 6 7 8 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis merupakan tanaman asli Eropa yang telah banyak dibudidayakan sejak zaman Yunani kuno. Di Indonesia, kubis ditanam sejak sebelum Perang Dunia II yang benihnya didatangkan dari Belanda (Wibisono 2011). Kubis dapat tumbuh dan beradaptasi pada beberapa kondisi iklim, namun akan tumbuh secara optimum pada kondisi sejuk (Murison & Napier 2006). Kubis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang telah banyak diusahakan secara komersial karena mempunyai nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produksi kubis yang tinggi pada setiap tahunnya. Produksi kubis pada tahun 2001 sebesar 1 205 000 ton dengan luas lahan 59.2 ribu hektar, dan meningkat menjadi 1 218 000 ton pada tahun 2002 dengan luas lahan sebesar 58.2 ribu hektar (Bappenas 2008). Permintaan komoditas sayuran pasar global dilaporkan mencapai sekitar 10 juta ton per tahun. Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor sayuran. Keberhasilan Indonesia dalam meraih pangsa pasar dunia akan bergantung pada kemampuan memproduksi jenis sayuran berkualitas yang sesuai dengan standar mutu internasional. Salah kendala utama dalam budidaya tanaman kubis adalah penyakit busuk hitam yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc). Bakteri Xcc merupakan salah satu bakteri terbawa benih (seed-borne). Serangan bakteri ini dapat menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan (Robert 2005).
Rata-rata kerugian yang disebabkan oleh
serangan bakteri Xcc ini mencapai 123.270 ton per tahun. Namun demikian, kerugian secara nyata di lapangan jauh lebih besar karena masih banyak komoditas yang tidak dilaporkan dan dihitung kerugiannya (Ditlinhorti 2010). Benih merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan usaha tani.
Masalah peningkatan kuantitas dan kualitas produksi sayuran
membawa konsekuensi pada perlunya perhatian yang serius tentang pengadaan benih sayuran yang bermutu (Anwar et al. 2005). Gitaitis dan Walcott (2007) menyatakan bahwa benih mempunyai pengaruh besar dalam timbulnya serangan
2 patogen di lapangan. Penyebaran patogen ke suatu daerah tidak mengenal lintas batas internasional. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh serangan penyakit ini dapat dihindari dengan penggunaan benih sehat dan tidak mengandung bakteri patogen. Benih Cruciferae (kubis-kubisan) adalah sebagian dari benih sayuran yang paling banyak didatangkan dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan akan benih sayuran di dalam negeri. Hidayat et al. (2007) menyatakan bahwa saat ini kebutuhan benih kubis dalam negeri masih sangat bergantung kepada benih hibrida impor. Berdasarkan data Electronic Plant Quarantine System (EPLAQ System) Badan Karantina Pertanian, impor benih kubis selama tahun 2010 sebanyak 5.009.2 kg, dan meningkat menjadi 15.233.6 kg pada tahun 2011. Benih kubis impor tersebut berasal dari beberapa negara seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, Perancis, Belanda, dan Selandia Baru.
Tingginya volume
pemasukan benih kubis ini akan meningkatkan kemungkinan masuknya inokulum Xcc. Xanthomonas campestris pv. campestris telah tersebar di hampir semua wilayah di dunia dan menimbulkan kerugian besar. Status bakteri ini dalam karantina termasuk dalam golongan Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting (OPTP). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, OPTP didefinisikan sebagai organisme pengganggu tumbuhan selain organisme penggangu tumbuhan karantina, yang keberadaannya pada benih tanaman yang dikirim dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan secara ekonomi bagi tujuan penggunaan benih tersebut. Tindakan karantina yang diterapkan pada OPTP dilakukan berdasarkan pada ambang toleransi infeksi patogen pada benih. Beberapa perlakuan yang sering dilakukan untuk karantina di antaranya perlakuan air panas, perlakuan dengan bahan kimia seperti natrium hipoklorit dan hidrogen peroksida dianggap hanya mampu mengeliminasi patogen permukaan saja, selain itu dikhawatirkan memberikan pengaruh resistensi bakteri terhadap bahan kimia tertentu (CABI 2007). Indonesia mempunyai potensi keanekaragaman tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengendali OPT secara hayati. Beberapa tanaman
3 yang telah dilaporkan mempunyai sifat antibakteri antara lain sirih (Piper betle) (Suppakul et al. 2006), cengkih (Syzygium aromaticum) (Zainal et al. 2010), binahong (Anredera cordifolia) (Khunaifi 2010), dan kunyit (Curcuma domestica) (Pundir & Jain 2010).
Penggunaan bahan hayati merupakan alternatif karena
mudah didapat, aman terhadap lingkungan, dan sulit menimbulkan resistensi pada OPT. Selain keragaman bahan hayati, Indonesia juga merupakan negara maritim yang sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Kitin masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan permasalahan lingkungan. Kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang potensial sebagai antimikroba. Polimer alami kitosan ini diharapkan aman bagi manusia. Kitosan dilaporkan oleh Li et al. (2008) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas sp. Penelitian perlakuan benih untuk pengendalian OPTP penting untuk dilakukan karena inang Xcc merupakan tumbuhan yang mempunyai arti penting di Indonesia.
Perlakuan benih menggunakan ekstrak tumbuhan dan kitosan
diharapkan akan mampu menurunkan tingkat serangan penyakit busuk hitam di lapangan tanpa menimbulkan pengaruh negatif bagi manusia dan lingkungan. Selain itu, penggunaan bahan alami yang bebas dari residu pestisida akan mampu mendorong akselerasi ekspor sayuran Indonesia.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Melakukan deteksi Xcc pada benih beberapa kultivar kubis impor dan benih yang beredar di pasaran;
2.
Menguji keefektifan ekstrak tumbuhan dan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Xcc;
3.
Menguji pengaruh perlakuan benih menggunakan ekstrak tumbuhan dan kitosan dalam menurunkan kepadatan inokulum Xcc, tingkat infeksi, dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih kubis.
4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif perlakuan benih untuk pengendalian X. campestris pv. campestris pada benih kubis.
5
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Deskripsi dan Klasifikasi Penyakit busuk hitam (black rot) yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. campestris merupakan penyakit utama pada tanaman kubis. Penyakit ini dilaporkan telah menyebabkan kerugian di seluruh dunia (Agrios 2004). Di Indonesia, penyakit busuk hitam pertamakali dilaporkan pada tahun 1931, dan pada tahun 1988 dilaporkan telah tersebar di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi (Semangun 2001). Sel bakteri Xcc berbentuk batang, bergerak menggunakan satu flagelum polar (Schaad et al. 2001). Bakteri Xcc mempunyai banyak sinonim yaitu Bacillus campestris, Pseudomonas campestris, Bacterium campestre, Bacterium campestris, dan Phytomonas campestris (Semangun 2001). Bakteri penyebab busuk hitam berdasarkan Agrios (2004) termasuk dalam kingdom Procaryotae, subdivisi Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, famili Xanthomonadaceae, genus Xanthomonas. Menurut Bajpai et al. (2011) genus Xanthomonas merupakan bakteri yang banyak berasosiasi dengan tanaman baik dikotil maupun monokotil dan dapat menyebabkan penyakit yang serius pada tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman hias.
Kisaran Inang dan Gejala Xanthomonas campestris pv. campestris merupakan patogen yang telah tersebar di hampir seluruh dunia dan umum menyerang lebih dari 30 jenis tanaman dan gulma anggota famili Brassicaceae/Cruciferae. Bunga kol dan kubis merupakan tanaman yang paling sering terserang Xcc meskipun kebanyakan merupakan kultivar tahan.
Patogen mampu hidup secara epifit pada banyak
tanaman inang liar, gulma, dan tanaman budidaya (CABI 2007). Agrios (2004) menyatakan bahwa Xcc dapat bertahan pada benih maupun sisa tanaman. Bakteri menginfeksi tanaman melalui stomata, hidatoda atau luka. Bakteri Xcc akan memperbanyak diri pada jaringan pembuluh kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman, bahkan sampai ke benih. Pembuluh xilem
6 yang terserang akan hancur kemudian menyebar ke sel-sel pada jaringan parenkim di sekitar pembuluh sehingga sel tersebut akan mati. Gejala pertama yang muncul pada daun berupa area tidak teratur pada bagian tepi dan berkembang menjadi lesi berbentuk huruf V. Lesi V memiliki tepi berwarna kuning, bagian tengah berwarna cokelat lebih gelap dengan guratan tulang daun berwarna hitam. Pada daun dengan serangan berat, beberapa gejala akan bergabung sehingga daun terlihat seperti tersiram air panas (Robert 2005).
Siklus Hidup dan Pengendalian Menurut Kohl dan Wolf (2005), inokulum primer dari patogen Xcc adalah benih terinfeksi. Di pertanaman, penyebaran utama terjadi melalui percikan air, hujan, irigasi, serangga, atau melalui peralatan tanam. Robert (2005) menyatakan bahwa bakteri dari tanaman yang terserang dapat tersebar dengan cepat menuju tanaman sehat dengan mengikuti aliran air. Bakteri memasuki daun melalui lubang alami atau luka dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dengan memperbanyak inokulum di jaringan pembuluh.
