KATA PENGANTAR
Renstra Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri 20102014 disusun agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan
pencapaian
sasaran
pembangunan
nasional
sebagaimana
diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 20102014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007), serta Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014. Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaannya dan terwujudnya pencapaian Visi Renstra Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri 2010-2014, maka akan dilakukan evaluasi setiap tahun dan apabila diperlukan akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dengan tanpa mengubah visi dan misi Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri periode 2010-2014. Renstra Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri 20102014 diharapkan akan mampu meningkatkan keterpaduan, keteraturan, dan keterkendalian perencanaan program dan kegiatan dari seluruh unit kerja dalam rangka mencapai kinerja yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri. Jakarta,
Januari 2012
DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI
DEDI MULYADI
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Kondisi Umum .......................................................................................... 1 B. Potensi dan Permasalahan ....................................................................... 4 1. Perkembangan Industri Daerah .......................................................... 4 2. Potensi dalam Pengembangan Perwilayahan Industri ..................... 12 3. Permasalahan dalam Pengembangan Perwilayahan Industri .......... 12 C. Maksud dan Tujuan ............................................................................... 13 1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 14 2. Ruang Lingkup................................................................................... 14 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI ......................................................................... 16 A. Visi ......................................................................................................... 16 B. Misi ........................................................................................................ 16 C. Pendekatan ............................................................................................ 17 D. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2020-2025.......................................... 18 E. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2010-2014.......................................... 19 F. Tujuan .................................................................................................... 21 G. Sasaran .................................................................................................. 21 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ............................................................... 22 A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian .................... 22 B. Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri ............................................................................ 22 BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 37 LAMPIRAN
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Sumatera .......... 5 Tabel 1.2 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Jawa ................... 6 Tabel 1.3 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Kalimantan ......... 7 Tabel 1.4 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Sulawesi ............. 7 Tabel 1.5 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Bali dan Nusa Tenggara .................................................................................................. 8 Tabel 1.6 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Kepulauan Maluku ....... 9 Tabel 1.7 Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Papua ................. 9 Tabel 2.1 Sasaran Kuantitatif Peran PDRB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas ........................... 20 Tabel 2.2 Sasaran Kuantitatif Peran PDB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDB Nasional.......................................................................... 20
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kontribusi PDRB Berdasarkan Wilayah Tahun 2000-2009................... 4 Gambar 1.2 Kontribusi PDRB Berdasarkan Pulau Tahun 2000-2009....................... 5 Gambar 1.3 Posisi Provinsi pada Kuadran Pertumbuhan dan LQ .......................... 10 Gambar 3.1 Peta Strategi Ditjen PPI ...................................................................... 27 Gambar 3.2 Struktur Organisasi Ditjen PPI ............................................................ 32
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. KONDISI UMUM Sektor industri merupakan sektor yang memberikan nilai tambah terbesar dan memberikan kesempatan kerja yang luas serta memiliki kontribusi yang signifikan dalam menyelesaikan permasalahan pengentasan kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Mengingat kompleksitas permasalahan industri nasional, pengembangan industri harus dilakukan secara sinergi, holistik dan integratif di seluruh wilayah Indonesia, sehingga setiap daerah di Indonesia dapat memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan penyelesaian masalah bangsa. Kebijakan Industri Nasional telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008, dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing industri baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan industri nasional serta menselaraskan dan mensinergikan langkah-langkah pelaksanaannya, diperlukan kerja sama yang erat dan berkelanjutan antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Dalam upaya dimaksud, diperlukan dukungan organisasi kelembagaan dalam sebuah mekanisme operasional sebagai alat koordinasi dan monitoring bagi pelaksanaan kebijakan pengembangan industri baik di daerah maupun di tingkat nasional agar tujuan pembangunan industri tercapai sepenuhnya. Peningkatan daya saing nasional pada dasarnya merupakan akumulasi dari peningkatan daya saing daerah. Daya saing Indonesia merupakan gambaran lemah atau kuatnya daya saing daerah. Peringkat daya saing Indonesia menurut World Economic Forum (WEF) tahun 2011 berada pada posisi urutan ke 42 dari 142 negara yang dinilai, turun dua peringkat dari tahun 2010 (urutan 44 dari 132 negara). Peringkat daya saing Indonesia tahun 2011 masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Renstra Ditjen PPI 2010-2014
1
Tenggara lainnya; misalnya Singapura berada pada urutan ke – 2, Malaysia pada urutan ke – 21, Brunei pada Thailand pada urutan ke – 39. Dengan demikian, diperlukan upaya yang lebih besar untuk dapat meningkatkan kinerja dan daya saing industri nasional maupun daerah untuk mengejar ketertinggalan dari negara anggota ASEAN lainnya. Dalam rangka mendukung pencapaian visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) yaitu “Membawa Indonesia untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia pada tahun 2025”, diperlukan proses pengenalan masalah dan isu strategis yang harus segera ditangani. Terdapat empat permasalahan dan isu strategis yang teridentifikasi berkaitan dengan pengembangan perwilayahan industri. Pertama, Adanya ketimpangan pembangunan antar sektor ekonomi yang ditunjukkan oleh menurunnya sumbangan sektor industri terhadap PDRB dan semakin tingginya kontribusi sektor primer dan perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa daerah masih lebih berperan sebagai pemasok komoditas, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. Fenomena ini diakibatkan belum efektifnya pemberian insentif bagi pelaku yang bergerak di bidang pengolahan komoditi primer di daerah. Dengan demikian, isu strategisnya adalah “pengembangan kebijakan yang bersifat mendorong pemangku kepentingan di daerah untuk penciptaan nilai tambah domestik yang lebih besar”. Kedua, Belum adanya terobosan dalam implementasi otonomi daerah yang terkait dengan pengembangan otonomi ekonomi khususnya otonomi industri. Selama ini implementasi otonomi daerah masih sebatas pada otonomi keuangan daerah mengingat desain awal otonomi daerah lebih fokus kepada kebijakan dan peraturan mengenai otonomi keuangan daerah. Hal ini menimbulkan konsekuensi PDB sektor industri di sebagian besar daerah semakin tertinggal perkembangan ekonomi daerahnya.
