KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA SKRIPSI
OLEH : EKO SANTOSO NPM : 28120001
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012
KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH: EKO SANTOSO NPM : 28120001
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012
KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
Nama
: EKO SANTOSO
Fakultas
: HUKUM
Jurusan
: ILMU HUKUM
NPM
: 28120001
DISETUJUI DAN DI TERIMA OLEH : Dosen Pembimbing,
TRI WAHYU ANDAYANI, SH,CN,MH
Telah di terima dan di setujui oleh Tim Penguji Skripsi serta di nyatakan LULUS dengan demikian Skripsi ini dinyatakan Sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya,
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua
: TRI WAHYU ANDAYANI,SH,CN,MH
(
)
(
)
: 1.Dr.SUGENG REPOWIJOYO,SH,MHum (
)
( Dekan)
2. Sekretaris : TRI WAHYU ANDAYANI,SH,CN,MH ( Dosen Pembimbing )
3. Anggota
( Dosen Penguji I )
: 2.DJASIM SISWOJO, SH,MH,MM ( Dosen Penguji II )
(
)
MOTTO
HIDUP Merupakan pembelajaran yang membuat kita dewasa, mengetahui kekurangan dalam kegagalan dan mengetahui ketika berhasil, tetapi keberhasilan merupakan sebuah perjuangan untuk belajar dan berusaha untuk meraih impian setinggi-tingginya. PERUBAHAN Sadari bahwa kehidupan selalu bergerak, dan setiap perubahan terjadi atas suatu alasan,Waktu anda melihat batasan sebagai kesempatan dunia akan menjadi tempat bebas hambatan. MASA DEPAN Perhatikan kebiasaanmu, karena itu menjadi karaktermu, Bangunlah karaktermu karena itu akan menentukan masa depanmu. KESUKSESAN Kesuksesan tidak di capai karena suatu kebetulan, Kesuksesan di capai melalui pilihan dan perjuangan
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga saya dengan mudah dapat menyelesaikan tugas SKRIPSI yang berjudul “ KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA . Penulisan SKRIPSI ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Sebagai insan yang selalu terbatas kesempurnaan tentunya kesalahan dan kekurangan selalu ada , oleh karena itu walaupun saya telah berusaha dengan segala kemampuan yang ada secara semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang dapat di katakan ilmiah namun saya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan-kekurangan dan jauh dari sempurna dan kemampuan saya terbatas , sehingga dengan demikian saya menerima dengan senang , serta kerendahan hati dan hormat akan adanya saran atau koreksi untuk membangun dan demi kesempurnaan SKRIPSI ini. Di dalam proses penulisan SKRIPSI ini banyak sekali bantuan yang saya terima berupa fasilitas-fasilitas , petunjuk-petunjuk , bahan- bahan keterangan yang sangat bermanfaat dan membantu jalannya menyusun SKRIPSI ini , dapat terselesaikan dalam waktu yang tepat . Oleh karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan banyak terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya Bapak
Budi Endarto,SH.M,HUM yang telah membina , membimbing , mengarahkan kepada
para
Mahasiswa
belajar
tepat
waktu
dan
tepat
guna
akan
menyelesaikan studinya. 2. Kepada Bapak Taufiqqurahman SH.M,HUM selaku Wakil Rektor yang selalu memberi motivasi untuk semangat
belajar dengan sungguh-sungguh tanpa
meninggalkan nilai-nilai ajaran secara agamis agar menjadi seorang Sarjana Hukum yang mempunyai kredibilitas dan integritas yang baik. 3. Yang terhormat Bapak Drs.H.Sugeng Repowijoyo ,SH.M,HUM, selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya yang banyak memberi arahan bagi seluruh Mahasiswa agar menjadi Sarjana Hukum yang berkualitas. 4. Yang terhormat Ibu Tri Wahyu Andayani SH.CN.M,HUM selaku Dosen Pembimbing SKRIPSI yang telah bersusah paya membimbing saya dengan penuh kesabaran , tulus ikhlas dengan mengorbankan waktu baik arahan , bimbingan yang sangat berguna sehingga dapat menyelesaikan penyusunan SKRIPSI ini. 5. Yang Terhormat para Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Surabaya yang telah memberikan bekal melalui perkuliahan yang merupakan referensi sehingga dapat menopang penyusunan SKRIPSI. 6. Ayah dan Ibu yang aku sayangi, aku cintai serta semua saudaraku, yang senantiasa memberikan doa restu serta memberikan motivasi di dalam penyelesaian SKRIPSI ini. 7. Yang terhormat kepada semua pihak dan temanku Husni , Tiyas , serta rekan sejawat yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu , saya sampaikan banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan, kesehatan, kesuksesan, berkah, rahmat, taufik dan hidayahnya serta pahala yang setimpal kepada semua pihak tersebut diatas. Dengan segala Kerendahan hati akhirnya penulis persembahkan SKRIPSI ini kepada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Surabaya,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….....i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………….ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………................iii KATA PENGANTAR………………………………………………………………….iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….v
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………10
1.3 Penjelasan Judul………………………………………........................10
1.4 Alasan Pemilihan Judul………………………………………………...11
1.5 Tujuan Penelitian………………………………………………………..11
1.6 Manfaat Penelitian………………………………………………………11
1.7 Metode Penelitian……………………………………………………….12
1.8 Pertanggung Jawaban Sistematika…………………………………...13
BAB II : KEJELASAN PENGAKUAN STATUS ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA 2.1 Akibat Perkawinan menurut Undang - Undang Nomor 1 Thn. 1974 tentang Perkawinan……………………………………………………..15 2.2 Kedudukan Anak Hasil Kawin Sirri Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU -VIII/2010……………………………………...29 2.3 Kejelasan Status Anak hasil Kawin Sirri menurut Hukum Positif Indonesia………………………………………………………………....30 BAB III :HAK-HAK ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA 3.1 Hak dan kewajiban Orang Tua menurut Undang-Undang Nomor Thn 1974 tentang Perkawinan………………………………………………35 3.2 Hak Anak menurut Undang - Undang Nomor 1 Thn. 1974 tentang Perkawinan……………………………………………………………….36 3.3 Hak Anak Hasil Kawin Sirri Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU -VIII/2010………………………………………………….39 BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….....43 4.2 Saran……………………………………………………………………...44
DAFTAR BACAAN…...……………………………………………………….45
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Anak amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa , dimana dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak juga merupakan tunas , potensi dan generasi muda penerus cita-cita hidup keluarga khususnya, dan masyarakat umumnya serta memiliki peran strategis dalam menjamin kelangsungan kehidupan di masyarakat. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut , maka anak perlu mendapat kesempatan yang seluas -luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik maupun mental. Penting juga adanya perlindungan untuk anak serta memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya yang jauh dari segala bentuk diskriminasi. Kelahiran seorang anak di tengah-tengah keluarga tentu akan memberi kebahagian tersendiri bagi keluarga tersebut. Kehadiran anak sebagai anggota keluarga yang baru , menjadi bagian dari tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak tersebut menjadi orang yang berguna. Anak
merupakan
persoalan
yang
selalu
menjadi
perhatian
berbagai elemen masyarakat , bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya , bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ada berbagai cara pandang dalam