Pada suhu 20-30oC bakteri mampu berkembang biak dengan cepat.
Bakteri Xcc dapat bertahan bertahun-tahun pada biji, tanah, dan sisa tanaman sakit. Tanaman yang sakit akan memproduksi benih terinfeksi sehingga akan menjadi inokulum primer pada tanaman berikutnya (Kohl & Wolf 2005). Penyakit busuk hitam merupakan penyakit serius dan telah menjadi perhatian banyak negara untuk dikendalikan.
Perlakuan benih terhadap Xcc
secara fisik dapat dilakukan dengan perlakuan air panas, sedangkan perlakuan kimiawi dapat dilakukan dengan penggunaan tembaga asetat atau seng sulfat selama 20 menit pada suhu 38-40oC (CABI 2007). Menurut Kotchoni et al. (2007) perlakuan menggunakan hidrogen peroksida dan piridinium klorokromat N-heterosiklik (PCC) efektif mengurangi inokulum X. campestris pv. vitians dan dianjurkan untuk perlakuan benih.
Akan tetapi formulasi dari bahan kimia
tersebut mempunyai efek fitotoksik pada beberapa benih. Beberapa perlakuan benih menggunakan udara panas, air panas, dan electron bombardment dapat mengurangi tingkat infesksi Xcc pada benih, akan
7 tetapi dalam pelaksanaannya, keefektifan perlakuan sangat tergantung pada tingkat infeksi awal patogen pada benih (HDC 2009). Semangun (2001) menyatakan bahwa perlakuan yang efektif dan dianjurkan adalah dengan perlakuan air panas pada suhu 50oC, akan tetapi perlakuan tidak efektif untuk benih di penyimpanan dan dapat menurunkan viabilitas benih. Hal ini sejalan dengan pendapat Robert (2010) yang menyatakan bahwa perlakuan fisik terbukti mampu menekan inokulum patogen terbawa benih dengan sangat baik, tetapi mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas benih.
Pengaruh
negatif dari perlakuan fisik adalah penurunan tingkat perkecambahan dan memicu tanaman menjadi rentan terhadap serangan patogen. Pestisida sintetik terutama jenis organoklor telah dilarang pengunaannya di berbagai negara karena pengaruh negatifnya seperti efek toksisitas tinggi, periode degradasi lama, dan akumulasi pada produk pangan (Wiratno 2010). Penggunaan antibiotik untuk menekan bakteri juga sangat berisiko menimbulkan resistensi OPT. Bajpai et al. (2011) juga menyatakan bahwa patovar dari Xanthomonas telah dilaporkan resisten terhadap beberapa antibiotik seperti kanamisin, ampisilin, penisilin dan streptomisin.
Potensi Ekstrak Tumbuhan sebagai Antibakteri Pestisida nabati berasal dari bahan nabati (tumbuhan), sehingga mudah terurai di alam dan tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residu (sisa-sisa zat) mudah hilang (Kardinan 2002). Cowan (1999) menyatakan bahwa jumlah spesies tanaman di dunia sekitar 250300 ribu spesies, akan tetapi hanya 1-10% yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai pangan dan pakan, dan banyak spesies sangat potensial untuk dikembangkan sebagai antimikroba. Pemanfaatan pestisida nabati akan berdampak luas pada kelangsungan ekspor komoditas pertanian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan masyarakat internasional yang menghendaki produk pertanian bebas residu pestisida serta dikelola berdasarkan prinsip pelestarian lingkungan. Dadang dan Prijono (2008) menyatakan bahwa pestisida nabati mempunyai sifat mudah terurai di alam, sehingga tidak meninggalkan residu pada produk pertanian.
8 Pestisida nabati juga tidak cepat menimbulkan resistensi OPT karena bahan aktifnya tersusun atas beberapa senyawa kimia, hal ini menyulitkan OPT untuk membentuk strain baru yang resisten terhadap senyawa tertentu. Selain tidak menimbulkan resistensi, pestisida nabati mampu menjaga kelestarian lingkungan karena tidak membahayakan organisme bukan sasaran seperti parasit, predator, dan serangga penyerbuk (Wiratno 2010).
Sirih (Piper betle) Daun sirih (Piper betle) famili Piperaceae, sejak lama dikenal oleh nenek moyang kita sebagai daun berkhasiat ganda, yang banyak dipakai untuk nyirih atau nginang dan diyakini secara kesehatan dapat memperkuat gigi dan mempunyai sifat antimikroba. Menurut Hidayaningtias (2008), sifat antimikroba daun sirih disebabkan adanya minyak atsiri yang dikandungnya. Bahan yang terkandung di dalam sirih yang berperan sebagai antiseptik adalah katekin dan tanin yang merupakan senyawa polifenol. Telah diketahui bahwa katekin dan tanin dapat menghambat aktivitas biologi Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan penyebab terjadinya karies gigi. Minyak atsiri yang berasal dari dari daun sirih mengandung senyawa fenol, seskuiterpen, dan kavikol yang memiliki daya mematikan terhadap mikroba, antioksidasi dan anti jamur (Juliantina et al. 2011). Menurut Suppakul et al. (2006), kandungan senyawa minyak atsiri daun sirih yang bersifat antibakteri adalah kavikol, allipirokatekol, kavibetol, metil kavikol, metil eugenol, 1.8-sineol, eugenol, kariofilena, dan kadinena.
Cengkih (Syzygium aromaticum) Cengkih mengandung bahan aktif majemuk yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (Agusta 2000). Wiratno (2010) menyatakan bahwa senyawa sekunder cengkih yang telah berhasil diidentifikasi adalah eugenol, geraniol, sitronelol, dan tanin.
Senyawa ini mampu
mengendalikan hama dan patogen tanaman. Komponen utama cengkih adalah senyawa eugenol, eugenol asetat dan caryophylene dengan kandungan total mencapai 70-80%.
Komponen lain yang terdapat dalam cengkih adalah methyl
9 n-hepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinil (Taufik et al. 2011). Wiratno (2010) menyatakan bahwa minyak cengkih dan eugenol yang terdapat pada bunga cengkih dapat menghambat pertumbuhan cendawan (Fusarium oxysforum dan Phytophthora palmivora), bakteri (Bacillus subtilis, Escherechia coli, dan Staphylococcus aureus), dan nematoda (Meloidogyne incognita dan Radopholus similis). Karena itu produk cengkih dapat digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida dan insektisida.
Binahong (Anredera cordifolia Tanaman
binahong
(Anredera
cordifolia)
termasuk
dalam
famili
Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.
Bagian tanaman binahong yang bermanfaat sebagai
antimikroba pada umumnya adalah umbi, akar dan daun. Binahong mengandung senyawa metabolit sekunder yang mempunyai sifat antibakteri, yaitu saponin, fenol, dan flavonoid (Khunaifi 2010). Tshikalange (2007) menyatakan bahwa tanaman binahong mempunyai kandungan senyawa bahan aktif flavanoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Flavanoid dan saponin dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme bakteri dan virus. Menurut Tshikalange (2007), ekstrak air akar binahong pada konsentrasi 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif Bacillus pumilus, B. subtilis dan S. aureus) serta pada bakteri Gram-negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes) pada konsentrasi 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B. cereus.
Kunyit (Curcuma domestica) Kunyit (Curcuma domestica) dalam bahasa Inggris disebut sebagai turmeric merupakan tanaman tradisional asli Indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae.
Manfaat utama tanaman kunyit yaitu sebagai bahan obat
tradisional, bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak dll (Darwis 1991).
10 Menurut Atmaja (2008), kandungan kimia kunyit terdiri atas karbohidrat (69.4%), protein (6.3%), lemak (5.1%), mineral (3.5%), dan moisture (13.1%). Minyak atsiri (5.8%) yang dihasilkan dengan distilasi uap rimpang mengandung a-fellandrena (1%), sabinena (0.6%), sineol (1%), borneol (0.5%), zingiberena (25%) dan seskuiterpen (53%). Kurkumin (diferuloilmetana) (3–4%) merupakan komponen aktif dari kunyit yang berperan untuk warna kuning, dan terdiri atas kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) and kurkumin III (0.3%). Sifat antimikroba kunyit adalah karena kandungan senyawa kurkumin dan minyak atsiri (Hudayani 2008).
Pundir dan Jain (2010)
menyatakan bahwa
kunyit mempunyai kandungan senyawa yang bersifat sebagai antimikroba yaitu minyak atsiri, alkaloid, kurkumin, turmerol, dan asam velerat.