Melihat
kondisi tersebut, isu strategisnya adalah “membangun komitmen yang tinggi dari stakeholder industri di daerah dalam membangun kompetensi inti yang dapat menghela perekonomian daerahnya”. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
2
Ketiga, Industri di daerah sebagian besar berskala kecil dan menengah (IKM), yang umumnya memiliki keterbatasan dalam permodalan, teknologi, sumber daya manusia (SDM), pasar dan manajemen sehingga masih berdaya saing rendah. Isu strategisnya adalah “membangun program pemberdayaan IKM agar memiliki daya saing yang lebih baik”. Keempat, Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari produktivitas yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional. Diperlukan model pengembangan industri yang berskala ekonomi tertentu dan tidak dibatasi oleh wilayah pemerintahan namun merupakan kolaborasi dan sinergi antar kabupatenkota dalam geografis tertentu yang mempunyai keunggulan sepanjang rantai pasokan suatu produk. Isu strategisnya adalah “mengembangkan model pengembangan sumber daya, infrastruktur, teknologi, tata kelola industri dan kebijakan sebagai stimulan agar daerah mau berpatisipasi dan berkolaborasi dalam rantai pasokan produk unggulan”. Berdasarkan kondisi, permasalahan dan isu strategis di atas, peningkatan daya saing industri di daerah mutlak diperlukan untuk kepentingan industri daerah yang nantinya berujung pada penguatan industri nasional. Upaya peningkatan ini merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, selain diperlukan perbaikan internal di masing-masing daerah, diperlukan juga kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dalam upaya mengatasi isu-isu strategis tersebut, maka Kementerian Perindustrian membentuk unit eselon 1 baru yaitu Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, yang menyelenggarakan fungsi antara lain perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang perwilayahan industri.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
3
Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri sebagai salah satu Unit Organisasi Kementerian Perindustrian perlu menyusun Rencana Strategis untuk 5 (lima) tahun ke depan sebagai pedoman dalam rangka melakukan fasilitasi, koordinasi dan memonitor pelaksanaan kebijakan pengembangan industri di daerah dan nasional agar implementasi pembangunan industri nasional dilakukan secara holistik, sinergi dan terintegrasi. B. POTENSI DAN PERMASALAHAN 1. Perkembangan Industri Daerah a. Perkembangan PDRB berdasarkan Wilayah Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2000-2009 menunjukkan ketimpangan nilai PDRB antara wilayah Jawa dan wilayah luar Jawa. Wilayah Jawa masih menjadi pusat kegiatan ekonomi utama dengan sumbangan/kontribusi PDRB ratarata per tahun sekitar dari 60 persen dan wilayah Sumatera lebih dari 22 persen, sementara sumbangan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya sekitar 17 persen.
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Gambar 1.1. Kontribusi PDRB Berdasarkan Wilayah Tahun 2000-2009 Selama tahun 2000 sampai tahun 2009, kontribusi PDRB terhadap PDB berdasarkan pulau tidak mengalami perubahan secara Renstra Ditjen PPI 2010-2014
4
signifikan. Hal ini berarti perkembangan perekonomian di daerah cenderung stabil atau relatif tidak ada pergeseran kontribusi antar pulau. Pada tahun 2000, Pulau Jawa berkontribusi sebesar 58,85 persen dan turun sedikit menjadi 58,58 persen pada tahun 2009. Pulau Sumatera pada tahun 2000 mempunyai 22,71 persen menjadi 22,90 persen di tahun 2009. Secara keseluruhan kontribusi PDRB di luar pulau Jawa hanya naik sekitar 1 persen selama 9 tahun terakhir.
58.58
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Gambar 1.2. Kontribusi PDRB Berdasarkan Pulau Tahun 2000 dan 2009
b. Kontribusi Sektor Industri berdasarkan Provinsi 1) Sumatera Tabel 1.1. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Sumatera Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000 2001
1 Aceh
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
4.92
3.76
2 Sumatera Utara
24.35
24.48
23.52 25.09 25.18 25.29 25.52 24.89 23.99 23.15
3 Sumatera Barat
14.06
13.70
13.16 12.59 12.25 11.38 11.42 12.01 12.12 12.09
5.19
10.82
14.36 16.93 18.46 18.12 17.50 16.81 15.80 17.40
5 Kep. Riau
45.19
50.47
51.15 49.48 46.63 46.32 47.36 46.70 45.43 46.20
6 Jambi
14.72
14.27
13.03 12.04 11.70 10.91 10.73 10.63 10.04 10.86
4 Riau
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
5.44
5.03
3.05
2.76
2.29
2.51
2.64 3.00
5
Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000 2001
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
7 Sumatera Selatan 12.10
13.20
13.80 13.39 12.84 11.40 11.87 12.46 11.88 12.74
8 Bangka Belitung
24.16
24.83
25.18 23.19 22.77 22.38 22.28 22.51 22.42 21.62
9 Bengkulu
3.99
4.07
10 Lampung
13.39
13.73
Total
15.49 17.40
4.10
4.00
4.02
3.96
4.00
3.96
4.31 4.32
13.43 12.64 12.48 12.86 12.51 13.65 13.29 14.07 18.08 18.64 18.57 18.07 17.83 17.78 17.11 17.79
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Kontribusi PDRB sektor industri terbesar untuk Pulau Sumatera pada tahun 2009 adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 46,20 persen. Kontribusi sektor industri di Kepulauan Riau tersebut didukung oleh sekitar 10 kawasan industri. Kontribusi terbesar kedua disumbang oleh Provinsi Sumatera Utara sebesar 23,15 persen, dan kemudian Provinsi Bangka Belitung sebesar 21,62 persen (Tabel 1.1). 2) Jawa Kontribusi PDRB sektor industri terbesar untuk Pulau Jawa pada tahun 2009 adalah Provinsi Banten sebesar 49,25 persen, diikuti Jawa Barat sebesar 37,76 persen, diikuti Jawa Timur 28,14 persen dan Jawa Tengah sebesar 20,06 persen (Tabel 1.2). Tabel 1.2. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Jawa Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
2001
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 DKI Jakarta
17.71
17.36
16.89 16.29 15.95 15.97 15.94 15.97 15.72 15.60
2 Jawa Barat
41.08
42.04
42.05 42.26 40.49 42.55 42.51 42.42 40.02 37.76
3 Banten
58.50
58.84
58.00 56.61 55.89 55.47 55.24 53.59 51.27 49.25
4 Jawa Tengah
25.80
24.37
23.23 23.48 23.45 20.39 19.08 20.34 20.04 20.06
5 DI Yogyakarta
16.07
15.34
15.47 15.65 15.18 14.16 13.86 13.60 13.29 13.35
6 Jawa Timur
30.16
29.41
29.07 29.30 29.46 29.94 29.21 28.75 28.47 28.14
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
6
Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
Total
2001
30.30 29.94
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
29.44 29.34 28.75 29.11 28.80 28.69 27.74 26.86
Sumber : BPS diolah Kemenperin
3) Kalimantan Tabel 1.3. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Kalimantan Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
1 Kalimantan Barat
2001
24.07
22.51
Kalimantan 2 Tengah
9.88
9.58
Kalimantan 3 Selatan
15.99
15.15
5.50
5.96
4 Kalimantan Timur Total
10.09
9.99
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
21.49 20.59 19.92 19.03 19.78 19.49 19.49 18.96
9.24
8.31
8.22
15.09 14.39 13.76 12.83 11.68 11.07 10.31
9.86
6.71
9.23
6.58
10.47 10.07
8.90
5.79 9.13
9.32
4.98 8.04
8.43
4.92 7.93
8.42
5.04 7.92
4.05 6.73
4.75 7.46
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Pada tahun 2009, Provinsi Kalimantan Barat memiliki kontribusi sektor industri terbesar di Pulau Kalimantan, yaitu 18,96 persen, kemudian Kalimantan Selatan sebesar 9,86 persen, dan kontribusi terendah dicapai oleh Provinsi Kalimantan Timur sebesar 4,75 persen. 4) Sulawesi Tabel 1.4. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Sulawesi Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
1 Sulawesi Utara
2001
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
8.23
8.23
8.56 9.09 9.08
8.44
8.76
8.57
8.08 8.07
12.39
10.39
8.69 7.97 8.31
7.18
5.90
5.55
4.92 4.88
3 Sulawesi Tengah
7.63
8.25
8.15 8.22 7.77
7.47
7.26
7.03
7.49 7.85
4 Sulawesi Selatan
13.55
13.90
2 Gorontalo
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
13.80 13.95 13.97 13.78 13.54 13.22 12.99 12.52
7
Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
