KATA PENGANTAR Kegiatan identifikasi potensi energi dan sumberdaya mineral Pulau-Pulau Kecil Sangir Talaud, Sulawesi Utara merupakan salah satu kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang dibiayai oleh Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik tahun anggaran 2004. Laporan kemajuan ini merupakan hasil kegiatan lapangan yang berlangsung dari tanggal 10 Mei sampai dengan 8 Juni 2004. Data yang diperoleh merupakan data yang diambil dari lapangan meliputi data pengamatan dan pengukuran ditambah dengan data sekunder dari instansi yang terkait di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang disajikan dalam Bab IV Hasil Penyelidikan. Selama kegiatan lapangan dan penyusunan laporan ini tim dibantu oleh beberapa fihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 2. Pemimpin Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik. 3. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sulawesi Utara beserta staf. 4. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kepulauan Sangihe beserta staf. 5. Seluruh aparat PEMDA Kabupaten Kepulauan Sangihe. 6. Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi pemerintah daerah setempat untuk pengambilan keputusan.
Bandung, Desember 2004 Tim Sangir-Talaud
KATA PENGANTAR
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan negara kepulauan (archipelago state) memiliki perbatasan dengan beberapa negara tetangga, ada 10 (sepuluh) negara tetangga yang berbatasan dengan indonesia, yaitu India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Philipina, Republik Palau, Australia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Dari kesepuluh negara tersebut delapan negara memiliki perbatasan di laut, diantaranya adalah Malaysia, Filipina dan Australia. Perbatasan di wilayah laut harus ditarik dari garis dasar yang berada di pulau-pulau kecil karena di daerah tersebut di tempati oleh pulau-pulau kecil, sebagai contoh Kepulauan Sangir Talaud yang berbatasan dengan Filipina, pulau di selatan Sipadan dan Ligitan (Malaysia), dan Pulau Batek yang berbatasan dengan Timor Leste. Masih sedikit data geologi kelautan di wilayah perairan perbatasan dengan negara tetangga, sementara itu data tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian masalah perbatasan. Identifikasi potensi sumber daya alam termasuk energi dan sumber daya mineral di daerah perbatasan penting selain untuk inventarisasi kekayaan lam yang nantinya akan berdampak pada ekonomi, juga dapat memperkuat bukti kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di daerah tersebut. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kegiatan identifikasi potensi energi dan sumber daya mineral pulaupulau kecil Sangir-Talaud, Sulawesi Utara adalah untuk menginventarisasi keterdapatan sumber daya mineral di daerah tersebut, khususnya yang terdapat di pantai dan dasar laut yang kemudian akan dievaluasi jenis dan penyebarannya agar dapat diketahui penyebaran dan jenis potensi sumber PENDAHULUAN
1
daya mineral dan energi di daerah ini. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyediakan data dasar geologi kelautan dalam hal ini berupa potensi sumber daya mineral dan energi yang meliputi jenis dan penyebarannya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah memberi masukan kepada para pengambil keputusan khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian masalah di daerah perbatasan, dimana data geologi dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 1.3 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH Lokasi
penyelidikan
terletak
di
perairan
Sangir-Talaud,
Kabupaten
Kepulauan Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Adapun luas daerah penyelidikan sekitar 2500 km2 (Gambar 1). Daerah selidikan dapat dicapai melalui udara dengan rute Jakarta – Manado lalu disambung dengan menggunakan kapal penyeberangan dari Manado-Tahuna. 1.4 PELAKSANAAN PENYELIDIKAN Pangkalan kerja penyelidikan terletak di Kampung Tidore, Kecamatan Tahuna, berada dekat dengan pelabuhan Tahuna. Waktu pelaksanaan penyelidikan selama 30 hari dari tanggal 10 Mei 2004 sampai dengan 8 Juni 2004. Tahapan pelaksanaan penyelidikan adalah pengumpulan data sekunder, digitasi peta dasar, pengenalan lapangan (recoinassance), pengambilan data
lapangan, analisa laboratorium, pengolahan data, dan
pembuatan laporan. Kendala pelaksanaan penyelidikan adalah mengingat daerah selidikan merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan laut terbuka bahkan dengan Samudera Pasifik maka keadaan cuaca sering berubah-ubah (panca roba), dari panas terik hingga hujan disertai angin yang bertiup kencang, selain itu terdapat peningkatan aktifitas Gunung Api Awu dimana G. Awu mengeluarkan asap terus menerus dan mencapai puncaknya pada tanggal 6-7 Juni 2004.
PENDAHULUAN
2
1.5 KEMANFAATAN PENYELIDIKAN Manfaat yang akan didapat adalah mengetahui potensi sumber daya mineral dan energi sebagai bagian dari rona awal kondisi sumber daya alam di Kabupaten Kepulauan Sangihe sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dan dalam relineasi batas wilayah laut Indonesia dengan negara tetangga. Sedangkan manfaat untuk institusi adalah untuk melengkapi data dasar geologi kelautan yang sudah ada khususnya untuk daerah Indonesia bagian timur. 1.6 LUARAN Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah laporan Identifikasi Potensi Energi dan Sumberdaya Mineral Pulau-Pulau Kecil Sangir-Talaud, Sulawesi Utara yang dilengkapi dengan peta-peta antara lain : peta kedalaman dasar laut (batimetri), peta karakteristik pantai, peta sebaran sedimen permukaan dasar laut, peta keterdapatan sumber daya mineral yang semuanya tersusun dalam format Sistem Informasi Geografis sehingga mudah untuk diedit dan perbaharui. 1.7 PERSONIL PELAKSANA Personil pelaksana kegiatan penyelidikan ini sebagai berikut : 1.
Ir. Catur Purwanto
(Ketua Tim)
2.
Ir. Luhkita Teguh Santosa
(Ahli Geologi)
3.
Ir. Duddy Arifin S.R., DEA
(Ahli Geologi)
4.
Ir. Rina Zuraida, M.Sc.
(Ahli Geologi)
5.
Ir. M. Akram Mustafa
(Ahli Geologi)
6.
Dra. Ai Yuningsih
(Ahli Oseanografi)
7.
Ir. Hartono
(Ahli Geologi)
8.
Hendro Dwi Bayu S.Sos.
(Teknisi Komputer)
9.
Sarip
(Teknisi Geofisika)
10. Agus Sutarto
(Teknisi Navigasi)
11. Drs. Yudi Mulyawan Eddy
(Teknisi Geofisika)
PENDAHULUAN
3
12. Sugiyono
(Teknisi Percontohan)
13. Agam Galih
(Teknisi Percontohan)
Gambar 1. Peta daerah selidikan
PENDAHULUAN
4
BAB II GEOLOGI REGIONAL Secara tektonik, Kepulauan Sangihe merupakan bagian dari Jalur Volkanik Minahasa – Sangihe yang membatasi Laut Sulawesi di bagian timur (Darman dan Sidi, 2000). Aktivitas volkanik di kepulauan ini umumnya berumur Kuarter dan merupakan hasil dari penyusupan Lempeng Laut Maluku di bawah Lempeng Benua Eurasia (Zulkarnain, 2002). Batuan gunung api pembentuk Sangihe Besar merupakan batuan volkanik berkomposisi andesitik hingga basaltik yang berumur Pliosen Awal hingga Holosen (Samodra, 1994). Selain itu dijumpai juga batuan terobosan berkomposisi dioritik hingga andesitik. Batuan penyusun Sangihe Besar dari yang tertua hingga termuda menurut Samodra (1994) adalah: Batuan Gunungapi Biaro, Batuan Gunungapi Sahendaruman, Batuan Terobosan, Formasi Pintareng, Batuan Gunungapi Awu dan Alluvium (Gambar 2). 2.1
GUNUNGAPI BIARO
Batuan Gunungapi Biaro dihasilkan oleh aktivitas volkanik pada akhir Neogen yang disebabkan oleh penunjaman Lempeng Maluku di bawah Busur Sangihe (Samodra, 1994). Satuan Gunungapi Biaro berupa perulangan breksi gunungapi dan lava, bersisipan tuf lapili dan batupasir tufan. Breksi gunungapi berkemas terbuka dan terpilah buruk, didominasi oleh komponen andesit dan basal. Sebagian lavanya amigdaloid bersusunan andesit-basal dengan kenampakan struktur bantal. Beberapa sisipan tuf lapili lapuk mempunyai tebal 2-3 m. Batupasir tufan yang berukuran sedang-kasar berstuktur perarian sejajar dan tak berfosil. Korelasinya dengan satuan sejenis di lengan utara Sulawesi memberi kesan umurnya adalah Miosen Akhir-Pliosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah darat-peralihan. Tebal satuan lebih dari 300 m.
