KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
PENDAHULUAN Pembiayaan merupakan salah satu komponen strategis dalam revitalisasi pertanian. Secara garis besar, kebijakan pembiayaan pertanian mencakup dua hal, yaitu : (1) kebijakan pembiayaan pembangunan pertanian yang memprioritaskan anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya; dan (2) kebijakan pembiayaan pertanian yang mudah di akses masyarakat (Deptan, 2005). Kedua kebijakan diatas sebetulnya telah banyak dan sudah cukup lama dilakukan Departemen Pertanian melalui penerapan sejumlah program/proyek seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani-nelayan Kecil (P4K), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Peralihan atau pergantian dari satu program/proyek ke program/proyek lainnya disamping memperkaya khasanah pembiayaan pertanian, beberapa diantaranya juga dimaksudkan sebagai kebijakan alternatif yang diharapkan implementasinya lebih efektif dibandingkan sebelumnya. Satu diantara kebijakan alternatif yang saat ini sedang direncanakan Departemen Pertanian adalah pengembangan sistem pembiayaan pertanian dengan pola Badan Layanan Umum. Melalui pola ini, diharapkan pelayanan pembiayaan pertanian dapat ditingkatkan sesuai dengan kaidah pengelolaan keuangan negara yang secara akuntabilitas berorientasi pada hasil serta berbasis profesionalitas dan transparansi. KERANGKA KEBIJAKAN BADAN LAYANAN UMUM Paradigma baru pengelolaan keuangan negara mengisyaratkan bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan pengaturan spesifik yang saat ini bentuk dan modelnya beraneka macam. Salah satu bentuk dan model yang dianggap sesuai untuk itu adalah Badan Layanan Umum. Menurut pasal 1 butir 23 UU No. 1/2004 (Pemerintah RI, 2004) tentang perbendaharaan negara disebutkan bahwa : Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
268
Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasarkan definisi di atas, jenis kegiatan Badan Layanan Umum dapat dikelompokkan atas tiga kriteria. Ketiga kriteria tersebut adalah : (1) menyediakan barang dan/atau jasa, meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain; (2) mengelola wilayah atau kawasan, mencakup otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (KAPET); dan (3) mengelola dana khusus seperti pengelolaan dana bergulir, dana Usaha Kecil Menengah (UKM), pinjaman, dan tabungan. Secara garis besar, beberapa komponen dari ketiga kriteria kegiatan Badan Layanan Umum tersebut dapat disinergikan dengan sektor pertanian. Hal tersebut cukup beralasan karena sektor pertanian sendiri memiliki dimensi kegiatan yang cukup luas baik dari sisi pemanfaatan sumbardaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya pendukung lainnya. Dengan kata lain, sesuai dengan prinsip agribisnis, sektor pertanian memiliki keterkaitan dan sekaligus melibatkan banyak pihak mulai dari aktivitas hulu, budidaya, dan hilir. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan Badan Layanan Umum Pertanian memiliki posisi strategis, antara lain dalam upaya: (1) meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan; (2) membangun sistem ketatalaksanaan pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani; (3) meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian; (4) merumuskan kebijakan pembiayaan yang mudah di akses masyarakat; dan (5) merancang pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya. Kendati kebijakan pengembangan Badan Layanan Umum Pertanian cukup strategis dalam pelayanan pembiayaan sektor pertanian, namun pembentukan lembaga ini harus memenuhi beberapa persyaratan. Secara mendasar, persyaratanpersyaratan tersebut termaktub dalam perundang-undangan dan peraturan dengan cakupan: (1) persyaratan administrasi; (2) standar kompetensi sumberdaya manusia pengelola; (3) pengelolaan keuangan; dan (4) eksistensi kelembagaan. Perundang-undangan dan Peraturan Perangkat perundang-undangan dan peraturan yang melandasi pembentukan Badan Layanan Umum terdiri dari : (1) Undang Undang Nomor 1 tahun 2004; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005; (3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005; (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.02/2006; (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006; (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.02/2006; (7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006; dan (8) Peraturan Menteri Pertanian Nomor KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
269
299/Kpts/OT.140/7/2005. Lengkapnya, kedelapan perangkat perundang-undangan dan peraturan tersebut berikut kandungan isinya disarikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perundang-undangan dan Peraturan Pembentukan Badan Layanan Umum Pertanian Perundang-undangan dan peraturan 1. UU No. 1/2004
Kandungan isi Pembentukan Badan Layanan Umum untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
2. PP No. 23/2005
Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
3. Peraturan Menkeu No. 07/PMK.02/2006
Persyaratan administratif dalam rangka pengusulan dan penetapan satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
4. Peraturan Menkeu No. 08/PMK.02/2006
Kewenangan pengadaan barang/jasa
6. Peraturan Menkeu No. 09/PMK.02/2006
Pembentukan dewan pengawas Badan Layanan Umum
7. Peraturan Menkeu No. 10/PMK.02/2006
Remunerasi bagi pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai Badan Layanan Umum
8. Peraturan Mentan No.299/Kpts/OT.140/7/2005 Organisasi dan tata kerja Departemen Pertanian Sumber: Departemen Keuangan (2006) dan Departemen Pertanian (2005)
Persyaratan Administrasi Secara garis besar terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi dalam mengelola Badan Layanan Umum, yaitu syarat substantif, teknis, dan administratif. Jabaran mengenai ketiga persyaratan tersebut adalah : 1.
