HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA KARYAWAN MEKANIK MAINTENANCE UTILITY COMPRESOR DI PT. INDO ACIDATAMA, Tbk. KEMIRI KEBAKKRAMAT KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan
Oleh : Bayu Krisnawati R0206019
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada Karyawan Mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar Oleh : Bayu Krisnawati, R0206019, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada hari :
, Tanggal
2010
Pembimbing Utama Nama : Lusi Ismayenti, ST., M.Kes NIP : 19720322 200812 2 001
(
Pembimbing Pendamping Nama : Reni Wijayanti, dr. MSc NIP : -
( __________________ )
Penguji Nama NIP
( __________________ )
: Sarsono, Drs, M.Si : 19581127 198601 1 001
Tim Skripsi
)
Ketua Program D. IV Kesehatan Kerja FK UNS
Vitri Widyaningsih, dr. NIP.19820423 200801 2 011
Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok. NIP : 19481105 198111 001 ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.
Surakarta, 26 Mei 2010
Bayu Krisnawati NIM. R0206019
iv
ABSTRAK
Bayu Krisnawati. R0206019. 2010. HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA KARYAWAN MEKANIK MAINTENANCE UTILITY COMPRESOR DI PT. INDO ACIDATAMA, Tbk. KEMIRI KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR. Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan point time approach. Subjek penelitian 30 karyawan dengan cara purposive sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi pearson product moment dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Dalam penelitian ini ditetapkan tingkat signifikan 5%. Hasil pengukuran rata-rata intensitas kebisingan selama sehari adalah 88,5 dBA dan hasil pengukuran kelelahan kerja sebelum kerja menunjukkan bahwa 11 sampel dalam keadaan normal, 16 sampel dalam kriteria kelelahan ringan dan 3 sampel dalam kriteria kelelahan sedang. Hasil pengukuran kelelahan kerja setelah kerja menunjukkan 27 sampel mengalami kelelahan sedang dan 3 sampel mengalami kelelahan berat. Hasil uji statistik p = 0,030. Hal ini berarti hasil tersebut signifikan karena p < 0,05. sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk.
Kata kunci : Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja
v
ABSTRACT
Bayu Krisnawati. R0206019. 2010. NOISE INTENSITY RELATIONS OF WORK BEFORE AND AFTER FATIQUE OF WORKING UTILITY MAINTENANCE MECHANIC COMPRESSOR AT PT. INDO ACIDATAMA, Tbk.KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR. Diploma IV Occupational Health Medical Faculty of Medicine of Sebelas Maret University. This study aims to determine the relationship of noise intensity on the fatigue of work before and after working on mechanical maintenance compressor utility. Type of research is observational analytic with cross sectional and time points approach. 30 employees of the research subjects by purposive sampling. Processing and data analysis techniques were tested with Pearson product moment correlation statistics using SPSS version 16.0. In this study determined a significant level of 5%. The average results of measurements of noise intensity for a day is 88.5 dBA and measured fatigue before work showed that 11 samples under normal circumstances, 16 samples in the criteria for mild fatigue and three samples in medium fatigue criteria. The measurement results showed fatigue after working 27 fatigue samples and three samples were experiencing severe fatigue. Results of statistical test p = .030. This means the result is significant because the p < 0.05. so that it can be said there is a relationship between noise intensity of fatigue before and after working on mechanical maintenance employees utility compressors at PT. Indo Acidatama, Tbk.
Keywords: Intensity Noise, work fatigue
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada Karyawan Mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan di Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini, dengan rasa rendah hati disampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp. Ok selaku Ketua Program D. IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedoteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Ibu Lusi Ismayenti, ST., M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Reni Wijayanti, dr., MSc. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Sarsono, Drs, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini. 6. Pimpinan Perusahaan PT. Indo Acidatama, Tbk yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. 7. Bapak Setyo Budi selaku Safety Inspector dan semua karyawan PT. Indo Acidatama. Tbk, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar yang telah membimbing dan membantu penulis selama penelitian.
vii
8. Bapak, Ibu, kakak, adikku dan orang-orang terdekat yang aku sayangi, atas segala doa, cinta, dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 9. Sahabat, rekan-rekan angkatan 2006 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, 26 Mei 2010
Bayu Krisnawati
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. iii PERNYATAAN............................................................................................... iv ABSTRAK .......................................................................................................
v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ALAT ........................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
6
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 37 C. Hipotesis ................................................................................... 38 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................... 39 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 39 C. Populasi Penelitian ................................................................... 40 D. Sampel Penelitian ..................................................................... 40 E. Teknik Sampling ...................................................................... 40 F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 41 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 42 ix
H. Desain Penelitian ...................................................................... 44 I.
Instrumen Penelitian ................................................................. 44
J.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data...................................... 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor.................... 49 B. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................ 49 C. Pengukuran Intensitas Kebisingan ........................................... 51 D. Pengukuran Kelelahan Kerja .................................................... 52 E. Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja .............. 52 BAB V. PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................ 54 B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja .......................... 55 C. Analisis Kelelahan Kerja .......................................................... 56 D. Analisis Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja ...... 57 E. Kererbatasan Penelitian ........................................................... 61 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 62 B. Saran ......................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64 LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja ........................... 11
Tabel 2
Kerugian Berat badan Kurang dan Berat Badan Berlebih ............... 26
Tabel 3
Klasifikasi Metabolisme, Respirasi, Temperatur Badan dan Denyut Jantung sebagai Media Pengukur ........................................ 28
Tabel 4
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia ................................ 30
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ....................... 50
Tabel 6
Daftar Responden Berdasarkan Masa Kerja .................................... 50
Tabel 7
Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan .......................................... 51
Tabel 8
Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja .................................................. 52
Tabel 9
Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja ...................... 53
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1
Penyebab Kelelahan ......................................................................... 18
Bagan 2
Kerangka Pemikiran ......................................................................... 37
Bagan 3
Desain Penelitian .............................................................................. 44
xii
DAFTAR GAMBAR ALAT
Gambar 1 Alat Sound Level Meter ................................................................... 46 Gambat 2 Alat Reaction Meter Type L.77 Lakassidaya ................................... 47
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Data surat persetujuan menjadi responden penelitian Lampiran B. Data kuisioner penjaringan sampel Lampiran C. Daftar responden dibagian Mekanik maintenance utility compresor Lampiran D.
Hasil pengukuran kelelahan kerja sebelum kerja
Lampiran E.
Hasil pengukuran kelelahan kerja setelah kerja
Lampiran F.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP–51/MEN/I999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia masih dilaksanakan pada segala bidang, pembangunan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2003:5). Teknologi
modern
menimbulkan
masalah
mulai
gangguan
dari
selain
kebisingan
meningkatkan yang
konsentrasi,
industri
mempunyai
juga
pengaruh
komunikasi
dan
luas
kenikmatan
kerja sampai pada cacat karena kehilangan daya dengar yang menetap. Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja
tetapi
juga
berpengaruh
terhadap
tenaga
kerja
(A.M.
Sugeng Budiono, 2003:33). Kebisingan di tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap tenaga
kerja
mengganggu
yaitu
mengurangi
komunikasi,
mengurangi
kenyamanan
dalam
konsentrasi
(A.M.
bekerja, Sugeng
Budiono, 2003:33). Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi
atau
hasil
serta
dapat
1
membuat
kesalahan-kesalahan
16
akibat
terganggunya
konsentrasi.
