Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
K ATA P E N G A N TA R Memenuhi Surat Perintah Kerja dari Satuan Kerja Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Depok Pemerintah Kota Depok, maka dengan ini kami PT.
Santika
Kusuma
Agung
menyelesaikan
laporan
Akhir
pekerjaan:
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4). Laporan Akhir ini terdiri dari 7 (tujuh) bab pembahasan yang memuat mulai dari kondisi secara umum kota Depok, kemudian kondisi pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Kota Depok sampai dengan saat ini, selanjutnya kami akan menyajikan hasil dari evaluasi dan analis baik dari data primer maupun sekunder. Inti dari laporan ini terletak pada bab 7 yang berisikan Rencana Induk Sistem (RIS) Pengelolaan Sampah Kota Depok. Besar harapan kami produk ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Depok
dalam
mengembangkan
dan
meningkatkan
pelayanan
kepada
masyarakat terutama dalam hal pengelolaan sampah. Manyadari bahwa penulisan buku ini masih jauh dari sempurna maka kami sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran, sehingga dapat dijadikan sebagai masukan kami dalam menyusun Laporan untuk dimasa yang akan datang. Atas segala perhatian dan kerjasama diucapkan terima kasih
Depok, Desember 2008 Pt. Santika Kusuma Agung
i
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
DA F TA R I S I 1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang _______________________________________________ 1-1
1.2.
Maksud, Tujuan Dan Sasaran ___________________________________ 1-2
1.3.
Sistematika Penulisan _________________________________________ 1-4
2. METODOLOGI PENDEKATAN DAN PROGRAM KERJA 2.1.
Pendekatan Studi _____________________________________________ 2-1
2.2.
Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan _______________________ 2-1
2.3.
Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah _______________________ 2-2
2.4.
Pendekatan Penanganan Pekerjaan _____________________________ 2-3 2.4.1 Persoalan Pengelolaan Persampahan ________________________ 2-3 2.4.2 Paradigma Baru Pemerintah Indonesia ______________________ 2-4 2.4.3 paradigma baru pengelolaan sampah _______________________ 2-5
2.5.
Pendekatan Kebijakan ________________________________________ 2-5
2.6.
Pendekatan Kelembagaan _____________________________________ 2-6
2.7.
Pendekatan Teknis ___________________________________________ 2-7
2.8.
Pengelolaan Persampahan _____________________________________ 2-9 2.8.1 Kegiatan Operasional _____________________________________ 2-9 2.8.2 Pola Teknis Operasional __________________________________ 2-15 2.8.3 Peralatan Operasional Persampahan _______________________ 2-24
2.9.
Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan __________ 2-26 2.9.1 Umum _________________________________________________ 2-26 2.9.2 Pewadahan _____________________________________________ 2-26
2.10. Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan ______________________ 2-26 2.10.1 Umum _________________________________________________ 2-26 2.10.2 Pembuangan Akhir _______________________________________ 2-27 2.11. Survey Dan Analisa Kualitas Lingkungan __________________________ 2-29 2.11.1 Kualitas Udara dan Kebisingan _____________________________ 2-29
ii
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
2.11.2 Kualitas Air (Air Tanah, Air Buangan dan Air Permukaan) _______ 2-30 2.11.3 Survey Komposisi Sampah _________________________________ 2-33
3. GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK 3.1.
Daerah Perencanaan __________________________________________ 3-1
3.2.
Aspek Fisik Kota _____________________________________________ 3-2 3.2.1 Geografi _______________________________________________ 3-2 3.2.2 Geologi ________________________________________________ 3-2 3.2.3 Topografi _______________________________________________ 3-4 3.2.4 Klimatogi _______________________________________________ 3-4 3.2.5 Hidrogologi _____________________________________________ 3-5
3.3.
Aspek Sosial Ekonomi _________________________________________ 3-8 3.3.1 Demografi ______________________________________________ 3-8 3.3.2 Mata Pencaharian ________________________________________ 3-11 3.3.3 Pola Penggunaan Lahan dan Status Lahan ____________________ 3-13 3.3.4 Pendapatan Regional _____________________________________ 3-16
3.4.
Sarana Dan Prasarana Kota _____________________________________ 3-19 3.4.1 Sarana Pendidikan _______________________________________ 3-19 3.4.2 Sarana Kesehatan ________________________________________ 3-21 3.4.3 Perdagangan dan Jasa ____________________________________ 3-22 3.4.4 Sarana Permukiman ______________________________________ 3-24 3.4.5 Sarana Peribadatan ______________________________________ 3-24 3.4.6 Prasarana Air Minum _____________________________________ 3-25 3.4.7 Prasarana Irigasi _________________________________________ 3-26 3.4.8 Prasarana Listrik_________________________________________ 3-26 3.4.9 Sarana Telekomunikasi ___________________________________ 3-27 3.4.10 Prasarana Jalan _________________________________________ 3-27 3.4.11 Sarana Transportasi ______________________________________ 3-27
3.5.
Rencana Kota ________________________________________________ 3-28 3.5.1 Strategi Pengembangan Sarana Dan Prasarana ________________ 3-28 3.5.2 Program-Program Pengembangan Sarana Dan Prasarana _______ 3-31 3.5.3 Rencana Pemanfaatan Ruang ______________________________ 3-35 3.5.4 Sistem Pusat Pelayanan ___________________________________ 3-37
iii
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
4. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI 4.1.
Umum ______________________________________________________ 4-1
4.2.
Aspek Organisasi Dan Manajemen _______________________________ 4-2 4.2.1 Bentuk Institusi dan Struktur Organisasi _____________________ 4-2 4.2.2 Personalia ______________________________________________ 4-18
4.3.
Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan _____________________ 4-20 4.3.1 Produksi Sampah ________________________________________ 4-20 4.3.2 Kondisi Persampahan _____________________________________ 4-20 4.3.3 Pengangkutan ___________________________________________ 4-21 4.3.4 Pewadahan _____________________________________________ 4-22 4.3.5 Karakteristik Sampah _____________________________________ 4-23
4.4.
Pengelolaan Akhir Sampah _____________________________________ 4-25
4.5.
Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu / Unit Pengelolaan Sampah (UPS) _________________________________ 4-27 4.5.1 Pendekatan skala TPA ____________________________________ 4-30 4.5.2 Pendekatan skala rumah tangga ____________________________ 4-30 4.5.3 Pendekatan skala kawasan ________________________________ 4-30
4.6.
Pembiayaan _________________________________________________ 4-34
5. KRITERIA PERENCANAAN DAN Evaluasi Dampak TPA 5.1.
Pengertian TPA ______________________________________________ 5-1
5.2.
Metode Pembuangan Sampah ___________________________________ 5-1 5.2.1 Open Dumping __________________________________________ 5-2 5.2.2 Controll landfill _________________________________________ 5-2 5.2.3 Sanitary landfill _________________________________________ 5-3
5.3.
Persyaratan Lokasi TPA ________________________________________ 5-3
5.4.
Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA __________________________________ 5-3 5.4.1 Prasarana Jalan _________________________________________ 5-4 5.4.2 Prasarana Drainase_______________________________________ 5-6 5.4.3 Fasilitas Penerimaan _____________________________________ 5-7 5.4.4 Lapisan Kedap Air ________________________________________ 5-7 5.4.5 Lapisan Tanah Penutup ___________________________________ 5-7 5.4.6 Fasilitas Penanganan Gas _________________________________ 5-7 5.4.7 Fasilitas Penanganan Lindi ________________________________ 5-8 5.4.8 Umur TPA/Kebutuhan Lahan_______________________________ 5-12 iv
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
5.4.9 Rencana Timbunan Bukit Akhir _____________________________ 5-13 5.4.10 Alat Berat ______________________________________________ 5-13 5.4.11 Penghijauan ____________________________________________ 5-13 5.4.12 Pagar Keliling dan Green Belt ______________________________ 5-14 5.4.13 Fasilitas Penunjang ______________________________________ 5-14 5.5.
Teknik Operasional TPA _______________________________________ 5-14 5.5.1 Persiapan Lahan TPA _____________________________________ 5-14 5.5.2 Persiapan Sel Pembuang __________________________________ 5-16 5.5.3 Pembongkaran Sampah ___________________________________ 5-17 5.5.4 Perataan dan Pemadatan Sampah __________________________ 5-17 5.5.5 Penutupan Tanah ________________________________________ 5-18 5.5.6 Pemeliharaan TPA _______________________________________ 5-19
5.6.
Pengawasan Pengendalian TPA _________________________________ 5-22 5.6.1 Pengawasan Kegiatan Pembuangan _________________________ 5-22 5.6.2 Pendataan dan Pelaporan _________________________________ 5-23 5.6.3 Pengendalian TPA________________________________________ 5-24
5.7.
Evaluasi Dampak Penting ______________________________________ 5-25 5.7.1 Tahap Pra-Konstruksi _____________________________________ 5-25 5.7.2 Tahap Konstruksi ________________________________________ 5-26 5.7.3 Tahap Operasional _______________________________________ 5-34 5.7.4 Tahap Pasca Operasi _____________________________________ 5-39
5.8.
Sistem Organisasi Dan Manajemen ______________________________ 5-40 5.8.1 Bentuk Institusi__________________________________________ 5-40 5.8.2 Struktur Kelembagaan ____________________________________ 5-41 5.8.3 Personalia ______________________________________________ 5-41 5.8.4 Tata Laksana Kerja ______________________________________ 5-41
5.9.
Sistem Pembiayaan ___________________________________________ 5-42
5.10. Sistem Pengaturan ____________________________________________ 5-43 5.11. Aspek Peran Serta Masyarakat __________________________________ 5-43 5.12. Dasar Perkiraan Kebutuhan Peralatan ____________________________ 5-44
v
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
6. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN ANALISIS 6.1.
Identifikasi Permasalahan Persampahan __________________________ 6-1 6.1.1 Teknis Operasional _______________________________________ 6-1 6.1.2 Kelembagaan ___________________________________________ 6-2 6.1.3 Pembiayaan_____________________________________________ 6-2 6.1.4 Peran Serta Masyarakat ___________________________________ 6-2
6.2.
Analisis Pola Pembuangan Sampah Konvensional ___________________ 6-3 6.2.1 Sub Sistem Kelembagaan Dan Organisasi_____________________ 6-3 6.2.2 Sub Sistem Teknik Operasional _____________________________ 6-5 6.2.3 Sub Sistem Pembiayaan ___________________________________ 6-9 6.2.4 Sub Sistem Pengaturan ___________________________________ 6-11 6.2.5 Komponen Peran Serta Masyarakat _________________________ 6-12
6.3.
Analisis Unit Pengolahan Sampah (UPS) __________________________ 6-12 6.3.1 Aspek Teknik Operasional _________________________________ 6-14 6.3.2 Aspek Pembiayaan _______________________________________ 6-15 6.3.3 Aspek Kelembagaan ______________________________________ 6-16 6.3.4 Aspek Peraturan _________________________________________ 6-17 6.3.5 Aspek Partisipasi Masyarakat ______________________________ 6-18
6.4.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) _______________________________ 6-18 6.4.1 Kriteria Pemilihan TPA ___________________________________ 6-19 6.4.2 Pemilihan Lokasi TPA _____________________________________ 6-22
7. RENCANA INDUK SISTEM (RIS)PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK 7.1.
Pendekatan Rencana Induk Sistem Persampahan __________________ 7-1 7.1.1. Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Yang Sudah Lama Beroperasi ______________________________ 7-1 7.1.2. Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Baru _ 7-2
7.2.
Rencana Induk Sistem Aspek Teknis Operasional ___________________ 7-3 7.2.1. Cakupan Pelayanan ______________________________________ 7-3 7.2.2. Rencana Pola Penanganan Sampah di Kecamatan _____________ 7-7 7.2.3. Rencana Induk Sistem Teknis Operasional ___________________ 7-7
7.3.
Rencana Induk Sistem Keuangan ________________________________ 7-11 7.3.1. Rencana Retribusi _______________________________________ 7-12 vi
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
7.3.2. Rencana Pembiayaan Pengelolaan __________________________ 7-13 7.4.
Rencana Induk Sistem Kelambagaan Organisasi ____________________ 7-16 7.4.1. Rencana Kelembagaan ____________________________________ 7-16 7.4.2. Rencana Organisasi ______________________________________ 7-18
7.5.
Rencana Induk Sistem Peraturan dan Hukum ______________________ 7-23
7.6.
Rencana Induk Sistem Peran Serta Masyarakat ____________________ 7-23 7.6.1. Pengelolaan Sampah Individual ____________________________ 7-23 7.6.2. Rencana Induk Sistem Pengelolaan Kesehatan Masyarakat ______ 7-24
7.7.
Proyeksi Timbulan Sampah _____________________________________ 7-25
7.8.
Alternatif Usulan Sub Sistem Pengumpulan _______________________ 7-26
7.9.
Alternatif Usulan Sub Sistem Pengangkutan _______________________ 7-28
7.9.1. Pengangkutan Sampah ________________________________________ 7-28 7.10. Alternatif Usulan Sub Sistem Pembuangan Akhir ___________________ 7-29 7.11. Pemilihan Alternatif Rencana Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan _____________________________________ 7-29 7.11.1. Upaya Pengelolaan Sampah Pola 3R_________________________ 7-29 7.11.2. Strategi dan Program Pengelolaan Persampahan Kota Depok Tahun 2009 – 2018 _______________________________________ 7-30
vii
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
1 . P E N DA H U LU A N 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif karena dalam penanganannya, baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar. Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penan.ganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut
diperlukan
penanganan
dan
pengendalian
terhadap
sampah.
Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompieks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun kompisisi dari sampah sejalan dengan majunya kebudayaan. Oieh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih dibanding sampah di desa-desa. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kotakota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari. Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota, maka dalam pengelolaannya harus cukup layak Bab 1 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut, maka perlu pemilihan cara clan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat dari mana sumber samaph berasal clan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan¬peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Untuk mendukung pembangunan Kota Depok yang berkelanjutan clan seiring dengan adanya peraturan-. peraturan baru mengenai Lingkungan Hidup clan Persampahan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik clan benar melalui perencanaan yang matang clan terkendali dalam bentuk pengelolaan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada tahun anggaran 2008 Kota Depok akan melakukan kegiatan Penyusunan Rencana Induk Persampahan.
1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran Sebagaimana telah diuraikan dalam Latar Belakang tersebut diatas, maka maksud dan tujuan dari pekerjaan ini diuraikan sebagai berikut : 1.2.1 Maksud Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun Rencana induk (Master Plan) Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Depok. 1.2.2 Tujuan Tujuan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Persampahan ini adalah sebagai berikut: 1.
Tersusunnya Rencana Induk Sistem Pengelolaan sampah yang memuat rencana umum pengelolaan persampahan meliputi aspek teknis operasional, hukum dan Bab 1 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
peraturan, kelembagaan dan institusi, keuangan dan pembiayaan dan peran serta masyarakat dan swasta. 2.
Tersusunnya indikasi program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan persampahan jangka mendesak, jangka pendek,jangka menengah danjangka panjang.
3.
Tersusunnya konsep efisiensi pembiayaan, seperti biaya pengangkutan yang dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah, dsb.
4.
Tersusunnya konsep reduksi sampah dari sumber, sehingga tidak diperlukan lahan besar untuk TPA.
5.
Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
6.
Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan.
7.
Tersusunnya konsep pengelolaan persampahan yang ekonomis dan berwawasan lingkungan (ekologis).
8.
Dapat membuka kesempatan/ lapangan kerja melalui berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat.
9.
Tersusunnya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota.
10. Tersusunnya konsep pemberdayaan kelembagaaan, peraturan daerah dan investasi serta pembiayaan pengelolaan persampahan secara terpadu.
1.2.3 Sasaran Sasaran pekerjaan ini adalah meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih, berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan persampahan, terbentuknya pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah, terbentuknya usaha daur ulang dan composting, dan berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA.
Bab 1 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
1.3. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Metodologi Pendekatan Dan Program Kerja Bab 3 Gambaran Umum Kota Depok Bab 4 Kondisi Pengelolaan Sampah Saat ini Bab 5 Kriteria Perencanaan Dan Evaluasi Dampak TPA Bab 6 Identifikasi Permasalahan dan Analisis Bab 7 RENCANA Induksistem (RIS)Pengelolaan Sampah Kota Depok
Bab 1 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
2. METODOLOGI P E N D E K ATA N DA N P RO G R A M K E R JA 2.1.
Pendekatan Studi
Dalam pelaksanaan pekerjaan PENYUSUNAN RENCANA INDUK PERSAMPAHAN - Kota Depok, terdapat 2 (dua) bagian besar produk pekerjaan, yakni kelayakan Unit Pengolahan Sampah dan Kajian Ekonomi, Sumber Pendanaan kegiatan pembangunan Unit Pengolahan Sampah, serta jajak pendapat atau political will dari masyarakat Kota Depok dalam pembangunan dan pelaksanaan operasional Unit Pengolahan Sampah dan pengelolaan sampah di Kota Depok. Tahapan penyusunan rencana induk persampahan ini dimulai dari pengumpulan data dan informasi, review studi terdahulu, peninjauan lapangan ke alternatif lokasi untuk dibangun 60 unit Pengolahan Sampah, jajak pendapat, analisa teknis operasional, analisa geografis, analisa ekonomi, analisa sosial-budaya dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kota Depok.
2.2.
Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
Ada beberapa pendekatan metodologi yang akan dikembangkan konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini yaitu : 1.
Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah
2.
Pendekatan Penanganan Pekerjaan
3.
Pendekatan Kebijakan
4.
Pendekatan Kelembagaan Bab 2 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.
Pendekatan Teknis
6.
Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan.
Pendekatan terhadap pola pikir pekerjaan adalah keterkaitan kegiatan proyek dengan permasalahan yang ada serta sasaran yang ingin dicapai. Pendekatan kebijakan diperlukan terutama yang berkaitan dengan kebijakan persampahan dan persampahan. Pendekatan
kelembagaan
berhubungan
dengan
koordinasi
antar
instansi
yang
dibutuhkan. Pendekatan teknis adalah kajian terhadap kriteria atau metode perhitungan yang akan digunakan. Sedangkan
pendekatan
pelaksanaan
pekerjaan
merupakan
metode
pelaksanaan
pekerjaan mulai tahap persiapan sampai penyelesaian akhir. Pada prinsipnya penyusunan metodologi ini mengacu kepada Kerangka Acuan Kerja, Rapat Penjelasan Teknis serta kemampuan dan pengalaman konsultan dalam mengerjakan proyek sejenis.
2.3.
Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah
Pendekatan pola pikir pemecahan masalah yang diuraikan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan di wilayah studi, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan sektor persampahan. Permasalahan tersebut diantaranya diakibatkan ada pertumbuhan pendudukan yang cukup pesat di wilayah studi (Kota Depok) serta masih rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara meningkatkan kinerja pelayanan sektor persampahan secara berkelanjutan melalui pelaksanaan pekerjaan ini. Untuk lebih jelasnya pendekatan pola pikir pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.
Bab 2 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Gambar 2.1: Pola Pikir Pelaksanaan Pekerjaan SASARAN KEBIJAKAN DI BIDANG
PENINGKATAN
PERSAMPAHAN
PELAYANAN STANDAR DAN
TINGKAT PELAYANAN
KRITERIA
PERSAMPAHAN DI WILAYAH STUDI
PERSAMPAHAN
KEBUTUHAN PENINGKATAN PELAYANAN
KAJIAN PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
SAMPAH KOTA DEPOK
PERTUMBUHAN
REDUKSI SAMPAH DARI
PENDUDUK DAN
SUMBER DAN DI LOKASI
PEREKONOMIAN DI
SPA/ TPS/TRANSFER
WILAYAH STUDI
DEPO
2.4.
Pendekatan Penanganan Pekerjaan
2.4.1
Persoalan Pengelolaan Persampahan
Persoalan utama pada pengelolaan sampah terjadi karena beberapa hal, yaitu : 1.
Peningkatan jumlah sampah secara signifikan akibat adanya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat akibat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada era orde baru (sebelum terjadi krisis moneter tahun 1997).
Bab 2 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
2.
A K H I R
Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan yang membutuhkan penanganan sampah secara kolektif. Pengelolaan secara individu (dalam arti menimbun dan membakar) semakin tidak layak untuk lingkungan perkotaan.
3.
Pertumbuhan jumlah sampah tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang berasal dari masyarakat penghasil sampah untuk mendanai/membiayai pengelolaan sampah perkotaan. Selain itu, anggaran pengelolaan persampahan yang berasal dari Pemerintah tidak mencukupi untuk memenuhi standard pelayanan yang diperlukan.
4.
Ketersediaan lahan untuk TPA sampah yang memenuhi persyaratan (teknis, lingkungan, sosial budaya, legalitas kepemilikan, dan aspek keuangan) semakin terbatas.
5.
Peningkatan kemampuan lembaga/institusi pengelola persampahan berjalan dengan lambat sehingga tidak mampu mengantisipasi persolan yang timbul di masyarakat.
2.4.2
Paradigma Baru Pemerintah Indonesia
Reformasi telah mengakibatkan terjadinya paradigma baru Pemerintahan di Indonesia. Adapun paradigma baru tersebut antara lain adalah : 1.
Demokratisasi dan Keterbukaan Terjadi perubahan yang menginginkan diberlakukannya prinsip demokrasi dan keterbukaan pada pemerintahan di Indonesia. Konsekuensinya adalah tuntutan pemenuhan kepentingan masyarakat semakin kuat dan proses pemenuhan tersebut diminta dilaksanakan secara transparan. Pengaruh lainnya adalah masyarakat semakin memahami haknya, salah satu adalah hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang layak untuk ditempati, dan menuntut Pemerintah
untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. 2.
Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan tanggung jawab yang semakin besar kepada Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang salah satu
diantaranya
adalah
pengelolaan
persampahan.
Selain
pendelegasian
(penyerahan) tanggung jawab tersebut, Pemerintah Daerah juga mendapat tambahan pendapatan dari pembagian pendapatan yang selama ini dikuasai oleh Pemerintah Pusat. Pembagian pendapatan tersebut secara bersamaan juga akan Bab 2 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
diikuti dengan peningkatan beban pembiaayaan pengelolaan sarana yang selama ini dibiayai oleh Pemerintah Pusat. 3.
Pemberdayaan Masyarakat Salah satu hasil dari reformasi adalah gerakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan menyebabkan masyarakat semakin menyadari hak dan tanggung jawabnya. Akibatnya masyarakat mungkin saja akan menuntut Institusi/ Lembaga pengelola persampahan jika merasa dirugikan/ pelayanan kurang memuaskan (akibat diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
2.4.3
paradigma baru pengelolaan sampah
Pendekatan yang akan digunakan konsultan dalam melaksanakan pekerjaan penyusunan Rencana Induk Persampahan Kota Depok akan mengacu pada sistem REDUCE (mengurangi),
REUSE
(menggunakan
kembali),
RECYCLE
(mendaur
ulang),
PARTICIPATION (melibatkan masyarakat) sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.
2.5.
Pendekatan Kebijakan
Secara lebih spesifik pendekatan yang akan dilakukan dalam Kajian Pengelolaan Sampah di Kota Depok ini, meliputi : 1.
Pendekatan terhadap Peraturan PerUndang-Undangan/Kebijakan yang berlaku baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. (seperti : RUTRK, RTRW dan lain sebagainya yang relevan).
2.
Millenium Development Goal (2015).
3.
National Action Plan Persampahan
4.
Ketentuan Teknis (SNI untuk perencanaan sampah perkotaan dan SNI UNJ 03-32411994) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan cara “Weighted Ranking Technique”.
Bab 2 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
2.6.
A K H I R
Pendekatan Kelembagaan
Dalam melaksanakan pekerjaan ini Konsultan secara aktif akan melakukan koordinasi dan membangun kerjasama yang erat dengan Tim Teknis Pemberi Tugas dan instansi lain yang berkaitan dengan proyek ini. Pelaksanaan pendekatan kelembagaan dalam kegiatan ini sangat diperlukan mengingat pertimbangan sebagai berikut : 1.
Waktu pelaksanaan pekerjaan ini cukup singkat yaitu 4 (empat) bulan, dengan demikian dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang cukup baik dari para pihak yang terkait dengan pekerjaan ini khususnya yang dapat membantu menyediakan data-data yang dibutuhkan.
2.
Kegiatan penyusunan rencana induk persampahan sangat terkait dengan dengan instansi lain, dengan demikian kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sosialisasi program dan meningkatkan kerjasama yang komprehensif dalam pengelolaan persampahan di wilayah studi.
3.
Diperkirakan instansi terkait di daerah memiliki rencana dan program pengelolaan persampahan, dengan demikian kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penguatan program-program atau saling melengkapi dengan program-program lokal yang ada.
Dalam kaitannya dengan pendekatan kelembagaan ini, konsultan akan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Pemberi Tugas/Pemimpin Proyek, Tim Teknis, dan aparat di daerah, agar kebutuhan dan aspirasi daerah dapat diakomodasikan. Koordinasi dan komunikasi dalam frekuensi yang tinggi akan sangat membantu kelancaran dan keberhasilan perencanaan ini dan setiap permasalahan yang timbul akan dapat segera diselesaikan. Dengan seringnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Pusat maupun daerah, diharapkan akan memperlancar dan mempercepat dalam menyelesaikan permasalahan yang
mungkin
akan
terjadi.
Survey
lapangan
dalam
rangka
mengidentifikasi
permasalahan pengelolaan sampah serta mengidentifikasi daerah genangan akan lebih baik bila dilakukan bersama-sama dengan pihak daerah untuk menghindari kesalahan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan nantinya. Secara garis besar hal-hal yang perlu dikoordinasikan antara lain : 1.
Menyamakan interpretasi tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
2.
Mendiskusikan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan khususnya pekerjaan survey lapangan. Bab 2 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
3.
A K H I R
Merencanakan sistem komunikasi yang efektif dan terorganisir antara Konsultan dan Pemberi Tugas/Tim Teknis serta semua instansi terkait.
4.
Prosedur dan perizinan yang diperlukan dari Pemberi Tugas.
2.7. 1.
Pendekatan Teknis
Fisik Kota Pendekatan terhadap daerah studi dalam hal ini Kota Depok sangat penting, untuk mengetahui pengelolaan
kondisi
dan
persampahan
karakteristik harus
kota.
Dalam
mempertimbangkan
merencanakan topografi,
sistem
hidrologi,
klimatologi dan geologi. Kemiringan tanah, tinggi muka air tanah termasuk pasang surut air, kondisi sungai di saat musim kemarau dan musim hujan, temperatur dan kelembaban pada musim hujan dan kemarau dan struktur lapisan tanah akan dipelajari dan dipahami. Termasuk dalam perencanaan lokasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang direncanakan sebanyak 60 unit sampai dengan tahun 2011. a. Tahun 2007 sebanyak 13 UPS (eksisting); b. Tahun 2008 sebanyak 20 UPS; c. Tahun 2009 sebanyak 15 UPS; d. Tahun 2010 sebanyak 15 UPS; dan e. Tahun 2011 sebanyak 10 UPS. 2.
Sosial Ekonomi a. Kepemerintahan antara lain : struktur organisasi pemerintah kota, pembagian dan batas wilayah kerja administrasi kota serta luas masing-masing wilayah. b. Demografi, meliputi jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk per tahun dan kepadatan penduduk. Perkiraan laju pertumbuhan dan arah penyebaran penduduk dari tahun ke tahun didasarkan pada data aktual dan rencana kota menurut RUTRK/Renstra, dsb. c. Data demografi ini akan diambil dari data statistik Kota Depok edisi terakhir.
Bab 2 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
d. Distribusi kegiatan lokasi proyek, terdiri dari beberapa sektor antara lain pertanian, perdagangan, peternakan, pegawai, buruh dan tata guna lahan dalam berbagai kategori. e. Prasarana dan Sarana Umum yang dimiliki oleh Kota Depok antara lain : jaringan listrik, air minum, telepon dan alat transportasi. f. Fasilitas yang dimiliki Kota Depok, seperti : pertokoan, perniagaan, hotel/losmen, rumah sakit/kesehatan, perkantoran, pendidikan, tempat ibadah/sosial, perumahan dan sebagainya. data-data ini diperlukan untuk menentukan jumlah/kapasitas dan jenis sampah dan juga diperlukan untuk menentukan skala pengelolaan individual dan komunal. g. Pendapatan masyarakat per rumah tangga diperlukan untuk menentukan tarif retribusi sampah yang akan diusulkan. h. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah saat ini dan perkiraan di tahun mendatang. 3.
Kesehatan Masyarakat Tingkat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Untuk mendapatkan lingkungan yang bersih, tergantung oleh tersedianya fasilitas sanitasi yang baik dan memadai. Selain itu juga perlu ditunjang oleh kemampuan masyarakat dalam menciptakan dan menjaga kebersihan.
4.
Rencana Pengembangan Kota Rencana Strategis, Rencana Induk Kota dan Rencana Umum Tata Ruang Kota yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Depok akan menjadi acuan bagi penyusunan perencanaan teknis dan manajemen persampahan ini dapat terintegrasi dengan rencana pengembangen sarana dan prasarana lainnya. Arah dan sasaran pembangunan kota, potensi yang dikembangkan di waktu mendatang, berbagai sektor ekonomi yang meliputi kegiatan usaha dengan berbagai kegiatan pelayanan dan lingkungan hidup serta permasalahannya merupakan salah satu faktor penting dalam proses penyusunan studi ini. Demikian juga halnya dengan rencana pengembangan fasilitas kota termasuk sarana dan prasarana pengelolaan pesampahan.
Bab 2 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
5.
A K H I R
Sistem Pengelolaan Eksisting Pengelolaan persampahan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai satu tujuan. Bentuk interaksi ini mempunyai ketentuan dan peraturan. Komponen yang mempunyai bentuk tersebut di atas disebut subsistem. Subsistem tersebut adalah: a. Organisasi dan Manajemen b. Teknik Operasional c. Pembiayaan dan Retribusi d. Ketentuan dan Peraturan
2.8.
Pengelolaan Persampahan
2.8.1
Kegiatan Operasional
Pengelolaan persampahan kota - kota di Indonesia mempunyai pola yang hampir sama. Ditinjau dari segi teknik operasionalnya, pengelolaan persampahan meliputi kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir. Operasi bersifat integral dan terpadu karena setiap proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling pengaruh mempengaruhi secara berantai. Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan secara umum adalah sebagai berikut: 1.
Kegiatan pewadahan sampah
2.
Kegiatan pengumpulan sampah
3.
Kegiatan pemindahan sampah
4.
Kegiatan pengangkutan sampah
5.
Kegiatan pengelolaan sampah
6.
Kegiatan pembuangan akhir
Bab 2 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
A. Pewadahan Sampah Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum di kumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, kebersihan dan estetika. Gambar 2.2: Skema Kegiatan Operasional Persampahan TIMBULAN SAMPAH
PEWADAHAN
PENGUMPULAN
PEMINDAHAN DAN
PENGOLAHAN / UPS
PENGANGKUTAN PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
Pewadahan dapat dikelompokkan sebagai pewadahan individual serta pewadahan komunal (yang merupakan bagian dari proses pengumpulan). Pewadahan individual dimaksudkan untuk menampung sampah dari masing-masing sumber sampah, sesuai dengan sistem/ pola pengumpulan yang diterapkan, dimana setiap rumah tangga harus tetap mempunyai pewadahan individual. Cara-cara ataupun sistem pewadahan sampah dikelola dengan baik oleh setiap pemilik persil pada daerah-daerah pelayanan merupakan faktor penunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah. Tujuan dari pewadahan akan tercapai apabila orang mau membuang sampah kedalamnya, dan pewadahan tersebut mampu mengisolasi sampah terhadap segala sesuatu di sekitarnya.
Bab 2 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Untuk itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain pewadahan adalah sifat, bahan, warna, volume dan konstruksinya, yang harus memenuhi persyaratan praktis, ekonomis, estetis dan higienis. Secara umum, bahan pewadahan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Awet dan tahan air (kedap air) b. Mudah untuk diperbaiki c. Ekonomis, mudah diperoleh/ dibuat oleh masyarakat d. Ringan dan mudah diangkat sehingga tidak melelahkan petugas dalam proses pengumpulan e. Penggunaan warna yang menarik dan menyolok Adapun kriteria penentuan ukuran (volume) pewadahan sampah biasanya ditentukan berdasarkan: a. Jumlah penghuni dalam suatu rumah b. Tingkat hidup masyarakat c. Frekuensi pengambilan/ Pengumpulan sampah d. Sistem pelayanan, individual atau komunal Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah sampah padat diuraikan sebagai berikut: a. Sampah rumah tangga wadahnya dapat berupa: 1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas 2) Tong/bin dari kayu 3) Container besi 4) Kantong plastik 5) Kantong kertas b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa : 1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas 2) Tong/bin dari kayu Bab 2 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3) Container besi 4) Kantong plastik c. Sampah kantor/ bangunan gedung wadahnya berupa : 1) Bak tembok 2) Container besi 3) Kantong plastik besar Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual atau secara mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran dan bentuk serta perlengkapannya. Ukuran wadah menggunakan tenaga orang (manual) misalnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah diangkat dan beratnya diperhitungkan mampu bagi seseorang untuk mengangkatnya. Sedangkan wadah yang menggunakan tenaga mekanik, ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan angkutannya (load-haul atau compactor truck). Lokasi penempatan wadah pada umumnya belum seragam. Untuk wadah sampah yang pengambilannya menggunakan tenaga orang, lokasi ada yang ditempatkan di depan rumah, di belakang rumah, di tepi trotoar jalan, dan sebagainya. Demikian pula cara penempatannya ada yang ditempatkan di udara terbuka dan ada yang diberi alat pelindung/ atap. B. Pengumpulan Sampah Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/ penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai tempat pengumpulan sementara/ stasiun pemindahan atau sekaligus diangkut ke tempat pembuangan akhir. Pengambilan sampah dilakukan setiap waktu sesuai dengan periodesasi tertentu. Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu pembusukkan sampah, yaitu kurang lebih berumur 2 – 3 hari, yang berarti pengumpulan sampah dilakukan maksimal setiap 3 hari sekali. Makin sering semakin baik, namun biasanya operasinya lebih mahal. Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan Kota atau swadaya masyarakat (pemilik sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikut sertaan
Bab 2 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam memikul beban masalah persampahan kotanya. Termasuk dalam pekerjaan pengumpulan adalah penyapuan jalan dan pembersihan selokan.
Pengawasan
akan
mutu
pekerjaan
ini
cukup
penting
terutama
pembersihan selokan pada musim penghujan, sehubungan dengan pencegahan banjir. Sistem atau cara pengumpulan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Peraturan-peraturan/ aspek legal pada daerah setempat b. Kebiasaan masyarakat (budaya) c. Karakteristik lingkungan fisik dan sosial ekonominya d. Kedaan khusus setempat e. Kepadatan dan penyebaran penduduk f. Rencana penggunaan lahannya g. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan h. Lokasi pembuangan akhirnya i. Biaya yang tersedia C. Pemindahan Sampah Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan pengumpulan secara tidak langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah pelayanan tidak memungkinkan untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk secara langsung. Disamping itu juga proses ini akan sangat membantu efisiensi proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada proses ini yaitu memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut. Mengingat tingkat kemampuan daya tempuh gerobak yang relatif pendek, maka lokasi pemindahan umumnya terletak tidak jauh dari sumber sampah, masalah yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya daerah sekitar dalam hal kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Bab 2 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Lokasi pemindahan letaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi truk pengangkut untuk memasuki dan keluar dari pemindahan. Pemindahan sampah ke dalam truk pengangkut dapat dilakukan secara manual, mekanis atau campuran, tergantung dari tipe kendaraan pengangkutnya. Pengisian container dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkatan container ke atas truck dilakukan secara mekanis (load-haul dan compactor truck). Lokasi pemindahan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo) atau tersebar. Fungsi lokasi pemindahan terpusat: proses pemindahan, penyimpanan alat, perawatan ringan, proses pengendalian (desentralisasi). Sedangkan fungsi lokasi pemindahan tersebar: proses pemindahan dan penyimpanan alat. D. Pengangkutan Sampah Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan sementara (transfer station) atau langsung dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan akhir (TPA). Keberhasilan kegiatan penanganan sampah adalah tergantung pada baiknya kegiatan/ sistim pengangkutan sampah yang diterapkan. Sarana yang digunakan adalah kendaraan truck dengan berbagai tipe/ jenis, sehingga merupakan kegiatan yang membutuhkan dana/ investasi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan pengumpulan dan pembuangan akhir. Pekerjaan pengangkutan pada pokoknya membawa sampah makin menjauhi daerah sumber. Arah pengangkutan biasanya relatif jauh keluar kota. Dasar alasan adalah kemungkinan adanya rencana pengembangan kota masalah pengangkutan biasanya timbul seiring dengan keharusan truk melewati jalan-jalan dalam kota. Kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua jalan sesuai untuk dilewati truk tanpa menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas. Jalan yang tidak sesuai dari segi lebarnya biasanya ditambah dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi truk, terutama saat melewati jalan ramai, cukup berpengaruh terhadap kenyamanan disekitarnya. Kesan kotor biasanya terjadi karena tetesan air dan hamburan material sampah selama perjalanan.
Bab 2 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
2.8.2
A K H I R
Pola Teknis Operasional
Pewadahan Pola pewadahan terdiri dari : a. Pewadahan Individual Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya, mulai dari pengadaan sampai penggunaannya dilakukan secara pribadi. Ciri utama dalam penanganan selanjutnya adalah digunakan sistem pengumpulan dari rumah ke rumah. Petugas akan langsung mendatangi tiap rumah untuk mengumpulkan sampahnya. b. Komunal 1) Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum, alasan utama digunakannya pola ini adalah kesulitan petugas dalam mencapai tempat sampah di setiap titik sumber, juga termasuk kesulitan utama adalah kondisi jalan (sangat sempit, tidak dapat dilalui kendaraan pengumpul, sibuk sepanjang hari, dan sebagainya). Agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya maka tempat sampah komunal umumnya ditempatkan di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang strategis terhadap penggunaannya. Penduduk akan membawa sampahnya untuk dibuang ke tempat sampah komunal dan pengumpulan pun dilakukan oleh petugas dari tempat ini. 2) Pada pola pewadahan komunal, setiap rumah tangga tetap harus memiliki pewadahan individual, yang pada periode tertentu dibuang sendiri oleh pemilik rumah ke wadah komunal. 3) Pada beberapa literatur, pewadahan diklasifikasikan termasuk dalam proses pengumpulan, karena memang sarana pewadahan sangat berkaitan erat dengan proses pengumpulan, baik desain, kapasitas alatnya maupun pola yang diterapkan. Pengumpulan Pola pengumpulan sampah umumnya dapat dibagi atas: a. Individual langsung Bab 2 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
b. Individual tidak langsung c. Komunal langsung d. Komunal tidak langsung 1. Pola individual langsung
Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA, tanpa melalui proses pemindahan. Persyaratan:
Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 8%) sehingga alat pengumpul non mesin sulit beroperasi
Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
Kondisi dan jumlah alat memungkinkan
Jumlah timbulan sampah besar (>0,5 m3/hari)
2. Pola individual tidak langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut ke TPA dengan sarana pengangkut melalui proses pemindahan. Pola ini dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan alat angkut (truk), tetapi membutuhkan kemampuan pengendalian personil dan alat yang lebih kompleks. Pola ini baik untuk daerah dengan partisipasi aktif masyarakat yang rendah. Dan alat pengumpul masih mampu menjangkau sumber secara langsung. Pola ini membutuhkan persyaratan sebagi berikut:
Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan
Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), maka dibutuhkan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya.
Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian
Bab 2 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3. Pola komunal langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal, langsung diangkut ke TPA tanpa melalui proses pemindahan. Pola ini merupakan alternatif bila alat angkut terbatas, lokasi merupakan timbulan
sampah-sampah sulit dijangkau oleh
pelayanan alat pengumpul non mesin (gerobak), kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah, alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. Pola ini mempunyai prasyarat:
Peran serta aktif masyarakat tinggi
Wadah komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
4. Pola komunal tidak langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari titik pewadahan komunal, dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak), lalu diangkut ke TPA menggunakan alat angkut truk. Pola ini membutuhkan prasyarat :
Peran serta aktif masyarakat tinggi
Wadah komunal dan alat pengumpul dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dilokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul
Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan
Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak), maka dibutuhkan kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa menganggu pemakai jalan lainnya
Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian
Pemindahan Kegiatan pemindahan terdapat pada pola pengumpulan tak langsung, yaitu pengumpulan oleh alat bukan jenis truk. Sampah dari alat pengumpul (gerobak/
Bab 2 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
sejenisnya) harus dipindahkan ke truk pengangkut untuk dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Berdasarkan kondisi dan fungsinya pemindahan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu terpusat dan tersebar. Pola pemindahan terpusat dimaksudkan sebagai sentralisasi proses pemindahan dan merupakan pos pengendali operasional, apabila sulit mendapatkan lahan kosong untuk lokasi pemindahan, maka lokasi pemindahan dapat tersebar, tetapi akibatnya kurang dapat dikendalikan. Selain itu, lokasi pemindahan dapat berfungsi pula sebagai penyimpan sarana kebersihan, seperti gerobak dan peralatan lainnya, tanpa perawatan alat dan sebagainya. Lokasi pemindahan dapat berbentuk: 1. Pelataran berdinding (transfer depo) Ukuran panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak, maka harus tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara. Dinding dibuat cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya. Memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk isolasi bertujuan menghilangkan kesan kotor dari kerja pemindahan. 2. Container muat (load- haul) Berupa container yang umumnya bervolume 8 - 10m3, gerobak langsung menumpahkan muatannya ke dalam container ini. Setelah penuh maka container ini akan dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Metoda ini membutuhkan biaya modal yang cukup besar karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load-haul truck). Pengangkutan Fase pengangkutan merupakan tahapan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke TPA.
