KATA PENGANTAR Pada tahun 2004/2005 Family Heatlh International (FHI) melalui program Aksi Stop AIDS (ASA) yang didanai oleh USAID, Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP) yang didanai oleh AusAID dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL)-Departemen Kesehatan, kembali memberi kepercayaan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melaksanakan Survei Surveilans Perilaku (SSP) kelompok berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. BPS pertama kali menyelenggarakan SSP pada tahun 2002/2003 mencakup 12 lokasi (kabupaten/kota) di 10 propinsi yang menjadi target wilayah kerja FHI/ASA dan 3 propinsi yang menjadi target wilayah kerja IHPCP. Secara teknis penyelenggaraan SSP 2002/2003 dibantu oleh Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (Dit P2ML)-Ditjen PPM & PL, FHI/ASA dan IHPCP. Bantuan juga diperoleh dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di tingkat pusat, dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Untuk penyelenggaraan SSP 2004/2005 BPS kembali dibantu oleh Dit. P2ML, FHI/ ASA dan IHPCP. Selain itu, dengan akan dicakupnya beberapa kelompok sasaran lain yang relatif lebih sulit untuk di survei maka penyelenggaraan SSP 2004/2005 direncanakan juga dibantu oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkecimpung dengan upaya pembinaan kelompok sasaran. Sebagaimana SSP 2002/2003, SSP 2004/2005 juga dilaksanakan secara bertahap. Untuk tahun 2004, daerah yang telah dicakup adalah Sumatera Utara, Riau (Kep. Riau), DKI Jakarta, Jawa Barat (Karawang-Bekasi), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Riau (Batam), Jawa Barat (Bandung), dan Papua (Jayapura, Merauke, dan Sorong) dan sisanya yaitu Sumatera Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan akan dicakup pada tahun 2005. Dengan adanya bantuan berbagai pihak, pimpinan BPS yakin bahwa SSP 2004/2005 akan dapat dilaksanakan dengan baik. Kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya SSP 2004/2005, terutama kepada pimpinan USAID, FHI, AusAID, Ditjen PPM & PL, dan seluruh tim teknis SSP dari BPS, P2ML, FHI/ASA dan IHPCP, serta para narasumber dari LSM disampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga dengan kerjasama yang baik, penyelenggaraan SSP 2004/2005 berlangsung dengan lancar. Jakarta, Januari 2005 Deputi Bidang Statiatik Sosial
Dr. Rusman Heriawan
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
i
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Keberhasilan upaya pencegahan infeksi Human Immuno-deficiency Virus (HIV) bergantung pada perubahan perilaku berisiko, dari risiko tinggi ke risiko yang lebih rendah. Perubahan ini antara lain mencakup peningkatan penggunaan kondom dan pengurangan jumlah pasangan seksual di antara mereka yang aktif secara seksual, penurunan pemakaian bersama/bergantian alat/jarum suntik pada kelompok pemakai narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (narkoba), dan penundaan hubungan seksual pertama kali pada kalangan remaja. Dengan semakin meluasnya penyebaran HIV di banyak negara, termasuk di Indonesia, upaya pencegahan semakin mengarah pada upaya perubahan perilaku. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang perubahan perilaku yang dapat dijadikan dasar dalam memandu keberhasilan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program intervensi. Pengalaman Survei Surveilans Perilaku (SSP) pada beberapa kelompok populasi tertentu risiko tinggi di beberapa kota Indonesia (1996-2000) oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes-UI) memberikan pemahaman perlunya program pencegahan HIV yang lebih intensif dan berkelanjutan dalam kegiatan dan lebih ekstensif dalam cakupan. SSP memanfaatkan metode survei yang dilakukan berulang untuk memantau dari waktu ke waktu perilaku berisiko HIV pada kelompok-kelompok risiko tinggi, termasuk penjaja seks dan pelanggannya, pria yang berhubungan seks dengan pria, dan pengguna narkoba suntik. SSP merupakan salah satu komponen dari sistem surveilans HIV generasi kedua, termasuk surveilans serologik HIV, surveilans IMS (infeksi menular seksual), surveilans perilaku, pelaporan kasus HIV/AIDS, dan sumber-sumber data terkait yang lain. Dengan akan dicakupnya kelompok sasaran pengguna narkoba suntik (Penasun), gay, dan waria, maka sebagai panduan bagi pelaksanaan SSP 2004/2005 disusun beberapa jenis pedoman, sebagai berikut: Buku 1: Pedoman Penyelenggara Buku 2: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok WPS dan Pria Buku 3: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Remaja Buku 4: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) Buku 5: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Gay, dan Waria Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
1
Buku ini merupakan Pedoman Penyelenggara yang memuat petunjuk umum penyelenggaraan SSP 2004/2005, dan dimaksudkan sebagai pedoman bagi para penanggung jawab survei dalam mengelola SSP 2004/2005, baik di pusat maupun di daerah Tujuan Secara ringkas SSP 2004/2005 bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku kelompok sasaran berkaitan dengan penyebaran HIV/AIDS dan memantau perubahan-perubahan perilaku setiap kelompok sasaran, dan perilaku kelompok berisiko secara umum. 1.2. HIV/AIDS: Pengertian, Cara Penularan, Epidemi, Implikasi dan Pencegahan 1.2.1. Pengertian HIV/AIDS AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yakni sekumpulan gejala yang didapat akibat menurunnya kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus. HIV (Human Immuno_deficiency Virus) yaitu sekumpulan jasad renik yang sangat kecil (virus) yang bisa menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Dalam jumlah besar virus terdapat pada darah, cairan vagina dan sperma penderita. HIV menyerang sel darah putih dengan cara merusak dinding sel darah putih, kemudian masuk ke dalam sel dan merusak bagian yang memegang peran penting pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak tersebut menjadi tidak mengenal bibit penyakit bahkan merusak sel darah putih yang lain. Lambat laun sel darah putih yang sehat akan sangat berkurang, sehingga kekebalan tubuh menjadi sangat rendah. 1.2.2. Cara-cara Penularan HIV Virus HIV dapat ditularkan melalui: Hubungan seksual dengan pengidap HIV, terutama penis-anal, penis vaginal Melalui darah dan produk darah yang terkontaminasi (transfusi darah) Transplantasi organ tubuh Penggunaan alat tusuk yang terkontaminasi (alat suntik, tindik, tatto, dll) Penularan secara perinatal yaitu penularan dari ibu pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya, atau selama menyusui Kemungkinan penularannya, bergantung antara lain pada jumlah/load virus, jenis kontak, kondisi yang memudahkan penularan (misal: luka, radang), intensitas dan frekuensi kontak. HIV dapat menular kepada siapapun, tanpa peduli kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, status ekonomi maupun orientasi seksualnya. Namun bila
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
2
melihat pola penularan HIV di atas, maka dapat diketahui orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi terkena HIV yaitu: Wanita penjaja seks Pelanggan penjaja seks Pasangan penjaja seks Pria berhubungan seks dengan pria (pria pekerja seks, waria, gay) Pelanggan pria pekerja seks seks, waria, gay Pasangan pria pekerja seks, waria, gay Pengguna narkoba suntik Pasangan pengguna narkoba suntik Tenaga kesehatan/pekerja laboratorium 1.2.3. Miskonsepsi mengenai Cara Penularan HIV/AIDS Berikut merupakan pendapat-pendapat yang keliru (miskonsepsi) mengenai cara penularan HIV/AIDS, antara lain: HIV dapat menular melalui kontak sosial dengan ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS) seperti; berjabat tangan, penderita bersin, berpelukan, makan dan minum bersama, tinggal serumah dengan ODHA HIV dapat menular melalui makanan yang disiapkan oleh ODHA HIV dapat menular melalui gigitan nyamuk HIV dapat menular melalui WC, kamar mandi, pakaian, atau telepon bersama dengan ODHA HIV dapat menular melalui kontak dengan keringat, atau airmata dengan ODHA 1.2.4. Cara Pencegahan 1. Mencegah penularan melalui hubungan seksual dengan : A (Abstinensi) yaitu dengan melakukan puasa seksual, B (Be faithful) yaitu saling setia pada pasangannya, dan C (Condom) yaitu menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual yang berisiko. 2. Mencegah penularan melalui darah dan produk darah dengan skrining darah donor, dan tindakan kewaspadaan umum yang harus dilaksanakan di setiap tindakan medis (universal precaution) 3. Sterilisasi alat suntik, tusuk dan tatto 4. Mencegah penularan dari ibu pengidap HIV ke bayi (Mother to Child Transmition -MTCTP)
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
3
1.2.5. Gejala-gejala Infeksi HIV Tahap pertama dimulai dengan masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang, dengan ciri-ciri sebagai berikut: Hampir tidak bergejala dan kadang-kadang hanya seperti flu dan akan sembuh beberapa hari kemudian Tes darah pada periode ini masih belum dapat menunjukkan adanya infeksi HIV. Periode ini disebut juga dengan periode jendela (window period) yaitu dimulai saat seseorang terpapar virus HIV sampai dapat dideteksinya antibodi terhadap virus (reaktif dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium antigen – antibodi). Dengan kata lain periode jendela adalah periode dimana hasil pemeriksaan laboratorium negatif, tetapi orang tersebut telah terinfeksi dan dapat menularkan Setelah 1 – 3 bulan barulah tes darah positif (antibodi terbentuk) Pada tahap ini orang masih nampak sehat Keadaan nampak sehat ini dapat berlangsung 5 – 15 tahun Orang tersebut dikenal sebagai pengidap HIV atau disebut ODHA Pada tahap berikutnya sudah mulai nampak gejala tapi masih seperti gejala umum yang terjadi pada penyakit lain, yaitu : Demam berkepanjangan (lebih dari 3 bulan) Selera makan hilang Diare terus-menerus tanpa sebab (lebih dari 1 bulan) Pembengkakan kelenjar Bercak-bercak di kulit Berat badan turun drastis (lebih dari 10 % dalam 3 bulan). Pada tahap lanjut, sistem kekebalan tubuh sudah semakin menurun sehingga perlawanan terhadap penyakit lain sudah sangat rendah. Pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS, dengan gejala: Radang paru Radang saluran pencernaan Kanker kulit Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan Gangguan susunan syaraf TBC
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
4
1.2.6. Infeksi Menular Seksual (IMS) Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual . Termasuk IMS adalah Syphilis, gonore, bubo, jengger ayam, herpes, dan lain-lain, termasuk juga HIV/AIDS. Tanda-tanda atau gejala IMS: 1. Keluarnya cairan dari alat kelamin laki-laki atau perempuan yang berwujud cairan, atau nanah 2. Adanya luka pada alat kelamin 3. Adanya benjolan pada lipatan paha 4. Pembengkakan buah zakar laki-laki 5. Adanya tumor, kutil, jengger ayam atau bunga kol pada alat kelamin 6. Nyeri perut bagian bawah pada perempuan Perilaku yang mempengaruhi penyebaran IMS: 1. Sering berganti pasangan 2. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual 3. Mempunyai pasangan yang juga mempunyai pasangan lain 4. Berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak dikenal 5. Melakukan hubungan seksual meskipun menderita IMS 6. Tidak memberi tahu pasangannya untuk mendapatkan pengobatan IMS IMS dapat mengakibatkan: 1. Peradangan menahun 2. Gangguan pada syaraf 3. Gangguan jiwa 4. Kemandulan 5. Gangguan kehamilan 6. Kematian 7. Keganasan, misalnya kanker leher rahim 8. Tertular HIV 1.2.7. Testing HIV Testing HIV adalah suatu test terhadap darah/serum untuk mengetahui keberadaan antibodi HIV dalam tubuh. Antibodi adalah zat yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai perlawanan terhadap zat asing (antigen, seperti kuman atau alergen). Antigen adalah materi yang dianggap oleh tubuh sebagai zat asing (contoh: virus, bakteri, jamur) sehingga tubuh memproduksi antibodi. Tes antibodi adalah metode yang paling umum, Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
5
paling efisien dan paling luas pemakaiannya untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV. Testing HIV mempunyai 3 tujuan: 1. Testing untuk tujuan diagnostik, adalah suatu test HIV untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV atas permintaan sendiri yang disertai dengan pre dan pos konseling 2. Testing untuk tujuan penapisan atau skrining, tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memastikan bahwa darah tidak tercemar. Skrining dilakukan sebelum darah ditransfusikan atau ditransplantasikan kepada penerima 3. Testing untuk tujuan surveilans, adalah suatu test dengan tujuan untuk memantau prevalensi HIV dari waktu ke waktu pada suatu populasi tertentu, secara unlinked anonymous. 1.2.8. Konseling HIV Konseling HIV adalah dialog tertutup (confidential) antara klien dengan konselor yang bertujuan memberdayakan klien untuk menghadapi aspek psiko-sosial-medis dan mengambil keputusan pribadinya sehubungan dengan HIV/AIDS. 1.3.8.1. Konseling dan Tes HIV Secara Sukarela (VCT): VCT (Voluntary Conselling & Testing) adalah gabungan dua kegiatan yaitu konseling dan TES HIV dalam satu jaringan pelayanan agar lebih menguntungkan baik klien maupun pemberi pelayanan Tujuan VCT: 1. Mencegah penularan HIV 2. Akses kepada pelayanan yg ada di tempatnya 3. Menjadi alat kesadaran masyarakat 4. Konseling dan tindak lanjut untuk ODHA Manfaat VCT: 1. Secara Individu: Mengurangi perilaku berisiko untuk terkena HIV/AIDS Membantu seseorang menerima status HIVnya Mengarahkan seseorang dgn HIV kepada pelayanan tertentu.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
6
2.
