KATA PENGANTAR
Tantangan pembangunan pertanian ke depan semakin berat dan beragam, ditandai dengan, pertambahan jumlah penduduk, lahan pertanian semakin sempit, perubahan iklim dan dinamika global. Tantangan yang berat ini hanya bisa diatasi dengan inovasi dan teknologi. Dengan demikian Badan Litbang Pertanian harus mampu menghasilkan teknologi yang efisien, murah, dan mudah diaplikasikan. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai invensi yang sangat variatif seperti benih/bibit, alat mesin pertanian, pengolahan pasca panen, pupuk dan biopestisida. Teknologi tersebut dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh para petani, dan merupakan teknologi trend-setter yang prospektif dalam agribisnis bagi kalangan agro-industri. Dalam hal pemanfaatan teknologi oleh para pelaku agro-industri, telah diatur tata cara pemanfaatannya sesuai UU 18/2002 dan PP 20/2005, maupun Permentan 53/2006. Invensi yang sangat beragam mempunyai nilai valuasi yang berbedabeda, sehingga diperlukan panduan umum untuk menentukan besanya nilai valuasi suatu invensi yang dimiliki Badan Litbang Pertanian. Terdapat beragam cara menentukan nilai valuasi, diantaranya dengan pendekatan biaya, pendekatan pasar, pendapatan, atau kombinasi antar ketiganya. Panduan umum ini disusun untuk dijadikan pedoman operasional dalam menentukan nilai valuasi suatu invensi Badan Litbang Pertanian yang akan dialihkan kepada badan usaha/industri. Akhirnya, semoga panduan valuasi invensi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dalam rangka alih teknologi Badan Litbang Pertanian kepada masyarakat dan badan usaha.
Kepala Badan,
Dr. Ir. Haryono, MSc.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
i
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................
ii
DAFTAR TABEL .........................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................
iii
I.
PENDAHULUAN .............................................................
1
1.1
Latar Belakang .......................................................
1
1.2
Tujuan ...................................................................
2
II.
DASAR HUKUM VALUASI INVENSI ...................................
3
III.
TERMINOLOGI ...........................................................
4
IV.
KARAKTERISTIK, DAUR HIDUP, dan VALUASI INVENSI .....
5
4.1
Invensi Badan Litbang Pertanian ..............................
5
4.2
Karakteristik Invensi ……………………………….............
5
4.3
Alih Teknologi ……………………...............................
6
4.4
Valuasi dan Daur Hidup Invensi ...........................
7
V.
VI.
METODE VALUASI INVENSI.............................................
10
5.1
Pendekatan Biaya ……………………............................
10
5.2
Pendekatan Pasar ………………………..…......................
10
5.3
Pendekatan Pendapatan ..........................................
11
5.4
Pendekatan Kombinasi ............................................
16
PENUTUP ......................................................................
20
DAFTAR BACAAN ....................................................................
21
LAMPIRAN ……….....................................................................
24
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Penentuan Harga Lisensi Invensi Permen Cajuput dan Sari Buah Pala Instan ...............................................................
13
Tabel 2. Harga Invensi Permen Cajuput dan Sari Buah Pala Instan ......
14
Tabel 3. SOP Budidaya Temulawak ..................................................
15
Tabel 4. Cost, Revenue, Benefit dan Discount Factor Usaha Bunga Krisan Per Hektar untuk Jangka Waktu 5 Tahun ..........
18
Tabel 5. Net Present Value, Internal Rate of Return dan Net B/C Usaha Bunga Krisan untuk Jangka Waktu 5 tahun .................
19
Tabel 6. Royalti Usaha Bunga Krisan untuk Jangka Waktu 5 Tahun … ..
19
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kurva Daur Hidup Invensi ...............................................
8
Gambar 2. Konsep Nilai Penjual dan Pembeli .....................................
8
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
iv
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bukti empiris menunjukkan bahwa inovasi merupakan salah satu jaminan bagi negara dalam meningkatkan daya saing. Berbagai indikator, seperti Global Competitiveness Index, ICT Development Index, E-Readiness, Network Readiness Index, dan Human Development Index menunjukkan bahwa penerapan inovasi berpengaruh nyata terhadap perkembangan ekonomi suatu negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Hubungan antara penerapan inovasi dan ukuran kesejahteraan suatu bangsa tidaklah bersifat linier, melainkan masih ada faktor lain yang sangat menentukan diantaranya adalah tersedianya sistem regulasi yang kondusif, infrastruktur yang memadai dan tenaga SDM yang terampil. Badan Litbang Pertanian sebagai lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) merupakan salah satu lembaga yang mengandalkan hasil olah pikir atau kreativitas untuk menghasilkan invensi dan inovasi yang bernilai Kekayaan Intelektual (KI). KI merupakan aset komersial karena mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan. Pemanfaatan hasil invensi membutuhkan kerja sama yang sinergis antar lembaga litbang, industri dan pelaku usaha/praktisi agar tercipta iklim yang kondusif. Sistem peraturan dan perundangan-undangan HKI di Indonesia yang telah tersedia dan memadai di antaranya undang undang Paten, Hak Cipta, Merek, PVT, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Sistem Nasional Riset dan Teknologi. Sedangkan, mekanisme valuasi (penentuan harga) atas invensi yang dimanfaatkan untuk memfasilitasi kegiatan alih teknologi belum tersedia. Oleh karena itu, guna memfasilitasi kegiatan alih teknologi antara pemilik invensi yang menghasilkan invensi dan mitra yang memanfaatkan hasil invensi perlu diatur secara jelas, sesuai dengan karakteristik hasil invensi Badan Litbang Pertanian. Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dan PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Litbang oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang, mengamanatkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi hasil litbang yang dibiayai oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menyebarluaskan dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penguasaan iptek. Lembaga litbang mempunyai peran strategis dalam mengembangkan kemampuan inovasi kepada pelaku usaha. Invensi lembaga litbang pemerintah yang dialih-teknologikan perlu dilindungi HKInya agar mendapatkan perlindungan hukum dan bermanfaat secara ekonomi, serta aman untuk dialihkan kepada pihak lain. Imbalan pemanfaatan HKI
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
1
oleh pihak tersebut diberikan dalam bentuk royalti KI dengan ketentuan pembayaran yang diatur menurut tata cara yang sudah berlaku. 1.2 1)
2) 3) 4) 5) 6)
Tujuan Adapun tujuan penyusunan panduan ini adalah untuk : Mempercepat upaya komersialisasi dan memberikan pedoman dalam melakukan valuasi atas invensi Badan Litbang Pertanian yang akan dilisensikan kepada pihak mitra serta menyempurnakan perangkat penyelenggaraan alih teknologi invensi Badan Litbang; Mendukung upaya alih teknologi hasil-hasil penelitian yang pada akhirnya mampu mendorong penerimaan Badan Litbang Pertanian; Mempercepat keterlibatan dan peran serta swasta terkait adopsi hasil-hasil penelitian pertanian; Mensosialisasikan upaya alih teknologi hasil-hasil penelitian pertanian yang dilaksanakan secara adil menurut konsep alih teknologi terkait dengan KI; Memberikan pedoman dalam menentukan/memprediksikan harga (valuasi) atas hasil invensi yang potensial untuk dikomersialisasikan; Mendorong motivasi para peneliti Badan Litbang Pertanian agar mampu menghasilkan teknologi inovatif yang bernilai komersial dan berdaya saing menuju upaya industrialisasi sektor pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
2
II.