5 Sulawesi Barat
2001
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
6.50
6.58
6.73 7.25 7.27
7.35
7.57
7.74
8.08 7.54
6 Sulawesi Tenggara 10.12
8.09
7.03 6.78 6.20
5.79
6.85
7.90
7.62 6.43
Total
10.99
10.97 10.77
10.93 10.82 10.43 10.46 10.32 10.16 9.84
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Berdasarkan tabel diatas, semua Provinsi di Pulau Sulawesi mempunyai kontribusi sektor industri terhadap PDRB dibawah 10 persen, kecuali Provinsi Sulawesi Selatan dengan kontribusi sebesar 12,52 persen. Sebagaimana diketahui bahwa hanya ada 1 (satu) kawasan industri yang beroperasi di Pulau Sulawesi, yaitu Kawasan Industri Makassar (KIMA) di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan di provinsi lainnya masih dalam tahap pembangunan kawasan industri. 5) Bali dan Nusa Tenggara Provinsi Bali mempunyai beragam industri kecil dan menengah, sehingga sampai tahun 2009 industri pengolahannya mampu berkontribusi sebesar 9,27 persen. Sementara itu, Provinsi NTB dan NTT hanya berkontribusi di bawah 5 persen, yaitu masing-masing 3,39 persen dan 1,55 persen. Tabel 1.5. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Bali dan Nusa Tenggara Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Bali
9.23
9.26
9.21
9.11
9.00
8.69
9.06
9.30
9.52 9.27
2 Nusa Tenggara Barat
4.11
3.65
3.76
3.96
3.45
3.38
3.32
3.23
3.62 3.39
3 Nusa Tenggara Timur
1.65
1.58
1.63
1.64
1.63
1.80
1.76
1.70
1.59 1.55
Total
5.96
5.76
5.90
5.92
5.59
5.49
5.65
5.69
6.03 5.80
Sumber : BPS diolah Kemenperin
6) Maluku Renstra Ditjen PPI 2010-2014
8
Tabel 1.6. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Kepulauan Maluku Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000
1
Maluku
2
Maluku Utara Total
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
5.41
5.00 4.70 4.63 4.59
4.50
4.47
4.72
4.71 4.76
15.75 15.63 15.38 15.09 14.14 13.75 13.77 13.40 12.09 13.02 9.59
9.19
8.65 8.51 8.12 7.84
7.79
7.81
7.52 8.06
Sumber : BPS diolah Kemenperin
7) Papua Tabel 1.7. Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Pulau Papua Share Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDRB No.
Provinsi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1
Papua
1.94 1.89 2.01 2.25 2.51 1.62 1.78 1.62 1.62 1.42
2
Papua Barat
7.72 8.09 8.33 8.14 7.69 7.16 7.26 7.17 6.59 6.53
Total
2.97
2.92
3.12 3.36 3.59
2.47
2.66
2.50
2.54 2.40
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
9
c. Pertumbuhan dan LQ (Location Quotient) berdasarkan Provinsi
II
I
IV
III
Sumber : BPS diolah Kemenperin Keterangan: Kuadran I: Jabar (12) dan Kep. Riau (5) Kuadran II: Riau (4), Sumsel (7), Bengkulu (9),Lampung (10), Jateng (14), bali (17), Sulut (22), Sulteng (24), Sulsel (25), Sulbar (26), Sultra (27), NTB (28), dan Papua Barat(33) Kuadran III: Sumut (2), Banten (13), dan Jatim (16) Kuadran IV: NAD (1), Sumbar(3), Jambi (6), Babel (8), DKI Jakarta (11), DIY (15), Kalbar (18), Kalteng (19), Kalsel (20), Kaltim (21), Gorontalo (23), NTT (29), Maluku (30), Malut (31), Papua (32)
Gambar 1.3. Posisi Provinsi pada Kuadran Pertumbuhan dan LQ Pada gambar di atas terlihat bahwa provinsi yang mempunyai pertumbuhan di atas rata-rata dan LQ di atas 1 hanya Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Kepulauan Riau (Kuadran I). Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengembangan industri berupa kawasan industri terkonsentrasi di kedua Provinsi tersebut. Di samping itu Provinsi Jawa Barat dan Kepulauan Riau merupakan provinsi yang mempunyai kontribusi sektor industri terhadap PDRB diatas 30 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor industri merupakan sektor basis pada Provinsi Jawa Barat dan Kepulauan Riau.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
10
Pada kuadran II, terdapat 13 Provinsi yang mempunyai pertumbuhan di atas rata-rata dan LQ kurang dari 1, yaitu: Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Papua Barat. Hal ini berarti sektor industri di 13 provinsi tersebut mempunyai kontribusi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi sektor industri secara nasional. Namun demikian ke 13 provinsi tersebut merupakan daerah potensial untuk pengembangan industri ke depan karena didukung oleh tingginya pertumbuhan sektor industri. Pada kuadran III, terdapat 3 Provinsi yang mempunyai pertumbuhan di bawah rata-rata dan LQ di atas 1, yaitu: Provinsi Sumut, Banten, dan Jatim. Pertumbuhan industri pada ketiga provinsi tersebut dibawah rata-rata 4,7 persen disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan sektor industri pada tahun 2008-2010 akibat terjadinya krisis keuangan global pada akhir tahun 2008. Walaupun pertumbuhan industri di Provinsi Sumut, Banten, dan Jatim di bawah rata-rata, sektor industri tetap menjadi sektor basis pada ketiga provinsi tersebut. Kuadran IV merupakan posisi Provinsi yang terbanyak yaitu 15 Provinsi. Kuadran ini mempunyai pertumbuhan di bawah rata-rata dan LQ kurang dari
1, yaitu:
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Provinsi Papua (32). Hal ini berarti sektor industri di 15 provinsi
tersebut
mempunyai
kontribusi
relatif
lebih
kecil
dibandingkan dengan kontribusi sektor industri secara nasional. Oleh karena itu, provinsi tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah
pusat
dalam
rangka
mendorong
peningkatan
pertumbuhan sektor industri. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
11
2. Potensi dalam Pengembangan Perwilayahan Industri Indonesia sebagai bangsa yang besar memiliki banyak potensi, antara lain: a. Kandungan sumber daya alam (SDA) yang terkandung di bumi dan di laut Indonesia cukup melimpah dan dapat dimanfaatkan secara optimal. Kekuatan ini tercermin dari ketersediaan lahan yang luas dan subur sehingga dapat menanam sepanjang tahun. Potensi sumber daya laut yang melimpah dan ketersediaan sumber daya mineral yang cukup besar; b. Jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan ke empat terbesar di dunia, sehingga dapat dijadikan sebagai modal bagi pertumbuhan industri berbasis tenaga kerja. Ketersediaan SDM yang besar juga berpeluang bagi tumbuhnya sektor industri berbasis iptek, dan apabila SDM dimaksud memiliki kualitas keterampilan teknis, keahlian professional maka SDM tersebut juga akan memiliki keunggulan yang kompetitif; c. Letak geografis Indonesia yang strategis di orbit geostasioner, sehingga menguntungkan bagi lintasan satelit komunikasi. Selain hal tersebut Indonesia diapit oleh dua samudra dan dua benua serta adanya selat Malaka yang sarat dengan pelayaran internasional; d. Sumber daya Daerah yang beragam dan memiliki keunikan pada daerah-daerah di Indonesia yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan tidak dapat ditiru oleh daerah lainnya, sehingga dimungkinkan dapat ditentukan sebagai kompetensi inti suatu daerah. 3. Permasalahan dalam Pengembangan Perwilayahan Industri Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perwilayahan industri di antaranya adalah : a. Masalah Internal Pengembangan Perwilayahan 1) Penyebaran industri masih terfokus di Pulau Jawa, sehingga terjadi kesenjangan dalam penyebaran industri;
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
12
2) Masih kurangnya industri pengolahan berbasis SDA yang tersedia menjadi bahan baku dan atau bahan setengah jadi dan bahan jadi; 3) Masih kurangnya pengembangan potensi daerah yang berdasarkan keunikan daerah untuk mendorong kemandirian daerah berbasis kompetensi inti industri daerah (KIID) dalam membangun daya saing; 4) Belum optimalnya kemampuan suatu daerah dalam rangka mengembangkan perekonomian melalui produk unggulan provinsi; 5) Masih terbatasnya kawasan industri di luar Pulau Jawa dan belum optimalnya pemanfaatan kawasan industri yang sudah ada. b. Masalah eksternal Pengembangan Perwilayahan 1) Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, jembatan, pelabuhan kereta api, listrik, pasokan gas, dan lainnya); 2) Masalah kepastian hukum; 3) Ketersediaan Lahan (masalah pembebasan lahan); 4) Koordinasi dan sinergitas antar Stakeholder belum optimal.