GEOLOGI REGIONAL
5
2.2 BATUAN GUNUNGAPI SAHENDARUMAN Penunjaman yang menerus hingga akhir Tersier menghasilkan aktivitas volkanik pada Kala Plio-Plistosen yang menghasilkan Batuan Gunungapi Sahendaruman serta pengangkatan sebagian daerah (Samodra, 1994). Batuan gunungapi Sahendaruman tersusun oleh perulangan breksi gunungapi dan lava, tuf, aglomerat, bersisipan tuf lapili dan batupasir tufan. Breksi gunungapi umumnya bersusunan andesit-basal, sering memperlihatkan penghalusan butiran ke atas dan berangsur berubah menjadi batupasir tufan kasar. Retas andesit memotong lapisan ini. Singkapan lava di Lapango terpiritkan disepanjang retakan, setempat mengandung senolit basal. Sebagian runtunan breksi gunungapi dan tuf keduanya dipotong oleh urat kuarsa mengandung emas. Satuan ini tebalnya lebih dari 500 m. 2.3 FORMASI PINTARENG Sebagian daerah yang terangkat kemudian berubah menjadi daratan penuh selama Plistosen dan menghasilkan Formasi Pintareng yang mengandung fosil vertebrata (Samodra, 1994). Kehadiran fosil tersebut menunjukkan kehadiran jembatan darat serta perairan dangkal di antara pulau-pulau gunungapi yang mempengaruhi migrasi vertebrata (Samodra, 1994). Formasi Pintareng terdiri dari konglomerat, pasir kerikilan, pasir, lanau dan lempung hitam bersisipan tuf. Batuan sedimen kasar kaya kepingan batuan asal gunungapi. Konglomerat di S. Pintareng mengandung fosil vertebrata jenis Stegodon sp. B. cf. trigonocephalus yang diduga berumur Plistosen Akhir. Kepingan fosil yang ditemukan berupa geraham atas, tulang tumit, tulang jari, tulang rahang, dan gading kanan. Kayu tersilika setempat dijumpai pada lapisan konglomerat yang sangat kasar. Pasir kerikilan secara berangsur berubah menjadi pasir kasar dan lanau. Lempung mempunyai warna beragam dari hitam hingga agak kuning, setempat kaolinan mengandung lensa pasir kasar. Sebagian sisipan tuf bersifat pasiran. Sebagian satuan berfasies darat (sungai terayam) tebalnya sekitar 100 m.
GEOLOGI REGIONAL
6
2.4 BATUAN GUNUNGAPI AWU Sistem retakan pada Kala Plistosen memberi jalan untuk terjadinya terobosan andesit dan diorit (Batuan Terobosan) yang menyebabkan terjadinya mineralisasi (Samodra, 1994). Kegiatan penunjaman masih terjadi hingga sekarang, ditunjukkan oleh aktivitas volkanisme Gunungapi Awu yang menghasilkan Batuan Gunungapi Awu yang masih berlangsung hingga sekarang (Samodra, 1994). Batuan gunungapi Awu tersusun oleh aglomerat, lava, tuf, timbunan awan panas, endapan jatuhan dan lahar. Batuan yang dihasilkan oleh gunungapi aktif Awu di P. Sangihe Besar yang letusannya berjenis Saint Vincent dan Vulkano. Lava bersusunan andesit yang terkekarkan meniang dan melembar juga bersumber dari beberapa kerucut parasiter, misalnya G. Tahuna. Endapan awan panas meliputi daerah sekitar kawah, lembah, dan beberapa pantai, seperti di Mitung dan Bahu. Daerah laharan meliputi lembah-lembah Laine, Kalekuba, Muade, Beha, Patung, Tonggenaha, Apendakile, Biwai, Pato, Sura, Maselihe, Sarukadel, Melebuhi-Akembala, dan Kolongan. 2.5 ALUVIUM Endapan aluvium berupa kerakal, kerikil, pasir, dan lanau asal gunungapi, lempung, lumpur dan kepingan koral. Merupakan endapan sungai, rawa, dan pantai. Dataran aluvium yang luas terdapat di Tabuka Utara. 2.6 STRUKTUR DAN TEKTONIKA Struktur geologi yang terdapat di Kep. Sangihe – talaud berupa lipatan berarah timurlaut-baratdaya. Gaya yang bekerja di daerah ini diduga berasal dari penunjaman Lempeng Maluku ke arah barat di bawah Busur Sangihe. Tunjaman ini adalah bagian dari tunjaman ganda yang melibatkan Busur Sangihe di barat dan Busur Halmahera di timur. Data kegempaan menunjukkan lajur Benioff di bawah Busur Sangihe menerus ke bawah hingga kedalaman lebih dari 600 km. 2.7 SUMBERDAYA MINERAL Kehadiran batuan terobosan berkomposisi andesit dan diorit di pulau ini menunjukkan adanya potensi sumber daya mineral di daerah selidikan. Batuan GEOLOGI REGIONAL
7
terobosan yang dijumpai di daerah ini terbentuk oleh sistem retakan dan menyebabkan mineralisasi pada Plio-Plistosen (Samodra, 1994). Beberapa sumber daya mineral yang telah diidentifikasi oleh Samodra (1994) antara lain emas, perak, besi, tembaga, timbal dan seng, serta mineral sulfida (pirit dan kalkopirit). Emas terdapat di daerah Lapango dan Binebase. Emas letakan didulang oleh penduduk setempat di daerah Lapango dan Sowaeng. Hematit dijumpai di Sowaeng, G. Bukide dan Bukit Bahu (P. Siau).
Gambar 2. Peta geologi daerah selidikan GEOLOGI REGIONAL
8
BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN Metoda penyelidikan meliputi penentuan posisi, pengamatan parameter hidrooseanografi, perekaman data geofisika, pengamatan kondisi geologi termasuk karakteristik pantai dan percontohan sedimen serta analisa laboratorium. 3.1 PENENTUAN POSISI Peralatan penentuan posisi mengunakan Sistem Navigasi Satelit Terpadu dari Moving GPS Marine dan Land (Garmin 235 Map Survey dan Garmin 75). Cara pengukuran sistem GPS dilakukan secara down load data posisi, dengan menggunakan minimum 7 (tujuh) satelit. Cara mengkorelasi antara posisi GPS dengan fix point pada rekaman yaitu dengan menggunakan titik ikat pasang surut sebagai base station. Sistem koordinat pada peta dasar di lapangan ini sudah dikaitkan dengan sistem koordinat Bakosurtanal, dengan pengukuran datum survei menggunakan WGS 84. Cara pengukuran, terutama untuk pengukuran kontinyu pada lintasan kapal untuk pemetaan kedalaman laut, diperoleh dari pengolahan data digital posisi menggunakan Paket Program Modifikasi PPPGL. Dalam hal kehilangan data akibat posisi orbit satelit, digantikan oleh asumsi gerak linear kapal pada haluan dan kecepatan kapal yang konstan. 3.2 HIDRO-OSEANOGRAFI Pengukuran aspek oseanografi meliputi pengukuran pasang surut, arus, dan pergerakan massa air (float tracking). 3.2.1
Pengukuran Pasang Surut Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Pengukuran pasang surut dilaksanakan dengan
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
9
menggunakan rambu pasang surut yang diamati setiap interval 1 (satu) jam selama 15 hari (piantan). Dengan menggunakan Bench Mark (BM) yang sudah ada, maka lokasi pengukuran pasang surut diasumsikan base station untuk pengukuran posisi lintasan kapal. Tujuan dari pengukuran pasang surut ini adalah untuk menghitung nilai koreksi terhadap peta batimetri. Data hasil pengukuran dengan interval pengukuran satu jam tersebut diuraikan menjadi komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, dari nilai amplitudo dan periode masing-masing komponen pasang surut tersebut dapat di analisis karakteristik pasang surutnya melalui penjumlahan komponen pasang surut yang ada. Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini adalah
metode
harmonik
British
Admiralty
untuk
menghitung
konstanta harmonik yang terdiri atas: paras laut rata-rata (mean sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan) komponen utama pasang surut, yaitu: M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2 dan P1; dengan keterangan sebagai berikut: An
: Amplitudo harmonik ke-n
g(O) : Fase perlambatan S0
: Paras laut rata-rata
M2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan S2
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi matahari
N2
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak bulan
K2
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak matahari
O1
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan
P1
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari
K1
: Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari dan bulan
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
10
M4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh pengaruh ganda M2 MS4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh interaksi antara M2 dan S2
Konstanta harmonik di atas diperoleh melalui persamaan harmonik : A(t) : S0 + ∑ An cos(wt.Gn) A(t) : Amplitudo S0
: Tinggi paras air laut rata-rata di atas titik nol rambu amat
An
: Amplitudo komponen harmonik pasang surut
Gn
: Fase komponen harmonik pasang surut
N
: Konstanta yang diperoleh dari perhitungan
wt
: Waktu
astronomis
Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung kedudukan muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah terendah. Selanjutnya data ini digunakan untuk mengoreksi harga batimetri. Koreksi dilakukan dengan cara mengoreksi harga batimetri terhadap harga muka air rata-rata di lokasi pengamatan, selanjutnya data hasil koreksi ini dikurangkan terhadap posisi air rendah terendah yang dijadikan patokan. Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut setiap hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsur-unsur pasang surut ganda utama. Perbandingan ini dinamakan bilangan Formzahl yang mempunyai persamaan: A(O1) + A(K1) Harga indeks Formzahl (F) = A(M2) + A(S2)
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
11
3.2.2
Pengukuran Pergerakan Massa Air Dalam penyelidikan ini dilakukan metoda pengukuran secara statis dan dinamis dengan menggunakan alat Current Meter dan Float Tracking . Pengukuran arus statis menggunakan alat Current Meter (Valeport 106)
dengan
meletakkan
alat
tersebut
disuatu
tempat
yang
dipengaruhi oleh arus. Pengamatannya dilakukan setiap satu jam sekali selama minimal 26 jam. Alat diturunkan pada kedalaman setiap 0.6 kali kedalaman air. Pengukuran dinamis dengan metoda Float Tracking dilakukan untuk mengetahui pergerakan massa air, dimana peralatannya dilengkapi dengan 2 (dua) buah cruciform yang ditempatkan pada kedalaman permukaan dan kedalaman bawah. Pengamatan pergerakan kedua buah cruciform dilakukan dengan menggunakan GPS jenis Garmin 75 dengan cara pembacaan fixed point posisi cruciform tersebut setiap selang 5 menit. Hasil penggambaran titik fix point ini selanjutnya akan membentuk suatu trayektori atau lintasan jejak arus. Jejak arus ini yang selanjutnya diamati untuk melihat pola pergerakan massa air di daerah penyelidikan. Data pengamatan jejak arus ini selanjutnya digunakan untuk mendukung analisa distribusi sebaran sedimen permukaan dasar laut di daerah perairan Sangir-Talaud. 3.2.3
Analisis Data Angin Data angin permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kelas III Naha – Tahuna, Sangihe selama 6 tahun (1998 s/d 1991) serta telah dipublikasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta. Hal ini ditempuh mengingat Stasion Meteorologi Naha merupakan stasion pengamatan terdekat yang dianggap mewakili daerah penyelidikan.
Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap arah METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 12
angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan lebih dari 10 knot karena dianggap dapat membangkitkan gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974). 3.3 GEOFISIKA Metoda penelitian geofisika meliputi pemeruman dan perekaman seismik pantul dangkal. Posisi koordinat data pemeruman dan seismik dibaca dalam waktu selang 2 menit. 3.3.1
Pemeruman (Sounding) Pemeruman menggunakan alat Echosounder JMC-800 200/50 KHz yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang suara dari permukaan laut melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut. Kemudian gelombang suara akan dipantulkan dari dasar laut dan diterima oleh receiver transducer. Gelombang suara yang diterima akan ditransformasikan menjadi pulsa energi listrik ke receiver. Sinyal-sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk grafis maupun digital dengan sapuan terkecil pada kerta selebar 200 mm antara kedalaman 0 – 80 m kemudian dilakukan pendigitan di instansi PPPGL. Pengambilan data kedalaman dilakukan secara simultan dengan pengambilan data lintasan kapal tegak lurus dan sejajar garis pantai sekitar P. Sangihe Besar. Data pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman laut sebagai
bahan
pembuatan
peta
kedalaman
laut
(batimetri),
mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut. Selain itu juga untuk pengontrol hasil rekaman seismik dan pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut. Konstanta pasang surut yang didapatkan dari pemrosesan data pasang surut selanjutnya digunakan sebagai faktor koreksi data pemeruman, dengan persamaan :
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
13
C = B - MSL E=D-C+d dengan : C
= Faktor koreksi pasang surut
B
= Nilai
tinggi
air/pasang
surut
terukur
di
lapangan
3.3.2
D
= Nilai kedalaman tanpa koreksi
E
= Nilai kedalaman terkoreksi
d
= faktor draft kapal
Seismik Seismik pantul dangkal saluran tunggal bekerja dengan prinsip pengiriman gelombang akustik yang ditimbulkan oleh Boomer ke bawah permukaan laut dan Hydrophone menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak sebagai penampang horison-horison seismik pada kertas rekaman. Seismik pantul dangkal menggunakan sistem Boomer dengan catu daya 300 Joule, frekuensi 250-4000 Hz dan sapuan 0.25 per detik. Peralatan yang digunakan adalah Uniboom EG & G 230, Hydrophone Bentos 10 elemen, Graphic Recorder EPC 3200, Power Supply EG & G 234, Band Pass Filter Khron Hite 3700, generator set Yanmar 5 KVA, dan generator set Honda Elemex SH-1000DX. Pengukuran seismik pantul dangkal dimaksudkan utnuk mendapatkan penampang seismik guna mengetahui keadaan sedimen dan struktur geologi, baik permukaan maupun bawah laut.
3.4 GEOLOGI KELAUTAN Penyelidikan geologi kelautan meliputi pengamatan karakteristik pantai, pengambilan contoh sedimen pantai maupun sedimen permukaan dasar laut. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
14
3.4.1
Pemetaan Karakteristik Pantai Pemetaan
karakteristik
pantai
dilakukan
dengan
mengadakan
pengamatan di lapangan yang ada kaitannya dengan pengaruh geologi, fisika, biologi serta aktifitas manusia meliputi perubahan garis pantai (abrasi, sedimentasi, stabil), besar atau kecilnya gelombang yang
berpengaruh,
macam
dan
jenis
sedimen
serta
proses
terbentuknya, dan peranan manusia. 3.4.2
Pengambilan Contoh Sedimen Pantai Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan bersamaan dengan karakteristik pantai. Sedimen yang diambil berupa sedimen lepas berukuran pasir yang terletak di daerah gisik pantai (beach) dan diambil menggunakan sekop kecil atau tangan lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selain mengambil contoh sedimen, dilakukan juga pemerian (deskripsi) secara visual di lokasi pengambilan contoh dengan menggunakan Loupe perbesaran 1 x 10 dan 1 x 20.
3.4.3
Pengambilan Contoh Sedimen Dasar Laut Metoda penyelidikan sebaran sedimen dasar laut dilakukan secara sistematis dengan mempergunakan pemercontoh comot (Grab Sampler) dan tambang Nilon 100 meter untuk kemudian dilakukan analisis besar butir.
3.5 ANALISA LABORATORIUM Analisa laboratorium dilakukan terhadap contoh-contoh sedimen baik pantai maupun permukaan dasar laut berupa analisa besar butir (grain size analysis), sayatan oles, analisa kimia berupa mineral berat, major element, base metal, dan trace element. 3.5.1
Analisa Besar Butir Analisis besar butir dihasilkan dari pengambilan contoh dengan Grab Sampler berkisar antara 1 Kg hingga 1,5 Kg . Tujuan dari pengambilan contoh ini adalah untuk mengetahui sebaran sedimen. Data yang 15
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
dianalisis sebanyak 0,5 kg, dan sisanya disimpan pada cool storage di PPPGL Cirebon. Secara umum analisis besar butir ini dilaksanakan melalui metoda pengayakan dan pipet, kemudian diklasifikasi menurut Klasifikasi Folks (1980). Prosedur umum laboratorium untuk analisis besar butir dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Sampel basah + 1 Kg di aduk homogen 2. Sampel basah + 500 gram dikeringkan pada suhu 110 o C 3. Setelah sampel kering, ditimbang untuk berat asal sebanyak 100 gram 4. Sampel direndam + sehari semalam, selanjutnya dimasukkan pada sampel Stirrer (pengaduk contoh), supaya butiran
lebih
cepat terpisah 5. Sampel basah dengan saringan 4 phi, untuk memisahkan butiran lumpur dengan butiran di atasnya 6. Sampel Pan (di bawah 4 phi) dan butiran di atasnya dikeringkan 7. Sampel butiran di ayak kering dengan menggunakan Sieve Shaker, dengan interval ayakan 0,5 phi + 10 menit (ayakan mulai dari -2,0 phi s/d 4,0 phi) 8. Hasil tiap ayakan ditimbang dan ditulis dalam bentuk tabular 9. Jika hasil ayak basah lebih dari 20 gram (lebih dari 20%) sampel diambil 20 gram untuk dipipet, jika kurang dari 15 gram sampel tidak dipipet 10. Untuk sampel yang berdasarkan hasil deskripsi ahli geologi berbutir
lumpur/lempung, pengerjaannya langsung dikeringkan
contoh basah + 100 gram, setelah dikeringkan, diambil 20 gram contoh untuk berat asal pipet 11. Pemipetan memakai tabung gelas dengan volume 1000 ml dan pipa kapiler 20 ml, untuk mendapatkan ukuran butiran 4,5,6,7,8 phi.
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
16
3.5.2
Analisa Sayatan Oles Metode analisa sayatan oles diperoleh dengan cara meletakkan sejumlah sedimen lepas pada permukaan kaca preparat lalu kemudian dilem dengan menggunakan Canada Balsam lalu ditutup lagi oleh kaca preparat. Preparasi contoh yang sudah siap ini kemudian
diperiksa
dibawah
mikroskop
binokuler
mengenai
kelimpahan biogenik, bukan biogenik, dan autigenik serta ukuran besar butir sedimen lepas yang diperiksa. 3.5.3
Analisa Mineral Berat Terdapat beberapa metoda untuk memisahkan jenis mineral yang terdapat di dalam sedimen lepas (pasir, lanau, dan lempung) antara lain: pemisahan mineral magnetik (magnetik separator), pemisahan dengan cairan berat (heavy liquid). Standar pengujian dan klasifikasi yang digunakan adalah secara petrografi (point counter method) dengan menggunakan mikroskop binokuler (Muller, 1967). Metoda Cairan Berat
(Heavy Liquid) yang digunakan untuk studi
analisis mineral berat umumnya dilakukan pada sedimen pasir yang berukuran butir antara 0.05 mm dan 0.063 mm (3 phi, pasir sedanghalus). Mineral berat yang dianalisis adalah mineral yang mempunyai Berat Jenis (BJ) lebih besar dari 2.88 gr/cc (cairan Bromoform). Berat contoh sedimen dengan ukuran butiran diatas umumnya adalah lebih kurang 20 gram, untuk mengurangi penggunaan cairan Bromoform yang tidak efisien. Cairan pembilas Bromoform dari mineral berat dan mineral ringan lainnya yang digunakan adalah Benzol, CCl4 yaitu cairan khusus pembilas Bromoform agar BJ Bromoform-nya relatif lama bisa digunakan. Temperatur dan kelembaban ruang juga sangat berpengaruh terhadap perubahan BJ Bromoform. Mineral berat yang terkonsentrasikan hasil cairan berat dipisahkan dari mineral magnetik dan bukan magnetik dengan menggunakan magnet tangan dan Electromagnetic Separator untuk mendapatkan prosentase dan jenis mineral magnetik yang lebih rinci. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
17
Metoda petrografi berdasarkan sifat-sifat fisik optik mineral tersebut digunakan untuk mengetahui jenis mineral berat magnetik dan bukan magnetik secara lebih akurat. 3.5.4
Analisa Geokimia Analisa geokimia yang dilakukan terdiri atas Analisa Atomic Adsorbent Spectophotometry (AAS), X-Ray Flouresence (X-RF), dan Fire Assay. ANALISA AAS Prosedur umum untuk analisa AAS adalah sebagai berikut : 1. Masukkan 0.5 gram contoh ke dalam gelas kimia. 2. Campurkan 5 ml larutan HN03 dan 10 ml larutan HF. 3. Panaskan di atas Hot Plate sampai kering. 4. Tambahkan 5 ml larutan HNO3 dan 10 ml larutan HClO4. 5. Panaskan sampai keluar asap putih. 6. Tambahkan 5 ml larutan HNO3 dan tanda bataskan. 7. Periksa larutan ini dengan Spectrophotometry. ANALISA X-RF Untuk Trace Element Langkah-langkah analisa adalah sebagai berikut : 1. Timbang contoh lalu masukkan ke dalam Curvet. 2. Tempatkan pada contoh Holder, atur panjang gelombang dengan unsur yang diuji. 3. Periksa dengan X-Ray. ANALISA FIRE-ASSAY UNTUK UJI Au dan Ag Prosedur untuk uji base metal adalah sebagai berikut : 1. Timbang contoh. 2. Masukkan ke dalam Crucible tambah bahan kimia. 3. Panaskan di dalam tungku pada suhu 100° C.