DASAR HUKUM VALUASI INVENSI
1. 2. 3. 4. 5.
UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; Pasal 16: Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektualnya dan berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangkan diri. 6. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 7. PP No. 14 Tahun 2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi oleh Pemerintah. 8. PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi, Kekayaan Intelektual, serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang. Pasal : 5,6,7,8,9, dan 10: kepemilikan HKI dan pengaturan kepemilikannya; Pasal : 14 dan 15: alih teknologi dapat dilakukan, baik komersial dan non komersial; Pasal : 16 dan 17: Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib membentuk lembaga pengelola KI dan alih teknologi dan diatur lebih lanjut oleh pimpinan Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang; Pasal 20: Alih teknologi KI dapat dilaksanakan melalui mekanisme lisensi, kerja sama, pelayanan iptek dan publikasi; Pasal 38: Pendapatan dari hasil alih teknologi dapat digunakan langsung untuk meningkatkan anggaran UK/UPT, memberi insentif kepada inventor, memperkuat unit pengelola alih teknologi, memperkuat sumber daya iptek, dan memperluas jaringan kerja sama iptek. 9. Peraturan Menteri Pertanian No. 49/Permentan/OT.140/6/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pembentukan Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian. 10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 69/KMK.02/2009 tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 11. Peraturan Menteri Pertanian 53/2006 tentang kerjasama Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
3
III. TERMINOLOGI
1. Inovasi adalah kegiatan untuk membawa hasil, baik dalam bentuk teknologi (varietas, formula, proses, model, prototipe maupun jasa) ke pengguna akhir dan pasar untuk mendapatkan manfaat ekonomi. 2. Invensi adalah hasil gagasan, ide, dan konsep yang sudah berupa proses, model, prototipe ataupun menurut karakteristik invensi Badan Litbang yaitu berupa varietas, prototipe, formula, proses, dan produk. 3. Lisensi adalah ijin penggunaan/pemanfaatan hasil invensi dalam jangka waktu dan syarat tertentu, yang diberikan pemilik invensi kepada pengguna berdasarkan perjanjian antar kedua belah pihak. 4. Negosiasi adalah menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan dimasa mendatang. 5. Perjanjian Lisensi adalah perjanjian pengalihan pengelolaan pendayagunaan invensi dari pemilik invensi kepada pengguna invensi.
dan
6. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis dalam rangka alih teknologi yang diberikan oleh penerima alih teknologi kepada pemilik invensi. 7. Valuasi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
4
IV. KARAKTERISTIK, DAUR HIDUP dan VALUASI INVENSI
4.1
Invensi Badan Litbang Pertanian
Badan Litbang Pertanian saat ini memiliki 2069 orang peneliti sebagai merupakan penggerak utama dalam menghasilkan teknologi (Badan Litbang Pertanian, 2010) peneliti dengan tingkat Pendidikan Sarjana sebanyak 628 orang, Master (S2) sebanyak 743 orang, dan Doktoral sebanyak 312 orang. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengelola anggaran sebesar Rp 994,59 M dengan alokasi 44,27% untuk membiayai program kegiatan utama/penelitian. Jumlah laboratorium penelitian yang dipunyai adalah 166 laboratorium. Jumlah kegiatan penelitian pada tahun 2010 adalah 530 judul penelitian. Dilihat dari SDM, Anggaran, dan Sarana Penelitian, maka potensi Badan Litbang untuk menghasilkan invensi/temuan/hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan masyarakat cukup besar. Invensi yang telah dihasilkan perlu didorong untuk didaftarkan perlindungan HKI sebagai dasar untuk dialihkan ke mitra industri, baik secara komersial maupun non komersial. Komersialisasi invensi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran kepada pengguna. Kegiatan ini cukup kompleks karena melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Alih Teknologi inovasi tidak selalu mudah karena melibatkan berbagai pelaku dan mekanisme yang cukup rumit. Tahapan utama yang sulit dilakukan adalah melakukan valuasi (penetapan nilai) terhadap inovasi yang akan dialihkan. 4.2
Karakteristik Invensi
Invensi Badan Litbang Pertanian dapat diklasifikasikan menurut obyeknya sebagai berikut: 1) Varietas: meliputi varietas Tanaman Pangan (padi, jagung, kedelai, ubi jalar); Tanaman Buah (anggur, mangga, pepaya, melon, jeruk); Tanaman Sayuran seperti varietas (kentang); Tanaman Hias (krisan, lily, anggrek, anthurium); Tanaman Obat dan Aromatik (cabe, tomat dan mentimun); Tanaman Tembakau dan Serat (kapas, kenaf dan tembakau); Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (jarak pagar, wijen, rami, gambir, jambu mete); Tanaman Kelapa dan Palma lainnya (kelapa); Peternakan (domba, kambing, ayam, kelinci, sapi, kerbau); 2) Prototipe: Alat dan Mesin Pertanian; 3) Formula: seperti probiotik, probion, formula pakan ternak, vaksin, pupuk, pengendali hayati; 4) Produk olahan seperti puree, juice, kopi luwak probiotik, tepung bimo CF, beras dengan indeks glikemik rendah. Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
5
Berdasarkan obyek invensi Badan Litbang Pertanian pada umumnya masih merupakan hasil invensi setengah jadi yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam komersialisasinya. Peran dunia usaha menjadi sangat penting. untuk skala massal, dan mentransformasikan secara kreatif menjadi produk yang dapat dipasarkan. Proses transformasi ini memerlukan kontribusi berbagai bidang keahlian yang terkait dengan proses scale up, pemantapan bahan aktif, pengendalian mutu, pengemasan dan pemasaran yang keseluruhannya masih membutuhkan pendampingan (technical service) dari inventornya. 4.3
Alih Teknologi Terdapat 4 Mekanisme alih teknologi KI (Pasal 20 dalam PP No. 20 Tahun 2005), yaitu: lisensi, kerja sama, pelayanan jasa iptek, dan publikasi. Lisensi dan kerja sama pemanfaatan hasil invensi merupakan bentuk alih teknologi yang mempunyai kandungan nilai ekonomi tinggi atau ”komersial” dan mempunyai karakteristik spesifik yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan manfaat bagi pemilik HKI. Sebagai konsekuensi lisensi maka pemberi lisensi berhak mendapatkan royalti dari penerima lisensi. Tujuan pemanfaatan dan penggunaan royalti sesuai Pasal 38, PP No. 20 Tahun 2005, ialah untuk : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
meningkatkan anggaran litbang dalam pengembangan iptek dan invensi; memberikan insentif bagi peneliti/perekayasa inventor; memperkuat unit pengelolaan alih teknologi; melakukan investasi untuk memperkuat sumber daya iptek; meningkatkan kualitas dan jangkauan alih teknologi KI; dan memperluas jaringan kerja baik domestik maupun internasional.
