KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan data-data yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi. Publikasi triwulan III tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun 2016. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2016 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Desember 2016
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
Ringkasan Eksekutif Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian negara-negara di beberapa kawasan masih tumbuh melambat. Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2015 sebesar 2,0 persen (YoY). Ekonomi Uni Eropa masih dapat tumbuh positif karena masih tumbuhnya permintaan domestik dan investasi dibidang konstruksi serta adanya kebijakan suku bunga rendah European Central Bank (ECB). Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), merupakan fase tercepat dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh penguatan kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) yang merupakan kenaikan terbesar sejak triwulan IV tahun 2013, serta kenaikan inventori investasi. Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan pertumbuhan terendah sejak tahun 2009, yang dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan kinerja ekspor. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh pemerintah dan sektor perumahan sehingga mencegah pelemahan ekonomi Tiongkok yang tajam. Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2 persen (YoY), lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, akibat perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-turut yang disebabkan oleh kenaikan pengiriman komponen smartphone. Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen (YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY). Secara kumulatif sampai dengan triwulan III tahun 2016, ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5,0 persen. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan anggaran. Hingga akhir triwulan III tahun 2016 inflasi sebesar 3,07 persen (YoY) dengan IHK 125,4 basis poin, menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara spasial, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Rata-rata pertumbuhan di wilayah Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun I
2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar 58,4 persen. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar. Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar maupun triwulan II tahun 2016 yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan. Total ekspor Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar USD104,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015. Hal ini sejalan nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta atau menurun sebesar 8,6 persen (YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016 mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor. Realisasi Penerimaan Perpajakan hingga September 2016, mencapai Rp896,3 triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P 2016. Realisasi pembiayaan defisit hingga September 2016 mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan target APBN-P 2016 (sebesar Rp296,7 triliun). Dari jumlah tersebut, pinjaman dalam negeri mendominasi dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016 sebesar minus Rp12,7 triliun. Disisi lain, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar 16,2 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar Rp55,6 triliun. Sementara itu, realisasi PMA mengalami penurunan dengan tumbuh negatif sebesar -0,2 persen (YoY) menjadi sebesar USD7.389,5 juta. Penjualan mobil tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) walaupun secara nilai mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 251.340 unit. Sementara itu, penjualan motor kembali mengalami pertumbuhan negatif sebesar -16,0 persen (YoY) dengan penjualan sebesar 1,3 juta kendaraan. Penjualan semen tumbuh sebesar 3,3 persen (YoY), yaitu mencapai 15,2 juta ton pada triwulan III tahun 2016. Secara kumulatif, penjualan semen pada Januari hingga September 2016 sebesar 44,7 juta ton, meningkat 3,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) adalah sebesar 3,1 juta wisman atau tumbuh sebesar 21,2 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 dan 2014.
II
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................. III DAFTAR TABEL ....................................................................................................... VI DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... X POLICY BRIEF .......................................................................................................... 3 Isu Perkembangan Ekonomi Domestik .................................................................... 3 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ..................................................................... 12 PEREKONOMIAN DUNIA ........................................................................................ 13 PEREKONOMIAN DUNIAPertumbuhan Ekonomi ............................................ 14 Tingkat Pengangguran .................................................................................... 16 Perkiraan Ekonomi Dunia................................................................................ 18 PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL .................................................... 23 Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ............................................................. 23 Inflasi ............................................................................................................... 25 Suku Bunga Kebijakan ..................................................................................... 27 Cadangan Devisa ............................................................................................. 28 PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL...................................... 29 Perkembangan Harga Internasional .............................................................. 29 Harga Minyak Dunia dan Gas Alam................................................................. 31 Harga Komoditas Utama Pangan .................................................................... 32 Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional ................................................. 33 Kerjasama Ekonomi Internasional .................................................................. 34 Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA . 37 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA.............................................................. 46 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ................................................................ 47 PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ................................................................... 54 PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK .................................................... 58 Perkembangan Harga Domestik ..................................................................... 58 Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ............................................................... 59 INDEKS TENDENSI KONSUMEN ............................................................................. 60 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ........................................................................... 62 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ..................................................................... 63 Kondisi Bisnis Indonesia .................................................................................. 63 Pertumbuhan Industri Pengolahan ................................................................. 65 Data Penjualan Komoditas Industri Utama..................................................... 69 Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ............................................ 72 III
Manufacturing Purchasing Manager Index .................................................... 74 Perkembangan Sektor Pariwisata ................................................................... 76 Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia..................................................... 80 KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA ............................................................ 83 PENDAPATAN NEGARA .......................................................................................... 85 BELANJA PEMERINTAH .......................................................................................... 86 PEMBIAYAAN PEMERINTAH .................................................................................. 88 Posisi Utang Pemerintah ................................................................................. 90 Surat Berharga Negara (SBN) .......................................................................... 91 Pinjaman Luar Negeri ...................................................................................... 94 PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN............................................................ 97 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL ............................................... 97 NERACA PEMBAYARAN ......................................................................................... 98 TRANSAKSI BERJALAN.......................................................................................... 100 Perkembangan Ekspor .................................................................................. 100 Perkembangan Impor ................................................................................... 105 Perkembangan Neraca Perdagangan............................................................ 110 Neraca Pendapatan....................................................................................... 116 NERACA MODAL DAN FINANSIAL ........................................................................ 118 CADANGAN DEVISA ............................................................................................. 120 PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 123 Isu Terkini Perkembangan Investasi ............................................................. 123 PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 124 REALISASI INVESTASI ........................................................................................... 125 Realisasi Per Sektor ....................................................................................... 125 Realisasi Per Lokasi ....................................................................................... 127 Realisasi per Negara ...................................................................................... 129 PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .................................................. 132 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ............................................................ 133 Tingkat Inflasi ................................................................................................ 133 Nilai Tukar Rupiah ......................................................................................... 136 SEKTOR PERBANKAN ........................................................................................... 140 Kredit Usaha Rakyat ............................................................................................ 142 SEKTOR PERBANKAN SYARIAH ............................................................................ 143 LAMPIRAN .......................................................................................................... 146 Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 147 Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 148 IV
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang .................................................................... 149 Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional............................................ 150 Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional........................................................... 151
V
DAFTAR TABEL Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara ................... 5 Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP................................................ 7 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ....................................................18 Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) ..............................21 Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY) ...............................................26 Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin)............................................................................................................27 Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ...........................29 Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan JanuariSeptember Tahun 2016 ..................................................................................................30 Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia ..................................................32 Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016) .....................34 Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ......................36 Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)..........................................................................................................37 Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ...................................................................................................38 Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ................................................................................................39 Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ................................................................................................42 Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) .....................................................................................................42 Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) .............................................................................................................43 Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) .............................................................................................................44 Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ............................................................................49 Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ...........................................................52 VI
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................................................58 Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016 ........................................................................................................................................59 Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya................................................................60 Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016 ..........62 Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016 ..................64 Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, ............85 Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah) ..88 Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun) ........................................................................................................................................89 Tabel 29. Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). ..................................................................................................90 Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat ...............................................................................................................................90 Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ........91 Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) .......92 Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) ......................94 Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ...........................................................................................................99 Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016 .....................100 Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016 .........................................................................102 Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan JanuariSeptember Tahun 2016 ................................................................................................103 Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan JanuariSeptember Tahun 2016 ................................................................................................104 Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016................................105 Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................107 Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-September Tahun 2016 ...........................................................................108 VII
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016 ........109 Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016 ................110 Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016 ..............................................................................................................................110 Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016 ......................................................................................................................................111 Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016 ......................................................................................................................................112 Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016 ......................................................................................................................................112 Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016 ..............................................................................................................................113 Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016 ..............................................................................................................................113 Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen) ...............124 Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016 .................125 Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar Sektor ...................................................................................................126 Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 ....................127 Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) ....................................................................................127 Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar).......................................................................................................128 Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 .....................129 Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016 ...129 Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016 ..................................................133 Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ........................................134 Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016 ...........................134 Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan ......................................................................................................................................135 Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia ...............................138 Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD ....................................................................149 VIII
Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional ........................................................150 Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................................151
IX
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia ............................................................. 5 Gambar 2. Ilustrasi Teori ..................................................................................................... 6 Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara ............................................................................................................. 8 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) .. 14 Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara .................................................... 16 Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD) .................................................................................................................................... 24 Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ................................ 33 Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ....... 36 Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi ........................................................................................................................................... 37 Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) .................................................................................................................... 47 Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) ............................................... 55 Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB............................. 55 Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah 60 Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 .................................................................................................................... 61 Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 64 Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) ............................... 65 Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III) (YoY, persen) ............................................................................... 66 Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ................ 68 Gambar 19. Ekspor Produk Industri .................................................................................. 69 Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016 ...................................................... 70 Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016 ................................. 71 Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton) ............................................ 72 X
Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 201673Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia............................................................................ 74 Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate ...................................................... 75 Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 77 Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016........................... 78 Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 79 Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2016 ..................................................................................................... 80 Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun) ............. 86 Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 ............... 86 Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat .................... 87 Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun) ........................................ 88 Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) .. 92 Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) .............................................................................................................. 98 Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016 ...................................... 100 Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016 ....................................... 105 Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa ............................................................................ 114 Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi .............................. 115 Gambar 40. Pendapatan Primer ...................................................................................... 116 Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa) . 117 Gambar 42. Pendapatan Sekunder ................................................................................. 118 Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................................................................. 118 Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................................... 136 Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ............................ 136 Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016 ........................................... 137 Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ....................................... 140 Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ........................ 141 XI
Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ........................ 142 Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ............................. 143 Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia .............. 144 Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya .............. 145 Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ................................. 147 Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ............................... 148
XII
POLICY BRIEF
1
POLICY BRIEF
2
POLICY BRIEF Isu Perkembangan Ekonomi Domestik Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia Oleh: Mochammad Firman Hidayat, SE, MA Perencana Muda – Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik
Studi ini menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya disebabkan oleh perubahan yang sifatnya sementara, tetapi juga disebabkan oleh penurunan pada kapasitas potensial dari ekonomi. Dengan menggunakan metode Hodrick Prescott Filter, PDB potensial ditunjukkan terus menurun. Untuk dapat keluar dari Middle Income Trap, reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Kunci bagi keberhasilan reformasi struktural adalah kebijakan dan pentahapan yang tepat. Pendahuluan Selepas krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun secara persisten. Sempat menikmati pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen secara berturut-turut di tahun 2010-2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun hingga di bawah 5 persen di tahun 2015. Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satunya adalah berakhirnya era commodity boom. Harga komoditas yang tinggi di tingkat global menjadi salah satu pendorong utama ekspor yang tumbuh hingga di atas dua digit pada periode 2010-2011, yang kemudian juga mendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor lainnya adalah quantitave easing yang menyebabkan derasnya aliran modal masuk ke negara emerging market, termasuk Indonesia. Tahun 2012, harga komoditi perlahan mulai turun, dan the Fed mulai melakukan normalisasi kebijakan sejak pertengahan tahun 2013. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang persisten tersebut mengindikasikan bahwa penurunan tersebut tidak disebabkan hanya oleh perubahan yang sifatnya sementara, misalkan efek siklus bisnis, tetapi juga oleh penurunan pada kapasitas produktif dari perekonomian. Kapasitas produktif suatu perekonomian biasanya diukur dengan PDB potensial. PDB potensial mencerminkan perekonomian berada pada kondisi “fullemployment”, atau dalam bahasa lain pada tingkat PDB dengan penggunaan sumber daya yang tinggi. 3
Studi ini berusaha mengevaluasi apakah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir juga disebabkan oleh penurunan PDB potensial Indonesia. Dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott Filter, studi ini mengkonfirmasi dugaan tersebut. Kemudian, studi ini berusaha menganalisis faktor penyebab penurunan tersebut dengan membreak-down pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan growth accounting menggunakan data dari Asian Productivity Organization (APO). Hasil analisis menunjukkan reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Pentahapan reformasi menjadi kunci bagi kesuksesan transformasi struktural. PDB Potensial dan Metode Hodrick-Prescott (HP) Filter Ada banyak definisi dari PDB potensial. Salah satunya dari OECD yang mendefinisikan PDB potensial sebagai tingkat output yang dapat diproduksi suatu perekonomian pada tingkat inflasi yang konstan. Produksi output yang melebihi tingkat PDB potensial akan berdampak pada meningkatnya tingkat inflasi. Definisi lain di banyak buku mata kuliah makroekonomi menyebutkan PDB potensial adalah tingkat output ketika perekonomian mencapai kondisi “full employment”, yakni ketika semua orang yang mencari kerja mendapatkan pekerjaan. Secara sederhana, PDB potensial mencerminkan kapasitas produktif dari suatu perekonomian. Bagi pemangku kebijakan, PDB potensial penting untuk mengukur output gap (selisih antara PDB potensial dan PDB aktual) yang memberikan informasi ada tidaknya ruang untuk memberikan stimulus terhadap permintaan agregat. HP filter adalah metode yang banyak digunakan untuk mengukur PDB potensial. HP filter menghilangkan komponen siklus dari suatu data runtun waktu (time series). Ketika komponen siklus dihilangkan, maka yang tersisa adalah underlying tren dari data tersebut. Aplikasinya dalam PDB, HP filter akan menghilangkan fluktuasi/deviasi jangka pendek, menyisakan tren PDB yang mencerminkan potensialnya. Secara matematis, data runtun waktu seperti PDB dapat didekomposisi menjadi komponen trennya, 𝜏, dan komponen siklusnya, c. Misalkan, 𝑦𝑡 adalah PDB dengan 𝑡 = 1,2, … , 𝑇, maka PDB dapat didekomposisi menjadi 𝑦𝑡 = 𝜏𝑡 + 𝑐𝑡 + 𝜀𝑡 . Metode HP filter mencari komponen tren sesuai persamaan sebagai berikut: 𝑇
min (∑(𝑦𝑡 − 𝜏𝑡 𝜏
𝑡=1
𝑇−1
)2
+ 𝜆 ∑[(𝜏𝑡+1 − 𝜏𝑡 ) − (𝜏𝑡 − 𝜏𝑡−1 )]2 ) 𝑡=2
Di bagian pertama dari persamaan, nilai kuadrat dari (𝑦𝑡 − 𝜏𝑡 ) memberikan penalti bagi komponen siklus dari PDB. Bagian kedua, dari persaman memberikan penalti bagi variasi 4
pertumbuhan komponen tren. 𝜆 menggambarkan besarnya penalti yang diberikan dan bergantung pada frekuensi data yang digunakan. Dengan menggunakan metode HP filter dan menggunakan data triwulanan PDB riil Indonesia sejak 2001Q1 hingga 2016Q2, terlihat penurunan pertumbuhan PDB potensial Indonesia sejak tahun 2009 (Gambar 1). Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia
PDB
2016q1
2015q2
2014q3
2013q4
2013q1
2012q2
2011q3
2010q4
2010q1
2009q2
2008q3
2007q4
2007q1
2006q2
2005q3
2004q4
2004q1
2003q2
2002q3
2001q4
2001q1
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
PDB Potensial
Sumber: Hasil Perhitungan Penulis
Meningkatkan PDB Potensial: Reformasi Struktural Target pemerintah dalam jangka menengah adalah keluar dari Middle Income Trap (MIT), yakni masuk menjadi tingkat negara maju, dengan pendapatan sekitar USD12,700 per kapita. Berdasarkan HKS (2015), untuk dapat keluar dari MIT, dalam satu dekade ke depan, PDB per kapita harus tumbuh sekitar 8,5 persen atau dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk > 1 persen, berarti pertumbuhan ekonomi harus di atas 9,5 persen per tahunnya. Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Pertumbuhan ekonomi (%)
5
6
7
8
Pertumbuhan penduduk (%)
1,38
1,2
1,1
1
Selevel Thailand (tahun)
>100
>100
45
26
Selevel Malaysia (tahun)
>100
>100
67
44
PDB per kapita (USD)
5
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Selevel Korea (tahun)
>100
>100
>100
83
Selevel Jepang (tahun) Sumber: Hasil Perhitungan Penulis
>100
76
60
49
Angka di atas baru mencerminkan kondisi ketika Indonesia berhasil keluar dari MIT tanpa memperhatikan perbandingannya dengan negara lain. Tabel 1 menggambarkan hasil exercise waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk tidak hanya keluar dari MIT tetapi tingkat pendapatan per kapitanya bisa menyamai negara tetangga. Dalam exercise ini diasumsikan negara tetangga tumbuh konstan sesuai dengan pertumbuhan PDB per kapita jangka panjangnya (1966-2014). Exercise ini menggambarkan Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk mengejar ketertinggalannya dengan negara lain. Gambar 2. Ilustrasi Teori
Namun mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa meningkatkan PDB potensial. Ilustrasi pada gambar 2 menunjukkan kondisi saat ini dan target pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk keluar dari MIT. PDB potensial adalah ouput pada kurva penawaran jangka panjang (Long Rung Aggregate Supply/LRAS). Kondisi saat ini digambarkan dengan bergesersnya kurva permintaan agregat ke kiri (𝐴𝐷0 → 𝐴𝐷1 ), seiring dengan turunnya investasi dan ekspor. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen bisa saja dilakukan dengan kebijakan sisi permintaan. Namun tanpa meningkatkan PDB potensial, stimulus terhadap permintaan akan 6
menyebabkan ekonomi mengalami overheating, ditandai dengan tingkat inflasi yang meningkat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, kurva penawaran jangka panjang harus digeser dari 𝐿𝑅𝐴𝑆1 → 𝐿𝑅𝐴𝑆2 . Untuk melakukan itu, reformasi struktural harus dilakukan. Menurut IMF (2015), reformasi struktural identik dengan kebijakan untuk memperkuat mekanisme pasar pada antara lain pasar barang dan jasa domestik, pasar tenaga kerja, pasar modal dan keuangan, serta perdagangan. Reformasi struktural juga dapat diartikan sebagai kebijakan yang mengubah struktur ekonomi. Namun reformasi struktural juga bisa mencakup kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar atau kebijakan lain yang dampak secara langsung terhadap produktivitas. Studi lain dari Abdychev et al (2015) merangkum variabel yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas (Total Factor Productivity/TFP): Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP
No
Variabel
Pengaruh thd TFP
Kebijakan
1
Utang pemerintah thd PDB
(-)
Reformasi Fiskal
2
Ekspor-impor thd PDB
(+)
Reformasi Perdagangan
3
FDI thd PDB
(+)
Perbaikan Iklim Investasi
4
Kredit thd PDB
5
Share Pertanian thd PDB
6
Share Manufaktur thd PDB
7
Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan
8
Inflasi
(+)/(-)
Stabilisasi Makroekonomi
9
Lama Sekolah
(+)
Kebijakan Pendidikan
10
Missmatch keahlian
(-)
Kebijakan Tenaga Kerja
(+)/(-)
Reformasi Sektor Keuangan
(-)
Transformasi Struktural
(+)
Transformasi Struktural
(+)/(-)
Kebijakan Tenaga Kerja
Sumber:Abdychev et al (2015)
IMF (2015) mengidentifikasi kebijakan yang memberikan manfaat tertinggi terhadap produktivitas dibagi berdasarkan kelompok pendapatan per kapita suatu negara. Untuk negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, kebijakan yang memberikan tambahan produktivitas tertinggi adalah yang berwarna hijau, dengan prioritas pada perbaikan regulasi bisnis, pasar tenaga kerja, infrastruktur, dan reformasi fiskal. Melihat itu, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah sejak tahun 2015 sudah sesuai. Setelah keempat reformasi tersebut dilakukan, prioritas kebijakan berikutnya adalah reformasi di sektor keuangan, terutama di sektor perbankan dan pasar modal (non-bank).
7
Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara
T i p e
Teknologi & inovasi Regulasi industri Regulasi bisnis Pasar tenaga kerja Infrastruktur
R e f o r m a s i
Reformasi struktural fiskal Sistem perbankan Pengembangan pasar modal Sistem hukum & hak kepemilikan Liberalisasi Perdagangan Pertanian LIDCs
Ems
Ams
Tingkat Pendapatan Reformasi prioritas tertinggi
Reformasi prioritas lain
Sumber: IMF (2015)
Namun di luar prioritas kebijakan yang berwarna hijau, pemerintah tetap perlu memperhatikan setidaknya dua kebijakan lain yakni reformasi perdagangan dan reformasi pertanian. Reformasi perdagangan disini menuntut kebijakan perdagangan Indonesia untuk tetap terbuka. Sementara reformasi pertanian berkaitan erat dengan transformasi struktural, proses peralihan dari pertanian ke industri manufaktur. Kedua reformasi ini masih menjadi PR bagi pemerintah, dan mengingat seharusnya reformasi ini sudah selesai ketika Indonesia masih berpendapatan menengah ke bawah, dua kebijakan ini harus menjadi perhatian utama. Pentahapan terakhir dari reformasi struktural berkaitan dengan pengembangan teknologi dan inovasi. Namun, mengingat perkembangan teknologi dan inovasi yang pesat saat ini, Indonesia juga perlu untuk memulai reformasi struktural terkait teknologi dan inovasi sejak sekarang. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Studi singkat ini menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan PDB potensial Indonesia sejak tahun 2009. Tanpa ada peningkatan PDB potensial ke depan, sulit bagi Indonesia untuk dapat keluar dari MIT. Peningkatan PDB potensial dilakukan dengan melakukan reformasi struktural. 8
Kebijakan yang pemerintah lakukan sudah sejalan dengan reformasi struktural yang dianjurkan dalam literatur. Untuk itu, saat ini pemerintah perlu melakukan monitoring dan evaluasi yang ketat terhadap berbagai kebijakan yang telah diambil, untuk memastikan implementasinya berjalan sesuai dengan rencana. Kesuksesan reformasi struktural juga tergantung pada pentahapan yang tepat. Dalam jangka yang lebih pendek, pemerintah harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang memberikan dampak peningkatan produktivitas terbesar. Sementara dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan difokuskan pada kebijakan lainnya seperti reformasi di sektor keuangan dan pengembangan teknologi dan inovasi. Referensi Abdychev, Aidar, et al. 2015. “Increasing Productivity Growth in Middle Income Countries”. IMF Working Papers, 15(2). International Monetary Fund. Hodrick, Robert J. dan Edward C. Prescott. 1997. “Postwar U.S. Business Cycle: An Empirical Investigation”. Journal of Money, Credit and Banking 29(1): 1-16. International Monetary Fund. 2015. “Structural Reforms And Macroeconomic Performance: Initial Considerations For The Fund”. Washington, D.C: International Monetary Fund. OECD. 2011. “The OECD Economic Outlook: Sources and Method”. OECD.
9
10
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
11
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
12
PEREKONOMIAN DUNIA Perekonomian global masih melambat seiring dengan perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga komoditas, dan kondisi ketidakpastian yang terus berlanjut di kawasan Eropa terkait Brexit.
Pergerakan beberapa harga komoditas khususnya energi mengalami kenaikan pada triwulan III tahun 2016.
Perekonomian global masih melambat yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga komoditas, serta gejolak geopolitik masih mempengaruhi perekonomian dunia. Selain itu, ketidakpastian ekonomi, politik, dan kelembagaan terkait Brexit akan berdampak bagi menurunnya aliran uang dan perdagangan Inggris dengan seluruh Kawasan Eropa, serta memberi konsekuensi negatif bagi kondisi makroekonomi global. Hal ini menyebabkan lambatnya perbaikan ekonomi yang berimplikasi pada pelemahan perdagangan global dan inflasi yang tetap rendah. Namun demikian, aktivitas ekonomi Amerika Serikat mengalami perbaikan sampai triwulan III 2016. Pada triwulan III tahun 2016, harga sebagian besar komoditas khususnya energi relatif mengalami peningkatan meskipun masih pada level yang rendah. Harga komoditas 13nergy naik lebih dari 3,0 persen dibandingkan triwulan II tahun 2016. Harga batu bara meningkat 30,0 persen dikarenakan penutupan tambang oleh pemerintah Tiongkok dan pengurangan kelebihan kapasitas serta perampingan 13nergy13e batu bara. Selain itu, negara Tiongkok mengurangi produksi batu bara tahun ini menyebabkan produksi batu bara turun 11 persen selama sembilan bulan pertama serta menargetkan pemangkasan hingga 500 juta ton pada akhir dekade ini. Harga gas alam Amerika Serikat juga meningkat hingga 33,0 persen karena penurunan produksi dan kenaikan ekspor ke Meksiko dan negara-negara Amerika Selatan. Namun demikian, pergerakan harga minyak mentah cenderung fluktuatif yang dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan produksi OPEC dan gangguan lainnya seperti kebakaran hutan di wilayah sumur minyak Alberta, Kanada
13
PEREKONOMIAN DUNIA Pertumbuhan Ekonomi
Persentase (%)
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)
8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 -1,0 -2,0
7,0
2,8 1,3
7,0
2,7 2,4 1,6
I -1,0
6,9
6,8
1,7 1,91,6 1,8 1,71,7 0,7 0,4 II
Amerika Serikat
III
6,7
2015 Uni Eropa
2,0 2,1 1,6
1,8 1,91,7
IV-0,4 Tiongkok
6,7
0,5 I
6,7
2,0 2,3 2,2 1,6 0,6 0,2
II Jepang
III
2016 Singapura
Sumber: Bloomberg (diolah)
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), akibat penguatan kinerja ekspor dan kenaikan investasi inventori.
Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada triwulan III tahun 2016 masih tumbuh lambat, meskipun beberapa negara mengalami peningkatan. Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY). Pertumbuhan Ekonomi AS triwulan III tahun 2016 merupakan dalam fase tercepat dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh penguatan kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) atau kenaikan terbesar sejak triwulan IV tahun 2013 dan kenaikan investasi inventori. Disisi lain, perlambatan konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi sekitar 70,0 persen terhadap PDB, dengan tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun sebelumnya yang sebesar 2,7 persen (YoY). Perekonomian Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY), relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III tahun 2015. Namun demikian, negara-negara lebih kecil di kawasan Eropa termasuk Portugal mengalami perbaikan 14
Perekonomian Uni Eropa tumbuh melambat akibat pelemahan perdagangan global, ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan perekonomian Amerika yang belum stabil.
Perlambatan ekonomi Tiongkok dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan kinerja ekspor, diimbangi oleh kenaikan pengeluaran pemerintah dan boom sektor perumahan.
ekonomi, mengalami fase pertumbuhan tercepat sejak tahun 2013. Perekonomian Uni Eropa triwulan III tahun 2016 didukung oleh perbaikan permintaan domestik, investasi di bidang konstruksi yang lebih tinggi, dan kebijakan suku bunga rendah European Central Bank (ECB). Namun, pelemahan perdagangan global, ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan masih belum stabilnya perekonomian Amerika Serikat ikut mempengaruhi kondisi perekonomian Eropa sepanjang bulan Juli hingga September 2016. Office of Nation Statistics juga merilis data pertumbuhan ekonomi Inggris yang tumbuh sebesar 2,3 persen (YoY). Perekonomian Inggris tetap menguat pasca Brexit disebabkan oleh peningkatan 15nergy jasa sebesar 0,8 persen (YoY) yang berkontribusi 80,0 persen dari PDB. Namun kondisi tersebut dibayangi penurunan kinerja 15nergy konstruksi sebesar -1,4 persen (YoY) yang terdiri dari pembangunan infrastruktur dan fasilitas 15nergy. Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian Tiongkok tetap tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan pertumbuhan terendah sejak tahun 2009. Kondisi ini dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan kinerja ekspor. Namun demikian, kenaikan pengeluaran pemerintah dan lonjakan sektor perumahan telah mendorong aktivitas ekonomi sehingga mencegah pelemahan ekonomi Tiongkok semakin tajam. Selain itu, kredit perbankan mencapai rekor tertinggi dengan menyalurkan kredit baru sebesar CNY948.7 miliar (USD142,19 miliar) pada bulan Agustus 2016, lebih besar dua kali lipat dibandingkan bulan Juli 2016 sebesar CNY463,6 miliar. Berdasarkan data kredit baru yang disalurkan, pinjaman hipotek mencapai CNY528,6 miliar atau mencapai 71,0 persen. Pemerintah Tiongkok telah melakukan langkah antisipasi terkait kenaikan tajam harga di sektor perumahan, salah satunya pembatasan pembelian rumah di beberapa kota. Selanjutnya, People 15
Bank of China (PboC) juga tidak akan menurunkan suku bunga dan giro wajib minimum dalam waktu dekat, serta lebih fokus terhadap kemungkinan risiko kredit. Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan akibat perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-turut.
Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2 persen (YoY) atau lebih tinggi dari perkiraan akibat perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturutturut. Pertumbuhan ekspor tumbuh sebesar 8,1 persen (YoY) yang disebabkan oleh kenaikan pengiriman komponen smartphone. Namun, pelemahan aktifitas dalam negeri menahan upaya perbaikan ekonomi Jepang yang berkelanjutan. Konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi sekitar 60,0 persen terhadap PDB hanya tumbuh 0,2 persen. Kondisi ini menggambarkan dampak kebijakan fiskal “abenomics” belum dirasakan oleh rumah tangga. Pemerintah kembali mengeluarkan stimulus fiskal berupa tambahan anggaran sebesar USD73 miliar (JPY7,5 juta triliun). Stimulus fiskal ini difokuskan untuk proyek infrastruktur khususnya perbaikan pelabuhan agar mengakomodir kapal pesiar asing dan pembangunan fasilitas pengolahan makanan dalam rangka meningkatkan ekspor produk pertanian.
Tingkat Pengangguran Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
14,00
11,73
Percentage (%)
12,00
Brazil
10,00 10,00
8,00 6,00
4,93
4,00
United Kingdom Euro Area Japan
2,00 0,00
Australia
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012
2013
2014
2015
Sumber: Bloomberg (diolah)
16
2016
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tren tingkat pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih berfluktuasi.
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tingkat pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih berfluktuasi. Tingkat pengangguran Amerika Serikat menurun pada triwulan III tahun 2016 yang mencapai 4,93 persen atau pertama kalinya dibawah kisaran 5,0 persen sejak tahun 2008. Kondisi ini dipengaruhi oleh meningkatnya perekrutan pekerja baik di 17nergy 17nergy maupun swasta walaupun ketidakpastian politik pasca Brexit dan pelemahan ekonomi global masih membayangi perekonomian Amerika Serikat. Namun, penciptaan lapangan kerja yang kuat dan penurunan tingkat pengangguran menandai kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunganya paling lambat akhir tahun 2016. Tingkat pengangguran Uni Eropa (EU28) pada triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 10,00 persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat pengangguran tenaga kerja muda menjadi sebesar 20,3 persen seiring dengan perbaikan ekonomi Spanyol dan Italy. Sementara itu, tingkat pengangguran Inggris yang cenderung terus menurun hingga mencapai sebesar 4,87 persen pada triwulan II tahun 2016. Namun demikian, peningkatan klaim jaminan pengangguran tetap menggambarkan ketidakpastian kebijakan khususnya ekonomi pasca Brexit. Di sisi lain, tingkat pengangguran Brazil pada triwulan III tahun 2016 terus meningkat hingga mencapai 11,73 persen atau tertinggi sejak triwulan II tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh kasus korupsi Petrobras dan gejolak politik dalam negeri yang masih terus berlangsung.
17
Perkiraan Ekonomi Dunia Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan 2016 2017 Kelompok Negara 2015 Apr* Okt* Apr* Okt** * Dunia 3,2 3,2 3,1 3,5 3,4 Negara Maju
2,1
1,9
1,6
2,0
1,8
Amerika Serikat
2,6
2,4
1,6
2,0
2,2
Kawasan Eropa
2,0
1,5
1,7
1,6
1,5
Jerman
1,5
1,7
1,7
1,6
1,4
Inggris
2,2
1,9
1,8
2,1
1,1
Jepang
0,5
0,5
0,5
0,3
0,6
4,0
4,1
4,2
4,6
4,6
Tiongkok
Negara Berkembang
6,9
6,7
6,6
6,2
6,2
India ASEAN-5 Amerika Latin Karibia
7,6 4,8
7,6 4,8
7,6 4,8
7,5 5,1
7,6 5,1
0,0
-0,3
-0,6
1,5
1,6
Brazil
-3,8
-3,8
-3,3
1,0
0,5
Sub Sahara Afrika
3,4
3,0
1,4
4,0
2,9
Afrika Selatan
1,3
0,6
0,1
1,2
0,8
dan
Sumber: *World Economic Outlook, April 2016 **World Economic Outlook, Oktober 2016
Perlambatan ekonomi negara-negara berkembang dan moderasi pertumbuhan negara-negara maju masih akan terjadi sepanjang tahun 2016-2017.
Moderasi pertumbuhan di negara-negara maju diperkirakan masih terjadi hingga akhir tahun 2016. Kondisi ini tercermin dari ketidakpastian ekonomi, politik dan kelembagaan pasca Brexit, dan pelemahan permintaan domestik. Pada tahun 2017, perekonomian negara-negara maju akan ditopang oleh ekonomi Amerika Serikat dan Kanada yang akan terus membaik, serta penguatan ekonomi Jepang terkait stimulus 18nergy. Sementara itu, aktivitas perekonomian negara-negara berkembang pada tahun 2016 dan 2017 hanya akan mengalami sedikit perbaikan dibandingkan tahun 2015. Hal ini karena adanya kelanjutan perlambatan Tiongkok, pelemahan ekonomi negara-negara eksportir komoditas, rendahnya permintaan dari negara-negara maju, serta gejolak geopolitik di beberapa negara. 18
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, konsumsi masyarakat yang tetap kuat, dan ketidakpastian kebijakan terkait pemilu presiden.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan masih dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, dan konsumsi masyarakat yang tetap kuat. Namun, pelemahan investasi bisnis khususnya sektor energi, gejolak di pasar keuangan, dan ketidakpastian kebijakan terkait pemilu presiden diperkirakan mempengaruhi kondisi perekonomian AS pada tahun 2016. Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan tertahan oleh rendahnya harga komoditas energi, lemahnya dukungan kebijakan fiskal dan perlambatan fase normalisasi kebijakan moneter.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016 diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016 diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit. Namun demikian, moderasi ekspansi fiskal dan pelonggaran kebijakan moneter akan mendorong pertumbuhan tahun 2016. Perkiraan pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa tahun 2017 dikoreksi turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,6 persen menjadi 1,5 persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat utang pemerintah dan swasta, tingginya tingkat pengangguran, serta hambatan struktural yang menahan pertumbuhan Total Factor Productivity.
Perbaikan ekonomi Jepang didorong oleh penundaan kenaikan pajak konsumsi, tambahan anggaran, kebijakan moneter yang lebih longgar.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami perbaikan dengan tumbuh sebesar 0,5 persen pada tahun 2016 dan 0,6 persen tahun 2017. Penundaan kenaikan pajak konsumsi dan sejumlah kebijakan mendorong pertumbuhan seperti tambahan anggaran, kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendorong konsumsi swasta dalam waktu dekat. Berbagai kebijakan ini diharapkan mendorong ekonomi secara keseluruhan, yang akan mengimbangi kenaikan ketidakpastian, apresiasi mata uang Yen, dan pelemahan ekonomi global. 19
Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada tahun 2016 terkait tahap rebalancing ekonomi yang terus berlanjut, sedangkan perekonomian India tetap mengalami penguatan walaupun pemulihan investasi swasta sedikit melambat.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.
Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada tahun 2016, dan akan kembali melambat pada tahun 2017 dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen. Perekonomian Tiongkok masih dalam tahap penyeimbangan kembali (rebalancing) dengan beralih dari investasi ke konsumsi maupun sektor manufaktur ke sektor jasa. Kondisi ini didukung oleh penguatan sistem jaminan sosial dan deregulasi sektor jasa. Di sisi lain, perekonomian India diperkirakan tetap mengalami penguatan dengan tumbuh 7,6 persen pada tahun 2016 dan 2017. Kenaikan terms of trade, reformasi struktural seperti kebijakan reformasi pajak dan inflation targeting framework, serta perbaikan kepercayaan konsumen akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, pemulihan investasi swasta diperkirakan tertahan oleh pelemahan neraca keuangan bank pemerintah dan swasta. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih 20nergy20e pada tahun 2016, dan akan menguat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,6 persen pada tahun 2017. Pertumbuhan secara agregat di kawasan Amerika Latin akan berbeda-beda terkait sebagian besar negara mengalami perbaikan ekonomi, meskipun beberapa diantaranya tetap mengalami resesi. Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar di kawasan Amerika Latin diperkirakan masih tumbuh 20nergy20e pada tahun 2016, seiring dengan penurunan tingkat kepercayaan konsumen dan bisnis, serta ketidakpastian politik sebagai dampak lanjutan dari gejolak ekonomi sebelumnya.
20
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.
Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan akibat ketidakpastian makrekonomi negara-negara maju, sehingga berimplikasi pada pendapatan yang lebih rendah dari komoditas pertambangan seperti logam dan minyak mentah. Kondisi ini tidak menguntungkan negara berbasis sumberdaya alam seperti negara di kawasan Sub Sahara Afrika. Sementara itu, Afrika Selatan juga diperkirakan hanya tumbuh sebesar 0,1 persen pada tahun 2016. Namun demikian, perekonomian diperkirakan membaik pada tahun 2017 seiring dengan perbaikan harga komoditas dan supply 21nergy, serta berakhirnya musim kering.
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
2015 Asia Asia Timur Tiongkok Jepang Asia Selatan India ASEAN Indonesia Filipina Thailand
5,9 6,1 6,9 0,6 7,0 7,6 4,4 4,8 5,9 2.8
Pertumbuhan PDB (%) 2016 2017 ADO ADO ADOS ADOS 2016 2016 5,7 5,6 5,7 5,7 5,8 5,7 5,6 5,6 6,5 6,6 6,3 6,4 0,6 0,6 0,5 0,8 6,9 6,9 7,3 7,3 7,4 7,4 7,8 7,8 4,5 4,5 4,8 4,6 5,2 5,0 5,5 5,1 6,0 6,4 6,1 6,2 3,0 3,2 3,5 3,5
Sumber: Asian Development Outlook, September 2016 Asian Development Outlook Supplement
ADB memprediksi perekonomian pada tahun 2016-2017 di beberapa kawasan tidak mengalami banyak perubahan.
ADB memprediksi perekonomian di kawasan Asia Selatan dan ASEAN tidak mengalami banyak perubahan sepanjang tahun 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur direvisi naik. Namun demikian, perekonomian di kawasan Asia Tengah direvisi turun. Berbeda dengan tahun sebelumnya, perekonomian Asia tahun 2017 diprediksi tidak mengalami banyak perubahan 21
baik di Kawasan Asia Timur, Asia Selatan, maupun secara keseluruhan. Perekonomian Tiongkok tetap tumbuh moderat dipengaruhi oleh stimulus fiskal dan moneter, sedangkan perekonomian Jepang didukung oleh perbaikan konsumsi dan investasi, pengeluaran pemerintah, serta penundaan kenaikan pajak konsumsi.
Perekonomian di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan tetap menguat, seiring dengan peningkatan belanja konsumsi, serta kenaikan dua digit upah dan pensiun India.
Perekonomian Asia Timur akan tumbuh lebih moderat yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2016 dan 5,6 persen tahun 2017. Kondisi ini didorong oleh masih kuatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Sementara itu, perekonomian Tiongkok pada tahun 2016 diperkirakan tetap tumbuh moderat, seiring dengan perlambatan sektor konstruksi, jasa, serta industri berbasis konsumsi dan teknologi tinggi. Namun, dukungan stimulus fiskal dan moneter yang kuat diharapkan menjaga perekonomian dalam target pertumbuhan. Perekonomian Jepang pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 0,6 persen didukung oleh tambahan anggaran untuk pengeluaran pemerintah, perbaikan investasi dan konsumsi, serta penundaan kenaikan pajak konsumsi. Sejalan dengan proyeksi IMF, ADB juga memperkirakan perekonomian Jepang pada tahun 2017 akan menguat karena penundaan kenaikan tarif pajak konsumsi dan stimulus fiskal yang tetap berlanjut, serta perbaikan permintaan eksternal. Estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016 dan 2017 tetap menguat. Pelemahan kinerja ekspor dan investasi, akan diimbangi oleh konsumsi yang lebih tinggi. Sementara itu, perekonomian India tetap dalam momentum pertumbuhan, seiring dengan peningkatan belanja konsumsi akibat kenaikan dua digit upah dan pensiun. Selain itu, restrukturisasi neraca keuangan perbankan dan pengurangan kelebihan rasio (leverage) dari beberapa korporasi besar akan meningkatkan investasi serta mendorong perekonomian pada tahun 2017.
22
Perkiraan ekonomi Kawasan ASEAN pada tahun 2016 cenderung tumbuh moderat dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi Filipina dan Thailand yang diimbangi perlambatan ekonomi Indoneisa, Malaysia, Singapura dan Vietnam.
Pertumbuhan kawasan ASEAN pada tahun 2016 dan 2017 cenderung moderat. Kondisi ini dipengaruhi oleh penguatan perekonomian Filipina dan Thailand serta perlambatan ekonomi Indonesia, Malaysia, Singapore dan Vietnam. Investasi di bidang infrastruktur oleh pemerintah berkontribusi besar bagi perekonomian negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Perekonomian Filipina diperkirakan tumbuh sebesar 6,4 persen pada tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh peningkatan investasi dan konsumsi yang cukup kuat. Sementara itu, perekonomian Thailand diperkirakan semakin membaik didorong oleh kinerja sektor pariwisata. Indonesia sebagai perekonomian terbesar di Kawasan Asia Tenggara akan tumbuh moderat sepanjang tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh perbaikan iklim usaha, investasi di bidang infrastruktur yang lebih tinggi, dan kebijakan tax amnesty dan pemotongan anggaran pemerintah pada semester II tahun 2016. ADB memperkirakan pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun 2017, seiring dengan membaiknya ekonomi negaranegara maju, serta harga komoditas global dan permintaan domestik yang lebih tinggi.
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD Selama periode Juli-September 2016, secara year to date, Selama triwulan III tahun mayoritas pergerakan mata uang beberapa negara menguat 2016, mayoritas terhadap USD. Penguatan mata uang yang cukup tinggi pergerakan mata uang terjadi pada Reais Brazil mencapai 21,4 persen pada akhir berbagai negara menguat terhadap USD, termasuk September tahun 2016. Penguatan mata uang juga terjadi Rupiah. pada Rupiah yang menguat hingga enam (6) persen pada akhir September tahun 2016 (Gambar 6).
23
Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Penguatan mayoritas nilai tukar terhadap USD terutama disebabkan oleh keputusan The Fed yang mempertahankan tingkat suku bunganya hingga akhir triwulan III tahun 2016. Terdapat beberapa alasan mengapa The Fed tetap mempertahankan suku bunganya, antara lain ketidakpastian iklim ekonomi dan politik Amerika Serikat (AS), menurunnya imbal hasil (yield) dari treasury AS pada Agustus 2016, menurunnya produktivitas non-farm, serta belum solidnya data tenaga kerja. Penguatan mayoritas mata uang negara lain terhadap USD juga terjadi secara MtM dan YoY (Lampiran 3). Kondisi sebaliknya terjadi pada Poundsterling yang mengalami pelemahan terhadap USD terutama secara YtD dan YoY selama triwulan III tahun 2016 (Gambar 6 dan Lampiran 3). Hingga akhir September 2016, Poundsterling melemah 14,2 persen secara YoY (Lampiran 3). 24
Pelemahan Poundsterling disebabkan oleh beberapa faktor, terutama karena efek Brexit pada bulan Juni 2016, yang membuat iklim ekonomi Inggris semakin menurun karena capital outflow. Selain itu, pada bulan Agustus 2015, dampak dari kebijakan Bank of England berupa quantitative easing membuat yield obligasi Inggris turun dan pada akhirnya juga memberikan tekanan pada Poundsterling.
Inflasi Secara YoY, pada akhir triwulan III tahun 2016 inflasi negara-negara maju kawasan Euro, Amerika Serikat, dan Inggris meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.Sebaliknya Jepang masih mengalami deflasi.
Pada akhir triwulan III tahun 2016, terjadi peningkatan inflasi di negara maju kawasan Euro, Inggris, dan AS (Tabel 5). Peningkatan inflasi pada negara kawasan Euro berasal dari peningkatan inflasi sektor jasa, makanan, alkohol, dan tembakau, industri barang non-energi, serta sektor energi. Sementara itu peningkatan inflasi AS pada bulan September tahun 2016 terutama disebabkan oleh peningkatan harga energi yang berdampak pada peningkatan hampir seluruh barang. Peningkatan inflasi juga dialami Inggris dimana pada bulan September 2016 meningkat 0,4 persen menjadi sebesar 1 persen (YoY)(Tabel 5).Peningkatan inflasi di Inggris terutama didorong oleh meningkatnya harga barang dan jasa yang juga merupakan salah satu akibat dari tren penguatan USD terhadap Poundsterling (Tabel 5). Hal ini menyebabkan harga impor yang diperoleh Inggris semakin mahal. Sebaliknya, Jepang masih dalam kondisi deflasi yang semakin dalam meskipun telah melakukan kebijakan stimulus dan menerapkan kebijakan suku bunga negatif. Deflasi ini terutama disebabkan oleh ekspektasi konsumen yang belum pulih. Ekspektasi akan tren penurunan harga minyak dunia dan pelemahan ekonomi global masih membayangi Jepang sehingga sulit mengembalikan ekspektasi konsumen untuk berinvestasi dan menggairahkan kembali aktivitas ekonominya. 25
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY)
3,45
3,21
2,79
3,07
Perbandingan Tw II dan III tahun 2016 (%) 0,38
8,84
8,74
8,97
8,48
0,36
7,5
7,2
6,9
6,4
1,1
6,13
6,46
5,3
4,14
1,99
1,9
1,8
1,3
1,9
0
Singapura
-0,7
-0,7
-0,3
-0,2
0,5
Malaysia
1,6
1,1
1,5
1,5
0,1
Thailand
0,38
0,1
0,29
0,38
0
Filipina
1,9
1,9
1,8
2,3
0,4
Juni Indonesia
Juli
Agustus
September
BRIC Brazil Russia India China (Tiongkok) ASEAN
Vietnam
2,4
2,39
2,57
3,34
0,94
0,1
0,2
0,2
0,4
0,3
1
0,8
1,1
1,5
0,5
Inggris
0,5
0,6
0,6
1,0
0,5
Jepang
-0,4
-0,4
-0,5
-0,5
0,1
Negara Maju Kawasan Euro Amerika Serikat
Keterangan:
tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun Sumber: Bloomberg, data
Mayoritas negara-negara ASEAN mengalami peningkatan tingkat inflasi pada akhir triwulan III tahun 2016, kecuali Indonesia dan Malaysia.
Peningkatan inflasi pada negara emerging market terutama dialami oleh negara-negara kawasan ASEAN, yaitu Singapura, Filipina, dan Vietnam. Peningkatan harga energi di masing-masing negara bersangkutan merupakan salah satu faktor peningkatan inflasi seiring dengan pemulihan harga minyak dunia. Sebaliknya, adapun beberapa negara berkembang yang mengalami deflasi, yaitu Indonesia, Malaysia, Brazil, Rusia, dan India (Tabel 5).
26
Suku Bunga Kebijakan Pada triwulan III tahun 2016, Amerika Serikat (The Fed) belum mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya sejak Desember 2015.
Sementara itu, ECB dan BoJ juga menahan suku bunganya selama triwulan III tahun 2016.
Hingga akhir triwulan III tahun 2016, The Fed memutuskan untuk tidak meningkatkan suku bunganya seiring dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi terutama masih melemahnya perekonomian Tiongkok dan adanya peristiwa Brexit. Kondisi politik AS juga menjadi pertimbangan The Fed untuk tidak meningkatkan suku bunganya hingga akhir triwulan III tahun 2016. Sama halnya dengan The Fed, People Bank of China (PBoC) juga mempertahankan suku bunganya, baik deposito maupun pinjamannya hingga akhir triwulan III tahun 2016. PBoC telah melonggarkan kebijakan moneternya melalui penyaluran dana murah ke pasar (low cost fund) dengan fasilitas pinjaman dan operasi pasar terbuka untuk mengatasi ekonomi Tiongkok yang masih lemah. Selama triwulan III tahun 2016, European Central Bank (ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada tingkat 0 (nol) persen. Akan tetapi, ECB masih melanjutkan kebijakan stimulus moneternya melalui perpanjangan tanggal jatuh tempo pembelian aset (dari September 2016 menjadi Maret 2017) dan berkomitmen untuk menginvestasikan kembali sekuritas yang telah jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada operasi pasar terbuka hingga awal 2018. Sama halnya dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan suku bunganya pada tingkat -0,1 persen. Kebijakan yang ditempuh oleh BoJ selama ini dianggap belum efektif karena kondisi ini tidak membawa dampak positif terhadap peningkatan inflasi bahkan mengalami deflasi yang lebih dalam.
Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin)
Negara
Juni
Juli
Agustus
September
Meksiko
4,25
4,25
4,25
4,75
Indonesia
6,50
6,50
5,25*
5,00*
27
Negara
Juni
Juli
Agustus
September
Argentina
27,13
26,57
24,90
24,07
Australia
1,75
1,75
1,50
1,50
Malaysia
3,25
3
3
3
India
6,75
6,5
6,5
6,5
Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg Keterangan: *reformulasi suku bunga kebijakan menjadi suku bunga 7 day reverse repo
Sejumlah bank sentral, baik negara emerging market maupun negara maju memilih untuk mengubah suku bunganya pada triwulan III tahun 2016.
Penurunan suku bunga terjadi pada beberapa bank sentral emerging market terutama untuk menstimulus perekonomian dengan tingkat inflasi yang terkendali (Tabel 6). Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunganya kembali pada bulan Agustus dan September tahun 2016 karena dinilai risiko depresiasi nilai tukar telah berkurang. Bank Indonesia telah menjalankan suku bunga kebijakan 7-day reverse repo dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter jangka pendek pada tanggal 19 Agustus 2016. Sama halnya dengan Indonesia, Australia juga memutuskan untuk menurunkan suku bunganya untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya yang terjadi pada Meksiko, yang memilih untuk tidak melonggarkan kebijakan moneternya karena tekanan penguatan USD dirasakan sangat berdampak pada peningkatan inflasi negara tersebut.
Cadangan Devisa Pada triwulan III tahun 2016, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2016.
Selama triwulan III Tahun 2016, perekonomian global sedang mengalami pemulihan secara moderat namun masih rentan terhadap gejolak keuangan. Pemulihan pertumbuhan ekonomi diiringi dengan tren peningkatan cadangan devisa berbagai negara. Pada negara maju, peningkatan tertinggi secara QtQ dialami oleh Inggris. Kondisi sebaliknya terjadi pada cadangan devisa bank sentral Tiongkok yang secara QtQ mengalami penurunan seiring terjadinya perlambatan ekonomi yang mengakibatkan capital outflow pada negara tersebut. 28
Adapun Indonesia merupakan negara berkembang dengan peningkatan cadangan devisa tertinggi, yaitu mencapai 5,4 persen dibandingkan akhir triwulan III 2016. Hal ini merupakan dampak dari kebijakan tax amnesty. Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)
Juni’16
Juli’16
Agust’16
Sep’16
BRIC Brazil 364,2 369,3 369,5 370,4 Rusia 392,8 393,9 n.a 397,7 India n.a n.a n.a n.a China (Tiongkok) 3303,2 3299,9 3281,8 3264,1 ASEAN-5 Indonesia 109,8 111,4 113,5 115,7 Malaysia 97,2 97,3 97,5 97,7 Singapura 248,9 251,4 252,3 252,3 Thailand 178,7 180,2 180,8 180,5 Filipina 85,3 85,5 85,8 86,1 Negara Maju Jepang 1265,4 1264,8 1256,1 1260,1 Kawasan Euro 801,4 805,3 799,7 811,4 Inggris 168,6 174,2 173,2 172,3 Amerika Serikat 120,4 120,6 121,9 121,2 Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.
%QtQ 1,7 1,3 n.a -1,2 5,4 0,5 1,4 1,0 0,9 -0,4 1,2 2,2 0,7
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL Perkembangan Harga Internasional Berdasarkan data harga komoditas internasional yang Sampai dengan akhir didapat dari Commodity Markets Outlook Bank Dunia triwulan III tahun 2016, September 2016, harga beberapa komoditas yang di ekspor sebagian besar harga komoditas internasional Indonesia masih mengalami penurunan sampai akhir terpilih mengalami triwulan III tahun 2016, diantaranya Mexican Shrimp sebesar penurunan. 31,1 persen, Nickel sebesar 27,4 persen, West Texas Crude Oil sebesar 19,1 persen, Copper sebesar 17,3 persen, dan Singapore/Malaysian Rubber sebesar 10,1 persen. Sementara itu, beberapa komoditas sudah mencatatkan kenaikan harga sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 diantaranya komoditas Batu Bara, Palm Oil dan Tin yang harganya naik berturut-turut sebesar 6,7 persen dan 3,5 persen (YoY). 29
Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-September Tahun 2016
KOMODITAS
Unit
Jul-16
Agust-16
Sep-16
Jan-Sept 2016*
Coal, Australia
($/mt)
62,3
67,4
72,9
510,8
Crude Oil, West Texas
($/bbl)
44,7
44,8
45,2
370,8
Cocoa
($/kg)
3,1
3,0
2,9
27,2
Coffe, robusta
($/kg)
2,0
2,0
2,1
16,6
Palm Oil
($/mt)
652,0
736,0
756,0
6.147,3
Soybeans
($/mt)
432,0
413,0
405,0
3.633,0
Shrimp, Mexican
($/kg)
10,7
10,7
10,7
97,0
Woodpulp
($/mt)
875,0
875,0
875,0
7.875,0
Rubber*, Singapore/MYS
($/kg)
1,6
1,6
1,6
13,5
Copper
($/mt)
4.864,9
4.751,7
4.722,2
42.572,2
Iron ore
($/dmtu)
57,0
61,0
58,0
489,0
Nickel
($/mt)
10.262,9
10.336,0
10.191,8
82.781,2
Tin
($/mt)
17.826,2
18.427,0
19.499,5
152.774,9
2.183,3 Jul-16
2.279,1 Agust-16
2.292,3 Sep-16
17.537,2 Jan-Sept 2016*
ENERGI
PERTANIAN
LOGAM & MINERAL
Zinc INFLASI
($/mt) Unit
ENERGI Coal, Australia
(%)
-88,3
8,2
8,2
-4,2
Crude Oil, West Texas
(%)
-90,3
0,1
1,0
-19,1
Cocoa
(%)
-89,0
-0,7
-5,0
-1,9
Coffe, robusta
(%)
-88,8
1,0
5,9
-7,2
Palm Oil
(%)
-88,7
12,9
2,7
6,7
Soybeans
(%)
-87,9
-4,4
-1,9
1,8
Shrimp, Mexican
(%)
-92,4
0,0
0,0
-31,1
Woodpulp
(%)
-88,9
0,0
0,0
0,0
Rubber*, Singapore/MYS
(%)
-89,4
-2,5
1,3
-10,1
Copper
(%)
-90,5
-2,3
-0,6
-17,3
Iron ore
(%)
-89,2
7,0
-4,9
-7,6
Nickel
(%)
-91,0
0,7
-1,4
-27,4
Tin
(%)
-87,9
3,4
5,8
3,5
Zinc (%) Sumber : CMO Pink Sheet, World Bank
-88,1
4,4
0,6
-4,4
PERTANIAN
LOGAM & MINERAL
30
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak mentah dunia masih mengalami penurunan akibat gangguan pasokan minyak mentah terkait kebakaran hutan di wilayah sumur minyak Kanada.
Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum mengalami penurunan dengan harga rata-rata mencapai USD44,7 per barel. Tren harga minyak mentah cenderung fluktuatif karena pasokan minyak mentah yang terganggu akibat kebakaran hutan di wilayah sumur minyak Alberta, Kanada. Kondisi ini diimbangi dengan kenaikan produksi negara-negara OPEC khususnya Iran, Irak dan Saudi Arabia. Negaranegara anggota OPEC sepakat membatasi produksi minyak sebanyak 32,5 juta barel per hari dalam pertemuan 28 September 2016. Selain itu, menurut International Energy Agency (IEA) terjadi peningkatan permintaan di kawasan Asia Pasifik khususnya permintaan produk minyak mentah di Jepang meningkat menjadi 2,4 juta Barel per hari (Kementerian ESDM, 2016). Pergerakan harga minyak Indonesian Crude Price (ICP) sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Pergerakan harga minyak ICP yang cenderung fluktuatif disebabkan oleh pasokan minyak Non OPEC bulan Agustus 2016 mengalami penurunan sebesar 0,32 juta barel per hari. Tingkat stok minyak mentah dan gasoline Amerika Serikat selama bulan September 2016 juga mengalami penurunan masingmasing sebesar 23,2 juta barel dan 4,8 juta barel menjadi sebesar 502,7 juta barel dan 227,2 juta barel. Disisi lain, produksi minyak mentah OPEC pada bulan Agustus 2016 naik sebesar 0,02 juta barel per hari dibandingkan produksi minyak mentah pad bulan Juli 2016. Untuk kawasan Asia Pasifik, permintaan produk minyak mentah Korea Selatan mengalami penurunan menjadi sebesar 2,4 juta barel per hari.
31
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia
Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
Rata-rata Triwulanan 2015 2016 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Q3
42,2 43,4 41,2 42,0 40,2
32,7 34,4 30,6 33,2 30,2
44,8 46,0 42,9 45,5 42,1
44,7 45,8 43,4 44,9 41,3
44,1 45,1 42,6 44,7 40,7
44,9 46,1 43,7 44,8 41,1
45,0 46,2 43,7 45,2 42,2
2,1
2,0
2,1
2,9
2,8
3,0
3,0
Q1 Minyak Mentah (USD/barel) Crude Oil (Rata-rata) 51,6 60,5 48,8 Crude Oil; Brent 53,9 62,1 50,0 Crude Oil; Dubai 52,2 61,4 49,9 Crude Oil; WTI 48,6 57,8 46,4 Indonesian Crude Price Oil 51,6 60,5 45,9 Gas (USD/mmbtu) Gas Alam (US) 2,8 2,7 2,8 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam cenderung meningkat seiring dengan permintaan yang menguat, penurunan produksi, pelemahan suntikan cadangan gas pada persediaan.
Rata-rata Bulanan 2016 Jul Agus Sep
Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam dunia cenderung meningkat. Kondisi ini dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat pada kawasan industri di AS, penurunan produksi yang dikarenakan melambatnya pengeboran gas alam, dan melemahnya suntikan cadangan gas pada persediaan. Penggunaan bahan bakar gas pada pembangkit listrik meningkat seiring dengan cuaca panas. Selain itu, produksi gas yang menurun akibat peningkatan ekspor melalui pipa ke Meksiko dan Liquid Natural Gas (LNG) ke pasar khususnya Amerika Selatan.
Harga Komoditas Utama Pangan Selama triwulan III tahun 2016, peningkatan harga terjadi pada komoditas gula, sedangkan harga kacang kedelai mengalami penurunan.
Komoditas utama pangan yang disoroti perkembangan harganya pada periode triwulan III tahun 2016 yaitu beras, gula, gandum, jagung, dan kacang kedelai.Selama periode Juli-September tahun 2016, sebagian besar indeks harga komoditas pangan bergerak fluktuatif, diantaranya indeks harga komoditas beras, gandum dan jagung. Sementara itu, indeks harga gula bergerak meningkat, sedangkan indeks kacang kedelai semakin menurun (Gambar 7). Harga gula internasional mengalami peningkatan baik secara MtM,YtD, maupun YoY (Lampiran 4). Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa peningkatan harga gula internasional disebabkan oleh penurunan produksi akibat anomali cuaca di Thailand, India, dan Tiongkok. Hal ini membuat sebagian besar negara pengimpor gula terkena dampak 32
termasuk Indonesia. Sedangkan di sisi lain, indeks harga kacang kedelai mengalami penurunan sebesar 4,1% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan indeks harga kacang kedelai pada triwulan III tahun 2016 ini disebabkan oleh adanya peningkatan stok kedelai akibat adanya panen kedelai di AS, Brazil, dan Argentina. Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global
150 130 110 90 70 50 Jan-16
Feb-16 Mar-16 BERAS
GULA
Apr-16
May-16
Jun-16
GANDUM
Jul-16
JAGUNG
Aug-16
Sep-16
KACANG KEDELAI
Sumber: Bloomberg, data diolah (1 Januari 2016=100)
Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional Nasib Kesepakatan Trans-Pacific Partnership Pasca Kemenangan Donald Trump Indonesia tidak perlu untuk merasa khawatir akan kemungkinan batalnya kesepakatan kerja sama TPP.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat diprediksi akan berdampak pada tertundanya pemberlakuan kesepakatan Trans-Pacific Partnership/TPP. Donald Trump dalam kampanyenya berencana menarik Amerika dari perundingan TPP. Rencana tersebut merupakan langkah Trump untuk memacu perekonomian negaranya dengan langkah yang proteksionis. Namun demikian, Indonesia tidak perlu untuk merasa khawatir akan hal tersebut. Batalnya kesepakatan TPP akan memberikan keuntungan untuk Indonesia, karena Indonesia akan tetap mampu berkompetisi dengan negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Malaysia yang tidak jadi menikmati penghapusan tariff ekspor mereka ke negara-negara 33
anggota TPP yang mayoritas merupakan mitra dagang besar Indonesia, terutama Amerika Serikat. Sebagai alternatif kerjasama TPP, Indonesia dapat menjajaki kemungkinan untuk memiliki kerjasama perdagangan bilateral dengan Amerika Serikat.
Batalnya kesepakatan kerjasama TPP dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk membangun industri dalam negeri dan daya saing domestik.
Selain itu, sebagai alternatif jika kesepakatan TPP dibatalkan, Indonesia dapat menjajaki kemungkinan untuk memiliki kerjasama perdagangan secara bilateral dengan Amerika Serikat, yang secara diatas kertas prosesnya akan lebih mudah daripada proses untuk bergabung kedalam kerjasama TPP. Seandainya proses negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat mengalami kebuntuan (terkait kebijakan Donald Trump yang protesionisme dan anti perdagangan bebas), pasar-pasar potensial lain seperti kawasan Eropa Timur, Amerika Latin, dan Australia dapat menjadi tujuan alternatif ekspor Indonesia. Satu hal yang jauh lebih penting adalah sebaiknya Indonesia segera memperkuat fundamental ekonomi dan daya saing domestik. Kemandirian dan peningkatan daya saing adalah modal utama dalam menghadapi dinamika perubahan global. Saat ini, sektor industri di Indonesia hanya menyumbang 19 persen dari PDB Indonesia, tidaklah cukup untuk menjadi mesin pertumbuhan dan mendorong perekonomian Indonesia. Kemungkinan batalnya kesepakatan TPP dapat menjadi kesempatan Indonesia untuk lebih berkonsentrasi mengembangkan industri dalam negeri sebagai penopang utama ekspor Indonesia.
Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016)
No 1
2
PERJANJIAN EKONOMI ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA)
ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement
34
STATUS Negotiations launched (the 7th round of negotiations) Negotiations launched
No
3 4
PERJANJIAN EKONOMI
Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
5
Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement
6 7
Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
8
Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement
9 10
Indonesia-Chile FTA Indonesia-Turki FTA
11
Indonesia-Peru FTA
12
Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference ASEAN Free Trade Area ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag
35
STATUS (the 3rd round of negotiations) Negotiations launched Negotiations launched (the 5th round of negotiations) Negotiations launched (The 1st round of Negotiation) Negotiations launched Negotiations launched (the 16th round of negotiations) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) Negotiations launched Proposed (under consultation and stud)y Proposed (under consultation and study) Signed but not yet In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect (under the review process) Signed and In Effect Signed and In Effect
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia
Periode
SKA Preferensi (%)
SKA Nonpreferensi (%)
2012 45,4 11,8 2013 50,7 12,4 2014 50,6 11,9 2015 72,3 13,5 2016 Januari-September 49,4 10,9 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 60,4 persen terhadap total ekspor Indonesia pada JanuariSeptember Tahun 2016.
SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%) 57,2 63,1 62,5 85,8 60,4
Sepanjang Januari-September Tahun 2016, penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 60,4 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi 49,4 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas Generalized System of Preferences Certificate of Origin paling banyak dimanfaatkan sepanjang JanuariSeptember Tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,1 persen. Pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi 10,1 persen (Gambar 8).
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) 20,0% Form A
15,0%
Form E
10,0%
Form D 5,0% Form AI 0,0% 2014
2015
2016 Jan-Sept
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
36
Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) 14,0% 12,0% 10,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0%
2014
2015
2016 Jan-Sept
Form B
11,0%
12,3%
10,1%
Form ICO
0,8%
1,2%
0,8%
Form TP
0,0%
0,0%
0,0%
Form ANEXO III
0,0%
0,0%
0,0%
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan 13 negara mitra FTA (sebesar USD 12,5 miliar) dan defisit neraca perdagangan dengan 8 negara mitra FTA (sebesar USD16,6 miliar) pada periode JanuariAgustus Tahun 2016.
Pada periode Januari-Agustus Tahun 2016, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Iran, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Mesir, Myanmar, Pakistan, dan Turki. Sementara itu pada periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia, Malaysia, Nigeria, Selandia Baru, Singapura, Thailand, Tiongkok dan Vietnam.
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)
Uraian
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Jan-Agt 2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
AUSTRALIA ekspor
4.948,4
3.702,3
-7,8
2.451,2
2.197,9
-10,3
migas
1.251,8
707,7
-24,0
446,4
388,5
-13,0
non migas
3.696,5
2.994,6
0,4
2.004,8
1.809,4
-9,7
5.647,5
4.815,8
-0,8
3.250,6
3.366,3
3,6
156,7
143,4
103,7
43,4
415,8
858,3
5.490,8
4.672,4
-1,3
3.207,2
2.950,5
-8,0
-699,1
-1.113,5
0,0
-799,4
-1.168,4
-46,2
1.095,1
564,3
-27,2
403,0
-27,3
-106,8
-1.794,2
-1.677,8
-3,9
-1.202,40
-1.141,1
5,1
impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
37
Uraian
2014
2015
Perubahan (%) 2016/2015
Jan-Agt
Trend (%) 2011-2015
2015
2016
SELANDIA BARU ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
481,4
436,3
4,2
278,1
222,6
-20,0
21,4
39,2
124,5
25,8
8,7
-66,1
460,0
397,0
3,7
252,2
213,8
-15,2
836,0
637,0
-0,9
460,8
444,1
-3,6
0,0
8,6
0,0
8,6
0,0
-99,9
836,0
628,4
-1,1
452,1
444,1
-1,8
-354,6
-200,8
-7,9
-182,7
-221,5
-21,2
21,4
30,6
113,6
17,2
8,7
-49,1
-376,0
-231,3
-7,2
-199,9
-230,3
-15,2
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD)
Uraian
2014
2015
Trend (%) 20112015
Jan-Aug 2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
BANGLADESH ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
1.377,6
1.340,8
1,8
891,8
789,7
-11,5
2,3
0,2
-4,3
0,2
0,7
200,5
1.375,3
1.340,6
1,8
891,6
789,1
-11,5
71,3
59,5
12,8
39,0
44,8
14,9
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
71,3
59,5
12,8
39,0
44,8
14,9
1.306,3
1.281,3
1,4
852,9
744,9
-12,7
2,3
0,2
0,0
0,2
0,7
200,5
1.304,0
1.281,1
1,4
852,6
744,3
-12,7
12.249,0
11.731,0
-2,7
8.109,4
6.126,2
-24,5
25,2
129,0
10,2
85,2
163,7
92,1
12.223,7
11.602,0
-2,8
8.024,2
5.962,5
-25,7
3.952,1
2.741,4
-9,5
1.916,0
1.765,8
-7,8
388,2
75,7
-23,9
66,7
17,9
-73,2
3.563,9
2.665,7
-8,8
1.849,3
1.747,9
-5,5
8.296,9
8.989,6
0,1
6.193,4
4.360,4
-29,6
-363,0
53,3
0,0
18,6
145,8
685,9
INDIA ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas
38
Uraian non migas
2014
2015
Trend (%) 20112015
Jan-Aug 2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
8.659,9
8.936,2
-0,5
6.174,8
4.214,6
-31,8
2.045,3
1.989,6
20,9
1.320,1
1.247,7
-5,5
0,0
0,0
-82,3
0,0
0,0
0,0
2.045,3
1.989,5
21,1
1.320,1
1.247,7
-5,5
159,4
174,5
-8,4
100,5
92,3
-8,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
159,4
174,5
-7,0
100,5
92,3
-8,2
1.885,9
1.815,1
26,5
1.219,6
1.155,4
-5,3
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
1.885,9
1.815,0
26,2
1.219,6
1.155,4
-5,3
PAKISTAN ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta
USD) Uraian
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug 2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
BRUNEI DARUSSALAM ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
100,3
91,2
4,3
62,0
63,2
1,9
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
2.521,7
100,3
91,2
4,3
62,0
63,1
1,9
594,3
131,4
-31,3
79,0
60,3
-23,7
568,1
104,7
-34,2
73,7
53,5
-27,4
26,2
26,7
21,5
5,3
6,8
28,3
-494,0
-40,2
-44,7
-17,1
2,9
116,9
-568,1
-104,7
-34,2
-73,7
-53,5
27,5
74,1
64,5
-0,1
56,7
56,3
-0,6
3.887,8
3.921,7
1,7
2.633,6
3.305,0
25,5
1,0
4,7
-44,9
0,4
13,9
3.254,2
3.886,8
3.917,0
1,8
2.633,1
3.291,2
25,0
699,7
683,1
-5,6
466,8
553,0
18,5
1,6
3,1
-26,8
2,9
1,6
-44,1
698,1
680,0
-5,5
463,9
551,3
18,9
3.188,1
3.238,6
3,6
2.166,8
2.752,1
27,0
FILIPINA ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
39
Uraian migas non migas
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug
Perubahan (%) 2016/2015
-0,6
1,6
0,0
2015 -2,5
2016 12,2
3.188,7
3.237,0
3,7
2.169,3
2.739,8
26,3
415,8
429,7
14,6
280,8
271,3
-3,4
0,1
0,0
-59,1
0,0
0,0
0,0
415,7
429,7
14,7
280,8
271,3
-3,4
18,7
21,1
27,6
13,4
17,0
27,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
18,7
21,1
27,6
13,4
17,0
27,0
397,1
408,6
14,1
267,4
254,3
-4,9
0,1
0,0
-59,1
0,0
0,0
0,0
397,0
408,6
14,2
267,4
254,3
-4,9
4,5
7,7
-17,0
4,8
4,0
-16,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
593,2
KAMBOJA ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas LAOS ekspor migas non migas
4,5
7,7
-17,0
4,8
4,0
-16,0
51,3
0,8
19,8
0,8
3,0
274,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
51,3
0,8
19,8
0,8
3,0
274,7
-46,7
6,9
0,0
4,0
1,0
-74,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
-46,7
6,9
0,0
4,0
1,0
-74,8
9.730,0
7.630,9
-8,4
5.410,7
4.483,9
-17,1
migas
3.332,8
1.403,1
-3,2
1.116,0
738,0
-33,9
non migas
6.397,2
6.227,8
-10,1
4.294,6
3.745,9
-12,8
10.855,4
8.530,7
-5,0
6.046,5
4.650,8
-23,1
migas
5.076,9
3.551,3
-6,7
2.670,1
1.544,1
-42,2
non migas
5.778,5
4.979,4
-3,7
3.376,4
3.106,7
-8,0
-1.125,4
-899,8
0,0
-635,8
-167,0
73,7
-1.744,1
-2.148,2
-10,9
-1.554,1
-806,1
48,1
618,7
1.248,4
-28,0
918,2
639,1
-30,4
566,9
615,7
15,3
15,3
387,4
380,7
impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas MALAYSIA ekspor
impor
neraca perdagangan migas non migas MYANMAR ekspor
40
Uraian
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug
Perubahan (%) 2016/2015
0,6
2,2
22,6
2015 22,6
2016 2,2
566,4
613,4
15,2
15,2
385,2
369,4
122,1
160,4
25,6
25,6
108,5
74,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
122,1
160,4
25,6
25,6
108,5
74,4
444,8
455,3
12,6
12,6
278,9
306,3
0,6
2,2
22,6
22,6
2,2
11,2
444,3
453,0
12,6
12,6
276,7
295,0
16.728,3
12.632,6
-7,5
8.598,7
7.325,8
-14,8
6.662,4
3.971,6
-11,4
2.755,2
1.465,9
-46,8
10.065,9
8.661,0
-5,3
5.843,5
5.860,0
0,3
25.185,7
18.022,5
-7,4
12.392,7
9.016,6
-27,2
migas
15.035,1
9.047,2
-10,4
6.445,4
4.247,8
-34,1
non migas
10.150,5
8.975,3
-3,6
5.947,3
4.768,7
-19,8
-8.457,3
-5.389,9
-7,0
-3.794,0
-1.690,7
55,4
-8.372,7
-5.075,6
-9,4
-3.690,2
-2.782,0
24,6
-84,6
-314,3
0,0
-103,8
1.091,3
1.151,7
5.783,1
5.507,3
-2,7
3.799,5
3.488,7
-8,2
780,2
906,8
2,7
627,6
512,7
-18,3
5.002,9
4.600,5
-3,5
3.171,9
2.976,0
-6,2
9.781,0
8.083,4
-6,4
5.453,9
5.938,9
8,9
86,3
64,7
-20,2
44,7
37,1
-17,0
9.694,8
8.018,7
-6,2
5.409,1
5.901,7
9,1
-3.997,9
-2.576,1
-12,2
-1.654,4
-2.450,1
-48,1
693,9
842,1
7,1
582,9
475,6
-18,4
-4.691,8
-3.418,2
-9,3
-2.237,3
-2.925,7
-30,8
2.451,3
2.740,2
3,9
1.657,5
1.723,2
4,0
14,9
3,3
-48,2
2,6
13,1
401,3
migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
11,2
SINGAPURA ekspor migas non migas impor
neraca perdagangan migas non migas THAILAND ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas VIETNAM ekspor migas non migas impor migas
2.436,3
2.736,9
4,6
1.654,9
1.710,1
3,3
3.417,8
3.161,5
8,8
2.092,2
2.096,2
0,2
192,4
0,1
-66,6
0,1
53,2
52.145,9
41
Uraian
Jan-Aug
Trend (%) 2011-2015
Perubahan (%) 2016/2015
2014
2015
3.225,4
3.161,4
8,9
2015 2.092,1
2016 2.043,0
-966,5
-421,4
91,0
-434,7
-373,1
14,2
migas
-177,4
3,2
0,0
2,6
-40,1
-1.692,6
non migas
-789,1
-424,5
76,8
-437,2
-333,0
23,8
non migas neraca perdagangan
-2,4
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta
USD) Uraian
2014
Jan-Aug
Trend (%) 2011-2015
2015
2015
Perubahan (%) 2016/2015
2016
IRAN ekspor
406,1
216,5
-24,0
159,6
121,1
-24,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
100,0
406,1
216,5
-24,0
159,6
120,9
-24,2
42,5
56,6
-58,5
35,7
29,8
-16,4
migas
25,2
18,0
-66,4
10,3
15,3
48,6
non migas
17,4
38,6
-43,2
25,4
14,5
-42,8
363,6
159,9
0,0
123,9
91,3
-26,3
migas
-25,1
-18,0
-66,3
-10,3
-15,1
-46,8
non migas
388,7
178,0
-18,7
134,2
106,4
-20,7
migas non migas impor
neraca perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta
USD) Uraian
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug 2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
JEPANG ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas
23.117,5
18.020,9
-14,1
12.132,0
10.389,2
-14,4
8.551,7
4.924,8
-23,6
3.348,7
1.964,9
-41,3
14.565,7
13.096,1
-8,1
8.783,3
8.424,3
-4,1
17.007,6
13.263,5
-10,0
9.174,2
8.466,9
-7,7
69,4
30,8
-20,1
20,4
47,0
130,4
16.938,2
13.232,7
-10,0
9.153,8
8.419,9
-8,0
6.109,9
4.757,4
-21,2
2.957,8
1.922,3
-35,0
8.482,3
4.894,0
-23,6
3.328,3
1.917,9
-42,4
42
Uraian non migas
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
Perubahan (%) 2016/2015
Jan-Aug 2015
2016
-2.372,4
-136,6
-38,1
-370,5
4,4
101,2
10.601,1
7.664,4
-17,1
5.427,2
4.559,2
-16,0
migas
4.884,2
2.224,8
-28,1
1.626,1
1.144,9
-29,6
non migas
5.716,9
5.439,7
-7,8
3.801,1
3.414,3
-10,2
11.847,4
8.427,2
-8,4
5.831,0
4.481,5
-23,1
migas
4.091,0
2.148,6
-16,4
1.558,4
609,7
-60,9
non migas
7.756,4
6.278,6
-4,0
4.272,6
3.871,8
-9,4
-1.246,3
-762,8
0,0
-403,9
77,7
119,2
793,2
76,2
-60,5
67,7
535,2
690,3
-2.039,5
-838,9
0,0
-471,6
-457,5
3,0
17.605,9
15.046,4
-10,0
10.002,5
9.546,2
-4,6
1.146,9
1.785,7
9,8
1.135,3
1.182,2
4,1
16.459,1
13.260,7
-11,4
8.867,2
8.364,0
-5,7
30.624,3
29.410,9
2,8
19.163,2
19.521,2
1,9
162,8
186,1
-31,3
150,7
64,7
-57,1
30.461,6
29.224,8
3,3
19.012,5
19.456,6
2,3
-13.018,4
-14.364,5
41,6
-9.160,6
-9.975,0
-8,9
984,1
1.599,7
34,6
984,6
1.117,6
13,5
-14.002,5
-15.964,1
40,3
-10.145,3
-11.092,6
-9,3
KOREA SELATAN ekspor
impor
neraca perdagangan migas non migas TIONGKOK ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD)
Uraian
Jan-Aug
2014
2015
Trend (%) 2011-2015
2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
1.341,0
1.197,9
-0,3
830,8
670,9
-19,3
0,0
26,2
0,0
0,0
1,6
0,0
1.341,0
1.171,7
-0,7
830,8
670,9
-19,3
145,9
243,1
0,6
170,6
321,0
88,2
0,0
132,9
0,0
104,3
257,4
146,8
145,9
110,2
-14,1
66,3
63,6
-4,1
1.195,1
954,8
-0,6
660,2
349,9
-47,0
MESIR ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
43
Uraian migas non migas
2014
Jan-Aug
2015
Trend (%) 2011-2015
2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
0,0
-106,7
0,0
-104,3
-257,4
-146,8
1.195,1
1.061,5
1,6
764,6
607,3
-20,6
648,8
445,7
3,7
325,7
207,2
-36,4
0,3
0,3
87,7
0,3
0,2
-30,8
648,5
445,4
3,7
325,4
207,0
-36,4
3.306,3
1.288,2
-2,9
941,0
796,2
-15,4
3.286,1
1.284,5
-2,6
939,0
792,0
-15,7
20,2
3,7
-33,2
2,0
4,2
108,7
-2.657,5
-842,4
-5,1
-615,3
-589,0
4,3
-3.285,7
-1.284,2
-2,6
-938,7
-791,8
15,7
628,2
441,8
5,1
323,4
202,8
-37,3
NIGERIA ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD)
Uraian
Jan-Aug
2014
2015
Trend (%) 20112015
2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
1.446,10
1.158,80
-3,60
789,00
689,70
-12,60
0,00
0,00
0,00
0,00
0,10
111,90
1.446,10
1.158,80
-3,60
788,90
690,00
-12,60
TURKI ekspor migas non migas impor
1.030,60
249,80
-3,70
163,70
203,60
24,30
migas
770,40
0,10
-22,40
0,10
14,80
11.387,70
non migas
260,20
249,70
-7,90
163,60
188,70
15,40
415,50
909,00
-8,40
625,20
486,20
-22,20
migas
-770,40
-0,10
0,00
-0,10
-14,80
-15.264,80
non migas
1.185,90
909,10
-2,40
625,30
501,00
-19,90
neraca perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
44
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
45
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
46
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015.
Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen (YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang masih belum stabil dengan pertumbuhan yang tidak merata. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan anggaran.
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen)
5,5 5,0
5,2
5,1 5,0
5,0
5,0
5,0 4,7
4,5
5,0
4,9
4,7
4,7
4,0 I
II
III
IV
I
II
2014
III 2015
IV
I
II
III
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan didukung oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Informasi dan komunikasi yang sebesar 9,2 persen (YoY).
Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 9,2 persen (YoY). Pertumbuhan sektor Informasi dan Komunikasi tersebut lebih rendah, baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 maupun triwulan II tahun 2016 yang masing-masing sebesar 10,7 persen (YoY) dan 9,8 persen (YoY).
47
Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY) oleh pelonggaran kebijakan moneter. Sementara itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh lebih tinggi dari triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
Konstruksi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 5,7 persen (YoY), seiring dengan masih berlangsungnya program-program pembangunan infrastruktur pemerintah.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 seiring dengan realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai sebesar 36 persen dari target akumulatif 2016
Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 10,4 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YoY). Kinerja tersebut disebabkan oleh pelonggaran kebijakan moneter terutama melalui penurunan suku bunga. Transmisi pelonggaran kebijakan tersebut diyakini akan terus berlanjut, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan kredit dan pembiayaan ekonomi lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Sementara itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY) atau meningkat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-masing sebesar 7,3 persen (YoY) dan 6,9 persen (YoY). Konstruksi mengalami pertumbuhan 5,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY). Sektor kontruksi masih tumbuh relatif tinggi seiring dengan masih berlangsungnya program-program pembangunan infrastruktur pemerintah, termasuk program satu juta rumah. Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 0,6 persen (YoY), namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,2 persen (YoY). Sampai dengan bulan Oktober 2016, realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai 36 persen dari target akumulatif 2016. Sementara itu, realisasi commercial operation date (COD) pembangkit listrik secara keseluruhan mencapai 9,4 persen dari keseluruhan target.
48
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY)
Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK BRUTO
Q1
2014 Q2 Q3
Q4
Q1
2015 Q2 Q3
Q4
Q1
2016 Q2
Q3
5,2
4,9
3,6
3,3
4,0
6,9
3,3
1,6
1,8
3,4
2,8
-1,0 4,5 3,3
1,1 4,8 6,5
1,2 5,0 6,0
1,5 4,2 6,5
-1,3 4,0 1,7
-5,2 4,1 0,8
-5,7 4,5 0,6
-7,9 4,4 1,8
-0,8 4,6 7,5
-0,1 4,6 6,2
0,1 4,6 4,9
4,9
5,8
5,9
6,9
5,4
7,8
8,7
6,8
4,8
3,3
1,7
7,2
6,5
6,5
7,7
6,0
5,4
6,8
8,2
7,9
6,2
5,7
6,1
5,0
5,2
4,5
4,1
1,7
1,4
2,8
4,1
4,1
3,7
7,0
7,6
7,7
7,2
5,8
5,9
7,3
7,7
7,9
6,9
8,2
6,4
6,4
5,8
4,6
3,4
3,8
4,5
5,8
5,6
4,9
4,6
9,8 3,6 4,7 10,3
10,5 5,5 4,9 10,0
9,8 1,9 5,1 9,3
10,3 7,9 5,3 9,7
10,1 8,6 5,3 7,4
9,7 2,6 5,0 7,6
10,7 10,4 4,8 7,6
9,7 12,5 4,3 8,1
8,1 9,3 4,9 8,1
9,8 13,6 4,5 7,6
9,2 8,8 3,7 7,0
2,7
-2,5
2,4
6,8
4,7
6,3
1,3
6,7
4,5
4,4
3,8
4,6
4,5
6,3
6,6
5,0
11,7
8,1
5,3
5,4
5,1
1,9
7,6
8,7
9,6
6,0
7,1
7,5
6,3
7,4
8,6
6,5
4,2
8,4 5,1
9,5 5,0
9,5 5,0
8,4 5,0
8,0 4,7
8,1 4,7
8,1 4,7
8,2 5,0
7,9 4,9
7,9 5,2
7,7 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kinerja Industri Pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015, namun relatif tidak berubah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016.
