KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN PADA TANAH ULTRABASA DI AREAL KONSESI PT. INCO Tbk. SEBELUM PENAMBANGAN PROPINSI SULAWESI SELATAN
MUSTIAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN PADA TANAH ULTRABASA DI AREAL KONSESI PT. INCO Tbk. SEBELUM PENAMBANGAN PROPINSI SULAWESI SELATAN
MUSTIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK MUSTIAN. Diversity of Plant Species in Ultrabasic Soils Before Mining in Concession Areas of PT. INCO Tbk., the Province of South Sulawesi. Under Academic Supervision of Dr. Ir. Istomo, MS. Ultrabasic soils have considerable amount of heavy metal content and cause the existing vegetation to have very unique properties. Soils which develop in ultrabasic soils are very poor due to high content of Fe, Mg, Al and Ni. Ultrabasic soils occupy two altitudinal zonations, namely lowland mafic zone 1000 m asl) and upland mafic zone ( 1000 m asl). Areas of ultrabasic soils in this Verbeek mountain range constitutes the concession area of PT INCO Tbk, which in the future will be mined, and therefore there is a need for a study concerning its species diversity. The objective of this study was studying plant species diversity existing in the ultrabasic soils. This research was conducted by vegetation analysis method for vegetation stages of seedlings, saplings, poles, trees, and non tree vegetation. Placements of sample plots was conducted by purposive sampling in each zonation (lowland mafic and upland mafic zones) with size of 20 m X 500 m (1 ha), and for each zone there were two sample plots. Therefore, the total area size of the research sample plots was four hectares. Research results showed that the number of species found in lowland mafic plot (LLM) for tree stage was 61 species, whereas that in upland mafic (ULM) was 19 species. Status of species diversity (H ) in tree stage in the research location was categorized as ranging from low to high. Value of H for tree stage ranged between 2.06 3.13, value of species richness (R) were 5.96 8.53, and value of species evenness (E) were 0.73 0.86. Dominant species at tree stage and regeneration in nearly all sample plots was species of Heritiera trifoliata. Other dominant species were Gironniera subequalis, Sloetia elongate and Acmena acuminatissima. Those of local endemic species found in this study were among other things Kjelbergiodendron celebica, Hopea celebica, Lithocarpus celebica, Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis celebica, Garcinia celebica, Metrosideros vera and Sarcotheca celebica. Number of trees in diameter class of 20 cm up was greater in ULM zone, as compared with that in LLM zone. On the other hand, basal area and volume of trees with diameter of 20 cm up was greater in LLM zone. Therefore, in LLM, number of trees was smaller, but the average tree size was greater as compared with that in ULM zone. Level of soil fertility in LLM plots were higher as compared with that in ULM plots. Values of pH in LLM plots were higher as compared with those in ULM plots, whereas contents of Fe, Ni and Al were higher in plots of ULM. Dominant species, such as Heritiera trifoliate , as well as those local tree species which had been mentioned above were tree species which had been adapted to the properties of ultrabasic soils. Therefore, those species need to be maintained in terms of their sustainability and cold be made as priority for rehabilitation of ex mining land in ultrabasic soils. Key words: Diversity, ultrabasic soils, stand potency, dominant species.
RINGKASAN MUSTIAN. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Istomo, MS. Tanah ultrabasa memiliki kandungan logam berat yang cukup tinggi menyebabkan tipe vegetasi yang ada sangat khas. Tanah yang berkembang pada batuan ultrabasa bersifat sangat tandus, sebagai akibat adanya kandungan basabasa (Fe, Mg, Al dan Ni) yang tinggi. Tanah ultrabasa menempati dua zonasi menurut ketinggian tempat yaitu zona lowland mafic ( 1.000 mdpl) dan zona upland mafic ( 1.000 mdpl). Kawasan tanah ultrabasa di Pegunungan Verbeek ini merupakan areal konsesi PT. INCO Tbk. yang nantinya akan di tambang sehingga perlu suatu kajian tentang keanekaragaman jenis. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis vegetasi untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon dan tumbuhan non pohon. Penentuan petak contoh dilakukan dengan cara purposive sampling pada setiap zonasi (lowland mafic dan upland mafic) yang berukuran 20 m x 500 m (1 ha) masing-masing zona sebanyak dua petak contoh penelitian, sehingga luas seluruh petak contoh penelitian adalah empat ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis yang ditemukan pada petak lowland mafic (LLM) untuk tingkat pohon 61 jenis, sedangkan untuk petak upland mafic (ULM)sebanyak 19 jenis. Status keanekaragaman jenis (H ) tingkat pohon di lokasi penelitian tergolong rendah sampai tinggi. Nilai H' untuk tingkat pohon berkisar antara 2,06 3,13, nilai kekayaan jenis (R) 5,96 8,53 dan nilai kemerataan jenis (E) adalah 0,73 - 0,86. Jenis dominan pada tingkat pohon dan permudaan hampir diseluruh petak contoh penelitian adalah jenis Heritiera trifoliata. Jenis-jenis dominan lainnya adalah Gironniera subequalis, Sloetia elongata dan Acmena acuminatissima. Untuk jenis-jenis endemik lokal antara lain ditemukan Kjellbergiodendron celebica, Hopea celebica, Lithocarphus celebica, Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis celebica, Garcinia celebica, Metrosideros vera dan Sarcotheca celebica. Jumlah pohon pada kelas diameter 20 cm up lebih banyak di zona ULM dibandingkan dengan zona LLM, namun luas bidang dasar (LBDS) dan volume pohon berdiameter 20 cm up lebih banyak pada zona LLM. Dengan demikian pada LLM jumlah pohon sedikit tetapi pohonya lebih besar dibandingkan pada zona ULM. Tingkat kesuburan tanah di petak LLM lebih tinggi dibandingkan dengan petak ULM. Nilai pH di petak LLM lebih tinggi dibandingkan di petak ULM, sedangkan kandungan Fe, Ni dan Al lebih tinggi di petak ULM. Jenis-jenis dominan seperti jenis Heritiera trifoliata merupakan jenis pohon yang sudah beradaptasi dengan sifat-sifat tanah ultrabasa, termasuk jenisjenis lokal yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu jenis-jenis tersebut perlu dijaga kelestariannya dan dijadikan jenis prioritas untuk rehabilitasi tanah ultrabasa bekas tambang.
Kata Kunci : Keanekaragaman, Tanah ultrabasa, Potensi tegakan, Jenis dominan.
PERNYATAAN Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.
Bogor, Maret 2009
Mustian E14204016
Judul Skripsi
: Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan.
Nama
: Mustian
NIM
: E14204016
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Istomo, MS NIP 131 849 395
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP 131 578 788
Tanggal Lulus: ……………….
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cakke, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Maret 1986 dari pasangan suami istri Hasanuddin dan Aidar. Penulis memulai jenjang pendidikan formal pada tahun 1992 di Sekolah Dasar 69 Marena, Kabupaten Enrekang dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Anggeraja, Kabupaten Enrekang dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Anggeraja dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis di terima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis kemudian di terima sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa, yakni sebagai ketua bidang Ekologi TGC (Tree Grower Community) Fakultas Kehutanan dari tahun 2007-2008, panitia pelatihan ekologi pada tahun 2008 dan penulis juga aktif mengikuti seminarseminar nasional seperti seminar nasional Soil and Maining , seminar nasional The Earth Day Celebration 2006 dan seminar-seminar yang lain. Selain aktif dalam organisasi, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Ekologi Hutan. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) tahun 2007 di Getas, Cilacap dan Baturraden. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian di PT. INCO Tbk. Propinsi Sulawesi Selatan. Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syrarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Tema
yang
dipilih
dalam
penelitian
ini
berjudul
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum PenebanganPropinsi Sulawesi Selatan. Atas selesainya penyusunan karya ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Istomo, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan. 2. Bapak Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS sebagai dosen penguji dari departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Bapak Ir. T.R. Mardikanto, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan. 3. Bapak Hasanuddin dan ibu Aidar serta kakak-kakakku tercinta atas segala bantuan, semangat, motivasi dan doanya. 4. Pihak PT. INCO Tbk. dan PT. Hatfield Indonesia yang telah menfasilitasi penulis dalam penelitian. 5. Bapak Edi Permana, Bapak Aris A, Bapak Boorliand, yang telah membantu penulis. 6. Sahabat terbaik Agus, Boy, Yandri, Adie, Kaka, Bebek, Heru, Rizal, Felisitas, Dwi, Maryo, Wita, Kirana, Didie dan teman-teman BDH 41 yang belum sempat di tulis namanya yang selalu memberikan semangat dan keceriaan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaaan, namun penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi semua pihak dan dunia ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR........................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR.............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian...............................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Pada Tanah Ultrabasa .....................
3
2.2 Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan di Tanah Ultrabasa
4
2.3 Tanah Ultrabasa..................................................................
5
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................
8
3.2 Bahan dan Alat Penelitian...................................................
8
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................
9
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan.............................................
10
3.5 Analisis Data ......................................................................
11
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis. ................................................
15
4.2.Data Fisik Lapangan ...........................................................
15
4.2.1 Jenis Tanah dan Topografi .........................................
15
4.2.2 Iklim ..........................................................................
15
4.2.3 Kondisi Geologi.........................................................
16
4.2.4 Keadaan Vegetasi ......................................................
16
Halaman 4.3 Kondisi Masyarakat ...........................................................
16
4.4 Areal Konsesi PT. INCO Tbk .............................................
16
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian...................................................................
19
5.1.1 Komposisi Jenis ........................................................
19
5.1.1.1 Jumlah Jenis.........................................................
19
5.1.1.2 Jenis Dominan......................................................
20
5.1.1.3 Indeks Keanekaragaman Jenis ..............................
22
5.1.1.4 Indeks Kekayaan Jenis .........................................
24
5.1.1.5 Indeks Kemerataan Jenis ......................................
26
5.1.1.6 Indeks Dominansi.................................................
27
5.1.1.7 Indeks Kesamaan Komunitas................................
29
5.1.2 Struktur Tegakan ......................................................
31
5.1.2.1 Sebaran Jumlah Individu ......................................
31
5.1.2.2 Sebaran Jumlah Pohon .........................................
33
5.1.2.3 Luas Bidang Dasar Pohon Per kelas Diameter .....
34
5.1.2.4 Sebaran Volume Per kelas Diameter.....................
36
5.1.3 Hasil Analisis Sifat-sifat Tanah ..................................
37
5.1.3.1 Sifat Fisik Tanah ..................................................
37
5.1.3.2 Sifat Kimia Tanah ................................................
38
5.2 Pembahasan........................................................................
40
5.2.1 Keanekaragaman Jenis ...............................................
40
5.2.2 Struktur dan Komposisi Tegakan ...............................
44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................
49
6.2 Saran ..................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51 LAMPIRAN ............................................................................................... 53
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Rekapitulasi jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 19
2.
Rekapitulasi nilai INP terbesar dari jenis-jenis dominan di tiap petak contoh penelitian................................................................... 21
3.
Rekapitulasi nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian ....................... 22
4.
Rekapitulasi nilai indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 24
5.
Rekapitulasi nilai indeks kemerataan (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 26
6.
Rekapitulasi nilai indeks dominansi (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 28
7.
Rekapituasi nilai indeks kesamaan komunitas pada berbagi tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian ....................... 30
8.
Sebaran jumlah individu di tiap petak contoh penelitian ................. 31
9.
Sebararan jumlah pohon per kelas diameter di tiap contoh penelitian ....................................................................................... 33
10.
Sebaran jumlah pohon dan luas bidang dasar pohon per kelas diameter di tiap petak contoh penelitian.......................................... 35
11.
Sebaran volume per kelas diameter di tiap contoh penelitian .......... 36
12.
Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian....................... 37
13.
Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian..................... 38
14.
Perbandingan keadaan vegetasi hutan tanah ultrabasa dengan tipe hutan lain................................................................................. 40
15.
Jenis-jenis tumbuhan lokal yang ditemukan pada petak contoh Penelitian ....................................................................................... 42
16.
Perbandingan indeks-indeks pada hutan ultrabasa dengan tipe hutan lain................................................................................. 43
17.
Perbandingan struktur dan potensi pada tanah ultrabasa.................. 44
18.
Perbandingan tanah ultrabasa dengan beberapa jenis tanah lain ...... 46
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Agihan tanah ultrabasa di pulau Sulawesi....................................... 7
2.
Desain metode analisis vegetasi jalut berpetak ............................... 10
3.
Letak dan posisi areal konsesi PT. INCO Tbk. Sorowako ............... 18
4.
Jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian ........................................................ 19
5.
Indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ....................................................................................... 23
6.
Indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak contoh penelitian ................. 23
7.
Indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 24
8.
Indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak contoh penelitian....................................... 25
9.
Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 27
10.
Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 27
11.
Indeks dominansi jenis (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian ................. 28
12.
Indeks dominansi jenis (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian ................. 28
13.
Sebaran jumlah individu pada tiap petak contoh penelitian............. 32
14.
Sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh penelitian ............................................................................ 34
15.
Sebaran LBDS berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh pengamatan.................................................................................... 35
16.
Sebaran volume pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh penelitian ............................................................................ 36
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Rekapituasi nama jenis tumbuhan pada tingkat pohon dan permudaannya yang ditemukan pada lokasi pengamatan ............... 53
2.
Rekapitulasi nama jenis tumbuhan pada tingkat non pohon yang ditemukan pada lokasi pengamatan ........................................ 57
3.
Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-1. ............................................ 59
4.
Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-2 ............................................. 64
5.
Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-1............................................. 72
6.
Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-2............................................. 78
7.
Penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983) ....... 86
8.
Foto-foto kondisi umum lokasi penelitian....................................... 87
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity) atau sering disebut dengan biodiversity merupakan suatu istilah untuk menyatakan tingkat keanekaragaman sumber daya alam hayati yang meliputi kelimpahan atau penyebaran dari ekosistem, jenis dan genetik. Keanekaragaman hayati merupakan konsep penting dan mendasar karena menyangkut kelangsungan hidup seluruh kehidupan di muka bumi. Keanekaragaman hayati tumbuhan dapat dilihat dari nilai kerapatan, frekuensi, dominansi, INP (Indeks Nilai Penting), dan Indeks Kemerataan, Indeks Kekayaan Margalef, Indeks Keragaman Shanon-Wiener, Indeks Dominansi dan Indeks Kesamaan Komunitas. Sulawesi merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia yang mempunyai keanekaragaman hayati yang bersifat endemik, baik dari segi fauna maupun dari floranya yang tersebar di seluruh pulau Sulawesi. Flora dan fauna yang ada di pulau Sulawesi merupakan peralihan dari flora dan fauna yang ada di dua bagian penyebaran flora dan fauna di Indonesia. Untuk kawasan barat (Kalimantan dan Sumatera) yang merupakan kawasan yang mendapat pengaruh vegetasi dari Asia dan kawasan timur (Timor, Maluku dan Irian) yang dipengaruhi oleh vegetasi Pasifik-Australia. Keanekaragaman hayati yang ada di Sulawesi, sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, sebab merupakan peralihan antara dua zona penyebaran flora dan fauna (Soerianegara 1996). Salah satu jenis tanah yang menarik untuk di kaji di pulau Sulawesi ini adalah jenis tanah ultramafik atau biasa dikenal sebagai tanah ultrabasa. Tanah jenis ultrabasa merupakan batuan hasil pembekuan oleh panas yang menjadi padat, yang tersusun oleh mineral magnesium, besi, kalsium, aluminium, nikel dan logam berat lain yang bersifat beracun terhadap tanaman dalam jumlah yang besar. Tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa ini telah beradaptasi dengan sifat tanah tersebut sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan penyesuaikan dengan keadaan tanah tersebut. Beberapa tumbuhan lain dapat berfungsi sebagai indikator, artinya terdapat korelasi antara kadar logam di dalam tanah dengan konsentrasi logam yang sama di dalam tumbuhan. Keberadaan tanah ultrabasa ini
juga ada di Kalimantan, Sumatera, Timor, Halmahera, Sumba dan Irian tetapi yang paling luas baik di Indonesia maupun di dunia adalah di Sulawesi seluas 8.000 km2 (Whitten, Mustafa dan Handerson 1987). Beberapa jenis vegetasi yang ada pada hutan Sulawesi juga sangat unik dan endemik sehingga keberadaanya perlu dilestarikan, khususnya hutan yang ada di Pegunungan Verbeek yang merupakan areal konsesi PT INCO Tbk. yang nantinya akan ditambang perlu dilakukan pendataan dan identifikasi jenis. Sehingga pada saat akan dilakukan kegiatan rehabilitasi bekas tambang, tumbuhan jenis lokal dan endemik tersebut merupakan jenis prioritas untuk ditanam kembali. Selain itu juga dilakukan kegiatan penyelamatan dan kegiatan konservasi jenisjenis yang khas. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi tentang potensi keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa tersebut.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa di hutan Pegunungan Verbeek areal konsensi PT. INCO Tbk. Sulawesi Selatan sebelum kegiatan penambangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis pada Tanah Ultrabasa Menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati (1994) yang tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1994, keanekaragaman di antara mahluk hidup dan semua sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lainnya serta kompleks ekologi yang merupakan kajian dari keanekaragaman, mencakup keanekaragaman di dalam jenis, antar jenis dan ekosistem. Menurut Soerianegara (1996), keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis tetapi juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis. Untuk Indonesia, dari hasil penelitian untuk berbagai tipe hutan dapat dikatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman pada angka lebih dari 3,5 dapat dikatakan tinggi. Suatu daerah yang didominasi oleh jenis-jenis tertentu saja, maka daerah tersebut dapat dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena didalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis yang tinggi. Menurut McNeely (1988) dalam Haryanto (1995), keanekaragaman hayati atau yang dikenal dengan istilah Biological Diversity (Biodiversity) adalah istilah payung untuk keanekaragaman sumber daya alam hayati, meliputi jumlah maupun frekuensi dari ekosistem, jenis maupun genetik dalam suatu tempat tertentu. Istilah keanekaragaman hayati mencakup tiga tingkat pengertian yang berbeda, yaitu keanekaragaman genetik, jenis dan ekosistem. Berdasarkan hasil spesimen-spesimen botani yang dikumpulkan dari Sulawesi menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil spesimen tumbuhan yang dikumpulkan dari pulau-pulau lain yang penting di Indonesia. Sampai sekarang, dari setiap 100 km² hanya sekitar 23 spesimen yang didapatkan untuk dijadikan herbarium, sedangkan dari pulau jawa didapatkan lebih dari 200 spesimen per 100 km² (Whitten et al. 1987). Backer (1981) dalam Whitten et al. (1987) mengatakan bahwa tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa ini telah berdaptasi dengan sifat tanah tersebut sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan penyesuaikan dengan keadaan
tanah tersebut. Beberapa tumbuhan lain dapat berfungsi sebagai indikator, artinya terdapat korelasi antara kadar logam didalam tanah dengan konsentrasi logam yang sama didalam tumbuhan. Hutan dataran rendah di Sulawesi mempunyai jumlah jenis paling banyak dari semua tipe hutan di Sulawesi, tetapi hanya mempunyai tujuh jenis yang tergolong suku Dipterocarpaceae, sedang di pulau lain seperti di Kalimantan dan Sumatera terdapat berturut-turut 106 dan 267 jenis (Whitten et al. 1987). Berbagai hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa kekayaan jenis tumbuhan di hutan hujan tropika Indonesia berbeda dari suatu tempat ke tempat lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulhadi (1996) dalam penelitiannya tentang hubungan antara luas petak contoh dengan tingkat keanekaragaman tumbuhan hutan hujan dataran rendah di HPH PT. Daisy Timber Kalimantan Timur pada petak plasma nutfah menemukan sebanyak 40 jenis tiang dan pohon, 103 jenis pancang, 101 jenis semai, 11 jenis tumbuhan bawah, 15 jenis liana dan 4 jenis epifit. 2.2 Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan di Tanah Ultrabasa Pengertian struktur vegetasi dapat berlainan tergantung pada tujuan penggunaan istilah tersebut, sehingga beberapa ahli memberi arti yang berbedabeda (Istomo 1994). Dalam suatu transek berukuran 2 m x 30 m dalam hutan dengan tanah ultrabasa dilakukan pendataan pohon dan profilnya menunjukkan bahwa pohonpohonnya relatif pendek. Tinggi rata-rata pohon yang ditemukan lebih banyak pada ketinggian 10-20 meter. Hanya sedikit pohon-pohon yang mempunyai tinggi 25-40 meter (Whitten et al. 1987). Tipe vegetasi hutan pada tanah ultrabasa sangat khas berupa hutan ultra lahan basa yang terdapat pada hutan dataran rendah dimana iklimnya selalu basah menyebabkan jenis tumbuhan yang hidup pada tanah tersebut menjadi khas (Whitten et al. 1987). Umumnya untuk tegakan normal pada hutan yang tidak seumur grafik struktur tegakannya berbentuk huruf
terbalik (Meyer et al. 1961).