Komersialisasi dari sebuah invensi adalah sebuah bentuk inovasi teknis berupa kegiatan kreatif yang mengubah suatu ide invensi menjadi produk yang dapat dipasarkan atau proses yang dapat diterapkan dalam produksi. Pemberdayaan KI dengan cara komersialisasi invensi melalui alih teknologi, dilakukan dengan cara pengalihan secara non komersial dan komersial. 1) Pengalihan secara non komersial Pemilik Invensi dapat memberikan hasil invensinya secara non komersial dalam rangka pertukaran dengan invensi lain atau langsung dapat dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat. Cara tersebut sering dilakukan oleh industri perangkat lunak komputer. Penyerahan KI secara gratis dimaksudkan sebagai bagian dari pemasaran produk untuk memberikan jaminan pasar bagi lisensi komersial. Invensi yang dimanfaatkan masyarakat secara luas adalah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
6
2) Pengalihan secara komersial Penjualan KI sulit dilakukan karena tidak mudah menentukan tingkat harga jual produk KI. Bila harga terlalu tinggi, tidak akan ada pembeli. Sementara itu, bila harga rendah maka inventor akan rugi. Kesulitan lainnya adalah inventor dan pemilik teknologi tidak mempunyai hak lagi untuk menggunakan hasil temuannya. Jual putus KI untuk invensi Lembaga Penelitian pemerintah tidak diperkenankan, yang boleh adalah pengalihan teknologi dengan syarat dan waktu tertentu. lisensi dengan cara pembayaran royalti (dijelaskan lebih lanjut dalam sub bab 3.3). 3) Lisensi KI Lisensi adalah pemberian ijin dari suatu invensi dalam periode tertentu di suatu wilayah untuk pemanfaatan teknologi tersebut. Lisensi bersifat perjanjian tertulis sehingga dilindungi oleh UU apabila di daftarkan di instansi HKI tersebut. KI yang dapat dilisensikan adalah teknologi yang dilindungi adalah HKI seperti paten, merek dagang, hak cipta, desain industri, rahasia dagang, dan PVT. Keuntungan lisensi adalah pemilik invensi tetap memiliki hak KI atas hasil invensinya dan inventor tetap dapat menggunakan hasil invensinya untuk tujuan non-komersial. 4.4
Valuasi dan Daur Hidup Invensi
Setiap inovasi memiliki nilai ekonomi yang dapat dieksplorasi secara komersial untuk kesejahteraan para inventor dan pengembangnya. Nilai ekonomi tersebut perlu dihitung secara seksama agar dalam pengembangannya mendapatkan keuntungan sesuai dengan potensinya. Proses penghitungan nilai ekonomi suatu invensi menggunakan metode valuasi tertentu untuk mencapai suatu pendapat atau perkiraan yang wajar. Setiap invensi memiliki siklus ekonomi yang mengikuti kurva sigmoid (Gambar 1) dengan 4 tahapan utama, yaitu pengenalan, pertumbuhan, pendewasaan dan penurunan. Tahapan dalam daur teknologi juga dapat dilihat dari 2 (dua) fase, yaitu fase pra pemasaran dan fase pemasaran. Fase pra pemasaran diawali sejak pembangkitan gagasan, penelitian dan pengembangan termasuk kajian pasar untuk membawa produk ke fase pemasaran. Tahap ini memerlukan modal untuk memproduksi hasil invensi hingga menjadi produk sehingga tingkat keuntungan awalnya negatif. Tingkat keuntungan baru akan terjadi di awal tahapan pertumbuhan dan terus meningkat sejalan dengan tahapan daur hidup invensi. Penghitungan siklus ekonomi dari suatu invensi perlu dilakukan dalam rangka mendapatkan strategi pemasaran ke depan. Strategi pemasaran suatu invensi yang berada pada tahapan pengenalan tentu berbeda dengan strategi
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
7
pemasaran invensi yang berada pada tahapan pendewasaan maupun tahapan penurunan.
Gambar 1. Kurva Daur Hidup Invensi (Dietrich 2001) Penentuan harga suatu invensi baru adalah upaya menentukan harga dari suatu invensi yang didasarkan atas kesepakatan antara pemberi dan penerima lisensi dimana tinggi rendahnya harga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi dan pendekatan kedua belah pihak (dibahas dalam Lampiran), sehingga penentuan harga dapat dipandang sebagai bentuk nyata dari aktivitas valuasi. Nilai kesepakatan antara pemilik invensi dan mitra merupakan sebuah kondisi fair market value yang telah disepakati oleh pemberi dan penerima lisensi (Gambar 2).
Gambar 2. Konsep nilai penjual dan pembeli (Smith dan Parr, 2000) Kriteria utama dalam valuasi invensi HKI yaitu: 1) Transferability, artinya mampu dipertukarkan dengan aset yang lain sebagai manfaat. 2) Separability, artinya dapat diidentifikasi, mampu digunakan dalam penegakan hukum dan pemindahan hak. 3) Economic Life, terkait dengan durasi manfaat ekonomi.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
8
4)
Extent of Novelty, kemampuan untuk pengembangan dan invensi yang memiliki unsur kebaruan.
