eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 629-638 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
KEBIJAKAN ECOLABEL JERMAN TERHADAP IMPOR KOPI INDONESIA Gladiola1 Abstrak German ecolabel policy was adopted by European Union policy towards imports coffee regarding the quality standard the import of food and beverages that must be fulfilled by exporting countries to be able to market their products in the European Union. Each member of countries of the European Union shall follow the rules and each country has rights to add other conditions at the discretion of each country. The aim of this research is to know the reason German does ecolabel policy towards imports indonesian coffee as a protection towards the coffee quality that enter the Germany market. Organic ecolabel is a condition that must be fulfilled by Indonesia to enter the German market. Therefore, both the government and businessmen coffee continue to improve the coffee quality by using the concept of green marketing to be able to compete with coffee exporters from other countries. Kata Kunci: German Ecolabel Policy, Indonesian Coffee, Protectionism Pendahuluan Kopi merupakan komoditas yang diminati hampir di seluruh negara. Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara lain kopi menjadi minuman yang dicari. Di tingkat global, Indonesia adalah salah satu negara produsen kopi terbesar, setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam. Negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Korea, Malaysia, dan negara-negara Uni Eropa. Diantara negaranegara Uni Eropa lainnya, Jerman adalah negara dengan tingkat konsumsi kopi paling tinggi yaitu sekitar 23 % dari total konsumsi kopi di Uni Eropa. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Euromonitor International Market Research pada tahun 2013, Jerman berada diperingkat pertama dalam impor kopi di kawasan Eropa yakni sebesar 375,4 ribu ton. Hasil dilihat dari pembelian kopi ditingkat retail berdasarkan volume.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 629 - 638
Umumnya masyarakat dari negara-negara maju memiliki tingkat kepedulian lingkungan yang tinggi dibanding masyarakat di negara-negara berkembang, salah satunya adalah masyarakat Jerman yang mempunyai kesadaran yang tinggi akan arti kesehatan dan perlindungan terhadap lingkungan. Hal ini mengakibatkan konsumsi produk berlabel organik semakin meningkat setiap tahunnya. Sehingga Pemerintah Jerman semakin selektif terhadap barang – barang yang masuk ke dalam negaranya, terlebih untuk produk perkebunan seperti kopi. Jerman menentukan impor kopi dengan standar ecolabel yang diterapkan oleh pemerintah terhadap semua barang yang masuk ke Jerman. Ecolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Program ecolabel Blue Angel di Jerman yang dimulai tahun 1977 merupakan program ecolabel pertama di dunia. Keberhasilan Blue Angel kemudian mengilhami pengembangan dan penerapan program sejenis di berbagai negara. Sedangkan untuk produk kopi, Jerman menerapkan standar ecolabel seperti produk yang berlabel organik, UTZ Certified, Fairtrade, Reinforest Alliance, dan 4C (Common Code For The Coffee Cummunity). Program pengembangan ekspor kopi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta dilakukan dengan tujuan mendukung upaya untuk meningkatkan daya saing global produk, meningkatkan peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi, sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil kopi. Sehingga dengan melakukan perdagangan internasional maka akan membangun jaringan bisnis global dan bisa selalu mengikuti perkembangan produk dan industri di Pasar Internasional dengan selalu mengupayakan berbagai strategi diantaranya adalah pengembangan ekspor, terutama ekspor nonmigas, baik barang maupun jasa. Berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk dapat masuk ke pasar Uni Eropa terutama Jerman. Terutama dengan memenuhi standar ecolabel pada produk kopi. Pemerintah Indonesia dan Jerman melakukan berbagai usaha dalam menangani penurunan kualitas dan kuantitas kopi dengan standar ecolabel Jerman. Landasan Teori dan Konsep Konsep Proteksionisme Kebijakan perdagangan proteksionis muncul sebagai koreksi terhadap kebijakan perdagangan bebas. Perdagangan bebas dianggap hanya 630
