“KECENDERUNGAN ISI PROGRAM BERITA KRIMINAL “BUSER” DI SCTV” (Analisis Isi Terhadap Periode Bulan Mei 2008)
Disusun Oleh : Nama
: Stevanus Agung
NIM
: 04103 – 002
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STRATA 1 BROADCASTING KOMUNIKASI
ABSTRAKSI
Stevanus Agung (04103-002) Judul: Kecenderungan Isi Program Berita Kriminal “BUSER” di SCTV ( Analisis Terhadap Bulan Mei 2008) 99 halaman + 15 tabel + 4 lampiran Banyak stasiun televisi yang memandang perlu menyiarkan berita kriminal karena menurut pendapat mereka, kriminalitas merupakan musuh masyarakat. Masyarakat perlu diberi tahu tentang bahaya yang sedang atau akan mengancam mereka. Namun, terdapat banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan berita. Dalam penelitian ini, ingin mengetahui kecenderungan berita-berita kriminal pada tayangan program Buser SCTV yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Berita-berita yang termasuk dalam berita-berita kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan, pencurian, perkosaan, narkoba, dan lain sebagainya yang melanggar undang-undang. Adapun yang menjadi konsep inti penelitian ini adalah isi berita kriminal yang menyangkut gambar, naskah, suara, dan identitas, Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan deskriptif , sedangkan pendekatan yang dipergunakan adalah kuantitatif, dimana data-data diperoleh dengan melakukan rekaman (taping) pada sampel yang telah ditentukan, untuk kemudian analisis terhadap tayangan tersebut. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tema berita yang paling banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan, kategori gambar sesuai sebesar 90%, kategori suara netral sebesar 70%, kategori naskah tidak mengadili sebesar 95%, kategori identitas sesuai sebesar 81%. Dapat disimpulkan bahwa pemberitaan tayangan berita kriminal Buser SCTV peride bulan Mei 2008 cenderung sesuai dengan kaidah pemberitaan berita kriminal, yang dalam hal ini adalah pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Bapa di surga yang senantiasa mencurahkan anugrahnya, karena dengan tuntunan dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Madah dan pujian penulis haturkan pula kepada Jesus Crist, yang selalu menyediakan apa yang dibutuhkan penulis. Penulis menyadari sepenuhnya behwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari doa, dukungan, semangat serta bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Ibu Feni Fasta, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing I, atas kesediaan dan kesabarannya membimbing penulis. Terima kasih pula atas dukungan, semangat, koreksi dan kritik yang sangat membantu dalam menyelesaikan penyusun skripsi ini.
2.
Bapak Heri Budianto, S. Sos, M.Si, selaku pembimbing II atas kesediaan waktu untuk konsultasi, koreksi, kritik serta saran yang sangat membantu penulus menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ibu Dra.Diah Wardhani, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
4.
Bapak Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm, selaku Kaprodi Broadcasting Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
5.
Bapak Drs. Riswandi, selaku Pembimbing Akademik.
6.
Bapak Drs. Andi Fachrudin, M.Si selaku koder, atas kesediaan waktunya meneliti tayangan dan mengisi lembar pengkodingan.
7.
Bapak Afdal Makuraga, S.Sos, MM, selaku koder, atas kesediaan waktunya meneliti dan mengisi lembar pengkodingan.
8.
Kedua orang tua tercinta, Mom and Dad yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi, serta adikku yang sangat aku sayangi. Love you all.
9.
Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. Khususnya Dosen bidang studi Broadcasting yang telah memberikan ilmu serta pengalaman yang berharga kepada penulis.
10.
My Love, Nunung Nuryani, yang tiada hentinya memberikan semangat, doa, dan dorongan kepada penulis.
12.
Kepada sahabat-sahabatku Adul, Cumy, Jaun, Ablak, Dika, Yadi, Asep, Ares, Susi, yang selalu memberikan motivasi, dan keceriaan.
11.
Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2003: Christian Cahyadi, Acul, Aji, Ipul, Yoris, Bayu, Dancok, Agus, Indri, Risma, Black, Bim-bim, Fahmi, Obie, Dsong, Manay, serta rekan-rekan Broadcasting yang lain, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat, dukungan serta kebersamaan kalian. Senang bisa mengenal kalian.
12.
Kepada seluruh staf TU dan Karyawan Fakultas Ilmu Komunikasi.
13.
Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, peneliti mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Dan untuk itu
semua, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 24 Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
COVER LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI ABSTRAKSI....................................................................................... i KATA PENGANTAR......................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 1.2. Pokok Permasalahan............................................................. 7 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 7 1.4. Manfaat Penelitian................................................................ 8 1.4.1. Manfaat akademis........................................................ 8 1.4.2. Manfaat Praktis............................................................ 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi....................................................... 9 2.2. Pengertian Komunikasi Massa............................................ 11
2.3. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa....................... 15 2.4. Program Televisi................................................................. 18 2.5. Program Berita Televisi...................................................... 20 2.6. Program Berita Kriminal.....................................................22 2.7. Gambar Dalam Berita Kriminal.......................................... 24 2.8. Suara Dalam Berita Kriminal..............................................26 2.9 Naskah Dalam Berita Kriminal........................................... 26 2.10. Identitas Dalam Berita Kriminal......................................... 28 2.11. Kaidah dan Etika Pemberitaan Televisi.............................. 29
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian...................................................................... 32 3.2. Metode Penelitian................................................................. 32 3.3. Populasi dan Sampel............................................................. 33 3.3.1. Populasi........................................................................ 33 3.3.2. Sampel..........................................................................33 3.4. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 35 3.5. Definisi Konsep dan Operasionalisasi Kategorisasi............. 36 3.5.1. Definisi Konsep........................................................... 36 3.5.2. Operasionalisasi Kategorisasi...................................... 37 3.5.2.1. Kategori Gambar.............................................. 41 3.5.2.2. Kategori Suara................................................. 42 3.5.2.3. Kategori Naskah...............................................43
3.5.2.4. Kategori Identitas............................................. 44 3.6. Uji Reliabilitas...................................................................... 50 3.7. Analisa Data.......................................................................... 53 BAB IV : HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian........................ 55 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan SCTV............................... 55 4.1.2. Program SCTV............................................................ 57 4.1.3. Program Buser SCTV.................................................. 58 4.2. Hasil Penelitian..................................................................... 59 4.2.1. Kategori Gambar.......................................................... 61 4.2.1.1. Kategori Gambar Sesuai.................................. 63 4.2.1.2. Kategori Gambar Tidak Sesuai........................ 66 4.2.2. Kategori Suara............................................................. 68 4.2.2.1. Kategori Suara Sesuai...................................... 70 4.2.2.2. Kategori Suara Tidak Sesuai............................ 72 4.2.2.3. Kategori Suara Netral...................................... 75 4.2.3. Kategori Naskah...........................................................77 4.2.3.1. Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Mengadili......................................................... 79 4.2.3.2. Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Tidak Mengadili............................................... 81 4.2.4. Kategori Identitas......................................................... 84 4.2.4.1. Kategori Identitas Sesuai................................. 86
4.2.4.2. Kategori Identitas Tidak Sesuai....................... 89 4.3. Analisa dan Pembahasan.......................................................91
BAB V : PENUTUP 5.1. Kesimpulan........................................................................... 97 5.2. Saran..................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.5.2.a Operasionalisasi kategorisasi tema berita Tabel 3.5.2.b Operasionalisasi kategorisasi isi berita Tabel 4.2
Jumlah Pemberitaan Kriminal pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.1
Jumlah Gambar pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.1.1 Jumlah Gambar Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.1.2 Jumlah Gambar Tidak Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.2
Jumlah Suara pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.2.1 Jumlah Suara Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.2.2 Jumlah Suara Tidak Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.3
Jumlah Naskah pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.3.1 Jumlah Naskah Mengadili pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.3.2 Jumlah Naskah Tidak mengadili pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.4
Jumlah Identitas pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
Tabel 4.2.4.1 Jumlah Identitas Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008 Tabel 4.2.4.2 Jumlah Identitas Sesuai pada Tayangan “BUSER” di SCTV periode Bulan Mei 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Koding I dan II ( koder 1 )
Lampiran 2.
Lembar Koding I dan II ( koder 2 )
Lampiran 3.
Standar Program Siaran
Lampiran 4.
Curricullum Vitae Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Media massa merupakan jembatan informasi bagi masyarakat, yang tak
dapat dipungkiri telah menjadi kebutuhan mendasar, dimana masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi di luar lingkungannya. Media massa televisi dapat menceritakan berbagai macam peristiwa, baik itu berita yang dikategorikan bersifat keras (hard news) maupun yang bersifat lunak (soft news). Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah berkembang sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu tempat dengan tempat lainnya, terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi. Maraknya industri pertelevisian di Indonesia saat ini, membuat pihak stasiun televisi bersaing dalam menghasilkan program-program yang berkualitas. Saat ini Indonesia mempunyai sepuluh stasiun televisi swasta dan satu televisi nasional. Televisi banyak menyajikan program-program yang bersaing, program tersebut bisa berupa hiburan ataupun berita. Saat ini stasiun televisi banyak menyajikan bentuk program yang hampir serupa, sehingga membuat para pemirsanya menjadi lebih selektif untuk bisa memilih program yang sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Sajian gandanya, gambar dan suara telah mengantarkan media televisi pada posisinya yang khas dan menarik. Hal ini
menjadikan para pemilik stasiun televisi dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan dan menghasilkan program acara bagi pemirsanya. Banyak stasiun televisi menyajikan berbagai paket program berita dengan bermacam-macam karakter yang berbeda, ada paket berita yang bersifat umum (general news) yang menyiarkan berita-berita umum seperti berita politik, ekonomi, sosial misalnya Liputan6 (SCTV), Seputar Indonesia (RCTI), Cakrawala (ANTV), Reportase (TransTV), Sidik (TPI), atau berita yang khusus memberitakan masalah kriminal seperti Buser (SCTV), Patroli (INDOSIAR), Sergap (RCTI). Munculnya program-program acara tersebut memberikan bukti bahwa saat ini telah terjadi persaingan diantara stasiun televisi. Program-program televisi terkesan bentuk dan jenisnya sama, hanya saja dikemas dalam kemasan yang berbeda. Pihak stasiun televisi harus mampu menyajikan tayangan yang menarik bagi pemirsanya, sehingga tayangan-tayangan tersebut dapat bersaing dengan tayangan serupa di stasiun televisi lainnya. Khusus untuk medium televisi, berdasarkan pengamatan beberapa ahli di bidang pertelevisian menyebutkan bahwa informasi yang diperoleh melalui siaran televisi dapat mengendap dalam daya ingatan menusia lebih lama jika dibandingkan dengan perolehan informasi yang sama tetapi melalui membaca. Hal tersebut dikarenakan gambar (visualisasi) bergerak yang berfungsi sebagai tambahan dan dukungan informasi penulisan narasi penyaiar atau reporter memiliki kemampuan untuk memperkuat daya ingat manusia dan memanggilnya (recall) kembali.1
1
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 27
Medium televisi juga mampu memindahkan situasi apapun yang terjadi di suatu tempat kepada penontonnya secara faktual. Hal ini pula yang menyebabkan televisi dinilai memiliki daya rangsang yang kuat dibandingkan medium yang lainnya. Pihak pengelola stasiun televisi hendaknya menyiapkan program tayangan yang benar-benar berkualitas dan layak untuk dikonsumsi oleh khalayak. Kualitas berita yang dihasilkan sebuah media televisi harus bisa memberikan informasi yang berguna bagi pemirsanya, untuk itu diperlukan adanya keeksklusifan tayangan yang disiarkan oleh televisi tersebut. Artinya, berita yang ditayangkan merupakan berita yang terbaru dan memiliki kualitas gambar yang bagus. Gambar dan berita yang bagus serta dikemas dengan menarik dapat membuat pemirsa menyenangi tayangan tersebut, karena gambar dalam sebuah tayangan dapat menceritakan situasi yang sedang terjadi kepada pemirsanya. Dalam mencari berita wartawan berdasarkan penegakan kode etik jurnalistik dan praktek jurnalistik yang profesional menjadi benteng utama. Artinya apabila wartawan dan insan pers dalam menjalankan tugasnya selalu mentaati ketentuan code of ethics maupun ketentuan hukum serta profesional seperti meneliti kebenaran informasi, melakukan chek and recheck, sumber beritanya kredibel dan akurat serta tidak memihak (cover both side).2 Unsur visual dalam sajian berita mengandung peranan yang sangat penting, dalam artian hasil liputan audio visual yang dilakukan oleh reporter dan kameramen menjadi bahan utama dalam penyusunan sebuah berita. Berita sendiri
2
Hari Adiwidjaja, Wartawan Provesionalisme dan Kemandirian, Mimbar, 2002, hal-x
berarti suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat, serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton. Tujuan utama penyajian berita adalah menginformasikan peristiwa penting sebagai upaya untuk memberikan daya tarik agar orang mau membaca, mendengar atau menonton sajian berita tersebut.3 Berkembangnya tayangan berita kriminal di televisi mendorong para perencana program siaran televisi berusaha untuk membuat tayangan berita kriminal yang dapat menarik perhatian penonton televisi dan mampu bersaing dengan program acara sejenis di stasiun televisi lain. Semakin bertambah popular acara kriminal tersebut, makin meningkat pula kecenderungan perencana program untuk memasukkan adegan-adegan yang menunjukkan kebrutalan seperti adegan tersangka dipukuli habis-habisan oleh massa. Keberadaan televisi memang seperti pisau bermata dua, dimana satu pihak memberi banyak informasi dan membuka mata kita tentang apa yang terjadi di dunia, sementara pihak lain juga membawa dampak negatif, misalnya kecemasan dan ketakutan akan tindak kriminal setelah menyaksikan berita-berita kriminal di televisi. Selain itu, perencana program karena terlalu mengacu pada pembuatan program acara kriminal yang mampu menarik perhatian penonton dengan menampilkan adegan-adegan kekerasan terhadap para pelaku kejahatan, dikhawatirkan akan mengabaikan penerapan asas praduga tak bersalah dalam memberikan perlindungan terhadap tersangka dan korban kejahatan. Oleh karena
3
Deddy Iskandar Muda, ibid, hal 22
itu, selain membawa banyak fungsi, kehadiran televisi juga menimbulkan beberapa disfungsi bagi khalayaknya.4 Berita–berita mengenai bencana dan kriminal merupakan berita yang menyangkut masalah keselamatan manusia. Dalam pendekatan psikologi, keselamatan adalah menempati urutan pertama bagi kebutuhan dasar manusia (Basic Needs), sehingga tak heran apabila berita tersebut memiliki daya rangsang tinggi bagi pemirsanya. Berita-berita yang memuat informasi mengenai tindak kriminal menjadi kian menarik, karena saat ini hampir semua stasiun televisi memiliki program dan waktu tayangan khusus untuk menampilkan informasi berita kriminal. Banyak stasiun televisi yang memandang perlu menyiarkan berita kriminal karena menurut pendapat mereka, kriminalitas merupakan musuh masyarakat. Masyarakat perlu diberi tahu tentang bahaya yang sedang atau akan mengancam mereka. Kegiatan para penjahat harus di exposed supaya mereka mendapat tekanan dan jera, setidaknya kegiatan mereka berkurang.5 Menurut Dja’far H. Assegaff, penggolongan berita kejahatan termasuk segala kejadian yang melanggar peraturan dan undang-undang negara. Jadi dapatlah disebutkan bahwa yang termasuk dalam berita-berita kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan, pencurian, perkosaan, dan lain sebagainya, yang melanggar undang-undang.6
4
Dedy Djamlldin Malik, Dari Konstruksi ke Dekonstruksi: Refleksi atas Pemberitaan Televisi Kita, dalam Wanita dan Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997, hal 69 5 Soewardi Idris, Jurnalistik Televisi, Remadja Karya, 1987, hal 101 6 Dja’far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia, 1991, hal 44
Selama ini banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Dari sisi gambar juga terdapat ketentuan yang menyebutkan bahwa adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, gambar luka-luka yang diderita oleh korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot secara close up. Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan lintasan peristiwa yang terjadi di masyarakat seperti kecelakaan, kebanjiran dan kebakaran. Namun dalam program tersebut berita kriminal dari mulai berita tentang pencurian, pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, penipuan, serta berita-berita kriminal lainnya lebih mendominasi. Program Buser SCTV ditayangkan pertama kali pada bulan April 2002 dengan jam tayang pukul 11.30 WIB hingga pukul 12.00 WIB, meskipun pernah tayang sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 11.30 WIB dan pukul 17.30 WIB. Alasan mengapa Buser SCTV dijadikan objek penelitian adalah karena Program Buser SCTV merupakan program berita yang mengkhususkan liputannya pada berita-berita kriminal, sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin mengetahui kecenderungan berita-berita kriminal pada tayangan program Buser SCTV yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Alasan lainnya adalah karena program berita kriminal Buser SCTV mudah diakses oleh anak-anak, sehingga dikhawatirkan merusak proses pembentukan kedewasaan mereka.7 Sedangkan waktu penelitian adalah periode Mei 2008 dimaksudkan agar penelitian lebih aktual karena periode tersebut belum begitu lama terjadi. Beranjak dari latar belakang inilah penulis ingin melakukan penelitian mengenai analisis isi berita kriminal dalam program Buser SCTV, yaitu suatu analisis isi terhadap tayangan berita kriminal dilihat dari penayangan gambar dan isi naskah periode 1 Mei 2008-31 Mei 2008.