Fungsi HKI dalam bisnis mencakup hak-hak komersial atas suatu produk atau jasa agar dapat menghasilkan pendapatan (income stream) hingga hak eksklusif untuk mengeksploitasi dan mencegah pihak lain dalam menguasai market dan memperoleh pendapatan sehingga menjadi barrier to entry produk lain yang sejenis. Pembayaran royalti dapat dilakukan dengan cara dibayar di muka dalam jumlah tertentu dengan sekaligus, dan berdasarkan persentase dari harga penjualan pokok. Pembayaran royalti yang berupa persentase dapat dihitung dari: 1) Harga pokok produksi, atau 2) Harga eceran produk, atau 3) Harga distributor, atau 4) Penghematan biaya produksi yang diakibatkan oleh lisensi teknologi. Komponen dalam royalti, yaitu: 1) Advance royalty/Biaya inisiasi lisensi (Ar) 2) Minimum Royalty/Royalti minimum tahunan (Rm) 3) Real Royalty/Royalti riil (Royalti rate (Rrt) x sales) Royalti Total
= Ar + Rm Rr < Rm = Ar + Rr Rr > Rm = Ar + Sales x Rrt
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
9
V. METODE VALUASI INVENSI Valuasi dapat diartikan sebagai penetapan nilai atau penentuan harga. Valuasi adalah sejumlah nilai yang menunjukkan nilai keuntungan masa depan dari kepemilikan KI atau bisnis. Saat ini penggunaan valuasi invensi baru berdasarkan perhitungan direct cost (biaya investasi litbang dan pengelolaan HKI). Komponen lain yang terkait dengan valuasi invensi sifatnya ’intangible’ dan sangat tergantung dengan sifat produk/invensi strategis yang dihasilkan (kompleksitas fungsi, uniqueness, dan value). Valuasi invensi terkait dengan upaya komersialisasi yang merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran sebuah produk atau proses dan penerapan proses dalam kegiatan produksi. Pendekatan yang digunakan dalam valuasi invensi setidaknya ada 4 metoda yaitu pendekatan biaya, pasar, pendapatan, dan kombinasi. 5.1
Pendekatan Biaya
Memperhitungkan cost avoidance dan biaya penggantian (cost replacement) dari penilaian investor dan biaya lain yang mengikuti selama masa invensi (historical cost). Penghitungan ini kurang relevan untuk perusahaan yang baru, meskipun historical cost dan masa investasi bisa saja menjadi pembanding dalam valuasi. Pendekatan biaya (cost approach) adalah metode tercepat dan termudah untuk menilai harga suatu invensi HKI. Penentuan nilainya didasarkan biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan teknologi yang dilindungi HKI tersebut. Unsur-unsur biaya dalam pendekatan biaya (a) Biaya tenaga kerja (manpower cost); (b) Overhead sarana dan prasarana; (c) Bahan/material; (d) Biaya prototipe; (e) Sertifikasi dan jasa dari pihak lain; (f) Pilot plan; dan (g) Proses perlindungan hukum (paten, desain, dll) Dalam pendekatan biaya bukan berarti Cost + Profit ≠ value (nilai) yang sebenarnya, tetapi menggunakan asumsi-asumsi antara lain (a) Ada sejumlah biaya di masa lalu yang dikeluarkan yang harus dikompensasi; dan (b) Ada biaya untuk menghasilkan HKI sejenis saat ini. Banyak faktor pembentuk value, yang tidak diperhitungkan, antara lain (a) Informasi tentang besarnya manfaat ekonomi; (b) Informasi tentang tren dan potensi manfaat ekonomi; (c) Durasi manfaat ekonomi yang diperoleh; (d) Risiko (teknologi dan bisnis), risiko value : membesar – menurun; dan (d) Penyesuaian terhadap proses kadaluarsa (obsolences). 5.2
Pendekatan Pasar
Memperhitungkan transaksi yang dapat dibandingkan seperti merger/akuisisi, kesepakatan lisensi, saham di pasar majemuk, dan pendekatan
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
10
modal bersama (venture capital approaches) termasuk memperhitungkan nilai modal sebelumnya dari pendanaan dan pendekatan portofolio (pendahuluan). Penghitungan ini sulit diaplikasikan pada perusahaan yang baru, karena sedikitnya informasi yang dapat dibandingkan dalam transaksi. Pendekatan ini digunakan pada saat biaya transaksinya banyak yang dapat diperbandingkan dan ditemukan pada pengguna KI yang sejenis. Penentuan value pendekatan pasar ditentukan melalui transaksi pasar terhadap HKI sejenis. Kendala utama dalam pendekatan ini adalah sulitnya memperoleh informasi pasar serta value dibandingkan dengan kesepakatan harga antara pemberi dan penerima lisensi. Informasi pasar yang dimaksud adalah: (a) Informasi tentang adanya pasar yang aktif; (b) Informasi transaksi yang sudah lalu; dan (c) Informasi harga
(comparable IPR). 5.3
Pendekatan Pendapatan
Terdapat 3 metode pada pendekatan pendapatan yaitu : (a) Basic Discounted Cash Flow (DCF); (b) Probability adjusted DCF; dan (c) Foregone
Royalti DCF. Metode DCF merupakan metode yang berguna dan dapat disarankan untuk menentukan harga dimana calon pengguna invensi bersedia membayarkan pada saat kesepakatan terjadi, yaitu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang didapatkan dari perolehan hak atas invensi tersebut. Penilaian lisensi menggunakan metode DCF hampir sama dengan penilaian saham suatu perusahaan di dalam pembagian keuntungan yang sama dari suatu saham dengan menggunakan metode rasio price earning (P-E), yaitu harga yang seseorang bersedia untuk membayarnya saat ini berdasarkan atas prediksi penerimaan di masa depan. Nilai DCF sangat bergantung pada faktor risiko, misalnya inflasi, tingkat pengembalian alternatif yang tersedia dan risiko pengembalian. Sedangkan DCF juga dipengaruhi oleh faktor pemilihan waktu, besarnya nilai dan risiko untuk pembayaran masa depan. Metode DCF didapat dengan menentukan faktor-faktor yang menyusunnya yaitu biaya investasi (C), perjanjian lisensi (LA) dan keuntungan (P).
Ct = C0 (1 + k)t Dimana :
Ct = Biaya investasi tahun ke-t C0 = Biaya investasi pada tahun pertama k = Risiko pengembalian t
= tahun
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
11
Penetapan k = Risiko pengembalian ditetapkan menurut Razgaitis (2004), yaitu: a) Risk-free (k ≤ 0.2); b) Very low risk (0.2 < k ≤ 0.3); c) Low risk (0.3 < k ≤ 0.4); d) Moderate risk (0.4 < k ≤ 0.5); e) High risk (0.5 < k ≤ 0.6); f) Very high risk (0.6 < k ≤ 0.7); dan g) Extremely high risk (k ≥ 0.7).
LA = (PLC C0 ∑(1 + k + PLC)t)/n Dimana :
LA = Harga Pokok Perjanjian lisensi PLC = Rasio Lisence/Cost (peluang kemungkinan pengembangan t
k n
existing teknologi di waktu mendatang) = Jangka waktu lisensi = Risiko pengembalian = Jumlah pengguna lisensi
P = (Rr + Ri) C0 (1 k)t Dimana :
P Rr Ri C0 k t
= Keuntungan = Kompensasi/reward untuk inventor = Kompensasi untuk institusi = Biaya pada tahun pertama = Risiko pengembalian = Jangka waktu lisensi
Sehingga nilai invensi dihitung dengan menjumlahkan ketiga aspek tersebut.