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
18
4. Setelah menjadi Bulion larutkan HNO3. 5. Periksa Au dan Ag dengan AAS
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
19
BAB IV HASIL PENYELIDIKAN 4.1 PENENTUAN POSISI Lokasi setiap pengambilan data di lapangan meliputi lintasan penyelidikan, lokasi pengambilan contoh sedimen pantai maupun permukaan dasar laut, lokasi pasang surut, pengukuran arus, dapat dilhat pada peta-peta terlampir. 4.2 HIDRO-OSEANOGRAFI Oleh : Ai Yuningsih Pengukuran pasang surut dilakukan di Pelabuhan Tahuna dengan menempatkan rambu ukur di dermaga pelabuhan. Data pengukuran pasang surut selama 15 hari setiap 1 jam disajikan dalam bentuk grafik pembacaan rambu terhadap waktu pengamatan. Pengukuran arus statis dilakukan di dermaga pengisian bahan bakar Pertamina untuk Kabupaten Kepulauan Sangihe. Data pengukuran arus statis disajikan dalam bentuk tabel. Pengukuran arus dinamis dilakukan di sekitar Teluk Tahuna. Data pengukuran arus dinamis disajikan dalam bentuk lintasan pergerakkan alat Float Tracking saat pasang dan saat surut. 4.2.1
Pasang Surut Pengamatan pasang surut dalam penyelidikan ini dilakukan di satu stasion pengamatan yang ditempatkan dermaga Pelabuhan Tahuna dengan koordinat 125°30’15.66”BT dan 03°36’14.52” LU. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rambu ukur (Peilschaal) yang dipasang di dermaga secara permanen untuk mengetahui perubahan elevasi permukaan air laut secara vertikal pada saat pasang naik maupun pasang surut di mana titik nol dari rambu masih digenangi air pada saat surut terendah. Lokasi tersebut dipilih karena tempatnya cukup representatif untuk mewakili daerah telitian dan dianggap stabil karena tidak terlalu dipengaruhi gelombang laut maupun lalu lintas kapal
atau
perahu
nelayan
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
sehingga
menambah
ketelitian 20
pembacaan. Pengamatan dilakukan selama berlangsungnya kegiatan pemeruman dan seismik, sedangkan untuk mengetahui muka laut rata-rata dilakukan dengan metoda seri pendek yaitu pencatatan tinggi rendahnya muka laut dilakukan setiap 1 jam sekali secara menerus selama 15 piantan yang diamati mulai tanggal 11 sampai 25 Mei 2004. Data variasi pasang surut tersebut dihubungkan data ketinggiannya (BM) melalui pengukuran leveling. Selanjutnya data pasang surut ini diproses dengan menggunakan Metoda harmonis The British Admiralty. Metoda ini digunakan untuk menghitung konstanta harmonis pasang surut yang terdiri atas muka laut rata-rata (Mean Sea Level), amplitudo dan phase dari 9 (sembilan) komponen utama konstanta pasang surut (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2 dan P1). Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung berbagai referensi elevasi atau datum vertikal, yaitu level muka air rata-rata (MSL), level muka air tertinggi (HWS) dan level muka air terendah (LWS). Level acuan yang digunakan pada penelitian ini adalah level muka air rata-rata (MSL). Hasil perhitungan akhir pasang surut
konstanta harmonik adalah
sebagai berikut :
A(cm)
S0
M2
S2
N2
K2
K1
O1
P1
M4
MS4
220.3
54.2
45.2
9.8
10.4
12.1
19.2
4.0
0.6
1.9
-51.9
184.9
308.9
184.9
96.1
162.2
96.1
192.0
523.9
g (0 )
Dimana : A
Amplitudo pasang surut
G
Sudut Kelambatan phase
So
Level muka laut rata-rata diatas titik nol rambu
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
21
M2
Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi bulan
S2
Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi matahari
N2
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan bulan yang berbentuk elips
K2
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang berbentuk elips
K1
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari
O1
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan
P1
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari
M4
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak 2x
MS4
Konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara M2 dan S2
Dari hasil perhitungan metoda harmonis British Admiralty didapat kedudukan muka air laut rata-rata (mean sea level) sebesar 220.3 cm yang selanjutnya akan digunakan untuk koreksi batimetri. Tipe pasang surut ditentukan dari bilangan Formzahl (F) yang dihitung dari persamaan : F = (AK1 + AO1)/(AM2 +AS2) = 0.3147 Kondisi ini menunjukkan tipe “pasang campuran (ganda dominan)” artinya dalam sehari semalam terjadi satu kali sampai dua kali pasang dan surut dimana pasang yang satu lebih tinggi dari yang lainnya. Selama pengamatan pasang surut tidak terjadi amplitudo pasang yang mencolok dan fluktuasi muka air laut tersebut diikuti oleh gerakan massa air yang periodik. Kurva fluktuasi pasang surut selama 15 hari tertera pada Gambar 3. 4.2.2
Pengukuran Arus Untuk mengetahui pergerakan massa air yang menyangkut arah dan kecepatan gerak massa air diamati dengan menggunakan Float tracking dan Current meter . Float tracking dilakukan di sekitar Teluk Tahuna. Sedangkan Current meter diletakkan di dermaga pengisian
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
22
BBM milik Pertamina dengan koordinat 03°36’07.13” LU dan 125°29’54,13” BT. 4.2.2.1 Float Tracking Untuk mengetahui pergerakan massa air yang menyangkut arah dan kecepatan gerak massa air diamati dengan menggunakan cara “Float Tracking Survey” yang dilakukan di Teluk Tahuna tepatnya di depan dermaga pelabuhan Pertamina. Pengamatan dilakukan pada kondisi bulan mati pada tanggal 12 Mei 2004, dan hanya diamati pada saat mendekati pasang maksimum dan surut maksimum dalam satu hari pengamatan. Pengukuran dilengkapi dengan 2 buah Cruciform untuk masing-masing kedalaman permukaan (6 m) dan kedalaman menengah (18 m), untuk membedakan tiap-tiap kedalaman diberi tanda dengan warna bendera yang berbeda yaitu merah dan hijau. Pengamatan gerakan masing-masing float diamati dengan menggunakan GPS Garmin setiap 15 menit secara bergiliran untuk setiap kedalaman. Secara keseluruhan arah arus dominan pada saat pasang menunjukkan arah relative ke timur (masuk ke teluk) sedangkan pada saat surut relatif ke barat (keluar teluk) (Gambar 4). 4.2.2.2 Current Meter Untuk pengamatan arus dengan menggunakan Current meter dilakukan pada kondisi bulan mati pada tanggal 12 s/d 13 Mei 2004, pembacaan dilakukan setiap 1 jam untuk masingmasing kedalaman permukaan (0.2d), kedalaman menengah (0.6d) dan kedalaman 0.8d. Secara keseluruhan kecepatan arus permukaan berkisar METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
23
Gambar 3. Kurva Pengamatan Pasang Surut Pelabuhan Tahuna
antara 0.01 m/detik – 0.15 m/detik dengan arah dominan pada saat surut menunjukkan arah selatan relatif ke baratdaya, sedangkan pada saat pasang memperlihatkan arah utara relatif timurlaut. Pada kedalaman menengah kecepatan arus berkisar antara 0.01 m/detik – 0.16 m/detik dengan arah yang relatif sama dengan arus permukaan. Begitu pula untuk arus dalam kecepatan berkisar antara 0.01m/det sampai 0.14 m/det dengan pola arus yang relatif sama). 4.2.3
ANALISIS DATA ANGIN Data angin permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kelas III Naha – Tahuna, Sangihe selama 6 tahun (1998 s/d 2003) serta telah dipublikasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
24
Jakarta. Hal ini ditempuh mengingat Stasion Meteorologi Naha merupakan stasion pengamatan terdekat yang dianggap mewakili daerah penyelidikan (Tabel 3). Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap arah angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan lebih dari 10 knot karena dianggap dapat membangkitkan gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974). Hasil pemisahan angin-angin kuat tersebut menunjukkan bahwa arah angin dominan yang dapat membangkitkan gelombang di lokasi penelitian adalah frekuensi angin kuat berasal dari baratdaya dan timurlaut (Tabel 3). Tetapi dengan memperhatikan kondisi geometris dari garis pantai yang ditinjau, maka angin dari hampir semua arah angin dapat bekerja sebagai pembangkit gelombang. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas lagi mengenai arah angin dominan, lihat diagram “Windrose Tahunan” (Gambar 5) dan hasil perhitungan energi fluks gelombang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Perbedaan
parameter
gelombang
hasil
prediksi
disetiap
titik
pengamatan akan menyebabkan besarnya aliran energi gelombang disetiap titik tersebut juga bervariasi. Interpretasi hasil perhitungan aliran energi gelombang (energi fluks gelombang) yang diplot terhadap titik-titik tinjau yang berada di garis pantai akan memberikan indikasi arah arus sejajar pantai (longshore current) dan proses pantai yang terjadi. Dengan memperhatikan pengaruh angin dominan pada garis pantai daerah survey dapat dibagi dua bagian yaitu bagian barat daerah survey yang pantainya relatif menghadap ke timur dan daerah sebelah timur yang pantainya relatif menghadap ke selatan dan barat. Untuk pantai sebelah barat arah angin yang paling berpengaruh pada proses dinamika pantai adalah angin utara, timur laut, timur, dan tenggara. Sedangkan
untuk pantai sebelah timur arah angin yang
berpengaruh adalah arah
baratlaut, utara, timur laut, timur, dan
tenggara. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
25
Gambar 4. Peta arah pergerakan arus saat pasang dan surut
4.2.3.1 Analisis Energi Fluks Gelombang Daerah survei merupakan perairan terbuka, dengan horizon pantai berhadapan langsung dengan laut lepas. Oleh sebab itu energi gelombang menuju pantai sangat berpengaruh terhadap dinamika pantai di daerah tersebut.
