Kebijakan E-Government di Kabupaten Sragen… 1. Pendahuluan Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena pembangunan daerah menjadi salah satu indicator atau penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah pusat membuat suatu kebijakan tentang pemerintah daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai revisi dari UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Menurut UU no.32 tahun 2004 bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek – aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluasnya kepada daerah serta dengan pemberian hak dan kewajiban menyelengarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurut UU no.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Berkaitan dengan hal tersebut peranan pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu didambakan pemerintah daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai ketidaksiapan daerah diberbagai bidang untuk melaksanakan kedua undang – undang tersebut, otonomi daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah, mengantikan sistem pembangunan terpusat yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunan didaerah dan semakin besarnya ketimpangan antar daerah. Didalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Keempat elemen tersebut menurut Cheema dan Rondinelli (Anita Wulandari 2001;17) adalah desentralisasi politik, desentralisasi fiscal, desentralisasi administrasi dan desentralisasi ekonomi. Keempat elemen tersebut menjadi kewajiban daerah untuk mengelolanya secara efisien dan efektif, sehingga dengan demikian akan terjadi kemampuan atau kemandirian suatu daerah untuk
melaksanakan fungsi – fungsinya dengan baik. Salah satu elemen yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tersebut adalah desentralisasi fiscal yang merupakan komponen utama dari desentralisasi. Jika pemerintah daerah melakukan fungsinya secara efektif, maka harus didukung sumber – sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi hasil pajak dan bukan pajak, maupun dari subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diemban juga akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintah yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu berkah bagi suatu daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin bertambah urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah daerah. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang perlu dipersiapkan antara lain sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana daerah ( Didit Welly, 2005; 59). Dalam hal keuangan Pemerintah Daerah yang sangat terbatas juga menghambat pembangunan dari daerah tersebut. kriteria mengukur kemampuan daerah dalam mengatur rumah tangganya adalah kemampuan dalam bidang keuangan. Keuangan merupakan factor penting dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi. Disisi lain disadari setiap daerah di Indonesia memiliki potensi yang berbeda, karena sumber daya alam, tingkat ekonomi dan karakteristik sosial budaya. Sarana dan prasarana dalam hal kesiapan teknologi sangat berperan dalam pembangunan daerah menghadapi persaingan global. Program pemberdayaan masyarakat dan program pembangunan daerah adalah prioritas pemerintah daerah. Hal ini akan nampak ketika segala sesuatu yang memerlukan peran pemerintah harus dikurangi dan mengedepankan masyarakat didaerah sebagai pengerak. Bentuk pemberdayaan dengan penerapan dan pengembangan hasil yang ada disetiap lapisan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya seringkali muncul permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintah
di
daerah.
Masalah
itu
diantaranya
adalah
penataan
organisasi
kepemerintahan daerah atau kelembagaan yaitu adanya kebingungan pelaku usaha ketika memerlukan pelayanan dari Pemda. Struktur kelembagaan yang ada didaerah
berpengaruh terhadap aktivitas dunia usaha., karena sistem pemerintahan mempengaruhi struktur kekuasaan maupun kewenangan dari setiap unsur pemerintahan itu sendiri. Hambatan secara teknis dalam hal kelembagaan juga akan timbul ketika masing – masing dinas atau instansi terkait tidak berkoordinasi dengan baik, karena dimungkinkan adanya benturan kepentingan serta ketidak jelasan alur birokrasi pelayanan jasa (Rachmadi, 2005). Belum maksimalnya layanan, tak lepas dari belum lengkap dan detilnya aturan yang ada serta peraturan yang tumpang tindih. Hal ini sejalan dengan keputusan Menpan no. 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan public sebagai penyempurnaan keputusan MenPan no.81 tahun 1993 tentang pedoman tatalaksana pelayanan umum yang pada prinsipnya, layanan public harus mengacu kepada kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, serta kenyamanan. Asas pelayanan turut diatur dalam surat KepMen yang mencakup tranparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban. Soal standar penyelengaraan pelayanan disebutkan sekurang – kurangnya mencakup prosedur layanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, serta kompetensi petugas memberi layanan (MenPan, 2003). Hingga sekarang ini kualitas pelayanan public masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit diakses, prosedur yang berbeli-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya pratek pungutan liar, merupakan indicator rendahnya kualitas pelayanan public di Indonesia. Kemudian terdapat kecenderungan diberbagai instansi pemerintah pusat yang enggan menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan public menjadi tidak efisien, efektif dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan cenderung tidak memiliki responsibilitas serta kurang representative sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara dilingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani bukan untuk melayani. Padahal pemerintah seharusnya melayani bukan dilayani.
