Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
Kecemasan Berbicara di Kelas Ditinjau dari Komunikasi dalam Keluarga dan SelfEfficacy pada Siswa Kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi Speaking Anxiety in the Classroom Observed From Family Communication and Self-Efficacy in the VII Grader of SMP N 3 Widodaren of Ngawi Regency Wulan Laras Listiyani, Machmuroch, Hardjono Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK Proses pembelajaran yang efektif memerlukan interaksi timbal-balik antara guru dan siswa maupun antarsiswa di dalam kelas. Proses pembelajaran siswa di kelas dapat dilakukan melalui kegiatan berbicara dalam bentuk bertanya, menjawab, berpendapat, berdiskusi, bercerita, dan mempresentasikan tugas. Situasi kelas yang formal dan lingkungan sekolah yang baru dapat membuat siswa merasa cemas, sehingga dapat memengaruhi partisipasi siswa di kelas termasuk dalam hal berbicara. Kecemasan berbicara di kelas yang dirasakan oleh siswa diduga terkait dengan self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga yang dimilikinya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1. Hubungan antara self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan berbicara di kelas pada siswa kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi, 2. Hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di kelas pada siswa kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi, dan 3. Hubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan berbicara di kelas pada siswa kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi. Teknik sampling penelitian ini adalah total sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan skala kecemasan berbicara di kelas, skala self-efficacy, dan skala komunikasi dalam keluarga. Teknik analisis untuk menguji hipotesis pertama analisis regresi ganda, adapun untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga digunakan analisis korelasi parsial. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga secara bersama-sama dengan kecemasan berbicara di kelas (R= 0,820, p<0,05, dan Fhitung 66,629 > Ftabel 3,138). Ada hubungan negatif yang signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di kelas (r= -0,684, p<0,05). Ada hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan berbicara di kelas (r=-0,396, p<0,05). Self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga secara bersama-sama memberi sumbangan efektif sebesar 67,2% terhadap kecemasan berbicara di kelas (R2= 0,672). Kata Kunci: kecemasan berbicara di kelas, self-efficacy, komunikasi dalam keluarga, siswa kelas VII
PENDAHULUAN Pendidikan formal di sekolah adalah suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta sarana untuk mencetak generasi emas bangsa. Sekolah mempersiapkan
siswa untuk mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi dan menjalani kehidupan sosial di masyarakat melalui proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang efektif memerlukan interaksi timbal-balik antara guru dan siswa maupun antarsiswa di 14
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
dalam kelas. Proses pembelajaran siswa di kelas siswa di kelas mengaku mengalami grogi saat dapat dilakukan melalui kegiatan berbicara harus berbicara di kelas (Ross dalam Elwood, dalam bentuk bertanya, menjawab, berpendapat, 1995). berdiskusi, bercerita, dan mempresentasikan tugas. Kegiatan tersebut dapat melatih dan Individu yang mengalami kecemasan berbicara meningkatkan
pemahaman
siswa
terhadap di kelas akan mengalami gejala fisik maupun
materi pelajaran di kelas. Effendy (1990) psikologis. Nevid, dkk. (1997) mengungkapkan, menjelaskan, bahwa mekanisme diskusi dan bahwa individu yang mengalami kecemasan interaksi
memungkinkan
siswa
terbiasa berbicara di kelas akan mengalami gejala fisik
berbicara untuk mengemukakan pendapatnya seperti jantung yang berdegup lebih kencang, secara argumentatif dan dapat mengkaji benar tangan yang terasa dingin, dan kaki yang atau salah pengetahuan yang dimilikinya.
gemetar. Selain itu, Matindas (dalam Anwar, 2009) mengungkapkan, bahwa individu yang
Tubbs
dan
Moss
(2008)
menggolongkan mengalami kecemasan berbicara di kelas juga
berbicara di kelas sebagai komunikasi publik mengalami gejala psikologis seperti tidak dapat karena beberapa hal di antaranya adalah berkonsentrasi dengan baik, gelisah, gugup, dilakukan di depan sekelompok orang, relatif serta takut melakukan kesalahan sehingga lebih lebih formal dan terstruktur, serta terdapat memilih untuk menunduk atau diam dalam norma yang harus dipatuhi, misalnya pertanyaan situasi interaksi di kelas. boleh
diajukan
apabila
pembicara
telah
menyelesaikan pembicaraannya. Situasi kelas Aysan, Thomson dan Hamarat (dalam Nurlaila, yang lebih formal tersebut dapat menimbulkan 2011) menjelaskan, bahwa kecemasan yang suasana yang lebih menekan dibandingkan terlalu berlebihan akan memengaruhi kehidupan berbicara di rumah atau di tempat bermain. akademik siswa dan berakibat pada rendahnya Tekanan tersebut dapat menimbulkan rasa motivasi siswa, kemampuan koping, strategi cemas dalam diri siswa untuk berbicara, yang buruk dalam belajar, evaluasi diri yang sehingga
akan
menghambat
efektivitas negatif, kesulitan berkonsentrasi, serta persepsi
pembelajaran di kelas.
kesehatan
yang
buruk.
