KEBANGKITAN TEKNOLOGI INDONESIA: UPAYA ANAK BANGSA MENCIPTAKAN PESAWAT TERBANG N-250 TAHUN 1976-1995 Raedi Fadil Zulfahmi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Secara garis besar skripsi ini akan membahas mengenai sejarah perkembangan teknologi dibidang industri pesawat terbang di Indonesia. Dunia dirgantara merupakan salah satu bidang yang mendapatkan perhatian khusus Pemerintah Indonesia. IPTN sebagai badan usaha milik negara mendapatkan tugas untuk menguasai teknologi tinggi tersebut. Untuk mengejar Technological Gap IPTN menggunakan konsep alih teknologi yang dinamakan Progressive Manufacturing Program. Melalui PMP Indonesia mampu menciptakan sebuah pesawat terbang sendiri bernama N-250 dalam jangka waktu 19 tahun. Konsep yang digunakan IPTN ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari 15 negara yang mampu menciptakan pesawat terbang sendiri pada tahun 1995. Kata Kunci: alih teknologi, industri pesawat terbang, dan kebangkitan teknologi indonesia
The Rise of Technology Indonesia: Nation Attempt to Create Aircraft N-250 1976-1995 Abstract Generally this thesis will discuss about the history of the development of technology in the aircraft industry in Indonesia. World Aerospace is one of the areas that get the attention of Government Indonesia. IPTN as Stateowned enterprises get the task to master high technology. To pursue the Technological Gap by IPTN using the concept of a technology called ' Progressive Manufacturing Program. Through the PMP Indonesia is able to create its own aircraft, the N-250 for a period of 19 years. The concept used by IPTN made Indonesia one of the 15 countries which are able to create his own aircraft in 1995. Keyword : Technology transfer, aircraft industry, and technology awakening Indonesia
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas wilayah terbesar. Berdasarkan Portal resmi Republik Indonesia, luas wilayah Indonesia sekitar 1,904,569 km2. Luas Indonesia yang menempati negara terbesar ke-15 berdasarkan luas wilayah, terbagi menjadi berbagai macam jenis kondisi geografi Indonesia. Negeri ini terbagi menjadi berbagai macam pulau yang
jumlahnya mencapai 17.000 pulau yang membuat negeri ini menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Secara fisik Indonesia memiliki keanekaragaman wilayah baik dari dataran rendah, dataran tinggi, lembah, dan pegunungan. Keunikan kondisi wilayah Indonesia tersebut menimbulkan permasalahan terutama di bidang perhubungan. Keanekaragaman geografi Indonesia dan luasnya wilayah kedaulatan Indonesia menjadi sebuah
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
batu sandungan bagi pemerintah untuk menghubungkan setiap wilayah di seluruh negeri. Alat penghubung antar wilayah di Indonsia yang Selain itu pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengamankan wilayah Indonesia dari sabang hingga merauke. Salah satu alat yang dapat menjawab kebutuhan tersebut ialah pesawat terbang. Moda transportasi udara modern yang baru ditemukan pada awal abad ke-20 ini merupakan sebuah alat transportasi yang dapat menjelajahi berbagai macam kondisi geografi. Selain itu, pesawat terbang merupakan moda transportasi tercepat pada abad ke-20. Kemampuan moda transportasi ini dapat menghubungkan dari Sabang ke Merauke dalam hitungan jam. Sehingga jenis transportasi udara ini merupakan pilihan yang efisien untuk menghubungkan dan mengamankan Indonesia. Upaya untuk menguasai teknologi pesawat terbang di Indonesia sudah dimulai sejak pembacaan proklamasi kemerdekaan negara ini dibacakan. Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono dan RJ Salatun, merupakan tiga orang perintis industri pesawat terbang di Indonesia. Mereka merupakan anak muda yang memiliki kegemaran di bidang Aeromodelling yang kemudian tergabung kedalam satuan Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Nurtanio yang kemudian mulai memfokuskan penciptaan pesawat terbang kecil, kemudian ditunjuk sebagai Pemimpin Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP). Lembaga ini kemudian mulai redup ketika terjadi pemberontakan tahun 1965 yang menyerang sendi-sendi penting di Indonesia. Akibatnya Presiden Soeharto ditunjuk sebagai Presiden Indonesia yang kemudian mengambil kebijakan untuk memfokuskan pembenahan perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia pasca kepemimpinan Soeharto semakin membaik dengan kebijakan ekonomi pintu terbukanya. Keadaan ini bertambah baik ketika Indonesia mendapatkan berkah dari Oil Boom yang disebabkan oleh memanasnya kondisi politik di timur tengah pada tahun 1973. Keuntungan tersebut kemudian digunakan pemerintah sebagai modal industri strategsi termasuk industri pesawat terbang yang telah tertunda. Pemerintah Indonesia mulai kembali menyusun rencana untuk mengembangkan industri pesawat terbang, salah satunya yaitu mengumpulkan berbagai aset yang telah dimiliki yang dapat menunjang industri pesawat terbang sejak tahun 1974. Setelah 2 tahun melakukan persiapan, Soeharto meresmikan Industri pesawat Terbang Nurtanio pada tanggal 23 Agustus 1976. Bacharuddin Jusuf Habibie kemudian ditunjuk sebagai Direktur Utama IPTN. Pemuda yang sudah memiliki pengalaman di Industri Pesawat Terbang selama 19 tahun di Jerman ini memiliki konsep alih teknologi yang
berbeda dengan industri lainnya. Konsep tersebut dinamakan Progressive Manufacturing Program yaitu suatu proses menguasai teknologi yang dimulai diakhir dan mengkahiri diawal. Proses rekayasa terbalik tersebut akan dilakukan secara bertahap menjadi 4 bagian. Tahapan pertama IPTN merakit pesawat terbang yang sudah ada dengan lisensi resmi dari pembuatnya. Tahapan kedua IPTN berkerjasama dengan industri pesawat asing untuk bersama-sama membuat sebuah pesawat terbang yang sama sekali baru. Tahapan ketiga ialah IPTN membuat sebuah pesawat terbang mandiri yang dapat dijual ke pasar Internasional. Dan tahapan terakhir IPTN sebagai salah satu fasilitas untuk menguasai ilmu-ilmu dasar sebagai proses penguasaan teknologi tinggi di Indonesia. Proses dan perkembangan IPTN untuk membangun sebuah pesawat terbang secara mandiri ini sangat menarik dibahas. Karena upaya IPTN yang di pimpin oleh Habibie dalam menguasai teknologi tinggi tersebut, memiliki cara yang berbeda dengan industri pesawat terbang yang ada di dunia. Meskipun banyak orang yang pesimis akan kemampuan Indonesia untuk bersaing dengan industri pesawat terbang asing, tetapi IPTN dapat membuktikan dengan keberhasilannya menciptakan sebuah pesawat terbang karya bangsa secara mandiri yaitu N-250 hingga dapat lepas landas pada tahun 1995. Hal yang menarik untuk diteliti adalah perkembangan industri dirgantara Indonesia, khususya IPTN dalam mengembangkan pesawat terbang N-250 antara tahun 1976-1995.