Syarat Substantif berhubungan dengan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum, pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat, atau layanan umum dan pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
270
2.
Syarat Teknis meliputi kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya.
3.
Syarat Administratif menyangkut dokumen-dokumen tentang : (a) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; (b) pola tata kelola; (c) rencana strategis bisnis; (d) laporan keuangan pokok; (e) standar pelayanan minimum; dan (f) laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk di audit secara independen.
Dokumen persyaratan administrasi pendirian Badan Layanan Umum diatas disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan. Pengusulan kepada Menteri Keuangan dilakukan melalui Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, yaitu dengan melampirkan dokumen yang telah memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk selanjutnya disahkan secara resmi sebagai suatu Badan Layanan Umum.
Standar Kompetensi Sumberdaya Manusia Pengelola Badan Layanan Umum diharapkan menjadi contoh konkrit dalam penerapan ketatalaksanaan keuangan yang berbasis kinerja (output). Implementasinya, pada Badan Layanan Umum terkandung aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (business like), sehingga pemberian pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan kata lain, dalam Badan Layanan Umum terkandung paradigma “mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government)” yang memberikan ketepatan arah pengelolaan keuangan sektor publik. Secara garis besar, ketatalaksanaan Badan Layanan Umum diemban oleh pejabat pengelola (pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis) dan dewan pengawas (ketua, sekretaris, dan anggota). Sebutan pengelola dan dewan pengawas Badan Layanan Umum dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada instansi pemerintah yang bersangkutan. Demikian juga halnya dengan penjabaran lebih lanjut mengenai ketatalaksanaan Badan Layanan Umum ini. Namun, perlu digarisbawahi bahwa Badan Layanan Umum dapat mempekerjakan tenaga profesional bukan Pegawai Negeri Sipil (non-PNS). Selanjutnya, pejabat pengelola dan dewan pengawas Badan Layanan Umum dapat memperoleh remunerasi berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Remunerasi diberikan atas dasar tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme terhadap Badan Layanan Umum dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain : (1) proporsionalitas, yaitu atas ukuran dan jumlah aset yang dikelola serta tingkat pelayanan; (2) kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis; (3) kepatutan, yaitu berdasarkan pada kemampuan pendapatan. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
271
Pengelolaan Keuangan Pola pengelolaan Badan Layanan Umum dilaksanakan secara lentur (flexible) dalam kaitannya dengan penggunaan anggaran, termasuk di dalamnya pengaturan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kepada Badan Layanan Umum juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non-PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Akan tetapi, sebagai penyeimbang, Badan Layanan Umum dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya (termasuk pertanggungjawabannya). Badan Layanan Umum wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kuantitas dan kualitas berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, Badan Layanan Umum harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakan dalam kaitannya dengan realisasi pelayanan. Oleh karena itu, Badan Layanan Umum berperan sebagai agen dari Menteri/Pimpinan Lembaga induknya. Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja (contractual performance agreement), dimana Menteri/Pimpinan Lembaga induk bertanggungjawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan, dan Badan Layanan Umum bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang diminta. Dengan sifat-sifat tersebut, Badan Layanan Umum tetap menjadi instansi pemerintah yang tidak dipisahkan. Oleh karena itu, seluruh pendapatan yang diperoleh harus dikonsolidasikan, dilaporkan, dan dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan adanya keistimewaan (privilege) yang diberikan dan tuntutan khusus yang diharapkan dari Badan Layanan Umum, maka keberadaannya harus diseleksi dengan