Kebijakan Ecolabel Jerman Terhadap Impor Kopi Indonesia (Gladiola)
menguntungkan negara-negara maju dan tidak memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang. Proteksionisme adalah pola sikap atau kecenderungan suatu negara untuk memberikan perlindungan bagi hasil produksi dalam negeri dengan mengambil langkah membatasi masuknya barang impor. Proteksionisme dalam buku Dominick adalah kebijakan ekonomi yang membatasi perdagangan antar negara melalui cara tata niaga, pemberlakuan tarif bea masuk impor (tariff protection), jalan pembatasan kuota (non-tariff protection), sistem kenaikan tarif dan aturan berbagai upaya menekan impor bahkan larangan impor. Kebijakan perdagangan proteksionis juga didasarkan pada beberapa alasan berikut ini : 1. Tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini dikaitkan dengan perlunya membuka lapangan kerja baru. Bila tingkat pengangguran tinggi, maka produk impor dibatasi sehingga didalam negeri terbuka lapangan kerja baru. Yang termasuk kebijaksanaan pemerintah dibidang industri antara lain: Padat karya : Industri yang menggunakan tenaga kerja yang banyak. Padat modal : Industri yang menggunakan mesin sehingga tenaga kerjanya sedikit. 2. Demi tujuan industrialisasi dalam negeri. Apabila suatu negara mulai mengadakan industrialisasi, harus membatasi impor agar produksi dalam negeri laku atau terserap pasar, dengan tujuan : a. Melindungi industri muda atau yang baru muncul. b. Mengembanngkan industri strategis dalam negeri misalnya industri baja, semen. 3. Untuk mengembangkan neraca perdagangan. Dalam hal ini yang dituju adalah ekspor (E) lebih besar dari pada impor (I). Bila ekspor lebih kecil dari pada impor maka dilakukan proteksi. 4. Memancing investasi asing ke dalam negeri. Membangun industri substitusi impor (ISI) dengan tujuan agar negara lain mengadakan investasi. Contoh, susu Cap Nona atau susu Cap Bendera dulunya impor, kemudia impor dihentikan sehingga mereka membuat pabrik susu di Indonesia. 5. Kebijakan perdagangan proteksionis yang dianut oleh sebagian besar negara juga diharapkan dapat menjadi sumber penerimaan negara, yaitu dengan mengenakan tarif yang tinggi terhadap barang-barang impor. Dalam kenyataannya, terdapat beberapa bentuk proteksionisme yang digunakan oleh hampir semua negara, yaitu dalam bentuk tariff/ bea cukai (tariff barriers) dan dalam bentuk non tariff (Non Tariff Bariers). 1. Tarif atau Bea Cukai (Tariff Barriers) Tarif atau bea cukai dilakukan dengan mengenakan bea masuk yang tinggi untuk produk impor. 2. Non Tarif (Non Tariff Barriers)
631
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 629 - 638
Non tarif adalah hambatan yang dilakukan tidak ke peningkatan/ mahalnya bea masuk tetapi tetap bersifat hambatan, antara lain melalui: a. Subsidi, memberikan bantuan dan kemudahan bagi produksi dalam negeri sehingga hasil produksi dalam negeri menjadi lebih murah dari produksi impor. b. Kuota, memberikan pembatasan jumlah produk asing yang diimpor. c. Perubahan nilai tukar mata uang asing, yaitu ketika suatu negara tidak mau menerima apabila barang tidak laku sehingga harga barang diturunkan, melalui penurunan nilai tukar mata uang asing. d. Buy Local Legislation, adanya undang-undang atau peraturan di suatu negara yang mengharuskan penduduknya membeli produk dalam negeri. e. Penerapan syarat-syarat tertentu, yang bertujuan