DCF = Ct + LA + P Dimana :
DCF Ct LA P
= = = =
Discounted Cash Flow Biaya investasi pada tahun ke - t Perjanjian lisensi Keuntungan
Catatan: Rumus-rumus penghitungan dilampirkan dalam format excel.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
12
Contoh 1 : Permen Cajuput dan Sari Buah Pala Instan Tabel 1.
Penentuan Harga Lisensi Invensi Permen Cajuput dan Sari Buah Pala Instan
Faktor-faktor Kuantitatif No.
Komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan
Sari buah pala instan
1.
Biaya pembuatan invensi (Rp)
50.000.000,-
30.000.000,-
2.
Periode lisensi yang diinginkan inventor (tahun)
2
1
3.
Jumlah calon investor/ pengguna lisensi yang diinginkan inventor (industri/org)
2
1
4.
Kompensasi untuk inventor (%)
40
40
5.
Kompensasi untuk institusi (%)
60
60
Sumber : Dharmawan (2007) Dengan menggunakan rumus-rumus di bawah ini, diperoleh:
Ct = C0 (1 + k)t LA = (PLC C0 ∑(1 + k + PLC)t)/n P = (Rr + Ri) C0 (1 k)t Penetapan Rr dan Ri telah ditetapkan masing-masing sebesar 40% dan sisanya 20% untuk pemeliharaan. Harga lisensi invensi yaitu :
DCF = Ct + LA + P
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
13
Tabel 2. Harga invensi Permen Cajuput dan Sari Buah Pala Instan No.
Jenis invensi
Biaya Investasi (Ct)
Harga Pokok Lisensi (LA)
Keuntungan Lisensi (P) (Rp)
1.
Komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan senilai Rp 50 juta
111.701.422,-
74.667.022,-
111.702.422,-
2.
Sari buah pala instan senilai 30 juta
43.800.000,-
73.800.000,-
43.800.000,-
Harga Lisensi (DCF) 298.069.866,-
161.400.000,-
Sumber : Dharmawan (2007) Contoh 2 : Temulawak Cursina 3 Penetapan Harga Lisensi selama 10 tahun untuk varietas Temu Lawak Cursina3 dengan SOP usaha per musim tanam sebagai berikut: Harga bibit Rp 5.000,Kebutuhan bibit per ha 2 ton (2000 kg) Gaji/upah tenaga kerja per ha per musim tanam Rp 1.775.000,Biaya bahan pupuk/pestisida Rp 1.320.000,Biaya Peralatan Rp 100.000,k = risiko pengembalian usaha temu lawak termasuk kategori low risk = 0.4 (menurut inventor)
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
14
Tabel 3. SOP Budidaya Temulawak No I
II
III IV
Uraian
Satuan
Upah dan Gaji 1 Pembukaan lahan Pemupukan dasar Penanaman Pemupukan Pengendalian OPT Penyiangan Panen Total Biaya Upah & Gaji Bahan 1 Bibit 2 Pupuk Organik - Bokashi - Bio-fertilizer - Zeolit - Fosfat alam - Pukan 3 Pupuk An-organik - Urea - SP-36 - KCl 4 Pestisida Total Biaya Bahan Peralatan Total Biaya Produksi Harga pokok berdasarkan biaya total Harga pokok dengan input saprodi
Biaya/ Satuan
Budidaya Organik Volume Biaya
Budidaya SOP Volume Biaya
HOK 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000
10 4 5 0 2 20 18
250,000 100,000 125,000 0 50,000 500,000 450,000 1,475,000
10 5 5 3 6 20 22
250,000 125,000 125,000 75,000 150,000 500,000 550,000 1,775,000
kg
2,000 5000
80
160,000
80
160,000
kg kg kg kg kg
500 5,000 600 10,000 350
1,000 9 30 30 0
500,000 45,000 18,000 300,000 0
2,000
700,000
20 20 20 1
50,000 60,000 250,000 100,000 1,320,000 100,000 3,195,000 2,231 1,432 636
kg kg kg paket
2,500 3,000 12,500 100,000
1
paket
100,000
1
kg
0 0 0 100,000 1,123,000 100,000 2,698,000 1,783 1,513 686
1
Sumber : Balittro (2011) Biaya Investasi pada tahun pertama (Ct)
Ct = C0 (1 + k)t Ct
= ((5000 x 2000) + 1.775.000,- + 1.320.000 + 100.000)(1+0.4) 10
Ct
= 13.195.000,
Ct
= 381.671.517,2
-
(28,925)
Perjanjian Lisensi (LA)
LA = (PLC C0 ∑(1 + k + PLC)t)/n PLC (C0 / Ct PLC
n t LA LA LA
= = = = = = = =
Rasio Lisensi terhadap biaya / 13.195.000,- / 381.671.517,2) 0.034571 jumlah mitra pelisensi (1 mitra) 10 tahun (0.034571 x 13.195.000,-) ∑(1+0.4+0.034571)10 / 1 456.151,15 x 36.916496 16.839.502,1
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
15
Keuntungan (P)
P = (Rr + Ri) C0 (1 k)t Rr Ri
P P P
= 40% untuk inventor = 40% untuk institusi = (0.4 + 0.4) 13.195.000,- x (1x0.4)10 = 10.556.000 x (1.048576)-4 = 1.106,876826
Harga Lisensi (DCF) untuk 10 tahun Varietas Temu Lawak Cursina 3 yaitu:
DCF = Ct + LA + P DCF DCF
= 381.671.517,2 + 16.839.502,1 + 1.106,876826 = 398.512.126,2,-
Sehingga harga lisensi Temu Lawak Cursina 3 untuk 10 tahun masa lisensi yaitu sebesar Rp 398.512.126,5.4
Pendekatan Kombinasi Pendekatan kombinasi valuasi invensi dilakukan dengan memperhitungkan: a) Faktor biaya; b) Nilai manfaat ekonomi masa datang; c) Jangka waktu manfaat ekonomi; d) Risiko-risiko yang muncul; e) Informasi transaksi paten/teknologi sejenis atau alternatif saat ini dan masa lalu; dan f) Respon pesaing Untuk menentukan kelayakan dan royalti dari suatu inovasi teknologi (pertanian) dapat dilakukan melalui pendekatan Net BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return). Sedangkan untuk penetapan royalti dapat dilakukan melalui perkalian royalty base dan royalty rate. Penjelasan mengenai masing-masing model pendekatan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
16
5.4.1
Net BCR (Benefit Cost Ratio) n ∑ (Bt – Ct) / (1 + i)t t=1 Net B= -----------------------------n ∑ (Ct – Bt) / (1 + i)t t=1
5.4.2
Untuk (Bt – Ct) > 0 Untuk (Bt – Ct) < 0
NPV (Net Present Value) n ∑ (Bt – Ct) t=1 NPV = ------------------n ∑ (1 + i)t t=1 Discount Factor (DF) =
1 --------------------------(1 + i)t
Dimana : Bt = manfaat kotor setiap inovasi teknologi pada tahun ke-t Ct = biaya kotor setiap inovasi teknologi pada tahun ke-t, termasuk pengeluaran (investasi, biaya rutin pemeliharaan, dan lain-lain) n = umur ekonomis/bisnis dari setiap inovasi teknologi i = tingkat bunga (discount rate) 5.4.3
IRR (Internal Rate of Return) NPV1 IRR = i1 + ------------------ (i2 – i1) NPV1 – NPV2 Dimana : NPV1 = nilai percobaan pertama untuk NPV NPV2 = nilai percobaan kedua untuk NPV i1 = nilai percobaan pertama untuk discount rate i2 = nilai percobaan kedua untuk discount rate
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
17
Kriteria : (1) Net BCR lebih besar dari nol (positif) (2) NPV lebih besar dari nol (positif) (3) IRR lebih besar dari discount rate Catatan :
Royalty Base = Revenue received by Licensee for sale of products Royalti
= Royalti rate (dalam %) x Royalti Base (Rp)
Contoh 3 : Penetapan Royalti Bunga Krisan Melalui Pendekatan Kombinasi Usaha bunga krisan per hektar membutuhkan jumlah modal, sampai tanaman menghasilkan bunga krisan yang pertama adalah sebesar Rp. 251.601.052,- (Tabel 4). Implikasi dari kebutuhan modal tersebut menunjukkan jumlah biaya minimal yang harus disiapkan oleh investor sebelum menikmati produksi bunga krisan yang diusahakan. Tabel 4.