Pendapat
tersebut
menunjukkan, bahwa kecemasan berbicara di Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh kelas memiliki peranan terhadap kesuksesan
McCroskey (1977) dalam Journal of Human individu, sehingga dibutuhkan cara untuk Communication Research menyebutkan, bahwa mengurangi kecemasan berbicara di kelas agar kecemasan berbicara dialami oleh 20% siswa individu dapat menunjukkan seluruh potensi baik di sekolah dasar, menengah pertama, yang dimiliki. menengah atas, bahkan di tingkat universitas. Hasil survei membuktikan, bahwa 60-75% 15
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
Dinamika kecemasan berbicara ditinjau dari makhluk sosial. Rothlisberg (dalam Rice, 2002) segi kognitif, terjadi karena adanya persepsi mengungkapkan, negatif tentang kemampuan yang dimiliki berkualitas
di
bahwa antara
interaksi anggota
yang keluarga
individu. Bandura (1997) menjelaskan, bahwa berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di persepsi akan kemampuan diri disebut sebagai sekolah. Individu yang terbiasa direspon dengan self-efficacy yang memiliki implikasi penting baik dalam keluarga akan menunjukkan perilaku dalam perilaku yang dimunculkan. Lebih lanjut yang lebih positif seperti pencapaian prestasi Bandura (dalam Baron dan Byrne, 2004) yang tinggi, konsep diri yang positif, moral menjelaskan,
bahwa
self-efficacy
adalah yang baik, serta mampu berkomunikasi secara
evaluasi seseorang terhadap kemampuannya efektif. untuk mencapai tujuan, melakukan sebuah tugas atau mengatasi hambatan.
Taquechel (2010) menjelaskan, bahwa periode transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah
Bandura (1997) menjelaskan, bahwa self- pertama
merupakan
periode
yang
lebih
efficacy berperan untuk menurunkan kecemasan menimbulkan rasa cemas bagi siswa. Buss dalam menghadapi berbagai tantangan dengan (1980) menjelaskan, bahwa ada beberapa situasi tingkat kesulitan yang berbeda di kehidupan yang dapat meningkatkan kecemasan berrbicara sehari-hari. Pendapat tersebut dapat dimaknai diantaranya suasana baru, formalitas, suasana bahwa individu yang memiliki self-efficacy asing, ketidakmiripan, dan tingkat perhatian dari tinggi akan lebih tekun dalam menyelesaikan orang lain. Pendapat dua ahli tersebut dapat berbagai tantangan kehidupan, sedikit merasa dimaknai, bahwa perpindahan dari sekolah cemas, dan tidak mengalami depresi, sedangkan dasar ke sekolah menengah pertama membuat individu yang memiliki self-efficacy rendah siswa mengalami perubahan pola belajar, situasi memiliki ketrampilan sosial yang kurang, kelas yang lebih formal, guru yang berbeda tanggapan
terhadap
kecemasan,
adanya
lingkungan keinginan
disertai untuk setiap mata pelajaran, lingkungan yang
menghindari baru, dan jumlah teman sekelas yang lebih
interaksi interpersonal, serta cenderung lebih banyak. Situasi tersebut dapat meningkatkan depresi.
kecemasan pada siswa. Rasa cemas tersebut dapat memengaruhi partisipasi siswa di kelas
Penelitian Elwood,
Garrison 1995)
perkembangan
dan
Garrison
menyatakan
kecemasan
berbicara
(dalam termasuk dalam hal berbicara. bahwa mulai Penelitian McCroskey dan Richmond (dalam
terjadi sejak usia kanak-kanak dan berkembang Powell dan Powell, 2010) menunjukkan, bahwa hingga
usia
dewasa.
Keluarga
adalah siswa di pedesaan memiliki kecenderungan
lingkungan pertama dalam kehidupan individu, kecemasan berbicara di kelas yang lebih tinggi tempat individu belajar menyatakan diri sebagai dibandingkan siswa di perkotaan. Samovar, 16
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
Porter, dan McDaniel (2007) mengungkapkan, Beberapa siswa yang diwawancara oleh peneliti bahwa
budaya
memiliki
efek
terhadap mengungkapkan, bahwa mereka merasa takut
kecemasan berbicara pada individu sebab yang tidak beralasan untuk melakukan aktivitas budaya dalam masyarakat sangat menentukan berbicara di kelas seperti bertanya, menjawab proses berpikir, persepsi serta tindakan individu pertanyaan, ataupun berpendapat di kelas. Rasa terhadap suatu situasi. Pendapat kedua ahli takut yang tidak beralasan tersebut juga tersebut dapat dimaknai, bahwa kecemasan dirasakan saat harus maju berpresentasi di berbicara di kelas pada siswa di daerah depan kelas dan terkadang rasa takut tersebut pedesaan dapat disebabkan oleh lingkungan diikuti
gejala
fisik
seperti
jantung
yang
pedesaan yang relatif lebih kecil dan homogen berdegup lebih kencang, jari dan telapak tangan serta kuatnya budaya untuk selalu patuh terasa dingin, serta lupa urutan penjelasan yang terhadap peraturan dan guru serta adanya harus disampaikan, sehingga mereka cenderung budaya malu pada diri siswa. Faktor tersebut menghindari situasi interaksi dalam proses berpengaruh
terhadap
rendahnya
frekuensi belajar mengajar.