Hutan pada tanah ultrabasa yang ada di sekitar Soroako mempunyai sejumlah besar kayu besi (Metrosideros sp), pohon damar (Agathis sp),
Calophyllum sp, beberapa jenis Burseraceae, Sapotaceae dan Dipterocarpaceae (Vatica sp dan Hopea celebica) (Witthen et al. 1987). Soerianegara dan Indrawan (2002) membagi formasi hutan hujan tropika basah di Indonesia menjadi 3 zona vegetasi yaitu: 1. Zona barat, berada dibawah pengaruh vegetasi Asia yang meliput Sumatera dan Kalimantan, kayu yang dominan adalah dari famili Dipterocarpaceae. 2. Zona timur, berada dibawah pengaruh vegetasi Australia yang meliputi Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya, kayu yang dominan oleh famili Araucariaceae dan Myrtaceae. 3. Zona peralihan, merupakan pertemuan antara kedua zona diatas yang meliputi Jawa dan Sulawesi dengan jenis yang ditemukan antara lain dari famili Araucariaceae, Myrtaceae dan Verbenaceae. Adapun jenis flora yang khas pada tiga zona penyebaran vegetasi yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Zona barat (Asiatik) berupa Pinus merkusii, Rafflesia spp, Dipterocarpaceae, Altingia exelsa. 2. Zona timur (Austraia) berupa Araucaria cunninghamii, Papua cerdrus sp, Grevilla spp. 3. Zona tengah (Wallaceae) berupa Diospyros celebica, Elmerillia ovalis, Shorea selaria, Eucalyptus urophylla. 2.3 Tanah Ultrabasa Batuan ultramafic merupakan batuan pembekuan oleh panas yang padat, yang tersusun atas mineral magnesium dan besi dari situlah muncul istilah ma dan fik ). Batuan yang ultrabasis atau ultrabasa adalah batuan yang mengandung kurang dari 45% kersik dan batuan ini kaya akan besi, magnesium, kalsium, aluminium dan logam-logam berat. Kebanyakan batuan ultrabasa termasuk kedalam batuan ultamafic (Witthen et al. 1987). Menurut Hardjowigeno (1987) tanah laterit (Oksisol) yaitu tanah dengan kandungan mineral rendah dan banyak mengandung logam-logam berat seperti Ni, Al, Fe didalamnya. Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, panas, air, dan zat terlarut melalui tanah. Sifat fisik tanah yang penting
antara lain tekstur tanah, struktur, porositas, stabilitas agregat dan beberapa sifat fisik tanah dan memang mengalami perubahan karena penggarapan tanah dan sifat fisik tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bantuan induk, iklim, vegetasi, topografi dan waktu (Harjowigeno 2003). Sifat kimia tanah merupakan semua peristiwa yang bersifat kimia yang terjadi pada tanah, baik pada permukaan maupun pada di dalamnya. Rentetan peristiwa kimia inilah yang akan menentuan ciri dan sifat tanah yang akan terbentuk atau akan berkembang (Hakim et al. 1986). Tanah yang berkembang pada batuan ultrabasa bersifat sangat tandus, sebagai akibat adanya faktor-faktor berikut: pertukaran mangnesium yang tinggi dan perbandingan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan kalsium, nitrogen, kekurangan fosfor, kekurangan kalium, dan terdapatnya konsentrasi logam-logam berat yang bersifat racun seperti nikel, kobal dan krom (Witthen et al. 1987). Konsentrasi nikel dalam tanah ultrabasa dapat sepuluh kali lebih tinggi atau lebih tinggi dari pada konsentarsi dalam tanah yang bukan ultrabasa. Jumlah nikel yang tersedia bagi tanaman jauh lebih kecil, tetapi konsentrasi setinggi 3 µg/g didalam tanah telah dapat meracuni tumbuhan tertentu. Namun tumbuhan lain mampu menahan konsentrasi yang jauh lebih tinggi dan mengkonsentrasikan logam itu dalam jaringannya sedemikian tinggi, sehingga dalam abunya dapat terkandung sampai 5-25% nikel (Witthen et al. 1987). Batuan ultrabasa ini sebagian besar tersusun dari peridotit dan serpentinit. Sisa-sisa tanah yang ada telah mengalami pelapukan yang lanjutan, dalam keadaan basah dapat diremas dan berwarna kemerah-merahan. Umumnya batuan peridotit yang tersingkap telah terubah menjadi serpentinit. Serpentin merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan sifat tanah yang kaya akan mineral magnesium silikat yang berasas dari batuan ultramafik. Karakteristik dari tanah serpentin ini adalah memiliki kandungan nikel yang tinggi, nilai pH yang mendekati netral dan rasio Ca:Mg <1 (Rajakaruna et al. 2008). Hakim et al. (1986) bahwa kurang suburnya tanah yang mempunyai pH yang masam adalah adanya reaksi tanah sebagai akibat curah hujan yang tinggi mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Kemudian yang kedua adalah adanya
dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium (Al3+). Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbangkan ion H+ mengakibatkan tanah menjadi masam. Sulawesi dan sekitarnya merupakan pulau dengan tatanan geologi yang sangat kompleks. Kompleksitas ini disebabkan karena Sulawesi terletak pada zona konvergen antara tiga lempeng lithosfer, yaitu Lempeng Australia yang bergerak ke utara, pergerakan ke barat Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia di bagian selatan-tenggara. Ketiga lempengan tersebut membuat pulau Sulawesi memiliki tiga Mandala yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat (dicirikan oleh adanya jalur gunung api Paleogen, Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum), Mandala Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotit, dunit dan serpentinit yang diperkirakan dan Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan metamorf PermoKarbon, batuan-batuan plutonik yang bersifat granitis berumur Trias dan batuan sedimen Mesozoikum (Ambodo 2007). Penyebaran tanah ultrabasa di pulau Sulawesi dapat dilihat pada Gambar 1 yang luas tanah ultrabasanya sebesar 8.000 km2 meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara (Witthen et al. 1987).
. Gambar 1 Agihan tanah ultrabasa di pulau Sulawesi (Witthen et al. 1987).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penenelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2008 di hutan lindung Pegunungan Verbeek yang termasuk dalam areal konsesi PT. INCO Tbk. di wilayah perbatasan antara propinsi Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tengah. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Global Positioning System (GPS) dengan akurasi ± 80m. 2. Teropong. 3. Alat pengukur ketinggian pohon seperti Haga, Abney level, Christen meter dan sebagainya. 4. Kompas. 5. Altimeter. 6. Golok untuk pengambilan sampel tanaman dan untuk pembuatan herbarium. 7. Kantong plastik untuk sampel tanaman dan tali plastik untuk penanda batas petak. 8. Kertas label untuk pelabelan sampel tanaman. 9. Camera digital. 10. Tally sheet, kertas koran, penggaris dan alat-alat tulis lainnya. 11. Phi-band untuk mengukur diameter pohon. 12. Alkohol, spritus untuk mengawetkan sampel tanaman. 13. Patok bambu dengan ketinggian 1,5 m untuk penanda batas-batas petak. 14. Peta kerja/ peta lokasi/ peta tanah untuk mengetahui kondisi lapangan.
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Penentuan Lokasi Sampling Lokasi pengukuran keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan pada hutan dengan jenis tanah ultrabasa. Lokasi tersebut terbagi dua zonasi yaitu : 1. Zona tanah lowland mafic yaitu hutan pada tanah ultrabasa dengan ketinggian tempat
1.000 m dpl.
2. Zona tanah upland mafic yaitu hutan pada tanah ultrabasa dengan ketinggian tempat
1.000 m dpl.
Untuk zona lowland mafic digunakan simbol LLM dan untuk zona upland mafic digunakan simbol ULM. Petak ukur penelitian untuk analisis vegetasi ditempatkan secara purposive sampling dengan ukuran petak 20 m x 500 m (1 ha) masing-masing dua jalur untuk LLM dan dua jalur ULM (sehingga luas petak ukur penelitian adalah 4 ha). Sebaran petak penelitian untuk analisis vegetasi dapat dilihat pada peta terlampir (Lampiran 9). 3.3.2 Pembuatan Petak Contoh Cara pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan cara analisis vegetasi, metode ini merupakan metode kombinasi antara metode jalur dengan garis berpetak. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara analisis vegetasi disajikan pada Gambar 2. Analisis vegetasi merupakan suatu cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuhtumbuhan (Soerianegara dan Indrawan 2002). Dalam pengambilan petak contoh dari jalur tersebut dibagi-bagi kedalam petak-petak pengamatan yang lebih kecil (nested sampling) dengan ukuran sebagai berikut : 1. 2 m x 2 m (4 m² atau 0,0004 ha) untuk pengamatan tingkat semai, non pohon (semak, herba, epifit dan pakis). 2. 5 m x 5 m (25 m² atau 0,0025 ha) untuk pengamatan tingkat pancang dan tingkat liana (non woody dan palm family). 3. 10 m x 10 m (100 m² atau 0,01 ha) untuk pengamatan tingkat tiang. 4. 20 m x 20 m (400 m² atau 0,04 ha) untuk pengamatan tingkat pohon dan liana berkayu (strangler).
d Dst a b c Keterangan: a : Sub plot pengamatan untuk tingkat semai, herba, semak, pakis dll. b : Sub plot pengamatan untuk tingkat pancang, liana, pandan, palm family dll. c : Sub plot pengamatan untuk tingkat tiang. d : Sub plot untuk pengamatan tingkat pohon dan liana berkayu (strangler). Gambar 2 Desain metode analisis vegetasi jalut berpetak. 3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah: 1. Data sekunder sebagai data penunjang berupa kondisi umum lokasi, dan data fisik lapangan. 2. Data primer, yakni data yang diperoleh dari kegiatan di lapangan melalui pengukuran dan pengamatan langsung. Data ini meliputi data fisik dan data vegetasi. Untuk data fisik meliputi keadaan tanah meliputi tekstur, pH, COrganik dan kandungan-kandungan lainnya. Adapun pengambilan contoh tanah diambil dari dua kedalaman yaitu kedalaman 0-15 cm dan 15-30 cm, sedangkan data vegetasi meliputi data sebagai berikut: a) Semai dan pancang meliputi; nama jenis dan jumlah. b) Tiang dan pohon meliputi; nama jenis, jumlah individu, diameter dan tinggi pohon. c) Tumbuhan non pohon meliputi; semak, herba, liana, liana berkayu, paku-pakuan, palem, epifit. 3. Bila ditemukan jenis tanaman yang belum teridentifikasi, maka contoh jenis tumbuhan tersebut harus diambil dan diidentifikasi di laboratorium dan Herbarium Bogoriense LIPI.
Adapun kriteria tingkat tumbuh dan pertumbuhan yang diukur dalam analisis vegetasi adalah sebagai berikut : 1. Untuk Tingkat Pohon dan permudaanya: a. Pohon adalah vegetasi pohon dengan diameter
20 cm.
b. Tiang adalah vegetasi pohon muda diameter 10-20 cm. c. Pancang adalah vegetasi anakan pohon yang mempunyai tinggi
1,5 cm
dengan batasan diameter 10 cm. d. Semai adalah anakan pohon yang telah mempunyai
2 kecambah dan
mempunyai tinggi 1,5 cm. 2. Untuk Tingkat non pohon: a. Semak, yaitu tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa mempunyai diameter < 7 cm, tumbuh rapat, berduri dan daun yang mudah gugur. b. Herba adalah tumbuhan setahun atau menahun, tinggi 0,5-2 cm, tidak berkayu. c. Liana (non woody), merupakan golongan tumbuhan yang walaupun tetap hijau tetapi sangat tergantung pada kelompok tumbuhan lainnya dan mempunyai ketinggian > 1,5 m dari permukaan tanah. d. Liana berkayu (strangler), merupakan tumbuhan yang sama dengan liana, tetapi tumbuhan ini memiliki kayu dan ukurannya relatif besar dibandingkan liana dan mempunyai ketinggian > 1,5 m dari permukaan tanah serta dapat membunuh inangnya. e. Palm family adalah palem yang mempunyai ketinggian
> 1,5 m dari
permukaan tanah atau yang sudah besar dan dewasa. f. Epifit adalah tumbuhan yang melekat pada batang, cabang bahkan pada daun tumbuhan lainnya. Pada umumnya tumbuhan ini tidak menimbulkan pengaruh buruk pada inangnya yang ditumpanginnya. g. Paku-pakuan adalah semua paku (herba) yang telah memiliki tinggi maksimum dua meter dari permukaan tanah. 3.5. Analisis Data 3.5.1 Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Niali Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. INP ini merupakan penjumlahan dari Kerapatan
Relatif, Frekuensi Relatif dan Dominansi Relatif (Soerianegara dan Indrawan 2002). Adapun rumus- rumusnya sebagai berikut: Jumlah individu suatu jenis Luas petak contoh
Kerapatan =
Kerapatan suatu jenis X 100% Kerapatan seluruh jenis
Kerapatan Relatif =
Frekuensi =
Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh Plot
Frekuensi Relatif =
Dominansi =
Frekuensi suatu jenis X100% Frekuensi seluruh jenis
Jumlah luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh
Dominansi Relatif =
Dominansi suatu jenis X100% Dominansi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) = KR+ FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)
Indeks Niali Penting (INP) = KR + FR (untuk tingkat semai, pancang dan semua tumbuhan non pohon) 3.5.2 Indeks Kekayaan jenis Margallef Untuk mengetahui besarnya kekayaan jenis tumbuhan digunakan indeks Margalef (Margalef 1958 dalam Ludwing & Reynold 1988) sebagai berikut:
R1 = Dimana: R1 S N
S −1 ln (N)
: Indeks Kekayaan jenis Mergalef : Jumlah jenis : Jumlah total individu
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1< 3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, jika R1 = 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan jika R1 > 5,0 maka kekayaan jenis tergolong tinggi. 3.5.3 Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis merupakan parameter yang sangat berguna untuk mengetahui tingkat keanekaragaman suatu jenis. Indeks keanekaragaman Shanom-Wiener (H ) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwing & Reynold 1988). Rumus Indeks keragaman dari Shanom-Wiener adalah sebagai berikut: s n n H' = −∑ i ln i i =1 N N
Dimana: : Indeks Keragaman Shannom-Wiener s : Jumlah jenis ni : Jumlah individu jenis-i N : Total jumlah individu semua jenis 3.5.4 Indeks Kemerataan Jenis Indeks kemerataan jenis yang paling banyak digunakan dalam ekologi adalah indeks kemerataan (Ludwing & Reynold 1988) sebagai berikut: E=
H' ln (S)
Dimana: E : Indeks kemerataan jenis : Indeks keanekaragaman jenis S : Jumlah jenis 3.5.5 Indeks Dominansi Indeks dominansi digunakan untuk menentukan dominansi suatu jenis didalam
komunitas
untuk
menentukan
dimana
dominansi
dipusatkan
(Soerianegara & Indrawan 2002). Indeks dominansi ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a
C = ∑ (ni/N) 2 i =1
Dimana: C : Indeks dominansi ni : Jumlah individu tiap jenis N : Jumlah dari seluruh jenis 3.5.6 Indeks Kesamaan Komunitas Indeks kesamaan komunitas (IS) digunakan untuk mengetahui kesamaan relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Untuk mengetahui koefisien kesamaan komunitas dapat digunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynold 1988) : IS =
2W X 100% a -b
Dimana: IS W a b
: Koefisien Kesamaan Komunitas (indeks of similarity) : Jumlah nilai penting yang sama atau nilai yang terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua petak contoh yang dibandingkan. : Jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas A : Jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas B
3.5.7 Potensi Tegakan Dalam pengelolaan hutan sangat penting mengetahui potensi dari tegakan hutan yang ada, sehingga dalam pengelolaannya dapat mencapai kelestarian. Potensi dari setiap tegakan berbeda-beda baik tegakan yang homogen maupun heterogen. Pohon yang dihitung adalah pohon yang berdiameter
20 cm,
kemudian dibagi dalam kelas-kelas diameter untuk lebih memudahkan dalam pengelolaannya. Potensi tegakan dapat diketahui dari rumus sebagai berikut: Volume = (1/4 D2) X TBC X 0,7
Dimana: D : Diameter setinggi dada TBC : Tinggi Bebas Cabang 0,7 : Angka Bentuk dari pohon : Tetapan (3,14)
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara posisi 97°15 00 o
-
o
96°9 00 BT (Sua-Sua sampai dengan Torokulu) dan 4 50' - 3 50' LS. Areal tersebut merupakan areal konsesi awal PT INCO Tbk. Daerah tersebut merupakan perbatasan antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara (Ambodo 2007). Untuk gambaran umum dapat dilihat pada Gambar 3 sedangkan untuk titik lokasi penelitian dapat dilihat pada peta lokasi penelitian.
4.2 Data Fisik Lapangan 4.2.1 Jenis Tanah dan Topografi Jenis tanah yang ada pada daerah Soroako dan merupakan lokasi penelitian umumnya didominasi oleh jenis tanah Latosol dan Oksisol. Rata-rata kemiringan lahan di Soroako yaitu 9-30%. Dengan ketinggian di atas permukaan laut rata-rata yaitu 600 m dpl. Perbukitan di blok Timur memiliki kemiringan 40° (83,9%). Topografi daerah penambangan berupa perbukitan dengan ketinggian antara 290 m - 900 m di atas permukaan laut (Ambodo 2007). 4.2.2 Iklim Menurut Schmidt-Ferguson (1951) dalam Ambodo (2007) daerah Soroako yang merupakan daerah konsesi PT. INCO Tbk. berada dan juga merupakan daerah dilakukannya penelitian ini termasuk tipe iklim A dengan curah hujan yang cukup tinggi mencapai rata-rata 3000 mm/tahun. Curah hujan berlangsung sepanjang tahun yaitu pada bulan November sampai dengan bulan Maret. Suhu udara berkisar antara 25-26°C dengan kelembaban rata-ratanya 80%.
4.2.3 Kondisi Geologi Golightly (1979) dalam Ambodo (2007) membagi geologi daerah Soroako menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Satuan batuan sedimen, terdiri dari batu gamping laut dalam dan rijang. Terdapat di bagian barat Soroako dan dibatasi oleh sesar naik dengan kemiringan ke arah barat. 2. Satuan batuan ultrabasa, umumnya terdiri dari jenis peridotit, sebagian mengalami serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan umumnya terdapat di bagian timur. Pada satuan ini juga terdapat intrusi-intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat di bagian utara. 3. Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine), umumnya terdapat di bagian utara dekat desa Soroako. 4.2.4 Keadan Vegetasi Vegetasi hutan alami di lokasi penelitian tepatnya di Bahodipi dan Zebazeba Camp di Pegunungan Verbeek Sulawesi Selatan, secara umum sama dengan formasi hutan hujan tropika dataran rendah di Indonesia. Vegetasi yang tumbuh adalah tumbuhan tropis berupa semak belukar, tanaman perdu dan hutan yang ditumbuhi pohon berdiameter antara 10-40 cm (Ambodo 2007). Beberapa jenis lokal yang tercatat sebagai berikut: Agathis sp (Arau.), Metrosideros sp (Myrt.), Calophyllum sp (Gutt.), Diospyros celebica (Eben.), Ficus sp (Mora.), Kjellbergiodendron sp (Myrt.) dan lain-lain (Whitten et al. 1987). 4.3 Kondisi Sosial Masyarakat Masyarakat yang hidup di sekitar hutan ini pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan peladang. Terlihat dengan sudah banyaknya sawah-sawah dan kebun di sekitar hutan. Selain itu, banyak masyarakat yang bermata pencaharian sebagai karyawan kontraktor yang bekerjasama dengan PT. INCO Tbk. 4.4 Areal Konsesi PT INCO Tbk. Secara umum, wilayah kontrak karya PT INCO Tbk. dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1. Lokasi Soroako Project Area (SPA), dengan luas daerah sekitar 10.010,22 ha. 2. Lokasi Soroako Outer Area (SOA), dengan luas daerah sekitar 108.377,25 ha, meliputi daerah Lingke, Lengkobale, Lasobonti, Lambatu, Tanamalia,
Lingkona, Lampenisu, Lampesue, Petea, Topemanu, Tanah Merah, Nuha, Matano, Larona, dan Malili. 3. Lokasi Sulawesi Coastal Deposite (SCD), dengan luas daerah sekitar 100.141,54 ha, meliputi daerah Bahodopi, Kolonedale (Sulawesi Tengah) dan daerah Latao, Sua-Sua, Pao-Pao, Pomala, Malapulu, Torobulu, Lasolo serta Matarape (Sulawesi Tenggara).
Petak contoh penelitian Gambar 3 Letak dan posisi areal konsesi PT. INCO Tbk. Soroako. (Sumber: PT. Hatfield Indonesia).
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Komposisi Jenis 5.1.1.1 Jumlah Jenis Berdasarkan hasil kegiatan penelitian dengan analisis vegetasi yang dilakukan pada hutan dengan jenis tanah ultrabasa di areal konsesi PT. INCO Tbk., ditemukan jumlah jenis pada tiap lokasi penelitian berdasarkan tingkat pertumbuhan disajikan dalam Tabel 1 dan Gambar 4. Sedangkan hasil selengkapnya tentang daftar nama seluruh jenis yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 2. Tabel 1 Rekapitulasi jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak pengamatan. No. Petak Penelitian LLM-1 LLM-2 ULM-1 Semak 14 12 3 Liana 19 35 8 Liana berkayu 0 5 10 Semai 24 47 26 Pancang 31 49 41 Tiang 19 18 25 Pohon 38 39 34 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic). Tingkat Pertumbuhan
61
70
ULM-2 4 8 12 45 61 27 49
49
49
19
12
10
8
8
5
3
0
4
10
25
27
26
34
19 18
24
30
31
35
40
20
38 39
41
14 12
J u m la h J en is
50
45
47
60
0 Semak
Liana
Liana berkayu LLM-1
Semai Pancang Tingkat Pertumbuhan LLM-2 ULM-1
Tiang
Pohon
ULM-2
Gambar 4 Jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian.
Berdasarkan pada Gambar 4 dan Tabel 1 terlihat bahwa jumlah jenis untuk petak lowland mafic (LLM) pada tingkat tiang tertinggi terdapat pada petak LLM1 sebesar 19 jenis. Pada tingkat semai dan pancang, jumlah jenis tertinggi pada LLM-2 dengan jumlah 47 jenis dan 49 jenis. Untuk tingkat pohon jumlah jenis terbanyak terdapat pada LLM-2 sebesar 39 jenis. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon pada tingkat liana berkayu dan liana terbesar terdapat pada LLM-2 dengan jumlah sebesar 5 jenis dan 35 jenis. Untuk tingkat semak jumlah jenis tertinggi terdapat pada LLM-1 sebesar 14 jenis. Pada petak di upland mafic (ULM) terlihat bahwa jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya yang tertinggi terdapat pada ULM-2 dibandingkan dengan ULM-1. Adapun jumlah jenis tertinggi pada petak ULM-2 terdapat pada tingkat pancang sebesar 61 jenis dan terendah pada tingkat tiang sebesar 27 jenis. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon tertinggi pada tingkat liana berkayu dengan jumlah jenis 12 jenis. Untuk petak ULM-1 jumlah jenis tertinggi terdapat pada tingkat pancang dengan jumlah 41 jenis sedangkan terendah pada tingkat tiang dengan 25 jenis. Tumbuhan non pohon tertinggi terdapat pada tingkat herba untuk kedua lokasi dengan nilai berturut-turut 3 dan 4 jenis. Dengan demikian terlihat bahwa jumlah jenis pada petak LLM lebih kecil dibandingkan dengan petak ULM untuk tingkat pohon dan permudaannya. Untuk tingkat semak dan liana jumah jenis lebih banyak di petak LLM tetapi pada tingkat liana berkayu jumlah jenis lebih banyak di petak ULM. 5.1.1.2 Jenis Dominan Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada lokasi penelitian didapatkan jenis-jenis yang ada pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan untuk nilai INP keseluruhan jenis-jenis yang ada pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai Lampiran 6.