Metode Penelitian Pada penelitian ini, penulis menggunakan Metode Sejarah sebagai metode penelitian. Di dalam Metode Sejarah terdapat empat tahapan untuk meneliti permasalahan yaitu dimulai dengan Heuristik, Kritik, Interprestasi dan Historiografi. Langkah awal dalam metode sejarah ialah Heuristik, yaitu mengumpulkan berbagai macam sumbersumber dari buku, artikel, majalah, makalah ilmiah, surat kabar, wawancara dan dokumen yang telah di publikasi. Kemudian sumber-sumber tersebut diklarifikasi dan dikelompokkan menjadi sumber primer ataukah sumber sekunder. Di dalam tahapan pertama ini penulis berusaha untuk mengumpulkan berbagai macam sumber-sumber penulisan yang didapatkan dari Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok, Perpustakaan Nasional di Salemba, Perpustakaan Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN di Jalan Merdeka Jakarta Pusat, Perpustakaan BAPPENAS di Menteng, PT. Dirgantara Indonesia di Padjajaran Bandung, Perpustakaan Freedom di Jalan Proklamasi, Arsip Nasional Republik Indonesia di
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Ampera, Litbang Kompas di Palmerah dan Habibie Center di Kemang. Tahapan kedua ialah Kritik, pada tahapan ini penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang sudah didapatkan. Sumber-sumber tersebut di seleksi berdasarkan kesesuaian sumber tersebut dengan tema atau tidak. Sumber yang tidak sesuai dengan tema maka tidak dapat dipakai untuk menuliskan penelitian ini. Selain itu juga penulis menyeleksi sumber tersebut apakah dapat dipertanggung jawabkan atau tidak dengan melihat identitas sumber yang ada. Kemudian peneliti juga memilih sumber-sumber lisan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Tahapan ketiga ialah tahap Interpretasi terhadap sumber-sumber yang telah dikritisi pada tahapan kedua. Tujuan Interpretasi ialah, untuk mengkaji lebih dalam mengenai informasi yang terdapat dalam data-data tersebut dan juga mengkoloborasikan setiap data yang ada, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang baru. Pada tahap Interpretasi penulis dituntut seobjektif mungkin terhadap informasi yang dihasilkan. Agar tulisan yang dihasilkan sesuai dengan realita yang ada. Setelah tahap interpretasi, maka penulis mulai memasuki tahap Historiografi atau penulisan sejarah. Pada tahap terakhir ini, tulisan yang dihasilkan harus objektif dan juga mudah dipahami oleh para pembaca. Agar nilai yang terdapat didalam tulisan tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
Analisis dan Intepretasi Data Wajah Industri pesawat Terbang Pada Tahun 1945 Sampai Dengan 1965 Arti Penting Industri Pesawat Terbang di Indonesia Kebutuhan pesawat terbang di Indonesia tidak terlepas dari kondisi wilayah Indonesia yang beraneka ragam tersebar menjadi berbagai pulau yang berjumlah sekitar 17.000. Selain tersebar menjadi berbagai macam pulau, Indonesia juga memiliki kondisi fisik wilayah yang beranekaragam baik dari dataran rendah, dataran tinggi hingga pegunungan yang terbentang luas dari Sabang hingga Marauke. ‘ Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan sebuah jenis transportasi saja untuk menghubungkan daerah-daerah di Indonesia. Pemerintah tidak bisa hanya membangun transportasi darat seperti pembangunan jalan raya dan jalur kereta api untuk menghubungkan wilayahwilayah di Indonesia.1 Dengan melihat kondisi wilayah di Indonesia yang berpulau-pulau dan juga berbukit-bukit
moda transportasi ini kurang cocok untuk Indonesia. Jika dilihat kondisi wilayah di Irian Jaya yang berpegunungan dan masih banyaknya hutan yang belum terjamah manusia, maka untuk membangun moda transportasi darat di daerah ini akan menghabiskan biaya yang cukup banyak dan kurang efisien. Sedangkan pemerintah juga tidak bisa hanya mengandalkan transportasi laut untuk menghubungkan berbagai pulau di Indonesia. Karena wilayah daratan di Indonesia juga cukup luas untuk dapat dijangkau sehingga moda transportasi ini tidak dapat berfungsi secara optimal di daratan. Wilayah Indonesia memiliki rentang panjang garis khatulistiwa mencapai 3,000 mil, dan garis panjang dari utara ke selatan mencapai 1,500 mil, kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terluas di dunia.2 Dengan moda transportas udara yaitu pesawat terbang, jarak antara Sabang hingga Merauke dapat ditempuh dalam waktu beberapa jam saja. Kebutuhan Indonesia terhadap transportasi udara selalu berkembang setiap tahunnya. Berdasarkan data yang di publikasi oleh Badan Pusat Statistik tahun 2000, 2006 dan 2010, jumlah pengguna transportasi udara di Indonesia mengalami pertumbuhan tiap tahunnya, kecuali tahun 1997 dan 1998 yang disebabkan oleh krisis moneter dan kerusuhan yang melanda Indonesia. Berdasarkan tabel 1, pada tahun 1988 jumlah pengguna transportasi udara di Indonesia mencapai 11.697.635 penumpang. Jumlah ini meningkat hingga 6x lipat menjadi 67.897.432 penumpang pada tahun 2010. Angka tersebut akan semakin tumbuh sejajar dengan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan pertumbuhan pengguna transportasi udara tersebut membuat permintaan akan pesawat terbang juga meningkat. Permintaan akan pesawat terbang tersebut merupakan sebuah peluang usaha bagi sebuah industri pesawat terbang di dunia termasuk di Indonesia. Jika pemerintah dapat memanfaatkan peluang usaha tersebut, maka dapat meningkatkan lapangan pekerjaan melalui pendirian sebuah industri pesawat terbang di Indonesia. Selain sebagai alat penghubung antar wilayah, pesawat terbang juga memiliki fungsi sebagai Alat Utama Sistem Pertahanan (ALUTSISTA). Dewasa ini pesawat terbang memiliki andil besar didalam konflikkonflik yang terjadi khususnya di Timur Tengah. Pesawat terbang menjadi salah satu pilihan utama untuk mempertahankan kedaulatan negara, karena wilayah yang dapat dijangkau luas dan jenis transportas ini merupakan teknologi yang paling modern dengan berteknologi tinggi. 2
1
Hasil Wawancara dengan Bapak Ilham Habibie, tanggal 28 Mei 2013
Otis W. Freeman dan Joh W. Morris, World Geography (New York : the McGraw-Hill Book Company, 1958) hlm. 557
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Perang Enam Hari yang terjadi di Timur Tengah pada tahun 1967 merupakan salah satu contoh pentingnya pesawat terbang sebagai ALUTSISTA. Perang yang melibatkan berbagai negara-negara arab melawan Israel. Salah satu strategi penting didalam kemenangan Israel pada perang ini ialah dijalankannya Operation Focus yang dilancarkan secara mendadak pada tanggal 5 Juni 1967.3 Dalam strategi tersebut, Israel dengan angkatan udaranya Israeli Air Force (IAF) menyerbu pangkalan udara milik Mesir secara tiba-tiba. Jumlah total pesawat yang dapat dilumpuhkan oleh IAF pada hari pertama peperangan tersebut sebanyak 298 pesawat. Akibatnya perang yang berjalan dengan kurang seimbang yang terjadi selama enam hari tersebut, kemudian dapat dimenangkan oleh Israel dengan bantuan IAF yang melemahkan angkatan udara Mesir. Selain itu penguasaan teknologi pesawat terbang juga membawa pengaruh terhadap proses industrilisasi bagi suatu negara. Karena di dalam pembuatan sebuah pesawat diperlukan berbagai part-part yang tidak mudah untuk dikerjakan. Oleh karena itu, perusahaan Boeing yang merupakan sebuah industri pesawat terbang di Amerika Serikat memerlukan setidaknya 3.000 perusahaan subkontraktor. Maka pembangunan Aeronautika merupakan salah satu motor penggerak kebijakan industrialisasi.4 Berdasarkan kebutuhan pesawat komersil untuk penghubung di seluruh daerah Indonesia, kemudian sebagai alat pertahanan keamanan negara dan sebuah sarana untuk meningkatkan industri di Indonesia, pemerintah mulai mempersiapkan untuk menciptakan industri pesawat terbang di Indonesia. Upaya tersebut sudah dimulai dari masa pemerintahan Soekarno, kemudian diteruskan oleh pemerintahan Soeharto melalui seorang arsitek teknologi yaitu B.J. Habibie. Ketiga Presiden Indonesia pertama ini memiliki cara pandang yang sama mengenai arah kebijakan mengenai penguasaan teknologi dirgantara tersebut. Nurtanio: Pelopor Industri Pesawat Terbang di Indonesia Upaya untuk menguasai teknologi pesawat terbang sudah dimulai sejak awal kemerdekaan Indonesia. Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono dan RJ Salatun merupakan tiga orang perintis pendiri industri pesawat terbang di Indonesia. Ketiga orang yang memiliki kegemaran pesawat terbang ini tergabung 3
Ahron Bregman, Israel’s Wars: A History Since 1947 (London: Routledge, 2002) hlm. 83-85 4 Francois Raillon, Indonesia Tahun 2000 : Tantangan Industri dan Teknologi (Jakarta : CV Haji Masagung, 1990) hlm.110