siswa di pedesaan untuk berbicara, sehingga menyebabkan
ketrampilan
berbicara
dan Berdasarkan observasi dan wawancara tersebut,
keberanian siswa di pedesaan kurang terasah diduga sebagian besar siswa kelas VII di SMPN dan
selanjutnya,
memungkinan
siswa
di 3 Widodaren Kabupaten Ngawi mengalami
pedesaan mengalami kecemasaan berbicara di kecemasan berbicara di kelas. Berdasarkan kelas lebih tinggi dibandingkan siswa di uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan perkotaan.
penelitian dengan judul: “Kecemasan Berbicara di Kelas Ditinjau dari Komunikasi dalam
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan Keluarga dan Self-Efficacy pada Siswa Kelas wawancara dan observasi pada sekolah yang VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi” terletak di pedesaan, yaitu SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi. Hasil wawancara dengan
DASAR TEORI
guru yang ditemui peneliti di SMP N 3 McCroskey (1977) mengungkapkan bahwa Widodaren Kabupaten Ngawi menunjukan, kecemasan berbicara adalah tingkat ketakutan bahwa siswa kelas VII memang masih terlihat atau kecemasan individu untuk berkomunikasi malu-malu dan takut saat diberi kesempatan dengan orang lain. Pendapat tersebut dapat untuk bertanya, menjawab pertanyaan, ataupun dimaknai, bahwa kecemasan berbicara di kelas berpendapat di kelas. Siswa sering menunduk merupakan suatu hasil yang dapat diawali dari agar tidak ditunjuk oleh guru dan masih terlihat perasaan gelisah dan tertekan terhadap situasi serta kondisi untuk berbicara di dalam kelas. gugup saat harus berpresentasi di depan kelas. Kecemasan berbicara di kelas memiliki tiga aspek yang dikemukakan oleh Rogers (2004), 17
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
yaitu: a. komponen fisik, b. komponen proses
penelitian ini menggunakan total sampling
mental dan c. komponen emosional.
(penelitian populasi), yaitu pengambilan seluruh
Baron dan Byrne (1991) mengungkapkan, bahwa self-efficacy diartikan sebagai penilaian individu
terhadap
kemampuannya
untuk
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan dan
menghasilkan
sesuatu,
serta
dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengatasi kecemasan
dan
depresi.
Bandura
siswa kelas VII yang berjumlah 68 siswa menjadi sampel penelitian, karena keterbatasan jumlah
populasi
penelitian.
Penelitian
ini
menggunakan try-out terpakai, data hasil try-out yang valid dan reliabel akan digunakan sebagai data untuk penelitian.
(1997)
Teknik pengumpulan data menggunakan alat
mengungkapkan, bahwa ada tiga aspek self-
ukur berupa skala psikologi dengan jenis skala
efficacy pada diri manusia, yaitu: a. level
Likert yang telah dimodifikasi. Ada tiga skala
(tingkat kesulitan), b. generality (keluasan), dan
psikologi yang digunakan, yaitu:
c. strength (kekuatan).
1. Skala Kecemasan Berbicara di Kelas
Olson dan Barnes (2004) menjelaskan, bahwa komunikasi dalam keluarga adalah tindakan dalam membuat informasi, ide-ide, gagasan dan pengetahuan anggota
yang
dirasakan
keluarga.
menjelaskan,
bahwa
oleh
setiap
Djamarah
(2004)
komunikasi
dalam
keluarga berfungsi untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh
kebahagiaan,
menghindarkan ketegangan.
diri Fungsi
dari
serta tekanan
tersebut
untuk dan dapat
menggambarkan, bahwa komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang penting dalam kehidupan
individu.
DeVito
(1997)
mengemukakan lima aspek komunikasi dalam keluarga yaitu: a. keterbukaan, b. empati, c. dukungan, d. perasaan positif dan e. kesamaan. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten
Skala
kecemasan
berbicara
di
kelas
berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Rogers (2004), yaitu: komponen fisik, komponen proses mental, dan komponen emosional yang terdiri atas 54 aitem.
2. Skala Self-Efficacy Skala self-efficacy berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu: level
(tingkat
kesulitan),
generality
(keluasan), dan strength (kekuatan) yang terdiri atas 48 aitem.
3. Skala Komunikasi dalam Keluarga Skala
komunikasi
dalam
keluarga
merupakan skala modifikasi dari skala Anggraini (2011) berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh DeVito (1997), yaitu: keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, dan kesamaan yang terdiri atas 40 aitem.