Kinerja Industri Pengolahan sedikit meningkat, dengan tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,5 persen (YoY), namun relatif tidak berubah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia masih didorong oleh industri yang berbasis konsumsi dalam negeri. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Akan tetapi,
49
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016
Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan III tahun 2016, didorong oleh pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor.
pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY). Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,3 persen (YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5 persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 1,3 persen (YoY), namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,4 persen (YoY). Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016. Pada triwulan III tahun 2016 Real Estate tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,8 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 1,4 persen (YoY), namun lebih rendah dibanding triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,1 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY) dan 3,5 persen (YoY). Komponen Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya tumbuh sebesar 3,2 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 2,1 persen (YoY) , namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,4 persen (YoY). 50
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan triwulan III tahun 2015 karena terjadinya pergeseran panen raya akibat perubahan iklim. Pertambangan dan Penggalian mengalami pertumbuhan positif setelah pada triwulan-triwulan sebelumnya tumbuh negatif.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi setelah LNPRT sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB terbesar pada triwulan III tahun 2016.
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan triwulan III tahun 2015 yang masing-masing sebesar 3,4 persen (YoY) dan 3,3 persen (YoY). Penurunan tersebut disebabkan oleh pergeseran panen raya akibat perubahan iklim. Pada triwulan III tahun 2016, Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 0,1 persen (YoY), atau lebih besar dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang terkontraksi sebesar -5,7 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar -0,1 persen (YoY). Kinerja tersebut didukung oleh adanya kenaikan harga komoditas di pasar internasional, terutama harga batu bara yang naik dari USD 51,2 per mt pada bulan Juli menjadi sebesar USD 93,2 per mt. Selain itu, juga didukung dengan telah beroperasinya Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur dan Residual Fluid Catalyc Cracker (RFCC) di Cilacap, Jawa Tengah. Berdasarkan komponennya, Pertambangan Bijih Logam tumbuh dari sebesar -12,08 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 menjadi sebesar 5,42 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016 dan pertumbuhan Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi dari sebesar -0,58 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 menjadi sebesar 1,25 persen (YoY). Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB terbesar pada triwulan III tahun 2016, dengan kontribusi sebesar 55,3 persen terhadap PDB. Pada triwulan III tahun 2016, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), relatif sama dengan triwulan III tahun 2015, namun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen (YoY).
51
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen)
JENIS PENGELUARAN Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa PRODUK DOMESTIK BRUTO Sumber : Badan Pusat Statistik
Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 2014 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Q4
Q1
2016 Q2
Q3
5,3 23,2
5,1 22,4
5,1 5,8
5,1 -0,5
5,0 -8,1
5,0 -8,0
5,0 6,6
4,9 8,3
5,0 6,4
5,1 6,7
5,0 6,7
6,1
-1,8
1,2
0,9
2,9
2,6
7,1
7,3
3,5
6,2
-3,0
5,2 3,2 5,0 5,1
4,1 1,4 0,4 5,0
4,5 4,8 0,3 5,0
4,6 -4,6 3,2 5,0
4,6 -0,6 -2,2 4,7
3,9 0,0 -7,0 4,7
4,8 -0,6 -5,9 4,7
6,9 -6,4 -8,1 5,0
5,6 -3,5 -5,0 4,9
5,1 -2,4 -2,9 5,2
4,1 -6,0 -3,9 5,0
Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY).
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan sumber pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sebesar 32,0 persen dari PDB pada triwulan III tahun 2016. Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,8 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,1 persen (YoY). Pertumbuhan komponen utama dari PMTB yaitu Bagunan serta Mesin dan Perlengkapan, yang masing-masing berkontribusi sebesar 24,4 persen dan 2,8 persen dari PDB, mengalami penurunan. Bangunan tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,3 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,1 persen. Sementara itu, Mesin dan Perlengkapan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 6,8 persen atau menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar -3,6 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 1,5 persen (YoY). Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY). Kondisi ini akibat oleh adanya pemotonggan anggaran belanja dalam APBN 2016. Pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat 52
umum (konsumsi kolektif) tumbuh sebesar -4,5 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang tumbuh sebesar -9,9 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu seperti pendidikan; kesehatan; jaminan sosial; olah raga dan rekreasi; dan kebudayaan juga tumbuh negatif, namun lebih kecil yaitu sebesar -0,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,9 pesen (YoY). Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia
Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu sebesar -6,0 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh negatif sebesar -0,6 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar -2,4 persen (YoY). Kondisi ini dipengaruhi oleh perlambatan ekspor barang migas yang tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY), yang disebabkan oleh masih rendahnya harga minyak mentah di pasar internasional meskipun sedikit sudah membaik. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016, ekspor jasa relatif meningkat yaitu tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY). Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016 seiring dengan permintaan domestik yang masih belum meningkat signifikan dan nilai tukar Rupiah yang melemah. Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar -5,9 persen (YoY), namun menurun dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar -2,9 persen (YoY). Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan impor barang migas menjadi sebesar 1,5 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 1,3 persen (YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang sebesar 2,3 persen (YoY). Sementara itu impor jasa dan 53
barang nonmigas tumbuh lebih besar dibandingkan triwulan III tahun 2015 namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016, masing-masing sebesar adalah sebesar 13,7 persen (YoY); 6,7 persen (YoY); 5,7 persen (YoY); dan 5,0 persen.
Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Pada triwulan III tahun 2016, Rata-rata pertumbuhan di Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, kedua wilayah yang lain lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan di Maluku dan Papua rata-rata tumbuh sebesar 13,7 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III tahun 2015 sebesar 4,2 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang -1,3 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 6,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masingmasing sebesar 8,4 persen (YoY) dan 8,5 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar 5,6 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 5,5 persen (YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,8 persen (YoY). Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 5,0 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masingmasing sebesar 14,1 persen (YoY) dan 7,3 persen (YoY).
54
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun
2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) 18 15 12 9 6 3 0 -3 -6 -9 -12 -15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2011
2012
2013
Sumatera Kalimantan Indonesia
2014
2015
Jawa Sulawesi
2016
Bali dan Nusa Tenggara Maluku dan Papua
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pada triwulan III tahun 2016, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 3,9 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 3,1 persen (YoY), namun menurun dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY). Sementara itu, Kalimantan tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh masingmasing sebesar 0,4 persen (YoY) dan 1,2 persen (YoY).
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB
Pada Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan III Tahun 2016
15 57,6 9,5 10 5,1 5 3,022,2 2,6 0
80 58,8 7,6 6,1 22,1 3,1 2,4
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2010
2011
Bali Nusra
2012
2013
Maluku dan Papua
Sumber : Badan Pusat Statistik
55
2014
2015
Kalimantan
2016
60 40 20 0
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.
Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen (YoY).
Sumatera Utara dan Lampung provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY).
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar 58,4 persen. Kontribusi terbesar berikutnya adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua yang masing-masing sebesar 22,0 persen, 7,7 persen, 6,1 persen, 3,2 persen dan 2,5 persen terhadap PDB pada triwulan II tahun 2016. Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,1 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,9 persen (YoY). Sementara itu, Jawa Barat tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 dan sebesar 6,0 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2016. Jawa Barat memiliki kontribusi sebesar 13,0 persen terhadap perekonomian nasional, sedikit menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 13,1 persen dan relatif tidak berubah dibandingkan triwulan II tahun 2016. Sementara itu, kontribusi DKI Jakarta relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar 16,9 persen, namun menurun tipis dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang besarnya 17,1 persen. Di wilayah Sumatera, Sumatera Utara dan Lampung merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,3 persen (YoY) dan 5,1 persen (YoY) untuk Sumatera Utara, serta sebesar 5,3 persen (YoY) dan 5,2 persen (YoY) untuk Lampung. Adapun kontribusi Sumatera Utara terhadap PDB sebesar 5,0 persen pada triwulan III tahun 2016, meningkat tipis dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan 56
triwulan sebelumnya sebesar 4,9 persen. Sementara itu, kontribusi Lampung sebesar 2,3 persen sedikit meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 2,2 persen, namun tidak berubah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY).
Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,615,5 persen (YoY).
Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen (YoY).
Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang besarnya 5,7 persen (YoY), namun lebih kecil dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,9 persen (YoY). Kontribusi Kalimantan Tengah terhadap perekonomian Indonesia adalah sebesar 0,9 persen, relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan triwulan III tahun 2015. Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,6 persen (YoY), mengalami penurunan yang relatif besar dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 15,6 persen (YoY) dan 15,5 persen (YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tengah relatif kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain di Sulawesi, yaitu sebesar 0,9 persen pada triwulan III tahun 2016, relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III tahun 2015 namun lebih kecil dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 1,0 persen. Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut menurun baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,3 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5 persen (YoY). Adapun kontribusi Bali terhadap perekonomian nasional sebesar 1,5 persen pada triwulan III tahun 2016, terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya. 57
Maluku merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 6,55,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 5,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 5,6 persen namun lebih kecil dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,3 persen. Kontribusi provinsi Maluku terhadap perekonomian nasional adalah sebesar 0,3 persen, relatif tidak berubah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK Perkembangan Harga Domestik Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016, Sepanjang bulan Januarikoefisien rata-rata harga antar waktu dari sepuluh September tahun 2016 komoditas tertentu sebesar 3,0 persen atau masih mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga dibawah target maksimal 9,0 persen pada tahun 2016 antar waktu sebesar 3,0 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. persen. Komoditas gula pasir merupakan komoditas penyumbang koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan koefisien sebesar 9,2 persen. Sementara itu, susu kental manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi antar waktu paling rendah dengan koefisien sebesar 0,6 persen. Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
58
Sepanjang bulan JanuariSeptember tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 14,2 persen.
Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016, koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh komoditas tertentu rata-rata sebesar 14,2 persen atau tepat pada batas target maksimal 14,2 persen pada tahun 2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Pada bulan Juli dan Agustus koefisien variasi harga antar wilayah tertinggi yaitu sebesar 14,8 persen dibandingkan bulan lainnya. Sementara itu, koefisien variasi harga antar wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu pada bulan Februari dan Mei yaitu sebesar 13,6 persen.
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016
JanMarKomoditas 16 Feb-16 16 Beras Medium 11,4 12,2 12,5 Gula Pasir 6,1 5,6 6,0 Jagung Pipilan 22,1 23,2 23,1 Kedelai Impor 15,8 16,1 16,3 Tepung Terigu 14,0 13,4 13,6 Minyak Goreng Curah 13,6 12,6 11,7 Susu kental Manis 12,8 10,6 10,9 Daging Ayam Ras 13,8 16,0 16,3 Daging Sapi 12,6 11,6 12,2 Telur Ayam Ras 15,6 15,2 20,3 Rata-Rata Per Bulan 13,8 13,6 14,3 Rata-Rata Jan-Sept 2016 Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Apr-16 13,6 6,4 21,8 17,5 14,4
Mei-16 12,6 7,1 22,9 17,3 15,5
Jun-16 12,5 7,4 23,1 17,5 14,9
Jul-16 14,5 9,6 24,3 17,9 14,9
Agust16 13,5 8,8 25,4 18,1 14,9
Sep16 13,3 8,0 23,3 17,9 14,4
10,0 12,7 16,9 12,6 18,8
10,1 11,8 13,4 11,7 14,0
10,9 11,8 13,7 12,6 15,9
11,8 12,4 14,6 12,6 15,0
8,7 12,0 16,7 12,3 17,2
10,0 13,5 13,4 11,9 17,7
14,5
13,6
14,0
14,8
14,8
14,3
14,2
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Sebagian besar harga bahan pokok mengalami penurunan pada Triwulan III tahun 2016.
Selama periode Juli-September tahun 2016, sebagian besar pergerakan harga bahan pokok nasional mengalami penurunan (Lampiran 5). Penurunan harga secara signifikan terjadi pada komoditas bawang merah (Gambar 13 dan Lampiran 5). Hal ini disebabkan adanya kebijakan Pemerintah yang memperkuat sinergi dan kerjasama antar pemangku dalam menstabilkan harga dan menjaga pasokan melalui pemotongan rantai pasokan. Pemotongan rantai pasokan memudahkan petani memasuki pasar sehingga harga yang dihasilkan lebih murah dan pasokan terjaga. Sebaliknya, indeks harga 59
cabai merah keriting dan cabai merah biasa meningkat signifikan (Gambar 13). Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak menentu membuat penurunan pasokan di pasar. Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah
160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Cabai Merah Keriting
Apr-16 Mei-16 Jun-16 Cabai Merah Biasa
Jul-16
Agust-16 Sep-16 Bawang Merah
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100)
INDEKS TENDENSI KONSUMEN Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan III tahun 2016 mengalami peningkatan.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 108,2 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 105,0. Hal tersebut menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat. Membaiknya kondisi ekonomi masyarakat terutama didorong oleh naiknya tingkat konsumsi yaitu menjadi sebesar 111,0 diikuti oleh kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 110,01. Sementara itu, daya beli yang dilihat dari indeks pengaruh inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dengan nilai sebesar 102,7.
Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya 2014
2015
2016
Variabel Pembentuk Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Pendapatan rumah tangga
113,5
106,1
96,6
104,4
108,4
103,1
102,4
105,0
110,0
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari
109,9
106,3
109,0
105,6
108,1
101,9
103,8
110,4
102,7
60
2014
2015
2016
Variabel Pembentuk Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buahbuahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) Indeks Tendensi Konsumen
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
113,2
113,0
100,7
105,6
111,6
103,0
102,8
111,9
111,0
112,4
107,6
100,9
105,2
109,0
102,8
102,9
107,9
108,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan IV tahun 2016 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 2,3 persen (YoY) menjadi sebesar 105,2, namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 108,2. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat diperkirakan akan membaik, namun tingkat optimisme masyarakat akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016. Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan IV tahun 2016 didorong oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi sebesar 104,3, serta meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan sebesar 106,8.
Pertumbuhan ITK pada triwulan IV tahun 2016 diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 105,2.
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016
116
112 108 104 100 96 92
Q1
Q2
Q3
2014 Indeks Tendensi Konsumen
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q2
Q3 Q4*
2016
110 110,8112,4107,6100,9105,2 109 102,8102,9107,9108,2105,2
Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1
2,6
0,4 -1,8 -8,3 -5,1
Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi
61
-3
-4,5 2,0
2,6 -0,7 2,3
6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8 atau tertinggi selama tahun 2016.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8 atau tertinggi selama tahun 2016. IKK tumbuh sebesar 17,6 pesen (YoY) atau tertinggi selama tahun 2016. Peningkatan optimisme masyarakat tersebut disebabkan oleh meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini, yaitu penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama. Sementara itu, optimisme masyarakat terhadap perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan mendatang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya selama tahun 2016 yang digambarkan dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 130,4.
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016
KETERANGAN
2016 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Aug
Sept
Okt
112,6
110,0
109,8
109,0
112,1
113,7
114,2
113,3
110,0
116,8
Pertumbuhan IKK (YoY) (persen)
-6,3
-8,5
-6,1
1,5
-0,6
2,2
3,9
0,6
12,8
17,6
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
99,9
98,7
96,6
94,7
96,5
99,9
101,2
97,2
96,0
103,2
117,7
120,0
115,5
110,9
114,8
116,2
119,5
117,4
116,5
119,1
Ketersediaan lapangan kerja
88,0
81,9
79,3
80,0
80,7
87,0
85,8
79,0
79,5
89,0
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
93,8
94,2
95,0
93,2
94,0
96,3
98,3
95,3
92,1
101,6
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
125,4
121,3
123,1
123,2
127,7
127,6
127,1
129,5
124,0
130,4
Ekspektasi Penghasilan
143,0
141,1
138,6
137,7
141,3
138,4
139,2
142,0
138,9
140,5
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
105,0
98,4
102,7
105,0
110,8
115,6
110,5
111,1
104,7
114,5
Ekspektasi Kegiatan Usaha
121,1
124,3
128,1
126,9
130,9
128,7
131,7
135,3
128,3
136,2
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan saat ini
Sumber: Bank Indonesia
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi selama tahun 2016.
Pada bulan Juli 2016, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi selama tahun 2016. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat ini dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks 62
penghasilan saat ini adalah sebesar 119,1, meningkat dibandingkan dua bulan sebelumnya, namun sedikit lebih kecil dibandingkan pada bulan Juli 2016. Sementara itu, Indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama untuk bulan Oktober 2016 masing-masing adalah sebesar 89,0 dan 101,6 atau paling tinggi selama tahun 2016. Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober 2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu sebesar 130,4.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober 2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu sebesar 130,4. Peningkatan tersebut terutama didukung oleh meningkatnya indeks ekspektasi kegiatan usaha secara signifikan menjadi sebesar 136,2 atau paling tinggi selama tahun 2016. Sementara itu, indeks ekpektasi penghasilan meningkat dari bulan Juli 2016 yang sebesar 139,2 menjadi sebesar 140,5, meskipun lebih kecil dibandingkan nilai pada bulan Agustus yang sebesar 142,0. Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja sebesar 114,5 pada bulan Oktober 2016, terus meningkat sejak bulan Juli 2016 yang sebesar 110.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Kondisi Bisnis Indonesia Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 107,89. Peningkatan terjadi pada semua lapangan usaha. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi terjadi di lapangan usaha Konstruksi dengan nilai ITB sebesar 111,74, sedangkan peningkatan kondisi bisnis terendah terjadi pada lapangan usaha Pertambangan & Penggalian dengan nilai ITB sebesar 102,26.
63
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016 113 110,24 111 109
107,43
Indeks
107 105
104,22
103 103,89 101
107,89
107,24 106,12
105,29
103,88
102,34
104,72
105,64 104,07
106,04 105,22 105,46 106,29
102,23
99
99,46
97 96,30
95
Triwulan Sumber: BPS, diolah Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016
Variabel pembentuk ITB Trw III-2016 No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11
Sektor dalam ITB Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan
111,02
108,93
-
Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha 108,93
96,59 110,13 110,24 108,74
102,26 103,97 109,19 110,27
102,46 106,63 109,80 114,81
106,14 107,55 111,18 107,41
100,46 100,24 107,84 107,69
105,50 113,73
111,74 108,72
114,56 111,75
110,44 108,69
107,95 106,21
110,64 110,64
111,40 108,84
117,47 112,11
109,70 110,26
107,06 105,53
118,37 111,37
111,03 111,53
117,14 111,03
111,51 107,39
105,76 113,69
ITB Trw II2016
64
ITB Triwulan III-2016
Pendapatan Usaha
Rata Rata Jam Kerja -
No
109,94 110,09 108,22
108,81 109,04 107,06
107,89 106,29 108,57
Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha 103,95 108,10 109,52
111,76 108,11
103,39 110,45
107,67 110,37
103,01 107,78
100,00 111,64
109,89 110,24
110,74 107,89
112,74 110,35
104,21 108,37
111,84 105,35
ITB Trw II2016
Sektor dalam ITB
12 13 14
Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17 Jasa Lainnya Indeks Tendensi Bisnis Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
ITB Triwulan III-2016
Pendapatan Usaha
Rata Rata Jam Kerja 111,61 111,72 104,76
Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %)
Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non Migas 2009 - 2016 Triwulan III (%) 7,46
6,38
4,70
6,98
6,17
3,82
5,58
5,61
5,45
5,00
2013
2014
6,03
5,04
4,79
5,04
4,56
1,69
2009
2010
2011
2012
2015
2016
Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Hingga Triwulan III tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp1.681 triliun dan tumbuh sebesar 4,56 persen (YoY).
Pada Triwulan III tahun 2016, nilai tambah sektor industri manufaktur non migas mencapai Rp573 triliun (Harga Berlaku) dengan pertumbuhan kuartalan mencapai 4,7 persen (y-o-y). Secara kumulatif, hingga triwulan ketiga tahun 2016 ini, nilai tambah sektor industri manufaktur mencapai Rp1.681 triliun dengan pertumbuhan sebesar 4,56 persen. Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan III yang 65
mencapai 5,02 persen dan pertumbuhan kumulatif hingga Triwulan III yang mencapai 5,04 persen. Tren perlambatan pertumbuhan industri manufaktur yang terjadi semenjak tahun 2011 menyebabkan penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia sehingga hanya mencapai 18,9 persen pada Triwulan III ini--manufaktur non migas sebesar 17,8 persen dan manufaktur migas sebesar 2,1 persen. Secara kumulatif, sampai dengan 9 bulan pertama tahun ini, kontribusi sektor manufaktur mencapai sebesar 20,4 persen (migas dan non-migas) Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III)
(YoY, persen)
Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas 2016 Triwulan III SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS 4,56 Industri Makanan dan Minuman 8,55 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 8,33 Industri Mesin dan Perlengkapan 7,97 Industri Barang Galian bukan Logam 6,43 Industri Barang Logam dll 5,44 Industri Alat Angkutan 4,78 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 4,01 Industri Pengolahan Tembakau 3,20 Industri Kertas dll 2,38 Industri Kayu dll 1,81 Industri Logam Dasar 1,25 Industri Furnitur 0,18 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi-0,73 Industri Pengolahan Lainnya-2,34 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik-9,36
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri makanan dan minuman; industri kulit; industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53 persen, dan 7,97 persen
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor industri manufaktur non migas hingga Triwulan III tahun 2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor makanan minuman; industri kulit; dan industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53 persen, dan 7,97 persen. Hal tersebut menunjukkan jika pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh industri yang berbasis konsumsi dalam negeri. 66
Terdapat tiga subsektor yang memiliki pertumbuhan negatif--industri karet (-9,36 persen), industri pengolahan lainnya (-2,34 persen) dan industri tekstil (-0,73 persen). Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri yang mengandalkan pasar ekspor, sehingga belum pulihnya kondisi ekonomi dunia masih menjadi penyebab pertumbuhan yang negatif. Selain itu, Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara maju, seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan Bangladesh, sehingga membuat produk tekstil Indonesia kalah dengan produk tekstil dari negara tersebut. Memasuki Triwulan III ini, pertumbuhan industri karet kembali mengalami pertumbuhan negatif dibanding Triwulan III tahun lalu. Selain karena kondisi ekonomi negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, yang belum menunjukkan perbaikan berarti, adanya perubahan musim hujan yang lebih maju menyebabkan produksi karet di Indonesia juga menurun. Hal tersebut juga diperparah dengan keputusan International Tripartite Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi jumlah ekspor karet selama periode Maret-Agustus yang menyebabkan produsen karet menahan produknya. Keputusan tersebut dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk mendongkrak harga karet yang sempat mencapai titik terendahnya bulan Januari lalu. Usia pohon karet di Indonesia yang sudah tua, relatif terhadap usia pohon karet di Malaysia dan Thailand, juga menjadi penyebab penurunan produksi karet Indonesia.
67
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
6,0
Komposisi Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas Triwulanan III-2016 0,46
4,0 0,60
0,50
0,06
0,25
2,0 2,69 0,0 Makanan & Minum
Alat Angkutan
Galian Bukan Logam
MANUFAKTUR NonMIGAS
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Subsektor industri makanan dan minuman kembali menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.
Dekomposisi pertumbuhan industri manufaktur non migas hingga Triwulan III 2016 menunjukkan bahwa subsektor industri makanan dan minuman memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi hampir mencapai 60 persen. Besarnya jumlah penduduk Indonesia juga menjadi pendorong dalam besarnya kontribusi subsektor makanan dan minuman. Namun demikian, besarnya kontribusi subsektor industri makanan dan minuman tersebut menunjukkan jika Indonesia saat ini hanya mampu untuk mengembangkan light industry (ditunjukkan dengan kontribusi subsektor barang logam dan alat angkutan yang hanya mampu berkontribusi 13 dan 11 persen terhadap pertumbuhan industri manufaktur non migas). Diperlukan kebijakan yang riil dari pemerintah, seperti kemudahan investasi, pemberian insentif pajak yang jelas, kebijakan tenaga kerja yang tidak kaku, serta akses ke energi yang kompetitif, untuk mendorong pertumbuhan subsektor industri non migas lainnya sekaligus untuk menjadikan industri manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia
68
Gambar 19. Ekspor Produk Industri
30.000
26094,5 30
25.000 20.000
-01
15.000 10.000 5.000 Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2 Q3
2014
2015
Q4 Q1 Q2
25 20 15 10 05 00 -05 -10 -15 -20
Q3
2016
Ekspor Produk Industri (milyar USD, sb. kiri, y-on-y)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan III 2015 mencapai USD26,1 miliar.
Nilai ekspor produk industri pada Triwulan III 2016 mencapai USD 26,1 miliar. Jumlah tersebut menurun sebesar 0,9 persen dibandingkan Triwulan III pada tahun 2015 (YoY). Penurunan ekspor tersebut sejalan dengan masih belum membaiknya kondisi perekonomian dan perdagangan dunia. Menurut laporan yang dirilis oleh Bank Indonesia, perlambatan ekspor yang dialami oleh sektor manufaktur merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan sektor pertanian dan pertambangan. Produk kimia, logam dasar, dan semen menjadi produk manufaktur yang mengalami pertumbuhan yang positif diantara produk manufaktur lainnya dengan nilai ekspor masing-masing USD842 juta, USD1,9 milyar, dan USD24,3 juta dan pertumbuhan sebesar 17, 7,3, dan 17,5 persen.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan semen merupakan indikator yang dianggap paling mampu untuk menggambarkan kondisi tersebut. Data penjualan mobil dan motor merupakan indikator untuk 69
mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah. Sedangkan data penjualan semen merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan kondisi pembangunan di Indonesia. Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016
350.000
20 15 251.340 10 5 05 0 -5 -10 -15 -20 -25
300.000 250.000 200.000 150.000 100.000
50.000 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
2016
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y)
Sumber: GAIKINDO 2016, diolah
Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai 251.340 unit atau naik sebesar 5,1 persen dibandingkan Triwulan III tahun 2015
Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai 251.340 unit atau tumbuh sebesar 5,1 persen dibandingkan Triwulan III tahun 2015. Secara kumulatif, penjualan mobil hingga Triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 2,5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 lalu. Meskipun secara nilai mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan Triwulan II kemarin, pertumbuhan penjualan kendaraan yang positif ini dapat menjadi sinyal jika daya beli masyarakat kelas menengah ke atas masih dalam kondisi yang baik. Adanya model dan varian baru yang dikeluarkan oleh produsen mobil di Indonesia juga menjadi salah satu faktor yang membuat pertumbuhan penjualan mobil di Triwulan III ini meningkat dibandingkan Triwulan III pada periode sebelumnya. Dengan tren penjualan yang positif 70
pada dua triwulan terakhir ini, produsen mobil di Indonesia berekspektasi penjualan mobil di Indonesia pada Triwulan IV akan meningkat. Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016
2.500.000 2.000.000
1.500.000 1.000.000 500.000 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
Q3
Q4
2015
Q1
30 25 20 15 10 1.388.509 5 0 -5 -10 -15 -16 -20 -25 -30 -35 Q2 Q3 2016
Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)
Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2016, diolah
Penjualan motor pada Triwulan II mencapai angka 1.388.509 unit atau mengalami penurunan sebesar 16 persen (YoY)
Berbanding terbalik dengan penjualan mobil, penjualan motor pada Triwulan III tahun 2016 kembali mengalami pertumbuhan negatif. Pada Triwulan III ini penjualan motor di Indonesa hanya mencapai angka 1,3 juta atau menurun 16 persen dibandingkan Triwulan III 2015 lalu. Secara kumulatif, hingga Triwulan III ini penjualan motor di Indonesia hanya mencapai 4,3 juta atau menurun 9,7 persen dibandingkan dengan penjualan JanuariSeptember 2015 lalu. Masih rendahnya harga komoditas, yang menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah di luar Pulau Jawa, dan juga sudah jenuhnya pasar sepeda motor di Pulau Jawa masih menjadi penyebab penurunan penjualan sepeda motor di Indonesia.