C. MAKSUD DAN TUJUAN (DASAR HUKUM) Rencana Strategis (RENSTRA) disusun untuk memenuhi amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Penentuan arah kebijakan Industri Nasional Jangka Panjang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 sebagaimana Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Fokus Pembangunan Industri
Nasional
ditentukan
dengan
memperhatikan
pemerataan,
persebaran dan pertumbuhan atau “pro job, pro poor dan pro growth”. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri memberikan arah kebijakan dan strategi pembangunan industri di daerah dengan melakukan perencanaan terpadu dan menyelaraskan Renstra Ditjen PPI 2010-2014
13
pelaksanaan program, serta pengendaliannya untuk kurun waktu 20102014, sehingga diharapkan mampu mendukung pencapaian tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri. 1. Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian No 105 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenperin, maka Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditjen PPI menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang pengembangan perwilayahan industri termasuk penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan propinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industry; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan perwilayahan industri 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan perwilayahan industri; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan perwilayahan industri; 5. Pelaksanaan administrasi Ditjen PPI. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi di atas, sesuai dengan Permenperin No. 105 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenperin, Ditjen PPI terdiri atas unit Eselon II sebagai berikut : a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I; c. Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah II; d. Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III. 2. Ruang Lingkup Rencana strategis Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri yang merupakan bagian dari perencanaan jangka panjang industri dan ekonomi yang bersifat rolling plan dengan ruang lingkupnya Renstra Ditjen PPI 2010-2014
14
mencakup: Visi, Misi, Analisis Perkembangan Strategis, Tujuan dan Sasaran, Kebijakan, Program, dan Kegiatan dalam rangka Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Daerah. Penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri memiliki ruang waktu dari tahun 2010-2014.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
15
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN DITJEN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI
A. VISI Dalam rangka mendukung visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) yaitu “Membawa Indonesia untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia pada tahun 2025” dan mendukung Visi Kementerian Perindustrian tahun 2014 yaitu “Memantapkan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan”, serta mempertimbangkan pentingnya sinergi keunggulan dan keunikan lokal yang tersebar di wilayah geografis Indonesia, maka Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri menetapkan visi sebagai berikut: “Terwujudnya industri berbasis sumber daya daerah yang berdaya saing global” Sesuai dengan visi tersebut, Direkorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri menjadi lembaga pengembangan bidang industri yang berbasis sumber daya daerah sehingga memiliki daya saing di tingkat global. Direktorat Jenderal ini juga menjadi fasilitator dalam perencanaan bersama untuk mewujudkan pembangunan industri yang koordinatif, kooperatif dan komprehensif.
B. MISI Dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mengemban misi sebagai berikut: 1. Mendorong
percepatan
pembangunan
industri
di
daerah
yang
berlandaskan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah; 2. Membangun kompetensi inti industri daerah untuk mewujudkan keunggulan kompetitif; Renstra Ditjen PPI 2010-2014
16
3. Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar Pulau Jawa melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri yaitu Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); 4. Mengoptimalkan pemanfaatan kawasan industri yang sudah ada.
C. PENDEKATAN Sesuai amanat Perpres 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional bahwa pembangunan industri di daerah dilakukan secara sinergi dan terintegrasi di seluruh wilayah, dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu : 1. Top-down Dalam pendekatan top down, pemerintah menetapkan Klaster Industri Prioritas dari hasil pemetaan yang berjumlah 35 industri prioritas. Ketiga puluh lima klaster industri prioritas tersebut dibagi menjadi enam kelompok yakni: a. Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur, b. Kelompok Klaster Industri Agro, c. Kelompok Klaster Industri Alat Angkut, d. Kelompok Klaster Industri Elektronika & Telematika, e. Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu, dan f. Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu. 2. Bottom up Dalam pendekatan bottom-up, Provinsi memilih dan menentukan industri unggulan
dan Kabupaten/Kota memilih dan menentukan
kompetensi inti industri yang akan dikembangkan untuk menciptakan industri berdaya saing tinggi di daerahnya. Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan sumber daya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk membangun daya saing dalam rangka mengembangkan perekonomian Provinsi dan Kabupaten/Kota menuju kemandirian. Karakteristiknya yakni merupakan produk unggulan di daerah atau yang memiliki potensi sebagai unggulan, memiliki keterkaitan yang kuat (baik keterkaitan horizontal maupun keterkaitan vertikal), produk memiliki keunikan Renstra Ditjen PPI 2010-2014
17
lokal, ditunjang oleh sumber daya manusia dengan keterampilan yang memadai. Kompetensi Inti yang dipilih harus memenuhi kriteria bernilai tambah tinggi, memiliki keunikan daerah, keterkaitan kuat dengan sumber daya yang dimiliki daerah, serta berpeluang menembus pasar internasional. Dengan kata lain, penentuan Kompetensi Inti suatu daerah harus memberikan dampak yang besar dalam merangsang pertumbuhan ekonomi daerah. D. KONDISI YANG DIHARAPKAN TAHUN 2020-2025 Sesuai dengan visi 2025, menjadikan Indonesia Negara Industri Tangguh di dunia, dan arah kebijakan 2005-2025 di atas, serta dengan asumsi bahwa pencapaian industri di tahun-tahun sebelumnya sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dirumuskan kondisi yang diharapkan untuk kurun waktu tahun 2020-2025 sebagai berikut: 1. Terolahnya potensi sumber daya daerah menjadi produk-produk olahan yang berdaya saing tinggi melalui pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah, Industri Unggulan Provinsi dan Pengembangan kawasan industri; 2. Menguatnya struktur industri di daerah; 3. Persebaran industri ke luar Pulau Jawa telah terwujud dengan baik, sehingga peran Pulau Jawa sebagai lokasi industri telah berkurang sampai di bawah 60 persen, sedangkan sisanya tersebar di luar Pulau Jawa; 4. Terjadi pergeseran pertumbuhan industri dari industri berbasis tenaga kerja dan industri berbasis sumber daya alam ke industri padat modal dan industri berbasis teknologi yang didukung oleh kemampuan teknologi dan R&D sebagai ujung tombak daya saing industri; 5. Terbangunnya Kawasan Industri Generasi Ke-3 yang berbasis pada sumberdaya industri daerah, didukung oleh infrastruktur terpadu, berwawasan lingkungan, inovatif dengan kegiatan penelitian dan pengembangan industri, dan dilengkapi dengan fasilitas pengembangan masyarakat seperti perumahan, institusi pendidikan, pusat perbelanjaan, dan lain-lain; Renstra Ditjen PPI 2010-2014
18
6. Terpusatnya kegiatan industri di area kawasan industri.
E.