untuk menghambat masuknya produk impor. Contoh: syarat Non-CFC di Eropa, Ozon Friendly di Amerika, Halal di Indonesia f. Pemberlakuan sertifikasi mutu produk, yaitu setiap produk impor merupakan produksi dari produsen yang memiliki sertifikasi mutu. Contoh: produk dengan mutu ISO g. Penangguhan prosedur administrasi (administration delay), yaitu barang tidak bisa keluar dari pelabuhan karena persyaratan administrasinya kurang dan sengaja diperlambat atau ditunda-tunda. h. Syarat pertimbangan timbal balik (Reciprocal Requirements), suatu negara hanya mau mengimpor jika negara lain mau mengimpor dari negara tersebut. Proteksionisme yang dilakukan oleh kawasan sangat mempengaruhi laju perdagangan. Jerman yang terletak di benua Eropa maka Jerman pun mengikuti kebijakan – kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Uni Eropa. Penerapan proteksionisme pada pasar Eropa Barat pun berkembang pesat dan komunitas Eropa bernegosiasi dengan pihak non-anggota sebagai suatu blok yang telah bersatu. Hal ini membuat Jerman memberlakukan proteksionisme untuk memberi ruang bernapas pada industri domestik, ketika kondisi pasar berubah atau ketika adanya kompetitor baru di pasar dalam negeri. Proteksionisme ini memberi waktu kepada industri dalam negeri untuk beradaptasi dengan lingkungan pasar yang berubah. Proteksionisme juga bertujuan sebagai tindakan pertahanan diri dari produk perusahaan non-domestik atau dari negara lain untuk meningkatkan daya saing produk. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif eksplanatif yang berfungsi untuk menganalisis alasan Jerman melakukan kebijakan ecolabel terhadap impor kopi Indonesia. Serta teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisis kualitatif, dengan upaya pendeskripsian data dapat menghasilkan analisa yang sesuai dengan penelitian yang diangkat yaitu kebijakan ecolabel Jerman terhadap impor kopi Indonesia. 632
Kebijakan Ecolabel Jerman Terhadap Impor Kopi Indonesia (Gladiola)
Hasil Penelitian Pasar Uni Eropa dikenal memiliki standar yang tinggi, bahkan standar Uni Eropa seringkali melebihi standar internasional pada umumnya. Regulasi produk impor di Uni Eropa tidak hanya regulasi pemerintah (regulasi resmi), tetapi juga ada regulasi tidak resmi berupa regulasi sektor swasta. Regulasi untuk produk kopi di Uni Eropa dapat dibagi menjadi dua, yaitu legal requirements dan non-legal requirements. Di Uni Eropa, Jerman adalah salah satu negara yang memiliki standar tinggi dalam penanganan kebijakan ecolabel, terutama dalam menetapkan batas standar mutu produk pangan impor dan keamanan pangan. Oleh karena itu, Jerman mengeluarkan ketentuan persyaratan standar kualitas minimum untuk produk makanan termasuk kopi yang boleh dipasarkan di negara-negara Jerman untuk meningkatkan nilai impornya dan untuk meningkatkan usaha perdagangan internasional, dalam bentuk keragaman kualitas produk dan interkonektivitas yang tinggi karena perdagangan internasional sekarang dipengaruhi oleh unsur-unsur standarisasi lingkungan. Alasan Jerman Menerapkan Kebijakan Ecolabel Terhadap Impor Kopi Indonesia Sebagaimana yang diterangkan oleh Drs. T. May Rudi bahwa negara akan memberlakukan proteksi atau hambatan terhadap suatu produk impor melalui dua hal yaitu hambatan tariff dan non tariff. Dalam penerapan sistem ecolabel, Jerman menggunakan hambatan non tariff melalui penerapan syaratsyarat tertentu dan pemberlakuan sertifikasi mutu produk, dalam menentukan impor kopi dengan standar ecolabel. Penerapan ecolabel Jerman terhadap produk-produk yang diekspor dari negara lain, yaitu dengan memberikan label terhadap produk yang diekspor dengan label organik, hal ini bertujuan bahwa produk makanan dengan label organik berarti memenuhi standar mutu kualitas yang telah ditetapkan oleh Jerman. Pemberian sertifikasi mutu produk adalah salah