Tabel 2 Rekapitulasi nilai INP terbesar dari jenis-jenis dominan di tiap petak contoh penelitian. Tingkat Pertumbuhan
Nama Jenis
LLM-1 (INP) Zingiber sp (47.98%) Semak Alpinia sp. Gleichenia linearis Dinocloa scandens (44.93%) Freycinetia scandens Liana Calamus caesius Calamus sp Dinocloa scandens (126.21%) Liana berkayu Entada phaseoloides Gnetum sp (57.54%) Heritiera trifoliata Semai Gironniera subaequalis (20.26%) Heritiera trifoliata Pancang Agrostistachys longifolia Dillenia sp1 Sloetia elongata (51.89%) Tiang Heritiera trifoliata Syzygium sp1 Litsea mappacea (61.13%) Pohon Heritiera trifoliata Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
No. Petak Penelitian LLM-2 ULM-1 (INP) (INP) (48.94%) (117.14%) (39.89%) (77.07%) (33.97%) (45.84%) (75.93%) (52.76%) (32.44%) (72.57%) (33.13%) (28.97%) (37.45%) (90.22%)
ULM-2 (INP) (83.14%) (61.91%) (39.68%) (75.23%) (52.40%) (57.29%) (79.52%)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tiap petak pengamatan, umumnya kawasan tersebut didominasi oleh jenis-jenis yang hampir sama di setiap petak. Hal ini menandakan bahwa umumnya areal tersebut didominasi oleh jenis-jenis tersebut. Untuk petak LLM-1, jenis yang dominan di tingkat semak adalah jenis Zingiber sp dengan INP sebesar 47,98% dan jenis Alpinia sp dengan INP sebesar 48,93 % untuk petak LLM-2, sedangkan untuk tingkat liana pada petak LLM-2 didominasi oleh jenis Freycinetia scandens dengan nilai INP sebesar 39,89 dan petak LLM-1 oleh jenis Dinocloa scandens dengan nilai INP sebesar 44,93%. Untuk tingkat semai dan pancang, pada petak LLM-1 didominasi oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP berturut-turut 57,54 % dan 20,26 %. Untuk tingkat tiang dan pohon didominasi oleh jenis Sloetia elongata dan jenis Litsea mappacea dengan nilai INP berturut-turut sebesar 51,89 % dan 61,13 %. Sedangkan untuk petak LLM-2 untuk tingkat pancang, tiang dan pohon didominasi oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP berturut-turut 32,44%;
33,14% dan 37,45%. Tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh jenis Gironniera subaequalis dengan nilai INP sebesar 52,76%. Untuk petak ULM-1 dan petak ULM-2 pada tingkat semak didominasi oleh jenis Gleichenia linearis dengan nilai INP berturut-turut sebesar 117,14% dan 83,14%, untuk tingkat liana dengan jenis Calamus caesius dengan INP sebesar 77,07% dan liana berkayu dengan jenis Gnetum sp dengan INP sebesar 45,84%. Untuk tingkat semai dan pohon pada petak ULM-1 dan ULM-2 didominasi oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP keduanya adalah 75,93%, 90,22% dan 75,23%, 79,52%. Untuk tingkat pancang didominasi oleh jenis Agrostistachys longifolia dengan nilai INP sebesar 72,57% pada petak ULM1 dan jenis Dillenia sp1 dengan INP sebesar 52,4% pada petak ULM-2, sedangkan untuk tingkat tiang oleh jenis Syzygium sp1 dengan INP sebesar 28,97% pada petak ULM-1 dan jenis Syzygium sp1 dengan INP 57,29% pada petak ULM-2. Hal yang menarik adalah pada tingkat pohon dan permudaannya, jenis Heritiera trifoliata sangat dominan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di hampir semua petak contoh penelitian baik di petak LLM maupun di petak ULM. 5.1.1.3 Indeks Keanekaragaman Jenis Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi penelitian maka didapatkan indeks keanekaragaman jenis (H ) pada hutan dengan tanah ultrabasa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rekaptulasi nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian. No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai LLM-1 1.98 2.37 2.16 1.76 LLM-2 1.98 2.30 3.37 2.96 ULM-1 0.95 1.39 1.99 1.44 ULM-2 0.97 1.52 0.90 1.79 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Pancang 2.81 3.45 1.88 2.58
Tiang 2.83 2.64 3.00 2.87
Pohon 3.13 3.00 2.06 2.84
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada petak LLM nilai H tertinggi terdapat pada tingkat semai pada petak LLM-2 sebesar 2,96, tingkat pancang sebesar 3,45. Pada tingkat pohon nilai H tertinggi pada petak LLM-1 sebesar 3,13. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks H terbesar
pada tingkat semak sebesar 1,98 di kedua petak LLM-1 dan LLM-2, tingkat liana tertinggi pada petak LLM-1 sebesar 2,37 dan tingkat liana berkayu pada petak LLM-2 sebesar 3,37. Untuk petak penelitian di ULM, indeks keanekaragaman jenis terbesar berada pada tingkat tiang yaitu petak ULM-1 sebesar 3,00. Pada tingkat semai, pancang dan pohon, nilai H terbesar terdapat pada petak ULM-2 berturut-turut 1,79; 2,58 dan 2,85. Untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks H terbesar pada tingkat semak dan liana terdapat pada petak ULM-2 masing-masing sebesar 0,97 dan 1,52 sedangkan untuk tingkat liana berkayu terdapat pada petak ULM-1 sebesar 1,99.
1.5
2. 06
3
2. 84
3. 13
3 2. 87
1. 88
1. 44 1. 79
1. 76
2
2. 83 2. 64
3 2.5
2. 58
2. 81
2. 96
3.5
1 0.5 0 Semai
Pancang Tiang Tingkat Pertumbuhan
LLM-1
LLM-2
ULM-1
Pohon ULM-2
Gambar 5 Indeks keanekaragaman (H ) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian. 3. 37
4 3.5
1. 52
0. 9
1
0. 95
1.5
0. 97
1. 39
2
1. 99
2. 16
2. 3
1. 98
1. 98
2.5
2. 37
3 Niali Indeks H'
Nilai Indeks H'
3. 45
4
0.5 0 Semak
Liana
Liana berkayu
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1
LLM-2
ULM-1
ULM-2
Gambar 6 Indeks keanekaragaman (H ) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak contoh penelitian.
Berdasarkan pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat bahwa tingkat keanekaragaman untuk tingkat pohon dan permudaanya lebih tinggi di petak LLM dibandingkan dengan petak ULM. Begitu juga dengan tumbuhan non pohon bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan lebih tinggi di petak LLM dibandingkan di petak ULM. Hal ini menandakan bahwa kekayaan jenis lebih tinggi pada petak LLM dan penyebaran jenisnya juga merata di tiap petak penelitian. 5.1.1.4 Indeks Kekayaan Jenis Berdasarkan data hasil analisis vegetasi yang dilakukan maka indeks kekayaan jenis Margallef (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Rekapitulasi nilai indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian. No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai LLM-1 2.43 3.28 2.91 3.86 LLM-2 2.48 6.01 1.06 8.49 ULM-1 2.57 1.01 0.78 3.48 ULM-2 0.80 1.16 2.36 7.01 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Pancang 5.93 9.49 6.39 9.87
Tiang 5.19 4.42 5.71 5.57
Pohon 8.00 7.71 5.96 8.53
5. 96
8 7. 71 4. 42
3. 48
4
5. 71 5. 57
5. 19
5. 93
6. 39
7. 01
6
8. 53
9. 87
8. 49
8
3. 86
Nilai Indeks R
10
9. 49
12
2 0 Semai
Pancang
Tiang
Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1
LLM-2
ULM-1
ULM-2
Gambar 7 Indeks kekayaan jenis (R) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian.
6. 01
7
5
0. 78
1
1. 06
0. 8
1. 01 1. 16
2
2. 36
2. 91
3
3. 28
4 2. 43 2. 48 2. 57
Nilai Indeks R
6
0 Semak
LLM-1
Liana Tingkat Pertumbuhan
LLM-2
ULM-1
Liana berkayu
ULM-2
Gambar 8 Indeks kekayaan jenis (R) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak contoh penelitian. Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 7 dan 8 dapat dilihat bahwa untuk petak lowland mafic (LLM), nilai indeks kekayaan terbesar pada tumbuhan tingkat pohon dengan nilai sebesar 8,00 di petak LLM-1, tingkat tiang terbesar pada petak LLM-1 sebesar 5,19, tingkat pancang pada petak LLM-2 sebesar 9,49 dan pada tingkat semai terbesar pada petak LLM-2 sebesar 8,49. Untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks R terbesar terdapat pada tingkat liana dengan nilai sebesar 3,28 di petak LLM-2 dan yang terkecil ada pada tingkat liana berkayu sebesar 1,06 di petak LLM-2. Untuk nilai indeks kekayaan yang tertinggi pada petak upland mafic (ULM), untuk tingkat pohon dan permudaannya pada tingkat pancang dengan nilai sebesar 9,87 di petak ULM-2, sedangkan untuk indeks kekayaan terkecil pada tingkat semai sebesar 3,43 di petak ULM-1. Untuk tumbuhan non pohon, indeks R terbesar terdapat di tingkat semak sebesar 2,57 di petak ULM-1 dan terkecil di tingkat liana berkayu sebesar 0,78 di petak ULM-1. Secara umum indeks kekayaan di petak LLM untuk tingkat pertumbuhan semai dan pohon lebih besar dibandingkan di petak ULM. Untuk tingkat pancang dan tiang lebih tinggi di petak ULM dibandingkan petak LLM. Hal ini menandakan bahwa jenis-jenis tumbuhan di tiap petak penelitian cukup banyak baik di petak LLM maupun petak ULM.
5.1.1.5 Indeks Kemerataan Jenis Berdasarkan data hasil analisis vegetasi yang dilakukan maka indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan di berbagai lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Rekapitulasi nilai indeks kemerataan (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak penelitian. No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai LLM-1 0.70 0.80 0.94 0.55 LLM-2 0.79 0.65 0.99 0.77 ULM-1 0.41 0.71 0.90 0.45 ULM-2 0.70 0.73 0.36 0.47 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Pancang 0.82 0.89 0.51 0.63
Tiang 0.96 0.91 0.93 0.87
Pohon 0.86 0.82 0.74 0.73
Dari Tabel 5 dan Gambar 9 dan 10 dapat dilihat untuk indeks kemerataan jenis pada petak LLM untuk tumbuhan non pohon, indeks kemerataan terkecil pada tingkat liana dengan nilai 0,65 di petak LLM-2. Sedangkan untuk nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada tingkat liana berkayu sebesar 0,99 di petak LLM-2. Pada tingkat pohon dan permudaanya, indeks kemerataan jenis terbesar terdapat pada tingkat tiang sebesar 0,96 di petak LLM-1 dan indeks kemerataan terkecil terdapat pada tingkat semai dengan nilai sebesar 0,55 di petak LLM-1. Untuk indeks kemerataan jenis (E) pada petak penelitian ULM, terlihat bahwa nilai E terbesar pada tumbuhan non pohon pada tingkat semak dengan nilai sebesar 1,37 di petak ULM-1 dan yang terkecil ada pada tingkat liana berkayu sebesar 0,36 di petak ULM-2. Pada tingkat semai, nilai E terkecil sebesar 0,45 dan tingkat tiang nilai E terbesar sebebsar 0,93 di petak yang sama yaitu petak ULM1. Indeks kemerataan di petak lowland mafic (LLM) lebih tinggi dibandingkan dengan petak upland mafic (ULM). Untuk melihat kecenderungan perbedaannya secara jelas dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
0. 73
0. 74
0. 82
0. 86
0. 87
0. 93
0.6 3
0. 51
0. 47
0. 45
0.6
0. 91
0. 82 0. 89
0. 77
0.8 0. 55
Nilai Indeks E
1
0. 96
1.2
0.4 0.2 0 S emai
Pancang Tiang Tingkat Pertumbuhan
LLM-1
LLM-2
Pohon
ULM-1
ULM-2
Gambar 9 Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak penelitian.
0. 65 0. 71 0. 73
0. 36
0. 41
0.6
0. 7
0. 8
0. 79
0.8
0. 7
Nilai Indeks E
1
0. 9
0. 94 0. 99
1.2
0.4 0.2 0 Semak
LLM-1
Liana Tingkat Pertumbuhan
LLM-2
ULM-1
Liana berkayu
ULM-2
Gambar 10 Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak penelitian. Dengan demikian nilai kemerataan antara petak LLM dan ULM lebih tinggi di petak LLM artinya pola penyebaran tumbuhan pada petak LLM lebih merata di setiap petaknya.
5.1.1.6 Indeks Dominansi Besarnya indeks dominansi pada lokasi pengamatan tersaji pada Tabel 8. Besarnya indeks dominansi menunjukkan tingkat dominansi suatu jenis pada suatu tegakan.
Tabel 6 Rekapitulasi nilai indeks dominansi (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak penelitian. No. Petak Penelitian Tingkat Pertumbuhan LLM-1 LLM-2 ULM-1 Semak 0.21 0.19 0.44 Liana 0.12 0.18 0.31 Liana berkayu 0.13 0.65 0.16 Semai 0.25 0.61 0.38 Pancang 0.09 0.05 0.37 Tiang 0.07 0.09 0.06 Pohon 0.08 0.10 0.45 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
ULM-2 0.45 0.25 0.01 0.37 0.20 0.09 0.14
0. 65
0.7
0. 16
0.2
0. 13
0. 12 0. 18
0.3
0. 31
0.4
0. 25
0. 44 0. 45
0.5
0. 21 0. 19
Nilai Indeks D
0.6
0. 01
0.1 0 Semak
LLM-1
Liana Tingkat Pertumbuhan
LLM-2
Liana berkayu
ULM-1
ULM-2
0.7
0. 61
Gambar 11 Indeks dominansi (D) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan non pohon di tiap petak penelitian.
0. 45 0. 14
0. 1
0. 08
0.1
0. 09
0. 09 0. 05
0.2
0. 07 0. 09 0. 06
0. 2
0.3
0. 37
0.4
0. 37
0. 38
0.5
0. 25
Nilai Indeks D
0.6
0 Semai
LLM-1
Pancang Tiang Tingkat pertumbuhan
LLM-2
ULM-1
Pohon
ULM-2
Gambar 12 Indeks dominansi (D) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon dan permudaanya di tiap petak penelitian
Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 11 dan 12 dapat diketahui bahwa secara umum tidak ada pemusatan jenis-jenis tertentu di semua petak pengamatan. Untuk tumbuhan non pohon, nilai dominansi terbesar terdapat pada LLM-2 dengan nilai sebesar 0,89 pada tingkat liana berkayu dan yang terkecil di tingkat liana dengan nilai 0,12 pada petak LLM-1. Untuk tingkat pohon dan permudaannya, indeks dominansi terbesar berada pada LLM-1 dengan nilai 0,61 pada tingkat semai sedangkan yang nilai dominansi terkecil berada di LLM-2 ada pada tingkat pancang dengan nilai 0,05. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa pada tumbuhan non pohon, nilai indeks dominansi terbesar berada pada ULM-2 sebesar 0,45 pada tingkat pertumbuhan semak dan yang terkecil pada lokasi yang sama (LLM-2) yaitu pada tingkat liana berkayu dengan nilai 0,01. Sedangkan pada tingkat pohon dan permudaanya, nilai indeks dominansi terbesar berada pada ULM-1 yaitu pada tingkat pohon dengan nilai sebesar 0,45 dan yang terkecil juga berada di ULM-1 pada tingkat tiang yang nilainya 0,06. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di petak lowland mafic (LLM) di mana tidak ada pemusatan jenis-jenis tertentu. Untuk indeks dominansi tingkat semai dan tiang lebih tinggi pada petak LLM tetapi untuk tingkat pancang dan pohon lebih tinggi pada petak ULM. Untuk tingkat semak dan liana, indeks dominan lebih tinggi di petak LLM dan tingkat liana lebih tinggi di petak ULM. Pada petak ULM-1 indeks dominansi paling besar terdapat pada tingkat pohon menandakan bahwa petak tersebut didominasi oleh sedikit jenis.
5.1.1.7 Indeks Kesamaan Komunitas Berdasarkan hasil analisis data pada petak LLM-1, LLM-2, ULM-1 dan ULM-2 didapatkan indeks kesamaan komunitas vegetasi yang ada pada lokasi penelitian tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Rekapitulasi nilai indeks kesamaan komunitas pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak penelitian No. Petak
Tingkat Pertumbuhan SE
ULM-1 SE
LI
LI
SM
PC
TI
0
SM
29.6
PC
16.6
TI
14.9
PO SE
16.5 0
LI
12.3
LB LLM-2
63.1
SM
33.0
PC
7.4
TI
15.8
PO
No. Petak
Tingkat Perumbuhan SE
18.6 ULM-2 SE
LI
LB
SM
PC
TI
16.2
LB
17.7
SM
39.5
PC
22.2
TI
17.0
PO SE LI LB LLM-2
SM PC TI PO
PO
0.0
LI LLM-1
PO
15.2
LB LLM-1
LB
0
34.2 0 12.3 4.5 31.4 20.2 19.6 19.3
Keterangan : SE (semak); LI (liana); LB (liana berkayu); SM (semai); PC (pancang); TI ( tiang); P O(pohon); ULM (Upland mafic); LLM (Lowland mafic).
Berdasarkan Tabel 7 tersebut terlihat bahwa secara umum nilai indeks kesamaaan (IS) antara kedua komunitas yang dibandingkan memiliki nilai yang rendah sampai yang tertinggi. Nilai kesamaan komunitas tertinggi hanya mencapai 48,6% yaitu pada tingkat pohon antara ULM-2 dengan LLM-1 untuk tingkat pohon dan permudaanya sedangkan indeks komunitas tertinggi pada tumbuhan non pohon pada tingkat liana berkayu sebesar 63,1% antara ULM-1 dan LLM-2. Nilai indeks kesamaan komunitas terendah terdapat pada tingkat semak di
tiap petak dan liana berkayu antara LLM-2 dengan ULM-1. Terlihat bahwa indeks kesamaan komunitas tidak ada yang > 50% sehingga bisa dikatakan kedua petak indeks kesamaan komunitasnya tidak sama. Nilai indeks kesamaan komunitas tertinggi terdapat pada pohon untuk tingkat pohon dan permudaannya yang menandakan bahwa pola penyebaran pohon cukup luas dibandingkan dengan tingkat yang lain. Sedangkan untuk liana berkayu yang memiliki nilai indeks kesamaan komunitas tertinggi dapat di katakan bahwa tumbuhan yang ada pada ke dua petak adalah sama. 5.1.2 Struktur Tegakan 5.1.2.1 Sebaran jumlah Individu Sebaran jumlah individu pertingkat pertumbuhan pada petak contoh penelitian LLM dan ULM tersaji pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran jumlah individu pertingkat pertumbuhan pada petak contoh penelitian. Tingkat Pertumbuhan Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon Jumlah
Petak Penelitian LLM* ULM** 147 26.5 264 398.5 22 97 306 760 157 442 39.5 217.5 120 265.5 1055.5 2207
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic). * Rata-rata dari LLM-1 dan LLM-2, ** Rata-rata dari ULM-1 dan ULM-2
76
0
800
39 8 .5
500
44 2
600
21 7 .5 12
0
15 7
39 .5
97 22
26
.5
100
26
30
4 26
300 200
5 .5
6
400
14 7
Ju m lah In divid u
700
0 Semak
Liana
Liana berkayu Semai Pancang Tingkat Pertumbuhan
LLM
Tiang
Pohon
ULM
Gambar 13 Sebaran jumlah individu pada tiap petak contoh penelitian. Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 13 terlihat bahwa pola penyebaran jumlah individu pada tingkat pohon dan permudaannya paling tinggi pada tingkat semai dan pancang. Terlihat pada semua petak jumlah individu tumbuhan lebih banyak untuk tingkat pohon dan permudaannya dibandingkan tumbuhan non pohon. Untuk petak LLM, jumlah individu semai dan pancangnya berturut-turut 306 individu dan 157 individu, tingkat tiang dengan jumlah individu 39,5 individu dan tingkat pohon dengan jumlah individu 120 individu. Pada tingkat tumbuhan non pohon, jumlah individu terbanyak ditemukan pada tingkat liana sebesar 264 individu. Hal yang sama juga terjadi di petak ULM, yaitu jumlah individu terbanyak pada tingkat semai dan pancang. Pada petak ULM jumlah individu terbanyak terdapat pada tingkat semai dengan jumlah individunya sebesar 760 individu kemudian tingkat pancang sebesar 442 individu. Untuk tumbuhan non pohon, jumlah individu terbanyak pada tingkat liana sebesar 398,5 individu dan terkecil di tingkat semak sebesar 26,5 individu. Jumlah individu pada petak ULM untuk tingkat pohon dan permudaanya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jenis di petak LLM seperti yang terlihat pada Gambar 13. Begitu
juga dengan tumbuhan non pohon jumlah
individu lebih banyak di petak ULM kecuali di tingkat semak. Hal ini menunjukan bahwa jumlah individu lebih banyak pada petak ULM dibandingkan petak LLM.
5.1.2.2 Sebaran Jumlah Pohon Sebaran jumlah pohon di petak penelitian LLM dan ULM menurut kelas diameter pohon yang mempunyai diameter
20 cm pada tanah ultrabasa dapat
dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran jumlah pohon per kelas diameter di petak contoh penelitian. No. Petak LLM ULM
Kelas Diameter (cm) 30-39 40-49 50up 53.6 21.9 28.8 92.5 30 12.5
20-29 97.8 127.5
20up 202.1 262.5
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa jumlah pohon yang berdiameter 20-29 cm lebih banyak dibandingkan dengan kelas diameter yang lain. Jumlah pohon semakin berkurang seiring dengan bertambahnya diameter pohon. Jumlah pohon pada petak LLM terbesar pada kelas diameter 20-29 cmp sebesar 97,8 pohon sedangkan pada petak ULM pada kelas diameter 20-29 cm sebesar 127,5 pohon. Besarnya jumlah pohon pada petak ULM dibandingkan dengan petak LLM disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berupa adanya kegiatan penebangan jenis-jenis komersial terutama oleh masyarakat sekitar hutan dan pembangunan sarana prasarana penambangan nikel dengan mengambil bahan baku kayu dari hutan. 5 2. 26 20 2. 14
300
200 .5 92
50
30
28 .8 1
100
21 .9
5 7. 12 53 .6 3
150
97 .8
Jumlah Pohon.
250
.5 12
0 20-29
30-39
40-49
50up
Kelas Diameter
LLM
ULM
>20
Gambar 14 Sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh penelitian. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa secara umum pola penyebaran pohon membentuk suatu struktur tegakan yang sesuai dengan bentuk umum dari struktur tegakan hutan alam yang berbentuk
terbalik. Sebaran diameter pohon
yang berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan dengan kelas diameter yang lain yang lebih besar. Pada kedua lokasi tersebut, jumlah pohon pada kelas diameter
terkecil
memiliki
jumlah
pohon
yang
melimpah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa persedian permudaan berupa tingkat tiang pada kawasan tersebut telah cukup memadai untuk terjadinya permudaan alam. Secara umum jumlah pohon >20 cm di petak ULM lebih banyak dibandingkan di petak LLM Jumlah pohon pada petak LLM sebanyak 202,1 individu sedangkan pada petak ULM sebanyak 262,5 individu. Hal ini menandakan bahwa jumlah pohon pada petak ULM lebih banyak dibandingkan di petak LLM disebabkan oleh beberapa faktor terutama faktor kesuburan tanah.
5.1.2.3 Luas Bidang Dasar Pohon Per Kelas Diameter Sebaran besarnya luas bidang dasar (LBDS) pohon perkelas diameter pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran jumlah pohon dan luas bidang dasar pohon per kelas diameter di tiap petak contoh penelitian. LBDS Pohon (m3 ) Per Kelas Diameter 20-29 30-39 40-49 50 up N LBDS N LBDS N LBDS N LBDS LLM 97.80 7.87 53.60 7.87 21.90 6.16 28.80 8.17 ULM 127.50 5.71 92.50 7.53 30.00 5.29 12.50 5.96 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic), N (Jumlah pohon/ha), LBDS (Luas Bidang Dasar (m2/ha)) No. Petak
20 up N LBDS 202.1 30.08 262.5 24.48
30 .0 7
35
24 .4 9
30
20
5. 96
8. 17
6. 16 5. 29
7. 7. 87 53
10
5. 71
15 7. 87
LBDS
25
5 0 20-29
30-39
40-49
>50
>20
Kelas Diameter
LLM
ULM
Gambar 15 Sebaran LBDS berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh penelitian. Besarnya sebaran luas bidang dasar (LBDS) pada hutan ultrabasa dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 15. Untuk petak ULM, terlihat bahwa LBDS terbesar terdapat pada kelas diameter 30-39 cm sebesar 7,53 m2 /ha dengan jumlah individu sebanyak 92,50 pohon sedangkan LBDS terkecil terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 5,29 m2/ha dengan jumlah individu 30 pohon. Kemudian untuk petak LLM, LBDS terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm up sebesar 8,17 m2 /ha dengan jumlah individu sebesar 28,8 pohon sedangkan LBDS terkecil terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 6,16 m2 /ha dengan jumlah individu sebesar 21,9 pohon. Secara umum jumlah pohon (N) di petak ULM lebih banyak dibandingkan di petak LLM, namun untuk besaran LBDS pada petak LLM lebih besar dibandingkan dengan petak ULM. Hal ini terlihat dari pohon berdiameter kecil sampai besar besaran LBDS tetap paling tinggi di petak LLM. Apalagi pada diameter 50 cm up untuk petak LLM memiliki LBDS terbesar. Hal ini menandakan bahwa pohon-pohon pada petak LLM memiliki diameter yang besarbesar walaupun jumlah pohonnya lebih sedikit sedangkan pada petak ULM, diameter pohonnya kecil-kecil meskipun jumlah pohonnya banyak. Kondisi tegakan hutan yang demikian mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian semakin tinggi tepat dari permukaan laut maka jumlah pohon akan semakin
banyak tetapi diameter pohonnya akan semakin kecil-kecil. Faktor tempat tumbuh terutama jenis tanah, tinggi tepat dan tingkat kesuburan tanah sangat menentukan kondisi tegakan tersebut. 5.1.2.3 Sebaran Volume Per Kelas Diameter Sebaran besarnya volume pohon per kelas diameter pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Adapun pohon yang dihitung volumenya adalah pohon dengan diameter
20 cm.