Di tingkat masyarakat: Memutus rantai penularan HIV dalam masyarakat Mengurangi reaksi takut dan mitos terhadap HIV yang bisa menjadi stigma Mempromosi dukungan pada ODHA melalui mobilisasi masyarakat dan kerjasama antar pihak terkait
Alasan Test HIV: 1. Kekuatiran: perilaku risiko tertular HIV tertular HIV dari pasangan seksual dampak pada bayi dari Ibu hamil dengan HIV+ Pernah terinfeksi IMS 2. Ingin mengetahui status HIV pada diri sendiri 3. Pernah kena jarum suntik, tatto, atau transfusi darah 4. lain-lain
VCT adalah satu titik awal dan bukan titik akhir
1.2.9. Epidemi HIV/AIDS Epidemi HIV/AIDS telah melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif berdasarkan laporan dari 29 propinsi s/d Maret 2004 adalah terdiri dari 2.746 infeksi HIV dan 1.413 kasus AIDS. Jumlah kasus HIV yang sebenarnya ada di masyarakat sangat sulit diketahui karena merupakan phenomena gunung es. Diperkirakan pada tahun 2002 ada sekitar 90.000 130.000 orang dengan HIV (ODHA) di Indonesia, sementara populasi rawan tertular HIV diperkirakan ada 12 juta sampai 19 juta orang. Indonesia dalam 3 tahun terakhir termasuk “ Concentrated level Epidemic” karena prevalensi HIV telah melebihi 5 persen di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali dan Papua dan di beberapa sub-populasi yang mempunyai perilaku berisiko tertentu (wanita penjaja seks dan pengguna narkoba suntik). Dua jalur utama penularan yang mendorong percepatan tingkat penularan HIV adalah jalur penularan seksual berisiko dan jalur penularan melalui penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba. Tingkat penularan HIV melalui penggunaan narkoba suntik yang dirawat di RS ketergantungan obat Jakarta, pada tahun 1999 ditemukan HIV positif sebesar 16 persen, meningkat menjadi 41 persen pada tahun 2000 dan meningkat lagi pada tahun 2001 menjadi sebesar 48 persen. Demikian pula pada Napi di Jakarta, angka prevalensi pada Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
7
tahun 2000 terdapat sebesar 17 persen, meningkat pada tahun 2001 menjadi 22 persen. Dari hasil sero-survei di Bali (Denpasar) pada tahun 2000 diantara Napi penguna narkoba suntik angka prevalensi HIV-nya adalah sebesar 53 persen. Dalam surveilans tahun 2002 pada kelompok waria DKI Jakarta ditemukan prevalensi penderita HIV sebesar 21,7 persen, kelompok pria pekerja seks sebesar 3,8 persen, dan kelompok gay sebesar 2,5 persen. Berikut beberapa informasi perkembangan penyebaran HIV/AIDS Sejak dimulainya epidemi HIV/AIDS, 58 juta lebih orang telah terinfeksi HIV, 22 juta diantaranya meninggal akibat HIV/AIDS. Selama tahun 2002, diperkirakan 5 juta kasus baru HIV ( 800.000 orang diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun dan 2 juta diantaranya adalah perempuan), serta 3,1 juta meninggal karena HIV/AIDS. (UNAIDS, AIDS Epidemi Update: December 2002). WHO dan UNAIDS memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2002, 42 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV. Saat ini epidemi HIV/AIDS menyebar secara cepat di Asia. AIDS pertama kali ditemukan di Asia Tenggara pada tahun 1980. Pada tahun 2001, hasil estimasi orang terinfeksi HIV di India sebesar 3,97 juta, dan data ini merupakan yang terbanyak kedua di dunia setelah Afrika Selatan (WHO,2002, AIDS Epidemic Update, December 2002). Sampai akhir tahun 2002, WHO dan UNAIDS memperkirakan bahwa lebih dari 7,2 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan dilaporkan terdapat lebih dari 490.000 kasus AIDS. Di Indonesia, pada tahun 2001, diperkirakan 80.000 – 120.000 orang terinfeksi HIV. Saat ini Indonesia termasuk negara epidemi HIV terutama diantara populasi pengguna jarum suntik. (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific Region. New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia). Pada tahun 2002, hasil estimasi diperkirakan 90.000 – 130.000 orang terinfeksi HIV. 1.2.10. Implikasi Epidemi HIV/AIDS Terjadinya epidemi HIV/AIDS telah menyebabkan berbagai dampak negatif baik terhadap individu, keluarga, masyarakat maupun pemerintah: Dampak negatif terhadap individu dan keluarga, antara lain: Jam dan produktivitas kerja berkurang karena sakit Hilangnya/berkurangnya pendapatan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
8
Meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan/pengobatan/ perawatan Keluarga kehilangan waktu sekolah/bekerja karena harus mengurus ODHA Dampak negatif terhadap ekonomi dan negara, antara lain: Berkurangnya SDM usia produktif Produktivitas kerja rendah karena rendahnya supply tenaga kerja Menurunnya kegiatan ekonomi baik di sektor formal maupun informal Menurunnya pendapatan negara Pengeluaran pemerintah untuk biaya kesehatan meningkat 1.2.11. Determinan Epidemi HIV/AIDS Berbagai faktor dapat berperan dalam mendorong penyebaran HIV dan menentukan tingkat kegawatan epidemi di suatu negara, diantaranya adalah : Kemungkinan penularan dari orang ke orang Jumlah populasi dalam kelompok berperilaku risiko tinggi Berganti pasangan seksual Penggunaan jarum suntik secara bersama – sama Kemiskinan Tingkat pendidikan yang rendah Insidens IMS yang tinggi Adanya industri seks Migrasi penduduk yang tinggi Tingkat penggunaan kondom yang rendah, dan Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi 1.2.12. Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Epidemi HIV/AIDS Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya epidemi HIV/AIDS yaitu: Berkembangnya industri seks Tingkat penggunaan kondom yang rendah Prevalensi IMS yang tinggi Penggunaan narkoba suntik, dan Tindakan medis/operatif yang kurang/tidak higienis
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
9
1.2.13. Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia (Sektor Kesehatan) Tujuan upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah mencegah terjadinya penularan dan memberantas IMS termasuk infeksi HIV/AIDS, serta mengurangi dampak sosial ekonomi akibat IMS dan HIV/AIDS. Strategi upaya penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS di Indonesia adalah: Mencegah penularan melalui hubungan seksual yaitu A (Abstinensia/puasa seks), B (Be faithfull/setia pada pasangannya), C (condom) Mencegah penularan melalui darah dan produk darah, Mencegah penularan melalui jarum suntik, dan Mencegah penularan dari ibu pengidap HIV ke bayi. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Upaya Pencegahan, melalui: 1. Peningkatan Gaya Hidup Sehat KIE terhadap anak sekolah dan mahasiswa dan pekerja termasuk life skill education, perlindungan kepada pengungsi dan keluarga miskin, kerjasama dan koordinasi dengan media masa dan perusahaan advertensi, KIE dan perlindungan anggota militer dan polisi serta keluarganya, KIE & Pelayanan kesehatan pada Lapas, KIE terhadap anak sekolah dan mahasiswa dan pekerja termasuk life skill education, perlindungan kepada pengungsi dan keluarga miskin, dan kerjasama, koordinasi dengan media masa dan perusahaan advertensi, KIE dan perlindungan anggota militer dan polisi serta keluarganya, dan KIE & Pelayanan kesehatan pada Lapas . 2. Promosi Perilaku Seksual Aman Advokasi pada pengambil keputusan, mengembangkan proyek-proyek panduan penggunaan kondom 100%, melaksanakan KIE secara sistematis dan bijaksana tentang penggunaan kondom dan hubungan seksual non–penetratif, dan melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan IMS pada kelompok berisiko. 3. Promosi dan Distribusi Kondom Melakukan social - marketing dan meningkatkan akses kondom kepada WPS dan pelanggannya, meningkatkan ketersediaan kondom, memperluas jaring distribusinya melalui swasta, LSM dan pemerintah, meningkatkan KIE, dan meningkatkan kualitas kondom. 4. Pencegahan dan Pengobatan IMS Advokasi, meningkatkan KIE pencegahan IMS dan penggunaan kondom, meningkatkan KIE agar anggota masyarakat memeriksakan dan mengobati IMS sedini mungkin, mendorong swasta dan LSM untuk mendirikan klinik IMS di lokasi dan di lokalisasi, pemeriksaan IMS berkala kepada para PS dan pramuria di lokasi, Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
10
lokalisasi, bar, karaoke, panti pijat, dan melatih petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan IMS dengan pendekatan sindromik. 5. Mengurangi dampak buruk akibat narkoba suntik Merumuskan kebijakan dan mengadvokasikannya mengenai cara-cara mengurangi dampak buruk (harm-reduction) dari penyalahgunaan narkoba suntik. Diharapkan: para penegak hukum, pemuka agama, ahli pendidik dan LSM mempunyai pemahaman dan kesepakatan tentang penerapannya, mengembangkan pilot - project tentang harm reduction, dan meningkatkan KIE dan konseling serta mendistribusikan alat suntik steril secara ketat dan berhati - hati sehingga secara berangsur - angsur mencapai para pengguna narkoba suntik. 6. Pengobatan ODHA Pelatihan tatalaksana perawatan dan pengobatan serta konseling, menyediakan sarana kesehatan dan lab terintegrasi, menyediakan klinik VCT, pengobatan pencegahan terhadap bayi dari ibu hamil HIV +, dan menyediakan obat ARV dan Infeksi opportunistik yg terjangkau (availability, accessibility, dan affordability) . 7. Dukungan ODHA Sosialisasi Hak Azasi Manusia, memberdayakan masyarakat untuk membantu ODHA, pemberdayaan ODHA secara individu dan kelompok, dan membantu menyantuni anak yatim piatu akibat HIV/AIDS. 8. Pengembangan peraturan & perundang-undangan HIV/AIDS Melaksanakan pengkajian peraturan dan perundangan nasional yang ada, membuat perangkat peraturan perundangan, memberdayakan praktisi hukum, pengambil keputusan, dan pengelola program 9. Surveilans Surveilans; adalah suatu proses sistematik dan kontinu dalam pengumpulan, analisis, interpretasi dan diseminasi informasi untuk memantau masalah kesehatan pada suatu kelompok populasi di suatu tempat. Surveilans yang berkaitan dengan HIV/AIDS adalah Surveilans HIV, laporan kasus AIDS, surveilans IMS, surveilans resistensi mikrobiologi, dan surveilans perilaku 10. Pelatihan Merencanakan kegiatan pelatihan, menyediakan, menyiapkan sarana dan prasarana pelatihan, dan mengembangkan materi pelatihan dan pedoman pelatihan 11. Penelitian & Pengembangan Uji coba protocol, penyempurnaan protocol, pelaksanaan protocol, evaluasi uji coba, dan pengembangan hasil uji coba Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
11
12. Kerjasama Internasional Kerjasama dengan ASEAN, konsultasi berkala dengan lembaga internasional, promosi kerjasama global, prakarsa mengurangi kerentanan wanita, remaja dan anak, dan pertemuan berkala dengan wakil-wakil negara sahabat. HIV merupakan virus penyebab penyakit mematikan yang sebagian besar disebarkan melalui hubungan seks dan penggunaan narkoba suntik yang tidak aman. Secara teknis HIV adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh, hasil serangan virus ini akan menimbulkan infeksi lanjut yang memunculkan sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya/menurunnya kekebalan tubuh seseorang. Gejala ini dikenal dengan istilah AIDS. Pemahaman ini telah diketahui sejak lama, lebih dari dua dekade. Dana jutaan dollar telah dikeluarkan di banyak negara guna menangkal penyebaran virus. Sebagian besar upaya penanggulangan HIV adalah dengan menganjurkan masyarakat mengadopsi perilaku aman. Namun demikian, sedikit negara yang melakukan upaya serius dalam memantau dari waktu ke waktu perubahan perilaku tersebut. 1.3. Konteks Surveilans Perilaku 1.3.1. Mengapa Surveilans Perilaku? Untuk menunjang upaya penanggulangan HIV, kegiatan surveilans selama ini lebih terfokus pada pemantauan angka kasus AIDS dan angka HIV. Padahal konsentrasi hanya pada penyakit/infeksi kurang memadai, karena infeksi HIV mempunyai masa laten (gejala tidak terlihat dan tidak terasakan) yang sangat panjang, belum ada obat, dan mematikan. Gambaran peningkatan prevalensi HIV mengindikasikan kegagalan program, tetapi tidak mengindikasikan mengapa prevalensi meningkat dan mengapa pula program gagal. Sebaliknya tren prevalensi HIV yang tetap atau menurun dapat berarti penurunan kasus infeksi baru, tetapi dapat pula peningkatan jumlah kematian. Karena seseorang dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV sampai suatu saat terdeteksi, maka angka prevalensi HIV menggambarkan campuran infeksi baru dan lama, sehingga angka prevalensi HIV kurang dapat menggambarkan perubahan terkini dari angka infeksi baru. Di samping kekurangan di atas, surveilans serologi-HIV kurang bermanfaat pada situasi di mana tingkat epidemi HIV masih sangat rendah. Angka HIV yang rendah dapat berarti populasi di mana sampel diambil memang tidak berperilaku risiko tinggi karena keberhasilan program, atau virus pada populasi tersebut baru pada awal penyebaran, belum sampai pada tingkat yang memadai untuk terdeteksi dengan mudah. Dengan adanya dasar perilaku yang diketahui dan yang terdokumentasikan, maka data tersebut akan dapat dipakai untuk perencanaan program penurunan risiko pada populasi tertentu pada saat virus belum menyebar luas. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
12
Menyadari bahwa surveilans serologi-HIV tidak sepenuhnya menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi upaya pencegahan HIV, maka beberapa organisasi dunia, seperti UNAIDS (Badan Dunia Penanganan AIDS), WHO (Badan Kesehatan Dunia), FHI (Family Health International) telah mengembangkan suatu kerangka baru sistem surveilans HIV yang dikenal dengan Sistem Surveilans HIV Generasi Kedua. Sistem ini dapat dipakai sesuai dengan tingkatan epidemi yang dihadapi, dan memberikan prioritas sumber daya surveilans kepada kelompok-kelompok populasi/sub-populasi di mana HIV kemungkinan akan terkonsentrasi. Sistem surveilans HIV generasi kedua menekankan pentingnya penggunaan data perilaku untuk menjelaskan kecenderungan HIV/AIDS pada populasi/subpopulasi, dan untuk perencanaan dan evaluasi program pencegahan HIV. Sistem ini cocok untuk Indonesia di mana angka HIV pada populasi umum masih relatif rendah, tetapi terkonsentrasi pada kelompok-kelompok risiko tinggi. Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi perilaku kelompok-kelompok berisiko tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) --selaku lembaga yang diberikan wewenang didalam mengelola data statistik-- pada tahun 2002/2003 telah mendapat kepercayaan dari Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL), untuk melakukan survei surveilans perilaku atas biaya USAID dengan Family Health Internasional (FHI) dalam Program Aksi Stop AIDS (ASA) dan biaya AusAID dengan Program IHPCP. SSP 2002/2003, dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama, sekaligus dimaksudkan sebagai uji coba dilaksanakan di tiga daerah yaitu Kota Jakarta Utara dan Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan (Sumatera Utara), dan Kabupaten Kepulauan Riau (Riau). Tahap kedua dilaksanakan di sepuluh (10) propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Papua, Bali, NTT dan Sulawesi Selatan. Khusus untuk Papua akan diteliti tiga daerah/kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Sorong. Hasil survei dari ke-15 lokasi tersebut telah dilaporkan dan didiseminasikan kepada pihak-pihak terkait pada tahun 2003. SSP 2004/2005 juga dilaksanakan dalam 3 tahap, tahap pertama mencakup Sumatera Utara, Riau (Kep. Riau), DKI Jakarta, Jawa Barat (Karawang-Bekasi), Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Tahap kedua Papua (Jayapura, Merauke, dan Sorong). Untuk tahap ketiga yang direncanakan dilaksanakan awal tahun 2005 akan mencakup Riau (Batam), Sumatera Selatan, Jawa Barat (Bandung), Maluku, Bali, NTT dan Sulawesi Selatan. 1.3.2. Definisi Surveilans HIV Surveilans adalah suatu kegiatan sistematik dan kontinyu dalam pengumpulan, analisis, dan diseminasi informasi epidemiologis yang memadai dalam kelengkapan dan keakuratan tentang distribusi dan penyebaran infeksi HIV yang relevan dengan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
13
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pencegahan dan pengendalian HIV/ AIDS. 1.3.3. Karakteristik Sosial HIV HIV memiliki karakteristik yang berbeda dengan penyebab penyakit lainnya. HIV memiliki tingkat epidemi yang khas, tidak ada vaksin dan obatnya, memiliki periode laten yang sangat panjang (antara 5 sampai 10 tahun). Penyakit yang ditimbulkan oleh HIV/ AIDS sangat fatal yang dapat menyebabkan kematian dan menyebabkan implikasi yang berat baik secara individu maupun sosial. 1.3.4. Orientasi Penanggulangan HIV Dengan makin meluasnya penyebaran HIV maka upaya pencegahan semakin mengarah kepada upaya perubahan perilaku, yaitu dengan merubah perilaku berisiko menjadi perilaku kurang berisiko, seperti: Mengurangi jumlah pasangan seksual, meningkatkan penggunaan kondom setiap kali berhubungan seksual, menunda usia pertama kali dalam berhubungan seksual. Bagi pengguna jarum suntik, antara lain mengurangi penggunaan jarum suntik secara bergantian atau tidak menggunakan jarum suntik bersamaan. Karena kepentingan inilah maka informasi perubahan perilaku yang diperoleh dapat dijadikan dasar dalam perencanaan dan pemantauan keberhasilan program intervensi. Informasi tentang perubahan perilaku dari waktu ke waktu terutama pada kelompok berisiko tinggi dapat diperoleh melalui Survei Surveilans Perilaku. 1.3.5. Penggunaan Surveilans Perilaku Sistem surveilans perilaku memiliki peranan antara lain sebagai: Sistem peringatan dini Dasar perencanaan program Membantu evaluasi program Membantu menjelaskan perubahan prevalensi HIV Penjelasan: Data perilaku bisa menunjukkan tingkat risiko dalam populasi umum, serta dapat menunjukkan jalur “jembatan” antara kelompok risiko tinggi dengan kelompok risiko rendah dalam populasi. Semua jenis informasi bisa dipakai oleh berbagai pihak; politisi, tokoh agama, dan bahkan oleh mereka yang rentan, sebagai alat peringatan dini adanya bahaya HIV dan untuk memulai memerangi HIV, bahkan di daerah dimana HIV belum nampak jelas. Data perilaku bisa mengindikasikan siapa saja yang paling rentan untuk tertular atau menularkan HIV, dan mengapa. Data perilaku juga bisa membantu masyarakat dan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
14
perencana program untuk mengembangkan berbagai inisiatif untuk menghentikan atau menghambat mata rantai penyebaran virus pada suatu kelompok, daerah, atau negara. Tanpa informasi perilaku risiko, akan sulit bagi penentu kebijakan membuat prioritas program intervensi yang paling berdampak dalam menghambat penyebaran HIV. Perubahan-perubahan ini dapat mengindikasikan keberhasilan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mempromosikan perilaku aman dan menghambat penyebaran HIV, baik pada populasi umum maupun kelompok-kelompok risiko tinggi. Perubahan perilaku dan konsekuensi penurunan infeksi baru hanyalah salah satu alasan dari perubahan prevalensi HIV. Hal seperti ini tentu saja diharapkan oleh mereka yang terlibat dalam program upaya pencegahan HIV. Tetapi, tanpa mengumpulkan data yang bisa menunjukkan tren perubahan perilaku dari waktu ke waktu, maka kita tidak mungkin untuk memastikan bahwa perubahan perilaku telah berkontribusi terhadap perubahan prevalensi HIV. 1.3.6. Pendekatan Pengumpulan Data Perilaku Banyak cara dapat digunakan untuk mengumpulkan data perilaku yang terkait dengan penyebaran HIV. Cara-cara tersebut saling terkait saling menunjang, tetapi masing-masing dengan kelebihan dan kekurangan tersendiri. Suatu sistem surveilans, pemantauan dan evaluasi HIV yang komprehensif akan menggunakan beberapa metode atau semua metode tersebut di atas, walaupun kombinasi metode tergantung kepada tingkat epidemi yang dihadapi. Berikut adalah beberapa cara/pendekatan pengumpulan data perilaku Survei rumah tangga Survei Ad-hoc dan studi kualitatif terkait dengan intervensi Survei surveilans perilaku Penjelasan: Survei rumah tangga dipakai untuk menilai sejauh mana pengetahuan masyarakat terhadap HIV dan bagaimana sikap mereka terhadap epidemi. Survei rumah tangga bisa memberikan gambaran perilaku berisiko pada masyarakat populasi umum. Namun survei demikian memerlukan waktu lama dan mahal, apalagi jika melibatkan sampel acak rumah tangga yang perlu mewakili seluruh penduduk. Survei rumah tangga hanya bisa dilakukan secara berkala empat atau lima tahun sekali. Data kualitatif sangat penting bagi perencanaan program pencegahan HIV yang baik. Studi kualitatif mendalam (in-depth) dengan metode antropologi diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ‘mengapa’. Suatu intervensi yang efektif hanya dapat direncanakan apabila pekerja/petugas program memahami aspek struktural, kultural, dan berbagai faktor lain yang menghambat masyarakat/kelompok masyarakat dalam Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