Seharusnya dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan
efisiensi
dan
keberhasilan
bangsa
dalam
membangun,
yang
dimanifestasikan antara lain dalam perilaku melayani, bukan dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit, dan terbuka untuk setiap orang bukan hanya untuk segelintir orang (Mustopadidjaja, 2003). Permasalahan lain
ditemukannya sejumlah identitas ganda yang dimiliki
sejumlah teroris dan anggota masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor oleh para penjahat kerah putih, serta kasus surat “peringatan” dari Direktorat Pajak belum lama ini yang ternyata banyak salah sasaran memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut menghangatkan kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia. Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya kesungguhan dalam merapikan data kependudukan yang sesungguhnya sangat penting. Data yang ada ternyata tidak akurat, tidak relevan, dan tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi terkait. Akibatnya, pada level pemerintahan, nyaris tidak ada manfaat sama sekali yang bisa diperoleh dari data kependudukan tersebut. Secara lebih mendalam department instansi pemerintah dalam mempersiapkan visi dan misi kebijakan teknologi informasi, lebih melihat pada factor equity (menjadikan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi pengguna umum). Dibandingkan keempat factor lainnya yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas, dan globalisasi. Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi yang efektif perlu diadakan komputerisasi pemerintahan atau e-government dan sumber daya manusia dan pendidikan. Alasannya karena penerapan teknologi informasi akan optimal apabila pengetahuan para pemakai atau pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga sasaran penerapan teknologi informasi tercapai. Penerapan e-government disalah satu daerah yang telah mendapat percontohan pelaksanaannya secara nasional adalah Sragen. Kabupaten Sragen pada tahun 2007 ini telah mulai mengembangkan jaringan IT sampai ke tingkat pemerintahan desa. Sebanyak 208 desa pada pertengahan Desember tahun 2007 nanti direncanakan sudah terpasang jaringan Informasi Teknologi (IT) yang langsung on line dengan internet dan intranet Pemerintah Kabupaten Sragen. Pembangunan jaringan IT di tingkat pemerintahan desa
ini sudah dimulai sejak bulan September lalu. Bila pembangunan jaringan ini nanti sudah selesai maka Kabupaten Sragen merupakan pemerintah daerah di Indonesia yang pertama mengembangkan jaringan IT sampai tingkat desa. Penghargaan bagi Kabupaten Sragen bukan yang utama, namun pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan publik merupakan hal yang lebih utama. Dampak dari pembangunan IT di Kabupaten Sragen telah dapat dirasakan oleh masyarakat Sragen. Kemudahan pelayanan permohonan KTP dan kemudahan permohonan perijinan merupakan salah satu dampaknya. Pelayanan permohonan KTP di Kabupaten Sragen hanya dibutuhkan waktu 2 menit. Dalam pengurusan ijinijin baik ijin perdagangahn maupun ijinijin lainnya juga lebih cepat dan dapat dilakukan secara online melalui komputer. Hal tersebut tidak lain karena ada sentuhan jaringan IT dalam on-line system. Dalam paper ini kelompok kami bermaksud membahas penerapan e-government di Kabupaten Sragen sehingga akan menjadi pendorong daerah otonomi lain untuk bersama – sama membangun masyarakat di daerah melalui akses teknologi.
2. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Akhir Tahun Anggaran 2008 Penyampaian Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Akhir Tahun Anggaran ini merupakan kewajiban konstitusional Kepala Daerah, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Sedangkan
materi
Informasi
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sebagaimana tersebut diatas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Disamping penyampaian Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) sebagai kewajiban konstitusional untuk melihat Progress Report pelaksanaan tugas Bupati dan Wakil Bupati, juga sebagai wahana pertanggungjawaban moral kepemimpinan saya dalam mengelola Pemerintahan Daerah selama Tahun Anggaran 2008. Memperhatikan hal tersebut, berbagai agenda penyelenggaraan pemerintahan daerah yang telah kita programkan dan kita llaksanakan bersama, merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sragen kearah yang lebih baik dimasa kini dan dimasa yang akan datang. Saya menyadari bahwa dalam melakukan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut, bukanlah hanya sekedar mengejar target kuantitatif belaka, namun lebih ditujukan kepada upaya mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sragen yang senantiasa berlandaskan keimanan, ketaqwaan, moral dan etika. visi dan misi Kabupaten Sragen yang berkesinambungan dengan visi dan misi sebelumnya yaitu di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan, serta strategi kami dalam merealisasikan visi dan misi tersebut. Adapun Visi Kabupaten Sragen Tahun 2006 – 2011 yaitu “SRAGEN MENJADI KABUPATEN CERDAS” : Kabupaten Sragen terdepan dalam inovasi kepemerintahan yang membangun kepercayaan rakyat, menuju Sragen Sejahtera, rakyatnya makmur, PNS – nya sejahtera. Adapun prioritas pembangunan 2006 – 2011 yang kami tetapkan adalah sebagai berikut;
1. Prioritas pembangunan pertama adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat 2. Prioritas Pembangunan Kedua adalah Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang Berkualitas, 3. Prioritas Pembangunan Ketiga adalah Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas Berikut paparan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pada Tahun 2008. Indikator-indikator tersebut antara lain adalah pertumbuhan ekonomi daerah, perkembangan sosial, pembangunan sumber daya manusia, dan pembangunan prasarana. Adapun indikator-indikator tersebut secara rinci dapat kami jelaskan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sragen pada Tahun 2008 dapat kami jelaskan sebagai berikut : a. Berdasarkan perhitungan BPS bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sragen atas dasar harga berlaku pada Tahun 2007 adalah sebesar Rp. 4.512.415.740.000,- sedangkan pada Tahun 2008 berdasarkan perhitungan sementara adalah sebesar Rp. 5.117.214.110.000,- sehingga ada kenaikan sebesar Rp. 604.798.370.000,- atau 13,40 %. Sedangkan PDRB Kabupaten Sragen atas dasar harga konstan pada Tahun 2007 sebesar Rp. 2.582.492.480.000,sedangkan di Tahun 2008 berdasarkan perhitungan sementara adalah sebesar Rp. 2.732.967.520.000,- sehingga pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sragen pada Tahun 2008 ada kenaikan sebesar Rp. 150.475.040.000,- atau sebesar 5,83 %. GRAFIK PDRB 6.000.000.000.000 4.000.000.000.000 2.000.000.000.000 2007
2008
PDRB BERDASARKAN HARGA BERLAKU PDRB BERDASARKAN HARGA KONSTAN
b. Adapun PDRB per kapita Kabupaten Sragen berdasarkan harga berlaku pada Tahun 2007 adalah sebesar Rp. 5.212.188,54 sedangkan pada Tahun 2008 adalah sebesar Rp. 5.879.956,14 atau ada kenaikan sebesar Rp. 667.768,40 atau sebesar 12,81 %, sedangkan berdasarkan harga konstan Tahun 2007 sebesar Rp.