Kebisingan
yang
tidak
terkendali dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah
satunya
berupa
meningkatnya
kelelahan
tenaga
kerja
(Suma’mur P.K., 2009:125). Kelelahan
dapat
diartikan
sebagai
suatu
kondisi
menurunnya efisiensi, performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang
harus
Kelelahan reaksi
dilakukan
dalam
tenaga
(Sritomo
penelitian
kerja
ini
terhadap
Wignjosoebroto, diartikan
rangsang
sebagai
suara
yang
2003:238). kecepatan diberikan
diukur dengan reaction timer. Pada keadaan sehat, tenaga kerja akan
lebih
cepat
merespon
rangsang
yang
diberi
daripada
seseorang yang telah mengalami kelelahan akan lama merespon rangsang yang akan diberi. Berdasar survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan kerja. Hal ini terlihat dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Hastono, 2001:5).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan Harwanto (2003) yang berjudul pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0.000, artinya P ≤ 0,001. Penelitian menggunakan metode Uji Statistik dengan Analisis Regresi Linear Sederhana. Penelitian tentang kelelahan lainnya adalah Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Penelitian ini menggunakan metode Uji Statistik dengan Independent Sample Test. Hal ini menunjukkan 16
17
bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan yang dapat menyebabkan kelelahan kerja meningkat. PT.
Indo
Acidatama,
Tbk.
Kemiri,
Kebakkramat,
Karanganyar merupakan perusahaan yang mampu mengolah tetes tebu (molasses) sebagai hasil samping pabrik gula menjadi produkproduk kimia. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas kebisingan tempat kerja di bagian mekanik maintenance utility compresor yaitu kebisingan yang berasal dari mesin compresor piston dengan intensitas kebisingan rata-rata 88,5 dBA dimana tenaga kerja berada di ruangan tersebut selama 8 jam kerja atau 40
jam
seminggu
dengan
istirahat
1
jam.
Tenaga
kerja
juga
mengalami beberapa keluhan seperti letih dan pening (pusing), dalam survei awal tersebut peneliti juga melihat tenaga kerja yang tidak memakai ear plug dalam bekerja dan peneliti melihat ruang mekanik tersebut kurang kedap terhadap kebisingan yang disebabkan karena kaca-kaca dinding sudah rusak. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan di
tempat
kerja
melebihi
Nilai
Ambang
Batas
(NAB)
yang
diperkenankan, yaitu 85 dBA untuk 8 jam kerja seperti yang diatur dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999.
Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh penulis, maka penulis ingin mengadakan penelitian mengenai “Hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja
pada
karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.”
17
18
B. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian Untuk memahami pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di
PT. Indo
Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa intensitas kebisingan berpengaruh terhadap kelelahan kerja. 2. Aplikatif : a. Diharapkan tenaga kerja PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar menyadari pentingnya kesehatan dalam bekerja. b. Diharapkan pimpinan perusahaan PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar untuk mengetahui Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang sudah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang sebagai kenyamanan pekerja dalam berproduksi.
18
19
BAB II LANDASAN TEORI
19
20
A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan Kebisingan merupakan masalah kesehatan yang selalu timbul, baik pada industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil, pabrik kimia maupun industri rumah tangga seperti penggergajian kayu, pande besi, perajin kuningan serta aneka logam lainnya. a. Pengertian Bunyi Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara (J.F. Gabriel, 1996:65). Definisi lain suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan peregangan dari molekul-molekul yang silih berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan ini digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu merupakan sederetan gelombang dan gelombang ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya dinamakan gelombang suara (W.F. Ganong, 1999:171).
b. Pengertian Kebisingan 6 Menurut Kepmenaker No.Kep-51/MEN/1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
20
21
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:1). Definisi lain adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastisitas manakala bunyi-bunyi tersebut tidak diinginkan (Suma’mur P.K., 2009:116). Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikendaki bagi manusia (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:246). Kualitas
suatu
bunyi
ditentukan
oleh
frekuensi
dan
intensitasnya (Suma’mur P.K., 2009:116). Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dBA) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:3). c. Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di Perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan (Suma’mur P.K., 2009:118). Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter (Sihar Tigor Benjamin Tambunan,
21
22
2005:75). Sound Level Meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dBA dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Suma’mur P.K., 2009:119). d. Tipe Kebisingan Menurut Sihar Tigor Benjamin Tambunan (2005:7) klasifikasi kebisingan di tempat kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar, yaitu : 1) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu : a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam. b) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni). 2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu : a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. b) Intermittent
noise,
kebisingan
yang
terputus-putus
dan
besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas. c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.
22
23
Menurut Suma’mur P.K (2009:118-119), jenis kebisingan yang sering dijumpai yaitu : 1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state wide band noise), misalnya : kipas angin, suara katup mesin gas, mesin tenun dan lain-lain. 2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state narrow band noise), misalnya : suara sirine, generator, compressor, suara gergaji sirkuler dan lain-lain. 3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya : kebisingan yang terdapat di lapangan udara, di jalan raya dan lain-lain. 4) Kebisingan
impulsif
berulang,
misalnya
:
mesin
tempa
diperusahaan. e. Sumber Bising Sumber bising dapat diidentifikasi jenis dan bentuknya. Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model lain (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:12-13). Sumber bising pada ruang compresor dalam penelitian adalah berasal dari mesin piston dan turbo apabila beroperasi.
f. Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
23
24
gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51/MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tinggi yang merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:298). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan adalah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:248). Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan : Waktu pemajanan per hari
24
Intensitas (dBA)
25
8 Jam 4 2 1 30 Menit 15 7,5 3,75 1,88 0,94 28,12 Detik 14,06 1,88 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11 Tidak boleh Sumber: A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33
85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 109 121 124 127 130 133 136 139 140
g. Pengaruh Kebisingan Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan seperti dibawah ini (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37) : 1) Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37). Contoh
25
26
gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K., 2009:125). 2) Gangguan Psikologis Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengganggu konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:33), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:255) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil
serta
dapat
membuat
kesalahan-kesalahan
akibat
terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya
26
27
berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur P.K., 2009:128-129). 3) Gangguan Patologis Organis Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang paling menonjol adalah menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI2:37). Kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:33). Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan sementara (Suma’mur P.K., 2009:121). Ditempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 dBA) atau lebih dapat membahayakan pendengaran. Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu : a) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara. b) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf. Pada pekerja permanent
27
28
deafness harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atau rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo., 2002:250). h. Pengendalian Kebisingan Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:299) : 1) Survei dan Analisis Kebisingan Kegiatan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
kondisi
lingkungan kerja apakah tingkat kebisingan telah melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat kerja serta mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan analisis intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus menerus atau berubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan analisis ini, ditentukan apakah program perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak di perusahaan tersebut. 2) Teknologi Pengendalian Dalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara yang dikehendaki, menghitung reduksi kebisingan dan sekaligus mengupayakan penerapan teknisnya. Teknologi pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya dilakukan dengan mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi
berkurang
suara
yang
menimbulkan
bisingnya;
menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap
28
29
suara; mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan; subtitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising; menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet; modifikasi mesin atau proses; merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34). 3) Pengendalian Secara Administratif Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. 4) Pengendalian Alat Pengendalian Diri Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu sumbat telinga atau ear plug dan tutup telinga atau ear muff (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34). 5) Pemeriksaan Audiometri Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus pada akhir masa kerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang terpapar (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:252).
29
30
6) Pelatihan dan Penyuluhan Pelatihan dan penyuluhan dilakukan pada pekerja atau semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang berkaitan (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34). 7) Evaluasi : evaluasi hasil pemeriksaan audiometri.