Potensi Kitosan sebagai Antibakteri Kitosan pertamakali ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Perkembangan penggunaan kitin meningkat pada tahun 1940-an dan semakin berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang. Potensi antibakteri kitosan dapat dikembangkan di Indonesia karena Indonesia menghasilkan 510.000 ton limbah udang setiap tahunnya yang apabila tidak diolah akan menjadi sampah bagi lingkungan (Herliana 2010). Kitosan memiliki keunggulan sebagai antimikroba karena ketesediaannnya di alam, biaya produksi yang murah, sifat biodegradibilitas, biokompatibilitas, dan bioreadsorpsi yang baik (Meidina et al. 2011). Kitosan merupakan biopolimer alami terbanyak di alam setelah selulosa yang dihasilkan dari deasetilasi kitin (Herliana 2010).
Kitosan merupakan
senyawa utama penyusun struktur kutikula dari serangga, Crustacea, Moluska, dan beberapa cendawan. Kitosan diperkirakan dapat diproduksi di alam dalam kisaran 109-1010 ton per tahun (Chung et al. 2004). Kitosan dan produk turunannya potensial sebagai antimikroba dan banyak digunakan dalam pengawetan makanan, pengobatan, industri, dan perlindungan tanaman. Karena senyawa ini merupakan polimer alami sehingga diharapkan aman bagi manusia (Meidina et al. 2011).
11 Kitosan mempunyai nama kimia poly D-glukosamina ( beta (1-4) 2-amino2-deoksi-D-glukosa).
Bentuk kitosan berupa padatan amorf bewarna putih
dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni (Wardaniati & Setyaningsih 2011). Menurut Li et al. (2008) larutan kitosan dalam asam asetat mampu menghambat banyak strain bakteri dan cendawan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi asam, kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amino kationik (NH3+). Kation ini akan bereaksi dengan anion polimer dan membentuk kompleks anion yang akan bereaksi dengan ion pada permukaan sel bakteri (Yusman 2006). Menurut Meidina et al. (2011) kitosan menunjukkan adanya sifat bakterisida terhadap E. coli. Muatan positif kitosan diperkirakan dapat berinteraksi dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan bakteri.
12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB, dan di Laboratorium Bakteriologi dan Laboratorium Biomolekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian.
Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Analisis Ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri Bakteri Xcc yang digunakan adalah isolat bakteri koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Cianjur, Jawa Barat yang diidentifikasi oleh Ir. Hanudin. Isolat bakteri Xcc koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias diuji ciri morfologi dan fisiologinya berupa warna dan karakter koloni pada media Yeast extract, Dextrose, CaCO3 (YDC), uji Gram, oksidase, katalase, aerob/anaerob, pertumbuhan 40 oC dan reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau.
Analisis Ciri Molekuler Bakteri Menggunakan Teknik PCR Konfirmasi isolat secara molekuler dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk Xcc XCF (5’-CGA TTC GGC CAT GAA TGA CT-3’) dan XCR (5’CTG TTG ATG GTG GTC TGC AA-3’) yang akan menghasilkan pita DNA dengan ukuran 535 bp (Park et al. 2004). Ekstraksi DNA dilakukan dengan mengikuti prosedur protokol Qiagen yang dimodifikasi dengan penggunaan proteinase-K untuk optimasi ekstraksi DNA yang berasal dari kultur murni (Wulandari I 12 Maret 2010, komunikasi pribadi). Satu loop penuh bakteri berumur 48 jam dimasukkan dalam tabung ependorf 1.5 ml berisi 400 µl akuades steril, ditambahkan 400 µl bufer AP1 dan 4 µl RNAse. Suspensi ditambahkan 4 µl proteinase-K setelah diinkubasi pada 65oC selama 10 menit.
Suspensi diinkubasi kembali pada 37oC selama 1 jam untuk
mengoptimalkan proteinase-K dalam memecah protein pada sel bakteri. Prosedur
13 ekstraksi berikutnya mengikuti langkah-langkah ekstraksi menurut protokol Qiagen (Lampiran 15). DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan total reaksi sebanyak 25 µl, terdiri dari 2 µl DNA hasil ekstraksi, 12.5 µl master mix (FermentasTM), 8.5 µl ddH2O, dan 1 µl primer (20 pmol/µl). Reaksi PCR dijalankan sebanyak 35 siklus, terdiri dari denaturasi pada 94oC selama 15 detik, annealing pada 58oC selama 30 detik, extension pada 72oC selama 15 detik dengan pra denaturasi pada 94oC selama 5 menit, dan final extension 72 oC selama 5 menit. Hasil amplifikasi dianalisis melalui elektroforesis gel agarosa 1.5% dalam buffer TAE 1x, voltase 70 V selama 45 menit. Gel agarosa direndam dalam larutan etidium bromida selama 15 menit kemudian diamati dengan UV transiluminator.
Deteksi X. campestris pv. campestris pada Benih Lima Kultivar Kubis Benih kubis yang diuji adalah empat kultivar benih yang diperoleh dari pintu pemasukan karantina Pelabuhan Laut Tanjung Priok yaitu Green Hero, Green Nova, Green Coronet, dan ITTO serta benih kubis hibrida komersial kultivar Grand 22 produksi PT Bisi International Tbk. Sebanyak 4.5 g benih (setara 1000 butir benih) disterilisasi permukaan menggunakan 0.5% natrium hipoklorit selama 3 menit dan dibilas 3 kali menggunakan akuades steril. Benih digerus dalam 45 ml SX broth, kemudian dikocok menggunakan shaker pada suhu ruang selama satu malam. Suspensi dipindahkan ke tabung steril dan dilakukan pengenceran berseri 100-10-5. Sebanyak 100µl dari setiap pengenceran disebar pada media semiselektif SX. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media SX. Bakteri digores ulang pada media YDC. Koloni bakteri yang menunjukkan karakter koloni berwarna kuning, cembung, dan mukoida kemudian diidentifikasi dengan teknik PCR.
Penyediaan Ekstrak Bahan Tumbuhan dan Kitosan Ekstraksi bahan tumbuhan yaitu daun sirih, bunga cengkih, daun binahong, dan rimpang kunyit dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
14 Serangga IPB. Kitosan yang digunakan diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Ekstraksi
bahan
tumbuhan
dilakukan
dengan
metode
maserasi
(perendaman). Daun sirih, bunga cengkih, daun binahong, dan rimpang kunyit terlebih dahulu dikering anginkan.
Setiap bahan dipotong kemudian digiling
menggunakan blender. Hasil penggilingan dimasukkan dalam tabung erlenmeyer dan direndam dengan metanol hingga terendam sempurna selama 24 jam. Rendaman masing-masing bahan tumbuhan disaring pada corong gelas yang dialasi kertas saring.
Hasil penyaringan kemudian diuapkan dengan
menggunakan rotary evaporator pada tekanan 500-700 mmHg dan suhu 50oC untuk mendapatkan ekstrak kasar.
Proses perendaman diulangi kembali
menggunakan metanol hasil penguapan. Setelah itu filtrat diuapkan dalam kamar asap, ekstrak kasar yang diperoleh disimpan pada 4oC hingga saat digunakan dalam pengujian.
Uji Keefektifan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Suspensi stok ekstrak tumbuhan dilarutkan dalam akuades steril dan tween 20 (5%) sebagai pengemulsi kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1%. Pengujian dilakukan dengan prinsip pengenceran berseri (Khunaifi 2010). Enam tabung reaksi diisi 4 ml media NB. Larutan ekstrak sebanyak 4 ml dimasukkan dalam tabung pertama, dihomogenkan menggunakan vortex kemudian diambil 4 ml dimasukkan dalam tabung kedua dan seterusnya hingga tabung terakhir sehingga konsentrasi media setengah dari konsentrasi semula. Konsentrasi ekstrak tumbuhan yang diuji adalah 10%, 5%, 2.5%, 1.25%, 0.625%, dan 0.3125%. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% dengan konsentrasi 2 % dengan prinsip yang sama yaitu pengenceran berseri sehingga didapatkan konsentrasi 2%, 1%, 0.5%, 0.25%, 0.125%, dan 0.0625% Kontrol adalah media NB yang dicampur dengan pelarut. Tabung diisi 1 ml suspensi bakteri Xcc dengan kepadatan koloni 108 cfu/ml (OD: 0.15). Media diinkubasi dalam shaker pada suhu ruang selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm.
15 Pengujian pengaruh penghambatan oleh ekstrak tumbuhan dan kitosan terhadap bakteri dilakukan dengan metode pengenceran berseri dan dicawankan pada media NA. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media NA setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Konsentrasi ekstrak tumbuhan dan kitosan yang menunjukkan tingkat penghambatan terhadap bakteri Xcc digunakan lebih lanjut dalam pengujian pengaruh konsentrasi ekstrak tumbuhan dan kitosan terhadap Xcc secara in vitro. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 kali ulangan.
Uji Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Sirih dan Cengkih serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Taraf konsentrasi diuji berdasarkan hasil uji pendahuluan keefektifan ekstrak tumbuhan dan kitosan secara in vitro.
Pada uji keefektifan ekstrak
tumbuhan dan kitosan terhadap bakteri Xcc didapatkan konsentrasi yang menunjukkan penghambatan 100% terhadap bakteri Xcc untuk sirih 2.5%, cengkih 5%, dan kitosan 0.5%.