1.2.
Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana kecenderungan berita kriminal dilihat dari jenis tindakan kriminal, penayangan gambar, suara, naskah dan identitas pelaku kriminal dalam program Buser yang ditayangkan di SCTV periode 1 Mei 2008-31 Mei 2008 yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ?”.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan berita kriminal
dilihat dari jenis tindakan kriminal, penayangan gambar, suara, naskah, dan identitas pelaku kriminal dalam program Buser yang ditayangkan di SCTV
7
Angelina P.P.sondakh, Kapanlagi.com
periode 1 Mei 2008-31 Mei 2008 yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran..
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman bagi kalangan mahasiswa dan akademis mengenai isi dan penanyangan gambar berita kriminal sebagai bagian dari isi media massa elektronik terutama televisi.
1.4.2
Manfaat Praktis Memberikan
kontribusi
pemikiran
sebagai
masukan
bagi
pihak
penyelenggara program berita kriminal Buser SCTV dalam proses penayangan beritanya, khususnya menyangkut tayangan gambar berita kriminal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia
akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi, karena tanpa adanya komunikasi, maka interaksi antar manusia, baik itu secara perorangan, kelompok, maupun organisasi tidak mungkin akan dapat terjadi. Interaksi sendiri dapat terjadi apabila terdapat aksi dan reaksi dari manusia yang sedang berkomunikasi, yang dalam ilmu komunikasi dapat dikatakan sebagai tindakan komunikasi. Kata atau istilah komunikasi ( dari bahasa Inggris “communication”) berasal dari “communicatus” dalam bahasa latin yang artinya “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), merujuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Sementara itu, dalam Webster’s News Collegiate Dictionary edisi tahun 1997 antara lain dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi antara individu melalui sistem lambang-lambang, tandatanda, atau tingkah laku”.8 Komunikasi pada dasarnya adalah merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dan
8
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2003, hal 1.10
dengan akibat atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?).9 Setiap informasi yang disampaikan pada khalayak melalui media massa pada hakikatnya adalah sebuah proses, dimana dalam proses tersebut ada beberapa unsur
yang
membuat
sebuah
informasi
atau
pesan
tersebut
dapat
ditransformasikan menjadi sebuah komunikasi yang utuh. Secara sederhana proses komunikasi tersebut terjadi bila ada sumber yang mengirimkan pesan melalui suatu saluran agar sampai kepada khalayaknya. Komunikasi merupakan sebuah proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidaklah statis, tetapi dinamis dalam arti akan mengalami perubahan dan akan berlangsung terus-menerus. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor-faktor atau unsur-unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan, saluran apa yang digunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi, serta situasi atau kondisi pada saat berlangsungnya proses komunikasi. Wilson (1989) mengartikan komunikasi sebagai suatu proses yang menunjukkan kegiatan seorang individu membagi dan mempertukarkan informasi, ide-ide, serta sikapnya dengan pihak lain.10 Sedangkan Schramm mendefinisikan komunikasi sebagai proses saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap.11 Dari
9
Ibid, hal 1.11 Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra aditya bakti, Bandung, 1991, hal 21 11 ibid, hal 22 10
definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan yang menggunakan suatu saluran. Bila saluran yang digunakan adalah media massa, maka disebut dengan komunikasi massa.
2.2
Pengertian Komunikasi Massa Menurut Bittner dalam bukunya Mass Communication: An Introduction
(1980), komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Definisi ini memberikan batasan pada komponen-komponen
dari
komunikasi
massa.
Komponen-komponen
itu
mencakup adanya pesan-pesan, media massa (Koran, majalah, TV, radio, dan film), dan khalayak. Dalam konteks penelitian ini, maka komunikasi massa adalah pesan-pesan dalam berita Buser yang dikomunikasikan melalui media massa stasiun televisi SCTV pada sejumlah besar orang yang menonton. Menurut Defleur dan Dennis dalam bukunya “Understanding Mass Communication” (1985), komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara.12 Definisi ini menekankan pada bagaimana sumber informasi (media massa) mengemas dan menyajikan isi pesan. Dengan cara dan gaya
12
Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2003, hal 7.3
tertentu
menciptakan
makna
terhadap
suatu
peristiwa,
sehingga
dapat
mempengaruhi khalayak. Komunikasi massa itu sendiri mempunyai empat fungsi sosial menurut Lasswell dan Wright (1975), yaitu:13 1. Pengawas Lingkungan : Merujuk pada upaya pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan suatu masyarakat. 2. Korelasi antara bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungannya: Meliputi interpretasi terhadap informasi perskripsi (memberi petunjuk) untuk mencapai konsensus dalam upaya mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan terjadi, karena adanya informasi tentang lingkungan tersebut. 3. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai : Menunjuk pada upaya transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi ke generasi berikutnya atau dari satu kelompok masyarakat terhadap anggota kelompok yang baru. 4. Hiburan : Menunjuk pada upaya-upaya komunikatif yang bertujuan memberikan hiburan kepada khalayak. Komunikasi massa yang kita adopsi dari istilah bahasa Inggris, Mass Comunication, kependekan dari Mass Media Comunication (komunikasi media massa). Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang “mass mediated”.
13
Ibid, hal 7.22
Sementara itu, menurut Dennis Mc Quail tujuan media dalam masyarakat yaitu: 1. Informasi a. Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi di dalam masyarakat dan dunia. b. Memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemudahan. 2. Korelasi a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna dan informasi. b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan. c. Melakukan sosialisasi. 3. Hiburan a. Meredakan ketegangan sosial b. Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana rekreasi. 4. Mobilisasi a. Sebagai sarana untuk mengeluarkan ide dan pendapat masyarakat. b. Mengampanyekan tujuan masyarakat dalam berbagai bidang.14 Selanjutnya komunikasi massa menurut Dennis Mc Quail (1975) dalam sosiologi komunikasi massa, sebagai berikut: 1. Biasanya membutuhkan organisasi formal yang kompleks untuk operasinya. Produksi suatu surat kabar, atau penyiaran televisi, menyangkut penggunaan sumber modal dan kemungkinan pengendalian keuangan, juga memerlukan pengembangan personal yang berketerampilan tinggi, lalu manajemen
14
Zulkarnaein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka, Jakarta, 1993, hal 7
penerimaan dan pengawasan penerapan normatif, dan untuk itu, mekanisme akuntabilitas atau pertanggungjawaban terhadap otoritas eksternal dan khalayak yang dilayani. 2. Komunikasi massa ditujukan kepada khalayak yang luas. Hal ini merupakan lanjutan dari penerapan teknologi yang dimaksudkan untuk produksi massa dan disemenasi yang luas, serat ekonomi komunikasi massa. Kekuasaan ini bukan saja merupakan suatu dimensi sosiopsikologis, tetapi juga berkaitan dengan kecenderungan kearah standarisasi dan stereotifikasi dalam media. 3. Komunikasi massa bersifat publik, dalam arti isi terbuka bagi semua orang dan distribusinya relatif tidak berstuktur serta bersifat informal. 4. Komposisi khalayak masyarakat bersifat heterogen. 5. Media massa dapat melakukan kontak yang stimultan dengan orang dalam jumlah yang besar dan jauh dari sumber, serta amat terpisah-pisah antara satu sama lain. 6. Dalam komunikasi massa hubungan antara komunikator dengan masyarakat adalah bersifat impresional, karena khalayak yang anonim dituju oleh komunikator yang dikenal hanya dalam peran publiknya. 7. Khalayak komunikasi massa merupakan suatu kolektivitas yang merupakan komunikan masyarakat modern dengan beberapa sifatnya yang disnatif.15 Pusat dari studi menenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi, media merupakan suatu
15
Ibid, hal 10
sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Pengertian media massa secara garis besar dapat dibagi dalam dua kelompok: media massa cetak dan media massa elektronika. Media massa cetak antara lain meliputi surat kabar, majalah dan bulletin. Sedangkan media massa elektronika mencakup media audio (suara) seperti radio, dan media audio visual (suara dan gambar) yaitu televisi dan film. Karakteristik komunikasi massa dibatasi pada lima jenis media massa yang dikenal sebagai “the big five of mass media” yakni koran, majalah, radio, televisi, dan film.
2.3
Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Tidak diragukan lagi bahwa informasi sangat dibutuhkan untuk berbagai
kepentingan yang sifatnya sangat mendasar, karena itu peranannya sangat luar biasa. Sejak munculnya Acta diurnal (Pengumuman Pemerintah) dan Acta Senata ( Pengumuman Senat ) di Kerajaan Romawi Kuno saat Pemerintahan Julius Caesar, tahun 50 sebelum masehi, para ahli menilai bahwa hal tersebut merupakan cikal bakal adanya penyebaran informasi melalui tulisan.16 Perkembangan televisi bagi media massa elektronik pada awalnya dimulai dengan hadirnya kamera televisi yang diketemukan oleh Vladimir Zworykin pada tahun 1923-1948, kehadiran televisi dianggap diperuntukkan bagi masyarakat elit. Baru pada tahun 1946 televisi berwarna mulai diperkenalkan oleh BCS dan NBC. Kemudian pada tahun 1948 televisi mulai menyiarkan berita dan hiburan secara
16
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 3
teratur maka perkembangan televisi sebagai media komunikasi massa memasuki tahap populer sampai dengan tahun 1987.17 Pada dasarnya televisi merupakan alat elektronik, namun televisi mempunyai fungsi yang amat berbeda, bahkan sampai kegunaannya sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Dengan perannya yang amat besar dalam membentuk pola dan pendapat umum, disamping itu televisi memiliki kelebihan, antara lain sifatnya yang audiovisual mampu menyiarkan secara langsung maupun dilakukan secara rekaman. Menurut Schram televisi telah digunakan secara efektif untuk mengajarkan hampir segala macam subjek, baik yang teoritis maupun yang praktis. Televisi telah digunakan untuk mendidik orang hampir diseluruh kelompok umur dan seluruh tingkat pendidikan, baik disekolah maupun luar sekolah, dengan bantuan seorang guru yang terlatih maupun tidak, dengan hasil yang mengesankan.18 Selain itu, televisi juga dapat dipakai untuk memberitahukan masyarakat tentang beberapa hal yang menyangkut apa saja seperti pembangunan nasional, mendidik agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Dalam prakteknya penulis berita televisi tidak lepas dari kaidah yang berlaku dalam ilmu jurnalistik, hanya bentuk disesuaikan dengan sifat dari media televisi itu sendiri.
17
Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra aditya bakti, Bandung, 1991, hal 15 18 Amri Jahi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1993, hal 40
Sifat media televisi sangat berlainan dangan sifat dari media cetak maupun seperti media elektronik yang lain seperti radio dan film. Sifat media televisi antara lain: 1. Menggunakan kata-kata sederhana sehingga mudah diterima dan dimengerti oleh pemirsa atau penonton. 2. Tidak menggunakan kalimat majemuk. 3. Tidak menggunakan kata-kata asing, tetapi untuk lebih dimengerti oleh penonton, kata-kata asing yang ada diperjelas maksudnya. 4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.19 Sedangkan menurut Amri Jahi ada beberapa sifat televisi sebagai generasi baru dalam media elektronik yang dapat menyampaikan pesannya secara audio dan visual secara serempak, yaitu: 1. Dapat mencapai khalayak yang sangat besar, dan mereka itu tetap dapat mengambil manfaatnya, sekalipun tidak bisa membaca. 2. Televisi dapat dipakai untuk mengajarkan banyak subjek dengan baik. 3. Televisi dapat bersifat otoritatif dan bersahabat.20 Dalam dewasa ini, media penyiaran mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk persepsi dan perilaku masyarakat, namun pada kenyataannya dunia pertelevisian kita saat ini telah bergeser kearah industri yang menggiurkan, itu sebabnya mengapa para perancang program dari pihak stasiun
19 20
J.B. Wahyudi, Jurnalistik Televisi Tentang dan Sekitar Siaran Berita, hal 40 Amri Jahi, Ibid
televisi lebih memilih untuk mengabaikan fungsi dasar dari televisi itu sendiri, yaitu sebagai sarana pendidikan, informasi dan hiburan. . 2.4
Program Televisi Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh
stasiun televisi yang bersangkutan. Di Amerika, sebuah stasiun televisi tidak memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau memesan dari Production Company yakni kalau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Production House. Cara seperti ini akan dapat lebih menguntungkan kedua belah pihak.21 Sementara itu, stasiun televisi dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan, sementara perusahaan produksi acara televisi dapat meraih keuntungan dari produksinya. Isi siaran televisi dapat diwujudkan dalam berbagai program. Diotak-atik apapun namanya, diberi rubrik label apapun, seluruh materi media massa pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu program faktual dan program fiksional. Organisasi kerja untuk mengolah dan menyiarkan materi ini biasanya disesuaikan dengan sifatnya meskipun mungkin saja pemilahannya tumpang tindih. Kedua materi ini dapat diwujudkan dalam berbagai format. Materi faktual berasal dari dunia empiris dan bersifat obyektif, sedangkan materi fiksional berasal dari dunia humanisties psikologis dan bersifat subyektif. Materi faktual ini ada yang bersifat keras, terikat dengan aktualitas, dan ada yang lunak, lebih menekankan pada nilai human interest. Meskipun sifat materi faktual 21
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 7
dan fiksional berbeda, dengan berbagai format, masing-masing dapat berfungsi dalam dua macam, yaitu sosial (informasional) dan psikologis (hiburan). Reportase atas peristiwa atau fenomena digolongkan sebagai materi faktual, sedangkan musik dan cerita digolongkan sebagai fiksional. Pada umumnya isi program siaran di televisi meliputi acara-acara sebagai berikut, yang tentunya menggunakan nama yang berbeda sesuai dengan keinginan stasiun televisi yang bersangkutan. 1. News Reporting (Laporan Berita) 2. Talk Show 3. Call in Show 4. Documentair 5. Magazine/Tabloid 6. Rural Program 7. Advertising 8. Educational/Instructional 9. Art & Culture 10. Music 11. Soap Operas/Sinetron/Drama 12. TV Movies 13. Game Show 14. Comedy/Situation Comedy, dll22
22
Ibid, hal 9
Berbagai jenis program siaran tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak harus ada semuanya. Acara-acara tersebut sangat bergantung dari kepentingan masing-masing stasiun penyiaran televisi yang bersangkutan.