2.982.978,18 dan pada Tahun 2008 sebesar Rp. 3.140.327,69 atau ada kenaikan sebesar Rp. 157.349,51 atau naik sebesar 5,27 %. GRAFIK PDRB PERKAPITA 6.000.000 4.000.000 2.000.000 2007
2008
PDRB PERKAPITA BERDASARKAN HARGA BERLAKU PDRB PERKAPITA BERDASARKAN HARGA KONSTAN
2. Perkembangan Sosial a. Jumlah penduduk. Berdasarkan registrasi penduduk akhir Tahun 2007 jumlah penduduk di Kabupaten Sragen mencapai 865.811 jiwa dan pada akhir Tahun 2008 mencapai 869.402 jiwa, mengalami kenaikan 0,21 % atau sebesar 3.591 jiwa. GRAFIK PERTUMBUHAN PENDUDUK 870.000 868.000 866.000 864.000 JUMLAH PENDUDUK 2007
JUMLAH PENDUDUK 2008
b. Ketenagakerjaan. Perlu kami sampaikan bahwa jumlah pengangguran terbuka pada Tahun 2007 yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sragen sebanyak 6.746 orang, sedangkan pada Tahun 2008 menurun menjadi 6.544 orang atau menurun sebesar 3 % dengan turunnya jumlah pengangguran tersebut menunjukkan bahwa program kegiatan yang dilaksanakan selama Tahun 2008 dapat berpengaruh positif dengan upaya penyerapan tenaga kerja. Adapun program penyerapan tenaga kerja yang kami laksanakan antara lain : Penempatan tenaga kerja Antar Kerja Lokal (AKL) sebanyak 6.894 orang. Penempatan tenaga kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) sebanyak 2.654 orang. Penempatan tenaga kerja Antar Kerja Antar Negara (AKAN) sebanyak 1.950 orang
Penempatan tenaga kerja mandiri sebanyak 1.210 orang Sehingga jumlah total penempatan tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebanyak 13.014 orang atau meningkat 2 % dibandingkan dengan Tahun 2007 yaitu sebanyak 12.758 orang. c. Kesehatan. Dalam bidang Kesehatan dapat disampaikan hal-hal yang menggembirakan meningkatnya sarana kesehatan di Kabupaten Sragen hal ini ditunjukkan dengan memadainya fasilitas kesehatan dan membaiknya derajat kesehatan. Di tiap kecamatan sudah memiliki 1 unit puskesmas. Jumlah puskesmas se Kabupaten Sragen sebanyak 26 Puskesmas diantaranya 24 Puskesmas sudah melayani UGD 24 jam dan 12 Puskesmas diantaranya merupakan puskesmas rawat inap. Selain itu, terdapat fasilitas kesehatan yang lain seperti puskesmas pembantu 62 unit dan puskesmas keliling 36 unit. Selain itu, Jumlah rumah sakit sebanyak 4 unit dan poliklinik desa berjumlah 157 unit. d. Keluarga Miskin. Jumlah KK miskin di Kabupaten Sragen pada tahun 2008 sebanyak 49.111 KK atau sebesar 18,60 % dari total KK di Kabupaten Sragen 264.036 KK. Ini menunjukkan penurunan sebesar 1,49 % jika dibandingkan dengan tahun 2007 KK miskin sebesar 52.666 KK atau 20,09 % dari total 262.100 KK. GRAFIK JUMLAH KK MISKIN
300.000 200.000 100.000 2007 Jumlah KK
2008 KK Miskin
3. Pembangunan Sumber Daya Manusia Kualitas Sumber Daya Manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperolehnya. Indikator kualitas pendidikan masyarakat adalah tingkat pendidikan dan ketergantungan pelayanan pendidikan yang ditunjukkan oleh kenaikan Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) baik ditingkat SD, SLTP maupun SLTA, secara rinci dapat kami jelaskan sebagai berikut : No TINGKAT 1 SD/MI 2 SLTP/MTs
APM 2007 99,98 % 89,04 %
APM 2008 99,99 % 90,38 %
APK 2007 119,03% 118,08%
APK 2008 118,33 % 120,40 %
3
SMU/SMK/MA
57,06 %
58,29 %
80,04 %
89,80 %
Sedangkan Angka Melanjutkan (AM) SD ke SLTP pada Tahun 2007 sebesar 94,09 % dan pada Tahun 2008 naik menjadi 94,58 %. Angka Transisi (AT) SLTP ke SMU pada Tahun 2007 sebesar 78,23 % dan pada Tahun 2008 naik menjadi 90,55 %. 4. Pembangunan Prasarana
Pembangunan prasarana di Kabupaten Sragen meliputi pembangunan kelistrikan, jaringan irigasi, jalan dan jembatan serta prasarana permukiman yang pada Tahun 2008 secara terus menerus dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat di Kabupaten Sragen. Adapun secara garis besar dapat kami sampaikan dalam tabel berikut : Tabel Kondisi Irigasi Kondisi Irigasi Saluran Sekunder 1. Kondisi Baik 2. Kondisi sedang 3. Kondisi Rusak
Tahun 2007 Panjang (m) % 142.072 48,1 87.122 29,5 65.806 22,3
Tahun 2008 Panjang (m) % 144.152 49,56 87.122 29,5 63.726 19,26
Tabel Kondisi Jalan Kondisi Jalan 1. Kondisi Baik 2. Kondisi sedang 3. Kondisi Rusak
Tahun 2007 Panjang (km) % 758,98 76,5 147,23 14,8 85,99 8,6
Tahun 2008 Panjang (km) % 781,75 78,79 144,29 15,54 66,16 6,67
Masyarakat Kabupaten Sragen yang kami hormati dan kami banggakan, Pada kesempatan ini, kami akan menyampaikan mengenai pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2008. Adapun secara garis besar target dan Realisasi ABPD Kabupaten Sragen Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan Daerah No
Uraian
1
Pendapatan Asli Daerah
2
Pendapatan Dana Perimbangan
3 4
Target
Realisasi
%
59.734.994.000,-
65.803.095.551,-
110,16
630.614.566.000,-
638.420.916.436,-
101,24
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
92.465.927.000,-
100.152.657.495,-
108,31
Penerimaan Pembiyaan Daerah
84.004.630.000,-
88.538.913.914,-
105,40
866.820.117.000,-
892.915.583.396,-
103,01
Total Penerimaan b. Pengeluaran Daerah
No
Uraian
Target
Realisasi
%
1 Belanja Tidak Langsung a Belanja Pegawai b Belanja Hibah c Belanja Bantuan Sosial d Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa e Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa f Belanja Tidak Terduga 2 Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 3 Pengeluaran Pembiayaan