Bab 2 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
Hal
A K H I R
yang
penting
dalam
proses
pengangkutan
adalah
penentuan
route
pengangkutan, berupa penetapan titik pengambilan, jadwal operasi dan pola pengangkutan. Untuk menentukan route pengangkutan sampah tersebut dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : a. Penentuan titik pengambilan b. Untuk menentukan titik pengambilan perlu adanya peta daerah pelayanan dan peta timbunan sampah. c. Peta derah pelayanan menunjukkan batas daerah yang akan dilayani saat ini dan kemungkinan pengembangannya yang memuat data-data antara lain: 1) Luas wilayah kota 2) Luas daerah yang dilayani 3) Jumlah penduduk yang dilayani 4) Jumlah sampah yang harus dilayani setiap hari d. Peta timbulan sampah menunjukan lokasi pengumpul/ timbunan sampah yang harus dilayani oleh para petugas kebersihan, antara lain: 1) Lokasi stasion pemindahan/ TPS 2) Lokasi container besar 3) Lokasi daerah pertokoan 4) Lokasi bangunan besar/ khususnya yang diperkirakan timbulan sampah lebih 1m3 misalnya rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan kantor-kantor besar dan lain-lain. e. Pada titik pengumpul tersebut jumlah volume sampah yang harus diangkut setiap hari dari setiap daerah pelayanan dapat diketahui. Juga route angkutannya dapat direncanakan.
Bab 2 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Gambar 2.3: Pola Teknis Operasional
TPA
Compactor Truck
Dump Truck
Arm Roll Truck
Dump Truck
Gerobak sampah 1m 3
Bin/tong 40 lt
Sumber Timbulan Sampah
POLA INDIVIDUAL LANGSUNG
Gerobak sampah 1m 3
Container 5m3
Gerobak comunal 1m 3
Kantong Plastik ± 30 lt
POLA INDIVIDUAL TIDAK LANGSUNG
Comunal Container 1m 3
POLA COMUNAL LANGSUNG
POLA COMUNAL TIDAK LANGSUNG
Bab 2 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
1. Jadwal Operasi Jadwal kegiatan pelayanan harus ditetapkan sedemikian rupa agar operasi pengangkutan sampah dapat berjalan secara teratur. Hal ini disamping untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan. Selain itu dengan frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan tugasnya. Pengaturan jam operasional tersebut harus disesuaikan dengan: 1) Jumlah timbulan sampah yang harus diangkat setiap hari 2) Jumlah kendaraan dan tenaga serta kapasitas kendaraan 3) Sifat daerah pelayanan 4) Waktu yang diperlukan tiap rit kendaraan Dengan pengaturan jam kerja ini, operasi pengumpulan dan pengangkutan sampah dapat berjalan tertib dan teratur, sehingga mudah dilakukan pengontrolan terhadap kebersihan kota. Pengaturan kerja tersebut termasuk juga: 1) Pengaturan penugasan 2) Pengaturan kewajiban bagi para petugas untuk membersihkan kendaraan 3) Kewajiban bagi para petugas untuk melaporkan hasil operasinya, sehingga volume sampah yang terangkut setiap pengangkutan dapat diketahui. 2. Pola Pengangkutan Pola pengangkutan sampah yang dialkukan dengan sistem stasiun pemindahan (transfer depo), proses pengangkutan dilakukan dengan cara sebagai berikut: Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan transfer depo untuk mengangkut sampah langsung ke TPA Dari TPA, kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya. Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container pola pengangkutan adalah sebagai berikut: Bab 2 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
1) Sistim container yang diangkut Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama untuk mengambil/ mengangkut sampah langsung ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali ke lokasi pertama tadi untuk menurunkan container tersebut, dan kemudian menuju ke lokasi ke dua untuk mengambil container yang berisi untuk diangkut ke TPA dan selanjutnya mengembalikan container kosong tersebut ketempat semula. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir. 2) Sistim container yang diganti Kendaraan keluar dari pool dengan membawa container kosong menuju ke lokasi container pertama untuk mengambil/ mengganti container yang berisi sampah dan langsung membawanya ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali menuju lokasi container kedua dan
kemudian
menurunkan
container
kosong
tersebut
sekaligus
mengambil container yang telah penuh untuk dibawa ke TPA. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir. 3) Sistim container tetap Penyerapan sistim ini biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truck compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju ke lokasi container pertama dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor dan diletakkan kembali container yang kosong itu ketempat semula, kemudian kendaraan langsung ke lokasi container kedua mengambil sampahnya dan meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya jika kapasitas truk sudah penuh, kendaraan langsung menuju ke lokasi pembuangan akhir.
Bab 2 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Gambar 2.4: Sistim Container yang diangkut B e r i s i
K o s o n g
TPA
Gambar 2.5: Sistim Container yang diganti K o s o n g
B e r i s i
TPA
Gambar 2.6: Sistim Container tetap
TPA
Compactor Truck
Bab 2 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
2.8.3
A K H I R
Peralatan Operasional Persampahan
Peralatan Pewadahan 1. Individual Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya secara umum adalah: Bentuk
:
Kotak, Silinder, Kantung, Container
Sifat
:
Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan
:
Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran
:
10 – 50 liter untuk pemukiman., toko kecil kantor, toko besar, hotel, rumah makan
Pengadaan
:
Pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola
100-500 liter untuk
2. Komunal Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum. Karakteristiknya adalah: Bentuk
:
Kotak, Silinder, Kantung, Container
Sifat
:
Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan
:
Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran
:
10 – 100 liter untuk pinggir jalan taman, 100-500 liter untuk pemukiman dan pasar
Pengadaan
:
Pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi, instansi pengelola).
Adapun jenis-jenis peralatan pewadahan yang umum terdapat di kota-kota di Indonesia adalah: 1) Kantong plastik, 30 – 50 liter 2) Bin plastik/ keranjang tertutup, 40 – 50 liter 3) Tong kayu, 40 – 60 liter 4) Bin plastik (tertutup dengan roda), 120 liter 5) Bin plastik permanen, 70 liter 6) Bin plat besi tertutup, 100 liter Bab 2 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
7) Bak sampah permanen, ukuran variasi 8) Kontainer, volume 1,0 m3 Peralatan Pengumpulan dan Pemindahan Peralatan
pengumpulan
dan
pemindahan
sampah
dapat
bermacam-macam
tergantung sistem pewadahan dan pengumpulan yang diterapkan. Pada daerah pelayanan tertentu peralatan pengumpulan dapat sekaligus sebagai peralatan pengangkutan (truk). Adapun peralatan yang telah disesuaikan berdasarkan daerah timbulan sampahnya dan telah lazim digunakan dalam sistem pengumpulan sampah yaitu: 1. Daerah perumahan/ pemukiman teratur: Gerobak dorong, dimana sampahnya kemudian dikumpulkan pada tempat pengumpulan sementara (transfer depo) dan container. 2. Perumahan yang belum teratur (slump area) Container komunal, gerobak dan transfer komunal, transfer station atupun truk pemadat (compactor truck). 3. Daerah Pasar/ Komersial Untuk daerah pasar/ komersial dapat digunakan langsung truk sampah atau container. 4. Daerah Pertokoan Untuk daerah pertokoan dapat digunakan beberapa cara: 1) Digunakan gerobak dorong dan transfer station atau container 2) Digunakan container komunal 3) Digunakan langsung truck sampah Peralatan Pengangkutan Peralatan pengangkutan sampah antara lain: a. Truck biasa b. Dump Truck (Tipper Truck) c. Compactor Truck Bab 2 - 25
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
d. Arm Roll Truck e. Multi Loader Truck f. Transfer Trailer Penggunaan jenis-jenis truk ini tergantung dari sistim pewadahan, pengumpulan dan pemindahannya.
2.9.
Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan
2.9.1
Umum
Pemilihan sistem dan pemilihan peralatan operasional persampahan saling berkaitan erat. Pemilihan jenis peralatan pada masing-masing komponen operasional sangat tergantung dari sistem atau pola operasional yang digunakan. Demikian pula pemilihan sistem operasional sangat tergantung pada kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah setempat.
2.9.2
Pewadahan
Penentuan segi baik dan buruknya suatu bentuk pewadahan dinilai dari hubungannya sebagai pendukung pekerjaan penanganan berikutnya, yaitu pengumpulan, pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh petugas kota atau swadaya masyarakat. Para petugas dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan target yang telah ditentukan. Efektifitas kerja harus tinggi dan dilakukan melalui efisiensi waktu, untuk mencapai target tersebut. Sehubungan dengan hal ini maka cara pewadahan harus dapat memberikan kemudian dalam pekerjaan pengumpulan.
2.10. Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan 2.10.1 Umum Tujuan pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah domestik atau yang diklasifikasikan sejenis ke suatu tempat pembuangan akhir dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak – atau seminimal mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan antara (intermediate treatment) maupun tanpa diolah terlebih dahulu. Bab 2 - 26
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Kegiatan operasional di pembuangan akhir pada dasarnya merupakan: 1.
Kegiatan yang merubah bentuk lahan
2.
Kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemerosotan sumber daya lahan, air dan udara.
2.10.2 Pembuangan Akhir Yang dimaksud dengan pembuangan akhir adalah cara yang digunakan untuk memusnahkan sampah padat dari hasil kegiatan pengumpulan dan pengangkutan mapun sampah padat hasil buangan kegiatan pengelolaan sampah itu sendiri. Ada 2 cara pembuangan akhir, yaitu: 1)
Open Dumping
2)
Landfill, yang dapat dibedakan lagi atas: a) Sistim Controlled Landfill b. Sistim Sanitary Landfill Open Dumping Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia. Keuntungan: a. Operasi sangat mudah b. Biaya operasi dan perawatan murah c. Biaya investasi TPA relatif murah Kerugian: a. Timbul pencemaran udara oleh gas, debu dan bau
Bab 2 - 27
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
b. Cepat terjadi proses timbulnya leachate, sehingga menimbulkan pencemaran air tanah c. Sangat mendorong tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan serangga lain). d. Mengurangi estetika lingkungan. Landfill Merupakan perbaikan dari pada cara open dumping yaitu dengan menambahkan lapisan tanah penutup di atas sampah. a. Sistem Controlled Landfill Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai, seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah. Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup. Keuntungan: 1) Dampak negatif terhadap estetika lingkungan sekitarnya dapat dikurangi 2) Kecil pengaruhnya terhadap estetika lingkungan awal Kerugian: 1) Operasi relatif lebih sulit dibanding open dumping 2) Biaya investasi relatif lebih besar dari pada open dumping 3) Biaya operasi dan perawatan relatif lebih tinggi dari pada open dumping b. Sistem Sanitary Landfiil Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Hal ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan. Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang cukup untuk menutup timbunan sampah. Bab 2 - 28
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Keuntungannya adalah pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan sekitarnya relatif lebih kecil dibanding sistem controlled landfill.
2.11. Survey Dan Analisa Kualitas Lingkungan Survey dan Analisa kualitas lingkungan merupakan bagian dari tahapan kegiatan Studi kelayakan lokasi Unit Pengolahan Sampah akan dibangun oleh Pemerintah Kota Depok. Dimana komponen lingkungan menjadi salah satu pertimbangan kelayakan lokasi pembangunannya.
2.11.1 Kualitas Udara dan Kebisingan Pengumpulan Data Parameter kualitas udara yang akan diukur adalah : debu, NOx, SO2, CO, HC, selain itu dilakukan pengukuran intensitas kebisingan. Secara singkat data iklim dan Kualitas Udara yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut: a. Wilayah telaah : daerah studi rencana pembangunan Unit Pengolahan Sampah (UPS) b. Paramater: temperatur, curah hujan, jumlah hari hujan Tabel 2.1: Ringkasan Wilayah Telaah Kualitas Udara dan Kebisingan Iklim
Udara
Kebisingan
Wilayah telaah
Daerah studi rencana pembangunan UPS
Sepanjang rencana UPS dengan jumlah sampling sebanyak 8 titik
Sama dengan lokasi pengukuran udara
Parameter
temperatur, curah hujan, jumlah hari hujan dan data iklim mikro
debu, NOx, SO2, CO, HC,
Intensitas kebisingan
Metoda
Pengumpulan data sekunder dan pengukuran langsung iklim mikro
Sampling dan analisa laboratorium
Pengukuran langsung
Periode
Minimal 5 tahun terakhir
1 hari
1 hari
Bab 2 - 29
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
c. Analisis Kualitas udara akan diukur di lapangan bersamaan dengan dilakukannya pengukuran iklim mikro dengan menggunakan alat dan metode analisis sebagaimana disajikan pada
Tabel 2.2.
Hasil pengukuran kualitas udara
ambien akan dibandingkan dengan baku mutu kualitas udara ambien yang berlaku di KOTA DEPOK, Tabel 2.2: Parameter, Metode Analisis dan Peralatan Kualitas Udara dan Kebisingan No
Parameter
Metoda Analisis
Peralatan
1.
Debu
Gravimetri
Hi. Vol Sampler, canister
2.
NOx
Grietz Salzmann
Spektrofotometer
3.
SO2
Pararrosaniline
Spektrofotometer
4.
CO
NDIR
NDIR Anayzer
5.
Pb
Gravimetrik, Ekstraktif, Pengabuan
Hi-Vol, AAS
6.
HC
Flame Ionization
Gas Chromatograph
7.
Kebisingan
-
Sound Level Meter
Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Megara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/XI/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan
Lokasi Pemilihan lokasi pengamatan kualitas udara dan kebisingan akan dilakukan dengan mempertimbangkan spesifikasi kegiatan, sebaran dampak dan arah angin dominan. Pemilihan lokasi akan dilakukan sehingga dapat mewakili berbagai tata guna lahan di tapak proyek dan sekitar lokasi tapak proyek serta dapat mewakili kondisi kualitas udara di tapak proyek dan daerah sekitarnya. Lokasi pengukuran kualitas udara dan kebisingan akan dilakukan pada lokasi rencana proyek sebanyak 5 (lima) titik.
2.11.2 Kualitas Air (Air Tanah, Air Buangan dan Air Permukaan) Pengumpulan Data Pemeriksaan kualitas air (parameter fisik, kimia dan bakteriologi) akan dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengujian kualitas air permukaan dan air tanah yang ada di
Bab 2 - 30
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
rencana lokasi proyek pembangunan UPS. Pengujian akan dilakukan di laboratorium rujukan. Untuk beberapa parameter dilakukan pemeriksaan in situ (di lapangan), sedangkan pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan membandingkan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di sekitar tapak lokasi yang kemungkinan pernah dilakukan. Analisis Parameter kualitas air yang dianalisa meliputi sifat fisik, kimia, dan bakteriologi. Pemilihan parameter yang dianalisis akan ditentukan oleh karakteristik kegiatan khususnya dari kegiatan pada tahap konstruksi dan tahap operasi UPS (Unit Pengolahan Sampah). Beberapa parameter yang cepat berubah karena waktu diukur di lapangan (in situ), sedangkan parameter lainnya diperiksa di laboratorium. Parameter kualitas air permukaan yang diamati serta alat dan metoda analisisnya disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3: Parameter, Alat dan Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan No.
PARAMETER
UNIT
ALAT/METODA
KETERANGAN
FISIKA 1.
Temperatur
o
2.
TSS
3.
TDS
C
Pemuaian,Thermometer
In-situ
Mg/l
Gravimetrik
Lab Induk
Mg/l
Grav[imetrik
Lab Induk
KIMIAWI 1.
pH
-
pH- meter
In-situ
2.
DO
Mg/l
DO Meter, Modifikasi Winkler,
In-situ
3.
BOD5
Mg/l
Modifikasi Winkler
Lab Induk
4.
COD
Mg/l
Titrimetrik
Lab Induk
5.
Klorida (Cl)
Mg/l
AAS
Lab Induk
6.
Fluorida (F)
Mg/l
AAS
Lab Induk
7
Nitrat (N-NO3)
Mg/l
Metode Brusin
Lab Induk
8
Nitrit (N-NO2)
Mg/l
Metode Sulfanilik
Lab Induk
9
Amoniak bebas
Mg/l
Metode Nessler
Lab Induk
10
Sulfida
Mg/l
Titrimetrik/Spectrofotometrik
Lab Induk
Bab 2 - 31
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
No.
A K H I R
PARAMETER
UNIT
ALAT/METODA
KETERANGAN
11
Sulfat (SO4)
Mg/l
Gravimetrik/Spectrofotometrik
Lab Induk
12
Minyak / lemak
Mg/l
Ekstraksi
Lab Induk
13
Natrium (Na)
Mg/l
AAS
Lab Induk
14
Arsen (As)
Mg/l
AAS
Lab Induk
15
Nikel (Ni)
Mg/l
AAS
Lab Induk
16
Barium (Ba)
Mg/l
AAS
Lab Induk
17
Besi (Fe)
Mg/l
AAS
Lab Induk
18
Mangan (Mn)
Mg/l
AAS
Lab Induk
19
Tembaga (Cu)
Mg/l
AAS
Lab Induk
20
Timbal (Pb)
Mg/l
AAS
Lab Induk
21
Seng (Zn)
Mg/l
AAS
Lab Induk
22
Krom Total
Mg/l
AAS
Lab Induk
23
Detergen
Mg/l
Gravimetri, Spektrofotometri Inframerah
Lab Induk
24
Fenol
Mg/l
Spektrofotometri
Lab Induk
25
Senyawa aktif biru metilen
Mg/l
Spektrofotometrik / spektrofotometer
26
Posfat
Mg/l
Spektrofotometri
Lab Induk
BAKTERIOLOGI 1.
Total koliform
JPT/100 ml
Botol steril model tabung ganda, inkubator
Lab Induk
2.
Koliform tinja
JPT/100 ml
Botol steril model tabung ganda, inkubator
Lab Induk
Sumber :Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisa Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
Baku mutu yang digunakan sebagai pembanding adalah baku mutu badan air adalah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Lokasi Pemilihan lokasi pengambilan kualitas air permukaan adalah dilokasi badan air sek5itar kegiatan terutama di lokasi rencana UPS. Pengamatan aspek kualitas air dilakukan untuk mengetahui rona awal lingkungan kualitas air permukaan dan air Bab 2 - 32
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
tanah yang akan dilakukan secara sampling yakni sebanyak 2 titik sampling kualitas air permukaan dan 5 titik sampling kualitas air tanah. Selain itu juga dilakukan sampling dan analisis terhadap kualitas air buangan / kualitas leachate sebanyak 2 titik.
2.11.3 Survey Komposisi Sampah Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota lainnya, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim dan lain-lain. Karakteristik sampah dapat mencakup antara lain: Komposisi Fisik Sampah Komposisi fisik sampah mencakup besarnya prosentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari organik, kertas, kayu, logam, kaca, plastik dan lain-lain. Pada tabel 2.4. dapat dilihat bahwa prosentase sampah yang terbesar yaitu sampah organik, sebesar 79,49 %. Sampah organik tersebut dapat membusuk sehingga dapat diolah untuk dijadikan kompos. Sedang sampah lainnya seperti plastik, logam, gelas dapat diolah kembali menjadi bentuk semula sehingga dapat digunakan kembali dengan mutu atau kualitas yang lebih rendah (daur ulang). Tabel 2.4:
Contoh Komposisi Fisik sampah Komposisi Sampah organik
Rata-rata (%) 79,49
Kertas
7,8
Kayu
4,9
Kain / tekstil
2,7
Karet / kulit tiruan
0,4
Plastik
4,0
Logam
1,5
Gelas / kaca
0,6
Lain-lain (tanah, batu, pasir)
0,9
Total
100,00
Kadar air
60,09
Kadar abu
10,59
Bab 2 - 33
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Komposisi
Rata-rata (%)
Nilai kalor (Kcal / kg)
1.272,22
Sumber : BPPT, 1981
Komposisi Kimia Sampah Informasi dan data mengenai komposisi kimia sampah erat kaitannya dengan pemilihan alternatif pengolahan dan pemanfaatan tanah. Untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat dalam sampah dapat dilakukan analisa dan percobaan di laboratorium. Pada sistem Sanitary Landfill dan Open Dumping, informasi mengenai komposisi kimia sampah dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh “leachate” terhadap air tanah. Sedang pada proses penghumusan, informasi ini sangat berguna untuk mengetahui besarnya kandungan unsur-unsur, seperti zat hara yang diperlukan oleh tanaman. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Carbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan Phospor (C, H, O, N, S, P), serta lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak. Tabel 2.5: Contoh Komposisi Kimia Sampah Unsur / Senyawa Senyawa organik
Kadar Berat Kering (%) 25 – 35
Nitrogen (N2)
0,4 - 1,2
Phospor (P2O5)
1,2 - 1,6
Kalium (K2O)
0,8 - 1,5
Kapur (CaO)
4–7
Carbon
12 – 17
Kadar air
10 – 60
Kepadatan Sampah Kepadatan sampah menyatakan berat sampah persatuan volume. Pada sistem Sanitary Landfill, informasi kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan dari lapisan sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut. Sedang bila menggunakan sistem pengolahan maka informasi ini diperlukan untuk merencanakan dimensi unit proses. Bab 2 - 34
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi maka densitasnya rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara yang sedang berkembang berkisar antara 100 kg/m3 sampai 600 kg/m3. (Sandra. Cointerau, 1982). Kepadatan sampah kota Bandung (BUDS, 1979) rata-rata sebesar 250 kg/m3 atau 0,25 ton/m3. Tabel 2.6: Density Sampah Beberapa Negara Di Daerah Urban. Negara
Density Sampah (kg / m3)
Indonesia
250
Muangtai
250
Pakistan
500
India
500
Singapura
175
Sandra J. Cointreau, 1982 Kadar (kandungan) Air Sampah Besarnya kadar air sampah biasanya dinyatakan dalam ‘%’ yaitu perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat kering sampah tersebut. Besarnya kadar air sampah pada tiap kota sangat tergantung dari iklim atau musim, serta komponen sampah itu sendiri. Pada penelitian karakteristik sampah di Jakarta Pusat tahun 1981 yang dilakukan oleh BPPT, didapatkan hasil bahwa kadar air sampah pada musim kemarau sebesar 57,71% sedangkan pada musim hujan 62,67 %. Dengan demikian nilai rata-rata dari kedua angka tersebut sebesar 60,09%.
Bab 2 - 35
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Gambar 2.7: Diagram Alir Sistem Manajemen Persampahan
Permukiman TPS/ Gerobak
TPST/Container/
Truck biasa/ Armroll Truck
UPS Pasar
Komersial
Dump Truck
Tempat Pembuangan Industri
Akhir
Bab 2 - 36
Bab 1 - 37
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
3. GAMBARAN UMUM KOTA DEP O K 3.1. Daerah Perencanaan Kota Depok adalah sebuah kota di propinsi Jawa Barat, Letak Kota Depok sangat strategis, karna diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha. Peta administrasi kota Depok dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.1:
Peta administrasi kota Depok
Bab 3 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.2. Aspek Fisik Kota 3.2.1
Geografi
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 60 19’00” – 60 28’00” Lintang Selatan dan 106043’00” – 106055’30” Bujur Timur. Bentang alam Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha. Peta administrasi kota Depok dapat dilihat pada gambar 3.1. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Podok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
3.
Sebelah
Selatan
berbatasan
dengan
Kecamatan
Cibinong
dan
Kecamatan
Bojonggede Kabupaten Bogor. 4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung sindur Kabupaten Bogor.
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kotakota lainnya.
3.2.2
Geologi
Berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, Lembar Jakarta dan Kepualuan Seribu 1 : 100.00, stratigrafi
Bab 3 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
wilayah Depok sekitarnya dari tua ke muda disusun oleh batuan perselingan, batupasir dan batu lempung sebagai berikut : 1.
Formasi Bojongmanik (Tmb) : Perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, batu lempung
2.
Formasi Serpong (Tpss) : Breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung
3.
Satuan Batuan Gungung api Muda (Qv) : tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan dengan konglomeratan
4.
Satuan Batuan Kipas Alluvium : Endapan lempung pasir, krikil, kerakal dan
5.
Satuan Endapan Alluvia (Qa)
Struktur geologi di daerah ini merupakan lapisan horizontal atau sayap lipatan dengan kemiringan lapisan yag hampir datar, sesar mendatar yang diperkirakan berarah utara – selatan. Menurut Laporan Penelitian Sumberdaya Air Permukaan di Kota Depok, kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam system geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Singkapan batuan tersier yang membatasi cekungan Bogor – Tangerang – Bekasi terdapat pada bagian barat – barat daya dimana di jumpai pada Formasi Serpong, Genteng dan Bojongmanik. Secara umum keadaan jenis tanah di Kota Depok adalah sebagai berikut : 1.
Tanah Alluvial, tanah endapan yang masuh muda, terbentuk dari endapan lempung, debu dan pasir, umumnya tersikap di jalur-jalur sungai, tingkat kesuburan sedang – tinggi.
2.
Tanah
Latosol
coklat
kemerahan,
tanah
yang
belum
begitu
lanjut
perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis – basalitis, tingkat kesuburannya rendah – cukup, mudah meresapkan air, tanah terhadap erosi, tekstur halus.
Bab 3 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Asosiasi Latosol merah dan laterit air tanah, tanah latosol yang perkembangannya dipengaruhi air tanah, tingkat kesuburan sedang, kandungan air tanah cukup banyak, sifat fisik tanah sedang – kurang baik.
3.2.3
Topografi
Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 40-140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 2-15 %. Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng : 1.
Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8-15 % tersebar dari Barat ke Timur.
2.
Wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 % terdapat di sepanjang sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan sungai Angke.
Kemiringan lereng antara 8-15 % potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian, sedangkan kemiringan lereng yang lebih besar dari 15 % potensial untuk dijadikan sebagai benteng alam yang berguna untuk memperkuat pondasi. Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk sistem drainase Permasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah karena adanya perbedaan kemiringan lereng menyebabkan terjadinya genangan atau banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu.
3.2.4
Klimatogi
Iklim Depok yang tropis mendukung untuk pemanfaatan lahan pertanian ditambah lagi dengan kadar curah hujan yang kontinu di sepanjang tahun. Permasalahan mendasar walaupun di satu sisi di dukung oleh iklim tropis yang baik yaitu alokasi tata guna lahan yang harus mempertimbangkan sektor lain terutama lahan hijau dan permukiman. Kondisi curah hujan di seluruh wilayah di daerah Depok relatif sama, dengan rata-rata curah hujan sebesar 327 mm/tahun. Kondisi curah hujan seperti diatas, mendukung kegiatan di bidang pertanian terutama pertanian lahan basah di areal irigasi teknis. Sedangkan untuk daerah tinggi dan tidak ada saluran irigasi teknis akan lebih sesuai Bab 3 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
untuk tanaman palawija kombinasi dengan padi/lahan basah pada musim hujan sebagai pertanian tadah hujan. Selain penting sebagai sumber irigasi, curah hujan juga penting untuk pemberian gambaran penentuan lahan, terutama lokasi, pola cocok tanam, dan jenis tanaman yang sesuai.
3.2.5
Hidrogologi
Air Permukaan adalah semua air yang terdapat dan berasal dari sumber – sumber air yang berada di permukaan tanah. Air permukaan yang dimaksud dalam paparan berikut ini adalah air sungai dan air danau.
A. Air Sungai Sistem air sungai besar yang mengalir di kota Depok dan sekitarnya yaitu: Sungi Angke, Sungi Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Buaran, dan Sungai Cideng. 1. Sungai Sungai – sungai tersebut berhulu di bagian selatan, merupakan dataran tinggi atau pegunungan yang terletak di Kabupaten Bogor seperti Gunung Salak, Gunung Halimun, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Selain itu, kota Depok juga mempunyai beberapa saluran irigasi yaitu saluran irigasi Cisadane Empang dan saluran irigasi Kali Baru. Beberapa sungai yang mengalir melalui kota Depok adalah sebagai berikut: Sungai Angke Sungai ini merupakan batas wilayah antara kota Depok dan Kabupaten Tangerang, mengalir kearah utara, Sungi Angke ini mempunyai perbedaan debit yang bear antara musim hujan dan musim kemarau. Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung digunakan sebagai sumber mata air baku bagi kota Depok dan Jakarta. Pada perbatasan dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat pada musim kemarau mempunyai debit sebesar 9,06-13,40 m3/detik.
Bab 3 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Sungai Pesanggrahan Sungai ini merupakan sumberdaya air terpenting untuk Sawangan, dan kondisi air berwarna coklat bercampur Lumpur dan Kotoran. Sungai ini mempunyai fluktuasi yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Bahkan pada musim hujan sering menimbulkan banjir setempat. Berdasarkan data debit dari Balitbang PU, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pengairan
Bandung
antara
1992
–
1996
statistik
pengukuran Sawangan debit minimum adalah Qmin =350 lt/detik (sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 2. Saluran Irigasi Kali Baru Saluran ini juga merupakan saluran irigasi untuk pertanian, sehingga pada periode tertentu dikeringkan untuk pemeliharaan saluran, berdasarkan pengukuran debit aliran yang diukur dengan currentmeter, debit sesaat QS=603,36 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 3. Saluran Irigasi Cisadane Empang Saluran ini juga mempunyai fungsi utama untuk pengairan pertanian, sehingga pada periode tertentu dilakukan pengeringan, untuk pemeliharaan saluran. Data debit dari cabang Dinas PU Pengairan Kabupaten Bogor antara tahun 1992 sampai 197, stasiun pengukuran KP Pecahan Air, debit minimal QS=200 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 4. Danau/Situ Salah satu sumber air permukaan yang ada di kota Depok adalah danau atau situ. Situ-situ ini berfungsi sebagai irigasi local, perikanan, sanitasi, pengendali air, air minum, industri dan rekreasi. Berdasarkan studi literatur saat in terdapat 21 situ di kota Depok, sedangkan menurut Bagian Lingkungan Hidup sekitar 25 situ. Sementara itu hasil survey lapangan yang dilaksanakan oleh Innerindo Dinamika terdapat sekitar 30 situ.
Bab 3 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
B. Air Tanah 1. Air Tanah Dangkal Di kota Depok banyak ditemukan sumur gali untuk kebutuhan masyarakat. Pada umumnya kondisi sumur gali baik, tetapi air tawar di sebagian tempat kondisinya keruh dan berbau, kedalaman rata-rata 10 m. 2. Air Tanah Dalam Di kota Depok banyak ditemukan sumber air tanah dalam. Saat ini air tanah merupakan sumber penyediaan air yang utama untuk kota Depok. Formasi genteng dan endapan vulkanik mempunyai potensi 3-4 lt/det/km2, alluvium potensi 5-7 lt/det/km2. Sejalan dengan pengembangan kota Jakarta dan kota-kota sekitarnya termasuk kota Depok, pengambilan air tanah meningkat, sehingga beberapa tempat kelebihan. 3. Informasi Berdasarkan Sumur Bor Dari survei air tanah Botabek didapatkan tiga system akuifer yang sangat umum, yaitu : Akuifer dangkal
: 0-20 m, preatik semi terikat pada tempat lebih
dalam, Akuifer menengah: 20-70 m, semi terikat hingga semi tak tertekan, Akuifer dalam
: > 70 m, semi terikat atau tertekan, artesis di lokasi
dekat pantai. Informasi tersebut meliputi informasi tentang kedalaman, lokasi sumur, dan mutu air. Muka air tanah statis di daerah pantai rata-rata 2 meter, di bagian selatan air tanah dangkal 8-10 m dan air tanah dalam 10-30 m. Zona recharge yang baik terdapat pada batuan kipas vulkanik, batuan vulkanik yaitu di bagian selatan. Di Taman Hutan Rakyat Pancoran Mas Kota Depok masih terdapat satwa yang dilindungi seperti: ular sanca, ular kobra, biawak dan 47 jenis flora yang dapat dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata alam, selain itu di kawasan kota Depok perlu adanya ruang terbuka hijau untuk rekreasi, wisata alam serta perbaikan iklim mikro. Bab 3 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.3. Aspek Sosial Ekonomi 3.3.1
Demografi Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok menghadapi kependudukan.
berbagai Sebagai
permasalahan daerah
perkotaan,
penyangga
Kota
termasuk Jakarta,
Kota
masalah Depok
mendapatkan tekanan migrasi permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor 135/SK.DPRD/03/1994 tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Keputusan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa
Barat tanggal 7 Juli 1997 Nomor 135/Kep.Dewan 06/DPRD/1997 tentang Persetujuan Atas Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat ditetapkan dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masamasa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya, yaitu Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan sebagian wilayah Kecamatan Bojonggede yang terdiri dari Desa Pondok Terong, Desa Ratujaya, Desa Pondok Jaya, Desa Cipayung dan Desa Cipayung Jaya. Sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan serta pelayanan masyarakat di Kota Depok. Bab 3 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Sampai dengan tahun 2006 Kota Depok mempunyai 63 Kelurahan, 8.187 Rukun Warga (RW), dan 4.494 Rukun Tetangga (RT). Perkembangan Kota Depok diikuti pula dengan peningkatan jumlah penduduk yang cepat. Pada tahun 1990 Kota Administratif Depok penduduknya berjumlah 271.134 jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 1.143.403 jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi BPS, jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 1.420.480 jiwa dengan laju pertubuhan rata-rata 3,44 persen per tahun.
A. Penduduk Depok mempunyai potensi sebagai sebuah wilayah penyangga yang menjadi kawasan lalu lintas Jakarta-Depok-Bogor-Tanggerang-Bekasi, satu sisi potensi ini mendukung untuk menjadikan sebagai tempat bermukim, tempat berusaha, dan sebagai daerah pusat Pemerintahan. Secara biogeografis karena kestrategisan Kota Depok yang merupakan bagian dari berbagai daerah aliran sungai yang berpusat di pegunungan di Kabupaten Bogor dan Cianjur, menjadikan curah hujan di Kota Depok cukup tinggi sehingga Depok kaya akan potensi flora dan fauna. Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2007 mencapai 1.470.002 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 761.382 jiwa dan penduduk perempuan 708.620 jiwa. Dengan demikian , sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 102. Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya dibanding Kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 403.037 jiwa, kemudian Kecamatan Sukmajaya dengan penduduk 342.447 jiwa. Sedangkan Kecamatan Beji, penduduknya paling sedikit yaitu 139.888 jiwa.
Tabel 3.1: Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2002 2007 No Kode
Kecamatan
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
('6)
(7)
(8)
010
Sawangan
143,211
149,039
153,245
159,543
166,276
166,076
020
Pancoran Mas
226,405
235,790
240,904
247,622
254,797
269,144
030
Sukmajaya
285,928
296,636
301,809
307,753
314,147
342,447
Bab 3 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
No Kode
Kecamatan
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
('6)
(7)
(8)
040
Cimanggis
343,399
357,546
367,283
379,487
392,512
403,037
050
Beji
120,462
126,653
130,656
136,899
143,592
139,888
060
Limo
127,828
123,633
137,662
143,218
149,156
149,410
Jumlah
1,247,233 1,289,297 1,331,559 1,374,522 1,420,480 1,470,002
Sumber BPS Depok dalam Angka 2007 Selama kurun waktu 2000 – 2007, laju pertumbuhan penduduk Kota Depok per tahun rata - rata adalah 4,18 %. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok akibat pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Di tahun 2007, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.339,37 Jiwa/KM2. Kecamatan Sukmajaya merupakan Kecamatan terpadat di Kota Depok, yaitu sebesar 10.033,61 Jiwa/KM2, sedangkan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.634,84 Jiwa/KM2.
Tabel 3.2: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2007 Luas Wiayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
(2)
(3)
(4)
010 Sawangan
166.076
45,69
3.634,84
020 Pancoran Mas
269.144
29,83
9.022,59
030 Sukmajaya
342.447
34,13
10.033,61
040 Cimanggis
403.037
53,54
7.527,77
050 Beji
139.888
14,30
9.782,38
060 Limo
149.410
22,80
6.553,07
1.470.002
200,29
7.339,37
Kecamatan (1)
Kota Depok
Jumlah Penduduk
Sumber BPS Depok dalam Angka 2007 Bab 3 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
B. Iklim Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim, secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara Oktober-Maret.
3.3.2
Temperatur : 24,3-33 derajat Celsius
Kelembaban rata-rata : 82 %
Penguapan rata-rata : 3,9 mm/th
Kecepatan angin rata-rata : 3,3 knot
Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 %
Jumlah curah hujan : 2684 m/th
Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun
Mata Pencaharian Mata pencaharian warga Depok cukup beragam Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri pengolahan digolongkan menjadi industri besar, sedang dan kecil. Jika suatu perusahaan industri mempunyai tenaga kerja diatas 99 orang maka perusahaan tersebut diklasifikasikan menjadi industri besar, jika tenaga kerja antara 20 – 99 orang masuk industri sedang, sedangkan industri kecil mempunyai tenaga kerja 5 – 19 orang. Jumlah
industri
besar
dan
sedang
di
Kota
Depok
hasil
pendaftaran
usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2006 adalah 126 perusahaan. Industri yang paling banyak di kota Depok adalah industri makanan dan minuman ada 26 perusahaan, kemudian industri pakaian jadi ada 20 perusahaan. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari “ Angkatan Kerja” dan bukan Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong “ Angkatan Kerja “ adalah mereka yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sehingga angkatan kerja yang tidak terserap dikategorikan sebagai penganggur. Bab 3 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, dapat diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang bekerja 44,63% sedangkan yang menganggur sekitar 9,36%. Jadi penduduk Kota Depok yang tergolong angkatan kerja 53,98%, sisanya merupakan penduduk bukan angkatan kerja. Dari penduduk yang bekerja sebagian besar bekerja di sektor jasa dan perdagangan dengan persentase masing-masing 27,98% dan 26,92%. Status pekerjaan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai 64,84%, kemudian berusaha sendiri 26,79%.
Tabel 3.3: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Seminggu yang lalu di Kota Depok Tahun 2006 No
Kegiatan Utama
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
74,69
33,29
53,98
a. Bekerja
63,56
25,71
44,63
b. Pengangguran
11,13
7,58
9,36
25,31
66,71
46,02
18,18
19,11
18,64
b. Mengurus Rumah Tangga
1,34
44,50
22,93
c. Lainnya
5,80
3,09
4,44
1 ANGKATAN KERJA
2 NON ANGKATAN KERJA a. Sekolah
JUMLAH
100
100
100
Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 belum tersedia Sumber : Susenas 2006
Bab 3 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 3.4: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kota Depok Tahun 2006
No
Status Pekerjaan Utama
(1)
(2)
1
Berusaha Sendiri
2
Laki-laki + Laki-laki Perempuan Perempuan (3)
(4)
(5)
27,62
24,75
26,79
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
2,34
1,04
1,97
3
Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar
2,72
2,43
2,64
4
Buruh/Karyawan/Pegawai
63,71
67,63
64,84
5
Pekerja Bebas di Pertanian
0,98
-
0,70
6
Pekerja Bebas di Non Pertanian
2,53
1,39
2,20
7
Pekerja tidak dibayar
0,10
2,77
0,87
100,00
100,00
100,00
C
Jumlah
C
Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 belum tersedia Sumber : Susenas 2006
3.3.3
Pola Penggunaan Lahan dan Status Lahan
Kondisi wilayah Kota Depok Merupakan tanah darat dan tanah sawah. Sebagian besar tanah darat merupakan areal pemukiman sesuai dengan fungsi kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidkan, perdaganagn dan jasa. Secara rinci penggunaan lahan adalah sebagai berikut : 1.
Pemukiman:10.968 Ha
2.
Pertanian: 4.653 Ha
3.
Industri: 344 Ha
4.
Rawa / Setu: 91 Ha
5.
Lain-lain: 3.973 Ha
Bab 3 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Digital Indonesia edisi tahun 1999 diperoleh gambaran kecenderungan perkembangan daerah terbangun di Kota Depok yang mengisi lahan yang pada tahun 1990 masih kosong, adalah sebagai berikut : 1.
Perkembangan daerah terbangun ke arah Selatan relatif lebih lambat dibanding dengan ke arah Utara – Timur.
2.
Perkembangan daerah terbangun di bagian pusat perkotaan (Kecamatan Beji),
3.
Perkembangan daerah terbangun yang relatif dekat dengan pusat kota (Kecamatan Sukma Jaya di bagian Timur Pusat Kota),
4.
Perkembangan daerah terbangun yang memanjang di jalur antara arteri primer Jakarta – Depok dan arteri primer Jakarta – Bogor
5.
Perkembangan daerah terbangun yang pesat pada daerah – daerah perbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, yaitu pada Kecamatan Limo, Kecamatan Beji dan Kecamatan Cimanggis
Dilihat dari peta citra satelit tahun 1994 dan tahun 2001, terlihat telah terjadi perubahan penggunaan lahan terutama daerah terbangun (permukiman) dari 8.300 ha pada tahun 1994, menjadi 8.900 ha pada tahun 2001 (tabel 3.3 dan tabel 3.4).
Tabel 3.5: Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Tahun 1994 dan 2001 Luas No
Nama Lahan
Selisih (+/-)
1994
2001
Ha
Ha
Ha
1
Hutan Primer
541,60
86,02
(455,58)
2
Hutan Sekunder
100,17
-
(100,17)
3
Kawasan dan zona industri
21,27
75,53
54,26
4
Ladang / Sawah
1.453,33
1.501,67
48,34
5
Padang rumput / Halang
66,93
66,93
-
6
Perkebunan
1.645,03
1.688,59
43,56
7
Permukiman
8.267,92
8.890,76
622,84
8
Sawah
5.538,95
4.620,59
(918,36)
Bab 3 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Luas No
Nama Lahan
9
Tanah Kosong
10
Kebun campuran
11
Sungai /B dan Air/Danau/Situ
12
Selisih Overlay Jumlah
Selisih (+/-)
1994
2001
Ha
Ha
Ha
46,35
46,35
-
1.738,47
2.433,55
695,08
101,63
101,63
-
0.44
0,47
0,03
19.522,09
19.512,09
Sumber RTRW Kota Depok 2010
Tabel 3.6: Penggunaan Lahan Tahun 2000 No A.
B.
Jenis Penggunaan
Tahun 2000 Ha
%
KAWASAN TERBANGUN
8.640
43,10
1. Perumahan dan Kampung
7.084
35,40
2. Pendidikan Tinggi
224
1,10
3. Jasa dan Perdagangan
125
0,60
4. Industri
980
4,90
5. Kawasan Khusus (Gandul, Cilodong, Depok, KRL, Brimob)
227
1,10
11.388
56,90
1.313
6,60
Tegalan / Lading
4.630
23,11
Kebon
3.131
15.63
Rumput / Tanah Kosong
1.635
8,16
2. Situ dan Danau
119
0.60
3. Pariwisata dan Lapangan Olah raga
311
1,55
7
0,04
242
1,21
-
-
20.028
100
RUANG TERBUKA HIJAU 1. Sawah Teknis dan Non Teknis
4. Hutang Kota 5. Kawasan Khusus 6. Garis Sepadan Jumlah Sumber RTRW Kota Depok 2010
Bab 3 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Jika dibandingkan antara penggunaan lahan eksisting dengan Rencana Penggunaan Lahan menurut RTRW Depok 2010, terlihat bahwa : Pada penggunaan lahan eksisting yang seharusnya menjadi penggunaan lahan semapdan, ternyata saat ini masih digunakan untuk penggunaan perumahan. Penggunaan lahan eksisting situ, pariwisata, olah raga, hutan kota, kawasan khusus dan garis sempadan yang mempunyai luas 679 ha merupakan penggunaan lahan yang dapat dipertahankan di penggunaan lahan rencana, tetapi penggunaan lahan eksisting sawah teknis, non teknis, tegalan, rumput, tanah kosong yang mempunyai luas 6.079 ha merupakan penggunaan lahan terbuka hijau tidak dapat dikendalikan dalam rencana karena merupaan penggunaan lahan milik rakyat, sehingga dalam rencana luasnya dapat berubah (pada RTRW 2010, seluas 4.227).