Konsentrasi tersebut kemudian diturunkan
menjadi lima konsentrasi dengan interval konsentrasi yang lebih rendah. Konsentrasi yang diuji pada ekstrak sirih adalah 2.5%, 2%, 1.5%, 1%, dan 0.5%. Konsentrasi cengkih 5%, 4%, 3%, 2%, dan 1%. Konsentrasi kitosan yang diuji adalah 0.5%, 0.4%, 0.3%, 0.2%, dan 0.1%.
Media yang digunakan sebagai
kontrol adalah media yang dicampur dengan pelarut tanpa ekstrak tumbuhan dan kitosan. Tabung diisi 1 ml suspensi bakteri Xcc dengan kepadatan koloni 108 cfu/ml (OD: 0.15). Media diinkubasi dalam shaker pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan penghambatan ekstrak tumbuhan dan kitosan terhadap bakteri dilakukan dengan metode pengenceran berseri dan dicawankan pada media NA. Jumlah koloni yang tumbuh pada media NA dihitung setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Konsentrasi
ekstrak
tumbuhan
dan
kitosan
yang
menunjukkan
penghambatan 100% terhadap bakteri digunakan lebih lanjut dalam pengujian perlakuan benih. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan.
16 Perlakuan Benih Kubis Menggunakan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan Pengujian perlakuan benih kubis dilakukan dengan menggunakan benih yang diinfeksi secara buatan. Benih kubis hibrida kultivar Grand 22 disterilisasi permukaan menggunakan natrium hipoklorit 0.5% selama 3 menit untuk menghilangkan patogen permukaan menggunakan akuades steril.
Selanjutnya
benih dibilas 3 kali untuk menghilangkan sisa natrium hipoklorit. Benih direndam selama 1 jam dengan suspensi bakteri (1:1) (w/v).
Suspensi bakteri dengan
kepadatan 108 cfu/ml (OD: 0.15) berasal dari biakan bakteri Xcc berumur 48 jam. Benih dikeringanginkan selama 24 jam sampai mendekati tingkat kekeringan semula. Benih kemudian disimpan pada suhu ruang selama 1 minggu hingga saat penggunaan untuk penelitian lebih lanjut (Sumarti 2009). Perlakuan dilakukan dengan perendaman benih yang telah diinokulasi buatan pada ekstrak sirih 2%, cengkih 3%, dan kitosan 0.5%.
Pengujian
dilakukan dengan membandingkan lima kisaran waktu perendaman benih yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 menit.
Dua gram benih yang telah diinokulasi buatan
direndam pada larutan ekstrak sebanyak 4 ml. Selanjutnya benih ditiriskan dan dikeringanginkan pada laminar air flow selama 3 jam. Benih disimpan selama 3 hari pada suhu ruang untuk memastikan bahwa perlakuan tidak memacu perkecambahan benih.
Kontrol yang digunakan adalah benih yang telah
diinokulasi buatan tanpa perlakuan perendaman.
Percobaan dilakukan
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan.
Pengamatan yang
dilakukan adalah pengaruh waktu perendaman terhadap kepadatan inokulum, tingkat infeksi dan viabilitas benih.
Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Kepadatan Inokulum X. campestris pv. campestris pada Benih Penghitungan kepadatan koloni dilakukan dengan pencucian benih. Satu gram benih dari setiap perlakuan dan kontrol dicuci menggunakan 10 ml bufer saline (0.85% NaCl) dengan cara dikocok menggunakan shaker selama 4 jam. Hasil pencucian diencerkan secara berseri 100-107. Sebanyak 100µl dari setiap pengenceran disebar pada media NA, dan diinkubasi pada suhu ruang selama 48
17 jam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media NA. Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Tingkat Infeksi X. campestris pv. campestris pada Benih Pengamatan tingkat serangan bakteri dilakukan dengan menanam 25 benih dari setiap perlakuan dan kontrol pada media NA. Pengamatan dilakukan setelah 5 hari inkubasi.
Benih yang masih terinfeksi akan menunjukkan gejala layu,
kotiledon menghitam, dan tumbuhnya bakteri berwarna kuning pada media NA. Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap Viabilitas Benih Viabilitas benih setelah perlakuan dievaluasi dengan menguji tingkat perkecambahan benih dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan). Sebanyak 100 butir dari setiap perlakuan dengan ekstrak tumbuhan dan kitosan ditanam pada nampan yang dialasi tissue lembab. Nampan ditutup menggunakan plastik wrap dan diinkubasi selama tujuh hari.
Pengamatan dilakukan dengan
menghitung persentase perkecambahan benih dari masing-masing perlakuan.
Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) dan apabila ada perbedaan pengaruh, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf nyata 5% (Gomes & Gomes 1995). Analisis data dilakukan menggunakan program Minitab 16.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyedian Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Ciri Morfologi dan Fisiologi Isolat Hasil karakterisasi isolat bakteri koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif, aerob, katalase positif, oksidase negatif, pertumbuhan pada 40oC negatif, dan hipersensitif pada tembakau positif. Hasil pengujian tersebut sesuai dengan sifat karakter bakteri Xanthomonas seperti yang deskripsikan oleh Schaad et al. (2001).
Ciri Molekuler Bakteri berdasarkan Hasil PCR Hasil identifikasi isolat menggunakan teknik PCR dengan pasangan primer XCF dan XCR menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut adalah Xcc. Hal ini diperlihatkan dengan teramplifikasinya pita DNA pada gel agarosa dengan panjang 535 bp (Park et al. 2004) (Gambar 1).
Munculnya pita DNA ini
berkorelasi terhadap gen hrpF dari Xcc. Gen ini berkaitan dengan patogenesitas bakteri Xcc dan kespesifikan reaksi terhadap inang (Agrios 2004).
Gambar 1 Karakter koloni X. campestris pv. campestris pada media YDC (a); Hasil amplifikasi isolat X. campestris pv. campestris menggunakan primer XCF dan XCR (b); (M = marker 1 kb, SW3 = isolat Balithi, GH = koloni bakteri dari biji kubis kultivar Green Hero).
19 Deteksi X. campestris pv. campestris pada Benih Lima Kultivar Kubis Hasil deteksi bakteri Xcc pada benih lima kultivar kubis menunjukkan bahwa benih kubis kultivar Green Hero diindikasikan terinfeksi oleh Xcc yang ditandai oleh tumbuhnya koloni bakteri dengan ciri berwarna hijau kekuningan pada media semi selektif SX. Ciri koloni tersebut hanya terdapat pada kultivar Green Hero dan tidak terdapat pada empat kultivar benih kubis yang lain. Bakteri tersebut kemudian digores ulang pada media YDC dan menunjukkan karakter yang mengarah pada bakteri Xcc yaitu kuning, cembung, licin dan mukoida (Gambar 2). Hasil konfirmasi menggunakan teknik PCR dengan pasangan primer spesifik XCF dan XCR menunjukkan adanya pita DNA dengan ukuran 535 bp, yang menunjukkan bakteri tersebut adalah Xcc (Gambar 1).
Gambar 2 Karakter koloni yang muncul pada SX Agar diamati di bawah mikroskop stereo (koloni hijau diduga bakteri X. campestris pv. campestris) (a); koloni bakteri pada SX setelah digores ulang pada media YDC (b). Jumlah koloni yang rendah (88.3 cfu/ml) (Tabel 1) diperoleh setelah melewati proses pengayaan selama satu malam. Hal ini menunjukkan tingkat infeksi yang rendah pada biji kubis. Oleh karena tumbuhnya koloni tersebut telah melewati proses pengayaan, maka sulit untuk disimpulkan tingkat infeksi awal pada benih kubis tersebut.
Meskipun tingkat kepadatan bakteri pada benih
rendah, hal ini harus tetap diwaspadai karena tingkat infeksi yang rendah sudah berpotensi menyebabkan serangan serius di lapangan. Tingkat infeksi benih 0.01%-1% dapat menyebabkan kerugian hasil yang ditimbulkan bisa mencapai 50% (CABI 2007).
20 Tabel 1 Hasil deteksi X. campestris pv. campestris pada benih lima kultivar kubis Kultivar
Rerata kepadatan sel (cfu/ml)
Green Coronet Green Hero Green Nova ITTO Grand 22
0 88.3 0 0 0
Tingginya arus impor benih ke Indonesia akan meningkatkan kemungkinan pemasukan inokulum yang berpotensi merusak pertanian Indonesia. Randhawa dan Schaad (1984) menyatakan bahwa ambang toleransi kandungan Xcc pada benih kubis adalah di bawah 0.03%, karena tiga dari 10.000 benih terserang sudah cukup untuk menimbulkan serangan yang berarti di lapangan. Robert (2005) menggambarkan suatu model penyebaran penyakit pada beberapa konsentrasi kontaminasi benih. Pada 10.000 benih dengan tingkat infestasi Xcc sebesar 0.01% dapat menimbulkan penyakit rata-rata 7-25% tanaman. Peraturan tentang OPTP di Indonesia saat ini sedang pada tahap penyusunan di Badan Karantina Pertanian. Peraturan ini di adopsi dari ISPM No. 16 tentang regulated non-quarantine pest: concept and application.