71
Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton)
20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 ,0
15
15 3,3
10 5 0 -5 -10
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
2016
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
Penjualan semen di Triwulan III 2016 mencapai angka 15,2 juta ton
Penjualan semen pada Triwulan III 2016 mencapai angka 15,2 juta ton, tumbuh sebesar 3,3 persen (yoy). Sementara itu, secara kumulatif, penjualan semen periode Januari hingga September 2016 mencapai angka 44,7 juta ton atau meningkat 3,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015 lalu. Pertumbuhan penjualan semen yang positif ini sesuai dengan harapan para pelaku industri semen yang berharap pada program pembangunan infrastruktur pemerintah dan program satu juta rumah serta pertumbuhan sektor konstruksi yang masih positif untuk menyerap produksi semen dalam negeri yang oversupply.
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun
Nilai pinjaman untuk modal kerja per akhir September 2016 adalah sebesar Rp. 509 triliun dan nilai outstanding loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp. 219 triliun. Pertumbuhan nilai pinjaman kredit modal kerja antara September 2015 dan September 2016 menurun sebesar 2,7 persen dan untuk kredit investasi meningkat sebesar 2,9 persen. 72
Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 2016
550 500 450 400 350 300 250 200 150
13,0 12,5 12,0 11,6 11,4 11,5 11,0
Agustus
September
Juli
Juni
Apr
Mei
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Oct
Aug
Sept
Jul
Jun
Apr
Mei
Mar
Feb
Jan
10,5
2015 2016 Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri) Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri) Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan) Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan) Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah
Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan--baik pada kredit modal kerja ataupun kredit investasi, masingmasing tumbuh sebesar -2,2 dan 2,9 persen—semakin memberatkan pertumbuhan industri manufaktur. Salah satu penyebab dari perlambatan kredit ini disebabkan meningkatnya NPL, baik untuk kredit investasi dan kredit modal kerja, dari 2,74 persen dan 3,39 di Januari 2016 menjadi 3,53 persen dan 3,91 persen di Agustus 2016. Hal tersebut diperparah dengan NPL sektor manufaktur yangmencapai 3,9 persen atau hanya berada di bawah NPL dari sektor transportasi pergudangan (5,6 persen), konstruksi (4,9 persen), dan sektor perdangan (4,6 persen). Hal tersebut menjadikan sektor perbankan menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan kredit kepada sektor tersebut. Penurunan suku bunga kredit modal kerja dan investasi, masing-masing sebesar 120 dan 90 basis poin sejak Januari 2015 menjadi 11,6 dan 11,4 persen, belum juga mampu untuk meningkatkan kredit secara signifikan. Meskipun demikian, penurunan BI 7 Day Repo Rate yang 73
menjadi 5 persen dan penigkatan penggunaan kapasitas terpasang (dari 70,33 dari Triwulan II menjadi 73, 15 pada Triwulan III) diharapkan mampu untuk menarik investor di sektor manufaktur untuk melakukan investasi. Manufacturing Purchasing Manager Index Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia
51
Jan… Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan… Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan… Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
53 52 51 50 49 48 47 46
Sumber: Bloomberg, diolah Angka PMI yang berada di atas 50 menunjukkan perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi
Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Purchasing Manager Index (PMI) di Indonesia. Angka PMI diatas 50 menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia masih akan melakukan ekspansi untuk kegiatan usahanya. Sedangkan angka PMI dibawah 50 menunjukkan perusahaan di Indonesia sedang mengalami kontraksi. Nilai PMI ini juga dapat dijadikan acuan untuk kondisi ekonomi suatu negara. Memasuki Triwulan III 2016, angka PMI Indonesia kembali menurun menjadi dibawah 50, kemudian meningkat diatas angka 50 di bulan Agustus dan September. Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia selama Triwulan III 2016 ini adalah sebesar 49,9. Meskipun secara rata-rata, nilai PMI berada di bawah angka 50, nilai PMI yang mencapai 50,9 di bulan September menunjukkan jika sektor manufaktur masih optimis. Selain itu, menurut beberapa ekonom, keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan industri di triwulan yang akan datang.
74
Manufacturing Capacity Utilization Rate Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate
Sumber: Bloomberg, diolah
Angka capacity utilization pada Triwulan III 2016 merupakan yang tertinggi sejak penurunan drastis pada Triwulan III tahun 2015.
Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Capacity Utilization di Indonesia. Capacity Utilization menunjukkan realisasi output yang diproduksi dibandingkan dengan potensial outputnya. Semakin besar angka capacity utilization di sektor manufaktur menunjukkan jika produksi di sektor manufaktur semakin mendekati kemampuan produksi potensialnya dan dapat dijadikan sinyal jika sektor manufaktur akan melakukan investasi tambahan untuk meningkatkan kemampuan produksi potensialnya. Selama tiga tahun terakhir, angka capacity utilization rata-rata 73,34 persen. Artinya selama tiga tahun ini, sektor manufaktur hanya mampu berproduksi 73,4 persen dari kemampuan potensialnya. Angka capacity utilization yang berada di bawah 100 persen juga menunjukkan jika sektor manufaktur masih dapat meningkatkan output mereka tanpa harus menambah investasi (membuat pabrik baru atau membeli mesin baru). Namun, para ekonom berpendapat jika angka capacity utilization berada di atas 85 persen, pada 75
umumnya dapat menjadi sinyal jika perusahaan akan melakukan investasi baru. Memasuki tahun 2016, rata-rata angka capacity utilization sektor manufaktur di Indonesia sebesar 71,57 persen. Meskipun berada di bawah angka rata-rata selama tiga tahun, angka capacity utilization meningkat dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya.
Perkembangan Sektor Pariwisata Jumlah Wisatawan Mancanegara Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang positif.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai hampir 400 juta kunjungan selama triwulan III 2016.
Menurut data yang dirilis oleh UNWTO, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di dunia pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang positif. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara selama bulan Juli-September 2016 mencapai hampir 400 juta kunjungan. Selama sembilan bulan pertama tahun 2016, jumlah kunjungan wisman di dunia tumbuh 3,7 persen. Namun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016 lebih rendah. Menurut World Tourism Barometer (UNWTO, November 2016), pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Asia-Pasifik pada triwulan III 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi di atas rata-rata pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di dunia.
76
Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016
3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000
21,21 3.071.380 2.673.952
5,94
2.617.631
5,83
11,24
8,43
1.500.000 1.000.000
5,79
10,07
9,07 6,00
1,17 4,21
TW III
TW IV
500.000
0 TW I
TW II
2014
2015*
2016**
Growth 2014(%)
Growth 2015 (%)
Growth 2016 (%)
Sumber: BPS
2011
2012
2013
2014
2015
2016* (Jan-Sep)
World Europe
4,6 6,4
4,7 3,9
4,6 4,8
4,2 2,3
4,6 4,6
3,7 1,6
Asia-Pasific
6,2
7,1
6,9
5,8
5,6
9,3
America Africa
3,6 -0,7
4,5 4,6
3,0 4,3
8, 1,0
6,0 -3,2
4,4 8,4
Middle-East
-9,6
2,2
-2,9
6,7
1,7
-6,4
Region
Sumber: UNWTO 2016
Selama periode yang dianalisis, UNWTO mencatat pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi berada di wilayah Asia-Pasifik mencapai 9,3 persen. Beberapa negara di wilayah Asia-Pasifik dengan pertumbuhan tertinggi berada di Korea Selatan (+34%), Vietnam (+36%), Jepang (+24%) dan Sri Lanka (+15%).
77
Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016
3500000
25
21
3000000
20
2500000 2000000
10
11
15
09
1500000
08 06
1000000
06
06
04
10
06 05
01
500000 0
00 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III 2014
2015
2016
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS 2016, diolah BAPPENAS
Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisman yang signifikan di triwulan III 2016.
Berdasarkan Berita Resmi Statistik (BPS, 2016), selama triwulan III 2016 jumlah wisman mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada triwulan ini jumlah kedatangan wisman mencapai 3,07 juta orang. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015 dan 2014. Dibandingkan dengan wisman di triwulan II-2016, jumlah kunjungan wisman jauh lebih tinggi. Rata-rata kunjungan wisman per bulan pada triwulan III tahun 2016 mencapai 1.023.793 kunjungan, tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Tingginya jumlah kunjungan selama bulan JuliSeptember 2016 ini terutama disumbangkan oleh kedatangan wisman bulan Juli. Kenaikan tersebut terjadi hampir di seluruh pintu masuk utama. Persentase kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Sam Ratulangi— Sulut yang mencapai 267,5 persen. Peningkatan jumlah kunjungan wisman tersebut disebabkan karena beberapa faktor, antara lain: (1) diberikannya izin terbang kepada tiga maskapai penerbangan, yakni Lion Air, Citilink, dan Sriwijaya Air, untuk mengangkut wisman asal Tiongkok ke Manado, selama Juli-Agustus 2016; (2) even kepariwisataan seperti upacara adat Tengger “Yadnya Kasada” di Bromo dan “Erau International Folk and Art 78
Festival” di Kutai Kartanegara; (3) program KBRI Australia mempertemukan tour operator Australia dengan Indonesia; (4) liburan musim dingin wisatawan asal Australia; dan (5) musim liburan Tiongkok pada bulan Juli. Jumlah kunjungan penduduk mancanegara pada bulan Juli-September 2016 ini terdiri dari kedatangan dari 19 pintu utama (2,88 juta) dan kedatangan diluar 19 pintu utama (186,7 ribu). Tiongkok paling mendominasi kunjungan wisman ke Indonesia triwulan III 2016.
Pertumbuhan jumlah wisatawan dunia asal Tiongkok, juga berpengaruh terhadap kunjungan wisman ke Indonesia. Wisman asal Tiongkok yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan jumlah ke Indonesia. Menurut statistik data wisman yang datang melalui pintu masuk utama ke Indonesia secara berturutturut adalah wisman berkebangsaan Tiongkok, Australia, Singapura, dan Malaysia. Tiongkok menggeser Singapura dan Malaysia yang pada triwulan sebelumnya berada di posisi pertama dan kedua yang melakukan perjalanan wisata tertinggi di dunia dan berkontribusi paling besar dalam jumlah kunjungan wisman ke Indonesia selama Triwulan III 2016. Hal ini tidak terlepas dari charter rute penerbangan langsung dari Tiongkok ke Manado yang dilakukan oleh 3 maskapai tersebut di atas.
Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016
Sumber: Kementerian Pariwisata 2016, diolah BAPPENAS
79
Kunjungan wisman yang masuk melalui Ngurah Rai meningkat sangat pesat di selama Triwulan III tahun 2016.
Wisman masuk Indonesia melalui 19 pintu masuk utama, antara lain: Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam (Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan Juanda (Jawa Timur), dengan jumlah kedatangan terbanyak adalah melalui Ngurah Rai.
Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun
2016
18167,0
Juanda, Jatim (U) Tj.Uban, Kep.Riau (L)
24337,0
Batam, Kep.Riau (L+U)
117089,0
September 2015 Agustus 2015
Soekarno-Hatta, Banten (U)
212706,0
Ngurah Rai, Bali (U)
Juli 2015
379397,0 -
100000,0
200000,0
300000,0
400000,0
Sumber: BPS 2016, diolah BAPPENAS
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia Pengembangan 10 Destinasi Prioritas Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016 memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur.
Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016 memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur pendukung baik konektivitas maupun aksesibilitas menuju dan dari destinasi. Terkait dengan pembangunan destinasi prioritas, Bapak Wakil Presiden telah memberikan arahan agar untuk saat ini pembangunan destinasi prioritas difokuskan pada 3 (tiga) destinasi prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur dan sekitarnya, dan Mandalika. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN telah menunjukkan komitmen dalam pengembangan 10 (sepuluh) destinasi prioritas. Sebagai contoh, pengembangan destinasi prioritas Danau Toba. Sebuah kawasan seluas 600 hektar telah disiapkan oleh 80
pemerintah di mana dalam kawasan wisata itu akan dibangun lima hotel mewah berbintang lima, convention center, dan lapangan golf seluas 100 hektar. Hotel-hotel berbintang tersebut akan dibangun tiga pengusaha asal Medan. Untuk meningkatkan aksesibilitas menuju Danau Toba dilakukan upaya peningkatan kapasitas Bandara Silangit dan Bandara Sibisa. Perluasan landasan pacu runway 2.400 x 30 meter menjadi 2.650 x 45 meter. Selain itu, akan dilakukan peningkatan aksesibilitas jalur darat melalui pembangunan jalan tol Medan-Kuala NamuTebing Tinggi yang ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2017. Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas pada bulan Agustus lalu bersama menteri-menteri di selasela Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Simalungun-Sumut menginstruksikan pembangunan obyek wisata baru, yakni Taman Bunga Nusantara, di sekitar Danau Toba. Pemerintah akan membangun taman bunga dengan memilih lokasi, yakni di Toba Samosir atau Tapanuli Utara. Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek pembangunan infrastruktur, namun juga melalui serangkaian kegiatan promosi.
Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek pembangunan infrastruktur, namun juga melalui serangkaian kegiatan promosi baik yang dilakukan di nusantara maupun mancanegara. Kegiatan promosi dilakukan secara simultan sebagai upaya untuk mendatangkan wisman dan wisnus sebanyak mungkin serta sebagai stimulus terhadap percepatan pembangunan kawasan wisata yang merupakan daya tarik utama pada destinasi-destinasi prioritas tersebut. Selain itu juga, kegiatan promosi yang dilakukan merupakan upaya untuk menarik minat investor dalam mengembangkan kawasan wisata di 10 (sepuluh) destinasi prioritas
81
82
KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA
83
84
PENDAPATAN NEGARA Penerimaan Perpajakan mengalami peningkatan signifikan selama Semester I – September 2016
Rendahnya penerimaan perpajakan pada Semester I 2016 memberikan keyakinan pemerintah untuk menerapkan kebijakan tax amnesty.
Pendapatan negara terutama diperoleh dari perpajakan dengan proporsi sekitar 75 persen dari total pendapatan negara. Realisasi Penerimaan Perpajakan hingga September 2016, mencapai Rp896,3 triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P 2016 (Tabel 26). Realisasi tersebut meningkat 71,7 persen dibandingkan realisasi Semester I 2016. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan peningkatan selama Semester I-September tahun 2015 (49,6 persen). Penurunan harga komoditas SDA, pelemahan ekonomi global, serta terbatasnya basis pajak merupakan faktor utama penyebab rendahnya penerimaan perpajakan selama semester I 2016. Hal ini kemudian memberikan keyakinan pemerintah untuk menerapkan kebijakan tax amnesty yang mulai diimplementasikan sejak Juli 2016.
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah,
2010 – 2016 (triliun rupiah) 2016 Keterangan
2011
2012
2013
2014
2015
Perpajakan
873.9
980.5
1,077.3
1,146.9
1,240.4
1,539.2
896.3
PNBP Hibah
331.5
351.8
354.8
398.6
255.6
245.1
184.5
5.3
5.8
6.8
5.0
12.0
2.0
1.2
TOTAL 1,210.6 *) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
1,338.1
1,438.9
1,550.5
1,508.0
1,786.2
1,082.0
Penerapan tax amnesty di Indonesia merupakan yang tersukses dibandingkan paling sukses dibandingkan negara-negara lain yang beberapa negara lain yang kebijakan yang menerapkan tax amnesty. sama.
APBN-P
s/d Sept-16
Dengan sosialisasi yang cukup intensif, penerapan tax amnesty kemudian menuai hasil positif. Hingga 30 September 2016, penerimaan uang tebusan mencapai Rp90 triliun atau 54,6 persen dari target (Rp165 triliun) atau yang terbesar dibandingkan beberapa negara yang menerapkan tax amnesty (Gambar 30). 85
Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun)
Sumber: Jokowi-JK, 2 Tahun Kerja Nyata
BELANJA PEMERINTAH Realisasi Belanja Negara hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan realisasi September 2015.
Hingga September 2016, realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.305,6 triliun (Gambar 31). Angka ini meningkat 4,5 persen dari realisasi September 2015. Dengan realisasi tersebut, maka proporsinya terhadap APBN-P 2016 mencapai 62,7 persen.
Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016
(triliun rupiah)
*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
86
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan September 2015.
Hingga September 2016, realisasi Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp767,8 triliun, meningkat 4,1 persen dari realisasi September 2015. Belanja Pegawai masih merupakan pos Belanja Pemerintah Pusat terbesar yakni sebesar Rp235,9 triliun atau 68,9 persen dari APBN-P. Sementara itu, upaya pemerintah dalam mendorong belanja produktif, tercermin dari penurunan proporsi Belanja Subsidi dan peningkatan proporsi Belanja Barang dan Belanja Modal (Gambar 32).
Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat
hingga September (% terhadap APBN-P)
Sumber: Kementerian Keuangan
DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan hingga September 2016, sementara DAK mengalami peningkatan signifikan.
Dana Perimbangan masih mendominasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa dengan proporsi 89,7 persen terhadap Transfer ke Daerah, pada September 2016. Sekitar 64,5 persen dari Dana Perimbangan merupakan Dana Alokasi Umum (DAU), dengan nominal sebesar Rp311,3 triliun. Sementara itu, seiring penurunan realisasi belanja Subsidi, pemerintah mendorong belanja produktif lainnya yang tercermin pada Dana Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DAK per September 2016 sebesar Rp105,8 triliun (Tabel 27). 87
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah)
Keterangan
2011
2012
2013
2014
2015
Dana Perimbangan
347,2
411,1
430,4
477,1
Dana Bagi Hasil
96,9
111,3
88,5
Dana Alokasi Umum
225,5
273,8
Dana Alokasi Khusus
24,8
25,9
10,4 10,4
Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Dana Otonomi Khusus
2016 APBN-P
September
485,8
705,5
482,6
103,9
78,1
109,1
65,5
311,1
341,2
352,9
385,4
311,3
30,8
31,9
54,9
211,0
105,8
12,0
13,6
16,6
17,7
18,8
13,4
12,0
13,4
16,1
17,1
18,3
13,0
0,1
0,4
0,5
0,5
0,4
1,4
1,4
1,7
5,0
5,0
20,8
47,0
36,8
525,9
776,3
537,8
Dana Penyesuaian Dana Keistimewaan DIY Dana Insentif Daerah
1,4
1,4
Dana Desa TOTAL Sumber: Kementerian Keuangan
359,1
424,4
445,3
495,0
PEMBIAYAAN PEMERINTAH Defisit APBN-P 2016 diproyeksikan sebesar 2,35 persen PDB, lebih rendah dari realisasi 2015.
Seiring dengan penurunan Pendapatan Negara dan Hibah dan peningkatan Belanja Negara, target defisit pada APBN-P 2016 sebesar 2,35 persen PDB (Gambar 33). Walaupun meningkat dibandingkan APBN 2016, target tersebut kemungkinan besar akan terlampaui mengingat realisasi defisit hingga September tahun 2016 mencapai Rp223,7 triliun atau 1,77 persen PDB.
Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun)
2015
2016
(259,300)
(223,700)
(298,5)
(296,7) (1,77)
(2,22) September
APBN-P
% PDB (per September)
*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
88
Pinjaman dalam negeri masih mendominasi realisasi pembiayaan hingga September 2016.
Kebutuhan pembiayaan masih cukup tinggi. Realisasi pembiayaan hingga September 2016 mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan target APBN-P 2016 (Rp296,7 triliun). Walaupun lebih tinggi, namun angka tersebut masih dimungkinkan untuk menurun, mengingat masih adanya pembayaran cicilan pokok dan penerusan pinjaman pada kuartal keempat 2016. Dari jumlah tersebut, pinjaman dalam negeri mendominasi dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun (Tabel 28). Hal ini semakin mengindikasikan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri.
Realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016, sebesar minus Rp12,7 triliun
Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016 sebesar minus Rp12,7 triliun. Kondisi ini disebabkan oleh pembayaran cicilan pokok yang lebih besar dibandingkan penarikan pinjaman (bruto) (Tabel 28).
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun)
2016 Jenis Pembiayaan I
II
2011
2012
2013
2014
2015
148,7
198,6
243,2
261,2
a. Perbankan
48,9
62,7
34,2
b. Non perbankan
99,8
135,9
(17,7) 33,8
i. Pinjaman Program ii. Pinjaman Proyek
Pinjaman Dalam Negeri (Neto)
Pinjaman Luar Negeri (Neto) a. Penarikan (Bruto)
b. Penerusan Pinjaman c. Pembayaran Cicilan Pokok TOTAL
APBN-P
Realisasi Sep-16
307,9
299,3
405,1
5,0
4,9
25,4
22,7
209,0
256,2
303,0
273,9
382,4
(27,3)
(5,9)
(12,3)
15,3
(2,5)
(12,7)
27,6
55,2
52,6
83,8
73,0
34,9
15,3
15,0
18,4
17,8
55,1
35,8
21,4
18,5
12,6
36,8
34,8
28,7
37,2
13,5
(4,2)
(3,8)
(3,9)
(2,5)
(2,6)
(5,8)
(1,1)
(47,3)
(51,1)
(57,2)
(62,4)
(66,0)
(69,7)
(46,5)
131,0
171,3
237,3
248,9
323,1
296,7
392,4
Sumber: Kementerian Keuangan
89
Posisi Utang Pemerintah Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun.
Seiring defisit anggaran yang semakin meningkat, maka total utang pemerintah pusat juga mengalami kenaikan. Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun (Tabel 29). Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara Tabel 29 (SBN).
Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah 2011-2016 (Rp triliun)
Pinjaman SBN TOTAL UTANG
2011
2012
2013
621,0
617,0
710,0
2014
2016
2015
678,0
APBN-P
Sep-16
740,0
743,8
755,0
1.188,0
1.361,0
1.661,0
1.931,0
2.410,0
2.761,0
2.701,0
1.809,0
1.978,0
2.371,0
2.609,0
3.165,0
3.501,0
3.444,8
24,7
27,4
27,7
27,3*
23,1 23,0 % PDB *) Menggunakan PDB pada APBN-P 2016 Sumber: Kementerian Keuangan
Utang dalam negeri masih mendominasi pembayaran pokok dan bunga.
24,9
Utang pemerintah pusat yang semakin meningkat, kemudian berpengaruh terhadap pembayaran pokok dan bunga utang. Hingga Kuartal 3 2016, realisasi pembayaran pokok dan bunga utang mencapai Rp123,3 triliun. dengan proporsinya yang tinggi, maka realisasi pembayaran pokok dan bunga utang dalam negeri masih mendominasi, yakni Rp98,2 triliun atau 79,6 persen dari total pembayaran pokok dan bunga utang keseluruhan (Tabel 30).
Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat
2011-2016 (Rp triliun) 2016 2011 Luar Negeri 62,4 Pokok 38,4 Bunga 24,0 Dalam Negeri 145,5 Pokok 86,3 Bunga 59,2 TOTAL 207,9 Sumber: Kementerian Keuangan
2012 81,4 51,1 30,4 192,9 122,4 70,5 274,4
2013 89,4 57,2 32,2 183,7 103,2 80,5 273,1
90
2014 135,6 96,4 39,2 234,9 140,6 94,2 370,5
2015 123,9 78,9 45,0 258,4 147,4 111,0 382,3
Q1
Q2
Q3
36,0 22,3 13,7 126,4 87,2 39,2 162,4
37,6 27,4 10,2 74,8 50,7 24,1 112,4
25,1 9,3 15,8 98,2 54,7 43,5 123,3
Surat Berharga Negara (SBN) Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan selama 20112016, di mana masih didominasi SBN berdenominasi rupiah
Sementara itu, SBN dengan denominasi valas mengalami perlambatan selama Agustus-September 2016.
Selama 2011-2016, nilai outstanding SBN mengalami peningkatan siginifikan dari Rp1.187,7 triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp2.701 triliun per September 2016. SBN berdenominasi rupiah masih mendominasi, yakni sebesar Rp1.752 triliun atau 71,2 persen dari total SBN yang diperdagangkan (Tabel 29). Hal ini mengindikasikan kondisi perekonomian Indonesia yang relatif kondusif, membuat instrumen keuangan yang lebih bersifat dalam negeri (denominasi rupiah) menjadi sermakin menarik. Upaya pemerintah untuk mengurangi risiko ketidakpastian ekonomi global, tercermin dari realisasi SBN denominasi valas. Realisasi SBN denominasi valas per September 2016 mencapai Rp707 triliun, lebih rendah dibandingkan posisi Agustus 2016 (Rp722,1 triliun). Berdasarkan komponennya, SBN berdenominasi USD masih mendominasi keseluruhan SBN denominasi valas. (Tabel 29).
Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
2011 Bank 265.0 Institusi Pemerintah 7.8 Nonbank 450.8 Reksadana 47.2 Asuransi 93.1 Asing 222.9 Dana Pensiun 34.4 Individu Lain lain 53.2 Total 723.6 Sumber : Kementerian Keuangan
2012
2013
2014
2015
299.7 3.1 517.5 43.2 83.4 270.5 56.5
335.4 44.4 615.4 42.5 129.6 323.8 39.5 32.5 47.6 995.3
375.6 41.6 792.8 45.8 150.6 461.4 43.3 30.4 61.3 1,210.0
350.1 148.9 962.9 61.6 171.6 558.5 49.8 42.5 78.8 1,461.8
64.9 820.3
91
September 368.6 158.7 1,222.1 78.5 227.4 685.0 81.8 46.6 102.9 1,749.4
2016 % Kepemilikan 26.1 4.7 69.2 4.6 12.8 38.9 4.3 2.8 5.9 100.0
Tingginya kepercayaan asing juga tercermin dari besarnya proporsi kepemilikan dengan bertenor jangka panjang. Selama 2011-2016, rata-rata proporsi kepemilikan asing pada SBN di atas 5 tahun mencapai 76 persen (Gambar 34).
Tingginya kepemilikan investor asing pada SBN didominasi pada SBN bertenor jangka panjang.
Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
38,2
45,0
44,5
42,8
27,8
32,0
33,6
8,2 11,9
16,5 2,8 7,8
12,9 5,4 5,2
15,2 3,7 4,7
2011
2012
38,2
44,7
24,9
37,9
39,0
16,8
<1
2013 1-2
2-5
2014 5 - 10
18,3
11,8 1,3 3,2
2,6 3,0
2015 > 10
Sep-16
Sumber : Kementerian Keuangan Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
31-Des11
31-Des12
31-Des13
31-Des14
31-Des15
30-Sep16
Fixed Rate
684.6 517.1
757.2 610.4
908.1 751.3
1,099.3 946.0
1,288.6 1,148.9
1,509.5 1,381.4
Variable Rate
135.1
122.8
122.8
113.3
96.7
87.7
JENIS SBN I. Yang diperdagangkan a. Surat Utang Negara (SUN)
Zero Coupon
2.5
1.3
29.9
22.8
34.1
40.0
43.0
40.3
39.0
63.0
87.2
110.7
158.2
242.5
37.7
62.8
78.5
100.0
149.2
234.5
1.3
0.2
8.6
10.7
9.0
8.0
723.6
820.3
995.3
1,210.0
1,446.8
1,752.0
SUN (dalam juta USD)
18.7
23.0
27.1
29.2
32.7
35.5
SBSN (dalam juta USD)
1.7
2.7
4.2
5.0
7.0
9.5
95.0
155.0
155.0
155.0
255.0
355.0
1.0
2.3
5.3
SPN b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) Fixed rate SPN-Syariah Total SBN Rupiah
SUN (dalam juta JPY) SUN (dalam juta EUR)
92
JENIS SBN Total SBN Valas TOTAL (yang diperdagangkan)
31-Des11 195.6
31-Des12 264.9
31-Des13 399.4
31-Des14 456.6
31-Des15 610.6
30-Sep16 707.0
919.2
1,085.2
1,394.7
1,666.6
2,057.5
2,459.0
5.1
2.5
244.6
240.1
234.9
229.1
222.6
198.9
22.4
0.0
2.4
2.4
3.9
II. Yang tidak diperdagangkan SPNS SUP SPN SBR SDHI TOTAL (yang tidak diperdagangkan) TOTAL SBN
23.8
35.8
31.5
33.2
36.7
36.7
268.4
275.9
266.4
264.6
289.2
242.0
1,187.7
1,361.1
1,661.1
1,931.2
2,346.7
2,701.0
Sumber: Kementerian Keuangan
Dalam kurun waktu 20112016, kepemilikan investor asing pada SBN mengalami peningkatan signifikan.