menyikapi
perkembangan
dan memperlakukan
seiring
dengan
anak
semakin
yang
dihargainya
terus
mengalami
hak-hak anak ,
termasuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) . Sebagai amanah anak
2
harus dijaga sebaik mungkin oleh yang memegangnya , yaitu orang tua. Dalam perkembangannya banyak terjadi permasalahan - permasalahan di kota-kota besar maupun di daerah-daerah di Indonesia yang mana kedudukan anak hasil kawin sirri selama ini tidak mendapatkan hak-haknya seperti hak mendapatkan kejelasan status atas orang tua laki-laki , hak nafkah , hak pendidikan, hak waris dan juga Anak hasil kawin sirri cenderung mengalami penelantaran
serta kekerasan
sehingga mengalami
hambatan
dalam
pengembangan kecerdasan dalam berfikir mereka secara spikologis. Memang masalah kawin sirri mempunyai dampak bagi anak maupun istri dan juga perkawinan sirri ini sangat sulit untuk dipantau oleh pihak yang berwenang karena tidak di catatkan pada pejabat pencatat nikah di kantor urusan agama. Sepertinya masyarakat salah mengartikan tentang hak anak hasil kawin sirri, di mata masyarakat secara awam seakan-akan mendiskriminasikan bahwa anak hasil perkawinan sirri tidak memiliki status yang jelas. Ini tentu saja tidak benar. Hukum tetap mengakomodir tentang hak-hak anak hasil perkawinan sirri. Faktanya , memang kerap ditemukan suami yang mengabaikan hak-hak anak hasil perkawinan sirri. Umumnya mereka berdalih perkawinan tersebut tidak tercatat secara resmi sehingga bisa saja suami tersebut tidak mengakui anaknya karena perkawinan mereka tidak tercatat pada kantor urusan agama serta tidak mempunyai dokumen kependudukan yaitu kartu keluarga sehingga secara tidak langsung berdampak pada asal-usul anak tidak dapat dibuktikan karena tidak adanya akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Ingat, perkawinan sirri tidak dapat mengingkari adanya hubungan darah dan keturunan dari si anak itu sendiri. Pengertian kawin sirri / nikah sirri dari beberapa pendapat pakar
3
hukum yaitu: Dalam
bahasa
Indonesia
istilah
pernikahan
sering
disebut
juga
perkawinan. Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Secara literal Nikah Sirri berasal dari bahasa Arab “nikah” yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah. Sedangkan kata Sirri berasal dari bahasa Arab “Sirr” yang berarti rahasia. Dengan demikian beranjak dari arti etimologis, nikah sirri dapat diartikan sebagai pernikahan yang rahasia atau dirahasiakan. Dikatakan sebagai pernikahan yang dirahasiakan karena prosesi pernikahan semacam ini sengaja disembunyikan dari public dengan berbagai alasan, dan biasanya dihadiri hanya oleh kalangan terbatas keluarga dekat, tidak dipestakan dalam bentuk resepsi walimatul ursy secara terbuka untuk umum.1 Istilah nikah sirri atau kawin sirri yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah sirri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah sirri pada saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah sirri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul’ursy. Adapun nikah sirri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan
1
http://www.pa-kotabumi.go.id/karya-ilmiah/207-jasmani.html
4
oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam. Pernikahan sirri ini mempunyai beberapa dampak negative dan positif antara lain; DAMPAK POSITIF ; a) Meminimalisasikan adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain. b) Mengurangi Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya. DAMPAK NEGATIF : a) Berselingkuh merupakan hal yang wajar b) Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi. c) Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia maupun di mata masyarakat sekitar. d) Pelecehan
sexual
terhadap
kaum
hawa
karena
dianggap
sebagai
Pelampiasan Nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki. Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak – dampak yang ada, semakin terlihat bahwasannya nikah sirri lebih banyak membawa dampak negatif di banding dampak positifnya. Serta Akibat hukum dari nikah sirri itu sendiri : a) Sebagai seorang istri kita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin. b) Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil
5
dari pernikahan yang dianggap nikah sirri itu, akan terkatung-katung. Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran. Sedangkan , semua sekolah saat ini mengisyaratkan akta kelahiran. c) Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan sirri maupun isteri yang dinikahi secara sirri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara istri sirri dengan suaminya tersebut. Oleh karena itu untuk kaum hawa yang akan ataupun belum melakukan nikah sirri sebaiknya berpikir dahulu karena akan merugikan diri kita sendiri. Bagaimanapun suatu perkawinan akan lebih sempurna jika di legalkan secara hukum agama dan hukum Negara.2 Di indonesia banyak kita jumpai pasangan yang melakukan kawin sirri atau nikah sirri dan terjadi perselisihan hingga di bawah ke meja hijau / pengadilan. contoh yang sering di beritakan di media massa baik media elektronik maupun media cetak seperti kasus artis pelantun lagu cinta satu malam melinda dengan bupati cirebon. Perjuangan melinda hingga ke meja hijau, demi status buah hatinya dari pernikahan sirrinya bersama Deddy Supardi, yang merupakan Bupati Cirebon.3 Penyanyi dangdut Machica yang dinikahi Moerdiono secara sirri pada tahun 1993 yang dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan. Kala itu, Moerdiono masih terikat perkawinan dengan istrinya. Lantaran Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menganut
asas
2
monogami
mengakibatkan
perkawinan
Machica
http://irmadevita.com/2009/akibat-hukum-dari-nikah-siri http://video.kapanlagi.com/hot-news/demi-status-anak-melinda-relakehilangan-job.html 3
dan
6
Moerdiono tak bisa dicatatkan KUA. Akibatnya , perkawinan mereka dinyatakan tidak sah menurut hukum (negara) dan anaknya dianggap anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah bercerai, Moerdiono tak mengakui Iqbal sebagai anaknya dan tidak pula membiayai hidup Iqbal sejak berusia 2 tahun. Iqbal juga kesulitan dalam pembuatan akta kelahiran lantaran tak ada buku nikah. Pada tahun 2008 yang lalu, kasus ini sempat bergulir ke Pengadilan Agama Tangerang atas permohonan itsbath nikah dan pengesahan anak yang permohonannya tak dapat diterima. Meski pernikahannya dianggap sah karena rukun nikah terpenuhi, tetapi pengadilan agama tak berani menyatakan Iqbal anak yang sah karena terbentur dengan asas monogami itu.4 Untuk diketahui, Machica yang bernama asli Aisyah Mochtar mengajukan judicial review ke MK. Machica menggugat Pasal 2 Ayat 2 dan Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan. Ketentuan itu mengatur bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan resmi hanya memiliki hubungan perdata kepada ibunya. Ketentuan ini dianggap bertentangan dengan konstitusi. Untuk memperkuat argumennya, kuasa hukum Machica, Rusdianto menyerahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Surat Keputusan Pengadilan Agama (PA) Tigaraksa Tangerang , Putusan PA Tigaraksa No 46/Pdt.G , surat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) , pengaduan KPAI , surat somasi dan surat klarifikasi tertanggal 12 Januari 2007. Menurut Rusdianto, sesuai asas agama pernikahan sirri machica
4
http://irmadevita.com/category/pertanahan/page/2
7
Dengan Moerdiono sah. Sebab itu, anak yang lahir dari pernikahan itu harus diakui
dan
mendapatkan
haknya.