539.290.712.000 479.158.941.000 4.137.120.000 21.891.145.000 756.600.000
3.514.040.000 313.005.898.000 37.576.559.000 98.147.084.000 177.282.255.000 14.523.507.000
600.000.000 17,07% 293.431.885.543 93,75% 32.125.556.520 85,49% 90.752.264.193 92,47% 170.554.064.830 96,20% 20.007.507.000 137,76%
TOTAL PENGELUARAN
866.820.117.000
826.039.199.183
29.832.866.000
512.599.806.640 95,05% 455.480.863.238 95,06% 4.137.120.000 100,00% 21.886.645.000 99,98% 766.261.600 101,28%
29.728.916.802
99,65%
95,30%
c. Sisa Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 sejumlah Rp. 66.876.384.213,Demikian Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Akhir Tahun Bupati Sragen, Tahun Anggaran 2008 yang dapat kami sampaikan, Kami menyadari, bahwa apa yang kami laksanakan belum dapat sepenuhnya memenuhi harapan dan aspirasi semua
pihak, karena tuntutan dan perkembangan yang terus bergerak maju. Tetapi berkat kesepahaman dan kerjasama yang baik serta dukungan yang besar dari seluruh Lapisan masyarakat, pelaksanaan kegiatan selama Tahun 2008 dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat dapat berjalan dengan baik. Berkenaan hal tersebut selama Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Sragen telah mendapatkan beberapa penghargaan, yaitu : 1. Penghargaan Adipura Kencana Tahun 2008. 2. The Best E - Government Award . 3. Best of The Best E – Government Award Se Indonesia. 4. Penghargaan Nasional dibidang kesehatan berupa Ksatria Bhakti Husada dan Manggala Bhakti Husada. 5. Anugrah Innovative Government dari Menteri Dalam Negeri. 6. Anugrah Parahita Ekapraya Tingkat Madya dari Menteri Pemberdayaan Perempuan. 7. Penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN). Penghargaan Wahana Tata Nugraha Tahun 2008
3. Pelaksanaan E-Government 3.1 E-Government dan Kesiapan Indonesia Kendati e-Government diyakini andal, penelitian yang dilakukan Perserikatan BangsaBangsa terhadap 21 instansi pelayanan publik nasional di 919 negara (pada 2003) menemukan bahwa pembangunan e-government bukanlah perkara penyediaan perangkat teknologi semata. Masalahyang lebih kompleks justru berkutata pada penyiapan sumber daya manusia, yakni para pengguna (anggota masyarakat) dan penyedia sekaligus pengolah informasi (instansi pelayanan publik). Dari sisi pengguna syarat paling mendasar bagi keberhasilan teknologi informasi, komunikasi yang signifikan dikalangan masyarakat. Lebih luas lagi information Cociety Comission (2003) menyebutkan bahwa kesiapan e-government dapat diantimasi berdasarkan posisi atau suatu negara pada Human development Indeks (HDI). Menjadikan HDI sebagai dasar untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam ber egovernment tampaknya menghasilkan gambaran yang tidak begitu menggembirakan. Meskipun menunjukkan peningkatan pada sejumlah indikator kesejahteraan manusia, posisi Indonesia pada 2004, dibandingkan dengan 2003 hanya naik satu anak tangga ke peringkat 111 dari sekitar 170 yang diteliti. Ini berarti masih dibutuhkan upaya keras jangka panjang guna memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebagai persyaratan langsung bagi e-participation. 3.2E-Participation Terhadap E-Government e-participation bermakna sebagai derajat keikutsertaan masyarakat dalam kedudukannya selaku subyek sekaligus objek e-government. Subyek dalam pengertian bahwa masyarakat
merupakan
pihakyang
memiliki
kesempatan
dan
inisiatif
untuk
mempengaruhi pemerintah dalam perumusan berbagai kebijakan publik. Dan obyek dengan makna bahwa kebijakan-kebijakan itu pada gilirannyaakan dikenakan pada seluruh masyarakat juga. Secara simultan e-government juga mengaharuskan adanya kesediaan dan kepastian generik aparat pelayanan publik dalam mengelola informasi demi kepentingan para satkeholder. Dimilikinya situs resmi oleh hampir semua instansi pemerintah pada kenyataannya tidak disertai oleh pengelolaanyang konsisten terhadap situs-situs tersebut. E-information berkualitas rendah akibat situs yang hanya berisikan informasi usang. Beragam masukan juga tidak ditanggapi dengan baik, dan segera yang
menyebabkan
e-consultation
tidak
berjalan
dengan
semestinya.
Saat e-information dan e-consultation tidak terealisasi, e-decision making lebih parah lagi. Situs tidak berfungsi optimal sebagai media interaktif antara masyarakat dan para pelayannya. Akibatnya manfaat situs-situs pelayanan publik itu terhadap proses demokratisasi pun sangat rendah karena tidak mendorong masyarakat untuk aktif urun rembuk dalam peningkatan kualitas pelayananserta penyusunan dan perubahan kebijakan publik. 3.3Dampak E-Government Keberadaan e-government akan berimbas pada dimensi sumber daya manusia disetiap pelayanan publik. Tidak tertutup kemungkinan akan meruyaknya kekhawatiran yang disebabkan oleh rasionalisasi jumlah karyawan. Karyawan yang dinilai tidak memiliki kesediaan dan kemampuan generik untuk menjalankan e-government akan berhadapan dengan dua resiko; diberhentikan (retrenchment) atau menjadi pelatihan dalam rangka membentuk kompetensi lunak (soft compentencies) dan keterampilan kerjaserta mengintegrasikan
diri
kedalam
struktur
informasi
yang
baru.