Ngawi. Teknik pengambilan sampel dalam 18
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
HASIL- HASIL
berbicara di kelas terdapat hubungan yang linear.
Perhitungan analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang dilakukan dengan bantuan program
2.
a.
Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi
16.0.
Tahapan
perhitungan
Uji Asumsi Klasik Uji multikolinearitas Nilai Variance Inflation Factor (VIF)
yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
kedua
1.
Uji Asumsi Dasar
efficacy
a.
keluarga menunjukkan angka 1,377.
Uji normalitas
variabel dan
bebas
yaitu
komunikasi
selfdalam
Sample
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Kolmogorof-Smirnov, diketahui bahwa
antara kedua variabel bebas tidak
pada kolom Asymp. Sig. (2-tailed) nilai
terdapat persoalan multikolinearitas
kecemasan berbicara di kelas sebesar
karena nilai VIF kurang dari 5.
Berdasarkan
uji
One
0,739; self-efficacy sebesar 0,438; dan b.
komunikasi dalam keluarga sebesar
Uji heteroskedastisitas
0,884. Nilai signifikansi ketiga variabel
Metode pengujian heteroskedastisitas
penelitian menunjukkan nilai di atas
pada penelitian ini dengan melihat
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
pola yang terbentuk pada scatterplot.
data variabel kecemasan berbicara di
Hasil pengujian menunjukan, pola
kelas, self-efficacy dan komunikasi
yang
dalam keluarga berdistribusi normal.
menyebar tidak jelas di atas dan di
terbentuk
pada
scatterplot
bawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil b.
tersebut menunjukan, bahwa tidak
Uji linearitas Hasil
perhitungan
menunjukkan
bahwa
uji
adanya heteroskedastisitas.
linearitas
antara
selfc.
efficacy dengan kecemasan berbicara di
kelas
dan
komunikasi
Uji otokorelasi Uji otokorelasi pada penelitian ini
dalam
keluarga dengan kecemasan berbicara
menggunakan
di kelas menghasilkan nilai signi-
(DW). Hasil perhitungan menunjukan
fikansi pada kolom linearity sebesar
nilai Durbin-Watson sebesar 1,924.
0,000.
tersebut
Nilai tersebut berada diantara (1,5) dan
kurang dari 0,05. Berdasarkan hal
(2,5), sehingga dapat disimpulkan,
tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bahwa tidak terdapat otokorelasi.
Nilai
signifikansi
uji
Durbin-Watson
antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di kelas dan komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan
3.
Uji Hipotesis Hasil uji F menunjukan, bahwa nilai 19
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
signifikansi dari perhitungan didapatkan
menyebabkan
semakin
rendah
sebesar 0,000 < dari taraf signifikansi 0,05
kecemasan berbicara di kelas.
tingkat
dan Fhitung sebesar 66,629 > dari Ftabel 3,138. Hasil tersebut dapat dimaknai
4.
Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
bahwa hipotesis pertama yang diajukan
Sumbangan relatif self-efficacy terhadap
dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu
kecemasan berbicara di kelas sebesar
terdapat hubungan yang signifikan antara
73,3% dan sumbangan relatif komunikasi
self-efficacy
dalam
dan
komunikasi
dalam
keluarga
terhadap
kecemasan
keluarga dengan kecemasan berbicara di
berbicara di kelas sebesar 26,7%.
kelas.
Adapun sumbangan efektif self-efficacy terhadap kecemasan berbicara di kelas
Hubungan yang terjadi antara self-efficacy
sebesar 49,26% dan sumbangan efektif
dan komunikasi dalam keluarga dengan
komunikasi
kecemasan berbicara di kelas adalah sangat
kecemasan berbicara di kelas sebesar
kuat. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil
17,94%.
dalam
keluarga
terhadap
perhitungan nilai R sebesar 0,820. 5.
Analisis Deskriptif
Nilai korelasi parsial antara self-efficacy
Hasil kategorisasi pada skala kecemasan
dengan kecemasan berbicara di kelas
berbicara di kelas dapat diketahui, bahwa
dengan
dalam
responden secara umum memiliki tingkat
keluarga dikendalikan sebesar -0,684 (p-
kecemasan berbicara di kelas yang sedang
value 0,000 < 0,05). Hasil tersebut
dengan rerata empirik 104,82; serta pada
menunjukan, bahwa ada korelasi negatif
skala self-efficacy dan komunikasi dalam
dan dapat diartikan, bahwa semakin tinggi
keluarga, responden secara umum berada
self-efficacy pada siswa akan menyebabkan
pada tingkatan tinggi dengan rerata empirik
semakin
98,62 dan 108,46.
variabel
komunikasi
rendah
tingkat
kecemasan
berbicara di kelas.