Energi
gelombang selain menimbulkan abrasi, juga berfungsi sebagai komponen pembangkit arus sejajar pantai (longshore current) yang dapat menyebabkan sedimentasi di daerah-daerah tertentu. Secara umum morfologi pantai hampir seragam yaitu berupa teluk dengan paras pantai landai dan pantai tanjung yang umumnya terjal atau bertebing. Morfologi pantai yang METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
26
demikian itu menyebabkan hasil perhitungan energi fluks gelombang menunjukkan fluktuasi yang sangat mencolok. Hal ini merupakan gambaran tentang besarnya fluktuasi energi gelombang yang berpengaruh pada proses dinamika pantai berupa proses abrasi
atau akrasi yang terjadi di daerah
survey,
komponen
serta
arah
arus
sejajar
pantai.
Pengaruhnya terhadap proses dinamika pantai dan arah pengangkutan sedimen tergantung pada bentuk pantai dan batuan penyusunnya, ada yang bentuk pantai bertebing curam serta disusun oleh batuan berdaya tahan tinggi dan untuk daerah teluk pada umumnya tersusun oleh batuan alluvial yang memiliki resistensi rendah terhadap aktifitas gelombang dan pasang surut. Bagian timur daerah selidikan mulai dari daerah titik tinjau Desa Bawanto, Mala, Muade, Naha, Tabukan Lama, Likuan sampai Enemawiras mempunyai potensi abrasi yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai energi gelombang yang relatif tinggi dengan tendensi naik yaitu berkisar antara -10 N/det s/d 16 N/det. Untuk titik tinjau daerah Petta, Lepe, Embunhanga sampai Tariangbaru energi gelombang menurun tajam sesuai dengan perubahan bentuk garis pantainya yang mempunyai potensi terjadinya proses sedimentasi dengan energi gelombang berkisar antara 15.5 N/det s/d -14.3 N/det. Terus ke selatan proses abrasi berselingan dengan proses akrasi. Daerah dengan potensi abrasi umumnya terjadi di daerah tanjung mulai daerah Tg. Pananoaleng, Tg Lehe, Tg. Kuma, Simueng dan Tg. Mahema, sedangkan proses sedimentasi umumnya di daerah teluk dan daerah pantai yang berhadapan dengan pulau seperti Malise, Kasemborang, Kulur, Binebas, Kawa, Mawira, dan Lehimi. Kenampakan di lapangan dapat dilihat untuk daerah teluk di bagian utara umumnya terisi oleh endapan alluvium pantai METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
27
Gambar 5. Diagram windrose Perairan Sangihe, Kab Kep. Sangihe
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
28
Gambar 6. Peta arah pergerakan arus berdasarkan hasil perhitungan energi fluks gelombang
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
29
berupa
pasir
halus-kasar
dan
batu
kerikil-bongkah.
Sedangkan teluk yang berada di sebelah selatan daerah selidikan umumnya berisi Lumpur sampai bongkah-bongkah. Material sedimen tersebut berasal dari kikisan air laut terhadap
tebing
pantai
atau
dinding
sungai
(proses
abrasi/erosi) dan terangkutkan oleh arus sejajar pantai (longshore current) kemudian terakumulasi di teluk-teluk sekitarnya (proses sedimentasi). Arus sejajar pantai (longshore current) umumnya ke selatan karena angin dominan pembangkit gelombang untuk pantai bagian timur adalah dari utara dan timur laut, kecuali daerah Bawanto sampai Behang arus sejajar pantai relatif ke utara. Begitu juga di daerah-daerah teluk terjadi pembelokan arus ke utara memasuki teluk. Untuk bagian barat daerah selidikan proses yang terjadi umumnya sama, proses abrasi lebih dominan terjadi pada daerah yang pantainya relatif dipengaruhi angin barat daya dan selatan karena angin dari arah tersebut merupakan pembangkit gelombang yang dominan dengan fluktuasi energi yang sangat mencolok yaitu antara -35 N/det s/d 33 N/det, diantaranya daerah Tg Sahang, Nagha, Belengang, Lebok, Kalaengbatu, Tawoali, Lesa, Angges, Mitung, Beha, Talawid dan Tariang Lama. Sedangkan proses sedimentasi umumnya terjadi di daerah teluk dan daerah yang tidak dipengaruhi angin dominan yaitu Teluk Dago, Barangkupa, Pokol, Tamako, Nagha 2 sampai Bulude, Kauhise sampai Manganitu, Tahuna, Beha, Sahabe sampai Talawid. Khusus untuk daerah Teluk Tahuna di bagian selatan teluk yaitu daerah Batulehe dan Pelabuhan Tahuna sendiri proses yang terjadi adalah abrasi dilihat dari fluktuasi energi dengan tendensi naik, sedangkan bagian utara diperkirakan proses sedimentasi. Hal ini juga bisa dilihat secara visual hasil pengamatan di METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
30
lapangan pada saat musim barat, sedimentasi terjadi umumnya terjadi di sisi utara teluk sedangkan di sebelah selatan energi gelombang relatif lebih besar sedangkan lokasi pelabuhan sandar kapal penumpang dan dermaga Pertamina ditempatkan di sisi selatan. Arah arus sejajar pantai umumnya ke utara kecuali daerah sebelah utara Beha, Mitung sampai Tahuna arah arus sejajar pantai relatif ke selatan. 4.3 GEOFISIKA 4.3.1
Pemeruman Pemeruman dilakukan mengitari P. Sangihe Besar dengan jarak dari garis pantai rata-rata 2 km. Lintasan pengukuran mencapai kurang lebih 155 km. Data posisi yang disajikan berupa data koordinat setiap 2 menit pembacaan kedalaman. Data yang disajikan dalam bentuk tabel yang nantinya akan dikoreksi dengan pembacaan pasang surut kemudian akan diolah menjadi data kedalaman laut atau batimetri (LAMPIRAN PETA). Kondisi morfologi dasar laut Perairan Sangihe tergambar dari pola kontur yang mengikuti garis pantai dengan kedalaman dasar laut yang terukur –100 m sampai –10 m memperlihatkan pola yang rapat dan terjal. Jarak 1,4 km dari garis pantai sudah mencapai kedalaman 100 m atau lebih. Hal ini disebabkan karena pulau-pulau di perairan Sangir-Talaud merupakan pulau yang terbentuk karena munculnya gunungapi bawah laut sebaga akibat aktifitas lempeng tektonik Lempeng Maluku di sebelah baratnya.
4.3.2
Seismik Pantul Dangkal Oleh: C. Purwanto Kegiatan pengukuran penampang seismik dilakukan pada lintasan pemeruman. Pola lintasan seismik umumnya tegak lurus dan sejajar
garis pantai agar memperoleh informasi yang diharapkan. Hasil METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 31
rekaman
analog
yang
diperoleh
ternyata
tidak
semuanya
menunjukkan hasil yang jelas dan baik untuk diinterpretasi karena beberapa faktor antara lain kedalaman laut yang berubah secara tibatiba sehingga penetrasi alat tidak dapat menjangkau dasar laut dan ketidak beraturan morfologi dasar laut. Dasar penafsiran seismik adalah analisa sekuen seismik yang membagi penampang menjadi sekuen berdasarkan kemenerusan reflektor pada setiap sekuen, analisis fasies yang membedakan fasies seismik dari setiap sekuen dan internal reflektor untuk penafsiran sistem sedimentasi dan lingkungan pengendapan. Tidak semua lintasan interpretasi rekaman seismik dapat diidentifikasi dengan jelas dan baik. Informasi yang agak jelas hanya nampak pada bagian atas atau permukaan. Berdasarkan pemisahan sekuen yang dilakukan terhadap seluruh rekaman seismik daerah selidikan dapat dibedakan menjadi dua sekuen yaitu Sekuen B dan Sekuen A (Gambar 7, 8, dan 9).
Sekuen A Sekuen ini dicirikan oleh konfigurasi internal paralel dengan kontinuitas tinggi dan amplitudo serta frekuensi yang sedang. Melihat model reflektor sekuen ini diperkirakan tersusun oleh material yang berbutir halus sampai sangat kasar, diendapkan pada lingkungan energi laut yang sedang. Bila disebandingkan dengan kondisi geologi darat maka sekuen ini kemungkinan sama dengan satuan batuan hasil produk gunungapi berupa breksi andesit dan tuf. Hasil gunungapi yang mempengaruhi daerah ini merupakan hasil produk gunungapi G. Awu yang terletak disebelah utara daerah selidikan.