2. Kelelahan Kerja a. Pengertian Kelelahan Kelelahan (fatique) adalah rasa capek yang tidak hilang waktu istirahat (Yayasan Spirita, 2004:thl). Kelelahan
adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). (Grandjean, 1993). Istilah kelalahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbedabeda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada
30
31
pengertian kelelahan fisik atau physical fatique dan kelelahan mental atau mental fatique (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:86). Dengan kelelahan fisik otot kita tidak dapat melakukan kegiatan apapun semudah seperti sebelumnya. Dengan kelelahan mental kita tidak dapat memusatkan pikiran seperti dulu (Yayasan spirita, 2004:thl). Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat atau inhibisi dan sistem penggerak atau aktivasi, dimana keduanya berada pada susunan saraf pusat. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari dalam tubuh ke arah bekerja. Maka keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja diantara dua sistem antagonistik tersebut. Apabila sitem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja, sebaliknya manakala sistem penghambat lebih kuat maka seseorang dalam keadaan kelelahan (Suma’mur P.K., 2009:360). b. Penyebab Kelelahan Sebagaimana diketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan yang mempunyai beragam penyebab yang berbeda, namun demikian secara umum dapat dikelompokkan seperti pada gambar dibawah ini (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88) :
31
32
Bagan 1. Penyebab kelelahan : Masalah-masalah fisik: Tanggung jawab, kecemasan, konflik
Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis Masalah Lingkungan kerja: - Kebisingan - Penerangan
Nyeri dan penyakit lainnya
Tingkat Kelelahan
Gizi/Nutrisi
Irama detak jantung PENYEMBUHAN
Penyebab kelelahan dikelompokkan seperti gambar di atas oleh Grandjean (1993) merupakan diagram teoritik efek kombinasi dari
penyebab
kelelahan
dan
usaha
yang
diperlukan
untuk
memperbaiki keadaan tersebut (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88). Jantung berdenyut kira-kira 70 kali dalam satu menit pada keadaan istirahat. Frekuensi melambat selama tidur dan dipercepat oleh emosi, olahraga, demam dan rangsang lain (W.F. Ganong, 1999:535). Berbagai kondisi kerja dapat menaikkan denyut jantung seperti bekerja dengan temperatur yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja (Eko Nurmianto, 2004:136). Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1
32
33
menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Astrand (1997) berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut lagi Suma’mur (2009); Grandjean (1993), juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:85). Rangsang bunyi bising yang diterima oleh telinga akan menyebabkan sensasi suara gemuruh dan berdenging. Timbulnya sensasi suara ini akan menggerakkan atau menguatkan sistem inhibisi atau penghambat yang berada pada thalamus (W.F. Ganong, 1999:122). Selain itu penerangan atau pencahayaan juga dapat menyebabkan kelelahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar. Lelahnya mata ini akan mengakibatkan pula lelahnya mental dan lebih
33
34
jauh lagi bisa menimbulkan rusaknya mata (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:85). Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis dalam bekerja dengan melakukan gerakan yang sama dapat menyebabkan waktu putaran menjadi lebih pendek, sehingga pekerja sering melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:92). Kondisi kerja yang berulang-ulang dapat menimbulkan suasana monoton yang berakumulasi menjadi rasa bosan, dimana rasa bosan dikategorikan sebagai kelelahan (Eko Nurmianto, 2004:269). Pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:154). Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh dan diperlukan juga untuk pekerjaan yang meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur P.K., 1996:197). Faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka merasa lelah (Suma’mur P.K., 2009:359). Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan konflik. Kelelahan dapat dihilangkan dengan berbagai cara yaitu melakukan rotasi sehingga pekerja tidak melakukan pekerjaan yang sama selama berjam-jam, memberi kesempatan pada pekerja untuk berbicara dengan rekannya, meningkatkan kondisi lingkungan kerja
34
35
seperti mereduksi kebisingan, memperbaiki lingkungan kerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:94-95), memberikan waktu istirahat yang cukup (Eko Nurmianto, 2004:264). c. Gejala Kelelahan Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatique Symptons) secara subyektif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, ngantuk dan pusing, tidak atau berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88). Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu (Suma’mur P.K., 2009:359-360) : 1) Pelemahan kegiatan ditandai dengan gejala : perasaan berat di kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran dan lain-lain. 2) Pelemahan motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, cenderung untuk lupa, tidak tekun dalam pekerjaannya dan lain-lain. 3) Pelemahan fisik ditandai dengan gejala : sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata dan merasa pening.
35
36
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik maksimal (Astrand, 1997) d. Cara Mengurangi Kelelahan Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan peraturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat (Suma’mur P.K., 2009:362). Pengetrapan ergonomi sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan menggunakan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya usaha ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik (Suma’mur P.K., 2009:262). Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:91) : 1) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk. 2) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif. 3) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi. 4) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja.
36
37
5) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja. 6) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik. 7) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi. e. Faktor yang mempengaruhi Kelelahan Grandjean (1993) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadi nya kelelahan di industri sangat bervariasi dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktuwaktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Menurut
Suma’mur
1996
karakteristik
pekerja
yang
mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja sebagai berikut : 1) Faktor Internal a) Umur Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan
20-an
dan
kemudian
menurun
dengan
bertambahnya usia (Lambert, David, 1996:244). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996:11). Sedang di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan,
37
38
Arcole,
1996:81).
Dengan
menanjaknya
umur,
maka
kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara perlahan-lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 1996:24). b) Jenis Kelamin Suatu identitas seseorang, laki-laki atau wanita. Pada tenaga kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap bulan di dalam mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya kondisi fisik maupun psikisnya. Hal ini akan menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih besar daripada laki-laki. c) Riwayat penyakit Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang. d) Faktor psikologis atau keadaan psikis Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran, harapan-harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini
38
39
dapat
berupa
sifat,
motivasi,
hadiah-hadiah,
jaminan
keselamatan dan kesehatannya dan lain-lain (Suma’mur P.K., 1996:207). Faktor psikologis memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi
di
lingkungan
pekerjaan,
akhirnya dapat
mempengaruhi kondisi fisik pekerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:151). Keadaan psikis adalah suatu respon yang ditafsirkan sebagai bahan yang salah, sehingga merupakan suatu aktifitas atau deaktifitas secara primer suatu organ, akibatnya timbul ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. e) Ukuran Tubuh (Berat Badan dan Tinggi Badan) Ukuran tubuh disini kaitannya dengan status gizi tenaga kerja yang dilihat dari berat badan dan tinggi badannya. Berat normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila berat badan normal adalah penampilan baik, lincah dalam bergerak dan resiko sakit rendah. Sedangkan berat badan yang kurang atau berlebih akan menimbulkan resiko terhadap berbagai macam penyakit. Kerugian dari keadaan berat badan kurang dan berlebih dapat dilihat pada tabel berikut :
39
40
Tabel 2. Kerugian berat badan kurang dan berat badan berlebih Berat badan Kurang/Kurus
Kerugian - Penampilan cenderung kurang menarik - Mudah lelah dan letih - Resiko sakit tinggi antara lain penyakit infeksi, depresi, anemia, diare dan sebagainya. - Wanita kurus yang hamil beresiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR
Kelebihan/gemuk
- Kurang mampu bekerja keras - Penampilan kurang menarik - Gerakan dalam bekerja tidak gesit dan cenderung lamban - Mempunyai resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah, kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan sendi dan tulang, gangguan ginjal, gangguan kandungan empedu, kanker dan sebagainya. - Pada wanita dapat mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur, perdarahan yang tidak teratur) dan faktor penyakit pada persalinan. Sumber : A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003 2) Faktor Eksternal a) Beban Kerja Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat
kontraksi
otot
tubuh,
sehingga
hal
ini
mempercepat pula kelelahan seseorang (Suma’mur P.K., 1996). Begitu juga dengan oksigen, bahwa setiap individu mempunyai keterbatasan maksimum untuk oksigen yang di konsumsi. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat
40
41
kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik. Akibatnya adalah
manifestasi
rasa
lelah
yang
ditandai
dengan
meningkatnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2004:133). Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang berbeda-beda, selain itu temperatur sekeliling yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis serta semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja dapat meningkatkan denyut jantung. Dengan demikian denyut jantung dipakai sebagai indeks beban kerja (Eko Nurmianto, 2004136). Adapun hubungan antara metabolisme, respirasi, temperatur badan dan denyut
jantung
sebagai
media
pengukur
beban
kerja
ditunjukkan pada tabel di bawah ini (Eko Nurmianto, 2004:137).