Nilai korelasi parsial antara komunikasi dalam
keluarga
dengan
PEMBAHASAN
kecemasan
berbicara di kelas dengan variabel self-
Hasil
efficacy dikendalikan sebesar -0,396 (p-
hipotesis
value 0,001 < 0,05). Hasil tersebut
penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat
menunjukan, bahwa ada korelasi negatif
hubungan yang negatif dan signifikan antara
dan dapat diartikan, bahwa semakin tinggi
self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga
komunikasi
dengan kecemasan berbicara di kelas pada siswa
dalam
keluarga
akan
uji
hipotesis pertama
menunjukkan, yang
diajukan
bahwa dalam
20
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten kelas seperti bertanya, menjawab, berpendapat, Ngawi.
Kesimpulan
tersebut
diambil berpidato, maupun berpresentasi akan memiliki
berdasarkan hasil perhitungan dengan program sikap kritis untuk menganalisis setiap informasi SPSS versi 16.0 menggunakan penghitungan yang didapatkan, sehingga membuat siswa analisis
regresi
linear
berganda
yang mampu
mengembangkan
potensi
yang
memperoleh nilai signifikansi 0,000 < nilai taraf dimilikinya. signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 dan nilai Fhitung sebesar 66,629 > dari Ftabel yaitu 3,138, Kecemasan berbicara di kelas pada umumnya yang dapat dimaknai bahwa variabel bebas dirasakan oleh siswa yang baru mengalami (self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga) masa transisi, seperti perpindahan siswa dari secara
bersama-sama
signifikan
terhadap
berpengaruh variabel
secara sekolah dasar ke sekolah menengah pertama.
tergantung Cara belajar yang baru, guru yang berbeda-beda
(kecemasan berbicara di kelas). Nilai koefisien untuk setiap mata pelajaran, serta suasana kelas korelasi ganda (R) didapatkan sebesar 0,820. yang lebih formal dapat memengaruhi
rasa
Nilai R tersebut terletak pada interval 0,800 – cemas siswa untuk berbicara di kelas. Siswa 1,000,
sehingga dapat dimaknai bahwa yang merasa cemas untuk berbicara cenderung
hubungan yang terjadi antara self-efficacy dan menghindari interaksi di dalam kelas seperti komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan memilih untuk tidak mengajukan pendapat atau berbicara di kelas adalah sangat kuat. Hal pertanyaan, tidak berusaha untuk menjawab tersebut menunjukkan, bahwa self-efficacy dan pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta komunikasi dalam keluarga dapat dijadikan memilih urutan terakhir untuk maju presentasi prediktor
untuk
memprediksi
kecemasan atau bercerita di depan kelas. Kecemasan
berbicara di kelas. Semakin tinggi self-efficacy berbicara di kelas tersebut dapat berakibat pada dan komunikasi dalam keluarga, maka semakin rendahnya prestasi akademik siswa. rendah tingkat kecemasan berbicara di kelas. (dalam
Dewi
dan
Andrianto,
Osborne 2006)
Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy dan menjelaskan, bahwa rasa cemas saat berbicara komunikasi dalam keluarga, maka semakin di kelas dapat timbul karena takut secara fisik tinggi tingkat kecemasan berbicara di kelas terhadap pendengar, seperti takut ditertawakan, yang dirasakan oleh siswa.
takut menjadi tontonan orang, takut hal yang dikemukakannya
tidak
pantas
untuk
Kecemasan berbicara di kelas tidak akan dikemukakan, serta takut dirinya membosankan. dirasakan oleh siswa, jika siswa memiliki self- Pendapat tersebut dapat dimaknai, kecemasan efficacy yang tinggi disertai komunikasi dalam siswa untuk berbicara di kelas dapat timbul dari keluarga yang efektif, sehingga pembelajaran di ketakutan yang berada dalam dirinya sendiri, kelas dapat berlangsung secara efektif. Siswa oleh
sebab
itu
guru
diharapkan
mampu
yang terbiasa melakukan kegiatan berbicara di memberikan rasa aman kepada siswa sehingga 21
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
siswa
dapat
berpartisipasi
aktif
dalam efficacy yang tinggi akan merasa yakin terhadap
pembelajaran di kelas.