Setelah
menjalani
beberapa
kali
persidangan, Jumat lalu (17/2) MK mengeluarkan putusan atas gugatan Machica. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan uji materiil atas Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan“ anak yang dilahirkan di luar perkawinan Hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Thn 1945. Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata anak dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain yang sah menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Mahkamah menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya” ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan. Mahfud menyatakan putusan ini akan berlaku sejak MK mengetok palu. Artinya, sejak Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah
8
mereka. Yang dimaksud “di luar pernikahan resmi" itu termasuk kawin sirri , perselingkuhan, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven.5 Berbagai permasalahan yang timbul dalam perkawinan sirri di Indonesia sangat berpengaruh terhadap anak sebagai warga negara dalam hak untuk mendapatkan status serta kepastian hukum dalam administrasi kependudukan yaitu pencatatan sipil. para orang tua yang mempunyai anak hasil kawin sirri sangat sulit untuk mendapatkan sebuah akta kelahiran bagi anaknya , hal ini juga yang menjadi permasalahan selama ini , karena orang tua anak hasil kawin sirri tidak mengetahui prosedur atau Tata cara dan minimnya pengetahuan dalam melaporkan peristiwa penting kependudukan dan pencatatan sipil untuk anaknya yang lahir dari hasil kawin sirri/nikah sirri , tentunya para orang tua yang mempunyai anak hasil kawin sirri memikirkan setelah kelahiran anaknya untuk membuatkan akta lahir bagi anaknya. Persoalan ini terkadang sering terlupakan oleh orang tua. Padahal selaku warga Negara indonesia, kelahiran seorang anak haruslah tercatat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pencatatan ini dilakukan dengan prosedural tertentu dan diarsipkan dalam data kependudukan yang dikenal dengan nama Akta kelahiran. Akta kelahiran ini merupakan awal dari pencataan terhadap diri seseorang di mata hukum di Indonesia. Bagi seorang anak, akta kelahiran sangat penting dan merupakan bukti bahwa orang tua secara hukum sudah memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 5 Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa ”setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status 5
nikah-resmi/
http://www.akilmochtar.com/2012/02/19/mk-sahkan-status-anak-di-luar-
9
kewarganegaraan. Secara psikologis, keberadaan sebuah akta kelahiran bagi seorang anak akan memiliki arti yang sangat penting. Apabila anak akan mendaftarkan pada sebuah sekolah, maka syarat utamanya harus disertakan akta lahir. Jika akta lahir tidak ada , maka anak tersebut akan kesulitan untuk terdaftar pada sekolah yang akan di jadikan tempat untuk belajar. menurut syarnubi ( 2008 ), dampak kerugian yang harus di tanggung terhadap anak hasil kawin sirri/nikah sirri yaitu ; a) Secara hukum, anak-anak yang berasal dari perkawinan yang tidak dicatatkan kelahirannya tidak dicatatkan pula secara hukum. Jika kelahiran anak tidak dapat dicatatkan secara hukum, berarti melanggar hak asasi anak (Konvensi Hak Anak). Anak-anak tersebut berstatus sebagai anak diluar perkawinan, yang berstatus sebagai anak tidak sah dan tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya ( pasal 42 dan 43 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan dan pasal 100 Kompilasi Hukum Islam). b) Akibat tidak memiliki akta kelahiran, sulit baginya untuk mendaftar di sekolah negeri. Kalaupun akte kelahirannya diterbitkan, yang dicantumkan sebagai orangtuanya adalah nama ibu yang melahirkannya. Tidak tercantumnya nama ayahnya pada akta kelahiran si anak, akan memberi dampak yang sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak. Karena status anak bukan anak yang sah menurut hukum, anak-anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, termasuk nafkah dan warisan dari ayahnya. c) Anak-anak juga sangat rentan dengan kekerasan. Mereka kurang memperoleh kasih sayang yang utuh dari ayah dan ibunya, karena hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal
10
bahwa anak tersebut bukan anak kandungnya. Akibatnya, anak jadi terlantar dan tidak dapat bertumbuh dengan baik . Alhasil, anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri dapat dikatakan sebagai seorang anak yang tidak mempunyai ayah.6 1.2 RUMUSAN MASALAH Setelah menyimak dan mencermati paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang perlu di kupas dalam penyusunan skripsi ini adalah ; a) Bagaimana pengaturan hukum positif indonesia memberikan kejelasan mengenai pengakuan status anak hasil kawin sirri dari ayah dan ibu. b) Bagaimana pengaturan hak-hak anak hasil kawin sirri menurut hukum positif Indonesia. 1.3 PENJELASAN JUDUL Penulis sangat tertarik sekali terhadap judul skripsi“ KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA “ Oleh sebab itu penulis angkat dalam skripsi ini. Seperti di ketahui bersama banyaknya anak yang lahir dari hasil kawin sirri yang selama ini tidak mendapatkan kejelasan status serta masih banyak pendiskriminasian terhadap hak-hak anak hasil kawin sirri. Anak hasil kawin sirri yang dimaksud dalam skripsi ini adalah anak yang lahir dari hasil hubungan badan / hubungan seksual seorang laki-laki dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan sah menurut hukum negara indonesia dan sebagai anak yang tidak memiliki kejelasan status ayah serta anak yang di lahirkan meskipun keabsahan perkawinan orang tuanya 6
http://syarnubi.wordpress.com/2008/12/07/nikah-sirri-merugikan-perempuanmenguntungkan-laki-laki/
11
masih di persengketakan. Hukum positif Indonesia yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Kitab Undang-Undang HUKUM PERDATA ( Burgerlijk Wetboek ) , Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 13 februari 2012 tentang status anak luar kawin , Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan , Intruksi Presiden ( INPRES ) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam , Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil , Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 1.4 ALASAN PEMILIHAN JUDUL SKRIPSI ini
berjudul “ KEDUDUKAN ANAK HASIL KAWIN
SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA” Skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan anak hasil kawin sirri dalam hukum postitif Indonesia Kepastian mengenai kedudukan anak hasil kawin sirri belum mendapatkan kejelasan menurut hukum . Kejelasan mengenai status hukum dan kedudukan hukum termasuk kepastian hukum dalam administrasi kependudukan untuk mendapatkan akta kelahiran. 1.5 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : a) Untuk mengetahui kejelasan mengenai status pengakuan anak hasil kawin sirri dari ayah dan ibu. b) Untuk mengetahui lebih mendalam pengaturan hak-hak anak hasil kawin sirri menurut hukum positif Indonesia.
12
1.6 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Untuk penulis akan menerapkan ilmu-ilmu yang di peroleh dari teori kemudian diterapkan di lapangan atau praktek. b) Untuk Universitas Wijaya Putra Khususnya Fakultas Hukum untuk di jadikan perbendaharaan di perpustakaan yang di mungkinkan dapat di pakai sebagai referensi atau Mahasiswa yang tertarik dan untuk pemecahan masalah yang terkait dengan kedudukan Anak hasil kawin sirri menurut Hukum positif di indonesia. c) Untuk memberikan kontribusi / sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul atas kedudukan anak hasil kawin sirri. 1.7 METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini saya menggunakan metode yang di dukung dengan komponen-komponen sebagai berikut; a) Tipe penelitian Tipe penelitian yang di gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah tipe Penelitian normatif , yaitu dengan melakukan studi pustaka dan kajian terhadap bahan hukum yang di kaitkan materi yang di kupas ini. b) Pendekatan masalah Pendekatan yang di lakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan secara statute approach dan conceptual approach yang di maksud dengan pendekatan secara statute approach adalah pendekatan yang di lakukan melalui peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang di bahas sedangkan conceptual aproach
13
adalah pendekatan terhadap asas-asas dan doktrin- doktrin dalam ilmu hukum atau pendapat dari para sarjana yang di dapat di literatur sebagai landasan pendukung dalam kaitannya dengan materi yang di bahas. c) Bahan hukum Bahan hukum yang di gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah; Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat, berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan materi yang di bahas. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa buku-buku literatur, karya ilmiah para sarjana, dan berbagai media cetak maupun elektronik yang ada kaitannya dengan materi yang di bahas. 1.8 PERTANGGUNG JAWABAN SISTEMATIKA Sistematika pembahasan Skripsi kali ini akan di uraikan bab demi bab, dengan maksud agar lebih mudah di pelajari, serta menganalisa, mencermati dan memahami sehingga materi ini lebih terarah. BAB I. PENDAHULUAN yang di sajikan untuk mengamati rangkaian pembahasan Skripsi dalam bab ini berisikan uraian mengenai latar belakang masalah rumusan masalah , tujuan penelitian , manfaat penelitian , kajian pustaka ,metode penelitian dan pertanggung jawaban sistematika. BAB II. KEJELASAN
PENGAKUAN STATUS ANAK HASIL
KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA, Dalam Bab ini penulis akan Membahas, Akibat Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kedudukan Anak setelah Putusan Mahkamah Konstitusi KONSTITUSI No. 46/PUU-VIII/2012 tanggal 13 februari
14
2012 Tentang anak luar kawin, Kejelasan Kedudukan status Anak menurut Hukum Positif di indonesia. BAB III. PENGATURAN HAK-HAK ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA , Dalam bab ini penulis akan membahas Hak dan Kewajiban Orang Tua Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hak Anak Hasil Kawin Sirri setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 13 februari 2012. BAB IV. PENUTUP , bab yang mengakhiri seluruh rangkaian dan pembahasannya sub babnya terdiri dari kesimpulan yang berisikan jawaban atas masalah dan saran sebagai pemecah masalah atas kedudukan anak hasil kawin sirri.