Sekuen B Sekuen ini dicirikan oleh internal reflektor paralel-sub paralel dengan amplitudo dan kontinuitas yang relatif sedang dengan frekuensi yang METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 32
hampir sama dengan sekuen A, makin ke bawah ciri-ciri konfigurasi reflektornya makin melemah. Melihat ciri-ciri reflektor sekuen B diperkirakan tersusun oleh material yang berbutir kasar-sangat kasar atau padat masif yang diselingi material yang berukuran kasar-sangat kasar. Bila disebandingkan dengan kondisi geologi darat P. Sangihe, sekuen B diperkirakan identik dengan Satuan Batuan Gunungapi Sahendaruman tersusun oleh perulangan breksi gunungapi dan lava, tuf, aglomerat, bersisipan tuf lapili dan batupasir tufan. Breksi gunungapi
umumnya
bersusunan
andesit-basal,
sering
memperlihatkan penghalusan butiran ke atas dan berangsur berubah menjadi batupasir tufan kasar.
Gambar 7. Rekaman seismic yang memperlihatkan Sekuen A dan B
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
33
Gambar 8. Rekaman seismic yang memperlihatkan Sekuen A dan B
Gambar 9. Rekaman seismic yang memperlihatkan Sekuen A dan B METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
34
4.4 GEOLOGI KELAUTAN 4.4.1
Karakteristik Pantai Oleh: Duddy A. SR, M. Akrom, R. Zuraida Secara umum morfologi sepanjang pantai
hampir seragam yaitu
pantai teluk yang umumnya berparas pantai (shoreface) landai dan pantai tanjung yang umumnya terjal atau bertebing pada garis pantai. Sedangkan pada bagian daratnya atau kawasan pantai (coastal zone) umunya
berrelief
tinggi
dengan
tutupan
vegetasi
hutan
dan
perkebunan kelapa. Oleh karena itu kawasan pantai P. Sangihe Besar dapat digolongkan ke dalam tipe pantai Fyord yang dicirikan oleh kehadiran tanjung dan teluk dengan releif darat tinggi terutama bila dihubungkan dengan kemunculan pulai ini yang berupa kompleks gunungapi bawah laut (Gambar 10). Berdasarkan ciri-ciri geologi, pantai P. Sangihe Besar terdapat dua bagian kelompok sedimen pantai yang membentuk garis pantai yaitu kawasan bagian utara pulau, dari Teluk Tahuna ke berputar ke utara sampai Desa Sensong dan kawasan bagian selatan, mulai sekitar Desa Lesa-Tidore berputar ke selatan sampai ke sekitar Desa Tariang Baru. Zona Garis Pantai Bagian Utara Secara geomorfologis pantai bagian utara lebih rendah dibandingkan denga pantai bagian selatan dimana terdapat lebih banyak teluk dan tanjung. Tanjung dan teluk di utara membentuk lekukan garis pantai yang tidak tajam. Hal ini berarti tidak terlalu banyak punggungan dan lembah yang terbentuk pada bagian dataran tingginya. Gejala ini menunjukkan kawasan utara dibentuk oleh daratan yang lebih muda yang dicirikan oleh kurangnya erosi atau torehan pada bagian dataran tingginya. Berdasarkan peta geologi P. Sangihe Besar (Samudra, 1992) dapat dilihat bahwa daratan utama bagian utara terbentuk oleh kehadiran G. Awu yang masih aktif. Hasil letusan terakhir yang terjadi tahun 1966 METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 35
meninggalkan aliran lahar utama berarah barat laut di sekitar Desa Kendahe. Gunung ini masih aktif terbukti saat pengamatan lapangan masih mengepulkan asap dan kembali meletus tanggal 6-7 Juni 2004. Teluk-teluk di bagian utara umumnya terisi oleh endapan aluvium pantai berupa pasir halus-kasar dan batu kerikil-bongkah. Aluvium tersebut berasal dari darat atau lembah-lembah G. Awu yang terbawa ke pantai dan tercuci oleh gelombang sehingga umumnya berbentuk membundar tanggung-membundar terutama untuk ukuran kerakal (pabble) sampai berangkal (coble). Transport sedimen ini masih berlangsung sampai sekarang dengan terdapatnya sungai-sungai yang merupakan alur-alur laharik. Aluvium berukuran halus dapat langsung keluar dari mulut sungai dan diendapkan di sekitar muara atau terbawa lebih jauh sebagai pembentuk utama karakteristik pantai teluk. Adapun kehadiran endapan pasir besi di pantai merupakan hasil erosi batuan sedimen yang lebih tua. Batuan ini terdapat sebagai tebing pantai seperti di Desa Mala ataupun dinding sungai. Hasil erosi ini kemudian terendapkan di paras pantai teluk seringkali berselangseling dengan jenis pasir lainnya seperti di pantai Teluk Mala. Sedangkan adanya pasir putih karbonat berasal dari endapan pecahan cangkang atau koral laut. Pada tempat-tempat tertentu berselingan dengan pasir lainnya atau dengan pasir besi seperti di Teluk Tahuna. Berdasarkan peta karakteristik pantai terlihat bahwa fraksi kasar terdapat di bagian barat sampai barat laut sedangkan fraksi halus terdapat di timur laut sampai timur dan di barat daya sekitar Teluk Tahuna. Distribusi ini menunjukkan kedekatan sumber aluvium tersebut yang juga berhubungan dengan jarak terhadap kawah G. Awu beserta arah bukaan kawahnya yang ke barat laut dan faktor osenografi arah gelombang laut musiman yang berarah utara-selatan (Gerry Bearman, 1989). Sungai-sungai yang ke arah timur dari G. Awu umunya lebih panjang sehingga yang terendapkan adalah fraksi pasir, METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
36
Gambar 10. Peta karakteristik daerah selidikan
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
37
selain terdapat pula sumber pasir pada dinding pantai seperti pasir besi ataupun pasir karbonat yang bersumber dari laut. Fenomena tingkat konfigurasi garis pantai yang relatif rendah di kawasan utara ini dapat diinterpretasikan bahwa kawasan ini masih tergolong sedimentasi aktif atau pantai kawasan ini belum stabil.
Zona Garis Pantai Bagian Selatan Garis pantai bagian selatan mempunyai teluk dan tanjung yang jauh lebih banyak dibandingkan kawasan utara. Kawasan ini juga mempunyai lebih banyak pulau, punggungan, dan lembah-lembah sungai. Kawasan selatan sudah tidak memiliki gunungapi yang aktif (G. Sahendaruman). Hal ini berdampak pada stabilnya kawasan ini terhadap erosi dan sedmentasi sehingga kontrol utama kawsan ini adalah banyaknya curah hujan dan faktor oseanografi. Distribusi aluvium pantai sangat beragam. Teluk-teluk berisi lumpur sampai bongkah-bongkah. Pada teluk berlumpur dan berpasir umunya tumbuh bakau (mangrove) atau nipah seperti di daerah Simueng, Desa Miulu, Desa Lebesan, Desa Dago, dan Desa Paraleng. Fraksi pasir telah lebih terseleksi oleh pencucuian gelombang maupun saat terbawa
dalam
alur-alur
sungai
menuju
pantai.
Pasir
besi
terkonsentrasi lebih tinggi dan tersebar luas seperti di Desa Lesa. Umumnya pasir ini berselingan dengan pasir putih, baik secara lateral dan vertikal merupakan hasil kerja gelombang dan arus pantai. Pasir karbonat lebih banyak tersebar sejalan dengan kondisi stabil bagi pertumbuhan koral di selatan. Pasir ini mempunyai berat jenis yang relatif ringan sehingga dapat terbawa jauh oleh arus pantai seperti di Desa Leba. Fraksi kasar yang mengisi pantai teluk berbatu berukuran kerikil sampai bongkah tidak terlalu banyak tersebar, hanya terdapat di Desa METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 38
Kauhise dan Desa Naga. Hal ini logis karena tidak aktifnya lagi G. Sahendaruman maka sedimentasi dan tranportasi fraksi halus lebih dominan sehingga sangat mungkin bonghkah-baongkah telah tertutupi oleh fraksi halus yang kemudian ditumbuhi vegetasi. Vegetasi bakau dan adanya koral merupakan dua hal yang menjadikan ciri utama dengan jenis pantai bagian utara. Bakau tumbuh karena kestabilan sedimentasi lumpur menuju pantai juga agitasi gelombang yang tidak terlampau kuat. Lumpur itu sendiri merupaka hasil pelapukan kimiawi daratan yang kemudian terbawa sampai ke pantai. Tumbuhan bakau juga berfungsi sebagai perangkap sedimen, seperti teramati di Desa Binebas. Sedimen lumpur kemudian bertumpuk terus dan dapat menutupi batuan-batuan sebelumnya. Kehadiran koral yang teramati di sepanjang pantai selatan umumnya terendam dalam air laut namun di pantai-pantai berpasir putih karbonat
ditemukan
pecahan
koral
dan
cangkang.