15
mengadopsi perilaku yang lebih aman. Namun demikian, studi kualitatif tidak dapat dipakai untuk mengukur perubahan perilaku dari waktu ke waktu. Studi kuantitatif yang dirancang secara baik dapat memberi jawaban mengenai perilaku yang bagaimana yang ada pada populasi sasaran, seberapa biasa perilaku tersebut, dan apakah perilaku tersebut bertahan atau berubah dari waktu ke waktu. Namun studi kuantitatif ini tidak dapat menjelaskan mengapa perilaku tersebut terjadi, atau mengapa perilaku tersebut tidak berubah. 1.3.7. Frekuensi Pengumpulan Data dan Biaya Frekuensi pengumpulan data ditentukan oleh banyak faktor seperti; upaya pencegahan dimana pada situasi tidak ada upaya program pencegahan, prevalen HIV akan berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan terus menaik, tetapi tidak demikian dengan perilaku. Apabila tidak ada program pencegahan, perilaku seksual atau penggunaan narkoba suntik cenderung tidak akan berubah dari waktu ke waktu. Faktor lain adalah pertimbangan biaya dan kompleksitas. Biaya pengumpulan SSP berbeda dari antara daerah dengan daerah lainnya, tergantung kepada jumlah responden, cakupan demografis, rancangan sampling, frekuensi, dan metode pengumpulan data. 1.3.8. Sistem Surveilans HIV Generasi Kedua Surveilans generasi pertama yang berorientasi pada sero surveilans HIV memiliki kekurangan yaitu, hanya mampu memberikan gambaran peningkatan prevalen HIV yang mengindikasikan kegagalan program tetapi tidak menjawab mengapa prevalen meningkat dan mengapa program gagal, demikian pula sebaliknya tren prevalensi yang menetap atau menurun dapat berarti penurunan kasus infeksi baru, tetapi dapat pula peningkatan jumlah kematian. Karena seseorang dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV sampai suatu saat terdeteksi, maka angka prevalensi HIV menggambarkan campuran infeksi baru dan lama, sehingga angka prevalensi HIV kurang dapat menggambarkan perubahan terkini dari angka infeksi baru. Kekurangan ini mengakibatkan surveilans generasi pertama belum dapat menjawab persoalan epidemi yang ada. Surveilans generasi pertama tidak sepenuhnya menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi upaya pencegahan HIV, karenanya beberapa organisasi terutama UNAIDS, WHO, dan FHI telah mengembangkan suatu kerangka baru sistem surveilans HIV yang dikenal dengan sistem surveilans HIV generasi kedua. Surveilans perilaku merupakan hal penting dalam sistem surveilans HIV generasi kedua. Tujuan utama surveilans perilaku adalah memantau perubahan perilaku seksual dan perilaku penyuntikan berisiko dari waktu ke waktu pada kelompokkelompok populasi/sub populasi. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
16
Ciri-ciri Surveilans HIV Generasi Kedua:
Tidak baru, tetapi perbaikan Dibangun berdasarkan pengalaman surveilans HIV satu dekade sebelumnya Berupaya menangkap keragaman epidemi HIV di berbagai tempat Mempertimbangkan stadium epidemi prioritas pada kelompok risiko tinggi Mengintegrasikan surveilans biologis (AIDS, HIV) dengan surveilans risiko (perilaku, IMS) Inovasi metode dan cara memanfaatkan data epidemiologi HIV Meningkatkan minat masyarakat
Gambaran Sistem Surveilans HIV di Indonesia saat ini
Mendekati Surveilans generasi kedua Dikendalikan Dit. P2ML, Ditjen. PPM & PL _ Depkes “Unlinked anonymous” Menyajikan data HIV secara periodik Survei/Surveilans IMS Survei/Surveilans perilaku (tetapi belum dipadukan)
Penjelasan: Pada dasarnya kegiatan surveilans dikendalikan oleh Ditjen PPM & PL _ Depkes RI, dan berbagai kegiatan surveilans di Indonesia telah mendekati model survei generasi kedua, seperti: “Unlinked anonymous” adalah pendekatan survei dengan memutuskan rantai identitas mengenai responden, sehingga segala kerahasiaan tetap terjamin. Pada beberapa tempat seperti PMI dan panti rehabilitasi narkoba, juga mempunyai informasi mengenai prevalen HIV dari penapisan darah donor dan pecandu narkotika. Secara teratur tersedia laporan kasus IMS, HIV, dan AIDS walaupun data yang dihasilkan belum lengkap. Karena berbagai faktor tidak semua kasus IMS, HIV dan AIDS terlaporkan. Pelaksanaan dan hasil kegiatan surveilans perilaku belum dipadukan ke dalam sistem surveilans nasional, sehingga informasi yang dihasilkan kurang dimanfaatkan dalam perencanaan program penanggulangan, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
17
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
18
BAB 2. METODOLOGI
2.1 Kelompok WPS, Pria, Gay, dan Waria 2.1.1 Umum Seperti yang dijelaskan sebelumnya, SSP 2004/2005 ditujukan pada kelompok populasi berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu pada kelompok WPS, pria yang potensial menjadi pelanggan WPS, pria yang berhubungan seks dengan pria (gay), Waria, dan Penasun dan direncanakan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap. Untuk kelompok WPS dan pria yang potensial menjadi pelanggan WPS, tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2004 di 7 (tujuh) propinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara, tahap kedua di propinsi Papua, dan tahap 3 dilaksanakan pada tahun 2005 di 5 (lima) propinsi, yaitu Sumatera Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Cakupan wilayah lokasi kabupaten/kota sama seperti SSP 2002, kecuali Jawa Tengah diperluas termasuk Kabupaten Kendal untuk kelompok sasaran sopir/kernet truk. Perluasan ini berdasarkan masukan dari hasil SSP sebelumnya, yaitu sopir/kernet truk di Kota Semarang banyak yang mengendarai truk boks bukan truk antar kota, dan mereka kurang berisiko tertular HIV. Kelompok sasaran yang telah disurvei pada SSP 2002 kembali menjadi cakupan SSP 2004/2005, kecuali di Jawa Barat, yaitu kelompok sasaran nelayan diganti dengan buruh pabrik, karena pada umumnya nelayan yang menjadi kelompok sasaran SSP 2002 di Kabupaten Karawang adalah nelayan lokal yang umumnya berisiko rendah terjangkit HIV. Populasi sasaran SSP 2004/2005 adalah populasi pria dewasa dan wanita yang berisiko tinggi terjangkit HIV. Kelompok tersebut memungkinkan mempunyai konstribusi lebih besar terhadap penyebaran HIV dibanding kelompok masyarakat lainnya. Kelompok pria dewasa yang berisiko tinggi terjangkit HIV pada umumnya adalah pria pelanggan pekerja seks (mereka yang bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain karena bidang pekerjaan, seperti pelaut, nelayan, sopir dan kernet truk angkutan antar kota), sedangkan kelompok wanita dewasa adalah mereka yang bekerja sebagai penjaja seks. Untuk kelompok pria yang berhubungan seks dengan pria (gay), dan Waria, tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2004 di 2 (dua) propinsi, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur, sedangkan untuk tahap kedua direncanakan dilaksanakan pada awal tahun 2005 di 2 (dua) propinsi, yaitu Riau dan Jawa Barat.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
19
Berdasarkan kontribusinya terhadap epidemi HIV, populasi sasaran SSP tersebut dikelompokkan menjadi: a. Wanita Penjaja Seks (WPS) Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terbuka sebagai penjaja seks komersial. b. WPS Tidak Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. c. Sopir truk dan kernetnya adalah mereka yang bekerja sebagai supir atau kernet truk antar kota. d. Tukang ojek adalah mereka yang bekerja sebagai tukang ojek. e. Pelaut dan nelayan. Pelaut adalah mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal barang atau penumpang. Nelayan adalah mereka yang pekerjaan teraturnya mencari ikan di laut dan tidak setiap hari pulang ke rumah. f. Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah mereka yang bekerja sebagai pekerja bongkar muat barang di pelabuhan laut. g. Lelaki Suka Lelaki (Gay) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual atau self identified bisexual/homosexual (SIBH). Termasuk yang dicakup pada kelompok ini adalah pria penjaja seks (kucing) adalah pria yang menerima imbalan baik berupa uang maupun barang untuk berhubungan seks dengan pria. h. Waria yang dicakup di sini adalah waria yang menjajakan seks. Besarnya sampel dalam setiap kelompok sasaran dirancang untuk menggambarkan ciri-ciri perilaku setiap kelompok sasaran dan diharapkan dapat mengukur perubahan perilaku pada survei berikutnya. Pada kelompok berisiko tinggi, besarnya sampel yang memadai untuk interpretasi perubahan adalah sebesar 400 responden. Apabila sampel sebesar 400 responden tidak memungkinkan, maka sampel sebesar 200 – 300 responden masih dapat memadai dari sisi kecukupan sampel. Dalam pelaksanaan SSP di kedua tahap (tahun 2004 dan tahun 2005), besarnya sampel (responden) di setiap kelompok sasaran populasi berisiko HIV dicantumkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2 pada halaman berikut.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
20
Tabel 1. Besarnya Target Responden WPS dan Pria menurut Lokasi Survei dan Kelompok Sasaran Kelompok Sasaran
Tahap
Propinsi
Sumatera Utara
Riau DKI Jakarta
1
Jawa Barat
Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Utara
2
Papua
Sumatera Selatan Maluku 3
Bali NTT Sulawesi Selatan
Kabupaten/ Kota
Kab. Deli Serdang Kota Medan Kab. Kep. Riau (P. Bintan) Jakarta Utara Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bekasi Kota Semarang Kab. Kendal Kota Surabaya Kota Manado Kota Bitung Kota Jayapura Kota Sorong Kab. Merauke Kota Palembang Kota Ambon Kota Denpasar Kota Kupang Kota Makassar
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
WPS Langsung
WPS Sopir Truk Pelaut dan Tidak dan Kernet Nelayan Langsung
250
400
Tenaga Kerja Bongkar Muat Barang
Tukang Ojek
200 250
250
400
250
250
400
250
250
250
250 400
250
250
250
200
400
400 250
200
400
250
200
250
150
250
200
250
200
250
200
250
200
400
250
200
400
400 400 400 400 400
21
Tabel 2. Besarnya Target Responden Gay dan Waria menurut Lokasi Survei dan Kelompok Sasaran Kelompok Sasaran Tahap
Propinsi
Kota
DKI Jakarta
Gay
Waria
300
250
1 Jawa Timur
Kota Surabaya
300
250
Riau
Kota Batam
300
250
Jawa Barat
Kota Bandung
300
250
2
2.1.2 Kerangka Sampel Dalam SSP, sebelum penarikan sampel dilakukan, populasi yang akan disurvei harus diketahui terlebih dahulu. Populasi merupakan agregat individu yang diteliti dan dapat dibentuk sebagai kerangka sampel untuk menentukan kelompok sasaran survei. Kelompok sasaran SSP seperti yang dijelaskan di atas pada umumnya merupakan kelompok populasi yang tidak mudah dijangkau. Kesulitan menjangkau kelompok populasi antara lain disebabkan oleh aspek aksesibilitas dan mobilitas kelompok tersebut. Kesulitan aksesibilitas umumnya terjadi pada kelompok populasi tertentu, sehingga tidak semua orang dapat dengan mudah menjangkau populasi tersebut apalagi dalam kaitannya dengan kegiatan survei. Tingginya tingkat mobilitas, yaitu perpindahan kelompok sasaran dari satu tempat ke tempat lain, menyebabkan tidak mudahnya untuk menemukan atau menetapkan populasi kelompok sasaran. Kerangka sampel yang akan digunakan untuk pemilihan primary sampling unit (PSU) dalam SSP 2004/2005 dibedakan menurut kelompok sasaran seperti berikut: 2.1.2.1. Kerangka Sampel WPS Langsung Kerangka sampel untuk WPS langsung adalah daftar lokasi WPS Langsung yang dilengkapi dengan banyaknya populasi dalam setiap lokasi, diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan yang merupakan kegiatan pendaftaran (listing). 2.1.2.2. Kerangka Sampel WPS Tidak Langsung Kerangka sampel untuk WPS tidak langsung adalah daftar lokasi WPS Tidak Langsung yang dilengkapi dengan banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Data populasi diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran (listing).
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
22
2.1.2.3. Kerangka Sampel Sopir Truk dan Kernet Kerangka sampel untuk sopir truk dan kernet adalah daftar lokasi para sopir truk beserta kernetnya mangkal yang dilengkapi dengan banyaknya populasi sopir dan kernet truk dalam setiap lokasi. Data tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing). 2.1.2.4. Kerangka Sampel Pelaut dan Nelayan Kerangka sampel untuk pelaut dan nelayan adalah daftar lokasi para pelaut di pelabuhan laut dan nelayan di tempat pendaratan perahu/kapal yang dilengkapi dengan banyaknya populasi pelaut dan nelayan dalam setiap lokasi. Data pelaut dan nelayan diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing). 2.1.2.5. Kerangka Sampel Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Kerangka sampel untuk TKBM adalah daftar lokasi para tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan laut (di tempat pendaratan perahu/kapal) yang dilengkapi dengan banyaknya populasi TKBM dalam setiap lokasi. Data TKBM diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing). 2.1.2.6. Kerangka Sampel Tukang Ojek Kerangka sampel untuk tukang ojek adalah daftar lokasi para tukang ojek mangkal, menunggu penumpang, yang dilengkapi dengan banyaknya populasi tukang ojek dalam setiap lokasi. Data jumlah tukang ojek diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing). 2.1.2.7. Kerangka Sampel Gay Kerangka sampel untuk gay adalah daftar lokasi gay biasa berkumpul atau nongkrong termasuk tempat kucing biasa mangkal atau bekerja yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Data populasi diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran (listing). 2.1.2.8. Kerangka Sampel Waria Kerangka sampel untuk waria adalah daftar lokasi waria yang menjadi penjaja seks biasa mangkal yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi waria dalam setiap lokasi. Data tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing).
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
23
2.1.3 Pembentukan Kerangka Sampel Pembentukan kerangka sampel dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Pengumpulan Informasi Lokasi Kelompok Sasaran dan Populasinya Dari hasil SSP 2002/2003 telah diperoleh informasi lokasi dan populasi untuk setiap kelompok sasaran di setiap kabupaten/kota lokasi SSP. Informasi ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan perlu diperbaharui dengan informasi dari Kantor Dinas terkait di setiap kabupaten/kota terpilih. Kegiatan ini dilakukan oleh BPS kabupaten/kota terpilih di bawah koordinasi instruktur daerah sebelum pelatihan petugas lapangan dimulai. Data yang dibutuhkan antara lain: - Data lokalisasi, bordil atau data lain yang berkaitan dengan wanita penjaja seks dari Dinas Sosial setempat - Data panti pijat, bar, karaoke, hotel, losmen, wisma dan sejenisnya dari Dinas Pariwisata setempat dan sumber non-formal - Data pelaut dan nelayan yang didapat dari Administrator Pelabuhan - Data tempat pangkalan truk dari berbagai sumber non-formal -
Data tempat mangkal tukang ojek dari berbagai sumber baik formal mupun nonformal
- Data TKBM dari sumber formal dan informal - Data-data atau informasi lain baik dari sumber formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam pembentukan kerangka sampel, seperti dari media elektronik dan media cetak, serta dari kelompok masyarakat pemerhati masalah HIV/AIDS seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan yang berkecimpung dalam intervensi masalah HIV/AIDS b. Pengolahan/Entri Data. Pengolahan/entri data yang diperoleh dari instansi terkait dilakukan dengan menggunakan Program Cluster Information Sheet (CIS), tata cara penggunaan Program CIS dijelaskan pada lampiran. Data yang diolah meliputi: - Kelompok sasaran - Nomor urut lokasi - Nama lokasi - Alamat lokasi, Jl (jalan), gang dsb. dituliskan dibelakang nama jalan/gang dan diupayakan keseragaman dalam menuliskan nama jalan yang sama - Jenis lokasi, dibagi menurut tempat praktek/mangkal kelompok sasaran dalam melakukan pekerjaannya:
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
24
WPS
Lokalisasi/rumah bordil, untuk WPS langsung Jalan/taman/kuburan, untuk WPS langsung Hotel/motel/cottage, untuk WPS tidak langsung Panti pijat/salon/spa, untuk WPS tidak langsung Karaoke/diskotik/restoran/cafe/bar/pub, untuk WPS tidak langsung Lainnya, untuk WPS
Pria
Pelabuhan laut, untuk pelaut dan TKBM Tempat pendaratan perahu/kapal, untuk nelayan Pangkalan truk, untuk sopir/kernet truk Tempat pemberhentian truk, untuk sopir/kernet truk Pangkalan ojek, untuk tukang ojek
Gay
Mal/cafe Diskotik/pub/bar Panti pijat/salon/spa Rumah Taman/jalan Hotel Sport center/kolam renang Lainnya
Waria
Jalan/pojok jalan/taman Bar/diskotik/pub/cafe Salon/spa Organisasi/tempat pertemuan Tempat tinggal Tempat kursus ketrampilan Lainnya
- Jumlah bangunan dalam lokasi - Banyaknya populasi dalam lokasi - Nama “orang kunci” (contact person)/mediator/informan (diisi pada penelusuran lapangan) - Waktu kunjungan (diisi pada penelusuran lapangan) - Catatan lainnya (diisi pada penelusuran lapangan)
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
25
c. Penentuan Wilayah Kerja Penentuan wilayah kerja dari hasil pengolahan dilakukan oleh Koordinator Lapangan dengan dibantu oleh instruktur. Kegiatan ini merupakan inventarisasi wilayah-wilayah yang terpilih sebagai wilayah sasaran. Bahan yang dibutuhkan adalah peta kabupaten/kota yang akan digunakan sebagai dasar penentuan wilayah kerja. Dengan menuangkan data lokasi hasil pengolahan (diurutkan berdasarkan alamat) ke dalam peta kabupaten/kota, maka wilayah kerja baik kecamatan ataupun desa/kelurahan dapat diketahui secara visual. Setelah wilayah kerja diketahui, dilakukan identifikasi lokasi pada peta wilayah yang lebih rinci. Peta wilayah yang lebih rinci dapat berupa peta kecamatan, desa/kelurahan atau bahkan peta lokasi. Identifikasi wilayah kerja pada peta wilayah rinci adalah untuk bahan petugas dalam melakukan kegiatan penelusuran/listing lokasi. d. Listing Lokasi Listing lokasi atau penelusuran lapangan adalah suatu kegiatan yang bertujuan memutakhirkan keterangan yang ada dalam lembar informasi awal untuk setiap kelompok sasaran, termasuk melengkapi cakupan lokasi yang belum tercatat. Listing lokasi dilakukan dengan menelusuri semua lokasi, baik yang tercatat maupun yang belum tercatat, dan mencari informasi mengenai: - Nama orang kunci (contact person)/mediator - Waktu kunjungan yang memungkinkan digunakan untuk berwawancara - Catatan lain, seperti waktu pencatatan atau waktu dimana terjadi populasi terbanyak dalam suatu lokasi Hasil listing dari masing-masing kelompok sasaran adalah: - Kelompok WPS Langsung, hasilnya merupakan daftar lokalisasi/lokasi. Apabila lokalisasi/lokasi tersebut besar, maka sudah terbagi menjadi sub-lokasi - Kelompok WPS Tidak Langsung, hasilnya merupakan daftar bangunan menurut jenis lokasi - Kelompok Sopir Truk, hasilnya merupakan daftar lokasi tempat mangkal - Kelompok Pelaut dan Nelayan, hasilnya merupakan daftar lokasi pelabuhan dan tempat mendarat menginap para nelayan yang bukan berasal dari daerah setempat - Kelompok Tukang Ojek, hasilnya merupakan daftar lokasi tempat mangkal - Kelompok TKBM, hasilnya merupakan daftar lokasi tempat kerja TKBM - Kelompok Gay, hasilnya merupakan daftar lokasi/bangunan biasa berkumpul termasuk tempat kucing biasa mangkal atau bekerja menurut jenis lokasi. Apabila lokasi/bangunan tersebut besar, maka sudah terbagi menjadi sub-lokasi
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
26
- Kelompok Waria, hasilnya merupakan daftar lokasi/bangunan yang biasa digunakan waria untuk mejeng menurut jenis lokasi. Apabila lokasi/bangunan tersebut besar, maka sudah terbagi menjadi sub-lokasi e. Pembentukan dan Penomoran Lokasi Berdasarkan hasil listing dilakukan pembentukan lokasi, dan dengan bantuan peta wilayah administrasi dapat diberikan nomor lokasi secara berurutan untuk setiap kelompok sasaran. Pembentukan lokasi dan penomoran lokasi masing-masing kelompok sasaran dilakukan secara terpisah. Bila pada satu wilayah tertentu terdapat lebih dari 1 kelompok sasaran, maka di dalam wilayah tersebut akan dibentuk lokasi sebanyak kelompok sasarannya. Dalam menentukan suatu wilayah/tempat menjadi satu lokasi, beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1).