kedalam Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan yang merupakan pelopor Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Melalui pemikiran dan kerja keras mereka bersama staff TKR Jawatan Penerbangan yang kemudian berganti nama menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia akhirnya dapat menciptakan berbagai jenis pesawat terbang kecil dimulai dari pesawat Gliders tanpa mesin, pesawat terbang bermotor pertama Indonesia yang dinamakan Wel-RI-X, kemudian pesawat tempur pertama karya bangsa yaitu Si-Kumbang tahun 1954, kemudian menciptakan pesawat terbang latih pada tahun 1957 yang dinamakan Belalang, dan Pesawat Kunang pada tahun 1958 sebagai pesawat olahraga. Lembaga Persiapan Industri Penerbangan dalam Mengembangkan Teknologi Pesawat Terbang di Indonesia Kemampuan Nurtanio dan staffnya yang dapat membuat berbagai jenis pesawat terbang kecil secara terbatas tersebut mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Melalui suatu Musyawarah Nasional pada tahun 1957, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengembangkan kemampuan Nurtanio beserta staffnya untuk mempersiapkan sebuah industri pesawat terbang di Indonesia. Untuk mempersiapkan hal tersebut, AURI membentuk sebuah lembaga yang dinamakan Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) pada tahun 1961 yang dipimpin langsung oleh Nurtanio. Lembaga ini bertanggung jawab langsung ke Kementrian Perindustrian, hal ini mempertegas bahwa calon industri penerbangan ini tidak hanya memproduksi pesawat tempur tetapi juga dapat menciptakan pesawat terbang komersial dikemudian hari. Selain membentuk LAPIP, Presiden Soekarno sebelumnya juga telah mempersiapkan sumber daya manusia yang akan mengisi calon industri penerbangan. Pada tahun 1950 pemerintah mulai mengirimkan putraputri terbaiknya keluar negeri secara berkala untuk mempelajari ilmu dirgantara dan ilmu maritim. Kemudian setahun berikutnya pemerintah kembali mengirimkan pelajar Indonesia pada tahun 1951, salah satunya untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan kedirgantaraan di Delft, Belanda. Selanjutnya diteruskan gelombang ketiga dilakukan pada tahun 1952. Dan gelombang keempat dikirim pada tahun 1954. Pengiriman pelajar pada tahap awal tersebut memiliki tujuan untuk memperoleh ilmu di negara-negara Eropa Barat. Program pengiriman pelajar kemudian dilanjutkan kembali pada tahun 1958 sampai dengan tahun 1962. Pada tahap ini pelajar-pelajar tersebut dikirimkan ke negara-negara Eropa Timur untuk menguasai teknologi tinggi. Pengiriman putera-puteri Indonesia tersebut merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
untuk mempersiapkan sebuah industri pesawat terbang. Pemerintah juga menyadari bahwa pendidikan adalah salah satu cara tercepat untuk menguasai suatu bidang termasuk penguasaan industri pesawat terbang. Oleh karena itu pemerintah memberikan anggaran khusus untuk membiayai pelajar-pelajar tersebut. Setelah selesainya putra-putri bangsa tersebut menempuh pendidikan keluar negeri, mereka dipanggil untuk kembali ke Indonesia untuk dapat mengisi pembangunan terutama di bidang keahliannya masingmasing. Sesampainya mereka di Indonesia, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden untuk mendirikan sub-Jurusan Teknik Penerbangan di bawah Tekhnik Mesin Institut Teknik Bandung pada tahun Pendirian jurusan Teknik Penerbangan ini 1962.5 bertujuan agar Indonesia mampu mengembangkan ilmu Aeronautika secara mandiri dan pemerintah dapat menghemat dana untuk mengirimkan pelajar Indonesia keluar negeri. Dalam tugasnya sebagai Direktur LAPIP, Nurtanio sudah menyiapkan program kerja 8 tahun bagi LAPIP yang terbagi dalam 3 tahap yaitu pertama tahap persiapan dibidang sumber daya manusia, materil dan fasilitas industri pesawat terbang, 1962-1964. Tahap kedua ialah percobaan memproduksi pesawat terbang dalam jumlah terbatas, 1964-1965. Tahap terakhir yaitu memproduksi pesawat terbang dalam jumlah terbatas, 1964-1965.6 Sebelum peresmian LAPIP, pemerintah Indonesia dengan pemerintah Polandia sudah menjalin kerjasama untuk mengembangkan industri pesawat terbang bersama-sama pada tanggal 20 September 1961. LAPIP ditunjuk sebagai wakil dari pihak Indonesia dan Cekop dari pabrik pesawat terbang Polandia untuk membahas isi perjanjian kedua negara tersebut yang berisi : • Kontrak No. 655 – mengenai Workshop Training Course. •
Kontrak No. 656 – mengenai Lisensi Pembuatan Pesawat PZL-104 Wilga yang kemudian diberi nama Gelatik
•
Kontrak No. 657 – mengenai Pendirian Pabrik Pesawat Terbang.7
Pada tahap awal pembuatan pesawat bersama Pol Kemudian untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dapat menunjang industri pesawat terbang, maka mulai didirikan berbagai sekolah kejuruan teknik, elektronika dan LPPI Curug. Pendirian sekolah-sekolah tersebut bekerjasama dengan Cekop untuk membina para tenaga ahli yang dapat menunjang kebutuhan SDM. Selain pendirian beberapa sekolah di Indonesia, beberapa teknisi LAPIP juga mulai dikirimkan ke WarsawaPolandia untuk pelatihan lebih lanjut mengenai pesawat PLZ-104 Wilga yang merupakan jenis pesawat pertama yang ingin dibuat oleh LAPIP. Sesuai dengan kontrak No. 656, Cekop memberikan bantuannya untuk mendirikan pabrik pesawat terbang. Landasan Udara Husein Sastranegara kemudian dipilih menjadi lokasi pendirian pabrik pesawat terbang. Selain itu juga Cekop membantu untuk mendirikan beberapa fasilitas penunjang lainnya di daerah Lanud Husein Sastranegara. Dalam pembangunan pabrik pesawat tersebut, LAPIP mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah Polandia sebesar 3 Juta US Dollar. 8 Biaya tersebut juga termasuk untuk alat produksi, lisensi dan pembelian material pembuatan pesawat untuk 40 buah pesawat PLZ-Wilga. LAPIP sebagai lembaga persiapan industri pesawat terbang mulai membuat sebuah pesawat terbang PZL-104 yaitu sebuah pesawat terbang yang diproduksi oleh Pabrik pesawat Cekop Polandia. Tetapi untuk menyesuaikan dengan keadaan di Indonesia, pesawat tersebut dimodifikasi agar dapat optimal fungsinya di Indonesia. Selain itu juga Nurtanio melakukan standarisasi untuk pesawat-pesawat yang akan ia buat, hal ini bertujuan untuk mempermudah membuat sparepart pesawat tersebut dan juga menjaga kualitas dari hasil produksinya. Maka hasil modifikasi pesawat PZL104 berhasil diciptakan pada tahun 1965, dan untuk namanya pesawat tersebut diubah menjadi Pesawat Gelatik atas saran dari Presiden Soekarno.9 Pada tahun 1965 sebuah peristiwa pemberontakan terjadi di Indonesia. Pemberontakan tersebut menyerang sendi-sendi penting di pemerintahan Indonesia yang mengakibatkan keguncangan di segala sektor. Akibatnya perekonomian Indonesia terguncang sangat keras, inflasi mencapai angka 600%. Sektor politik pun ikut terkena imbasnya, pemerintahan Soekarno mulai diragukan untuk dapat melanjutkan pemerintahan sehingga presiden
5
Tim Penyusun, 50 Tahun (1962-2012) Aeronautika & Astronautika ITB ( Bandung: IAP-ITB, 2012) hlm. 15-16 6 JMV Soeparno Nurtanio : Perintis Industri Pesawat Terbang Indonesia (Jakarta: Q-Communication, 2004) hlm.155 7 “Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio” Angkasa ed. 5 tahun 1971
8
Drs. Tedjo Narsojo, “Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio(LIPNUR) – Menudju Industri Penerbangan Nasional” Kompas, 10 September 1970 9 Carry Nadea dan Sulhan Syafi’i, “Dari Gelatik ke Gatotkaca” Gatra,22 Agustus 2007 hlm.58-62
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
pertama Indonesia ini akhirnya menyerahkan jabatannya pada tahun 1966. Peristiwa tersebut juga membawa dampak bagi LAPIP yang sedang mencoba untuk mempersiapkan sebuah industri pesawat terbang. Akibatnya lembaga ini untuk sementara tidak memberikan perkembangan yang signifikan bagi perkembangan dunia dirgantara Indonesia. Industri Pesawat Terbang Nurtanio: Pelaksana Alih Teknologi Indonesia Kondisi Indonesia Sejak Awal Orde Baru Hingga Oil Boom Setelah pemerintahan Soekarno menyerahkan jabatannya, kedudukan Presiden Indonesia digantikan oleh Soeharto. Kebijakan pertama yang diambil oleh Soeharto ialah untuk memperbaiki sektor ekonomi Indonesia terlebih dahulu. Untuk itu Soeharto memanggil ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mereka ditarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah dan beberapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting di dalam kabinet.10 Perubahan kebijakan ekonomi pun diambil, Indonesia yang sebelumnya tertutup terhadap investasi asing mulai diubah dengan kebijakan pintu terbuka. Kebijakan ini membuat investasi dari pihak asing ke Indonesia mulai dipermudah, hal ini digunakan untuk menarik modal-modal asing untuk membangun perekonomian Indonesia kembali. Salah satu tindakan nyatanya ialah pemerintah mengirim kawat (surat) kepada Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia berisi pesan bahwa Indonesia ingin memperbarui Keanggotaannya.11 Setelah 7 tahun memimpin Indonesia, sektor perekonomian di Indonesia perlahan-lahan mulai membaik. Pada tahun 1973 perekonomian Indonesia kembali menguat disebabkan krisis minyak yang terjadi di dunia. Krisis minyak tersebut terjadi akibat dari Perang Yom Kippur yang terjadi di Timur Tengah. Negaranegara arab yang sedang berperang melawan Israel melakukan sebuah kebijakan untuk menaikan harga minyak. Selain menaikan harga minyak, negara arab yang tergabung kedalam Organitation of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga melakukan embargo minyak kepada negara-negara yang mendukung Israel termasuk Amerika Serikat dan sekutunya. Akibatnya 10