KONDISI YANG DIHARAPKAN TAHUN 2010-2014 Kondisi yang diharapkan akan dicapai pada tahun 2014 sebagai berikut: 1. Terolahnya potensi sumber daya alam daerah menjadi produk-produk olahan yang bernilai tambah melalui pengembangan kompetensi inti industri daerah, industri unggulan provinsi dan pengembangan kawasan industri; 2. Tersebarnya industri ke luar Pulau Jawa sehingga peran Industri di Luar Pulau Jawa sebagai lokasi industri meningkat sampai di atas 35 persen. 3. Tumbuhnya industri-industri potensial yang mampu menciptakan lapangan kerja di daerah yang akan menjadi kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah; 4. Terpusatnya seluruh kegiatan industri di suatu kawasan khusus. Diharapkan dalam kurun waktu 2010-2014 telah terjadi pergeseran penyebaran industri ke luar Pulau Jawa. Share Pulau Jawa terhadap PDB sektor industri nonmigas diharapkan menurun dari angka tahun 2009 sebesar 74,48 persen menjadi 70,42 persen pada tahun 2014. Penurunan share ini diharapkan akan berlanjut terus sehingga mencapai 59,42 persen pada tahun 2025. Sebaliknya, peran industri di luar Pulau Jawa diharapkan mengalami peningkatan. Peran Sumatera secara keseluruhan diharapkan meningkat dari 19,10 persen pada tahun 2009 menjadi 22,27 persen pada tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi 29,86 persen pada tahun 2025. Pulau Sulawesi yang kontribusinya hanya 2,08 persen pada tahun 2009 diharapkan akan mengalami peningkatan menjadi 2,70 persen pada tahun 2014 dan 4,57 persen pada tahun 2025. Peran Maluku dan Papua yang pada tahun 2009 hanya sebesar 0,33 persen diharapkan akan meningkat menjadi 0,52 persen pada tahun 2014 dan 1,18 persen pada tahun 2025. Kalimantan yang pada tahun 2009
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
19
memberikan share sebesar 3,25 persen, diharapkan akan meningkat kontribusinya menjadi 3,27 persen pada tahun 2014 dan 3,71 persen pada tahun 2025. Terakhir, Bali dan Nusa Tenggara yang pada tahun 2009 memberikan share sebesar 0,76 persen, diharapkan akan meningkat menjadi 0,84 persen pada tahun 2014, dan 1,28 persen pada tahun 2025. Tabel 2.1 Sasaran Kuantitatif Peran PDRB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas di Daerah terhadap PDB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas
NO
WILAYAH
2010
2011
2012
2013
2014
2025
70.42
59.42
0.56
0.57
0.68
19.96 20.20 20.89 21.58
22.27
29.86
1
Jawa
73.65 73.42 72.42 71.42
2
Bali
3
Sumatera
4
Kalimantan
3.16
3.15
3.19
3.23
3.27
3.71
5
Nusa Tenggara
0.19
0.18
0.21
0.24
0.27
0.60
6
Sulawesi
2.15
2.19
2.36
2.53
2.70
4.57
7
Maluku
0.10
0.10
0.12
0.14
0.16
0.38
8
Papua
0.23
0.24
0.28
0.32
0.36
0.80
100
100
100
100
0.56
Total
0.54
0.55
100
100
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Tabel 2.2 Sasaran Kuantitatif Peran PDB Sektor Industri Pengolahan Nonmigas terhadap PDB Nasional
NO
WILAYAH
1
Jawa
2
Luar Jawa Total
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
2010
2012
2013
2014
2025
15.18 14.93 18.50
18.45
15.98
14.29
6.01
8.69
15.71
20.61 20.33 25.00 24.46
24.67
30.00
5.43
2011
5.40
6.50
20
F.
TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan visi dan misi yang telah diuraikan di atas adalah : 1. Menciptakan dan memperkuat industri di daerah yang memiliki keunggulan komparatif; 2. Menciptakan industri di daerah yang memiliki keunggulan kompetitif berdasarkan Kompetensi Inti Industri Daerah; 3. Mewujudkan pemerataan industri ke seluruh daerah; 4. Menciptakan pusat-pusat pertumbuhan industri baru untuk mendorong pembangunan industri di daerah; 5. Menciptakan
organisasi
yang
profesional
dan
akuntabel
dalam
mendukung pengembangan perwilayahan industri. G. SASARAN Sesuai tujuan yang telah ditetapkan, maka sasaran yang akan dicapai adalah : 1. Meningkatnya peranan sektor industri terhadap PDRB; 2. Berkembangnya industri berbasis sumber daya lokal yang memiliki keunggulan bersaing; 3. Tersebarnya pembangunan industri; 4. Meningkatnya pengembangan industri daerah melalui koordinasi antar stakeholder; 5. Meningkatnya pengembangan industri di daerah melalui promosi investasi dan pemasaran KI, KEK, KIID, dan IUP; 6. Berkembang dan meratanya industri di daerah melalui pembentukan dan pengoperasian pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah; 7. Meningkatnya kualitas perencanaan pengembangan industri di daerah melalui penetapan peta panduan pengembangan industri di daerah; 8. Membangun dan mengembangkan kemampuan SDM aparatur yang kompeten, serta sistem informasi yang terintegrasi dan handal dalam rangka membangun organisasi yang profesional dan akuntabel.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
21
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025, visi Indonesia adalah menjadi negara mandiri, maju, adil dan makmur. Visi pembangunan ini menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan industri nasional. Visi jangka panjang tersebut bermaksud membawa Indonesia menjadi negara industri yang tangguh pada tahun 2025, dengan ciri-ciri: 1. Industri kelas dunia; 2. PDB Sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan di Luar Jawa; 3. Teknologi telah menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI Sesuai dengan visi, misi dan sasaran yang telah ditetapkan, maka disusun strategi pokok dan strategi fungsional yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Strategi Pokok a. Peningkatan daya saing daerah melalui pengembangan Industri
Unggulan Provinsi dan Kompetensi Inti Industri Daerah; b. Peningkatan kerjasama dan kolaborasi antar wilayah, antar instansi
terkait, dan antara pemerintah dengan dunia usaha dan akademisi; c. Peningkatan fasilitasi infrastruktur industri untuk peningkatan daya
tarik investasi. 2. Strategi Fungsional Strategi fungsional dapat diuraikan sebagai berikut: a. Strategi Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota Kebijakan dalam pembangunan industri di daerah diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui pemanfaatan sumber Renstra Ditjen PPI 2010-2014
22
daya yang dimiliki daerah dan direncanakan secara sinergi antara Pusat-Daerah dan antar daerah secara sistematik dan komprehensif. Kegiatan sektor industri di daerah merupakan hal yang penting dan strategi sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat lokal yang pada gilirannya menjadi stimulan untuk mensejahterakan masyarakat di daerah. Berdasarkan arah pembangunan industri di daerah dan permasalahan yang dihadapi maka pengembangan kompetensi inti industri di daerah ditetapkan sebagai berikut : 1) Memanfaatkan sumber daya termasuk sumber daya alam yang dimiliki daerah secara optimal; 2) Menyebarkan industri ke berbagai daerah; 3) Melakukan kerjasama antara Pusat-Daerah dan antar daerah agar terbangun kerjasama yang harmonis baik antara daerah
yang