Tabel 11 Sebaran volume pohon per kelas diameter pada tiap petak contoh penelitian. No. Petak LLM ULM
20-29 45.85 43.31
Kelas Diameter (cm) 30-39 40-49 50up 51.20 36.45 96.40 60.51 40.22 42.54
20up 230.55 186.57
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic). 23 0. 18 55 6. 57 5
250
42 .5 4
40 .2 15
51 .2
36 .4 5
50
43 .3 1
100
60 .5 1
96 .4
150
45 .8 5
Volume
200
0 20-29
30-39
40-49
50up
20up
Kelas Diameter
LLM
ULM
Gambar 16 Sebaran volume pohon per kelas diameter di tiap petak contoh penelitian. Besarnya sebaran volume pohon pada hutan ultrabasa dapat dilihat pada Gambar 16. Pada petak LLM, terlihat bahwa volume terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm up dengan volume sebesar 96,4 m³/ha dan volume terkecil terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 36,45 m³/ha. Sedangkan volume seluruh tegakan yang ada pada petak LLM sebesar 230,55 m³/ha. Untuk petak ULM, volume terbesar terdapat pada kelas diameter 30-39 cm dengan besarnya
volume sebesar 60,51 m³/ha dan sebaran volume terkecil terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 40,21 m³/ha. Volume pohon pada petak LLM lebih besar dibandingkan dengan volume pohon di petak ULM seperti yang terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 11. Untuk volume terbesar pada petak LLM di kelas diameter 50 cm up menandakan bahwa petak tersebut masih banyak didapatkan pohon-pohon dengan diameter besar. Seperti halnya pada data LBDS bahwa volume pohon di petak LLM lebih besar dibandingkan di petak ULM mengindikasikan bahwa dimensi pohon di petak LLM lebih besar bila dibandingkan dengan pohon di petak ULM.
5.1.3 Hasil Analisis Sifat-sifat Tanah 5.1.3.1 Sifat Fisik Tanah Berdasarkan hasil analisis tanah dari tanah ultrabasa di petak LLM dan ULM didapatkan data sifat fisik tanah seperti yang terlihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian. Petak LLM ULM
Kedalaman (cm) 0-15 16-30 0-15 16-30
Tekstur Lempung berpasir Lempung berpasir Lempung berpasir Liat lempung berpasir
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Berdasarkan Tabel 12 di atas terlihat bahwa tekstur pada tanah ultrabasa ini bertekstur lempung liat berpasir dan liat berpasir. Tanah tersebut memiliki erodibilitas yang tinggi dan sangat rawan terhadap gangguan berupa erosi. Hal ini disebabkan oleh tekstur tanah yang liat lempung berpasir sehingga porositasnya buruk dan sulit untuk menahan air. Terlihat bahwa baik pada petak LLM maupun di petak ULM tekstur tanah pada kedalaman 0-15 cm sama yaitu lempung berpasir. Tekstur pada kedalaman 16-30 cm pada petak LLM masih lempung berpasir tetapi di petak ULM teksturnya sudah liat lempung berpasir (lebih halus). 5.1.3.2 Sifat Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis tanah pada petak LLM dan petak ULM didapatkan data analisis sifat kimia tanah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian. pH C-Org P C/N (%) (ppm) H2O KCL 0-15 5.9 4.7 3.28 13 9.1 LLM 16-30 5.7 4.9 2.88 11 6.5 0-15 5.1 4.0 2.48 8 14.2 ULM 16-30 5.5 4.7 2.32 10 3.8 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic). Petak
Kedalaman (cm)
Al (me/100g)
H (me/100g)
Ca (me/100g)
tu tu 1.46 0.24
0.08 0.12 0.27 0.21
1.40 1.28 1.14 1.06
Tabel 13 Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian. (Lanjutan) Na (me/100g)
Fe (ppm)
0-15 0.70 0.08 0.12 15-30 0.58 0.06 0.11 0-15 0.53 0.08 0.14 ULM 15-30 0.42 0.06 0.13 Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
7.4 5.6 7.88 -
Petak
Kedalaman (cm)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
LLM
Cu (ppm) 3.84 3.28 1.72 -
Ni (ppm) 1.11 10.75 36.53 1.92
Status Kesuburan Rendah Rendah Rendah Rendah
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai pH pada tanah ultrabasa berkisar antara 4,0 sampai dengan 6,0 (sangat masam sampai masam). Pada petak LLM, nilai pH pada kedalaman 0-15 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 16-30 cm. Sedangkan pada petak ULM, nilai pH pada kedalaman 0-15 cm lebih rendah dibandingkan kedalaman 16-30 cm. Untuk nilai pH pada petak LLM lebih tinggi (mendekati netral) dibandingkan dengan petak ULM. Untuk kandungan C-Organiknya persentase dalam tanah ultrabasa sangat rendah sampai sedang yaitu kurang dari 0.56-3.28 %. Hal ini berpengaruh terhadap nilai nisbah C/N yang nilainya dari rendah sampai sedang. Untuk petak LLM, kandungan C-Organiknya lebih besar dibandingkan di petak ULM. Hal ini disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengakibatkan adanya pencucian hara. Untuk kandungan fospor dalam tanah, biasanya tersedia dalam bentuk P2O5 kandungannya sangat rendah yaitu berkisar antara 1,0-14,2 ppm. Kandungan fospor pada petak LLM secara umum lebih tinggi dibandingkan di petak ULM, tetapi pada kedalaman tanah 0-15 cm kandungan fospor lebih tinggi di ULM. Hal ini dipengaruhi oleh bahan organik yang sangat kurang dalam tanah dan pH tanah yang sangat masam sampai masam. Untuk kandungan Ca, Mg, Al dan Na dalam tanah ultrabasa ini tergolong rendah sampai sedang. Untuk kandungan Ca berkisar antara 0,93-1,28 me/ 100 g, kandungan Ca paling tinggi terdapat pada petak LLM. Kandungan Ca pada petak
LLM secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan Ca di petak ULM. Begitu juga dengan kandungan Mg dalam tanah ultrabasa ini tergolong rendah (0,38-0,7 me/ 100 g). Untuk petak LLM, kandungan Mg lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan Mg di petak ULM. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kandungan Na dalam tanah ultrabasa ini, untuk kandungannya tergolong rendah antara 0,07-0,14 me/ 100 g. Tetapi untuk kandungan Na di petak ULM lebih tinggi dibandingkan dengan petak LLM. Kandungan Al pada petak LLM sangat sedikit bahkan tidak terukur sehingga tanah ini lebih subur dibandingakan dengan tanah pada petak ULM. Kandungan Al pada petak ULM berkisar antara 0,24-1,46 me/ 100 g yang menyebabkan tanah ini menjadi tidak subur. Sedangkan untuk kandungan besi (Fe) dalam tanah ini tergolong tinggi yaitu sekitar 5,6-7,88 ppm. Untuk petak ULM kandungan besi ini cukup tinggi dibandingkan dengan petak LLM. Begitu juga dengan kandungan nikelnya (Ni) yaitu jumlahnya sangat tinggi pada petak ULM dibandingkan dengan petak LLM. Untuk tingkat kesuburan pada petak LLM dibandingkan dengan petak ULM, tanah pada petak LLM lebih subur. Hal ini terlihat dari kandungan seperti C-Organik, Mg, N, Ca yang tinggi dibandingkan dengan petak ULM. Pada petak ULM kandungan logam-logam beratnya juga cukup tinggi seperti Ni, Al dan Fe menyebabkan tanah menjadi tidak subur dan pH pada petah ULM juga lebih masam. Berdasarkan parameter sifat kimia tanah tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa status kesuburan tanah ultrabasa ini pada petak pengamatan tergolong rendah. Rendahnya status kesuburan tanah tersebut disebabkan oleh rendahnya kandungan hara-hara primer yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan banyak faktor-faktor pembatas dalam tanah
5.2. Pembahasan 5.2.1 Keanekaragaman Jenis Berdasarkan dari hasil penelitian terlihat bahwa jumlah jenis tumbuhan yang ada di tanah ultrabasa ini cukup rendah, hal ini terlihat dari jumlah tumbuhan yang ditemukan baik di tingkat pohon dan permudaannya maupun di tumbuhan non pohon (semak, liana dan liana berkayu). Pada petak LLM jumlah jenisnya untuk tingkat pohon dan permudaannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan
petak ULM. Begitu juga dengan jumlah individunya lebih banyak pada petak ULM dibandingkan di petak LLM. Adapun penyebab rendahnya jumlah jenis tumbuhan dan jumlah individu pada petak LLM disebabkan oleh jenis tanah dan kesuburan tanah, di petak contoh penelitian telah terjadi penebangan pohon komersial oleh masyarakat setempat dan areal ini juga merupakan bekas HPH. Jika dibandingkan dengan tipe hutan lainnya, perbandingan jumlah jenis dalam luasan yang hampir sama maka jumlah jenis pada hutan dengan jenis tanah ultrabasa tergolong rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 14 yang membandingkan antara jumlah jenis pada berbagi tingkat pertumbuhan di berbagai lokasi penelitian. Tabel 14 Perbandingan keadaan vegetasi hutan tanah ultrabasa dengan tipe hutan lain. No.
Perbandingan
2. 3. 4.
Jumlah Jenis Semai Pohon dan Pancang permudaannya Tiang Pohon Liana Non pohon Semak Liana berkayu Kerapatan pohon (N/ha) LBDS Pohon (m2/ha) Volume Pohon (m3/ha)
5.
Jenis Pohon Dominan
1.
Hutan Ultrabasa di Sulawesi* 36 46 22 40 8 18 7 232.32 27.28 208.56 Heritiera Trifoliata
Hutan Hujan Dataran Rendah di Kalimantan** 170 194 116 243 36 36 611.32 848.88 Calophyllum inophyllum
Sumber : * Mustian (2009), ** Mahali (2008)
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa jumlah jenis, kerapatan jenis dan volume yang ada pada dua lokasi hasil penelitian yang dibandingkan untuk hutan dengan jenis tanah ultrabasa memiliki nilai paling kecil. Besaran volume pada dua lokasi yang dibandingkan terlihat bahwa pada hutan dengan tanah ultrabasa memiliki nilai volume yang kecil. Data hasil penelitian pada hutan dengan tanah ultrabasa dalam penelitian ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Whitten et al. (1987) yang menyatakan bahwa pada petak yang berukuran 10 m X 500 m, pohon-pohon pada tanah ultrabasa dengan diameter 15 cm atau lebih pada pengukuran setinggi dada mempunyai luas bidang dasar (LBDS) hanya sebesar 31 m2/ha, dengan jumlah
pohon 348 pohon/ha maka rata-rata luas bidang dasar pohon adalah 0,09 m2/ha. Terlihat bahwa LBDS pada tanah ultrabasa ini sangat kecil yang menandakan bahwa pohon-pohon di tanah ultrabasa memiliki diameter yang kecil dan umumnya ketinggian pohon juga tidak terlalu tinggi. Ketinggian rata-rata pohon yang rendah menyebabkan volume pohon juga berkurang. Rendahnya pohonpohon di tanah ultrabasa ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Whitten et al. (1987) bahwa suatu transek berukuran 2 m x 30 m dalam hutan dengan tanah ultrabasa dilakukan pendataan pohon dan profilnya menunjukkan bahwa pohonpohonnya relatif pendek. Tinggi rata-rata pohon yang ditemukan lebih banyak pada ketinggian 10-20 meter. Hanya sedikit pohon yang mempunyai tinggi 25-40 meter. Adapun jenis-jenis yang paling banyak ditemukan pada hutan ultrabasa ini adalah jenis Heritiera trifoliata dari famili Sterculiaceae, jenis ini sangat dominan. Berarti dapat dikatakan bahwa jenis seperti Heritiera trifoliata telah dapat beradaptasi dengan tanah ultrabasa yang memiliki magnesium, besi, nikel atau bahkan krom yang merupakan beberapa senyawa penyusun dalam jumlah yang tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Lee et al. (1977) dalam Whitten et al, (1987) bahwa tumbuhan yang hidup pada tanah ultrabasa telah mampu untuk beradaptasi dengan konsentrasi nikel yang tinggi, bahkan tumbuhan tersebut logam tersebut dalam jaringan tumbuhannya mengandung nikel sehingga dalam abunya dapat terkandung 5-25% nikel. Kemudian Whitten et al, (1987) mengatakan bahwa tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa ini telah beradaptasi dengan sifat tanah tersebut sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan penyusuaikan dengan keadaan tanah tersebut. Didalam
hal tersebut terdapat
korelasi antara kadar logam dalam tanah dengan kadar logam yang ada di dalam tubuh tanaman. Jenis-jenis lain yang ditemukan diantaranya Freycinettia sp, Ziziphus sp, Gnetum sp untuk tingkat non pohon. Selain itu juga ditemukan jenis-jenis tumbuhan seperti Dillenia sp, Sloetia elongata, Baccaurea sp, Calophyllum sp, Canarium sp, Syzygium acutangulum, Manilkara fasciculata dan jenis yang khas pada daerah Sulawesi seperti jenis Kjellbergiodendron celebicum, Lithocarpus celebica, Sarcotheca celebica dan Diospyros celebica. Seperti yang diungkapkan
oleh Witthen et al. (1987) bahwa Jenis yang umumnya ditemukan pada tanah ultrabasa ini meliputi kayu besi (Metrosideros), Agathis sp, Calophyllum sp, Burseraceae, Sapotaceae dan Dipterocarpaceae (Vatica sp dan Hopea celebica). Pada petak penelitian ditemukan juga jenis-jenis lokal yang perlu untuk diselamatkan atau dikonservasi. Nantinya jenis-jenis tersebut bisa untuk dijadikan jenis prioritas dalam kegiatan rehabilitasi bekas tambang. Tabel 15 Jenis-jenis tumbuhan lokal yang ditemukan pada petak contoh penelitian. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama Jenis Agathis celebica Calophyllum celebicum Diospyros celebica Garcinia celebica Heritiera trifoliolata Hopea celebica Kjellbergiodendron celebicum Lithocarphus celebica Mangifera cf sulavesiana Metrosideros vera Sarcotheca celebica Stemonurus celebicus
Jenis-jenis
tersebut
terbagi
dalam
Famili Araucariaceae Clusiaceae Ebenaceae Clusiaceae Sterculiacceae Dipterocarpaceae Myrtaceae Fagaceae Anacardiaceae Myrtaceae Oxalidaceae Icacinaceae beberapa
kategori
seperti
Kjellbergiodendron celebica (Myrt.), Hopea celebica (Dipt.) Sarcotheca celebica (Oxal.), Lithocarphus celebica (Faga.), Calophyllum celebicum (Gutt.) yang merupakan jenis khas (asli) di Sulawesi, Diospyros celebica (Eben.) merupakan jenis yang kayunya kuat dan merupakan jenis komersial yang keberadaannya sudah langka dan pohon Agathis celebica (Arau.) merupakan pohon penghasil getah yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk tingkat keanekaragaman jenis (H ) yang ada pada lokasi penelitian tergolong tinggi sampai rendah untuk tingkat pohon dan permudaanya. Untuk petak LLM, indeks keanekaragamannya masih baik kecuali untuk tingkat semai karena nilainya kurang dari satu. Begitu juga halnya dengan di petak LLM, indeks keanekaragamannya
tergolong
sedang
kecuali
di
tingkat
semai
yang
keanekaragamnnya rendah. Hal ini menandakan bahwa untuk petak LLM dan
ULM telah mengalami gangguan. Sudarisman (2002) menyebutkan bahwa makin tinggi nilai indeks keanekaragaman makin banyak pula jenis yang ditemukan. Terdapat tiga kriteria untuk nilai indeks keanekaragamana yaitu ; 1) Rendah, jika nilai H kurang dari satu, 2) Sedang, jika nilai H antara satu dan dua, 3) Tinggi, jika nilai H lebih dari dua. Untuk melihat rendahnya tingkat indeks keanekaragaman jenis dan indeks dominansi yang ada pada tanah ultrabasa dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Perbandingan Indeks-indeks pada hutan ultrabasa dengan tipe hutan lain. No. 1. 2. 3. 4.
Indeks Keanekaragaman (H ) Kekayaan (R) Kemerataan (E) Dominansi (D)
Hutan Ultrabasa di Sulawesi* 1.44-3.45 3.48-9.87 0.45-0.96 0.01-0.65
Hutan Hujan Dataran Rendah di Kalimantan** 3.83-4.87 19.79-36.15 0.75-0.89 0.02-0.64
Sumber : * Mustian (2009), ** Mahali (2008)
Berbeda dengan tipe hutan yang lain, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahali (2008) di Kawasan Lindung Areal PT. Finnatara Intinga, Propinsi Kalimantan Barat yang dikatakan bahwa indeks keanekaragaman jenis masih cukup tinggi untuk kawasan lindung tersebut dengan nilai H , R, E dan D yang cukup tinggi. Untuk indeks keanekaragaman pada hutan ultrabasa di Sulawesi hanya berkisar antara 1,44-3,45 sedangkan pada hutan hujan dataran rendah di Kalimantan, nilai H berkisar antara 3,83-4,87. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nenih (2008) di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat, didapatkan tingkat keanekaragaman yang tergolong sedang sampai baik karena nilai H rata-rata di atas dua. Indeks kesamaan komunitas yang terjadi antara petak LLM dengan petak ULM bisa dikatakan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks kesamaan komunitasnya yang nilai IS-nya <50%. Besarnya nilai indeks kesamaaan komunitas berkisar antara 0% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis tidak sama, sampai dengan 100% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IS pada komunitas yang dibandingkan nilai tertinggi pada tingkat pohon sebesar 48,6% untuk tingkat pohon dan permudaannya. Berarti kedua lokasi yang dibandingkan
memiliki indeks kesamaan komunitas yang tidak sama atau berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh Sutisna (1981) bahwa indeks kesamaan komunitas dikatakan hampir sama apabila memiliki nilai diatas 50%. Dengan demikian, untuk kedua komunitas yang dibandingkan memiliki indeks kesamaan komunitas yang tidak sama. 5.2.2 Struktur dan Komposisi Tegakan. Struktur dan potensi tegakan yang terbentuk pada hutan dengan tanah ultrabasa ini pada umumnya sudah membentuk kurva
terbalik yang struktur
tersebut merupakan struktur dari tegakan hutan alam (Meyer et al. 1961). Struktur dan potensi tegakan yang terbentuk antara petak lowland mafic (LLM) dan petak upland mafic (ULM) adalah berbeda. Untuk melihat perbedaan struktur dan volume yang terbentuk antara petak LLM dan ULM berdasarkan Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11 disajikan dalam Tabel 17 dibawah ini. Tabel 17 Perbandingan struktur dan potensi tegakan pada tanah ultrabasa. Parameter Jumlah Pohon LBDS (m2/ha) Volume (m3/ha)
Petak Penelitian LLM ULM 202.14 262.50 30.07 24.49 230.55 186.58
Keterangan : ULM (Upland mafic), LLM (Lowland mafic)
Jumlah pohon yang berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang berdiameter besar. Sebaran jumlah pohon pada petak LLM lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pohon pada petak ULM. Begitu juga dengan jumlah individunya lebih banyak pada petak ULM dibandingkan di petak LLM. Untuk LBDS pada petak LLM lebih besar dibandingkan dengan LBDS pada petak ULM, tetapi jumlah pohon pada petak ULM lebih banyak. Sedangkan untuk sebaran volumenya paling besar pada petak LLM dibandingkan dengan petak LLM. Hubungan antara LBDS dengan volume berbanding lurus artinya semakin besar LBDS maka volumenya juga akan semakin besar. Kecilnya sebaran volume dan LBDS pada petak ULM dengan jumlah pohon yang besar menandakan bahwa pada petak tersebut jumlah pohonnya melimpah tetapi diameternya kecil-kecil.
Sedangkan pada petak LLM jumlah pohonnya sedikit tetapi diameternya besarbesar. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan keanekaragaman jenis, jumlah individu, luas bidang dasar dan volume pohon antara petak LLM dengan petak ULM disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat tanah dan tingkat kesuburannya. Untuk tingkat kesuburan tanah pada petak LLM lebih subur dibandingkan dengan petak ULM. Kandungan logam-logam berat (Ni, Al, Fe) pada petak ULM, pH yang masam dan curah hutan yang tinggi membuat kesuburan tanah menjadi semakin berkurang. Seperti yang diungkapkan oleh Hakim et al. (1986) bahwa kurang suburnya tanah yang mempunyai pH yang masam adalah adanya reaksi tanah sebagai akibat curah hujan yang tinggi mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Kemudian yang kedua adalah adanya dekomposisi mineral almunium silikat akan membebaskan ion alumunium (Al3+). Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbangkan ion H+ mengakibatkan tanah menjadi masam. Sehingga dengan kesuburan tanah yang rendah dengan jumlah pohon yang banyak menyebabkan diameternya menjadi kecil. Hal ini didukung oleh pernyataan Whitten et al. (1987) yang menyatakan bahwa tanah yang berkembang pada batuan ultrabasa bersifat sangat tandus, sebagai akibat adanya faktor-faktor berikut: kekurangan magnesium, kekurangan kalsium, nitrogen, kekurangan fosfor, kekurangan kalium, dan terdapatnya konsentrasi logam-logam berat yang bersifat racun seperti nikel, kobal dan krom. Tanah ultrabasa ini termasuk dalam tanah laterit yang banyak dipakai untuk berbagai corak tanah merah tropika (Ewusie, 1990). Menurut Hardjowigeno (1987) tanah laterit (Oksisol) yaitu tanah dengan kandungan mineral rendah dan banyak mengandung logam-logam berat seperti Ni, Al, Fe didalamnya. Keadaaan tanah yang kurang subur berpengaruh terhadap keadaan tegakan yang terbentuk pada tanah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Soerianegara dan Indrawan (2002) bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan dan dominansinya. Untuk kondisi vegetasi pada petak LLM dapat dikatakan mengikuti keadaan vegetasi yang umum terjadi pada hutan hujan dataran rendah
sedangkan untuk petak ULM memiliki struktur dan potensi tersendiri. Struktur dan potensi yang terbentuk pada petak ULM ini dapat dilihat pada jumlah pohonnya yang bamyak dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah (kandungan logam beratnya lebih tinggi) menyebabkan pohon-pohon yang tumbuh menjadi sangat rapat dan diameternya kecil-kecil. Struktur dan potensi yang terjadi pada petak ULM ini seperti struktur dan potensi yang terbentuk pada hutan kerangas. Jadi, dapat dikatakan bahwa petak LLM mengikuti pola tegakan pada hutan hujan dataran rendah dan petak ULM mengikuti pola tegakan pada hutan kerangas. Untuk melihat keadaan tanah ultrabasa terhadap keadaan jenis tanah lain dapat dilihat dari perbandingan keadaan jenis tanah ultrabasa yang kurang subur dengan jenis tanah lainnya pada Tabel 18. Tabel 18 Perbandingan tanah ultrabasa dengan beberapa jenis lain. Hutan Hujan Hutan kerangas di Dataran Rendah di Kalimantan*** Kalimantan** 1. Tekstur Lempung liat berpasit Lempung liat berpasit lempung berpasir 2. pH 4.0-6.0 4.1-4.4 3.6 3. Ca (me/100g) 1.14 0.65 0.32 4. Mg (me/100g) 0.53 0.23 0.31 5. Al (me/100g) 1.46 3.58 6. Fe (ppm) 7.88 7. Ni (ppm) 36.53 8. P (ppm) 14.2 3.00 65.6 9. C-Organik (%) 2.48 2.18 6.61 10. K (me/100g) 0.08 0.15 Sumber : * Mustian (2009), ** Budiyansyah (2007), *** PT. Global Naturindo (2006) No.