Kepemilikan investor asing per September 2016 mencapai Rp685 triliun atau 39,2 persen dari keseluruhan SBN. Angka tersebut meningkat lebih dari 207,3 persen dari tahun 2011. Peningkatan tersebut mengindikasikan tingkat kepercayaan investor asing yang semakin tinggi terhadap kondisi ekonomi Indonesia (Tabel 31).
93
Pinjaman Luar Negeri Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia
Hingga September 2016, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp738,9 triliun, turun 1,6 persen dari 2015. Jepang masih merupakan negara kreditur utama, dengan pemberian pinjaman sebesar Rp226,6 triliun atau 30,7 persen dari total pinjaman luar negeri. Sementara itu, Bank Dunia masih menjadi lembaga kreditur utama, dengan pinjaman sebesar Rp224,4 triliun atau 30,4 persen dari total pinjaman luar negeri (Tabel 31).
Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)
NEGARA/KELOMPOK
2011
2012
2013
2014
2015
Sep-16
406.8 280.6 23.8 20.4 7.0 8.0 16.1 8.5 4.1 1.4 7.4 29.6 213.0 108.7 97.9 4.2 1.2 0.5 0.4 0.5
384.3 256.2 24.1 20.1 6.6 7.6 15.2 8.0 3.8 1.4 7.0 34.3 230.1 122.5 100.4 5.1 1.3 0.6 0.3 0.4
423.5 255.0 31.5 24.2 12.2 10.8 19.9 9.2 4.6 8.0 7.6 40.6 288.3 163.8 114.6 7.2 1.8 0.6 0.3 0.4
381.8 213.4 32.0 22.0 15.2 11.6 19.9 8.3 4.2 8.5 5.8 40.9 292.3 175.0 107.4 7.4 1.9 0.5 0.3 0.2
390.8 216.2 33.7 23.0 19.8 13.0 21.2 8.1 4.0 9.4 4.7 37.8 360.0 224.4 119.0 9.0 2.2 0.3 0.2 0.2
383.8 226.6 32.6 20.2 19.3 11.7 19.0 7.4 3.5 7.9 3.1 32.5 355.0 224.4 119.0 9.0 2.2 0.3 0.2 0.1
TOTAL 620.3 Sumber : Kementerian Keuangan
614.8
712.2
674.3
751.1
738.9
Negara a Jepang b Perancis c Jerman d Korsel e Tiongkok f AS g Australia h Spanyol i Rusia j Inggris k Lainnya Multilateral a Bank Dunia b ADB c IDB d IFAD e EIB f NIB Suppliers
94
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
95
96
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL RI Masuk 20 Negara Dominasi Perdagangan Buah Dunia Indonesia menjadi salah satu dari 20 negara yang mendominasi perdagangan buah dunia.
Indonesia masih berpotensi untuk memenuhi pasar ekspor antara lain buah manggis, nanas, dan alpukat.
Presiden memberi dukungan dalam bentuk regulasi terkait infrastruktur dan logistik.
Presiden Joko widodo menyebutkan saat ini Indonesia masuk dalam 20 negara yang mendominasi perdagangan buah dunia. Presiden meminta agar BUMN perkebunan dan pertanian juga menanam tanaman buah, tidak hanya tanaman sawit dan karet. BUMN disarankan untuk menyiapkan 10.000-50.000 hektare khusus untuk menanam tanaman buah. Presiden menyebutkan setahun yang lalu dirinya sudah meminta Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memulai membangun daerah-daerah khusus yang mempunyai potensi untuk dikembangkan buah lokalnya dengan luas antara 5-50 hektare. Diharapkan produksi buah lokal bisa merambah ke pasar ekspor atau internasional. Presiden mengatakan untuk menghindari buah impor, produksi buah lokal harus diperbanyak terus agar dapat menjadi komoditas pengganti buah impor dengan memperkuat produksi di dalam negeri. Pasar ekspor buah cukup besar dan Indonesia saat ini belum dapat memenuhi permintaan pasar ekspor seperti manggis, nanas dan alpukat. Indonesia mempunyai kekuatan besar dalam produk buah tapi belum dikelola dengan baik. Presiden juga menyebutkan sudah memerintahkan pemerintah daerah untuk mendukung penyediaan lahan pengembangan tanaman buah. Termasuk regulasi yang menghambat terkait infrastruktur dan logistik akan diberi dukungan. BUMN dimandatkan untuk terus mengembangkan produksi buah dengan memperluas lahan agar mampu lebih luas dari kebun sawit yang sebesar 14 juta hektar. Presiden juga meminta agar pelaku usaha UMKM terkait buah berbenah diri. Diharapkan perdagangan buah dapat merambah ke area yang lebih luar, khususnya ke negara tetangga dan negara lain.
Sumber:http://www.harianterbit.com/hantertv/read/2016/11/17/72900/21/21/RI-Masuk-20-Negara-Dominasi-Perdagangan-Buah-Dunia
97
NERACA PEMBAYARAN Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar. Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar maupun triwulan II tahun 2016 yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III tahun 2016 mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5 miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD5,0 miliar, namun lebih besar dibandingkan dengan defisit pada triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD3,9 miliar. Sejalan dengan hal tersebut, neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD9,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan surplus pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD7,5 miliar dan triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD0,2 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5 miliiar, sejalan dengan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan menjadi sebesar USD9,4 miliar.
Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) 20,0
120,0
15,0
115,0
10,0
110,0
5,0
105,0
0,0
100,0
-5,0
95,0
-10,0
90,0
-15,0
Q3
Q4
Q1
Q2
2013
Transaksi Berjalan
Q3
Q4
Q1
Q2 -4,6
2014
Q3
Q4
Q1
-3,9
-4,9
-4,8
-5,0
-4,5
2015
Q2
Q3
2016
-8,6
-4,3
-4,9
-9,6
-7,0
-6,0
-4,2
Transaksi Modal dan Finansial 4,6
8,6
6,5
14,3 14,6
9,5
4,9
2,1
0,2
9,6
4,4
7,5
9,4
Neraca Keseluruhan
-2,6
4,4
2,1
4,3
2,4
1,3
-2,9
-4,6
5,1
-0,3
2,2
5,7
Posisi Cadangan Devisa (RHS)
95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7
6,5
Sumber: Bank Indonesia
98
85,0
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) 2014
I. Transaksi Berjalan
2015
2016
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
-7,0
-6,0
-4,2
-4,6
-3,9
Q4 -4,9
Q1 -4,8
Q2 -5,0
Q3 -4,5
A. Barang
1,6
2,4
3,1
4,1
4,1
2,0
2,7
3,8
3,9
Ekspor
43,6
43,2
37,8
39,7
36,1
34,8
33,1
36,3
35,0
Impor
-42,0
-40,8
-34,8
-35,6
-31,9
-32,8
-30,4
-32,5
-31,0
1,2
2,2
2,7
3,8
4,0
2,0
2,4
3,5
3,7
- Ekspor, fob.
43,2
42,9
37,5
39,4
35,7
34,4
32,7
36,0
34,6
- Impor, fob.
-42,0
-40,8
-34,8
-35,6
-31,7
-32,4
-30,3
-32,5
-30,9
4,3
4,9
3,9
5,9
6,2
3,0
3,2
5,0
5,0
- Ekspor, fob
36,0
36,6
33,1
34,7
32,0
30,7
29,8
32,8
31,3
- Impor, fob
-31,6
-31,6
-29,1
-28,8
-25,9
-27,7
-26,6
-27,8
-26,3
-3,1
-2,8
-1,3
-2,1
-2,1
-1,0
-0,8
-1,4
-1,3
7,3
6,4
4,4
4,6
3,7
3,7
2,9
3,2
3,3
-10,4
-9,2
-5,6
-6,8
-5,8
-4,7
-3,8
-4,7
-4,6
2. Barang Lainnya
0,4
0,3
0,4
0,3
0,1
-0,1
0,3
0,2
0,2
- Ekspor, fob.
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,3
- Impor, fob.
0,0
0,0
0,0
0,0
-0,3
-0,4
0,0
-0,1
-0,1
B. Jasa - jasa
-2,5
-2,6
-1,8
-2,6
-2,1
-1,7
-1,1
-2,2
-1,5
C. Pendapatan Primer
-7,3
-7,2
-6,9
-7,5
-7,2
-6,5
-7,6
-7,8
-7,9
1,2
1,4
1,4
1,4
1,3
1,4
1,2
1,2
1,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
14,6
9,5
4,9
2,1
0,2
9,6
4,4
7,5
9,4
1. Investasi Langsung
5,8
2,7
1,6
4,1
1,8
3,3
2,5
3,0
5,2
2. Investasi Portofolio
7,4
1,9
8,5
5,5
-2,2
4,6
4,4
8,3
6,5
3. Derivatif Finansial
0,0
0,0
0,1
0,0
0,2
-0,3
0,0
0,0
0,0
4. Investasi Lainnya
1,4
5,0
-5,3
-7,6
0,4
2,1
-2,5
-3,7
-2,3
IV. Total (I + II + III )
7,5
3,6
0,7
-2,5
-3,7
4,7
-0,3
2,6
4,9
V. Selisih Perhitungan Bersih
-1,1
-1,2
0,6
-0,4
-0,8
0,4
0,0
-0,4
0,8
VI . Neraca Keseluruhan (IV + V)
6,5
2,4
1,3
-2,9
-4,6
5,1
-0,3
2,2
5,7
111,2
111,9
111,6
108,0
101,7
105,9
107,5
109,8
115,7
6,8
7,4
6,6
6,8
6,8
7,4
7,7
8,0
8,5
-1,8
-2,3
-2,0
-2,1
-1,8
-2,3
-2,2
-2,2
-1,8
1. Barang Dagangan Umum
a. Nonmigas
b. Migas - Ekspor, fob - Impor, fob
D. Pendapatan Sekunder II . Transaksi Modal III . Transaksi Finansial
Posisi Cadangan Devisa Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah Transaksi Berjalan (% PDB) Sumber: Bank Indonesia
99
TRANSAKSI BERJALAN Perkembangan Ekspor
60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0
15.000
Nilai (USD Juta)
10.000 5.000 0
Volume
Volume (Juta Kg)
Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016
Nilai
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total ekspor Indonesia sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar USD104.360,5 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 9,4 persen.
Nilai total eks por Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar USD104,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015. Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 nilai ekspor terendah pada bulan Juli tahun 2016 sebesar USD9,5 miliar. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas juga mengalami penurunan yaitu sebesar 6,1 persen pada bulan JanuariSeptember tahun 2016. Penurunan kinerja ekspor nonmigas tersebut disumbang dari penurunan sektor produk industri sebesar 3,5 persen (YoY) yang mencatatkan nilai ekspor sebesar USD79.8 miliar.
Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016
Komoditas Nilai Ekspor (USD Juta)
2013
2014
2015
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
182.552,0
175.980,0
150.221,0
115.205,3
104.360,5
Migas
32.633,0
30.019,0
18.637,0
14.398,3
9.696,4
Minyak Mentah
10.205,0
9.528,0
6.457,0
5.075,9
4.042,3
4.299,0
3.623,0
1.754,0
1.493,6
615,7
Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian
18.129,0
17.180,0
10.426,0
7.828,8
5.038,4
149.919,0
145.961,0
131.644,0
100.807,0
94.664,1
5.713,0
5.771,0
5.628,0
2.801,2
2.312,6
100
Komoditas
2013
2014
2015
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
113.030,0
117.330,0
106.614,0
82.732,3
79.822,1
Pertambangan dan Lainnya
31.160,0
22.850,0
19.421,0
15.273,5
12.529,4
Pertumbuhan Ekspor* (%)
-3,9
-11,0
-18,7
-13,2
-9,4
Migas
-11,7
-25,5
-35,6
-38,5
-32,7
Minyak Mentah
-17,0
0,0
-40,0
-29,4
-20,4
3,3
-31,4
-68,3
-46,7
-58,8
-11,7
-29,6
-31,1
-41,6
-35,6
Non Migas
-2,0
-7,7
-15,7
-7,8
-6,1
Pertanian
2,6
-0,6
-11,2
-33,7
-17,4
Industri
-2,7
-0,8
-13,7
-5,8
-3,5
Pertambangan
-0,5
-33,3
-25,4
-11,4
-18,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
17,9
17,1
12,4
12,5
9,3
Minyak Mentah
5,6
5,4
4,3
11,2
0,4
Hasil Minyak
2,4
2,1
1,2
12,5
0,6
Industri
Hasil Minyak Gas
Proporsi Ekspor (%) Migas
Gas
9,9
9,8
6,9
6,8
4,8
Non Migas
82,1
82,9
87,6
87,5
90,7
Pertanian
3,1
3,3
3,7
2,4
2,2
Industri
61,9
66,7
71,0
71,8
76,5
Pertambangan
17,1
13,0
12,9
13,3
12,0
Sumber Pertumbuhan (%)
-3,9
-11,0
-18,7
-13,2
-9,4
Migas
-2,1
-4,4
-4,4
-4,8
-3,0
Minyak Mentah
-1,0
0,0
-1,7
8,9
-0,4
Hasil Minyak
0,1
-0,6
-0,8
51,8
-0,6
Gas
-1,2
-2,9
-2,2
-2,8
-1,7
Non Migas
-1,6
-6,4
-13,7
-6,8
-5,5
Pertanian
0,1
0,0
-0,4
-0,8
-0,4
Industri
-1,7
-0,5
-9,7
-4,2
-2,7
Pertambangan
-0,1
-4,3
-3,3
-1,5
-2,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
101
Komoditas Perhiasan/Permata (HS-71) dan Mesin-mesin/pesawat mekanik (HS-84) merupakan komoditas dengan pertumbuhan positif terbesar yaitu sebesar 15,8 persen dan 3,2 persen
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 nilai ekspor nonmigas Indonesia untuk komoditas Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar dan mencatatkan nilai USD12.082,6 juta dan juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan proporsi terbesar yaitu 12,8 persen terhadap total ekspor nonmigas, walaupun mencatatkan pertumbuhan negatif 14,0 persen. Sementara itu komoditas ekspor nonmigas yang memiliki kinerja positif pada periode bulan Januari-September tahun 2016 adalah Perhiasan/Permata (HS-71) diikuti oleh Mesinmesin/pesawat mekanik (HS-84) yang secara berturut-turut mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,8 persen dan 3,2 persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Timah (HS-80) yaitu 19,6 persen, yang diikuti oleh Benda-benda dari besi dan baja (HS-73) yaitu sebesar -15,1 persen.
Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-
September Tahun 2016 Nilai (Juta USD) HS
Komoditas
Jan-Sept 14
Lemak & minyak hewan/nabati 15.442,2 85 Mesin/peralatan listrik 7.310,1 71 Perhiasan/Permata 3.483,6 Mesin-mesin/pesawat 84 mekanik 4.502,4 40 Karet dan barang dari karet 5.599,3 26 Bijih, kerak, dan abu logam 1.129,3 61 Barang-barang rajutan 2.607,5 Benda-benda dari besi dan 73 baja 1.584,4 80 Timah 1.417,6 12 Biji-bijian berminyak 277,1 Total 10 Golongan Barang 43.353,5 Total Lainnya 65.950,4 Total Ekspor Nonmigas 109.303,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 15
Pertumbuhan YoY (%) JanJanSept Sept 15 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
14.056,6 6.435,0 4.619,1
12.082,6 6.003,6 5.350,5
-9,0 -12,0 32,6
3.977,1 4.583,0 2.736,3 2.502,8
4.102,9 4.101,4 2.519,8 2.545,5
1.595,1 952,2 206,7 41.663,9 59.143,1 100.807,0
1.353,9 765,2 192,1 38.926,5 55.737,6 94.664,1
102
Proporsi YoY (%) Jan-Sept 15
JanSept 16
-14,0 -6,8 15,8
13,9 6,4 4,6
12,8 6,3 5,7
-11,7 -18,2 142,3 -4,0
3,2 -10,5 -7,9 1,7
3,9 4,5 2,7 2,5
4,3 4,3 2,7 2,7
0,7 -32,8 -25,4 -3,9 -10,3 -7,8
-15,1 -19,6 -7,1 -6,6 -5,8 -6,1
1,6 0,9 0,2 41,3 58,7 100,0
1,4 0,8 0,2 41,1 58,9 100,0
Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 340.342,3 juta kg dan mengalami penurunan sebesar 2,0 persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar pada periode bulan Januari-September tahun 2016 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume 268.968,7 juta kg dan menyumbang proporsi 79,0 persen terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume 18.237,7 kg dan menyumbang proporsi 5,4 persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bijih, Kerak, dan Abu Logam (HS-26) mencatatkan peningkatan pertumbuhan sebesar 18,8 persen (YoY). Sementara itu, Lemak & Minyak Hewan/Nabati (HS-15) merupakan barang ekspor nonmigas dengan penurunan volume ekspor paling tinggi jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 16,3 persen (YoY).
Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 sebesar 340.342,3 juta kg.
Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun
2016 Volume Ekspor (Juta kg) HS
Komoditi Jan-Sept 14
27 15 25 26 44 23 48 38
Bahan bakar mineral Lemak & minyak hewan/nabati Garam, Belerang, Kapur Bijih, Kerak, dan Abu logam Kayu, Barang dari Kayu Ampas/Sisa Industri Makanan Kertas/Karton Berbagai produk kimia
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Pertumbuhan YoY (%) Jan-Sept Jan15 Sept 16
Proporsi (%) Jan-Sept 15
JanSept 16
307.443,8
275.287,8
268.968,7
-10,5
-2,3
79,2
79,0
18.554,5
21.789,5
18.237,7
17,4
-16,3
6,3
5,4
9.379,2
8.668,0
10.243,8
-7,6
18,2
2,5
3,0
7.926,1
3.877,0
4.605,0
-51,1
18,8
1,1
1,4
4.730,0
4.505,3
4.162,9
-4,8
-7,6
1,3
1,2
3.476,3 3.409,0
3.606,6 3.241,4
3.213,7 3.039,2
3,7 -4,9
-10,9 -6,2
1,0 0,9
0,9 0,9
3.285,1
2.465,4
2.708,7
-25,0
9,9
0,7
0,8
103
Volume Ekspor (Juta kg) HS
Komoditi Jan-Sept 14
47 40
Bubur kayu/Pulp Karet dan Barang dari Karet Total 10 Golongan Barang Total Lainnya Total Ekspor Nonmigas
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Pertumbuhan YoY (%) Jan-Sept Jan15 Sept 16 1,4 1,0
Proporsi (%) Jan-Sept 15 0,7
JanSept 16 0,8
2.555,5
2.591,0
2.616,5
2.525,3
2.511,9
2.433,2
-0,5
-3,1
0,7
0,7
363.284,8 18.375,0
328.543,7 18.838,1
320.229,3 20.113,0
-9,6 2,5
-2,5 6,8
94,6 5,4
94,1 5,9
381.659,8
347.381,8
340.342,3
-9,0
-2,0
100,0
100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan III tahun 2016 turun sebesar 7,5 persen (YoY).
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas terbesar Indonesia dengan nilai sebesar USD11.591,4 juta. Sementara itu pada posisi kedua negara tujuan ekspor Indonesia adalah Tiongkok dengan nilai sebesar USD9.709,3 juta Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke5 (lima) negara tujuan utama pada bulan JanuariSeptember tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 7,5 persen (YoY). India merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas yang mencatatkan penurunan tertinggi yaitu sebesar 21,6 persen.
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan Januari-September Tahun 2016
Negara
Jan-Sept 14
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Jan-Sept 15 16
Pertumbuhan YoY (%) Jan-Sept Jan-Sept 15 16
Proporsi (%) Jan-Sept Jan-Sept 15 16
Amerika Serikat
11.869,0
11.615,3
11.591,4
-2,1
-0,2
11,5
12,2
Tiongkok
12.581,2
9.913,3
9.709,3
-21,2
-2,1
9,8
10,3
Jepang
10.714,2
9.903,5
9.529,5
-7,6
-3,8
9,8
10,1
9.033,3
8.857,8
6.942,9
-1,9
-21,6
8,8
7,3
India Singapura
7.590,9
6.603,1
6.551,1
-13,0
-0,8
6,6
6,9
Total 5 Negara
51.788,6
46.893,0
44.324,2
-4,5
-7,5
46,5
46,8
Total Lainnya
57.515,3
53.914,0
50.339,9
-6,3
-6,6
53,5
53,2
109.303,9
100.807,0
94.664,1
-7,8
-6,1
100,0
100,0
Total Ekspor Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
104
Perkembangan Impor
15.000
15.000
10.000
10.000
5.000
5.000
0
0
Volume
Volume (Juta Kg)
Nilai (USD Juta)
Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016
Nilai
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 total impor Indonesia adalah sebesar USD98.693,4 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 8,6 persen.
Sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta atau menurun sebesar 8,6 persen (YoY). Penurunan nilai impor tersebut disumbang oleh penurunan impor migas sebesar 29,2 persen dan impor nonmigas sebesar 4,1 persen. Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan baku merupakan komoditas yang mencatatkan nilai impor terbesar sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar USD73.572,6 juta. Diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar USD16.060,8 juta dan USD9.060,0 juta. Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku memberikan sumbangan terbesar terhadap total impor Indonesia sebesar 74,5 persen diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi sebesar 16,3 persen dan 9,2 persen. Impor barang modal mengalami pertumbuhan negatif sebesar 12,7 persen, diikuti penurunan impor bahan baku sebesar 9,8 persen. Adapun impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 12,8 persen (YoY).
Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016
Komoditas Nilai Impor (USD Juta) Barang Konsumsi
2013
2014
2015
186.628,3
178.178,8
142.694,8
107.989,1
98.693,4
13.138,9
12.667,2
10.876,5
8.031,7
9.060,0
105
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Komoditas
2013
2014
2015
141.957,2
136.208,6
107.081,0
81.568,6
73.572,6
Barang Modal
31.532,2
29.303,0
24.737,3
18.388,8
16.060,8
Migas
45.266,4
43.459,9
24.613,2
19.411,6
13.744,4
Minyak Mentah
13.585,8
13.072,5
8.063,3
6.236,6
5.113,5
Hasil Minyak
28.568,1
27.363,2
14.536,9
11.670,2
7.453,6
3.112,9
3.025,0
2.013,0
1.477,8
1.177,3
141.362,3
134.718,9
118.081,6
88.577,5
84.949,0
Pertumbuhan Impor* (%)
-2,6
-4,5
-19,9
-18,5
-8,6
Barang Konsumsi
-2,1
-3,6
-14,1
-13,2
12,8
1,3
-4,0
-21,4
-19,8
-9,8
-17,3
-7,1
-15,6
-15,0
-12,7
Bahan Baku
Gas Non Migas
Bahan Baku Barang Modal Migas
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
6,4
-4,0
-43,4
-55,3
-29,2
Minyak Mentah
25,8
-3,8
-38,3
-50,6
-18,0
Hasil Minyak
-0,4
-4,2
-46,9
-59,7
-36,1
1,0
-2,8
-33,5
-43,5
-20,3
Gas Non Migas
-5,2
-4,7
-12,3
-10,8
-4,1
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
7,0
7,1
7,6
8,1
9,2
Bahan Baku
76,1
76,4
75,0
82,6
74,5
Barang Modal
16,9
16,4
17,3
18,6
16,3
Migas
24,3
24,4
17,2
19,7
13,9
7,3
7,3
5,7
6,3
5,2
15,3
15,4
10,2
11,8
7,6
Proporsi Impor (%) Barang Konsumsi
Minyak Mentah Hasil Minyak Gas
1,7
1,7
1,4
1,5
1,2
Non Migas
75,7
75,6
82,8
89,8
86,1
Sumber Pertumbuhan (%)
-2,6
-4,5
-19,9
-18,5
-8,8
Barang Konsumsi
-0,1
-0,3
-1,1
-1,1
1,2
Bahan Baku
1,0
-3,1
-16,0
-16,4
-7,3
-2,9
-1,2
-2,7
-2,8
-2,1
Migas
1,5
-1,0
-7,5
-10,9
-4,1
Minyak Mentah
1,9
-0,3
-2,2
-3,2
-0,9
-0,1
-0,6
-4,8
-7,1
-2,7
0,0
0,0
-0,5
-0,7
-0,2
Non Migas -3,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
-3,6
-10,2
-9,7
-3,5
Barang Modal
Hasil Minyak Gas
106
Pertumbuhan impor nonmigas sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 4,1 persen (YoY).
Pertumbuhan impor nonmigas sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 (YoY) mengalami penurunan sebesar 4,1 persen disebabkan oleh adanya penurunan impor diberbagai komoditas diantaranya penurunan Kapal laut dan bangunan terapung (HS-89) sebesar 29,4 persen dengan proporsi 0,7 persen, penurunan impor Pupuk (HS-31) sebesar 22,8 persen dengan proporsi 1,5 persen; serta penurunan Mesin dan Peralatan Mekanik (HS-84) sebesar 7,8 persen dengan proporsi 18,1 persen. Sementara itu pada periode yang sama terdapat beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan positif, diantaranya dicatatkan oleh Gula dan kembang gula (HS-17) sebesar 43,9 persen dan Serealia (HS-10) sebesar 13,1 persen (YoY).
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September
Tahun 2016 Nilai Impor (Juta USD)
H S
Komoditas
Pertumbuhan YoY (%) JanJan-Sept Sept 15 16
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
19.553,1
16.701,7
15.396,4
-14,6
Proporsi (%) Jan-Sept 15
JanSept 16
-7,8
18,9
18,1
84
Mesin dan Mekanik
85
Mesin dan Peralatan Listrik
13.037,7
11.478,0
10.964,4
-12,0
-4,5
13,0
12,9
87
Kendaraan dan bagiannya
4.850,2
4.201,9
4.002,2
-13,4
-4,8
4,7
4,7
10
Serealia
2.558,2
2.264,1
2.560,0
-11,5
13,1
2,6
3,0
17
Gula dan kembang gula
1.345,1
1.098,3
1.580,1
-18,3
43,9
1,2
1,9
38
Berbagai produk kimia
1.549,1
1.444,3
1.415,1
-6,8
-2,0
1,6
1,7
31
Pupuk
1.376,5
1.608,4
1.241,3
16,9
-22,8
1,8
1,5
12
Biji-bijian berminyak Kapal laut dan bangunan terapung Perkakas, perangkat potong
1.287,2
1.005,6
914,4
-21,9
-9,1
1,1
1,1
715,7
864,7
610,1
20,8
-29,4
1,0
0,7
342,8
358,2
334,2
4,5
-6,7
0,4
0,4
Total 10 Golongan Barang
46.615,6
41.025,2
39.018,2
-12,0
-4,9
46,3
45,9
Barang Lainnya
54.735,0
47.552,3
45.930,8
-13,1
-3,4
53,7
54,1
101.350,5
88.577,5
84.949,0
-12,6
-4,1
100,0
100,0
89 82
Peralatan
Total Impor Nonmigas Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
107
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir Triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 77.246,3 juta kg dan mengalami peningkatan sebesar 6,3 persen (YoY). Komoditas dengan volume impor terbesar dicatatkan oleh Gandum-ganduman (HS-10) dengan volume 10.325,9 juta kg dan menyumbang proporsi 13,4 peren terhadap volume impor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua adalah Besi dan Baja (HS-72) dengan volume 9.532,4 juta kg dan menyumbang proporsi 12,3 persen terhadap total volume impor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan Bakar Mineral (HS-27) merupakan barang impor nonmigas dengan peningkatan pertumbuhan terbesar sebesar 45,4 persen (YoY). Sementara itu, Bijih, Kerak dan Abu Logam merupakan barang impor nonmigas dengan penurunan volume impor paling tinggi jika dibandingkan dengan sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 14,6 persen (YoY).