Anne Booth dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 1990) hlm. 1-2 11 Rizal Mallarangreng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992 (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002) hlm. 50
harga minyak di dunia melonjak pesat hingga lebih dari 70% pada tahun 1973 dan terus naik hingga tahun 1975.12 Keadaan ini membuat Indonesia yang pada saat itu sebagai salah satu pengekspor minyak di dunia dan tergabung kedalam OPEC mendapatkan berkah yang berlipat ganda. Keadaan ekonomi Indonesia kembali pulih, sehingga keuntungan-keuntungan yang didapatkan pertamina tersebut mulai direncanakan untuk membangun sektor industri di Indonesia. Salah satu sektor industri yang menjadi fokus utama pemerintah Soeharto ialah kembali menyusun industri pesawat terbang yang sudah dipersiapkan oleh Presiden Soekarno sebelumnya. Persiapan Pemerintah Untuk Mengembangkan Industri Pesawat Terbang di Indonesia Persiapan untuk membangun industri pesawat terbang pada era Soeharto pun kembali dimulai. Tindakan pertama yang diambil Soeharto ialah memanggil kembali putra terbaik Indonesia di bidang dirgantara yang berada di Jerman pada tahun 1973. Ia adalah Bacharrudin Jusuf Habibie seorang pemuda ParePare yang mendapatkan beasiswa pada tahun 1954 ke Jerman untuk menguasai ilmu Aeronautika. Setelah tamat dari jurusan konstruksi pesawat terbang Aachen, Jerman Barat, ia kemudian bekerja diberbagai industri di Jerman. Ilmu dan keahliannya tersebut mengantarkan ia menjadi Vice President Director for Technology Application, Messerchmitt Boelkow Blohm GmbH. MBB merupakan sebuah industri pesawat terbang di Jerman yang memiliki pengaruh bagi industri pesawat terbang di eropa. Jabatan yang didapatkan Habibie pada usia 38 tahun membuat pemerintah Indonesia untuk memanggil pulang pemuda Pare-Pare ini. Sesampainya di Indonesia Habibie menghadap Presiden Soeharto. Presiden meminta agar Habibie untuk ikut berkonstribusi di dalam pembangunan Indonesia. Untuk itu maka Soeharto ingin mendengar konsep yang ditawarkan Habibie untuk membangun Indonesia. Habibie pun menyatakan keinginannya untuk mendirikan industri pesawat terbang sesuai dengan keahliannya selama di Jerman. Keinginan tersebut disambut baik oleh Presiden Soeharto, untuk itu presiden melalui pemerintahannya mempersiapkan terlebih dahulu untuk mengumpulkan aset dan tenaga kerja ahli yang ada untuk membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Untuk sementara waktu Habibie dijadikan sebagai penasihat presiden direktur Pertamina pada bulan Januari 1974. Kemudian ia juga diangkat menjadi Kepala 12
Daniel Yergin, The Price: The Epic Quest For Oil, Money, and Power (New York: Simon & Schuster, 1991) hlm. 605-606
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Divisi Advanced Technology and Aeronautics Penerbangan (ATTP) pada bulan Mei 1974 dibawah pembinaan Pertamina. ATTP kemudian diubah menjadi Divisi Advanced Technology Pertamina (ATP) pada tanggal 1 April 1976 ATTP. Divisi tersebut dikemudian hari akan menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang di kepalai oleh Menteri Riset dan Teknologi.13 ATTP mengambil peran sebagai pengembangan teknologi khususnya menangani industri pesawat terbang yang dimiliki oleh pertamina. Divisi ATTP memiliki aset berupa sebuah Industri Pesawat Terbang Indonesia (IPTI) di Pondok Cabe, Jakarta. Berbeda dengan LIPNUR yang merupakan lembaga industri pesawat terbang dibawah koordinasi TNI AU, IPTI merupakan industri baru yang asetnya dimiliki oleh Pertamina. Pendirian PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio Tahun 1976 Setelah mendapatkan data tentang aset-aset yang dapat digunakan untuk mendirikan industri pesawat terbang, pemerintah mengeluarkan surat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 tahun 1976 tanggal 5 April 1976. Surat tersebut menjelaskan Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Industri Pesawat Terbang, pemerintah melebur aset-aset tersebut menjadi satu untuk peyertaan modal bagi PT. IPTN.14 Aset untuk industri pesawat terbang ini merupakan gabungan antara aset yang telah dimiliki LAPIP/LIPNUR dari TNI AU dan aset dari divisi ATTP Pertamina. Selain itu juga Pertamina memberikan bantuan modal sebesar bantuan modal sebesar Rp. 600.000.000. 15 Industri ini nantinya akan menempati Bandara Husein Sastranegara yang merupakan hanggar milik LAPIP saat memproduksi berbagai macam pesawat terbang kecil. Selain itu Habibie juga menyiapkan sumber daya manusia yang telah ada yaitu dengan memanggil pulang para pelajar yang diberikan beasiswa keluar negeri dan juga menyiapkan sekitar 400 karyawan yang berada di Bandung. Presiden Soeharto kemudian meresmikan PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio pada tanggal 23 Agustus 1976. Pemberian nama Nurtanio kepada industri
pesawat terbang ini sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum Nurtanio tokoh perintis industri pesawat terbang di Indonesia yang telah gugur saat uji terbang pesawat terbang ciptaannya. Habibie kemudian ditunjuk sebagai Direktur Utama PT IPTN. Pemerintah kemudian hari juga mengambil beberapa kebijakan untuk mengamankan industri strategis ini. Salah satunya ialah mengeluarkan surat Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1980 pada tanggal 1 Februari 1980, tentang Larangan Pemasukan dan Pemberian Ijin Pengoperasian Pesawat Surat tersebut menjelaskan pelarangan Terbang.16 terhadap import-import pesawat terbang yang sejenis dengan produk yang telah, sedang atau akan diproduksi oleh IPTN yaitu NC-212, helikopter NBO-105 dan Puma S-330. Pemberian sistem proteksi tersebut kepada IPTN untuk dapat mengembangkan pesanan-pesanan dalam negeri agar IPTN dapat tumbuh dan berkembang. Sistem proteksi ini merupakan hal yang wajar dilakukan negara untuk melindungi industri yang berkaitan dengan pertahanan negara dan juga industri besar. Contoh saja Amerika Serikat yang merupakan negara pasar terbuka dalam perkembangannya juga melakukan sistem proteksi terhadap industri pesawat terbangnya. Hal ini dapat dilihat dari penandatanganan North America Free Trade Agreement. Habibie menjelaskan meskipun Amerika Serikat sebuah pasar terbuka, tetapi mereka memiliki begitu banyak peraturan built in, sehingga ia tidak dapat menjual satu pun pesawat utuh ke Amerika Serikat. 17 Proses Rekaya Terbalik Untuk Menguasai Teknologi Tinggi di Indonesia B.J. Habibie sebagai pemimpin utama di IPTN menyadari bahwa Indonesia mengalami ketertinggalan yang cukup jauh di dalam menguasai teknologi tinggi. Untuk dapat mengejar ketertinggalan, Habibie memiliki konsep untuk mengubah tahapan-tahapan yang biasanya digunakan untuk menguasai teknologi tinggi. Metode tersebut dinamakan Progressive Manufacturing Program (PMP), yaitu suatu bentuk penyerapan teknologi yang diawali dengan pengenalan secara umum tipe atau karakteristik pesawat yang dilanjutkan dengan penguasaan teknik-teknik pembuatan bagian-bagian struktur pesawat hingga komponen terkecil. Sehingga
13
Rahardi Ramelan, 4 Windu BPPT (Jakarta: Biro Umum dan Humas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2010) hlm. 25-26 14 Akta Perseroan Terbatas PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (PERSERO) tanggal 28 April 1976 didapatkan penulis dari PT. Dirgantara Indonesia 15 “PN Industri Penerbangan Nurtanio Diresmikan Presiden Hari Ini” Kompas, 23 Agustus 1976
16
Surat Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1980 tanggal 1 Februari 1980 didapatkan penulis dari PT. Dirgantara Indonesia 17 “Liku-liku di Balik Pembangunan Industri Dirgantara Indonesia” Berita Buana, 1 Maret 1994
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