3.3.4
Pendapatan Regional
Penerimaan pemerintah daerah merupakan salah satu faktor utama untuk membiayai pembangunan. Penerimaaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah berupa pajak daerah dan bantuan pemerintah pusat. Dengan terbatasnya penerimaan daerah maka bantuan pusat berupa dana perimbangan masih cukup dominan dalam APBD Kota Depok. Tolak ukur meningkatnya kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati daari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Realisasi anggaran pendapatan Kota Depok tahun 2007 berdasarkan anggaran perubahan adalah Rp. 749.346.265.979,95 , dengan rincian pendapatan asli daerah sebesar Rp. 75.457.361.773,64 dana perimbangan Rp. 504.052.499.829,00 dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp. 169.836.404.377,31. Realisasi anggaran pengeluaran kota Depok pada tahun 2007 sebesar Rp. 892.250.553.148,24. Adanya sektor perbankan juga menambah roda perekonomian Kota Depok. Bank sebagai lembaga financial akan menarik dunia bisnis sebagai mitra untuk meningkatkan investasinya sehingga saling memperoleh keuntungan. Posisi dana simpanan rupiah dan valuta asing pada bank umum dan BPR di Kota Depok bulan September 2007 sebesar
Bab 3 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.327.433 juta rupiah. Sementara itu posisi pinjaman pada Bank Umum dan BPR di Kota Depok bulan September 2007 berdasarkan jenis penggunaannya Rp. 2.826.703 juta untuk konsumsi, Rp. 1.143.981 juta untuk modal kerja, dan Rp. 483.044 juta untuk investasi. Selain sektor perbankan di Kota Depok juga memiliki koperasi. Jumlah pembentukan koperasi di Kota Depok tahun 2005 ada 53 koperasi. Koperasi merupakan kegiatan ekonomi yang dapat membantu aktifitas ekonomi rakyat pada tingkat kelurahan.
Tabel 3.7: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No
Uraian
Anggaran 2007
Perubahan Anggaran 2007 (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
1
Pendapatan
1.1
Pendapatan Asli Daerah
1.1.1
72.079.618.619,05
75.457.361.773,64
Pajak Daerah
38.205.947.000,00
40.254.327.102,59
1.1.2
Retribusi Daerah
21.516.647.900,00
22.598.079.695,40
1.1.3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
1.916.539.182,40
2.727.750.359,00
1.1.4
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
10.440.484.536,65
9.877.204.616,65
1.2
Dana Perimbangan
495.090.160.151,00
504.052.499.829,00
1.2.1
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
102.118.160.151,00
111.080.499.829,00
1.2.2
Dana Alokasi Umum
381.095.000.000,00
381.095.000.000,00
1.2.3
Dana Alokasi Khusus
11.877.000.000,00
11.877.000.000,00
1.3
Lain-lain Pendapatan yang Sah
163.664.384.059,31
169,836,404,377.31
1.3.1
Hibah
500,000,000.00
585,000,000.00
1.3.2
Dana Darurat
-
-
1.3.3
Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan pemerintah Daerah Lainnya
88,743,802,550.00
98,785,940,000.00
1.3.4
Dana penyesuaian dan Otonomi khusus
19.000.000.,00
19,000,000,000.00
1.3.5
Bantuan Keuangan dari Proposal atau Pemerintah Daerah lainnya
55,420,581,509.31
51,465,464,377.31
730,834,162,829.36
749,346,265,979.95
Jumlah Pendapatan
Bab 3 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Sumber : Pemerintah Kota Depok
Tabel 3.8: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Lanjutan Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No.
Uraian
Anggaran 2007
(1)
(2)
(3)
2
Perubahan Anggaran 2007 (Rp) (4)
Belanja
2.1
Belanja Tidak Langsung
416.047.252.688,99
416.065.139.202,89
288.284.048.296,39
278.204.513.607,72
2.1.1
Belanja Pegawai
2.1.2
Belanja Bunga
-
-
2.1.3
Belanja Subsidi
-
-
2.1.4
Belanja Hibah
7.000.000.000,00
10.500.000.000,00
2.1.5
Belanja Bantuan Sosial
74.963.920.000,00
79.851.311.509,31
2.1.6
Belanja Bagi Hasil kepada Prop/Kab/Kota dan Pemerintahan Desa
-
-
2.1.7
Belanja Bantuan Keuangan kepada Prop/Kab/Kota dan Pemerintahan Desa
26.250.000.000,00
26.250.000.000,00
19.549.284.392,60
21.259.314.085,86
452.378.651.976,66
476.185.413.945,35
72.911.472.680,00
78.481.371.780,00
2.1.8 2.2
Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung
2.2.1
Belanja Pegawai/Personalia
2.2.2
Belanja Barang dan Jasa
140.076.794.307,41
143.014.699.966,10
2.2.3
Belanja Modal
239.390.384.989,25
254.689.342.199,25
Jumlah Belanja
868.425.904.665,65
892.250.553.148,24
Surflus/(defisit)
(137.591.741.836,29)
(142.904.287.168,29)
Sumber : Pemerintah Kota Depok
Tabel 3.9: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Lanjutan Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No
Uraian
Anggaran 2007
Anggaran 2007 (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
Bab 3 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
No
Uraian
Anggaran 2007
Anggaran 2007 (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
3 3.1
Pembiayaan Daerah Penerimaan Pembiayaan
150.607.221.836,29
155.987.894.968,29
145.628.485.723,29
147.143.204.988,29
3.1.1
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)
3.1.2
Pencarian dana cadangan
-
-
3.1.3
Hasil penjualan kekayaan daerah yang disiapkan
-
-
3.1.4
Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah
-
-
3.1.5
Penerimaan kembali pemberian pinjaman
411.480.000,00
411.480.000,00
3.1.6
Penerimaan piutang daerah
4.567.256.113,00
8.433.209.980,00
13.05.480.000,00
13.083.607.800,00
-
-
2.000.000.000,00
2.000.000.000,00
10.604.000.000,00
10.672.127.800,00
411.480.000,00
411.480.000,00
137.591.741.836,29
142.904.287.168,29
-
-
3.2
Pengeluaran Daerah
3.2.1
Pembentukan dana cadangan
3.2.2
Penyertaan Modal (investasi) daerah
3.2.3
Pembayaran Pokok Utang
3.2.4
Pemberian pinjaman daerah Pembiayaan Netto
3.3
Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SILPA)
Sumber : Pemerintah Kota Depok
3.4. Sarana Dan Prasarana Kota 3.4.1
Sarana Pendidikan
Tahun Ajaran 2006/2007 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Depok sebanyak 314 sekolah, jumlah murid TK 14.053, dan 954 guru TK. Sekolah SD sebanyak 362 sekolah, dengan 125.581 murid, dan 4.656 orang guru. Sekolah SMP berjumlah 137 sekolah dengan jumlah siswa 44.60 1 orang dan jumlah guru 3.023 orang. Di tingkat SMA terdapat 51 sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing 14.93 7 orang dan 1.183 orang. Selain itu terdapat 55 sekolah SMK, dengan jumlah murid 18.726 orang dan jumlah guru 1.371 orang. Bab 3 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 27,67%. Memiliki Ijazah tertinggi SLTA merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis huruf latin 59,99 %, huruf lainnya 1,07 %, huruf latin dan huruf lainnya 37,51 %, dan yang buta huruf 1,43 %.
Tabel 3.10: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan No
Ijasah Tertinggi yang dimiliki
(1)
(2)
Laki-laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
(3)
(4)
(5)
1 Tidak punya
9,80
13,65
11,73
2 SD/MI/sederajat
17,52
22,48
20,00
3 SLTP/MTs/sederajat
16,70
18,85
17,77
4 SMU/MA/sederajat
28,47
26,86
27,67
5 SMKejuruan
11,66
7,46
9,56
6 Diploma I/II
1,13
1,96
1,55
7 Diploma III
4,76
4,10
4,43
8 Diploma IV/Sarjana
9,07
4,19
6,63
9 S2/S3
0,89
0,45
0,67
100,00
100,00
100,00
Jumlah
Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007
Tabel 3.11: Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan Tahun Ajaran 2006/2007 No Kode
Kecamatan
Tk
SD
SMP
SMA/SMK
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
010
Sawangan
31
53
20
15
020
Pancoran Mas
48
75
43
35
030
Sukmajaya
82
81
26
21
040
Cimanggis
104
98
25
12
050
Beji
23
31
10
11
060
Limo
26
24
13
12
314
362
137
106
Jumlah
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007 Bab 3 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.4.2
Sarana Kesehatan
Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun, upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dengan meningkatkan fasilitas sarana dan prasaran kesehatan, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata, dan murah. Penyedia layanan kesehatan di Kota Depok sebanyak 27 Puskesmas yang tersebar di 6 kecamatan dan 10 Puskesmas pembantu, ditambah 12 Rumah sakit swasta dan 1 RSUD /pemerintah. Di Kota Depok ada 2 Puskemas yang memliki fasilitas rawat inap yaitu Puskesmas Cimanggis dan Puskesmas Sukmajaya. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak hanya yang memiliki KTP setempat. Untuk meningkatkan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat telah tersedia sarana kesehatan baik yang dibangun oleh pemerintah atau swadaya masyarakat antara lain Puskesmas, Puskesmas Keliling (pelayanan kesehatan mobile), Polindes, Posyandu, Praktek dokter, dan sarana kesehatan lainnya. Dari hasil pengumpulan data dapat dikatakan bahwa Kota Depok memiliki 27 puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan memiliki 12 Rumah sakit dan 1 RSUD Sawangan.
Tabel 3.12: Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kota Depok Tahun 2007 No Kode
Kecamatan
(1)
(2)
010
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
Jumlah
(3)
(4)
(5)
Sawangan
4
4
8
020
Pancoran Mas
4
1
5
030
Sukmajaya
7
-
7
040
Cimanggis
7
4
11
050
Beji
3
1
4
060
Limo
2
-
2
Jumlah
27
10
37
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007
Bab 3 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 3.13: Sarana Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Depok tahun 2007 No
Sarana Pelayanan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
1
Rumah Sakit Umum
8
2
Rumah Sakit Ibu & Anak
4
3
Balai Pengobatan (BP)
52
4
Balai Pengobatan Berizin
107
5
Rumah Bersalin (RB)
4
6
Rumah Bersalin Berizin
34
7
Laboratorium Kesehatan Swasta
20
8
Optik/Optik Berizin
9
Pengobatan Tradisional
3/34 68
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Depok
3.4.3
Perdagangan dan Jasa
Sektor perdagangan merupakan sektor ekonomi yang banyak di minati oleh semua kalangan masyarakat dalam kegiatan ekonomi baik itu secara formal maupun informal. Jumlah perusahaan perdagangan yang mempunyai SIUP tahun 2007 sekitar 1.172 perusahaan yang terdiri dari perusahaan kecil 786 perusahaan, perusahaan menengah 236 perusahaan, perusahaan besar 81 perusahaan, dan perusahaan cabang 69 perusahaan. Besarnya PAD Kota Depok dapat tercermin melalui besarnya investasi yang ditanamkan di Kota Depok menurut jenis komoditi, jenis investasi dan tenaga kerjanya. Perdagangan luar negeri digambarkan oleh adanya kegiatan ekspor dan impor. Volume ekspor Kota Depok tahun 2006 sampai dengan bulan Juni 2006 paling banyak ke Negara Singapura sebesar 397.772,00 Kgs yang nilainya mencapai 830.366,49 US $, kemudian ke Taiwan sebesar 283.773,00 Kgs yang nilainya 500.085,62 US $ . Industri kecil mampu menyerap tenaga kerja 19.660 tenaga kerja, paling besar menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan industri lainnya. Industri kecil yang paling banyak di Kota Depok adalah industri tekstil, elektronika, dan aneka. Bab 3 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 3.14: Perusahaan Perdagangan Barang dan Jasa Yang Mempunyai SIUP Tahun 2007 No Kode
Kecamatan
Perusahaan
Jumlah
Kecil
Menengah
Sedang
Besar
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
010
Sawangan
51
8
11
6
76
020
Pancoran Mas
127
30
10
13
180
030
Sukmajaya
197
66
13
17
293
040
Cimanggis
179
69
23
18
289
050
Beji
140
42
11
10
203
060
Limo
92
21
13
5
131
236
81
69
1.172
(1)
Jumlah
786
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007
3.4.4
Sarana Permukiman
Kebijakan pembangunan sektor perumahan dan permukiman di kota Depok mengacu pada visi dan misi kota Depok, antara lain menjadikan Depok sebagai kota permukiman yang nyaman. Kondisi pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Depok mencapai 10.968 ha (54,76 %) dari keseluruhan luas wilayah di Depok 20.029 ha, hal ini mengakibatkan meningkatkan tuntutan kebutuhan fasilitas dan utilitas perumahan dan permukiman, dimana kondisi lingkungan dan perumahan yang ada belum tertata dengan baik. Hanya 40 % yang sudah tertata dengan baik sedangkan 60 % belum tertata dengan baik. Kawasan permukiman terbesar terdapat di Sawangan.
3.4.5
Sarana Peribadatan
Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk meningkatkan derajat keimanan seseorang. Pada tahun 2007, di Kota Depok terdapat 554 masjid, 129 mushola, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja protestan, 1 vihara, dan 2 pura. Jumlah TPA di Kota Depok 286. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2007 ada 133 Bab 3 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
sekolah dengan jumlah murid 30.547 orang, dan guru 1.423 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kota Depok 55 sekolah, dengan jumlah siswa 10.333 orang, dan jumlah guru 1.355 orang. Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 21 sekolah, dengan jumlah siswa 1.869 siswa, dan 257 guru.
Tabel 3.15: Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya di Kota Depok tahun 2006 *) Gereja
No Kode
Kecamatan
Masjid
Langgar
Mushola
Katolik
Protestan
Vihara
Pura
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
4
-
-
(1) 010
Sawangan
74
-
217
-
020
Pancoran Mas
113
-
267
2
24
-
-
030
Sukmajaya
138
-
151
2
20
-
-
040
Cimanggis
140
-
255
1
5
-
1
050
Beji
44
-
72
-
6
-
-
060
Limo
45
129
33
1
3
1
1
554
129
995
6
62
1
2
Kota Depok
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007
3.4.6
Prasarana Air Minum
Penyediaan air minum di Kota Depok sampai saat ini masih dikelola oleh PDAM Kabupaten Bogor. Jumlah pelanggan PDAM di Kota Depok sampai dengan bulan September tahun 2007 adalah 40.343 pelanggan (SL) dan besarnya pemakaian PDAM adalah 11.952.220 m3.
Tabel 3.16: Jumlah
Pelanggan
dan
Pemakaian
Air
MinumMenurut
Jenis
Penggunanya di Kota Depok Tahun 2007 No
Golongan Pelanggan
Jumlah Pelanggan (SL)
Pemakaian (M3)
1
I A (Sosial Umum)
162
8 8.926
2
II A (Sosial Khusus)
101
46.772
Bab 3 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
No
Golongan Pelanggan
3
II B (RSS)
4
Jumlah Pelanggan (SL)
Pemakaian (M3)
153
47.694
III A (R. Sederhana)
28.365
6.846.447
5
III B (R. Menengah)
6.829
1.931.469
6
III C (Inst.Pemerintah)
29
34.311
7
IV A (R.Menengah/Kantor
3.847
1.182.937
8
IV B (Niaga Kecil)
787
258.154
9
IV C (Industri Kecil)
2
677
10
IV D (Niaga Besar)
34
13 6.870
11
IV E (Industri Besar)
22
358.65 1
12
V (Khusus)
12
1.019.312
40.343
11.952.220
Jumlah Sumber : PDAM Kabupaten Bogor
3.4.7
Prasarana Irigasi A. Saluran Irigasi Kali Baru Saluran ini juga merupakan saluran irigasi untuk pertanian, sehingga pada periode tertentu dikeringkan untuk pemeliharaan saluran, berdasarkan pengukuran debit aliran yang diukur dengan currentmeter, debit sesaat QS=603,36 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000).
B. Saluran Irigasi Cisadane Empang Saluran ini juga mempunyai fungsi utama untuk pengairan pertanian, sehingga pada periode tertentu dilakukan pengeringan, untuk pemeliharaan saluran. Data debit dari cabang Dinas PU Pengairan Kabupaten Bogor antara tahun 1992 sampai 197, stasiun pengukuran KP Pecahan Air, debit minimal QS=200 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000).
Bab 3 - 25
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
C. Danau/Situ Salah satu sumber air permukaan yang ada di kota Depok adalah danau atau situ. Situ-situ ini berfungsi sebagai irigasi local, perikanan, sanitasi, pengendali air, air minum, industri dan rekreasi. Berdasarkan studi literatur saat in terdapat 21 situ di kota Depok, sedangkan menurut Bagian Lingkungan Hidup sekitar 25 situ. Sementara itu hasil survey lapangan yang dilaksanakan oleh Innerindo Dinamika terdapat sekitar 30 situ.
3.4.8
Prasarana Listrik Di Kota Depok ada 3 Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) PLN antara lain : UPJ Depok Kota, UPJ Cimanggis, dan UPJ Sawangan. Untuk UPJ Depok Kota daerah pelayanannya meliputi Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, dan Kecamatan Limo. Jumlah pelanggan PLN di Kota Depok sampai dengan bulan September 2007 268.104 pelanggan.
3.4.9
Sarana Telekomunikasi
Pada bulan September 2007 jumlah pelanggan Kancatel Depok sebesar 72.476 dengan jumlah kapasitas sentral dan jumlah LIS (Line in service) 80.301 dan 75.529.
3.4.10 Prasarana Jalan Panjang jalan di Kota Depok tahun 2007 adalah 503,24 km2, jika dirinci menurut status pemerintah yang berwenang maka panjang jalan negara 14,31 km2, jalan propinsi 19,16 km2, jalan kota 469,77 km2.
Tabel 3.17: Pembagian Jalan Kota Depok No 1
Uraian
Jumlah
Persentas e
Jalan Negara
14,31
2,84
Jalan Propinsi
19,16
3,81
Status Jalan
Bab 3 - 26
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2
Jalan Kota
469,77
93,35
Jumlah
503,24
100,00
Mantap (baik + sedang)
155,39
30,88
Tidak Mantap (Rusak Ringan + Rusak Berat)
347,84
69,12
Jumlah
503,23
100,00
Kinerja
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007
3.4.11 Sarana Transportasi Salah satu potensi Kota Depok adalah di sektor perhubungan. Jumlah angkutan, izin trayek, jumlah penumpang yang ada di kota Depok merupakan investasi yang menunjang poembangunan di kota depok dan merupakan salah satu asset dalam penghitungan PAD Kota Depok. Lalu lintas angkutan kereta api merupakan alat transportasi yang banyak diminati karena biayanya yang relative murah dan cepat sampai di tujuan.
Tabel 3.18: Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Stasiun di Kota Depok Tahun 2007 Kartu
No Kode (1)
Stasiun
Umum
(2)
(3)
Langganan Sekolah
Jumlah
(4)
(5)
(6)
Trayek Bulanan
010
Pondok Cina
1.047.114
337.910
-
1.385.024
020
Depok Baru
4.762.706
27.256
-
4.789.962
030
Depok Lama
3.111.409
189.023
3.409
3.303.841
040
UI
1.556.970
447.976
-
2.004.946
050
Citayam
1.759.309
18.378
3.305
1.780.992
Jumlah
12.237.508
1.020.543
6.714
13.264.765
Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007
Bab 3 - 27
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.5. Rencana Kota 3.5.1
Strategi Pengembangan Sarana Dan Prasarana
Strategi pengembangan wilayah di Kota Depok mencakup bidang pertanian, perdagangan dan jasa, pendidikan, perumahan, fasilitas umum lainnya, pariwisata, prasarana dan sarana dan sosial budaya masyarakat Kota Depok.
A. Pertanian Berdasarkan Propeda kota depok, 2002-2006 Kebijakan sektor pertanian di Kota Depok diarahkan pada pengembangan sektor pertanian yang berdaya saing, berwawasan agribisnis dan berbasis pada sumber daya, melalui peningkatan produk unggulan daerah. Kegiatan pertanian dikembangkan pada jasa dan industri pertanian (agribisnis dan pertanian) berbasis teknologi dan masyarakat. Lahan pertanian tidak hanya diandalkan sebagai areal produksi saja namun untuk pembibitan komoditas, ternak serta pertanian perkotaan. Lokasi kegiatan pertanian dikembangkan bersama areal perkotaan yang dapat diidentifikasi sebagai ruang terbuka hijau produktif.
B. Perdagangan dan jasa Saat ini kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Depok tersebar dengan pola ribbon development yang berkembang mengikuti jaringan jalan di beberapa lokasi dibawah ini: 1) Poros pusat Kota (Jalan Margonda Raya) 2) Poros Jalan Arief Rahman Hakim, Nusantara dan Dewi Sartika 3) Jalan Akses UI 4) Jalan Raya Ciogor-Cimanggis 5) Jalan Raya Parung-Sawangan 6) Pusat Cinere-Limo 7) Pusat-pusat lingkungan.
Bab 3 - 28
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Berdasarkan RTRW kota depok 2010, lokasi pusat-pusat perdagangan dan komersial diarahkan pada : 1) Pusat perdagangan utama Kota di Jalan Margonda Raya, dengan jenis kegiatan termasuk Kegiatan informal dengan skala pelayanan lokal dan wilayah 2) Sub pusat perdagangan dan jasa di 5 wilayah dikembangkan sesuai dengan arahan untuk melayani bagian wilayah kota dengan tujuan untuk lebih meratakan jangkauan fasilitas Kota. Terdapat rencana pemindahan terminal tipe B ke Daerah Jatijajar dan dibukanya Akses ke Jalan Tol jagorawi yang melewati daerah kompleks perumahan emeralda. Diperkirakan di kawasan kompleks perumahan emeralda akan berkembang kegiatan perdagangan dan jasa, serupa dengan kawasan Cibubur Junction. Oleh karenanya akan dibuat sub pusat baru dikawasan kompleks perumahan tersebut.
C. Pendidikan Kegiatan pendidikan di Kota Depok sejalan dengan visi Kota sebagai Kota Pendidikan, maka pengembangan kawasan pendidikan diarahkan di Kecamatan Pancoran Mas yaitu di daerah Citayam, sebagai Kawasan Pendidikan Terpadu. Pada awalnya diharapkan kampus-kampus dengan luas lahan kecil dapat menempati area dan memanfaatkan fasilitas secara bersama di daerah tersebut. Namun ternyata daerah citayam tidak berkembang sebagai kawasan pendidikan tinggi, hanya setingkat pendidikan menengah. Hal ini disebabkan karena kurangnya akses dan pembangunan prasarana jaringan jalan menuju daerah citayam. Kawasan yang berkembang sebagai kawasan pendidikan tinggi justru daerah Kelapa Dua. Padahal dengan ditetapkannya daerah citayam sebagai Kawasan Pendidikan Terpadu diharapkan akan dapat mendorong terciptanya persaingan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan tinggi agar diarahkan perkembangan ruangnya ke arah selatan. Saat ini akan dibangun prasarana transportasi secara bertahap dalam bentuk pengembangan jaringan jalan dan interkoneksinya dengan moda KRL melalui stasiun citayam yang sudah ada.
Bab 3 - 29
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
D. Permukiman Arah pengembangan kawasan permukiman di Kota Depok cenderung ke arah Barat, Timur dan Selatan (Kecamatan Sawangan dan Cimanggis). Hal ini disebabkan karena masih luasnya areal yang dapat dikembangkan dan mengingat lahan keterbatasan lahan yang berada di pusat Kota. Pengembangan kegiatan permukiman di pusat kota perlu mempertimbangkan upaya pembangunan perumahan secara vertikal yang mulai dilakukan di Jalan Margonda dengan dibangunnya apartemen yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Namun kehadiran jenis tempat tinggal tersebut tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan ekonomi masyarakat, karena itu perlu adanya kebijakan pembangunan Rusun (Rumah susun) sehat yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat terutama di daerah permukiman kumuh dan padat. Potensi dari sarana dan prasarana penunjang permukiman meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan dan pengelolaan limbah cair adalah: 1) Besarnya jumlah penduduk Kota Depok 2) Kegiatan pembangunan Kota Depok yang sangat pesat 3) Rendahnya cakupan pelayanan sistem sehingga perlu segera ditingkatkan 4) Sistem tertentu seperti IPLT masih tertunda sehingga potensi untuk pemanfaatan masih cukup tinggi. 5) Keterlibatan
swasta
terkait
CSR
(Corporate
Social
Responsibility)
merupakan peluang untuk dibuat kerjasama. Sedangkan permasalahan dalam sarana dan prasarana permukiman yang meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan dan pengelolaan limbah cair adalah: 1) Rendahnya tingkat pelayanan sistem. 2) Rendahnya kualitas pelayanan karena belum sesuai SOP (standar operasi dan prosedur). 3) Perencanaan lintas sektor yang tidak terpadu. 4) Keterbatasan dana pembangunan. Bab 3 - 30
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana permukiman.
3.5.2
Program-Program Pengembangan Sarana Dan Prasarana A. Air bersih Arahan pengembangan prasarana sumber air bersih adalah sebagai berikut : 1) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih jaringan pipa 2) Meningkatkan peran serta masyarakat 3) Meningkatkan cakupan pelayanan 4) Memelihara
kelestarian
sumber-sumber
air
baku
guna
menjaga
kesinambungan pasokan air baku yang akan diolah. Berdasarkan kondisi eksisting, telah terjadi penurunan jumlah pelanggan air bersih sebesar 10,91% pada tahun 2002-2003 dan pada tahun 2004 terjadi penambahan jumlah pelanggan air minum di sebanyak 5,51% (2003-2004). Dalam kurun waktu 3 tahun tersebut terjadi penurunan volume pemakaian air bersih rata-rata pertahunnya 17,69%, penurunan jumlah pemakaian ini disebabkan oleh menurunnya jumlah pemakaian air bersih untuk RSS, rumah sederhana dan kegiatan niaga kecil.
B. Air Limbah Arahan kebijakan pengelolaan air limbah yaitu meminimumkan pencemaran air tanah dangkal dan badan air permukaan serta meningkatkan kualitas sanitasi perkotaan yang dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut : 1) Mewajibkan setiap kegiatan industri, rumah sakit, perhotelan, dan pertokoan besar yang menghasilkan air limbah membuat prasarana dan sarana pengolahan disesuaikan dengan baku mutu air limbah 2) Meningkatkan pengernbangan sistem pengolahan air limbah komunal untuk limbah rumah tangga dan perdagangan 3) Meningkatkan sarana dan prasarana yang telah ada. Bab 3 - 31
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Sistem pengolahan air limbah yang ada di Kota Depok menggunakan sistem perpipaan (off-site) yang dilakukan di Kecamatan Beji dan sistem setempat (onsite). Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang tersedia hanya satu yang berlokasi di Kelurahan Kalimulya (21,328 ha) dengan kapasitas 73 m3/hari.
C. Persampahan Arahan
pengelolaan
persampahan
di
kota
depok
dilakukan
dengan
mendayagunakan Badan Usaha Swasta dan masyarakat untuk berperan serta aktif dalam hal : 1) Meningkatkan kualitas pelayanan persampahan hingga daerah yang lebih luas. 2) Penyediaan sarana-sarana tempat pembuangan sampah yang memadai pada tiap-tiap kawasan fungsional 3) Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang 4) Meningkatkan kualitas lingkungan kota termasuk pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Saat ini sistem pengolahan sampah di Kota Depok menggunakan sistem ingenerator dimana sampah dipilah dahulu (di TPA Cipayung) kemudian untuk sampah organik dijadikan kompos organik, dan sisanya baru diolah lebih lanjut.
D. Drainase Arahan Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase : 1) Rencana pengembangan sistem drainase diarahkan mengikuti pola sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) 2) Pola daerah aliran sungai, sistem drainase dan genangan diarahkan memanfaatkan keberadaan situ-situ beserta arah alirannya. 3) Pola
perencanaan
pengembangan
pengendalian
banjir
harus
terintegrasi/terpadu dengan memperhatikan arah dan sistem drainase, pola daerah aliran sungai, keberadaan danau (situ) dan adanya daerah rawan banjir/genangan.
Bab 3 - 32
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4) Membuat sumur resapan pada bangunan yang akan dibangun guna menjaga fungsi hidrologis (resapan air) dan kelestarian lingkungan. 5) Pengendalian banjir adalah menciptakan lingkungan kota bebas banjir dan genangan dengan menata daerah aliran sungai melalui pengendalian sungai yang terpadu dengan sistem drainase wilayah. Strategi pengendalian banjir di Kota Depok adalah sebagai berikut : 1) Mengendalikan debit air dan meningkatkan kapasitas sungai dengan cara pengerukan 2) Membangun, meningkatkan dan mengembalikan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air 3) Menjaga fungsi lindung dengan ketat sesuai dengan arahan pemanfaatan yang berhubungan dengan tata air 4) Menjaga pemanfaatan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) agar fungsi kawasan tetap terjaga 5) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga Kelestarian sungai 6) Pembuatan sarana pengendali banjir seperti pintu-pintu air untuk pengaturan 7) Pengendalian
pembangunan
pada
bantaran
sungai
dengan
upaya
penghijauan atau pembebasan seluruh daerah bantaran sungai dari kawasan terbangun,
disesuaikan
dengan
garis
sempadan
sungai
yang
telah
ditetapkan.
E. Listrik Sistem pelayanan listrik di Kota Depok sebelum tahun 2004 hanya terdiri dari 4 UPJ yaitu UPJ Depok Kota, Cimanggis, Cibinong dan Sawangan, namun pada tahun 2004 terjadi penambahan satu unit UPJ yaitu UPJ Bojong Gede. Pada tahun 2004 terjadi penurunan jumlah pelanggan sebanyak 1,73% dari tahun sebelumnya, penurunan terbesar berada pada UPJ Depok Kota dan Cimanggis. Pemakaian listrik di Kota Depok dari didominasi untuk kegiata rumah tangga (RT)
Bab 3 - 33
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
dan kegiatan industri. Pada tahun 2003 pemakaian untuk rumah tangga mencapai 70 % namun pada tahun 2004 terjadi penurunan sebesar 11,78%. Pengembangan sektor energi listrik diarahkan dengan cara : 1) Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat 2) Pemerataan pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU) pada seluruh lingkungan permukiman dan peningkatan kualitas penerangan jalan umum pada jalan protokol, jalan penghubung, taman dan pusat-pusat aktivitas masyarakat.
F. Telepon Pelayanan sambungan telekomunikasi khususnya Telkom di Kota Depok dilakukan dengan menggunakan 3 buah STO (Sentral Telepon Otomat) yaitu STO Depok, STO Pancoran Mas dan STO Sukmajaya. Kecenderungan segmen pelanggan di Kancatel Depok adalah segmen residensial (rumah tangga) yang selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2000-2004) mengalami kenaikan sebesar 11,62%. Strategi pengembangan sarana dan prasarana telekomunikasi, yaitu dengan: 1) Pengembangan
sistem
pelayanan
telekomunikasi
melalui
penerapan
teknologi telekomunikasi yang ada 2) Penambahan dan pembangunan sentral-sentral teleponn baru 3) Perluasan
pengadaan
telepon
umum
dan
peningkatan
warung
telekomunikasi di permukiman padat penduduk Bagian Wilayah Kota Beji dan Jalan Akses UI di arahkan menjadi pusat kegiatan pengembangan informasi berbasis teknologi.
3.5.3
Rencana Pemanfaatan Ruang
Rencana Struktur Ruang Kota Depok menggambarkan susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu dengan lainnnya membentuk struktur ruang kota. Rencana struktur ruang Kota Depok antara lain meliputi; Bab 3 - 34
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Konsep pengembangan tata ruang wilayah, hirarki pusat pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, dan Sistem jaringan transportasi seperti sistem jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan kelas terminal. Rencana pengembangan tata ruang Kota Depok dirumuskan berdasarkan kondisi nyata potensi yang di miliki dan juga berdasarkan kecenderungan pemanfaatan ruang yang harus diarahkan kepada kondisi ideal yang diharapkan dengan memperhatikan aspekaspek yang realistis yang dapat terwujud, serta dapat dirasakan manfaatnya baik bagi Pemda Kota Depok sebagai pengguna rencana tata ruang maupun bagi masyarakat yang terkena dampaknya dari pelaksanaan pembangunan. Dasar pertimbangan dalam perencanaan tata ruang Kota Depok tidak bisa dilepaskan dari fungsinya sebagai kawasan penyangga (buffer zone) dan kawasan penyeimbang (counter magnet), yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan kegiatan Kota Depok dan wilayah sekitarnya. Konsep pengembangan Kota Depok akan mengacu juga kepada aspek eksternal yang sangat strategis yang karena kedudukan lokasinya berada di antara perbatasan dengan Kota Jakarta, Kota Bekasi, Kab. Bogor dan Kota Tangerang. Secara lokasional, jarak tempuh Kota Depok dengan Propinsi DKI Jaya cukup dekat, sehingga penduduk Kota Depok sebagian besar bekerja di Jakarta, sedangkan secara administrasi Kota Depok merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Hal ini berakibat terhadap penggunaan infrastruktur pendukung, yang harus ditanggung oleh Pemda Kota Depok, sedangkan sebagian besar pengguna infrastruktur tersebut adalah moda angkutan dari Provinsi DKI Jakarta. Aspek internal (kondisi riil) yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan potensi yang dimiliki oleh Kota Depok dan fungsi kota yang akan diemban oleh Kota Depok, sebagai kawasan perdagangan dan jasa komersial, dengan basis kegiatan pertanian sehingga kegiatan tersebut perlu didorong pertumbuhannya untuk meningkatkan perekonomian Kota Depok.
Bab 3 - 35
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, konsep pengembangan Kota Depok memiliki ciri sebagai berikut: 1.
Wilayah Utara : memilki kegiatan yang telah berkembang dengan pesat, mempunyai kepadatan bangunan sedang sampai tinggi, kegiatan pendidikan, perdagangan dan jasa komersial. Sehingga dalam pemanfaatan ruangnya wilayah utara akan dikendalikan, karena alokasi ruang yang ada telah sangat terbatas, sehingga yang perlu diperhatikan adalah aspek pengendalian lingkungan.
2.
Wilayah Selatan : relatif belum berkembang, kepadatan bangunan rendah sampai sedang, kegiatan yang telah berkembang saat ini adalah perkantoran pemerintah, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan pertanian, industri, dan akan diarahkan juga sebagai kawasan pendidikan terpadu. Wilayah selatan masih mempunyai banyak areal cadangan untuk pemanfaatan ruang, sehingga wilayah selatan akan lebih dipacu perkembangannya tetapi dengan batasan-batasan tertentu.
3.5.4
Sistem Pusat Pelayanan
Adanya perubahan paradigma visi dan misi Kota Depok dari yang semula kota pemukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan dan peribadatan, menjadi kota yang berorientasi ke perdagangan dan jasa dengan pembatasan kegiatan pemukiman, membawa
dampak
terhadap
arah
perkembangan
pusat-pusat
pelayanan
dan
perkembangan kawasan terbagun. Berdasarkan RTRW Depok 2000-2010 terdapat Pusat Kota di Margonda dan 5 (lima) sub pusat, yaitu Sub Pusat Cinere, Sub Pusat Cisalak, Sub Pusat Sawangan, Sub Pusat Cisalak dan Sub Pusat Citayam. Berdasarkan perkembangan penggunaan lahan saat ini, pusat kota Margonda telah berkembang sesuai dengan arahan RTRW, Sub Pusat Cinere telah berkembang (karena sudah berkembang sebelumnya), Sub Pusat Citayam tidak berkembang seperti yang diarahkan dalam RTRW, arah perkembangannya lebih ke arah kegiatan industri kecil. Sedangkan Sub Pusat Cimanggis dan Sawangan belum berkembang seperti arahan dalam RTRW. Selain itu, terdapat sub pusat yang berkembang tidak sesuai arahan RTRW, yaitu
Bab 3 - 36
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
kawasan Cibubur, kawasan Cisalak yang berkembang menyebar dan kawasan lain yang berkembang pita (ribbon development). Pusat Margonda sudah berkembang dalam koridor yang diinginkan, namun rencana Situ Rawa Besar sebagai alun-alun (square) Kota Depok masih sulit diwujudkan. Fungsi dan pemanfaatan ruang yang berkembang juga sudah mencerminkan Margonda sebagai Pusat Kota Depok. Tetapi saat ini kondisi jalan Margonda telah mengalami beban lalu-lintas yang cukup tinggi terutama pada jam-jam sibuk (karena lebar jalan Margonda sekitar 8 meter, dan bercampurnya lalu-lintas menerus dan lokal), sehingga arus keluas masuk orang dan kendaraan dari dan ke kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa yang terdapat di Margonda terhambat. Hal ini dapat menyebabkan orang enggan menuju ke Margonda, dan akan mencari alternatif kawasan perdagangan dan jasa lainnya. Selain itu, dengan berkembangnya kegiatan perdagangan (mal dan pusat perbelanjaan) di Margonda yang demikian pesatnya, dapat mengarah kejenuhan kegiatan, sehingga perlu ada dikembangkan alternatif sub pusat lainnya. Tidak berkembangnya Sub Pusat Citayam sesuai dengan arahan dalam RTRW karena belum adanya perbaikan pola sirkulasi dan jalan sehingga terjadi kemacetan lalu-lintas yang cukup tinggi. Sub Pusat ini akan tetap dipertahankan lokasinya dan akan diarahkan sebagai kawasan sentra niaga dan budaya. Belum berkembangnya sub pusat Sawangan di Rangkapan Jaya, diperkirakan belum adanya dukungan program dari Pemerintah Kota Depok karena dari aspek lokasinya, sub pusat tersebut cukup strategis. Sub pusat ini akan tetap dipertahankan, untuk melayani wilayah Kecamatan Sawangan dan sekitarnya. Sub Pusat Cimanggis di Jatijajar belum berkembang disebabkan adanya kendala morfologi dan kesediaan lahan. Dengan akan dikembangkannya Terminal Jatijajar, maka sub pusat Cimanggis diperkirakan akan berkembang dengan cepat, tetapi lokasinya harus bergeser ke tempat yang lebih datar. Sub Pusat Cisalak kurang berkembang karena kesulitan lahan. Untuk itu dibutuhkan dukungan Pemerintah Kota Depok dalam penyediaan lahan untuk berkembangnya sub pusat ini, karena lokasi sub pusat ini cukup potensial karena terdapatnya jalan kolektor primer sejajar pipa gas dan adanya rencana jalan tol. Bab 3 - 37
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Selain itu, di persimpangan Jalan Raya Parung-Jalan Sawangan Raya telah berkembang kegiatan perdagangan yang cukup besar dengan skala pelayanan wilayah Parung, Sawangan dan sekitarnya, sehingga di persimpangan ini akan diarahkan sebagai sub pusat pelayanan agar perkembangan kegiatan yang telah ada sekarang dapat diarahkan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang. Adanya rencana untuk membuka simpang tol Cimanggis menjadi 2 (dua) arah, sehingga kemungkinan berkembangnya sub pusat pelayanan baru, yaitu di sekitar kawasan perumahan Emeralda. Saat ini di sekitar kawasan perumahan Emeralda telah berkembang
kegiatan
perdagangan
dan
jasa,
dengan
skala
pelayanan
Tapos,
Leuwinanggung, Kab. Bekasi, Kota Jakarta dan sekitarnya. Terdapat rencana pembangunan jalan Toll Depok-Antasari yang melintasi wilayah Kecamatan Limo dan Pancoran Mas, dan akan dikembangkannya koridor bisnis sepanjang jalan toll tersebut. Berdasarkan hasil studi Pengembangan Kawasan Baru di Sekitar Koridor Jalan Tol Antasari – Depok Tahun 2005, menyebutkan bahwa dengan dibukanya pintu toll di Kelurahan Krukut akan menyebabkan daerah tersebut berkembang kegiatan perdagangan dan jasa. Oleh karenanya untuk mengantisipasi hal tersebut maka di buat sub pusat krukut yang melayani kegiatan Perdagangan dan Jasa untuk wilayah sekitarnya.
Bab 3 - 38
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 3.19: Rencana Fungsi Pusat-Pusat Pelayanan Kota Depok No.
Jenjang Pelay anan
Rencana Pelaya nan Kegiatan
Melayani K elurahan
1
Pusat Kota (Margon da)
- Pusa t Peme rintahan - Pusa t Bisnis Konvensi - Pusa t Perda gangan Komersial & Jasa - Konserva si Budaya - Taman Kota - Terminal Terpadu d alam Kota - Pendidikan, Riset & Te knologi
- Seluruh Kota De pok - Keluraha n yang ada disekitarn ya yaitu Sukmajaya , Tirtajaya, Panco ran Mas, Mampang, De pok, Depo k Jaya, Beji, Kukusan, Be ji Timur, Ke miri Muka , Pondok Cina, Mekarjaya
2
Cinere
- Perkanto ran & Bisnis - Perda gangan, Komersial & Ja sa - Kawasan Pendidikan - Terminal C
- Keluraha n Cinere, Pangkalan Jati, Pangkalan Jati Baru, Gand ul.
3
Sawanga n
- Perda gangan & Jasa - Pusa t Jasa Perbengkelan - Pusa t Agrob isnis (Holtikultura) - Perda gangan Eceran - Terminal C
- Keluraha n Sa wangan Baru, Ra ngkap an Jaya, Rangkapan Jaya Baru, Meruyung, Pasir pu tih, dan Bedah an.
4
Citayam
- Pusa t Perda gangan Grosir & Eceran - Kawasan Pendidikan - Sentra N iaga dan Budaya - Terminal C
- Cipayung, Cipayung Jaya, Ra tujaya, Bojong Pondo k Terong, Pond ok Jaya, Kalimulya , Jatimulya, dan Kalibaru.
5
Cimanggis (Jatijajar)
- Pusa t Perda gangan Grosir & Eceran - Jasa Pergudang an - Terminal B - Pusa t Pemb ibitan
- Keluraha n Ka libaru, Cilodon g, Sukamaju, Jatija jar, dan Cilangkap.