Parameter
Hutan Ultrabasa di Sulawesi*
Berdasarkan dengan Tabel 18, jenis tanah yang dibandingkan sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang mewakili beberapa tempat. Hasil penelitian Budiyansyah (2007) mewakili jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) di hutan hujan dataran rendah dan data dari PT. Global Naturindo (2006) mewakili hutan kerangas sebagai perbandingan jenis tanah ultrabasa ini. Pada Tabel 18 terlihat bahwa tingkat kesuburan terendah terdapat pada hutan dengan tanah ultrabasa. Terlihat juga kandungan logam berat yang tinggi pada tanah ultrabasa dibandingkan dengan tanah yang lainnya. Untuk nilai pH pada tiap lokasi yang dibandingkan terlihat bahwa nilai pH paling kecil terdapat pada lokasi di hutan kerangsa. Nilai pH yang semakin masam menandakan bahwa tanah tersebut tidak subur. Untuk nilai pH paling baik
terdapat pada hutan ultrabasa yang mendekati netral tetapi karena kandungan logam beratnya yang tinggi menyebabkan tanah ini juga menjadi tidak subur. Menurut Hakim et al. (1986) bahwa tanah dengan pH yang masam menyebabkan sejumlah Al, Fe dan Mn menjadi sangat mudah larut sehingga menjadi racun bagi tanaman. Nilai pH ini sangat berkaitan erat dengan kejenuhan basa, dimana bila pH tanah semakin rendah maka kejenuhan basanya juga menjadi rendah begitu juga sebaliknya. Tingginya curah hujan juga menjadi salah satu penyebab tanah menjadi masam. Curah hujan yang tinggi menyebabkan adanya pencucian kation basa yang akhirnya menyebabkan tanah menjadi masam (Hadjowigeno 2003). Untuk kandungan fospor paling tinggi terdapat pada hutan kerangas dan kandungan fospor yang paling kecil terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Budiyansyah (2007). Nilai C-Organik lebih tinggi di hutan kerangas dibandingkan dua tipe hutan yang lain. Untuk kandungan fospor pada tanah ultrabasa yang memiliki kandungan Fe dan Al yang tinggi serta pH yang masam menyebabkan ion P tersebut akan diikat oleh kation asam sehingga unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan ungkapan Poerwowidodo (1992) yang menyatakan bahwa kemasaman tanah memegang peranan penting dalam ketersediaan fospor. Kemasaman tanah akan mempengaruhi kelarutan ion yang dapat bereaksi dengan P-larut, menghambat atau menyerap, melenyapkannya dari larutan sehingga tidak tersedia lagi bagi tanaman. Sedangkan untuk kandungan logam-logam berat (Ca, Mg, Al, K) paling tinggi terdapat pada tanah ultrabasa dibandingkan dengan tanah yang lain. Untuk kandungan nikel dalam tanah ultrabasa ini jumlahnya sangat tinggi dibandingkan dengan jenis tanah lain yang bukan tanah ultrabasa. Hal ini sejalan dengan ungkapan Lee et al. (1977) dalam Witthen et al. (1987) yang mengatakan bahwa konsentrasi nikel dalam tanah ultrabasa dapat 10 kali lebih tinggi atau lebih tinggi dari pada konsentarsi dalam tanah yang bukan ultrabasa. Keadaan tanah pada tanah ultrabasa ini hampir sama dengan keadaan tanah pada hutan kerangas. Nilai pH yang masam, kandungan unsur hara yang rendah, tekstur tanah yang lempung berpasir dan tingkat kesuburan tanah yang termasuk kedalam kelas rendah menyebabkan kedua tipe hutan ini ditumbuhi oleh jenis yang hampir sama juga. Jenis-jenis yang ditemukan pada hutan ultrabasa dan
juga ditemukan pada hutan kerangas seperti jenis Agathis sp, Calophyllum sp, Casuarina equisetifolia, Ternstroemia sp. Tipe hutan dengan jenis tanah ultrabasa merupakan beberapa tipe hutan di Indonesia yang mempunyai ciri khas tersendiri. Hal ini juga diungkapkan oleh Whitten et al. (1987) bahwa tipe vegetasi hutan pada tanah ultrabasa sangat khas berupa hutan ultra lahan basa yang terdapat pada hutan dataran rendah dimana iklimnya selalu basah menyebabkan jenis tumbuhan yang hidup pada tanah tersebut menjadi khas. Keberadaan hutan dengan tanah ultrabasa ini harus tetap dijaga kelestariannya baik floranya maupun tanahnya yang keberadaanya sangat terbatas di Indonesia bahkan di dunia.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN 1. Jumlah jenis yang ditemukan pada petak lowland mafic (LLM) untuk tingkat pohon lebih banyak dibandingkan petak upland mafic (ULM). Status keanekaragaman jenis (H ) tingkat pohon di lokasi penelitian tergolong rendah sampai tinggi. 2. Jenis dominan pada tingkat pohon dan permudaan hampir di seluruh petak contoh penelitian adalah jenis Heritiera trifoliata. Jenis-jenis dominan lainnya adalah Gironniera subequalis, Sloetia elongata dan Acmena acuminatissima. Untuk jenis-jenis endemik lokal antara lain ditemukan Kjellbergiodendron celebica, Hopea celebica, Sarcotheca celebica, Lithocarphus celebica, Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis celebica, Garcinia celebica, Metrosideros vera dan Sarcotheca celebica. 3. Jumlah pohon pada kelas diameter 20 cm up lebih banyak di zona ULM dibandingkan dengan zona LLM, namun luas bidang dasar
(LBDS) dan
volume pohon berdiameter 20 cm up lebih banyak pada zona LLM. Dengan demikian pada LLM jumlah pohon sedikit tetapi pohonnya lebih besar dibandingkan pada zona ULM. 4. Status kesuburan tanah ultrabasa di lokasi penelitian tergolong tidak subur karena mengandung Fe, Al dan Ni yang tinggi. Tingkat kesuburan tanah di petak penelitian LLM lebih tinggi dibandingkan dengan petak penelitian ULM. Nilai pH di petak LLM lebih tinggi dibandingkan di petak ULM, sedangkan kandungan Fe, Ni dan Al lebih tinggi di petak ULM.
6.2 SARAN 1. Jenis-jenis
dominan
dikembangkan
dan
seperti
jenis
dikonservasi,
Heritiera termasuk
trifoliata jenis-jenis
perlu lokal
untuk seperti
Metrosideros vera, Kjellbergiodendron celebica, Hopea celebica, Diospyros
celebica, Agathis celebica dan lain-lain yang nantinya bisa dijadikan sebagai jenis prioritas dalam kegiatan rehabilitasi. 2. Mengingat kesuburan tanah ultrabasa yang rendah serta sifatnya yang sangat rawan terhadap gangguan (erosi) terutama di petak ULM yang mempunyai kandungan logam yang tinggi, maka perlu suatu kehati-hatian dalam mengelolahnya terutama dalam kegiatan penambangan terbuka.
DAFTAR PUSTAKA Ambodo A. 2007. Pedoman Teknis Rehabilitasi Lahan. PT. International Nickel Indonesia (INCO). Tidak Dipublikasikan. Budiyansyah B. 2007. Komposisi dan Struktur tegakan Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tangah. [Skiripsi]. Fakultas Kahutanan. Institut Pertanian Bogor. IPB. [Dephut] Departemen Kehutanan. 1994. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Dephut. Ewusie. 1990. Ekologi Hutan Tropika. UGM Press. Yogyakarta. Haryanto. 1995. Konservasi Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropika. Bahan Pelatihan, Teknik dan Monitoring Biodiversity di Hutan Hujan Tropika Indonesia. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademikan Pressindo. Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hakim N, Nyapka, Lubis AM, Ghani S, Nugroho. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu. Cepu. Istomo. 1994. Hubungan Antara Komposisi, Struktur dan Penyebaran Ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz) Dengan Sifat-sifat Tanah gambut (studi Kasus di Areal HPH PT. Perhutani III Kalimantan Selatan). [Tesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbilkan. Ludwiq, J. A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer on Methods and Camputing, John Wiley & Sons, New York. Mahali. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal PT. Finnatara Intiga. Propinsi Kalimantan Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Magurran AE. 1998. Ekologikal Diversity and Meansurement. London: Crom Helm Limited. Nevada FT. 2008. Komposisi dan Struktur Tegakan Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur, Kalimantan Barat). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nenih. 2008. Komposisi dan Struktur Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur, Kalimantan Barat). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rajakaruna N et al. 2008. serpentine Geoecology of Eastern North Americv: A Review. http://www.coacommunity.net/downlovds/serpentine08/serpentinegeoecol ogy.pdf. [24/07/2008] Rhicards PW. 1964. The Tropical Rain Forest and Ecology Study. Cambridge University Press. Cambridge. Soerianegara I. 1996. Ekologi, Ekologisme, dan Pengolahan Sumber Daya Hutan. Bogor: Jurusan Menejemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sutisna. 1981. Komposisi Flora Hutan Bekas Tebangan di Kelompok Hutan Stayan Pulau Laut Kalimantan Selatan. Bogor. Deskripsi Lembaga Penelitian Hutan. Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi. Sumingan T. 1976. Pemanfaatan Metode Pendugaan Hasil Potensi Hutan Dalam Rangka Kelestarian Pemungutan Hasil Hutan. Buletin PERSAKI XIII (I): 3-9. Sudarisman. 2002. Permudaan Alam dan Tegakan Tinggal Di Hutan Rawa Gambut Bekas Tebangan (Study Kasus di BKPH Duri, Kabupaten Bengkalis Riau). [Tesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Purwowidodo. 2004. Mengenal Tanah Hutan: Metode Kaji Tanah. Bogor. Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan. Institiut Pertanian Bogor. [PT. Global Naturindo]. 2006. Delineasi, Pemetaan dan Pembuatan Data Base Biofisik di Areal PT. Global Naturindo. Kalimantan Whitten JA, Mustafa M, Henderson A. 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta: Fakultas Biologi. Universitas Gajah Mada. Press. Zulhadi. 1996. Hubungan Antara Luas Petak Contoh dengan Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan di Hutan HDR (Studi Kasus di HPH PT Daisy Timber, Kalimantan Timur) [Skirpsi]. Bogor: Jurusan Menejemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi nama jenis pada tingkat pohon dan permudaanya yang ditemukan pada lokasi pengamatan. No.
Nama Daerah
Nama ilmiah
Famili
1.
(daun kering)
Platea excelsa Blume.
Icacinaceae
2.
Assing-assing
Ixonanthes petiolaris Blume.
Linaceae
3.
Ba'a
Sloetia elongata Koord.
Moraceae
4.
Bakata
Canarium asperum Benth.
Burseraceae
5.
Balula
Stemonurus scorpioides Becc.
Icacinaceae
6.
Belulang Merah
Aporosa symplocosifolia Merr.
Euphorbiaceae
7.
Bintangur
Calophyllum celebicum P.F. Stevens.
Clusiaceae
8.
Bitau
Calophyllum celebicum P.F. Stevens.
Cluciaceae
9.
Buangin
Casuarina equisetifolia J.R.Forster & G.Forster
Casuarinaceae
10.
Cina-cina
Chionanthus sp.
Oleaceae
11.
Cina-cina
Urophyllum trifurcum
Rubiaceae
12.
Damadere
Hopea celebica
Dipterocarpaceae
13.
Damar
Agathis celebica
Araucariaceae
14.
Funu
Microcos paniculata L.
Tiliaceae
15.
Holefulu
Canarium hirsutum Willd.
Burseraceae
16.
Holisi
Syzygium sp.
Myrtaceae
17.
Holisi
Syzygium lineatum (DC.) Merr & Perry
Myrtaceae
18.
Hulumea
Dacryodes rostrata
Burseraceae
19.
Hulumea
Haplolobus floribundus
Burseraceae
20.
Jambu
Ardisia sp.
Myrsinaceae
21.
Jambu-jambu
Astronia spectabilis Blume.
Melastomaceae
22.
Jambu-jambu
Calophyllum sp.
Clusiaceae
23.
Jambu-jambu
Chionanthus cordulatus
Oleaceae
24.
Jambu-jambu
Kjellbergiodendron celebicum (Koord.) Merrill.
Myrtaceae
25.
Jambu-jambu
Memecylon paniculatum Jack.
Melastomataceae
26.
Jambu-jambu
Syzygium acutangulum Niedenzu.
Myrtaceae
27.
Jambu-jambu
Syzygium attenuatum (Miq.) Merrill & Perry.
Myrtaceae
28.
Jambu-jambu
Syzygium fastigiatum
Myrtaceae
29.
Jambu-jambu
Syzygium pycnanthum Merryll & Perry.
Myrtaceae
30.
Jambu-jambu
Syzygium sexangulatum (Miq.) Amshoff.
Myrtaceae
31.
Jambu-jambu
Syzygium zeylanicum (L.)DC.
Myrtaceae
32.
Kadinge
Cinnamomum subavenium
Lauraceae
33.
Kaluku-luku
Gironniera subaequalis Planch.
Ulmaceae
34.
Kaluku-luku
Metrosideros vera Lindl.
Myrtaceae
35.
Karawang
Deplanchea glabra
Bignoniaceae
36.
Kayu Bance
Castanopsis acuminatissima (Blume) A. DC
Fagaceae
37.
Kayu Putih
Heritiera javanica (BL.) Kostern.
Sterculiaceae
38.
Kayu Swalo
Polyosma integrifolia BL.
Saxifragaceae
39.
Keu cina
Platea excelsa Blume.
Podocarpaceae
40.
Keu korobite
Pternandra caerulescens Jack.
Melastomataceae
41.
Keu oeyo
Antidesma montanum
Euphorbiaceae
42.
Keu oeyo
Baccaurea pubera Muell. Arg.
Europhobiaceae
43.
Keu oeyo
Chydenanthus excelsus
Lecythidaceae
44.
Keu oeyo
Cleistanthus myrianthus
Euphorbiaceae
45.
Keu oeyo
Elaeocarpus macropus Warb. ex Knuth
Elaeocarpaceae
46.
Keu oeyo
Horsfieldia glabra (Bl.)Warb.
Myristicaceae
47.
Keu oeyo
Knema laurina (Poir.) Warb.
Myristicaceae
48.
Keu oeyo
Ryparosa caesia Blume.
Flacourtiaceae
49.
Kohi-kohi
Endiandra rubescens Blume ex Miq.
Lauraceae
50.
Kolaka
Heritiera trifoliolata (F.Muell.) Kosterm.
Sterculiaceae
51.
Koliansa
Elaeocarpus macropus Warb. ex Knuth.
Elaeocarpaceae
52.
Kompanga
Tabernaemontana pandacaqui Poir.
Apocynaceae
53.
Kongilu
Sarcotheca celebica Veldkamp.
Oxalidaceae
54.
Koni
Garcinia celebica L.
Clusiaceae
55.
Kopi-Kopi
Agrostistachys longifolia (Wight) Benth.
Euphorbiaceae
56.
Kume
Chrysophyllum lanceolatum
Sapotaceae
57.
Kume
Palaquium ridleyi King & Gamble.
Sapotaceae
58.
Kume
Planchonella obovata Pierre.
Sapotaceae
59.
Kume
Planchonella firma Dubard.
Sapotaceae
60.
Kumea pasok
Chrysophyllum roxburghii
Sapotaceae
61.
Kumea pasok
Sapotaceae
62.
Kumea pasok
Madhuca burckiana H.J.Lam Manilkara fasciculata (Warb.) H.J.Lam & Maas Geest.
Sapotaceae
63.
Lase-Lase
Heritiera trifoliolata (F. Muell.) Kosterm.
Sterculiaceae
64.
Leasa
Castanopsis buruana Miq.
Fagaceae
65.
Limali
Gonocaryum pyriforme
Icacinaceae
66.
Lobani
Timonius celebicus Koord.
Rubiaceae
67.
Longori mohalo
Canarium maluense Lauterb.
Burseraceae
68.
Manata nata
Agrostistachys longifolia (Wight) Benth.
Euphorbiaceae
69.
Mandula
Garcinia riedeliana Pierre.
Cluciaceae
70.
Morohulu
Nageia wallichiana
Podocarpaceae
71.
Morotombo
Baccaurea sp.
Euphorbiaceae
72.
Nato bale
Palaquium sp.
Sapotaceae
73.
Nato batu
Palaquium ridleyi King & Gamble.
Sapotaceae
74.
Nato cella
Palaquium bataanense Merr.
Sapotaceae
75.
Nato Pune
Palaquium maliliensis V. Royen.
Sapotaceae
76..
Nipi-nipi
Elaeocarpus sp.
Elaeocarpaceae
77.
Nipi-nipi
Horsfieldia glabra (Bl.) Warb.
Myristicaceae
78.
Nipi-nipi
Prunus arborea (Blume) Kalkman.
Rosaceae
79.
Paleng
Onchosperma horridum
Arecaceae
80.
Palli
Lithocarpus celebica Rehder.
Fagaceae
81.
Palli
Quercus sp.
Fagaceae
82.
Pangindehu
Parartocarpus venenosus
Moraceae
83.
Pao-pao
Mangifera pedicellata Kosterm.
Anacardiaceae
84.
Ponto
Baccaurea pubera Muell.Arg.
Euphorbiaceae
85.
Ponto
Beilsmiedia gigantocarpa Kosterm.
Lauraceae
86.
Ponto
Dehaasia caesia
Lauraceae
87.
Ponto
Diospyros celebica
Ebenaceae
88.
Ponto
Litsea artocarpifolia Gamble.
Lauraceae
89.
Ponto
Litsea mappacea Boerl.
Lauraceae
90.
Ponto
Litsea noronhae Blume.
Lauraceae
91.
Ponto
Litsea densiflora BL.
Lauraceae
92.
Ponto
Litsea umbellata (Lour.) Merr.
Lauraceae
93.
Ponto
Polyosma integrifolia BL.
Saxifragaceae
94.
Ponto putih
Tetractomia obovata Merrill.
Rubiaceae
95.
Ponto (momea)
Lindera polyantha
Lauraceae
96.
Ponto bakan
Gironniera subaequalis Planch.
Ulmaceae
97.
Ponto bakan
Palaquium obtusifolium Burck.
Sapotaceae
98.
Ponto bakan
Planchonella firma Dubard.
Sapotaceae
99.
Ponto batu
Litsea firma Hook.f.
Lauraceae
100.
Ponto karematu
Alseodaphne karematu Kostern.
Lauraceae
101.
Ponto karematu
Dehaasia celebica
Lauraceae
102.
Ponto pute
Gironniera subaequalis Planch.
Ulmaceae
103.
Ponto pute
Meliosma simplicifolia
Sabiaceae
104.
Ponto putih
Gironniera celtidifolia
Ulmaceae
105.
Poringan
Baccaurea sp.
Euphorbiaceae
106.
Sampa-sampalo
Lithocarpus celebica Rehder.
Sapindaceae
107.
Sandro
Elaeocarpus sp.
Elaeocarpaceae
108.
Sangi
Dillenia eximia Miq.
Dilleniaceae
109.
Selato
Astronia spectabilis Blume.
Melastomataceae
110.
Selato
Cyrtandra sp.
Gesneriaceae
111.
Selato
Lithocarpus celebica Rehder.
Rubiaceae
112.
Selato
Timonius sp.
Rubiaceae
113.
Simbana
Ilex cymosa
Aquifoliaceae
114.
Sisio
Cratoxylum formosum
Hypericaceae
115.
Sisio
Mesua postulata (Ridl.)P.S.Ashton.
Clusiaceae
116.
Swalo
Knema stellata Merr.
Myristicaceae
117.
Tapi-tapi
Santiria laevigata Blume.
Burseraceae
118.
Toori
Acioa heteropetala (Scort ex King) Kosterm.
Rosaceae
119.
Toori
Drypetes minahassae Pax ex K.Hoffm.
Euphorbiaceae
120.
Toori
Tricalysia singularis
Rubiaceae
Lampiran 2 Rekapitulasi nama jenis pada tumbuhan non-pohon yang ditemukan pada lokasi pengamatan. No.
Nama Lokal
Nama Jenia
Famili
1.
Anggrek
Microsorium scolopendria
Polypodiaceae
2.
Bambu
Dinochloa scandens Kuntze.
Poaceae
3.
Bene
Ziziphus horsfieldii Blume.
Rhamnaceae
4.
Bulu rondo
Dinochloa scandens
Poaceae
5.
Enai
Sphaerostephanos unitus (L.) Holttum.
Thelypteridaceae
6.
Fuangkampu
Zingiber sp.
Zingiberaceae
7.
Kalosi-losi
Pinanga sp
Arecaceae
8.
Kamo
Rubus moluccanus
Rosaceae
9.
Kokapi
Drynaria sparcisora
Polypodiaceae
10.
Luwede
Stenochlaena palustris
Pteridaceae
11.
Maliabara
Phanera semibifida
Fabaceae
12.
Oeo
Randia sp.
Rubiaceae
13.
Oeo 1
Derris sp.
Fabaceae
14.
Oeo korobite
Phanera finlaysoniana Benth.
Fabaceae
15.
Oeyo bene
Ziziphus sp.
Rhamnaceae
16.
Oeyo korobite
Phanera finlaysoniana Benth.
Fabaceae
17.
Ofisi
Syzygium sp.
Myrtaceae
18.
Oora
Dinochloa scandens Kuntze.
Poaceae
19.
Oyo Keu
Myxopyrum nervosum Blume.
Oleaceae
20.
Paku
Dryopteris cf. sparsa (D.Don) Kuntze.
Aspleniaceae
21.
Paku
Coniogramme fraxinea (Don) Diels.
Adiantaceae
22.
Paku
Christella dentata
Thelypteridaceae
23.
Paku
Pronephrium glandulosum (Blume) Holttum.
Thelypteridaceae
24.
Paku
Pleocnema sp.
Tectariaceae
25.
Paku
Diplazium sp.
Athyriaceae
26.
Paku-paku
Humata repens
Davaliaceae
27.
Paku-paku
Pronephrium glandulosum (Blume) Holttum.
Thelypteridaceae
28.
Paku-paku
Christella dentata
Thelypteridaceae
29.
Pana
Alpinia sp.
Zingiberaceae
30.
Pana lutu
Globba sp.
Zingiberaceae
31.
Pandan
Pandanus odoratissimus
Pandanaceae
32.
Rane-rane
Selaginella plana
Selaginellaceae
33.
Rotan
Calamus sp.
Arecaceae
34.
Rotan
Korthalsia sp.
Arecaceae
35.
Rotan
Daemonorops sp.
Arecaceae
36.
Rotan
Korthalsia sp.
Arecaceae
37.
Tangkaing-kai
Ziziphus sp.
Rhamnaceae
38.
Tole-tole
Freycinetia scandens Gaudich.
Pandanaceae
39.
Toori
Trichomanes maximum Blume.
Hymenophyllaceae
40.
Toori
Dissocharta gracillis Blume.
Melastomataceae
41.
Toori
Smilax leucophylla Blume.
Smilaccaceae
42.
Uwe pai
Calamus caesius Blume.