memiliki keunggulan yang sama maupun berbeda; 4) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi baik dengan sektoral maupun sektor ekonomi lain yang menunjang terbangunnya kompetensi inti industri daerah; 5) Membangun keunikan yang dimiliki daerah yang daerah lain tidak memilikinya; Sedangkan strategi yang dijalankan dalam pengembangan kompetensi inti industri daerah meliputi: 1) Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai untuk komoditi unggulan daerah; 2) Menyusun perencanaan secara komprehensif dan sistematik pengembangan industri di daerah; 3) Membangun jejaring dengan seluruh pemangku kepentingan dan untuk meningkatkan produktivitas dan efektifitas pengembangan industri; 4) Menerapkan konsep Public-Private Partnership dalam membangun kompetensi inti industri di daerah; Renstra Ditjen PPI 2010-2014
23
5) Merancang kelembagaan dalam menunjang kompetensi inti industri daerah termasuk membangun kebutuhan investasi dan iklim usaha yang kondusif. b. Strategi Pengembangan Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kawasan Ekonomi Khusus dikembangkan untuk mempercepat pencapaian pembangunan dan penyebaran industri di daerah yang diperlukan guna terciptanya pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pengembangan industri di daerah dilakukan sebagai model terobosan pengembangan kawasan guna menumbuhkan industri di daerah sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Pengembangan KEK, termasuk Kawasan industri, bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan, meningkatkan daya saing industri dan investasi, memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur sehingga mampu menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Strategi Dalam rangka mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan strategi yang sistematik dan terukur. Strategi tersebut meliputi: 1) Mengembangkan Kawasan Industri dan akan diprioritaskan pada daerah/lokasi yang merupakan prioritas pembangunan nasional berbasis klaster industri; 2) Memfasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri ke daerah yang memiliki kompetensi inti industri daerah dan memiliki keunggulan komparatif;
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
24
3) Melakukan
koordinasi
dan
fasilitasi
kerjasama
dalam
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri dengan intansi pemerintah pusat terkait, pemerintah daerah dan pihak swasta. c. Strategi Pengembangan infrastruktur industri Infrastruktur industri merupakan fasilitas utama yang diperlukan dalam upaya menarik para calon investor, dimana kerjasama dan komunikasi yang efektif dengan dunia usaha perlu diperkuat. Saat ini, kecenderungan permintaan fasilitasi pemerintah bagi dunia usaha tidak lagi pada insentif fiskal namun lebih pada insentif non fiskal, yaitu fasilitasi penyediaan infrastruktur industri yang memadai. Berdasarkan penilaian World Bank tentang kondisi infrastruktur di Indonesia pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke 76 dari 142 negara yang dinilai. Adapun komponen penilaian infrastrukur dimaksud antara lain : jalan, pelabuhan udara dan laut, pergudangan dan fasilitas bongkar muat, fasilitas telekomunikasi dan teknologi informasi serta power plant (ketenagalistrikan), reservoar air. Strategi Berdasarkan kondisi tersebut, pengembangan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri dilakukan dengan strategi antara lain: 1) Dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri , Pemerintah
dapat
melakukan
investasi
pembangunan sarana infrastruktur
di
langsung
pada
Kawasan Ekonomi
Khusus/Kawasan Industri yang dimiliki oleh Pemerintah/BUMN; 2) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur di Kawasan Industri yang dimiliki oleh pihak swasta; 3) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi lainnya dalam membangun
infrastruktur
pendukung
untuk
pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
25
Strategi yang telah disusun harus dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan sehingga mampu direalisasikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kegiatan yang direncanakan dalam fasilitasi pengembangan Infrastruktur di dalam kawasan industri meliputi: 1) Penyusunan dokumen perencanaan (Soft Utility) berupa Master Plan, Detail Engineering Design (DED), Bussiness Plan, studi kelayakan ekonomi dan finansial; 2) Pembangunan Gedung pelatihan/Workshop, Pusat Inovasi Industri, Sekolah Menengah Kejuruan dan lain-lain; 3) Fasilitasi Pembangunan infrastruktur di kawasan industri termasuk tahap persiapan seperti jalan, IPAL dan lain-lain. d. Strategi Pengembangan kerjasama industri unggulan provinsi Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek pengganda akan didorong untuk menjadi industri unggulan provinsi, yang merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam rangka memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah. Industri unggulan provinsi adalah industri berbasis kompetensi inti dalam skala provinsi yang memiliki keunggulan komparatif ataupun kompetitif. Strategi 1) Pemilihan industri unggulan berdasarkan kompetensi inti industri daerah
yang
cukup
dominan
dan
terdapat
di
beberapa
kabupatan/kota 2) Melakukan
kerjasama
antar
kabupaten/kota
dengan
tiga
pendekatan dari sisi kesamaan produk, kedekatan wilayah dan produk yang sama dalam Value Chain.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
26
Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran industri 2010-2014, telah disusun peta strategi Ditjen PPI yang mengacu pada visi Ditjen PPI 2010-2014 sebagai berikut :
Gambar 3.1. Peta Strategi Ditjen PPI Dalam rangka mencapai visi dan melaksanakan misi Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, maka sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terbagi dalam tiga perspektif yaitu stakeholder, tupoksi, dan kelembagaan sebagai berikut : 1. Sasaran Strategis Perspektif Stakeholder : a. Meningkatnya peranan sektor industri terhadap PDRB; b. Berkembangnya industri berbasis sumber daya lokal yang memiliki keunggulan bersaing; c. Tersebarnya pembangunan industri. 2. Sasaran Strategis Perspektif Tupoksi : a. Mengkoordinasikan pengembangan jejaring kerja (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten / kota, dunia usaha); b. Memfasilitasi promosi, investasi dan pemasaran KIID, IUP, KI dan KEK;
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
27
c. Memfasilitasi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah; d. Menetapkan peta panduan pengembangan industri. 3. Sasaran Strategis Perspektif Kelembagaan : a. Membangun kemampuan SDM yang kompeten; b. Membangun organisasi yang profesional dan pro bisnis; c. Membangun sistem informasi industri yang terintegrasi dan handal; d. Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan; e. Meningkatkan sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional.