pada akhirnya menguasai total Part Manufacture pesawat terbang yang ingin diproduksinya.18 Dalam artian singkat PMP ialah sebuah proses alih teknologi memulai di akhir dan mengakhiri di awal. Maka dengan demikian industrialisasi dipercepat dengan beralih dari hilir ke hulu dalam empat tahap : 1. Penggunaan teknologi yang telah ada dalam rangka program lisensi 2. Integrasi teknologi yang telah ada untuk membuat produk yang baru, berdasarkan program usaha patungan 3. Pengembangan teknologi baru dan pembuatan produk baru untuk kebutuhan masa depan 4. Penelitian dasar yang menurut pengalaman negara-negara industri biasanya datang pertamatama19 Pada tahap pertama PMP, ATTP (saat itu IPTN masih direncanakan) melakukan kerjasama dengan dua industri pesawat terbang Eropa. Pertama ialah Construcciones Aeronauticas SA (CASA) Spanyol dan Messerschmitt Boelkow Blohm GmbH (MBB) Jerman. Kerjasama pertama dengan CASA dilakukan pada bulan September 1974, ATTP mendapatkan lisensi untuk memproduksi pesawat terbang C-212. 20 Dengan MBB ATTP menjalin kerjasama untuk memproduksi helikopter BO-105. Setelah dapat diproduksi, kedua pesawat ini akan disisipkan inisial N didepan nama pesawat tersebut yang mewakili nama Nurtanio sebagai produsen jenis pesawat ini. Hal ini berlaku bagi semua pesawat yang diproduksi oleh IPTN dikemudian hari. NC-212 merupakan sebuah pesawat terbang transport ringan serbaguna, terutama untuk jarak pendek dan menengah. Pesawat ini didesain untuk mengangkut sekitar 20 penumpang. Pesawat yang memiliki 2 mesin baling-baling sehingga untuk pemakaian bahan bakarnya lebih irit dibandingkan dengan penggunaan mesin jet. Pesawat ini memiliki kemampuan untuk lepas landas dan mendarat di lapangan yang pendek (s.t.o.l., short take off & landing) karena menggunakan mesin baling-baling sehingga pesawat ini sesuai dengan kondisi-kondisi lapangan udara di Indonesia. Selain untuk mengangkut penumpang, pesawat tersebut juga dapat di fungsikan sebagai pesawat militer terutama untuk mengangkut pasukan militer. Karena di bagian belakang pesawat ini terdapat sebuah pintu yang lebar atau disebut dengan Ramp Door yang dapat difungsikan sebagai penerjunan
pasukan maupun mengangkut barang berukuran besar.21 Sedangkan untuk helikopter NBO-105 yang diproduksi IPTN dapat berfungsi sebagai sarana angkutan, pemetaan udara, dan keperluan-keperluan militer. Helikopter ini didesain untuk mengangkut hingga 4 penumpang saja. Tahap pertama PMP ini dapat diselesaikan oleh ATTP sebelum IPTN diresmikan oleh Presiden Soeharto. Sejak bulan Mei 1976, divisi ATTP yang sudah dilebur dengan LIPNUR telah menghasilkan sebanyak 16 helikopter NBO-105 dan 6 pesawat NC-212. Setelah berhasil dengan dua lisensi dari industri pesawat yang berbeda, IPTN terus mengembangkan kemampuannya untuk membuat pesawat terbang melalui lisensi yang sudah ada. Pada tahun 1981 IPTN mendapatkan kepecayaan dari Perancis yaitu untuk memproduksi helikopter NSA-330 Puma. NSA-330 Puma didesain untuk dapat mengangkut sekitar 17 orang. Pada akhir tahun 1982 IPTN mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi Helikopter NBELL-412 sekurangkurangnya 100unit helikopter. 22 Selain dari pemberian lisensi pembuatan pesawat terbang, IPTN mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi berbagai bagian-bagian pesawat terbang yang sudah mendunia. Pada tahun 1987, IPTN melakukan kerjasama dengan General Dynamics untuk memproduksi part pesawat tempur F-16. Kemudian pada tahun 1992 IPTN juga melakukan kerjasama dengan Boeing Company untuk memproduksi part pesawat B767.23 Selain itu IPTN juga melakukan kerjasama pembuatan komponen pesawat Fokker-100, Boeing 737 dan 747. Kemudian IPTN juga mendapat kepercayaan untuk berkerjasama dengan Airbus dalam pembuatan komponen pesawat A320 dan MD-11. Keuntungan dari pembuatan-pembuatan komponen tersebut memberikan konstribusi sekitar 30 persen dari seluruh pemasukan IPTN pada tahun 1991.24 Penguasaan tahap pertama ini memiliki arti yang penting bagi IPTN. Keuntungan yang didapatkan IPTN melalui penguasaan tahap pertama ini tidak hanya dilihat dari segi materil saja, tetapi segi imateril merupakan hal yang tak ternilai harganya. Karyawan IPTN yang sebelumnya tidak mampu membuat sebuah pesawat, mendapatkan proses nilai tambah melalui tahapan pertama ini. Kemampuan dan pengalaman mereka untuk menciptakan pesawat terbang merupakan sebuah aset yang sangat berharga untuk IPTN kedepannya. 21
18
S. Syamsuddin dan Tim Penulis, Nurtanio : Indonesian Aircraft Industry (Direktorat Publikasi Departemen Penerangan, 1984) hlm.22-23 19 Francois Raillon, Op Cit. hlm.111-112 20 Tim Penyusun, ITB Op Cit. hlm. 7-8
S. Syamsuddin dan Tim Penulis, Op Cit. hlm. 73-75 Ibid. hlm. 71-73 23 Hasil Wawancara dengan Bapak Eri Adhytiawan, tanggal 16 Mei 2013 24 “Hari ini, IPTN Berusia 15 Tahun” Kompas, 23 Agustus 1991 22
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Setelah penguasaan tahap pertama, IPTN mulai memasuki tahap kedua dalam strategi PMP. Tahapan kedua Progressive Manufacturing Program ialah melakukan kerjasama dengan industri pesawat terbang asing untuk membangun sebuah pesawat terbang baru dengan usaha patungan bersama. Pada tahapan ini IPTN berupaya untuk menyerap teknologi melalui kerjasama dengan industri pesawat terbang yang sudah memiliki pengalaman menciptakan pesawat terbang. Dengan adanya kerjasama tersebut maka dapat memperkecil biaya riset dan pengembangan pesawat terbang yang baru. Selain itu juga pengalaman yang dimiliki industri pesawat terbang asing tersebut dapat diperoleh melalui usaha patungan tersebut. Tahap Integrasi teknologi dimulai pada bulan April 1979, ketika di tandatanganinya Memorandum of Understanding antara PT. Nurtanio dengan CASA. Di dalam MoU tersebut dijelaskan bahwa PT. Nurtanio dengan CASA akan mendirikan sebuah perusahaan patungan 50:50 yang diberi nama dengan Aircraft Tecknologies Industries (AIRTEC). Perusahaan patungan tersebut akan melakukan riset, pengembangan dan penciptaan sebuah pesawat terbang baru dengan modal awal sebesar 6.000.000 Pesetas. Selain itu juga kedua industri pesawat tersebut memberikan posisi Direktur utama kepada Prof. Dr. B.J. Habibie dan Dr. Carlos Marin sebagai Wakil Direktur Aircraft Tecknologies Industries. 25 Pengembangan pesawat terbang yang dilakukan oleh AIRTEC yaitu membuat sebuah pesawat terbang yang sama sekali baru dengan kapasitas sekitar 30 penumpang. Pesawat terbang yang kemudian diberi nama CN-23526 merupakan sebuah pesawat terbang yang memiliki mesin turboprop/baling-baling dengan berkekuatan 1700 tenaga kuda dengan mesin CT 7 buatan General Electric.27 Dengan mesin tersebut CN-235 memiliki kemampuan jelajah hingga 400 kilometer per jam. Pesawat ini kemudian diperkenalkan kepada umum (Roll Out) dari hanggarnya di Bandung pada tanggal 10 September 1983. Prototipe pertama yang dibuat Indonesia diberi nama Tetuko yaitu sebuah nama panggilan gatot kaca waktu kecil. Pada tanggal 30 Desember 1983, Tetuko melakukan penerbangan
25
Basic General Agrement CASA dengan IPTN tahun 1979 didapatkan penulis dari PT. Dirgantara Indonesia 26 Arti nama dari CN-235 ialah C mewakili CASA, N mewakili Nurtanio, dengan mesin 2 dan memiliki kapasitas 30 penumpang. 27 Hanny Sri Ganingsih, Liku Anak Bangsa Menguasai Teknologi (Bandung: IPTN, 1999) hlm. 33
perdananya. Pesawat ini mampu mengangkut sekitar 3844 orang dengan kecepatan 454 kilometer per jam. Pesawat terbang CN-235 memiliki desain yang dapat dimodifikasi menjadi berbagai jenis kegunaan. Pesawat ini dapat digunakan sebagai pesawat penumpang, pesawat logistik dan juga sebagai pesawat militer. Tetapi target pasar utama dari CN-235 ialah untuk kebutuhan militer. Karena pesawat ini memiliki sebuah pintu Ramp Door28 yang dapat digunakan untuk mempermudah pengangkutan barang-barang besar. Selain itu juga pesawat CN-235 didesain memiliki keutamaan daya ketahanan yang lebih kuat, sedangkan dari segi penggunaan bahan bakar tidak terlalu hemat. Sebuah pesawat terbang yang sama sekali baru harus melalui tahap sertifikasi kelayakan udara. Sertifikat yang didapatkan nantinya memiliki nilai ganda. Pertama, sertifikat ini menyatakan bahwa secara implisit produk yang akan dibuat sama dengan prototipe sehingga telah diakui memenuhi ketentuan/persyaratan keselamatan penerbangan. Dengan keuntungan tersebut, maka maskapai yang memiliki pesawat terbang dapat melalui wilayah/negara yang berkerjasama dengan pemberi sertifikat. Kedua, sertifikat tersebut merupkan izin untuk memproduksi dalam jumlah yang besar berdasarkan desain prototipe, serta dengan sendirinya produk ini dapat dijual.29 Untuk itu meskipun sebuah pesawat terbang sudah dapat terbang dengan baik tanpa kendala, tetapi hal tersebut tidak berarti jika pesawat tersebut belum mendapatkan sertifikasi kelayakan udara. Pesawat CN-235 baru dapat sertifikasi kelayakan udara setelah 3 tahun melalui serangkaian uji coba yang dilakukan oleh badan sertifikasi FAA dari Amerika Serikat. Pada bulan Juni 1986 maka AIRTEC baru mendapatkan izin untuk menjual CN-235 ke pasar dunia. Keberhasilan IPTN bersama CASA di dalam menciptakan CN-235 merupakan bukti IPTN telah berhasil melampaui tahap kedua strategi PMP. Pada usia yang ke 10 tahun IPTN dapat membuktikan kepada dunia bahwa ia bersama CASA mampu bersaing dengan industri pesawat terbang yang telah ada di dunia. Keberhasilan IPTN dalam menciptakan CN-235 tidak membuat industri ini merasa puas. IPTN yang masih dipimpin oleh Habibie kemudian segera bergegas untuk masuk ketahap selanjutnya yaitu menciptakan sebuah produk pesawat sama sekali baru secara mandiri. Pada tahapan selanjutnya IPTN akan membutuhkan dana yang cukup besar dan kemampuan sumber daya manusia untuk menciptakan sebuah teknologi baru.