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir Triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 77.246,3 juta kg.
Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-
HS
Komoditas
September Tahun 2016 Volume Impor (Juta KG) Pertumbuhan YoY (%) Jan-Sept Jan-Sept Jan-Sept Jan-Sept Jan-Sept 14 15 16 15 16 8.178,3 8.279,3 10.325,9 1,2 24,7
Proporsi (%) Jan-Sept Jan15 Sept 16 11,4 13,4
10
Gandum-ganduman
72
Besi dan Baja
8.912,5
7.810,8
9.532,4
-12,4
22,0
10,7
12,3
25
Garam, Belerang, Kapur
9.401,9
8.789,4
7.658,5
-6,5
-12,9
12,1
9,9
31
Pupuk
4.993,5
5.840,3
5.330,1
17,0
-8,7
8,0
6,9
23
4.058,6
4.003,4
4.220,9
-1,4
5,4
5,5
5,5
2.568,2
4.408,5
3.763,5
71,7
-14,6
6,1
4,9
17
Ampas / Sisa Industri Makanan Bijih, Kerak dan Abu Logam Gula dan Kembang Gula
2.827,0
2.614,7
3.748,4
-7,5
43,4
3,6
4,9
27
Bahan Bakar Mineral
1.842,4
2.200,8
3.198,9
19,5
45,4
3,0
4,1
29
Bahan Kimia Organik
3.564,3
3.403,0
3.158,8
-4,5
-7,2
4,7
4,1
39
Plastik dan Barang dari Plastik Total 10 Golongan Barang Total Lainnya
2.720,9
2.780,7
3.146,0
2,2
13,1
3,8
4,1
49.067,5
50.131,1
54.083,4
2,2
7,9
69,0
70,0
23.414,3
22.554,9
23.162,9
-3,7
2,7
31,0
30,0
Total Impor Nonmigas
72.481,8
72.686,0
77.246,3
0,3
6,3
100,0
100,0
26
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
108
Nilai impor dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 2,5 persen (YoY).
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara utama asal impor sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 2,5 persen (YoY). Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok dimana pada sepanjang bulan Januari sampai dengan September tahun 2016 nilai impor nonmigas dari Tiongkok mencatatkan kenaikan pertumbuhan sebesar 2,2 persen (YoY) dengan nilai sebesar USD21.985,3 juta. Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negara-negara di kawasan ASEAN menyumbangkan proporsi sebesar 21,8 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia atau sebesar USD18.531,7 juta sepanjang bulan Januari-September tahun 2016.
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016
Nilai Impor Nonmigas (Juta USD) Negara
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Pertumbuhan YoY (%) Jan-Sept Jan-Sept 15 16
Proporsi (%) Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Tiongkok
22414,3
21.504,9
21.985,3
-4,1
2,2
24,3
25,9
Jepang
12988,2
10.202,7
9.479,8
-21,4
-7,1
11,5
11,2
Thailand
7419,2
6.102,5
6.638,3
-17,7
8,8
6,9
7,8
Singapura
7684,6
6.642,5
5.386,8
-13,6
-18,9
7,5
6,3
Amerika Serikat
6189,3
5.578,7
5.306,8
-9,9
-4,9
6,3
6,2
TOTAL 5 NEGARA
56.695,6
50.031,3
48.797,0
-11,8
-2,5
56,5
57,4
TOTAL ASEAN
22540,6
19.477,5
18.531,7
-13,6
-4,9
22,0
21,8
9583,2
8.509,9
7.792,6
-11,2
-8,4
9,6
9,2
69.231,1
60.590,1
58.624,7
-12,5
-3,2
68,4
69,0
TOTAL NON MIGAS 101354,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
88.577,5
84.949,0
-12,6
-4,1
100,0
100,0
TOTAL UNI EROPA TOTAL LAINNYA
109
Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca Perdagangan Barang Neraca perdagangan total Indonesia pada sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD5.667,1 juta.
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Neraca
Perdagangan total Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD5.667,1 juta atau mengalami penurunan sebesar 21,5 persen (YoY). Surplus tersebut disumbangkan dari surplus pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD9.715,1 juta yang lebih besar dari defisit neraca perdagangan migas sebesar USD4.048 juta.
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016
Jul-16 Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas
9.530,8
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Agust-16 Sep-16 15
Jan-Sept 16
12.748,3
104.360,5
33,8
-1,8
-9,4
12.514,1
115.205,3
MtM (%) SepAgust-16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
998,7
1.138,6
1.061,5
13.298,3
9.696,4
14,0
-6,8
-27,1
Ekspor Non Migas
8.532,1
11.609,7
11.452,6
100.807,0
94.664,1
36,1
-1,4
-6,1
Impor Total (Juta USD)
9.017,2
12.385,2
11.297,2
107.989,1
98.693,4
37,4
-8,8
-8,6
Impor Migas
1.506,4
1.795,9
1.742,6
19.411,6
13.744,4
19,2
-3,0
-29,2
Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD)
7.510,8
10.589,3
9.554,6
88.577,5
84.949,0
41,0
-9,8
-4,1
513,6
363,1
1.216,9
7.216,2
5.667,1
-29,3
235,1
-21,5
Migas
-507,7
Non Migas -681,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit.
-657,3
-681,1
-5.013,3
-4.048,0
29,5
3,6
-19,3
1.898,0
1.216,9
12.229,5
9.715,1
-378,7
-35,9
-20,6
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit USD11.055,4 juta, hal itu disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD12.276,1 juta yang lebih besar dari surplus sektor migas sebesar USD1.220,6 juta.
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) Jul-16 Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas
Agust-16
Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
MtM (%) AgustSep-16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
1.097,5
1.460,8
1.454,2
11.158,4
11.000,4
33,1
-0,5
-1,4
181,2
105,6
108,9
1.245,1
1.291,1
-41,7
3,1
3,7
110
Nilai (Juta USD) Jul-16 Ekspor Non Migas Impor Total (Juta USD)
Sep-16
Jan-Sept 15
915,8
1.355,2
1.345,3
9.913,3
9.709,3
1.829,6
2.692,0
2.534,6
21.672,2
8,6
6,0
5,8
167,3
1.821,0
2.686,0
2.528,8
-732,1
-1.231,2
172,5
99,6 -1.330,8
Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD)
Agust-16
MtM (%) AgustSep-16 16
Jan-Sept 16
Migas
Non Migas -905,1 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 mengalami surplus.
YoY (%) Jan-Sept 2016
48,0
-0,7
-2,1
22.055,8
47,1
-5,8
1,8
70,5
-30,5
-2,9
-57,9
21.504,9
21.985,3
47,5
-5,9
2,2
-1.080,4
-10.513,8
-11.055,4
68,2
-12,2
5,2
103,0
1.077,8
1.220,6
-42,3
3,5
13,2
-1.183,4
-11.591,6
-12.276,1
47,0
-11,1
5,9
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD6540,8 juta. Hal tersebut disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD256,2 juta dan USD6.284,6 juta
Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016
Jul-16 Ekspor Total (Juta USD)
Nilai (Juta USD) AgustJan-Sept Sep-16 16 15
Jan-Sept 16
MtM (%) AgustSep16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
1.038,9
1.401,7
1.379,5
12.332,2
11.906,9
34,9
-1,6
-3,4
45,0
41,9
18,6
716,9
315,5
-7,0
-55,6
-56,0
Ekspor Non Migas
993,9
1.359,8
1.360,9
11.615,3
11.591,4
36,8
0,1
-0,2
Impor Total (Juta USD)
515,7
809,5
660,3
5.615,8
5.366,1
57,0
-18,4
-4,4
1,1
6,9
1,8
37,1
59,3
509,8
-73,2
59,9
514,6
802,6
658,4
5.578,7
5.306,8
56,0
-18,0
-4,9
523,2
592,2
719,2
6.716,4
6.540,8
13,2
21,5
-2,6
43,9
35,0
16,8
679,8
256,2
-20,3
-52,1
-62,3
Non Migas 479,3 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
557,2
702,5
6.036,6
6.284,6
16,2
26,1
4,1
Ekspor Migas
Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD) Migas
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus .
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebsar USD2.256,2 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada sektor migas dan nonmigas secara berturut-turut sebesar USD2.206,5 juta dan USD49,7 juta 111
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Agust-16 Sep-16 15
Jul-16 Ekspor Total (Juta USD)
Jan-Sept 16
MtM (%) AgustSep16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
1.079,8
1.417,5
1.395,4
13.692,8
11.784,6
31,3
-1,6
-13,9
Ekspor Migas
258,2
245,1
290,2
3.789,3
2.255,0
-5,1
18,4
-40,5
Ekspor Non Migas
821,6
1.172,5
1.105,2
9.903,5
9.529,5
42,7
-5,7
-3,8
Impor Total (Juta USD)
920,4
1.238,2
1.061,5
10.226,6
9.528,4
34,5
-14,3
-6,8
Impor Migas
3,7
1,9
1,6
23,9
48,6
-49,8
-15,4
102,8
Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD)
916,8
1.236,4
1.060,0
10.202,7
9.479,8
34,9
-14,3
-7,1
159,4
179,3
333,9
3.466,2
2.256,2
12,5
86,2
-34,9
Migas
254,5
243,2
288,6
3.765,4
2.206,5
-4,4
-41,4
-63,9
45,3
-299,2
49,7
-32,8
18,7 170,8
Non Migas -95,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-India sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus.
-116,6
Neraca perdagangan Indonesia-India sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus yaitu sebesar USD5.082,3 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD145,0 juta dan USD4.937,4 juta.
Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016
Jul-16 Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas
657,1
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Agust-16 Sep-16 15 895,4
980,7
8.946,6
MtM (%) Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16
7.106,9
36,3
9,5
YoY (%) Jan-Sept 2016 -20,6
4,2
1,7
0,3
88,8
164,0
-60,1
-79,9
84,6
Ekspor Non Migas
652,9
893,8
980,4
8.857,8
6.942,9
36,9
9,7
-21,6
Impor Total (Juta USD)
159,0
279,3
258,8
2.126,7
2.024,6
75,7
-7,3
-4,8
0,8
10,5
1,2
69,3
19,1
1.222,1
-88,7
-72,5
158,2
268,8
257,6
2.057,3
2.005,5
69,9
-4,2
-2,5
498,1
616,2
722,0
6.819,9
5.082,3
23,7
17,2
-25,5
3,4
-8,8
-0,9
19,5
145,0
-360,9
-90,3
643,3
625,0
722,8
6.800,4
4.937,4
26,3
15,7
-27,4
Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD) Migas
Non Migas 494,7 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
112
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD2.724,2 juta. Hal tersebut disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD3.261,2 juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan migas sebesar USD537,0 juta.
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit.
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016
Jul-16 Ekspor Total (Juta USD)
Agust16
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Sep-16 15
MtM (%) Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16
YoY (%) Jan-Sept 2016
376,7
541,6
466,3
4.286,8
3.955,0
43,8
-13,9
-7,7
67,7
128,5
65,2
743,7
577,9
89,7
-49,3
-22,3
Ekspor Non Migas
309,0
413,1
401,1
3.543,1
3.377,0
33,7
-2,9
-4,7
Impor Total (Juta USD)
596,4
806,3
740,4
6.151,0
6.679,2
35,2
-8,2
8,6
2,6
13,4
3,8
48,5
40,9
421,9
-71,7
-15,6
593,8
792,8
736,6
6.102,5
6.638,3
33,5
-7,1
8,8
-219,6
541,6
-274,1
-1.864,2
-2.724,2
-346,6
21,6
-2.587,7
Ekspor Migas
Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD) Migas
65,2
115,1
61,4
695,2
537,0
76,6
-46,6
-22,8
Non Migas -284,8 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
-379,8
-335,5
-2.559,4
-3.261,2
33,3
-11,7
27,4
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit.
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit yaitu sebesar USD2.092,1 juta. Defisit ini disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor migas sebesar USD3.256,5 juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar USD1.164,3 juta
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016
Jul-16
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Agust-16 Sep-16 15
Jan-Sept 16
MtM (%) Agust- Sep16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD)
748,2
947,7
931,1
9.682,2
8.257,0
26,7
-1,8
-14,7
Ekspor Migas
161,4
196,5
240,0
3.079,1
1.705,8
21,7
22,2
-44,6
Ekspor Non Migas
586,9
751,3
691,1
6.603,1
6.551,1
28,0
-8,0
-0,8
Impor Total (Juta USD)
1.067,9
1.249,5
1.332,6
13.839,6
10.349,1
17,0
6,6
-25,2
Impor Migas
506,6
662,9
714,5
7.197,1
4.962,4
30,8
7,8
-31,1
Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD)
561,3
586,6
618,0
6.642,5
5.386,8
4,5
5,4
-18,9
-319,7
-301,8
-401,4
-4.157,4
-2.092,1
-5,6
33,0
-49,7
113
Jul-16 Migas
-345,3
Non Migas 25,6 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai (Juta USD) Jan-Sept Agust-16 Sep-16 15
Jan-Sept 16
MtM (%) Agust- Sep16 16
YoY (%) Jan-Sept 2016
-466,4
-474,5
-4.118,0
-3.256,5
35,1
1,7
-20,9
164,6
73,1
-39,4
1.164,3
543,9
-55,6
-3.055,7
Neraca Perdagangan Jasa Defisit neraca perdagangan jasa hingga triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai USD6,6 miliar.
Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca perdagangan jasa mengalami penurunan defisit dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Defisit neraca perdagangan jasa hingga triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai USD6,6 miliar. Penurunan defisit hingga 25,9 persen (YoY) didorong oleh menurunnya defisit pada kelompok jasa transportasi, asuransi dan pensiun, dan bisnis lainnya. Selain itu, penurunan defisit pada juga didorong oleh meningkatnya penerimaan pada kelompok jasa perjalanan, konstruksi, dan jasa pemerintah. Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa Jasa Manufaktur 8690,39
10000 8000
Jasa Pemeliharaan dan Perbaikan
6000 4000
1979,85
2494,57
Transportasi
2000 0 -2000
Jan-Sept 2014
Jan-Sept 2015
Jan-Sept 2016
Perjalanan
-4000 -6000 -8000
-3945,99
-4744,05 -6228,53
Sumber: Bank Indonesia
114
Jasa Konstruksi
Menurunnya defisit jasa transportasi disebabkan karena rendahnya pembayaran kargo sebagai dampak menurunnya impor. Lebih lanjut lagi, penerimaan jasa perjalanan didorong oleh tingginya peningkatan ekspor dibandingkan dengan peningkatan impor. Di sisi ekspor, peningkatan didorong oleh tingginya jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia. Sampai dengan triwulan III tahun 2016, jumlah wisman sebanyak 7,9 juta orang, jauh lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,3 juta orang atau meningkat sebesar 8,8 persen (YoY). Kelompok wisman terbesar berasal dari Tiongkok, Australia, Singapura, dan Malaysia. Sementara di sisi impor, peningkatan didorong oleh jumlah wisatawan nasional (wisnas) yang berpergian ke luar negeri sebanyak 6,3 juta orang, atau meningkat sebesar 0,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan impor jasa perjalanan salah satunya didorong oleh pelaksanaan ibadah haji.
Surplus jasa transportasi meningkat dan defisit jasa transportasi mengalami penurunan.
Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Impor
Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor -10000
-8000
-6000
-4000
-2000
0
Transportasi Sumber: Bank Indonesia
115
2000 Perjalanan
4000
6000
8000
10000
Neraca Pendapatan Neraca Pendapatan Primer Neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD23,2 miliar atau meningkat sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca pendapatan primer tercatat mengalami defisit sebesar USD23,2 miliar atau mengalami peningkatan defisit sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan pembayaran pendapatan primer Peningkatan defisit di triwulan III tahun 2016 disebabkan karena meningkatnya pembayaran kompensasi tenaga kerja dan investasi. Tingginya pembayaran pendapatan investasi portofolio modal ekuitas dan utang (bunga) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mendorong melebarnya defisit pada neraca pendapatan primer. Sementara itu, pembayaran pendapatan pada investasi langsung dan investasi lainnya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh pola pembayaran bunga pinjaman luar negeri yang menurun. Di sisi lain, penerimaan pendapatan primer hingga triwulan III tahun 2016 meningkat sebesar 3,9 persen (YoY). Gambar 40. Pendapatan Primer
Jan-Sept 2014
Jan-Sept 2015
Jan-sept 2016
0 -2000 -4000 -6000 -8000 -10000 -12000 -14000 -16000
Pendapatan Investasi Langsung Pendapatan Utang (Bunga)
Pendapatan Investasi Portofolio
Sumber: Bank Indonesia
116
Neraca Pendapatan Sekunder Surplus neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya karena menurunnya pengiriman TKI.
Neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun 2016 tercatat surplus sebesar USD3,5 miliar. Namun, surplus tersebut tidak sebesar tahun sebelumnya pada periode yang sama yang mencapai USD4,1 miliar. Penurunan surplus dipengaruhi oleh menurunnya pengiriman TKI ke beberapa negara penempatan khususnya di kawasan Timur tengah. Secara historis, transfer terbesar berasal dari remitansi TKI yang bekerja di kawasan Timur Tengah.
Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa) Afrika; 2,87
Amerika; 16,31
Eropa; 8,14
Timur Tengah; 1121,82 ASEAN; 1990,53 Australia dan Oseania; 2,34 Asia Selain ASEAN; 373,44
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing.
Penurunan penerimaan pendapatan sekunder sejalan dengan implementasi kebijakan moratorium berdasarkan Kepmenaker No.260/2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah. Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing. Hingga triwulan III tahun 2016, pembayaran tenaga kerja asing meningkat sebesar 11,0 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. 117
Gambar 42. Pendapatan Sekunder Pembayaran Penerimaan
Pendapatan Sekunder -6000
-4000
-2000
0
2000
Jan-Sept 2016
4000
Jan-Sept 2015
6000
8000
10000
Jan-Sept 2014
Sumber: Bank Indonesia
NERACA MODAL DAN FINANSIAL Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD9,4 miliar. Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD0,2 miliar dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD7,5 miliar. Kinerja tersebut didukung oleh persepsi positif prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko global.
Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD9,4 miliar.
Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar
USD) 12 8 4 0 -4 -8
Q3
Q4
Q1
2013 Investasi Langsung
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q3
5,4
0,2
2,0
4,2
5,8
2,7
1,6
4,1
3,3
2,5
3,0
5,2
Investasi Portofolio 1,5
1,7
8,7
8,0
7,4
1,9
8,5
5,5 -2,2 4,6
4,4
8,3
6,5
-2,1 6,7 -4,1 2,0
1,4
5,0 -5,3 -7,6 0,4
Investasi Lainnya Sumber : Bank Indonesia
118
1,8
Q2 2016
2,1 -2,5 -3,7 -2,3
Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 meningkat signifikan dibandingkan triwulan III tahun 2015, yaitu surplus sebesar USD6,5 miliar.
Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar yang dipengaruhi oleh neto penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan simpanan penduduk Indonesia di luar negeri .
Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD1,8 miliar maupun triwulan sebelumnya yang sebesar USD3,0 miliar. Kinerja tersebut didukung oleh membaiknya prospek perekonomian domestik dan iklim investasi yang tercermin dari peningkatan peringkat Ease o f Doing business (EODB) Indonesia dari 106 menjadi 91. Selain itu, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan III 2016 masih tumbuh positif meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Di sisi kewajiban, meningkatnya surplus tersebut berasal dari penarikan utang korporasi antarafiliasi sehingga terjadi peningkatan neto arus masuk modal asing. Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 surplus sebesar USD6,5 miliar, lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar USD8,3 miliar. Akan tetapi, surplus tersebut meningkat signifikan dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD2,2 miliar. Kinerja tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pembelian SBN Rupiah dan saham oleh investor asing dan neto arus masuk dari penjualan surat utang asing oleh penduduk Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh implementasi Undang-undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) yang berjalan dengan baik. Pada triwulan III tahun 2016 investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar, lebih kecil dibandingkan defisit pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD3,7 miliar, namun menurun dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang mengalami surplus sebesar USD0,4 miliar. Defisit tersebut dipengaruhi terjadiya neto penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan simpanan penduduk Indonesia di luar negeri.
119
CADANGAN DEVISA Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016 mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016 mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan cadangan devisa pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD109,8 miliar atau setara dengan 8 bulan impor, dan triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD101,7 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor.
120
PERKEMBANGAN INVESTASI
121
PERKEMBANGAN INVESTASI
122
PERKEMBANGAN INVESTASI Isu Terkini Perkembangan Investasi Indonesia Naik 15 Peringkat di Survei Ease of Doing Business (EoDB) 2017 Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan naik 15 peringkat menjadi peringkat 91 (dari 190 negara) dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil survei Ease of Doing Business (EoDB) 2017 Bank Dunia yang diumumkan pada 26 Oktober 2016 lalu, Indonesia berada di peringkat 91 dari 190 negara. Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan naik 15 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 106. Sebelumnya, pada survei EODB 2015, Indonesia berada di peringkat 114 naik 8 peringkat dari posisi 122, kemudian pada laporan EODB 2016, terjadi penyesuaian peringkat tahun 2015 dimana Indonesia berada di peringkat 109.
Indonesia sebagai Top Reformer yang berhasil melakukan perbaikan di 7 indikator sekaligus.
Dalam pengumuman hasil survei EoDB 2017, Bank Dunia juga menobatkan Indonesia sebagai negara Top Reformer untuk perbaikan kemudahan berusaha dengan melakukan reformasi di 7 indikator sekaligus yaitu starting a business, getting electricity, registering property, getting credit, paying taxes, trading across border dan enforcing contracts. Negara lain yang juga merupakan Top Reformer adalah Kazakhtan juga memperbaiki tujuh indikator, Uni Emirat Arab, Kenya dan Georgia melakukan reformasi di lima indikator, diikuti oleh Pakistan, Serbia dan Bahrain yang memperbaiki tiga indikator.
Berbagai kebijakan deregulasi melalui Paket Ekonomi I-XIII dan kerjasama seluruh Kementerian dan Lembaga terkait berdampak positif pada kenaikan peringkat Indonesia.
Pemerintah telah menyusun paket kebijakan ekonomi jilid I-XIII yang bertujuan untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi dengan menyederhanakan prosedur, percepatan waktu pelayanan perizinan dan pengurangan biaya serta penataan perizinan melalui pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pelayanan perizinan melalui sistem elektronik (online) serta penegakan hukum dan kepastian usaha menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong kenaikan peringkat tersebut. Selain itu, kerjasama seluruh 123
Kementerian dan Lembaga dalam rangka melakukan perbaikan kemudahan berusaha juga berdampak positif pada peningkatan peringkat di 7 indikator tersebut. Sumber: http://www2.bkpm.go.id/images/uploads/file_siaran_pers/Siaran_Pers_BKPM_261016Survei_EODB_2017_Bank_Dunia_Umumkan_RI_Teratas_di_Daftar_Top Reformers.pdf
PERKEMBANGAN INVESTASI Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2015 dan tumbuh sebesar 2,53 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen)
Pertumbuhan PDB Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) a. Bangunan b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri c. Kendaraan d. Peralatan Lainnya e. Sumber Daya Hayati f. Produk Kekayaan Intelektual Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) a. Bangunan b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri c. Kendaraan d. Peralatan Lainnya e. Sumber Daya Hayati f. Produk Kekayaan Intelektual Sumber: BPS, diolah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY).
Q3-2015 (QtQ) 3,36 3,51 4,51 3,33 9,08 6,52 -3,84 -12,72
Q3-2015 (YoY) 4,74 4,79 6,25 1,51 6,80 9,90 -1,73 -9,80 32,36 24,42 3,13 1,48 0,51 1,82 1,00
Q3-2016 (QtQ) 3,20 2,53 4,15 -0,03 5,25 2,70 -11,55 -3,99
Q3-2016 (YoY) 5,02 4,06 5,77 -6,75 -2,78 4,81 1,89 12,69 31,98 24,36 2,77 1,44 0,51 1,79 1,10
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2016 (YoY) secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Produk Kekayaan Intelektual sebesar 12,69 persen, Bangunan sebesar 5,77 persen dan Peralatan Lainnya sebesar 4,81 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan III tahun 2016 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 24,36 persen.
124
REALISASI INVESTASI Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016
PMDN (Rp Triliun)
PMA (USD juta)
2010
60,6
16.214,8
60,4%
49,9%
2011
76,0
19.474,2
25,4%
20,1%
2012
92,2
24.564,7
21,3%
26,1%
2013
128,2
28.617,5
39,0%
16,5%
2014
156,1
28.529,7
21,8%
-0,3%
TAHUN
Pertumbuhan (YoY) PMDN PMA
2015
179,5
29.275,9
14,9%
2,6%
2015-TW III
47,8
7.401,1
15,0%
-0,8%
2016-TW III
55,6
7.389,5
16,2%
-0,2%
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk PMDN triwulan III tahun 2016 mengalami pertumbuhan positif, sementara PMA mengalami pertumbuhan negatif.
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2016 sebesar Rp55,6 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2015, atau tumbuh sebesar 16,2 persen. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III 2015 sebesar USD7.389,5 juta mengalami penurunan dibandingkan triwulan III tahun 2015, atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen.
Realisasi Per Sektor Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA dan PMDN terjadi di sektor sekunder.
Realisasi PMA pada triwulan III 2016 mengalami penurunan atau tumbuh negatif sebesar 0,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor primer dan sekunder dengan pertumbuhan sebesar 3,8 persen dan 19,9 persen, sedangkan sektor tersier mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif sebesar 25,0 persen. Untuk PMDN, kenaikan realisasi didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di semua sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor sekunder dengan pertumbuhan sebesar 23,2 persen, diikuti sektor tersier dan primer yang mengalami pertumbuhan sebesar 13,7 persen dan 2,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan III tahun 2016, sektor 125
sekunder adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA dan PMDN yaitu sebesar 51,0 persen dan 44,5 persen. Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar
Sektor PMA
2010 2011 2012 2013 2014 2015
3.013,6 4.870,3 5.933,1 6.471,8 6.991,3 6.236,4
3.357,6 6.779,5 11.770,0 17.326,4 13.019,4 11.763,1
9.843,6 7.824,9 6.861,7 6.286,9 8.519,0 11.276,5
16.214,8 19.474,7 24.564,7 30.085,1 28.529,6 29.275,9
12,3 16,3 20,4 25,7 16,5 17,1
25,5 39,0 49,9 51,2 59,0 89,0
22,8 20,6 21,9 51,3 80,6 73,4
Jumlah (Rp. Triliun) 60,6 76,0 92,2 128,2 156,1 179,5
2015 TW III 2016 TW III Pertumbuhan (YoY, %) Share (%) Sumber: BKPM, diolah
1.481,1 1.536,7 3,8 20,8
3.145,5 3.772,0 19,9 51,0
2.774,6 2.080,8 -25,0 28,2
7.401,1 7.389,5 -0,2 100,0
6,6 6,8 2,8 12,3
20,0 24,7 23,2 44,5
21,2 24,1 13,7 43,3
47,8 55,6 16,2 100,0
Tahun
Primer
Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi.
Sekunder
Tersier
PMDN Jumlah (USD juta) Primer Sekunder Tersier
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun 2016, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dengan persentase 16,7 persen, Pertambangan 10,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 9,9 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan 9,4 persen dan Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 9,3 persen. Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar 21,7 persen, Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi sebesar 14,7 persen, Industri Makanan 13,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 9,1 persen dan Tanaman Pangan & Perkebunan 8,5 persen.