satu jenis proteksionisme melalui hambatan yang diberikan oleh negara tujuan kepada negara pengekspor. Keberadaan ecolabel Jerman terhadap produk yang masuk ke Jerman membuat negara - negara pengekspor menjadi lebih ketat dalam mengolah dan menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu ecolabel Jerman. Produk pangan kopi dapat dilabel sebagai produk olahan organik, apabila mengandung bahan pangan organik minimal 95% dari total volume atau berat produk, tidak termasuk garam dan air. Untuk mendapat pengakuan sebagai sebuah produsen kopi yang tersertifikasi, produk tersebut harus ditinjau terlebih dahulu melalui uji standar penilaian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga sertifikasi yang dipercaya konsumen, seperti Organic, Fair Trade, Rainforest Alliance, 4C (Common
633
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 629 - 638
Code), dan sebagainya. Tiap lembaga sertifikasi tersebut memiliki standar dan nilai tambah yang berbeda-beda satu sama lain. Bagi Jerman, Penerapan kebijakan ecolabel digunakan sebagai proteksi dengan menyeleksi secara ketat dan melindungi kualitas mutu terhadap produk kopi yang masuk kenegaranya sehingga negara eksportir mampu bersaing dengan kompetitor baru di pasar dalam negeri, Jerman juga menjaga agar harga produk impor tidak menurun. Menurut pengatur kebijakan proteksionis, nilai tukar (terms of trade) barang manufaktur, yaitu ekspor utama negara-negara maju, sering dinilai lebih tinggi dari nilai tukar barang primer, yaitu ekspor utama negara-negara berkembang. Itulah yang menjadi alasan utama timbulnya kebijakan perdagangan proteksionis. Jerman memberlakukan kebijakan proteksionis hampir di semua negara. Selain menggunakan proteksi non tariff, Jerman juga menggunakan proteksi melalui tarif atau bea masuk. Beberapa diantaranya adalah melalui kuota, subsidi, dan larangan impor. 1. Tarif atau Bea Masuk Tarif atau bea masuk adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan baik barang impor maupun ekspor. Tarif bea masuk untuk impor kopi Indonesia ke Jerman untuk kopi digonseng sebesar UER 2.19/Kg. Hal ini dapat terlihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 : Pemberlakuan Tambahan Bea Cukai Kopi Indonesia ke Jerman Germany Kopi digongseng: EUR 2.19/kg Kopi instan: EUR 4.78/kg. Untuk produk yang mengandung kopi digongseng (roasted coffee), tarif yang berlaku tergantung kandungan roasted coffee per kilogram, sebagai berikut: 10g - 100g: EUR 0.12/kg > 100g - 300g: EUR 0.43/kg > 300g - 500g: EUR 0.86/kg > 500g - 700g: EUR 1.32/kg > 700g - 900g: EUR 1.76/kg Untuk produk yang mengandung instan kopi, tarif yang berlaku tergantung pada kandungan kopi instan per kilogram, sebagai berikut: 10g - 100g: EUR 0.26/kg > 100g - 300g: EUR 0.94/kg > 300g - 500g: EUR 1.91/kg > 500g - 700g: EUR 2.86/kg > 700g - 900g: EUR 3.83/kg Sumber : Export Helpdesk EU (2014) Regulasi ini adalah persyaratan tambahan selain aturan hukum, yang disebut dengan non-legal requirements. Non-legal requirements berupa 634
Kebijakan Ecolabel Jerman Terhadap Impor Kopi Indonesia (Gladiola)
sertifikasi yang disertakan bersamaan dengan produk untuk menunjukkan masing negara. Ketentuan ini dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk melakukan ekspor ke negara Jerman. Seringkali importir Jerman akan mensyaratkan sertifikasi yang berbeda antara importir yang satu dengan yang lain. Akan lebih baik jika produsen memiliki tiga sertifikasi untuk meningkatkan fleksibilitas sehingga mampu menjual produk kopi ke beberapa importer yang berbeda. Memiliki beberapa sertifikasi juga menunjukkan kredibilitas produsen dalam memproduksi kopi dan meningkatkan kepercayaan dagang bahwa produk kopi yang dijual aman dan berkualitas. 