6
Cisala k
- Pusa t Perda gangan Grosir & Eceran - Terminal C - Pusa t Jasa
- Keluraha n Su kamaju Ba ru, Sukatani, Harjamukti, Cisalak Pasar, Curug, Mekarsari, Cisala k, Tugu, Pasirgun ung Selatan, Bakti Jaya, Abadi Jaya.
7
Tapos
- Pusa t Perda gangan Grosir & Eceran - Pusa t Jasa - R umah Pemoto ngan H ewan (RPH)
- Keluraha n Tapos, Le uwinanggung, dan Cimpa eun.
8
Bojongsa ri
- Pusa t Perda gangan & Jasa - Kawasan Pendidikan - Terminal C
- Keluraha n Pe ngasinan, Duren Seribu, Duren Mekar, Bojongsari, Bojongsa ri Baru, Sawangan, Cu rug, Cinangka, Kedaung, Serua dan Pond ok Petir.
9
Krukut
- Perda gangan dan Jasa
- Keluraha n Krukut, Limo, Grogol da n Tanah Baru.
Bab 3 - 39
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
4 . Ko ndisi Pengelolaa n S a m pa h S a at I n i 4.1. Umum Salah satu aspek yang turut menentukan kebersihan suatu kota adalah pengelolaan persampahan di kota tersebut. Pengelolaan persampahan yang tidak terprogram akan menyebabkan penanganan sampah yang tidak tuntas, sehingga ada sampah yang tidak terangkut yang menyebabkan kebersihan dan keindahan kota tidak tercapai. Didalam setiap Pemerintah Kota, sampah dari rumah tangga dikumpulkan baik yang menggunakan gerobak sampah maupun yang langsung masuk truk sampah. Sampah yang dikumpulkan melalui gerobak dan truk-truk kecil kemudian dibawa ke suatu tempat pengumpulan atau peralihan yang disebut Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) atau Transfer Depo. Di TPS dilakukan pemindahan, biasanya secara manual ke dalam truk yang lebih besar untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Sedangkan di Transfer Depo sebenarnya pemindahannya dapat dilakukan langsung dari gerobak ke truk melalui ramp. Umumnya jumlah truk dan biaya tidak mencukupi kebutuhan untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh bagi semua wilayah disetiap Pemerintah Kota. Meskipun TPA di Kota Depok – Cipayung- telah di disain sebagai ‘sanitary landfills’, namun hingga saat ini TPA Cipayung dioperasikan dengan prinsip ‘controlled landfill’. Di TPA ini juga terdapat kehadiran group pemulung yang dikhawatirkan aktivitasnya bertentangan dengan operasi TPA yang aman dan efisien. Pengelolaan persampahan Kota Depok di bawah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup yang merupakan unsur pelaksana teknis di bawah Walikota Depok yang berfungsi sebagai pelaksana pelayanan kebersihan (Operator) yang juga berfungsi melaksanakan pengaturan/pengendaliaan (Regulator).
Bab 4 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Didalam melaksanakan tugasnya Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup di pimpin oleh Kepala Dinas sedangkan teknis operasionalnya dibawah Bidang Kebersihan yang dibantu oleh Koordinator Kecamatan (Korcam) dan staf bidang kebersihan.
4.2. Aspek Organisasi Dan Manajemen 4.2.1 Bentuk Institusi dan Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, instansi yang berwenang dalam pengelolaan kebersihan /persampahan adalah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (KLH). Struktur organisasi Dinas KLH ini terdiri dari Kepala Dinas dengan dibantu empat Kepala Bidang, satu Bagian Tata Usaha dan dua Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Selengkapnya, struktur Organisasi Dinas KLH Kota Depok adalah sebagai berikut: 1. Bagian Tata Usaha yang membawahi 2 sub bagian, yaitu: a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Pekerjaan, Evaluasi dan Pelaporan 2. Bidang Kebersihan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan b. Seksi Operasional Pengangkutan 3. Bidang Sarana dan Prasarana membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pengadaan b. Seksi Pemeliharaan dan Perawatan 4. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pencegahan Kerusakan Lingkungan b. Seksi Kemitraan Lingkungan 5. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pengendalian Limbah Bab 4 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
b. Seksi Pemulihan Lingkungan 6. Unit Pelaksana Teknis Dinas yang terdiri dari: a. Unit Pelaksana Teknis Dinas IPLT dan TPA b. Unit Pelaksana Teknis Dinas TPU Uraian Tugas Dinas KLH Kota Depok merupakan unsur pelaksana pemerintah kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah dan mempunyai
tugas
melaksanakan
kewenanagan
desentralisasi
di
bidang
kebersihan dan lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas KLH mempunyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan lingkungan hidup 2) Pemberian
perizinan
dan
pelaksanaan
pelayanan
umum
di
bidang
kebersihan dan lingkungn hidup 3) Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas (UPTD) di bidang kebersihan dan lingkungan hidup 4) Pengelolaan urusan ketatausahaan Sedangkan uraian tugas jabatan-jabatan structural di lingkungan Dinas KLH kota Depok adalah sebagai berikut:
1. Kepala Dinas Tugas pokoknya : Memimpin, mengatur, membina, mengawasi dan mengendalikan kegiatan dinas serta penggunaan anggaran dinas. Uraian tugas : •
Menyusun dan menetapkan rencana strategis dinas mengacu pada rencana strategis kota;
•
Merumuskan kebijakan kebersihan kota meliputi sarana dan prasarana kebersihan, pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan;
Bab 4 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melakukan
pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
dalam
urusan
kepegawaian Dinas; •
Membina, mengawasi dan mengendalikan kegiatan bidang teknis meliputi bidang kebersihan, sarana dan prasarana, pencegahan dampak lingkungan dan pengendalian dampak lingkungan;
•
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan anggaran Dinas;
•
Melakukan
pembinaan,
pengawasan,
dan
mengendalikan
urusan
ketatausahaan dan rumah tangga dinas; •
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP);
•
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian produk hukum dan penyusunan rancangan produk hukum yang sesuai dengan bidang tugas;
•
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap UPTD;
•
Mengadakan koordinasi dengan bidang-bidang dilingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup;
•
Mendistribusikan dan memberikan petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka peningkatan kinerja;
•
Memaraf atau menandatangani naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Melaksanakan hubungan kerjasama/koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas persetujuan Walikota;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada Walikota dibidang kebersihan dan lingkungan hidup;
Bab 4 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah;
•
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Kepala Bagian Tata Usaha Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian urusan ketatausahaan, rumah tangga dinas dan administrasi kepegawaian dan anggaran dinas. Uraian tugas : •
Merumuskan penyusunan rencana dan program kerja Bagian Tata Usaha sesuai renstra Dinas serta kebijakan dan arahan Kepala Dinas;
•
Mengkoordinasikan penyiapan bahan penyusunan rencana strategis dinas dengan bidang-bidang teknis;
•
Melaksanakan pengelolaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga dinas;
•
Melaksanakan pengkoordinasian penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP);
•
Melaksanakan
pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
penyusunan
rencana kebutuhan anggaran belanja aparatur, anggaran belanja publik, dan kebutuhan perlengkapan dinas; •
Melakukan penghimpunan rencana dan program kerja masing-masing bidang teknis di lingkungan dinas;
•
Melaksanakan pembinaan, pengawasamn dan pengendalian administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan adminisrasi umum;
•
Melaksanakan pengawasan dalam rangka pengadaan sarana dan prasarana kantor sesuai dengan kewenangannya;
•
Mengkoordinasikan penyusunan rancangan produk hukum dengan bidang teknis; Bab 4 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan
pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
pengadaan
perlengkapan kantor; •
Mengumpulkan, mengolah data dan informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas-tugas ketatausahaan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam rangka meningkatkan produktifitas kerja;
•
Memberikan motivasi bawahan dalam rangka meningkatkan kinerja pada saat melaksanakan tugas;
•
Mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas dilingkungan Bagian Tata Usaha;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas;
•
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Kepala Sub Bagian Umum Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan urusan surat menyurat, pengelolaan barang, administrasi kepegawaian dan pengelolaan anggaran dinas. Uraian tugas : •
Melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja kegiatan Subag Umum mengacu pada rencana kerja Bagian Tata Usaha;
•
Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian yang meliputi mutasi, kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala;
Bab 4 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan pengelolaan perpustakaan dinas;
•
Melaksanakan pengelolaan urusan administrasi keuangan dinas;
•
Melaksanakan urusan administrasi surat menyurat dilingkungan dinas;
•
Melaksanakan dan memelihara peralatan dan perlengkapan dilingkungan dinas;
•
Melaksanakan pengelolaan benda berharga yang menjadi milik dinas;
•
Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan Sub Bagian Umum;
•
Mengadakan koordinasi dengan Sub Bagian dan seksi dilingkungan Dinas;
•
Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok;
•
Melaksanakan pengolahan dan penataan arsip naskah dinas serta administrasi perjalanan dinas;
•
Melaksanakan penomoran, pengagendaan dan penggandaan naskah dinas sesuai dengan kebutuhan;
•
Melaksanakan
penyiapan
bahan
pengembangan,
disiplin,
mutasi
dan
peningkatan kualitas pegawai; •
Menerbitkan
brosur,
leaflet,
buletin,
pedoman/petunjuk
teknis
penyelenggaraan pengelolaan Kebersihan dan Lingkungan Hidup; •
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja;
•
Memberikan motivasi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas;
•
Memaraf dan menandatangani naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi dilingkungan dinas;
Bab 4 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan hubungan kerja/koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas persetujuan pimpinan;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada pimpinan.
4. Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Tugas Pokoknya : Mempimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan, mengawasi dan melaksanakan sebagian tugas bagian tata usaha dalam menyusun perencanaan, evaluasi dan pelaporan kegiatan. Uraian tugas : •
Menyusun rencana dan program kerja kegiatan Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan mengacu pada rencana kerja Bagian Tata Usaha;
•
Melaksanakan
koordinasi
dengan
bidang-bidang
teknis
dalam
rangka
penyusunan Renstra Dinas; •
Melaksanakan penyusunan rencana kerja tahunan dinas;
•
Melaksanakan penyusunan Rencana Anggaran Dinas (RASK dan DASK) Dinas;
•
Merekap dan melaksanakan penyusunan rencana anggaran dan perubahan anggaran dinas;
•
Melaksanakan penyusunan rancangan produk hukum yang sesuai dengan tugas dinas;
•
Melaksanakan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) dinas;
•
Melaksanakan evaluasi atas kinerja tahunan dinas;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
Bab 4 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Membimbing, mengendalikan dan mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam upaya meningkatkan produktifitas kerja;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
kinerjanya; •
Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi dilingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan berkaitan dengan bidang tugas;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada pimpinan;
•
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
5. Kepala Bidang Kebersihan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah Uraian tugas : •
Menyusun rencana dan program kerja Bidang Kebersihan yang mengacu pada rencana strategis dinas;
•
Merumuskan bahan kebijakan penyelenggaraan kebersihan dan pengangkutan sampah;
•
Melaksanakan penyusunan perunjuk teknis pelaksanaan penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah;
•
Melakukan koordinasi dalam rangka melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan kebersihan;
Bab 4 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap petugas kebersihan;
•
Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah;
•
Melaksanakan
evaluasi
dan
pelaporan
pelaksanaan
kegiatan
bidang
kebersihan; •
Menyusun laporan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan bidang kebersihan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
kinerjanya; •
Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi di lingkungan dinas kebersihan;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan;
•
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
6. Kepala Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina,
mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan
kegiatan penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan Uraian tugas : •
Menyusun rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana strategis dinas dan rencana kerja Bidang Kebersihan;
Bab 4 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan penghimpunan data sebagai bahan penyusnan kebijakan penanganan kebersihan jalan dan lingkungan;
•
Melaksanakan penyusunan bahan petunjuk teknis pelaksanaan pelayanan kebersihan jalan dan lingkungan;
•
Melaksanakan
pengawasan
dan
pengendalian
kebersihan
jalan
dan
lingkungan; •
Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan kebersihan jalan dan lingkungan;
•
Melaksanakan
penyusunan
bahan
evaluasi
atas
pelaksanaan
kegiatan
kebersihan jalan dan lingkungan; •
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Membimbing, mengendalikan dan mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan kinerja;
•
Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasakan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi sengan Sub Bagian dan Seksi dilingkungan Dinas;
•
Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok;
•
Menyusun RASK dan melaksanakan DASK;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala bidang;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
Bab 4 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
7. Kepala Seksi Operasional Pengangkutan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan menyusun bahan teknis penyelenggaraan operasional pengangkutan sampah dan pembuangan ke TPA Uraian tugas : •
Melaksanakan penyusunan rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana kerja bidang kebersihan;
•
Melaksanakan penghimpunan data sebagai bahan penyusunan kebijakan penyelenggaraan operasional pengengkutan sampah;
•
Menyusun draft kebijakan pimpinan tentang penyelenggaraan operasional pengangkutan sampah;
•
Melaksanakan penyusunan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan operasional pengangkutan sampah;
•
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian operasional pengangkutan sampah;
•
Melaksanakan
koordinasi
penyelenggaraan
kegiatan
petunjuk
teknis
pengangkutan sampah dengan UPTD; •
Melaksanakan penyusunan laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan seksi operasional pengangkutan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
produktivitas kerja; •
Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan sub bidang dan seksi di lingkungan dinas;
Bab 4 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok;
•
Menyusun RASK dan melaksanakan DASK;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala bidang;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pemimpin.
8. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Tugas Pokoknya : Melaksanakan sebagian tugas dinas dalam melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan Uraian tugas : •
Menyusun dan menetapkan rencana kerja bidang mengacu pada restra dinas;
•
Merumuskan baha kebijakan teknis pengelolaan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Merumuskan bahan petunjuk teknis pelaksanaan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan pengkoordinasian dalam penyelenggaraan kegiatan pembinaan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan;
•
Menyusun laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan bidang sarana dan prasarana kebersihan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Bab 4 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
produktivitas kerja; •
Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinasi sesuai bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan Sub Bagian di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok;
•
Melaksanakan hubungan kerjasama dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota;
•
Merumuskan penyusunan RASK dan mengawasi pelaksanaan DASK;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya;
9. Kepala Seksi Pengadaan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan pengadaan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan kebersihan Uraian tugas : •
Melaksanakan penyusunan rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana kerja bidang sarana dan prasarana;
•
Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan terhadap penyelenggaraan pengadaan sarana dan prasarana;
•
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan sarana dan prasarana kebersihan;
Bab 4 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Melaksanakan penghimpunan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan penyusunan laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan seksi pengadaan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
produktivitas kerja; •
Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan sub bagian dan seksi di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup;
•
Melaksanakan hubungan kerjasama dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas seijin pimpinan;
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
10. Kepala Seksi Pemeliharaan dan Perawatan Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan Uraian tugas : Bab 4 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Menyusun rencana dan program kegiatan mengacu pada program kerja bidang sarana dan prasarana;
•
Melaksanakan
dan
penyelenggaraan
menyusun
pemeliharaan
petunjuk
dan
perawatan
pelaksanaan sarana
dan
terhadap prasarana
kebersihan; •
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan penghimpunan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan pemeliharaan secara berkala sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan penyelenggaraan seksi pemeliharaan dan perawatan;
•
Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan;
•
Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
•
Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan;
•
Memberikan
motivasi
kepada
bawahan
dalam
rangka
meningkatkan
produktivitas kerja; •
Menyusun RASK dan melaksanakan DASK;
•
Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku;
•
Mengadakan koordinasi dengan sub bidang dan seksi di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok;
•
Menyiapkan bahan koordinasi berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan;
•
Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Provinsi maupun Kabupaten dan Kota atas seijin pimpinan;
Bab 4 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
•
Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas;
•
Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas;
•
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya.
Diagram 4.1. STRUKTUR ORGANISASI DINAS KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA DEPOK (Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No.: No. 16 /2002)
Bab 4 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4.2.2 Personalia Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dinas KLH Kota Depok didukung oleh 68 orang yang terdiri atas 59 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 9 orang Tenaga Kontrak Pemda serta komposisi kepegawaian Dinas KLH Kota Depok dapat diihat pada tabel 3.1.di bawah. Selain, yang berstatus PNS dan tenaga kontrak, terdapat pula karyawan yang berstatus sukwan dinas yang bekerja di lapangan, baik yang berada di bidang kebersihan, UPTD, ILP-TPA dan UPTD Pemakaman, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 482 orang. Komposisi tenaga sukwan dinas dapat dilihat pada tabel 3.2. di bawah.
Tabel 4.1:
Komposisi Kepegawaian Dinas Klh Kota Depok A
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
Pasca Sarjana/S2
8 orang
2
Sarjana/S1
20 orang
3
Sarjana Muda/D3
2 orang
4
SMU/SLTA
23 orang
5
SLTP
1 orang
6
SD
1 orang
B
Berdasarkan Golongan
1
Golongan IV
5 orang
2
Golongan III
29 orang
3
Golongan II
22 orang
4
Golongan I
1 orang
C
Berdasarkan Jabatan Struktural
1
Eselon II B
1 orang
2
Eselon III A
5 orang
3
Eselon IV A
12 orang
D
Berdasarkan Pendidikan/Penjejangan
1
Diklat Pim TK II/Setara
1 orang
2
Diklat Pim TK III/Setara
3 orang
3
Diklat Pim TK IV/Setara
15 orang
Sumber: Rencana Strategis Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok 2007-2011
Bab 4 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 4.2:
Jumlah Sukwan Dinas Klh Kota Depok Menurut Jabatan
No.
Jabatan
Jumlah
1.
Pengemudi truk sampah
53 orang
2.
Pengemudi truk tinja
6 orang
3.
Operator alat berat
6 orang
4.
Kernet truk sampah
196 orang
5.
Kernet truk tinja
12 orang
6.
Kernet alat berat
5 orang
7.
Satgas
18 orang
8.
Mekanik
3 orang
9.
Pesapon Pria
60 orang
10.
Pesapon Wanita
79 orang
11.
Pengawas pesapon
5 orang
12.
Petugas retribusi
16 orang
13.
Penjaga alat berat
1 orang
14.
Petugas Keamanan TPA
4 orang
15.
Petugas TPA
2 orang
16.
Pengawas TPA
1 orang
17.
Petugas IPLT
7 orang
18.
Pengemudi mobil jenazah
1 orang
19.
Kernet mobil jenazah
1 orang
20.
Petugas makam
6 orang
JUMLAH
482 orang
Sumber: Rencana Strategis Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok 2007-2011
Koordinator Kecamatan Dildalam melaksanakan pelayanan kebersihan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup menggunakan pola pelayanan berdasarkan wilayah kecamatan, yang bertujuan memudahkan didalam koordinasi antara Dinas KLH dengan Lembaga di Kecamatan dalam melakukan kegiatan pelayanan persampahan. Berdasarkan pola seperti ini maka dibentuk Koordinator Kecamatan (Korcam) yang bertugas mengawasi dan melaksanakan kegiatan teknis dan operasional pengelolaan persampahan ditingkat kecamatan masing-masing wilayah. Bab 4 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4.3. Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan 4.3.1 Produksi Sampah Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam kegiatan sehariharinya guna memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Standar SK. SNI S - 04 – 1991- 03 Spesifikasi Timbulan Sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 - 3,25 lt/org/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa produksi sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala kota ) dengan dasar timbulan tersebut (liter/orang/hari) maka pada tahun 2007 dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah penduduk kota Depok adalah 1.470.002 jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari adalah 4.265 m3/hari. Sampah yang terangkut 900 m3/hari, sampah yang tidak terangkut 3.665 m3/hari.
4.3.2 Kondisi Persampahan Daerah pelayanan sampah saat ini hanya pada wilayah rumah tangga, pasar, Komersial/jalan dan Industri/rumah sakit dimana timbulan sampah yang dihasilkan adalah 4.265 m³/hari. Untuk wilayah komersial dan pemukiman masih dikelola secara tradisional. Secara garis besar sumber timbulan sampah di wilayah Kota Depok terbagi seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 4.3:
Timbulan Sampah di Kota Depok Kecamtan
M3/hari
Sawangan
440
Pancoran Mas
713
Sukmajaya
907
Cimanggis Beji
1.068 371
Bab 4 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Kecamtan
M3/hari
Sawangan
440
Limo
396
Dinas Pasar
370
Jumlah
4.265
Sampah - sampah ini di Kota Depok dikumpulkan dan dibawa ke TPA, baik oleh DKP maupun oleh Dinas Pasar yang menangani pasar. Operator dari sektor swasta pada saat ini menangani di Unit Pengolahan Sampah (UPS). Beberapa komponen dari aliran sampah kota ini dikelola secara terpisah oleh pihak pihak yang pada dasarnya informal meliputi : 1. Produk yang dapat didaur ulang; 2. Barang yang dapat dijual kembali; dan 3. Material konstruksi dan bongkaran.
4.3.3 Pengangkutan Transportasi hasil pengumpulan sampah ke TPA dilakukan dengan menggunakan berbagai kendaraan termasuk truk biasa, dump truk,
armroll truk dengan kontainer
terpisah dan truk pemadat (compactor trucks). Di Kota Depok hanya ada dump truk dan arm roll, baik yang dikelola oleh DKP maupun langsung oleh Dinas Pasar. Sistem pengangkutan sampah di Kota Depok dilaksanakan dengan pemindahan langsung dari TPS–TPS sampah yang ada, kontainer atau lokasi tertentu yang belum ada TPS atau langsung dari rumah ke rumah
atau dari toko/bangunan ke toko/bangunan dengan
dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa ke TPA sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 47 unit dan kontainer 25 unit dilengkapi dengan arm roll sebanyak 10 unit dengan kondisi layak operasional. Prasarana dan sarana yang ada untuk mengangkut Sampah yang telah dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok dengan serta jumlah ritasi setiap kendaraan adalah sebagai berikut :
Bab 4 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
1. Diangkut dengan dump truk a. Volume dump truk
= 6 M3
b. Volume efektif
= 10 m3
c. Jumlah dump truk
= 47 unit
d. Jumlah Transfer Depo
= 2 unit
e. Jumlah TPS
= 120 unit
f. Bak sampah
= 626 unit
g. Gerobak sampah
= 158 unit
h. Ritasi dump truk
= 2-3 rit/hari/unit
2. Diangkut dengan Arm Roll a. Volume container
= 6 M³
b. Volume efektif
= 8 M3
c. Jumlah kontainer
= 25 unit
d. Jumlah Arm Roll
= 10 unit
f. Ritasi Arm Roll
= 2 - 3 rit/hari/unit
4.3.4 Pewadahan Rumah Tangga ; untuk pewadahan rumah tangga biasanya menggunakan bin / bak sampah, lubang di pagar, pojokan jalan atau didalam kantong kantong plastik yang diikat dan TPS. Dalam hal ini sampah pada umumnya tidak terpilah, baik antara organik dan an organik bahkan dengan sampah beracun seperti battery misalnya. Pasar; pewadahan di pasar pada umumnya tidak teratur terutama yang berada diluar lokasi. Selain itu kebanyakan kios / los di pasar menggunakan keranjang yang langsung diangkut oleh petugas menuju TPS pasar. Komersial ; sedangkan dari daerah komersial untuk pewadahan biasanya menggunakan bin / bak sampah besar atau TPS.
Bab 4 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Industri ; sampah industri dalam hal ini adalah sampah domestiknya yaitu sisa kegiatan karyawan. Umumnya pewadahannya menggunakan bin / bak sampah besar yang kemudian dibawa ke TPS. Sedangkan sampah sisa produksi umumnya langsung ditampung oleh pihak yang akan menggunakan, kecuali sampah B3 yang harus dibuang ke PPLI Cileungsi. Jalan, sungai dan taman; umumnya untuk sampah ini memerlukan penanganan khusus misalnya penyapuan untuk jalan dan taman serta pengerukan sungai. Dibeberapa tempat sudah disediakan bin bin yang terpisah untuk sampah organik (basah / membusuk) dan an organik (kering / tidak membusuk). Sampah sampah semacam ini sebetulnya merupakan beban tersendiri bagi pembiayaan persampahan karena tidak tercover dalam retribusi. Rumah Sakit ; sampah rumah sakit, puskesmas dan institusi kesehatan lainnya terdiri dari sampah domestik dan non domestik berupa sampah medis. Sampah medis umumnya termasuk sampah berbahaya, dapat bersifat infeksius atau benda tajam seperti jarum suntik dan pisau bedah serta racun misalnya obat obatan kadaluwarsa. Sampah domestik biasanya ditempatkan di bin yang tertutup, sedangkan sampah medis diperlakukan seperti yang ada pada peraturan.
4.3.5 Karakteristik Sampah Secara umum sampah perkotaan memiliki karakteristik sebagai berikut : Berdasarkan sifat kimiawinya Berdasarkan sifat kimia unsur pembentuknya, terdapat 2 (dua ) katagori sampah yakni : 1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa organik atau tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Sampah organik memiliki sifat mudah membusuk misalnya daun-daunan , sayuran, buah-buahan serta sisa makanan. 2. Sampah Anorganik , yaitu sampah yang mengandung senyawa bukan organik sehingga tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme . Sampah anorganik sifatnya sulit membusuk dan sukar terbiodegrasi seperti plastik, kaca, besi sebagian jenis kertas dan lain-lain. Bab 4 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Berdasarkan Sifat Fisiknya Berdasarkan keadaan fisiknya , sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis , yakni : 1. Sampah Garbage, yaitu sampah yang terdiri atas bahan organik dan mempunyai sifat mudah membusuk dan terbiodegradasi. Sifat utamanya banyak mengandung air dan cepat terurai dan menimbulkan bau akibat proses fermentasi. Umumnya terdiri atas sisa makanan, buah-buahan, dan sayuran serta ikan. 2. Sampah Kering , yaitu sampah yang tersusun dari bahan organik dan anorganik yang memiliki sifat lambat atau tidak membusuk . Biasanya selain sampah makanan . Limbah jenis ini ada yang mudah terbakar misalnya kertas, karton, plastik, kain/tektil , kayu dan lain-lain. Ada yang sulit terbakar misalnya gelas /kaca, kaleng dan logam lainnya. Seperti kota-kota lain di Indonesia dan daerah tropis lainnya , sampah di Kota Depok akibat aktifitas penduduk
termasuk dalam katagori sampah organik yang cenderung
mudah membusuk. Komponen organik yang ada adalah 72,97 % di dalam sampah yang di bawa ke TPA Kota Depok. Sedangkan 26,03 % lainnya adalah anorganik yang karakteristiknya berupa bahan bahan sebagai berikut pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4: No.
Karakteristik komposisi jenis sampah TPA Cipayung Depok Komposisi Jenis Sampah
Prosentase (%)
Periode Penguraian (Pelapukan) *)
1
Bahan organik
72,97
2 – 7 minggu
2
Kertas
7,07
3 – 6 bulan
3
Kaca/Beling/Gelas
1,25
1 juta tahun
4
Plastik
3,57
> 100 tahun
5
Logam
1,37
> 100 tahun
6
Kayu
3,65
1 – 13 tahun
7
Kain
2,40
6 bulan – 1 tahun
Bab 4 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
No.
Komposisi Jenis Sampah
Prosentase
Periode Penguraian
(%)
(Pelapukan) *)
8
Karet
1,24
-
9
Lain-Lain
6,38
-
Jumlah
100,00
Sumber : Studi ANDAL TPA Cipayung, 2002 & *) : West Java ASER, 2001
Meskipun kandungan organik dari sampah tinggi, keadaannya / bentuknya tidak cukup ekonomis untuk dipisahkan guna pengomposan. Kebanyakan sisa plastik yang ada di aliran sampah tidak dalam bentuk yang normal untuk di daur ulang di Indonesia.
4.4. Pengelolaan Akhir Sampah Pengelolaan akhir sampah Kota Depok terletak pada Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Depok sudah dioperasionalkan sejak tahun 1992 dengan system Controlled Landfill pada areal 10,1 ha termasuk sarana dan prasarananya. Batasan TPA Cipayung sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dan Timur ; berbatasan dengan Kampung Bulak Kelurahan Cipayung. 2. Sebelah Selatan dan Barat ; berbatasan dengan sungai pesanggrahan. Pada awal dioperasikannya TPA tahun 1992 volume sampah sebanyak 69,6 m3/hari. Hingga tahun 2007 TPA ini diperluas hingga 10,6 ha seiring dengan bertambahnya volume sampah Kota Depok sebesar 4.265 m3/hari. Spesifikasi TPA sampah saat ini : 1. Letak lokasi = Kel. Cipayung Kecamatan Pancoran Mas 2. Luas areal = 10,6 ha 3. Jarak terhadap pemukiman = 0.5 km 4. Jarak terhadap sungai Pesangrahan = 0,2 km Bab 4 - 25
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5. Jarak terhadap pusat kota = 10 km Masyarakat Kota Depok yang belum mendapatkan pelayanan persampahan, hingga saat ini masih membuang sampah dengan cara : 1. Ke sungai 2. Ke jalan dan tanah kosong 3. Ditimbun dalam tanah 4. Dibakar dan lain-lain
Bab 4 - 26
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4.5. Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu / Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu merupakan Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok sejak tahun 2006.
Hingga saat ini
pelaksanaan UPS yang menjadi pilot project berlokasi di desa Sukatani Kecamatan Cimanggis. Program pengolahan dan pengelolaan sampah yang terpadu merupakan implementasi dari masalah yang timbul akibat sampah. Dengan adanya teknologi, SDM, system, hukum, sosial dan dana didalam Sistem pengolahan sampah terpadu diharapkan sampah tidak lagi menjadi sumber masalah masyarakat Kota Depok melainkan menjadi sumber daya yang dapat dikelola untuk mendapatkan manfaat yang besar bagi masyarakat dan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Program pengolahan dan pengelolaan sampah ini menggunakan prinsip 4 R-P yaitu : 1. Reduce (mengurangi) 2. Reuse (menggunakan kembali) 3. Recycle (mendaur ulang) 4. Replace (mengganti) 5. Participation (pelibatan masyarakat) Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi salah satu program utama sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah kota Depok
dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan yang akan dilakukan secara bersamaan. Lokasi Unit Pengolahan Sampah yang sudah berjalan di Kota Depok sebagai berikut : 1. Di TPA Cipayung 2. Di Perumahan Griya Tugu Asri, Cimanggis 3. Di Jalan Mawar Depok Jaya, Pancoran Mas 4. Di Kelurahan Banjar Sari, Cilangkap, Cimanggis
Bab 4 - 27
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5. Di Komplek Kopassus, Sukatani, Cimanggis 6. Di Perumahan Nuansa Permai, Tugu, Cimanggis 7. Di Stasiun Depok Baru, Depok Jaya, Pancoranmas 8. Di Perumahan Mahogani Residence, Cibubur, Cimanggis 9. Di Pasar Kemiri, Beji 10. Di Pasar Cisalak, Cimanggis 11. Di Perumahan Telaga Golf, Sawangan 12. Di Perumahan Rafflesia, Harjamukti Cimanggis 13. Di Jl. Akses UI, Tugu, Cimanggis
Bab 4 - 28
Tabel 4.5: No
Volume Sampah Yang Masuk Kedalam UPS
Nama UPS
Kecamatan
Volume/Hr
Jumlah Gerobak
Jumlah RT
Pick up
dalam 1 RW
Jumlah Pekerja/org
Ukuran UPS
Sumber Data
Pak Acep (Supir KLH)
1
Kampung Lio
Pancoran Mas
5 m3/hr
4 Gerobak
12 RT
8 org
4x6m
2
Stasiun Depok Baru
Pancoran Mas
4 m3/hr
6 Gerobak
8 RT
-
10 x 30 m
Adi Wijaya (Petugas UPS)
3
Perumahan Residence
Cimanggis
7-8 m3/hr
2 Pick up
150 KK
4 org
-
Pak Rudi (Staff Pengelola)
4
Sukatani
Cimanggis
7 m3/hr
14 Gerobak
10 RT
11 org
18 x 30 m
Pak Beni (Teknisi UPS)
5
Griya Tugu Asri
Cimanggis
8 m3/hr
8 Gerobak,
3 RT
11 org
8 x 12 m
Pak Rokip (Petugas UPS)
1 Pick up 6
Nuansa Permai
Cimanggis
8 m3/hr
7 Gerobak
8 RT
14 org
6 x 12 m
Mbak Kiki (Petugas UPS)
7
Pasar Cisalak
Cimanggis
40 m3/hr
15 Gerobak
-
12 org
8 x 12 m
Pak Rahmad (Petugas UPS)
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Bab 4 - 29
4.5.1 Pendekatan skala TPA Peranan TPA Cipayung sebagai tempat pembuangan akhir kota Depok masih tetap diperlukan. Tetapi beban sampah yang dibuang ke TPA makin terus direduksi sampai akhirnya fungsi TPA sebagai tempat pembuangan akhir berubah menjadi tempat komposting terintegrasi atau fungsi-fungsi lain yang lebih ramah lingkungan. Selama masa
transisi
fungsi
tersebut,
maka
mengoptimalisasi peranan sebelumnya.
perlu
dilakukan
langkah-langkah
untuk
Beberapa hal dapat dilakukan antara lain,
melakukan pembenahan sistem pengangkutan menuju TPA yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok dan melakukan penyempurnaan pengolahan dan pengelolaan di TPA.
4.5.2 Pendekatan skala rumah tangga Program yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan adalah menyadarkan dan melibatkan masyarakat terutama pada tingkat rumah tangga untuk melakukan pemilahan sampah. Walaupun upaya-upaya penyadaran masyarakat tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena berkaitan dengan perubahan kultur dan cara pandang. Tetapi, dengan melibatkan segenap potensi yang ada di masyarakat seperti kader Dasawisma, PKK, Karang Taruna, Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas, kelompok pengajian, ulama dan tokoh-tokoh masyarakat, yang bekerja secara terkoordinasi, terencana, dan berkesinambungan maka diharapkan perubahan kultur dan cara pandang tersebut dapat terwujud. dengan
penyadaran
Salah satu program yang tidak kalah pentingnya terkait
masyarakat
adalah
memasukkan
materi-materi
mengenai
pengolahan sampah pada setiap jenjang pendidikan di Kota Depok. Diharapkan anakanak bangsa tersebut dapat memiliki cara pandang dan budaya yang lebih ramah lingkungan.
4.5.3 Pendekatan skala kawasan Program yang dilakukan dengan pendekatan skala kawasan ini merupakan upaya untuk merubah paradigma pengelolaan sampah yang lama yaitu kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-olah-manfaat. Program-program yang dilakukan adalah membangun unit pengolahan sampah (UPS) dalam skala kawasan. Lahan yang dibutuhkan untuk 1 unit UPS adalah sekitar 500 m2.
Dalam jangka waktu empat tahun, diharap unit-unit
Bab 4 - 30
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
pengolahan sampah tersebut akan mendominasi pengolahan sampah di kota Depok yang mengambil alih peranan TPA. Dengan indikator kinerja pencapaian seperti pengelolaan sampah secara terpadu adalah penanganan sampah di Unit Pengolahan Sampah (UPS) sebelum diangkut ke TPA, 1 (satu) unit UPS dapat menangani sampah sebanyak 30 m³ / hari akan menghasilkan 2,4 m³ bahan daur ulang seperti metal, kertas dan plastik yang merupakan bahan yang masih bernilai ekonomis dan kompos setara 1 ton kompos per hari dan menyerap sebanyak 14 orang tenaga kerja . Pengelolaan UPS harus dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Pengelolaannya
melibatkan seluruh
komponen masyarakat seperti Ibu rumah tangga, RT, RW, LPM Kelurahan, para pencari kerja, dll. Setelah kompos dihasilkan selanjutnya dipasarkan dan digunakan oleh para petani yang ada di wilayah Kota Depok, khususnya pada pertanian belimbing, jambu biji merah, sayuran dan tanaman hias yang diperkirakan mencapai kebutuhan kompos per tahun sebanyak 15.200 ton. Teknis Operasional Seluruh sampah yang terkumpul dipilah menjadi organik dan anorganik, tetapi jika tidak sempat untuk memilah, maka mesin pencacah yang tersedia mampu memilah sampah tersebut.
Mesin pencacah yang tersedia mampu mereduksi
sampah sebesar 75% - 80% dari volume sebelumnya. Organik tercacah tersebut tidak menghasilkan bau yang menyengat. Kemudian organik tercacah tersebut memasuki proses komposting. Setelah melalui proses pencacahan kedua, screening dan pematangan maka organik tersebut telah menjadi kompos yang dapat dipakai di lahan-lahan pertanian. Dari seluruh sampah yang diolah, ada sekitar 3% yang harus dibakar menggunakan tungku bakar atau secara manual dibakar dan dapat diolah lebih lanjut. Plastik yang telah dipilah secara manual atau oleh mesin pencacah dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk dijadikan bahan daur ulang. Dengan adanya kegiatan UPS maka diperlukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dengan menganalisa beberapa sample seperti air tanah, udara yang
Bab 4 - 31
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
menunjukkan bahwa keberadaan UPS tidak mencemari lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat sekitar. Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Pelaksanaan program pengolahan dan pengelolaan sampah di Kecamatan Cimanggis yang dijadikan pilot project. Pengelolaannya kepada pihak ketiga yang berkoordinasi dengan LPM Kelurahan Tugu. Pelaksanaan operasionalnya terdiri dari 14 orang pekerja per UPS yang terdiri dari : 1)
Koordinator/Operator mesin
: 1 orang
2)
Operator mesin
: 1 orang
3)
Tenaga Pemilah
: 4 orang
4)
Tenaga Pengangkut Organik
: 2 orang
5)
Tenaga Pemilah
: 2 orang
6)
Tenaga Pembalikan dan Pengangkutan
: 2 orang
7)
Staf Administrasi
: 1 orang
8)
Petugas Keamanan
: 1 orang
Untuk tahun 2008, Pemerintah Kota Depok telah merencanakan pembangnan UPS di 20 kelurahan. Rencana ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat di tingkat kelurahan. Berdasarkan hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan November 2007, terlihat bahwa hampir seluruh rumah tangga sampel (96%) menyetujui dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing. Pendapat masyarakat beragam seperti pada tabel 3.7.
Tabel 4.6:
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PEMBANGUNAN UPS Setuju Pembangunan UPS
Kelurahan
Beji
Kecamatan
Ya
Total
Tidak
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Beji
4
80%
1
20%
5
100%
Beji Timur
5
100%
5
100%
Kemiri Muka
1
20%
5
100%
4
80%
Bab 4 - 32
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Setuju Pembangunan UPS Kelurahan
Kecamatan
Limo
Total
Tidak
Jml
%
%
Jml
%
Kukusan
5
100%
0%
5
100%
Pondok Cina
5
100%
0%
5
100%
Tanah Baru
4
80%
1
20%
5
100%
24
80%
6
20%
30
100%
Cilangkap
5
100%
0%
5
100%
Cimpaeun
5
100%
0%
5
100%
Cisalak Pasar
5
100%
0%
5
100%
Curug
5
100%
0%
5
100%
Harjamukti
5
100%
0%
5
100%
Jatijajar
5
100%
0%
5
100%
Leuwinanggung
5
100%
0%
5
100%
Mekar Jaya
5
100%
0%
5
100%
Pasir Gunung Selatan
5
100%
0%
5
100%
Suka Maju Baru
5
100%
0%
5
100%
Sukatani
5
100%
0%
5
100%
Tapos
5
100%
0%
5
100%
Tugu
5
100%
0%
5
100%
TOTAL
65
100%
0%
65
100%
Cinere
5
100%
0%
5
100%
Gandul
5
100%
0%
5
100%
Grogol
5
100%
0%
5
100%
Krukut
5
100%
0%
5
100%
Limo
5
100%
0%
5
100%
Meruyung
5
100%
0%
5
100%
Pangkalan Jati Baru
5
100%
0%
5
100%
Pangkalan Jati Lama
5
100%
0%
5
100%
40
100%
0%
40
100%
TOTAL Cimanggis
Ya
TOTAL
Jml
Bab 4 - 33
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4.6. Pembiayaan Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok adalah APBD kota Depok. Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok dua tahun berturutturut adalah sebagai berikut : Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2006 sebesar Rp. 7.232.329.000.dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional pengangkutan
: Rp 5.432.329.000,-
2. Biaya Operasional di TPA
: Rp
1.800.000.000,-
Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2007 sebesar Rp. 8.001.948.500.dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional Pengangkutan
: Rp 5.801.9948.500,-
2. Biaya Operasional di TPA
: Rp
2.200.000.000,-
Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2008 sebesar Rp. 9.588.734.350.dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional Pengangkutan
: Rp 6.906.193.650,-
2. Biaya Operasional di TPA
: Rp 2.682.540.700,-
Selain dari APBD Kota Depok pengelolaan persampahan dan kebersihan di Kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Depok nomor 22 tahun 2004 tentang Retribusi pelayanan persampahan. Besarnya Tarif Retribusi Sampah Kota Depok berdasarkan Peraturan Daerah sebagai berikut : 1. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah Rumah Non Real Estate berdasarkan luas bangunan : 1.
0 M2 – 21 M2
Rp. 2.000,- / Bln
2.
22 M2 – 70 M2
Rp. 3.500,- / Bln
3.
71 M2 – 200 M2 2
Rp. 4.500,- / Bln 2
4.
201 M – 300 M
Rp. 6.000,- / Bln
5.
> 300 M2
Rp. 8.500,- / Bln
Bab 4 - 34
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah Rumah Real Estate ditetapkan berdasarkan luas bangunan : 1.
21 M2 – 36 M2 2
Rp. 7.000,- / Bln
2
2.
37 M – 54 M
3.
54 M2 – 70 M2
Rp. 10.500,- / Bln
4.
71 M2 – 120 M2
Rp. 12.500,- / Bln
5.
> 120 M
Rp. 8.500,- / Bln
2
Rp. 17.500,- / Bln
3. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah, dari kategori Perkantoran, Pasar, Pertokoan, Mal, Gedung Pertunjukan, Apotik, Klinik, Usaha Pertukangan/Pengolahan Bahan berdasarkan volume sampah yang dihasilkan : 1.
0 M3 – 0,50 M3
2.
3
0,51 M – 0,75 M
3.
> 0,76 M3
Rp. 25.000,- / Bln 3
Rp. 35.000,- / Bln Rp. 50.000,- / Bln
4. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah, dari sumber sampah, Lembaga Pendidikan/Kursus, Rumah Sewaan (Tempat Kost), Rumah Makan/Restoran, Hotel/Apartemen, Pabrik/Industri, Rumah Sakit/Rumah Bersalin, ditetapkan berdasarkan kubikasi : 1.