Arecaceae
(Lanjutan lampiran) Lampiran 3 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-1 Tingkat Pertumbuhan
Semak
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Jenis/ Nama Lokal Sphaerostephanos unitus Zingiber sp. undidentified Drynaria sparcisora Lingkone Masara Alpinia sp. Globba sp. Para Pronephrium glandulosum Selaginella plana Sphaerostephanos unitus Freycinetia scandens Trichomanes maximum
Famili Thelypteridaceae Zingiberaceae Polypodiaceae
Zingiberaceae Zingiberaceae Thelypteridaceae Selaginellaceae Thelypteridaceae Pandanaceae Hymenophyllacea e
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ziziphus horsfieldii Daemonorops sp1. Dinochloa scandens Zingiber sp. Rubus moluccanus Korthalsia sp. Dissocharta gracillis Daemonorops sp2. Stenochlaena palustris Ziziphus sp. Derris sp.
Jumlah Petak 5 1 1 10 1 1 4 1 1 9 1 1 1 5
209
Total Liana
Jumlah Individu 7 1 1 34 5 1 74 2 1 34 8 1 5 35
Rhamnaceae Arecaceae Poaceae Zingiberaceae Rosaceae Arecaceae Melastomataceae Arecaceae Pteridaceae Rhamnaceae Fabaceae
20 1 40 2 4 18 1 1 1 6 3
3 1 9 2 1 7 1 1 1 2 2
1166.67 166.67 166.67 5666.67 833.33 166.67 12333.33 333.33 166.67 5666.67 1333.33 166.67 833.33 5833.33
3.35 0.48 0.48 16.27 2.39 0.48 35.41 0.96 0.48 16.27 3.83 0.48 2.39 16.75
0.33 0.07 0.07 0.67 0.07 0.07 0.27 0.07 0.07 0.60 0.07 0.07 0.07 0.33
11.90 2.38 2.38 23.81 2.38 2.38 9.52 2.38 2.38 21.43 2.38 2.38 2.38 11.90
LBDS D DR (%) INP(%) (m2) (m2/ha) 15.25 2.86 2.86 40.08 4.77 2.86 44.93 3.34 2.86 37.70 6.21 2.86 4.77 28.65
34833.33
100.00
2.80
100.00
200.00
526.32 26.32 1052.63 52.63 105.26 473.68 26.32 26.32 26.32 157.89 78.95
8.30 0.41 16.60 0.83 1.66 7.47 0.41 0.41 0.41 2.49 1.24
0.20 0.07 0.60 0.13 0.07 0.47 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13
4.62 1.54 13.85 3.08 1.54 10.77 1.54 1.54 1.54 3.08 3.08
12.91 1.95 30.44 3.91 3.20 18.24 1.95 1.95 1.95 5.57 4.32
K (Ind/ha)
KR (%)
F
FR (%)
59
(Lanjutan) Lampiran 3 12 13 14 15 16 17 18 19
Oeo mohalo Syzygium sp. Freycinetia scandens Phanera finlaysoniana Randia sp. Stenochlaena palustris Calamus caesius Blume Ziziphus
1 3 47 30 3 15 25 20 241
1 2 10 9 2 3 4 4
26.32 78.95 1236.84 789.47 78.95 394.74 657.89 526.32 6342.11
0.41 1.24 19.50 12.45 1.24 6.22 10.37 8.30 100.00
0.07 0.13 0.67 0.60 0.13 0.20 0.27 0.27 4.33
1.54 3.08 15.38 13.85 3.08 4.62 6.15 6.15 100.00
1.95 4.32 34.89 26.29 4.32 10.84 16.53 14.45 200.00
Fabaceae Fabaceae Menispermaceae Rubiaceae Icacinaceae Fabaceae Rubiaceae Rhamnaceae Rhamnaceae Rhamnaceae
2 4 2 1 1 3 4 1 3 1 22
2 3 2 1 1 3 3 1 2 1
3.33 6.67 3.33 1.67 1.67 5.00 6.67 1.67 5.00 1.67 36.67
9.09 18.18 9.09 4.55 4.55 13.64 18.18 4.55 13.64 4.55 100.00
0.13 0.20 0.13 0.07 0.07 0.20 0.20 0.07 0.13 0.07 1.27
10.53 15.79 10.53 5.26 5.26 15.79 15.79 5.26 10.53 5.26 100.00
19.62 33.97 19.62 9.81 9.81 29.43 33.97 9.81 24.16 9.81 200.00
Europhobiaceae Myrsinaceae Oleaceae Gesneriaceae Dilleniaceae Elaeocarpaceae Ulmaceae Ulmaceae Sterculiaceae
11 1 1 8 2 1 77 122 127
3 1 1 1 1 1 2 11 8
1833.33 166.67 166.67 1333.33 333.33 166.67 12833.33 20333.33 21166.67
2.85 0.26 0.26 2.07 0.52 0.26 19.95 31.61 32.90
0.20 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.73 0.53
5.77 1.92 1.92 1.92 1.92 1.92 3.85 21.15 15.38
8.62 2.18 2.18 4.00 2.44 2.18 23.79 52.76 48.29
Myrtaceae Pandanaceae Fabaceae Rubiaceae Pteridaceae Arecaceae Rhamnaceae
Total
Liana berkayu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Caesalpinia sp. Entada phaseoloides Fibraurea chloroleuca Paederia sp. Phytocrene hirsuta Blume Spatholobus ferrugineus Uncaria glabrata Ziziphus oenophylla Ziziphus horsfieldii Ziziphus oenophylla Total
Semai
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Agrostistachys longifolia Ardisia sp. Chionanthus sp. Cyrtandra sp. Dillenia eximia Elaeocarpus macropus Gironniera celtidifolia Gironniera subaequalis Heritiera trifoliolata
60
(Lanjutan) Lampiran 3 10
Pancang
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kjellbergiodendron celebicum Lasianthus stercorarius Lepisanthes amoena Baccaurea sp. Nageia wallichiana Planchonella moluccana Pternandra caerulascens Santiria laevigata Syzygium sp. Syzygium acutangulum Syzygium attenuatum Tetractomia obovata Timonius sp. Guioa sp. Ziziphus oenophylla
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Total Agrostistachys longifolia Alseodaphne sp. Astronia spectabilis Baccaurea pubera Calophyllum sp. Calophyllum neo-ebudicum Chydenanthus excelsus Dehaasia celebica Dillenia eximia Elaeocarpus macropus Microcos paniculata Gironniera celtidifolia Gironniera subaequalis Heritiera trifoliolata Ilex cymosa
Myrtaceae Rubiaceae Sapindaceae Euphorbiaceae Podocarpaceae Sapotaceae Melastomataceae Burseraceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Rutaceae Rubiaceae Sapindaceae Rhamnaceae Europhobiaceae Lauraceae Melastomataceae Europhobiaceae Clusiaceae Clusiaceae Lecythidaceae Lauraceae Dilleniaceae Elaeocarpaceae Tiliaceae Ulmaceae Ulmaceae Sterculiacceae Aquifoliaceae
2
1
333.33
0.52
0.07
1.92
2.44
1 1 1 1 1 5 2 6 1 2 6 2 1 4 386 27 1 2 6 3 2 7 8 3 10 1 2 16 30 1
1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 4 2 1 2
166.67 166.67 166.67 166.67 166.67 833.33 333.33 1000.00 166.67 333.33 1000.00 333.33 166.67 666.67 64333.33 710.53 26.32 52.63 157.89 78.95 52.63 184.21 210.53 78.95 263.16 26.32 52.63 421.05 789.47 26.32
0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 1.30 0.52 1.55 0.26 0.52 1.55 0.52 0.26 1.04 100.00 17.20 0.64 1.27 3.82 1.91 1.27 4.46 5.10 1.91 6.37 0.64 1.27 10.19 19.11 0.64
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13 0.07 0.13 0.27 0.13 0.07 0.13 3.47 0.20 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13 0.27 0.13 0.33 0.07 0.07 0.40 0.53 0.07
1.92 1.92 1.92 1.92 1.92 1.92 3.85 3.85 1.92 3.85 7.69 3.85 1.92 3.85 100.00 5.00 1.67 1.67 1.67 1.67 3.33 3.33 6.67 3.33 8.33 1.67 1.67 10.00 13.33 1.67
2.18 2.18 2.18 2.18 2.18 3.22 4.36 5.40 2.18 4.36 9.25 4.36 2.18 4.88 200.00 22.20 2.30 2.94 5.49 3.58 4.61 7.79 11.76 5.24 14.70 2.30 2.94 20.19 32.44 2.30
3 1 1 1 1 2 2 4 2 5 1 1 6 8 1
61
(Lanjutan) Lampiran 3
Tiang
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Knema sp. Knema latericia Lindera polyantha Litsea artocarpifolia Litsea resinosa Meliosma simplicifolia Microcos paniculata Planchonella moluccana Podocarpus neriifolius Polyosma ilicifolia Sloetia elongata Koord. Syzygium sp. Syzygium lineatum Drypetes. minahassae Tricalysia singularis Urophyllum trifurcum
Myristicaceae Myristicaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Sabiaceae Tiliaceae Sapotaceae Podocarpaceae Saxifragaceae Moraceae Myrtaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Rubiaceae Rubiaceae
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Total Antidesma montanum Astronia spectabilis Baccaurea pubera Diospyros venenosa Elaeocarpus macropus Cleistanthus myrianthus Gionniera subaequalis Haplolobus floribundus Heritiera trifoliolata Horsfieldia glabra Knema laurina Manilkara fasciculata Lithocarphus celebica Onchosperma horridum
Euphorbiaceae Melastomaceae Euphorbiaceae Ebenaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Ulmaceae Burseraceae Sterculiaceae Myristicaceae Myristicaceae Sapotaceae Fagaceae Arecaceae
2 1 2 1 3 6 2 1 2 1 1 8 2 1 1 4 157 1 1 2 2 2 1 1 2 4 2 3 1 1 1
1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 2 2 2 1 1 2 3 2 2 1 1 1
52.63 26.32 52.63 26.32 78.95 157.89 52.63 26.32 52.63 26.32 26.32 210.53 52.63 26.32 26.32 105.26 4131.58 6.67 6.67 13.33 13.33 13.33 6.67 6.67 13.33 26.67 13.33 20.00 6.67 6.67 6.67
1.27 0.64 1.27 0.64 1.91 3.82 1.27 0.64 1.27 0.64 0.64 5.10 1.27 0.64 0.64 2.55 100.00 3.13 3.13 6.25 6.25 6.25 3.13 3.13 6.25 12.50 6.25 9.38 3.13 3.13 3.13
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.07 0.07 0.07 0.20 4.00 0.07 0.07 0.13 0.13 0.13 0.07 0.07 0.13 0.20 0.13 0.13 0.07 0.07 0.07
1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 3.33 3.33 1.67 1.67 1.67 1.67 3.33 1.67 1.67 1.67 5.00 100.00 3.45 3.45 6.90 6.90 6.90 3.45 3.45 6.90 10.34 6.90 6.90 3.45 3.45 3.45
0.01 0.02 0.04 0.03 0.04 0.02 0.02 0.03 0.05 0.04 0.04 0.01 0.01 0.02
0.09 0.12 0.26 0.20 0.25 0.15 0.13 0.19 0.35 0.29 0.27 0.07 0.05 0.12
2.68 3.63 7.69 5.81 7.48 4.41 3.85 5.56 10.29 8.58 7.91 1.92 1.58 3.69
62
2.94 2.30 2.94 2.30 3.58 7.15 4.61 2.30 2.94 2.30 2.30 8.43 2.94 2.30 2.30 7.55 200.00 9.25 10.21 20.83 18.95 20.63 10.98 10.42 18.71 33.13 21.73 24.18 8.50 8.15 10.27
(Lanjutan) Lampiran 3 15 16 17 18 19 Pohon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Planchonela sp. Polyosma ilicifolia Sarcotheca celebica Syzygium acutangulum Tetractomia obovata Total Acioa heteropetala Antidesma montanum Arthrophyllum javanicum Baccaurea pubera Canarium maluense Castanopsis sp. Castanopsis buruana Dacryodes rostrata Dehaasia caesia Dillenia eximia Elaeocarpus macropus Gironniera subaequalis Haplolobus floribundus Heritiera trifoliolata Horsfieldia glabra Kjellbergiodendron celebicum Knema latericia Knema laurina Lithocarpus celebica Litsea artocarpifolia Litsea firma Litsea noronhae Litsea resinosa Litsea umbellata Madhuca sp.
Sapotaceae saxifragaceae Oxalidaceae Myrtaceae Rutaceae Rosaceae Euphorbiaceae Araliaceae Euphorbiaceae Burseraceae Fagaceae Fagaceae Burseraceae Lauraceae Dilleniaceae Elaeocarpaceae Ulmaceae Burseraceae Sterculiaceae Myristicaceae Myrtaceae
1 1 2 3 1 32 1 3 1 7 2 1 4 1 1 1 2 2 1 24 2 1
Myristicaceae Myriticaceae Fagaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Sapotaceae
1 5 6 4 3 2 1 4 1
1 1 1 3 1 1 2 1 5 2 1 4 1 1 1 2 2 1 10 1 1
6.67 6.67 13.33 20.00 6.67 213.33 1.67 5.00 1.67 11.67 3.33 1.67 6.67 1.67 1.67 1.67 3.33 3.33 1.67 40.00 3.33 1.67
3.13 3.13 6.25 9.38 3.13 100.00 0.98 2.94 0.98 6.86 1.96 0.98 3.92 0.98 0.98 0.98 1.96 1.96 0.98 23.53 1.96 0.98
0.07 0.07 0.07 0.20 0.07 1.93 0.07 0.13 0.07 0.33 0.13 0.07 0.27 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13 0.07 0.67 0.07 0.07
3.45 3.45 3.45 10.34 3.45 100.00 1.33 2.67 1.33 6.67 2.67 1.33 5.33 1.33 1.33 1.33 2.67 2.67 1.33 13.33 1.33 1.33
0.03 0.02 0.03 0.04 0.01 0.51 0.07 0.15 0.04 0.54 0.57 0.06 0.24 0.04 0.10 0.12 0.09 0.13 0.06 1.79 0.11 0.03
0.18 0.17 0.17 0.26 0.06 3.38 0.11 0.25 0.07 0.91 0.96 0.11 0.39 0.06 0.17 0.20 0.15 0.22 0.10 2.98 0.18 0.05
5.47 4.93 5.13 7.63 1.76 100.00 0.67 1.49 0.40 0.52 2.52 5.77 0.64 2.36 0.39 1.04 1.18 0.88 1.31 0.58 17.94 1.08
12.04 11.50 14.83 27.35 8.34 300.00 2.98 7.10 2.71 14.05 7.15 8.08 9.89 4.68 2.70 3.36 5.81 5.51 3.63 37.45 21.24 3.40
1 4 6 3 2 1 1 3 1
1.67 8.33 10.00 6.67 5.00 3.33 1.67 6.67 1.67
0.98 4.90 5.88 3.92 2.94 1.96 0.98 3.92 0.98
0.07 0.27 0.40 0.20 0.13 0.07 0.07 0.20 0.07
1.33 5.33 8.00 4.00 2.67 1.33 1.33 4.00 1.33
0.04 0.41 0.83 0.25 0.38 0.28 0.08 1.55 0.09
0.07 0.69 1.38 0.42 0.63 0.47 0.14 2.58 0.15
0.32 0.40 1.61 8.31 2.56 3.81 2.82 0.84 15.54
2.64 10.63 15.50 16.23 8.17 7.10 5.13 8.76 17.85
63
(Lanjutan) Lampiran 3 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Onchosperma horridum Palaquium ridleyi Planchonella obovata Platea excelsa Prunus arborea Santiria laevigata Stemonurus scorpioides Stemonurus scorpioides Syzygium acutangulum Syzygium attenuatum Syzygium lineatum Syzygium sexangulatum Syzygium zeylanicum
Arecaceae Sapotaceae Sapotaceae Icacinaceae Rosaceae Burseraceae Icacinaceae Icacinaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae
Total
1 1 1 1 2 2 3 1 1 3 1 4 1 103
1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 3 1
1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 3.33 5.00 1.67 1.67 5.00 1.67 6.67 1.67 170.00
0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 1.96 2.94 0.98 0.98 2.94 0.98 3.92 0.98 100.00
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.13 0.13 0.07 0.07 0.07 0.07 0.20 0.07 5.00
1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 2.67 2.67 1.33 1.33 1.33 1.33 4.00 1.33 100.00
0.04 0.16 0.09 0.67 0.14 0.16 0.18 0.25 0.03 0.46 0.08 0.26 0.06 10.65
0.07 0.27 0.16 1.12 0.24 0.27 0.30 0.42 0.05 0.77 0.13 0.43 0.10 17.75
0.93 4.16 0.44 1.17 0.94 0.60 1.62 4.95 1.83 0.33 4.67 0.76 2.62 100.00
3.25 6.47 2.75 3.49 3.25 5.23 7.23 7.26 4.15 4.60 6.98 8.68 4.93 300.00
(Lanjutan lampiran) Lampiran 4 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-2. Tingkat Pertumbuhan Semak
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Jenis/ Nama Lokal Fresinitia sp. H-1 H-101 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 Kokapi Psycotria feridiplora
Famili
Jumlah Individu 1 3 4 14 4 26 4 5 2 1
Jumlah Petak 1 3 1 4 1 4 2 2 2 1
K (Ind/ha) 178.57 535.71 714.29 2500.00 714.29 4642.86 714.29 892.86 357.14 178.57
KR (%) 1.18 3.53 4.71 16.47 4.71 30.59 4.71 5.88 2.35 1.18
F 0.07 0.21 0.07 0.29 0.07 0.29 0.14 0.14 0.14 0.07
FR (%) 4.35 13.04 4.35 17.39 4.35 17.39 8.70 8.70 8.70 4.35
LBDS (m2)
D (m2/ha)
DR (%)
INP(%) 5.52 16.57 9.05 33.86 9.05 47.98 13.40 14.58 11.05 5.52
64
(Lanjutan) Lampiran 4
Liana
11 12
Scindapsus sp. Undet 1 Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Calamus sp. Daemonorops sp. Dinocloa scandens Entada phaseoloides Fibraurea sp. Freycinetia sp. Gnetum cuspidatum Komba-2 L-14 L-19 L-29 L-31
Arecaceae
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L-38 L-4 L-5 L-6 L-7 Ligodium Mexopinan Nerposum Micropilum sp. Milletia sp. Myxoryrum nervosum Nepenthes gracilis Oe Kombe Oeo Kewu Oeyo mohalo
Conaraceae
Poaceae Fabaceae Pandanaceae Gnetaceae
Orchidaceae
Oleaceae Nephentaceae
1 20
1 1
178.57 3571.43
1.18 23.53
0.07 0.07
4.35 4.35
5.52 27.88
85 17 62 96 3 2 13 4 2 1 1 2 1
4 8 11 2 1 6 2 1 1 1 1 1
15178.57 121.43 442.86 685.71 21.43 14.29 92.86 28.57 14.29 7.14 7.14 14.29 7.14
100.00 5.92 21.60 33.45 1.05 0.70 4.53 1.39 0.70 0.35 0.35 0.70 0.35
1.64 0.29 0.57 0.79 0.14 0.07 0.43 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
100.00 5.63 11.27 15.49 2.82 1.41 8.45 2.82 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41
200.00 11.56 32.87 48.94 3.86 2.11 12.98 4.21 2.11 1.76 1.76 2.11 1.76
2 3 1 1 2 1 3 2 2 1 1 4 1 36
1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 3 1 1
14.29 21.43 7.14 7.14 14.29 7.14 21.43 14.29 14.29 7.14 7.14 28.57 7.14 257.14
0.70 1.05 0.35 0.35 0.70 0.35 1.05 0.70 0.70 0.35 0.35 1.39 0.35 12.54
0.07 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.14 0.07 0.14 0.07 0.07 0.21 0.07 0.07
1.41 2.82 1.41 1.41 1.41 1.41 2.82 1.41 2.82 1.41 1.41 4.23 1.41 1.41
2.11 3.86 1.76 1.76 2.11 1.76 3.86 2.11 3.51 1.76 1.76 5.62 1.76 13.95
65
(Lanjutan) Lampiran 4 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Liana berkayu
Semai
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pandanus sp. Piper sp. Psychotria sp. Psychotria viridiflora Salacia macrophylla Selaginella sp. Semibifida sp. Sphaerostephanos unitus U3 Total
Pandanaceae
Dinocloa scandens Fibraurea chloroleuca Myxopyrum nervosum Uncaria glabrata Ziziphus horsfieldii Total Bellsimieda gigantica Calophyllum neo-ebudicum Calophyllum subaerosum Canarium hirsutum Canarium maluense Canarium oleosum Endiandra rubescens Garcinia celebica Garcinia riedeliana Gironniera subaequalis Gonocaryum pyriforme Heritiera trifoliolata Horsfieldia glabra Kjellbergiodendron celebicum
1 2 9 2 2 3 1 1 2
1 1 4 2 1 1 1 1 1
7.14 14.29 64.29 14.29 14.29 21.43 7.14 7.14 14.29
0.35 0.70 3.14 0.70 0.70 1.05 0.35 0.35 0.70
0.07 0.07 0.29 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
1.41 1.41 5.63 2.82 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41
1.76 2.11 8.77 3.51 2.11 2.45 1.76 1.76 2.11
Poaceae Menispermaceae Oleaceae Rubiaceae Rhamnaceae
287 35 1 6 1 1
7 1 5 1 1
2050.00 250.00 7.14 42.86 7.14 7.14
100.00 79.55 2.27 13.64 2.27 2.27
5.07 0.50 0.07 0.36 0.07 0.07
100.00 46.67 6.67 33.33 6.67 6.67
200.00 126.21 8.94 46.97 8.94 8.94
Clusiaceae Clusiaceae Burseraceae Burseraceae Lauraceae Lauraceae Clusiaceae Clusiaceae Ulmaceae Icacinaceae Sterculiaceae Myristicaceae
44 1 8 2 1 4 2 1 25 1 5 4 165 2
1 3 1 1 2 1 1 3 1 4 2 11 1
314.29 178.57 1428.57 357.14 178.57 714.29 357.14 178.57 4464.29 178.57 892.86 714.29 29464.29 357.14
100.00 0.28 2.20 0.55 0.28 1.10 0.55 0.28 6.89 0.28 1.38 1.10 45.45 0.55
1.07 0.07 0.21 0.07 0.07 0.14 0.07 0.07 0.21 0.07 0.29 0.14 0.79 0.07
100.00 1.10 3.30 1.10 1.10 2.20 1.10 1.10 3.30 1.10 4.40 2.20 12.09 1.10
200.00 1.37 5.50 1.65 1.37 3.30 1.65 1.37 10.18 1.37 5.77 3.30 57.54 1.65
1
1
178.57
0.28
0.07
1.10
1.37
Rubiaceae Rubiaceae Celastraceae
Thelypteridaceae
Myrtaceae
66
(Lanjutan) Lampiran 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Knema cinerea Knema laurina Litsea mappacea Mangifera sulaferiama Manilkara fasciculata Palaquium obtusifolium Planchonella molucana Podocarpus sp. S-10 S-101 S-11 S-15 S-25 S-33 S-42 S-43 S-44 S-6 S-8 Sarcotheca celebica Sloetia elongata Stemonurus scapioder Stemonurus scorpioides Syzigium sexngulatum Syzygium sp. Syzygium acutangulum Syzygium zeylanicum Tabernaemontana pandacaqui Timonius stipularis Undet 1
Myristicaceae Myristicaceae Lauraceae Anacardiaceae Sapotaceae Sapotaceae Podocarpaceae
Lauraceae Rubiaceae
Apocynaceae Annonaceae
Oxalidaceae Moraceae Icacinaceae Icacinaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Apocynaceae Rubiaceae