Masing-masing sasaran tersebut di atas dijabarkan melalui indikator kinerja yang meliputi target pencapaian dan kebijakan yang diambil. Sasaran didukung oleh program dan kegiatan yang masing-masing juga memiliki indikator kinerja serta target pencapaiannya. Indikator kinerja dari sasaran strategis di atas antara lain : 1. Sasaran Strategis Perspektif Stakeholder : a. Meningkatnya peranan sektor industri terhadap PDRB mempunyai indikator kinerja : 1) Rata-rata persentase kontribusi sektor industri di Pulau Jawa terhadap PDB Nasional, dengan target sasaran sebesar 18,50 %; 2) Rata-rata persentase kontribusi sektor industri di Luar Pulau Jawa terhadap PDB Nasional, dengan target sasaran sebesar 6,50 %. b. Berkembangnya industri berbasis sumber daya lokal yang memiliki keunggulan bersaing, mempunyai indikator kinerja pertumbuhan nilai tambah industri yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri tentang roadmap KIID, dengan target sasaran sebesar 5 %. c. Tersebarnya pembangunan industri, mempunyai indikator kinerja : 1) Komposisi nilai tambah sektor industri di Pulau Jawa, dengan target sasaran sebesar 72,42%; 2) Komposisi nilai tambah sektor industri di Luar Pulau Jawa, dengan target sasaran sebesar 27,58 %. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
28
2. Sasaran Strategis Perspektif Tupoksi : a. Mengkoordinasikan pengembangan jejaring kerja (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten / kota, dunia usaha), mempunyai indikator kinerja jumlah rapat koordinasi, dengan target sasaran sebanyak 3 kali; b. Memfasilitasi promosi, investasi dan pemasaran KIID, IUP, KI dan KEK, mempunyai indikator kinerja jumlah promosi yang dilaksanakan, dengan target sasaran sebanyak 6 kali; c. Memfasilitasi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah, mempunyai indikator kinerja : 1) Jumlah Kawasan Industri (KI) yang terfasilitasi, dengan target sasaran sebanyak 11 KI; 2) Jumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terfasilitasi, dengan target sasaran sebanyak 6 KEK. d. Menetapkan peta panduan pengembangan industri, mempunyai indikator kinerja jumlah roadmap KIID yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri, dengan target sasaran sebanyak 38 KIID. 3. Sasaran Strategis Perspektif Kelembagaan : a. Membangun kemampuan SDM yang kompeten, mempunyai indikator kinerja : 1) Jumlah SDM yang mengikuti diklat teknis, dengan target sasaran sebanyak 26 orang; 2) Jumlah diklat yang diselenggarakan, dengan target sasaran sebanyak 4 diklat. b. Membangun organisasi yang profesional dan pro bisnis, mempunyai indikator kinerja jumlah SOP yang diterbitkan, dengan target sasaran sebanyak 4 SOP. c. Membangun sistem informasi industri yang terintegrasi dan handal, mempunyai indikator kinerja : 1) Jumlah database industri provinsi, dengan target sasaran sebanyak 33 provinsi;
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
29
2) Jumlah database industri kabupaten / kota, dengan target sasaran sebanyak 497 kabupaten / kota; 3) Jumlah database industri Kawasan Industri / Kawasan Ekonomi Khusus, dengan target sasaran sebanyak 1 paket. d. Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan, mempunyai indikator kinerja : 1) Jumlah revisi DIPA, dengan target sasaran sebanyak 3 kali; 2) Persentase kegiatan yang terlaksana, dengan target sasaran sebesar 100 %; 3) Persentase ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan, dengan target sasaran sebesar 80%; 4) Persentase laporan tepat waktu, dengan target sasaran sebesar 100 %. e. Meningkatkan sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional, mempunyai indikator kinerja : 1) Persentase penyerapan anggaran, target sasarannya sebesar 95,43 %; 2) Kesesuaian pengeluaran dana dengan rencana penyerapan anggaran, dengan target sasaran sebesar 80 %; 3) Jumlah daftar inventaris BMN, dengan target sasaran sebanyak 37 daftar.
Dalam rangka merealisasikan visi, misi, dan sasaran strategis seperti diuraikan di atas, diperlukan sumber daya manusia, ketatalaksanaan, kelembagaan, dan struktur organisasi yang tepat dan efisien. Organisasi Kementerian Perindustrian yang ada selama lebih dari 30 tahun terakhir relatif tidak berubah sehingga diperkirakan sulit untuk mewujudkan pencapaian sasaran tersebut di atas. Oleh karenanya, telah dilakukan kaji ulang terhadap organisasi yang ada dan disesuaikan dengan pelaksanaan kebijakan industri nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008) dan dinamika lingkungan strategis. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Renstra Ditjen PPI 2010-2014
30
Kementerian Negara, Kementerian Perindustrian membentuk unit eselon 1 baru yaitu Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, yang menyelenggarakan fungsi antara lain perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang perwilayahan industri. Adapun struktur organisasi Ditjen PPI adalah sebagai berikut:
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
31
DIREKTORAT JENDERAL PPI
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
DIREKTORAT PFI WILAYAH I
BAGIAN PROGRAM DAN EVALAP
SUBBAGIAN PROGRAM
SUBBAGIAN EVALAP
BAGIAN HUKUM DAN KERJA SAMA
SUBBAGIAN HUKUM SUBBAGIAN KERJA SAMA
BAGIAN KEUANGAN
SUBBAGIAN PERBENDAHARA AN DAN PENGELOLAAN GAJI
SUBBAGIAN AKUNTANSI, VERIFIKASI, DAN PENGELOLAAN BMN
DIREKTORAT PFI WILAYAH III
SUBBAGIAN TATA USAHA DAN MANJEMEN KINERJA
SUBBAGIAN TATA USAHA DAN MANJEMEN KINERJA
SUBBAGIAN TATA USAHA DAN MANJEMEN KINERJA
SUBDIT INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI (IUP)
SUBDIT INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI (IUP)
SUBDIT INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI (IUP)
SEKSI ANALISIS INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SEKSI ANALISIS INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SEKSI ANALISIS INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI
SUBDIT KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SUBDIT KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SUBDIT KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI ANALISIS KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI ANALISIS KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI ANALISIS KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SEKSI MONITORING DAN EVALUASI KOMPETENSI INTI INDUSTRI KABUPATEN/KOTA
SUBDIT KAWASAN INDUSTRI
BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM
DIREKTORAT PFI WILAYAH II
SUBDIT KAWASAN INDUSTRI
SUBDIT KAWASAN INDUSTRI
SUBBAGIAN KEPEGAWAIAN DAN MANAJEMEN KINERJA
SEKSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
SEKSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
SEKSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
SUBBAGIAN RUMAH TANGGA DAN UMUM
SEKSI FASILITASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI
SEKSI FASILITASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI
SEKSI FASILITASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI
Gambar 3.2. Struktur Organisasi Ditjen PPI Renstra Ditjen PPI 2010-2014
32
Program Ditjen PPI adalah Program Pengembangan Perwilayahan Industri yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan public-private partnership dan pengembangan kawasan industri serta mempersiapkan peta panduan industri unggulan provinsi dan kompetensi inti industri kabupaten/kota. Di samping hal dimaksud, program ini juga bertujuan untuk menangani segala permasalahan aktual dalam pengembangan public-private partnership (PPP), pengembangan industri unggulan provinsi, dan pengembangan
kompetensi
inti
industri
kabupaten/kota
serta
pengembangan kawasan industri. Keberhasilan program ini diukur melalui tiga kinerja utama (IKU) sebagai berikut: 1. Meningkatnya peranan sektor industri terhadap PDRB; 2. Berkembangnya industri berbasis sumber daya lokal yang memiliki keunggulan bersaing; 3. Tersebarnya pembangunan industri. Pelaksanaan program ini difokuskan melalui 4 kegiatan berikut: Kegiatan 1, Pengembangan Fasilitas Industri Wilayah I, dengan indikator pencapaian: 1. Tersusunnya dokumen fasilitasi pengembangan KEK Wilayah I; 2. Tersusunnya dokumen fasilitasi promosi kawasan industri di wilayah I; 3. Tersusunnya laporan pengembangan kompetensi inti industri daerah wilayah I; 4. Tersusunnya laporan pengembangan industri unggulan provinsi wilayah I; 5. Tersusunnya laporan rencana strategis pengembangan kawasan industri; 6. Tersusunnya laporan koordinasi penanganan kawasan industri di wilayah I; 7. Tersusunnya laporan kajian pengelolaan pusat inovasi; 8. Tersusunnya
rekomendasi
penetapan
roadmap
pengembangan
kompetensi inti kabupaten/kota melalui SK Menperin; 9. Tersusunnya rekomendasi penyusunan master plan pengembangan kawasan industri; 10. Terselenggaranya layanan manajemen dan administrasi. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
33
Dalam upaya mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1. Fasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Wilayah I; 2. Peningkatan kualitas laporan kegiatan / koordinasi / monev / pembinaan pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah I; 3. Peningkatan kualitas rekomendasi bahan penyusunan kebijakan penggunaan sumber daya industri wilayah I; 4. Peningkatan
kualitas
layanan
manajemen
kinerja
direktorat
pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah I; 5. Fasilitasi pembangunan gedung/bangunan pusat inovasi Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei.