2.5
Program Berita Televisi Program berita pada stasiun televisi pada saat sekarang merupakan sesuatu
yang dianggap sebagai sesuatu yang wajib ada, karena selain memberikan informasi kepada pemirsanya, program berita juga dinilai dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan pemirsanya pada stasiun televisi tersebut. Banyak para ahli mendefinisikan arti berita, diantaranya adalah: Berita adalah pernyataan yang bersifat umum dan aktual, disiarkan oleh media massa, dibuat oleh wartawan untuk kepentingan pembaca, pemirsanya, dan lainnya.23 Berita juga dapat diartikan sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termassa, yang dipilih oleh staf redaksi atau harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca ataupun pemirsanya.24 Berita adalah uraian tentang peristiwa, fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dan yang sudah disajikan melalui media massa periodik.25 Sedangkan pengertian berita menurut Soewardi Idris adalah apa yang disebut sebagai actuallevet atau biasa disebut aktualitas. Aktualitas adalah
23
Soenarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi, hal 45 Dja’far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, hal 27 25 J.B. Wahyudi, Dasar Dasar Jurnalistik, Graffiti, Jakarta, 1996, hal 26 24
rentetan gambar-gambar sebuah peristiwa yang direkam. Rangkaian gambar mampu bercerita lebih banyak ketimbang sederetan kata-kata dalam beberapa kalimat, serta naskah berita umumnya disesuaikan dengan gambar, bukan gambar yang disesuaikan dengan naskah. Aktualitas dan cerita merupakan dimana gambar mampu membantu menerangkan cerita mengenai suatu peristiwa dan sebaliknya gambar itu sendiri membutuhkan beberapa penjelasan. Berita sendiri mempunyai beberapa unsur. Unsur berita tidaklah harus seluruhnya dalam berita dari A sampai Z, akan tetapi ia terdapat secara tercampur baur. Kadang-kadang dalam sebuah unsur berita hanya terdapat dua unsur saja, tetapi dapat juga seluruh unsur berita terdapat dalam satu berita. Unsur-unsur berita tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berita itu haruslah termasa (baru) yaitu suatu berita yang masih hangat. Berita yang baru dan masih hangat akan menarik perhatian, daripada berita yang sudah agak lama. 2. Jarak lingkungan yang terkena oleh berita. Jarak terjadinya suatu berita dengan tempat dimana berita itu dipublisir mempunyai arti yang penting. Berita tentang suatu kejadian di Jakarta, akan lebih menarik perhatian masyarakat di Jakarta daripada masyarakat di Papua. 3. Penting (ternama) Dalam hubungan ini segi penting atau terkenal tidaknya seseorang, mempunyai pengaruh terhadap nama itu.
4. Keluarbiasaan dari berita Sesuatu yang aneh, sesuatu yang luar biasa akan selalu menarik perhatian orang. 5. Bencana dan Kriminal Berita tentang bencana dan kriminal akan selalu menarik perhatian penonton, karena berita tersebut adalah menyangkut keselamatan manusia. Terdapat pula beberapa jenis berita, diantaranya adalah: 1. Hard News Merupakan berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat, baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi. 2. Soft News Seringkali juga disebut dengan feature yaitu berita yang tidak terikat dengan aktualitas, namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. 3. Investigative Reports Disebut juga laporan penyelidikan, yaitu jenis berita yang eksklusif. Datanya tidak bisa diperoleh di permukaan, tetapi harus dilakukan berdasarkan penyelidikan.26
2.6
Program Berita Kriminal Berita kriminal yaitu berita atau laporan mengenai kejahatan yang
diperoleh dari polisi.27 Pada penelitian ini pengertian berita kriminal adalah berita
26
Deddy Iskandar Muda, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003, hal 40-42
atau laporan Buser SCTV mengenai kejahatan yang diperoleh dari pihak kepolisian, yang juga dapat diperoleh dari hasil liputan reporter ke lapangan. Berita kriminal juga dapat diartikan sebagai segala kejadian yang melanggar peraturan dan undang-undang negara. Berita-berita yang termasuk dalam beritaberita kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, pencopetan, perampokan, pencurian, perkosaan, narkoba, dan lain sebagainya yang melanggar undangundang.28 Indikator berita kriminal adalah informasi atau kabar tentang segala tindak kejahatan yang melanggar hukum dan dapat dihukum sesuai undang-undang pidana. Yang dikategorikan kedalam jenis berita tindak kriminal29 adalah: 1.
Berita Pencurian Suatu berita dikategorikan sebagai berita pencurian jika isinya mengenai perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki secara tidak sah.
2.
Berita Narkoba dan Miras Suatu berita dikategorikan sebagai berita narkoba dan miras jika isinya mengenai penyalahgunaan barang-barang psikotropika dan minuman keras sebagai pemakai maupun pengedar.
27
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1990, hal 108 28 Dja’far H. Assegaff, loc.cit 29 S. Wojowasito,kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Shinta Dharma, Bandung hal 75
3.
Berita Penipuan Suatu berita dikategorikan sebagai berita penipuan jika isinya mengenai perbuatan hendak menguntungkan diri sendiri dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu.
4.
Berita Kejahatan Susila Suatu berita dikategorikan sebagai berita kejahatan susila jika isi beritanya mengenai perbuatan susila terhadap hal-hal yang menyangkut exes sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan, termasuk masalah kesopanan dan pornografi.
5.
Berita Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum Suatu berita dikategorikan sebagai berita Tindak kriminal terhadap ketertiban umum jika isinya mengenai perbuatan yang dapat meresahkan dan mengganggu masyarakat seperti perkelahian, kerusuhan, perjudian, dll.
6.
Berita Pembunuhan dan Penganiayaan Suatu
berita
dikategorikan
sebagai
berita
penbunuhan
dan
penganiayaan jika isinya mengenai tindak kriminal terhadap nyawa atau badan seseorang baik yang disengaja ataupun tidak.
2.7
Gambar Dalam Berita Kriminal Liputan
berita
dengan
menggunakan
kamera
elektronik
dapat
menghasilkan gambar fakta atau data, yang merupakan gambar dari suatu
peristiwa dan berbagai akibatnya. Berita kriminal jika disiarkan melalui media televisi akan berpengaruh lebih kuat jika dibandingkan melalui media cetak. Ini disebabkan media televisi dilengkapi dengan gambar visual. Gambar yang disajikan melalui siaran televisi merupakan pemindahan bentuk, warna, ornamen dan karakter yang sesungguhnya dari objek yang divisualkan, bahkan suara asli, cara mereka berjalan ataupun gerakan-gerakan yang biasa dilakukan oleh mereka dapat dipindahkan secara akurat melalui rekaman gambar, sehingga apa yang disajikan didalam gambar televisi benarbenar merupakan pemindahan dari bentuk aslinya. Sementara itu pada tayangan berita kriminal seringkali ditampilkan gambar-gambar dramatis ketika tersangka pelaku kejahatan seperti pembunuhan, penodongan, pencopetan, perkosaan, perampokan yang sedang dipukuli habis-habisan oleh massa bahkan ditelanjangi akan terekam kamera sesuai kenyataan yang ada di tempat kejadian perkara. Pemberitaan kriminal juga menayangkan gambar korban kejahatan sebagai pelengkap berita. Televisi tidak bisa menyiarkan dengan seenaknya terhadap korban-korban manusia yang tampak sadis, misalnya tubuh korban yang hancur tanpa kepala, darah segar yang berceceran termasuk gambar-gambar yang menjijikkan.30 Dengan demikian pemberitaan televisi memerlukan etika. Etika itu dimaksudkan agar pemirsa tidak memiliki rasa takut atau trauma yang amat besar setelah menyaksikan tayangan berita di televisi.
30
Dedy Iskandar Muda, loc.cit, hal 37
2.8
Suara Dalam Berita Kriminal Pemberitaan kriminal jika disiarkan ditelevisi akan memiliki daya tarik
yang kuat selain dengan menayangkan gambar dramatis sesuai realita kamera dan disertai atmosphere sound, yang juga dilengkapi oleh narasi naskah yang dibacakan oleh penyiar, serta rekaman suara narasumber baik itu tersangka, saksi, korban, ataupun pihak lain yang sedang memberikan keterangan lengkap dengan gambar narasumber. Sementara itu, dalam kaitannya dengan kode etik siaran, Buser SCTV kiranya perlu memberikan perlindungan terhadap para tersangka pada umumnya dan para korban, termasuk didalamnya kejahatan dibawah umur. Selama ini juga berlaku ketentuan bahwa para tersangka yang belum jelas terbukti kesalahannya disamarkan suaranya dengan cara menayangkan suara tidak seperti suara aslinya dengan asumsi hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia, sampai ada putusan hakim yang berkekuatan tetap kecuali pelaku kejahatan tersebut telah tertangkap basah ataupun sudah diketahui secara luas oleh publik.
2.9
Naskah Berita Kriminal Teknik penulisan berita melalui media elektronik berbeda dengan cara
penulisan berita untuk media cetak, karena pada media elektronik sifatnya hanya sekilas yang berarti informasi yang disampaikan hanya bisa di lihat atau didengar sepintas saja. Karena karakter media elektronik adalah spesifik yaitu audiovisual, maka diperlukan cara penulisan yang tepat agar mudah dimengerti dan dipahami
oleh pendengar atau penontonnya yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda. Pada media cetak, kita mengenal rumusan 5W + 1H. Rumusan tersebut juga digunakan untuk penulisan pada media elektronik, namun perlu ditambah lagi dengan suatu formula lain agar memudahkan pengertian bagi pemirsa televisi. Pendekatan tersebut disebut juga dengan easy listening formula. Penyusunan naskah untuk media televisi haruslah tepat, ringkas, jelas, sederhana, serta dapat dipercaya. Jika hal tersebut dipenuhi, maka akan tersusun kalimat yang memenuhi formula easy listening, yaitu suatu susunan kalimat yang jika diucapkan akan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama. Dalam menyusun naskah pada berita kriminal, selain memperhatikan pendekatan 5W + 1H dan pendekatan easy listening formula, media televisi hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya terhadap hukum dan sifatnya terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan trial by the press (penghakiman oleh pers). Redaksi Buser SCTV perlu memperhatikan penggunaan kata-kata yang bersifat mengadili seperti pembunuh, pencopet, pemerkosa, pencuri, penodong, perampok, pengedar, ataupun pelaku tindak kejahatan dan kekerasan lainnya sedangkan orang yang diduga melakukan kejahatan tersebut tidak tertangkap basah dan tidak ada barang bukti. Oleh karena itu untuk menghindari anggapan bahwa media telah menghakimi orang yang ditangkap polisi maka media harus menggunakan gaya bahasa yang tidak mengadili seperti
”tersangka”, dan ”diduga” kecuali orang tersebut tertangkap basah dan ada barang bukti atau telah divonis oleh hakim pengadilan.
2.10
Identitas Dalam Berita Kriminal Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers dapat saja menyebut
nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum. Tetapi hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan berimbang, meskipun dalam mengadakan peliputan penulisan identitas nama tersangka atau terdakwa diserahkan kepada wartawan dengan segala kebijaksanaan. Disebutkan dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 33 ayat 5, bahwa lembaga penyiaran tidak boleh menayangkan langsung gambar wajah korban perkosaan kepada publik. Sementara itu dalam pasal 41 ayat 5 dan 6, disebutkan pula bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Lain halnya dengan orang yang sudah tidak mempunyai nama baik, orang yang ditakuti masyarakat, hingga ditahan dan diajukan ke hakim pidana, pers untuk menentramkan publik dapat mengungkapkan nama dari pelaku kejahatan yang ditakuti dan meresahkan masyarakat. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi.
Menurut Prof. Oemar Seno Adji, bahwa nama, identitas dan gambar dari seorang yang tersangka dalam suatu perkara pidana dilakukan dengan pertimbangan yang diajukan, yang umumnya tidak perlu untuk menyebut nama dan identitas dan penyebutan nama tersebut dimungkinkan dalam keadaan tertentu, seperti seseorang yang telah menjadi public person ataupun seseorang yang mempunyai nama jahat ataupun dikemukakan pentingnya perkara yang dapat menarik perhatian masyarakat.31 Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat. Sedangkan jika faktor kepentingan umum menghendaki adanya publikasi, penyebutan nama atau identitas tampaknya tidak memenuhi keberatan. Umumnya ada suatu kecenderungan untuk tidak menyebut nama, bahkan ada yang menjauhkan inisial.
2.11
Kaidah dan Etika Pemberitaan Televisi Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan
untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan efek negatif yang dapat ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan bencana dalam program faktual harus mengikuti peraturan sebagai berikut:
31
Oemar Seno Adji, Perkembangan Delik Pers di Indonesia (Profesi Wartawan),,Erlangga, 1991
1. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan, dan vulgar. 2. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot dari dekat (close Up, medium close up, Extreme close up). 3. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot dari dekat (close Up, medium close up, Extreme close up). 4. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan bencana, harus disamarkan. 5. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi. 6. Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disiarkan secara rinci. 7. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan. 8. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan. 9. Demi memberi informasi yang lengkap kepada pubik, lembaga penyiaran dapat menyajikan rekaman aksi kekerasan perorangan maupun kolektif secara eksplisit. Namun rekaman tersebut tidak dapat disiarkan diluar pukul 22.00-03.00 dan tidak boleh menimbulkan rasa ngeri dan trauma bagi khalayak.32 Dalam pasal 41, disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, setiap saksi harus diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan
32
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2007, pasal 33
sebagai tersangka, terdakwa sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana. Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Dalam pemberitaan kasus kriminal yang terkait dengan pemerkosaan, lembaga penyiaran harus manyamarkan identitas korban atau keluarga korban. Sedangkan dalam pasal 46, disebutkan bahwa lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas anak yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses peradilan, terlibat kejahatan seksual atau korban kejahatan seksual. Sementara itu dalam pasal 36 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinyatakan bahwa isi siaran dilarang: 1. Bersifat fitnah, menghasut, manyesatkan dan/atau bohong. 2. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian dan penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika. 3. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Sifat Penelitian Dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah dengan pendekatan
deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif hanya melaporkan situasi atau peristiwa dan tidak menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis ataupun membuat prediksi.33 Sedangkan pendekatan yang dipergunakan adalah kuantitatif. Kuantitatif berarti hasil analisa isi diperlihatkan dalam bentuk tabel, distribusi frekuensi, prosentase, atau dalam bentuk lain.34
3.2
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.