Lokasi dapat berupa wilayah/area yang di dalamnya terdapat bangunan atau tempat mangkal/berkumpul kelompok sasaran, dimana letak bangunan atau tempat mangkal/ berkumpul tersebut relatif saling berdekatan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah/area. Pada kelompok sasaran WPS Langsung yang lokasinya merupakan rumah-rumah bordil kemungkinan harus dikelompokkan menjadi satu lokasi. Begitu pula pada WPS tidak langsung, tempat-tempat panti pijat, karaoke, bar dan sejenisnya dapat dikelompokkan menjadi satu lokasi bila terletak pada satu area tertentu. Contoh: - Beberapa tempat mangkal/peristirahatan sopir truk yang letaknya tidak saling berjauhan. - Lokalisasi/lokasi WPS. - Kelompok bangunan yang didalamnya terdapat panti pijat/karaoke/bar/diskotik, dan sebagainya.
2).
Lokasi dapat berupa satu bangunan/area tertentu yang merupakan tempat kelompok sasaran mangkal/berkumpul tetapi tidak dapat digabung dengan bangunan atau tempat mangkal/berkumpul lainnya Contoh: - Tempat mangkal/peristirahatan sopir truk yang letaknya berjauhan dengan tempat mangkal lainnya. - Bangunan diskotik yang hanya ada satu pada suatu wilayah kecamatan.
3).
Apabila dalam suatu wilayah/area seperti pada butir 1 di atas jumlah bangunan/ tempat mangkalnya relatif banyak, maka dapat dibentuk menjadi beberapa lokasi (sub-lokasi). Untuk tempat yang sudah ada pembagian blok-blok wilayah, maka blok
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
27
tersebut dapat digunakan sebagai sumber lokasi (yang mungkin terjadi pada lokalisasi WPS). Contoh: Lokasi WPS yang mencakup lebih dari satu RT dengan jumlah bangunan (rumah bordil) didalam setiap RT relatif banyak, maka setiap RT bisa dijadikan sebagai 1 sub-lokasi. 4).
Apabila dalam suatu wilayah/area seperti disebut pada butir 3, tidak ada pembagian wilayahnya, maka pembagian wilayah/area harus dibentuk sendiri. Besaran wilayah/ area yang terbentuk sebagai lokasi (sub-lokasi) memuat sekitar 10 bangunan/tempat mangkal. Contoh: Lokasi kelompok sasaran WPS Tidak Langsung dalam suatu wilayah pertokoan yang luas dan letak pertokoan tersebut dibatasi jalan atau dalam blok-blok, maka pemisahan menurut jalan atau blok dapat digunakan sebagai pedoman membentuk sub-lokasi Setelah lokasi/sub-lokasi terbentuk, maka diberikan penomoran untuk nomor urut lokasi dan sub-lokasi dengan cara sebagai berikut: - Setiap kelompok sasaran mempunyai nomor urut lokasi yang berurutan mulai dari 1. - Pemberian nomor diurutkan mulai dari arah petugas datang atau sesuai nomor blok yang sudah ada. - Setiap sub-lokasi diberikan nomor berurutan mulai dari 1 pada setiap lokasi.
f. Pengolahan Data Lokasi Pengolahan data lokasi dilakukan dengan menggunakan Program CIS. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1). Memperbaiki data pada butir b dengan hasil butir d. 2). Memberi nomor urut lokasi dan sub-lokasi, seperti dilakukan pada butir e. 3). Menambahkan kode wilayah administrasi tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Hasil pengolahan merupakan file database lokasi dengan format sebagai berikut:
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
28
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
29
2.1.4 Penarikan Sampel Penarikan sampel dilakukan 2 tahap, tahap pertama menarik sampel lokasi dan tahap kedua melakukan pemilihan responden. Pada tahap penarikan sampel lokasi digunakan kerangka sampel berupa Daftar Lokasi Hasil Pengolahan. Lokasi sebagai primary sampling unit (psu) dipilih dengan cara probability proportional to size (pps) dengan size banyaknya populasi dalam lokasi. Pemilihan sampel lokasi dilakukan dengan menggunakan Program CIS dengan ukuran cluster yang dapat dipilih, yaitu 10, 5, 2, atau 1. Pemilihan ukuran cluster tergantung dari banyaknya populasi pada setiap lokasi. Jika populasi minimal pada suatu lokasi lebih besar atau sama dengan 10 maka ukuran cluster yang digunakan harus 10, tidak boleh 5, 2, atau 1. Jika populasi minimalnya lebih kecil 10 dan lebih besar 5 maka ukuran cluster yang digunakan harus 5, demikian seterusnya. Penarikan sampel lokasi dilakukan oleh koordinator lapangan dengan dibantu oleh instruktur. Tata cara penarikan sampel lokasi dengan Program CIS dapat dilihat pada lampiran. Penarikan sampel responden dibedakan untuk jenis populasi bergerak (mobile) dan tidak bergerak (non-mobile). Pada “populasi bergerak” dilakukan penarikan sampel secara random atau langsung sesuai dengan yang ditemukan, sedangkan pada “populasi tidak bergerak”, penarikan sampel responden digunakan secara sistematik. 2.1.4.1 Alokasi Sampel Responden Alokasi sampel responden pada setiap lokasi otomatis akan terhitung jika penarikan sampel lokasi dengan Program CIS telah dilakukan. Jumlah sampel responden pada lokasi terpilih tercermin pada banyaknya angka random untuk lokasi tersebut dikalikan dengan ukuran cluster yang telah ditentukan dalam penarikan sampel lokasi. Contoh daftar sampel lokasi dengan informasi target sampel responden pada setiap lokasi terpilih adalah seperti pada halaman berikut ini.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
30
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
31
2.1.4.2 Penarikan Sampel Responden Penarikan sampel responden dilakukan pada masing-masing lokasi terpilih sebanyak jumlah sampel yang telah ditentukan. Metode penarikan sampel untuk masing-masing kelompok sasaran disesuaikan dengan karakteristik populasinya, yaitu “tidak bergerak” (non-mobile) dan “bergerak” (mobile) seperti yang terdapat dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 3. Karakteristik Populasi menurut Kelompok Sasaran Kelompok Sasaran
Jenis Lokasi
Karakteristik Populasi
Lokalisasi/lokasi
Tidak Bergerak
Jalanan/taman/kuburan
Bergerak
Panti pijat/sauna/spa dsb
Tidak Bergerak
Restoran/bar/karaoke/diskotik/pub
Bergerak
Hotel/motel/wisma dsb
Bergerak
Pelabuhan laut
Bergerak
Tempat pendaratan nelayan
Bergerak
Sopir truk dan kernetnya
Pangkalan truk
Bergerak
Tempat pemberhentian truk
Bergerak
Tukang ojek
Pangkalan ojek
Bergerak
TKBM
Pelabuhan laut
Bergerak
Panti pijat/sauna/spa dsb
Tidak Bergerak
Mal/cafe/diskotik/pub/bar, dll
Bergerak
Waria
Tempat tinggal/tempat mejeng
Tidak Bergerak/Bergerak
Pegawai Negeri Sipil
Kantor/Instansi
Tidak Bergerak
Buruh Pabrik
Pabrik/Industri
Tidak Bergerak
WPS langsung
WPS tidak langsung
Pelaut dan nelayan
Gay
Pada “populasi bergerak” dilakukan penarikan sampel secara random atau langsung sesuai dengan yang ditemukan, sedangkan pada “populasi tidak bergerak”, penarikan sampel responden digunakan secara sistematik. Jika suatu lokasi terpilih terdiri dari beberapa bangunan maka target sampel responden harus dialokasikan ke seluruh bangunan pada lokasi terpilih secara proporsional terhadap banyaknya perkiraan populasi dalam setiap bangunan tersebut. 2.1.4.3 Permasalahan Responden Penggantian sampel responden dilakukan bila sebagian calon responden menolak diwawancarai sehingga jumlah responden terpilih tidak memenuhi target. Responden
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
32
pengganti adalah dari kelompok sasaran yang sama, dan diusahakan dari lokasi/bangunan terdekat dan jenis lokasi yang sama. Pewawancara tidak boleh mengganti sampel responden. Yang melakukan penggantian sampel adalah pengawas, setelah mendapat laporan pewawancara. Petugas pengawas selanjutnya membuat laporan tentang jumlah calon responden yang menolak diwawancarai beserta alasannya pada setiap lokasi terpilih yang menjadi tugasnya. 2.1.5 Skema Metodologi Secara umum metodologi pengumpulan data survei surveilans perilaku dapat digambarkan seperti diagram alir di bawah ini. Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Pengumpulan Data SSP
Informasi Lokasi
Entri Data (Program CIS)
Data Lokasi
Print Data (Program CIS)
Peta Wilayah
Penentuan Wilayah Kerja
Peta Wilayah Kerja
Daftar Lokasi
Listing Lokasi
Hasil Listing
Updating (Program CIS)
DataLokasi yang Telah Diupdate
Kerangka Sampel Lokasi
Pilih Sampel Lokasi (Program CIS) Pilih Sampel Responden Wawancara
2.2
Kelompok Pengguna Narkoba Suntik
2.2.1 Umum Kelompok pengguna narkoba suntik (penasun) atau injecting drugs user (idu) adalah kelompok yang sangat sulit dijangkau karena sifatnya yang tersembunyi. Metode sampling yang sering digunakan seperti cluster sampling tidak dapat digunakan pada pemilihan sampel kelompok penasun karena tidak tersedia kerangka sampel bagi kelompok tersebut. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
33
Douglas D. Heckathorn, Ph.D, Profesor Sosiologi dari Cornell University, pada tahun 1997 telah mengembangkan suatu metode untuk memilih sampel kelompok yang sulit dijangkau yaitu Respondent Driven Sampling (RDS). Metode RDS ini merupakan bagian dari Chain Referral Sampling (CRS) seperti halnya Snowball Sampling dan Network Sampling. Keunggulan dari metode RDS adalah sampel yang didapat merupakan sampel yang berpeluang (probability sample) sehingga dapat dilakukan analisis secara statistik termasuk penghitungan standard error. Paket program yang dapat digunakan untuk analisis data yang dihasilkan dari metode RDS adalah RDS Program Versi 3.0 (28 Mei 2003). Metode RDS ini telah digunakan untuk menjangkau kelompok penasun di berbagai negara seperti Georgia, Nepal, dan Vietnam. Pelaksanaan SSP pada kelompok penasun direncanakan dilaksanakan di 4 (empat) kota, yaitu Kota Medan, Batam, Bandung, dan Surabaya. Pelaksanaan pengumpulan data SSP pada kelompok penasun bersamaan dengan kegiatan penjangkauan yang dilakukan oleh LSM penasun pada setiap kota tersebut. Untuk Kota Surabaya, kegiatan ini dilaksanakan sekitar awal bulan Mei 2004 sedangkan untuk kota lain tergantung kesiapan LSM kota setempat. 2.2.2. Metode RDS Target penasun yang diberikan kupon pertama kali (selanjutnya disebut seed) adalah sekitar 15-20 orang. Seed yang direkrut adalah orang yang dapat memotivasi orang lain untuk ikut dalam program dan mereka harus mendukung tujuan dari program ini. Di samping itu seed ini diusahakan berasal dari orang dengan karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut misalnya umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, status sosial dan ekonomi, dan sebagainya. Sebagai contoh untuk pelaksanaan di Kota Surabaya, seed dipilih dari setiap daerah tongkrongan yang tersebar di seluruh wilayah Kota Surabaya. Karakteristik dari setiap seed di Kota Surabaya dapat dilihat seperti tabel berikut:
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
34
Tabel 4. Sebaran Seed di Kota Surabaya menurut Karakteristik
Usia
Jenis kelamin
Seed < 25 th
> 25 th
L
1
-
2
-
3
-
-
-
5
6
-
7
-
8
-
9
-
10
-
4
-
12
13
-
14
-
15
-
Jumlah
7
8
14
11
-
Status Pekerjaan
P
Mhs/Pelajar
Pekerja
Pengangguran
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
5
3
7
-
Setiap seed ini akan diberikan 2 kupon yang akan digunakan untuk merekrut sekitar 2 (dua) orang penasun. Setiap orang yang direkrut ini selanjutnya diberikan 2 kupon yang selanjutnya akan digunakan untuk merekrut 2 penasun lainnya. Demikian seterusnya sampai sekitar 6 gelombang (wave). Dengan jumlah seed, jumlah orang yang direkrut oleh setiap perekrut, dan jumlah wave yang sudah ditentukan seperti di atas dan dengan asumsi semua kupon akan kembali ke drop in center maka jumlah penasun yang terekrut dapat diuraikan seperti berikut Seed
Wave 1
Wave 2
Wave 3
Wave 4
Wave 5
Wave 6
Jumlah
15
30
60
120
240
480
960
1.905
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
35
Diagram pohon dari Metode RDS tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Seed 1
Seed 15
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1 IDU 2
Untuk menjaga beban petugas pewawancara, pemberian kupon kepada seed dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, kupon hanya diberikan kepada 5 (lima) seed. Pemberian kupon kepada seed lainnya tergantung dari jumlah penasun yang datang ke DC (drop in center) setiap harinya. Evaluasi dan pengaturan ini dilakukan oleh petugas pengawas. 2.2.3. Target Sampel Target sampel pengumpulan data perilaku penasun untuk setiap kota adalah 300 responden dengan waktu pelaksanaan sekitar 3 (tiga) bulan. Jika sebelum 3 (tiga) bulan target 300 kuesioner telah terpenuhi maka pengumpulan data perilaku tetap diteruskan sampai waktu 3 (tiga) bulan. Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan target sampel 300 responden belum terpenuhi maka pengumpulan data perilaku tetap dilanjutkan sampai mendapatkan target sampel 300 responden. 2.2.4. Penomoran Kupon Penomoran kupon dilakukan dengan kaidah berjenjang sehingga dengan mudah dapat diketahui identitas orang yang telah merekrutnya. Penomoran dengan sistem ini dilakukan agar analisis dengan metode RDS dapat dilakukan.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
36
Jumlah digit nomor kupon dengan jumlah wave 6 maksimum adalah sebanyak 8 digit dengan perincian sebagai berikut:
Digit 1 menunjukkan nomor gelombang perekrutan, dengan isian 1, 2, 3, 4, 5, 6. Digit 2-3 menunjukkan nomor seed dengan isian 01, 02, 03, ... , 15. Digit 4 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 1 atau direkrut oleh seed. Digit 5 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 2. Digit 6 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 3. Digit 7 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 4. Digit 8 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 5. Digit 9 menunjukkan nomor IDU yang direkrut pada wave 6. Isian digit ke-4 sampai 9 adalah 1 atau 2. Sebagai contoh diagram pohon pada seed 7 diketahui sebagai berikut
IDU 2
IDU 1
Seed 7
IDU 1
IDU 2
IDU 1 IDU 2
IDU 1
IDU 2
IDU 2
IDU 1 IDU 2
B
IDU 2
IDU 1
IDU 2
IDU 1
C
IDU 1
IDU 2
IDU 1
IDU 1
IDU 2
IDU 1
IDU 1
IDU 2
IDU 1
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
IDU 1
IDU 1
IDU 2
IDU 2
A
IDU 2
D IDU 2
37
maka nomor kupon untuk penasun: A: 3
0
7
1
1
2
B: 6
0
7
1
2
2
C: 2
0
7
2
2
D: 5
0
7
2
2
, digit ke 7-9 dibiarkan kosong (blank). 1
2
1 , digit ke 6-9 dibiarkan kosong (blank).
1
2
1
, digit ke 9 dibiarkan kosong (blank).
2.2.5. Pengecekan Duplikasi Responden Penasun yang datang ke DC ada kemungkinan sudah datang dan sudah diwawancara sebelumnya sehingga perlu dilakukan pengecekan duplikasi penasun. Pengecekan dilakukan terhadap ciri fisik penasun dengan sistem yang telah disiapkan. 2.2.6. Mekanisme Wawancara Wawancara dilakukan secara tatap muka langsung antara petugas pewawancara dengan responden. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku penasun adalah VSP04-PENASUN. Wawancara dilakukan di DC (drop in center). Petugas pengawas dalam kegiatan pengumpulan data dan monitoringnya adalah staf BPS propinsi atau BPS kab/kota. 2.3
Kelompok Remaja
2.3.1. Umum Seperti SSP sebelumnya, remaja menjadi salah satu kelompok sasaran yang ingin diketahui perilakunya dalam kegiatan SSP 2004/2005. Meskipun merupakan bagian dari cakupan SSP remaja dikategorikan bukan kelompok berperilaku berisiko tinggi. Dengan dilakukan SSP pada kelompok remaja secara berkelanjutan, informasi kecendrungan perubahan perilaku remaja dari waktu ke waktu dapat digunakan untuk peringatan dini bagi para pengambil kebijakan dalam upaya menghasilkan sumber daya manusia yang handal di masa yang akan datang. 2.3.2. Cakupan Dalam SSP 2004/2005, konsep remaja adalah murid Sekolah Lanjutan Atas baik yang dikelola pemerintah (SLTA Negeri) maupun SLTA yang dikelola oleh swasta. Konsep ini sebagai pendekatan konsep remaja yang mendefinisikan remaja adalah penduduk yang berusia 15-24 tahun dan belum kawin. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
38
Cakupan wilayah SSP 2004/2005 untuk remaja meliputi wilayah Kota Jakarta Pusat dan Kota Surabaya. 2.3.3. Besarnya Sampel Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam pengambilan kebijakan, maka representatif sampel untuk laki-laki dan perempuan harus ditetapkan. Besarnya target sampel murid SLTA laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 500 murid untuk setiap kota, atau setiap kota dipilih sebanyak 1.000 murid. 2.3.4. Kerangka Sampel Kerangka sampel adalah daftar nama SLTA beserta alamatnya yang berada di kota terpilih. Dalam daftar SLTA ini, setiap sekolah dirinci menurut banyaknya murid di setiap kelas 3 yang dibedakan menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Daftar sekolah ini diperoleh dari Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi di setiap kota terpilih. Agar sampel menyebar keseluruh wilayah, maka dalam kerangka sampel, seluruh SLTA (agama, sekolah umum, dan sekolah kejuruan) di wilayah terpilih masing-masing disusun menurut urutan kode letak geografis wilayah administrasi dalam kota terpilih. 2.3.5. Pemilihan Sampel Metode sampling yang digunakan adalah sampling dua tahap, yaitu dari daftar sekolah SLTA dipilih sejumlah sekolah secara sistematik dengan probability proportional to size (pps) dengan size banyaknya murid di setiap sekolah. Tahap kedua, dari setiap sekolah terpilih dipilih sejumlah kelas 3 secara random. Seluruh murid dalam kelas terpilih akan menjadi responden SSP. 2.3.6. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dari setiap murid terpilih dilakukan secara self enumeration, yaitu setiap murid pada kelas terpilih mengisi kuesioner masing-masing dengan bimbingan petugas yang berada dalam setiap kelas.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
39
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
40
BAB 3. ORGANISASI LAPANGAN
3.1 Struktur Organisasi Struktur organisasi mulai dari tingkat pusat sampai dengan dengan tingkat daerah adalah sebagai berikut: a. Di Tingkat Pusat
Pengarah adalah Kepala BPS, Deputi Bidang Statistik Sosial dan Deputi Metodologi dan Informasi Statistik
Penganggung jawab merangkap koordinator teknis dan materi survei adalah Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat dan Direktur Metodologi Statistik sebagai penanggung jawab metodologi survei
Tim teknis merangkap tim instruktur, mencakup Kepala Subdirektorat/Seksi teknis dari kedua Direktorat di atas, dan Direktorat Statistik Ketahanan Sosial.
b. Di Tingkat Daerah
Pengarah adalah Kepala BPS propinsi
Penanggung jawab adalah Kepala BPS kabupaten/kota terpilih.