28
Ramp Door adalah sebuah pintu besar yang terdapat di bawah ekor pesawat terbang. 29 Hanny Sri Ganingsih, Op Cit. hlm. 37
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Upaya Anak Bangsa Menciptakan Pesawat Terbang N-250 Landasan Pemikiran Penciptaan Pesawat Terbang N250 Proses alih teknologi yang digagas Habibie untuk alih teknologi di Indonesia harus tetap dilaksanakan secara bertahap. Proses alih teknologi yang dipercepat tersebut sudah membuktikan bahwa strategi tersebut sudah memberikan hasil yang positif dengan selesainya tahapan kedua dalam usia IPTN yang masih 10 tahun. Perkembangan tersebut merupakan salah satu yang tercepat bagi sebuah negara yang baru saja merdeka dan mengalami penjajahan selama kurang lebih 350 tahun. Proses tersebut tidak bisa berhenti di tahapan kedua, tetapi harus diselesaikan hingga tahapan ke-empat jika Indonesia ingin bersaing dengan negara-negara maju yang telah melakukan revolusi industri berpuluh-puluh tahun sebelumnya. IPTN berserta berbagai unsur penting pada Pemerintahan Soeharto akhirnya mengambil keputusan untuk melanjutkan program PMP meskipun pada tahapan ketiga dan keempat membutuhkan dana yang cukup besar. Dengan mempertimbangkan segala konsekuensi yang dapat terjadi, IPTN melaju untuk memasuki tahapan ketiga dengan dukungan dari Pemerintah Soeharto. Untuk itu maka tahapan ketiga di dalam Progressive Manufacturing Program harus segera dilaksanakan. Dana awal yang diperkirakan untuk menciptakan pesawat terbang ini secara keseluruhan ialah US$ 650.000.000, dana teresebut diberikan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).30 Konsep pesawat yang akan diciptakan oleh IPTN secara mandir dicetuskan oleh Habibie. Pesawat tersebut dirancang dengan memiliki 2 mesin tuboprop berkapasitas 30 penumpang. Tetapi pada tahap akhir sebelum pengumuman ke publik pada tahun 1989, desain untuk pesawat ini ditetapkan memiliki kapasitas 50 penumpang. Pesawat ini kemudian diberikan nama N250 yaitu N untuk kepanjangan Nusantara, dengan memiliki 2 mesin dan berkapasitas 50 penumpang. Meskipun di dalam desain pesawat N-250 tersebut berkapasitas 50 penumpang.31 Menurut Habibie diperkirakan kebutuhan akan pesawat sekelas N-250 pada abad ke-21 sekitar 4.500 unit untuk mengganti pesawat yang sudah ada dan menambah armada baru di dunia.32 Sedangkan untuk di 30
Nasihin Masha dan Priyantono Oemar, “Habibie : Ini Karya Generasi Penerus” Republika, 10 Agustus 1995 31 Ibid. 32 “Hingga Saat ini Saja Pesawat N-250 Sudah Terjual 192unit.” Gatra, 19 Agustus 1995
dalam negeri kebutuhan akan pesawat berjenis komuter ini sekitar 450 unit pesawat terbang.33 Dengan melihat prospek pasar yang dijanjikan tersebut maka IPTN telah memasuki jalur yang benar untuk dapat meraih kelas pesawat komersil. Keunggulan utama dari N-250 ialah, pesawat ini didesain dengan teknologi terbaru pada tahun 1990an. Salah satu sistem yang menjadi daya tarik ialah N-250 sudah mengadopsi teknologi Fly by Wire, Dengan sistem ini maka muatan mekanik pesawat digantikan hingga 80% menjadi muatan elektronik sehingga sistem yang digunakan pesawat sudah secara komputerisasi. Pada tahun 1990-an, pesawat terbang yang sudah mengadaptasi teknologi ini baru dua pesawat di seluruh dunia. Pesawat tersebut datang dari industri pesawat terbesar di dunia yaitu Airbus dengan A-320 dan Boeing dengan 777.34 Pesawat N-250 menggunakan mesin turboprop atau baling-baling, pemilihan jenis mesin ini karena penggunaan mesin turboprop lebih menghemat bahan bakar dan juga menyesuaikan dengan kondisi bandar udara di Indonesia. Dengan mesin ini N-250 dapat lepas landas ataupun mendarat di sebuah landasan yang pendek dan tidak sesuai standarisasi bandara internasional. Sedangkan di Indonesia masih banyak ditemukan bandara yang belum memenuhi standarisasi internasional. Pesawat N-250 didesain untuk menggantikan pesawat-pesawat sejenis yang telah tertinggal teknologinya, karena pesawat pesaing yang ada pada saat itu merupakan pesawat yang didesain pada tahun 1960an. 35 Pada tahun 1989, N-250 kemudian diperkenalkan kepada dunia dirgantara pada acara Pameran Kedirgantaraan Le Bourget, Paris pada tanggal 15 Juni 1989. Pada tahun 1993, IPTN membuat sebuah keputusan untuk menambah kapasitas penumpang yang sejak awal sudah direncanakan. Dengan melihat pasaran yang lebih luas, Habibie menambah kapasitas menjadi 64-68 penumpang. Langkah IPTN untuk memproduksi pesawat N-250 berpenumpang sekitar 70 orang mendapatkan pujian. Pujian tersebut datang dari Ketua Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Assad Kotaite. Ia menilai, langkah Indonesia memproduksi pesawat berpenumpang 70 orang N-250
33
A. Makmur Makka, Total Habibie: Kecil Tapi Otak Semua (Jakarta: Edelweiss, 2013) hlm.358-360 34 “Menristek B.J. Habibie: Industri Pesawat Terbang akan Jadi Andalan Penghasilan Devisa” Kompas, 8 Oktober 1991 35 “N-250 akan Diproduksi British Aerospace” Kompas, 4 Desember 1993
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
sungguh sangat tepat. Sebab, pasar dunia saat ini justru kekurangan pesawat penumpang kecil.36 Persiapan IPTN Untuk Mengembangkan Pesawat Terbang N-250 ke Pelosok Dunia Kehadiran IPTN di dalam Pameran Kedirgantaraan Le Bourget, Paris pada tanggal 15 Juni 1989, membawa dampak yang baik. Sebuah maskapai penerbangan Indonesia yaitu Bouraq Airlines menyatakan minatnya untuk memesan pesawat N-250 sebanyak 62 unit.37 Pada tahun berikutnya saat dilaksanakan pameran dirgantara The Asia Aerospace 1990 yang berlangsung di Singapura pada tanggal 14-18 Februari 1990, IPTN mendapatkan pesanan pesawat N250 dari Swedia. Perusahaan asal Swedia tersebut memesan sebanyak 24 pesawat N-250 , yang nantinya akan disewakan ke berbagai negara di dunia. Tawaran tidak hanya datang untuk pembelian saja, tetapi lebih dari itu tawaran juga datang ke IPTN untuk pemasaran kewilayah-wilayah tertentu. Pada saat Pameran Le Bourget Paris 1989 sedang berlangsung, Aero Militair Dassault (AMD-AB) menawarkan kerjasama untuk pengkajian pemasaran bagi kedua produk ke wilayahnya masing-masing. Dassault merupakan sebuah industri pesawat terbang yang bermarkas di Perancis, dengan adanya kerjasama tersebut maka IPTN dapat memasarkan pesawat N-250 melalui Dassault ke wilayah Eropa dan sebaliknya IPTN berhak memasarkan pesawat Falcon produk Dassault di kawasan Asia.38 Perkembangan lebih lanjut juga ditawarkan oleh industri pesawat di Eropa. Sebuah perusahaan penerbangan Inggris yaitu British Aerospace menyatakan minatnya untuk memproduksi pesawat rancangan IPTN yaitu N-250 pada tahun 1993. British Aerospace sebelumnya telah memiliki sebuah pesawat sejenis dengan N-250. Tetapi di dalam teknologinya pesawat bernama Advance Turbo Propeller (ATP) tersebut tidak mampu untuk mengikuti perkembangan teknologi. Karena pesawat ATP merupakan sebuah pesawat yang di desain pada tahun 1960. Untuk menggantikan pesawat ATP maka British Aerospace memilih pesawat yang dirancang oleh IPTN yaitu N-250, dikarenakan pesawat ini merupakan produk yang memiliki teknologi
tercanggih di dalam pesawat sejenis.39 Selain itu kemampuan Fly by Wire dengan harga yang bersaing merupakan sebuah daya jual yang menarik bagi pasaran pesawat terbang sekelas 50 penumpang. Untuk mengembangkan pasarnya, IPTN kemudian membuka anak perusahaan di Amerika Serikat. Kebijakan IPTN untuk mengembangkan sahamnya di Amerika tidak terlepas dari disepakatinya North America Free Trade Agreement (NAFTA).40 Kesepakatan tersebut menyebabkan perusahaan-perusahaan di luar Amerika Utara akan sulit untuk menjual secara utuh produk ke wilayah tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi kebijakan tersebut yaitu IPTN mendirikan perusahaan bersama di Amerika Serikat. Langkah tersebut direalisasikan dengan pendirian sebuah perusahaan yaitu PT IPTN Amerika Utara (IPTN North America – INA – Inc). Pasar Amerika Serikat bagi N-250 merupakan salah satu pasar yang penting, karena secara teoritis potensi pasar Amerika Utara untuk pesawat sekelas N-250 sekitar 1.300 unit.41 Jumlah tersebut sama dengan sekitar 25% pasar pesawat N-250 diseluruh dunia. Pada tahun 1994 terdapat 6 negara bagian Amerika Serikat yang menawarkan diri untuk berkerjasama dengan IPTN untuk pembangunan fasilitas perakitan (final assembly) IPTN di Amerika Utara. Keenam negara bagian tersebut ialah Alabama, Oregon, Ohio, Arizona, Utah dan Kansas. Setelah melakukan pengkajian selama kurang lebih satu tahun akhirnya Habibie memutuskan untuk memilih kota Mobile di Alabama sebagai tempat perakitan pesawat N-250. Pada tahap pertama IPTN berencana untuk berinvestasi sebesar 100 juta US dollar untuk pembangunan pabrik perakitan pesawat N-250 di Alabama. Pemilihan Alabama sebagai tempat perakitan dikarenakan negara bagian tersebut memberikan penawaran yang paling menarik untuk IPTN. Alabama menjamin untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan IPTN untuk membangun sebuah pabrik perakitan seperti lahan untuk pembangunan pabrik sebesar 13 hektar yang disewakan seharga 1 US dollar per tahun untuk 13 hektar, akses ke lapangan terbang yang dekat, saranan listrik, air telpon dan juga Alabama berencana untuk menyediakan dana untuk pembangunan sekolah yang diperuntukan bagi putra-putri Indonesia yang akan melaksanakan proses nilai tambah.42 39
36
“Dipuji, Langkah Memproduksi N-250” Berita Buana, 8 Agustus 1995 37 “Pasaran Pesawat IPTN di Dalam Negeri Cerah” Merdeka, 8 Juli 1989 38 “IPTN dan Dassault Sepakat Kerjasama Pemasaran Pesawat” Merdeka, 20 Juni 1989
“N-250 akan Diproduksi British Aeropsace” Kompas, 4 Desember 1993 40 “Final Assembly N-250 di AS dapat menekan ongkos produksi IPTN” Bisnis Indonesia, 1 Maret 1994 41 “Pemasarannya Harus Agresif : Pesawat Gatotkaca Ini Murni IPTN” Bandung Pos, 26 Mei 1994 42 Nasihin Masha dan Priyantono Oemar Loc Cit.