Cost, Revenue, Benefit dan Discount Factor Usaha Bunga Krisan Per Hektar untuk Jangka Waktu 5 Tahun
Tahun
Cost
Revenue
Benefit
Discount Factor (DF) 16%
21%
347%
1
251,601,052
233,280,914
-18,320,137
0.86
0.83
0.22
2
0
64,854,245
64,854,245
0.74
0.68
0.05
3
0
59,652,795
59,652,795
0.64
0.56
0.01
4
0
62,578,345
62,578,345
0.55
0.47
0.00
5
0
50,710,362
50,710,362
0.48
0.39
0.00
Hasil perhitungan finansial dengan menggunakan harga rata-rata bunga krisan (misalnya) sebesar Rp. 3.000,- per tangkai dan suku bunga bank 16% dan 21% per tahun menunjukkan bahwa prospek bisnis bunga krisan secara ekonomi layak untuk dikembangkan atas dasar kriteria NPV, Net B/C dan IRR (Tabel 5). Hal ini ditunjukkan oleh : (a) Nilai NPV positif sebesar Rp. 129.326.394,- dan Rp. 111.572.460,- Artinya investasi pengembangan bunga krisan layak dilaksanakan. (b) Nilai Net B/C sebesar 60%, menunjukkan efektivitas biaya. Artinya: misal untuk setiap biaya Rp. 1.000,- yang dikeluarkan dapat menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp. 1.600,-.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
18
Tabel 5. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net B/C Usaha Bunga Krisan untuk Jangka Waktu 5 Tahun Tahun
Net Present Value (NPV) 16%
21%
347%
1
-15,793,222.14
-15,140,609.65
-4,098,464.81
2
48,197,269.17
44,296,322.25
3,245,812.02
3
38,217,021.06
33,672,447.80
667,895.06
4
34,561,462.97
29,193,259.88
156,745.10
5
24,143,863.36
19,551,039.77
28,415.75
NPV
129,326,394.43
111,572,460.05
403.12
IRR
347.03% 0.54
0.00
Net B/C
0.60
IRR sebesar 347,03%, menunjukkan bahwa returns (pengembalian) yang akan diterima investor lebih besar dari opportunity cost modal (16% dan 21%). Artinya investasi untuk pengembangan komoditas krisan mampu mengembalikan modal pinjaman sampai pada suku bunga pinjaman 347%. Selanjutnya, atas dasar perhitungan kelayakan dari pengembangan usaha bunga krisan, dapat ditentukan besarnya royalti untuk jangka waktu 1 s/d 5 tahun dengan persentase royalti yang disepakati (Tabel 6). Dari Tabel tersebut, besarnya royalti selama 5 (lima) tahun dengan persentase 5%, 10%, dan 15% masingmasing adalah Rp. 23.553.833,- ; Rp. 47.107.666,- dan Rp. 70.661.499,-. Tabel 6. Royalti Usaha Bunga Krisan untuk Jangka Waktu 5 Tahun Tahun
Royalti 5%
7.5%
10%
12.5%
15%
1
11,664,045
17,496,068
23,328,091
29,160,114
34,992,137
2
3,242,712
4,864,068
6,485,424
8,106,780
9,728,136
3
2,982,639
4,473,959
5,965,279
7,456,599
8,947,919
4
3,128,917
4,693,375
6,257,834
7,822,293
9,386,751
5
2,535,518
3,803,277
5,071,036
6,338,795
7,606,554
23,553,833
35,330,749
47,107,666
58,884,582
70,661,499
Total
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
19
VI. PENUTUP Setiap inovasi memiliki nilai ekonomi yang dapat dieksplorasi secara komersial untuk kesejahteraan para inventor, UK/UPT pemilik invensi dan penerima lisensi. Nilai ekonomi tersebut perlu dihitung secara seksama agar pengembangannya mendapatkan keuntungan sesuai dengan potensinya. Proses penghitungan nilai ekonomi suatu inovasi dapat menggunakan metode valuasi tertentu untuk mencapai suatu pendapat atau perkiraan yang wajar. Penting sekali pada tahap awal negosiasi adanya pemahaman dan pengetahuan sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut akan membuang waktu dan energi. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti dengan adanya conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga. Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa setiap manusia adalah negosiator dan melakukannya hampir setiap saat, tetapi dalam melakukan negosiasi diperlukan karakter, penguasaan metoda atau pun teknik-tekniknya serta kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar. Diharapkan melalui Panduan ini upaya-upaya alih teknologi dan komersialisasi hasil-hasil penelitian dapat banyak lagi dilaksanakan ditunjang dengan kinerja peneliti yang profesional guna menghasilkan penelitian yang berdayaguna dan berdayasaing.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
20
DAFTAR BACAAN Badan Litbang Pertanian, 2010. Statistik Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010. Jakarta. Baguley, Phill. 2000. Teach Youself Negotiating. NewYork : Mc-Graw-Hill. Brynjolfsson, Erik Lorin M. Hitt (2003), “Computing Productivity: Firm-Level Evidence”, MIT Sloan Working Paper 4210-01. Budianto, J. 2003. Prospek investasi teknologi industri pertanian. Tabloid Sinar Tani. 3 September 2003. Chen, Yao and Joe Zhu (2004), “Measuring Information Technology's Indirect Impact on Firm Performance”, Information Technology and Management; 5, 1-2; ABI/INFORM Global, pg. 9. Cuganesan, S. 2005. “Intellectual capital-in-action and value creation: A case study of knowledge transformation in innovation project”, Journal of Intellectual Capital; 2005; 6, 3; ABI/INFORM Global, pg. 357 Dana, L.P., L. Korot, and G. Tovstiga. 2005. ”A cross-national comparison of knowledge management practices, International Journal of Manpower; 2005; 26, 1; ABI/INFORM Global, pg. 10. Darroch, Jenny. 2005. “Knowledge management, innovation and firm performance, Journal of Knowledge Management; 2005; 9, 3; ABI/INFORM Global, pg. 101. Dewi
Astutty Mochtar, 2001. Perjanjian Lisensi Pengembangan Teknologi Indonesia. Pg 29.