Sementara kompetensi lunak berfokus pada mentalitas kerja, pelatihan keterampilan kerja dipusatkan pada bidang berteknologi informasi dan komunikasi, manajemen proyek, manajemen perubahan,serta kemampuan membangun kemitraan. Terkait dengan begitu pentingnya penyiapan para aparat pelayanan publik, Information Society Commision (2003) menegaskan, kepemimpinan memainkan peran sangat penting dalam menciptakan atmosfer positif bagi perubahan birokrasi kantor-kantor pemerintah. Dengan lompatan kuantum kearah implementasi e-government kita bisa berharap,tata pemerintahan dan kependudukan di Indonesia akan berlangsung lebih demokratis, efisien, dan bersih. 3.4Dukungan Teknologi Informasi Untuk Pelayanan Publik. Saat ini informasi yang dapat diakses oleh publik masih amat terbatas sifatnya, berupa informasi umum mengenai departemen/institusi dan belum berupa informasi yang berkaitan dengan sistem prosedur atau tata cara yang berhubungan dengan pelayanan publik. Salah satu yang menyebabkan keterbatasan ini adalah tidak adanya acuan atau panduan
di tingkat
nasional,
seperti
yang
diharapkan
oleh
sebagian
besar
departemen/institusi tersebut dalam bentuk suatu kebijakan yang jelas untuk menyebarkan
informasi
atau
data
secara
umum
kepada
publik.
Di sisi lain sebagian besar departemen/institusi melihat belum mapannya dukungan infrastruktur dan kurangtnya ketersediaan sumber dana dan sumber daya manusiayang memadai sebagai beberapa kendala yang harus diatasi sebelum pelayanan publik dengan dukungan teknologi informasi dapat ditingkatkan. Dari sisi dampak positif akan penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik, sebagian besar departemen/institusi lebih mengharapkan adanya peningkatan kerja organisasinya sendiri dalam bentuk meningkatnya pelayanan dan efisiensi dari birokrasi, walaupun sebagian sudah melihat adanya peningkatan dalam aspek transparansi birokrasi. 3.5Infrastruktur Teknologi Informasi Kondisi perangkat keras, sebagian besar departemen/institusi pemerintah umumnya terdiri dari PC yang tampaknya telah terhubung dalam suatu jaringan lokal. Sebagian besar dari instansi ini telah memiliki hubungan ke internet melalui ISP namun demikian, interkoneksi ke internet ini masih sederhana, konfigurasinya hal ini terlihat dari kecilnya jumlah institusi yang menggunakan perangkat Network Security atau Network Management. Dari sisi perangkat lunak, sebagian besar departemen/institusi pemerintah menggunakan aplikasi office automation seperti word processing, dll. Database management system dan aplikasi-aplikasi internet, seperti Web Publishing. Walaupun sebagian besar institusi telah menggunakan komputer untuk fungsi-fungsi yang umum ini, namun demikian masih ada institusi yang sama sekali belum memanfaatkannya. Dari sisi
pengembangan
infrastruktur
teknologi
informasi
departemen/institusi
pemerintah masih banyak yang mendapatkan bantuan pihak luar dalam bentuk konsultasi pengembangan hal ini mungkin mengindikasikan masih belum memadainya kemampuan internal dalam merencanakan pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Lebih lanjut, sebagian besar institusi menyatakan pola pengembangan infrastrukturnya dilakukan secara terencana. Walaupun demikian, cukup banyak pula yang menyatakan pola pengembangannya disesuaikan dengan kondisi keuangan departemen. Dalam hal pengelolaan infrastruktur tersebut, mereka cukup banyak yang bekerja sama dengan organisasi pusatnya tampaknya pola “sentralisasi” masih cukup kuat disini. Suatu bentuk penggunaan informasi secara bersama-sama telah mulai dilakukan, hal ini tampak dari
jawaban cukup banyak departemen/institusi. Namun demikian, kerja sama ini sebagian besar menghadapi kendalam dalam bentuk integrasi data dan integrasi aplikasi. Salah satu penyebabnya kemungkinan adalah belum diterapkannya standarisasi. Dari sisi kebutuhan infrastruktur teknologi informasi untuk jangka pendek, sebagian besar departemen/institusi merasakan kebutuhan akan aplikasi dan basis data sebagai kebutuhan utama diikuti oleh perangkat telekomunikasi dan akses jaringan komputer global/nasional serta integrasi dengan organisasi lain yang terkait. Sedangkan dari sisi proses/prosedurnya, yang perlu mendapatkan perhatian adalah panduan manajemen dan operasi. 3.6Peran TI Dalam Good Government Berkaitan dengan peran teknologi informasi dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government) sebagian besar departemen/ institusi tampaknya akan memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan teknologi informasi di sebagian besar departemen/institusi seperti pada kasus-kasus berikut : Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teknologi informasi masih dianggap sebagai alat “pengotomasi proses” yang diharapkan dapat mengurangi proses yang dilakukan secara manual dibanding sebagai alat yang dapat mengurangi birokrasi. Dalam konteks partisipasi semua pihak untuk penyusunan kebijakan, teknologi informasi masih dianggap sebagai alat yang mempermudah pengumpulan informasi dibanding sebagai alat yang dapat membuka komunikasi dengan pihak luar seperti publik atau instansi lain. Dalam konteks keterbukaan (transparansi) internal, teknologi informasi masih dianggap sebagai sarana penyedia akses dibanding sebagai sareana penyediaan informasi yang lebih spesifik seperti latar belakang suatu kebijakan misalnya. Dalam konteks pelaksanaan suatu kebijakan, teknologi informasi masih dilihat sebagai sarana untuk mempercepat pelaporan dibanding sebagai sarana untuk membantu proses monitoring. Dalam konteks peningkatan kualitas suatu kebijakan teknologi informasi masih dilihat sebagai sarana untuk memperluas sumber informasi dan data dibanding sarana yang
dapat
menciptakan
keterbukaan
dalam
proses
pengambilan
keputusan.