Analisis isi merupakan salah satu teknik penelitian yang berusaha memehami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik.35 Analisis isi adalah teknik penelitian yang bertujuan mendeskriptifkan isi yang nyata dari komunikasi secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Objek penelitian adalah isi
33
Jalalludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung, 1996, hal 24 34 Bernard Barelson, Content Analysis Communication Research. (Newyork: Hafner; Publishing, 1997) hal 18 35 Klaus Krippendorf, Analisis Isi Pengantar dan Metodologi, Citra Niaga Rajawali Pers, Jakarta, 1993
pesan yang disampaikan oleh suatu media komunikasi.36 Pada metode analisis isi yang menjadi objek penelitian adalah gambar, suara, isi naskah dan identitas pelaku pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode Mei 2008 ditinjau dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Progam Siaran..
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisa yang menjadi sasaran
penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian adalah gambar, suara dan isi naskah pada tayangan berita kriminal Buser SCTV yang ditayangkan dari hari senin sampai dengan minggu selama periode Mei 2008, sebanyak 31 tayangan. Penayangan program berita kriminal Buser SCTV
selama ini tidak
memiliki penekanan berita misalnya pada hari tertentu kasus pembunuhan lebih banyak daripada hari yang lain, sehingga penulis tidak menggunakan teknik purposive sampling yang berdasarkan kriteria sampling tertentu.
3.3.2
Sampel Sampel didefinisikan sebagai unit observasi yang memberikan keterangan
atau data yang diperlukan oleh suatu studi.37 Dengan sendirinya sample
36 37
Wawan Ruswanto, Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1995, hal 26 I Gusti Ngurah Agung, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Gramedia Utara, Jakarta, 1993
merupakan himpunan bagian dari populasi yang selalu mempunyai ukuran yang kecil jika dibandingkan dengan ukuran populasi yang bersangkutan. Sekedar ancar-ancar, maka apabila subyeknya kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya besar, dapat diambil antara 10 hingga 15%, atau 20 hingga 25 % atau lebih setidak-tidaknya tergantung dari: 1. Kemampuan peneliti dari waktu, tenaga, dan dana. 2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap obyek, karena hal ini banyak sedikitnya data. 3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampelnya banyak akan lebih baik. Melalui pendapat tersebut, penulis mengambil sampel sebesar 20 % dari jumlah populasi, karena pengambilan sampel minimal 10 %, maka penulis memilih 20 % dan hal tersebut dianggap sudah cukup mewakili populasi, yaitu: 31 x 20 % = 6 episode tayangan Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 6 episode tayangan. 38 Penulis menentukan sample secara acak atau random, yaitu kesempatan yang sama untuk dipilih lagi setiap individu atau unit dalam keseluruhan populasi.39 Sampling acak sederhana dilakukan dengan cara undian, yaitu menulis semua unsur populasi dalam secarik kertas, kemudian mengundinya sampai
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Pdieka Cipta, Jakarta, hal 120. 39 S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta 1996, hal 87
diperoleh jumlah yang dikehendaki. Unsur-unsur yang jatuh itulah yang menjadi sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menulis dalam secarik kertas semua tanggal dan hari selama bulan Mei 2008. Kemudian diundi hingga mendapatkan jumlah sampel sebanyak 6 tayangan. Jumlah sempel ditentukan sesuai aturan sepersepuluh, jadi minimal 10 % dari jumlah populasi,40 sehinggga jumlah sampel yang dikehendaki sebanyak 6 episode tayangan dianggap cukup respresentatif. Adapun setelah diundi, periode berita kriminal Buser SCTV yang menjadi sampel penelitian adalah yang jatuh pada hari dan tanggal: 1. Sabtu, 10 Mei 2008 2. Kamis, 15 Mei 2008 3. Sabtu, 17 Mei 2008 4. Minggu, 18 Mei 2008 5. Selasa, 20 Mei 2008 6. Jum’at, 23 Mei 2008
3.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian analisis ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Data Primer Melakukan analisis isi pesan media massa, dimana peneliti melakukan rekaman tayangan berita kriminal Buser, yang dalam penelitian ini
40
Ibid, hal 101
adalah kecenderungan isi pesan berita kriminal Buser SCTV periode1 Mei 2008-31 Mei 2008. 2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini merupakan literatur-literatur yang digunakan penulis yakni buku-buku, internet, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.
3.5
Definisi Konsep dan Operasionalisasi Kategorisasi 3.5.1 Definisi Konsep 1. Kecenderungan isi merupakan sesuatu hal yang ingin diketahui oleh peneliti mengenai kesesuaian penayangan gambar, suara, naskah, dan identitas dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik dan standar program siaran pada program berita kriminal Buser di SCTV. 2. Program adalah sesuatu yang ditampilkan di stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiensnya. 3. Berita adalah uraian tentang fakta/peristiwa dan atau pendapat, yang mengandung nilai berita, dan yang sudah disajikan melalui media massa periodik. 4. Berita yang menjadi penelitian peneliti merupakan jenis berita kejahatan atau berita kriminal yang bersangkutan dengan kejahatan (pelanggaran hukum), yang dapat dihukum dengan undang-undang, pidana. Dalam penggolongan berita-berita kejahatan termasuk segala kejadian yang melanggar peraturan dan undang-undang negara. Jadi
dapatlah disebutkan bahwa yang termasuk dalam berita-berita kejahatan adalah pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian, perkosaan, narkoba, kerusuhan dan lain sebagainya, yang melanggar undang-undang.
3.5.2 Operasionalisasi Kategorisasi Pada penelitian ini, akan dilihat berdasarkan tema berita yang dikategorisasikan menurut jenis berita kejahatan yaitu berita pencurian, berita narkoba dan miras, berita penipuan, berita kejahatan susila, berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum, dan berita pembunuhan dan penganiayaan. Jenis berita kejahatan yang menjadi penelitan adalah berupa: 1. Berita Pencurian Suatu berita dikategorikan sebagai berita pencurian jika isinya mengenai perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki secara tidak sah. 2. Berita Narkoba dan Miras Suatu berita dikategorikan sebagai berita narkoba dan miras jika
isinya
mengenai
penyalahgunaan
barang-barang
psikotropika dan minuman keras sebagai pemakai maupun pengedar.
3. Berita Penipuan Suatu berita dikategorikan sebagai berita penipuan jika isinya mengenai perbuatan hendak menguntungkan diri sendiri dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu. 4. Berita Kejahatan Susila Suatu berita dikategorikan sebagai berita kejahatan susila jika isi beritanya mengenai perbuatan susila terhadap hal-hal yang menyangkut exes sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan, termasuk masalah kesopanan dan pornografi. 5. Berita Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum Suatu berita dikategorikan sebagai berita Tindak kriminal terhadap ketertiban umum jika isinya mengenai perbuatan yang dapat meresahkan dan mengganggu masyarakat seperti perkelahian, kerusuhan, perjudian, dll. 6. Berita Pembunuhan dan Penganiayaan Suatu berita dikategorikan sebagai berita penbunuhan dan penganiayaan jika isinya mengenai tindak kriminal terhadap nyawa atau badan seseorang baik yang disengaja ataupun tidak.
Operasionalisasi kategorisasi tema berita dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.5.2.a Operasionalisasi kategorisasi Tema Berita
No 1.
KATEGORI Berita Pencurian
INDIKATOR Suatu berita dikategorikan sebagai berita pencurian jika isinya mengenai perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki secara tidak sah.
2.
Berita Narkoba dan Miras
Suatu berita dikategorikan sebagai berita narkoba dan miras jika isinya mengenai penyalahgunaan
barang-barang
psikotropika dan minuman keras sebagai pemakai maupun pengedar. 3.
Berita Penipuan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita penipuan jika isinya mengenai perbuatan hendak
menguntungkan
diri
sendiri
dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu. 4.
Berita Kejahatan Susila
Suatu berita dikategorikan sebagai berita kejahatan susila jika isi beritanya mengenai perbuatan susila terhadap halhal yang menyangkut exes sexual seperti
perzinahan, pelacuran, pemerkosaan, termasuk masalah kesopanan dan pornografi. 5.
Berita
Tindak
Kriminal Suatu berita dikategorikan sebagai berita
Terhadap Ketertiban Umum
Tindak
kriminal
terhadap
ketertiban
umum jika isinya mengenai perbuatan yang dapat meresahkan dan mengganggu masyarakat
seperti
perkelahian,
kerusuhan, perjudian, dll. 6.
Berita Pembunuhan dan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita
Penganiayaan
penbunuhan dan penganiayaan jika isinya mengenai tindak kriminal terhadap nyawa atau badan seseorang baik yang disengaja ataupun tidak
Penelitian ini akan melihat isi berita kriminal pada tayangan Buser SCTV periode Mei 2008 berdasarkan empat jenis kategori, yaitu : 1. Kategori gambar yang terbagi atas gambar sesuai dan gambar tidak sesuai. 2. Kategori suara yang terbagi sesuai dan suara netral.
atas suara sesuai, suara tidak
3. Kategori naskah, yang terbagi atas gaya bahasa mengadili dan gaya bahasa tidak mengadili. 4. Kategori identitas, yang terbagi atas sesuai dan tidak sesuai.
3.5.2.1 Kategori Gambar Kategori gambar akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori gambar dalam kaitannya dengan
kode etik jurnalistik, selama periode
pemberitaan bulan Mei 2008. Dengan demikian atribut yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kategori gambar adalah sesuai dan tidak sesuai.
Atribut :
Sesuai Tidak sesuai
Indikator : 1.
Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara diburamkan.
2.
Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan
asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara menayangkan secara jelas.
3.5.2.2 Kategori Suara Kategori suara akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori suara dalam kaitannya dengan
kode etik jurnalistik, selama periode
pemberitaan bulan Mei 2008. Dengan demikian atribut yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kategori suara adalah sesuai, tidak sesuai dan netral.
Atribut :
Sesuai Tidak sesuai Netral
Indikator : 1. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika
menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memperdengarkan kepada publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya. 2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di
bawah umur, dengan cara memperdengarkan kepada publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya. 3. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung netral, jika tidak ada suara tersangka suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur.
3.5.2.3 Kategori Naskah Kategori naskah akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut kategori naskah dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik, selama periode pemberitaan bulan Mei 2008. Atribut yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kategori naskah adalah mengadili dan tidak mengadili. Atribut :
Mengadili Tidak mengadili
Indikator : 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahasa mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang memberi kesan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan maupun perbuatan tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan
hukum yang berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan mengadili jika menggunakan kata-kata pembunuh,
penodong,
pencopet,
perampok,
pencuri,
pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah. 2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahas tidak mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV
yang
menggunakan
kata-kata
yang
dapat
menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk menghindari kesan atau anggapan bahwa media telah menghakimi orang-orang yang ditangkap polisi. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan tidak mengadili jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang bukti atau tertangkap basah.
3.5.2.4 Kategori Identitas Kategori identitas akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut identitas pelaku kejahatan ataupun korban. Dengan demikian atribut yang digunakan untuk mengukur kategori identitas adalah sesuai dan tidak sesuai.
Atribut:
Sesuai Tidak sesuai
Indikator: 1. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika
menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memberitahukan identitas secara detail kepada publik 2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan
di bawah umur, dengan cara memberitahukan
identitas pelaku ataupun korban kejahatan di bawah umur secara detail kepada publik.
Operasionalisasi kategorisasi isi berita dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.5.2.b Operasionalisasi kategorisasi Isi Berita No. 1.
KATEGORI Gambar
INDIKATOR 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan
ATRIBUT S
TS
asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara diburamkan. 2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan tersangka umumnya
gambar
wajah
kejahatan
pada
dan
gambar
wajah
tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara menayangkan secara jelas.
2.
Suara
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung
sesuai
menyamarkan
suara
jika tersangka
kejahatan pada umumnya dan suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memperdengarkan kepada publik suara
tersangka
dan
korban
sebagaimana aslinya. 2.
Pemberitaan
Buser
yang
S
TS
N
cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan
suara
tersangka
kejahatan pada umumnya dan suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di bawah
umur,
dengan
cara
memperdengarkan kepada publik suara
tersangka
dan
korban
sebagaimana aslinya. 3. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung netral, jika tidak ada suara tersangka suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara
tersangka
dan
korban
kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur.
3.
Naskah
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung bahasa
menggunakan
mengadili,
yaitu
gaya gaya
bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang memberi kesan bahwa orang yang
M
TM
ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan
maupun
perbuatan
tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan
hukum
yang
berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam
berita
dikatakan
Buser
SCTV
mengadili
jika
menggunakan
kata-kata
pembunuh, penodong, pencopet, perampok, pencuri, pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah. 2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung
menggunakan
gaya
bahasa tidak mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang dapat
menggambarkan
bahwa
orang yang ditangkap polisi atau
berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk menghindari kesan atau anggapan
bahwa
menghakimi
media
telah
orang-orang
yang
ditangkap polisi. Gaya bahasa dalam
berita
Buser
SCTV
dikatakan tidak mengadili jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang bukti atau tertangkap basah.
4.
Identitas
1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung
sesuai
jika
menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memberitahukan identitas secara detail kepada publik 2.
Pemberitaan
Buser
yang
cenderung tidak sesuai jika tidak
S
TS
menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah
umur,
dengan
cara
memberitahukan identitas pelaku ataupun
korban
kejahatan
di
bawah umur secara detail kepada publik.
3.6
Uji Reliabilitas Reliabilitas menurut Budd, Thorp dan Donohew adalah suatu hasil
perhitungan yang dilakukan berulangkali oleh para peneliti, dimana dicari suatu hasil dengan tingkat konsistensi tinggi. Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama.41 Reliabilitas merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis isi untuk menguji kategori yang telah dibuat, sehingga kategori yang dibuat harus tepat, benar dan mudah dipahami oleh pelaku koding (koder) untuk memberikan penilaian.
Reliabitas
berarti
konsistensi
klasifikasi,
konsistensi
dalam
mengklasifikasi dapat diketahui dengan meminta bantuan penilaian pada koder. Dalam penelitian ini penulis mengambil dua orang pelaku koding. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penilaian para koder.