Dasar
penetapan peraturan tentang OPTP adalah ambang toleransi kandungan suatu OPT pada benih yang diatur berdasarkan analisis resiko. Peraturan ini diharapkan akan mengurangi resiko kerugian yang disebabkan oleh patogen terbawa benih. Iklim di Indonesia yang cenderung lembab, dan curah hujan yang tinggi akan lebih mendukung untuk berkembangnya Xcc lebih cepat dibandingkan negara beriklim sejuk (Semangun 2001).
Informasi ambang toleransi yang
diterapkan oleh beberapa negara beriklim sub tropis dapat menjadi pertimbangan bagi karantina pertanian Indonesia dalam menentukan ambang toleransi kandungan Xcc pada benih Cruciferae. Perbedaan kondisi iklim tersebut besar kemungkinan akan menyebabkan perbedaan ambang toleransi Xcc antara Indonesia dengan negara lain.
21 Hasil Ekstrak Bahan Tumbuhan Bahan tumbuhan yang menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi adalah cengkih (11.54% ) kemudian diikuti sirih (3.73%), kunyit (3.56%), dan binahong (2.15%). Rendemen tersebut dibandingkan dengan bobot basah bahan tumbuhan. Hasil akhir ekstrak tumbuhan yang diperoleh setelah proses ekstraksi beragam bergantung pada kandungan bahan tumbuhan. Tabel 2 Rendemen ekstrak empat jenis bahan tumbuhan. Bahan Tanaman
Bobot basah (kg) 2.5 1.5 1.7 1.5
Daun sirih Daun binahong Bunga cengkih Rimpang kunyit
Hasil akhir ekstrak (g) 93.18 32.17 196.12 53.41
Rendemen (%) 3.73 2.15 11.54 3.56
Keefektifan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Pengujian menunjukkan bahwa ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Xcc.
Total penghambatan yang
ditunjukkan ekstrak sirih yaitu pada konsentrasi 2.5%, cengkih 5%, dan kitosan 0.5% (Tabel 3 dan 4). Dua ekstrak yang lain yaitu binahong dan kunyit tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Xcc. Tabel 3 Pengaruh beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi Kepadatan sel bakteri (cfu/ml) Konsentrasi (%) Sirih Binahong Cengkih Kunyit Kontrol 10 5 2.5 1.25 0.625 0.3125
0 0 0 Ktt Ktt Ktt
Ktt : jumlah koloni tak terhingga
Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt
0 0 26 Ktt Ktt Ktt
Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt
Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt
22 Tabel 4 Pengaruh kitosan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi Konsentrasi (%) Kepadatan sel bakteri (cfu/ml) 2 0.00 1 0.00 0.5 0.00 0.25 307.33 0.125 103.33 0.0625 Ktt Ktt : jumlah koloni tak terhingga
Pada pengujian ini binahong dan kunyit tidak menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Xcc. Pundir dan Jain (2010) menyatakan bahwa ekstrak kunyit mempunyai daya penekanan yang baik terhadap bakteri S. aureus. Demikian pula dengan ekstrak binahong telah dilaporkan oleh Khunaifi (2010) mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 25%. Ketidakmampuan ekstrak binahong dan kunyit dalam menekan pertumbuhan Xcc diduga karena bakteri
Xcc tidak sensitif
terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak binahong dan kunyit. Selain itu, perbedaan konsentrasi yang diuji juga mempengaruhi kesensitifan bakteri Xcc terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak binahong dan kunyit.
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Berdasarkan pengujian keefektifan ekstrak tumbuhan dan kitosan terhadap Xcc telah didapatkan jenis bahan yang menunjukkan penghambatan terhadap bakteri Xcc yaitu ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan dengan konsentrasi masing-masing 2.5%, 5%, dan 0.5%.
Oleh karena itu, diujikan lagi 5 taraf
konsentrasi dari konsentrasi terendah untuk menguji pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri. Tingkat penghambatan yang ditunjukkan ekstrak sirih, cengkih, maupun kitosan terhadap bakteri Xcc menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap kontrol, sedangkan beberapa konsentrasi yang diuji tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang rendah, ekstrak
23 tumbuhan dan kitosan sudah mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri Xcc. Pada pengujian ini konsentrasi ekstrak sirih 2% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Xcc pada media NB sebesar 100% (Tabel 5). Konsentrasi ekstrak sirih 0.5%, 1%, dan 1.5% memberikan tingkat penghambatan lebih dari 99% dengan kepadatan sel Xcc berturut-turut sebesar 2.73x107, 1.63 x102, dan 70 cfu/ml. Tabel 5 Pengaruh ekstrak sirih terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Jumlah sel (cfu/ml)a 0 (Kontrol) 2.20 x 1011 a 0.5 2.73 x 107 b 1 1.63 x102 b 1.5 70.00 b 2 0.00 b 2.5 0.00 b P value= 0.000 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Keefektifan sirih dalam menghambat bakteri ini diduga disebabkan oleh kandungan senyawa yang terkandung oleh sirih yaitu flavonoid, tanin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid mempunyai sifat sebagai koagulator protein. Senyawa ini akan
mengganggu integritas sel bakteri dengan membentuk senyawa
kompleks pada permukaan sel bakteri.
Tanin merupakan senyawa yang
mempunyai mekanisme kerja inaktivasi enzim bakteri (Juliantina et al. 2010). Sifat antibakteri sirih juga pernah diteliti oleh Suppakul et al. (2006) yang mengemukakan bahwa ekstrak sirih memiliki daya hambat pada bakteri S. aureus dan Escherechia coli pada konsentrasi 0.5%. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri sirih menurut Suppakul et al. (2006) adalah kavikol, allipirokatekol, kavibetol, metil kavikol, metil eugenol, 1.8-sineol, eugenol, kariofilena, dan kadinena. Senyawa-senyawa tersebut bersifat hidrofobik dan menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel bakteri sehingga sel bakteri akan mengalami kerusakan. Ekstrak cengkih menunjukkan kemampuan penghambatan 100% terhadap pertumbuhan bakteri Xcc pada konsentrasi 3%.
Konsentrasi 1% dan 2%
24 memberikan tingkat penghambatan hingga lebih dari 99%, dengan kepadatan koloni berturut-turut 6.43 x 107 cfu/ml dan 1.26 x 102 cfu/ml (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh ekstrak cengkih terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Kepadatan sel (cfu/ml)a 0 (Kontrol) 2.20 x 1011 a 1 6.43 x 107 b 2 1.26 x 102 b 3 0.00 b 4 0.00 b 5 0.00 b P value = 0.000 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Taufik et al. (2011) menyatakan bahwa kemampuan ekstrak cengkih dalam menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena kandungan minyak atsiri (eugenol) yang tinggi. Karakteristik eugenol yang terpenting sebagai antibakteri yaitu sifat hidrofobisitasnya.
Sifat ini mampu masuk ke dalam lapisan
lipopolisakarida yang terdapat dalam membran sel bakteri gram negatif dan merusak struktur selnya. Sifat antibakteri dari minyak atsiri disebabkan karena kandungan gugus hidroksil (-OH) dan karbonil. Senyawa turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar yang rendah, fenol akan membentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan lisisnya sel membran (Parwata & Dewi, 2008). Taufik et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak cengkih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek antibakteri cengkih ini pernah
diteliti oleh Radiastuti et al. (2011) yang
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 2% ekstrak cengkih mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan B. cereus. Pada konsentrasi 4% ekstrak cengkih efektif menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan E. coli.
25 Kitosan menunjukkan 100% penghambatan terhadap bakteri Xcc secara in vitro pada konsentrasi 0.5% (Tabel 7). Pada konsentrasi 0.3% dan 0.4%, kitosan mampu menekan kepadatan sel bakteri dengan sangat baik yang ditunjukkan kepadatan sel yang rendah yaitu masing-masing 60 dan 6.67 cfu/ml. Tabel 7 Pengaruh kitosan terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Kepadatan sel (cfu/ml)a 2.20 x1011 a 2.80 x105 b 2.53 x104 b 60.00 b 6.67 b 0.00 b
0 (Kontrol ) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 P value = 0.002 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Mekanisme kitosan dalam menekan pertumbuhan bakteri diduga karena kitosan
mempunyai polikation bermuatan positif yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri.
Mekanisme penghambatan kitosan disebabkan karena
adanya interaksi senyawa kitosan dengan senyawa pada permukaan sel bakteri. Senyawa ini akan teradsorbsi membentuk lapisan yang mampu menghambat transportasi nutrisi sel bakteri. Hal ini akan menyebabkan sel bakteri kekurangan nutrisi untuk berkembang sehingga mengakibatkan matinya sel (Wardaniati & Setyaningsih 2011). Chung et al. (2004) juga menyatakan bahwa sifat antibakteri kitosan erat hubungannya dengan kemampuan adsorbsi kitosan pada permukaan sel, sehingga menyebabkan kebocoran sel bakteri. Hal tersebut diperkuat dengan Penelitian Li et al. (2010) bahwa mekanisme kerja kitosan berkaitan dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan muatan positif kitosan. Kitosan akan meningkatkan permeabilitas membran luar dan menyebabkan rusaknya membran sel. Kerusakan ini disebabkan oleh adanya interaksi elektrostatik antara
–NH3+ dengan kelompok karboril atau fosforil pada
komponen fosfolipid pada membran sel.