Dari sisi evaluasi pemanfaatan teknologi informasi kondisinya dapat dikatakan
memprihatinkan dengan masih adanya beberapa departemen/institusi yang tidak pernah melakukan audit penerapan teknologi informasi kalau pun ada sebagian besar pelaksanaannya masih bersifat ad-hoc. Jika ditelaah lebih lanjut, jenis audit penerapan teknologi informasi yang sering dilakukan lebih merupakan audit non-finansial dibanding audit finansial. Hal ini menunjukkan aspek efektifitas penerapan teknologi informasi lebih mendapatkan perhatian dibandingkan aspek efisiensinya. Selain itu, tanggapan departemen/institusi atas keterkaitan audit manajemen dengan audit teknologi informasi amat rendah, baik yang menyatakan terkait maupun yang menyatakan tidak terkait. Hal ini perlu diakui lebih lanjut karena tanggapan ini tidak mendukung kesimpulan sebelumnya, yaitu sebagian besar departemen/institusi menyatakan adanya keselarasan visi
dan
misi
institusi
dengan
penerapan
teknologi
informasinya.
Seperti halnya pada pemahaman akan tingkat pemanfaatan teknologi informasi, “concern” sebagian besar departemen/institusi pemerintah dengan adanya kebijakan nasional lebih tertumpu pada adanya aturan tata cara akses informasi oleh pihak luar/publik dibanding pada adanya panduan bagaimana departemen/institusi harus menempatkan teknologi informasi untuk review, monitor dan evaluasi.
4. E – Government di Kabupaten Sragen Ketika otonomi daerah mulai diluncurkan, problem besar yang menghadang pemimpin daerah yang memimpin setelah UU No 22/1999 berlaku adalah organisasi birokrasi. Beban ini masih ditambah lemahnya sumber daya manusia karena pola rekrutmen yang sarat nepotisme dan tidak profesional. Dengan adanya UU otonomi daerah itu, jumlah PNS di kabupaten dan kota membengkak luar biasa besar. Tidak heran jika semua Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selalu habis porsinya dimakan untuk biaya pegawai. Persentase belanja pegawai umumnya di atas 60 persen sehingga kepentingan publik menjadi terabaikan. Misalnya terjadi pada Kabupaten Bima dan Pandeglang. Sekitar 83 persen sampai 90 persen APBD kedua daerah itu dialokasikan untuk belanja rutin (gaji pegawai). Sisanya untuk belanja pembangunan. Proliferasi birokrasi tersebut dikarenakan banyaknya pegawai negeri pusat yang dulunya di bawah kantor wilayah, setelah dilikuidasi semua pegawai dijejalkan masuk ke
daerah (provinsi, kota, dan kabupaten). Dengan jumlah yang terlalu banyak, organisasi birokrasi menjadi tidak efisien. Selain tidak efisien, sejumlah pakar mengatakan, birokrasi di Indonesia juga tidak efektif, tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, serta tidak mengabdi pada kepentingan umum. Birokrasi tidak lagi menjadi alat rakyat, tetapi menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif. Dari fenomena tersebut, menurut Hans Dieter Evers, proses birokrasi di Indonesia berkembang menjadi model birokrasi ala Parkinson dan ala Orwel. Birokrasi ala Parkinson adalah proses pertumbuhan jumlah personel dan pemekaran struktur secara tidak terkendali. Adapun birokrasi ala Orwel adalah pola birokratisasi sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi, politik, dan sosial dengan peraturan, regulasi, dan bila perlu melalui paksaan. Dalam kondisi birokrasi yang dijangkiti penyakit parkinsonian dan orwelian, sejumlah daerah ternyata mampu lepas dari kungkungan tradisi birokrasi lama. Provinsi Gorontalo, Kabupaten Sragen, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul, sebagai contoh best practices, mampu menelurkan kebijakan yang inovatif karena pemerintahannya yang berorientasi pada publik. Yang lebih penting, mereka menerapkan manajemen perusahaan (swasta) dalam mengelola pemerintahan. Inilah yang kemudian dikenal sebagai good governance, tata pemerintahan yang baik. Kini sudah saatnya pemerintah daerah mengikuti gagasan David Osborn dan Ted Gaebler tentang reinventing government yang pada prinsipnya menyuntikkan semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Beberapa poin perspektif baru pemerintahan yang dikemukakan dua pakar itu, pemerintah berorientasi kepada pelanggan, yaitu memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Selain memerhatikan aspirasi lembaga perwakilan, pemerintah juga harus memerhatikan pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat dan pelaku bisnis. Pemerintah wirausaha adalah pemerintah yang mampu memberikan pendapatan dan tidak sekadar membelanjakan. Pemerintah dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan dengan menjual jasa, barang, informasi, penyertaan modal, dan lainnya. Kreatif dan jeli menangkap peluang bukan hanya milik pengusaha swasta. Kepala daerah beserta jajarannya harus mampu melakukan hal itu. Jika tidak, tingkah laku dan kebijakan
mereka pasti akan menyengsarakan rakyat. Menaikkan retribusi dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan seenaknya untuk menaikkan pendapatan asli daerah merupakan contoh kebijakan yang sama sekali tidak kreatif dan antirakyat. Sebaiknya, hal-hal seperti itu diakhiri sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Penerapan Teknologi Informasi Sejak April 2003, Departemen Dalam Negeri (Depdagri) merintis penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Setelah lebih dari tiga tahun, ternyata sistem tersebut belum juga berjalan efektif. Namun, di Sragen, Jawa Tengah, pemerintah daerah sudah mampu menjalankan SIAK ala Sragen sendiri. Cara itu ternyata lebih efektif. Kalau Anda penduduk Kabupaten Sragen, Anda hanya butuh waktu dua menit untuk mengurus kartu tanda penduduk (KTP). Biayanya juga tidak mahal. Hanya lima ribu rupiah. Tarif dan waktu pengurusan berlaku di seluruh kecamatan di Sragen. Namun, bagi warga Kecamatan Sragen (kota), KTP juga bisa diurus di Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Di Sragen, pengurusan KTP secara online telah dilimpahkan ke kecamatan bersamaan dengan pendirian KPT pada 2003. Pada awal penerapan metode itu, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus KTP masih tiga menit. Selain pengurusan yang mudah, murah, dan cepat, di Sragen tidak ada lagi penduduk yang memiliki identitas ganda. Begitu satu orang mengurus KTP di satu kecamatan, otomatis dia akan masuk ke sistem database kecamatan tersebut. Jadi, orang
tersebut tidak bisa mengurus KTP yang lain di kecamatan lain. Pengurusan KTP yang mudah, murah, cepat, dan transparan di Sragen itu tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan Sragen dalam memanfaatkan Wide Areal Network atau yang lazim disebut WAN. WAN merupakan
gabungan
antar-Local
Area
Network
(LAN).