41
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hal. 159
Cara yang digunakan untuk menghitung hasil penilaian para koder, penulis menggunakan cara Holsti, dengan formulanya :
M Coefisien Re liability =
2M N1 + N 2
Keterangan : M
: Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (koder)
N1, dan N2
: Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset.42
Hasil uji reliabilitas harus dapat membuktikan bahwa alat ukur yang digunakan ternyata reliabel. Bila para koder memiliki hasil penilaian yang sama terhadap hal yang sama dalam mengukur unit analisis dalam kategori yang sudah ditetapkan, maka kategori tersebut dapat dikatakan reliabel. Dalam penelitian ini, penulis meminta bentuan dua orang koder untuk mengisi tabel reliabilitas gambar, suara, naskah, dan identitas untuk tayangan berita kriminal Buser di SCTV pada tanggal 10, 15, 17, 18, 20 dan 23 Mei 2008. koder dalam penelitian ini adalah Drs.Andi Fachrudin, M.Si (praktisi TVRI) dan Afdal Makurraga, S.Sos, MM (dosen mata kuliah Hukum dan Etika Penyiaran). Peneliti menganggap kedua koder memiliki pengetahuan tentang kode etik jurnalistik, khususnya menyangkut pedoman perilaku penyiaran dan standar
42
Glen M. Broom-David M. Dozier, Using Research in Public Relations Applications to Progam Management, Prentice Hall New Jersey, hal. 142
program siaran pada pemberitaan berita kriminal dan memiliki kemampuan untuk melakukan pengkodean. Reliabilitas pertama yang digunakan adalah isi berita, yang menyangkut penayangan gambar, suara, naskah, dan identitas pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008. Reliabilitas kedua adalah tema berita, yang dilihat dari jenis berita kejahatan yang terdiri dari 41 item berita, yaitu: 9 item beerita pencurian, 3 item berita narkoba dan miras, 4 item berita penipuan, 0 item berita kejahatan asusila, 11 item berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum, dan 14 item berita pembunuhan dan penganiayaan yang diuji berdasarkan 9 sub kategori yaitu, gambar sesuai, gambar tidak sesuai, suara sesuai, suara tidak sesuai, suara netral, naskah sesuai, naskah tidak sesuai, identitas sesuai, dan identitas tidak sesuai.yang diuji oleh dua orang koder, dan berikut ini adalah uji reliabilitas:
I.
Kategori Isi Berita Reliabilitas =
2M N1+N2
=
2 ( 38 ) 41+41
=
76 82
=
0,92 x 100%
=
92%
II.
Kategori Tema Berita Reliabilitas =
2M N1+N2
=
2 ( 151 ) 164+164
=
302 328
=
0,92 x 100%
=
92%
Menurut Lasswell, menulis reliabilitas dalam analisis isi pemberitaan, angkanya harus menunjukkan kesamaan sebanyak 70 sampai 80 persen antara atau diantara pelaksanaan koding, jika demikian hasil analisis dapat diterima sebagai keterpercayaan yang memadai.43 Maka sesuai dengan hasil penghitungan diatas maka hasil uji kategori diatas adalah reliabel. Reliabilitas dilakukan untuk menguji dan memperkuat tingkat reliabilitas dari alat pengukur (kategorisasi) yang harus dapat diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali pengujian untuk mengukur gejala yang sama, sehingga hasil penelitian ini dapat dipercaya.
3.7
Analisa Data
Dalam penelitian ini, terdapat langkah-langkah yang dilakukan,
43
Don Michael, Analisa Isi Surat Kabar Indonesia, Penerjemah: Akhmadsyah Naina, Gajah Mada University, Yogyakarta, 1989, hal 129.
1. Merumuskan masalah penelitan dan hipotesisnya dimana peneliti ingin mengetahui kecenderungan isi program berita kriminal Buser SCTV menyangkut gambar, suara, naskah dan identitas dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik dan standar program siaran. 2. Melakukan sampling, dimana dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah random sampling dengan pertimbangan dalam program kriminal Buser tidak terdapat penekanan bahwa pada hari tertentu kasus yang satu lebih banyak daripada kasus yang lain. 4. Menentukan kategorisasi penelitian berdasarkan pada pertanyaan atau rumusan masalah penelitian yaitu penayangan gambar, suara, naskah dan identitas dalam kaitannya dengan kode etik jurnalistik dan standar program siaran. 5. Membuat sampel dokumen, dimana dalam penelitian ini dokumen yang dibuat adalah rekaman tayangan Buser SCTV (taping) pada sampel yang telah ditentukan. 6. Melakukan koding data dengan menggunakan lembar koding yang sudah dipersiapkan. Koding adalah suatu proses dimana data mentah secara sistematis diubah dan dikelompokkan kedalam unit-unit yang memungkinkan membuat deskripsi karakteristik isi yang relevan. 7. Data diolah dengan menggunakan tabel-tabel dan mendeskripsikannya. Analisa data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Dengan analisa deskriptif
berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka akan
dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan hasil penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan SCTV
SCTV yang semula merupakan kepanjangan dari Surabaya Centra Televisi telah memulai siarannya pada Agustus 1990 dari Jl. Darmo Permai dengan jangkauan terbatas untuk wilayah Gerbang Kertosusilo
(Gresik,
Bangkalan,
Surabaya,
Sidoarjo
dan
Lamongan). Satu tahun kemudian pancaran siaran SCTV meluas mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya. Pada tahun 1993 SCTV mendapatkan ijin siaran secara nasional dengan SK Menteri Penerangan No.111/1992 dan kemudian berganti nama menjadi Surya Citra Televisi. Untuk mengantisipasi perkembangan industri televisi dan juga dengan mempertimbangkan Jakarta sebagai pusat kekuasaan maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993 sampai dengan
1998,
SCTV
memindahkan
basis
operasi
siaran
nasionalnya dari Surabaya ke Jakarta. Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta. Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta. Sementara itu, mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang kian mengarah pada konvergensi media
SCTV
mengembangkan
meluncurkan
situs
potensi
multimedianya
dengan
http://www.liputan6.com,
dan
http://www.liputanbola.com. Melalui ketiga situs tersebut, SCTV tidak lagi hanya bersentuhan dengan masyarakat Indonesia di wilayah Indonesia, melainkan juga menggapai seluruh dunia. Dalam perkembangan berikutnya, melalui induk perusahaan PT. Surya Citra Media tbk (SCM), SCTV mengembangkan potensi usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep siaran tradisional menuju konsep industri media baru. Melalui 47 stasiun transmisi, SCTV mampu menjangkau 240 kota dan menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. Dinamika ini terus mendorong SCTV untuk selalu mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia agar dapat senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra bisnisnya. SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan produksi digital, yang merupakan bagian dari kebijakan untuk secara konsisten mengadopsi kecanggihan teknologi dalam meningkatkan kinerja dan efsiensi operasional. Dalam semangat yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang kokoh pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk mempertajam
basis
pengetahuan
seraya memupuk
talenta,
kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci untuk memperkuat posisi
SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran terkemuka di Indonesia.
4.1.2 Program SCTV
Program siaran yang dihadirkan di stasiun televisi SCTV secara umum dapat diketegorikan sebagai berikut: 1. Program News 2. Gala Sinetron 3. Gala Hollywood 4. Gala Bollywood 5. Gala Mandarin 6. Gala Keluarga 7. Gala Sinema 8. Variety Show 9. Telenovela 10. Infotainment dan Reality Show 11. Kuis
SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan fature produksi Divisi Pemberitaan seperti Liputan 6 (Pagi, Siang, Petang, Malam), Buser, Topik Minggu ini, Sigi, dan sebagainya.
4.1.3 Program Buser SCTV
Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan lintasan peristiwa yang terjadi di masyarakat seperti kecelakaan, kebanjiran dan kebakaran. Namun dalam program tersebut berita kriminal dari mulai berita tentang pencurian, pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, penipuan, serta berita-berita kriminal lainnya lebih mendominasi. Program Buser SCTV ditayangkan pertama kali pada bulan April 2002 dengan jam tayang pukul 11.30 WIB hingga pukul 12.00 WIB, meskipun pernah tayang sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 11.30 WIB dan pukul 17.30 WIB. Adapun tim redaksi Buser sebagai berikut: 1. Pimpinan Redaksi
: Rosianna Silalahi
2. Wakil pimpinan Redaksi : Eko Wahyu Tawantoro 3. Kepala Program Khusus : Zaenal Bhakti 4. Produser Eksekutif
: Tris Wijayanto
5. Produser
: Joy Astro Tris Wijayanto
6. Kepala Peliputan
: Djarot Suprayitno
7. Kepala Biro Surabaya
: Ign. Ismoyo Herdono
8. Korlip. Daerah
: Roy Ahmad Kholik M
9. Pengarah Teknik
: Gunawan M. Istanto
10. Pengarah Program
: Irwan. A, Ancha
11. Presenter
: David Silahooij Nastiti Lestari
4.2
Hasil Penelitian
Pada bab ini, penulis akan melakukan analisis terhadap gambar, suara, naskah, dan identitas pelaku kriminal dalam tayangan program berita kriminal Buser di SCTV periode bulan Mei 2008. Analisis isi pemberitaan pada tanggal 10, 15, 17, 18, 20, dan 23 Mei 2008 yang berjumlah 41 item berita kriminal dilakukan oleh dua orang koder. Hal ini dilakukan untuk menguji sejauhmana alat pengukur (kategorisasi) dapat diandalkan jika dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama. Seperti yang telah ditulis pada bab I, pokok permasalahan yang diteliti adalah bagaimana kecenderungan isi program berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut gambar, suara, naskah, dan identitas pelaku kriminal yang dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel jenis pemberitaan kriminal pada tayangan Buser SCTV periode Mei 2008 dan jumlah jenis pemberitaan kriminal dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Pemberitaan Kriminal pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jenis Pemberitaan Berita Pencurian Berita Narkoba dan Miras Berita Penipuan Berita Kejahatan Susila Berita Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum Berita pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Jumlah (∑)
Persen (%)
9 3 4 0 11
22% 7% 10% 0% 27%
14
34%
41
100%
Dari keterangan diatas, dapat dilihat bahwa dari 41 item berita kriminal sebagai total keseluruhan sampel yang diteliti yaitu tanggal 10, 15 17, 18, 20 dan 23 Mei 2008, penulis melakukan analisis isi berita berdasarkan jenis-jenis pemberitaan kriminal dan diketahui bahwa ternyata berita kriminal Buser berisikan 9 item berita pencurian atau sebanyak 22%, 3 item berita narkoba dan miras atau sebanyak 7%, 4 item berita penipuan atau sebanyak 10%, 0 item berita kejahatan susila atau sebanyak 0%, 11 item berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum atau sebanyak 27%, 14 item berita pembunuhan dan penganiayaan atau sebanyak 34%. Sedangkan frekuensi atau jumlah jenis berita kriminal pada tayangan Buser SCTV periode Mei 2008 yang paling banyak terjadi dan terkesan lebih mendominasi adalah jenis berita pembunuhan dan penganiayaan yang mencapai 14 item atau sebanyak 34% dari seluruh jumlah populasi.
Melalui pemberitaan berita kriminal Buser SCTV diharapkan bahwa masyarakat mendapatkan pengetahuan dan informasi terhadap berbagai aksi kejahatan yang terjadi dan menjadi kian waspada terhadap tindakan kriminal di daerah-daerah yang rawan akan tindak kriminal.
4.2.1
Kategori gambar
Pada tayangan berita kriminal seringkali ditampilkan gambar-gambar dramatis ketika tersangka pelaku kejahatan seperti pembunuhan, penodongan, pencopetan, perkosaan, perampokan yang sedang dipukuli habis-habisan oleh massa bahkan ditelanjangi akan terekam kamera sesuai kenyataan yang ada di tempat kejadian perkara. Pemberitaan kriminal juga menayangkan gambar korban kejahatan sebagai pelengkap berita. Televisi tidak bisa menyiarkan dengan seenaknya terhadap korban-korban manusia yang tampak sadis, misalnya tubuh korban yang hancur tanpa kepala, darah segar yang berceceran termasuk gambar-gambar yang menjijikkan. Dengan demikian pemberitaan televisi memerlukan etika. Etika itu dimaksudkan agar pemirsa tidak memiliki rasa takut atau trauma yang amat besar setelah menyaksikan tayangan berita di televisi. Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut penayangan gambar selama periode bulan Mei 2008.
Kategori gambar terdiri dari gambar sesuai dan tidak sesuai. Kategori gambar dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara diburamkan. 2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya dan gambar wajah tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur dengan cara menayangkan secara jelas. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori gambar yang sesuai dan tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar yang sesuai dan tidak sesuai, yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.1 Jumlah Gambar Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
37
90%
Tidak Sesuai
4
10%
41
100%
Gambar
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat dikatakan bahwa gambar yang ditayangkan cenderung sesuai jika dilihat dari perspektif Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran, hal ini terbukti dengan lebih banyak tayangan berita yang menyamarkan gambar mayat atau potongan tubuh korban kejahatan, seperti pada contoh tayangan berita Buser hari Sabtu, 10 Mei 2008 sebagai berikut: ”Kakek 70 tahun tewas ditumpukan sampah” Seorang kakek warga Bintara Jaya Bekasi Barat / ditemukan tewas di tempat pembuangan sampah di pojok kampung // Sebelum meyatnya ditemukan / kakek yang berusia 70 tahun itu dinyatakan hilang oleh keluarganya // VTR Wanita ini berusaha dibawa pulang ke rumahnya oleh warga / sebab ia tak kuasa menyaksikan jasad ayahnya / Encu Harianto ditemukan tewas diantara tumpukan sampah // Warga menuturkan bila sore hari tiba / Encu sering terlihat membuang sampah // Namun selama lima hari terakhir warga tidak lagi menyaksikan kebiasaan Encu itu / dan selama lima hari itu pula / putri Encu terus mencari ayahnya // Guna pengusutan lebih lanjut / jasad Encu alias Herianto dibawa aparat polsek Bekasi Barat ke rumah sakit RSUD Bekasi // Dalam contoh berita tersebut, gambar jenasah korban disamarkan. Hal ini sesuai dengan etika penyiaran dan standar program siaran yang menyebutkan bahwa gambar yang membawa dampak traumatis kepada pemirsa harus disamarkan.
4.2.1.1 Kategori Gambar Sesuai
Kategori gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulam Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan gambar potongan tubuh, darah ataupun hal lain yang menjijikkan dan juga gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta kejahatan dibawah umur dengan cara diburamkan atau disamarkan.
Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel gambar sesuai pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.1.1 Jumlah Gambar Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
9
25%
Narkoba dan Miras
1
2%
Penipuan
4
11%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
30%
12
32%
37
100%
Gambar
Umum Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Dari tabel jumlah gambar sesuai diatas, jelas terlihat bahwa pada tayangan berita kriminal Buser SCTV seluruh berita pencurian sebanyak 9 item atau sebesar 25% menayangkan gambar sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, sedangkan berita narkoba dan miras sebanyak 1 item atau sebesar 2%, Berita penipuan sebanyak 4 item atau sebesar 11% sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum sebanyak 11 item atau sebesar 30%, dan berita pembunuhan dan penganiayaan sebanyak 12 item atau sebesar 32% sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran dengan cara menyamarkan gambar potongan tubuh ataupun jenasah korban.