tata kelola khusus. Untuk itu, Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait diberi kewajiban untuk membina aspek teknis Badan Layanan Umum, sedangkan Menteri Keuangan berfungsi sebagai pembina di bidang pengelolaan keuangan. Dengan demikian, Badan Layanan Umum diharapkan tidak sekadar format baru dalam pengelolaan anggaran negara, tetapi diupayakan dapat menyuburkan pewadahan baru bagi ketatalaksanaan keuangan sektor publik dalam rangka meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pengelolaan kas Badan Layanan Umum dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Penarikan dana yang bersumber dari anggaran negara dilakukan dengan menerbitkan SPM (Surat Perintah Membayar) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, Badan Layanan Umum juga dapat memperoleh penerimaan, baik pendapatan maupun sumbangan yang dapat digunakan secara langsung. Pada hakekatnya, fokus pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum terkait dengan kas dan aset pembiayaan. Secara garis besar format penyelenggaraan pengelolaan anggaran dan keuangannya adalah sebagai berikut : (1) Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
272
merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas; (2) melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan; (3) menyimpan kas dan mengelola rekening bank, dimana rekening bank tersebut dibuka oleh pimpinan Badan Layanan Umum pada bank umum; (4) melakukan pembayaran; (5) mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan (6) memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan dan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah. Eksistensi Kelembagaan Paradigma baru pengelolaan keuangan negara sesuai dengan paket peraturan dan perundang-undangan sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, paling tidak mengandung tiga kaidah manajemen keuangan negara, yaitu orientasi pada hasil, profesionalitas, serta akuntabilitas dan transparansi. Esensi dari paradigma tersebut dimaksudkan untuk memangkas ketidakefisienan. Perlu dicermati bahwa dalam manajemen moderen, pengelola pemerintahan negara harus memiliki sikap profesionalisme, akuntabilitas, dan transparan. Pemerintah memiliki peran sebagai regulator dan administrator (mechanic view) serta sekaligus berfungsi sebagai agen pelayan masyarakat (public service agency) dan investor. Peran sebagai regulator dan administrator berkaitan dengan birokrasi, sementara peran sebagai agen pelayan masyarakat dan investor harus bersifat dinamis dan dapat ditransformasikan menjadi unit yang otonom. Patut dicatat bahwa tidak semua kegiatan pemerintah dapat ditransformasikan sebagai unit yang otonom seperti pola di atas. Transformasi fungsi kegiatan sebagai unit yang otonom hanya dapat dilakukan pada berbagai kegiatan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan masyarakat, administrasi kependudukan, perbenihan dan pembibitan, pengolahan data, administrasi kendaraan, pengelolaan dana bergulir, pembinaan olahraga, pemeliharaan jalan, pemungutan pajak dan retribusi, pembinaan calon tenaga kerja, pertamanan, kebersihan, dan kegiatan sejenis lainnya. Sementara itu, kegiatan yang tidak dapat ditransformasikan sebagai unit yang otonom, antara lain kegiatan legislasi, pengaturan (regulasi), penetapan kebijakan pelayanan, penganggaran, peradilan, penindakan, dan pertanggunjawaban. Terkait dengan eksisitensi Badan Layanan Umum, secara spesifik dapat dikemukan bahwa lembaga ini memiliki karakteristik pengelolaan yang bersifat otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi. Spesifikasi karakteristik lainnya dari Badan Layanan Umum adalah: (1) berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan negara; (2) menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; (3) tanpa mengutamakan mencari keuntungan (lebih beorientasi pada aspek pelayanan); (4) memiliki rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawaban yang dikonsolidasilan pada instansi induk; (5) memperoleh penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan yang dapat digunakan secara langsung; dan (6) bukan subyek pajak. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
273