Lembaga Pendidikan / Kursus
Rp. 6.000,- / M3
2.
Rumah Sewaan / Tempat Kost
Rp. 7.500,- / M3
3.
Rumah Makan
Rp. 11.000,- / M3
4.
Restoran
Rp. 15.000,- / M3
5.
Hotel / Apartemen
Rp. 15.000,- / M3
6.
Pabrik / Industri
Rp. 13.000,- / M3
7.
Rumah Sakit / Rumah Bersalin
Rp. 10.000,- / M3
8.
Bioskop
Rp. 12.500,- / M3
5. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah di Pasar, berdasarkan kegiatan usaha pedagang, ditetapkan dengan system pengambilan harian : 1.
Kios
Rp. 1.000,- / M3
2.
Los
Rp. 1.000,- / M3
3.
Awning
Rp. 1.000,- / M3
Bab 4 - 35
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4.
Kaki Lima / Pedagang MakananTdk Tetap
Rp. 1.000,- / M3
5.
Ruko
Rp. 3.000,- / M3
6.
Toko
Rp. 2.500,- / M3
6. Bilamana pengambilan, pengangkutan tidak dapat memberlakukan tarif seperti pada point-point tersebut diatas, maka untuk menentukan Retribusi pelayanan dimaksud dapat ditaksir dengan perhitungan rit, yang ditetapkan sebesar Rp. 85.000,-/rit. 7. Penggunaan tempat pembuangan akhir sampah milik Pemerintah Kota oleh swasta baik pribadi maupun Badan yang berasal dari wilayah Depok dikenakan Retribusi pembuangan sebesar Rp. 6.000,-/M3. Hasil retribusi/iuran pelayanan kebersihan/persampahan kota Depok yang dapat ditagih pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.677.063.000,- atau sebesar 23,18% dari anggaran rutin persampahan/biaya operasional sebesar Rp.7.232.329.000,-
Bab 4 - 36
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
5. KRITERIA P E R E N C A NA A N DA N E va l u a s i D a m pa k T PA 5.1. Pengertian TPA Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir
dalam
pengelolaan
sejak
mulai
timbul
di
sumber,
pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang sering dianggap hanya sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak pemerintah daerah merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas dibandingkan dengan penggunaan sektor lainnya. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sedang yang lainnya lebih lambat; bahkan beberapa jenis sampah tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya pastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.
5.2. Metode Pembuangan Sampah Pembuangan sampah mengenal beberpa metode dalam pelaksanaannya yaitu :
Bab 5 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.2.1
Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll) Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran ligkungan yang ditimbulkannya seperti : 1. Perkembangan vektr penyakit seperti lalat, tikus, dll 2. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan. 3. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul. 4. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
5.2.2
Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan di kota sedang dan kota kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya : 1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan 2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan 3. Pos pengendalian operasional 4. Fasilitas pengendalian gas metan 5. Alat berat
Bab 5 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.2.3
Sanitary landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota – kota besar dan metropolitan.
5.3. Persyaratan Lokasi TPA Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI dan UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir
Sampah
da;
yang
diantaranya
dalam
kriteria
regional
dicantumakan: 1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll) 2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman air tanah kurang 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukkan teknologi) 3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20 %) 4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5 – 3 meter) 5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
5.4. Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan rasarana dan sarana yang meliputi:
Bab 5 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.4.1
Prasarana Jalan A. Jalan Masuk/Jalan Penghubung Jalan masuk atau jalan penghubung adalah jalan yang menghubungkan lokasi TPA dengan jaringan jalan kota (jalan utama). Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenel jalan TPA dengan konstruksi : Hotmix Beton Aspal Perkerasan sirtu Kayu Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan : Jalan masuk/akses ; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia. Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA. Jalan oprasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah. Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja ( operasi ). Adapun kriteria jalan masuk ke lokasi TPA adalah sebagai berikut : Merupakan jalan 2 arah Kecepatan rencana kendaraan yang melintasi maksimum 30 km/jam.
Bab 5 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Lebar perkerasan jalan minimum 8 m dan bahu jalan minimum 2 m (minimum ROW 12 m) Kemiringan melintang 2% Kemiringan memanjang
+ 1 o/oo (datar) dan elevasi jalan diatas
HHWL. Konstruksi tidak permanent dengan tekanan gendar rencana maksimum 8 ton. Mengingat kondisi pondasi dasar jalan masih mengalami penurunan
(settlement),
disarankan
memakai
konstruksi
paving
sehingga memudahkan dalam perbaikan badan jalan. Jalan dapat dirubah menjadi permanent apabila daya dukung tanah sudah stabil.
B. Jalan Kerja Jalan kerja merupakan jalan operasioanal yang berfungsi sebagai lintasan kendaraan angkutan truk sampah untuk dapat sedekat mungkin dengan lokasi penimbunan sampah. Kriteria jalan kerja untuk lokasi TPA adalah sebagai berikut : Merupakan jalan 2 arah dengan sistem cul de sac. Lebar badan jalan 4 m dan lebar bahu jalan minimum 1 m. Pada
tempat-tempat
tertentu
bahu
jalan
diperlebar
untuk
dimanfaatkan sebagai lokasi penurunan sampah (tipping area). Kemiringan melintang 2% Kemiringan memanjang
+ 10/00 (datar) dan elevansi jalan diatas
HHWL. Kecepatan truk rencana 20 km/jam. Konstruksi tidak permanent dengan tekanan gandar rencana maksimum 8 ton. Mengingat kondisi pondasi dasar jalan yang masih mengalami penurunan
(settlement),
disarankan
memakai
konstruksi
paving
sehingga memudahkan dalam perbaikan badan jalan. Jalan dapat dirubah menjadi permanent apabila daya dukung tanah sudah stabil.
Bab 5 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.4.2
Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk Mengendalikan limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.Seperti diketahui,air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah aakn semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknik drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan aliran air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun disekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah tarsebut. Untuk itu permukan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase. Kriteria sistem drainase adalah sebagai berikut :
A. Drainase Jalan Berada di sisi jalan sepanjang jalan penghubung yang berfungsi untuk mengalirkan limpasan air dari badan jalan dengan kriteria sebagai berikut : Merupakan saluran semi permanent atau permanent. Diberikan konstruksi penahan lonsor. Kemiringan saluran + 0,5%
B. Drainase Lahan TPA Saluran drainase ini berfungsi agar limpasan air permukaan , air tanah dan aliran air tanah mengalir kedalam bangunan pengolahan leachate untuk dioalah terlebih dahulu sebelum mengalir ke badan air penerima. Adapun kriteria drainase lahan adalah sebagai berikut : Merupakan saluran semi permanent atau permanent. Diberi konstruksi penahan longsor. Dinding saluran bersifat kedap air sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah samping.
Bab 5 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Periode ulang hujan didesain untuk 5 tahun.
5.4.3
Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat penerimaan sampah yang datang, pencatatan data dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kasitas pembuangan telah melampaui 50 ton / hari maka dianjurkan pengunana jembatan timbangan.untuk efisiensi dan ketepatan pendapatan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos fasilitas tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
5.4.4
Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk lapisan ini harus dibentuk diseluruh permukaan dalam TPA baik dasr masupun dinding. Bila tersedia ditempat, tanah lempung setebal ± 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekwensi biaya yang relatif tinggi.
5.4.5
Lapisan Tanah Penutup
Idealnya tanah untuk penutup timbunan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Tanah penutup harian tebal = 15 cm padat dengan exposure time antara 0 – 7 hari. 2. Tanah penutup antara tebal = 30 cm padat dengan exposure time antara 7 – 365 hari. 3, Tanah penutup akhir tebal = 50 cm dengan exposure time lebih dari 365 hari.
5.4.6
Fasilitas Penanganan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dngan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas teresbut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas Bab 5 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke tamosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensi dalam pemanasan global. Untuk pengamanan lingkungan diperlukan usaha pengendalian gas, berupa : Pengamanan selama pengoperasian berupa saluran ventilasi. Saluran ventilasi berupa pipa PVC diameter 10 cm yang dilubang-lubangi pada dinding-dinding bukit lapisan tanah penutup. Pengamanan pasca pengoperasian (setelah mencapai bukit akhir) merupakan : 1. Lanjutan saluran ventilasi selama pengoperasian 2. Panjang pipa tegak 2 m di atas bukit akhir. 3. Setiap pembukaan lahan dipasang 2 buah ventilasi yang dipasang di tengah-tengah. 4. Antar pipa ventilasi dipasang berjarak 20 meter diatas tanah penutup atara.
5.4.7
Fasilitas Penanganan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Bab 5 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pengolahan
lindi
dapat
menerapkan
beberapa
metode
diantaranya:
penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah. Dasar perencanaan bangunan pengolahan leachate ini, seperti dikemukakan di atas adalah pertimbangan aspek ekonomi terhadap biaya investasi, operasi serta pemeliharaan selain pertimbangan terhadap ketersediaan lahan untuk pembangunan bangunan pengolahan leachate (BPL).
A. Unit Proses Anaerobik Unit proses anaerobik berfungsi untuk menguraikan kandungan bahan pencemar organik yang masih mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) yang relatif tinggi
yaitu diatas 1500 mg/liter, sehingga akan
mengurangi kebutuhan oksigen (O2) yang tinggi pada proses pengolahan selanjutnya, yaitu pada unit proses fakultatif. Disain teknis proses anaerobik ini umumnya berbentuk bak atau kolam penampung yang menerima influent leachate dari lahan pembuangan. Disain kolam ini berbentuk persegi panjang /kolam dengan kedalaman 3 – 4 meter. Dari unit ini selanjutnya leachate dialirkan ke unit pengolahan fakultatif dengan sistem pengaliran gravitasi. Kinetika pemisahan BOD dalam anaerobik pada prinsipnya sama dengan konvesional anaerobik digester. Apabila terdapat kekurangan data maka dapat digunakan metoda empiris berdasarkan pada kualitas BOD per-hari, per-unit volume : V = Li Q / v dimana : V = Pembebanan volumetrik BOD, gr/m3/hari Li = Konsentrasi BOD influent, mg/liter Q = Aliran rata-rata influent, m3/hari V = Volume kolam, m3
Bab 5 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
B. Unit Fakultatif Unit proses fakultatif berfungsi untuk menguraikan kandungan bahan pencemar organik yang masih mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) yang cukup tinggi yaitu 250 – 400 mg/liter sehingga memenuhi persyaratan influent untuk diolah pada unit proses maturasi. Disain teknis unit proses fakultatif ini umumnya berbentuk kolam penampungan yang menerima influent leachate dari unit proses anaerobik. Disain untuk bak ini berupa kolam penampungan yang berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1 – 2 meter. Dari unit ini selanjutnya leachater dialirkan ke unit proses pengolahan maturasi dengan sistem pengaliran secara gravitasi. Metoda yang akan dipakai berdasarkan pada pembebanan areal BOD (S), yaitu kunatitas BOD per-hari di dalam kolam per-unit luas permukaan. S = 10 Li Q / A Dimana : S = Areal pembebanan BOD, kg/ha/hari A = Luas kolam, m2 Li = Konsentrasi BOD influent, mg/liter Q = Aliran rata-rata influent, m3/hari Nilai maksimum S yang dapat dipakai untuk disain, merupakan fungsi dari temperatur yang didapat dari data hasil analisa performasi kolam fakultatif yang ada di semua tempat. Disarankan disain berdasarkan pada hubungan antara : A = Li Q / 2 (T – 6) Persentase pemisahan BOD pada unit fakultatif pada umumnya antara (70 – 80%). Efluent BOD diatas 100 meter mg/liter menunjukan kondisi koalam bersifat aerobik. Pemisahan dan penguraian ( pematamgan)senyawa organik dan kandungan mikroorganisme pathogen lebih lanjut terjadi dalam unit proses maturasi.
Bab 5 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Dalam kolam fakultatif yang mengolah leachate baru, lapisan lumpur terbentuk pada dasar kolam. Kurang lebih 30% dari influent BOD dipisahkan sebagai methan dari cairan lumpur tersebut. Kolam fakultatif harus sudah di kuras apabila lumpur sudah mencapai ¼ nya, yang juga sama seperti kolam anaerobik, kecepatan akumulasi lumpur adalah 0,004 m3 dari debit yang masuk per-tahun . kolam fakultatif yang menerima effluent dari kolam anaerobik umumnya tidak membutuhkan pengurasan.
C. Unit Maturasi Unit proses maturasi berfungsi untuk menguraikan lebih sempurna (pematangan) sisa kandungan bahan pencemar organik yang mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) dari effluent unit proses fakultatif, sehingga memenuhi persyaratan effluent untuk dapat di buang ke badan air penerima (BAP) yang ada sekitar lokasi TPA. Disain teknis unit proses masturasi ini umumnya berbentuk kolam penampungan yang menerima inffluent leachate dari proses fakultatif. Disain untuk unit ini berupa kolam penampungan berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1-2 meter,dimana panjang (p), berbanding lebar (l) adalah (2/3 : 1), dengan kemiringan tanggul pinggiran sebesar (1 : 3). Tanggul dilindungi dari bahaya erosi dengan menempatkan beton precast pada level permukaan air. Beberapa prosedur disain untuk kolam masturasi, umumnya mempunyai kedalaman antara 1-2 meter. Waktu detensi dalam kolam masturasi umumnya dalam rentang 10 hari. Pada dasarnya dengan waktu detensi 5-10 hari, secara normal akan dapat memisahkan BOD dari effluent kolam fakultatif antara 60-100 mg/liter menjadi dibawah 30 mg/liter. Dalam perencanaan unit proses ini, dasar kolam harus bersifat tidak meresapkan
(impermeable).
Pembangunan
kolam
di
daerah
yang
mempunyai tanah bersifat mudah menyerap air, dasar kolam harus dilapisi dengan lapisan kedap sebagai bahan pelapis (lining system).
Bab 5 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.4.8
Umur TPA/Kebutuhan Lahan
Sesuai dengan kriteria desain, umur lahan TPA minimal 5 tahun. Adapun ketinggian timbunan sampah direncanakan 5 meter dari permukaan badan jalan. Luas lahan yang diperlukan dapat ditentukan dengan rumus-rumus berikut : 1. Volume sampah yang akan ditimbun A=BxC
Dimana :
A = Jumlah sampah yang akan dibuang (kg/hari) B = Jumlah penduduk (orang) C = Timbunan sampah (kg/orang/hari)
2. Volume sampah yang telah dipadatkan D=ExA Dimana :
D = volume sampah yang telah dipadatkan (m3/hari) E = Volume sampah yang akan dibuang (m3/hari) A = Faktor pemadatan (kg/m3)
3. Luas lahan yang diperlukan per-tahun Berdasarkan asumsi rata-rata ketinggian sampah yang telah dipadatkan F dan perbandingan tebal lapisan tanah penurup dan tebal sampah 1 : 4, maka luas lahan yang diperlukan setiap tahun G = D x 365 x 1,25 F Dimana :
G = luas lahan TPA yang diperlukan per-tahun (m2) D = Volume sampah padat (m3/hari) F = Ketinggian lapisan sampah (m).
4. Kebutuhan lahan total H=GxIxJ Dimana :
H = Luas total lahan (m2) I = Umur lahan (tahun)
Bab 5 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
J = Ratio luas lahan total dengan luas lahan efektif (minimum 1,2)
5.4.9
Rencana Timbunan Bukit Akhir
Sesuai dengan daya dukung tanah yang ada, tinggi timbunan sampah untuk bukit akhir maksimum 5 meter dari elevasi rencana jalan. Ketentuan-ketentuan lain untuk bukit akhir adalah sebagai berikut : 1. Kemiringan lereng timbunan adalah 1 : 3 atau 33% atau 18,5%. 2. Kemiringan pada bidang timbunan dibuat maksimum 1%. Di atas timbunan akhir setelah diberi lapisan penutup akhir ditanami vegetasi agar timbunan menjadi lebih stabil serta menahan erosi.
5.4.10 Alat Berat Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi peratan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator; sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
5.4.11 Penghijauan Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencanaan daerah penghijauan ini perlu pertimbangan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (pemukiman, jalan raya, dll)
Bab 5 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.4.12 Pagar Keliling dan Green Belt pagar keliling dapat berupa pagar duri atau pagar hidup. Pagar keliling direncanakan dipasang pada batas lahan TPA. Untuk daerah green belt, jenis tanaman harus dipilih berupa tanaman keras yang sesuai dan dapt tumbuh di daerah gambut. Tanaman ini sudah harus ditanam dan tumbuh dengan baik sebelum operasi TPA dilaksanakan.
5.4.13 Fasilitas Penunjang Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya : pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dll.
5.5. Teknik Operasional TPA 5.5.1
Persiapan Lahan TPA
Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu diadakan penyiapan lahan agar kegiatan pembuangan berikut dapat berjalan dengan lancar. Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lapisan tersebut akibat operasi alat berat di atasnya. Umunya diperlukan lapisan tanah setebal 50 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut. Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama bila operasional dilakukan secara sanitary landfill. Peletakan tanah harus memperhatikan kemamapuan operasi alat berat yang ada. Beberapa kegiatan penyiapan lahan tersebut meliputi:
A. Tahap Operasi Pembuangan Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi : 1)
Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.
2)
Pengengkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan; dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.
Bab 5 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3)
Pembongkaran sampah dilakukan dititik bongkar yang telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.
4)
Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai
kepadatan
optimum
yang
diinginkan.
Dengan
proses
pemadatan yang baik dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat. 5)
Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk menyangga lapisan berikutnya.
6)
Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi controll atau sanitary landfill.
B. Pengaturan lahan Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah di sembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik; disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pengerjaan peralatan, pemadatan dan penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencangkup :
1. Pengaturan sel Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem sanitary landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa satu sel adalah bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari. Semantara untuk control landfill satu sel adalah untuk menaampung sampah selama 3 hari, atau 1 minggu, atau periode operasi terpendek yang dimungkinkan. Dianjurkan periode operasi adalah 3 hari, berdasarkan pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang rata – rata mencapai 5 hari; dan asumsi bahwa sampah telur berumur 2 hari saat ada di TPS sehingga belum menetas perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera mati.
Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor :
Bab 5 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Lebar sel sebaiknya berkisar antara 1,5 – 3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat dapat lebih efisien.
Ketebalan sel sebaiknya antara 2 – 3 meter. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan stabilitas permukaan, semantara terlalu tipis menyebabkan pemborosan tanah penutup.
Panjang sel dihitung berdasarkan volumesampah padat dibagi dengan lebar dan tebal sel. Dianjurkan panjang sel tidak
Sebagai contah bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel direncanakan 2 m, lebar direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3X2) = 25 m.
Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok – patok dan tali agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
2. Pengaturan Blok Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi menengah dan pendek. Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 meter dan panjang 25 meter maka blok opersi bulanan akan mencapai 30 X 75 m2 = 2. 250 m2.
3. Pengaturan Zona Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka waktu panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah. Sebagi contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m2 maka zona operasi tahunan akan menjadi 12 X 2.250 = 2,7 ha.
5.5.2
Persiapan Sel Pembuang
Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya perlu dilengkapi dengan patok – patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu Bab 5 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya : 1. Peletakan tanah tertutup 2. Letak titik pembongkaran sampah dari truk 3. Manuver kendaraan saat pembongkaran
5.5.3
Pembongkaran Sampah
Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang sampah pada titik yang benar sehingg proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien. Titik bongkar umumnya diletakan di tepi sel yang sedang diopeasikan dan berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa titik bongkar yang sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab TPA agar tidak terjadi. Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa faktor : 1. Lebar sel 2. Waktu bongkar rata – rata 3. Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang atang dapat segera mencapai titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisien kendaraan dapat dicapai.
5.5.4 Perataan
Perataan dan Pemadatan Sampah dan
pemadatan
sampah
dimaksudkan
untuk
mendapatkan
kondisi
pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung penimbunan lapis berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah sebaikmya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat.
Bab 5 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi,perataan dan pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar.Penundaan pekerjaan ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan. Pada TPA dengan frekwensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik,misalnya pagi dan siang. Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria pemadatan yang baik : 1. Peratan dilakukan lapis demi lapis 2. Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara mengatur ketinggian blade alat berat. 3. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah tersebut 3 – 5 kali. 4. Perataandan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai ketebalan rencana
5.5.5
Penutupan Tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi/maksud : 1. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat 2. Mencegah perkembangan tikus 3. Mengurangi rembesan air hujan yang akan membentuk lindi 4. Mengurangi bau 5. Mengisolasi sampah dan gas yang ada 6. Menambah kestabilan permukaan 7. Meningkatkan estetika permukaan Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode / teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control land fill dianjurkan 3 hari sekali. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah :
Bab 5 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
1. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutupan harian) adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20 cm 2. Untuk penutupan antara (setelah 2 – 3 lapis sel harian ) adalah tanah padat setebal 30 cm. 3. Untuk penutupan terakhir yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm.
5.5.6
Pemeliharaan TPA
Pemeliharan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana dan sarana yang ada selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang baik. Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin. Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk segera melkukan perbaikan kerusakan – kerusakan kecil agar tidak berkembang menjadi komplek dan besar.
A. Pemeliharaan alat bermesin (alat berat , pompa , dll) Alat berat dan peralatan bermesin seperti pompa air lindi sangat vital bagi operasi TPA sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara dengan prioritas tinggi. Buku manual pengoperasian dan pemeliharaan alat berat harus selalu dijalankan dengan benar agar peralatan tersebut terhindar dari kerusakan. Kegiatan perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin maupun transmisi harus diperhatikan sesuai ketentuan pemeliharaannya. Demikian pula dengan pemeliharaan komponen seperti baterai, filter – filter, dan lain – lain tidak boleh dilalaikan ataupun dihemat seperti banyak diakukan.
B. Pemeliharaan Jalan Kerusakan jalan TPA umumnya dijumpai pada ruas jalan masuk dimana kondisi jalan bergelombang maupun berlubang yang disebabkan oleh beratnya
beban
truk
sampah
yang
melintasinya.
Jalan
yang
berlubang/bergelombang menyebabkan kendaraan tidak dapat melintasinya Bab 5 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
dengan lancar sehingga terjadi penurunan kecepatan yang berarti menurunnya
efisiensi
pengangkutan;disampimg
lebih
cepat
ausnya
beberapa komponen seperti kopling,rem,dan lain-lain. Keterbatasan dana dan kelembagaan untuk pemeliharaan seringkali menjadi kendala perbaikan sehingga kerusakan jalan dibiarkan berlangsung lama tanpa disadari telah menurunkan efisiensi pengangkutan. Hal ini sebaiknya diantisipasi dengan melengkapi manajemen TPA dengan kemampuan memperbaiki kerusakan jalan sekalipun bersifat temporer seperti misalnya perkerasan dengan pasir dan batu. Bagian lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah jalan kerja dimana kondisi jalan temporer tersebut memiliki kestabilan yang rendah;khususnya bila dibangun di atas sel sampah. Cukup banyak pengalaman memberi contoh betapa jalan kerja yang tidak baik telah menimbulkan kerusakan batang hidrolis pendorong bak pada dump truck;terutama bila pengemudi memaksa membongkar sampah pada saat posisi kendaraan tidak rata/horizontal. Jalan kerja di banyak TPA juga memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada saat hari hujan. Jalan yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan
harus
dibantu
oleh
alat
berat;
sehingga
secara
keseluruhan
menyebabkan waktu operasi pengangkutan di TPA menjadi lebih panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal yang tidak efisien. Sekali lagi perlu diperhatikan untuk memperbaiki kerusakan jalan sesegera mungkin sebelum menjadi semakin parah. Pengurugan dengan sirtu umumnya sangat efektif memperbaiki jalan yang bergelombang dan berlubang.
C. Pemeliharan Lapisan Penutup Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap apat berfungsi dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan timbulnya rtakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada saat hari hujan. Untuk itu retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis.
Bab 5 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melaui jaringan akar yang dimiliki. Pemeriksaan
kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan
sekali atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan.
D. Pemeliharaan Drainase Pemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah dilakukan. Pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan saluran yang serius. Saluran drainase perlu dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah akibat erosi tanah penutup TPA di dasar saluran. TPA di daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang deras. Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementaa saluran tanah yang berubah profilnya akinat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.
E. Pemeliharaan Fasilitas Penanganan Lindi Kolam penampung dan pengolah lindi sering kali mengalami pendangkalan akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal; yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam dapat dijaga. Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar Bab 5 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
juga dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selnjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
F. Pemeliharaan Fasilitas Lainnya Fasilitas – fasilitas lain seperti bangunan kantor / pos, garasi dan sebagainya perlu dipelihara sebagaimana lazimnya bangunan lainnya seperti kebersihan, pengecatan, dll.
5.6. Pengawasan Pengendalian TPA 5.6.1
Pengawasan Kegiatan Pembuangan A. Tujuan pengawasan dan pengendalian Pengawasan dan pengendalian TPA dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan yang ada di TPA dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan sbb : 1)
Apakah sampah yang dibuang merupakan sampah perkotaan, dan bukan jenis sampah yang lain ?
2)
Apakah volume dan berat sampah yang masuk TPA diukur dan dicatat dengan baik ?
3)
Apakah sel pembuangan dan titik bongkar sudah ditentukan ?
4)
Apakah pengemudi sudah diarahkan ke lokasi yang benar ?
5)
Apakah tanah penutup telah tersedia ?
6)
Apakah perataan dan pemadatan dilakukan sesuai dengan rencana?
7)
Apakah penitipan telah dilakukan dengan baik ?
8)
Apakah prasarana dan sarana dioperasikan dan dipelihara dengan baik ?
B. Tata cara pengawasan dan pengendalian Pengawasan dilakukan dengan kegiatan pemeriksaan/pengecekan yang meliputi : 1)
Pemeriksaan kedatangan sampah Bab 5 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2)
Pengecekan rute pembuangan
3)
Pengecekan operasi pembuangan
4)
Pengecekan unjuk kerja fasilitas
5)
Pengendalian TPA meliputi aktifitas untuk mengarahkan operasional pembuangan dan unjuk kerja setiap fasilitas sesuai fungsi seperti :
6)
Pemberian
petunjuk
operasi
pembuangan
bila
petugas
lapangan/operator melaksanakan tidak sesuai dengan rencana. 7)
Pemeriksaan kwalitas pengolahan lindi dan pemberian petunjuk cara pengoperasian yang baik
5.6.2
Pendataan dan Pelaporan A. Pendataan TPA Data – data yang diperlukan akan mencakup : 1)
Data kedatangan kendaraan pengangkut sampah dan volume sampah yang diperlukan untuk mengetahui kapasitas pembuangan harian; yang akan digunakan untuk mengevaluasi perencanaan TPA yang telah disusun berkaitan dengan kapasitas tampung dan usia pakai TPA. Data ini dapat dikumpulkan di Pos Pengendali TPA dimana terdapat petugas yang secara teliti memeriksa, mengukur dan mencatat data tersebut dengan bantuan Form Kedatangan Truk.
2)
Data kondisi instalasi pengolahan lindi khususnya kualitas parameter pencemar untuk mengetahui efisiensi pengolahan lindi dan potensi pencemaran yang masih ada. Data ini diperoleh melalui pemeriksaan kualitas air lindi di laboratorium.
3)
Data operasi dan pemeliharaan alat berat yang merupakan data unjuk kerja alat berat dan pemantau pemeliharaannya.
B. Pelaporan TPA Data-data diatas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan yang dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan
Bab 5 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
pemeliharaan TPA kepada para pengambil keputusan maupun perencana bagi pengembangan TPA lebih lanjut.
5.6.3
Pengendalian TPA A. Pengendalian lalat Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi telur lalat untuk menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula perkembangan lalat. Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hal ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke luar lingkungan luar TPA.
B. Pencegahan kebakaran/Asap Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat ditentukan oleh kondisi dan kwalitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan TPA. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.
C. Pencegahan pencemaran air Pencegahan pencemaran air perlu dilakukan dengan menjaga agar lindi yang dihasilkan dari TPA dapat : 1)
Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik.
2.
Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar
3)
Diolah dengan baik pada kolam pengolahan; yang kwalitasnya secara periodik diperiksa.
Bab 5 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.7. Evaluasi Dampak Penting 5.7.1
Tahap Pra-Konstruksi A. Penetapan lokasi Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan :
Persepsi Masyarakat Kegiatan penetapan lokasi tapak proyek diperkirakan aan berdampak terhadap persepsi masyarakat sebagai akibat adanya praduga masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan mengenai ketidaksesuaian ganti rugi yang diperoleh. Serta adanya perbedaan pendapat masyarakat yang setuju dan tidak setuju mengenai penetapan lahan yang mereka miliki selama ini sebagai
lokasi
pengolahan
akhir
sampah.
Dengan
adanya
kegiatan
pembebasan lahan dan status kepemilikan memberikan dampak terhadap sebagian masyarakat, antara lain: mereka menjadi kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal.
Keresahan Sosial Pada penetapan lokasi tapak lokasi pengolahan akhir sampah ini diperkirakan akan berdampak terhadap keresahan sosial, yaitu adanya pemikiran kemana mereka akan pindah dan atau mencari nafkah serta sebagai akibat persepsi negatif masyarakat terhadap penetapan lokasi proyek
B. Pembebasan Lahan dan Pemindahan Penduduk Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan :
Kepadatan Penduduk Kegiatan pembebasan lahan dan pemindahan penduduk diperkirakan akan berdampak terhadap jumlah dan tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang tanahnya dibebaskan saat ini telah pindah ke daerah lain.
Bab 5 - 25
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Mata Pencaharian Pembebasan lahan dan pemindahan penduduk berakibat pula terhadap mata pencaharian. Perubahan daerah sawah/ladang mereka menadi lokasi pembuangan sampah akan mendorong mereka mencari kerja di sektor non pertanian. Perubahan mata pencaharian ini bersifat negatif apabila diantara penduduk tadi yang menjadi pengangguran kalau tenaganya tidak tertampung.
Persepsi Masyarakat Lahan yang dibebaskan menjadi perhitungan untuk mendapatkan ganti tempat tinggal yang merupakan hal yang sangat mendasar bagi setiap orang. Kata sepakat atas ganti rugi yang sesuai, ataupun kejelasan batas lahan yang mereka miliki dapat menimbulkan keresahan masyarakat sehingga menyebabkan persepsi yang negatif.
Keresahan Sosial Kegiatan pembebasan lahan dan pemindahan penduduk telah selesai seluruhnya dan tidak pernah terjadi keresahan/konflik sosial masyarakat karena proses tersebut dilakukan secara musyawarah mufakat antara pemrakarsa kegiatan dan masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan.
5.7.2
Tahap Konstruksi A. Mobilisasi Tenaga Kerja Dampak terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan :
Kepadatan Penduduk Mobilisasi tenaga kerja konstruksi proyek akan berdampak terhadap jumlah dan tingkat kepadatan penduduk sebagai akibat rekrutment tenaga kerja yang diperkirakan sebagian akan didatangkan dari luar daerah karena untuk keahlian tertentu tidak dapat di penuhi oleh tenaga lokal.
Bab 5 - 26
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Kesempatan Kerja dan Bekerja Banyaknya tenaga kerja yang di butuhkan mengakibatkan terbukanya kesempatan berusaha bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek. Penduduk setempat
dapat
memperoleh
mata
pencaharian
tambahan
dengan
menyediakan tempat tinggal untuk disewakan atau dikontrakan pada pekerja. Kegiatan-kegiatan lain yang merupakan kesempatan berusaha adalah berupa pembukaan warung makan dan kios yang menjual keperluan sehari-hari bagi pekerja proyek, atau menyediakan pelayanan transportasi seperti ojek yang sangat di butuhkan di lokasi tersebut.
Pendapatan Masyarakat Kegiatan
mobilisasi
masyarakat
tenaga
merupakan
kerja
dampak
konstruksi
turunan
terhadap
(sekunder)
pendapatan
sebagai
akibat
terbukanya kesempatan kerja dan berusaha. Dengan ikutnya masyarakat bekerja di sekitar lokasi proyek sebagai tenaga kerja konstruksi dan terbuka kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek akan mengakibatkan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat.
Kecemburuan Sosial Kecemburuan sosial akan muncul apabila tenaga kerja setempat tidak dilibatkan dalam tahap konstruksi pengolahan akhir sampah kota.
Persepsi Masyarakat Dengan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar tapak proyek pada tahap konstruksi ini akan mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi positif terhadap proyek.
B. Pembersiahan Lahan dan Pematangan Tanah 1. Dampak Terhadap Fisik kimia : Iklim Mikro Pekerjaan pembersihan lahan dan pematangan tanah yang terdiri dari pembukaan, pengurugan dan perataan lahan menyebabkan hilangnya lapisan penutupan tanah berupa semak belukar dan pepohonan yang
Bab 5 - 27
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
berdampak lanjut terhadap kelembaban udara, akibat kenaikan suhu di lokasi proyek. Kualitas Udara Pada kegiatan ini akan terjadi penurunan kualitas udara akibat debu yang dihasilkan dari aktivitas pembersihan lahan dan pematangan tanah dan gas buang dari mesin-mesin yang digunakan. Kebisingan Kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah juga akan berdampak terhadap kebisingan sebagai akibat penggunaan mesin-mesin berat yang digunakan dalam pekerjaan tersebut. Kuantitas Air Permukaan Kegiatan pembersihan lahan pematangan tanah mengakibatkan daya resap air ke dalam tanah menjadi berkurang dibandingkan dengan sebelum dilakukan kegiatan tersebut, sehingga volume air larian akan meningkat. Kegiatan ini akan menimbulkan peningkatan air larian yang kemungkinan pula akan meningkatkan kuantitas air permukaan. Kestabilan Lereng dan Erosi Dampak kegiatan pembersihan lahan pematangan tanah yang potensial terhadap kestabilan lereng dan erosi adalh pada areal TPA dikarenakan kondisi daya dukung tanah yang relatif jelek.
2. Dampak Terhadap Hayati Flora Darat Kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah akan mengakibatkan hilangnya vegetasi/flora darat yang merupakan habitat (tempat hidup) bebagai
jenis
fauna
darat
sehingga
keseimbangan
ekosistem
akan
terganggu. Fauna Darat Dampak kegiatan pembersihan lahan terhadap fauna darat merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat hilangnya vegetasi/flora darat yang merupakan habitat (tempat hidup) berbagai jenis satwa. Selain itu, Bab 5 - 28
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
pematangan tanah yang menimbulkan bising akibat penggunaan mesinmesin berat akan mengganggu kehidupan satwa di sekitarnya. Flora Perairan Dalam kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah terhadap flora perairan (plankton) merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat menurunnya kualitas air permukaan berupa peningkatan kekeruhan dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlangsung. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis akan terhambat. Fauna Perairan Seperti halnya dampak terhadap flora perairan (plankton), dampak terhadap flora perairan (benthos dan ikan) juga merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat menurunnya kualitas air permukaan berupa peningkatan kekeruhan dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlansung. Akibat peningkatan TSS akan menghambat difusi oksigen kedalam air pada akhirnya akan mengganggu kehidupan fauna perairan (benthos dan ikan).
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Kamtibmas Akibat penurunan kualitas udara, peningkatan debu, kebisingan, erosi dan pengotoran badan jalan pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlansung. Kesehatan Masyarakat Dampak ini sebagai akibat dari penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan yang dihasilkan dari kegiatan kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlangsung.
Bab 5 - 29
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
C. Mobilisasi Bahan dan Alat 1. Dampak Terhadap Fisik dan Kimia: Kualitas udara Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan knstruksi diperkirakan akan berdampak terhadap kualitas udara. Pada kegiatan ini akan terjadi penrunan kualitas udara akibat gas buang kendaraan angkut dan debu. Kebisingan Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek juga akan menimbulkan kebisingan dari aktivitas kendaraan pengangkut sampah
2. Dampak Terhadap Hayati Fauna darat Dampak yang akan terjadi merupakan dampak turunan dari akibat kebisingan yang timbul dari kendaraan angkut sehingga kehidupan fauna darat terganggu terutama jenis-jenis burung.
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Kamtibmas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek terhadap Kamtibmas berupa dampak lansung akibat pencurian terhadap bahan dan peralatan konstruksi. Kelancaran Lalu Lintas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek diperkirakan akan berdampak terhadap kelancaran lalu lintas di badan-badan jalan sekitar tapak proyek, karena pengangkutan bahan menggunakan kendaraan angkut melalui jalan darat.
Bab 5 - 30
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
D. Pembangunan Lokasi Pengolahan Akhir Sampah 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan konstruksi fisik proyek seperti pemasangan pondasi, pembetonan, pengadukan
semen
dengan
menggunakan
alat-alat
berat
dapat
meningkatkan CO, Nox, Sox, serta debu di udara yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak lanjutan berupa penurunan kesehatan para pekerja dan kesehatan masyarakat. Kebisingan Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah akan meningkatkan kebisingan di dalam tapak proyek pada akhirnya akan berdampak pula terhadap
kehidupan
fauna
darat,
kesehatan
karyawan,
kesehatan
masyarakat di sekitarnya dan peternakan ayam yang terdapat di tapak proyek. Kuantitas Air Permukaan Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah diperkirakan akan berdampak
terhadap
kuantitas
air
permukaan.
Adanya
bangunan
menyebabkan daerah resapan air akan berkurang. Pada saat hujan turun, air larian yang timbul akan meningkat dan masuk ke badan air, sehingga menimbulkan peningkatan kualitas air permukaan tersebut. Kestabilan Lereng dan Erosi Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah diperkirakan juga akan berdampak terhadap kestabilan lereng dan erosi di areal yang dilkukan penimbunan, yaitu badan jalan dan lereng tanggul lahan.
2. Dampak Terhadap Hayati Fauna darat Dampak yang akan terjadi merupakan dampak turunan dari akibat kebisingan yang timbul dari kendaraan angkut sehingga kehidupan fauna darat terganggu terutama jenis-jenis burung.
Bab 5 - 31
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Sanitasi Lingkungan Sangat berpotensi dalam Kondisi sanitasi lingkungan akan terkena dampak pada saat kegiatan pembangunan pengolahan akhir kota. Pada sat itu akan muncul berbagai macam limbah, baik yang berasal dari sisa-sisa bahan bangunan dan makanan buruh maupun akibat aktifitas sehari-hari buruh bangunan yang terjadi pada tapak proyek, seperti aktivitas MCK. Limbah ini bersifat cair terutama bekas cucian, urinoir dan mandi. Limbah cair dan padat ini menurunkan kondisi sanitasi lingkungan yang pada akhirnya akan dapat menjadi tempat berkembang biaknya sumber penyakit. Kamtibmas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek terhadap Kamtibmas berupa dampak lansung akibat pencurian terhadap bahan dan peralatan konstruksi. Kesehatan Karyawan Seperti halnya dampak terhadap kesehatan karyawan, dampak terhadap kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat debu dan kebisingan yang dihasilkan dari kegiatan pembanguanan pengolahan akhir sampah.
E. Pembuatan Bufferzone 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Ikim Mikro Kegiatan penanaman pohon peneduh dan penghijauan di dalam tapak proyek akan berdampak terhadap kelembaban suhu udara dalam tapak proyek. Kualitas Udara dan Kebisingan Pembuatan bufferzone pada tahap konstruksi diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek. Penanaman jenis tumbuhan akan meningkatkan kadar oksigen (O2) di
Bab 5 - 32
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
uadar. Selain itu juga dapat mengurangi kadar debu dan tingkat kebisingan disekitarnya. Kestabilan Lereng dan Erosi Kegiatan pembuatan bufferzone berupa penanaman jenis jenis pohon untuk lokasi pengolahan akhir sampah di dalam tapak proyek terutama pada areal yang berbatasan dengan danau (eks galian oasir). Penanaman enis pohon pelindung yang memiliki sistem perakaran yang kuat akan meningkatkan kestabilan lereng dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan erosi.
2. Dampak Terhadap hayati Flora Darat Kegitan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman jenis flora darat di dalam tapak proyek. Fauna Darat Kegiatan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek akan diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman fauna darat
di
dalam
tapak
proyek,
khususnya
jenis-jenis
hewan
yang
memanfaatkan flora darat sebagai habitatnya seperti jenis-jenis serangga (insekta) dan burung (aves).
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Estetika Lingkungan Penanaman jenis-jenis tumbuhan peneduh/pelindung dan tanaman hias akan meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam tapak proyek
Bab 5 - 33
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.7.3
Tahap Operasional A. Mobilisasi Tenaga Kerja Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan: Kepadatan Penduduk Rekrutment tenaga kerja pada saat pengolahan akhir sampah berperasi diprairakan akan berdampak terhadap kepadatan penduduk sekitar tapak proyek . Kesempatan Kerja dan bekerja Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan mengakibatkan terbukanya kesempatan berusaha bagi masyarakat disekitar lokasi proyek. Penduduk setempat
dapat
memperoleh
mata
pencaharian
tambahan
dengan
menyediakan tempat tinggal untuk disewakan atau dikontrakan pada pekerja. Kegiatan-kegiatan lain yang merupakan kesempatan berusaha adalah berupa pembukaan warung makan dan kios yang menjual keperluan sehari-hari bagi pekerja proyek, atau menyediakan pelayanan transportasi seperti ojek yang sangat dibutuhkan di lokasi tersebut. Pendapatan Masyarakat Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat disekitar tapak proyek akibat rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasi proyek diprakiakan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Kecemburuan Sosial Kecemburuan sosial akan muncul apabila tenaga kerja setempat tidak dilibatkan dalam tahap konstruksi pengolahan akhir sampah . Persepsi Masyarakat Adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja/karyawan pada tahap operasi proyek disertai dengan terbukanya peluang berusaha di sekitar tapak proyek akan mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi positif terhadap proyek.
Bab 5 - 34
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
B. Kegiatan Pengoperasian dan Pengolahan Akhir Sampah 1. Dampak Terhadap fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan pengoperasian TPA sampah kota Ranai, apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek. Emisi kendaraan bermotor menuju lokasi akan mengeluarkan gas CO2, CO, Sox, HC dan Pb dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara. Kegitan operasional pengolahan akhir sampah yang berdampak terhadap penurunan kualitas udara adlah konsentrasi dan enis gas di lkasi landfill selama penimbunan. Gas-gas utama yang dihasilkan adalh metan dan CO2. Gas metan bila terakumulasi akan mengakibatkan terjadinya ledakan, sedangkan gas CO2 akan menyebabkan perubahan suhu lingkungan mikro. Kualitas Air Permukaan Kegitan pengoperasian pengolahan akhir sampah akan berdampak terhadap kualitas air permukaan yang berada di sekitar tapak proyek akibat air leachate yang dihasilkan dari timbunan sampah yang mengandung bahanbahan organik akan di buang ke sungai/parit. Menurunnya kualitas air sungai ini pada akhirnya akan berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan masyarakat, menurunnya keanekaragaman flora dan fauna perairan gangguan kamtibmas dan persepsi negatif masyarakat yang berada dihilir lokasi proyek.