Sebelum
WAN
dioperasionalkan, Sragen hanya menggunakan LAN. Itu pun hanya bisa menghubungkan jaringan
antarsatuan
kerja.
WAN
memanfaatkan
gelombang
frekuensi
yang
menyebabkan koneksitas mudah dan bisa menekan biaya operasional. Sistem jaringan ini dikelola Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE). WAN ini telah bisa menghubungkan antarsatuan kerja di Kabupaten Sragen dan seluruh kantor kecamatan di Sragen. Antarsatuan kerja dan kecamatan bisa saling mengakses data. Hasilnya, pada 2006, data kependudukan di 20 kecamatan telah terpadu dan dijamin tidak ada penduduk yang memiliki identitas ganda. Bupati Untung Wiyono mengungkapkan, teknologi informasi (TI) bisa menjadi sangat mahal tanpa persiapan sumber daya manusia (SDM). Mahal karena daerah tidak mampu menjalankan teknologi tersebut dan melakukan maintenance. Di banyak daerah, jamak terjadi teknologi informasi menjadi terbengkalai setelah ditinggalkan konsultan TI. Kalau daerah ingin sistem informasi tetap berjalan, daerah harus rela mengeluarkan kocek yang bernilai miliaran rupiah untuk membayar jasa konsultan TI. Sebelum sistem ini dibangun, bupati merekrut tenaga profesional. Rekrutmen dilakukan sendiri oleh bupati yang berlatar belakang pengusaha itu. Tenaga profesional yang direkrut adalah orang Sragen asli yang berpengalaman di sektor swasta. Gaji mereka pun disamakan dengan gaji ketika bekerja di sektor swasta. Total tenaga profesional yang direkrut 112 orang. Empat di antaranya ahli TI yang kemudian dijadikan staf di Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE). Selanjutnya, KPDE mulai membangun sistem jaringan ini. Setelah sukses diterapkan di lembaga teknis, sistem online diterapkan di kecamatan. Online dengan kecamatan inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk keperluan Simduk. Setelah semua dinas teknis dan kecamatan online, pada 2007 ini, giliran desa untuk online. Jadi, data antarsatuan kerja, kecamatan ,dan desa akan terpadu. untuk membangun sistem online sejak 2002, pemda hanya menghabiskan Rp 1,2 miliar. Kalau menggunakan konsultan dari luar, dibutuhkan lebih dari Rp 7 miliar untuk membangun sistem ini. Murahnya biaya ini karena untuk semua perencanaan,
pelaksanaan, dan maintenance dilakukan sendiri oleh personel KPDE. sistem tersebut tidak menggunakan jaringan telepon, tetapi menggunakan gelombang frekuensi. Frekuensi bisa digunakan secara gratis karena tidak ada yang memanfaatkannya. Karena itu, pemerintah daerah tidak perlu membayar pulsa telepon. Biaya pun bisa ditekan serendah mungkin.
Pengembangan sistim teknologi informasi tidak lepas dari pemerintah daerah untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan public. Penyelengaraan pemerintahan yang efisien, efektif dan tranparan juga sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses. Dalam hal ini peran teknologi informasi dapat sebagai sarana promosi dan investasi sehingga investasi baik dalam maupun luar mengetahui keandalan maupun pasar yang terbuka. Selain untuk mendorong perubahan budaya dan etos kerja birokrasi lebih baik tentu sebagai kekuatan untuk mengantisipasi perubahan informasi dan globalisasi.
Sistem informasi manajemen ini terdiri dari; sistem informasi pemerintahan daerah (Kantaya), sistem informasi kepegawaian (Simpeg), sistem informasi pelayananan satu atap (Simtap), sistem informasi akuntansi dan keuangan, sistem informasi kependudukan (Simduk), sistem informasi pendapatan (Simpatda), sistem informasi geografis (GIS), sistem informasi pengelolan barang daerah (Simbada), sistem informasi rumah sakit (Sim-RS), dan lainnya. Dengan berbagai kemudahan sistem tersebut tentu akan sangat memudahkan mencapai hasil yang ingin dicapai. Peningkatan komunikasi data dan informasi, peningkatan kecepatan dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, kelancaran laporan dan informasi kegiatan, peningkatan sistem pengawasan dan pengendalian, peningkatan budaya kerja, mengurangi pengeluaran biaya operasional.