41
42
Tabel 3. Klasifikasi metabolisme, respirasi, temperatur badan dan denyut jantung sebagai media pengukur beban kerja. Beban Kerja
( 1 ) S a n g at ri n g a n R in g a n A g a k b er at B er at S a
Kons umsi Oksi gen (liter /men it)
Resp irasi (liter /men it)
Tem perat ur bada n o ( C)
(2) 0,250,3
(3) 6-7
(4) 37,5
1120 2031
37,5 37,538
0,5-1 1-1,5 1,5-2 2-2,5
3143 4356
2,5-4
3838,5 38,539 >39
60100
D en yu t ja nt un g (/ m en it) (5 ) 60 70 75 10 0 10 012 5 12 515 0 15 017 5 >1 75
42
43
n g at b er at L u ar bi a s a b er at Sumber : Eko Nurmianto, 2004:137 b) Masa Kerja Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama tenaga kerja mulai bekerja hingga saat penelitian dilakukan, yang dihitung dalam tahun. c) Iklim kerja Pada suhu yang terlalu rendah akan dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sehingga suhu yang terlalu tinggi (diatas 32 0 C) akan menyebabkan menurunnya kelincahan dan menggangu kecermatan, sehingga kondisi semacam ini akan meningkat tingkat kelelahan seseorang.
d) Penerangan
43
44
Penerangan yang terlalu kecil intensitasnya akan meningkatkan daya akomodasi mata dan syaraf pengelihatan. Intensitas penerangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan kesilauan
pada
mata
yang
dapat
merangsang
syaraf
pengelihatan untuk bekerja lebih berat, sehingga hal ini dapat meningkatkan kelelahan seseorang. e) Getaran mekanis Merupakan salah satu faktor bahaya di tempat kerja yang disebabkan oleh mesin atau peralatan yang dioperasikan. Dalam menjalankan proses produksi, tidak lepas dari mesin atau alat mekanis lainnya yang dijalankan oleh motor penggerak. Sebagian dari kekuatan mekanis ini disalurkan kepada tubuh pekerja atau lainnya dalam bentuk getaran mekanis. Efek yang dapat ditimbulkan dari getaran mekanis antara lain gangguan kenikmatan kerja dan timbulnya kelelahan kerja. f) Waktu pemaparan Waktu pemaparan adalah waktu yang di hitung mulai dari tenaga kerja mulai bekerja dan berada hingga tenaga kerja selesai bekerja yang dihitung dalam jam. Waktu pemaparan mempengaruhi tingkat kelelahan tenaga kerja.
g) Status Gizi
44
45
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang berhubungan dengan konsumsi dan penggunaan zat makan atau nutrien. Sehingga penilaian status gizi penting untuk menunjukkan keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrien atau lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:60). Hasil pengukuran dikategorikan sesuai ambang batas IMT pada tabel berikut. Tabel 4. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia No 1
Kurus
2
Normal
3
Gemuk
Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
Sumber: I Dewa Nyoman Supriasa, 2002:61
45
IMT < 17,0 17,018,5 18,525,0 > 25,027,0 > 27,0
46
h) Alat Pelindung Diri Usaha pencegahan terhadap kemungkinan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan kerja harus dilakukan untuk menghindari dan mengurangi paparan dan risiko kebisingan. Salah satu upaya pengendalian adalah melengkapi tenaga kerja dengan Alat Pelindung Diri (APD). UndangUndang No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 13 dan 14, mengatur tentang penyediaan dan penggunaan Alat Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi tenaga kerja (A.M. Sugeng Budiono, 2003:329). Alat Pelindung Diri merupakan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja (A.M. Sugeng Budiono, 2003). Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat Pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices. Alat Pelindung Telinga dapat menurunkan kerasnya bising yang melalui hantaran udara sampai 40 dBA, tetapi pada umumnya tidak lebih dari 30 dBA. Pemakaian Alat Pelindung Telinga ini dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga
46
47
bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Semua tenaga kerja yang bekerja dalam area 85 dBA harus memakai alat pelindung telinga, memperoleh pemeriksaan audiometri secara barkala, dan memperoleh pelatihan atau penyuluhan secara berkala (Tata Soemitra, 1997:3). f. Macam Kelelahan Menurut
Suma’mur
P.K
(2009:358),
kelelahan
dapat
dibedakan menjadi dua macam : 1) Kelelahan Umum Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan rasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:87). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi mata; kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat saraf; stress dan rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2004:267). Sebab-sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta 47
48
penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur P.K., 2009:359). 2) Kelelahan Otot (Muscular fatique) Kelelahan otot ditujukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (External sign). Tanda-tanda kelelahan otot pada percobaanpercobaan, otot dapat menjadi lelah sebagai berikut : a) Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya. b) Bertambahnya waktu konsentrasi dan relaksasi. c) Memanjangnya waktu laten yaitu waktu diantara perangsangan dan saat mulai kontraksi (A.M. Sugeng Budiono,dkk, 2003:86). Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot (Eko Nurmianto, 2004:135). Dalam suasana kerja statis, aliran darah menurun, sehingga asam laktat terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot lokal. Di samping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada sejumlah jaringan tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja seseorang (Eko Nurmianto, 2004:265).
48
49
3. Hubungan antara kebisingan dengan kelelahan Menurut Dwi P. Sasongko, dkk (2000:21) pengaruh kebisingan terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera pendengaran, kebisingan juga menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan hidup,
mental mudah
emosional
marah
dan
berupa menjadi
terganggunya lebih
peka
kenyamanan atau
mudah
tersinggung. Melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan
meningkatkan
tekanan
darah.
Kejadian
ini
termasuk
gangguan kardiovaskuler.
Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta
dapat
membuat
kesalahan-kesalahan
akibat
terganggunya
konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja. Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
karena
pada
tingkat
atau
intensitas
tertentu
dapat
menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, P.K, 2009:125). Kelelahan terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun
49
50
dengan atasan (Depnaker, 1999:55). Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor-faktor yang diantaranya kebisingan. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas,
pembicara
terpaksa
berteriak-teriak
selain
memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37). Contoh gangguan fisiologis: naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan
50
51
kontraksi
dan
relaksasi,
berkurangnya
kemampuan
otot
tersebut
menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K., 2009:125). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan Harwanto (2003) yang berjudul pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0.000, artinya P ≤ 0,001. Penelitian menggunakan metode Uji Statistik dengan Analisis Regresi Linear Sederhana. Penelitian tentang kelelahan lainnya adalah Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Penelitian ini menggunakan metode Uji Statistik dengan Independent Sample Test. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan dapat menyebabkan kelelahan kerja meningkat.