kemampuan yang dimilikinya, sehingga tidak ragu untuk bertanya, menjawab, berpendapat,
Berdasarkan penghitungan analisis korelasi berpresentasi, maupun berpidato di kelas. Selfparsial antara self-efficacy dengan kecemasan efficacy yang rendah akan menyebabkan siswa berbicara di kelas yang telah dilakukan, mengalami kecemasan berbicara di kelas. Myers didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < (2002) mengungkapkan, bahwa self-efficacy taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat dimaknai, yang tinggi membuat siswa tidak mudah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara mengalami
depresi
dan
kecemasan
serta
self-efficacy dengan kecemasan berbicara di memiliki pola hidup yang terfokus, sehingga kelas. Nilai koefisien korelasi parsial antara self- mampu
mencapai
kesuksesan
di
bidang
efficacy dengan kecemasan berbicara di kelas akademis. Hal tersebut juga diperkuat oleh didapatkan sebesar r = -0,684. Hasil tersebut penelitian Anwar (2009) yang menyebutkan, menunjukkan, bahwa terjadi hubungan yang bahwa ada hubungan antara self-efficacy dengan kuat antara self-efficacy dengan kecemasan kecemasan berbicara pada siswa. Berdasarkan berbicara di kelas karena nilai korelasi berada pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada interval 0,600-0,799. Arah hubungannya self-efficacy
merupakan
hal
yang penting
adalah negatif karena nilai korelasinya negatif. dimiliki siswa untuk mengatasi kecemasan Arah hubungan negatif dapat dimaknai, bahwa berbicara di kelas. semakin tinggi self-efficacy siswa akan semakin rendah tingkat kecemasan berbicara siswa di Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial antara kelas, sebaliknya semakin rendah self-efficacy komunikasi dalam keluarga dengan kecemasan siswa maka semakin tinggi tingkat kecemasan berbicara di kelas, didapatkan nilai signifikansi berbicara siswa di kelas. Pengaruh self-efficacy sebesar 0,001 < taraf signifikansi 0,05, sehingga yang tinggi terhadap penurunan kecemasan dapat dimaknai bahwa terdapat hubungan yang berbicara di kelas, karena kecemasan berbicara signifikan antara komunikasi dalam keluarga di kelas umumnya timbul dari ketakutan yang dengan kecemasan berbicara di kelas. Nilai berada di dalam dirinya sendiri, sehingga self- koefisien korelasi parsial antara komunikasi efficacy
sebagai
faktor
internal
lebih dalam keluarga dengan kecemasan berbicara di
berpengaruh terhadap penurunan kecemasan kelas didapatkan sebesar r = -0,396. Hasil berbicara di kelas.
tersebut menunjukkan, bahwa terjadi hubungan yang rendah antara komunikasi dalam keluarga
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dengan kecemasan berbicara di kelas, karena self-efficacy memiliki fungsi yang penting nilai korelasi berada pada interval 0,200-0,399. dalam
mengatasi
kecemasan
siswa
untuk Arah hubungannya adalah negatif karena nilai
berbicara di kelas. Siswa yang memiliki self- korelasinya negatif. Arah hubungan negatif 22
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
dapat
dimaknai,
bahwa
semakin
efektif siswa,
menghargai
setiap
prestasi
yang
komunikasi dalam keluarga siswa akan semakin didapatkan oleh siswa, selalu memberikan rendah tingkat kecemasan berbicara siswa di dukungan, mengatakan sesuatu dengan cara kelas;
sebaliknya
komunikasi
semakin
dalam
keluarga
tidak siswa
efektif yang lebih positif dan sabar serta lebih sering maka mengajak siswa untuk sering berdiskusi dengan
semakin tinggi tingkat kecemasan berbicara menerapkan asas keterbukaan, empati, dan siswa di kelas.
kesetaraan di rumah agar siswa dapat lebih
Hubungan yang signifikan antara komunikasi terbiasa untuk melakukan latihan berbicara dalam keluarga dengan kecemasan berbicara di seperti bertanya, menjawab, berpendapat di kelas menunjukkan, bahwa komunikasi yang dalam diskusi keluarga. Seringnya latihan efektif dalam keluarga diperlukan agar siswa memungkinkan siswa dapat mengurangi rasa tidak mengalami kecemasan untuk berbicara di cemas untuk berbicara di kelas. Berdasarkan kelas. Hasil tersebut juga didukung oleh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian
Elwood
mengungkapkan
bahwa
(1995), terdapat
yang komunikasi dalam keluarga yang efektif penting hubungan untuk mengurangi kecemasan berbicara di
antara komunikasi dalam keluarga dengan kelas. kecemasan berbicara pada siswa. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mendidik Hasil analisis regresi linear berganda juga siswa serta memengaruhi sifat dan kepribadian menghasilkan nilai R2 (R Square) sebesar 0,672. siswa. Siswa yang tidak direspons dengan baik Nilai tersebut dapat dimaknai, bahwa persentase oleh orang tua misalnya selalu disalahkan, sumbangan pengaruh variabel self-efficacy dan jarang terlibat diskusi dengan orang tua, tidak komunikasi dalam keluarga secara bersamapernah diberikan kesempatan berbicara untuk sama mampu memberikan kontribusi terhadap memberikan ide atau saran dalam masalah penurunan kecemasan berbicara di kelas sebesar keluarga
atau
pendapatnya
tidak
pernah 67,2%.