5. Kesimpulan Dalam
melakukan
evaluasi keberhasilan
investasi teknologi
informasi,
maka
departemen/institusi pemerintah menganggap kriteria yang paling penting adalah efektifitas dan kualitas dalam pelayanan, kemudian diikuti oleh produktifitas dan pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan utilisasi teknologi informasi. Sementara faktor efisiensi dalam mengurangi biaya operasi dan penyelenggaraan korporat (organisasi perusahaan yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kriteria yang paling penting untuk dievaluasi. Departemen/institusi pemerintah perlu mendirikan suatu lembaga di tingkat nasional yang menangani teknologi informasi secara khusus. Yang berbentuk komisi independen sebatas koordinasi antar departemen dalam bentuk konsorsium. Kondisi kabupaten Sragen dengan luas wilayah 94.155 Ha dengan wilayah sawah mencapai 40.129 Ha dan sebagian lain adalah wilayah tanah kering. Memiliki potensi untuk dikembangkan seperti pertanian lahan basah (Pangan) atau kering (palawija), perdagangan, industri maupun pariwisata. Jumlah penduduk wilayah ini sekitar 865.375 jiwa dengan bermata pencarian sebagai petani 58,22%, pegawai/usaha sekitar 11,16% sedangkan sisanya sebagai informal maupun tidak berkerja. Dengan adanya Otonomi Daerah diharapkan dapat mencapai tiga target yaitu : meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, mempercepat kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan efektifitas dan efisiensi penyelengaraan pemerintah. Peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat berarti memberikan pelayanan prima (excellent service). Pemberiaan pelayanan public yang prima memberikan pelayanan bersifat konsultatif, fasilitatif, administrative. Tujuan kedua yaitu mempercepat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini mencakup empat pilar yaitu aparatur pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi. Tujuan ketiga yaitu mewujudkan efektifitas dan efisiensi penyelengaraan pemerintah mencakup : penataan kelembagaan, desentralisasi kewenangan ke kecamatan, optimalisasi peran satuan kerja daerah, dan inovasi lembaga.
Berikut pengambaran kerangka Reformasi birokrasi di daerah Sragen
Strategi selanjutnya setelah dilakukannya penerapan teknologi adalah strategi penerapan E-Government. Dengan pengembangan E-Government ini diharapkan : mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat
luas; menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintahan;
memanfaatkan teknologi informasi secara optimal; meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi informasi; mengembangkan kapasitas SDM dilingkungan pemerintahan dan meningkatkan e-literacy masyarakat; dan mengembangkan secara sistematik tahapan-tahapan yang sistematik dan terukur. Setelah semua pengunaan teknologi pada kegunaannya maka akan tercipta sebuah sistem yang terintegrasi. Pengunaan teknologi online tentu juga akan mempercepat komunikasi dengan pihak luar. Dari dalam sendiri jika sudah termudahkan oleh sistem informasi geografi maka akan mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan pengunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan infrastruktur pelayanan umum lainnya. Untuk menjawab tantangan globalisasi pengembangan sistem kedunia luar melalui Website sebagai media promosi untuk meraih peluang investasi dan bisnis, sosialisasi kebijakan dan potensi pemerintah kabupaten
Sragen dalam meningkatkan kualitas penyelengaraan maupun penyebaran informasi lainnya. Peranan pemerintah daerah dalam menyelenggaraakan pemerintahan adalah: memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat, komitmen (kepala daerah, DPRD, semua satuan kerja dengan semua stake holder, serta niat dan keberanian untuk melakukan perubahan budaya dan etos kerja telah membawa Kabupaten Sragen terdepan dalam pencapaian daerah penggunaan sistem informasi di Indonesia ini. Penyiapan sistem yang mendorong pemanfaatan teknologi informasi sebagai suatu kebutuhan dari seluruh stake holder baik bagi pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Melalui penerapan reformasi birokrasi melalui pengunaan teknologi informasi di Kabupaten Sragen ini sejak tahun 2002, telah didapat beberapa informasi signifikan;
Investasi meningkat 2002: Rp592M, 2003: Rp703M, 2004: Rp 926M, 2005: Rp 955M, 2006: Rp 1,2T
Penyerapan tenaga kerja disektor industri meningkat 2002: 40.785, 2003: 41.785, 2004: 44.566, 2005: 46.794, 2006: 58.188
Jumlah perusahaan yang memiliki perijinan (legalitas usaha) meningkat 2002: 6.373, 2003; 6.280, 2004: 7.425, 2005: 8.105, 2006: 10.293
Perkembangan jumlah perijinan meningkat 2002; 2.027, 2003: 3.170, 2004: 3.332, 2005: 4.072, 2006: 5.274
Peningkatan potensi fiscal (diatas rata nasional)
PAD meningkat
PDRB meningkat tahun 2002-2006 sebesar 57.48%
Total swadaya masyarakat meningkat 2008: 892M
Teknologi bukan hanya menuntut penguasaan atas perangkat kerasnya, melainkan mengubah budaya dan perilaku agar dapat berinteraksi dengan pihak lain dalam suatu sistem. Sistem terbaik adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan manfaat secara maksimal…
Daftar Pustaka
Wulandari, Anita. 2001. Kemampuan Keuangan Daerah di Kota Jambi Dalam
Melaksanakan
Otonomi
Daerah.
Jurnal
Kebijakan
dan
Administrasi Publik, Kemampuan Keuangan Daerah, Vol 5 no.2. November
Udjianto, Didit Welly. 2005. Kemampuan Keuangan Daerah dalam Mendukung Otonomi Daerah. Ekobis Vol 6no.1, Januari
Undang – Undang Republik Indonesia
Sulianto, Budi. 2007. Penerapan Egovernment di Kabupaten Sragen
Rubiantoro, Eko Anton. 2007. Kajian Evaluasi Penerapan One Stop Service di Kabupaten Sragen.
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah akhir Tahun Anggaran 2008. Bupati Sragen
http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2006/08/31/brk,20060 831-83058,id.html
berapa website blog lainnya