2. Kuota Kuota adalah batas maksimum jumlah barang tertentu yang bisa diimpor dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Untuk perhitungan kuota impor kopi dari Indonesia ke Jerman, produsen dipermudah dengan adanya website khusus yang mencantumkan kode kopi yang akan di impor, dari mana asal kopi dan tujuan impor kopi. Hal ini disesuaikan dalam perjanjian “Council Regulation (EC) 834/2007 dan Commission Regulation (EC) 889/2008” yang berisikan untuk produk pertanian yang masih hidup atau belum diproses atau produk pertanian olahan yang digunakan untuk makanan, pakan ternak, benih, maupun material vegetasi, diwajibkan memenuhi aturan produksi secara organik dan peraturan Uni Eropa. 3. Subsidi Subsidi terhadap biaya produksi barang domestik akan menurunkan harga, sehingga produksi domestik dapat bersaing dengan barang impor dan akan mendorong konsumen membelinya. Subsidi Jerman terhadap impor kopi dari Indonesia dimasukan dalam wacana perekonomian sesuai dengan ecolabel yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan untuk produk dalam negeri sendiri. 4. Larangan Impor Karena alasan-alasan tertentu, baik yang bersifat ekonomi maupun politik, suatu negara tidak menghendaki impor barang tertentu. Salah satu alasan Jerman menggunakan kebijakan proteksionisme selain untuk menahan laju ekspor Jerman terhadap kopi dari negara-negara berkembang yang tidak sesuai dengan mutu dan kualitas makanan yang diinginkan oleh negara Jerman. Kebijakan ini juga dipakai oleh Jerman agar negara-negara yang mengimporkan produknya mampu memberikan mutu dan kualitas yang ramah lingkungan sehingga mengurangi resiko kesehatan dikemudian hari. Untuk memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa dan Jerman, Indonesia mulai menerapkan produk organik untuk jenis kopi yang akan diekspor ke negara Jerman. Pemberlakuan label organik selain bertujuan untuk memenuhi standar Jerman, juga untuk meningkatkan daya saing produk kopi Indonesia terhadap produk kopi dari negara lain di pasar Jerman. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai produk kopi adalah dengan menerapkan 635
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 629 - 638
sistem pertanian berkelanjutan. Selain itu pemerintah juga berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya petani kopi maupun para pengusaha kopi untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan. Dalam hal ini, dari hasil penelitian yang didapat ini menunjukan bahwa kebijakan ecolabel memberikan dampak positif kepada Indonesia karena, dengan adanya kebijakan ecolabel membuat pihak pemerintah maupun produsen kopi semakin berkreasi dan termotivasi untuk meningkatkan daya saing. Sementara itu, penerapan ecolabel di Jerman memberikan dampak positif kepada konsumen, karena konsumen dapat menilai dan memilih jenis produk kopi yang ingin mereka konsumsi. Selain itu label ecolabel dapat menjadi sarana informasi kepada konsumen mengenai proses, mutu, dan kualitas yang dimiliki oleh kopi tersebut. Ecolabel menjadi sarana untuk konsumen untuk mengetahui bahwa produk yang mereka beli aman untuk dikonsumsi dan proses pembuatannya tidak merusak lingkungan. Penerapan ecolabel kopi melalui program label organik, memberikan dampak positif pada pasar Jerman karena konsumen Jerman dikenal peduli terhadap kesehatan, lingkungan dan masalah sosial. Kualitas produk yang tinggi menjadi perhatian utama konsumen Jerman, terutama bagi kalangan tua dan pensiunan. Orang-orang Jerman akan lebih memilih mengganti produk mereka apabila mereka tidak puas dengan produk sebelumnya, misalnya kemasan dan model desain serta kualitas produknya. Dari segi ekonomi, penerapan program ecolabel organik menjadikan pasar Jerman sebagai tujuan utama para importir untuk memasarkan produk mereka di Jerman, hal ini membuat persaingan di pasar Jerman semakin meningkat dari tahun ketahun. Strategi Produsen Kopi Indonesia Menghadapi Penerapan Ecolabel