2 2 1 9 4 32 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 5 5 2 9 1 3 40 2
2 2 1 1 2 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 3 1 2 9 1
357.14 357.14 178.57 1607.14 714.29 5714.29 714.29 357.14 178.57 178.57 178.57 178.57 178.57 178.57 178.57 178.57 178.57 357.14 178.57 892.86 892.86 357.14 1607.14 178.57 535.71 7142.86 357.14
0.55 0.55 0.28 2.48 1.10 8.82 1.10 0.55 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.55 0.28 1.38 1.38 0.55 2.48 0.28 0.83 11.02 0.55
0.14 0.14 0.07 0.07 0.14 0.57 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.21 0.21 0.07 0.21 0.07 0.14 0.64 0.07
2.20 2.20 1.10 1.10 2.20 8.79 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 3.30 3.30 1.10 3.30 1.10 2.20 9.89 1.10
2.75 2.75 1.37 3.58 3.30 17.61 2.20 1.65 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.65 1.37 4.67 4.67 1.65 5.78 1.37 3.02 20.91 1.65
1 1 1
1 1 1
178.57 178.57 178.57
0.28 0.28 0.28
0.07 0.07 0.07
1.10 1.10 1.10
1.37 1.37 1.37
67
(Lanjutan) Lampiran 4 45 46 47
Undet 2 Undet 3 Undet 4
1 1 1 Total
Pancang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Acroderia pedunlata Alseodaphne sp. Aporosa sp. Baccaurea pubera Calophyllum neo-ebudicum Canarium cf hirsutum Canarium hirsutum Canarium maluense Canarium oleosum Chrysophilum sp. Cratoxylum formosum Dehaasia caesia Drypetes sp. Elaeocarpus macropus Endiandra rubescens Garcinia celebica Garcinia riedeliana Gironniera subaequalis Gnetum sp. Gonocaryum pyriforme Guioa Diplopetal Haplolobus sp. Heritiera trifoliolata Horsfieldia glabra Ilex cimosa
1 1 1
363
Lauraceae Euphorbiaceae Clusiaceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae Hypericaceae Lauraceae Elaeocarpaceae Lauraceae Clusiaceae Clusiaceae Ulmaceae Gnetaceae Icacinaceae
Sterculiaceae Myristicaceae
1 3 1 1 6 2 3 6 5 1 3 1 1 5 2 2 3 2 1 2 1 1 18 4 1
1 2 1 1 4 1 1 2 2 1 1 1 1 3 1 2 1 2 1 2 1 1 8 1 1
178.57 178.57 178.57
0.28 0.28 0.28
0.07 0.07 0.07
1.10 1.10 1.10
1.37 1.37 1.37
64821.43
100.00
6.50
100.00
200.00
28.57 85.71 28.57 28.57 171.43 57.14 85.71 171.43 142.86 28.57 85.71 28.57 28.57 142.86 57.14 57.14 85.71 57.14 28.57 57.14 28.57 28.57 514.29 114.29 28.57
0.64 1.91 0.64 0.64 3.82 1.27 1.91 3.82 3.18 0.64 1.91 0.64 0.64 3.18 1.27 1.27 1.91 1.27 0.64 1.27 0.64 0.64 11.46 2.55 0.64
0.07 0.14 0.07 0.07 0.29 0.07 0.07 0.14 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.21 0.07 0.14 0.07 0.14 0.07 0.14 0.07 0.07 0.57 0.07 0.07
1.10 2.20 1.10 1.10 4.40 1.10 1.10 2.20 2.20 1.10 1.10 1.10 1.10 3.30 1.10 2.20 1.10 2.20 1.10 2.20 1.10 1.10 8.79 1.10 1.10
1.74 4.11 1.74 1.74 8.22 2.37 3.01 6.02 5.38 1.74 3.01 1.74 1.74 6.48 2.37 3.47 3.01 3.47 1.74 3.47 1.74 1.74 20.26 3.65 1.74
68
(Lanjutan) Lampiran 4 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 Tiang
1 2 3 4 5
Knema cinerea Litsea mappacea Mangifera sulaferiama Manilkara fasciculata Memecylon valifolium Palaquium obtusifolium Pc-103 Pc-15 Pc-16 Pc-36 Pc-38 Pc-53 Pc-54 Pternandra caerulescens Ryparosa caesia S11 S-6 Sarcoteca cellebica Sloetia elongata Stemonurus scorpioides Syzygium sp. Syzygium fastigiatum Syzygium lineatum Syzygium zeylanicum Total
Myristicaceae Lauraceae Anacardiaceae Sapotaceae Melastomataceae Sapotaceae
Oxalidaceae Moraceae Icacinaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae
3 1 4 7 2 3 1 1 1 1 1 1 1 11 3 1 1 2 12 3 4 15 1 1
3 1 2 4 1 2 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 6 2 3 7 1 1
85.71 28.57 114.29 200.00 57.14 85.71 28.57 28.57 28.57 28.57 28.57 28.57 28.57 314.29 85.71 28.57 28.57 57.14 342.86 85.71 114.29 428.57 28.57 28.57
1.91 0.64 2.55 4.46 1.27 1.91 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 7.01 1.91 0.64 0.64 1.27 7.64 1.91 2.55 9.55 0.64 0.64
0.21 0.07 0.14 0.29 0.07 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.29 0.07 0.07 0.07 0.07 0.43 0.14 0.21 0.50 0.07 0.07
3.30 1.10 2.20 4.40 1.10 2.20 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 4.40 1.10 1.10 1.10 1.10 6.59 2.20 3.30 7.69 1.10 1.10
Alseodaphne karematu Canarium maluense Elaeocarpus macropus Garcinia sp. Garcinia celebica
Lauraceae Burseraceae Elaeocarpaceae Clusiaceae Clusiaceae
157 1 3 4 2 2
1 2 2 2 1
4485.71 7.14 21.43 28.57 14.29 14.29
100.00 2.13 6.38 8.51 4.26 4.26
6.50 0.07 0.14 0.14 0.14 0.07
100.00 2.94 5.88 5.88 5.88 2.94
Melastomataceae Flacourtiaceae
5.21 1.74 4.75 8.85 2.37 4.11 1.74 1.74 1.74 1.74 1.74 1.74 1.74 11.40 3.01 1.74 1.74 2.37 14.24 4.11 5.84 17.25 1.74 1.74 0.01 0.06 0.10 0.04 0.03
0.10 0.43 0.70 0.27 0.25
200.00 6.93 20.21 27.33 15.11 11.75
1.86 7.95 12.94 4.97 4.56
69
(Lanjutan) Lampiran 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Pohon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Garcinia riedeliana Gironniera subaequalis Heritiera trifoliolata Kayu gula-gula / T2 Kjellbergiodendron celebicum Knema laurina Litsea mappacea Litsea noronhae Mesua postulata Sarcotheca celebica Sloetia elongata Stemonurus scorpioides Syzygium acutangulum Total Agathis celebica Alseodaphne karematu Calophyllum neo-ebudicum Canarium hirsutum Canarium maluense Chrysophyllum lanceolatum Chrysophyllum roxburghii Deplanchea bancana Deplanchea glabra Dichapetalum timoriense Garcinia sp. Garcinia celebica Garcinia riedeliana Gironniera subaequalis Gonystilus macrophyllus
Clusiaceae Ulmaceae Sterculiaceae
1 4 7 1
1 2 5 1
7.14 28.57 50.00 7.14
2.13 8.51 14.89 2.13
0.07 0.14 0.36 0.07
2.94 5.88 14.71 2.94
0.02 0.05 0.08 0.02
0.15 0.37 0.55 0.15
2.74 6.87 10.12 2.85
7.81 21.26 39.72 7.92
Myrtaceae Myristicaceae Lauraceae Lauraceae Clusiaceae Oxalidaceae Moraceae Icacinaceae Myrtaceae
2 1 2 1 1 1 8 3 3
1 1 2 1 1 1 6 2 2
14.29 7.14 14.29 7.14 7.14 7.14 57.14 21.43 21.43
4.26 2.13 4.26 2.13 2.13 2.13 17.02 6.38 6.38
0.07 0.07 0.14 0.07 0.07 0.07 0.43 0.14 0.14
2.94 2.94 5.88 2.94 2.94 2.94 17.65 5.88 5.88
0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.13 0.05 0.05
0.15 0.16 0.14 0.08 0.12 0.17 0.93 0.34 0.35
2.81 2.98 2.58 1.51 2.18 3.19 17.22 6.23 6.43
10.01 8.05 12.72 6.58 7.25 8.26 51.89 18.50 18.69
Araucariaceae Lauraceae Clusiaceae Burseraceae Burseraceae
47 2 2 4 2 3
2 2 4 2 2
335.71 3.57 3.57 7.14 3.57 5.36
100.00 1.45 1.45 2.90 1.45 2.17
2.43 0.14 0.14 0.29 0.14 0.14
100.00 1.98 1.98 3.96 1.98 1.98
0.76 0.25 0.14 0.49 0.10 0.11
5.39 0.45 0.25 0.87 0.18 0.19
100.00 2.79 1.53 5.37 1.08 1.19
300.00 6.22 4.96 12.23 4.51 5.34
Sapotaceae Sapotaceae Bignoniaceae Bignoniaceae Dichapetaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Ulmaceae Gonystylaceae
2 1 1 1 1 3 3 2 2 1
2 1 1 1 1 3 3 2 2 1
3.57 1.79 1.79 1.79 1.79 5.36 5.36 3.57 3.57 1.79
1.45 0.72 0.72 0.72 0.72 2.17 2.17 1.45 1.45 0.72
0.14 0.07 0.07 0.07 0.07 0.21 0.21 0.14 0.14 0.07
1.98 0.99 0.99 0.99 0.99 2.97 2.97 1.98 1.98 0.99
0.19 0.22 0.72 0.04 0.04 0.14 0.18 0.17 0.21 0.06
0.35 0.39 1.28 0.08 0.07 0.26 0.32 0.31 0.37 0.11
2.14 2.39 7.86 0.47 0.46 1.58 2.00 1.91 2.27 0.69
5.57 4.11 9.58 2.19 2.17 6.72 7.14 5.34 5.70 2.41
70
(Lanjutan) Lampiran 4 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Heritiera trifoliolata Kjellbergiodendron celebicum Knema cinerea Knema laurina Lepiniopsis ternatensis Linuang puteo Litsea artocarpifolia Litsea mappacea Macadamia hildebrandii Madhuca burckiana Manilkara fasciculata Mesua postulata Metrosideros vera Palaquium obtusifolium Parartocarpus venenosus Prunus arborea Pternandra caerulescens Sarcotheca celebica Sloetia elongata Stemonurus celebicus Stemonurus scorpioides Syzygium acutangulum Syzygium lineatum Voacanga grandifolia Total
Sterculiaceae
36
14
64.29
26.09
1.00
13.86
3.80
6.78
41.65
81.60
Myrtaceae Myristicaceae Myristicaceae Apocynaceae
10 1 2 1 1 1 6 3 4 16 1 2 1 1 1 1 2 5 3 5 3 1 1
7 1 2 1 1 1 6 3 3 10 1 1 1 1 1 1 1 4 3 4 3 1 1
17.86 1.79 3.57 1.79 1.79 1.79 10.71 5.36 7.14 28.57 1.79 3.57 1.79 1.79 1.79 1.79 3.57 8.93 5.36 8.93 5.36 1.79 1.79
7.25 0.72 1.45 0.72 0.72 0.72 4.35 2.17 2.90 11.59 0.72 1.45 0.72 0.72 0.72 0.72 1.45 3.62 2.17 3.62 2.17 0.72 0.72
0.50 0.07 0.14 0.07 0.07 0.07 0.43 0.21 0.21 0.71 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.29 0.21 0.29 0.21 0.07 0.07
6.93 0.99 1.98 0.99 0.99 0.99 5.94 2.97 2.97 9.90 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 3.96 2.97 3.96 2.97 0.99 0.99
1.63 0.07 0.11 0.25 0.04 0.07 0.57 0.19 0.47 3.61 0.04 0.44 0.04 0.15 0.10 0.04 0.16 0.43 0.13 0.42 0.28 0.11 0.03
2.92 0.13 0.20 0.44 0.08 0.13 1.01 0.35 0.85 6.44 0.07 0.79 0.06 0.28 0.18 0.07 0.29 0.77 0.23 0.75 0.49 0.20 0.06
17.93 0.79 1.25 2.71 0.47 0.82 6.20 2.14 5.21 39.60 0.46 4.84 0.39 1.70 1.14 0.40 1.79 4.72 1.40 4.63 3.04 1.22 0.34
32.11 2.50 4.68 4.42 2.18 2.53 16.49 7.28 11.07 61.10 2.17 7.28 2.11 3.42 2.85 2.12 4.23 12.30 6.55 12.21 8.18 2.93 2.06
246.43
100.00
7.21
100.00
16.27
29.06
178.57
378.57
Lauraceae Lauraceae Proteaceae Sapotaceae Sapotaceae Clusiaceae Myrtaceae Sapotaceae Moraceae Rosaceae Melastomataceae Oxalidaceae Moraceae Icacinaceae Icacinaceae Myrtaceae Myrtaceae Apocynaceae
138
71
(Lanjutan lampiran) Lampiran 5 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-1 Tingkat Pertumbuhan
No.
Nama Jenis/ Nama Lokal Gleichenia linearis Neprolepis sp. Schizaea dichotoma Total
Famili
Semak
1 2 3
Gleicheniaceae Densteadiaceae Schizaeaceae
Liana
1 2 3 4 5 6 7 8
Calamus caesius Dinochloa scandens Willughbeia sp Calamus sp Pandanus fiscetes Rhaphidophora sp Kalosi-losi Costus speciosus Total
Arecaceae Poaceae Apocynaceae Arecaceae Pandanaceae Araceae
Liana berkayu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gnetum sp Pternandra sp Derris elegans Alyxia celebica Tetracera indica Willughbeia sp Derris sp Unidentified Dioscorea sp Salacia macrophylla Total
Gnetaceae Melastomataceae Fabaceae Apocynaceae Dilleniaceae Apocynaceae Fabaceae Melastomataceae Dioscoreaceae Celastraceae
Jumlah Individu 6 2 2 10
Jumlah Petak 750 250 250 1250
K (Ind/ha) 60 20 20 100
177 97 27 43 29 1 1 1 376
3339.62 1830.19 509.43 811.32 547.17 18.87 18.87 18.87 7094.34
23 17 15 12 7 5 4 2 1 3 89
27.38 20.24 17.86 14.29 8.33 5.95 4.76 2.38 1.19 3.57 105.95
KR (%) 4 2 1
0.19 0.10 0.05 0.33
FR (%) 57.14 28.57 14.29 100.00
47.07 25.80 7.18 11.44 7.71 0.27 0.27 0.27 100.00
21 19 10 5 6 7 1 1
1.00 0.90 0.48 0.24 0.29 0.33 0.05 0.05 3.33
30.00 27.14 14.29 7.14 8.57 10.00 1.43 1.43 100.00
77.07 52.94 21.47 18.58 16.28 10.27 1.69 1.69 200
25.84 19.10 16.85 13.48 7.87 5.62 4.49 2.25 1.12 3.37 100.00
7 8 4 4 3 2 2 2 2 1
0.33 0.38 0.19 0.19 0.14 0.10 0.10 0.10 0.10 0.05 1.67
20.00 22.86 11.43 11.43 8.57 5.71 5.71 5.71 5.71 2.86 100.00
45.84 41.96 28.28 24.91 16.44 11.33 10.21 7.96 6.84 6.23 200
F
LBDS (m2)
D (m2/ha)
DR (%)
INP(%) 117.14 48.57 34.29 200
(Lanjutan) Lampiran 5
72
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Semai
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Heritiera trifoliata Gironniera celtidifolia Metrosideros vera Syzygium attenuatum Agathis celebica Calophyllum sp Unidentified Paratocarpus venenosus Xanthophyllum vitellinum Syzygium sp3 Syzygium sp Palaquium obtusifolium Ficus sp Prunus arborea Syzygium sp2 Polyosma sp Horsfieldia sp Cinnamomum sp Urophyllum sp. Aglaia sp Gymnacranthera cf.eugeniifolia Lithocarpus sp Litsea sp Myristica fatua Garcinia sp. Syzygium zeylanicum Total
Sterculiaceae Ulmaceae Myrtaceae Myrtaceae Araucariaceae Guttiferae
567 191 1 1 74 13 62
70875 23875 125 125 9250 1625 7750
57.51 19.37 0.10 0.10 7.51 1.32 6.29
21 15 17 12 2 9 1
1.00 0.71 0.81 0.57 0.10 0.43 0.05
18.42 13.16 14.91 10.53 1.75 7.89 0.88
75.93 32.53 15.01 10.63 9.26 9.21 7.17
1
125
0.10
7
0.33
6.14
6.24
Polygalaceae Myrtaceae Myrtaceae
7 1 30
875 125 3750
0.71 0.10 3.04
6 6 1
0.29 0.29 0.05
5.26 5.26 0.88
5.97 5.36 3.92
Sapotaceae Moraceae Rosaceae Myrtaceae Saxifragaceae Myristicaceae Lauraceae Rubiaceae Meliaceae
12 2 1 5 4 3 2 2 1
1500 250 125 625 500 375 250 250 125
1.22 0.20 0.10 0.51 0.41 0.30 0.20 0.20 0.10
1 2 2 1 1 1 1 1 1
0.05 0.10 0.10 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
0.88 1.75 1.75 0.88 0.88 0.88 0.88 0.88 0.88
2.09 1.96 1.86 1.38 1.28 1.18 1.08 1.08 0.98
Myristicaceae Fagaceae Lauraceae Myristicaeae Guttiferae Myrtaceae
1 1 1 1 1 1 986
125 125 125 125 125 125 123250
0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 100
1 1 1 1 1 1
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 5.43
0.88 0.88 0.88 0.88 0.88 0.88 100.00
0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 200
265
5000.00
59.28
19
0.90
13.29
72.57
Moraceae
(Lanjutan) Lampiran 5 Pancang
1
manata nata
73
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Heritiera trifoliata Syzygium sp1 Syzygium sp2 Memecylon edule Castanopsis sp Xanthophyllum vitellinum Agathis celebica Calophyllum sp Baccaurea macrocarpa Unidentified Pouteria malaccensis Santiria sp. Syzygium zeylanicum Palaquium obtusifolium Garcinia sp. Prunus arborea Paratocarpus venenosus Myristica fatua Unidentified Unidentified Ardisia javanica Canarium sp Cinnamomum sp Cryptocarya sp. Knema cinerea Drypetes
Sterculiaceae Myrtaceae Myrtaceae Melastomataceae Fagaceae
35 18 13 21 16
660.38 339.62 245.28 396.23 301.89
7.83 4.03 2.91 4.70 3.58
14 11 12 9 10
0.67 0.52 0.57 0.43 0.48
9.79 7.69 8.39 6.29 6.99
17.62 11.72 11.30 10.99 10.57
Polygalaceae Araucariaceae Guttiferae
10 8 5
188.68 150.94 94.34
2.24 1.79 1.12
9 6 5
0.43 0.29 0.24
6.29 4.20 3.50
8.53 5.99 4.62
Euphorbiaceae Sapotaceae Burseraceae Myrtaceae
4 4 4 3 3
75.47 75.47 75.47 56.60 56.60
0.89 0.89 0.89 0.67 0.67
4 4 4 3 3
0.19 0.19 0.19 0.14 0.14
2.80 2.80 2.80 2.10 2.10
3.69 3.69 3.69 2.77 2.77
Sapotaceae Guttiferae Rosaceae
5 3 2
94.34 56.60 37.74
1.12 0.67 0.45
2 2 2
0.10 0.10 0.10
1.40 1.40 1.40
2.52 2.07 1.85
Moraceae Myristicaeae
Myrsinaceae Burseraceae Lauraceae Lauraceae Myristicaceae Euphorbiaceae
4 2 1 1 1 1 1 1 1 1
75.47 37.74 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87
0.89 0.45 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70
1.59 1.15 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92
Elaeocarpaceae Lauraceae
1 1
18.87 18.87
0.22 0.22
1 1
0.05 0.05
0.70 0.70
0.92 0.92
(Lanjutan) Lampiran 5 28 29
Elaeocarpus mastersii Endiandra rubescens
74
Tiang
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Ficus sp Unidentified Litsea Metrosideros vera Microcos paniculata Unidentified Garcinia sp. Platea excelsa Polyosma sp Sarcotheca celebica Syzygium attenuatum Timonius stipularis Total
Moraceae
1 2 3 4
Syzygium sp1 Heritiera trifoliata Pouteria malaccensis Endiandra rubescens Palaquium obtusifolium Castanopsis sp Palaquium ridleyi Elaeocarpus mastersii Syzygium sp2 Sarcotheca celebica Syzygium attenuatum Knema cinerea Syzygium zeylanicum Horsfieldia sp
Myrtaceae Sterculiaceae Sapotaceae Lauraceae
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 447 7 5 6 6
18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 18.87 8433.96 33.33 23.81 28.57 28.57
0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 100.00 10.45 7.46 8.96 8.96
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sapotaceae Fagaceae Sapotaceae Elaeocarpaceae Myrtaceae Oxalidaceae Myrtaceae Myristicaceae Myrtaceae Myristicaceae
5 4 4 4 3 2 2 2 2 2
23.81 19.05 19.05 19.05 14.29 9.52 9.52 9.52 9.52 9.52
Guttiferae Myrtaceae Guttiferae
2 2 1
9.52 9.52 4.76
Lauraceae Myrtaceae
Guttiferae Icacinaceae Saxifragaceae Oxalidaceae Myrtaceae
5 5 5 5
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 6.81 0.24 0.24 0.24 0.24
0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 100.00 8.33 8.33 8.33 8.33
0.12 0.11 0.09 0.08
0.55 0.54 0.44 0.37
10.19 9.97 8.15 6.89
0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 0.92 200 28.97 25.77 25.44 24.18
7.46 5.97 5.97 5.97 4.48 2.99 2.99 2.99 2.99 2.99
5 4 3 4 3 2 2 2 2 2
0.24 0.19 0.14 0.19 0.14 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
8.33 6.67 5.00 6.67 5.00 3.33 3.33 3.33 3.33 3.33
0.07 0.08 0.09 0.06 0.07 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02
0.36 0.38 0.42 0.30 0.34 0.14 0.13 0.13 0.11 0.10
6.55 6.95 7.71 5.62 6.19 2.56 2.44 2.42 1.94 1.89
22.34 19.58 18.68 18.26 15.66 8.88 8.76 8.74 8.26 8.21
2.99 2.99 1.49
1 1 1
0.05 0.05 0.05
1.67 1.67 1.67
0.03 0.03 0.03
0.16 0.16 0.14
3.04 2.92 2.60
7.69 7.58 5.76
(Lanjutan) Lampiran 5 15 16 17
Garcinia sp Syzygium sp3 Calophyllum sp
75
Pohon
18 19 20 21 22 23 24 25
Litsea firma Manilkara fasciculata Alseodpaphne sp. Litsea firma Platea excelsa Metrosideros vera Lophopetalum sp Manata-nata TOTAL
Lauraceae Sapotaceae Lauraceae Lauraceae Icacinaceae Myrtaceae Celastraceae
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Heritiera trifoliata Palaquium ridleyi Syzygium sp Elaeocarpus mastersii Lophopetalum sp Syzygium sp2 Metrosideros vera Unidentified Castanopsis sp Pouteria malaccensis Paratocarpus venenosus Litsea firma Calophyllum sp Prunus arborea Manilkara fasciculata Palaquium obtusifolium
Sterculiaceae Sapotaceae Myrtaceae Elaeocarpaceae Celastraceae Myrtaceae Myrtaceae
11 12 13 14 15 16
1 1 1 1 1 1 1 1
4.76 4.76 4.76 4.76 4.76 4.76 4.76 4.76
1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49
1 1 1 1 1 1 1 1
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67
0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01