26 Keefektifan Perlakuan Benih Kubis Menggunakan Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Kepadatan Inokulum X. campestris pv. campestris pada Benih Perlakuan waktu perendaman benih kubis terinfeksi dalam suspensi ekstrak tumbuhan dan kitosan menunjukkan pengaruh berbeda dalam menurunkan jumlah inokulum Xcc pada benih kubis (Tabel 8).
Perendaman benih menggunakan
ekstrak sirih 2%, cengkih 3%, dan kitosan 0.5% selama 50 menit memberikan hasil terbaik dalam menekan kepadatan inokulum bakteri. Tabel 8
Kepadatan inokulum X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% pada beberapa waktu perendaman Waktu perendaman Kepadatan inokulum (cfu/g benih)a (menit) Sirih Cengkih Kitosan 8 8 0 (Kontrol) 7.63x10 a 7.63x10 a 7.63x108 a 10 2.20x104 b 8.67x104 b 2.31x106 b 4 4 20 3.00x10 b 4.40x10 c 2.18x106 b 3 4 30 7.53x10 c 8.17x10 b 1.51x106 c 40 7.83x103 c 1.77x103 d 8.27x105 d 3 3 50 7.87x10 c 2.00x10 d 8.03x105 d P value sirih= 0.000; P value cengkih= 0.000; P value kitosan= 0.000
a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Ekstrak sirih dan ekstrak cengkih pada 50 menit perendaman benih mampu menekan jumlah inokulum hingga 99.99% dengan kepadatan inokulum masingmasing 7.87x103 cfu/g dan 2.00x103 cfu/g (Tabel 8). Kitosan juga menunjukkan penekanan terbaik terhadap Xcc
pada perendaman 50 menit dengan tingkat
penekanan sebesar 99.89%. Kepadatan inokulum Xcc pada perlakuan kitosan adalah
8.03x105 cfu/g, jauh lebih tinggi daripada kepadatan koloni pada
perendaman ekstrak sirih dan cengkih.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
cengkih dengan konsentrasi 3% memberikan penghambatan paling baik terhadap pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan ekstrak sirih 2% dan kitosan 0.5%.
27 Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Tingkat Infeksi X. campestris pv. campestris pada Benih Besarnya tingkat infeksi pada benih ini berkaitan dengan tingkat kepadatan inokulum setelah perlakuan.
Kepadatan inokulum yang tinggi pada benih
cenderung meningkatkan persentase benih terserang. Benih yang terinfeksi Xcc akan menunjukkan gejala layu, kotiledon menghitam, dan tumbuhnya bakteri berwarna kuning pada media NA (Gambar 3). Waktu perendaman benih juga berpengaruh nyata terhadap tingkat infeksi pada benih. Pengaruh waktu perendaman terhadap tingkat serangan Xcc pada benih ini ditunjukkan oleh ekstrak sirih dan ekstrak cengkih.
Gambar 3 Gejala infeksi X. campestris pv. campestris pada benih. (a) benih sehat; (b) benih terinfeksi. Pada waktu perendaman benih selama 50 menit, ekstrak sirih dan ekstrak cengkih memberikan penekanan terbaik terhadap tingkat infeksi Xcc. Ekstrak sirih mampu menekan 84% tingkat infeksi, atau hanya 16% benih saja yang masih menunjukkan gejala infeksi. Ekstrak cengkih mampu menekan inokulum Xcc lebih baik daripada ekstrak sirih dan kitosan (Tabel 8). Oleh karena itu cengkih menunjukkan penekanan tingkat infeksi yang lebih tinggi pada benih yaitu sebesar 97.33%, atau hanya 2.67% saja benih yang masih terinfeksi (Tabel 9). Berbeda dengan ekstrak sirih dan ekstrak cengkih, perendaman benih kubis menggunakan kitosan masih menunjukkan tingkat infeksi yang tinggi pada benih kubis. Waktu perendaman memberikan pengaruh yang tidak konsisten terhadap persentase tingkat infeksi Xcc pada benih.
28 Tabel 9 Tingkat infeksi X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman Waktu perendaman Tingkat infeksi (%)a (menit) Sirih Cengkih Kitosan 0 (Kontrol) 100.00 a 100.00 a 100.00 a 10 21.33 b 5.33 bc 70.67 b 20 18.67 b 10.67 b 100.00 a 30 25.33 b 12.00 b 60.00 b 40 13.33 b 1.33 c 62.67 b 50 16.00 b 2.67 c 100.00 a P value sirih= 0.001; P value cengkih= 0.000; P value kitosan= 0.003 a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Waktu perendaman benih kubis selama 50 menit menggunakan kitosan, berhasil menekan 99.89% inokulum Xcc pada benih akan tetapi inokulum yang masih tertinggal masih tinggi yaitu 105 cfu/g (Tabel 8).
Hal ini yang
menyebabkan tingkat infeksi pada benih masih tinggi yaitu sebesar 100%. Sesuai dengan estimasi yang dilakukan oleh Robert (2005) bahwa pada benih kubis yang terinfeksi Xcc dengan kepadatan inokulum 105 cfu/g (Tabel 8), mampu menimbulkan penyakit lebih dari 71%. Berbeda dengan kitosan, pada benih yang direndam selama 50 menit menggunakan ekstrak sirih dan ekstrak cengkih mampu menekan 99.99% inokulum, atau hanya 103 cfu/g inokulum yang tersisa (Tabel 8). Hal ini menyebabkan tingkat infeksi pada benih kubis yang direndam ekstrak sirih dan ekstrak cengkih lebih rendah daripada kitosan. Randhawa dan Schaad (1984) pernah melakukan deteksi Xcc pada benih kubis. Mereka menyatakan bahwa rata-rata tingkat infeksi Xcc pada benih adalah 103cfu/g, kepadatan ini dianggap sebagai infeksi yang tinggi.
Benih yang
digunakan pada pengujian ini adalah benih yang diinokulasi buatan dengan kepadatan bakteri yang sangat tinggi yaitu sebesar 108cfu/g. Pada benih yang terinfeksi secara alami dengan kandungan Xcc yang lebih rendah, perlakuan ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan diduga akan mampu mengeliminasi Xcc pada benih.
29 Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Viabilitas Benih Pengujian perkecambahan benih ini penting untuk dilakukan karena prinsip dalam penerapan perlakuan karantina adalah harus memberikan penekanan yang baik terhadap patogen tanpa merusak kualitas dari komoditas benih. Analisis ragam terhadap data perkecambahan benih menunjukkan adanya perbedaan pengaruh waktu perendaman terhadap tingkat perkecambahan benih kecuali pada ekstrak cengkih (Tabel 10). Pada ekstrak sirih dan kitosan terjadi kecenderungan peningkatan perkecambahan benih seiring ditambahnya waktu perendaman.
Waktu
perendaman selama 50 menit memberikan angka persentase perkecambahan tertinggi.
Demikian pula pada perlakuan ekstrak cengkih, meskipun waktu
perendaman tidak menunjukkan pengaruh terhadap perkecambahan benih kubis, tetapi pada perendaman selama 50 menit juga memberikan persentase perkecambahan tertinggi yaitu 97%. Tabel 10 Tingkat perkecambahan kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman Waktu perendaman Tingkat perkecambahan (%)a (menit) Sirih Cengkih Kitosan 0 (Kontrol) 94.33 c 94.33 a 94.33 c 10 97.33 ab 96.33 a 94.67 bc 20 98.33 a 95.67 a 98.33 a 30 99.33 a 95.67 a 97.33 ab 40 95.67 bc 94.33 a 98.67 a 50 99.39 a 97.00 a 98.33 a P value sirih= 0.002; P value cengkih= 0.292; P value kitosan= 0.012 a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
Pada pengujian viabilitas benih ini, tingkat perkecambahan benih kubis pada kontrol paling rendah yaitu 94.33%. Hal ini disebabkan tingginya inokulum Xcc pada kontrol, karena tidak adanya aktivitas penghambatan terhadap infeksi Xcc seperti halnya pada perlakuan ekstrak tumbuhan dan kitosan.
Kamil (1979)
menyatakan bahwa benih akan mampu berkecambah apabila kebutuhan akan air,
30 suhu, udara, dan cahaya bisa terpenuhi dengan baik. Akan tetapi, keberadaan suatu patogen pada benih akan menyebabkan gangguan dalam perkecambahan. Penurunan jumlah inokulum setelah perlakuan ekstrak tumbuhan dan kitosan berpengaruh pada peningkatan persentase perkecambahan benih. Selain pengaruh kepadatan inokulum, peningkatan persentase perkecambahan pada perlakuan kitosan diduga karena kitosan mampu memberikan induksi ketahanan terhadap tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Awadalla dan Mahmoud (2005) bahwa perlakuan seed coating dengan kitosan pada benih kapas mampu menurunkan serangan Fusarium oxysporum sekaligus meningkatkan kadar fitoaleksin.