Sehubungan dengan karakteristik yang spesifik sebagaimana diuraikan diatas, Badan Layanan Umum dihadapkan pada peraturan yang spesifik pula, yakni berbeda dengan entitas yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan seperti Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Perbedaan tersebut terletak pada hal-hal berikut : 1. Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 2. Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan bagian dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan, serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan. 3. Pembinaan Badan Layanan Umum instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis diemban oleh Menteri yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan terkait. 4. Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan setempat. 5. Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan. 6. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah. 7. Badan Layanan Umum dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain. Berdasarkan konsep di atas, bukan bentuknya saja suatu unit pemerintah manjadi Badan Layanan Umum yang melayani masyarakat, tetapi pelayanan terhadap masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara profesional, efektif, dan efisien berdasarkan otonomi pengelolaan yang diberikan. Oleh karena itu, optimalisasi, integrasi, dan koordinasi sangat diperlukan guna menjamin keberlanjutan (sustainability) Badan Layanan Umum yang berlandaskan akuntabilitas, profesionalisme, dan transparansi. STRATEGI PEMBENTUKAN BADAN LAYANAN UMUM PERTANIAN Pembentukan Badan Layanan Umum Pertanian dapat ditempuh dengan beberapa langkah strategi (road map strategy), yaitu sosialisasi, konsolidasi, dan Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
274
Tujuan
uji coba. Lengkapnya, langkah-langkah strategis tersebut disajikan pada Gambar 1. Pengembangan Sistem Pembiayaan Pertanian dengan Pola Badan Layanan Umum (BLU)
Uji coba
Partisipasi Pemangku Kepentingan Analisis Pemangku kepentingan
Pembentukan BLU
Pengajuan dan Pengesahan Menkeu
Fasilitasi Pendampingan
Menteri Pertanian
Konsolidasi
Struktur Organisasi BLU Sekretaris Jenderal
Unit Eselon-1 lain
Dana SP-3
Satker BLU
Pusat Pembiayaan
Unit Eselon-2 lain Juknis/Juklak
Perundang-undangan dan Peraturan BLU
Sosialisasi
Persyaratan Administrasi
Wacana BLU
Standar Kompetensi SDM Pengelola
Pengelolaan Keuangan
Eksistensi Kelembagaan
Gambar 1. Langkah-langkah Strategi (Road Map Strategy) Pendirian BLU Pertanian
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
275
Sosialisasi Sosialisasi perlu dilakukan, mengingat kebijakan Badan Layanan Umum Pertanian ini tergolong aktual dalam pembiayaan pertanian yang notabene polanya relatif belum dikenal masyarakat luas. Sosialisasi awal dilakukan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) jajaran internal Departemen Pertanian, berikutnya kepada pihak-pihak berkepentingan lainnya. Sosialisasi dapat dilaksanakan melalui forum-forum pertemuan atau dengan memanfaatkan media teknologi informasi. Sosialisasi difokuskan pada aspek-aspek yang berkaitan dengan wacana pembentukan Badan Layanan Umum Pertanian, terutama yang terkait dengan perundang-undangan dan peraturan yang mencakup : (1) persyaratan administrasi; (2) standar kompetensi sumberdaya manusia pengelola; (3) pengelolaan keuangan; dan (4) eksistensi kelembagaan. Inti dari sosialisasi ini adalah untuk ajang pengenalan konsep Badan Layanan Umum dan sekaligus guna mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan dalam kaitannya dengan wacana pembentukan Badan Layanan Umum Pertanian. Konsolidasi Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.02/2006 (Depkeu, 2006), pertanggungjawaban bidang tugas Badan Layanan Umum berada dibawah Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Oleh karena itu, pembentukan Badan Layanan Umum Pertanian harus dikonsolidasikan antar satuan kerja lingkup Departemen Pertanian. Konsolidasi dimaksudkan untuk penyamaan persepsi, urun rembug pekerjaan, dan pendelegasian tanggungjawab antar satuan kerja internal Departemen Pertanian tentang Badan Layanan Umum. Disamping itu, melalui proses konsolidasi diharapkan terbentuk beberapa komponen penting, antara lain : (1) satuan kerja yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan Badan Layanan Umum Pertanian; (2) struktur organisasi Badan Layanan Umum Pertanian; (3) petunjuk teknis dan pelaksanaan (juknis/juklak) Badan Layanan Umum Pertanian; dan (4) sumber dana pengelolaan Badan Layanan Umum Pertanian. Perlu dikemukakan bahwa konsolidasi dapat diartikan sebagai tindak lanjut dari sosialisasi yang mekanismenya bisa dilaksanakan secara identik dengan prosedur sosialisasi. Satuan kerja Badan Layanan Umum Pertanian seyogyanya berlandaskan prinsip keterpaduan (integrated) antar unit Eselon-1 dan Eselon-2 lingkup Departemen Pertanian. Peran sentral tata kelola lembaga ini berada pada Pusat Pembiayaan, yakni sebagai unit Eselon-2 yang memiliki legitimasi mandat wewenang tugas dan fungsi dalam perumusan kebijakan, standarisasi, pedoman, kriteria, prosedur, kerjasama antar lembaga, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembiayaan pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