Hal
ini
menunjukkan juga kestabilan sedimentasi di selatan. 4.4.2
Pengambilan Contoh Sedimen Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan di sepanjang pantai dengan jarak kurang lebih setiap 2.5 km. Contoh sedimen pantai yang diambil berjumlah 39 buah yang pada umumnya berupa pasir. Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut dilakukan bersamaan dengan pengukuran kedalaman laut, mengelilingi P. Sangihe Besar. Contoh sedimen permukaan dasar laut yang diambil berjumlah 43 buah berupa pasir, lumpur, kerikil, dan kadang kala karang. 4.4.2.1 Deskripsi Megaskopis Oleh : Rina Zuraida dan M. Akram Mustafa Sedimen pantai Sangihe Besar secara umum berasal dari endapan gunungapi yang dijumpai di seluruh pulau. Secara umum, sedimen pantai daerah selidikan
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
39
menunjukkan proses dominan yang bekerja di daerah ini. Pantai utara Sangihe Besar yang merupakan pantai yang terdekat dengan Gunungapi Awu umumnya berwarna gelap dan mengandung oksida besi (hematit atau magnetit) yang dihasilkan oleh letusan Gunungapi Awu pada tahun 1966. Sedimen pantai timur pulau ini bervariasi, mulai dari pasir bioklastik hingga pasir berwarna gelap yang mungkin berasal dari rombakan Batuan Gunungapi Biaro yang berumur Tersier. Daerah pantai selatan Sangihe Besar sebagian besar tertutup oleh hutan mangrove sehingga sedimen pantai daerah ini umumnya berupa lumpur kaya organik. Sama seperti pantai timur, pantai barat Sangihe Besar ditutupi oleh sedimen yang bervariasi mulai dari pasir bioklastik hingga pasir berwarna gelap. Pasir berwarna gelap di bagian barat pulau ini mungkin berasal dari rombakan Batuan Gunungapi Sahendaruman yang berumur Plistosen ataupun Endapan Gunungapi Awu yang lebih muda. Secara umum pantai bagian utara Sangihe Besar ditutupi oleh pasir
berwarna
kelabu
kehitaman,
berukuran
halus,
membundar tanggung dan terpilah baik, tersusun sebagian besar (>90%) oleh oksida besi (magnetit atau hematit). Pasir yang merupakan hasil letusan Gunungapi Awu ini biasanya dijumpai di sekitar mulut sungai yang banyak dijumpai di daerah ini. Berbeda dengan bagian utara Sangihe Besar, maka pantai yang mengelilingi bagian selatan Sangihe Besar pada umumya ditutupi oleh sedimen pantai yang tersusun oleh pasir berwarna kecoklatan hingga putih, berukuran halus hingga sedang, terpilah sedang dan membundar tanggung serta tersusun oleh fragmen litik, pecahan cangkang, mineral mafik, feldspar, dan/atau material organik. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
40
Fragmen litik, mineral mafik dan feldspar yang dijumpai pada sedimen pantai di daerah ini mungkin berasal dari Batuan Gunungapi Sahendaruman, Batuan Gunungapi Biaro, ataupun batuan terobosan diorit dan andesit. Sedangkan sedimen kaya material organik umumnya dijumpai di pantai selatan yang relatif terlindung dan ditutupi oleh mangrove (LAMPIRAN TERIKAT 2). 4.5 ANALISA LABORATORIUM 4.5.1
Analisa Besar Butir Berdasarkan analisa besar butir (LAMPIRAN TERIKAT 2) diperoleh bahwa sedimen permukaan dasar laut pada umumnya terdiri atas pasir dan pasir sedikit kerikilan atau kerikilan.
Pasir Pasir mempunyai penyebaran sekitar 40% dari daerah selidikan, daerah Ngalipaeng di bagian selatan sampai daerah Sesiwung di dekat Tahuna dan timur laut. Pasir ini mempunyai nilai Sorting dari 0,5 sampai 1,6. Nilai Skewness berkisar antara (-1,7) hingga 1,9 dan mempunyai nilai Kurtosis antara 2,0 hingga 6,7. Kandungan kerikilnya 0% hingga 2,4% dan tidak mengandung lanau atau lempung.
Pasir kerikilan Pasir ini mempunyai penyebaran sekitar 60% dari daerah selidikan, terdapat di daerah Sesiwung di bagian barat daya sampai daerah Tongenbiya di bagian timur laut. Pasir kerikilan mempunyai nilai Sorting 0,7 hingga 2,2. Nilai Skewness berkisar antara (-1,8) sampai 1,7 dan mempunyai nilai Kurtosis antara 1,5 hingga 8,6. Kandungan kerikil dari 0,5% sampai 83,8%, kandungan pasirnya antara 16,2% METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
41
hingga 98%, dan tidak mengandung lanau atau lempung. 4.5.2
Analisa Sayatan Oles (Smear Slides) Oleh : Hartono Berdasarkan analisa contoh oles terhadap 37 contoh yang diambil dari daerah pantai (PSB) diperoleh hasil sebagai berikut (LAMPIRAN TERIKAT 2): Semua contoh mempunyai besar butir yang berkisar antara pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar. Sebagian besar terdiri dari mineral berat opak dan transparan dengan komposisi sekitar C (15 – 30%) sampai D (75%). Khusus untuk contoh PSB-5, PSB-19, dan PSB-33 hampir seluruhnya terdiri dari mineral berat opak (magnetit). Sisanya adalah pasir kuarsa dengan jumlah
berkisar antara c (5 – 15%) sampai C (15-30%).
Khususnya untuk contoh PSB-22 dan PSB-30, sebagian besar terdiri dari fragmen batugamping. Hasil analisa terhadap 33 contoh yang diambil dari dasar laut (SBL) diperoleh hasil sebagai berikut: Besar butir berkisar antara pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar. Di daerah sebelah selatan penyelidikan terdiri dari fragmen batugamping dengan kehadiran sekitar a (30-50%) sampai D (75%). Sisanya merupakan fragmen cangkang foraminifera, terumbu karang dan lain-lain dengan kehadiran c (5 – 30%) sampai a (30 – 50%). Diperkirakan genesa dari contoh-contoh tersebut merupakan mineral autigenik – biogenik yang terbentuk di laut. Di daerah utara, terdiri dari pasir kuarsa dan mineral berat (opak dan transparan) dengan jumlah sekitar c (5 – 30%) sampai A (50 –75%). Genesa mineralnya merupakan mineral detrital berasal dari batuan vulkanik andesitik dari daratan ditranportasikan olah sungai kemudian diendapkan di laut.
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
42
4.5.3
Analisa Mineral Berat Oleh : Hartono dan C. Purwanto Hasil analisa mineral berat terhadap 25 contoh sedimen pantai dan permukaan dasar laut diketahui bahwa mineral berat yang dominan di daerah selidikan adalah Magnetit, Augit, Hornblenda, Diopsit, Rutil, Hipersten, Biotit, Hematit, Dolomit, Limonit, dan mineral bawaan seperti kuarsa dan cangkang kerang (LAMPIRAN TERIKAT 2).
Mineral Magnetit Magnetit termasuk grup oksida (Spinel group), komposisi kimia FeO 31%, Fe2O3 69%, kilap submetalik, berwarna hitam besi, mempunyai Berat Jenis 4.9 – 5.2, sepintas mirip Ilmenit, berupa endapan bijih, terjadi pada beberapa batuan magmatik, pegmatik, dan kontak metasomatik. Magnetit digunakan sebagai campuran pada besi dan baja. Mineral ini dijumpai diseluruh contoh sedimen dengan kandungan tertinggi 16,49% pada contoh PSB-31 dan terendah 0,49% pada contoh SBL-49. Kandungan magnetit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-31 yaitu 16,49% dan nilai terendah pada contoh PSB-01 yaitu 0,65%. Kandungan magnetit lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-15 yaitu 13,68% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,49%.
Mineral Augit Augit termasuk grup monoclinic calcic pyroxene. Disebut juga Aluminiferous pyroxene. Komposisi kimia umumnya MgO dan FeO. Kenampakan augit berwarna hijau gelap sampai hitam, pendek, berbentuk prisma, mempunyai Berat Jenis 3,2-3,6. Augit terdapat di METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
43
batuan beku dan batuan metamorfosa. Kandungan Augit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-15 yaitu 2,6% dan nilai terendah pada contoh PSB-04 yaitu 0,029%. Kandungan Augit lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-15 yaitu 2,6% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,05%.
Mineral Hornblenda Hornblenda termasuk grup Amfibol dengan kenampakan berbentuk panjang, berbentuk jarum prismatik, berwarna hijau gelap sampai hitam, mempunyai Berat Jenis 3,1-3,3. Komposis kimia Ca2Na. Hornblenda terdapat batuan beku basa dan batuan metamorfosa. Kandungan Hornblenda sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-03 yaitu 1,18% dan nilai terendah pada contoh PSB-34 yaitu 0,013%. Kandungan Hornblenda lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-15 yaitu 2,28% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,072%.
Mineral Diopsid Mineral Diopsid termasuk grup Piroksen dengan komposisi kimia CaO 25,9%, MgO 18,5%, SiO2 55,6%, berwarna pucat sampai tidak berwarna, berbentuk kolom pendek, mempunyai Berat Jenis 3,273,38. Mineral Diopsid terdapat pada batuan magmatik, dan kontak metasomatik. Kandungan Diopsid sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-03 yaitu 0,3% dan nilai terendah pada contoh PSB-34 yaitu 0,005%. Kandungan Diopsid lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 44
tertinggi pada contoh SBL-29 yaitu 1,25% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,03%.
Mineral Rutil Mineral Rutil termasuk grup Rutil dengan komposisi kimia TiO2 hampir 60%, berwarna kuning gelap, coklat, merah dan hitam, berbentuk kolom, mempunyai Berat Jenis 4,2-4,3. Mineral Rutil terdapat di batuan beku dan batuan metamorfosa. Kandungan Rutil sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-28 yaitu 0,45% dan nilai terendah pada contoh PSB-34 yaitu 0,007%. Kandungan Rutil lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-29 yaitu 0,4% dan nilai terendah pada contoh SBL39 yaitu 0,02%. Mineral Hipersten Mineral Hipersten termasuk grup Piroksen dengan komposisi kimia (Mg,
Fe)2
[Si2O6],
berwarna
hijau
sampai
hitam
kecoklatan,
mempunyai Berat Jenis 3,3-3,5. Mineral Hipersten terdapat pada batuan beku basa. Kandungan Hipersten sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-16 yaitu 0,26% dan nilai terendah pada contoh PSB-34 yaitu 0,0016%. Kandungan Hipersten lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-18 yaitu 0,1% dan nilai terendah pada contoh SBL-17 yaitu 0,012%. Mineral Biotit Mineral Biotit termasuk grup Mika, komposisi kimia bervariasi K2O, MgO, FeO, Fe2O3, Al2O3, dan SiO2. Biotit berwarna hitam, coklat kadang-kadang oranye, kemerahan, kehijauan, berbentuk tabung, kolom, piramid. Biotit mempunyai Berat Jenis 3,02-3,12, terdapat di METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
45
batuan magmatik. Kandungan Biotit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-16 yaitu 0,045% dan nilai terendah pada contoh PSB-01 yaitu 0,004%. Kandungan Biotit lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-24 yaitu 0,12% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,0046%.