Peningkatan fitoaleksin ini berpengaruh terhadap peningkatan
ketahanan tanaman. Perlakuan perendaman benih menggunakan ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan selama 50 menit tetap memberikan perkecambahan benih yang tinggi yaitu 99.39%, 97%, dan 98.33%.
Kamil (1979) menyatakan bahwa benih
dikatakan mempunyai mutu yang baik apabila tingkat perkecambahan benihnya lebih dari 80%. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan ekstrak tanaman dan kitosan tidak menimbulkan kemunduran kualitas benih kubis yang ditunjukkkan oleh tingkat perkecambahan yang tinggi yaitu lebih dari 80%.
Aplikasi Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan untuk Perlakuan Karantina Beberapa jenis perlakuan yang direkomendasikan sebagai tindakan karantina antara lain fumigasi, pestisida kimia, irradiasi, perlakuan pendinginan, pemanasan, udara panas, frekuensi radio, dan pengelolaan atmosfer (Sharp & Hallman 1994).
Namun, tidak menutup kemungkinan suatu perlakuan baru
dikembangkan sebagai teknik perlakuan karantina. Pada ISPM No. 28 disebutkan bahwa perlakuan dapat digunakan sebagai perlakuan karantina apabila tingkat efikasinya memenuhi standar dan dapat didukung dengan data ilmiah. Prinsip dasar dalam perlakuan karantina adalah kemampuan dalam membebaskan atau menurunkan tingkat infeksi suatu OPT pada tingkat tertentu dan tidak menimbulkan kerusakan pada komoditas yang dikirim. Pada ISPM No. 1 disebutkan bahwa prinsip dasar dalam pelaksanaan fitosanitari diantaranya adalah pengelolaan resiko, dampak minimum, dan ekivalensi.
31 Perlakuan karantina merupakan salah satu bagian dari manajemen resiko, yaitu pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk mengurangi terjadinya risiko akibat masuk dan menyebarnya OPT. Perlakuan karantina juga diharapkan mempunyai dampak minimum terhadap perdagangan maupun lingkungan.
Prinsip ekivalensi
dapat diartikan bahwa metode berbeda yang dapat memberikan hasil yang sama dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode tersebut dapat diterima sebagai alternatif perlakuan karantina. Perlakuan benih menggunakan bahan alami seperti ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan mampu memberikan penghambatan yang baik terhadap tingkat infeksi Xcc pada benih kubis tanpa menimbulkan penurunan kualitas benih.
Hal ini menjadi informasi yang penting bagi karantina dalam
mengembangkan metode perlakuan karantina berbasis bahan alami dalam manajemen resiko suatu OPT yang mudah, aman, dan relevan terhadap perdagangan internasional.
32
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa simpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini ialah: 1.
Benih kubis impor kultivar Green Hero terdeteksi positif terinfeksi bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris. Secara morfologi X. campestris pv. campestris menunjukkan karakter koloni hijau kekuningan pada media SX. PCR menggunakan pasangan primer XCF dan XCR berhasil mengamplifikasi fragmen DNA dari gen hrpF X. campestris pv. campestris dengan ukuran 535 bp.
2.
Ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% mampu menghambat pertumbuhan bakteri sebesar 100% secara in vitro pada media NB dan mampu menekan lebih dari 99% kepadatan inokulum bakteri pada 50 menit perendaman benih.
3.
Perlakuan menggunakan ekstrak sirih 2% dan cengkih 3% mampu menekan tingkat infeksi pada benih, berturut-turut sebesar 84% dan 97.33%, sedangkan kitosan 0.5% tidak memberikan pengaruh dalam menekan tingkat infeksi. Perlakuan tersebut juga tidak menyebabkan kemundurun viabilitas benih yang ditunjukkan dengan tingkat perkecambahan benih lebih dari 95%.
Saran Perlu dilakukan uji lapang terhadap benih yang telah diberi perlakuan ekstrak tumbuhan dan kitosan untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tingkat infeksi yang timbul pada tanaman kubis di lapangan. Perlu juga dilakukan penelitian untuk OPTP lainnya baik dari golongan bakteri maupun patogen lain yang terbawa pada berbagai macam benih.
33
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2004. Plant Pathology. 5th ed. San Diego (US): Academic Press. Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung (ID): Penerbit ITB. Atmaja DA. 2008. Pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma domestica) terhadap gambaran mikroskopik mukosa lambung mencit balb/c yang diberi parasetamol [karya tulis ilmiah]. Semarang(ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Perbenihan sayuran di Indonesia: kondisi terkini dan prospek benih sayuran. Bul Agron. 33(1):38-47. Awadalla OA, Mahmoud YAG. 2005. New chitosan derivates induces resistance to fusarium wilt disease through phytoalexin (gossypol) production. Malaysiana sains. 34(1):141-146. Bajpai VK, Kang S, Xu H, Lee SG, Baek KH, Kang SC. 2011. Potential role of essential oils on controlling plant pathogenic bacteria Xanthomonas species: a review. Plant Pathol J. 27(3):207-224. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2008. Produksi dan Luas Panen Kubis [internet]. [diunduh 2011 Okt 11]. Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id/node/138/ 369/produksi-dan-luaspanen-kubis. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2011. System.
Electronic Plant Quarantine
CAB International. 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM). Wallingford (GB). CAB International. 2 CD-ROM dengan penuntun di dalamnya. Chung YC, Su YP, Chen CC, Jia G, Wang HL, Wu JGC, Lin JG. 2004. Relationship between antibacterial activity of chitosan and surface characteristic of cell wall. J Acta Pharm Sin. 25(7):932-936. Cowan MM. 1999. Plants extracts as antimicrobial agents. J Clinic Microbiol. 12(4):564-582. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor [ID]: Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Darwis SN. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Bogor [ID]: Puslitbang Tanaman Industri. [Ditlinhorti] Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2010. Kebijakan dan Strategi Perlindungan Hortikultura Tahun 2005-2010 [internet]. [diunduh 2012 Mei 4]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/ images/data/tulisan/kebijakan.htm
34 Gitaitis R, Walcott R. 2007. The epidemiology and management of seedborne bacterial diseases [abstract]. Annu Rev Phytopatol. [internet]. [diunduh 2012 Jan 23]; 45(1):371-379. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17474875. Gomes KA, Gomes AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. [HDC] Horticultural Development Company. 2009. Evaluation of disinfectants, biological and natural products for control of brassica black rot (Xanthomonas campestris pv campestris). Final Report of Agriculture and Horticulture Development Board [internet]. [diunduh 2011 Nov 17]. Tersedia pada: http://www.planthealth.co.uk/projects/project-archive.php. Herliana P. 2010. Potensi khitosan sebagai antibakteri penyebab periodontitis. J Sains Teknol. 1(1):12-24. Hidayaningtias P. 2008. Perbandingan efek antibakteri air seduhan daun sirih (Piper bettle Linn) terhadap Streptococcus mutans pada waktu kontak dan konsentrasi yang berbeda [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Hidayat, Anggoro HP, Muharam A. 2007. Kubis Lokal Berpotensi Menunjang Substitusi Impor Benih Kubis Hibrida. [internet]. [diunduh 2011 Sept 16]. Direktorat Perlindungan Tanaman Tersedia pada: http://pustaka.litbang. deptan.go.id/publikasi/ wr264043.pdf. Hudayani M. 2008. Efek antidiare ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) pada mencit jantan galur swiss webster. [skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. [IPPC] International Plant Protection Convention. 2009. International Standart for Phytosanitary Measures. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Juliantina F, Citra DA, Nirwani B, Nurmasitoh T, Bowo ET. 2011. Manfaat sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen antibakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. J Kedok Kes Indones [internet]. Tersedia pada: http://journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article/viewFile/543/467. Kamil J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang (ID): Angkasa Raya. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Ed ke-4. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Penyakit busuk hitam pada budidaya kubis [internet]. [diunduh 2011 Mei 4]. Tersedia pada: http://www.indopetani.com. Khunaifi M. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
35 Kohl J, Wolf JVD. 2005. Alternaria brassicicola and Xanthomonas campestris pv. campestris in organic seed production of brassicae: epidemiology and seed infection [internet]. [diunduh 2011 Sept 25]. Plant Research International B.V. Tersedia pada: http://edepot.wur.nl/17130. Kotchoni OS, Torimiro N, Gachomo EW. 2007. Control of Xanthomonas campestris pv. vignicola in cowpea following seed and seedling treatment with hydrogen peroxide and N-heterocyclic pyridium chlorochromate. Plant Pathol J. 89(3):361-367. Li B, Wang X, Chen R, Huangfu W, Xie G. 2008. Antibacterial activity of chitosan solution against Xanthomonas pathogenic bacteria isolated from Euphorbia pulcherrima. Carb Pol J. 72(2):287-292. Li XF, Feng XQ, Yang S. 2010. A mechanism of antibacterial activity of chitosan against gram-negative bacteria. Biol Chem J. 31(13):148-153. Meidina, Sugiyono, Jenie S L, Suhartono M T. 2011. Aktivitas antibakteri oligomer kitosan yang diproduksi menggunakan kitonase dari isolat B. Licheniformis MB-2 [internet]. [diunduh 2011 Nov 2]. Tersedia pada: http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/pdf/prosiding/oral/GB06Meidina.pdf. Murison J, Napier T. 2006. Cabbage growing. Primefact J [internet]. [diunduh 2011 Nov 17]. Tersedia pada: www.dpi.nsw.gov.au/primefacts. Park YJ, Lee BM, Ho-Hahn J, Lee GB, Park DS. 2004. Sensitive and specific detection of Xanthomonas campestris pv campestris by PCR using speciesspecific primer based on hrpF gene sequences. Microb Res J. 159(10): 419423. Parwata OA, Dewi PFS. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J Kimia. 2 (2):100-104. Pundir RK, Jain P. 2010. Comparative studies on the antimicrobial activity of black pepper (Piper nigrum) and turmeric (Curcuma longa) extracts. Int J Appl Biol Pharm Technol. 1 (2):492-501. Radiastuti N, Sukandar D, Khotimah FK. 2011. Efektivitas antibakteri minyak atsiri bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap B. subtilis, B. cereus, S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa serta isolasi senyawa aktifnya. Hayati. 4C(1):31-35. Randhawa PS, Schaad NW. 1984. Selective isolation of Xanthomonas campestris pv. campestris from crucifer seeds. Phytophatol J. 74(1):268272. Robert SJ. 2005. Transmission and spread of Xanthomonas campestris pv. campestris in brassica trans-plants: implications for seed health standar. Seed Health Symposium [internet]. [diunduh 2011 Sept 12]. Tersedia pada: http://www.planthealth.co.uk/downloads/Roberts_2009_BCPC_Xanthomon as.pdf.