Jerman Dalam menghadapi pasar global, para produsen kopi dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif serta mengikuti tuntutan pasar untuk mempertahankan konsumen. Pada masa saat ini, dimana global warming menjadi salah satu isu global telah merubah arah konsumtif pasar sehingga memaksa para produsen untuk beralih ke green marketing. Green Marketing adalah konsep yang harus digunakan oleh para produsen kopi jika ingin mempertahankan eksistensi di pasar kopi internasional terutama di negara-negara yang masyarakatnya memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, salah satunya adalah Jerman. Konsep Green Marketing adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen kopi untuk menarik minat konsumen Jerman, dengan menggunakan label organik pada produk kopi mereka. Selain itu para produsen juga berupaya dengan menggunakan brand sebagai salah satu daya tarik konsumen. Strategi lain yang digunakan produsen kopi adalah dengan menerapkan bahasa Jerman dalam informasi yang tertera di kemasan produk, karena 636
Kebijakan Ecolabel Jerman Terhadap Impor Kopi Indonesia (Gladiola)
sebagian besar masyarakat Jerman masih sedikit yang mengadopsi bahasa inggris. Kesimpulan Alasan Jerman menerapan kebijakan ecolabel adalah sebagai proteksi dengan menyeleksi secara ketat dan melindungi kualitas mutu terhadap produk kopi yang masuk kenegaranya sehingga negara eksportir mampu bersaing dengan kompetitor baru di pasar dalam negeri, Jerman juga menjaga agar harga produk impor tidak menurun. Dari hasil penelitian yang didapat ini menunjukan bahwa kebijakan ecolabel Jerman merupakan faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor kopi Indonesia ke Jerman. Karena kopi Indonesia harus memegang sertifikat organic label dengan ISO 14000, karena Jerman tetap lebih memilih untuk mengkonsumsi kopi dengan melihat kualitas kopi Indonesia yang juga memiliki daya tarik pemasaran. Program ecolabel melalui produk organik ini membuat pemerintah Indonesia terus meningkatkan kualitas baik produk maupun kemasan produk tetapi juga membuat pemerintah Indonesia lebih memperhatikan kesinambungan lingkungan dan hak-hak pekerja, juga para petani kecil untuk terus meningkatkan kualitas hasil perkebunan kopi mereka agar dapat lebih kompetitif di pasar internasional, khususnya Jerman. Daftar Pustaka Buku : Dominick, Salvatore, 1997, “Ekonomi Internasional”, Jakarta:Penerbit Erlangga. Rudy, S.H, MIR, M.Sc, Drs. T. May. 2002. Bisnis Internasional. Teori, Aplikasi, & Operasional. Bandung : Penerbit PT. Rafika Aditama. Internet : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi Indonesia Dari Amerika Serikat”, diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/15469/1/Dewi_Anggraini.pdf, pada tanggal 29 Februari 2012. “Green Marketing merupakan pemasaran yang menggunakan isu tentang lingkungan sebagai strategi untuk memasarkan produk”, diakses melalui http://core.ac.uk/download/pdf/11718026.pdf, pada tanggal 01 Agustus 2015. “Market Brief Kopi di Pasar Jerman“, diakses melalui http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/researchcorner/1 561376297761.pdf, pada tanggal 16 Juni 2015. 637
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 629 - 638
“Market Brief, Pasar Produk Organik di Jerman”, diakses melalui http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/researchcorner/4 041376299339.pdf, pada tanggal 11 Juli 2014. “PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JERMAN PERIODE : JANUARI – APRIL 2013”, diakses melalui http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/10/16/report1381911321.pdf, pada tanggal 24 Januari 2015. “Viva, Ini Negara-Negara Maniak Kopi Terbesar”, diakses melalui http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/543273-ini-negara-negaramaniak-kopi-terbesar, pada tanggal 29 Desember 2014.
638