15
BAB II KEJELASAN PENGAKUAN STATUS ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
2.1
Akibat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Setiap orang yang akan memasuki pintu gerbang kehidupan
berkeluarga harus melalui pintu perkawinan. Perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dan wanita menimbulkan akibat-akibat hukum. Hal ini dikarenakan perkawinan yang dilakukan telah menimbulkan hubungan hukum diantara suami-istri, Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan yang menentukan; Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari rumusan pasal diatas dapat dikatakan perkawinan adalah sebuah perjanjian yang mana harus ada persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak (kedua calon mempelai).
Kesepakatan yang dimaksud dalam
rumusan pasal 1 tidak hanya mengacu pada perikatan dalam arti perdata semata, namun lebih mengedepankan ikatan lahir batin. Sebagai suatu ikatan lahir batin, maka unsur jasmani dan rohani menjadi dasar bagi seorang lakilaki dan wanita untuk melangsungkan sebuah perkawinan. Perkawinan yang dilangsungkan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga). Sehingga tujuan dilangsungkannya perkawinan tidak semata-mata untuk
16
melegalkan sebuah hubungan badan namun lebih pada membentuk keluarga. Ali Affandi ( 1986 ) ; mengatakan bahwa suatu perkawinan mempunyai akibat yang luas Di dalam hubungan hukum antara suami dan istri yang dengan itu timbul suatu perikatan yang berisi hak dan kewajiban.7 Perkawinan merupakan suatu yang suci dan sakral yang mana hukum negara mengkombinasikan dengan ketentuan-ketentuan ajaran secara agamis untuk mengatur sebuah perkawinan yang nantinya agar masyarakat bisa mentaati sehingga perkawinan juga masuk dalam pencatatan administrasi negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menganut asas- asas atau prinsip prinsip sebagai berikut : a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. b. Perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaan itu. c. Perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan. d. Perkawinan berasas monogami. e. Calon suami istri harus sudah masuk jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan. f. Batas umur perkawinan adalah pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun. g. Perceraian dipersulit dan harus dilakukan dimuka sidang pengadilan. h. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.8 Ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 tentang perkawinan juga menghendaki sebuah perkawinan dilakukan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan tidak
7 Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut Undang- Undang Hukum Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 93. 8 H.Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990
17
semata-mata hanya hubungan lahiriah antara laki-laki dan wanita semata, namun didalamnya juga ada nilai-nilai religius keagamaan. Sebagai sebuah nilai religius keagamaan, maka perkawinan dilakukan sesuai agama masingmasing (Pasal 2 ayat 1). Dengan ketentuan ini maka semua perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia adalah sesuai dengan hukum masing-masing agamanya. Dalam membentuk keluarga sebagai tujuan dari perkawinan, maka dalam perkawinan yang dilangsungkan telah menimbulkan akibat-akibat perkawinan. Akibat tersebut antara lain: A. Timbulnya Hak dan Kewajiban B. Harta Perkawinan C. Anak Sebelum menjelaskan lebih jauh timbulnya hak dan kewajiban suami maupun istri perlu pemahaman terlebih dahulu definisi tentang hak dan kewajiban. Definisi Hak yaitu, tentang sesuatu hal yang benar, yang menyatakan milik, kepunyaan, otoritas / kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu yang benar-benar menjadi miliknya dengan derajat dan martabat yang ada pada diri tiap-tiap individu , yang mana karena telah ditentukan aturan-aturan hukum. Hak tidak selalu bersifat absolute (mutlak) karena sesuatu hak bisa saja kalah oleh suatu alasan-alasan atau di dasarkan dengan
suatu
pembuktian
atau
keadaan
tertentu
lain
yang
dapat
menggugurkan posisi hak tersebut. kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan).
18
Dapat di simpulkan bahwa Hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang sangat erat sekali yang telah di tentukan oleh hukum / aturan - aturan perundang-undangan. A. Yang di maksud timbulnya hak dan kewajiban dari suami maupun istri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 tentang perkawinan akan di jelaskan sebagai berikut; Pasal 30 Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat Pasal 31 (1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 33 Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. Pasal 34 (1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. (3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.9 Berpedoman dari pasal-pasal yang di jelaskan diatas maka dapat diuraikan 9
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitabUndang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.548
19
Kewajiban Suami antara lain; (a) Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan ( memberi makan, memberi pakaian terhadap istri dan anak , memberi tempat tinggal ) (b) Membantu istri dalam mengawasi , mendidik , mengurus , menjaga anak secara bersama-sama di sekitar lingkungan tempat tinggal maupun di luar rumah selama suami libur kerja / dengan situasi dan kondisi yang masih memungkinkan. (c) Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga. (d) Jika terjadi permasalahan keluarga maka suami harus bisa Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang. Hak Suami (a) Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri (b) Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga Kewajiban Isteri (a) Menjaga dan mengatur uang yang di berikan suami untuk keperluan / kebutuhan keluarga. (b) Melayani hasrat suami sesuai kebutuhan biolologis dan sebagai kodrat sendisendi yang di ajarkan oleh agama dan untuk mendapatkan keturunan. (c) Menjaga kehormatan keluarga secara bersama ( baik istri maupun suami ). (d) Menjaga, Mendidik , mengasuh dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab ( bersama-sama ). Dari pemaparan uraian yang telah di jelaskan di atas bahwa inti / pokok dasar dari hak dan kewajiban suami maupun istri yaitu saling mengisi ,
20
memberi dan menyatukan jiwa raga , mengerti , memahami dan membantu segala kekurangan maupun kelebihan masing-masing dengan menyesuaikan keadaan, baik di saat sulit maupun bahagia di pikul secara bersama-sama agar tercipta kedamaian dan ketentraman yang nantinya keluarga menjadi bahagia dan sejahtera seperti yang di inginkan, serta yang di anjurkan oleh agama maupun ketentuan perundang-undangan. Sebelum memaparkan penjelasan harta perkawinan maka terlebih dahulu perlu pemahaman apa yang di maksud dengan harta perkawinan? Definisi harta perkawinan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.10 Asas-asas Hukum Harta Perkawinan menurut UUP: a) Harta bersama terjadi demi hukum. b) Isi harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan kecuali hibah atau warisan. c) Pengurusan ada pada suami/istri secara bersama. d) Istri tetap cakap bertindak. e) Perjanjian kawin dapat diubah Bentuk Harta Perkawinan (UUP): a) harta bersama b) harta bersama terbatas c) Terpisah harta sama sekali11 B. Harta perkawinan
10 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Gema Insani Press, 1994, hlm.77-78. 11
http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/03/hukum-harta-perkawinan.html
21
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Tentang perkawinan pada bab VII mengatur harta benda dalam perkawinan menjelaskan antara lain; Pasal 35 (1) Harta benda yang di peroleh selama perkawinan menjadi harta bersama. (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang di peroleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 (1) Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak. (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.12 Berpedoman dari rumusan-rumusan pasal-pasal di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi ( harta bersama ) menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan - ketentuan dalam perjanjian kawin. Harta bersama atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan harta gonogini merupakan semua harta, baik itu berupa penghasilan, maupun barangbarang yang didapatkan selama masa perkawinan berlangsung. Termasuk di dalam harta bersama adalah segala bentuk keuntungan dan kerugian dari harta bersama tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Misalnya jika seorang suami dan istri bekerja dan memiliki penghasilan, maka 12
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitabUndang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.554