B. Kerangka Pemikiran
:
51
52
Berdasarkan landasan teori yang diuraikan diatas dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut : Intensitas Kebisingan
Rangsang Cortex cerebri
Sistem Penghambat
Kelelahan Kerja
Faktor Eksternal : - Beban kerja - Iklim kerja - Penerangan - Getaran mekanis - Waktu pemaparan - Status gizi - APD - Faktor psikologis atau keadaan psikis - Berat badan dan Tinggi badan
Faktor Internal : - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit dan status kesehatan - Masa kerja
: Diteliti : Tidak diteliti
Bagan 2. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis :
52
53
Ada hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
BAB III
53
54
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dan pendekatan point time approach. Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:71). Pendekatan point time approach atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, dimana setiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan faktor resiko serta efek diukur menurut keadaan atau status saat diobservasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:145).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar pada bulan Maret 2010.
C. Populasi Penelitian 39 54
55
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:97). Populasinya adalah tenaga kerja bagian mekanik maintenance utility sejumlah 40 orang.
D. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:79). Subjek dalam penelitiannya adalah karyawan bagian mekanik maintenance utility, dari populasi 40 orang yang memenuhi kriteria subjek penelitian sebanyak 30 orang. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 30 karyawan sebagai sampel dengan cara purposive sampling.
E. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan tertentu, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Ciri-ciri tersebut antara lain yaitu : 1. Umur antara 20 – 50 tahun 2. Masa kerja lebih dari 5 tahun 3. Jenis kelamin laki-laki 4. Tidak memiliki riwayat penyakit pendengaran.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
55
56
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian. Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka dalam penelitian dapat dibedakan menjadi : 1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas kebisingan. 2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja. 3. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu ada dua yaitu : a) Variabel pengganggu terkendali : umur, jenis kelamin, riwayat penyakit pendengaran, masa kerja dan lama kerja. b) Variabel pengganggu tidak terkendali : faktor psikologis atau keadaan psikis, Alat Pelindung Diri (APD) dan kebiasaan seharihari.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
56
57
1. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin compresor piston yang bertugas mensupplay udara tekan untuk proses produksi dan juga untuk menggerakkan alat-alat instrument. Dalam penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di lingkungan kerja tersebut dengan menggunakan : Alat ukur
: Sound Level Meter
Satuan
: dBA (desibel)
Skala
: Rasio (Lebih dari NAB)
2. Kelelahan Kerja Kelelahan adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami penurunan kestabilannya saat terpapar kebisingan sebelum dan sesudah bekerja. Untuk mengetahui kelelahan kerja yaitu melalui pengukuran langsung kepada karyawan yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan : Alat ukur
: Reaction Timer type L.77 Lakassidaya
Satuan
: Milidetik
Skala
: Interval (Normal, Ringan, Sedang, Berat)
3. Umur Umur adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran, hingga saat penelitian dilakukan yang dihitung dalam tahun. Data yang diperoleh dengan cara pengisian angket, atau menanyakan langsung kepada tenaga kerja. Umur tenaga kerja yang diteliti yaitu sekitar 20-50
57
58
tahun. Berdasarkan teori yang ada umur 20-50 tahun merupakan umur produktif. 4. Jenis Kelamin Jenis
kelamin adalah
identitas
seseorang, laki–laki
atau
perempuan yang dapat kita lihat secara visual. Jenis kelamin yang ada di tempat penelitian ini adalah yang berjenis kelamin laki-laki. 5. Penyakit Pendengaran Penyakit pendengaran adalah semua jenis penyakit yang mengganggu pendengaran tenaga kerja sehingga tidak bisa mendengarkan suara dengan normal. Untuk mengetahui pendengaran tenaga kerja masih normal atau tidak yaitu dari pengakuan tenaga kerja itu sendiri dari pengisian angket dan dengan melakukan wawancara tanpa ada kesulitan komunikasi. 6. Masa Kerja dan Lama Kerja Masa kerja adalah waktu tenaga kerja tersebut mulai bekerja pada perusahaan itu sampai sekarang yang dapat diketahui dengan pengakuan dari karyawan. Lama kerja adalah waktu kerja dari tenaga kerja selama satu hari yang dapat diketahui dari pengakuan karyawan.
H. Desain Penelitian
58
59
Populasi Purposive Sampling Subjek
Intensitas kebisingan > NAB Korelasi Paerson Product Moment Kelelahan Kerja
Bagan 3. Desain Penelitian
Keterangan : : Variabel yang akan diuji. Menggunakan Korelasi Paerson Product Moment karena uji statistik yang dilakukan dari hasil data pengukuran kebisingan terhadap kelelahan yaitu menguji hubungan antara dua variabel dengan skala data rasio dengan interval.
I. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :
59
60
1. Lembar isian data (angket) yaitu daftar identitas dan pertanyaan untuk menentukan subjek penelitian. 2. Reaction Timer type L.77 Lakassidaya yaitu alat untuk mengkur kelelahan kerja. 3. Sound Level Meter yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan. 4. Buku dan bolpoin untuk mencatat hasil pengukuran. 5. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dari sampel, dilakukan teknik komunikasi langsung dengan wawancara. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan karyawan adalah data mengenai keluhan seputar pekerjaan mereka. 6. Data umum diperoleh dari dokumen perusahaan yang berisi data laporan penelitian, standar operasional prosedur atau instruksi kerja dan standar peraturan yang ada kegiatannya dengan PKL. Selain itu, penulis juga mengambil beberapa literatur dari buku umum maupun internet. 7. Validasi a. Alat Sound Level Meter yang digunakan adalah benar-benar alat yang sesuai dengan standart yang dipergunakan sebagaimana mestinya. Merupakan peralatan resmi yang digunakan oleh Departement Tenaga Kerja dalam melakukan survei kebisingan di tempat kerja atau perusahaan.
60
61
Gambar alat 1 :
Teknik pengukurannya adalah: 1) Putar switch ke A. 2) Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT. 3) Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur. 4) Gunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST” karena jenis kebisingannya continue. 5) Pengukuran
dilakukan
selama
1-2
menit,
mikropon
diarahkan ke sumber kebisingan. 6) Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan posisi tenaga kerja selama kerja.
7) Angka
skala
dibaca
setelah
panah
penunjuk
dalam
keadaan stabil.
b. Alat Reaction Timer type L.77 Lakassidaya, yang dibuat oleh Biro Konsultasi
Kesehatan,
Keselamatan
dan
Produktivitas
Kerja
Yogyakarta. Sebagai alat ukur kelelahan pada pekerja di instansi Pemerintah maupun karyawan perusahaan atau swasta.
61
62
Gambar alat 2 :
Teknik pengukurannya adalah : 1) Periksa baterai dengan memasang adaptor pada stop kontak, lalu alat di “ON” kan. 2) Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan tombol reset. 3) Untuk menilai dengan sensor suara, maka tekan tombol untuk sensor suara. 4) Operator siap menekan saklar sensor rangsang suara demikian juga probandus siap mendengarkan suara pada alat. 5) Operator menekan saklar sensor suara, probandus secepatnya menekan saklar OFF untuk sensor suara apabila mendengar suara pada alat. 6) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5
62
63
adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan mulai muncul. Data yang dianalisa yaitu dengan diambil nilai rata-ratanya dari dua puluh kali pengukuran adalah hasil sepuluh kali pengukuran di tengah atau lima kali pengukuran awal dan akhir dibuang. Kemudian setelah didapat nilai rata-rata seperti diatas, data dibandingkan dengan standar pembanding Reaction timer L.77 yaitu sebagai berikut : 1) Normal (N)
: waktu reaksi 150,0-240,0 mili detik
2) Kelelahan kerja ringan : waktu reaksi >240,0 - <410,0 mili detik 3) Kelelahan kerja sedang : waktu reaksi 410,0-580,0 mili detik 4) Kelelahan kerja berat : waktu reaksi >580,0 mili detik
J. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program computer SPSS versi 16.0, dengan Interpretasi hasil sebagai berikut : 1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono, 2001).