Alih
Teknologi
Dalam
Dharmawan, Budi. 2007. Thesis: Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan IPB. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Ducker, Peter F. 1985. Inovasi dan Kewiraswataan, Praktek dan Dasar-Dasar. Erlangga. Jakarta. Gera, Surendra dan Wulong Gu. 2004. “The Effect Of Organizational Innovation And Information Technology On Firm Performance”, International Productivity Monitor, No. 9. Fall 2004. Goenadi, D. H. 2000. Pengalaman Pemasaran Teknologi Pertanian Bernilai Komersial. Lokakarya Komersialisasi dan Alih Teknologi Hasil Penelitian Pertanian., Bogor, Januari 2000. 14 hal.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
21
Higa, K., P.J Hwa Hu, O.R.L. Sheng, and G. Au. 1997. “Organizational Adoption and Diffusion of Technological Innovation: Comparative Case Study on Telemedicine in Hong Kong, Proceedings of The Thirtieth Annual Hawwaii International Conference on System Sciences ISBN 0-8186-7862, IEEE Jones, Nory B Thomas R Kochtanek. 2004. “Success Factors in the Implementation of a Collaborative Technology and Resulting Productivity Improvement in a small business: An Exploratory Study”, Journal of Organizational and End User Computing; Jan-Mar 2004; 16, 1; ABI/INFORM Global, pg. 1. Kennedy, Gavin. 2007. Strategic Negotiation: Change.Hampshire: Gower Publishing
an
Opportunity
for
Kotler, Philip. 1994. Manajemen Pemasaran. Index. Jakarta. Kraemer, Kenneth L., Jennifer Gibbs and Jason Dedrick. 2002. “Impacts of Globalization on E-Commerce Adoption and Firm Performance: A CrossCountry Investigation”, Center for Research on Information Technology and Organizations University of California. Lee Jooh dan Utpal Bose. 2002. “Operational linkage between diverse dimensions of information technology investments and multifaceted aspects of a firm’s economic performance”, Journal of Information Technology (2002) 17, 119– 131. Li, Winston T. and Benjamin B.M. Shao. 2000. “Relative Size of Information Technology Investments and Productive Efficiency: Their Linkage and Empirical Evidence”, Journal of The Assosciation for Information Systems. Volume 1, Article 7. Mireille Merx, C. and W.J. Nijhof. 2005. “Factors influencing knowledge creation and innovation in an organization, Journal of European Industrial Training; 2005; 29, 2/3; ABI/INFORM Global, pg. 135. Nurani, N. 2007. Perlindungan Hak Milik Intelektual Varietas Tanaman (Guna Peningkatan Daya Saing Agribisnis). Penerbit Alfabeta Bandung. Pouliot, Janine S. 1999. Eight Steps To Success In Negotiating. Importance of business negotiating. Nation’s Business. Prijosaksono, Aribowo. 1999. Negosiasi. Jakarta : The Indonesia Learning Institute. Rademakers, Martijn. 2005. “Corporate universities: driving force of knowledge innovation”, Journal of Workplace Learning; 2005; 17, 1/2; ABI/INFORM Global, pg. 130.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
22
Ross, Anthony. 2002. “A multi-dimensional empirical exploration of technology investment, coordination and firm performance”, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management; 2002; 32, 7; ABI/INFORM Global, pg. 591. Ragunathan, Sathguru. Valuation of Technology – Understanding the factors in determining value – models of valuation. Ruggles, R. and R.L. May. 1997. “Knowledge Management and Innovation An Initial Exploration, Ernst & Young LLP. Turner, J. 2000. Valuation of Intellectual Property Assets; Valuation Techniques: Parameters, Methodologies, and Limitations. WIPO Asian Reg. Forum on Intell. Prop. Stra. for the Promotion of Innov. and Invent. Acts. Taejon, South Korea. Nov. 2000. 14p. Wen-J. K. J., M.M. Helms, and D. T. Mayo. 2005. “Effects of Knowledge Management on Electronic Commerce: An Exploratory Study in Taiwan, Journal of Global Information Management; Oct-Dec 2005; 13, 4; ABI/INFORM Global, pg. 1. Widyaningrum, W. 1999. Skripsi: Manajemen Komersialisasi Teknologi: Studi Kasus Institut Teknologi Bandung. Jurusan Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri ITB. Bandung.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
23
Lampiran TATA CARA NEGOSIASI PADA ALIH TEKNOLOGI Negosiasi adalah cara bagaimana mengenalkan, mengelola dan mengendalikan berbagai emosi yang ada dalam proses pelaksanaannya. Pelaksanaan negosiasi melibatkan 3 (tiga) hal pokok yang disebut sebagai Negotiation Triangle, yang terdiri dari: 1) Heart yaitu karakter atau apa yang ada di dalam diri seseorang sehingga menjadi dasar dalam melakukan negosiasi; 2) Head yaitu metoda atau teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan negosiasi, dan 3) Hands yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku seseorang dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi. 1.
Negosiasi Bisnis Negosiasi adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan, serta merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya semua manusia adalah negosiator. Sebagian dapat melakukannya dengan baik, sedangkan sisanya mungkin tidak pernah memenangkan negosiasi. Negosiasi dapat didefinisikan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Oleh karena itu, negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5)
Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok; Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi; Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter); Hampir selalu berbentuk tatap-muka, yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah; Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi;
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
24
6)
Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
1.1
Persiapan Negosiasi Bisnis Persiapan yang baik merupakan pondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan dilakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam persiapan adalah : 1) Menentukan secara jelas apa yang ingin dicapai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, maka tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya. 2) Persiapan mental, kondisi relaks dan tidak tegang.
1.2
Pembukaan Negosiasi Bisnis Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu dikembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang diperlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi: 1) Jangan memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi; 2) Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu; 3) Jabat tangan dengan tegas dan singkat; 4) Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan. Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun kepercayaan.