Dalam
pelaksanaannya,
redaksi
Buser
SCTV
juga
memberikan
perlindungan terhadap remaja yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses peradilan, dengan cara menyamarkan gambar wajah pelaku kejahatan di bawah umur, seperti dapat dilihat pada contoh berita pada tanggal 17 Mei 2008 sebagai berikut: ” Remaja penodong ditangkap usai beraksi” Penodongan diatas angkutan umum kembali terjadi // Dua tersangka yang masih remaja ditangkap aparat polres metro Jakarta Pusat di tempat persembunyiannya / usai menodong dua pelajar SMP // Selain sebilah clurit / polisi juga menyita sejumlah uang sebagai barang bukti // VTR Sound Up: ML dan AD Tersangka Dalih yang diajukan ML dan AD tidak serta merta meluluhkan polisi yang meringkus keduanya bersembunya di sebuah gedung di jalan Kramat Raya // Sepanjang jalan / kedua remaja itu menjadi tontonan warga yang penasaran akan penangkapan itu // ML dan AD dilaporkan dua orang pelajar SMP dalam kasus penodongan // Korban menyatakan / niat berangkat ke sekolah dengan menumpang metro mini terhambat setelah bertemu dengan kedua tersangka // Berbekal sebuah clurit / mereka menodong kedua korban // Kedua tersangka kabur setelah seorang warga memergoki aksinya // Sound Up: Yuda Korban Kini kedua tesangka harus mendekam di sel tahanan polisi guna mempertanggungjawabkan ulahnya sendiri // Bercermin dari kejadian ini / para pelajar yang kerap menggunakan angkutan umum diharapkan lebih mewaspadai kemungkinan terjadinya tindak kejahatan saat perjalanan berangkat maupun pulang sekolah //
Pada pemberitaan ini, redaksi Buser SCTV memberikan perlindungan terhadap tersangka yang masih remaja dengan cara menyamarkan gambar wajah tersangka, meskipun terdapat barang bukti berupa sebuah clurit. Hal ini dilakukan
untuk melindungi masa depan tersangka yang masih di bawah umur, tentunya setelah mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pemberitaan tersebut sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, dengan menyamarkan gambar wajah tersangka di bawah umur, meskipun wajah dan identitas korban ditayangkan secara jelas, untuk menambah faktualitas tayangan.
4.2.1.2 Kategori gambar tidak sesuai
Kategori gambar tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulam Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan gambar potongan tubuh, darah ataupun hal lain yang menjijikkan dan juga gambar wajah tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta kejahatan dibawah umur dengan cara ditayangkan secara jelas. Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel gambar tidak sesuai pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.1.2 Jumlah Gambar Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Narkoba dan Miras
2
50%
Pembunuhan dan Penganiayaan
2
50%
4
100%
Gambar
Jumlah
Dari tabel diatas, dapat digambarkan bahwa pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 terdapat 3 item berita yang tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Pada berita narkoba dan miras terdapat 2 item berita atau sebesar 50% gambar tidak sesuai, dan pada berita pembunuhan dan penganiayaan terdapat 2 item berita atau sebesar 50% gambar tidak sesuai. Berita-berita yang menayangkan gambar tidak sesuai dapat di lihat seperti pada contoh berita hari Kamis,15 Mei 2008 sebagai berikut: ”Bapak dipenjara, anak jadi kurir narkoba” Anak memang kadang meniru perbuatan orang tuanya // Sayangnya yang terjadi di Malang Jawa Timur / justru perbuatan keliru orang tuanya yang ditiru // seorang pemuda ditangkap beserta barang bukti dua puluh gram sabusabu senilai tiga puluh juta rupiah // tersangka diduga melanjutkan profesi ayahnya yang kini ditahan di lapas Madiun juga karena narkoba // VTR Yuananto tak berkutik ketika polisi menggrebek rumah kostannya // Iapun pasrah ketika polisi menemukan paket dua puluh gram sabu-sabu di kamarnya // VTR Sound Up: Yuananto Tersangka Polisi curiga perbuatan Yuananto ini tidak terlepas dari perbuatan bapaknya yang saat ini masih ditahan di lapas Madiun / namun Yuananto mengelak tuduhan itu // VTR Sound Up: Yuananto Tersangka Yuananto boleh saja mmembantah / namun polisi tetap curiga ada kerjasama antara anak dan bapak kandungnya untuk mengedarkan sabu-sabu // Yuananto akhirnya ditangkap // Polisi rencananya juga akan berkoordinasi dengan lapas Madiun untuk memmeriksa ayah kandung Yuananto // Jika terbukti menjalankan bisnis narkoba dari dalam penjara / tersangka akan terancam hukuman berlapis //
Dari contoh berita diatas, gambar wajah tersangka tidak diburamkan. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Namun karena ditemukan barang bukti sabu-sanu seberat 20 gram di kamar kostannya, dan dengan pertimbangan bahwa ayahnya merupakan tahanan lapas Madiun dengan kasus narkoba, maka gambar wajah tersangka tetap di perlihatkan dengan harapan masyarakat memperoleh informasi tersebut secara lengkap.
4.2.2
Kategori suara
Pemberitaan kriminal jika disiarkan ditelevisi akan memiliki daya tarik yang kuat selain dengan menayangkan gambar dramatis sesuai realita kamera dan disertai atmosphere sound, yang juga dilengkapi oleh narasi naskah yang dibacakan oleh penyiar, serta rekaman suara narasumber baik itu tersangka, saksi, korban, ataupun pihak lain yang sedang memberikan keterangan lengkap dengan gambar narasumber. Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut penayangan suara dilihat dari pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Kategori suara terdiri dari suara sesuai, suara tidak sesuai, dan suara netral Kategori suara dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memperdengarkan kepada publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya.
2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur, dengan cara memperdengarkan kepada publik suara tersangka dan korban sebagaimana aslinya. 3. Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung netral, jika tidak ada suara
tersangka suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka dan korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur.
Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori suara sesuai, suara tidak sasuai, dan suara netral pada tayangan berita kriminal periode bulan Mei 2008. Jumlah kategori suara sesuai, suara tidak sasuai, dan suara netral pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.2 Jumlah Suara Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
6
15%
Tidak Sesuai
6
15%
Netral
29
70%
41
100%
Suara
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat digambarkan bahwa pada kategori suara terdapat 6 item berita yang menayangkan suara sesuai atau sebesar 15%, sedangkan suara tidak sesuai terdapat 6 item atau sebanyak 15% dan suara netral sebanyak 29 item atau sebanyak 70% dari keseluruhan pemberitaan. Pada kategori
suara, jumlah suara netral merupakan yang paling banyak, hal ini dikarenakan banyak item berita yang tidak menayangkan suara korban ataupun pelaku kejahatan.
4.2.2.1 Kategori Suara Sesuai
Kategori suara sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan suara tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta kejahatan dibawah umur dengan cara disamarkan atau ditayangkan tidak seperti aslinya. Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara sesuai pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori suara sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.2.1 Jumlah Suara Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
3
50%
Penipuan
1
17%
Pembunuhan dan Penganiayaan
2
33%
6
100%
Suara
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, terlihat bahwa pada kategori suara sesuai terdapat 3 item berita pencurian atau sebesar 50% jumlah suara sesuai, pada item berita penipuan terdapat 17%, pada item pembunuhan dan penganiayaan terdapat 2 item atau sebesar 33%. Item berita kriminal dengan kategori suara sesuai dapat
dilihat dalam tayangan berita hari Kamis, 15 Mei 2008 seperti pada contoh berikut: ”Misya Siregar Shok Menghadapi penjahat” Pengalaman pahit berhadapan dengan pelaku tindak kejahatan biasanya diawali oleh kelalaian atau kecerobohan korbannya sendiri // pengalaman ini pula pernah menimpa artis dan model cantik Misya Siregar // Saat menunggu dalam kendaraan ketika bertandang ke rumah teman / dua orang penjahat mengendarai sepeda motor menjarah tas di dalam kendaraan // bagaimana kisahnya / berikut Kriminal dan Selebritis / KriTis // VTR Wajah cantik wanita ini pasti telah banyak dikenal baik oleh publik / terutama penggemar sinetron maupun infotainment // Ya / dialah Misya Siregar // Wajah wanita kelahiran Bandung initidak hanya kerap muncul dalam berbagai jenis info komersial atau iklan / namun kemampuan aktingnya di depan kamera tidak diragukan lagi // Sejumlah sinetron telah dibintanginya // Berkarir di hiburan tanah air memang impian istri penyanyi dan pencipta lagu Baby Romeo ini sejak dulu // Berkat dorongan sang ibu dan kakak perempuannya / karir Misyana Jelina Siregar beranjak dari model sampul majalah remaja // Seperti kebanyakan artis lainnya / waktu Misya kerap dihabiskan dilokasi syuting // Namun tak lupa ia menyisihkan waktu berkumpul dengan kakak atau sejumlah teman // Pengalaman pahit pernah menghampiri saat mengisi waktu luang bersama mereka // Saat itu Misya bertiga hendak bertamu ke rumah seorang teman di kawasan Panglima Polim Jakarta Selatan // Saat menunggu pintu tuan rumah dibuka / tangan jahil mendatangi mereka // VTR Sound Up: Misya Siregar Bak tersihir / Misya dan sang kakak di dalam kendaraan tidak mampu berbuat apa-apa hingga pelaku kabur dengan barang jarahan // mereka menduga para pelaku telah mempelajari dengan seksama setiap detail aktivitas dan kebiasaan korbannya // VTR Sound Up: Misya Siregar Refleks sang teman langsung tancap gas mengejar dua pria bersepeda motor itu // Langkah mereka sia-sia / karena pelaku telah jauh meninggalkan Misya // Misya beserta kakak dan temannya hnaya bisa pasrah / karena tas berisi uang dan barang-barang berharga lainnya raib dilarikan pencuri //
VTR Sound Up: Misya Siregar Banyak pelajaran yang dipetik ibunda Lirik Shabila Musyakina dari kejadian ini // Baginya kelalaian atau kecerobohan kita sendirilah yang kerap mengundang aksi para penjahat // VTR Sound Up: Misya Siregar Sejak itu / istri penyanyi dan pencipta lagu Baby Romeo ini tak pernah lupa mengingatkan sopir atau keluarganya untuk tetap waspada dimanapun berada / bahkan di tempat yang dianggap aman sekalipun / karena tindak kejahatan selalu mengintai / dimanapun dan kapanpun // VTR Sound Up: Misya Siregar Tindak kejahatan tak pernah mamilih korbannya dan akan datang dengan tiba-tiba // Namun kerap kali tindak kejahatan muncul seiring kelalaian atau kecerobohan korbannya sendiri // Bertindak waspada lebih bijak untuk menghindari kemungkinan menjadi korban tindak kejahatan //
Pada pemberitaan ini, terdapat gambar artis Misya Siregar yang sedang diwawancarai memberikan keterangan tentang pengalamannya berhadapan dengan penjahat. Hal ini sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran karena wajah tersebut telah dikenal oleh banyak orang, juga suaranya juga sesuai, meskipun tidak disamarkan dengan anggapan bahwa publik atau masyarakat umum telah mengetahui profil dan identitas Misya Siregar.
4.2.2.2 Kategori Suara Tidak sesuai
Kategori suara tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 berarti berita-berita Buser yang menayangkan suara tersangka kejahatan pada umumnya ataupun korban kejahatan asusila, serta
kejahatan dibawah umur dengan cara tidak disamarkan atau ditayangkan secara jelas sebagaimana aslinya. Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara tidak sesuai pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori suara tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.2.2 Jumlah Suara Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
1
17%
Narkoba dan Miras
2
33%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
2
33%
1
17%
6
100%
Suara
Umum Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, terlihat bahwa pada kategori suara tidak sesuai terdapat 1 item berita pencurian atau sebesar 17% jumlah suara sesuai, pada berita narkoba dan miras terdapat 2 item atau sebesar 33%, pada pemberitaan tindak kriminal terhadap ketertiban umum terdapat 2 item atau sebesar 33%, dan pada pemberitaan pembunuhan dan penganiayaan terdapat 1 item atau sebesar 17%. Item berita kriminal dengan kategori suara tidak sesuai dapat dilihat dalam tayangan berita hari Sabtu, 17 Mei 2008 seperti pada contoh berikut:
” Remaja penodong ditangkap usai beraksi” Penodongan diatas angkutan umum kembali terjadi // Dua tersangka yang masih remaja ditangkap aparat polres metro Jakarta Pusat di tempat persembunyiannya / usai menodong dua pelajar SMP // Selain sebilah clurit / polisi juga menyita sejumlah uang sebagai barang bukti // VTR Dalih yang diajukan ML dan AD tidak serta merta meluluhkan polisi yang meringkus keduanya bersembunya di sebuah gedung di jalan Kramat Raya // Sepanjang jalan / kedua remaja itu menjadi tontonan warga yang penasaran akan penangkapan itu // ML dan AD dilaporkan dua orang pelajar SMP dalam kasus penodongan // Korban menyatakan / niat berangkat ke sekolah dengan menumpang metro mini terhambat setelah bertemu dengan kedua tersangka // Berbekal sebuah clurit / mereka menodong kedua korban // Kedua tersangka kabur setelah seorang warga memergoki aksinya // Sound Up: Yuda Korban Kini kedua tesangka harus mendekam di sel tahanan polisi guna mempertanggungjawabkan ulahnya sendiri // Bercermin dari kejadian ini / para pelajar yang kerap menggunakan angkutan umum diharapkan lebih mewaspadai kemungkinan terjadinya tindak kejahatan saat perjalanan berangkat maupun pulang sekolah //
Pada pemberitaan diatas gambar wajah tersangka disamarkan, hal ini dilakukan untuk melindungi masa depan tersangka yang masih remaja. Sementara itu penayangan suara tersangka tidak sesuai, karena menayangkan suara tersangka secara jelas seperti suara aslinya. Kategori suara pada contoh pemberitaan diatas tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran karena suara tersangka yang masih dibawah umur tidak disamarkan.
4.2.2.3 Kategori Suara Netral
Kategori suara netral pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 berarti pemberitaan Buser SCTV yang cenderung netral, yaitu tidak ada suara tersangka kejahatan pada umumnya dan suara tersangka ataupun korban kejahatan asusila serta kejahatan di bawah umur. Dalam pembahasan ini, penulis telah membuat tabel suara netral pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori netral pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.2.3 Jumlah Suara Netral Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
5
17%
Narkoba dan Miras
1
3%
Penipuan
3
10%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
9
32%
11
38%
29
100%
Suara
Umum Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Dari keterangan yang telah dibuat diatas dapat dilihat bahwa terdapat 5 item berita pencurian atau sebesar 17% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 1 item berita narkoba dan miras atau sebesar 3% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 3 item berita penipuan atau sebesar 10% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 9 item berita kriminal terhadap ketertiban umum atau sebesar
32% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral, sebanyak 11 item berita pembunuhan dan penganiayaan atau sebesar 38% menayangkan suara netral dari semua jumlah suara netral. Berita kriminal Buser SCTV yang tidak menayangkan suara tersangka ataupun korban dapat dilihat seperti pada contoh berita hari Selasa, tanggal 20 Mei 2008 sebagai berikut: ”Cemburu, suami aniaya istri” Di Cianjur Jawa Barat / saudara / diduga karena cemburu buta seorang suami tega menganiaya istrinya sendiri hingga mengalami luka serius // Akibat tindakan kekerasan itu / sang istri bahkan harus kehilangan salah satu tangannya // VTR Neli Susilowati hanya bisa menangis menahan sakit / saat rumah sakit umum Cianjur berupaya mengobati luka di tangan kanannya // Neli mengalami luka serius akibat dianiaya Luki / suaminya sendiri // Menurut ibu korban peristiwa memilukan itu berlangsung sangat cepat // Saat itu korban yang sedang tidur di kamarnya tiba-tiba diserang oleh tersangka yang diduga cemburu terhadap korban // VTR Sound Up: Iin Ibu korban Karena rumah sakit cianjur tidak memiliki peralatan lengkap / korban terpaksa dirujuk ke rumah sakit Hasan Sadikin Bandung // Sementara tersangka yang berprofesi sebagai satpam / kini masih diperiksa di polres Cianjur //
Pada tayangan pemberitaan ini, gambar wajah korban ditayangkan secara jelas, identitas korban juga disebutkan secara jelas ”Neli Susilowati”, sementara identitas tersangka yang merupakan suaminya sendiri juga disebutkan. Namun baik tersangka ataupun korban tidak diberikan hak untuk memberikan pernyataan, dan hanya ibu korban yang memberikan keterangan menyangkut kejadian tersebut sehingga penayangan suara pemberitaan diatas adalah netral.