63
64
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor Penelitian ini dilaksanakan di bagian meknik maintenance utility compresor yang merupakan ruangan karyawan untuk bekerja dan beristirahat. Ruang tersebut kurang kedap terhadap kebisingan karena ruang mekanik ini bersebelahan dengan ruang mesin compresor yang mana mesin tersebut menimbulkan kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu rata-rata dalam sehari 88,5 dBA. Mesin ini bertugas menyuplai udara tekan untuk proses produksi dan juga untuk menggerakkan alat-alat instrument. Pada PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkamat, Karanganyar terdapat 6 buah compresor dengan spesifikasi yang berbeda yaitu : 1. 4 buah compresor piston dengan kapasitas udara @ = 1250 kg/jam 2. 2 buah compresor turbo dengan kapasitas udara @ = 5250 kg/jam
B. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur Dari hasil penyebaran angket di bagian mekanik maintenance utility compresor umur karyawan yang paling muda adalah 26 tahun, umur
64 49
65
paling tua adalah 50 tahun, dengan rata-rata umur dari keseluruhan 43,3 tahun. Daftar umur responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Umur (Tahun) 20-30 31-40 41-50
Frekuensi 1 3 26
Persentase (%) 3,3 10 86,7
Sumber : Data primer penelitian Karyawan yang berada di mekanik maintenance utility compresor pada saat penelitian umur antara 20-30 tahun hanya ada satu karyawan dengan presentase 3,3%, umur antara 31-40 tahun ada 3 karyawan dengan presentase 10%, sementara umur yang paling banyak diantara 41-50 tahun yaitu 26 karyawan dengan presentase 86,7%. 2. Masa Kerja Masa kerja karyawan di bagian mekanik maintenance utility compresor lebih dari 5 tahun, adapun sebaran masa kerja responden dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 6. Daftar responden berdasarkan masa kerja Masa Kerja (Tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
5 - 20
13
43,3
21 - 35
17
56,7
Sumber : Data primer penelitian Masa kerja antara 5-20 tahun ada 13 karyawan dengan presentase 43,3% dan masa kerja antara 21-35 tahun ada 17 karyawan dengan presentase 56,7%.
65
66
C. Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja Pengukuran intensitas kebisingan pada tempat kerja dilakukan di satu ruangan pada 6 titik pengukuran dengan jarak 1,5 m dimana karyawan berada pada titik-titik tersebut selama bekerja. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 7. Pengukuran intensitas kebisingan Titik 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Intensitas Kebisingan (dBA) 89 89 87 88 90 88 88,5
NAB (dBA) 85 85 85 85 85 85
Batas NAB > NAB > NAB > NAB > NAB > NAB > NAB
Sumber : Data primer penelitian Pengukuran intensitas kebisingan dengan alat sound level meter. Intensitas kebisingan yang dihasilkan rata-rata dalam sehari adalah 88,5 dBA dengan intensitas kebisingan terendah adalah 87 dBA dan intensitas kebisingan tertinggi adalah 90 dBA. Jam kerja karyawan selama 8 jam/hari dengan waktu pemaparan kebisingan selama 7 jam/hari dan satu jam digunakan untuk istirahat. Selama penelitian dilakukan tidak ada penambahan mesin dan alat-alat lainnya yang dapat menambah intensitas kebisingan. Selain itu selama penelitian dilakukan alat yang beroperasi untuk produksi sama, sehingga intensitas kebisingan tidak jauh berbeda dibandingkan harihari lainnya. 66
67
D. Pengukuran Kelelahan Kerja Pengukuran kelelahan kerja dilakukan sebelum dan sesudah bekerja dengan alat reaction timer, hasil pengukurannya adalah sebagai berikut : Tabel 8. Hasil pengukuran kelelahan kerja
Waktu Reaksi (Mili detik)
Kriteria Kelelahan
(1) 150,0 - 240,0 >240,0 - <410,0 410,0 - 580,0 >580,0
(2) Normal Ringan Sedang Berat Jumlah
Waktu Pengukuran Sebelum Sesudah bekerja Bekerja F % F % (3) (4) (5) (6) 11 36,7 0 0 19 63,3 2 6,7 0 0 28 93,3 0 0 0 0 30 100 30 100
Berdasarkan data diatas sebelum kerja terdapat 11 sampel (36,7%) dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan, 19 sampel (63,3%) mengalami kelelahan ringan. Hasil pengukuran sesudah bekerja 2 sampel (6,7%) mengalami kelelahan ringan dan 28 sampel (93,3%) mengalami kelelahan sedang.
E. Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja di bagian mekanik maintenance utility compresor, dilakukan uji statistik dengan metode Korelasi paerson product moment melalui program SPSS versi 16.0 didapatkan hasil pada tabel sebagai berikut :
67
68
Tabel 9. Hasil uji statistik korelasi pearson product moment Correlations KSebelum KSebelum
Pearson Correlation
KSetelah 1
Sig. (2-tailed)
*
.030
N
KSetelah
.398
30
30
Pearson Correlation
.398
*
1
Sig. (2-tailed)
.030
30
N
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,030 maka dikatakan signifikan karena apabila dibandingkan dengan nilai a = 5% dimana nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada hubungan anatara kebisingan dengan kelelahan. Jadi hipotesis menyatakan ada hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja sebelim dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
68
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur Umur karyawan di bagian mekanik maintenance utility compresor yaitu antara 26-50 tahun dan umur tersebut masuk dalam umur produktif yang akan mempengaruhi kapasitas kerja. Kriteria umur yang digunakan sebagai sampel penelitian ini sesuai dengan kriteria menurut Lambert, David; 1996 yaitu kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan menurun dengan bertambahnya usia. 2. Masa Kerja Masa kerja karyawan di bagian mekanik maintenance utility compresor 100% lebih dari 5 tahun bahkan ada yang telah 20-an tahun, hal ini menunjukkan bahwa tingkat keterampilan dan kemampuan karyawan yang tinggi. Menurut Suma’mur P.K., 1996 Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif sedikit. Dalam penelitian ini masa kerja karyawan ini masuk dalam kriteria karena keterampilan yang dimiliki karyawan semakin tinggi karena dari masa kerja yang sudah lama.
54
55
B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja Rata-rata intensitas kebisingan yang diperoleh dari 6 titik pengukuran adalah 88,5 dBA. Pengukuran kebisingan dilakukan dimana karyawan melaksanakan kegiatan kerja dengan jarak pengukuran 1,5 meter. Karyawan mekanik maintenance utility compresor bekerja selama 8 jam/hari dengan waktu istirahat satu jam, sehingga karyawan terpapar kebisingan selama 7 jam/hari. Berdasarkan Kepmenaker No.KEP 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang
Batas
(NAB)
Faktor
Fisika
di
Tempat
Kerja
yang
menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas untuk pemajanan 7 jam per hari atau 40 jam dalam satu minggu adalah sebesar 86 dBA. Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan pada tempat kerja tersebut melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan yaitu rata-rata dalam sehari 88,5 dBA. Intensitas kebisingan 88,5 dBA berdasarkan teori intensitas tersebut dapat memaparkan kebisingan
pada
waktu
pemajanan
3
jam/hari
tetapi
karyawan
harus memakai ear plug dalam bekerja, karena ear plug dapat mengurangi intensitas kebisingan suara antara 10-15 dBA (A.M. Sugeng Budiono, dkk; 2003:331). Pada waktu bekerja karyawan ada yang memakai ear plug dan ada yang tidak memakai ear plug,, sehingga intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mencegah adanya intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas adalah
dengan
kedisiplinan
memakai
alat
pelindung
telinga,
seperti ear plug pada karyawan dan perbaikan terhadap ruang kerja
agar
kedap
terhadap
suara
55
bising
seperti
diberikan
56
fiberglass atau karpet karena jelas terlihat bahwa di ruang mekanik
maintenance
utility
compresor
intensitas
kebisingan
melebihi Nilai Ambang Batas.