1.3
Memulai Proses Negosiasi Bisnis Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (propose) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan tersebut adalah:
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
25
1) 2) 3) 4) 5)
6)
1.4
Menentukan saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi; Menyusun pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri; Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka; Sediakan ruang untuk manuver dalam tawar-menawar negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan atau tidak; Sampaikan bahwa ”jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu” (if you’ll give us this, we’ll give you that). Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan; Hal lain dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
Zona Tawar Menawar (The Bargaining Zone) Inti dari proses negosiasi adalah tawar menawar, sehingga perlu mengetahui apa itu The Bargaining Zone (TBZ). TBZ adalah suatu wilayah ruang yang dibatasi oleh harga penawaran pihak penjual (Seller’s Opening Price) dan tawaran awal oleh pembeli (Buyer’s Opening Offer). Di antara kedua titik tersebut terdapat Buyer’s Ideal Offer, Buyer’s Realistic Price dan Buyer’s Highest Price pada sisi pembeli dan Seller’s Ideal Price, Seller’s Realistic Price dan Seller’s Lowest Price pada sisi penjual. Kesepakatan kedua belah pihak yang paling baik adalah terjadi di dalam wilayah yang disebut Final Offer Zone yang dibatasi oleh Seller’s Realistic Price dan Buyer’s Realistic Price. Biasanya kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.
1.5
Membangun Kesepakatan Negosiasi Bisnis Tahap terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan jika sejak awal masing-masing atau salah satu pihak
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
26
tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga tidak bertepuk sebelah tangan. 2.
Negosiasi Lisensi
Salah satu bentuk pelaksanaan negosiasi bisnis adalah negosiasi lisensi, dimana yang akan dinegosiasikan adalah pemberian izin dari pemilik barang/jasa terutama yang sudah dilindungi HKI kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasa yang dilisensikan atau dengan kata lain negosiasi mengenai pelaksanaan lisensi oleh beberapa pihak untuk mentransfer berbagai hak terbatas dalam penggunaan semua produk dari hasil invensi yang mempunyai HKI seperti hak paten, hak cipta atau merek dagang. Jika seseorang ingin melakukan kerjasama lisensi berbagai invensi yang dilindungi HKI, maka diperlukan pemahaman mengenai prinsip-prinsip dasar negosiasi, yang berlaku untuk segala bentuk kesepakatan/perjanjian/kontrak, serta ditambah kemampuan dalam mengantisipasi berbagai masalah khusus yang mungkin timbul ketika ketika negosiasi lisensi dilakukan. Syarat utama pelaksanaan negosiasi lisensi adalah harus fokus terhadap berbagai isu atau permasalahan utama yang dinegosiasikan, antara lain: 1) Tingkat eksklusifitas yang diberikan kepada penerima lisensi dan syarat-syarat yang diterima oleh penerima lisensi dalam melaksanakan kerjasama lisensi; 2) Wilayah dimana penerima lisensi dapat beroperasi; 3) Kinerja pasar penerima lisensi yang diharapkan dapat dicapai/ditingkatkan (didukung oleh program pemasaran); 4) Distribusi produk saingan yang dilakukan oleh penerima lisensi (jika disetujui); 5) Perlindungan HKI bagi invensi yang dilisensikan; dan 6) Kondisi dimana lisensi akan diperbaharui/dihentikan. 2.1
Persiapan Negosiasi Lisensi Beberapa hal teknis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan negosiasi lisensi adalah: 1) Mereview hukum HKI yang berlaku untuk produk yang akan dilisensikan. Misal: jika akan melisensi perangkat lunak, bahwa hak cipta perangkat lunak harus segera dilampirkan setelah invensi tersebut ditulis. Selain itu, hak jual kembali harus tegas diberikan tertulis dalam izin perjanjian (licence agreement) jika lisensor ingin melisensikan lagi ke pihak ketiga. Bentuk tim yang terdiri dari konsultan pengembangan bisnis, ahli ilmiahteknis, pembuat keputusan dan pengacara lisensi. 2) Tentukan apakah lisensi yang akan dilakukan adalah lisensi eksklusif atau non-eksklusif. Lisensi Eksklusif memberikan royalti yang lebih
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
27
3)
4)
5)
2.2
tinggi, tetapi hanya dapat diberikan kepada satu pihak pada suatu waktu. Hal ini tergantung pada sifat dari produk yang akan dilisensikan. Mungkin akan lebih banyak menghasilkan keuntungan jika memberikan lisensi non-eksklusif untuk banyak pihak. Harus ditentukan apakah lisensi yang diberikan bersifat sementara atau selamanya. Jika lisensi yang diberikan bersifat selamanya, akan lebih baik jika meminta pembayaran di muka, karena pembayaran royalti berkala pada lisensi yang terus-menerus akan tidak praktis. Menghitung jumlah pembayaran sekaligus akan meminta Anda untuk memperkirakan nilai tunai dari royalti di masa mendatang untuk menghitung nilai total lisensi. Tentukan lingkup wilayah lisensi yang ingin digunakan. Misalnya dengan memberikan izin penggunaan lisensi tersebut di seluruh dunia atau hanya terbatas pada beberapa wilayah geografis saja. Contohnya jika akan melisensikan penggunaan e-book, harus juga memberikan hak penggunaan bahasa Inggris untuk isi materi. Mengunduh contoh perjanjian lisensi dengan teknologi yang serupa, dan menggunakannya sebagai panduan untuk draft perjanjian lisensi yang konsisten dengan istilah yang diinginkan. Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat posisi tawar ketika masuk ke dalam negosiasi dengan tujuan yang jelas, dan untuk menyajikan tuntutan negosiasi ke pihak lain dalam bentuk tertulis.
Pelaksanaan Negosiasi Lisensi 1) Persiapkan dan berikan draft perjanjian lisensi ke pihak peminat. Di sisi lain mungkin pihak yang berminat akan hadir dengan konsep mereka. Perbedaan antara kedua dokumen akan menjadi agenda negosiasi. 2) Negosiasikan harga dan syarat pembayaran. Disarankan untuk menawarkan harga yang lebih tinggi dari yang diharapkan untuk diterima, dan kemudian tawarkan diskon dalam pertukaran dengan konsesi pada berbagai hal lain. Jika menawarkan lisensi sementara untuk dijual kembali, disarankan agar perhitungan royalti berdasarkan volume penjualan yang dihasilkan, dengan keyakinan akan kemampuan pemasaran dan posisi keuangan jangka panjang perusahaan. 3) Negosiasikan persyaratan tambahan yang diperlukan pada perjanjian/kontrak, dan pastikan seorang pengacara memeriksa keseluruhan draft akhir perjanjian sebelum perjanjian tersebut disahkan. 4) Jangan ragu untuk mengakhiri negosiasi jika pihak lain gagal untuk menyetujui ketentuan yang telah dibuat, dan melanjutkan negosiasi dengan perusahaan lain.
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
28
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
29
Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian
30