22
penghasilan mereka tersebut merupakan harta bersama. Selain itu walaupun penghasilan mereka disimpan di bank atas nama masing-masing, tetap saja merupakan harta bersama. Harta suami adalah harta istri , begitu juga sebaliknya selama diperoleh dalam ikatan perkawinan mereka. Harta bersama yang di dapatkan / di kumpulkan selama perkawinan , bisa berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Yang di maksud benda dalam konsep harta bersama yang di kumpulkan suami istri selama perkawinan adalah tiap-tiap barang-barang dan hak-hak yang dapat dikuasai dengan hak milik atau dengan kata lain benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum ( person/orang ), sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum. dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh panca indera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan / piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito yang ada pada bank. Benda (zaak) dalam arti sempit dapat diartikan sebagai barang yang terlihat saja. Adapun dalam pengertian yang luas ialah segala sesuatu yang dapat dihak'i oleh orang. Di sini benda mengandung arti sebagai obyek dalam hukum.13 Pengertian benda ( zaak ) telah dinyatakan dalam pasal 499 Kitab
13
http://muhammadaiz.wordpress.com/materi-hukum-perdata/
23
Undang-Undang Hukum Perdata "( Burgerlijk Wetboek )“ Menurut paham undang-undang yang dinamakan dengan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.”Berdasarkan ketentuan tersebut pengertian benda meliputi segala sesuatu yang di miliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang maupun hak, sepanjang objek dari hak milik itu dapat dikuasai oleh subyek hukum.14 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) menyebutkan; Pasal 506 Benda tidak bergerak adalah benda ialah; Pekarangan-pekarangan yang ada di atasnya dan apa yang didirikan diatasnya, penggilingan-penggilingan, tanaman ladang, barang tambang. Pasal 507 Benda tidak bergerak karena peruntukannya, termasuk dalam paham kebendaan tidak bergerak; Dalam perumahan: jendela, pintu, pagar Pasal 508 Ketentuan undang-undang atas benda tidak bergerak ialah hak-hak; Bunga tanah baik berupa uang atau barang, hak usaha, hak pakai hasil Pasal 509 Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya ialah benda yang dapat berpindah atau di pindahkan. Pasal 511 Benda bergerak karena ketentuan undang undang. 14
R.Subekti, R.Tjitrosudibio kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.157
24
Dari pasal - pasal yang di sebutkan diatas dapat di simpulkan Bahwa benda dapat digolongkan ke dalam klasifikasi benda tidak bergerak , dikarenakan; Benda tidak bergerak karena Sifatnya Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan benda tetap.( benda ini juga berwujud / bertubuh dapat di lihat, di rasa, di raba / di pegang ) Contoh : Tanah , juga
segala
dengan
isinya / segala
sesuatu
yang
melekat di Bawah maupun diatasnya, akar pohon yang melekat pada tanah beserta buahnya, selama belum di pisahkan dengan tanah tersebut, rumah, selokan. Benda tidak bergerak karena Tujuan pemakaiannya Ialah segala benda yang di lekatkan dengan usaha / pekerjaan manusia meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama ,sekiranya barang-barang itu tidak tertancap paku. Contoh : tempat tidur , meja makan , almari pakaian , kulkas. Benda tidak bergerak karena ketentuan Undang - Undang Yaitu hak-hak yang melekat pada benda tidak bergerak di mana subyek hukum mempunyai hak atas benda tidak bergerak.( hak adalah benda tidak bergerak dan tidak berwujud yang melekat pada obyek hukum selama subyek hukum bisa menguasai dan selama itu pula tidak di pindah tangankan / tidak di alihkan) Contoh ; terdiri atas Piutang - piutang ( penagihan-penagihan ) , uang sewa uang upeti uang angsuran dan uang bunga pajak atas tanah , tempat parkir,
25
pasar yang diakui oleh pemerintah. Benda tidak bergerak dalam klasifikasi benda berwujud pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama.Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa pejabat yang berwenang yang di tunjuk oleh Undang-Undang yaitu Notaris yang dapat membuat , mengesahkan dan mengeluarkan sebuah Akta dalam pemindah tanganan hak. Benda Bergerak karena sifatnya Yaitu Benda bergerak yang dapat dipindahkan / berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya sekiranya barang-barang itu tidak tertancap paku. Benda ini berwujud atau bertubuh yang dapat di lihat dengan mata , di rasa , di raba / di pegang dengan tangan. Contoh : perabot rumah, meja, mobil, motor, komputer, pigora, lukisan benda bergerak dalam klasifikasi benda bergerak berwujud maka pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan. Benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang dalam kategori benda bergerak tidak berwujud Yaitu hak-hak yang melekat pada benda bergerak di mana subyek hukum mempunyai hak atas benda bergerak tersebut. Contoh ; saham, obligasi, cek, tagihan – tagihan. Dapat disimpulkan bahwa Hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda / barang, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang ( subyek hukum ) . Harta Bersama, dalam pasal 36 Undang-Undang No 1 Thn 1974 Perkawinan ini perlu di perhatikan bahwa setiap perbuatan hukum jual-beli, sewamenyewa, pinjam-meminjam, gadai, hibah, dan sebagainya yang dilakukan
26
terhadap harta bersama, mengharuskan keterlibatan atau sepengetahuan dan seizin kedua belah pihak. Sehingga salah satu pihak tidak dapat bertindak sendiri dalam setiap perbuatan hukum terhadap harta bersama mereka. ( Dapat di simpulkan ) jika salah satu pihak menjual harta bersama tanpa sepengetahuan pihak lainnya, dapat dikategorikan telah melakukan tindakan
melawan hukum dan akibatnya adalah semua transaksi yang
dilakukan dapat dimintakan pembatalan ke Pengadilan. Harta bawaan Definisi Harta bawaan yaitu merupakan semua harta yang diperoleh oleh suami atau istri sebelum terjadi perkawinan. Harta bawaan yaitu harta pribadi dari masing-masing suami isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. harta bawaan / harta pribadi pada dasarnya tidak ada pencampuran harta suami maupun harta istri dalam perkawinan, kecuali suami istri tersebut menentukan lain. Penting untuk diketahui konsep harta bawaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 Perkawinan; Pasal 35 ayat (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang di peroleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan , adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dapat diambil kesimpulan bahwa Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan yang telah dikutip di atas, terdapat kata “ ( sepanjang para pihak tidak menentukan lain ) ” bahwa hal ini dapat saja di simpangi atau di atur berbeda " Maksud dari kata-kata ini adalah terbuka kemungkinan untuk
27
mengadakan perjanjian mengenai harta sendiri-sendiri itu untuk dijadikan harta bersama. Sehingga jika tidak ada perjanjian tentang pengaturan harta tersebut, maka aturan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang. C. Anak Dari sebuah perkawinan suci yang di landasi dengan cinta dan kasih sayang dari seorang pria dan wanita yang membina rumah tangga maka sah dalam melakukan hubungan badan secara biologis dan sesuai kodrat manusia yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esah serta untuk mendapatkan sebuah keturunan. Maka dari perkawinan yang telah menjadi kodrat manusia tersebut akan lahir anak-anak sebagai buah hati hasil dari cinta dan kasih sayang perkawinan. anak mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai penerus dan pelangsung keturunan kedua orang tuanya. Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional. Anak adalah asset bangsa serta Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok / hancur pula kehidupan bangsa yang akan datang. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pengertian anak tidak di atur secara langsung mengenai parameter / ukuran kapan seseorang digolongkan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut apabila di cermati maka dapat di ketahui indikatornya / keterangan / petunjuk dalam pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang
28
belum mencapai umur 21 tahun mendapati izin kedua orang tua. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan memuat batasan usia minimum / paling rendah untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun. Dalam pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali. Berpedoman dari rumusan pasal-pasal tersebut di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa definisi/pengertian anak dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 adalah mereka yang belum dewasa dan sudah dewasa yaitu 16 (enam belas) tahun untuk perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki. Pengertian anak menurut hukum perdata dibangun dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seseorang subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut adalah, Status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum. Dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting. Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan
29
segala keterbatasan. Haditono (dalam Damayanti,1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi Perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Kasiram (1994), mengatakan anak adalah mahkluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.15 2.2 Kedudukan Anak Hasil Kawin Sirri Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 13 februari 2012 Tentang
Anak Luar Kawin MK berpendapat bahwa perkawinan sirri juga merupakan perkawinan yang sah. Tidak dicatatkannya suatu perkawinan dalam catatan administratif negara, tidak lantas menjadikan perkawinan tersebut tidak sah.16 Berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tangal 13 februari 2012 tentang pengujian pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan anak yang lahir di luar kawin mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologis, tak lagi hanya kepada ibu dan keluarga ibu. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 13 februari 2012 menyatakan anak hasil perkawinan sirri termasuk dalam golongan anak luar kawin dalam pengertian sempit, yaitu anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki - laki dan seorang wanita 15
http://www.duniapsikologi.com/pengertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/
16
http://irmadevita.com/2012/pengertian-anak-luar-kawin-dalam-putusan-mk
30
yang keduanya tidak terikat dalam perkawinan yang sah dan tidak ada larangan untuk saling menikahi. Namun sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUUVIII/2012 tanggal 13 februari 2012 tersebut maka anak luar kawin diakui sebagai anak yang sah dan mempunyai hubungan waris dengan bapak biologisnya. Menurut penulis kedudukan anak luar kawin terhadap warisan ayah biologisnya dalam hukum positif indonesia juga semakin kuat. Anak luar kawin merasa berhak atas warisan ayahnya. Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas , maka diakuinya anak hasil kawin sirri yang di kelompokan pada anak luar kawin dalam arti sempit (hasil biologis) sebagai anak yang sah berarti akan mempunyai hubungan waris dengan bapak biologisnya tanpa harus didahului dengan pengakuan dan pengesahan, tetapi dengan syarat dapat dibuktikan adanya hubungan biologis antara anak dan bapak biologis berdasarkan ilmu pengetahuan, misalnya melalui hasil tes DNA. Namun demikian, apabila ada penyangkalan mengenai anak luar kawin ini dari anak-anak ahli waris yang sah, menurut penulis, maka dalam hal ini tetap perlu dimohonkan Penetapan Pengadilan mengenai status anak hasil kawin sirri yang di kelompokan anak luar kawin dalam arti sempit tersebut sebagai ahli waris yang sah. 2.3 Kejelasan Status Anak Hasil Perkawinan Sirri Menurut Hukum Positif Indonesia Berpedoman dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) menurut penulis status anak hasil kawin sirri di kelompokan dalam anak yang lahir di luar perkawinan dalam arti sempit atau sebagai akibat hubungan suami isteri yang tidak sah, hanya mempunyai
31
hubungan nasab, hak dan kewajiban nafkah serta hak dan hubungan kewarisan dengan ibunya serta keluarga ibunya saja, tidak dengan ayah/bapak alami (genetiknya), kecuali ayahnya tetap mau bertanggung jawab dan tetap mendasarkan hak dan kewajibannya menurut hukum Islam. Perkawinan sirri tidak dapat mengingkari adanya hubungan darah dan keturunan antara ayah biologis dan si anak itu sendiri. Kejelasan status anak hasil kawin sirri dapat di lakukan dengan pembuktian mengenai asal-usul anak sesuai dengan ketentuan pasal 55 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di sebutkan bahwa bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan yang berwenang.17 Kalau berpedoman setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Tanggal 13 Februari 2012 yang antara lain; Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Pembuktian kejelasan status anak hasil kawin sirri yang di kelompokan anak luar kawin dalam arti sempit
dapat dilakukan dengan
Pengakuan sukarela yaitu : suatu pengakuan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara yang ditentukan undang-undang, bahwa ia adalah bapaknya (ibunya) seorang anak yang telah dilahirkan di luar perkawinan yang sah. 17
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.554
32
Dengan adanya pengakuan, maka timbulah hubungan Perdata antara si anak dan si bapak (ibu) yang telah mengakuinya sebagaimana diatur dalam Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).18 Pengakuan sukarela Dapat dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan dalam Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yaitu : Dalam akta kelahiran si anak Menurut Pasal 281 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) untuk dapat mengakui seorang anak luar kawin dalam arti sempit bapak atau ibunya dan atau kuasanya berdasarkan kuasa otentik harus menghadap di hadapan pegawai catatan sipil untuk melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut. Pengakuan terhadap anak luar kawin dalam arti sempit dapat pula dilakukan pada saat perkawinan orang tuanya berlangsung yang dimuat dalam akta perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (2). Jo Pasal 272 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pengakuan ini akan berakibat si anak luar kawin akan menjadi seorang anak sah. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akta otentik seperti akta notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, yang dibutuhkan dalam register kelahiran catatan sipil menurut hari Penanggalannya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). 18
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.69
33
Pengakuan Paksaan Pengakuan anak luar kawin dalam arti sempit dapat pula terjadi secara paksaan , yakni dapat dilakukan oleh si anak yang lahir di luar perkawinan yang sah itu, dengan cara mengajukan gugatan terhadap bapak atau ibunya kepada Pengadilan Negeri, agar supaya anak luar kawin dalam arti sempit itu diakui sebagai anak bapak atau ibunya, ketentuan ini diatur dalam Pasal 287-289 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)19 Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Burgerlijk Wetboek) yang mengatakan; bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara anak dan bapak atau ibunya.20 Hal ini berarti, bahwa antara anak luar kawin dalam arti sempit dan ayah (biologisnya) maupun ibunya pada asasnya tidak ada hubungan hukum. Hubungan hukum itu baru ada kalau ayah dan atau ibunya memberikan pengakuan, bahwa anak itu adalah anaknya. Dengan demikian, tanpa pengakuan dari ayah dan atau ibunya, pada asasnya anak itu bukan anak siapa-siapa. Ia tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapa pun ( statusnya tidak jelas ). Intruksi Presiden ( INPRES )
Nomor I Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam asal-usul anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran. Akan tetapi Pengadilan Agama diberikan kewenangan untuk mengeluarkan ketetapan ( itsbat ) bila tidak ada akta kelahiran dari anak
19 R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.71 20 R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.69
34
tersebut. Pengadilan memeriksa asal-usul anak dengan mendasarkan pada alat-alat bukti yang
sah , seperti
keterangan
saksi-saksi , tes
DNA ,
pengakuan ayah ( istilhaq ), sumpah ibunya dan alat-alat bukti lain yang sah Menurut hukum. Tujuan inti dari pengajuan itsbat nikah adalah pernikahan yang semula tidak dicatatkan menjadi tercatat dan disahkan oleh negara serta memiliki kekuatan hukum, jika itsbat nikah di kabulkan oleh hakim di pengadilan agama, maka dapat di lakukan pengakuan , penetapan dan pengesahan status anak. Ketika perkawinan tersebut di tetapkan dan di nyatakan sah oleh Putusan Hakim, secara otomatis anak yang di lahirkan dari perkawinannya pun memiliki status di mata hukum sebagai anak yang sah dengan segalah hak Hukum yang ada padanya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menyebutkan; Pasal 49 ayat (1) Pengakuan anak wajib di laporkan oleh Orang Tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh Ayah dan di setujui oleh Ibu dari anak yang bersangkutan. Pasal 50 ayat (1) Setiap pengesahan anak di laporkan oleh orang tuanya kepada instansi pelaksana paling lambat 30 ( tiga puluh hari ) sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.21
21
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU%20No.%2023%20Th%2020 06%20ttg%20Administrasi%20Kependudukan.pdf