4.2.3
Kategori Naskah
Media televisi hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya terhadap hukum dan sifatnya terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan trial by the press (penghakiman oleh pers). Redaksi Buser SCTV perlu memperhatikan penggunaan kata-kata yang bersifat mengadili seperti pembunuh, pencopet, pemerkosa, pencuri, penodong, perampok, pengedar, ataupun pelaku tindak kejahatan dan kekerasan lainnya sedangkan orang yang diduga melakukan kejahatan tersebut tidak tertangkap basah dan tidak ada barang bukti. Oleh karena itu untuk menghindari anggapan bahwa media telah menghakimi orang yang ditangkap polisi maka media harus menggunakan gaya bahasa yang tidak mengadili seperti ”tersangka”, dan ”diduga” kecuali orang tersebut tertangkap basah dan ada barang bukti atau telah divonis oleh hakim pengadilan. Pada kategori penelitian ini, hasil analisa akan dilihat dari segi kecenderungan penayangan berita kriminal Buser SCTV yang menyangkut penulisan naskah selama periode pemberitaan bulan Mei 2008. Kategori naskah terdiri dari mengadili dan tidak mengadili Kategori naskah dibagi menjadi dua yaitu: 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahasa mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang memberi kesan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan maupun perbuatan tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV
dikatakan mengadili jika menggunakan
kata-kata pembunuh, penodong,
pencopet, perampok, pencuri, pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah. 2. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahas tidak mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang dapat menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk menghindari kesan atau anggapan bahwa media telah menghakimi orangorang yang ditangkap polisi. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan tidak mengadili jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang bukti atau tertangkap basah. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori naskah mengadili dan tidak mengadili pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori naskah mengadili dan tidak mengadili diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 4.2.3 Jumlah Naskah Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Mengadili
2
5%
Tidak Mengadili
39
95%
Jumlah
41
100%
Naskah
Dari keterangan tabel diatas, terdapat 2 item berita atau sebesar 5% dari jumlah seluruh naskah yang bersifat mengadili, sementara itu terdapat 39 item berita atau sebesar 95% item berita yang bersifat tidak mengadili.
4.2.3.1 Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Mengadili
Pada pembahasan ini yang dimaksud gaya bahasa mengadili adalah gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang memberi kesan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum dianggap bersalah telah melakukan kejahatan maupun perbuatan tindak pidana sebelum dijatuhkan keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan mengadili jika menggunakan katakata pembunuh, penodong, pencopet, perampok, pencuri, pemerkosa dan pengedar serta jika dari orang yang melakukan kejahatan tidak ada barang bukti atau tidak tertangkap basah. Dalam pembahasan ini pula, penulis telah membuat tabel naskah dengan gaya bahasa mengadili pada tayangan Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2.3.1 Jumlah Naskah Mengadili Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Naskah Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban Umum
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
1
50%
Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
1
50%
2
100%
Dari keterangan diatas menggambarkan bahwa berita kriminal Buser SCTV menayangkan 2 item berita dengan gaya bahasa mengadili yaitu pada tema berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum sebanyak 1 item atau sebesar 50 % dan pada tema berita pembunuhan dan penganiayaan berjumlah 1 item atau sebesar 50%. Berita kriminal Buser SCTV yang menayangkan berita dengan gaya bahasa mengadili dapat dilihat seperti pada contoh berita hari Kamis, tanggal 23 Mei 2008 sebagai berikut: ”Usai Beraksi, perampok lukai teman sendiri” Seorang pelaku perampokan teluka parah setelah diserang tiga kawanannya sendiri karena disangka sebagai warga yang memergoki aksi mereka // Meski sempat melarikan diri / seluruh pelaku akhirnya ditangkap berdasarkan pengakuan perampok yang terluka // VTR Mengendaraiperahu motor / aparat polisi air polda Kalimantan Selatan mencari tempat persembunyian seorang perampok di bantaran sungai tabat, barito pualam // Benar saja / di sebuah rumah di tepi sungai / polisi menemukan Anang / perampok yang dicari // tetapi kondisi Anang sungguh memprihatinkan / ia terbaring lemah dengan tubuh penuh luka // kepada polisi Anang mengaku di serang ketiga temannya sendiri hanya karena kesalahpahaman // VTR Suond Up: AKBP Sunaryo Dirpolair Polda KalSel Berdasarkan nyanyian Anang / polisi akhirnya menangkap tiga perampok lainnya Amat Ipul dan Abdul // Ketiganya mengaku tidak membawa Anang ke rumah sakit karena takut ditangkap polisi // tetapi tentu saja meski sudah merencanakan secara matang / satu kesalahan kecil jelas bias berakibat fatal //
Pada contoh pemberitaan diatas dapat dilihat bahwa berita kriminal Buser SCTV menyajikan berita dengan gaya bahasa mengadili. Hal ini dapat diihat dalam penggunaan kata-kata mengadili yaitu perampok, sementara orang yang ditangkap dan melakukan kejahatan tidak tertangkap basah
4.2.3.2 Kategori Naskah Dengan Gaya Bahasa Tidak Mengadili
Kategori naskah dengan gaya bahsa tidak mengadili berarti pemberitaan Buser SCTV yang cenderung menggunakan gaya bahasa tidak mengadili, yaitu gaya bahasa dalam berita Buser SCTV yang menggunakan kata-kata yang dapat menggambarkan bahwa orang yang ditangkap polisi atau berurusan dengan aparat penegak hukum tidak bersalah dan juga untuk menghindari kesan atau anggapan bahwa media telah menghakimi orang-orang yang ditangkap polisi. Gaya bahasa dalam berita Buser SCTV dikatakan tidak mengadili jika menggunakan kata-kata tersangka, terdakwa dan diduga serta jika dari orang yang melakukan kejahatan ada barang bukti atau tertangkap basah. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori naskah tidak mengadili pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori naskah mengadili dan tidak mengadili diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 4.2.3.2 Jumlah Naskah Tidak Mengadili Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Suara Pencurian
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
9
23%
Narkoba dan Miras
2
5%
Penipuan
4
10%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
29%
13
33%
39
100%
Umum Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Dari keterangan tabel diatas penayangan berita kriminal Buser SCTV bcenderung menggunakan gaya bahasa tidak mengadili terbukti dengan adanya 39 item gaya bahasa tidak mengadili dari 41 item berita yang ada. Terdapat 9 item berita pencurian dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 23% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 2 item berita narkoba dan miras dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 5% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 4 item berita penipuan dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 10% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, Terdapat 11 item berita tindak criminal terhadap ketertiban umum dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 29% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili, terdapat 13 item berita pembunuhan dan penganiayaan dengan gaya bahasa tidak mengadili atau sebesar 33% dari semua naskah berita dengan gaya bahasa tidak mengadili. Sementara itu berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan gaya bahasa tidak mengadili dapat dilihat pada contoh tayangan berita tanggal 20 Mei berikut ini: ”Aniaya warga, anggota kelompok pemuda ditangkap” Seorang anggota kelompok pemuda di Makassar Sulawesi Selatan ditangkap polisi / karena diduga terlibat pengeroyokan seorang warga yang
masih kerabatnya sendiri // kasus ini diduga dilatarbelakangi dendam antar keluarga // VTR.. Dari keterangan ini polisi menangkap Isra dan Aris Febri / dua pelaku pengeroyokan terhadap Rusli Gani / di jalan Monginsidi Makassar // Kedua tersangka yang sempat membantah akhirnya tidak bisa mengelak // VTR.. Sound Up: Aris Febri Tersangka Pengeroyokan Kedua tersangka dan korban yang masih bertetangga dan masih memiliki hubungan kerabat ini / selanjutnya di bawa ke Mapolresta Makassar Barat untuk menjalani pemeriksaan // Tersangka Isra mengaku melakukan pemukulan karena kesal / korban sering kebut-kebutan di lingkunan perumahan mereka // Sound Up: Isra Tersangka pengeroyokan Namun keterangan itu dibantah korban // Menurut Rusli / tersangka yang merupakan anggota kelompok pemuda di Makassar itu / memang sudah lama memiliki dendam pada dirinya // Sound Up: Rusli Gani Korban pengeroyokan Apapun alasannya / kedua tersangka tetap diperiksa dengan tuduhan melakukan penganiayaan // Polisi juga masih mengejar dua pelaku pengeroyokan lainnya / Sigit dan Syarifudin yang kabur usai kejadian //
Pada contoh berita diatas, dapat dilihat penayangan berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan gaya bahasa tidak mengadili, karena pada contoh berita tersebut menggunakan kata-kata tidak mengadili yaitu kata-kata diduga dan katakata tersangka.
4.2.4
Kategori Identitas
Pada kategori penelitian ini, hasil analisis akan dilihat dari segi kecenderungan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 berdasakan penayangan identitas nama jika dilihat dari perspektif pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers dapat saja menyebut nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum. Tetapi hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan berimbang, meskipun dalam mengadakan peliputan penulisan identitas nama tersangka
atau
terdakwa
diserahkan
kepada
wartawan
dengan
segala
kebijaksanaan. Disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi. Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat. Sedangkan jika faktor kepentingan umum menghendaki adanya publikasi, penyebutan nama atau identitas tampaknya tidak memenuhi keberatan. Umumnya
ada suatu kecenderungan untuk tidak menyebut nama, bahkan ada yang menjauhkan inisial. Kategori identitas yang akan diteliti terdiri dari kategori sesuai dan kategori tidak sesuai. Kategori identitas dibagi menjadi dua yaitu: 1. Pemberitaan Buser SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memberitahukan identitas secara detail kepada publik 2. Pemberitaan Buser yang cenderung tidak sesuai jika tidak menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara memberitahukan identitas pelaku ataupun korban kejahatan di bawah umur secara detail kepada publik. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori identitas yang sesuai dan identitas tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori identitas yang sesuai dan tidak sesuai, yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4 Jumlah Identitas Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah( ∑ )
Persen (%)
Sesuai
33
81%
Tidak Sesuai
8
19%
41
100%
Identitas
Jumlah
Dari keterangan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dalam tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran hal ini terbukti dengan terdapat 33 item berita yang termasuk ketegori sesuai atau sebesar 81% dari semua item berita pada kategori sesuai dan hanya terdapat 8 item berita atau sebesar 19% item berita yang tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
4.2.4.1 Kategori Identitas Sesuai
Pemberitaan Buser
SCTV yang cenderung sesuai jika menyamarkan
identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara tidak memberitahukan identitas secara detail kepada publik Berdasarkan pedoman penulisan tentang hukum, pers dapat saja menyebut nama lengkap tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum dan hal ini haruslah memperhatikan prinsip adil dan berimbang. Disebutkan dalam pasal 41 ayat 5 dan 6, disebutkan pula bahwa dalam pemberitaan
kasus
kriminalitas
dan
hukum,
lembaga
penyiaran
harus
menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Lain halnya dengan orang yang sudah tidak mempunyai nama baik, orang yang ditakuti masyarakat, hingga ditahan dan diajukan ke hakim pidana, pers untuk menentramkan publik dapat mengungkapkan nama dari pelaku kejahatan yang ditakuti dan meresahkan masyarakat. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor
kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi. Identitas dan penyebutan nama tersebut dimungkinkan dalam keadaan tertentu, seperti seseorang yang telah menjadi public person ataupun seseorang yang mempunyai nama jahat ataupun dikemukakan pentingnya perkara yang dapat menarik perhatian masyarakat. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori identitas sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori identitas sesuai diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 4.2.4.1 Jumlah Identitas Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Pencurian
9
28%
Narkoba dan Miras
1
3%
Penipuan
2
6%
Tindak Kriminal Terhadap Ketertiban
11
33%
10
30%
33
100%
Identitas
Umum Pembunuhan dan Penganiayaan Jumlah
Dari keterangan tabel yang telah dibuat terlihat bahwa pada tayangan berita kriminal Buser SCTV terdapat 9 item berita pencurian atau sebesar 28% dari seluruh kategori identitas sesuai, 1 item berita narkoba dan miras atau sebesar 3% dari seluruh kategori identitas sesuai, 2 item berita penipuan atau sebesar 6% dari seluruh kategori identitas sesuai, 11 item berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum atau sebesar 33% dari seluruh kategori identitas sesuai, 10 item
berita pembunuhan dan penganiayaan atau sebesar 30% dari seluruh kategori identitas sesuai. Tayangan berita kriminal buser SCTV dengan kategori identitas sesuai dapat dilihat pada contoh berita tanggal 15 Mei 2008 sebagai berikut: ”Remaja dikeroyok puluhan preman” Tidak terima kekasihnya digoda pria lain / seorang remaja di Makassar Sulawesi Selatan nekat mendatangi sekelompok preman yang membawa senjata tajam // Tapi naas justru ia yang babak belur dikeroyok puluhan preman // VTR Perempuan paruh baya ini tidak keberatan saat polisi membawa K-C / putranya yang diduga terlibat kasus penganiayaan terhadap Rais / seorang remaja di jalan Dirgantara Makassar // K-C yang tidak membantah tuduhan tersebut / mengaku ia tidak sendirian melakukan aksinya // VTR Sound Up: K-C Tersangka Dari keterangan K-C / polisi langsung mencari para pelaku pengeroyok lainnya // VTR Tetapi tersangka yang berjumlah lebih dari sepuluh orang itu diduga telah melarikan diri // Kejadian ini bermula saat Rais mengantarkan kekasihnya pulang // namun ditengah jalan sekelompok pemuda mengganggu sang kekasih // Rais yang tidak terima perlakuan tersebut mengeluarkan sebuah pisau / tetapi karena kalah jumlah iapun babak belur menjadi bulan-bulanan para preman // Rais kini terbaring tak berdaya di rumah sakit Ibnu Sina Makassar / sementara polisi masih mengejar tersangka lain / yang sudah diketahui identitasnya //
Pada contoh pemberitaan diatas, gambar wajah korban dan juga ibu tersangka disamarkan. Sedangkan identitas nama tersangka menggunakan inisial sehingga penayangan identitasnya sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Meskipun tersangka tidak membantah tuduhan tersebut,
namun nama baik tersangka dan keluarganya patut diperhatikan mengingat tersangka belum menjalani proses hukum yang berlaku.