36 Robert S. 2010. Biological control for seed-borne bacteria pathogen [internet]. [diunduh 2012 April 8]. Tersedia pada: http://www.aab.org.uk/images/ roberts.pdf. Sharp JL, Hallman GJ. 1994. Quarantine treatment for pests and food plants [internet]. [diunduh 2012 Mei 8]. San Francisco (US): Westview Press. Tersedia pada: http://www-naweb.iaea.org/nafa/ipc/SA_94_EJang.pdf. Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. 3th ed. St. Paul (US): APS Press. Semangun H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Cetakan ke-2. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. Sumarti T. 2009. Pengembangan metode deteksi Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis [tesis]. Bogor(ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suppakul P, Sanla-ead N, Phoopuritham P. 2006. Antimicrobial and antioxidant activity of betel oil. Kasetsart J. 40(1):91-100. Taufik M, Triatmojo S, Erwanto Y, Santoso U, Kristanti ND. 2011. Aktivitas antibakteri minyak cengkeh terhadap bakteri patogen [internet]. [diunduh 2011 okt 12]. Tersedia pada: http://stpp-malang.ac.id/PDF/Aktivitas% 20mikroba%20cengkeh.pdf. Tshikalange TE. 2007. In vitro anti-HIV-1 properties of ethnobotanically selected South African plants used in the treatment of sexually transmitted diseases. Ethnopharmacol J. 96(1):515-519. Wardaniati RA, Setyaningsih S. 2011. Pembuatan chitosan dari kulit udang dan aplikasinya untuk pengawetan bakso. [karya tulis ilmiah]. Semarang [ID]: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Wibisono H. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Kubis [tesis]. Semarang [ID]: Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Wiratno. 2010. Beberapa formula pestisida nabati dari cengkih [internet]. [diunduh 2011 Okt 12]. Tersedia pada: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ inovasi/kl10101.pdf. Yusman DA. 2006. Hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zainal A, Anwar A, Ilyas S, Sudarsono, Giyanto. 2010. Efektivitas ekstrak tumbuhan untuk mengeliminasi Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis pada benih tomat. J Agron Indon. 38 (1):52-59.
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Kompisisi bahan untuk media SX (Schaad et al. 2001) Bahan Jumlah/L Starch (soluble-potato) 10 g Beef extract 1g Ammonium chloride 5g K2HPO4 2g Methyl violet 1 ml Methyl green 2 ml Agar 15 g Setelah diautoclave ditambahkan 5 ml cycloheximide Lampiran 2 Komposisi bahan untuk media YDC (Schaad et al. 2001) Bahan Jumlah/L Yeast extract Dekstrosa CaCO3 Agar
10 g 20 g 20 g 15 g
Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak sirih terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro Sumber derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 1.2 x 1023 2.4 x 10 22 69.14 0.000** 21 20 Galat 12 4.2 x 10 3.5 x 10 Total 17 1.2 x 1023 ** berbeda sangat nyata (1%)
Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak cengkih terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro F hitung P Sumber derajat Jumlah Kuadrat keragaman bebas kuadrat tengah Dosis 5 1.2 x 1023 Galat 12 4.2 x 1021 Total 17 1.2 x 1023 ** berbeda sangat nyata (1%)
2.4 x 10 22 3.5 x 1020
69.13
0.000**
39 Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh konsentrasi kitosan terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris secara in vitro Sumber Derajat Jumlah keragaman bebas kuadrat Perlakuan 4 1.8 x 10 11 Galat 10 4.7 x 1010 Total 14 2.2 x 1011 ** berbeda sangat nyata (1%)
Kuadrat tengah
F hitung
4.5 x 1010 4.7 x 109
9.55
P 0.002**
Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap kepadatan inokulum F hitung P Sumber Derajat Jumlah Kuadrat keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 58.3087 11.6617 459.76 0.000** Galat 12 0.3044 0.0254 Total 17 58.6131 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 7 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap kepadatan inokulum Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 63.8367 12.7673 771.21 0.000** Galat 12 0.1987 0.0166 Total 17 64.0354 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 8 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap kepadatan inokulum Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 19.28828 3.85766 910.70 0.000** Galat 12 0.05083 0.00424 Total 17 19.33911 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 9 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap persentase benih terserang Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 86.40 17.28 9.96 0.001** Galat 12 20.83 1.74 Total 17 107.23 ** berbeda sangat nyata (1%)
40 Lampiran 10 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap persentase benih terserang Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 160.082 32.016 58.74 0.000** Galat 12 6.540 0.545 Total 17 166.622 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 11 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap persentase benih terserang Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 19.419 3.884 6.85 0.003** Galat 12 6.808 0.567 Total 17 26.227 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 12 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak sirih terhadap persentase benih berkecambah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 0.16087 0.03217 7.43 0.002** Galat 12 0.05198 0.00433 Total 17 0.21285 ** berbeda sangat nyata (1%) Lampiran 13 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan ekstrak cengkih terhadap persentase benih berkecambah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 0.04475 0.00895 1.40 0.292 TN Galat 12 0.07676 0.00640 Total 17 0.12151 TN: tidak berbeda nyata Lampiran 14 Sidik ragam pengaruh waktu perendaman benih menggunakan kitosan terhadap persentase benih berkecambah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 5 0.14820 0.02964 4.82 0.012* Galat 12 0.07384 0.00615 Total 17 0.22204 * berbeda nyata (5%)
41 Lampiran 15 Prosedur ekstraksi DNA kultur bakteri berdasarkan protokol Qiagen yang dimodifikasi 1 loop bakteri dari kultur berumur 48 jam dimasukkan dalam dimasukkan tabung ependorf berisi 400µl akuades
Suspensi ditambahkan 400µl bufer AP 1 kemudian diinkubasi pada 65oC selama 10 menit
Tambahkan 4µl proteinase-K, diinkubasi pada 37oC selama 1 jam
Tambahkan 130 µl bufer AP2 diinkubasi pada es selama 5 menit
Sentrifus pada 14.000 rpm selama 5 menit, cairan diambil dipindahkan ke kolom ungu
Sentrifus pada 14.000 rpm selama 2 menit, cairan diambil ditambahkan bufer AP3 sebanyak 1.5 volume
Suspensi dimasukkan pada kolom putih dan disentrifus pada 8.000 rpm selama 1 menit
Kolom dipindahkan pada tabung penampung baru, ditambahkan 500µl bufer AW dan disentrifus pada 8.000 rpm selama 1 menit
Cairan dibuang, ditambahkan 500µl bufer AW dan disentrifus pada 14.000 rpm selama 2 menit
Kolom dipindahkan pada tabung ependorf 1.5 ml, ditambahkan 100µl bufer AE, inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit dan disentrifus pada 8.000 rpm selama 1 menit
Kolom dibuang, DNA yang tersaring segera dielektroforesis atau disimpan pada suhu -20oC