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
IPTN pada tahun 1995 juga melakukan kerjasama penting lainnya dengan sebuah perusahaan Jerman. Perusahaan yang bernama Aircraft Service Lemwerder (ASL) menyetujui kerjasama untuk memasarkan pesawat terbang N-250 di benua Eropa. Dengan kerjasama ini, ASL akan menjadi agen tunggal pemasaran pesawat terbang N-250 yang menyebabkan kesepakatan antara British Aerospace dan Dassault Perancis dibatalkan.43 Kerjasama yang dilakukan IPTN tersebut merupakan sebuah pengakuan terhadap kemampuan bangsa Indonesia di dalam menciptakan pesawat terbang. Kemampuan IPTN pada tahun 1995 mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan industri pesawat terbang lainnya. Karena sebuah industri pesawat terbang yang masih baru beranjak 17 tahun ini sudah dapat menghasilkan sebuah pesawat terbang hasil desain sendiri dan tercanggih dikelasnya. “Ini suatu peristiwa bersejarah. Suatu negara berkembang membuka pabrik untuk karya asli bangsa Indonesia. Di negara industri, biasanya yang terjadi kebalikannya. Ini kebanggaan bukan saja buat Indonesia, tetapi juga seluruh negara berkembang di dunia.”44 Kata-kata tersebut diucapkan Menristek Habibie ketika menandatangani piagam kerjasama dengan wakil dari Alabama dan ASL pada tahun 1995. Kerjasama ini merupakan sebuah hasil dari usaha bangsa Indonesia yang berusaha dengan tekun selama hampir 50 tahun lamanya di dalam alih teknologi. Sebuah negara yang semula mengimpor ilmu dari negeri di barat, kemudian dapat mengekspor hasil dari ilmu yang didapatkannya ke negara tempat ia belajar dalam ulang tahun Emasnya. Lepas Landas N-250 Menuju Kemandirian Bangsa IPTN membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk dapat menyelesaikan prototipe pertama N-250-PA1 setelah mengenalkan N-250 pertama kali di Paris Air Show 1989. Habibie merencanakan untuk menyelesaikan N-250 sebelum bulan November 1994. Karena pada bulan tersebut akan di selenggarakan sebuah konferensi tingkat internasional yaitu Konferensi Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Indonesia. Dengan diadakannya APEC di Indonesia, konferensi ini akan menjadi sebuah sarana untuk mempromosikan produk yang diciptakan oleh IPTN ke wilayah negara-negara Asia Pasifik.45
43
“N250 Terobos Pasar AS dan Eropa, ASL Alihkan 25,1 Perse Saham ke IPTN” Republika, 14 Juni 1995 44 Ibid. 45 “APEC leaders to see rolling out of N-250 aircraft” The Jakarta Post, 15 Juni 1994
Prototipe pertama N-250 keluar pertama kali dari hanggarnya pada tanggal 10 November 1994, yang bertepatan dengan hari pahlawan. Roll Out pertama N250 dihadiri oleh Presiden Soeharto dan juga pemimpin APEC yang diundang secara khusus oleh Menristek Habibie. Di dalam Roll Out tersebut, Presiden Soeharto memberikan nama kepada Prototipe N-250 PA-01 yaitu Gatotkoco. Pada tahapan Roll-Out tersebut, sebuah pesawat belum dapat melakukan uji terbang secara langsung. Untuk dapat mencapai pada tahapan tersebut, Gatotkoco harus melakukan beberapa uji komponen yang harus dilalui. IPTN merencanakan untuk menyelesaikan uji komponen-komponen tersebut sekitar sembilan bulan lamanya. Karena IPTN ingin menerbangkan N-250 untuk pertama kalinya pada saat Indonesia berulang tahun ke50 yaitu pada tanggal 17 Agustus 1995. Sehingga N-250 akan menjadi sebuah kado ulang tahun emas Republik Indonesia dari hasil alih teknologi di Indonesia. N-250 kembali menyita perhatian bagi mediamedia penerbangan di dunia melalui terobosan terbang perdananya. Pasalnya, sebuah pesawat terbang yang baru diciptakan akan melakukan penerbangan perdana secara rahasia.46 Karena di dalam penerbangan perdana, perusahaan industri pesawat terbang menghindarkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti kerusakan mesin dan sebagainya yang menyebabkan uji terbang perdana tersebut gagal. Uji terbang perdana N-250 dipercepat 1 minggu dari jadwal yang direncanakan, karena melihat perkembangan N-250 yang sudah dirasa siap untuk melakukan First Flight tersebut. Tanggal 10 Agustus 1995 merupakan sebuah hari penting bagi Indonesia khususnya IPTN, karena pada hari tersebut pertaruhan kemampuan bangsa untuk dapat menguasai teknologi tinggi dilakukan disaksikan oleh dunia secara langsung. Selain itu juga hadir Presiden Soeharto, pejabat-pejabat penting Indonesia, Kedutaan Besar yang berada di Jakarta dan Wartawan dari berbagai negara yang meliput acara tersebut. Bandara Husein Sastranegara dipilih sebagai tempat uji terbang perdana, karena ditempat inilah N-250 dilahirkan. Rencananya pesawat ini akan dikemudikan oleh Pilot Ir. Erwin Danuwarta, Co Pilot Sumarwono. Mereka juga didampingi oleh Flight Engineer yang bertugas mengawasi kinerja mesin pesawat yaitu Ir. Hindrawan Haryowibowo dan Yuarez Riyadi. Pesawat N-250 mulai lepas landas pada pukul 10.05, pesawat ini kemudian mengangkasa di langit sekitar Bandung selama kurang lebih 55 menit. N-250 46
“Fasten Your Seat Belts : A Top Minister on a Smooth Flight” Asia Week, 11 Agustus 1995
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
kemudian dengan mulus dapat mendarat di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara tanpa mengalami kendala yang berarti. Akhirnya selesai sudah pembuktian kepada dunia bahwa Indonesia mampu bersaing dengan negaranegara maju dalam menguasai teknologi tinggi khususnya penciptaan pesawat terbang secara mandiri. Pesawat ini memiliki potensi untuk menguasai pasar pesawat komuter kelas menengah di dunia. Pada tanggal 17 Agustus 1995, pesawat ini sudah mendapatkan pesanan sebanyak 192 pesawat. Jumlah pesanan ini akan semakin bertambah setelah program kerjasama dengan AMRAI dan ISL mulai direalisasikan. Selain itu juga jika pesawat ini sudah mendapatkan sertifikasi kelaiakan terbang, maka pesanan terhadap pesawat ini akan semakin bertambah terutama dari maskapai penerbangan asing. Karena sertifikasi merupakan jaminan bahwa pesawat tersebut sudah layak terbang dan memenuhi standarisasi keamanan dari pemberi sertifikasi. Hari bersejarah itu kemudian dijadikan sebuah moment penting bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 6 Oktober 1995 Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 71 Tahun 1995 Tentang Hari Kebangkitan Teknologi Nasional. Surat itu menjelaskan bahwa menimbang dengan keberhasilan IPTN dalam melakukan uji terbang perdana N-250 pada tanggal 10 Agustus 1995, Presiden menetapkan tanggal tersebut menjadi Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.47 Dengan penetapan 10 Agustus sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional diharapkan masyarakat Indonesia akan terpacu untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dapat menghasilkan karya-karya terbaik dibidang teknologi.
Kesimpulan Kemampuan IPTN dalam menguasai teknologi tinggi khususnya menciptakan pesawat terbang dapat dibuktikan dengan kehadiran pesawat terbang N-250. Uji terbang yang disaksikan langsung oleh dunia merupakan bukti Indonesia mampu menciptakan sebuah pesawat terbang secara mandiri hingga dapat terbang landas. Hal ini menjadikan Indonesia termasuk salah satu dari 15 negara yang mampu menciptakan sebuah pesawat terbang secara mandiri. Pesawat yang diciptakan Indonesia ini merupakan pesawat komuter berkapasitas sekitar 50 penumpang terbaik di tahun 1990an hingga sekarang. Karena pesawat tersebut sudah mengandung teknologi tinggi yaitu sistem Fly by Wire, sampai saat ini belum ada pesawat komuter
47
Surat Keputusan Presiden No. 71 Tahun 1995 Tentang Hari Kebangkitan Teknologi Nasional
yang sejenis dengan N-250 yang mengadaptasi teknologi tersebut. Kemampuan IPTN yang dapat menciptakan N250 pada usianya yang ke-19 tahun merupakan sebuah pembuktian bahwa strategi Progressive Manufacturing Program berhasil mempercepat proses alih teknologi di Indonesia. Tahapan selanjutnya dari program ini yaitu penguasaan ilmu-ilmu dasar yang merupakan tahapan terpenting untuk pengembangan industri di Indonesia. Tahapan ini tidak hanya dilaksanakan oleh IPTN, tetapi program ini akan dilakukan oleh berbagai industri strategis lainnya dibawah naungan BPPT. Tahapan ini membutuhkan dana yang besar dan sumber daya manusia yang telah melalui proses nilai tambah. Sehingga dengan penguasaan ilmu-ilmu dasar tersebut maka Indonesia akan menjadi salah satu negara industri terbesar di dunia yang dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Oleh karena itu momen lepas landas N-250 merupakan salah satu peristiwa penting bagi bangsa Indonesia. Karena dengan berhasilnya IPTN menciptakan N-250 hingga dapat lepas landas merupakan pembuktian bahwa bangsa ini mampu menguasai teknologi tinggi secara mandiri. Peristiwa tersebut kemudian diangkat menjadi Hari Kebangkitan Teknologi Nasional agar bangsa Indonesia semakin terpacu untuk menguasai teknologi tinggi.