126
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016
PMA
1
2 3
4 5
PMDN
Sektor/Bidang Usaha
USD juta
% Terhadap total
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik
1.231,41
16,7
1
764,06
10,3
2
730,02
9,9
3
694,39
9,4
4
9,3 44,4 100,0
5
Pertambangan Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran Tanaman Pangan dan Perkebunan Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya Gabungan lainnya Jumlah / Total
688,41 3.281,19 7.389,48
Sektor/Bidang Usaha Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi Industri Makanan Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran Tanaman Pangan & Perkebunan Gabungan lainnya Jumlah / Total
Rp. Triliun
% Terhadap total
12,04
21,7
8,15
14,7
7,37
13,3
5,04
9,1
4,71 18,27 55,58
8,5 32,9 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar 16,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Kalimantan dengan pertumbuhan sebesar 73,2 persen diikuti Jawa sebesar 28,8 persen. Sementara itu, Papua, Bali & Nusa Tenggara, dan Sulawesi mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan III tahun 2016 yaitu 63,8 persen, 19,6 persen dan 13,6 persen.
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan YoY realisasi PMDN terbesar terjadi di Kalimantan.
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp
Triliun) Lokasi Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Sumatera
Jawa
4,2 16,3 14,3 22,9 29,6
35,1 37,2 52,7 66,5 97,1
Bali & NT 2,1 0,4 3,2 4,4 0,5
127
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
14,6 13,5 16,7 28,7 21,4
4,3 7,2 4,9 3,6 7,1
0,0 0,0 0,3 1,1 0,2
0,2 1,4 0,1 0,9 0,3
Total 60,6 76,0 92,2 128,2 156,1
Lokasi Tahun
Sumatera
Jawa
37,8 10,5 10,9 4,0 19,6
103,8 27,5 35,5 28,8 63,8
2015 2015 TW III 2016 TW III Pertumbuhan (YoY, %) Share (%)
Bali & NT 2,9 1,1 0,4 -68,2 0,6
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
20,0 4,4 7,5 73,2 13,6
13,7 3,5 1,3 -62,4 2,4
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
1,3 0,9 0,0 -96,8 0,0
Total 179,5 47,8 55,6 16,2 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi PMA triwulan III tahun 2016 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen. Pertumbuhan negatif terjadi di Papua, Bali & Nusa Tenggara, dan Kalimantan, sementara wilayah lainnya mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 411,6 persen. Secara sumbangan, pada triwulan III tahun 2016 pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar yaitu 52,3 persen, 13,8 persen dan 13,6 persen.
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan YoY realisasi PMA terbesar terjadi di Sulawesi.
Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD
Milyar) Lokasi Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2015 TW III 2016 TW III
4,2 16,3 14,3 22,9 29,6 37,8 0,9 1,0
35,1 37,2 52,7 66,5 97,1 103,8 3,8 3,9
Bali & NT 2,1 0,4 3,2 4,4 0,5 2,9 0,4 0,2
Pertumbuhan (YoY, %) Share (%) Sumber: BKPM, diolah
18,7 13,8
2,1 52,3
-54,3 2,5
Sumatera
Pulau Jawa merupakan lokasi PMDN dan PMA yang paling diminati.
Jawa
Total
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
14,6 13,5 16,7 28,7 21,4 20,0 1,7 1,0
4,3 7,2 4,9 3,6 7,1 13,7 0,2 1,0
0,0 0,0 0,3 1,1 0,2 0,0 0,2 0,2
0,2 1,4 0,1 0,9 0,3 1,3 0,3 0,1
60,6 76,0 92,2 128,2 156,1 179,5 7,4 7,4
-42,1 13,6
411,6 13,5
35,5 3,0
-62,3 1,3
-0,2 100,0
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun 2016 untuk PMA, empat dari lima besar lokasi investasi yang diminati terletak di Pulau Jawa. Keempat lokasi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Banten, dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu Jawa Barat sebesar 21,1 persen.
128
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016
PMA Lokasi (Provinsi) Jawa Barat Jawa Timur DKI Jakarta Banten Kalimantan Timur Gabung lainnya Jumlah Sumber: BKPM, diolah
PMDN USD Juta
% Thd Total
1.556,44 644,01 643,39 613,84 586,13 3.345,67 7.389,48
21,1 8,7 8,7 8,3 7,9 45,3 100,0
Lokasi (Provinsi) Jawa Timur Jawa Barat Banten DKI Jakarta Sumatera Selatan Gabung lainnya Jumlah
Rp. Triliun 14,0 7,4 7,1 3,8 3,6 19,8 55,6
% Thd Total 25,2 13,2 12,7 6,9 6,4 35,5 100,0
Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Sumatera Selatan dengan sumbangan terbesar berasal dari Jawa Timur sebesar 25,2 persen dari total realisasi PMDN. Selanjutnya Sumatera Selatan memberikan sumbangan terbesar kelima yaitu sebesar 6,4 persen dari total realisasi PMDN.
Realisasi per Negara Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016
Negara Singapura Jepang R. R. Tiongkok British Virgin Island Belanda Gabung Lainnya Jumlah
Juta USD %Terhadap Total 2.233,1 30,2 1.601,3 21,7 575,5 7,8 515,6 7,0 465,4 6,3 1.998,6 27,0 7.389,5 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Singapura merupakan Negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan III tahun 2016
Pada triwulan III tahun 2016, tiga negara asal investasi PMA paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai investasi sebesar USD2.233,1 juta atau 30,2 persen dari total realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar USD1.601,3 juta (21,7 persen), dan R.R. Tiongkok dengan nilai investasi sebesar USD575,5 juta (7,8 persen). Selanjutnya negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima adalah British Virgin Island dengan nilai investasi sebesar USD515,6 juta (7,0 persen) dan Belanda dengan nilai investasi sebesar USD 465,4 juta atau 6,3 persen dari total PMA. 129
130
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
131
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
132
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Tingkat Inflasi Secara YoY, pergerakan inflasi pada triwulan III tahun 2016 menurun dan terkendali pada kisaran 4±1 persen.
Tingkat inflasi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya secara tahunan (YoY), dimana hingga akhir triwulan III tahun 2016 tercatat 3,07 persen (YoY) dengan IHK 125,4. Selanjutnya, penurunan inflasi secara bulanan terutama karena terkendalinya harga bahan makanan seiring dengan semakin terjaganya distribusi akan pasokan bahan makanan. Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2016 masingmasing sebesar 3,21 persen, 2,79 persen, dan 3,07 persen. Selama triwulan III tahun 2016, secara bulanan (MtM), Indonesia mengalami inflasi pada bulan Juli dan September masing-masing sebesar 0,69 persen dan 0,22 persen (Tabel 58). Sementara itu, pada bulan Agustus mengalami deflasi bulanan 0,02 persen.Inflasi pada Agustus merupakan inflasi terendah dibandingkan tahuntahun sebelumnya, baik secara YoY, MtM, maupun YtD.
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016
Juli
Persentase (%) Agustus September
Year-on-Year
3,21
2,79
3,07
Month-to-month
0,69
-0,02
0,22
Tahun kalender
1,76 1,74 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Terkendalinya inflasi tahunan didorong oleh rendahnya ketiga komponen inflasi, yaitu inflasi inti,harga pangan bergejolak (volatile food) dan administered price.
1,97
Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi terendah selama Juli-September tahun 2016 dimiliki oleh komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered price). Adapun inflasi inti mengalami pergerakan yang cukup stabil di triwulan III tahun 2016. Sementara itu, inflasi harga bergejolak (volatile food) juga cenderung menurun namun masih dalam tingkat inflasi yang tinggi dibandingkan komponen inflasi lainnya secara YoY. Berbeda halnya secara tahunan, komponen inflasi harga bergejolak mengalami deflasi pada bulan Agustus dan September pasca peningkatan harga bahan makanan pada Hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2016. 133
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Juli
YoY Agustus
September
Juli
Inti
3,49
3,32
3,21
0,34
0,36
0,33
Bergejolak
7,14
5,28
6,51
1,2
-0,8
-0,09
-0,85 -0,91 -0,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
1,32
-0,52
0,14
Komponen
Diatur pemerintah
MtM Agustus September
Selama triwulan III tahun 2016, sumbangan deflasi berdasarkan komponen paling banyak terjadi pada bulan Agustus 2016, yaitu pada komponen harga bergejolak dengan sumbangan deflasi sebesar 0,14 persen dan harga diatur pemerintah dengan sumbangan deflasi sebesar 0,1 persen (Tabel 59). Sementara itu, inflasi inti masih stabil selama Juli-September 2016 masing-masing sebesar 0,26 persen, 0,22 persen, dan 0,15 persen.
Share inflasi harga bergejolak dan harga diatur pemerintah terhadap inflasi bulanan cenderung menurun selama JuliSeptember 2016.
Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016
Komponen
Juli
Persentase (%) Agustus September
UMUM (headline)
0,69
-0,02
0,22
Inti
0,26
0,22
0,15
Bergejolak
0,23
-0,14
0,07
Diatur Pemerintah
0,2
-0,1
0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Ketujuh kelompok pengeluaran menyumbangkan inflasi terhadap pembentukan inflasi bulanan Juli tahun 2016 seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Pada bulan Juli 2016, seluruh kelompok pengeluaran menyumbangkan inflasi seiring dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Pada bulan Agustus 2016, terdapat dua kelompok pengeluaran yang menyumbangkan deflasi, yaitu transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan; serta bahan makanan. Pada bulan September 2016 kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (Tabel 61). Secara keseluruhan, inflasi cukup terkendali selama triwulan III tahun 2016. Pada akhir triwulan III tahun 2016, inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, dengan 134
sumbangan inflasi terhadap inflasi bulanan sebesar 0,07 persen Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan
persentase (%)
Kelompok Pengeluaran
Juli
Agustus
September
UMUM (headline)
0,69
-0,02
0,22
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
0.22
-0,19
0,04
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga
0,04
0,09
0,04
Kesehatan
0,02
0,02
0,01
Sandang
0,03
0,03
0,01
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Bahan Makanan
0,06
0,1
0,07
0,09
0,06
0,06
0,23
-0,13
-0,01
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama triwulan III tahun 2016,secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa cukup rendah dibandingkan inflasi di pulau dan kawasan lainnya.
Berdasarkan pulau, penyebaran inflasi tahunan (YoY) dan bulanan (MtM) yang cukup rendah, dialami oleh kabupaten/ kota IHK yang berada di Pulau Jawa. Inflasi YoY dan MtM tertinggi selama Juli-September 2016 masing-masing terjadi di Pulau Sumatera dan Papua, yaitu di kota Tanjung Pandan, Manokwari, dan Sibolga (Lampiran 1).Peningkatan inflasi tersebut mayoritas disebabkan oleh kelompok bahan makanan, terutama komoditas cabai. Rendahnya tingkat inflasi yang terjadi pada mayoritas kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa terutama disebabkan oleh dukungan infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan infrastruktur yang mendukung kelancaran alur distribusi barang sangat penting dalam menekan tingkat inflasi di suatu daerah. Fasilitas infrastruktur mempermudah jalur perdagangan barang sehingga mempercepat jalur distribusi dan meminimalkan biaya distribusi barang terutama bahan makanan dengan karakteristiknya yang tidak tahan lama.
135
Nilai Tukar Rupiah REER dan NEER ASEAN Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
120
110 100 90 80
INDONESIA
THAILAND
MALAYSIA
FILIPINA
SINGAPURA
Sumber: Bank for International Settlements
Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan.
Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih rendah dibandingkan negara sekawasan, namun menunjukkan sedikit peningkatan memasuki akhir tahun 2015 (lihat Gambar 44 dan 45). Pada akhir triwulan III tahun 2016, nilai REER Indonesia mencapai 92,49. Sejak akhir tahun 2015, nilai REER Indonesia secara rata-rata selalu berada diatas nilai REER Malaysia. Sementara itu, pada akhir September 2016, nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 110,98, disusul Singapura dan Thailand masing-masing 109,74 dan 99,68.
Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
110 100 90 80 70
INDONESIA
THAILAND
MALAYSIA
Sumber: Bank for International Settlements
136
FILIPINA
SINGAPURA
Selama triwulan III tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat 1,4 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pergerakan nilai tukar selama triwulan III tahun 2016 menunjukkan kondisi positif. Rupiah menguat terhadap USD sebesar 1,4 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (Lampiran 3). Pada akhir September 2016, posisi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13.042 per USD. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan III tahun 2016 sebesar Rp13.136 per USD (Lampiran 3). Penguatan nilai tukar Rupiah ini didukung arus dana asing ke dalam negeri dan program pengampunan pajak (tax amnesty).
Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III tahun 2016 menurun menjadi 5,1 persen (YoY).
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III tahun 2016 sebesar Rp 4.737,3 triliun, tumbuh melambat 5,1 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 8,7 persen (YoY) (Gambar 46). Perlambatan tersebut bersumber dari seluruh komponen M2, yaitu M1, uang kuasi, dan surat berharga selain saham. Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang beredar terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit perbankan dan kontraksi operasi keuangan pemerintah pusat. Kontraksi operasi keuanganterlihat dari meningkatnya simpanan Pemerintah Pusat di BI sejalan dengan penerimaan dana tebusan tax amnesty.
Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016
6.000
13,93%
16,00%
10,91% 4.000
8,69% 7,07%
8,17% 7,46%
6,94%
2.000 -
10,64% 7,74%
11,00% 5,90% 5,10% 6,00% 5% 1,00% -4,00%
M2 (triliun Rp) Jun Jul Uang Kuasi (triliun Rp)
M1 (triliun Rp) Agu Sep Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY
Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
Sumber: Bank Indonesia
137
Respon Kebijakan Moneter Bank Indonesia telah secara efektif mengimplementasikan reformulasi suku bunga BI 7-day (reverse) repo rate.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Agustus 2016, Bank Indonesia telah efektif mereformulasi suku bunga kebijakan (BI Rate) menjadi BI 7-day reverse repo rate. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, khususnya dalam jangka pendek. Perubahan suku bunga kebijakan tidak mengartikan bahwa akan terjadi suatu perubahan stance policy pada moneter, melainkan memberlakukan tenor yang lebih pendek (7 hari) untuk menguatkan operasi moneter. Sosialisasi kebijakan BI 7-day reverse repo rate telah dilakukan secara intensif pada setiap RDG BI dimana pada Agustus 2016 BI 7-day reverse repo rate ditetapkan sebesar 5,25 persen yang juga diiringi seiring dengan penurunan suku bunga acuan tenor 12 bulan (atau dahulu disebut sebagai BI rate). Pada bulan September 2016, BI kembali menurunkan BI 7 day reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 5,0 persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran moneter yang semakin terbuka seiring dengan terus menurunnya tekanan inflasi dan diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya dalam rangka menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia
Tenor
7 hari
2 minggu
Juli 1 bulan
Term Structure Operasi Moneter
5,25%
5,45%
5,70%
3 bulan
6 bulan
9 bulan
12 bulan
6,10%
6,30%
6,40%
6,50%
6,10%
6,30%
6,40%
6,50%
Agustus Term Structure Operasi Moneter
5,25%
5,45%
5,70%
September 138
Tenor
7 hari
2 minggu
Juli 1 bulan
3 bulan
6 bulan
9 bulan
12 bulan
Term Structure Operasi Moneter
5,00%
5,20%
5,45%
6,10%
6,30%
6,15%
6,25%
Sumber: Bank Indonesia.
Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit (CAD) yang sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama yang mendukung pembangunan infrastruktur; (iii) Manajemen ekspektasi. Meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait dengan proyek-proyek besar.
139
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan.
SEKTOR PERBANKAN Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia
25,00
94,00 92,00
20,00
LDR (persen)
90,00 88,00
10,00
86,00 84,00
5,00
82,00
LDR
CAR
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
80,00
Q2:2013
0,00
Q1:2013
CAR, NPL (persen)
15,00
NPL
Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, diiringi dengan risiko kredit yang terkendali.
Pada triwulan III 2016 stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, diiringi dengan risiko kredit yang terkendali. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada bulan Agustus 2016 adalah sebesar 23,26 persen, atau mengalami peningkatan sebesar 2,5 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ). Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) mengalami peningkatan dari 3,05 persen pada triwulan II menjadi 3,20 persen pada triwulan III 2016. Namun angka tersebut masih berada di dalam batas wajar, yaitu 140
dibawah 5 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 1,2 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 90,04 persen. 5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0
25,00
15,00 10,00 5,00
Pertumbuhan (%)
20,00
DPK
Kredit
Pertumbuhan DPK (yoy)
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
Q2:2013
0,00
Q1:2013
DPK, Kredit (triliun Rp)
Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Pertumbuhan Kredit (yoy)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Agustus 2016
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap tumbuh, walaupun masih mengalami perlambatan. DPK pada triwulan III tahun 2016 tercatat sebesar 4.610 triliun atau tumbuh sebesar 5,58 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (YoY). Jumlah kredit tercatat sebesar 4.177 triliun rupiah. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 6,65 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY).
141
Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
2.500
40,00
KK, KI, KMK (triliun Rp)
30,00 25,00
1.500
20,00
1.000
15,00 10,00
500
5,00
KI (3.9) Pertumbuhan KI
KMK (3.9) Pertumbuhan KMK
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
Q2: 2013
0,00 Q1:2013
0
Pertumbuhan (persen)
35,00 2.000
KK (3.9) Pertumbuhan KK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Pada triwulan III 2016, Kredit Konsumsi (KK) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan
Pada triwulan III 2016, Kredit Konsumsi (KK) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu mencapai 8,23 persen. Di sisi lain, Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) tetap tumbuh, walaupun mengalami perlambatan. Pertumbuhan Kredit Investasi tercatat sebesar 9,38 persen dan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat sebesar 4,67 persen.
Kredit Usaha Rakyat Target penyaluran KUR di tahun 2016 tiga kali lebih besar dari target penyaluran pada tahun 2015. Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22% dari target.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sempat terhenti di awal tahun 2015 dan mulai disalurkan kembali pada bulan Agustus 2015. Total penyaluran KUR di tahun 2015 adalah sebesar 22 trilyun, dengan target penyaluran sebesar 33 trilyun. Untuk tahun 2016, target penyaluran KUR adalah sebesar 100 trilyun, jumlah ini tiga kali lebih besar daripada target penyaluran di tahun sebelumnya. Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22 T atau 80,22% dari target. Jumlah debitur KUR pada periode yang sama yaitu mencapai 3,68 juta debitur. Sebagian 142
besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sektor perdagangan (67.31% volume KUR) dan pertanian (16.36% volume KUR). Berdasarkan sebaran wilayahnya penyaluran KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera.
SEKTOR PERBANKAN SYARIAH Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
120,00
20,00
CAR, NPF, FDR (%)
10,00
80,00
5,00
60,00
0,00
-5,00
40,00
-10,00 20,00
Pertumbuhan (%)
15,00
100,00
-15,00
0,00
-20,00
CAR
NPF
FDR
Pertumbuhan CAR
Pertumbuhan NPF
Pertumbuhan FDR
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko pembiayaan yang terkendali.
Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang masih tetap stabil diiringi dengan risiko pembiayaan yang terkendali. Pada triwulan ke III 2016, rasio kecukupan modal/CAR relatif stabil yaitu sebesar 14,87 persen. Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan sebesar -3,29 persen (YoY) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi 87,53 persen. Sedangkan, rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) mengalami penurunan yaitu sebesar 4,94 persen. 143
Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia
300000
60
250000
50
200000
40
150000
30
100000
20
50000
10
0
0
DPK Pertumbuhan DPK (yoy)
Pembiayaan Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan syariah tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan syariah pada triwulan III tetap tumbuh walaupun mengalami perlambatan. Pada triwulan III DPK tercatat sebesar Rp 244.843 miliar atau tumbuh sebesar 11,64 persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah pembiayaan pada triwulan III mengalami penurunan sedikit dibandingkan dengan jumlah pembiayaan pada tahun sebelumnya. Pada triwulan III, jumlah pembiayaan tercatat sebesar Rp 220.452 miliar atau tumbuh sebesar 5,91 persen (YoY).
144
Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
PI Pertumbuhan PI
60 50 40 30 20 10
0 -10
PMK Pertumbuhan PMK
PK Pertumbuhan PK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya.
Pada triwulan III 2016, pertumbuhan Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Jumlah Pembiayaan Konsumsi (PK) adalah sebesar Rp 85.739 miliar dengan pertumbuhan sebesar 7,77 persen (YoY). Disisi lain, jumlah Pembiayaan Investasi (PI) dan jumlah Pembiayaan Modal Kerja (PMK) tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya. Pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp 55.654 miliar dengan pertumbuhan sebesar 17,11 persen (YoY) dan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) berjumlah Rp 79.060 miliar dengan pertumbuhan sebesar -2,47 persen (YoY).
145
LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA NILAI TUKAR MATA UANG INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL HARGA BAHAN POKOK NASIONAL
146
Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016
Papua
Sumatera
Maluku
Sulawesi
Kalimantan
Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
147
Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
148
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD
Juli2016 Negara
Rupiah LiraTurki
PAB
MTM(%)
13,112.0
0.7
YTD (%)
YOY (%)
5.5
3.3
PAB
13,270.0
Agustus2016 MTM YTD (%) (%)
YOY (%)
-1.2
4.2
6.0
PAB
September2016 MTM YTD (%) (%)
13042.0
1.7
YOY (%)
RatarataTriwulanan
QtQ (%)
6.0
12.4
13,136.8
1.4
3.0
-3.7
-2.3
-7.3
3.0
1.0
-1.2
-1.5
3.0
-1.4
-2.6
0.9
3.0
-2.3
13.9
6.1
12.1
-8.6
14.7
-5.8
5.6
-9.9
13.7
7.4
13.4
1.0
14.1
6.4
RealBrazil
3.2
-1.1
21.9
5.3
3.2
0.7
22.8
12.2
3.3
-1.1
21.4
21.0
3.2
8.1
RubelRusia
65.9
-3.1
10.0
-6.4
65.4
0.8
10.9
-1.8
62.9
4.0
15.3
3.9
64.6
2.0
RupeeIndia
67.0
0.8
-1.3
-4.3
67.0
0.0
-1.2
-0.7
66.6
0.5
-0.7
-1.5
67.0
-0.1
6.6
0.2
-2.1
-6.4
6.7
-0.7
-2.8
-4.5
6.7
0.1
-2.7
-4.7
6.7
-2.0
1.3
0.6
5.4
2.4
1.4
-1.7
3.7
3.6
1.4
-0.1
3.6
4.3
1.4
0.5
RandAfrikaSelatan BRIC
YuanCina ASEAN-6 DolarSingapura RinggitMalaysia
4.1
-0.9
5.6
-5.8
4.1
-0.0
5.6
3.1
4.1
-1.7
3.7
6.2
4.0
-1.0
BahtThailand
34.8
1.0
3.6
0.6
34.6
0.4
4.1
3.5
34.6
0.1
4.2
5.1
34.8
1.2
PesoFilipina
47.2
0.0
-0.5
-3.0
46.6
1.2
0.7
0.5
48.5
-3.9
-3.2
-3.6
47.1
-1.1
1,187.5
-1.0
10.1
4.0
1,213.0
-2.1
7.8
5.2
1263.5
-4.0
3.5
1.9
1,199.9
-1.4
KyatMyanmar Negara Maju Euro
0.9
0.6
2.9
1.7
0.9
-0.1
2.8
-0.5
0.9
0.7
3.5
0.5
0.9
-1.2
Poundsterling
0.8
-0.6
-10.5
-15.3
0.8
-0.7
-11.1
-14.4
0.8
-1.2
-12.2
-14.2
0.8
-8.5
102.1 1,120.2
1.1 2.8
18.1 4.7
21.4 4.5
103.4 1,114.8
-1.3 0.5
16.6 5.2
17.2 6.1
101.4 1101.1
2.1 1.2
18.9 6.5
18.3 7.7
102.4 1,121.1
5.5 3.8
YenJepang WonKoreaSelatan
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
149
Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional
Komoditas
PAB
Juli 2016 MTM YTD (%) (%)
YOY (%)
PAB
Agustus 2016 MTM YTD (%) (%)
YOY (%)
PAB
September 2016 MTM YTD (%) (%)
YOY (%)
Rata-rata Triwulan
QtQ (%)
9.9
-5.4
-14.1
-13.7
9.2
-7.5
-20.5
-22.6
9.9
7.5
-14.5
-25.1
9.9
-9.2
19.1
-5.5
25.0
71.0
20.1
5.3
31.6
87.7
22.5
12.3
47.8
85.1
20.4
19.4
407.8
-5.4
-13.2
-18.3
361.0
-11.5
-23.2
-25.2
402.0
11.4
-14.5
-21.6
405.2
-13.9
1,032.5
-12.1
18.5
5.3
960.0
-7.0
10.2
7.0
954.0
-0.6
9.5
7.0
1,013.8
-4.1
342.8
-7.7
-10.5
-13.3
315.5
-8.0
-17.6
-21.0
336.8
6.7
-12.1
-18.1
339.4
-15.2
MinyakMentahBren t(USD/bbl)
42.5
-14.5
13.9
-18.7
47.0
10.8
26.2
-13.1
49.1
4.3
31.6
1.4
47.0
-0.1
MinyakMentahWTI( USD/barrel)
41.4
-13.5
11.2
-14.0
44.6
7.7
19.8
-12.9
47.8
7.3
28.5
5.6
44.6
-1.3
GasAlam(USD/MMB tu)
2.9
-1.1
14.6
-4.7
2.9
-1.0
13.4
-1.5
2.9
0.7
14.2
3.7
2.8
11.9
1,357.5
2.3
27.5
23.1
1,311.4
-3.4
23.2
15.1
1,317.1
0.4
23.7
17.6
1,339.9
5.8
223.1
1.2
3.5
-7.6
207.8
-6.9
-3.6
-11.9
221.1
6.4
2.6
-5.9
217.0
1.2
Beras(USD/cwt) Gula(USd/lb) Gandum(USd/bu) KacangKedelai(USd/ bu) Jagung(USd/bu)
Emas(USD/toz) Tembaga(USd/lb)
Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
150
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional
Agustus 2016
Juli 2016 Komoditas PAB
MTM (%)
Minyak Goreng Curah Daging Sapi
11,160.0
-2.7
114,410.0
Daging Ayam Broiler
32,920.0
Telur Ayam Ras
YTD (%)
YOY (%)
PAB
MTM (%)
7.2
-0.4
11,650.0
4.4
-1.3
3.7
6.4
114,640.0
0.2
2.0
-3.8
1.6
31,260.0
-5.0
23,790.0
-0.5
-6.9
7.3
23,000.0
-3.3
Tepung Terigu
9,050.0
0.2
-0.1
0.8
8,930.0
Kedelai Impor
10,790.0
0.5
-1.8
-2.0
Kedelai lokal
11,160.0
-0.3
1.4
2.4
Beras Medium
10,490.0
-0.9
-2.1
Gula Pasir Cabai Merah Keriting Cabai Merah Biasa
16,250.0
0.4
33,870.0
Bawang Merah
YTD (%)
YOY (%)
PAB
MTM (%)
8.1
11,770.0
1.0
3.9
5.0
113,710.0
-8.6
-7.1
30,820.0
-9.9
-0.2
-1.3
-1.4
10,610.0
-1.7
11,160.0
0.0
4.4
10,580.0
24.6
24.9
10.0
-13.8
32,710.0
-13.2
45,210.0
19.1
YTD (%)
YOY (%)
Rata-rata Triwulan
13.1
9.2
11,471.4
-0.8
3.1
4.9
114,484.7
-1.4
-9.9
4.9
32,130.7
22,730.0
-1.2
-11.0
2.0
23,407.9
-1.0
8,950.0
0.2
-1.2
-0.2
8,993.3
-3.5
-2.9
10,620.0
0.1
-3.4
-3.7
10,669.2
1.4
3.7
11,100.0
-0.5
0.8
2.4
11,157.4
0.9
-1.2
4.3
10,600.0
0.2
-1.0
2.4
10,573.1
15,190.0
-6.5
16.5
19.0
14,570.0
-4.1
11.7
15.1
15,536.7
5.1
33,080.0
-2.3
-15.8
-1.3
36,400.0
10.0
-7.3
11.7
34,677.4
-16.9
6.4
32,040.0
-2.0
-18.6
0.9
35,290.0
10.1
-10.3
17.5
33,670.2
25.9
85.0
39,200.0
-13.3
9.2
96.3
39,100.0
-0.3
8.9
94.7
41,459.0
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan
151
11.9
September 2016
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
[email protected]
152