Kegiatan 2, Pengembangan Fasilitas Industri Wilayah II, dengan indikator pencapaian: 1. Tersusunnya dokumen fasilitasi pengembangan KEK wilayah II; 2. Tersusunnya laporan fasilitasi pengembangan Industri Unggulan Provinsi di Wilayah II; 3. Tersusunnya laporan koordinasi pengembangan industri di wilayah Jawa dan Bali; 4. Terfasilitasinya pengembangan kompetensi inti industri daerah; 5. Terselenggaranya layanan manajemen kinerja. Dalam upaya mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1. Fasilitasi perencanaan/fasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri di wilayah II; 2. Peningkatan kualitas laporan kegiatan / koordinasi / monev / pembinaan pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah II; 3. Peningkatan
kualitas
rekomendasi
bahan
penyusunan
kebijakan
penggunaan sumber daya industri wilayah II; 4. Peningkatan
kualitas
layanan
manajemen
kinerja
direktorat
pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah II. Renstra Ditjen PPI 2010-2014
34
Kegiatan 3, Pengembangan Fasilitas Industri Wilayah III, dengan indikator pencapaian : 1. Tersusunnya dokumen fasilitasi pengembangan KEK wilayah III; 2. Tersusunnya dokumen fasilitasi promosi kawasan industri di daerah wilayah III; 3. Tersusunnya laporan pengembangan kompetensi inti industri daerah wilayah III; 4. Tersusunnya laporan koordinasi penanganan kawasan industri di daerah wilayah III; 5. Tersusunnya laporan kegiatan sekretariat tim nasional kawasan industri; 6. Tersusunnya
rekomendasi
penetapan
roadmap
pengembangan
kompetensi inti kabupaten/kota dan industri unggulan provinsi melalui SK Menperin; 7. Tersusunnya laporan implementasi roadmap pengembangan industri unggulan provinsi; 8. Terselenggaranya layanan manajemen dan administrasi; 9. Terbangunnya gedung/bangunan pusat inovasi industri di wilayah III. Dalam upaya mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1. Fasilitasi perencanaan/fasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Wilayah III; 2. Peningkatan kualitas laporan kegiatan / koordinasi / monev / pembinaan pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah III; 3. Peningkatan
kualitas
rekomendasi
bahan
penyusunan
kebijakan
penggunaan sumber daya industri wilayah III; 4. Peningkatan
kualitas
layanan
manajemen
kinerja
direktorat
pengembangan fasilitasi keindustrian wilayah III; 5. Fasilitasi pembangunan gedung/bangunan pusat inovasi industri di wilayah III.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
35
Kegiatan
4,
Penyusunan
dan
Evaluasi
Program
Pengembangan
Perwilayahan Industri, dengan indikator pencapaian: 1. Tersedianya
dokumen
perencanaan
serta
laporan
kegiatan/koordinasi/pembinaan dan tindak lanjut/monev program pengembangan perwilayahan industri; 2. Tersedianya laporan keuangan dan BMN; 3. Tersusunnnya laporan koordinasi dan dukungan kebijakan teknis pengembangan perwilayahan industri; 4. Terselenggaranya operasional dan pemeliharaan perkantoran, serta pembayaran gaji dan tunjangan pegawai; 5. Tersedianya kendaraan bermotor roda 2 dan 4; 6. Tersedianya peralatan dan fasilitas perkantoran.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
36
BAB IV PENUTUP
Rencana Strategis (RENSTRA) Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (Ditjen PPI) tahun 2010-2014 disusun dengan mengacu kepada RPJMN dan RENSTRA Kemenperin 2010-2014. RENSTRA ini merupakan upaya untuk mewujudkan visi dan misi Ditjen PPI
serta
menjadi
acuan
dalam
penyusunan
program/kegiatan
pengembangan industri daerah. Beberapa prakondisi yang merupakan syarat mutlak dan vital untuk suksesnya pelaksanaan program dalam RENSTRA ini adalah perlunya perubahan paradigma dalam pengelolaan otonomi daerah. Perubahan paradigma ini menuju pada harmonisasi antara kebijakan dengan sectoral based & regional based sehingga kebijakan yang diberlakukan fokus pada peningkatan pertumbuhan nilai tambah sumber daya alam yang dimiliki daerah melalui proses pembelajaran pengembangan kompetensi inti industri daerah. Selanjutnya kondisi yang perlu untuk dapat mempercepat tercapainya visi dan memperlancar misi Ditjen PPI adalah adanya kerangka kerja regulasi yang
komprehensif
dan
konsisten
sampai
pada
implementasinya,
penyediaan infrastruktur industri yang memadai dan adanya peningkatan kompetensi SDM daerah untuk mengatasi keilmuan dan teknologi yang selaras dengan tuntutan kebutuhan pengembangan industri di daerah. RENSTRA ini bersifat dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis. Keberhasilan pelaksanaan RENSTRA Ditjen PPI memerlukan prasyarat: (1) Konsistensi aktivitas program/kegiatan dengan RENSTRA; (2) Koordinasi yang lebih intensif antara birokrat, akademisi, dan industri; (3) Kolaborasi yang lebih sinergis antara Pusat dan Daerah; dan (4) Dukungan SDM yang kompeten dan berintegritas.
Renstra Ditjen PPI 2010-2014
37