4.2.4.2 Kategori Identitas tidak sesuai
Pada penelitian ini, kategori identitas tidak sesuai berarti pemberitaan Buser yang tidak menyamarkan identitas tersangka kejahatan dan korban kejahatan di bawah umur, dengan cara memberitahukan identitas pelaku ataupun korban kejahatan di bawah umur secara detail kepada publik. Pada umumnya tidak ada keberatan untuk menyebut nama lengkap dalam keadaan tertentu, baik apabila orang itu telah dikenal sebagai public person ataupun orang yang sudah terkenal jahat, yang disebut sebagai orang yang ditahan, maupun beberapa kategori delik yang menarik dari masyarakat. Dalam hasil pembahasan ini, penulis telah membuat tabel kategori identitas tidak sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV periode bulan Mei 2008 dan jumlah kategori identitas tidak sesuai diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.4.2 Jumlah Identitas Tidak Sesuai Pada Tayangan “BUSER” di SCTV Periode Bulan Mei 2008
Jumlah ( ∑ )
Persen ( % )
Narkoba dan Miras
2
25%
Penipuan
2
25%
Pembunuhan dan Penganiayaan
4
50%
8
100%
Identitas
Jumlah
Dari
keterangan tabel diatas, dapat digambarkan bahwa dalam
penayangan identitas tidak sesuai terdapat
2 item berita narkoba dan miras atau
sebesar 25 % dari seluruh jumlah kategori identitas tidak sesuai, terdapat pula 2 item berita penipuan atau sebesar 25% dari seluruh jumlah kategori identitas tidak sesuai dan 4 item berita atau sebesar 50% dari seluruh jumlah kategori identitas tidak sesuai. Penayangn berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan identitas dapat dilihat pada contoh berita tanggal 15 Mei 2008 sebagai berikut: ”Mabuk, paman keponakan saling serang” Kelebihan mengkonsumsi alkohol memang bisa berbahaya // di Kupang Nusa Tenggara Barat / seorang pamam dan keponakan baku hantam setelah keduanya menghabiskan minuman bersama // polisipun mengamankan parang yang nyaris digunakan untuk saling membunuh // VTR Elias Lucy terus memberontak saat sejumlah warga berusaha menenangkan dirinya // Elias tidak terima atas sikap polisi yang hanya menangkap dirinya / sedangkan Matias yang tak lain adalah pamannya sendiri tidak ditangkap // Semua berawal dari teguran Matias terhadap Nona Lucy / adik Elias yang baru pulang berpacaran // Tidak terima ditegur / Nona Lucy justru melapor ke kakaknya Elias Lucy // Mendengar cerita adiknya / Elias yang mesih terpengaruh alkohol langsung naik pitam // iapun baku hantam dengan sang paman / padahal Elias dan Matias baru saja mabuk miras bersama // Polisi akhirnya menangkap keduanya berikut parang yang diduga akan digunakan untuk saling serang // Meski sudah ditangkap / polisi sulit meminta keterangan keduanya karena masih terpengaruh alkohol // Pada contoh berita diatas, identitas pelaku menggunakan nama jelas yaitu Matias, Nona Lucy, juga Elias Lucy. Namun hal tersebut perlu dilakukan mengingat keduanya dianggap meresahkan masyarakat karena mengkonsumsi alkohol.
4.3
Analisa dan Pembahasan
Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada tayangan berita kriminal. Program berita kriminal Buser yang ditayangkan di SCTV berisikan lintasan peristiwa kriminal yang terjadi di masyarakat mulai berita tentang pencurian, pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, penipuan, ataupun berita tentang tindakan yang mengganggu ketertiban umum serta berita-berita kriminal lainnya. Terdapat
banyak keluhan bahwa program berita kriminal selalu
mengeksploitasi pelaku kejahatan maupun korban sebagai bagian dari peristiwa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu perhatian terhadap masyarakat yang menonton tayangan berita kriminal perlu ditingkatkan. Oleh karena itu di butuhkan suatu landasan untuk menjadi pedoman dalam penayangan berita kriminal. Standar program siaran merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan yang tidak boleh dalam penayangan program siaran44 Kriteria yang digunakan dalam proses seleksi berita untuk menentukan terpilihnya suatu peristiwa menjadi sebuah berita yang ditayangkan tergantung pada kebijakan yang dianut oleh stasiun televisi yang bersangkutan, termasuk yang berkaitan dengan penayangan gambar, suara, naskah, ataupun identitas baik pelaku ataupun yang menjadi korban kejahatan. Pihak media memang memiliki hak untuk memutuskan visualisasi dan halhal apa saja yang akan ditampilkan an tidak ditampilkan. Ini menunjukkan bahwa media memiliki kekuasaan penuh untuk memutuskan fakta apa ayng boleh dihadirkan atau tidak, berarti yang hadir di media tidak sepenuhnya merupakan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Tetapi
44
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran pasal 1
lebih seperti pealitas semu yang dibentuk dan dipilih tampilannya oleh pihak media.45 Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan efek negatif yang dapat ditimbulkan. Gambar-gambar luka yang diderita korban kekerasan, potongan tubuh korban, genangan darah ataupun hal yang menjijikkan lainnya jika ditayangkan dengan jelas, dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi pemirsa termasuk traumatis dan kondisi psikis. Pada penayangan gambar wajah, suara, naskah dan identitas juga berpengaruh dalam penerapan asas praduga tak bersalah dalam melindungi hak asasi manusia, baik itu pelaku ataupun korban kejahatan. Maka berdasarkan penelitian, dapat diketahui hasilnya sebagai berikut: 1. Kategori Gambar
Pada kategori gambar, penayangan berita krimunal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar progarm siaran karena menayangkan gambar potongan tubuh, jenasah yang telah membusuk, juga pelaku kejahatan di bawah umur dengan cara diburamkan. Jumlah gambar sesuai pada tayangan berita kriminal Buser SCTV sebanyak 37 item atau sebesar 90% dari total berita. Sementara itu berdasarkan tema berita, terdapat 12 item berita pembunuhan dan penganiayaan yang sesuai, hal ini berkaitan dengan penayangan gambar potongan tubuh, jenasah yang telah membusuk dengan cara diburamkan. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot dari dekat (close Up, medium close up, Extreme close up). 45
Drs.Deddy Djamalludin Malik, M.S, loc.cit hal 68
Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan bencana, harus disamarkan.46 Pada pemberitaan kriminal yang menyangkut anak dibawah umur, gambar wajah, suara, ataupun identitasnya harus disamarkan dengan pertimbangan perlindungan terhadap masa depan mereka. Hal ini dijelaskan dalam pedoman penulisan tentang hukum bagi wartawan indonesia Nama, identitas dan potret gadis/wanita yang menjadi korban perkosaan, begitu juga para remaja yang tersangkut dalam perkara pidana, terutama yang menyangkut susila dan yang menjadi korban narkotika, tidak dimuat lengkap/jelas. Sementara dalam penerapan asas praduga tak bersalah, para tersangka juga diberikan hak bicara untuk membela diri terhadap tuduhan polisi terhadap diri mereka.
2. Kategori Suara
Pada dasarnya suara juga merupakan identitas seseorang, namun pada tayangan berita di televisi, terkadang suara pelaku ataupun korban tidak ada dalam suatu pemberitaan. Pada kategori suara, tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung netral. Sebanyak 29 item berita atau sebanyak 70% dari seluruh item suara, tidak memperdengarkan suara tersangka ataupun korban kejahatan. Jumlah suara netral paling banyak terdapat pada tema berita pembunuhan yaitu sebanyak 11 item berita atau sebesar 38%. Pada kategori suara sesuai, terdapat 6 item atau sebesar 15% berita yang meskipun memperdengarkan suara tersangka ataupun korban kejahatan, namun 46
Standar Program Siaran pasal 30
dengan alasan bahwa identitas tersebut telah dikenal oleh banyak orang, maka kategori suaranya cenderung sesuai meskipun tidak disamarkan dengan anggapan bahwa publik atau masyarakat umum telah mengetahui identitas korban. Kategori suara sesuai paling banyak terdapat pada tema berita pencurian, yaitu sebanyak 3 item atau sebesar 50% dari seluruh kategori suara sesuai. Sedangkan pada kategori suara tidak sesuai, terdapat 6 item atau 15% berita yang tidak sesuai dengan memperdengarkan suara pelaku ataupun korban kejahatan seperti apa adanya dan tidak di samarkan.
3. Kategori Naskah
Pada kategori naskah, tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung tidak mengadili dengan menggunakan gaya bahasa tidak mengadili seperti katakata diduga, dan tersangka jika dari pelaku kejahatan ditemukan adanya barang bukti. Jumlah gaya bahasa yang tidak mengadili terdapat 39 item atau sebesar 95% dari total 41 item tayangan yang ada. Berdasarkan tema berita, berita pembunuhan yang paling banyak menggunakan gaya bahasa tidak mengadili, yaitu sebanyak 13 item atau sebesar 33%. Sedangkan tayangan berita kriminal Buser SCTV yang menggunakan gaya bahasa mengadili dengan penggunaan kata-kata perampok, pencuri, penodong, pemerkosa dan jika dari pelaku kejahatan tidak ditemukan adanya barang bukti berjumlah 2 item berita atau sebesar 5% yang terdapat pada tema berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum dan pembunuhan dan penganiayaan.
Media televisi hendaknya memiliki sikap seimbang antara sikapnya terhadap hukum dan sifatnya terhadap tersangka agar tidak dikatakan melakukan trial by the press (penghakiman oleh pers. Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, setiap saksi harus diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan sebagai tersangka, terdakwa sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana.47 Untuk menghindarkan trial by the press pers hendaknya memperhatikan sikap terhadap hukum dan sikap terhadap tertuduh. Jadi hukum atau proses peradilan harus berjalan dengan wajar dan tertuduh jangan sampai dirugikan posisinya berhadapan dengan penuntut hukum, juga harus diperhatikan bahwa tertuduh kelak bisa kembali dengan wajar ke masyarakat. Selain itu menghindarkan trial by the press nada dan gaya tulisan atau berita jangan sampai ikut menuduh, membayangkan bahwa tertuduh adalah orang yang jahat dan jangan menggunakan kata-kata yang mengandung opini.
4. Kategori Identitas
Pada kategori identitas, tayangan berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran, ini terbukti dengan adanya 33 item berita atau sebesar 81% berita dengan kategori identitas sesuai. Jumlah tema berita yang menayangkan identitas sesuai adalah berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum dengan 11 item berita atau sebesar 33%. Disebutkan bahwa dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) 47
Standar Program Piaran pasal 41
tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Persoalan perlu tidaknya disebut nama lengkap dari tersangka atau terdakwa dipublisir, mengembalikannya pada faktor kepentingan umum yang menjadi ukuran apakah nama lengkap itu akan disebut atau tidak dalam publikasi. Dalam pemberitaan kasus kriminal dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Dalam pemberitaan kasus kriminal yang terkait dengan pemerkosaan, lembaga penyiaran harus manyamarkan identitas korban atau keluarga korban.48 Sementara itu, dalam tayangan berita kriminal Buser SCTV terdapat 8 item berita atau sebesar 19% yang tidak sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Berdasarkan tema berita, berita pembunuhan adalah yang paling banyak menayangkan identitas pelaku maupun korban kejahatan dengan 4 item berita atau sebesar 25%.
48
Ibid.
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dengan melakukan analisis terhadap tayangan program berita kriminal Buser SCTV, maka dapat diperoleh hasilnya sebagai berikut: 1. Pada tema berita, item berita yang paling banyak ditayangkan adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 14 item berita atau sebanyak 34% dari seluruh berita yang diteliti. 2. Pada kategori gambar, penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku program siaran dan standar program siaran dengan kategori gambar sesuai sebanyak 37 item atau sebesar 90% dari 41 item berita yang ada, sedangkan gambar sesuai paling banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 12 item atau sebesar 32% dari total gambar sesuai. 3. Pada kategori suara, penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung netral dengan kategori suara sesuai sebanyak 29 item atau sebesar 70% dari 41 item berita yang ada, sedangkan suara netral paling banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 11 item atau sebesar 38% dari total suara netral. 4. Pada kategori naskah, penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung tidak mengadili menurut pedoman perilaku program siaran dan standar program siaran dengan kategori naskah dengan gaya bahasa
tidak mengadili sebanyak 39 item atau sebesar 95% dari 41 item berita yang ada, sedangkan naskah tidak mengadili paling banyak adalah berita pembunuhan dan penganiayaan dengan jumlah 13 item atau sebesar 33% dari total naskah tidak mengadili. 5. Pada kategori identitas, penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku program siaran dan standar program siaran dengan kategori identitas sesuai sebanyak 33 item atau sebesar 81% dari 41 item berita yang ada, sedangkan identitas sesuai paling banyak adalah berita tindak kriminal terhadap ketertiban umum dengan jumlah 11 item atau sebesar 33% dari total gambar sesuai. Maka dalam penelitian ini dapatlah disimpulkan bahwa secara keseluruhan penayangan program berita kriminal Buser SCTV cenderung sesuai dengan pedoman perilaku program siaran dan standar program siaran.
5.2
Saran
Setelah melakukan penelitian, ada beberapa hal yang ingin disampaikan sebagai suatu saran dan masukan kepada program berita kriminal Buser SCTV sebagi berikut: 1. Kesesuaian pemberitaan Buser SCTV dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran sudah bagus, hendaknya dipertahankan, terutama yang berkaitan dengan cover both side dan asas praduga tak bersalah.
2. Program berita kriminal Buser SCTV sebaiknya perlu menambah jumlah gambar tersangka dan pelaku kejahatan, meskipun hanya sesaat, untuk lebih menjaga keseimbangan materi tayangan. 3. Dalam pembuatan naskah berita, sebaiknya tidak terlalu mendramatisir berita dengan kata-kata yang tidak diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaja, Hari, Wartawan Provesionalisme dan Kemandirian, Mimbar, 2002 Adji, Oemar Seno, Perkembangan Wartawan),,Erlangga, 1991
Delik
Pers
di
Indonesia
(Profesi
Agung, I Gusti Ngurah, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Gramedia Utara, Jakarta, 1993 Aloliliweri, MS., Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra aditya bakti, Bandung, 1991 Arikunto, Suharsimi, Posedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Pdieka Cipta,Jakarta Assegaff, Dja’far H., Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia, 1991 Barelson, Bernard, Content Analysis Communication Research. (Newyork: Hafner; Publishing, 1997) Broom, Glen M. dan David M. Dozier, Using Research in Public Relations Applications to Progam Management, Prentice Hall New Jersey Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kuantitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1993 Idris, Soewardi, Jurnalistik Televisi, Remadja Karya, 1987 Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1993 Krippendorf, Klaus, Analisis Isi Pengantar dan Metodologi, Citra Niaga Rajawali Pers, Jakarta, 1993 Malik, Dedy Djamlldin, Dari Konstruksi ke Dekonstruksi: Refleksi atas Pemberitaan Televisi Kita, dalam Wanita dan Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997 Moeliono, Anton M., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1990 Muda, Deddy Iskandar, Jurmalistik Televisi, ROSDA, 2003
Nasution, Zulkarnaein, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka, Jakarta, 1993 Nasution, S, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta 1996 Rahmat, Jalalludin, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung, 1996 Ruswanto, Wawan, Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1995 Sendjaja, Sasa Djuarsa. Ph.D.,dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2003 Wahyudi, J.B., Jurnalistik Televisi Tentang dan Sekitar Siaran Berita, ------------------- Dasar Dasar Jurnalistik, Graffiti, Jakarta, 1996 Soenarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi Wojowasito S, kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Shinta Dharma, Bandung
Sumber lain: Angelina P.P.sondakh, Kapanlagi.com Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2007 www.sctv.co.id