276
Struktur organisasi Badan Layanan Umum Pertanian mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dengan improvisasi berdasarkan nomenklatur dan kebutuhan Departemen Pertanian (Gambar 2). Selain pejabat pengelola (pimpinan dan pejabat keuangan) dan dewan pengawas, pejabat teknis dan pegawai/staf perlu disesuaikan dengan divisi kegiatan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama antar satuan kerja Badan Layanan Umum Pertanian. Disamping personalia tersebut, Badan Layanan Umum Petanian perlu ditunjang sekretaris yang mengatur bidang kesekretariatan. MENTERI PERTANIAN
PENGELOLA Pimpinan
Pejabat Keuangan
Sekretaris
DEWAN PENGAWAS Ketua
Pejabat Teknis
Sekretaris
Personalia
Anggota
Hukum Bisnis Informasi Humas Pemberdayaan
Pegawai/Staf Penunjang
Gambar 2. Rancangan Struktur Organisasi Badan Layanan Umum Pertanian
Ada enam divisi yang dapat dibentuk dalam ketatalaksanaan Badan Layanan Umum Pertanian. Keenam divisi tersebut masing-masing adalah divisi yang berhubungan dengan kepegawaian (personalia), hukum dan perundangundangan, bisnis, informasi, hubungan masyarakat (public relation), dan pemberdayaan. Standar kompetensi dan tugas setiap pejabat teknis divisi tersebut sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu dan pengalaman dalam nuansa gabungan antara unsur birokrat dan bisnis. Secara garis besar, tugas dan fungsi masing-masing divisi Badan Layanan Umum Pertanian ini adalah sebagai berikut : KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
277
1. Divisi kepegawaian diperlukan guna mengorganisir personalia yang berdedikasi dan disiplin terhadap aturan Badan Layanan Umum Pertanian. 2. Divisi hukum dan perundang-undangan dibutuhkan buat penataan instrumen hukum dan perundang-undangan yang melekat pada operasionalisasi kegiatan Badan Layanan Umum. 3. Divisi bisnis penting dalam kaitannya dengan upaya mencari peluang, meningkatkan, dan mengembangkan aktivitas bisnis yang dikelola Badan Layanan Umum. 4. Divisi informasi memiliki peran dalam mengkomunikasikan data dan informasi yang diperlukan dalam rangka menunjang kegiatan Badan Layanan Umum Pertanian. 5. Divisi hubungan masyarakat (public relation) berfungsi dalam menjalin negosiasi hubungan dengan berbagai pihak (internal dan eksternal) yang berkepentingan dengan Badan Layanan Umum Pertanian. 6. Divisi pemberdayaan memiliki tugas dalam hal pemberdayaan, terutama bagi penerima manfaat (beneficiaries) Badan Layanan Umum Pertanian. Selanjutnya, dalam proses konsolidasi ini diharapkan tersusunnya petunjuk teknis dan pelaksanaan (juknis/juklak) Badan Layanan Umum Pertanian. Juknis dan juklak ini digunakan sebagai pedoman kegiatan Badan Layanan Umum Pertanian yang isi kandungannya merefleksikan atau penjabaran operasional perundang-undangan dan peraturan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum yang dianggap paling sesuai dengan sektor pertanian adalah dalam kegiatan pengelolaan dana khusus meliputi pengelolaan dana bergulir, dana Usaha Kecil Menengah (UKM), penerus pinjaman, dan tabungan pegawai. Dalam kaitan ini, salah satu bentuk eksistensi pembiayaan yang relevan dengan kerangka kerja Badan Layanan Umum Pertanian adalah “Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3)” yang mengelola rekening dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Departemen Pertanian. Dana tersebut merupakan modal operasional Badan Layanan Umum Pertanian yang secara nominal dipertahankan jumlahnya. Perlu digarisbawahi bahwa dana yang diberikan kepada penerima manfaat (beneficiaries) tidak dalam bentuk hibah, melainkan harus dikembalikan nantinya guna menjamin kelangsungan kegiatan Badan Layanan Umum Pertanian. Salah satu bentuk implementasinya adalah berupa dana bergulir (revolving fund).