C. Analisis Kelelahan Kerja Pengukuran dari kelelahan kerja telah ditetapkan batas tingkat kelelahan kerjanya. Kriteria kelelahan berat yaitu dengan waktu reaksi > 580,0 milidetik sedangkan kriteria normalnya sendiri adalah dengan waktu reaksi 150,0-240,0 milidetik. Hasil pengukuran kelelahan kerja didapatkan, pengukuran
sebelum kerja terdapat 11 sampel dengan presentase 36,7%
dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan dan 19 sampel dengan presentase 63,3% mengalami kelelahan ringan. Hasil pengukuran sesudah kerja adalah 2 sampel dengan presentase 6,7% mengalami kelelahan ringan dan 28 sampel dengan presentase 93,3% mengalami kelelahan sedang. Dapat dilihat bahwa dari hasil pengukuran kelelahan kerja karyawan setelah bekerja di tempat kebisingan dengan presentase 93,3% mengalami kelelahan sedang. Dengan demikian telah terjadi kelelahan pada tenaga kerja. Hal ini berarti kebisingan dari lingkungan yang diterima oleh tenaga kerja dapat meningkatkan kelelahan tenaga kerja dan kenaikan rata-rata waktu reaksi masih dalam taraf sedang sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang. Walaupun untuk masing-masing tenaga kerja terdapat perbedaan pada umur, dan masa kerja tidak banyak mempengaruhi kelelahan. D. Analisis Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja
56
57
Dari hasil uji statistik dengan metode Korelasi Pearson Product Moment melalui program SPSS versi 16.0 didapatkan nilai signifikansi (p) yaitu 0,030 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil tersebut signifikan karena setelah dibandingkan dengan signifikasi 5% nilai p < 0,05. Hal ini berarti ada hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Selain dari faktor kebisingan, kelelahan kerja dapat juga disebabkan karena faktor lain, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Psikologi karyawan berpengaruh karena dari tempat kerja yang kurang kedap terhadap kebisingan sehingga karyawan tidak bersemangat beraktivitas dan adanya tanggung jawab dalam bekerja. faktor psikologi mempunyai peran besar dalam mempengaruhi kelelahan, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja. 2. Beban kerja, setiap pekerjaaan merupakan beban kerja bagi pelakunya. Beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja. Beban dimaksud dapat berupa beban fisik, mental atau sosial. Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Hal ini sesuai dengan beban kerja fisik di bagian mekanik maintenance utility compresor memperbaiki mesin yang rusak dan maintenance, maka beban fisik tenaga kerja tidak begitu besar.
57
58
Beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian yang dimiliki tenaga kerja secara individu dengan individu lainnya yang sama dan beban sosial yang ringan karena hubungan antar tenaga kerja, tenaga kerja dengan atasannya adalah baik. 3. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Perusahaan telah memberikan gizi yang sama pada karyawan agar mendapatkan ketahanan tubuh yang baik. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. 4. Bekerja di lingkungan yang panas dapat mempercepat timbulnya kelelahan oleh karena tubuh kehilangan ion-ion melalui keringat. Tenaga kerja yang bekerja di lingkungan panas diperlukan proses aklimatisasi yaitu adaptasi terhadap suhu lingkungan yang sama. Kelelahan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang nyaman dalam bekerja di samping kapasitas tenaga kerja itu sendiri dan jenis pekerjaannya. Lingkungan kerja yang kurang nyaman dapat memicu timbulnya kelelahan pada tenaga kerja. Kebisingan bagian mekanik maintenance utility compresor melebihi ambang batas. Hal ini sesuai dengan pendapat Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002 bahwa kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi, sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan
58
59
untuk melakukan aktivitas, keluhan yang disampaikan merupakan gejala kelelahan. Akibat kebisingan terhadap kesehatan yang lain adalah meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, selain gangguan kesehatan kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional, kebisingan juga dapat mengganggu konsentrasi yang menyebabkan terjadi kesalahan ketika bekerja sehingga menurunkan prestasi kerja tenaga kerja, selain itu kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan. Pengendalian kebisingan dilakukan pada sumber suara, pada media perantara kebisingan seperti memberikan peredam pada ruang kerja dan pengendalian kebisingan pada manusia dengan memakai alat pelindung telinga, hal ini sesuai dengan pendapat Dwi P Sasongko, dkk., 2000 bahwa kebisingan yang terjadi dapat dikendalikan agar tingkat kebisingan tersebut sampai batas nilai yang diijinkan. Dengan masa kerja rata-rata lebih dari 20 tahun maka dapat dimungkinkan bahwa tenaga kerja bagian mekanik maintenance utility compresor telah mengalami penurunan fungsi pendengaran sehingga suara yang sangat bising dianggap biasa dikarenakan sudah kebiasaan dan penurunan tersebut. Hal ini dapat diperkuat oleh ketidak disiplinan tenaga kerja dalam menggunakan alat pelindung telinga sehingga mempercepat terjadinya penurunan ambang dengar tersebut dan ruangan kerja yang kurang kedap terhadap suara bising. Alat pelindung telinga yang disediakan diperusahaan hanya ear plug tetapi karyawan kurang nyaman memakainya,
59
60
padahal ear plug bisa meredam kebisingan sebesar 10-15 dBA. Sehingga diperlukan kebiasaan pada karyawan dalam memakai ear plug pada waktu bekerja diruangan tersebut dan mengetahui fungsi alat pelindung telinga, karena intensitas kebisingan di bagian mekanik maintenance utility compresor antara 87-90 dBA, intensitas ini melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Alat pelindung diri yang lebih bagus adalah ear muff yang bisa meredam kebisingan 30 dBA, tetapi harga ear muff lebih mahal dari ear plug. Maka dari itu perlunya pemakaian ear plug karena dapat menurunkan intensitas kebisingan, dari pada tidak memakai alat pelindung diri sama sekali. Sehingga penurunan pendengaran bisa dikurangi walaunpun itu sedikit. Pengendalian dari tempat kerjanya sendiri adalah dengan memberikan peredam suara seperti fiberglass atau karpet. Hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu penelitian Irwan Harwanto (2003) yang mengatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0.000, artinya P ≤ 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas kebisingan berpengaruh terhadap kelelahan dengan hubungan semakin tinggi intensitas kebisingan maka semakin meningkat kelelahan kerja. Uji Statistik menggunakan Analisis Regresi Linear Sederhana dan penelitian yang dilakukan oleh Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Hal ini
60
61
menunjukkan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan dapat menyebabkan kelelahan kerja meningkat. Uji Statistik menggunakan Independent Sample Test.
E. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian terdapat beberapa keterbatasan yaitu : 1. Keterbatasan waktu dalam pemeriksaan kelelahan sebelum kerja, sehingga pada beberapa karyawan kelelahan sebelum kerja diukur sesaat setelah bekerja. 2. Ketelitian dan kejujuran karyawan dalam mengisi angket, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya jawaban yang tidak mewakili keadaan sebenarnya dan hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian.