0.12 0.11 0.10 0.07 0.07 0.07 0.05 0.05
2.19 1.99 1.93 1.35 1.29 1.23 1.01 0.98
5.35 5.14 5.09 4.51 4.45 4.39 4.17 4.14
Fagaceae Sapotaceae
67 94 24 19 11 6 10 7 8 7 8
319.05 111.90 28.57 22.62 13.10 7.14 11.90 8.33 9.52 8.33 9.52
100.00 37.01 9.45 7.48 4.33 2.36 3.94 2.76 3.15 2.76 3.15
20 12 12 9 6 6 7 7 7 6
2.857143 0.95 0.57 0.57 0.43 0.29 0.29 0.33 0.33 0.33 0.29
100 13.99 8.39 8.39 6.29 4.20 4.20 4.90 4.90 4.90 4.20
9.74 1.77 2.04 1.11 1.24 0.63 0.70 0.59 0.55 0.61
5.42543411 11.59 2.11 2.43 1.32 1.47 0.75 0.83 0.70 0.65 0.73
100 39.23 7.14 8.21 4.47 4.98 2.54 2.81 2.38 2.21 2.46
300 90.22 24.99 24.08 15.10 11.54 10.68 10.46 10.42 9.86 9.80
Moraceae Lauraceae Guttiferae Rosaceae Sapotaceae
5 7 4 4 4
5.95 8.33 4.76 4.76 4.76
1.97 2.76 1.57 1.57 1.57
4 3 3 4 3
0.19 0.14 0.14 0.19 0.14
2.80 2.10 2.10 2.80 2.10
1.22 0.67 0.65 0.29 0.35
1.45 0.80 0.77 0.34 0.41
4.92 2.69 2.60 1.16 1.40
9.69 7.55 6.27 5.53 5.07
Sapotaceae
4
4.76
1.57
3
0.14
2.10
0.21
0.25
0.85
4.52
Rosaceae Fagaceae
3 3
3.57 3.57
1.18 1.18
3 3
0.14 0.14
2.10 2.10
0.22 0.22
0.27 0.26
0.90 0.88
4.18 4.16
Polygalaceae Lauraceae
2 3
2.38 3.57
0.79 1.18
2 3
0.10 0.14
1.40 2.10
0.47 0.18
0.56 0.21
1.89 0.71
4.08 3.99
(Lanjutan) Lampiran 5 17 18 19 20
Prunus arborea Lithocarpus sp Xanthophyllum vitellinum Litsea sp
76
21 22 23 24
Santiria sp Sarcotheca celebica Syzygium zeylanicum Cratoxylon formosum Elaeocarpus macropus Nauclea officinalis Weinmannia simplicifolia Podocarpus rumphii Kjellbergiodendron celebicum Garcinia sp. Casuarina equisetifolia Unidentified Syzygium attenuatum Endiandra rubescens TOTAL
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Burseraceae Oxalidaceae Myrtaceae Guttiferae
2 3 2 2
2.38 3.57 2.38 2.38
0.79 1.18 0.79 0.79
2 2 2 2
0.10 0.10 0.10 0.10
1.40 1.40 1.40 1.40
0.34 0.21 0.11 0.10
0.41 0.25 0.13 0.11
1.38 0.85 0.43 0.39
3.57 3.43 2.62 2.57
Elaeocarpaceae Rubiaceae
2 2
2.38 2.38
0.79 0.79
2 2
0.10 0.10
1.40 1.40
0.09 0.08
0.10 0.09
0.35 0.31
2.53 2.50
Cuniaceae Podocarpaceae
1 1
1.19 1.19
0.39 0.39
1 1
0.05 0.05
0.70 0.70
0.09 0.08
0.11 0.09
0.36 0.31
1.45 1.41
Myrtaceae Guttiferae
1 1
1.19 1.19
0.39 0.39
1 1
0.05 0.05
0.70 0.70
0.07 0.06
0.08 0.07
0.28 0.24
1.38 1.34
1 1 1 1 254
1.19 1.19 1.19 1.19 302.38
0.39 0.39 0.39 0.39 100.00
1 1 1 1
0.05 0.05 0.05 0.05 6.81
0.70 0.70 0.70 0.70 100.00
0.05 0.04 0.04 0.04 24.83
0.06 0.05 0.05 0.04 29.55
0.19 0.17 0.15 0.15 100.00
1.28 1.26 1.25 1.24 300.00
Casuarinaceae Myrtaceae Lauraceae
(Lanjutan lampiran) Lampiran 6 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-2. Tingkat Pertumbuhan Semak
No. 1
Nama Jenis/ Nama Lokal Gleichenia linearis
Famili Gleicheniaceae
Jumlah Individu 25
Jumlah Petak 2500
K (Ind/ha) 2
KR (%) 58.14
F 0.08
FR (%) 25
LBDS (m2)
D (m2/ha)
DR (%)
INP(%) 83.14
77
2 3
Neprolepis sp. Taenitis blechnoides Helminthostachys zeylanica Total
Densteadiaceae Adiantaceae
1 2 3 4 5 6 7 8
Calamus sp Dinochloa scandens Calamus sp2 Freycinetia sp Willughbeia sp Alyxia sp Calamus caesius Congea cf. tomentosa Total
Arecaceae Poaceae Arecaceae Pandanaceae Apocynaceae Apocynaceae Arecaceae Verbenaceae
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gnetum sp Alyxia celebica Derris elegans Pternandra Tetracera indica Derris Willughbeia Sterculia macrophylla Dioscorea sp Salacia macrophylla
Gnetaceae Apocynaceae Fabaceae Melastomataceae Dilleniaceae Fabaceae Apocynaceae Sterculiaceae Dioscoreaceae Celastraceae
4
Liana
Liana berkayu
Schizaeaceae
14 2
1400 200
3 2
32.56 4.65
0.12 0.08
37.5 25
70.06 29.65
2 43 154 98 92 53 16 5 2 1 421 23 14 14 11 11 8 8 7 3 3
200 4300 2464 1568 1472 848 256 80 32 16 6736 23 14 14 11 11 8 8 7 3 3
1
4.65 100 36.58 23.28 21.85 12.59 3.80 1.19 0.48 0.24 100 21.90 13.33 13.33 10.48 10.48 7.62 7.62 6.67 2.86 2.86
0.04 0.32 0.76 0.88 0.68 0.32 0.24 0.04 0.04 0.04 3 0.32 0.24 0.24 0.24 0.2 0.12 0.12 0.12 0.08 0.04
12.5 100 25.33 29.33 22.67 10.67 8.00 1.33 1.33 1.33 100 17.78 13.33 13.33 13.33 11.11 6.67 6.67 6.67 4.44 2.22
17.15 200 61.91 52.61 44.52 23.26 11.80 2.52 1.81 1.57 200 39.68 26.67 26.67 23.81 21.59 14.29 14.29 13.33 7.30 5.08
2 1 105 307 97 14
2 1 105 30700 9700 1400
1.90 0.95 100 57.49 18.16 2.62
0.04 0.04 1.8 0.88 0.68 0.48
2.22 2.22 100 17.74 13.71 9.68
4.13 3.17 200 75.23 31.87 12.30
19 22 17 8 6 1 1 1 75 8 6 6 6 5 3 3 3 2 1
(Lanjutan) Lampiran 6 11 12 Semai
1 2 3
Melastoma malabathricum Unidentified Total
Melastomataceae Menispermaceae
Heritiera trifoliata Dillenia sp Litsea sp
Sterculiaceae Dilleniaceae Lauraceae
1 1 22 17 12
78
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Syzygium sp1 Lithocarpus sp Syzygium zeylanicum Palaquium obtusifolium Calophyllum sp Macaranga sp Castanopsis sp Agrostistachys longifolia Horsfieldia sp Planchonella sp Elaeocarpus sp Garcinia sp Gironniera celtidifolia Agrostistachys longifolia Acmena acuminatissima Cratoxylum celebicum Salacia sp Symplocos sp Unidentified Castanopsis acuminatissima Syzygium sp2 Mangifera sp
Myrtaceae Fagaceae Myrtaceae Sapotaceae Clusiaceae Euphorbiaceae Fagaceae Euphorbiaceae Myristicaceae Sapotaceae Elaeocarpaceae Clusiaceae Ulmaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Hypericaceae Celastraceae Symplocaceae
12 12 5 6 8 5 3 6 4 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3
1200 1200 500 600 800 500 300 600 400 400 200 200 200 300 300 300 300 300 300
9 5 5 4 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2.25 2.25 0.94 1.12 1.50 0.94 0.56 1.12 0.75 0.75 0.37 0.37 0.37 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56
0.36 0.2 0.2 0.16 0.12 0.12 0.12 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
7.26 4.03 4.03 3.23 2.42 2.42 2.42 1.61 1.61 1.61 1.61 1.61 1.61 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81
9.51 6.28 4.97 4.35 3.92 3.36 2.98 2.74 2.36 2.36 1.99 1.99 1.99 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37
Fagaceae Myrtaceae Anacardiaceae
2 2 2
200 200 200
1 1 1
0.37 0.37 0.37
0.04 0.04 0.04
0.81 0.81 0.81
1.18 1.18 1.18
Sapotaceae Myrtaceae Saxifragaceae Rubiaceae
2 1 1 1 1
200 100 100 100 100
1 1 1 1 1
0.37 0.19 0.19 0.19 0.19
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.81 0.81 0.81 0.81 0.81
1.18 0.99 0.99 0.99 0.99
Apocynaceae Apocynaceae
1 1
100 100
1 1
0.19 0.19
0.04 0.04
0.81 0.81
0.99 0.99
(Lanjutan) Lampiran 6 26 27 28 29 30 31 32
Unidentified Ganua boerlagiana Syzygium claviflorum Polyosma sp2 Neonauclea celebica Willughbeia angustifolia Alyxia sp
79
Pancang
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ardisia sp Chionanthus sp Drypetes sp Kopsia sp Lasianthus sp Litsea javanica Memecylon sp Palaquium sp Pavetta sp Polyosma sp1 Syzygium pycnanthum Unidentified Unidentified TOTAL
Myrsinaceae Oleaceae Euphorbiaceae Apocynaceae Rubiaceae Lauraceae Melastomataceae Sapotaceae Rubiaceae Saxifragaceae Myrtaceae
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81 0.81
0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99
1 2 3 4 5 6 7 8
Dillenia sp1 Heritiera trifoliata Castanopsis sp Lithocarpus sp Syzygium sp1 Syzygium zeylanicum Calophyllum sp1 Mangifera sp
Dilleniaceae Sterculiaceae Fagaceae Fagaceae Myrtaceae Myrtaceae Clusiaceae Anacardiaceae
534 183 49 26 23 12 13 8 8
53400 2928 784 416 368 192 208 128 128
0 16 14 11 9 9 5 6 6
100 41.88 11.21 5.95 5.26 2.75 2.97 1.83 1.83
4.96 0.64 0.56 0.44 0.36 0.36 0.2 0.24 0.24
100.00 10.53 9.21 7.24 5.92 5.92 3.29 3.95 3.95
200.00 52.40 20.42 13.19 11.18 8.67 6.26 5.78 5.78
Lauraceae Myrtaceae Euphorbiaceae Theaceae Dilleniaceae Elaeocarpaceae Proteaceae Euphorbiaceae Ebenaceae
7 6 14 5 10 3 4 3 3
112 96 224 80 160 48 64 48 48
5 5 1 4 1 3 2 2 2
1.60 1.37 3.20 1.14 2.29 0.69 0.92 0.69 0.69
0.2 0.2 0.04 0.16 0.04 0.12 0.08 0.08 0.08
3.29 3.29 0.66 2.63 0.66 1.97 1.32 1.32 1.32
4.89 4.66 3.86 3.78 2.95 2.66 2.23 2.00 2.00
(Lanjutan) Lampiran 6 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Litsea sp1 Syzygium sp4 Agrostistachys Ternstroemia sp Dillenia sp2 Elaeocarpus sp Heliciopsis sp Baccaurea macrocarpa Diospyros sp
80
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Palaquium obtusifolium Myristica fatua Nauclea sp Calophyllum sp2 Polyosma sp1 Syzygium sp5 Timonius stipularis Memecylon sp Unidentified Unidentified Garcinia celebica Litsea sp2 Unidentified Litsea sp3 Ganua boerlagiana Polyosma sp2 Pouteria obovoidea Syzygium claviflorum Baccaurea pubicula Litsea sp4 Knema cinerea
Sapotaceae Myristicaceae Rubiaceae Clusiaceae Saxifragaceae Myrtaceae Rubiaceae Melastomataceae
Clusiaceae Lauraceae Lauraceae Sapotaceae Saxifragaceae Sapotaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Lauraceae Myristicaceae
3 2 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
48 32 32 32 32 32 32 64 48 32 32 32 16 16 16 16 16 16 16 16 16
2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.69 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.92 0.69 0.46 0.46 0.46 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23
0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
1.32 1.32 1.32 1.32 1.32 1.32 1.32 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66
2.00 1.77 1.77 1.77 1.77 1.77 1.77 1.57 1.34 1.12 1.12 1.12 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66
0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89
(Lanjutan) Lampiran 6 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Syzygium sp2 Syzygium sp3 Actinodaphne multiflora Unidentified Garcinia sp Unidentified Aporosa cf. nervosa Canarium asperum Dehaasia sp Gironniera celtidifolia
Myrtaceae Myrtaceae Lauraceae Guttiferae Sapotaceae Euphorbiaceae Burseraceae Lauraceae Ulmaceae
81
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Tiang
1 2 3 4 5
Horsfieldia sp Lepisanthes amoena Nephelium cuspidatum Palaquium maliliense Polyosma ilicifolia Praravinia loconensis Prunus arborea Rapanea sp Stemonurus scorpioides Syzygium pycnanthum Tetractomia sp Weinmannia devogelii Xanthophyllum vitellinum TOTAL
Myristicaceae Sapindaceae Sapindaceae Sapindaceae Saxifragaceae Rubiaceae Rosaceae Myrsinaceae Icacinaceae Myrtaceae Rutaceae Cunoniaceae Polygalaceae
Syzygium sp1 Lithocarpus sp Prunus arborea Castanopsis sp Heritiera trifoliata
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66
0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89
1
16
1
0.23
0.04
0.66
0.89
Myrtaceae Fagaceae Rosaceae Fagaceae Sterculiaceae
437 21 7 7 6 6
6992 84 28 28 24 24
0 12 6 6 6 5
100 22.83 7.61 7.61 6.52 6.52
6.08 0.48 0.24 0.24 0.24 0.2
100 16.00 8.00 8.00 8.00 6.67
0.28 0.12 0.12 0.12 0.10
1.14 0.50 0.46 0.49 0.42
18.46 8.06 7.55 7.99 6.78
200 57.29 23.67 23.16 22.51 19.96
Lauraceae Clusiaceae Myrtaceae Myristicaceae
5 4 3 3
20 16 12 12
4 2 3 3
5.43 4.35 3.26 3.26
0.16 0.08 0.12 0.12
5.33 2.67 4.00 4.00
0.09 0.08 0.06 0.06
0.35 0.33 0.25 0.23
5.64 5.32 4.08 3.80
16.41 12.33 11.34 11.06
Myrtaceae Sapindaceae Euphorbiaceae Sterculiaceae Burseraceae Rosaceae
3 3 3 3 2 2
12 12 12 12 8 8
3 3 3 3 2 2
3.26 3.26 3.26 3.26 2.17 2.17
0.12 0.12 0.12 0.12 0.08 0.08
4.00 4.00 4.00 4.00 2.67 2.67
0.06 0.05 0.04 0.04 0.04 0.03
0.22 0.20 0.17 0.17 0.14 0.10
3.65 3.28 2.78 2.75 2.35 1.66
10.91 10.54 10.04 10.01 7.19 6.51
(Lanjutan) Lampiran 6 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Litsea sp Calophyllum sp Syzygium zeylanicum Knema cinerea Kjellbergiodendron celebicum Palaquium ridleyi Antidesma sp Heritiera trifoliata Santiria sp Prunus arborea
82
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Pohon
Palaquium obtusifolium Memecylon edule Ternstroemia sp Unidentified Baccaurea pubicula Planchonella firma Horsfieldia sp Unidentified Endiandra sp Syzygium sp2 Ficus sp Actinodaphne sp TOTAL
Sapindaceae Melastomataceae Theaceae Sapotaceae Euphorbiaceae Sapotaceae Myristicaceae
94 23 17 16 12
8 8 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 368 94 23 17 16 12
1 2 3 4 5
Heritiera trifoliata Syzygium sp1 Palaquium ridleyi Castanopsis sp Ficus sp
Sterculiaceae Myrtaceae Sapindaceae Fagaceae Moraceae
6
Kjellbergiodendron celebicum
Myrtaceae
8
Clusiaceae Rosaceae Lauraceae Lauraceae Sapotaceae Fagaceae Moraceae Clusiaceae Theaceae
Lauraceae Myrtaceae Moraceae Lauraceae
2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 15 13 12 9
2.17 2.17 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 100 33.69 8.24 6.09 5.73 4.30
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 3 0.72 0.60 0.52 0.48 0.36
1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 1.33 100 11.18 9.32 8.07 7.45 5.59
0.04 0.02 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 1.54 8.52 2.16 1.40 1.34 0.92
0.17 0.09 0.11 0.10 0.09 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 6.16 8.52 2.16 1.40 1.34 0.92
2.72 1.43 1.77 1.62 1.40 1.15 1.05 1.03 0.96 0.96 0.93 0.84 100.00 34.65 8.81 5.71 5.44 3.74
6.23 4.93 4.19 4.04 3.82 3.57 3.47 3.45 3.38 3.38 3.35 3.26 300.00 79.52 26.37 19.88 18.63 13.63
8
6
2.87
0.24
3.73
0.98
0.98
3.99
10.58
6 8 6 7 8 10 4 4 1
6 8 6 7 8 10 4 4 1
6 5 4 4 4 5 4 3 1
2.15 2.87 2.15 2.51 2.87 3.58 1.43 1.43 0.36
0.24 0.20 0.16 0.16 0.16 0.20 0.16 0.12 0.04
3.73 3.11 2.48 2.48 2.48 3.11 2.48 1.86 0.62
0.69 0.52 0.72 0.58 0.48 0.00 0.33 0.48 1.00
0.69 0.52 0.72 0.58 0.48 0.00 0.33 0.48 1.00
2.81 2.10 2.91 2.35 1.97 0.00 1.34 1.96 4.07
8.69 8.07 7.55 7.34 7.32 6.69 5.26 5.26 5.05
3
3
3
1.08
0.12
1.86
0.36
0.36
1.46
4.40
(Lanjutan) Lampiran 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Calophyllum sp4 Prunus arborea Endiandra sp Litsea sp Planchonella firma Lithocarpus sp Paratocarpus venenosus Calophyllum sp1 Ternstroemia sp1 Xanthophyllum vitellinum
Polygalaceae
83
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Elaeocarpus macropus Santiria sp Gymnacranthera paniculata Garcinia sp1 Unidentified Dehaasia sp Casuarina equisetifolia Knema cinerea Planchonella sp Heritiera trifoliata Horsfieldia sp Syzygium zeylanicum Ternstroemia sp2 Taxotrophis sp Ternstroemia sp3 Heritiera trifoliata Platea excelsa Weinmannia simplicifolia
Elaeocarpaceae Burseraceae
3 3
3 3
3 2
1.08 1.08
0.12 0.08
1.86 1.24
0.31 0.46
0.31 0.46
1.26 1.85
4.20 4.17
Myristicaceae Clusiaceae Sapotaceae Lauraceae Casuarinaceae Myristicaceae Sapotaceae Sterculiaceae Myristicaceae Myrtaceae Theaceae Moraceae Theaceae Sterculiaceae Icacinaceae
3 3 3 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 1
3 3 3 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 1
3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1
1.08 1.08 1.08 0.72 0.72 0.72 0.36 0.72 0.72 0.72 0.36 0.72 0.36 0.36 0.36
0.12 0.12 0.08 0.08 0.08 0.08 0.04 0.08 0.08 0.08 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
1.86 1.86 1.24 1.24 1.24 1.24 0.62 1.24 1.24 1.24 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62
0.18 0.18 0.24 0.23 0.20 0.16 0.39 0.14 0.12 0.08 0.25 0.10 0.12 0.10 0.09
0.18 0.18 0.24 0.23 0.20 0.16 0.39 0.14 0.12 0.08 0.25 0.10 0.12 0.10 0.09
0.75 0.73 0.98 0.94 0.83 0.64 1.60 0.56 0.49 0.31 1.03 0.41 0.51 0.39 0.35
3.69 3.67 3.30 2.90 2.79 2.60 2.58 2.52 2.45 2.27 2.01 1.75 1.49 1.37 1.33
Cuniaceae
1
1
1
0.36
0.04
0.62
0.08
0.08
0.32
1.30
Sapindaceae Ulmaceae Sapindaceae Rubiaceae Myrtaceae Sapotaceae Myrtaceae Clusiaceae Euphorbiaceae Clusiaceae Euphorbiaceae
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62
0.07 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03
0.07 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03
0.29 0.26 0.25 0.17 0.16 0.16 0.15 0.14 0.14 0.14 0.13
1.27 1.24 1.23 1.15 1.14 1.14 1.13 1.12 1.12 1.11 1.11
(Lanjutan) Lampiran 6 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Palaquium sp1 Gironniera subaequalis Palaquium sp2 Nauclea officinalis Syzygium sp2 Planchonella moluccana Metrosideros vera Calophyllum sp2 Baccaurea pubicula Calophyllum sp3 Antidesma sp
84
46 47 48 49
Calophyllum sp5 Garcinia sp2 Elaeocarpus sp Kjellbergiodendron celebicum TOTAL
Clusiaceae Clusiaceae Elaeocarpaceae Myrtaceae
1 1 1
1 1 1
1 1 1
0.36 0.36 0.36
0.04 0.04 0.04
0.62 0.62 0.62
0.03 0.03 0.03
0.03 0.03 0.03
0.12 0.12 0.12
1.10 1.10 1.10
1 277
1 279
1 0
0.36 100.00
0.04 6.44
0.62 100.00
0.03 24.51
0.03 24.51
0.12 100.00
1.10 300.00
85
86
Lampiran 7 Penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983) Sifat Tanah BO% C% N% C/n P2O2 Hcl (mg/1000 g) K2O Hcl (mg/1000 g) KTK (C mol (+)/kg) KB% pH
Rendah <0.346 1.00-2.00 0.10-0.20 5.00-10.00 10.0-20.0 10.0-20.0 5.0-16 20-35 sangat masam masam <4.5 4.5-5.5
Sedang 3.46-5.19 2.01-3.00 0.21-0.51 11.0-15.0 21-40 21-40 17-24.0 36-50 agak masam netral 5.6-6.5 6.6-7.5
Tinggi >5.19 3.01-5.00 0.51-0.75 16-25.0 41-60 41-60 24-40 51-70 agak alkalis alkalis 7.6-8.5 >8.5
87
Lampiran 8 Foto-foto kondisi umum lokasi penelitian
(A)
(B)
(C) (D)
(E) Keterangan : (A). Keadaan struktur tegakan dalam lokasi penelitian, (B). Keadaan umum pada lokasi pengamatan untuk tingkat liana, (C). Keadaan umum pada lokasi pengamatan tingkat semak, (D). Salah satu jenis lian berkayu, (E) Keadaan umum lokasi penelitian. (Lanjutan) Lampiran 7 Foto-foto Penelitian.
88
(F)
(G)
(H)
(I)
Keterangan : (F), (G), (H), (I). Penampakan dari pohon Heritiera trifoliata.
89
Petak contoh penelitian
Lampiran 9 Peta lokasi penelitian.
Sumbar : PT. Hatfield Indonesia (2008).