35
BAB III HAK-HAK ANAK HASIL KAWIN SIRRI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
3.1 Hak dan Kewajiban Orang Tua Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45 menyebutkan; (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya. (2) Kewajiban orang tua yang di maksud dalam ayat ( 1 ) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri , kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus ( terjadi perceraian. Pasal 47 (1) Orang tua mewakili anak yang belum berumur 18 tahun mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Pasal 48 (1) Orang tua tidak di perbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang di miliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Dari rumusan-rumusan pasal yang di atur di dalam UndangUndang Nomor 1 tahun 1974 pada pasal-pasal yang di jelaskan di atas tentang perkawinan maka orang tua mempunyai kekuasaan terhadap anak. Yang mana kekuasaan yang di maksud adalah berisi kewajiban untuk
36
mendidik dan memelihara anaknya secara bersama-sama antara ayah dan ibu. Uraian-uraian mengenai kewajiban orang tua memelihara dan mendidik anaknya meliputi; (a) Pemberian nafkah hidup untuk kelangsungan hidupnya (b) Pemberian biaya pendidikan sekolah anak (c) Pemberian tempat tinggal yang layak (d) Pemberian pakaian (e) Mengawasi segalah tingkah laku anak (f)
Memberi pengasuhan kepada anak dengan sebaik-baiknya
3.2 Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang
Perkawinan Dari sebuah perkawinan dalam tujuan membentuk keluarga pastinya ingin mendapatkan sebuah anak. Dari hubungan biologis suami istri dalam perkawinan akan mendapatkan anak. Tujuan Orang Tua mempunyai / memiliki anak agar anak bisa meneruskan kehidupan keluarga dan menjadi kebanggaan Orang Tua, yang mana anak tentunya mempunyai hak-hak dalam keluarga, dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hak-hak anak ini sebagian telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 tentang Perkawinan antara lain; Pasal 46 menyebutkan; (1) Anak wajib menghormati Orang Tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. ( 2) Jika anak telah dewasa , ia wajib memelihara menurut kemampuannya , Orang Tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka itu
37
memerlukan bantuannya.22 Jika mencermati ketentuan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Thn 1974 tentang Perkawinan pada pasal 55 yang menyebutkan; (1) Asal usul anak dapat di buktikan dengan Akta Kelahiran yang otentik yang di keluarkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Bila Akta Kelahiran tidak ada maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah di adakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. Perlu di pahami bahwasannya definisi / pengertian ( asal usul anak ) yaitu dari siapa dan oleh siapa anak tersebut di lahirkan maka dapat di ambil kesimpulan dari nama ibu yang mengandung dan melahirkan anak tersebut serta nama ayah biologisnya. Dengan demikian berpedoman dari rumusan pasal-pasal yang di jelaskan di atas maka asal usul anak yang di maksud adalah harus bisa di buktikan dengan sebuah Akta kawin / Akta nikah kedua Orang tuanya, yang mana Akta nikah ini nanti menjadi dasar dari pengakuan dan pengesahan atas kejelasan status anak pada pejabat yang berwenang sehingga dapat di keluarkan sebuah Akta kelahiran. Jadi setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan Akta kelahiran. Kelahiran seorang anak harus di laporkan dan di daftarkan oleh Kedua Orang Tuanya / ayah maupun ibu atas kelahiran anaknya pada (pejabat yang berwenang). Pejabat yang berwenang mengeluarkan Akta Kelahiran yang di maksud adalah Instansi Pelaksana sebagai perangkat pemerintah kabupaten / kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam 22
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, kitab Undang-Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek, Pradnyaparamita, jakarta, 2006, hal.551
38
administrasi kependudukan ( pasal 1 angka 6 PERPRES/ Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 ). Petugas registrasi adalah pegawai negeri sipil yang di beri tugas dan tanggung jawab memberikan Pelayanan Pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting serta Pengelolahan , Penyajian Data Kependudukan di Desa / Kelurahan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan). Unit Pelaksana Tekhnis Dinas ( UPTD ) Instansi Pelaksana adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan Pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan Akta, yang termasuk mengeluarkan Akta Kelahiran ( pasal 1 angka 21 PERPRES / Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 ). Dengan mencermati pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Thn 1974 tentang perkawinan yang telah di sebutkan di atas maka dapat di simpulkan bahwa Pengadilan agama di beri wewenang untuk mengeluarkan penetapan asal usul anak jika ibu dan ayahnya melakukan itsbat nikah untuk mengesahkan
perkawinannya
secara
hukum
dan
dapat
di
ajukan
selanjutnya untuk penetapan asal usul anak dengan ketentuan-ketentuan yang di atur oleh Perundang-Undangan yang berlaku. Dengan demikian hak anak dari uraian-uraian pasal-pasal yang di sebutkan di atas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwasannya Anak mempunyai Hak untuk mendapatkan sebuah kepastian secara hukum , yang mana kepastian secara hukum ini untuk mengetahui kedua orang tuanya dan untuk mendapatkan sebuah Akta kelahiran baik anak hasil perkawinan sah maupun anak hasil perkawinan sirri / perkawinan secara agama
39
meskipun perkawinan tersebut tidak di catatkan pada lembaga pencatat nikah / perkawinannya masih di persengketakan , selama itu dapat di buktikan dengan bukti-bukti yang kuat dan saksi-saksi serta bukti pendukung lainnya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi seperti tes DNA serta memenuhi syarat yang telah di tentukan oleh tata hukum positif indonesia yang berlaku saat ini. 3.3 Hak Anak Hasil Kawin Sirri Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2012 tanggal 13 februari 2012 Menurut
penulis
setelah
mencermati
putusan
Mahkamah
Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan anak yang lahir di luar kawin mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologis, tak lagi hanya kepada ibu dan keluarga ibu. Ini berarti Hak-hak anak hasil kawin sirri yang di kelompokan anak luar kawin dalam arti sempit setelah berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu mempunyai hak-hak keperdataan seperti; (a) seperti hak untuk mengetahui asal-usul kedua orang tua (ayah dan ibunya) (b) hak mendapatkan biaya pendidikan dari ayah dan ibunya (c) hak kewarisan dengan ibunya serta keluarga ibunya dan juga ayahnya (d) hak mendapatkan perwalian dari keluarga serta, (e) hak mendapatkan akta kelahiran dalam administrasi kependudukan Yang di maksud hak keperdataan yang di jelaskan dalam skripsi ini adalah tentang ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban serta kepentingan antara anak dengan kedua orang tuanya , anak dengan keluarga ibu maupun keluarga ayahnya . Hak-hak tersebut dapat di peroleh sepanjang dapat dibuktikan adanya hubungan biologis antara anak dan
40
bapak berdasarkan ilmu pengetahuan, misalnya melalui hasil tes DNA dan juga dengan melakukan pengakuan dan penetapan anak melalui pengadilan agama. Penjelasan hak waris anak hasil kawin sirri setelah Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 , Surat Keterangan Hak Waris biasanya dibuat oleh Notaris yang berisikan keterangan mengenai pewaris. Para ahli waris dan bagian-bagian yang menjadi hak para ahli waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak Luar Kawin bisa mendapat bagian waris melalui proses pengakuan yang ditetapkan oleh pengadilan. Walaupun
dengan adanya perbuatan hukum pengakuan ini
sang anak maksimal mendapat 1/3 bagian waris Ketika pewaris meninggal, timbulah warisan dan ahli waris. Keberadaan anak luar kawin yang sudah ditetapkan pengadilan tetap akan mendapatkan bagian waris. Apabila ahli waris lain menolak, maka nama sang ahli waris ( anak luar kawin yang mendapatkan pengakuan ) sudah tercatat dan harus dimasukkan dalam surat keterangan waris. Notaris akan mengecek terlebih dahulu berapa jumlah ahli waris yang tercatat oleh Negara. Dengan demikian jika ahli waris anak luar kawin yang mendapat pengakuan menyangkal, maka surat keterangan waris tidak dapat dibuat. Anak luar kawin dalam arti sempit berdasarkan putusan MK 46/PUU-VIII/2010 ini dapat membuktikan dengan ilmu pengetahuan, jika anak memiliki hubungan darah dengan ayahnya. Jika terbukti berdasarkan ilmu
pengetahuan yaitu merupakan anak pewaris maka anak tersebut
mempunyai hak waris yang sama besarnya dengan ahli waris lainnya.