Instruktur daerah adalah, (i) pejabat struktural di lingkungan Bidang Statistik Sosial BPS propinsi atau pejabat yang menjadi Koordinator Lapangan/Pengawas SSP 2002/2003, untuk lokasi survei yang mencakup ibukota propinsi (ii) pejabat struktural BPS kabupaten/kota yang ditunjuk untuk lokasi survei yang berada di luar ibukota propinsi
Petugas lapangan
3.2 Petugas Lapangan Petugas lapangan SSP 2004/2005 terdiri dari; a) koordinator lapangan, b) pemeriksa/ pengawas lapangan, dan c) pewawancara/pencacah. Koordinator lapangan adalah Kepala BPS kabupaten/kota terpilih atau Pejabat struktural yang ditunjuk menjadi instruktur SSP. Catatan: Koordinator lapangan dan pengawas hendaknya mereka yang familiar dengan lingkungan kelompok sasaran. Pemeriksa/pengawas lapangan adalah pejabat struktural/staf senior dari BPS propinsi/BPS kabupaten/kota atau pejabat struktural/staf senior dari instansi/lembaga terkait (khususnya Dinas Kesehatan), sedangkan pewawancara diharapkan merupakan kombinasi dari staf BPS propinsi, staf BPS kabupaten/kota, mantri statistik, dan dari instansi/lembaga terkait, termasuk dari LSM peduli AIDS. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
41
Catatan: Khusus untuk pelaksanaan SSP di kalangan lelaki suka lelaki (LSL) dan pria pekerja seks (PPS) petugas pewawancaranya adalah anggota LSM pembina kelompok yang bersangkutan dan pengawas dari BPS, sedangkan untuk waria pewawancaranya adalah kombinasi antara petugas BPS dan LSM. Seluruh petugas lapangan hendaknya memenuhi persyaratan berikut:
Berpendidikan minimal SLTA
Berpengalaman sebagai petugas survei/penelitian, diutamakan yang berpengalaman dengan isu sensitif
Siap untuk memasuki komplek/daerah pelacuran, panti pijat, bar, karaoke, dan tempat-tempat tertentu lainnya untuk mengadakan pendekatan dan wawancara dengan penjaja seks atau pelanggannya
Siap bekerja malam hari, dan mungkin di lingkungan yang rawan kriminalitas, dan
Siap untuk bekerja secara tim yang terdiri dari 5-6 orang, dan mentaati peraturan/ kesepakatan yang telah ditentukan
Bagi mereka yang ditunjuk sebagai pemeriksa/pengawas lapangan, maka selain persyaratan-persyaratan tersebut di atas diperlukan pula tambahan persyaratan lain, yaitu:
Mampu menjalin pendekatan dengan para ”penguasa” (informan, contact person) di lokasi survei, serta membuka jalan/meminta izin agar pencacah dapat melakukan wawancara
Mampu menyusun rencana kerja dan memimpin 5-6 orang petugas pewawancara untuk melaksanakan pencacahan secara tim
Mampu memecahkan persoalan dan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan lapangan
Siap untuk menggantikan tugas pewawancara yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan pekerjaannya, dan
Bertanggung jawab terhadap kelengkapan hasil pencacahan semua petugas pewawancara yang berada di bawah koordinasinya
3.3 Koordinasi dengan Instansi Terkait Di tingkat pusat, Direktorat P2ML-Departemen Kesehatan adalah partner kerja utama BPS dalam penyelenggaraan SSP 2004/2005. Di daerah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota, partner kerja utama BPS Daerah adalah Dinas Kesehatan propinsi dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota, khususnya Bidang/Subdinas/Seksi yang menangani masalah HIV/AIDS. Untuk setiap bagian kegiatan di daerah, mulai dari rekrutmen petugas, penyelenggaraan pelatihan, dan pelaksanaan lapangan, kantor BPS di daerah hendaknya Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
42
melibatkan/bekerja sama dengan unit terkait di Dinas Kesehatan setempat (Subdin P2M), BPS Propinsi dan BPS Kabupaten/Kota juga hendaknya melakukan koordinasi/komunikasi dengan Koordinasi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD), serta dengan instansi terkait lainnya seperti Dinas Perhubungan, Dinas Parawisata, Dinas Sosial, Administrator Pelabuhan, dan LSM guna menjamin suksesnya pelaksanaan SSP. 3.4 Tugas dan Tanggung Jawab Sebagai pedoman kerja, berikut adalah daftar ringkas tugas dan tanggung jawab setiap jenjang pelaksana SSP 2004/2005. a. Penanggung Jawab/Koordinator Teknis Tingkat Pusat 1. Menyusun rencana survei beserta seluruh tahapan kegiatannya 2. Menyusun metodologi survei 3. Menyusun kuesioner dan pedoman, serta jadwal kegiatan 4. Menyelenggarakan pelatihan instruktur 5. Mengatur pengadaan dan pengiriman dokumen 6. Mengatur pengolahan data 7. Menyusun laporan dan analisis hasil 8. Menyiapkan bahan seminar dan diseminasi hasil 9. Melaksanakan koordinasi, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan SSP pada seluruh tahapan kegiatan, dan 10. Menyiapkan dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan b. Tim Instruktur 1. Membantu tugas-tugas penanggung jawab/koordinator teknis 2. Melatih petugas lapangan, termasuk mengkoordinasikan pelaksanaan try-out lapangan 3. Membantu koordinator lapangan dan pengawas lapangan menyiapkan pemetaan lokasi dan pendaftaran (listing) kelompok sasaran 4. Membantu koordinator lapangan dan pengawas lapangan menyusun rencana kerja pelaksanaan pencacahan 5. Membuat laporan pelaksanaan pelatihan, hasil listing/pemetaan, dan pengambilan sampel. Instruktur Pusat harus membuat laporan yang berisi hasil pelatihan; hasil listing/mapping, hasil pemilihan sampel; daftar absensi peserta pelatihan; dan daftar nama, alamat, nomor telepon petugas lapangan SSP, baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy untuk selanjutnya dibawa kembali ke BPS Pusat c. Kepala BPS Propinsi Kepala BPS Propinsi bertanggung jawab dalam mengarahkan BPS kabupaten/kota dan memonitor kelancaran pelaksanaan SSP di daerahnya.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
43
d. Kepala BPS Kabupaten/Kota 1. Merencanakan pelaksanaan SSP di daerahnya 2. Menghubungi dan menggalang kerjasama dengan instansi terkait 3. Melakukan rekrutmen dan menseleksi calon petugas lapangan 4. Menyelenggarakan pelatihan petugas lapangan 5. Menyiapkan berbagai kebutuhan lapangan (surat tugas, surat pemberitahuan, surat izin, surat kontrak, instrumen survei, pendanaan) 6. Memantau seluruh kegiatan SSP di daerahnya, dan 7. Membuat laporan pelaksanaan SSP d. Penanggung Jawab Teknis/Koordinator Lapangan 1. Mengikuti pelatihan petugas lapangan SSP 2. Membantu penanggung jawab survei di daerah, baik masalah teknis maupun administrasi 3. Mengatur urusan administrasi termasuk mengatur pengeluaran dana pelaksanaan 4. Mengkoordinasikan dan memimpin pelaksanaan pemetaan dan pendaftaran lokasi, serta pelaksanaan pencacahan 5. Melakukan pengambilan sampel dengan dibantu oleh instruktur dan pemeriksa/ pengawas 6. Menyusun rencana kerja pelaksanaan pencacahan 7. Melakukan pendekatan terhadap kelompok sasaran melalui mitra atau personal kunci dari daerah/lokasi sasaran 8. Melakukan sosialisasi kegiatan pada kelompok sasaran dan berupaya untuk mengajak individu individu dalam kelompok sasaran berpartisipasi aktif dalam kegiatan, terutama dalam kegiatan listing dan pemetaan lokasi 9. Mengawasi seluruh kegiatan lapangan, yang dilakukan oleh pemeriksa/ pengawas lapangan maupun pewawancara, dan 10. Membuat laporan tugas-tugas koordinasi lapangan seperti hasil wawancara (jumlah responden yang berhasil diwawancarai, penggantian sampel), kinerja setiap petugas, hasil pengambilan sampel. Koordinator lapangan harus membuat laporan hasil pelaksanaan lapangan yang berisi realisasi hasil pelaksanaan lapangan dibanding sampel yang telah diambil sebelumnya; rekapitulasi hasil pewawancara, seperti jumlah responden yang berhasil diwawancarai, yang menolak dan alasannya; kinerja petugas lapangan dan teamwork (kelemahan dan kelebihan petugas) untuk selanjutnya dikirim ke BPS Pusat, baik dalam bentuk hardcopy maupun soft copy.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
44
e. Pemeriksa/Pengawas Lapangan 1. Mengikuti pelatihan petugas lapangan SSP 2. Melakukan listing dan pemetaan calon responden sasaran bersama dengan beberapa pewawancara yang ditunjuk dan koordinator lapangan 3. Membantu menentukan lokasi/responden pengganti bila diperlukan 4. Membantu koordinator lapangan melakukan pengambilan sampel 5. Mengatur kegiatan perjalananan ke lokasi, dana, dan bahan-bahan yang dibutuhkan, sebelum kegiatan lapangan dimulai 6. Memeriksa apakah dokumen untuk pelaksanaan lapangan sudah lengkap, seperti identitas petugas lapangan, surat izin memasuki lokasi, baik dari aparat setempat maupun kepolisian 7. Bersama pewawancara mengenali lokasi yang akan dijadikan sasaran survei 8. Mendistribusikan dokumen yang akan dipergunakan di lapangan sesuai dengan kebutuhan masing masing pewawancara serta menata keluar masuknya dokumen 9. Mendampingi pewawancara pada masa-masa awal kegiatan lapangan untuk mendeteksi pewawancara mana yang lemah agar dapat ditingkatkan kemampuannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi bisa dihindari sedini mungkin 10. Membantu menyelesaikan berbagai masalah yang ditemui pencacah/ pewawancara di lapangan baik dalam beradaptasi dengan lokasi maupun dalam memahami konsep yang digunakan dalam pertanyaan ketika berwawancara 11. Membatasi jumlah responden yang diwawancarai dalam sehari, untuk menjaga ketajaman hasil wawancara dan menghindari kejenuhan (5 – 8 responden cukup untuk sehari) 12. Memantau kualitas data dengan melakukan spot cek (mengkonfirmasi kuesioner yang diisi pewawancara) kepada responden bila isian dalam kuesioner meragukan 13. Mengumpulkan (memeriksa kelengkapan dokumen) dan memeriksa dokumen yang sudah terisi (keakuratan, cek konsistensi dan cek logika), mengoreksi dan memberitahukan kesalahan yang dilakukan pewawancara 14. Mencatat secara tertulis (narrative) semua peristiwa/ kondisi yang berkaitan setiap harinya dalam Daftar VSP04-PG untuk catatan harian pengawasan terhadap hasil pewawancara per hari, Daftar VSP04-RPG untuk merekapitulasi hasil seluruh pewawancara yang diawasinya selama survei, dan VSP04-RAH berupa rekapitulasi kehadiran pewawancara per hari dalam pelaksanaan lapangan. 15. Membuat laporan tugas-tugas pengawasan dan menyerahkannya kepada koordinator lapangan. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
45
Pengawas harus membuat laporan hasil pengawasannya di lapangan yang berisi temuan lapangan (kesulitan, penggantian sampel dsb.), rekapitulasi hasil wawancara dan rekapitulasi absensi harian pewawancara (Daftar VSP04-RAH, VSP04-PG dan VSP04-RPG), untuk selanjutnya diserahkan kepada koordinator lapangan. f. Pewawancara/Pencacah 1. Mengikuti pelatihan petugas lapangan SSP 2. Bersama dengan pemeriksa/pengawas lapangan berupaya menemukan alamat/ tempat responden atau kelompok sasaran, yang telah ditentukan dalam daftar sampel 3. Melakukan wawancara terhadap responden terpilih 4. Menciptakan/menjalin kerjasama yang baik dengan semua responden/informan 5. Bersama dengan dengan pemeriksa/pengawas lapangan mencari responden pengganti apabila diperlukan 6. Mendatangi kembali responden yang pada kunjungan terdahulu belum dapat ditemui, bila responden telah ditentukan 7. Mengoreksi dan memastikan kebenaran dan kelengkapan jawaban/pengisian untuk menyakinkan bahwa semua pertanyaan telah diajukan ke responden dan semua jawaban responden telah dicatat dengan benar 8. Mendiskusikan kesulitan yang ditemui dengan pengawas dan bersama-sama mencari pemecahannya 9. Di bawah koordinasi pemeriksa/pengawas lapangan, melakukan cross check terhadap konsistensi, kelengkapan, dan akurasi hasil dengan melakukan pengecekan silang dengan pewawancara lain 10. Mengidentifikasi dan membuat dokumentasi jalannya pelaksanaan kegiatan lapangan, termasuk berbagai permasalahan yang ditemui 11. Mencatat secara tertulis (narrative) peristiwa kondisi yang berkaitan dengan hasil wawancaranya setiap hari, dan 12. Menyerahkan hasil pekerjaan wawancara dan membuat laporan harian perkembangan pengumpulan data kepada pengawas lapangan Setiap hari pewawancara harus membuat catatan tentang responden yang berhasil diwawancarai, yang menolak dan alasannya, kemudian menyerahkannya kepada pengawas lapangan.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
46
BAB 4. PENYELENGGARAAN PELATIHAN PETUGAS
Pelatihan petugas merupakan salah satu langkah strategis yang harus dilakukan sebelum survei dilaksanakan. Dalam kegiatan SSP ada dua tingkat pelatihan yang dilakukan, pertama adalah pelatihan pelatih/instruktur, yang nantinya akan bertugas melatih petugas lapangan dan kedua adalah pelatihan petugas lapangan. 4.1
Tujuan Pelatihan
Pelatihan ini bertujuan memberikan pemahaman dan keterampilan kepada petugas lapangan agar dapat melaksanakan SSP dengan baik dan benar. Secara spesifik pelatihan bertujuan agar petugas: a. Memahami mengapa SSP dilakukan dan kaitannya dengan pencegahan penularan HIV/AIDS, b. Memahami langkah-langkah sistematis penyelenggaraan SSP dan cara pendekatan terhadap kelompok sasaran, serta etika berwawancara, c. Memahami pertanyaan-pertanyaan dan alternatif jawaban yang ada pada kuesioner serta konsep/definisi yang digunakan. 4.2
Metode Pelatihan
Pelatihan dirancang bersifat interaktif dan instruksional praktis. Materi pelatihan termasuk bahan bacaan rujukan perlu dibagikan untuk dipelajari dan dipahami terlebih dahulu. Konsep dan definisi terkait dengan pertanyaan dan pilihan jawaban perlu dijelaskan secara seksama, demikian juga dengan teknik-tehnik melakukan pendekatan terhadap orang kunci dan kelompok sasaran. Untuk lebih memahami realita lapangan para petugas harus dibawa melakukan kunjungan/orientasi lapangan ke kelompok sasaran, termasuk melakukan praktek wawancara dengan kuesioner SSP 2004/2005. 4.3
Materi Pelatihan Materi yang akan dijelaskan dalam pelatihan petugas lapangan mencakup:
· Konsep tentang HIV/AIDS yang mencakup apa itu HIV, bagaimana cara penularanya, epidemi dan implikasinya, serta upaya pencegahan serta penanggulangannya · Konteks SSP, dan metodologinya · Langkah pengumpulan data dan upaya menjamin mutu data · Konsep, definisi, dan tata cara pengisian kuesioner Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
47
· Prinsip dan cara berwawancara dengan responden, dan · Antisipasi penanganan masalah di lapangan 4.4
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyelenggaraan Pelatihan
Biasanya, seorang pewawancara dapat melakukan satu atau dua wawancara per jam, kecuali diperlukan waktu bermakna untuk menemui calon responden berikutnya. Perhitungan jumlah pewawancara dilakukan dengan pertimbangan banyaknya wawancara yang harus dilakukan, jumlah wawancara yang dapat diselesaikan per satuan waktu/ per hari, dan lama kegiatan lapangan yang diharapkan. Namun demikian, dalam pelatihan akan dilatih jumlah pewawancara yang lebih dari yang dibutuhkan guna mengantisipasi drop out, sakit, dan pewawancara yang dikeluarkan. Mempertimbangkan materi pelatihan dan kualifikasi serta pengalaman peserta yang akan direkrut, maka pelatihan untuk pewawancara SSP direncanakan dalam 4 hari. Petugas perlu dibiasakan berbicara secara wajar soal seks dan kondom. Dalam penggunaan waktu pelatihan, satu hari digunakan untuk roll playing, dan praktek wawancara di lapangan, diikuti dengan diskusi hasil wawancara, termasuk masalah-masalah yang ditemui. Database pewawancara yang pernah dilatih perlu dipelihara untuk survei-survei berikutnya. Waktu dan tenaga yang cukup perlu diberikan pada pelatihan sehingga diperoleh anggota-anggota tim yang memahami konsep dasar HIV/AIDS dan IMS, mengerti berbagai cara praktek seks dan penggunaan narkotik, program-program pencegahan dengan tujuannya, dan beberapa aspek kehidupan kelompok sasaran. Calon petugas perlu dididik mengenai isu etika dalam wawancara, teknik wawancara, dan bagaimana menggali informasi yang benar. Menggunakan orang-orang yang pernah berpartisipasi dalam kegiatan sejenis akan membantu dalam membangun pengetahuan dan kapasitas tim. 4.4.1 Tindakan Operasional: Penyelenggaraan Pelatihan Petugas (1) Jumlah pewawancara yang akan dilatih lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya, dan database dari mereka yang pernah dilatih perlu dipelihara untuk kepentingan survei berikutnya. (2) Petugas lapangan perlu dilatih tidak hanya dalam berwawancara tetapi juga dalam memberikan penyuluhan pendek, misal: tentang demonstrasi dan distribusi kondom. Untuk itu perlu disiapkan lembaran yang menjelaskan bagaimana responden dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap informasi dan pelayanan (kesehatan). Dengan demikian, SSP tidak hanya mengeksploitasi informasi, tetapi juga bermanfaat bagi kelompok sasaran. (3) Koordinator lapangan dan pengawas lapangan memerlukan pelatihan lebih luas dibanding pewawancara, untuk itu pelatihan bagi koordinator lapangan dan pemeriksa/pengawas akan dilaksanakan selama 5 hari. Tambahan materi untuk koordinator dan pengawas lapangan antara lain adalah tata cara listing dan pemetaan, Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
48
pembentukan kerangka sampel, pemilihan sampel, mekanisme pencacahan, serta membuat check-list mengenai hal-hal yang harus diamati dan ditindak-lanjuti oleh koordinator dan pengawas lapangan. Mereka membutuhkan berbagai formulir yang dapat membantu tugas mereka mendokumentasikan setiap informasi yang diperlukan di lapangan. Mereka perlu mempunyai buku catatan untuk menuliskan peristiwaperistiwa penting terkait setiap harinya. 4.5
Jadwal Pelatihan
Pelatihan petugas SSP 2004/2005 dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pelatihan tenaga instruktur yang akan melatih petugas lapangan dan pelatihan petugas lapangan. Pelatihan instruktur dilakukan 5 hari. Pelatihan dilaksanakan mulai pagi jam 8.00 sampai dengan 17.00 sore, diselingi dengan dua kali istirahat (snack) masing masing selama 15 menit dan istirahat makan siang selama 1 jam. Agenda tentatif pelatihan petugas lapangan adalah seperti tabel berikut: Jadwal Pelatihan Instruktur SSP 2004/2005