Hasil
penghitungan
menunjukkan,
dihargai, akan membentuk persepsi diri yang bahwa sumbangan relatif self-efficacy terhadap negatif yang akan menimbulkan rasa takut yang kecemasan berbicara di kelas adalah sebesar kemudian berkembang menjadi rasa cemas 73,3% dan sumbangan relatif komunikasi dalam untuk berbicara dalam lingkungan di luar keluarga terhadap kecemasan berbicara di kelas rumah.
adalah sebesar 26,7%. Sumbangan efektif selfefficacy terhadap kecemasan berbicara di kelas
Orangtua dapat membantu siswa meningkatkan adalah sebesar 49,26% dan sumbangan efektif efektifitas komunikasi dalam keluarga, baik komunikasi dalam keluarga terhadap kecemasan secara
verbal
beberapa
cara
maupun
nonverbal
diantaranya,
yaitu
melalui berbicara di kelas adalah sebesar 17,94%, lebih sehingga sisanya 32,8% dipengaruhi oleh
meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita variabel lain yang tidak termasuk dalam 23
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
penelitian ini, misalnya kepribadian individu, VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi kestabilan emosi, citra raga, intelektualitas, memiliki tingkat komunikasi dalam keluarga kepercayaan diri, minat belajar, suasana kelas yang tinggi/efektif. serta faktor guru. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, Berdasarkan hasil kategorisasi skala kecemasan bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya berbicara di kelas, diketahui bahwa responden hubungan yang negatif serta signifikan antara penelitian memiliki nilai mean empirik sebesar self-efficacy dan komunikasi dalam keluarga 104,82, yaitu berada pada rentang 103,5 < X ≤ dengan kecemasan berbicara di kelas pada siswa 126,5 dengan persentase 41,18%. Hasil tersebut kelas VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten menunjukkan, bahwa sebagian besar siswa kelas Ngawi.
Penelitian
ini
memiliki
beberapa
VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi kelebihan di antaranya adalah hipotesis dalam mengalami kecemasan berbicara di kelas pada penelitian ini terbukti, reliabilitas skala yang tingkat yang sedang.
digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori baik, sehingga dianggap cukup andal
Hasil
kategorisasi
menunjukkan,
bahwa
skala
self-efficacy untuk digunakan sebagai alat ukur dalam
responden
penelitian penelitian, serta penelitian ini masih jarang
memiliki nilai mean empirik sebesar 98,62, diteliti sebelumnya. Meskipun penelitian ini yaitu berada pada rentang 96,25 < X ≤ 113,75
dilakukan
dengan
menggunakan
penelitian
dengan persentase 47,06%. Hasil tersebut populasi dan jumlah responden penelitian yang menunjukkan, bahwa sebagian besar siswa kelas terbatas, namun hasil penelitian masih dapat VII SMP N 3 Widodaren Kabupaten Ngawi digeneralisasikan pada siswa di sekolah lain jika memiliki tingkat self-efficacy yang tinggi. Self- siswa tersebut memiliki karakteristik yang sama efficacy siswa yang cenderung tinggi dapat dengan responden penelitian ini. dapat dipengaruhi oleh dorongan verbal dari lingkungan terdekat, misalnya keluarga, guru,
PENUTUP
dan teman, serta keadaan fisik dan emosi siswa; sehingga
siswa
merasa
yakin
terhadap
kemampuannya untuk berbicara di kelas.
A. Kesimpulan Berdasarkan diperoleh,
Berdasarkan kategorisasi
skala komunikasi
dalam keluarga menunjukkan, bahwa responden
hasil dapat
penelitian diambil
yang
kesimpulan
bahwa: 1.
Ada hubungan negatif serta signifikan
penelitian memiliki nilai mean empirik sebesar
antara self-efficacy dan komunikasi
108,46, yaitu berada pada rentang 99 < X ≤ 117
dalam komunikasi dalam keluarga
dengan persentase 52,94%. Hasil tersebut
dengan kecemasan berbicara di kelas.
menunjukkan, bahwa sebagian besar siswa kelas
2.
Ada hubungan negatif serta signifikan 24
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
3.
4.
antara self-efficacy dengan kecemasan
Sekolah diharapkan dapat bekerja sama
berbicara berbicara di kelas.
dengan lembaga lain yang terkait
Ada hubungan negatif serta signifikan
misalnya lembaga psikologi untuk
antara komunikasi dalam keluarga
melakukan pelatihan berbicara kepada
dengan kecemasan berbicara di kelas.
seluruh siswa di SMP N 3 Widodaren
Sumbangan relatif self-efficacy ter-
khususnya kelas VII agar siswa mampu
hadap kecemasan berbicara di kelas
mengurangi rasa cemas berbicara di
sebesar 73,3 % dan sumbangan relatif
kelas.
komunikasi dalam keluarga terhadap kecemasan berbicara di kelas sebesar 26,7%.
Sumbangan
efektif
self-
3.
Bagi Guru a. Guru
diharapkan
memberikan
efficacy terhadap kecemasan berbicara
informasi kepada orang tua siswa
di
tentang
kelas
sebesar
49,26%
dan
pentingnya
sumbangan efektif komunikasi dalam
yang
keluarga
Melalui informasi tersebut, orang
terhadap
kecemasan
berbicara di kelas sebesar 17,94%.
efektif
komunikasi
dalam
keluarga.
tua diharapkan dapat meningkatkan frekuensi diskusi dalam keluarga
B. Saran
dengan menerapkan asas keterbuka-
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
an, empati, dukungan, rasa positif
diperoleh, maka dapat dikemukakan saran
serta kesamaan untuk meningkatkan
sebagai berikut:
self-efficacy,
sehingga
dapat
1.