Daftar Acuan Arsip / Dokumen Yang Diterbitkan Akta Perseroan Terbatas PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (PERSERO) tanggal 28 April 1976, PT. Dirgantara Indonesia bulan April 2013. Arah Kebijakan dan Strategi Industri Manufaktur Kedirgantaraan Program N250 Tahun 2013, PT Dirgantara Indonesia bulan April 2013. Basic General Agrement CASA dengan IPTN tahun 1979, IPTN bulan April 2013 Curriculum Vitae B.J. Habibie tahun 1995, PT. Dirgantara Indonesia bulan April 2013. Data Republik Indonesia tahun 2013, Pemerintahan Indonesia
tanggal 6 Juni 2013. PT Dirgantara Indonesia Grand Strategy 2013 yang diperoleh penulis dari PT Dirgantara Indonesia pada bulan April 2013. Surat Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1980 tanggal 1 Februari 1980, PT. Dirgantara Indonesia bulan April 2013. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986, PT. Dirgantara Indonesia bulan April 2013.
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
Surat
Keputusan Presiden No. 71 Tahun 1995, Kementrian Riset dan Teknologi bulan Mei 2013.
Wawancara Adhytiawan,Eri. Wawancara Melalui Email. 16 Mei 2013. Adhytiawan,Eri. Wawancara. 22 April 2013. Habibie, Bacharuddin Jusuf. Wawancara Dengan Peter F Gontha. Impact, Qtv. Diakses 19 Mei 2013. Habibie. Ilham Akbar. Wawancara. 28 Mei 2013. Triyatna, Rakhendi. Wawancara. 11 April 2013. Surat Kabar Adrian, Benny. “Nurtanio Pringgoadisuryo, Perancang Industri Penerbangan Nasional” Kompas, 28 Juni 2000. Ardi, Yosef. “Keberhasilan N-250 tergantung pada wakil rakyat” Bisnis Indonesia 11 Agustus 1995. Destiana, Winda. ”Nurtanio Pringgoadisuryo: Merintis Kemandirian Dirgantara” Prioritas, 10-16 September 2012. Hakim, Chappy. “Mengenang Nurtanio, Pahlawan Dirgantara” Media Indonesia 27 Maret 2009. Ismail, Idrus. “Industri Penerbangan di Beberapa Negara dan di Indonesia” Kompas 23 Februari 1976. Lazuardi, Adi. “IPTN mampu tembus pasar dunia di Paris Air Show ‘95” Gala 19 Juni 1995. Lewis, Paul. “Man of The People : N-250 Roll Out” Flight 23-29 November 1994. Masha, Nasihin dan Priyantono Oemar. “Habibie : Ini Karya Generasi Penerus” Republika 10 Agustus 1995. Nadeak, Carry dan Sulhan Syafi’i. “Dari Gelatik ke Gatotkaca” Gatra 22 Agustus 2007. Narsojo, Tedjo, “Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio(LIPNUR) – Menudju Industri Penerbangan Nasional” Kompas 10 September 1970. Pringgoadisurjo, Nurtanio. “Penerbangan Percobaan SiKumbang 02” Angkasa tahun 1958. Soewarsono. “Warta Warta Penerbangan dalam gambar : NU-25 Kunang” Angkasa 1958. Utama, Syatrya. “Hasil Para Penerus: N-250 IPTN terbang perdana. Sudah terpesan 192 unit.” Tiras 17 Agustus 1995. “56 Menit yang Menegangkan” Jawa Pos 11 Agustus 1995. “A320 is ready for airline pilots” Flight Internasionzl 20 Juni 1987. “Alhamdulillah!” Republika 11 Agustus 1995.
“APEC leaders to see rolling out of N-250 aircraft” The Jakarta Post 15 Juni 1994. “Dilantik, Direktur dan Komisaris IPTN North America Inc.”Republika 16 Juni 1994. “Dipuji, Langkah Memproduksi N-25offd0” Berita Buana 8 Agustus 1995. “Erwin Danuwinata : Pilot Penguji Pesawat Komuter N250” Kompas 12 Agustus 1995. “Fasten Your Seat Belts : A Top Minister on a Smooth Flight” Asia Week 11 Agustus 1995. “Final Assembly N-250 di AS dapat menekan ongkos produksi IPTN” Bisnis Indonesia 1 Maret 1994. “Hajatan Besar Bagi Wartawan Asing” Kompas 10 November 1994. “Hanya Ada Satu Industri Pesawat Terbang Sampai Tahap Perakitan Penuh” Kompas 19 Agustus 1976. “Hari ini, IPTN Berusia 15 Tahun” Kompas 23 Agustus 1991. “Hingga Saat ini Saja Pesawat N-250 Sudah Terjual 192unit” Gatra 19 Agustus 1995. “IPTN dan Dassault Sepakat Kerjasama Pemasaran Pesawat” Merdeka 20 Juni 1989. “IPTN Starts Construction of N-250 All-Computer Aircraft” The Indonesia Times 24 Agustus 1992. “IPTN Tandatangani Kontrak Dengan Allinson” Merdeka 18 Juni 1991. “Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio” Angkasa ed. 5 tahun 1971. “Liku-liku di Balik Pembangunan Industri Dirgantara Indonesia” Berita Buana 1 Maret 1994. “Makin Diperlukan Alat Angkutan Cepat dan Aman” Kompas 24 Agustus 1976. “Menanti Gatotkoco Terbang” Angkasa, 13 Juli 1995. “Menristek B.J. Habibie: Industri Pesawat Terbang akan Jadi Andalan Penghasilan Devisa” Kompas 8 Oktober 1991. “Muktamar XI Berakhir: Persis Usulkan 10 Agustus Hari Teknologi” Republika 11 Agustus 1995. “N-250 Akan Diproduksi British Aerospace” Kompas 4 Desember 1993. “N-250, Komuter Senyaman Pesawat Badan Lebar” Suara Pembaruan 15 Mei 1994. “N-250 Mendarat Mulus” Kompas 11 Agustus 1995. “N250 Terobos Pasar AS dan Eropa, ASL Alihkan 25,1 Persen Saham ke IPTN” Republika 14 Juni 1995. “Pasaran Pesawat IPTN di Dalam Negeri Cerah” Merdeka 8 Juli 1989. “Pemasarannya Harus Agresif : Pesawat Gatotkaca Ini Murni IPTN” Bandung Pos 26 Mei 1994. “PII Usulkan 10 Agustus Hari Kebangkitan Teknologi” Republika 8 September 1995. “PN Industri Penerbangan Nurtanio Diresmikan Presiden Hari Ini” Kompas 23 Agustus 1976. “Realisasi Impian Nurtanio” Kompas, 24 Agustus 1976.
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013
“Swedia Beli 24 Pesawat N-250 IPTN” Merdeka 17 Februari 1990 . “TSRB Beri Izin Terbang N-250” Kompas 10 Agustus 1995. Buku Booth, Anne dan Peter McCawley. Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES, 1990. Bregman, Ahron. Israel’s Wars: A History Since 1947. London: Routledge, 2002. Dwipayana, Gufran dan Ramadhan Karta Hadimadja. Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada, 1989. Freeman, Otis W. dan John W. Morris. World Geography. New York : the McGraw-Hill Book Company, 1958. Ganingsih, Hanny Sri. Liku Anak Bangsa Menguasai Teknologi. Bandung: IPTN, 1999. Habibie, Bacharuddin Jusuf. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembangunan Bangsa. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 1984. Habibie, Bacharuddin Jusuf. Ilmu Pengetahuan, Teknologi Dan Pembangunan Bangsa : Menuju Dimensi baru Pembangunan Indonesia. Jakarta : Cidesindo, 1995. Halawa, Ohiao. Sang Pemimpin, Profil 5 Menteri Terpopuler Kabinet Pembangunan V. Jakarta: PT. Nyiur Indah Alam Sejati, 1993. Irahali, Lili. Dirgantara Indonesia Adaptif : Sebuah Pendekatan Komunikasi. Bandung : IDEACOM, 2002. Kuncoro, Mudarajad. Transformasi Pertamina: Dilema Antara Orientasi Bisnis dan Pelayanan Publik. Yogyakarta: Galang Press, 2009. Makka, A. Makmur. Total Habibie: Kecil Tapi Otak Semua. Jakarta: Edelweiss, 2013. Mallarangreng, Rizal. Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002. Mansfield, Harold. Vision: A Saga of The Sky. New York: Madison Pulishing Associates, 1984. Poesponegoro, Marwati D. dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI : Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008. Raillon, Francois. Indonesia Tahun 2000 : Tantangan Industri dan Teknologi. Jakarta : CV Haji Masagung, 1990. Ramelan, Rahardi. 4 Windu BPPT. Jakarta: Biro Umum dan Humas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2010. Soeparno, J.M.V. Nurtanio : Perintis Industri Pesawat Terbang Indonesia. Jakarta: Q-Communication, 2004.
Syamsuddin, S. dkk. Nurtanio : Indonesian Aircraft Industry. Direktorat Publikasi Departemen Penerangan, 1984. Tim Penyusun. 50 Tahun (1962-2012) Aeronautika & Astronautika ITB. Bandung: IAP-ITB, 2012. Triyatna, Rakhendi dan Andi Alisyahbana. Tekad yang tak pernah padam demi martabat bangsa: tiga dasa warsa PT Dirgantara Indonesia. Bandung: Dirgantara Indonesia, 2006. Yergin, Daniel. The Price: The Epic Quest For Oil, Money, and Power. New York: Simon & Schuster, 1991. Journal Rogers, Jason. “The American Boeing and the European Airbus: Competition for aviation technology and markets. A comprehensive analysis” College of Sience (2006). Wheat, Treston L.. “The Fruits of War: Israel and The Second LebanonWar” University of Tennessee Honors Thesis Projects (2011).
Kebangkitan teknologi…, Raedi Fadil Zulfahmi, FIB UI, 2013