2. Dampak Terhadap Hayati Flora Perairan (Plankton) Akibat penurunan kualitas air permukaan yang disebabkan oleh air leachate yang di hasilkan oleh kegiatan pengolahan akhir sampah parameter utama Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO akan berdampak terhadap flora perairan (Plankton). Fauna Perairan (Bentos dan Ikan)
Bab 5 - 35
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Dampak kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah kota terhadap fauna perairan (bentos dan ikan ) disebabkan pula oleh air leachate yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan sampah dengan parameter utama Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Hidup Kesempatan Kerja dan Berusaha Pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan menyerap tenaga kerja yang yang cukup banyak.
Selain itu timbul kesempatan berusaha bagi
penduduk sekitar lokasi proyek yang mampu memanfaatkan peluangpeluang berusaha yang ada. Pada tahap ini juga diperkirakan timbulnya pemulung yang memanfaatkan kesempatan berusaha dengan adanya pengoperasian
pengolahan
sampah.
Kehadiran
pemulung
ini
perlu
penanganan sendiri, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai mitra kerjasama yang terkendali. Pendapatan Masyarakat Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat disekitar tapak proyek akibat kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah diperkirakan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Kamtibmas Dampak negatif terhadap masyarakat sekitar apabila tidak dikelola baik dapat menimbulkan gangguan kamtibmas di sekitar proyek. Pengembangan Wilayah Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan berdampak terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah Kota, sehingga pada akhirnya
akan
memacu
pembangunan
dan
pengembangan
wilayah
Kabupaten Depok. Kegiatan Sekitar Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan berdampak terhadap kegiatan sekitar. Pengoperasian pengolahan akhir sampah melibatkan aktivitas kendaraan pengangkut sampah pada saat kegiatan Bab 5 - 36
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
loading dan unloading serta penggunaan genset yang sewaktu-waktu apabila suplai listrik PLN terganggu. Dampak yang terjadi intensitasnya rendah (< 60 dBA). Kesehatan Karyawan dan Masyarakat Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah
apabila tidak dikelola
dengan baik akan menyebabkan bau busuk, tempat berkumpulnya lalat sehingga akan menimbulkan penyakit hama penyakit. Selain itu juga akan mengakibatkan berkembangnya organisme vektor penyakit seperti lalat, tikus dan nyamuk, juga gas dan air leachate yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan karyawan. Estetika Lingkungan Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah yang tidak saniter akan berdampak terhadap penurunan estetika lingkungan akibat ceceran-ceceran sampah. Selain itu, pengoperasian yang tidak sesuai dengan kaidah sanitary landfill (mengarah pada sistem open dumping) akan mengundang lalat sehingga menurunkan estetika lingkungan.
C. Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Sampah 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut sampah akan berdampak terhadap penurunan kualitas udara ambient di sekitar badan-badan jalan yang dilaluinya. Kendaraan bermotor tersebut akan menghasilkan emisi gasgas seperti CO2, CO, SOx, NOx, HC dan Pb sehingga kadarnya akan meningkat di udara. Kebisingan Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut sampah akan berdampak terhadap kebisingan di sekitar badan jalan yang dilaluinya.
Bab 5 - 37
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2. Dampak terhadap Sosekbud dan Lingkungan Hidup Estetika Lingkungan Mobilisasi kendaraan pengangkut sampah tersebut dapat menimbulkan ceceran-ceceran sampah dan air leachate sehingga dapat mengakibatkan menurunnya estetika lingkungan. Kelancaran Lalu Lintas Arus lalu lintas badan-badan jalan yang dilalui oleh kendaraan pengangkut sampah akan mengalami peningkatan. Selain itu kegiatan pengangkutan sampah juga dapat mengakibatkan pengotoran dan kerusakan badan jalan. Kamtibmas Kegiatan
mobilisasi
kendaraan
pengangkut
samah
tersebut
dapat
menimbulkan dampak-dampak negatif seperti kebisingan, penurunan kualitas udara, gangguan kelancaran lalu lintas, pengotoran dan kerusakan badan jalan, penurunan estetika lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak terhadap gangguan kamtibmas.
D. Pengoperasian Bangunan Pengolahan Leachate (BPL) 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Air Permukaan dan Air Tanah Beroperasinya pengolahan akhir sampah yang secara kontinyu dan jangka waktu yang cukup lama membuang leachate yang meresap kedalam dasar lahan dapat menurunkan kualitas air permukaan dan air tanah. Sistem pengolahan mencegah penurunan kualitas air sungai sekitar lahan dan air tanah leachate hasil dekomposisi sampah dan rembesan sampah akan dibangun pengolahan leachate.
2. Dampak Terhadap Hayati Flora Perairan Kegiatan pengoperasian BPL akan berdampak terhadap kehidupan biota perairan (plankton). Dengan dioperasikannya BPL, maka kemungkinan penurunan kualitas air permukaan akibat limbah cair akan berkurang
Bab 5 - 38
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
sehingga tingkat gangguan terhadap kehidupan biota perairan akan berkurang. Fauna Perairan (Bentos dan Ikan) Seperti halnya dampak terhadap flora perairan, dampak pengoperasian BPL terhadap fauna perairan (bentos dan ikan) juga merupakan dampak tidak lansung
akibat
berkurangnya
kemungkinan
penurunan
kualitas
air
permukaan akibat limbah cair.
5.7.4
Tahap Pasca Operasi Pada tahap pasca operasi, walaupun pengolahan akhir sampah sudah tidak menerima sampah lagi, namun proses pembusukan sampah yang telah ada tetap berlansung sehingga tetap terjadi emisi gas metan dan karbondioksida serta terbentuknya cairan leachate.
1. Dampak Terhadap Fisik Kimia. Kualitas Udara Gas metan dan CO2 serta gas-gas lain yang dihasilkan dari proses pembusukan akan tersebar ke lingkungan sekitar. Walaupun kosentrasinya sudah dalam kecendrungan menurun namun tetap menjadi peningkatan yang berarti dibanding kosentrasi rona awal sebelum adanya pengolahan sampah, bahkan sampai 20-35 tahun sekalipun (pada jarak kajian 500 meter dari batas lahan).
Bab 5 - 39
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 5.1: Perkiraan emisi gas metan pada masa pasca operasi. Jarak Kajian (m)
Konsentrasi Metan (ppm) Setelah tahun Penutupan Pengolahan Akhir Sampah ke – 5
10
15
20
500
0,89
0,69
0,54
0,42
1000
0,16
0,13
0,10
0,08
2000
0,04
0,03
0,03
0,02
3000
0,03
0,02
0,02
0,01
4000
0,01
0,01
0,01
0,01
5000
0,01
0,01
0,01
0,00
Kualitas Air Permukaan dan Air tanah Air leachate yang terbentuk memiliki kandungan COD dan BOD yang tinggi sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan air tanah bila tidak dikelola dengan baik.
2. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan. Kesehatan Masyarakat Proses pembusukan sampah tahap pasca operasi tetap menghasilkan gas metan yang bila terakumulasi dalam konsentrasi tinggi dapat terjadi ledakan yang membahayakan lingkungan sekitarnya terutama di lingkungan permukaan lahan bekas pengolahan sampah.
5.8. 5.8.1
Sistem Organisasi Dan Manajemen Bentuk Institusi
Adapun bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota adalah sebagai berikut : 1. Kota Raya dan Kota Besar (> 1.000.000 jiwa). a.
Perusahaan Daerah atau
b.
Dinas tersendiri. Bab 5 - 40
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2. Kota Sedang 1 (250.000 - 500.000 jiwa) atau Ibukota Propinsi. Dinas tersendiri. 3. Kota Sedang 2 (100.000 - 250.000 jiwa) atau Kotip/Kodya. a.
Dinas/Suku Dinas.
b.
UPTD/PU.
c.
Seksi/PU.
4. Kota Kecil (20.000 - 100.000 jiwa). a.
UPTD/PU.
b.
Seksi/Dinas.
5.8.2
Struktur Kelembagaan
Struktur kelembagaan harus dapat menggambarkan aktivitas utama dalam sistem pengelolaan yang dikehendaki, pola kerja yang jelas, dan mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian/ pengawasan terutama untuk bentuk Dinas dan Perusahaan Daerah tersendiri.
5.8.3
Personalia
Kualitas personil pada tingkat pimpinan menunjukkan tingkat kemampuan manajemen dan teknik. Perbandingan jumlah personil pengelola terhadap penduduk : 1. Pengumpulan, minimum 1 : 1000 penduduk. 2. Pengangkutan dan Pembuangan Akhir, minimum 1 : 1000 penduduk.
5.8.4
Tata Laksana Kerja
Dalam penyusunan tata laksana kerja, hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan: 1. Perlu diciptakan pengendalian kelembagaan secara otomatis. 2. Pembebanan yang merata dan selaras untuk semua personil dan unit. 3. Pendelegasian tugas dan wewenang yang proporsional dan berimbang.
Bab 5 - 41
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4. Perlu dicari birokrasi yang singkat. 5. Keteraturan dan kejelasan penugasan perlu ditumbuhkan.
5.9. Sistem Pembiayaan Penjabaran mengenai sistem pembiayaan adalah :
A. Sumber Dana. Dana untuk pengelolaan persampahan/kebersihan suatu kota besarnya 510% dari APBD. Diusahakan agar biaya pengelolaan sampah dapat diperoleh dari masyarakat (± 80%), dan Pemerintah Daerah menyediakan ± 20% untuk pelayanan umum antara lain penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum.
B. Struktur Pembiayaan. Biaya pengelolaan sampah berkisar antara Rp. 8.500,- s/d Rp. 15.000,/m3/hari. Dengan struktur biaya operasional sebagai berikut:
C.
1)
Pengumpulan
: 30% - 40%.
2)
Pengangkutan
: 45% - 50%.
3)
Pembuangan Akhir
: 10% - 15%.
Retribusi. Besarnya retribusi yang layak ditarik dari masyarakat adalah ± 1% dari penghasilan per rumah tangga. Pengelolaan sampah diarahkan dapat mencapai Self Financing (mampu membiayai sendiri) apabila perhitungan besar retribusi dilakukan dengan cara klasifikasi dan prinsip "subsidi silang".
D. Pelaksanaan Penarikan Retribusi. Pelaksanaan penarikan retribusi diatur dalam suatu dasar hukum yang memenuhi prinsip sebagai berikut: 1)
Disusun sistem pengendalian yang efektif, antara lain bersama-sama rekening air minum.
2)
Dibagi dalam wilayah penagihan. Bab 5 - 42
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3)
Didasarkan pada target (terutama yang sulit dikendalikan).
4)
Penagihan mulai dilaksanakan setelah pelayanan berjalan teratur.
5)
Struktur tarif dalam Perda perlu dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
5.10. Sistem Pengaturan Untuk pelaksanaan pengelolaan sampah diperlukan dasar hukum yang mengatur antara lain : 1. Peraturan Daerah tentang ketentuan-ketentuan pembuangan sampah/kebersihan termasuk buangan industri. 2. Peraturan Daerah tentang pembentukan badan pengelolanya. 3. Peraturan Daerah tentang tarif retribusi sampah. Dasar hukum disusun berdasarkan kendala teknis sebagai berikut : 1. Mempunyai jangka waktu yang terbatas. 2. Kesiapan terhadap upaya penegakannya. 3. Mempunyai keluwesan tetapi tegas/tidak bermakna ganda. 4. Setelah itu perlu dilaksanakan usaha-usaha untuk penyebarluasan dan penerapan Perda yang telah ada.
5.11. Aspek Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat yang telah ada perlu ditingkatkan karena hal ini akan memudahkan dalam teknis operasional dan akan menurunkan biaya pengelolaan kebersihan. Untuk itu diperlukan suatu program secara terpadu, teratur dan terusmenerus serta bekerja sama dengan organisasi masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain penerangan/ penyuluhan akan pentingnya pengelolaan kebersihan yang akan meningkatkan kesehatan, serta menggugah peran serta masyarakat dan organisasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pola pendekatan untuk masyarakat di kota kecil dapat dilakukan dengan pendekatan oleh tokoh masyarakat, sedangkan semakin besar kota perlu adanya pendekatan institusi/hukum. Bab 5 - 43
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
5.12. Dasar Perkiraan Kebutuhan Peralatan Perkiraan kebutuhan peralatan dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut Tabel 5.2: Kebutuhan Peralatan Pengelolaan Sampah NO 1.
JENIS PERALATAN
PELAYANAN
KETERANGAN
Sub Sistem Pengumpulan - Bin plastik/ kantong. - Kontainer.
- Becak sampah. - Gerobak sampah.
2.
KAPASITAS 40/60 L
1 KK
6m
3
150 KK
Komunal
8m
3
200 KK
Komunal
10 m3
250 KK
Komunal
20-30 KK
1 Ritasi
10-20 KK
1 Ritasi
0,8-1 m
3
0,3-0,7 m
3
- Station transfer
200 m2
300-400 KK
Station transfer
100 m2
200-300 KK
Station transfer
2
100-200 KK
50 m
Sub Sistem Pengangkutan - Truk biasa Truk biasa
8 m3
200 KK
1 Ritasi
Truk biasa
10 m
3
250 KK
1 Ritasi
12 m
3
300 KK
1 Ritasi
Dump truk
8 m3
200 KK
1 Ritasi
Dump truk
10 m
3
250 KK
1 Ritasi
12 m
3
300 KK
1 Ritasi
Arm Roll Truk
6m
3
150 KK
1 Ritasi
Arm Roll Truk
8 m3
200 KK
1 Ritasi
3
250 KK
1 Ritasi
- Dump truk
- Arm Roll Truk
10 m 3.
Sub Sistem Pembuangan Akhir - Buldozer - Track Dozer
80 HP
15.000 KK
80 HP
15.000 KK
Sumber : SK SNI-T12-1991-03
Bab 5 - 44
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
6. Identifikasi P e r m a s a l a h a n da n Analisis 6.1. Identifikasi Permasalahan Persampahan Permasalahan persampahan di Kota Depok saat ini, pada prinsipnya terbagi menjadi 4 bagian : 1.
Teknis Operasional
2.
Kelembagaan
3.
Pembiayaan
4.
Peran serta mayarakat
6.1.1 Teknis Operasional Pewadahan sampah yang menggunakan bin / bak sampah yang pada umumnya tidak terpilah dengan baik antara sampah organik
dan anorganik bahkan ada yang
tercampur dengan sampah beracun seperti battery. Jumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang menggunakan batubata perlu diperbanyak selama ini TPS yang ada masih kurang. TPS yang dibangun dengan lokasi yang layak dan tertutup sehingga mengurangi bau dan lalat. Belum optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana persampahan. Hal ini dapat dilihat dari volume sampah per hari sebesar 4.265 m3/hari yang terangkut ke TPA sebanyak 865,98 m3/hari dan terangkut di UPS sebanyak 34 m3/hari sedangkan sisanya 3.365 m3/hari tidak terangkut. Sarana dan prasarana yang dimiliki tidak memadai dengan jumlah penduduk kota Depok yang mencapai 1,4 juta jiwa. Bab 6 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
6.1.2 Kelembagaan Dari segi kelembagaan, pengelolaan persampahan di Kota Depok ditandai dengan tingginya rasio beban tenaga kerja terhadap penduduk yang dilayani. Ini dapat dilihat dari jumlah penduduk Kota Depok yang sudah mendapat pelayanan sebanyak 441.810 jiwa dengan tenaga operasional 444 petugas.
6.1.3 Pembiayaan Sumber pembiayaan dari APBD Kota Depok sudah cukup baik, tetapi perlu ditingkatkan saat ini baru mencapai 1 % dari APBD kota Depok. Target pemasukan dari penarikan retribusi perlu ditingkatkan ( saat ini baru mencapai 21,18 %) , minimal harus mencapai 50 % dari biaya operasi dan pemeliharaan untuk 2 tahun ke depan, dan akhirnya/diharapkan akan mencapai mencapai 80 % dari biaya operasi dan pemeliharaan.
6.1.4 Peran Serta Masyarakat Dari segi teknis operasional, peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah di kota Depok dapat dikatakan sangat rendah. Ini terlihat dari kenyataan di lapangan yang menunjukkan masih kuatnya kebiasaan untuk membuang sampah begitu saja dan tanpa terlebih dulu memilah-milah sampah organik dan sampah anorganik serta masih tingginya kebiasaan untuk memakai barang yang sulit terurai serta masih sedikitnya kegiatan daur ulang sampah. Dengan kata lain, kegiatan pengolahan sampah dengan metode 3R yang seharusnya sudah dimulai di tingkat rumah tangga masih belum banyak dilakukan. Di samping itu, kebiasaan membuang sampah sembarangan, dalam arti masih adanya sampah-sampah yang menumpuk bukan di TPS atau transfer depo, tetapi di tempattempat yang menjadi lokasi timbulan liar, ada persepsi masyarakat yang yaitu yang paling utama/ penting tidak ada sampah didekat mereka tidak ada masalah jika ada ditempat lain.
Bab 6 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
6.2. Analisis Pola Pembuangan Sampah Konvensional 6.2.1 Sub Sistem Kelembagaan Dan Organisasi Kelembagaan dan organisasi merupakan aspek /sub sistem
inti dalam sistem
pengelolaan persampahan, karena aspek ini mengatur hal-hal yang berhubungan dengan fungsi organisasi dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan , pengawasan dan pengkomunikasian seluruh kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, jika aspek ini tidak berfungsi maka keseluruhan sistem akan mempunyai daya guna dan hasil guna yang rendah. Agar fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara baik dan benar, maka beberapa hal perlu diatur dengan baik yang mencakup bentuk organisasi, struktur, uraian tugas dan tata laksana serta kelengkapan dan kualitas personil. A. Bentuk Kelembagaan Lembaga
induk
penanggungjawab
teknis
operasional
pengelolaan
persampahan kota Depok adalah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Koordinasi pengelolaan kebersihan menjadi tanggung jawab Kepala Bidang Kebersihan
yang
bertugas
memimpin,
membina,
mengawasi
dan
mengendalikan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah. Dibawah Bidang ini, terdapat
Seksi
Operasional Pengangkutan.
Kepala Seksi ini mempunyai tugas, antara lain, menyusun petunjuk penyelenggaraan
pelayanan
operasional
pengangkutan
sampah
dan
melaksanakan pengawasan dan pengendalian operasional pengangkutan sampah.
Sedangkan
pelaksanaan
operasional
pengangkutan
sampah
merupakan tugas Seksi Operasional & Pengangkutan dibawah kepala bidang Kebersihan. Hal-hal yang dapat dianalisis dari bentuk lembaga ini adalah sebagai berikut: Berdasarkan 1.470.002
jumlah
jiwa
penduduk
sehingga
akhir
kota
tahun 2008 tercatat sebanyak
Depok
permasalahan persampahan yang ada
termasuk
kota
besar,
dan
serta Peraturan Pemerintah No. 8
tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang membatasi jumlah sektor pada Dinas Daerah/Kota,
dan berdasarkan kriteria umum
sistem pengelolaan persampahan, maka bentuk lembaga yang ada saat ini Bab 6 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
dinilai sudah sesuai yaitu Dinas dan membawahi bidang UPTD. Dengan demikian belum diperlukan perubahan bentuk kelembagaan yang lebih tinggi pada tahap mendesak dan jangka menengah. A. Struktur Organisasi Struktur Organisasi yang menangani masalah kebersihan kota secara formal adalah Bidang Kebersihan, struktur organisasi induk yang ada adalah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup merupakan struktur organisasi yang tidak hanya menangani masalah kebersihan kota tetapi juga masalah Lingkungan Hidup. Struktur organisasi ini telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang membatasi jumlah sektor. Dalam masalah struktur organisasi, hal-hal yang perlu
dianalisis adalah
sebagai berikut : Saat ini struktur organisasi cukup sesuai menggambarkan aktivitas utama dalam pengelolaan persampahan saat ini, seperti : 1)
Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan yang tugas utamanya adalah bertanggung jawab atas perencanaan dan pengawasan dan pengendalian serta koordinasi penyelenggaraan kegiatan kebersihan lingkungan dan jalan.
2)
Seksi Operasional & Pengangkutan yang tugas utamanya adalah menyusun
petunjuk
pelaksanaan
penyelenggaraan
pelayanan
operasional pengangkutan sampah dan melaksanakan pengawasan serta pengendalian operasional pengangkutan sampah. Permasalahan persampahan tidak hanya terfokus pada aspek teknis operasional tetapi juga aspek lainnya seperti peningkatan partisipasi masyarakat dan peningkatan penarikan retribusi, untuk mengakomodir hal tersebut maka
pada tahap pengembangan ke depan, struktur organisasi
yang ada harus ditambahkan satu seksi yaitu penyuluhan dan retribusi. C. Uraian Tugas/Tata Laksana Kerja Tata laksana kerja untuk Bidang Kebersihan secara terperinci sudah dibuat tapi masih bersifat global/umum dan yang ada saat ini merupakan kegiatankegiatan yang dilaksanakan atas instruksi lisan (tidak tertulis). Penugasan Bab 6 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
tenaga kerja lapangan dilakukan dengan cara pentargetan setiap tenaga kerja diberikan beban tugas yang harus dilaksanakan. Untuk masa datang perlu dilengkapi uraian tugas tersebut secara lebih rinci dan jelas sehingga fungsi
manajemen
yang
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan serta pengkomunikasian dapat tercakup. D. Personalia Dari perbandingan antara jumlah penduduk dilayani, yakni sebanyak 441.810 jiwa, dan jumlah petugas penyapon yang hanya 139 orang, terlihat bahwa rasionya masih cukup tinggi (berdasarkan kriteria perencanaan 1:1.000). Sedangkan dari perbandingan antara jumlah petugas pengangkutan dan TPA yang berjumlah 241 orang, rasionya terhadap jumlah penduduk yang dilayani cukup baik. Sementara itu, dari tingkat pendidikan PNS dan tenaga kontrak, kualitas SDM di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup cukup baik. Ini dapat dilihat dari komposisi kepegawaian yang menunjukkan bahwa dari 68 orang PNS dan tenaga kontrak, terdapat, di antaranya, 25 orang lulusan SMA, 35 orang lulusan perguruan tinggi (Sarjana Muda/D3 dan S1) serta 8 orang lulusan S2.
6.2.2 Sub Sistem Teknik Operasional A. Tingkat Pelayanan Berdasarkan perhitungan tingkat pelayanan pengelolaan persampahan pada tahun 2008, maka tingkat pelayanan pengelolaan persampahan baru mencapai 30% dari jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat kota Depok ini belum mencapai 75 % (Target Nasional pada tahun 2009 ). Dengan tingkat pelayanan tersebut maka akan diperlukan upaya yang cukup untuk meningkatkan pelayanan sehingga mencapai standard yang ditetapkan oleh pemerintah. Tingkat pelayanan juga dapat ditetapkan berdasarkan sasaran MDGs. Sasaran
target pencapaian
MDGs adalah meningkatkan sasaran tingkat
pelayanan pengelolaan persampahan sehingga setengah dari penduduk yang belum terlayani saat ini akan mendapat pelayanan persampahan pada tahun Bab 6 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2015. Dengan tingkat pelayanan saat ini sebesar 30 %, maka sasaran tingkat pelayanan minimum pada tahun 2015 adalah 30 % + ( 0,5 x ( 100 – 30) % ) = 65 %. Peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan tersebut akan dilakukan dengan melaksanakan pengembangan daerah pelayanan baru. Penetapan pengembangan daerah pelayanan pengelolaan persampahan akan dilakukan berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut : 1)
Daerah yang menjadi wajah kota,
2)
Daerah komersil,
3)
Daerah permukiman dengan kepadatan > 100 jiwa/ha,
4)
Daerah timbulan sampah besar,
5)
Daerah pemukiman dengan kepadatan > 50 jiwa/ha.
Peningkatan pelayanan dapat dilakukan dengan pengembangan pola konvensional seperti diatas, tetapi juga dapat dilaksanakan melalui pengelolaan dengan cara : 1)
Skala Rumah Tangga dengan menitik beratkan pengolahan sampah organik menjadi kompos, dengan beberapa opsi teknologi misalnya dengan gentong komposter, keranjang Takakura dan Biopori,
2)
Skala Kawasan/Lingkungan, yaitu pengelolaan yang dilakukanuntuk melayani suatu kelompok masyarakat yang terdiri atas sekurangkurangnya 100 Kepala Keluarga. Dengan beberapa opsi teknologi, antara lain : Pemilahan sampah di sumber Pemilahan sampah di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu)
b. Pola Operasional Analisis terhadap pola operasional adalah sebagai berikut: 1. Pewadahan Di daerah pemukiman pada umumnya mempergunakan pewadahan berupa gentong plastik (bin/tong sampah), keranjang bekas, kaleng bekas cat, kantong plastik bekas dan ada juga yang tidak mempunyai pewadahan. Dari Bab 6 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
segi operasional pewadahan seperti disebutkan di atas cukup layak dipergunakan selanjutnya, akan tetapi dari segi kesehatan/kebersihan (kecuali kantong plastik, gentong plastik) harus ekstra hati-hati karena kalau sampahnya tidak cepat dibuang akan menimbulkan bau dan adanya lalat, hal ini tentunya tidak baik. Untuk itu, jika sampahnya tidak cepat dibuang, pewadahan tersebut harus ditutupi dengan plastik. Di daerah perkantoran dan komersil pada umumnya mempergunakan bin plastik, drum bekas dan kantong plastik besar. Prasarana pewadahan semacam ini cukup layak, kecuali drum bekas permanen (yang tidak mempunyai kaki) mempunyai kelemahan antara lain : 1)
Pengoperasiannya memerlukan waktu dan tenaga.
2)
Sifatnya terbuka.
Dari analisis tersebut diatas disarankan untuk mempergunakan pewadahan sifatnya: tertutup, mudah dikosongkan, murah dan pengadaannya mudah. Misalnya : bin plastik atau kantong plastik. 2. Pengumpulan Pasar Pengumpulan sampah di daerah pasar dilaksanakan oleh penghasil sampah dengan membuang ke kontainer. Letak kontainer mudah dicapai oleh penghasil
sampah
sehingga
ini
sangat
menguntungkan
dalam
pengumpulan. Pola pengumpulan di daerah pasar yang saat ini dilayani sudah cukup baik dan dapat dikembangkan dan dipertahankan. Pertokoan/perkantoran/rumah makan/permukiman Pengumpulan dilakukan dengan pola komunal dan individual (untuk penghasil sampah besar), semua sampah dikumpulkan ke TPS oleh penghasil sampah atau dikumpulkan pada satu tempat tertentu dengan ditumpuk rapi. Dari hasil pengamatan di lapangan pengumpulan dengan pola seperti ini dinilai cukup memadai dan baik pada batas tertentu, khususnya di daerah kumuh dan tidak teratur.
Bab 6 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3. Pengangkutan Pengangkutan sampah dilaksanakan dengan dump truck sebanyak 1 shift per hari dengan ritasi rata-rata 2 rit/hari/mobil dan Arm roll truck dengan ritasi sebanyak 2-3 rit/hari/mobil. Dari hasil pemantauan dilapangan/di lokasi TPA sampah, umumnya untuk ritasi 2 rit tiap dump truck belum optimal, sedangkan ritasi Arm Roll Truck 2 - 3 rit dinilai sudah cukup baik. Dari hasil analisis diatas, pengangkutan sampah ke TPA disarankan perlu optimalisasi pengangkutan pada sore hari, sehingga ritasi dapat mencapai 3 rit/dump truck. Setiap truk harus dilengkapi dengan jaring plastik dan pada sisi-sisi dump truk harus diberi triplek sehingga kapasitas dump truck lebih besar. 4. Pembuangan Akhir Metode yang dipergunakan dalam pembuangan akhir adalah contolled landfill, metode ini sudah sejak lama dipakai di kota Depok yaitu sejak awal pengoperasian TPA tahun 1997.
Dengan metode ini sudah cukup aman
terhadap lingkungan dan tidak menimbulkan masalah yaitu lalat/ bau. Hal-hal yang dapat dianalisis dari proses pembuangan akhir di TPA sampah, yaitu: Sistem yang digunakan adalah controlled landfill, dimana dasar dari TPA telah diberi lapisan kedap air sehingga air lindi yang dihasilkan tidak akan mencemari air tanah dan sungai yang terdekat. Ditinjau dari kapasitas TPA sampah, menurut studi WJMP kapasitas TPA Cipayung hanya mampu menampung sampai tahun 2009, sehingga perlu meminalisasi atau membatasi sampah yang masuk ke TPA Cipayung, antara lain dengan mereduksi sampah pada sumbernya dan mengaktifkan kembali pengolahan sampah menjadi kompos di TPA serta pengolahan sampah secara kawasan. Sejalan dengan butir diatas ( minimalsasi sampah masuk ke TPA ) , perlunya penanganan sampah dengan metode 3 R , antara lain dengan Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) diperbanyak dan tersebar terutama untuk Bab 6 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
daerah yang belum dilayani dan daerah yang rawan terhadap sampah seperti di bataran sungai. Peranan TPA Cipayung sebagai tempat pembuangan akhir kota Depok masih tetap diperlukan, tetapi beban sampah yang dibuang ke TPA makin terus direduksi
sampai akhirnya fungsi TPA sebagai tempat pembuangan akhir
berubah menjadi tempat komposting terintegrasi atau fungsi-fungsi lain yang lebih ramah lingkungan. Selama masa transisi fungsi tersebut, maka perlu
dilakukan
langkah-langkah
untuk
mengoptimalisasi
peranan
sebelumnya. Beberapa hal dapat dilakukan antara lain, melakukan pembenahan
sistem
pengangkutan
menuju
TPA
dan
melakukan
penyempurnaan pengolahan dan pengelolaan di TPA. 5. Kapasitas Kemampuan Operasional Satuan timbulan sampah untuk permukiman
kota Depok adalah 2,65
liter/orang/hari, sehingga jumlah total sampah kota Depok adalah 4.265 m³/hari ( tidak termasuk sampah pasar). Timbulan sampah untuk kota Depok akan selalu bertambah
sesuai
dengan meningkatnya jumlah
penduduk, perekonomian dan perkembangan kota. Saat ini jumlah sampah yang diangkut oleh DKLH baik terangkut di TPA maupun di UPS sebesar 900 m³/hari atau 30 % dari total timbulan sampah ( 4.265 m³/hari), yang seharusnya dapat dilayani > 30 % jika pengangkutan sampah dioptimalkan dengan ritasi lebih dari 3-4 rit/mobil.
6.2.3 Sub Sistem Pembiayaan A. Sumber Dana Total
biaya
pengelolaan
persampahan
saat
ini
yang
dikeluarkan/
dialokasikan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp. 44.529.288.800,50 / tahun untuk operasional (penyapuan jalan, pengangkutan sampah dan pembuangan sampah), dengan tingkat pelayanan 30 %. Dari uraian tersebut maka analisis awal untuk aspek pembiayaan adalah : 1)
Anggaran biaya kebersihan sebesar Rp. 44.529.288.800,50 pada tahun 2008.
Bab 6 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2)
Biaya satuan pengelolaan sampah tahun 2008. Biaya satuan pengelolaan sampah (pengangkutan + operasi + BBM ) kota Depok pada tahun 2008 adalah Rp 30.758 ,- per m3
a) Perkiraan biaya satuan pelayanan penduduk Perkiraan jumlah penduduk yang terlayani = 441.810 jiwa atau jumlah keluarga yang terlayani = 88.362 KK. Biaya satuan pelayanan kebersihan per jiwa per bulan = Rp. 21.703,Biaya satuan pelayanan kebersihan keluarga per bulan = Rp 108.517,Biaya satuan pelayanan kebersihan per keluarga per bulan ini hanya diperhitungkan terhadap biaya operasional pengangkutan, biaya pengolahan akhir di TPA , belum termasuk biaya pengumpulan, dan biaya investasi peralatan. b) Retribusi yang ditagih ( yang dapat ditarik dari masyarakat ) Pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.677.063.000,-
atau sekitar 23.18 % dari
anggaran rutin ( Rp. 7.232.329.000,-) . Pemasukan hasil retribusi dapat ditingkatkan dengan cara peningkatan daerah pelayanan terutama dengan pelayanan komunal dengan menyediakan TPS-TPS umum serta ditingkatan penarikan retribusi melalui swasta atau PLN. Untuk mengelola kebersihan kota, diperlukan dana baik dana awal atau penunjang dari Pemerintah Daerah kota Depok, dana ini dapat melalui APBD atau kontribusi masyarakat. Disarankan/diusahakan dana dari masyarakat 80 % dan dari Pemda kota Depok
sebesar 20 % yang diharapkan dapat
tercapai minimal dalam jangka menengah /PJM . B. Struktur Tarif Retribusi Struktur tarif retribusi sampah berdasarkan Perda kota Depok nomor 18 tahun 2002,
cukup menggambarkan prinsip Cross Subsidi antar tingkat
pendapatan penduduk dan antar jenis pelanggan sampah. Disamping itu, besarnya tarif retribusi sampah perlu disesuaikan lagi dan perlu adanya klasifikasi. Begitu juga untuk jenis yang lain, sedangkan untuk pemukiman
dapat
digolongkan
menjadi:
penghasilan
tinggi
(rumah
Bab 6 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
permanent), penghasilan menengah (semi permanent), penghasilan rendah (darurat).
6.2.4 Sub Sistem Pengaturan Aspek peraturan merupakan dasar dalam pelaksanaan pekerjaan pengelolaan persampahan, karena setiap kegiatan atau kebijakan dalam rangka pelaksanaan dan perbaikan sistem pengelolaan persampahan harus dilandasi dengan kekuatan hukum yang sumbernya adalah peraturan hukum. Beberapa peraturan telah dibuat dalam rangka penanganan persmpahan / kebersihan kota Depok
yang dapat digolongkan
menjadi : A. Pembentukan Institusi/Lembaga Formal Dasar hukum yang mengatur organisasi pengelolaan kebersihan di kota Depok adalah Perda kota Depok Nomor 12 tahun 2002, sehingga dari aspek penanggung jawab dipegang oleh Kepala Dinas, sedangkan dari tugas pokok/fungsi, struktur organisasi, pembagian tata kerja dan kewenangan sudah dirinci dalam Perda tersebut. B. Penentuan Struktur Tarif Retribusi Dasar
hukum
yang
mengatur
menganai
retribusi/iuran
kebersihan/
persampahan di kota Depok adalah Perda No. 41 Tahun 2000
tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Peraturan ini mengatur tentang
struktur
tarif
retribusi
kebersihan/persampahan
mulai
dari
penetapan wajib retribusi, tata cara penagihan dan ketentuan pidana. Peraturan mengenai retribusi kebersihan dan institusi yang telah dibuat tersebut dapat dianalisis sebagai berikut : 1)
Aturan tentang pelaksanaan kebersihan oleh masyarakat
cukup jelas
diatur tetapi perlu dibuat petunjuk palaksanaan. 2)
Besarnya tarif retribusi sampah perlu disesuaikan lagi, tarif retribusi sampah harus dievaluasi setiap 3- 5 tahun.
Bab 6 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3. Ketentuan Umum tentang Keindahan, Kerapian dan Kebersihan Kota. Saat ini Pemerintah
kota Depok belum mempunyai peraturan daerah
tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota, untuk masa ke depan harus sudah dibuat peraturan daerah tentang K3 .
6.2.5 Komponen Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan yang ada sekarang di kota Depok cukup baik, khususnya partisipasi dalam pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang rata-rata hampir mencapai 100%. Selain peran dalam pembiayaan, masyarakat di Kota Depok juga berperan serta dalam pelaksanaaan teknis operasional pengolahan persampahan. Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, peran serta ini diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan seperti keikutsertaan pada sebagian tahap pengelolaan persampahan, seperti pengumpulan sampah di Kontainer dan bak sampah
dan menyediakan sendiri
pewadahan, serta kegiatan pengolahan sampah skala rumah tangga. Namun demikian, kualitas peran serta masyarakat dalam kegiatan teknis pengolahan sampah di Kota Depok masih sangat perlu ditingkatkan mengingat masih rendahnhya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Indikasi rendahnya kualitas peran serta masyarakat ini dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: 1.
Rendahnya kesadatan untuk melaksanakan metode 3 R
2.
Masih adanya kebiasaan membuang sampah sembarangan
3.
Masih tingginya kebiasaan memakai barang yang sulit terurai.
4.
Upaya membangun peran serta masyarakat pada pada pengelolaan kebersihan, khusunya perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan pengelolaan kebersihan
perlu ditingkatkan.
6.3. Analisis Unit Pengolahan Sampah (UPS) Sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam menangani masalah persampahan dengan mengacu pada Permen PU No 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Bab 6 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pengembangan Pengelolaan Persampahan terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengurangan sampah sejak dari sumbernya dengan program unggulan 3R serta sasaran yang harus dicapai pada tahun 2010 sebesar 20%, pada dasarnya merupakan tugas berat bagi semua pihak dalam mewujudkan upaya tersebut, mengingat kondisi yang ada saat ini, baru sekitar 1% sampah yang dapat dikurangi atau dimanfaatkan. Namun demikian, dengan berbagai gerakan yang ada ditingkat masyarakat baik melalui peranan tokoh masyarakat, LSM ataupun pemerintah kota, telah banyak praktekpraktek unggulan 3R yang cukup sukses dan dapat direplikasi ditempat lain, sehingga target pengurangan sampah 20 % bukan mustahil akan dapat dicapai. Keberhasilan program 3 R ini sangat tergantung pada keterlibatan masyarakat. Reduce (R1) Reduce atau reduksi sampah merupakan upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi
sampah dengan cara merubah pola
hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan sedikit sampah. Namun diperlukan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk merubah perilaku tersebut. Reuse (R2) Reuse berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas “minuman” untuk tempat air, mengisi kaleng susu dengan susu refill dan lain-lain. Recycle (R3) Recycle berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna (sampah) menjadi bahan lain setelah melalui proses pengolahan, seperti mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki, dsb atau mengolah botol/plastik bekas menjadi biji plastik untuk dicetak kembali menjadi ember, hanger, pot, dan sebagainya atau mengolah kertas bekas menjadi bubur kertas dan kembali dicetak menjadi kertas dengan kualitas sedikit lebih rendah dan lain-lain. Dari pengamatan terhadap komposisi sampah di kota Depok, maka kegiatan daur ulang ( recycle) yang layak dilakukan adalah pembuatan kompos dan daur ulang lainnya( daur ulang plastic, besi, kuningan, dan lain-lain ), pelaksanaan daur ulang saat ini Bab 6 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
sudah dilakukan di TPA Depok- Cipayung. Untuk memperkenalkan dan menyakinkan masyarakat agar mau melaksanakan pembuatan kompos tersebut, maka pengelola kebersihan kota Depok perlu melakukan proyek perintisan/percontohan pembuatan kompos dan jmenjamin pembeliaan kompos yang dihasilkan oleh masyakat/LPM.
6.3.1 Aspek Teknik Operasional A. Sumber Sampah Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan
TPA
juga
dapat
mengurangi
jumlah
angkutan
sampah
dan
menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan. B. Pola Pelayanan Pewadahan, pewadahan harus disediakan sendiri oleh masyarakat, dapat berupa bin/tong sampah, Karung plastik, dan keranjang Takaruka. Volume pewadahan disesuaikan produk sampah yang dihasilkan dan mampu menampung selama untuk produk 3 hari. Pembuatan kompos dapat dilakukan mulai dari sumber sampah (pengolahan sampah rumah tangga), ada bebarapa cara pengomposan dengan metode Takakura ,
pengomposan yaitu: cara Komposter dan dengan
pembuatan lobang sampah di tanah. C. Pengumpulan/Pengangkutan Pengumpulan/pengangkutan sampah dilakukan dengan yaitu pengumpulan sampah langsung dengan
cara
individual
gerobak menuju Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST), setiap gerobak akan dilayani oleh 2 petugas.
Bab 6 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pengumpulan dengan cara individual akan dilakukan dengan gerobak, setiap gerobak dilayani oleh 2 petugas. D. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST) Semua sampah atau pendorong gerobak di pelayanan akan berakhir di TPST dimana semua sampah akan diolah secara terpadu berupa seperangkat alat secara terpadu atau yang disebut Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) ini. Di TPST akan dilaksanakan kegiatan pemilahan, packing ( pembungkusan ) dan Composting. Untuk pembuatan kompos di lokasi TPST dipergunakan dengan metode Terowongan Bambu. Sedangkan sampah yang tidak dapat di daur ulang dan sisa komposting akan di packing dan ditrasfortasikan ke Depok untuk dibuang ke TPA.
6.3.2 Aspek Pembiayaan Dari uaraian teknis diatas dapat diperkirakan biaya yang diperlukan untuk biaya investasi dan operasi & Pemeliharaan. Data Teknis 1.
Jumlah penduduk
: 12.000 jiwa
2.
Jumlah KK
: 2.400 KK
3.
Volume sampah
: 30 m3/hari
4.
Daerah Pelayanan
: satu kawasan
Biaya Investasi 1.
Biaya Investasi yang diperlukan untuk mengoperasikan pengelolaan persampahan di permukiman non teratur:
2.
Gerobak 15 unit @ Rp. 2.250.000,- = Rp. 33.750.000,-
3.
Bangunan UPS 1 unit
= Rp. 571.500.000,-
Biaya Operasi dan Pemeliharaan Biaya O & M dalam setahun sebesar Rp. 219.958.560,- dengan rincian sebagai berikut :
Bab 6 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Tabel 6.1: Biaya Operasi dan Pemeliharaan UPS Uraian
Jumlah
Biaya Satuan/bln (Rp.)
Biaya O&M / tahun (Rp.)