Bagi Siswa
mengurangi
kecemasan
siswa
Siswa diharapkan dapat meningkatkan
berbicara di kelas.
self-efficacy yang dimilikinya dengan cara
mempelajari
b. Guru
diharapkan
mengunakan
materi
pelajaran
metode pembelajaran yang bersifat
pada
malam
dua arah, seperti simulasi, diskusi,
sebelumnya, sebab persiapan yang
permainan, reward (memberi puji-
matang membuat siswa lebih yakin
an
terhadap kemampuan yang dimilikinya,
numbuhkan sikap saling meng-
sehingga
hormati
antarsiswa
beranian dalam bertanya, menjawab,
sehingga
siswa
berpendapat,
nyaman
terlebih
dahulu
dapat
memunculkan
berpresentasi,
berpidato di kelas.
ke-
ataupun
dan
dorongan),
dan
serta
me-
di
kelas,
merasa
aman,
terstimulasi
untuk
bertanya, menjawab, berpendapat, berpidato maupun berpresentasi di
2.
Bagi Sekolah
kelas.
25
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
4.
Effendy, Onong Uchjana. 1990. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Peneliti lain diharapkan untuk Bandung: Remaja Rosda Karya. memerluas ruang lingkup serta Elwood, Terissa.D. 1995. The Effect of Familly menambah atau mengganti variabel Communication Patterns on Communication Apprehension Levels. bebas dengan variabel-variabel lain Oklahoma state university. agar hasil penelitian menjadi lebih (http://dc.library.okstate.edu/cdm/singlei tem/collection/theses/id/193/rec/5, bervariasi. diunduh pada 04 Januari 2013 pukul 20:05).
Bagi Peneliti Lain
DAFTAR PUSTAKA
Myers, D. G. 2002. Social Psychology (7th ed). New York: McGraw Hill.
McCroskey, James. C. 1977. Oral Communication Apprehension : a Summary of Recent Theory and Research. Journal of Human Communication Research. 78-96 (http://jamescmccroskey.com, diunduh pada 04 Januari 2013 pukul 18:50). Anwar, A.I.D. 2009. Hubungan Antara SelfEfficacy dengan Kecemasan Berbicara Nevid, J. S., Rathus, S. A., dan Greene, B. 1997. di Depan Umum pada Mahasiswa Abnormal Psychology in a Changing Psikologi Universitas Sumatera Utara. World. New York: Prentice Hill. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Universitas Sumatera Utara. Nurlaila, Siti. 2011. Pelatihan Efikasi Diri untuk Menurunkan Kecemasan pada SiswaBandura, A. 1997. Self-Efficacy: The Exercise of siswi yang akan Menghadapi Ujian a Control. New York: W. H. Freeman Akhir Nasional. GUIDENA, Vol.1, and Company. No.1, September 2011. Baron, Robert. A. & Donn Byrne. 1991. Social Olson, D.H. dan Barnes, H. 2004. Family Psychology: Understanding Human Communication. Minneapolis: Life Interaction. Boston: Allyn & Bacon. Innovations, Inc. ___________. 2004. Psikologi Sosial, edisi Powell, R.G. dan Powell, D.L. 2010. Classroom kesepuluh. Jakarta: Erlangga. Communication and Diversity: Enhancing Instructional Practice. New Buss, A.H. 1980. Self-Conciousness and Social York: Routledge. Anxiety. San Francisco: Freeman. Anggraini, F.N. 2011. Pengaruh Komunikasi Efektif Orang Tua-Remaja dan SelfEfficacy terhadap Motivasi Berprestasi Siswa SMP Waskito Pamulang. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: UIN.
Dewi, A.P. dan Andrianto, S. 2006. Hubungan Rice, F. Philips. 2002. The Adolescent : Development, Relationship, and Culture Antara Pola Pikir dengan Kecemasan (Tenth Edition). Boston: A Pearson Berbicara di Depan Umum pada Education Company. Mahasiswa Keguruan. (http://psychology.uii.ac.id/images/storie Rogers, N. 2004. Berani Bicara di Depan s/jadwal_kuliah/naskah-publikasiPublik. Bandung: Penerbit Nuansa. 02320206.pdf diunduh 22 Februari 2013 pukul 17:38) Samovar, L., Porter, R., dan McDaniel, E. 2007. Communication Between Cultures (6th DeVito, Joseph. A. 1997. Komunikasi ed.). Belmont: Thomson Higher AntarManusia. Jakarta: Professional Education. Books. 26
Listiyani, et, al. / KECEMASAN BERBICARA DI KELAS DITINJAU
Taquechela, Amie E. Grills., Peter Nortona, and Thomas H. Ollendick. A Longitudinal Examination of Factors Predicting Anxiety During the Transition to Middle School. 2010. NIH Public Access Journal. (www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/207118 93, diunduh pada 20 Februari 2013 pukul 09:27). Tubbs, Stewart and Sylvia Moss. 2008. Human Communication (Eleventh Edition). United States of America: The McGrawHill Companies,Inc.
27