HARI/JAM
TOPIK
Hari Pertama 08.00 – 08.30
Registrasi peserta
08.30 – 09.30
Pembukaan (BPS, Depkes, ASA/FHI)
09.30 – 10.00
Istirahat
10.00 – 10.30
Perkenalan, pre-test, penjelasan umum SSP
10.30 – 12.30
HIV/AIDS: riwayat alamiah, cara penularan, cara pencegahan, epidemi dan implikasi, determinan epidemi,upaya pencegahan dan penanggulangan
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Metodologi SSP (daftar sampel)
15.00 – 15.30
Istirahat
15.30 – 17.00
Metodologi SSP lanjutan dan organisasi lapangan
Hari Kedua 08.00 – 10.00
Mekanisme lapangan, prinsip dan etika wawancara, tugas pewawancara
10.00 – 10.15
Istirahat
10.15 – 12.30
Kuesioner VSP04-WPS
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Kuesioner VSP04-WPS (lanjutan)
15.00 – 15.15
Istirahat
15.15 – 17.00
Kuesioner VSP04 - PRIA
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
49
Hari Ketiga 08.00 – 10.00
Kuesioner VSP04 – PRIA (lanjutan)
10.00 – 10.15
Istirahat Role playing: peragaan oleh instruktur, nara sumber
10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00
Makan siang Role playing: simulasi peserta
15.00 – 15.15
Istirahat
15.15 – 17.00 Hari Keempat 08.00 – 10.00
Role playing: simulasi peserta, evaluasi role playing
10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 15.15 15.15 – 17.00 18.00-19.00 19.00 – 22.00 Hari Kelima 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30
Karakter dan sifat kelompok sasaran, antisipasi dan penanganan masalah lapangan, persiapan kunjungan lapangan Istirahat Mekanisme lapangan dan rencana kerja Makan siang Pemeriksaan daftar/Pengawasan lapangan Istirahat Persiapan kunjungan lapangan Makan malam Kunjungan lapangan Evaluasi kunjungan lapangan, dan Post Test Istirahat Penutupan
Pelatihan untuk petugas lapangan dilakukan selama 4 hari untuk pewawancara dan ditambah 1 hari untuk koordinator lapangan dan pengawas lapangan serta beberapa pewawancara yang ditunjuk sebagai petugas listing dan pemetaan. Pelatihan dilaksanakan mulai pagi jam 8.00 sampai dengan 17.00 sore, diselingi dengan dua kali istirahat (snack) masing masing selama 15 menit dan istirahat makan siang selama 1 jam. Agenda tentative pelatihan petugas lapangan adalah seperti tabel berikut: Jadwal Pelatihan Petugas Lapangan WPS dan Pria, SSP 2004/2005
HARI/JAM
TOPIK
Hari Pertama 08.00 – 08.30
Registrasi peserta
08.30 – 09.30
Pembukaan (KPAD, Dinkes, BPS)
09.30 – 10.00
Istirahat
10.00 – 10.30
Perkenalan, pre-test, penjelasan umum SSP
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
50
10.30 – 12.30
HIV/AIDS: riwayat alamiah, cara penularan, cara pencegahan, epidemi dan implikasi, determinan epidemi,upaya pencegahan dan penanggulangan
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Metodologi SSP (daftar sampel) dan organisasi lapangan
15.00 – 15.30
Istirahat
15.30 – 17.00
Mekanisme lapangan, prinsip dan etika wawancara, tugas pewawancara
Hari Kedua 08.00 – 10.00
Kuesioner VSP04-WPS
10.00 – 10.15
Istirahat
10.15 – 12.30
Kuesioner VSP04-WPS
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Kuesioner VSP04-PRIA
15.00 – 15.15
Istirahat Role playing: simulasi peserta
15.15 – 17.00 Hari Ketiga 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 15.15 15.15 – 17.00 17.00 – 19.00 19.00 – 22.00 Hari Keempat 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.15 – 17.00 Hari Kelima 08.00-10.00 10.00-10.15 10.15-12.15 12.15-12.30
Role playing: simulasi peserta Istirahat Role playing: simulasi peserta, evaluasi role playing Makan siang Karakter dan sifat kelompok sasaran, antisipasi dan penanganan masalah lapangan Istirahat Persiapan kunjungan lapangan Istirahat dan makan malam Kunjungan lapangan Evaluasi kunjungan lapangan Istirahat Mekanisme lapangan dan rencana kerja Makan siang Post test dan evaluasi akhir Penutupan untuk petugas pewawancara Pemeriksaan daftar dan pengawasan lapangan Istirahat Pengawasan lapangan Penutupan untuk pengawas
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
51
Tambahan 1 hari pelatihan untuk koordinator lapangan, pengawas, dan beberapa pewawancara yang ditunjuk adalah dalam rangka listing dan pemetaan serta pemilihan sampel. Berdasarkan pengalaman pada SSP 2002, maka pelatihan listing dan pemetaan ini direncanakan dilaksanakan terlebih dahulu, paling tidak seminggu sebelum pelatihan petugas secara lengkap. Tentatif agenda untuk tambahan 1 hari pelatihan adalah sebagai berikut: 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 17.00
Listing dan pemetaan Istirahat Listing dan pemetaan (lanjutan) Makan siang Pemilihan sampel Mekanisme lapangan dan rencana kerja
Jadwal Pelatihan Petugas Lapangan Gay dan Waria, SSP 2004/2005
HARI/JAM
TOPIK
Hari Pertama 08.00 – 08.30
Registrasi peserta
08.30 – 09.30
Pembukaan (KPAD, Dinkes, BPS)
09.30 – 10.00
Istirahat
10.00 – 10.30
Perkenalan, pre-test, penjelasan umum SSP
10.30 – 12.30
HIV/AIDS: riwayat alamiah, cara penularan, cara pencegahan, epidemi dan implikasi, determinan epidemi,upaya pencegahan dan penanggulangan
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Metodologi SSP (daftar sampel) dan organisasi lapangan
15.00 – 15.30
Istirahat
15.30 – 17.00
Mekanisme lapangan, prinsip dan etika wawancara, tugas pewawancara
Hari Kedua 08.00 – 10.00
Kuesioner VSP04-GAY
10.00 – 10.15
Istirahat
10.15 – 12.30
Kuesioner VSP04-GAY
12.30 – 13.30
Makan siang
13.30 – 15.00
Kuesioner VSP04-WARIA
15.00 – 15.15
Istirahat Role playing: simulasi peserta
15.15 – 17.00
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
52
Hari Ketiga 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 17.00 19.00 – 22.00 Hari Keempat 08.00 – 10.00 10.00 – 10.15 10.15 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 15.15 15.15 – 17.00
4.6
Role playing: simulasi peserta Istirahat Role playing: simulasi peserta, evaluasi role playing Makan siang Karakter dan sifat kelompok sasaran, antisipasi dan penanganan masalah lapangan Persiapan kunjungan lapangan Kunjungan lapangan Evaluasi kunjungan lapangan Istirahat Mekanisme lapangan dan rencana kerja Makan siang Post test dan evaluasi akhir Istirahat Penutupan
Tempat Pelatihan dan Pembiayaan
Pelatihan hendaknya dilaksanakan di Hotel atau Gedung Pertemuan dengan ruang kelas/pertemuan dengan fasilitas AC, OHP, white board, dan daya tampungnya sekitar 50 orang. Peserta tidak menginap, selama pelatihan setiap hari disediakan dua kali makanan kecil (snack) dan sekali makan siang. Tempat pelatihan hendaknya mempunyai, atau dekat dengan tempat beribadah. Untuk setiap peserta disediakan biaya transpor harian sebesar Rp. 50.000,- .
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
53
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
54
BAB 5. JENIS DAN ARUS DOKUMEN
5.1
Jenis Dokumen Ada beberapa dokumen pokok yang digunakan dalam kegiatan ini, yaitu:
Buku Pedoman Penyelenggara, Buku Pedoman Pelaksanaan Lapangan, Kuesioner untuk wanita pekerja seks (VSP04-WPS), Kuesioner untuk pria dewasa (VSP04-PRIA), Kuesioner untuk remaja (VSP04-REMAJA), khusus untuk Kota Jakarta Pusat (DKI Jakarta) dan Kota Surabaya (Jawa Timur),
Kuesioner untuk pengguna narkoba suntik (VSP04-PENASUN), khusus untuk Kota Medan (Sumatera Utara), DKI Jakarta, Kota Bandung (Jawa Barat), dan Kota Surabaya (Jawa Timur)
Kuesioner untuk lelaki yang suka lelaki (VSP04-GAY), khusus untuk Kota Batam (Riau), DKI Jakarta, Kota Bandung (Jawa Barat), dan Kota Surabaya (Jawa Timur)
Kuesioner untuk waria (VSP04-WARIA), khusus untuk Kota Batam (Riau), DKI Jakarta, Kota Bandung (Jawa Barat), dan Kota Surabaya (Jawa Timur)
Secara umum materi pertanyaan dalam kuesioner SSP mencakup topik-topik berikut: karakteristik responden, pengetahuan mengenai HIV/AIDS serta cara penularan dan pencegahan, perilaku seks dan penggunaan kondom, pengalaman dengan gejala dan pengobatan IMS, dan pengalaman menggunakan narkotika suntik. 5.1.1 Kuesioner untuk Wanita Pekerja Seks Komersial (VSP04-WPS) Kuesioner ini dipakai hanya pada kelompok wanita pekerja seks (WPS) yang menjajakan seks untuk uang. Kelompok ini bisa termasuk wanita penjaja seks komersial yang bekerja di lokalisasi, atau pun mereka yang menjajakan seks secara tak langsung di daerah non lokalisasi seperti restoran atau bar, panti pijat, salon, atau tempat lain yang telah diidentifikasi oleh pada saat listing. Wanita yang menjajakan seks secara tak langsung di daerah non lokalisasi tentunya lebih sulit dijangkau dan diwawancarai. Apalagi mereka umumnya tidak ingin dihubungkan dengan pelacuran. Oleh karena itu perlu dikembangkan sejumlah pendekatan lokal termasuk membangun kepercayaan responden (rapport building) sebelum wawancara dimulai. Di masa lalu pernah ada upaya menggunakan definisi luas mengenai seks komersial, misalnya berdasarkan pertukaran barang dan jasa untuk seks. Namun definisi demikian lebih menyulitkan analisis karena sulit ditafsirkan. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
55
Kuesioner baku SSP untuk pekerja seks dipakai hanya pada responden yang menjual seks demi uang. Contoh kuesioner untuk WPS tersedia di Lampiran 9 5.1.2 Kuesioner untuk Dewasa Pria (VSP04-PRIA) Kuesioner untuk orang dewasa pria dimaksudkan untuk pria dewasa berusia 15 tahun atau lebih dan berbeda karakter dengan kelompok berisiko lainnya (seperti pekerja seks/ WPS). Instrumen SSP untuk dewasa pria dipakai pada kelompok berdasarkan jenis pekerjaan seperti: pekerja pabrik pria, supir truk, pelaut, buruh, dan pengemudi kendaraan umum. Pertimbangan untuk penyertaan mereka dapat ditentukan berdasarkan bukti epidemiologis atau studi kualitatif mengenai peran mereka dalam epidemi HIV. Dalam kegiatan SSP kali ini kelompok berisiko yang dijadikan sasaran adalah nelayan, awak kapal, dan supir truk bersama kneknya. Kuesioner dewasa pria antara lain menanyakan jumlah pasangan seks selama setahun terakhir, perilaku seks dengan wanita penjaja seks dan juga dengan pasangan tidak tetap lainnya. Responden dewasa pria juga ditanyakan mengenai pemakaian kondom terakhir dan konsistensi pemakaian kondom setiap kali berhubungan seks dengan pasangannya. Contoh kuesioner untuk pria dewasa tersedia di Lampiran 10 5.1.3 Kuesioner untuk Remaja (VSP04-REMAJA) Kuesioner untuk REMAJA dirancang khusus bagi responden REMAJA. Kuesioner ini dirancang untuk dapat diisi/dijawab sendiri (self enumeration), namun dengan bimbingan petugas dengan cara membacakan pertanyaan satu per satu dan remaja menjawab pertanyaan tersebut di kuesioener yang dipegang masing masing. Kuesioner ini berupaya memantau pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS, perilaku seks dan tren dalam kehidupan awal hubungan seks mereka, praktek pemeliharaan kesehatan yang mereka lakukan seperti menggunakan kondom saat berhubungan seks, dan juga jumlah pasangan seks mereka. Kuesioner untuk REMAJA ini digunakan pada para remaja murid SLTA di Jakarta dan Surabaya. 5.1.4 Kuesioner untuk Pengguna Narkoba Suntik (VSP04-PENASUN) Kuesioner ini dirancang khusus untuk para pengguna narkoba suntik. Kuesioner ini dipergunakan untuk menangkap pengetahuan tentang HIV/AIDS, perilaku seks, perkembangan kehidupan seks, praktek pemeliharaan kesehatan, perilaku penggunaan narkoba dan penggunaan jarum suntik, di kalangan para pengguna narkoba suntik. Kuesioner ini akan digunakan di Sumatera Utara (Medan), Jakarta, Jawa Barat (Bandung), dan Jawa Timur (Surabaya). 5.1.5 Kuesioner untuk Lelaki Suka Lelaki (VSP04-GAY) Kuesioner ini juga diperuntukkan untuk kaum lelaki, namun kaum lelaki yang suka berhubungan seks dengan lelaki lain, bukan dengan perempuan termasuk pria penjaja seks (kucing). Di dalam kuesioner ini disusun pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
56
tentang HIV/AIDS, perilaku seks, perkembangan kehidupan seks, praktek pemeliharaan kesehatan, perilaku penggunaan minuman dan narkoba, di kalangan lelaki yang suka lelaki. Kuesioner ini akan digunakan di daerah survei Batam, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. 5.1.6 Kuesioner untuk Waria (VSP04-WARIA) Kuesioner untuk kaum waria ini, hampir serupa dengan kuesioner lelaki yang suka lelaki. Di dalamnya juga berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan tentang HIV/AIDS, perilaku seks, perkembangan kehidupan seks, praktek pemeliharaan kesehatan, perilaku penggunaan minuman keras dan narkoba di kalangan waria. Kuesioner ini akan digunakan di daerah survei Batam, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. 5.2
Distribusi dan Arus Dokumen
5.2.1 Distribusi Dokumen Sesuai dengan alokasi sampel di setiap daerah, maka distribusi dokumen SSP 2004/ 2005 seperti pada tabel berikut Jenis dokumen
Kelompok sasaran
Pedoman Penyelenggara
Pedoman Pelaksanaan Lapangan SSP WPS & PRIA
WPS dan Pria
Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kel. Remaja Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kel. Pengguna narkoba suntik
Remaja
Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kel. Gay dan Waria
Gay dan Waria
VSP04-WPS
Wanita penjaja seks
VSP04-PRIA
ABK, nelayan, supir dan kernet truk, TKBM, Tukang ojek Remaja siswa Siswa SLTA
VSP04-REMAJA
Pengguna narkoba suntik
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
Penerima dokumen Kepala BPS Prop/Kab/ Kota, Instruktur, Koordinator, & Pengawas Lapangan Pewawancara, Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, & Pengawas Lapangan Instruktur, Kepala BPS Kab/Kota Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, & Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, & Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara
Petugas/pelaksana Kepala BPS Prop. Kepala BPS Kab/ Kota
Pewawancara
Tim pengumpul data Pewawancara
Pewawancara
Pewawancara
Pewawancara
Tim
57
VSP04-PENASUN
Pengguna narkoba suntik
VSP04-GAY
Gay
VSP04-WARIA
Waria
Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara Kepala BPS Kab/Kota, Instruktur, Koordinator, Pengawas Lapangan, dan Pewawancara
Pewawancara
Pewawancara
Pewawancara
5.2.2 Arus Dokumen Seluruh dokumen, baik untuk pelatihan maupun pencacahan, serta dokumen pendukung seperti alat tulis, dan souvenir responden, disiapkan di pusat. Mengingat waktu yang sangat sempit, maka sebagian dokumen tersebut, khususnya untuk kebutuhan pelatihan, akan dibawa oleh tim instruktur pusat. Dokumen untuk pelaksanaan akan diberikan kepada para pengawas lapangan, yang selanjutnya akan mendistribusikannya kepada para pewawancara sesuai dengan alokasi yang telah disepakati. Dokumen hasil pencacahan dikumpulkan oleh para pengawas dari pewawancara, untuk selanjutnya akan diserahkan kepada koordinator lapangan. Penerimaan dokumen hasil pencacahan dari pewawancara dan penyerahannya kepada koordinator lapangan harus disertai berita acara penerimaan/penyerahan. Pengolahan dokumen SSP 2004/2005 dilakukan di BPS (Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat). Untuk itu koordinator lapangan (atas nama penanggung jawab survei daerah) bertanggung jawab mengirimkannya ke pusat, lengkap dengan catatan jumlah dokumen per jenis kuesioner, termasuk catatan harian pewawancara dan pengawas lapangan.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
58
BAB 6. PELAKSANAAN LAPANGAN
Kegiatan lapangan memerlukan perencanaan strategis dan dukungan administratif dan logistik. Upah, pengaturan transportasi, uang transpor, akomodasi, kendaraan, dokumen dan peralatan survei harus disiapkan sebaik mungkin. Ketidak-teraturan penyiapan tersebut dapat menghambat pelaksanaan survei dan menurunkan semangat anggota tim survei. Komunikasi antara pewawancara, pemeriksa/pengawas dan koordinator lapangan perlu diatur dan keselamatan serta kesehatan anggota tim lapangan harus diberi perhatian memadai. Apabila pewawancara perempuan harus bekerja malam hari, terutama di beberapa tempat yang rawan, mereka mungkin perlu disiapkan kendaraan dan proteksi. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, BPS propinsi atau BPS kabupaten/kota terpilih harus membuat surat pemberitahuan kepada polisi, administrator pelabuhan, atau otoritas setempat. KPA/KPAD dan instansi yang berkepentingan dapat membantu pengurusan ijin ini. Tim lapangan perlu membawa surat yang menjelaskan tentang diadakannya survei. Setiap pewawancara perlu membawa kartu identitas dan surat tugas, yang disiapkan BPS propinsi/BPS kabupaten/kota terpilih. Kartu identitas/surat tugas ini tidak perlu ditunjukkan di tempat umum. Pada permulaan survei, pengawas lapangan perlu bertemu setiap harinya dengan pewawancara untuk koordinasi, dan kemudian beberapa hari sekali membahas pengalaman dan pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul. Masalah yang tidak dapat diatasi perlu disampaikan kepada koordinator lapangan secepatnya. Kuesioner-kuesioner yang telah terisi perlu ditelaah berulang kali sampai tidak ditemukan masalah pencatatan. Kuesioner yang telah diedit diserahkan kepada petugas yang ditunjuk dengan menggunakan pembukuan yang sistematis, sehingga apabila terjadi masalah dapat ditelusuri dengan mudah. 6.1
Tindakan Operasional: Pelaksanaan Kegiatan Lapangan a. Pengaturan untuk travel, dana, dan bahan-bahan yang dibutuhkan perlu dilakukan sebelum kegiatan lapangan dimulai. b. Dokumen-dokumen identitas (dilengkapi foto) dan surat tugas perlu disiapkan dan disediakan untuk semua anggota tim survei. c. Instruktur bersama koordinator lapangan perlu diingatkan untuk membuat rekapitulasi hasil listing/mapping dan menggunakannya dalam pengambilan sampel. Selain itu hasil pengambilan sampel harus dibawa instruktur pusat kembali ke BPS bersama soft copynya, sementara copy yang lain akan
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
59
d.