Uji Coba Idealnya, Badan Layanan Umum Pertanian dilaksanakan secara uji coba (pilot project) guna mendapatkan umpan balik dan sekaligus penyempurnaan sebelum dibentuk secara formal dan diajukan untuk mendapatkan pengesahan dari Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
278
Menteri Keuangan. Kunci utama dari uji coba ini adalah pengenalan dan pendampingan serta partisipasi dari segenap pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk calon penerima manfaat (beneficiaries). Sekaligus, dalam uji coba ini juknis/juklak atau struktur organisasi (khususnya divisi teknis) diadaptasikan guna mendapatkan masukan untuk bahan revisi. Pemangku kepentingan dapat dianggap sebagai kunci utama dan penting dalam uji coba Badan Layanan Umum Pertanian ini. Menurut Crosby (1992), pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai individu, kelompok, atau institusi yang memiliki kepentingan dalam kegiatan (program/proyek). Dengan kata lain, pemangku kepentingan mencakup pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu proses pengambilan keputusan. Secara garis besar, para pemangku kepentingan tersebut dapat diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu : (1) pemangku kepentingan utama (primary stakeholders), yakni kelompok sosial kemasyarakatan yang terkena dampak baik secara positif (penerima manfaat) maupun negatif (diluar kesukarelaan) dari suatu kegiatan; dan (2) pemangku kepentingan penunjang (secondary stakeholders), yaitu berperan sebagai pihak perantara (intermediaries) dalam proses penyampaian kegiatan. Dalam konteks Badan Layanan Umum Pertanian, seirama dengan definisi di atas, pemangku kepentingan mencakup empat pilar eksistensi sosial kemasyarakatan, yaitu pemerintah dengan jajarannya, masyarakat dengan lapisannya, sektor swasta dengan organisasinya, dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dengan kelompoknya. Keempat pilar tersebut harus memiliki unsur kesamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif, dan sinergi aktivitas. Akan tetapi, identifikasi pemangku kepentingan harus dilakukan terlebih dulu, yakni menyangkut dengan keberadaan, keterlibatan, peran, dan imbas pengaruhnya. Pendekatan yang bersifat penekanan atau bujukan (inducement) seyogyanya dihindari dan digantikan dengan partisipasi yang berlandaskan kaidah, institusi, dan perilaku sebagai entry point-nya. Selanjutnya, fokus perhatian terhadap eksistensi dan partisipasi pemangku kepentingan dilakukan dengan metode analisis pemangku kepentingan (stakeholder analysis). Secara ringkas, analisis pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai identifikasi terhadap para pemangku kepentingan, penilaian atas kepentingan mereka dalam kaitannya dengan faktor risiko dan kelayakan suatu kegiatan. Analisis ini berhubungan dengan penilaian kelembagaan dan analisis sosial dalam kerangka sosial kelembagaan. Implementasinya, analisis pemangku kepentingan merupakan kerangka logis (logical framework) rancangan kegiatan partisipatif. Dalam kerangka pilot project partisipatif, analisis pemangku kepentingan dilaksanakan dengan diiringi proses yang bersifat iteratif serta pengawasan (monitoring dan evaluasi).
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBIAYAAN PERTANIAN DENGAN POLA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Muhammad Iqbal dan Valeriana Darwis
279
PENUTUP Kebijakan sistem pengembangan pembiayaan pertanian dengan pola Badan Layanan Umum Pertanian seyogyanya diterapkan secara konsekuen berpedoman pada perundang-undangan dan peraturan yang telah digariskan. Perlu digarisbawahi bahwa paling tidak pengembangan Badan Layanan Umum Pertanian ini harus berlandaskan dua prinsip dasar. Kedua prinsip dasar tersebut adalah : (1) eksistensi Badan Layanan Umum Pertanian tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kegiatan-kegiatan serupa yang sudah berjalan (eksis); dan (2) kegiatan Badan Layanan Umum Pertanian sejalan dengan kebijakan otonomi daerah (sejiwa dengan konsep desentralisasi). Khusus mengenai otonomi dan desentralisasi, hubungan koordinasi antara pusat dengan daerah terkait dengan Badan Layanan Umum Pertanian penting untuk ditindaklanjuti. Jabaran dari hubungan koordinasi tersebut terkait dengan peran masing-masing tingkat pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan dan desa. DAFTAR PUSTAKA Crosby, BL. 1992. Stakeholder Analysis : A Vital Tool for Strategic Managers. Technical Notes, No. 2. Agency for International Development. Washington DC. Departemen Pertanian. 2005. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009. Departemen Pertanian. Jakarta. Depkeu. 2006. Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006. Jakarta. Depkeu. 2006. Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum. Peratuan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006. Jakarta. Depkeu. 2006. Pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.02/2006. Jakarta. Depkeu. 2006. Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Peratuan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.02/2006. Jakarta. Pemerintah RI. 2004. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Jakarta. Pemerintah RI. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum. Jakarta. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 4, Desember 2006 : 268-280
280