Koordinator
1
750,000
9,000,000
Operator Mesin
1
750,000
9,000,000
Pemilah di UPS
4
750,000
36,000,000
Pengangkut
2
750,000
18,000,000
Pemilah di Output
2
750,000
18,000,000
Pembalikan dan Pengangkutan
2
750,000
18,000,000
Staf Administrasi
1
750,000
9,000,000
Keamanan
1
750,000
9,000,000
Solar
1
3,715,200
44,582,400
Oli
1
450,000
5,400,000
Pemeliharaan
1
13,856,160
13,856,160
Bahan Kimia
1
410,000
4,920,000
Laboratorium
1
1,200,000
14,400,000
Listrik
1
900,000
10,800,000
Jumlah
Keterangan
219,958,560
Sumber : DKLH Kota Depok Dengan demikian, biaya pengelolaan sampah dengan sistem UPS adalah Rp. 219.958.560/(360x30 m3) =Rp. 20.367/m3
6.3.3 Aspek Kelembagaan Keberadaan UPS di tingkat kelurahan mengisyaratkan adanya tanggung jawab baru bagi Dinas KLH Kota Depok dalam pengelolaan persampahan. Karena itu, Dinas KLH Depok perlu merancang skema pengorganisasian baru yang terkait dengan pengelolaan UPS. Berbeda dengan kegiatan pengelolaan sampah secara konvensional yang sekarang ini menjadi tanggung jawab UPT IPLT dan TPA, kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan UPS berada di lokasi yang dekat dengan permukiman, dalam skala yang lebih kecil dan jumlahnya cukup banyak.
Bab 6 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Idealnya, UPS-UPS di tingkat kelurahan ini dikelola langsung oleh masyarakat, melalui lembaga-lembaga di tingkat kelurahan seperti LPM, PKK, Karang Taruna, dan sebagainya. Namun untuk mewujudkan hal itu, perlu dilalui beberapa tahap, mengingat pengoperasian dan pengelolaan UPS memerlukan kesiapan kelembagaan di tingkat kelurahan terebut dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Untuk tahap awal, pengoperasian dan pengelolaan UPS tampaknya masih harus berada dalam tanggung jawab Dinas KLH, dalam hal ini Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan, Bidang Kebersihan. Mengingat kebutuhan tenaga kerja di bidang teknis dan pengoperasian serta bidang manajerial yang mendesak, Dinas KLH dapat bekerja sama dengan pihak swasta untuk pengadaan tenaga kerja tersebut. Selanjutnya, agar secara bertahap pengelolaan UPS dapat dilaksanakan oleh masyarakat, Pemerintah Kota Depok perlu menyusun program-program penyiapan/pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan kesiapan masyarakat, baik dari segi kelembagaan maupun kemampuan SDM-nya.
6.3.4 Aspek Peraturan Permasalahan yang terkait dengan aspek peraturan dalam pembangunan dan pengoperasian UPS dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1.
Pembangunan UPS membutuhkan lahan yang memadai, baik dari segi lokasi maupun luasnya.
2.
Terkait dengan pengadaan lahan ini, Pemerintah Kota Depok perlu mengeluarkan peraturan atau instruksi tertentu yang mendukung proses pengadaan tanah untuk UPS. Peraturan ini diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan dan kendala yang mungkin timbul dalam proses itu, mengingat banyaknya aspek yang terkait dengan masalah pengadaan lahan, seperti kelangkaan lahan yang lazim terjadi di perkotaan, kesesuaiannya dengan peruntukan lahan dalam tata ruang dan kemungkinan adanya penolakan masyarakat sekitar.
3.
Pengoperasian UPS memerlukan prosedur pengoperasian baku (SOP)
4.
Mengingat penggunaan teknologi tertentu, betapa pun sederhananya teknologi itu, pengoperasian UPS memerlukan adanya prosedur tertentu agar peralatan yang ada dapat diperasikan secara efektif dan terawat dengan baik. Untuk itu, Dinas
Bab 6 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
KLH perlu menyiapkan terlebih dulu prosedur pengoperasian baku (SOP) UPS sebelum UPS ini dioperasikan.
6.3.5 Aspek Partisipasi Masyarakat Keberadaan UPS di tingkat kelurahan akan menjadi sangat efektif jika didukung dengan partisipasi aktif dan dukungan masyarakat, baik di tingkat atas maupun di tingkat paling bawah. Di tingkat atas, dukungan yang dibutuhkan berasal dari jajaran pemerintah (eksekuti), khususnya dari instansi yang terkait dengan penanganan persampahan dan aparat di tingkat kecamatan dan kelurahan, kalangan legislatif, media massa, LSM dan sebagainya. Di tingkat bawah, dukungan yang dibutuhkan adalah dukungan warga di tingkat kelurahan, khususnya dukungan dan partisipasi masyarakat di lingkungan sekitar yang akan menjadi lokasi UPS. Di tingkat atas, dukungan dan partispasi masyaraka mencakup dukungan politis bagi penganggaran biaya pembangunan dan pengelolaan UPS serta pengadaan lahan. Sedangkan di tingkat bawah, selain dukungan dan partisipasi dalam pengadaan lahan, dibutuhkan pula dukungan berupa kesiapan masyarakat dalam pengelolaan UPS, baik dari segi kelembagaan maupun kemampuan SDM-nya. Untuk memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat di atas, Pemerintah Kota Depok perlu menyusun sosialisasi guna menumbuhkan pemahaman akan pentingnya keberadaan UPS, baik di tingkat atas maupun bawah, serta program-program pelatihan untuk membentuk kesiapan masyarakat dalam pengelolaan UPS. Berdasarkan hasil survey rumah
tangga yang
dilaksanakan
pada bulan November
2007, terlihat bahwa hampir seluruh rumah tangga sampel
(96%) menyetujui
dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing. Ini merupakan modal awal bagi Pemda Kota Depok untuk mengembangkan dukungan dan partsipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengoperasian UPS, baik di tingkat bawah maupun di tingkat atas.
6.4. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Saat ini sampah dibuang di TPA yang terletak di Kelurahan Cipayung yang berjarak 1020 km dari pusat kota. Metoda pembuangan sampah yang dilakukan secara controlled
Bab 6 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
landfill. Lokasi yang digunakan untuk TPA saat ini merupakan tanah kosong yang tidak produktif. Sedangkan daerah sekitarnya berupa areal perkebunan dan pemukiman. Lokasi yang digunakan untuk TPA saat ini sudah menjadi pemukiman masyarakat sehingga Pemerintah Daerah perlu mencari alternative pembuangan akhir lainnya. 1.
TPA Eksisting a.
Lokasi : Kelurahan Cipayung
b.
TPA Cipayung yang telah beroperasi sejak tahun 1999 hingga saat ini umur ekonomisnya tinggal 3 tahun lagi dimana semakin banyaknya pemukiman penduduk sehingga TPA yang ada tidak mungkin diperluas kembali. TPA ini diperkirakan dapat menampung sampah hingga tahun 2011.
2.
Alternatif TPA Nambo, a.
Lokasi : Desa Nambo Kecamatan Kelapa Nunggal
b.
Alternatif rencana TPA ini berjarak 20 km dari pusat kota dengan waktu tempuh 85 menit menjadi alternative apabila TPA Cipayung sudah habis masa pakainya. Namun TPA Nambo yang rencananya terdiri dari 3 Pemerintah Daerah (Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor) sebagai stakeholder untuk melayani 3 wilayah tersebut dan adanya kemungkinan ditambah DKI Jakarta sebagai costumer.
6.4.1 Kriteria Pemilihan TPA Salah satu kendala dalam penerapan metoda perencanaan Tempat Pembuangan Ahkir (TPA) baik sanitary landfill maupun controled landfill adalah pemilihan lokasi yang cocok, baik dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian, maupun dari sudut perlindungan terhadap lingkungan hidup. Karakteristik lahan (terutama permeabilitas) akan menentukan karakteristik sampah yang diperbolehkan masuk ke TPA. Lahan yang tepat tidak selalu mudah didapat. Suatu metoda pemilihan yang baik perlu digunakan agar memudahkan dan mengevaluasi calon lokasi tersebut. Sampah merupakan kumpulan dari beberapa jenis buangan hasil samping dari kegiatan, yang akhirnya harus diolah dan diurug di suatu lokasi yang sesuai. Permasalahan yang timbul adalah bahwa sarana ini merupakan sesuatu yang dijauhi oleh masyarakat sehingga persyaratan teknis untuk penempatan sarana ini perlu Bab 6 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
didampingi oleh persyaratan non–teknis. Lebih luas lagi kecocokan lokasi ini di pengaruhi oleh kebijakan daerah yang dalam bentuk formal dinyatakan dalam rencana tata ruang. Dalam rencana tersebut biasanya sudah dinyatakan rencana penggunaan lahan. Aspek kesehatan masyarakat berkaitan langsung dengan manusia, terutama kenaikan mortalitas (kematian), morbiditas (penyakit), serta kecelakaan karena operasional sarana tersebut. Aspek lingkungan hidup terutama berkaitan dengan dampak terhadap ekosistem akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk akibat transportasi sampah. Aspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik antara satu lokasi yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan. Aspek sosio-ekonomi berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan yang. Termasuk disini adalah keuntungan atau kerugian akibat nilai tambah yang dapat dinikmati penduduk, ataupun penurunan nilai hak milik karena berdekatan dengan sarana tersebut. Walaupun dua lokasi yang berbeda mempunyai pengaruh
yang sama dilihat dari apsek sebelumnya, namun reaksi masyarakat
setempat dengan dibangunnya sarana tersebut bisa bebeda. Suatu metodologi yang baik tentunya diharapkan bisa memilih lahan yang paling menguntungkan dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Dengan demikian metodologi tersebut akan memberikan hasil pemilihan lokasi yang terbaik. Hal ini mengandung pengertian, yaitu : Lahan terpilih hendaknya memberikan nilai tertinggi ditinjau dari berbagai aspek di atas, Pemilihan yang di buat hendaknya dapat di pertanggung jawabkan, artinya harus dapat di tunjukan secara jelas bagaimana dan mengapa suatu lokasi terpilih diantara yang lainya. Dalam hal ini pemilihan TPA tidak lepas dari kriteria-kriteria sebagai berikut: 1.
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan daerah layak atau tidak layak sebagai berikut : a.
Kondisi geologi : 1)
Tidak berlokasi di daerah holocene fault.
2)
Tidak boleh di daerah bahaya geologi.
Bab 6 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
b.
Kondisi hidrogeologi 1)
Tidak boleh mempunyai tinggi air tanah kurang dari 3 meter.
2)
Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-5 cm/det.
3)
Jarak terhadap sumber air minum harus > 100 meter di hilir aliran.
4)
Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria tersebut maka harus dilakukan masukan teknolgi.
c.
Kemiringan lokasi harus kurang dari 20 % 1)
Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
2)
Tidak boleh pada daerah hitan lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun.
3)
Untuk okasi TPA yang jaraknya > 25 km dari kota perlu perlu di pertimbangkan adanya transfer depo.
4)
Kriteria penyisihan yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi yang terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
d.
Iklim 1)
Hujan : makin kecil curah hujan makin baik.
2)
Angin : arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin baik.
e.
Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai makin baik.
f.
Lingkungan biologis : 1)
Habitat : habitat kurang bervariasi dinilai makin baik.
2)
Daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna dinilai makin baik.
g.
Produktifitas tanah : tanah tidak produktif dinilai lebih tinggi. 1)
Kapasitas dan umur : dapat menampung sampah lebih banyak dan lebih lama dinilai makin baik. Bab 6 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2)
Ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup dinilai lebih baik.
3)
Status tanah : makin bervariasi nilai tanah, dinilai tidak baik.
h.
Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai semakin baik.
i.
Kebisingan: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
j.
Bau : Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
k.
Estetika: Semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.
l.
Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik.
6.4.2 Pemilihan Lokasi TPA Pemilihan lokasi layak TPA sampah tahapan regional, dilakukan dengan meninjau aspek-aspek sebagai berikut: 1.
Aspek Tata Guna Lahan.
2.
Aspek Geologi.
3.
Aspek Kemiringan Lereng.
4.
Aspek Hidrogeologi.
5.
Aspek Bahaya Lingkungan. A. Ditinjau Dari Aspek Tata Guna Lahan Peninjauan pemilihan lokasi layak TPA sampah berdasarkan Tata Guna Lahan ialah menetapkan lokasi-lokasi yang tidak boleh digunakan sebagai lokasi TPA sampah karena alasan tata guna lahan. Peninjauan ini dilakukan untuk menghindari pemilihan lokasi lokasi layak TPA sampah pada lahan yang telah ditetapkan penggunaannya atau lahan yang mempunyai kegunaan khusus atau yang penting. Daerah-daerah yang tidak boleh digunakan sebagai lokasi TPA antara lain: 1)
Daerah danau, sungai dan laut.
2)
Daerah perkotaan dan permukiman
3)
Daerah pertanian potensial. Bab 6 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
4)
Daerah industri, konservasi lingkungan.
5)
Daerah khusus yang dilestarikan.
6)
Daerah yang jauh dari lapangan terbang.
B. Ditinjau Dari Aspek Geologi Pemilihan
lokasi
menempatkan
layak
berdasarkan
kondisi
geologi
adalah
untuk
lokasi tersebut pada formasi geologi yang aman terhadap
pencemaran lingkungan. Formasi yang diinginkan adalah lapisan geologi dimana pada lapisan itu terdapat kondisi yang dapat menahan dan mengurangai kadar pencemaran. Kondisi tersebut hanya ada pada lapisan yang mempunyai permeabilitas kecil, mempunyai cukup ketebalan dan mampu mengurangi kadar pencemaran. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat dari batuan lempung (sedimen
clay). Pemilihan yang dilakukan juga
menghindari faktor struktur geologi seperti patahan, retakan, longsoran dan lain-lain. C. Ditinjau Dari Aspek Kemiringan Lereng Pemilihan lokasi layak berdasarkan kemiringan lereng dimaksudkan untuk menghindari terjadinya longsoran, baik terhadap timbunan sampah tersebut maupun longsoran yang tidak stabil. Untuk itu kriteria yang dianjurkan dalam hal kemiringan ini adalah 20%. Kemiringan lereng si sekitar lokasi berkisar antara 0 – 15%. Namun pada daerah-daerah tertentu kemiringannya dapat mencapai lebih dari 45%. Pada umumnya kemiringan lokasi TPA berkisar antara 0 – 10%, dan pada beberapa lokasi kemiringan mencapai 10 – 15%. D. Ditinjau Dari Aspek Hidrogeologi Pemilihan lokasi layak berdasarkan aspek Hidrogeologi ialah menempatkan lokasi tersebut pada daerah yang bukan akuifer penting dan sedapat mungkin
tidak
didaerah
discharge.
Pemilihan
tersebut
juga
memperhitungkan arah aliran air tanah.
Bab 6 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
E. Ditinjau Dari Aspek Bahaya Lingkungan Pemilihan
lokasi
layak
berdasarkan
aspek
bahaya
lingkungan
ialah
menempatkan lokasi tersebut pada daerah yang tidak berpotensi terhadap bahaya lingkungan, sehingga tidak membahayakan kelangsungan dan keutuhan TPA sampah tersebut. Bahaya lingkungan yag harus diperhatikan adalah gerakan tanah, kegempasan, kegunungapian, pengikisan banjir dan genangan air. Dengan pertimbangan aspek bahaya lingkungan, maka lokasi layak untuk TPA sampah adalah daerah-daerah di luar bahaya tersebut.
Bab 6 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
7. RENCANA INDUKS ISTEM (RIS)PENGELOLAAN S A M PA H KO TA D E P O K 7.1.
Pendekatan Rencana Induk Sistem Persampahan
Pendekatan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah Kota Depok dilakukan dengan mengelompokan
wilayah
berdasarkan
kondisi
pemukiman,
yaitu
untuk
kawasan/pemukiman yang sudah lama beroperasi dan kawasan/pemukiman baru.
7.1.1. Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Yang Sudah Lama Beroperasi Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah Kota Depok, untuk kawasan yang sudah beroperasi disusun dengan beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah Kota Depok, mencakup 5 aspek yaitu : 1) Teknis Operasional; 2) Kelembagaan dan Organisasi; 3) Keuangan dan Pembiayaan; 4) Penegakan Hukum dan Peraturan; 5) Peran serta masyarakat dan swasta.
2.
Pola penangan sampah dilakukan dengan 2 sistem yaitu : a.
Sistem pengelolaan sampah terpadu dengan 3R.
b.
Sistem konvesional (pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan akhir).
3.
Pola penangan sampah secara konvesional dibedakan untuk wilayah pesisir, non pesisir, dan kepulauan. Bab 7 - 1
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
4.
A K H I R
Pengelolaan sampah dilakukan 3 model yaitu : a.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
b.
Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir dengan kerjasama dengan pihak ketiga (investor)
c. 5.
Pengelolaan sampah dengan konversi energi
Pengolahan sampah berbasis komunitas (masyarakat) dikembangkan dalam clustercluster (penangan tingkat kelurahan).
6.
Pengelolaan sampah akan ditingkatkan secara bertahap untuk menggantikan pola penanganan secara konvesional.
7.
Penanganan sampah pada wilayah dikembangkan dengan melihat kepadatan bruto, sebagai berikut: a.
Kepadatan < 50 jiwa/ha, ditangani dengan teknologi setempat (penanganan individual, penimbunan, pembakaran), kecuali untuk pusat kegiatan yang ditangani sesuai dengan kemampuan sarana dan prasarana.
b.
Kepadatan penduduk 50 jiwa/ha ≤ kepadatan ≤ 100 jiwa/ha, ditingkatkan pelayanan dengan 10% - 50 % secara bertahap dari pelayanan yang sudah ada (Target Millenium Development Goals).
c.
Kepadatan > 100 jiwa/ha.
d.
Pelayanan persampahan ditargetkan mampu menangani hingga seluruh sampah yang dihasilkan.
7.1.2. Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Baru Pendekatan yang dilakukan untuk menyususn RIS persampahan bagi kawasan baru, baik untuk kegiatan permukiman maupun non permukiman direncanakan sebagai berikut : 1.
Pengembang dalam skala besar ≥ 25 ha, wajib melakukan pengolahan sampah dalam skala kawasan, dengan menyediakan sarana pengolahan sampah pada kawasan yang dikembangkan.
2.
Pengembang dalam skala kecil < 25 jiwa/ha, wajib menyediakan sarana penanganan sampah pada awal pembangunan, sehingga pada saat beroperasi, kawasan tersebut sudah memiliki sarana penanganan sampah. Langkah ini untuk mengantisipasi bagi
Bab 7 - 2
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
masyarakat agar tidak membuang sampah ke lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan. 3.
Kegiatan non permukiman (industri, rumah sakit, lainnya), yang baru dan memiliki skala besar wajib melakukan pengolahan sampah secara mandiri pada kawasan yang di bangun. Penangann dilakukan dengan membangun sarana pengolahan sampah di kawasan yang dibangun.
7.2.
Rencana Induk Sistem Aspek Teknis Operasional
7.2.1. Cakupan Pelayanan Cakupan pelayanan adalah wilayah yang ditargetkan harus dilakukan pelayanan sesuai dengan kepadatan penduduk. Berdasarkan kepadatan brutto, maka wilayah pelayanan akan ditangani sesuai dengan urgenitasnya. Target cakupan pelayanan ditetapkan untuk jangka panjang (20 tahun) dan jangka menengah (5 tahun). Target cakupan pelayanan untuk Kota Depok adalah sebagai berikut : 1.
Lima Tahun Pertama (sampai 2012) Merupakan tahun untuk mengakomodasi kekuatan dan menyusun strategis. Lima tahun pertama penetapan target disesuaikan dengan kemampuan. Pertimbangan tersebut terutama untuk mendorong pengolahan sampah. Cakupan pelayanan meningkat dengan 30% dari pelayanan sebelumnya. Terutama untuk kepadatan tinggi, sedangkan untuk kepadatan rendah (< 50 jiwa/ha), dengan penambahan 50% dari cakupan pelayanan sebelumnya.
2.
Tahun 2013 - 2018 Pada tahun-tahun berikutnya target cakupan pelayanan sebesar 80% dari jumlah penduduk Kota Depok. Wilayah yang telah dikembangkan dengan sisitem Unit Pengolahan Sampah di tingkat kelurahan ditingkatkan. Jumlah unit UPS di Kota Depok pada tahun 2013 – 2018 mencapai 64 Unit (sesuai RPJMD Kota Depok). Selengkapnya target pelayanan sampah Kota Depok, hingga tahun 2018 disajikan pada tabel 6.1 berikut.
Bab 7 - 3
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
Tabel 7.1: Proyeksi Persampahan Kota Depok
No
1
Uraian
Satuan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
1,521,452
1,574,703
1,629,817
1,686,861
1,745,901
1,807,008
1,870,253
1,935,712
2,003,462
2,073,583
2,146,158
69%
79%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
1,049,802
1,244,015
1,303,854
1,349,489
1,396,721
1,445,606
1,496,202
1,548,570
1,602,769
1,658,866
1,716,927
%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
l/org/hari
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
m³/hari
2,782
3,297
3,455
3,576
3,701
3,831
3,965
4,104
4,247
4,396
4,550
%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
20%
- Timbulan sampah/org
l/org/hari
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
0.85
- Sampah Non Dom Total
m³/hari
556
659
691
715
740
766
793
821
849
879
910
c. Total Timbulan Sampah
m³/hari
3,338
3,956
4,146
4,291
4,442
4,597
4,758
4,924
5,097
5,275
5,460
- Ratio Timbulan
%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
75.00%
- Ratio Composting
%
0.47%
0.40%
0.38%
0.37%
0.35%
0.34%
0.33%
0.32%
0.31%
0.30%
0.29%
m³/hari
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
15.75
Jumlah Penduduk % Tingkat Pelayanan Jumlah Pduduk Terlayani
2
Tahun Proyeksi
Eksisting
Timbulan Sampah a. Domestik - Ratio Timbulan - Timbulan sampah/org - Sampah Domestik Total b. Non-Domestik - Ratio Timbulan
3
Tingkat Pelayanan UPS a. Organik / Composting
- Sampah Orgnk Terlayani
Bab 7 - 4
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
No
A K H I R
Uraian
Satuan
Tahun Proyeksi
Eksisting 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
b. An – Organik / Pencacah - Ratio Timbulan
%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
25.00%
- Ratio Pencacah
%
0.16%
0.13%
0.13%
0.12%
0.12%
0.11%
0.11%
0.11%
0.10%
0.10%
0.10%
m³/hari
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
5.25
m³/hari
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
unit
24
34
49
64
64
64
64
64
64
64
64
- Smph An-Orgnk Terlayani c. Sampah terlayani UPS d. Total Jumlah UPS f. Total Smph Terlayani UPS
m³/hari
- Ratio smph terlayani UPS
4
504
714
1,029
1,344
1,344
1,344
1,344
1,344
1,344
1,344
1,344
15%
18%
25%
31%
30%
29%
28%
27%
26%
25%
25%
854
3,242
3,117
2,947
3,098
3,253
3,414
3,580
3,753
3,931
4,116
Kebutuhan Lahan ( Landfill ) 1. Sampah masuk ke TPA
m³/hari
2. Akumulasi Berat Jenis
kg/m³
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
212.11
3. Tingkat Pemadatan
kg/m³
600
600
600
600
600
600
600
600
600
600
600
m³/hari
302
1,146
1,102
1,042
1,095
1,150
1,207
1,266
1,327
1,390
1,455
4
12
14
16
16
16
16
16
16
16
16
m²/tahun
21,265
26,909
22,178
18,348
19,283
20,251
21,252
22,289
23,362
24,473
25,622
7. Kebutuhan Luas Lahan
m²
25,518
32,291
26,613
22,018
23,140
24,301
25,503
26,747
28,034
29,367
30,746
8. Luas Lahan TPA/tahun
ha
2.13
2.69
2.22
1.83
1.93
2.03
2.13
2.23
2.34
2.45
2.56
9. Luas Total Lahan TPA
ha
8.47
11.16
13.38
15.22
17.15
19.17
21.30
23.52
25.86
28.31
30.87
4. Volume sampah dipadatkan 5. Tinggi timbunan 6. Luas lahan TPA yang dibutuhkan setiap tahun
m
Bab 7 - 5
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
No 5
A K H I R
Uraian
Satuan
Tahun Proyeksi
Eksisting 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
219,959
233,156
247,145
261,974
277,693
294,354
312,015
330,736
350,581
371,615
393,912
8
23
38
48
48
48
48
48
48
48
48
Kebutuhan Pendanaan Total Biaya / UPS
Rp/thn (000)
UPS Milik Pemkot
Unit 3
Biaya / UPS
Rp/m /UPS
29,095
30,841
32,691
34,653
36,732
38,936
41,272
43,748
46,373
49,155
52,105
TOTAL BIAYA UPS
Rp/thn (000.000)
1,760
5,363
9,392
12,575
13,329
14,129
14,977
15,875
16,828
17,838
18,908
TOTAL BIAYA TPA
Rp/thn (000.000)
2,683
10,645
10,850
10,874
12,114
13,485
15,001
16,677
18,529
20,574
22,833
Rp/m3
8,605
9,121
9,668
10,248
10,863
11,515
12,206
12,938
13,715
14,538
15,410
Biaya Pengangkutan
Rp/thn (000.000)
6,906
7,393
6,966
6,514
6,583
6,650
6,716
6,780
6,842
6,903
6,963
TOTAL BIAYA PENGANGKUTAN + TPA
Rp/thn (000.000)
9,589
18,038
17,816
17,388
18,696
20,135
21,717
23,457
25,371
27,477
29,795
Rp/m3
30,758
15,455
15,876
16,387
16,766
17,193
17,670
18,198
18,779
19,415
20,109
Biaya TPA
Biaya /M3
Sumber : Hasil Perhitungan Konsultan
Bab 7 - 6
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
7.2.2. Rencana Pola Penanganan Sampah di Kecamatan Pola penanganan sampah Kota Depok, dilakukan dengan pengelolaan sampah dan penanganan secara konvensional. Pengolahan sampah terdiri dari pengolahan sampah berbasis komunitas (kelompok masyarakat), pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah dan konservasi energy serta penanganan sampah melalui Unit Pengolahan Sampah
Terpadu.
Penentuan
pola
penanganan
dilakukan
dengan
identifikasi
karakteristik wilayah untuk setiap unit analisis (kecamatan), tingkat kepadatan penduduk, dan urgenitas pelayanan. Penganganan sampah di setiap kecamatan direncanakan menggunakan Unit Pengolahan Sampah di setiap Kecamatan. Total Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok pada tahun 2008 sebanyak 24 unit kemudian bertambah pada tahun 2009 sebanyak 10 unit. Pada tahun 2011 total unit pengolahan sampah Kota Depok sebesar 64 unit yang tersebar di setiap Kecamatan, masing-masing unit pengolahan sampah menampung 21 M3 atau 70% dari total kapasitas mesin UPS.
7.2.3. Rencana Induk Sistem Teknis Operasional A. Penerapan Pengolahan Sampah Secara Bertahap Rencana induk Jangka Panjang pengolahan sampah diterapkan dalam pengelolaan sampah di Kota Depok. Pengolahan sampah terdapat beberapa alternatif. Alternatif pengolahan sampah yang dapat dikembangkan untuk jangka panjang antara lain : 1)
Pengolahan sampah berbasis komunitas (masyarakat) Model pengolahan sampah ini akan dilakasanakan pada klaster-klaster tertentu. Klaster ini dapat dibentuk di tingkat RW atau di tingkat kelurahan. Secara prinsip pengolahan ini akan memanfaatkan berbagai jenis sampah yang dihasilkan setiap hari, dengan klasifikasi sebagai berikut : Sampah organik (sisa sayuran, buah-buahan, daun-daunan). Jenis sampah ini dengan teknologi composting direncanakan untuk dibuat
Bab 7 - 7
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
pupuk. Produk pupuk dipasarkan baik untuk industri maupun kegiatan pertanian/perkebunan. Sampah Kardus/plastic/besi/kayu. Sampah jenis ini dimanfaatkan untuk daur ulang atau pemanfaatan kembali sampah. Metoda ini dapat menghasilkan nilai ekonomis untuk pengelolaan sampah. Sampah kertas tipis, sampah jenis ini dapat dimanfaatkan untuk kertas daur ulang (re-cycle paper). Sampah sisa, jenis sampah ini merupakan materi yang sama sekali sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, misal sisa bongkaran, plastic non daur ulang. Sisa sampah ini harus dibuang ke TPA. Model ini dalam setiap klaster akan terdiri dari kelompok masyarakat yang melakukan pengelolaan secara bersama-sama. Sampah dari masing-masing sumbernya di pilah menjadi sampah sesuai dengan klasifikasi diatas. Sesuai dengan jenisnya akan dilakukan penanganan baik untuk dijual, dilakukan daur ulang maupun dengan sistem pembuatan pupuk. Dengan pengolahan ini maka hanya 20% sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). 2.
Unit Pengolahan Sampah Terpadu Pengolahan sampah di UPS merupakan bentuk pengolahan sampah yang terkumpul untuk dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Namun apabila tidak sempat terpilah maka mesin pencacah yang tersedia mampu memilah sampah tersebut. Mesin pencacah yang tersedia di UPS mampu mereduksi antara 70% 80% dari volume sampah yang terkumpul. Sampah organik yang terkumpul tidak menghasilkan bau yang menyengat, yang kemudian diolah untuk proses komposting. Setelah melalui proses pencacahan kedua, screening dan pematangan sehingga sampah organik tersebut telah menjadi kompos yang dapat dipakai untuk lahan pertanian. Dari seluruh sampah yang diolah diolah kurang lebih 3% yang harus dibakar dengan menggunakan incenerator atau secara manual. Sedangkan plastik yang telah dicacah dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk dijadikan bahan daur ulang.
Bab 7 - 8
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
3.
Pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah dengan teknologi tertentu merupakan bentuk pengolahan sampah lain yang dapat dikembangkan pada masa yang akan datang. Penawaran yang telah dilakukan beberapa rekanan untuk mengolah sampah di pembuangan akhir sampah merupakan alternatif lain untuk mengolah sampah. Kegiatan ini direncanakan mampu mengolah sampah organik dan pupuk sehingga memiliki nilai tambah untuk upaya mereduksi sampah di TPA.
4.
Pengolahan dengan Konversi Energi Alternatif ini terutama untuk mengetahui proses konversi dan beberapa jenis sampah menjadi sumber energy alternatif. Pengolahan jenis ini dilakukan untuk skala kecil sebagai pilot project
dan
dikembangkan secara bertahap.
B. Penerapan Penanganan Sampah Konvensional Untuk jangka waktu 10 tahun yang akan datang (2018), penanganan sampah secara konvensional belum dapat digantikan secara menyeluruh dengan teknologi pengolahan sampah. Penanganan secara konvensional adalah penanganan
sampah
secara
terpusat,
dengan
sistem
pewadahan,
pengumpulah, pengangkutan dan tempat pembuangan akhir sampah. Pola penanganan konvensional ini terutama dipertahankan untuk wilayah dengan urgenitas penanganan tinggi (pada kepadatan tinggi) dan harus segera ditangani. 1) Kawasan Kota Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Penanganan sampah secara konvesional pada kawasan kota terdiri dari sub sistem penyapuan jalan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan penampungan sementara. Rencana Induk Sistem untuk setiap sub sistem tersebut adalah sebagai berikut : Bab 7 - 9
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
2. Penyapuan Jalan Penyapuan jalan untuk masa jangka panjang, masih dipertahankan, terutama untuk ruas jalan protocol berupa badan jalan, trotoar dan median jalan. Penyapuan jalan protokol secara manual dengan ratio 1 orang petugas banding 1 km panjang jalan. Sedangkan frekuensi penyapuan untuk jalan kolektor pusat kota adalah sehari sekali sampai sehari dua kali. 3. Pewadahan Pewadahan yang digunakan bisa berbentuk kotak, silinder maupun kantong plastik. Dimana untuk pewadahan ini antara sampah organic dan anorganik terpisah sehingga dibutuhkan minimal 2 tempat sampah. Diusahakan
kedua
tempat
tersebut
berbeda
warna
sehingga
memudahkan petugas pengumpul. Bahan untuk pewadahan bersifat kedap terhadap air, panas matahari, dan mudah dibersihkan. Alternative yang biasa dipakai adalah bin plastik tertutup (volume 4060 lt), Penempatan pewadahan sebaiknya di pekarangan sumber sampah supaya memudahkan petugas pengumpul untuk mengambil. Dengan diterapkan pewadahan secara terpisah maka perlu diatur jadwal periode pengumpulan antara sampah organik dan anorganik. 4. Pengumpulan Kawasan yang mempunyai kondisi topografi yang relatif datar, sehingga alat pengumpul tidak bermesin seperti becak maupun gerobak sampah bisa digunakan dengan frekuensi pengambilan sampah 1 sampai 3 hari sekali. Kondisi permikiman di kawasan pesisir yang cenderung padat teratur memungkinkan pengumpulan sampah dengan pola individual tak langsung. Dengan adanya pemisahan di sumber maka fasilitas pengumpulan antara sampah organik dan anorganik juga terpisah ataupun dengan jadwal pengumpulan yang berbeda. 5. Pengangkutan Pengangkutan menggunakan dump truck maupun arm roll. Truk jenis arm roll di gunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah dari container yang ada di TPS. Yang perlu diperhatikan dalam sub sistem pengangkutan adalah ritasi (produktifitas) Truk yang disesuaikan oleh Bab 7 - 10
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
kondisi tiap-tiap kendaraan dibandingkan jarak yang harus ditempuh ke TPA. Untuk ini diperlukan adanya rute serta jadwal setiap kendaraan. 6. Tempat Penampungan Sementara TPS berupa container dengan kapasitas 6 m2 dimana gerobak/becak sampah langsung menumpahkan muatannya ke dalam
kontainer.
Setelah penuh maka kontainer akan dibawa ke TPA menggunakan arm roll truck. Untuk memaksimalkan kebersihan lokasi TPS, perlu ada penjadwalan
pengisian
dan
pengosongan
dengan
frekuensi
pengosongan minimal 1 kali. Lokasi TPS harus mudah dijangkau dan tidak mengganggu arus lalu lintas. 7. Rencana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tempat
pembuangan
akhir
sampah
untuk
diperuntukan
bagi
sampah
yang
masih
konvensional,
dan
sampah
yang
tidak
jangka
dikelola dapat
panjang,
dengan
pola
dihilangkan
dari
pengolahan sampah. Pola konvensional dengan sistem pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir sampah hingga akhir tahun perencanaan (2018) masih memproduksi sebesar 4.116 m3/hari. Sedangkan yang diolah dengan sistem unit pengolahan sampah sebesar 1.344 m3/hari.
7.3.
Rencana Induk Sistem Keuangan
Rencana pembiayaan pengelolaan persampahan Kota Depok meliputi : 1.
Sumber dana yang digunakan untuk pengelolaan persampahan kota.
2.
Besarnya dana yang diterima serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan persampahan dan.
3.
Cara pembayaran iuran/retribusi kebersihan.
4.
Sumber dana pengelolaan persampahan kota berasal dari : a.
Pembayaran iuran layanan kebersihan.
b.
Retribusi kebersihan.
c.
Anggaran pendapan belanja daerah (APBD). Bab 7 - 11
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
5.
A K H I R
Cara pembayaran retribusi adalah : a.
Membayar bersama dengan pembayaran iuran air PDAM.
b.
Membayar bersama dengan pembayaran iuran listrik.
c.
Membayar di payment point.
d.
Membayar langsung kepada petugas kebersihan.
e.
Membayar melalui RT/RW.
7.3.1. Rencana Retribusi Dalam pelaksanaan teknis di masyarakat ada ketentuan pembayaran iuran dan retribusi, sehingga masyarakat merasa bahwa untuk pengelolaan persampahan mereka harus membayar dua kali yaitu kepada pengurus RT/RW dan DINAS. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui secara pasti bagaimana aliran sampah setelah tidak mereka butuhkan sehingga mereka tidak memiliki informasi atau pengetahuan besarnya biaya yang diperlukan untuk menyingkirkan sampah dari lingkungan dirinya. Yang mereka inginkan adalah setelah membayar iuran dan retribusi kebersihan, sampah sudah menjadi tanggung jawab dinas kebersihan. Retribusi kebersihan yang diambil dari masyarakat untuk pengelolaan sampah harus diatur dengan PERDA. Perlu di ingat bahwa retribusi berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan APBN/ APBD, jadi jumlahnya tidak boleh membebani masyarakat. Jadi harus ada pembedaan dan penjelasan yang tepat antara PEMBAYARAN IURAN LAYANAN KEBERSIHAN dan RETRIBUSI KEBERSIHAN. Hal ini perlu dicermati, karena jangan sampai masyarakat dua kali untuk hal yang sama. Mekanisme pembayaran dan pengawasan retribusi tersebut juga harus diperhatikan. Jadi, dalam penyusunan PERDA ini seharusnya dapat memberikan pilihan yang lebih baik agar aman dari segi KKN. Struktur tarif retribusi yang berlaku pada umumnya dirasakan masih konvensional dan belum memungkinkannya adanya subsidi diantara pelanggan sebagaimana yang telah dilaksanakan pada sistem pelayanan public yang lain seperti air minum dan listrik. Struktur tarif tersebut perlu disesuaikan dengan berpegang pada prinsip pemulihan biaya (Full Cost Recovery) dan juga dengan dasar yang berkeadilan. Dalam hal ini perlu dilakukan perbedaan struktur tarif diantara domestic, industri dan komersial dengan Bab 7 - 12
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
melihat kemungkinan adanya silang pembiayaan dari tipe pelanggan satu terhadap yang lain. Hal yang perlu menjadi dasar pembedaan strukrur tarif ini adalah adanya ability to pay dan willingness to pay yang berlainan dari masing-masing tipe pelanggan. Dengan melakukan silang pembiayaan akan dapat menciptakan insentif diantara pelanggan tanpa membebani operator secara berlebihan, sehingga tarif retribusi bagi masyarakat kurang mampu masih dapat terjangkau. Dalam kaitan tersebut perlu kiranya dipersiapkan langkah-langkah strategis, melalui penelusuran kemungkinan penerapan tarif progresif, dimana tarif dikenakan atas dasar volume sampah yang dibuang pelanggan atau penimbul baik domestik, industry maupun komersial. Dengan landasan penerapan tarif seperti itu, maka dimungkinkan adanya insentif bagi operator dalam melakukan perhitungan jumlah volume yang dibuang dengan tarif retribusi yang ditarik.
7.3.2. Rencana Pembiayaan Pengelolaan Penanggung jawab dan pelaksana pengelolaan sampah dapat memungut biaya pengelolaan sampah kepada masyarakat dan Pelaku Usaha untuk membiayai jasa pengelolaan sampah yang mengacu pada standar pelayanan minimal. Atas biaya pengelolaan sampah yang telah dikumpulkan dari masyarakat, penanggung jawab dan pelaksana pengelolaan sampah wajib memberikan pelayanan sampah sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Pemerintah kabupaten wajib menentukan besarnya biaya jasa pengelolaan sampah yang dipungut dari masyarakat dan/pelaku usaha dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Untuk menentukan besarnya biaya jasa pengelolaan sampah dari masyarakat dan/atau pelaku usaha, pemerintaha kabupaten/kota perlu menyesuaikan dengan infrastruktur dan peralatan yang disediakan. Untuk meningkatkan sistem pengelolaan, pemerintah dapat mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif. Melihat kondisi sekarang, maka perlu bagi pengelola sampah saat ini untuk dapat mempersiapkan: 1.
Besarnya biaya pengelolaan perlu disesuaikan dengan berpegang pada prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) dan juga dengan dasar yang berkeadilan.
Bab 7 - 13
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
2.
A K H I R
Memperbaiki struktur tarif sampah dengan penerapan tarif progresif, dimana tarif dikenakan atas dasar volume sampai yang dibuang pelanggan atau penimbul baik domestik, industri maupun komersial. Dengan landasan penerapan tarif seperti itu, maka dimungkinkan adanya insentif bagi operator dalam melakukan perhitungan jumlah volume yang dibuang tarif retribusi yang di tarik.
3.
Penambahan anggaran pengelolaan baik berupa pinjaman atau bantuan dari pemerintah dan atau dari lembaga pembiayaan.
4.
Memperbaiki sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan persampahan.
5.
Meningkatkan peyalanan pada masyarakat dan pelaku usaha.
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi kebutuhan biaya pengolahan sampah baik untuk TPA maupun UPS untuk Kota Depok adalah :
Bab 7 - 14
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
Tabel 7.2: Proyeksi Kebutuhan Pendanaan Kota Depok No
Uraian
Satuan
Eksisting
Tahun Proyeksi
2008 2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
219,959
233,156
247,145
261,974
277,693
294,354
312,015
330,736
350,581
371,615
393,912
8
23
38
48
48
48
48
48
48
48
48
Kebutuhan Pendanaan Total Biaya / UPS
Rp/thn (000)
UPS Milik Pemkot
Unit
Biaya / UPS
Rp/m3/UPS
29,095
30,841
32,691
34,653
36,732
38,936
41,272
43,748
46,373
49,155
52,105
TOTAL BIAYA UPS
Rp/thn (000.000)
1,760
5,363
9,392
12,575
13,329
14,129
14,977
15,875
16,828
17,838
18,908
TOTAL BIAYA TPA
Rp/thn (000.000)
2,683
10,645
10,850
10,874
12,114
13,485
15,001
16,677
18,529
20,574
22,833
8,605
9,121
9,668
10,248
10,863
11,515
12,206
12,938
13,715
14,538
15,410
Biaya TPA
Rp/m
3
Biaya Pengangkutan
Rp/thn (000.000)
6,906
7,393
6,966
6,514
6,583
6,650
6,716
6,780
6,842
6,903
6,963
TOTAL BIAYA PENGANGKUTAN + TPA
Rp/thn (000.000)
9,589
18,038
17,816
17,388
18,696
20,135
21,717
23,457
25,371
27,477
29,795
Rp/m3
30,758
15,455
15,876
16,387
16,766
17,193
17,670
18,198
18,779
19,415
20,109
Biaya /M3
Bab 7 - 15
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
7.4.
Rencana Induk Sistem Kelambagaan Organisasi
7.4.1. Rencana Kelembagaan Konsep kelembagaan dapat diartikan wahana untuk menanamkan nilai – nilai baru didalam masyarakat. Nilai – nilai baru dalam pengelolaan sampah tersebut dari hanya sekedar membuang sampah ke mengolah sampah menjadi barang yang berguna. Memang bukan hal yang mudah untuk menanamkan nilai – nilai baru perubahan dapat dilakukan melalui lembaga – lembaga pemerintah sebagai agen dari pembangunan dan perubahan. Milton J. Esman dalam buku Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa : “Pembangunan dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi – organisasi baru atau yang disusun kembali yang a) mewujudkan perubahan dalam nilai – nilai, Fungsi – fungsi dan teknologi – teknologi fisik dan / atau social, b) Menetapkan, mengembangkan dan melindungi hubungan – hubungan normatit dan pola – pola tindakan c) Memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan tersebut.” Model ini membantu untuk melakukan perubahan – perubahan nilai baru yang lebih baik, perubahan nilai pengolahan sampah dapat dimulai dengan merubah variabel – variabel lembaga sebagai berikut: 1.