e.
f.
g. h. 6.2
dipergunakan di lokasi survei untuk di-update dengan hasil lapangan yang mutakhir Pengawas lapangan perlu diingatkan untuk mencatat secara tertulis (narrative) semua peristiwa/kondisi yang berkaitan setiap harinya, seperti absensi pewawancara setiap, kinerja pewawancara (hasil wawancaranya, kegagalan dan keberhasilan dalam mewawancarai responden), untuk selanjutnya dibuat dalam suatu laporan yang pada akhir kegiatan lapangan disampaikan pada koordinator lapangan. Pewawancara perlu diingatkan untuk mencatat responden mana yang bersedia diwawancarai dan mana yang menolak, kemudian merekapnya setiap hari untuk selanjutnya dilaporkan kepada pengawas Surat-surat tentang pelaksanaan survei, termasuk surat ijin dari instansi yang berwenang yang ditujukan kepada otoritas setempat, perlu disiapkan dan dibawa oleh tim survei. Metode komunikasi dan proteksi terhadap semua anggota tim survei perlu diatur. Perlu dipersiapkan cara agar privasi responden pada wawancara selalu terjaga.
Listing dan Pemetaan Lokasi
Sebelum listing dan pemetaan dimulai perlu dilakukan terlebih dahulu pengumpulan data awal secara cepat (rapid assessment) dari berbagai instansi/lembaga untuk mengetahui kondisi lapangan. Beberapa hal yang perlu dikumpulkan datanya antara lain: Tempat-tempat (lokasi) keberadaan kelompok sasaran Perkiraan jumlah individu kelompok sasaran di tempat-tempat tersebut menurut waktu Apakah tempat atau populasinya menetap atau selalu berubah atau berpindah? Apakah tempat-tempat tersebut dapat dijangkau secara rutin dan mudah? Setelah kegiatan tersebut dilakukan, maka dapat dilakukan listing dan pemetaan lokasi. Pendaftaran (listing) pada kelompok sasaran harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, dengan menggunakan kuesioner listing. Pada saat listing dilakukan, para petugas harus sudah mulai menjalin komunikasi dengan contact person setempat. Hasil listing ini akan dipetakan sehingga memudahkan pengawas mengalokasikan tugas kepada pewawancara. Pemetaan ini merupakan visualisasi dari sebaran geografis dan waktu dari kelompok sasaran. Peta hasil pemetaan memuat informasi tentang tempat-tempat keberadaan kelompok sasaran (termasuk alamat dan cara menemukan), dan perkiraan jumlah individu kelompok sasaran untuk setiap tempat menurut waktu. Hasil pemetaan merupakan bahan utama pembuatan kerangka penarikan sampel responden.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
60
Supaya SSP dapat mengumpulkan data dari sampel yang representatif, maka pemetaan tempat atau lokasi sedapat mungkin komprehensif, mencakup semua lokasi di daerah survei. Untuk kelompok wanita penjaja seks (WPS), maka tempat/lokasi yang dipetakan pada umumnya mencakup antara lain: lokalisasi, rumah bordil, jalan, dan taman untuk wanita penjaja seks langsung; panti pijat, bar, disko, dan hotel untuk wanita penjaja seks terselubung. Tempat-tempat tersebut merupakan lokasi di mana transaksi seks komersial dilakukan. Untuk kelompok sasaran pelaut (ABK), nelayan, dan tenaga kerja bongkar muat pelabuhan (sebagai proksi pelanggan wanita penjaja seks), tempat keberadaan mereka biasanya di pelabuhan kapal angkutan umum, barang, atau pencari ikan. Pengambilan sampel dan wawancara responden pada kelompok pelaut dan nelayan ini sering kali dilakukan di atas kapal yang sedang mendarat/berlabuh. Untuk kelompok supir dan kernet truk antar kota, tempat keberadaan mereka antara lain di pangkalan truk, tempat perhentian untuk istirahat, dan pintu masuk pelabuhan. Untuk kelompok remaja, mereka akan diambil informasinya dimana mereka bersekolah, dalam hal ini SLTA. Sementara itu, sasaran berupa gay, dan waria, lokasi wawancaranya bisa berupa tempat tinggal (waria), tempat “mejeng” (waria), pub/diskotik/mall/panti pijat (gay). Dalam pemetaan, variabel seperti alamat dan jumlah rata-rata individu setiap hari atau setiap minggu dari setiap tempat/lokasi perlu dicatat. Informasi ini bisa diperoleh melalui pengamatan langsung atau tidak langsung melalui orang kunci (seperti pemilik, germo, satpam, mami, “kucing PP” dsb.). Pemetaan untuk setiap kelompok sasaran harus menyeluruh (exhaustive) dan lengkap. Selain pengamatan lokasi, perlu diamati pula kegiatan kelompok di setiap lokasi setiap hari dalam seminggu. Juga perlu diperhatikan waktu kegiatan setiap hari itu (apakah siang atau malam hari), pengaruh perubahan musim atau masa liburan (berada di tempat, atau sedang belibur, atau berpindah ke lokasi lain), dan penyebaran geografis lokasi (apakah terkonsentrasi di kota atau menyebar di dalam daerah yang luas). 6.3
Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data surveilans perilaku ini dilaksanakan dengan cara wawancara langsung (tatap muka) terhadap responden (WPS, klien pria dewasa, waria, gay) dan mengisi sendiri dengan dipandu (remaja SLTA). Wawancara adalah sarana yang dapat digunakan untuk mengungkapkan keterangan, informasi dan data tentang berbagai aspek kehidupan. Agar di dalam berwawancara dapat diperoleh keterangan seperti yang diinginkan, maka pewawancara perlu menguasai dengan baik maksud pertanyaan, maksud dalam setiap kategori jawaban, dan menangkap maksud responden, disamping teknis berwawanca. Privasi responden harus dijamin dan ini tidak mudah dilakukan pada situasi tertentu. Responden jangan diwawancarai di dekat orang lain yang mungkin dapat mendengar Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
61
pembicaraan (wawancara) tersebut. Untuk menjamin privasi, mungkin perlu mengajak responden ke tempat yang terlindung dari orang lain. Setelah selesai mewawancarai responden, buatlah suasana menjadi lebih santai dan akrab dalam batas kesopanan. Ucapkan terima kasih atas bantuannya dan jangan berikan ia uang sebagai tanda terima kasih, karena BPS telah menyiapkan cendera mata untuknya. 6.4
Tehnik Berwawancara
Di dalam berwawancara diperlukan kesediaan responden untuk memberikan keterangan. Kesediaan responden tersebut dapat dikondisikan dan biasanya sangat tergantung kepada sikap pewawancara pertama kali bertemu. Sikap duduk, kecerahan wajah, tutur kata, keramahan, kesabaran, dan keseluruhan penampilan pewawancara sangat mempengaruhi kelanjutan/kelancaran wawancara. Penampilan yang sopan dan ramah dengan sendirinya akan dapat mengurangi bahkan menghilangkan perasaan dan sikap penerimaan responden yang negatif, yang dapat merugikan penelitian, seperti: rasa curiga, rasa takut, rasa enggan, atau malu. Beberapa hal yang penting untuk menciptakan hubungan baik dengan responden, antara lain: Dalam membuat janji wawancara dengan calon responden, sebaiknya memperhatikan waktu senggang dari responden tersebut, dan berusaha jangan sampai mengganggunya dalam kesibukan sehari-hari. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh responden. Jika responden lebih mengerti bahasa daerah daripada bahasa Indonesia, maka gunakanlah bahasa daerah tersebut. Hal ini akan memperlancar jalannya wawancara. Sebelum memulai wawancara jangan lupa memperkenalkan diri, menunjukkan kartu pengenal jika perlu serta menyebutkan lembaga atau badan yang menugaskannya. Kemudian menguraikan maksud wawancara serta tujuan penelitian yang dilakukan. Jelaskan bahwa tujuan SSP ini berkaitan dengan masalah kesehatan. Jangan sekali-kali menyebutkan “Survei Tentang WPS atau Gay atau WARIA”. Penting untuk disampaikan bahwa wawancara yang dilakukannya bukan suatu ujian atau test; tidak ada jawaban yang dibenarkan atau disalahkan dan informasikan bahwa semua pertanyaan yang diajukan akan mudah dijawab karena berhubungan dengan pengalaman, kehidupan, pikiran dan perasaan responden sendiri. Jelaskanlah semuanya secara sederhana, tetapi cukup jelas. Dalam “obrolan” awal yang merupakan “intro” untuk membangun suasana yang kondusif ini jangan keluar dari konteks isi kuesioner. Arahkan perbincangan tersebut ke dalam isi kuesioner, namun demikian jangan menggunakan waktu terlalu lama.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
62
Selalu menunjukkan perhatian terhadap hal-hal yang sedang dibicarakan.oleh responden selama berlangsungnya wawancara. Pewawancara dapat berperan sebagai seorang yang ingin tahu dan ingin belajar dari responden.. Bila pewawancara kurang memahami sesuatu, maka dapat meminta responden tersebut untuk mengulangi jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan. Sampaikan bahwa hal yang dikatakan responden sangat menarik, sehingga perlu dicatat atau mencoba mengulangi kesimpulan jawabannya guna meyakinkan bahwa yang dikatakan responden tidak salah mentafsirkannya. Mejalankan tugas dengan penuh kepercayaan, namun tidak dengan rasa percaya diri yang berlebihan, sehingga dirinya merasa lebih tinggi. Hal ini dapat menimbulkan rasa antipati (rasa tidak suka) dalam diri responden. Di dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat sensitif, misalnya: soal penghasilan, soal seks, dan soal-soal lain yang sejenis, usahakanlah agar pertanyaannya tidak menyinggung perasaan responden atau membuatnya merasa malu. Sebelum mengajukan pertanyaan tentang ini, dapat didahului dengan kata “maaf.......” Gunakanlah waktu untuk wawancara dengan efektif, artinya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data yang sebanyak-banyaknya dan sejelasjelasnya. Dalam awal wawancara jangan menjanjikan menyebutkan akan ada souvenir. Ucapkanlah terima kasih, bila wawancara tersebut telah selesai, karena responden telah meluangkan waktu serta memberikan keterangannya dalam wawancara tersebut. 6.5
Mencari Lokasi Survei
Lokasi survei yang akan dikunjungi seharusnya sudah dikenal. Untuk memperlancar wawancara, petugas pengantar (penunjuk jalan) di lokasi sasaran survei terkadang dibutuhkan. Pengantar tersebut misalnya pimpinan kelompok sasaran, Kepala Desa, RT/RW dan lain-lain. Bila menemui kesulitan dalam mencari lokasi survei yang harus dikunjungi, segeralah minta bantuan kepada pengawas lapangan. Batas lokasi biasanya sudah ditentukan. Salah satu masalah serius yang mungkin dijumpai pewawancara dalam pengumpulan data di lapangan adalah kegagalan dalam mendapatkan informasi/keterangan dari salah satu atau lebih responden. Oleh karena itu, menjadi tugas pewawancara untuk berusaha mendapatkan informasi secara lengkap dengan jalan seperti yang telah disebut di atas. Responden pengganti dapat dipilih berdasar prosedur yang telah ditetapkan dan harus sepengetahuan pengawas/koordinator lapangan. Bila kelompok sasaran survei berada di perumahan, upaya untuk menghindari drop out/mencari responden pengganti adalah melakukan kunjungan ulang, baik pada hari yang bersamaan maupun pada hari yang lain.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
63
Berikut adalah contoh permasalahan di lapangan dan cara pemecahannya: 1. Tidak memperoleh ijin masuk lokasi dari beberapa pihak Misalnya, untuk masuk ke lokasi kelompok WPS non lokalisasi sering mendapat hambatan. Dalam kasus seperti ini, pengawas dan pewawancara harus dapat meyakinkan bahwa dirinya telah memiliki ijin penelitian baik formal maupun tidak formal. dan mengutarakan maksudnya serta yakinkan bahwa survei ini tidak akan merugikan kelompok sasarannya. Cara lain adalah menghubungi perorangan yang menjadi kontak person/pengantar dalam penelitian ini di daerah tersebut. 2. Lokasi survei yang sudah ditentukan tidak dapat ditemukan Pewawancara harus mencoba dengan segala upaya untuk menemukan lokasi survei tersebut. Apabila tidak juga ditemukan, selanjutnya dicari kemungkinan penyebabnya, antara lain apakah karena kesalahan mapping atau listing. Apabila masalahnya karena mapping atau listing, maka perlu dikoreksi dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan pengawas lapangan/koordinator lapangan. 3. Responden menolak untuk diwawancarai Dalam menghadapi masalah seperti ini, pewawancara harus memperhatikan tentang sebab-sebab penolakan responden. Dalam mengatasi masalah penolakan ini, beberapa cara dapat dilakukan, antara lain: Lakukan pendekatan kepada responden, perhatikan pandangan dan pendapatnya untuk mencari jalan keluar agar responden bersedia untuk diwawancarai. Tinggalkan responden tersebut jika ada kemungkinan untuk diwawancarai pada waktu lain. Jika pewawancara merasa bahwa kedatangannya tidak diinginkan, maka cobalah untuk meninggalkan responden sebelum responden mengatakan tidak mau/tidak bersedia diwawancarai. Pewawancara harus mengusahakan untuk mengadakan kunjungan ulangan pada hari yang lain, di mana responden dapat memperkirakan suasana yang lebih baik atau waktu yang lebih baik.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
64
BAB 7. PEMBUATAN LAPORAN
Selesai pelaksanaan SSP, penanggung jawab di daerah (BPS Kabupaten/Kota) harus membuat laporan mengenai pelaksanaan SSP di daerahnya. Hal-hal yang perlu dilaporkan mencakup: a. Persiapan pelaksanaan di daerah: melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan (Subdit P2M), KPAD, Sekretariat ASA daerah, dan pihak terkait lainnya (termasuk LSM). Laporan harus dibuat oleh penanggung jawab kegiatan di kabupaten/kota. b. Pengurusan perizinan: surat tugas, surat surat dari instansi terkait (seperti Dinas Kesehatan, Administrasi Pelabuhan, dsb.). Laporan harus dibuat oleh penanggung jawab kegiatan di kabupaten/kota. c. Rekrutmen dan seleksi petugas: kriteria petugas, pemilihan petugas. Laporan harus dibuat oleh penanggung jawab kegiatan di kabupaten/kota. d. Pelatihan petugas: materi, tempat, metode, evaluasi dan jadwal. Laporan harus dibuat oleh penyelenggara kegiatan pelatihan dan terpisah dari laporan team pengajar/ instruktur. e. Pelaksanaan lapangan: pemetaan dan penelusuran lokasi, wawancara. Laporan dibuat oleh masing-masing petugas pengawas, dan dirangkum oleh koordinator lapangan. f. Permasalahan yang muncul di lapangan: ketika memasuki lokasi, ketika mendekati orang kunci. Laporan dibuat oleh masing-masing petugas pengawas, dan dirangkum oleh koordinator lapangan. g. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan, Laporan dibuat oleh masingmasing petugas pengawas, dan dirangkum oleh koordinator lapangan. h. Penyelesaian administrasi dan pembiayaan pelaksanaan lapangan: surat kontrak, asuransi, tanda bukti/kwitansi keuangan, dsb. Laporan harus dibuat oleh penanggung jawab kegiatan di kabupaten/kota.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
65
Lampiran 7 Contoh: Surat Perjanjian Kerja dengan Pewawancara
Badan Pusat Statistik Propinsi ..........................