41
Peraturan pelaksanaan putusan MK 46/PUU-VIII/2010 ini belum ada sehingga masih terdapat kekosongan hukum bagaimana anak luar kawin mendapat jaminan ia akan mendapatkan warisannya. Kemajuan yang dibuat putusan MK 46/PUU-VIII/2010 ini setelah dilakukannya pembuktian melalui ilmu pengetahuan ahli waris lain tidak dapat menyangkal Keberadaan anak luar kawin ini. Karena secara ilmu pengetahuan anak luar kawin ini adalah anak dari pewaris. Surat keterangan waris dapat dibuat namun dapat terjadi permasalahan dalam administrasi pengurusan surat keterangan waris. Penjelasan hak
anak hasil
kawin
sirri mendapatkan
akta
kelahiran. Dalam akta kelahiran anak yang lahir dari perkawinan sirri tercantum bahwa telah dilahirkan seorang anak bernama siapa, hari dan tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu (menyebut nama ibu saja, tidak menyebut nama ayah si anak). Demikian ketentuan Pasal 55 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Persyaratan untuk membuat akta kelahiran untuk anak luar kawin adalah sebagai berikut ( Pasal 52 ayat [1] Perpres ( Peraturan Presiden ) Nomor. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; (a)
Surat kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran
(b)
Nama dan Identitas saksi kelahiran
(c)
Kartu Tanda Penduduk Ibu
(d)
Kartu Keluarga Ibu
42
Tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin adalah sama saja dengan cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya. Di dalam akta kelahiran akan tercantum nama ibu saja, tidak tercantum nama ayah dari anak luar kawin tersebut. Tata caranya, Anda harus mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan-persyaratan sebagaimana diuraikan di atas kepada Petugas Registrasi di kantor Desa atau Kelurahan. Formulir tersebut ditandatangani oleh Anda dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah. Kepala Desa atau Lurah yang akan melanjutkan formulir tersebut ke Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran Pasal 53 PERPRES (Peraturan Presiden) Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Apabila pencatatan hendak dilakukan di luar tempat domisili Anda, Anda mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari dokter, bidan atau penolong kelahiran dan menunjukkan KTP Anda kepada Instansi Pelaksana. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran Pasal 54 PERPRES (Peraturan Presiden) Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Instansi Pelaksana biasanya adalah Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten atau Kotamadya setempat (1 ayat [7] Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2006 ) tentang Administrasi Kependudukan.23
23
hasil-kawin-siri
http://hukumonline.com/klinik/detail/cl4576/akta-kelahiran-untuk-anak-
43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
KESIMPULAN
a.
Anak hasil Perkawinan Sirri termasuk dalam golongan / klasifikasi anak luar kawin dalam pengertian sempit, yaitu anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang keduanya tidak terikat dalam perkawinan yang sah dan tidak ada larangan untuk saling menikahi meskipun status perkawinannya masih di persengketakan.
b.
Setelah adanya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 dengan Mendasarkan pada ketentuan Pasal 280 KUH Perdata, apabila di kaitkan dengan pasal 55 ayat (2) dan ayat (1) Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Tentang perkawinan maka dapat di simpulkan “ Bahwa diakuinya anak luar kawin dalam arti sempit yaitu anak hasil kawin sirri (hasil biologis) sebagai anak yang sah berarti akan mempunyai hubungan hukum dengan bapak biologisnya tanpa harus didahului dengan pengakuan dan pengesahan, dengan syarat dapat dibuktikan adanya hubungan biologis antara anak dan bapak biologis berdasarkan ilmu pengetahuan, misalnya melalui hasil tes DNA. Apabila dapat di buktikan melalui ilmu Pengetahuan seperti tes DNA maka timbulah hubungan perdata antara anak dan bapak atau
ibunya” Dapat dikatakan bahwa
sebelumnya antara anak luar kawin dalam arti sempit yaitu anak hasil kawin sirri dengan ayah dan ibunya pada asasnya tidak ada hubungan hukum, dan hubungan hukum tersebut baru ada kalau ayah maupun, atau ibunya telah memberikan pengakuan dan status anak akan menjadi jelas
44
serta adanya kepastian hukum tentang asal-usul anak. Maka anak hasil nikah sirri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari sang ayah seperti biaya hidup, akta kelahiran, hingga warisan. 4.2
SARAN
a.
Pemerintah harus bisa mencermati dengan memperhatikan semua usulanusulan dari akademik praktisi hukum , MUI (Majelis Ulama Indonesia), Organisasi-Organisasi perempuan, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Untuk mengamandemenkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan hukum Perkawinan di indonesia di sesuaikan dengan kondisi riil / nyata masyarakat yang mengakomodir berbagai kepentingan , mengadopsi dan mengkombinasikan / memadukan hukum yang berkembang di masyarakat (hukum agama dan hukum adat) agar tidak berbenturan.
b.
Pemerintah harus segera mengesahkan sebuah perundang-undangan yang mengatur kedudukan anak hasil kawin sirri dengan tegas dan jelas agar pro dan kontra yang selama ini terjadi dapat terselesaikan dan juga agar Perundang-Undangan tersebut dapat di sesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini ( flexibel ) dan dapat bertahan / dapat di gunakan untuk jangka waktu yang lama.
45
DAFTAR BACAAN
Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut Undang-Undang Hukum Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1986 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Gema Insani Press, 1994 H.Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990 Lembaran Negara : Intruksi Presiden ( INPRES ) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Lembaran Negara: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 13 februari 2012 tentang Status Anak Luar Kawin Lembaran Negara : Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara : PERPRES ( Peraturan Presiden ) NO 25 TAHUN 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil Lembaran
Negara
:
Tim
Kreatif,
Administrasi
Kependudukan
dan
Pencatatan Sipil, Fokus Media, Jakarta 2010 R.Subekti,R.Tjitrosudibio kitab Undang Undang Hukum Perdata burgerlijk Wetboek dengan Tambahan Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Pokok Agraria, Pradnyaparamita, jakarta 2006 Website internet ; http://bppt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/PERPRES_25_2 008_PERSYARATAN_DAN_TATACARA_PENDAFTARAN_PENDUDU K_DAN_PENCATATAN_SIPIL.pdf Website internet : http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU%20No.%
46
2023%20Th%202006%20ttg%20Administrasi%20Kependudukan.pdf Website internet ; http://video.kapanlagi.com/hot-news/demi-status-Anakmelinda-rela-kehilangan-job.html Website internet ; http://www.akilmochtar.com/2012/02/19/mk-sahkan-statusanak-di-luar-nikah-resmi/ Website internet ; http://syarnubi.wordpress.com/2008/12/07/nikah-sirrimerugikan-perempuan-menguntungkan-laki-laki/ Website internet ; http://hukumonline.com/klinik/detail/cl4576/akta-Kelahiranuntuk-anak-hasil-kawin-siri Website internet ; http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/03/hukum-hartaperkawinan.html Website internet ; http://muhammadaiz.wordpress.com/materi-hukum-perdata/ Website internet ; http://www.duniapsikologi.com/pengertian-anak-sebagaimakhluk-sosial/ Website internet ; http://irmadevita.com/2012/pengertian-anak-luar-kawindalam-putusan-mk Website internet ; http://www.pa-kotabumi.go.id/karya-ilmiah/207-jasmani.html Website internet ; http://irmadevita.com/2009/akibat-hukum-dari-nikah-siri Website internet ; http://irmadevita.com/category/pertanahan/page/2