Kepemimpinan, komitmen pemimpin untuk melakukan perubahan pengelolaan sampah mutlak diperlukan untuk melakukan perubahan. Komitmen tersebut dilakukan dengan membuat kebijakan – kebijakan yang mengarahkan kearah perubahan nilai – nilai.
2.
Doktrin, doktrin dituangkan dengan nilai – nilai dan tujuan – tujuan yang akan dicapai. Pemerintah harus mensosialisasikan nilai-nilai baru pengelolaan sampah tersebut kepada seluruh anggota masyarakat melalui bebagai cara sehingga masyarakat paham apa manfaat mengolah sampah bagi lingkungan.
3.
Program,
program
merupakan
rencana
tindakan-tindakan
tertentu
yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan. Program-program untuk melakukan perubahan harus terencana dengan baik mulai dari sosialisasi sampai pada pelaksanaan, dari pengolahan tingkat bawah sampai dengan pengolahan akhir, sistem reward and punishment bagi masyarakat. Bab 7 - 16
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
4.
A K H I R
Sumber daya, sumberdaya berkaitan dengan alokasi keuangan, infrastruktur, teknologi serta informasi yang mendukung pencapaian perubahan.
5.
Struktur intern, struktur dipandang sebagai hubungan dan proses-proses yang diadakan untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Keterkaitan disini diartikan sebagai keterkaitan suatu organisasi dengan lingkungannya dimana lingkungan tersebut diharapkan dapat mendorong terciptanya nilai-nilai baru. Kaitan-kaitan tersebut adalah: 1.
Kaitan-kaitan
yang memungkinkan yakni hubungan dengan kelompok-kelompok
sosial yang berwenang mengalokasikan sumber daya. Dalam hal ini DPRD harus diberikan pengertian bahwa pengolahan sampah penting untuk segera dilaksanakan sehingga dapat dialokasikan sumber daya yang cukup untuk melakukan perubahan. 2.
Kaitan-kaitan fungsional yakni berkaitan dengan fungsi pelengkap sebagai pemasok dan pengguna keluaran dari organisasi. Dalam hal ini dinas kebersihan harus menjalin hubungan KSM, ikatan pemulung, instansi swasta dan negeri lainnya yang berkepentingan dengan program ini.
3.
Kaitan-kaitan normatif, kaitan ini berhubungan dengan lembaga yang bencakup nilai dan norma yang relevan bagi doktrin dan program. Penegakan peraturan yang akan dicapai dalam nilai yang baru sangat penting bagi perubahan tanpa adanya penegakan norma pembangunan nilai-nilai ini tidak akan berjalan dengan baik. Guna menegakkan peraturan tersebut perlu paying hokum yang jelas serta kerja sama yang baik dengan penegak peraturan daerah yang dilaksanakan oleh satpol PP.
4.
Kaitan-kaitan tersebar, kaitan ini berhubungan dengan unsure-unsur masyarakat yang tidak teridentifikasi dalam organisasi formal. Pendekatan kepada masyarakat perlu dilakukan melalui tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Berkaitan
dengan
konsep-konsep
tersebut
diatas
maka
rencana
pelembagaan
pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1.
Pembuatan regulasi dan payung hukum guna memanyungi kegiatan-kegiatan yang mengarahkan kegiatan pengelolaan sampah berbasis pada komunitas.
2.
Penyusunan program yang terarah guna mengarahkan dan membina kegiatankegiatan yang bertujuan untuk merubah metode pengelolaan sampah.
Bab 7 - 17
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
3.
A K H I R
Mempersiapkan sumber daya yang memadai serta memperkenalkan teknologi yang tepat guna untuk mengolah sampah.
4.
Pembuatan peraturan yang meregulasi hubungan, tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab satuan kerja yang terlibat dalam pengelolaan sampah.
5.
Pembuatan jaringan antar lembaga baik pemerintah, legislatif, masyarakat dan perusahaaan swasta guna mengawal kegiatan pengelolaan sampah berbasis komunitas.
6.
Penegakan hokum guna menegakkan legulasi pengelolaan sampah dengan bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
7.4.2. Rencana Organisasi Penataan organisasi pelaksanaan dilakukan dengan melakukan restrukturisasi tugas pokok dan fungsi yang lebih jelas dan tegas dalam bentuk PERDA. Dengan adanya perda maka tugas, tanggung jawab serta kewenangan lembaga-lembaga mengelola sampah menjadi lebih jelas. Pendelegasian kewenangan pengelolaan kebersihan dari dinas kebersihan dan kecamatan dan kelurahan harus disertai dengan pelimpahan sumber daya yang mencukupi. Disamping itu dalam pengelolaan sampah antar lembaga harus ada kesatuan, komando dengan membuat struktur organisasi yang eksplisit untuk memperjelas alur komando penanganan permasalahan sampah. Dalam perencanaan kegiatan dan anggaran hendaknya lebih baik melibatkan kecamatan dan kelurahan sebagai organisasi pelaksana di tingkat bawah. Disamping itu didalam perencanaan harus lebih banyak melibatkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kebersihan. Perencanaan harus kegiatan dan anggaran sedapat mungkin memadukan model perencanaan bottom up dan top down. Sedangkan dalam pelaksanaan koordinasi antar lembaga harus ditingkatkan termasuk dengan lembaga di luar pelaksana kebersihan. Koordinasi dapat dilakukan secara rutin maupun incidental terutama dalam menangani pengaduan-pengaduan masyarakat. Selain itu guna meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk mentaati peraturan maka peraturan harus ditegakkan. Dalam penegakkan peraturan ini dinas kebersihan harus berkoordinasi dengan aparat penegak peraturan daerah.
Bab 7 - 18
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Pengawasan dilakukan secara berjenjang mulai dari lingkup kelurahan diawasi kelurahan, lingkup kecamatan diawasi kecamatan dan lingkup Kota Depok di awasi oleh dinas kebersihan. Selain itu pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat melalui unit pengaduan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh dinas kebersihan ke kecamatan atau kelurahan. Namun, guna memperlancar tindak lanjut pengaduan dan hasil pengawasan maka harus disusun mekanisme yang jelas termasuk kewenangan dari dinas kebersihan untuk memerintahkan kecamatan dan kelurahan untuk melakukan tindak lanjut. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka rencana organisasi pengelolaan sampah dimasa datang adalah sebagai berikut: 1.
Satuan kerja yang terlibat adalah dinas kebersihan, dinas pasar, kecamatan dan kelurahan.
2.
Dinas kebersihan sebagai penanggung jawab kebersihan kota termasuk dalam hal pengelolaan sampah.
3.
Penyusunan peraturan/ regulasi tentang tugas pokok dan fungsi, Alur komando, penanggung jawaban serta mekanisme koordinasi yang jelas bagi masing-masing satuan kerja yang terlibat dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.
4.
Dalam perencanaan program pengelolaan sampah sebaiknya melibatkan satuan kerja yang terlibat di tambah dengan perwakilan stakeholders.
5.
Dalam hal pelaksanaan pengelolaan kebersihan perlu dibentuk rantai, komando serta koordinasi yang jelas dari dinas kebersihan sampai dengan kelurahan.
6.
Pengawasan kebersihan sebaiknya dilakukan oleh dinas kebersihan, kecamatan dan kelurahan sebagi penanggung jawab pengelolaan sampah diwilayah masing-masing, sedangkan cabang dinas sebaiknya dihilangkan saja karena fungsinya telah dilakukan oleh kecamatan dan kelurahan sebagai penanggung jawab kebersihan diwilayah masing-masing.
7.
Memperjelas mekanisme pengaduan masyarakat serta koordinasi penanganan pengaduan dari dinas kebersihan sampai dengan kelurahan.
Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Yang Menangani Sampah
Bab 7 - 19
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
1.
A K H I R
Dinas Kebersihan Tupoksi dinas kebersihan, hanya didalam tupoksinya ditambahkan melakukan koordinasi dan pengendalian pelaksanaan pelayanan kebersihan dengan UPT-UPT kebersihan yang berada di kecamatan-kecamatan.
2.
Dinas Pasar Tupoksi yang berkaitan dengan kebersihan tidak mengalami perubahan, tetapi di dalam pelaksanaan tugasnya terkoordinasi langsung dengan UPT kebersihan di tingkat kecamatan.
3.
Kecamatan Tugas kecamatan yang berkaitan dengan kebersihan tidak lagi dilakukan karena semuanya telah dilimpahkan kepada UPT kebersihan kecamatan. Tugas kecamatan yang berkaitan dengan kebersihan adalah: a.
Memantau pengelolaan kebersihan di wilayah kecamatan
b.
Memantau kebersihan jalan-jalan protokol
c.
Melakukan koordinasi dengan UPT kebersihan berkaitan dengan pelaksanaan tugas kebersihan di wilayahnya
d.
Melakukan koordinasi dengan UPT kebersihan berkaitan dengan pembinaan program kebersihan masyarakat yang berada di wilayahnya.
4.
Kelurahan Tugas kelurahan yang berkaitan dengan kebersihan tidak lagi dilakukan karena semuanya telah dilimpahkan kepada koordinator kebersihan kelurahan atau sub UPT kebersihan kelurahan. Tugas kelurahan yang berkaitan dengan kebersihan adalah: a.
Memantau pengelolaan kebersihan di wilayah kelurahan
b.
Memantau kebersihan jalan-jalan protokol diwilayahnya
c.
Melakukan koordinasi dengan coordinator kebersihan kelurahan atau sub UPT kebersihan kelurahan untuk melakuka pemungutan retribusi kebersihan.
Bab 7 - 20
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
d.
Melakukan koordinasi dengan coordinator kebersihan kelurahan atau sub UPT kebersihan kelurahan berkaitan dengan pelaksanaan tugas kebersihan di wilayahnya.
e.
Melakukan koordinasi dengan coordinator kebersihan kelurahan atau sub UPT kebersihan kelurahan berkaitan dengan pembinaan program kebersihan masyarakat yang berada di wilayahnya.
5.
UPT Kebersihan Kecamatan UPT kebersihan bertugas
mengambil
alih
tugas-tugas kecamatan
dibidang
kebersihan kota, hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan rantai komando dan manajemen pengelolaan sampah. Adapun tugas UPT
kebersihan adalah sebagai
berikut : a.
Memantau pengelolaan kebersihan di wilayah kecamatan.
b.
Memantau kebersihan jalan-jalan protokol
c.
Memantau kebersihan tong-tong sampah jalan protokol dan TPS diwilayahnya.
d.
Mengajukan permohonan pengadaan, penambahan, dan perbaikan sarana dan prasarana kebersihan seperti Truck, Kontainer sampah, depo container, becak sampah, dan tong sampah kepada dinas kebersihan.
e.
Mengelola sarana dan prasarana kebersihan yang ada di kecamatan.
f.
Memberikan pelayanan pengangkutan sampah persil niaga diatas perintah kepala dinas kebersihan
g.
Melaksanakan pengangkutan sampah persil rumah tangga dan persil niaga dari TPS ke TPA yang ada di wilayahnya
h.
Melakukan pemungutan dan penyetorkan retribusi kebersihan persil niaga di dinas kebersihan
i.
Melakukan koordinasi dengan kecamatan dalam hal pembinaan program kebersihan kota di masyarakat.
6.
Sub Unit Kebersihan/Koordinator kebersihan kelurahan Sub unit ini di bentuk bertujuan untuk mengambil alih tugas keluruhan di bidang kebersihan, mengingat selama ini tugas kelurahan sedah cukup banyak. Sub unit di kepalai oleh seorang coordinator dan secara hirarkis berada di bawah serta Bab 7 - 21
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
bertanggung jawab terhadap kepala UPT kebersihan di tingkat kecamatan. Adapun tugas-tugas sub unit atau coordinator kebersihan di tingkat kelurahan ini adalah: a.
Mengawasi kebersihan di wilayah Kota Depok
b.
Mengkoordinir penyapuan sampah jalan protokol.
c.
Melakukan koordinasi dengan kelurahan dalam membentuk dan membina KSM di wilayah kelurahan guna membantu pelaksanaan tugas atau pelaksanaan program kebersihan di wilayah kelurahan
d.
Mematau pengambilan sampah dari sumber ke TPS
e.
Menunjuk petugas yang berfungsi memantau dan malaksanakan kebersihan serta jadwal waktu pengangkutan kotainer.
f.
Mengatur penempatan lokasi TPS baik depo maupun Kontainer
g.
Melakukan koordinasi dengan kelurahan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan dan penarikan iuran kebersihan kepada masyarakat untuk pengelolaan sampah dari sumber ke TPS
h.
Melakukan
koordinasi
dengan
kelurahan
dalam
pemungutan
retribusi
kebersihan di dinas kebersihan i.
Menerima bantuan biaya operasional dari dinas kebersihan, yang besarnya sesuai dengan jumlah setoran retribusi kebersihan persil rumah tangga dan perisl niaga, berdasarkan ketentuan yang berlaku.
j.
Meng-SPJ-kan dan membuat administrasi kebersihan.
k.
Melakukan koordinasi dengan kelurahan dalam pembuatan dan perbaikan secara swadaya masyarakat untuk TPS yang berupa bak sampah
l.
Mengajukan permohonan becak sampah penambahan container maupun depo di dinas kebersihan Kota Depok lewat UPT kebersihan di tingkat kecamatan.
7.
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) KSM ini dikepalai oleh seorang ketua yang bertugas di wilayah kelurahan. Disetiap kelurahan dapat di bentuk KSM lebih dari satu unit tergantung dengan situasi dan kondisi di wilayahnya.dalam menjalankan tugasnya KSM dibina oleh coordinator sub unit kebersihan kelurahan dan lurah setempat. Tugas-tugas dari KSM adalah sebagai berikut : Bab 7 - 22
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
a.
Membantu melaksanakan tugas kebersihan diwilayahnya.
b.
Membantu melaksanakan program-program kebersihan diwilayahnya.
7.5.
Rencana Induk Sistem Peraturan dan Hukum
Rencana induk sistem untuk aspek hukum dan peraturan terutama dengan tujuan dan sasaran sebagai berikut: 1.
Mendorong sektor sampah sebagai sektor profit, dan mengurangi sektor sampah sebagai sektor bersubsidi
2.
Mendorong perkuatan sistem organisasi untuk mewujudkan pengelolaan sampah berbasis pengolahan sampah dan menurunkan pola penanganan sampah dengan pola konvensional
3.
Mendorong terbentuknya organisasi pengelola sampah yang memiliki kinerja yang baik dalam pengelolaan sampah
4.
Memperkuat peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah, dalam bentuk pengolahan maupun membantu sistem pengelolaan sampah (pemilahan sampah dari sumbernya).
Rencana induk sistem pengelolaan persampahan Kota Depok dalam aspek-aspek peraturan dan regulasi adalah sebagai berikut : 1.
Perlunya pembentukan payung aturan untuk mendorong pengolahan sampah berbasis masyarakat.
2.
Dalam aturan ini juga ditegaskan tentang peran serta pemerintah dalam penampung hasil pengolahan sampah, sehingga sistem dapat berjalan dengan baik.
3.
Konsep tentang penegakan hukum dalam peningkatan kinerja kebersihan.
7.6.
Rencana Induk Sistem Peran Serta Masyarakat
7.6.1. Pengelolaan Sampah Individual Pengelolaan sampah yang dilakukan secara individual memerlukan perubahan mind Setting dalam pola pemikiran masyarakat dari membuang menjadi mengolah. Mereka
Bab 7 - 23
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
harus diberikan kesadaran bahwa permasalahan adalah permasalahan yang krusial untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Untuk menimbulkan kesadaran masyarakat tersebut dimasyarakat: 1.
Melakukan sosialisasi, masyarakat harus disosialisasikan apa kerugiannya apabila metode pembuangan sampah masih seperti sekarang misalnya : habisnya lahan pembuangan akan terjadi peristiwa seperti di Bandung dan Jakarta.
2.
Menegakkan peraturan, penegakkan peraturan ini harus diberikan payung hukum yang memadahi untuk memberikan reward and punishment.
3.
Melakukan sosialisasi peran serta individu yang paling sederhana dalam membuang sampah yaitu dengan mengumpulkan dan kemudian memisahkan antara sampah organic dan anorganik, pemisahan sampah ini dimaksudkan untuk memudahkan proses daur ulang.
7.6.2. Rencana Induk Sistem Pengelolaan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan analisis kondisi kesehatan, maka dapat diperlihatkan bahwa dampak kesehatan masyarakat akan muncul bila kondisi berikut : 1.
Keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA akan memicu perkembangan populasi lalat sebagai faktor mekanis penyakit diare, baik di masyarakat, industry, maupun rumah sakit
2.
Kurangnya kesadaran masyarakat dengan membuang sampah ke selokan/saluran umum akan menambah breeding places lalat dalam berkembang biak.
3.
Pencemaran air tanah penduduk oleh rembesan lindi mengakibatkan kondisi kesehatan lingkungan (kualitas air tanah) yang rendah, yang dapat mengakibatkan gangguan penyakit kulit bagi masyarakat penggunaannya.
4.
Kelengkapan sarana pelindung diri bagi petugas pengangkut sampah mempunyai dampak positif terhadap penjagaan derajat kesehatan pekerja pengangkut sampah
5.
Adanya kandungan Pb dalam urin sapi yang memakan sampah dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya (walaupun dampaknya bersifat akumulatif)
Bab 7 - 24
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Melihat kemungkinan dampak kesehatan masyarakat yang bisa muncul seperti tersebut diatas, maka dalam pengelolaan sampah secara keseluruhan, maka rencana induk sistem pengelolaan kesehatan masyarakat, dilakukan dengan upaya sebagai berikut : 1.
Monitoring kepadatan populasi lalat, faktor penyakit periodik, dengan sasaran TPS, UPS dan TPA. Frekuensi monitoring biasa ditingkatkan bila terjadi perubahan faktor resiko peningkatan populasi lalat, seperti musim penghujan.
2.
Pada kondisi over populated, perlu dilakukan penyemprotan sampah dengan insektisida. Pelaksanaan kegiatan ini perlu dikoordinasikan antara dinas kebersihan dan Dinas Kesehatan Kota Depok.
3.
Pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kesadaraan dalam membuang sampah yang baik dan benar, dan perlu dilakukan secara berkesinambungan.
4.
Monitoring kualitas air tanah penduduk amaupun air sungai di sekitar pengolahan lindi.
5.
Menyediakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap bagi seluruh petugas pengangkut sampah. Selain itu dilakukan penjagaan dan peningkatan status gizi petugas mengangkut sampah.
7.7.
Proyeksi Timbulan Sampah
Seperti kota-kota lain di Indonesia dan daerah tropis lainnya , sampah di Kota Depok akibat aktifitas penduduk
termasuk dalam katagori sampah organik yang cenderung
mudah membusuk. Komponen organik yang ada adalah 72,97 % di dalam sampah yang di bawa ke TPA Kota Depok. Timbulan sampah domestik yang diperkirakan sebesar 2,65 l/org/hari dengan dasar dengan dasar timbulan tersebut (liter/orang/hari) maka pada tahun 2007 dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah penduduk kota Depok
adalah 1.470.002 jiwa
diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari adalah 4.265 m3/hari. Selanjutnya berdasarkan proyeksi penduduk pada tabel 6.1 maka timbulan sampah Kota Depok dapat diproyeksikan hingga tahun 2018 sebesar 5.640 m3/hari
Bab 7 - 25
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
7.8.
A K H I R
Alternatif Usulan Sub Sistem Pengumpulan
Pola penanganan sampah yang diterapkan di Kota Depok berupa pola individual maupun maupun komunal langsung. Pola ini pada dasarnya cukup cukup baik diterapkan untuk Kota Depok. Hanya saja pada pengelolaan sampah dengan sumber area ternyata memerlukan tenaga kebersihan yang banyak. Namun demikian, pola ini memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya menciptakan kebersihan lingkungan. Kondisi Kota Depok yang rawan kemacetan serta permukimannya umumnya dapat dilewati oleh kendaraan roda 4 memungkinkan pola ini secara teknis dapat dilaksanakan dengan baik. Hal yang perlu dipertimbangkan
untuk
masa mendatang adalah bagaimana
mengefisienkan pelayanan dengan pola seperti ini. Konsep pengelolaan sampah yang efisien sebenarnya adalah pemusnahan atau pengurangan sampah mulai dari sumbernya. Konsep ini dikenal dengan pola 3 R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle. Pola ini akan dipertimbangkan untuk pengelolaan sampah Kota Depok di masa mendatang. Analisis pola penanganan akan diuraikan untuk setiap sub-sistem sebagai berikut:
A.
Pewadahan Sampah Jenis pewadahan sampah yang digunakan saat ini terdiri dari berbagai jenis, yaitu kantong plastik atau kantong bekas seperti kantong semen, karung beras, dan sebagainya. Selain itu, masyarakat yang memiliki timbulan sampah yang cukup banyak, misalnya karena rumah tinggal difungsikan juga untuk kegiatan lain seperti tempat kursus atau toko/kios, pewadahan menggunakan bak sampah permanen dari beton atau bak kayu. Perkantoran, dan jalan dilengkapi dengan pewadahan dari bak sampah permanen dari beton atau bak kayu atau drum/tong kapasitas 50 l. Pewadahan sampah tersebut merupakan bantuan proyek dari pemerintah dan juga sebagian merupakan swadaya masyarakat. Jenis pewadahan yang digunakan saat ini cukup baik, terutama pewadahan menggunakan kantong plastik untuk rumah tinggal dan perdagangan. Dengan cara ini tidak terdapat tumpukan sampah di depan rumah
dan
meninggalkan
setelah
pengambilan
ceceran
sampah
oleh
petugas
sebagaimana
kebersihan
biasa
terjadi
tidak bila
Bab 7 - 26
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
menggunakan pewadahan permanen dari bak. Yang perlu dikembangkan adalah pemisahan wadah sampah jenis organik, anorganik dan sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) ke dalam kantong plastik yang berbeda, termasuk membedakan warnanya sehingga memudahkan pengelolaan sampah selanjutnya. Upaya pemisahan sampah dari sumber sudah dimulai di perkantoran, jalan dan taman dengan menggunakan pewadahan dari bin plastik warna merah dan biru. Pewadahan jenis ini tetap dipertahankan dan diperluas pemakaiannya ke semua jalan utama, taman, kantor serta bangunan dan ruang publik lainnya yang menjadi pusat-pusat timbulan sampah. Jenis pewadahan yang direkomendasikan untuk pengembangan pelayanan pengelolaan sampah masa mendatang sebagai berikut: Kantong plastik atau bahan sejenis dengan warna berbeda untuk sampah organik, sampah anorganik dan sampah B3 untuk sumber timbulan sampah perumahan, daerah komersial dan pasar.
Sampah
Sampah
Organik
Anorganik
Sampah B3
Bin/tong plastik berbeda warna untuk sampah organik, anorganik dan sampah B3 untuk sumber timbulan sampah perkantoran, jalan, taman, bangunan atau ruang publik lainnya.
B.
Pengumpulan Sampah Peralatan pengumpulan sampah yang digunakan saat ini belum ada. Peralatan pengumpulan tersebut digunakan untuk bila nantinya pola penanganan tidak langsung. Sub sistem pengumpulan sampah merupakan salah satu subsistem yang cukup kritis dalam pengelolaan sampah. Cara serta penggunaan peralatan pengumpulan sampah yang memakan waktu cukup lama mengakibatkan Bab 7 - 27
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
pelayanan menjadi tidak efisien, berakibat pada rendahnya tingkat maupun kualitas pelayanan yang dapat dilakukan. Sistem pengelolaan sampah di Kota Depok perlu adanya penambahan prasarana sistem pengumpulan yaitu kereta dorong (gerobak) yang didistribusikan ke setiap lingkungan/kelurahan. Gerobak tersebut dapat digunakan untuk mengangkut sampah dari sumber rumah tangga kemudian dibawa ke prasarana pemindahan, yaitu transfer depo yang diletakkan di pusat-pusat timbulan sampah.
7.9.
Alternatif Usulan Sub Sistem Pengangkutan
Pengangkutan sampah saat ini menggunakan truk model dump truck, dan truck sampah biasa. Truck sampah yang ada sudah cukup tua perlu peremajaan. Efisiensi subsistem pengangkutan sampah Kota Depok saat ini sangat rendah, khususnya untuk penggunaan dump truck. Ritasi dump truck rata-rata sehari hanya 2 kali/hari sedangkan ritasi optimal adalah 3 rit/hari. Hal ini perlu mendapat perbaikan berupa efisiensi di subsistem pengangkutan. Hasil pengamatan terhadap kondisi armada pengangkutan menunjukkan bahwa sebagian besar tidak efisien lagi karena kemacetan di Kota Depok dan akses jalan menuju TPA perlu dibuat jalan alternatif. Hal ini dikarenakan jalan akses menuju TPA pada hari-hari tertentu jalan di tutup atas permintaan warga sekitar area TPA.
7.10. Alternatif Usulan Sub Sistem Pembuangan Akhir TPA yang digunakan adalah tempat pembuangan akhir
yaitu ’TPA’ Cipayung yang
berada sekitar 20 km dari pusat Kota Depok. Luas TPA Cipayung sekitar 10,6 ha. Pemakaian lahan saat ini sekitar 95% dengan cara pengelolaan open dumping. Dilihat dari letak dan kondisi fisiknya, TPA Cipayung sudah tidak dapat digunakan lagi. Mengingat lokasi tersebut status lahan, tata guna lahan, fisik TPA dan pengaruhnya terhadap lingkungan adalah sangat besar. Selanjutnya berdasarkan tata ruang dan tata guna lahan kawasan (terutama) berada dalam rencana pengembangan pemukiman baru.
Bab 7 - 28
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
Diwaktu mendatang diharapkan dapat ditemukan lokasi TPA yang tepat, memenuhi kriteria standar TPA yang disyaratkan bagi kota besar seperti Kota Depok, dapat melayani daerah yang cukup luas, dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan.
7.11. Pemilihan
Alternatif
Rencana
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan Persampahan 7.11.1. Upaya Pengelolaan Sampah Pola 3R Upaya pengelolaan sampah dengan pola 3R di Kota Depok belum dimulai. Akan tetapi usaha menuju kesana telah dirintis oleh gerakan PKK melalui kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan dalam berbagai kesempatan. Agenda penyadaran dan kampanye 3R oleh gerakan Ibu PKK di Kota Depok diharapkan dapat sinergi dengan Dinas PU – Binamarga dan Bidang Lingkungan Hidup Kota Depok, yang direncanakan akan ditujukan kepada Ibu-ibu PKK sebagai penggerak keluarga dan anak-anak sekolah. Diharapkan dengan memulai dari tingkat anak-anak, dapat memberi dasar pemahaman yang kuat untuk dapat melakukan perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah di masa mendatang khususnya di wilayah Kota Depok. Sementara kegiatan pengumpulan barang-barang bekas dan sampah yang masih memiliki nilai ekonomis juga telah dilaksanakan oleh beberapa kelompok pemulung, yang kemudian dijual kepada usaha daur ulang yang banyak terdapat di daerah.
7.11.2. Strategi dan Program Pengelolaan Persampahan Kota Depok Tahun 2009 – 2018 Pengelolaan persampahan Kota Depok sampai dengan tahun 2018 mendatang diharapkan semakin berhasil guna dan beradaya guna sehingga tujuan yang ingin dicapai yaitu Kota Depok yang bersih dan sehat dapat terwujud. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diterapkan strategi sebagai berikut: 1.
Sosialisasi mengenai persampahan a.
Kepada masyarakat umum melalui PKK di kurang lebih 600 RW secara bertahap
b.
Kepada murid kelas 1 SD di kurang lebih 344 sekolah dasar secara bertahap Bab 7 - 29
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
c. 2.
Penyiapan bahan/materi sosialisasi yang menarik dan berkesan
Pembiayaan Pengelolaan Persampahan a.
Penyiapan rencana biaya tahunan yang terukur, berdaya guna dan berhasil guna
b.
Peningkatan daya guna dan hasil guna retribusi, dari sekarang hanya cukup untuk membiayai 23,18% menjadi cukup untuk membiayai 60% kebutuhan biaya pengelolaan sampah.
3.
Pengumpulan Sampah a.
Bebas dari buangan liar di seluruh kota
b.
Peningkatan cakupan pelayanan, dari sekarang 30% bertahap menjadi 80% sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
c.
Timbulan sampah telah terreduksi, yaitu Rumah Tangga membatasi potensi menimbulkan sampah dari 2,65 l/orang/hari menjadi 2,25 l/orang/hari
d.
Timbulan sampah telah terpilah
e.
Sampah organik, langsung didaur ulang misalnya dengan membuat kompos metode takakura dll atau biopori
f.
Sampah anorganik, yaitu dimanfaatkan kembali atau dibuat kerajinan tangan
g.
Sampah berbahaya, misalnya batery, bola lampu, dikumpulkan ditempat tertentu yang difasilitasi oleh Dinas Kebersihan
h.
Sampah sisa pilahan (berarti volume/beratnya sudah sangat berkurang) yang memang sudah betul-betul tidak bernilai dan tidak berbahaya yang selanjutnya akan dikelola
i.
Jumlah gerobak + kontainer mencukupi, dari sekarang 128 unit bertahap menjadi 620 unit
4.
Pewadahan Sampah a.
Tidak ada sampah yang tertinggal; yaitu dalam 1 hari pada TPS/transfer depo harus bersih terangkut seluruhnya
b.
Tidak ada sampah yang tercecer disekitar
c.
Sampah terpisah/terpilah menurut jenisnya, yaitu masing-masing dibawa ketempat pengelolaan akhirnya Bab 7 - 30
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
d.
Jumlah TPS/Transfer Depo mencukupi, dari sekarang 120 unit bertahap menjadi 200 unit
5.
e.
Kondisi TPS/Transfer Depo dalam keadaan baik
f.
TPS/Transfer Depo dikelilingi buffer zone (green belt)
Pengangkutan Sampah a.
Armada truk pengangkutan masih diperlukan bila digunakan TPA lokal
b.
Sudah dilakukan pemadatan sampai 250-400 kg/m3
c.
Satuan Kapasitas Truk Pengangkut yang efisien, misalnya 10 m3
d.
Ritasi angkutan yang efisien, 2-3 rit / hari (perlu didukung dengan kondisi jalan akses yang baik dan cukup / memenuhi keperluan)
e.
Jumlah truk (dump truk + arm roll) mencukupi, dari sekarang 45 unit (dengan berbagai kondisi) berrtahap menjadi 100 unit dengan kondisi baik
f. 6.
Opsi sewa armada truk sampah
Pembuangan Akhir Sampah a.
Bebas dari timbunan liar di seluruh Kota
b.
Perencanaan Penutupan TPA Open Dumping pada tahun 2009
c.
Penutupan TPA Open Dumping pada tahun 2013, sesuai dengan UU 18 Tahun 2008 Tentang Persampahan
d.
Pembuangan Ke UPS (Unit Pengelola Sampah)
e.
Peningkatan Kapasitas pengolahan dari eksisting 7m3/hari bertahap menjadi 30 m3/hari
f.
Peningkatan jumlah UPS; dari 12 unit di tahun 2008 menjadi 32 unit di tahun 2009 dan 60 unit di tahun 2011 dst.
g. 7.
Tetap diperlukan TPA untuk mengelola residu sisa pengolahan di UPS
Opsi pembuangan ke TPA Lokal Kota Depok a.
Penyiapan dana
b.
Pemilihan lokasi
c.
Pembebasan lahan Bab 7 - 31
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
A K H I R
d.
Detail Engineering Design TPA
e.
Pembangunan TPA termasuk penyiapan alat berat
f.
Penyiapan dan pelatihan pengelola
g.
Penyiapan sarana dan prasarana pendukung seperti jalan akses yang memadai
h.
Opsi pembuangan Ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Regional
i.
Penyiapan SPA seluas 2 ha (1 x 2 ha atau 2 x 1 ha) dilengkapi dengan buffer zone (green belt)
8.
Konfirmasi realisasi TPA regional dan besaran pembiayaannya Penyiapan alternatif bila TPA regional belum beroperasi atau tidak terrealisasi ( kembali ke butir e, opsi TPA lokal)
Sesuai strategi pengelolaan tesebut, maka program yang perlu dijalankan adalah sebagai berikut:
Bab 7 - 32
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4)
Tabel 7.3: Program Pengelolaan Sampah Kota Depok Tahun 2008-2018 No 1
2
3
Strategi
Program
Penanggung Jawab/Pelaksana
Keterangan
Peningkatan cakupan pelayanan sampai 80%
Menerbitkan Perda bahwa semua penduduk harus membuang sampah melalui Dinas Kebersihan dan membayar retribusi
Pemerintah Kota dan DPRD
Sasaran : Peningkatan cakupan pelayanan bertahap dari 40% di tahun 2009 s/d 80% di tahun 2014 dst.
Sosialisasi kepada produsen di wilayah Kota Depok
Dinas Perindustriam
Sosialisasi kepada Rumah Tangga
Dinas Kebersihan
Reduksi timbulan sampah domestik dan pemilahan sampah
Jumlah gerobak atau container mencukupi
masyarakat/Ibu
Tarif retribusi dapat berjenjang berdasarkan NJOP.
Sosialisasi di sekolah-sekolah
Dinas Pendidikan
Pengumpulan, pewadahan dan pengangkutan sampah secara terpilah pula. Terutama sampah berbahaya (batery dll) • Penambahan serta penggantian gerobak dan container
Dinas Kebersihan
Agar membuat kemasan produk yang ramah lingkungan Pelaksanaan sosialisasi bertahap; dari 6 RW di Tahun 2008 sampai 600 RW di tahun 2018. Diprogramkan per tahun 60 RW. Pelaksanaan sosialisasi di kelas 1 SD setiap tahun di 20 sekolah dasar. Pokok bahasan: • Bahwa daya dukung lingkungan semakin habis • Bahwa pengelolaan sampah memerlukan biaya tinggi • Agar membatasi konsumsi dengan barang/ kemasan yang berpotensi menjadi sampah • Agar membuang sampah pada tempatnya • Agar memilah sampah dan membuat kompos, biopori dll. Perlu disiapkan bahan sosialisasi yang menarik dan berkesan, mis: film pendek tentang sampah dan lingkungan, booklet dll. Jika masyarakat diminta memilah sampah harus dipastikan pengelolaan berikutnya pun terpisah. Perlu tempat khusus untuk sampah berbahaya
Bappeda dan Kebersihan
Dinas
Jumlah gerobak dan container 128 unit di tahun 2008 sampai 620 unit di tahun 2018
Bab 7 - 33
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
No 4
5
A K H I R
Strategi Pewadahan; tertinggal, tercecer dan terpilah
Program tidak tidak tetap
Pengangkutan berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien)
• • • • •
Monitoring dan evaluasi setiap hari Penambahan dan perbaikan TPS/Transfer Depo Pemadatan Jumlah, kapasitas dan kondisi truk Pengaturan Ritasi
Keterangan
Penanggung Jawab/Pelaksana Bappeda dan Kebersihan
Dinas
Bappeda dan Kebersihan
Dinas
Jumlah TPS/Transfer Depo 120 unit di tahun 2008 sampai 200 unit di tahun 2018 • • • •
• •
6
Peningkatan pemanfaatan UPS
• • • •
Sosialisasi penggunaan UPS Optimalisasi penggunaan UPS Penambahan jumlah UPS Pastikan operasional UPS tidak mengganggu sekitar (tidak macet, tidak bising, tidak kotor dan tidak bau)
Pemerintah Kota dan DPRD
• • • • •
7
Penutupan TPA open dumping
• • •
Penyiapan rencana penutupan TPA di tahun 2009 Penutupan TPA di tahun 2013 Penetapan TPA (lokal atau regional)
Pemerintah Kota dan DPRD
• • •
Pengangkutan tergantung sistem TPA; regional atau lokal Perlu kajian opsi sewa armada truk sampah Pemadatan di truk sampai 250-400 kg/m3 Bila TPA lokal, jumlah truk (dump truk dan arm roll) tahun 2008 sebanyak 45 unit perlu ditingkatkan menjadi 100 unit tahun 2018 dengan kondisi baik Ritasi per truk :2-3 rit/hari Bila TPA regional belum tentu memerlukan armada angkutan sampah (sesuai rencana JWMC: dari SPA ke TPA angkutan oleh JWMC) Sosialisasi bahwa UPS merupakan solusi terbaik dan perlu didukung Sosialisasi bahwa UPS memerlukan luas lahan yang cukup Sosialisasi bahwa operasi UPS tidak akan mengganggu Peningkatan kapasitas UPS, dari 7m3/hari menjadi 30 m3/hari Penyiapan lahan untuk UPS sampai dengan 60 lokasi di tahun 2011 Pendanaan UPS Pembuatan Perencanaan Penutupan TPA Pembuatan perencanaan penanganan persampahan setelah penutupan TPA
Bab 7 - 34
Penyusunan Rencana Induk Persampahan (PAKET 4) L A P O R A N
No 8
A K H I R
Strategi Pembuangan (TPA) lokal
Program akhir
• • • • •
9
Pembuangan (TPA) regional
akhir
• •
Tetap diperlukan TPA untuk mengelola residu hasil UPS Tetap diperlukan TPA bila UPS tidak / kurang berhasil guna dan berdaya guna TPA lokal harus dioperasikan Sanitary Landfill Pendanaan penyediaan lahan, pembuatan dan operasi TPA serta sarana/prasarana pendukungnya Tidak diperlukan TPA lokal bila oleh Kota Depok digunakan TPA regional Perlu konfirmasi kesiapan TPA regional Perlu alternatif pembuangan akhir bila TPA regional lambat beroperasi atau tidak terrealisasi
Keterangan
Penanggung Jawab/Pelaksana Pemerintah Kota dan DPRD
• • • • • •
Pemerintah Kota dan DPRD
•
Penetapan lokasi TPA Pembuatan DED TPA Pembuatan OM manual; a l agar pemadatan mencapai 600 kg/m3 dan tinggi timbunan max 12 m. Penyiapan armada truk pengangkut yang cukup dengan kondisi baik Penyiapan jalan akses ke TPA yang dapat mendukung armada truk sampah Penyiapan alat berat terdiri dari buldozer dan backhoe Pembuatan Stasiun Pengalihan Antara (SPA); 2 x 1 ha atau 1 x 2 ha.
Bab 7 - 35
PERHITUNGAN RENCANA TEKNIS OPERASIONAL UNIT PENGELOLAAN SAMPAH ( U P S ) KOTA DEPOK No
1 2
3
4
Uraian
Jumlah Penduduk Timbulan Sampah a. Domestik - Ratio Timbulan - Timbulan sampah per orang - Sampah Domestik Total b. Timbulan Sampah Non-Domestik - Ratio Timbulan - Timbulan sampah per orang - Sampah Non Domestik Total c. Total Timbulan Sampah Tingkat Pelayanan UPS a. Organik / Composting - Ratio Timbulan - Ratio Composting - Sampah Organik Terlayani b. An - Organik / Pencacah - Ratio Timbulan - Ratio Pencacah - Sampah An - Organik Terlayani c. Sampah S h tterlayani l i UPS d. Total Jumlah UPS e. Total Sampah Terlayani UPS - Ratio sampah terlayani UPS Kebutuhan Lahan ( Landfill ) 1. Sampah masuk ke TPA 2. Akumulasi Berat Jenis 3. Tingkat Pemadatan 4. Volume sampah dipadatkan 5. Tinggi timbulan 6. Luas lahan TPAyang dibutuhkan setiap tahun 7. Kebutuhan Luas Lahan 8. Luas Lahan TPA per Tahun 8. Luas Total Lahan TPA
Satuan
Tahun Proyeksi
Eksisting 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
1,267,591
1,311,957
1,357,876
1,405,401
1,454,590
1,505,501
1,558,193
1,612,730
1,669,176
1,727,597
1,788,063
% l/org/hari m³/hari
80% 2.12 2,687
80% 2.12 2,781
80% 2.12 2,879
80% 2.12 2,979
80% 2.12 3,084
80% 2.12 3,192
80% 2.12 3,303
80% 2.12 3,419
80% 2.12 3,539
80% 2.12 3,663
80% 2.12 3,791
% l/org/hari m³/hari m³/hari
20% 0.54 537 3,225
20% 0.56 556 3,338
20% 0.58 576 3,454
20% 0.60 596 3,575
20% 0.62 617 3,700
20% 0.64 638 3,830
20% 0.66 661 3,964
20% 0.68 684 4,103
20% 0.71 708 4,246
20% 0.73 733 4,395
20% 0.76 758 4,549
% % m³/hari
75% 0.16% 5.25
75% 0.16% 5.25
75% 0.15% 5.25
75% 0.15% 5.25
75% 0.14% 5.25
75% 0.14% 5.25
75% 0.13% 5.25
75% 0.13% 5.25
75% 0.12% 5.25
75% 0.12% 5.25
75% 0.12% 5.25
% % m³/hari m³/hari ³/h i unit m³/hari
25% 0.05% 1.75 7 12 84 3%
25% 0.05% 1.75 7 32 224 7%
25% 0.05% 1.75 7 32 224 6%
25% 0.05% 1.75 7 32 224 6%
25% 0.05% 1.75 7 32 224 6%
25% 0.05% 1.75 7 32 224 6%
25% 0.04% 1.75 7 32 224 6%
25% 0.04% 1.75 7 32 224 5%
25% 0.04% 1.75 7 32 224 5%
25% 0.04% 1.75 7 32 224 5%
25% 0.04% 1.75 7 32 224 5%
m³/hari kg/m³ kg/m³ m³/hari m m²/tahun m² ha ha
3,141 212.11 600 1,110 6 52,138 62,566 6.26
3,114 212.11 600 1,101 6 51,688 62,025 6.20 12.46
3,230 212.11 600 1,142 6 53,627 64,352 6.44 18.89
3,351 212.11 600 1,185 6 55,634 66,761 6.68 25.57
3,476 212.11 600 1,229 6 57,711 69,254 6.93 32.50
3,606 212.11 600 1,275 6 59,862 71,834 7.18 39.68
3,740 212.11 600 1,322 6 62,087 74,504 7.45 47.13
3,879 212.11 600 1,371 6 64,390 77,268 7.73 54.86
4,022 212.11 600 1,422 6 66,774 80,129 8.01 62.87
4,171 212.11 600 1,475 6 69,241 83,089 8.31 71.18
4,325 212.11 600 1,529 6 71,795 86,154 8.62 79.79