61
62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Intensitas
kebisingan rata-rata di ruang mekanik maintenance utility
compresor adalah 88,5 dBA dengan intensitas kebisingan terendah 87 dBA dan intensitas kebisingan tertinggi 90 dBA dan dari hasil perhitungan kelelahan kerja sebelum kerja 11 sampel (36,7%) dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan dan 19 sampel (63,3%) mengalami kelelahan ringan. Hasil pengukuran sesudah kerja adalah 2 sampel (6,7%) mengalami kelelahan ringan dan 28 sampel (93,3%) mengalami kelelahan sedang. 2. Hasil uji statistik Korelasi pearson product moment menunjukkan bahwa nilai p = 0,030 bila dibandingkan dengan signifikasi 5% dimana nilai p < 0,05. maka Ho ditolak Ha diterima. Berarti dari hasil penelitian ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
62 62
63
B. Saran 1. Bagi Perusahaan a. Hendaknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada karyawan tentang pentingnya pemakaian alat pelindung telinga dan gangguan kesehatan akibat kebisingan agar selama bekerja selalu memakai alat pelindung telinga maupun alat pelindung lainnya. b. Sebaiknya ruang mekanik maintenance utility compresor diberi peredam suara seperti fiberglass atau karpet agar mengurangi intensitas kebisingan ruang kerja tersebut. c. Pemberian ear plug kepada karyawan apabila ruang kerja kurang kedap terhadap suara bising. d. Peneguran atau pemberian sangsi kepada karyawan yang tidak memakai alat pelindung diri agar menjadi kedisiplinan karyawan. e. Diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum, berkala dan khusus pada karyawan. 2. Bagi Peneliti Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja lainnya.
63
64
DAFTAR PUSTAKA
A. M. Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Astrand, P.O. 1997. Textbook of Work Physiology-Physiology Bases of Exercise, 2nd edt. McGraw-Hill Book Company. USA. Benny L, Priatna dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra Internasional Tbk. Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Dwi P. Sasongko, dkk, 2000, Kebisingan Lingkungan, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Eko Nurmianto, 2004, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya : Guna Widya. Gabriel, 1996.”Definisi dan Istilah tentang Kebisingan di Tempat Kerja”. http://www.indomedia.com/intisari/2000/januari/bising.htm. Diakses 30 Maret 2009. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC. Grandjean. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor & Francis Inc. London. Hastono. 2001. Analisis Data. Jakarta: FKM UI. I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar, 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta: EGC. Irwan Harwanto, 2003. “Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap
Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja pada Bagian Palet dan 64
65
Bagian Inspecting PT. Iskandartex”. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kastomo Wirosuhardjo, 2000, Dasar-dasar Demografi, Jakarta: Lembaga Demografi FE UI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51: 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Lambert, David. 1996, Tubuh Manusia, Jakarta : Arcan. Margatan, Arcole. 1996, Kiat Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut, Solo: CV Aneka. Robertus Iskandar S. R, 2007. “Pengaruh Paparan Kebisingan terhadap
Tingkat Kelelahan di PT. Inka (Persero) Madiun”. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sihar Tigor Benjamin Tambunan, 2005, Kebisingan di Tempat Kerja (occupational Noise), Yogyakarta: Andi. Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: CV Rineka Cipta. Suma’mur, PK. 1996. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Suma’mur, PK. 2009. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarata: Sagung Seto. Sritomo Wignjosoebroto, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Surabaya : Guna Widya. Tata Soemitra. 1997. Hearing Conservation Program. Bandung : FKM UI. Work Health and Organisation (WHO). 1993. Code of Practice for Noise Management at Work. Australia. Www.inmedjs.blogspot.com Yayasan Spirita. 2004. Kelelahan, http://www.i-base.org.uk.
65
66
LAMPIRAN
66
67
Lampiran A. Data surat persetujuan menjadi responden penelitian
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
:
TTL
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi Responden Penelitian. Saya telah memahami tujuan, prosedur dan manfaat penelitian yang berjudul “Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada Karyawan Mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakramat, Karanganyar.”
Karanganyar, Responden Penelitian
(
67
)
68
Lampiran B. Data kuisioner penjaringan sampel
ANGKET PENJARINGAN SAMPEL
I. IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Jenis kelamin
:
Umur
:
Masa Kerja
:
Lama Kerja
:
Bekerja di bagian :
II. KESEDIAAN UNTUK DIJADIKAN SUBYEK PENELITIAN 1. Ya, saya bersedia 2. Tidak, saya tidak bersedia
III. KEADAAN LAIN 1. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit pendengaran? a.
Ya
b.
Tidak
2. Apakah anda sering mengkonsumsi obat-obatan apabila merasa lelah setelah bekerja atau minum minuman berstamina? a. Ya b. Tidak
68
69
Lampiran C.
Daftar responden di bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jenis Kelamin (L/P)
Umur (Tahun)
Masa Kerja (Tahun)
Pekerjaan
Keterangan
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
48 46 44 41 40 44 42 42 42 45 46 31 50 50 32 45 49 42 47 50 48 43 49 41 42 42 42 42 47 26
23 22 20 20 20 22 21 18 17 22 21 7 21 22 10 22,5 22 18 18 22 21 23 22 18 17 22 21 16 23 5
Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift
-
69
70
Lampiran F Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP–51/MEN/I999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang :
a. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf g UndangUndang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. perlu ditetapkan Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat Kerja; b. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuanketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. 2. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3. Keputusan Presiden R.I. Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. 4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP 28/MEN/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja.
70
71
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FlSIKA DI TEMPAT KERJA Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.
Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
3.
Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
4.
Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat tisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro dan sinar ultra ungu.
5.
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban. kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.
6.
Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering.
7.
Suhu basah alami (Nat Wet Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami (Natural Wet bulb Thermometer).
8.
Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola (Globe Thermometer). 71
72
9.
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkal ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.
10. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. 11. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik dari kedudukan keseimbangannya. 12. Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (microwave) adalah radiasi elektro- magnetik den frekuensi 30 kilohertz sampai 300 Giga Hertz. 13. Radiasi ultra ungu (Ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter (nm). 14. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. 15. Pengusaha adalah : a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keper!uan itu menggunakan tempat kerja; b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja; c. Orang atau badan hukum, yang di Indoncsia mewakili orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b jikalau yang diwakili berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 16. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai teknis berkeah!ian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri. 17. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 2 NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana tercantum dalam lampiran I. Pasal 3 (1) NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA). 72
73
(2) Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemajanan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran II. Pasal 4 (1) NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det2). (2) Getaran yang melampaui NAB, waktu pemajanan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran III. Pasal 5 NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran IV. Pasal 6 (1) NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,1 mikro Watt persentimeter 2
persegi (.uW/crn ). (2) Radiasi sinar ultra ungu yang melampaui NAB waktu pemajanan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran V. Pasal 7 (1) Pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja dilaksanakan oleh Pusat dan atau Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja atau pihak-pihak lain yang ditunjuk. (2) Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3) Hasil pengukuran dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pimpinan perusahaan atau pengurus perusahaan dan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Pasal 8 Pelaksanaan pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja berkoordinasi dengan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Pasal 9 Peninjauan NAB faktor fisika di tempat kerja dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 73
74
Pasal l0 Pengusaha atau pengurus harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri ini. Pasal 11 Dengan berlakunya Keputusan Menteri ini. maka Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja transmigrasi dan Koperasi Nomor SE-01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Kebisingan di tempat kerja dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 12 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 16 April 1999
74
75
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR KEP.51/MEN/1999 TANGGAL 16 A PR I L 1999 NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN Waktu pemajanan per hari Jam 8 4 2 1
Intensitas Kebisingan dalam dBA 85 88 91 94
Menit 30 15 7,5 3,75 1,88 0,94
97 100 103 106 109 112 Detik
28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11
115 118 121 124 127 130 133 136 139
Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 16 April 1999
75