Pada hari ini ..........................., tanggal ..............., bulan ................................, tahun 2004, kami yang bertanda tangan di bawah ini: I.
Nama
: ..................................................................................
Jabatan : Kepala BPS Propinsi ............................................. Alamat : Jalan ........................................................................ .................................................................................. Bertindak untuk dan atas nama Badan Pusat Statistik ....................................., yang selanjutnya dalam perjanjian ini PERTAMA. II. Nama
(BPS) Propinsi disebut PIHAK
: ..................................................................................
Jabatan : Pewawancara Alamat : .................................................................................. .................................................................................. Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA, dengan ini mengadakan suatu perjanjian kerja dalam rangka “Pelaksanaan Lapangan Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2004/2005". PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersama-sama menyetujui untuk terikat dalam perjanjian kerja sebagai berikut: PASAL 1 PIHAK KEDUA akan membantu PIHAK PERTAMA dalam kegiatan pengumpulan data “Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2004/2005".
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
66
PASAL 2 RUANG LINGKUP TUGAS
PIHAK KEDUA menyetujui dan akan melaksanakan tugas sebagai pewawancara seperti berikut: 1. Mengikuti pelatihan pengumpulan data, 2. Melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang telah disiapkan oleh Badan Pusat Statistik, 3. Mengumpulkan data dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam pelatihan, 4. Pewawancara bersedia melaporkan baik dengan lisan maupun tertulis semua informasi yang menunjang survei yang tidak tercakup dalam instrumen, 5. Apabila pada hasil wawancara/pengisian kuesioner ditemukan kesalahan atau ketidakkonsistenan, maka pewawancara bersedia melakukan wawancara ulang, 6. Pewawancara melakukan editing dan cross check terhadap kelengkapan dan konsistensi jawaban pada setiap kuesioner, 7. Pengumpulan data diselesaikan tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan oleh Koordinator Lapangan, 8. Melakukan koordinasi dengan Pengawas dan Koordinator Lapangan/Penanggung Jawab Lapangan, 9. Bertanggung jawab terhadap seluruh hasil pengumpulan data di lapangan, 10. Turut serta membantu melakukan pengurusan ijin di tingkat lapangan, 11. Turut serta membantu mempersiapkan kegiatan lapangan.
PASAL 3 JANGKA WAKTU PERJANJIAN IKATAN KERJA PIHAK KEDUA akan melaksanakan jasa bantuan seperti tercantum dalam Pasal 2 Surat Perjanjian ini dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung mulai dilakukan pelatihan. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan memperbaharui surat perjanjian kerja bilamana hal tersebut dibutuhkan.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
67
PASAL 4 PERSYARATAN ADMINISTRATIF
1.
PIHAK KEDUA akan bekerja pada PIHAK PERTAMA dengan baik, serta mentaati ketentuan-ketentuan dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA,
2.
PIHAK KEDUA wajib melaksanakan tugas serta menghasilkan keluaran sesuai yang tertulis dalam ruang lingkup Pasal 2 Surat Perjanjian ini, dan berhak memperoleh pembayaran sesuai perjanjian yang ditetapkan, bila telah menyelesaikan kewajibannya. Sebaliknya, PIHAK PERTAMA juga berkewajiban memberikan hak hak PIHAK KEDUA sesuai yang ditetapkan dalam surat perjanjian dan berhak menuntut PIHAK KEDUA untuk menyelesaikan kewajibannya.
3.
PIHAK PERTAMA akan melakukan penilaian terhadap PIHAK KEDUA berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. Apabila hasil penilaian PIHAK KEDUA belum bisa memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja akan ditinjau kembali oleh PIHAK PERTAMA,
4.
Apabila kegiatan tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dari PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja akan ditinjau kembali oleh PIHAK PERTAMA,
5.
Apabila sewaktu-waktu PIHAK PERTAMA membutuhkan informasi lebih lanjut dari PIHAK KEDUA mengenai laporan yang diberikan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA wajib dan bersedia untuk memenuhi panggilan tersebut atau memberikan informasi seperti yang diperlukan oleh PIHAK PERTAMA,
6.
PIHAK PERTAMA berhak memutuskan ikatan kerja dan atau menjatuhkan sangsi kepada PIHAK KEDUA bila tidak memenuhi persyaratan administratif di atas. Sebaliknya, PIHAK KEDUA juga dapat menuntut PIHAK PERTAMA apabila belum memperoleh pembayaran/haknya, padahal semua kewajibannya sudah diselesaikan.
7. Apabila PIHAK KEDUA bermaksud memutuskan hubungan kerja, maka PIHAK KEDUA wajib memberitahukan paling lambat 6 (enam) hari sebelum waktu pemutusan hubungan kerja.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
68
PASAL 5 PEMBIAYAAN Jumlah pembiayaan yang harus dibayar PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan beban tugas dalam Pasal 2 Surat Perjanjian, yaitu Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per responden (sudah termasuk biaya transportasi), dengan jumlah responden antara 35-40 orang. PASAL 6 PEMBAYARAN 1.
Semua pembayaran yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas (Pasal 2) akan dilakukan langsung oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dengan mata uang rupiah,
2.
Pembayaran biaya tersebut dalam Pasal 5 dilakukan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebagai berikut: - Pembayaran I: Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah), - Pembayaran II: Sisanya akan dibayarkan kemudian, setelah memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 6 ayat 1 Surat Perjanjian. PASAL 7 S A N G S I
Apabila PIHAK KEDUA terbukti melakukan manipulasi data, baik berdasarkan laporan sesama pewawancara atau terlibat/diketahui oleh Pengawas, maka PIHAK PERTAMA tidak akan membayar sepeser pun kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan Pasal 6 atas tugasnya sesuai Pasal 2 dan PIHAK KEDUA harus membayar ganti rugi atas fasilitas/pembiayaan yang pernah diterima oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, serta hasil pekerjaan yang telah dilakukan harus diserahkan kepada PIHAK PERTAMA. PASAL 8 TAMBAHAN 1.
Surat Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Surat perjanjian ini masing-masing disimpan oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA. Keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama,
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
69
2.
Bila ada kesalahan atau hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan meninjau kembali bersama-sama.
PIHAK KEDUA,
PIHAK PERTAMA,
[ _______________________ ]
[ ______________________ ]
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
70
Lampiran 8 Contoh: Surat Perjanjian Kerja dengan Pengawas
Badan Pusat Statistik Propinsi .........................
Pada hari ini ........................., tanggal ..............., bulan ................................, tahun 2004, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
I.
Nama
: ..................................................................................
Jabatan : Kepala BPS Propinsi ............................................. Alamat : Jalan ........................................................................ .................................................................................. Bertindak untuk dan atas nama Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi ..................................., yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA.
II. Nama
: ..................................................................................
Jabatan : Pengawas Alamat : .................................................................................. ..................................................................................
Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA, dengan ini mengadakan suatu perjanjian kerja dalam rangka “Pelaksanaan Lapangan Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2004/2005". PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersama-sama menyetujui untuk terikat dalam perjanjian kerja sebagai berikut: PASAL 1 PIHAK KEDUA akan membantu PIHAK PERTAMA dalam kegiatan pengumpulan data “Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2004/2005".
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
71
PASAL 2 RUANG LINGKUP TUGAS
PIHAK KEDUA menyetujui dan akan melaksanakan tugas sebagai pengawas seperti berikut: 1. Mengikuti pelatihan petugas lapangan, 2. Melakukan listing dan pemetaan calon responden sasaran bersama dengan beberapa pewawancara yang ditunjuk dan koordinator lapangan, 3. Membantu menentukan lokasi/responden pengganti bila diperlukan, 4. Membantu koordinator lapangan melakukan pengambilan sampel, 5. Mengatur kegiatan perjalanan ke lokasi, dana, dan bahan-bahan yang dibutuhkan, sebelum kegiatan lapangan dimulai, 6. Memeriksa apakah dokumen untuk pelaksanaan lapangan sudah lengkap, seperti identitas petugas lapangan, surat izin memasuki lokasi baik dari aparat setempat maupun kepolisian, 7. Bersama pewawancara mengenali lokasi yang akan dijadikan sasaran survei, 8. Mendistribusikan dokumen yang akan dipergunakan di lapangan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pewawancara serta menata keluar-masuknya dokumen, 9. Mendampingi pewawancara pada masa-masa awal kegiatan lapangan untuk mendeteksi pewawancara mana yang lemah agar dapat ditingkatkan kemampuannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi bisa dihindari sedini mungkin, 10. Membantu menyelesaikan berbagai masalah yang ditemui pewawancara di lapangan baik dalam beradaptasi dengan lokasi maupun dalam memahami konsep yang digunakan dalam pertanyaan ketika berwawancara, 11. Membatasi jumlah responden yang diwawancarai dalam sehari, untuk menjaga ketajaman hasil wawancara dan menghindari kejenuhan (5-8 responden cukup untuk sehari), 12. Memantau kualitas data dengan melakukan spot cek (mengkonfirmasi kuesioner yang diisi pewawancara) kepada responden bila isian dalam kuesioner meragukan 13. Mengumpulkan (memeriksa kelengkapan dokumen) dan memeriksa dokumen yang sudah terisi (keakuratan, cek konsistensi dan cek logika), mengoreksi dan memberitahukan kesalahan yang dilakukan pewawancara, dan 14. Mencatat secara tertulis (narrative) semua peristiwa/kondisi yang berkaitan setiap harinya. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
72
PASAL 3 JANGKA WAKTU PERJANJIAN IKATAN KERJA PIHAK KEDUA akan melaksanakan jasa bantuan seperti tercantum dalam Pasal 2 Surat Perjanjian ini dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung mulai dilakukan pelatihan. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan memperbaharui surat perjanjian kerja bilamana hal tersebut dibutuhkan.
PASAL 4 PERSYARATAN ADMINISTRATIF
1.
PIHAK KEDUA akan bekerja pada PIHAK PERTAMA dengan baik, serta mentaati ketentuan-ketentuan dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA,
2.
PIHAK KEDUA wajib melaksanakan tugas serta menghasilkan keluaran sesuai yang tertulis dalam ruang lingkup Pasal 2 Surat Perjanjian ini, dan berhak memperoleh pembayaran sesuai perjanjian yang ditetapkan, bila telah menyelesaikan kewajibannya. Sebaliknya, PIHAK PERTAMA juga berkewajiban memberikan hak hak PIHAK KEDUA sesuai yang ditetapkan dalam surat perjanjian dan berhak menuntut PIHAK KEDUA untuk menyelesaikan kewajibannya.
3. PIHAK PERTAMA akan melakukan penilaian terhadap PIHAK KEDUA berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. Apabila hasil penilaian PIHAK KEDUA belum bisa memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja akan ditinjau kembali oleh PIHAK PERTAMA, 4.
Apabila kegiatan tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syaratsyarat dari PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja akan ditinjau kembali oleh PIHAK PERTAMA,
5.
Apabila sewaktu-waktu PIHAK PERTAMA membutuhkan informasi lebih lanjut dari PIHAK KEDUA mengenai laporan yang diberikan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA wajib dan bersedia untuk memenuhi panggilan tersebut atau memberikan informasi seperti yang diperlukan oleh PIHAK PERTAMA,
6.
PIHAK PERTAMA berhak memutuskan ikatan kerja dan atau menjatuhkan sangsi kepada PIHAK KEDUA bila tidak memenuhi persyaratan administratif di atas, Sebaliknya, PIHAK KEDUA juga dapat menuntut PIHAK PERTAMA apabila
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
73
belum memperoleh pembayaran/haknya, padahal semua kewajibannya sudah diselesaikan. 7.
Apabila PIHAK KEDUA bermaksud memutuskan hubungan kerja, maka PIHAK KEDUA wajib memberitahukan paling lambat 6 (enam) hari sebelum waktu pemutusan hubungan kerja
. PASAL 5 PEMBIAYAAN Jumlah pembiayaan yang harus dibayar PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan beban tugas dalam Pasal 2 Surat Perjanjian, yaitu sebesar Rp ...........................,- (................................. ................................................................................) yang merupakan honorarium dan biaya transportasi selama survei. PASAL 6 PEMBAYARAN 1.
Semua pembayaran yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas (Pasal 2) akan dilakukan langsung oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dengan mata uang rupiah,
2.
Pembayaran biaya tersebut dalam Pasal 5 dilakukan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebagai berikut: - Pembayaran I: Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah), - Pembayaran II: Sisanya akan dibayarkan kemudian, setelah memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 6 ayat 1 Surat Perjanjian. PASAL 7 S A N G S I
Apabila PIHAK KEDUA terbukti melakukan manipulasi data, baik berdasarkan laporan sesama pewawancara atau terlibat/diketahui oleh Pengawas, maka PIHAK PERTAMA tidak akan membayar sepeser pun kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan Pasal 6 atas tugasnya sesuai Pasal 2 dan PIHAK KEDUA harus membayar ganti rugi atas fasilitas/pembiayaan yang pernah diterima oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, serta hasil pekerjaan yang telah dilakukan harus diserahkan kepada PIHAK PERTAMA.
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
74
PASAL 8 TAMBAHAN 1.
Surat Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Surat perjanjian ini masing-masing disimpan oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA. Keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama,
2.
Bila ada kesalahan atau hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan meninjau kembali bersama-sama.
PIHAK KEDUA,
PIHAK PERTAMA,
[ _______________________ ]
[ ______________________ ]
Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005
75
Pedoman Penyelenggara SSP 2004/2005
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................vi BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang................................................................................................... 1 1.2. HIV/AIDS: Pengertian, Cara Penularan, Epidemi, Implikasi dan Pencegahan 2 1.3. Konteks Surveilans Perilaku ............................................................................ 12 BAB 2. METODOLOGI .................................................................................................... 19 2.1 Kelompok WPS, Pria, Gay, dan Waria ........................................................... 19 2.1.1 Umum .............................................................................................................. 19 2.1.2 Kerangka Sampel ............................................................................................. 22 2.1.3 Pembentukan Kerangka Sampel ...................................................................... 24 2.1.4 Penarikan Sampel ............................................................................................ 30 2.1.5 Skema Metodologi ........................................................................................... 33 2.2 Kelompok Pengguna Narkoba Suntik ............................................................. 33 2.2.1 Umum .............................................................................................................. 33 2.2.2. Metode RDS ................................................................................................... 34 2.2.3. Target Sampel ................................................................................................. 36 2.2.4. Penomoran Kupon .......................................................................................... 36 2.2.5. Pengecekan Duplikasi Responden .................................................................. 38 2.2.6. Mekanisme Wawancara .................................................................................. 38 2.3 Kelompok Remaja ........................................................................................... 38 2.3.1. Umum ............................................................................................................. 38 2.3.2. Cakupan .......................................................................................................... 38 2.3.3. Besarnya Sampel ............................................................................................ 39 2.3.4. Kerangka Sampel ............................................................................................ 39 2.3.5. Pemilihan Sampel ........................................................................................... 39 2.3.6. Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 39 BAB 3. ORGANISASI LAPANGAN ................................................................................ 41 3.1 Struktur Organisasi .......................................................................................... 41 3.2 Petugas Lapangan ............................................................................................ 41 3.3 Koordinasi dengan Instansi Terkait ................................................................. 42 3.4 Tugas dan Tanggung Jawab ............................................................................ 43
Pedoman Penyelenggara SSP 2004/2005
iii
BAB 4. PENYELENGGARAAN PELATIHAN PETUGAS .......................................... 47 4.1 Tujuan Pelatihan .............................................................................................. 47 4.2 Metode Pelatihan ............................................................................................. 47 4.3 Materi Pelatihan ............................................................................................... 47 4.4 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyelenggaraan Pelatihan .................... 48 4.5 Jadwal Pelatihan .............................................................................................. 49 4.6 Tempat Pelatihan dan Pembiayaan .................................................................. 53 BAB 5. JENIS DAN ARUS DOKUMEN .......................................................................... 55 5.1 Jenis Dokumen ................................................................................................ 55 5.2 Distribusi dan Arus Dokumen ......................................................................... 57 BAB 6. PELAKSANAAN LAPANGAN ........................................................................... 59 6.1 Tindakan Operasional: Pelaksanaan Kegiatan Lapangan ................................ 59 6.2 Listing dan Pemetaan Lokasi ........................................................................... 60 6.3 Tehnik Pengumpulan Data .............................................................................. 61 6.4 Tehnik Berwawancara ..................................................................................... 62 6.5 Mencari Lokasi Survei..................................................................................... 63 BAB 7. PEMBUATAN LAPORAN .................................................................................. 65
Pedoman Penyelenggara SSP 2004/2005
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Manual Program Cluster Information Sheet
Lampiran 2.
Daftar Lokasi dari Sumber Informasi
Lampiran 3.
Catatan Harian Pewawancara (VSP04-PW)
Lampiran 4.
Catatan Harian Pengawas (VSP04-PG)
Lampiran 5.
Rekapitulasi Hasil Pengawasan (VSP04-RPG)
Lampiran 6.
Rekapitulasi Absensi Petugas (VSP04-RAP)
Lampiran 7.
Surat Perjanjian Kerja dengan Pewawancara
Lampiran 8.
Surat Perjanjian Kerja dengan Pengawas
Lampiran 9.
Kuesioner untuk Wanita Penjaja Seks (VSP04-WPS)
Lampiran 10. Kuesioner untuk Pria Dewasa (VSP04-PRIA)
Pedoman Penyelenggara SSP 2004/2005
v