Mineral Hematit Mineral Hematit termasuk grup Korundum-Ilmenit, komposisi kimia Fe2O3 dengan kadar Fe 70%, berbentuk pipih dan tabular kristal, berwarna hitam besi sampai abu-abu, mempunyai Berat Jenis 5,0-5,2. Mineral Hematit terdapat pada batuan beku asam. Kandungan Hematit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-28 yaitu 0,12% dan nilai terendah pada contoh PSB-01 yaitu 0,0078%. Kandungan Hematit lepas pantai mempunyai variasi dengan nilai tertinggi pada contoh SBL-24 yaitu 0,11% dan nilai terendah pada contoh SBL-39 yaitu 0,0028%.
Mineral Limonit Mineral Limonit termasuk grup Lepidokrosit-Goetit, mempunyai komposisi kimia Fe2O3 89.9% dan 10.1% H2O., berbentuk kristal kolom (columnar crystal), berwarna coklat gelap sampai hitam, mempunya Berat Jenis 3,3-4,0. Mineral ini terdapat pada endapan hidrotermal. Kandungan Limonit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-16 yaitu 0,027% dan nilai terendah pada contoh PSB-01 yaitu 0,007%. Tidak dijumpai kandungan Hematit dalam contoh sedimen lepas METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 46
pantai.
Mineral Dolomit Mineral Dolomit termasuk grup Kalsit, mempunyai komposisi kimia CaO 30,4%, MgO 21,7%, dan CO2 47,9%, berbentuk butir-butir kristal, berwarna putih keabu-abuan, kekuningan, kecoklatan dengan berat jenis 1,8-2,9. Mineral ini terdapat pada endapan hidrotermal berbentuk urat-urat. Kandungan Dolomit sepanjang pantai P. Sangihe Besar bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-20 yaitu 0,01% dan nilai terendah pada contoh PSB-17 yaitu 0,0073%. Kandungan Hematit dalam contoh sedimen lepas pantai hanya terdapat pada tiga buah contoh yaitu SBL-13 0,008%, SBL-14 0,06%, dan SBL-39 0,021%. Mineral bawaan Mineral bawaan adalah mineral yang terbawa dalam analisa mineral berat tetapi berat jenisnya dibawah 2,87, yaitu Kuarsa dan cangkang kerang. Kuarsa berwarna putih susu, bentuk butir membulat tanggung tak beraturan, berukuran 1000-1400 mikron, terdapat pada 20 contoh sedimen dengan kandungan antara 0,2% sampai 0,02%. Cangkang kerang ditemukan hanya pada 2 contoh sedimen dengan demikian
lingkungan
pengendapan
daerah
selidikan
kurang
dipengaruhi oleh kondisi marin.
4.5.4
Analisa Geokimia Analisa geokimia meliputi analisa Base Metal, Major Element, dan Trace Element dilakukan terhadap 24 contoh sedimen pantai (PSB) dan permukaan dasar laut (SBL) sehingga diperoleh hasil sebagai
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
47
berikut : Seluruh contoh, baik sedimen pantai maupun sedimen permukaan dasar laut tidak mengandung unsur Au, Ag, dan Cu. Kandungan Magnetit (Fe2O3) sepanjang pantai P. Sangihe bervariasi, nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-19 yaitu 69,2 % dan nilai terendah terdapat pada contoh PSB-25 yaitu 6,3%. Sedangkan untuk sedimen lepas pantai nilai tertinggi terdapat pada contoh SBL-27, yaitu 34% dan nilai terendah terdapat pada contoh SBL-18 yaitu 9,5%. Untuk analisa unsur-unsur Trace Element didapat bahwa seluruh contoh tidak mengandung unsur Rubidium (Rb) dan Barium (Ba). Dari 24 contoh mengandung unsur Strontium (Sr) bervariasi dengan nilai tertinggi terdapat pada contoh PSB-28 yaitu 560 ppm dan nilai terendah terdapat pada contoh PSB-09 yaitu 120 ppm. Kandungan unsur Zirkonium (Zr) hampir merata dengan mempunyai nilai tertinggi terdapat pada contoh SBL-18 yaitu 20 ppm dan nilai terendah pada contoh SBL-15 yaitu 13 ppm. Seluruh contoh mengandung Yttrium (Y) dengan nilai terbesar terdapat pada contoh PSB-02 yaitu 27 ppm dan nilai terkecil terdapat pada contoh PSB-25, PSB-28, SBL-30, PSB-16, dan PSB-11 yaitu 11 ppm.
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
48
BAB V POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
5.1 POTENSI SUMBERDAYA MINERAL Data sumberdaya mineral daerah selidikan hampir seluruhnya merupakan data primer hasil pengamatan langsung di lapangan. Pengamatan yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemetaan karakteristik pantai mendapatkan beberapa mineral bahan industri dan bahan galian C di kawasan pesisir P. Sangihe Besar. Beberapa bahan galian industri yang teramati di Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah pasir besi, tras, batuapung, andesit, dan basal. Sedangkan bahan galian C berupa agregat yang terdiri atas: pasir gunungapi, kerikil, dan kerakal yang tersebar di pesisir P. Sangihe Besar terutama di bagian utara (Gambar 11).
Pasir besi Mineral industri pasir besi umumnya tersebar di sepanjang pantai timur laut P. Sangihe Besar. Selain itu terdapat pula di P. Tagulandang, di sebelah barat laut P. Sangihe Besar. Pasirnya berwarna abu-abu kehitaman, berukuran halus-sangat halus, berbentuk membundar-membundar tanggung, tersusun oleh mineral mafik, mengandung mineral hematitnya berkisar hingga 60%. Jika ditinjau pola sebarannya di pantai, diduga endapan ini merupakan hasil pengendapan sungai-sungai yang merupakan tempat aliran lahar ketika G. Awu meletus tahun 1966 yang kemudian terayak oleh gelombang dan arus laut. Prospek pasir besi tidak diketahui karena penyebarannya setempat-setempat dan secara vertikal tidak menerus, perselingan dengan pasir pantai yang tidak mengandung magnetit atau hematit. POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
49
Tras Tras merupakan bahan hasil letusan gunungapi yang berbutir halus dan mengandung Silikon Oksida (SiO2) yang telah mengalami proses pelapukan hingga derajat tertentu (Riyanto dan Harsodo, 1993). Secara internasional tras dikenal sebagai Puzzolan yaitu kata yang berasal dari Puzzuoli, sebuah desa dekat kota Napoli, Italia, tempat bahan galian ini pertama diketemukan. Endapan tras dapat berlaku sebagai bahan penganti semen yang murah apabila dicampur dengan kapur padam dan air. Sifat semen ini akibat terdapatnya oksida silikon amorf (SiO2) dan oksida aluminium (Al2O3) dalam tras yang bersifat asam yang mudah bersenyawa dengan air dan kapur. Terdapat hubungan antara ukuran butir dangan daya tahan tekan bahan galian ini setelah pencampuran dengan kapur dan air yaitu semakin halus ukuran semakin tinggi daya tahan tekannya. Keunggulan semen puzzolan dibanding semen portland antara lain tahan terhadap air laut, pemuaian dan penyusutan sangat kecil (Riyanto dan Harsodo, 1993). Untuk konstruksi tepi laut digunakan jenis semen Portland-Puzzolan Cement (PPC) yaitu sejenis semen yang merupakan campuran antara tras tingkat I (kadar air 6%, waktu pengikatan tidak lebih 24 jam, daya tahan tekan 100 kg/cm3 dan daya tahan tarik 16 kg/cm2) dengan semen portland dengan perbandingan 1:3. Bahan galian industri ini umumnya tersebar di pesisir utara bagian barat dan timur berupa bongkah-bongkah. Bahan galian ini banyak dimanfaatkan penduduk setempat untuk campuran pembuatan batubata dan genteng. Kenampakan di lapangan berupa lapukan dengan kondisi sangat rapuh, mudah diremas dengan tangan, berwarna kelabu muda kecoklatan sampai putih kekuningan, berbutir halus sampai kasar, mengandung kerikil andesit, berlapis, dengan struktur berangsur. Komponen batuapung dalam tras ini berukuran pasir sangat kasar, kerikil hingga kerakal.
POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
50
Agregat Agregat di daerah selidikan didominasi pasir serta kerikil dan kerakal. Pasir mempunyai penyebaran yang luas dari arah barat hingga ke timur P. Sangihe Besar meliputi daerah Kolongan, Beha, Kendahe dan sekitarnya. Daerah ini merupakan daerah tempat banjir lahar ketika G. Awu meletus pada tahun 1966. Pasir ini berpotensi sebagai bahan galian C karena penyebarannya di sepanjang sungai aliran lahar tersebut sehingga dapat merupakan sumber material bangunan. Berdasarkan analisis besar butir pasir gunungapi ini tersusun terutama dari fraksi pasir dengan prosentase mulai dari 85% hingga 100%. Pasirnya berupa pasir berwarna hitam, berukuran sedang-kasar, terpilah baik, berbentuk membundar-membundar tanggung, tersusun oleh fragmen batuan dan pecahan cangkang. Selain fraksi pasir dijumpai juga fraksi kerikil, fraksi lanau dan lumpur belum dijumpai. Kerikil prosentasenya sekitar 1% hingga 15%. Berdasarkan analisa mineral berat pasir ini mengandung mineral Hematit antara 6% hingga 19,8%.
Batuapung Batuapung terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan dengan udara luar. Buih gelas alam dangan gas yang dikandung di dalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan tiba-tiba. Batuapung umumnya terdapat sebagai fragmen yang dilemparkan pada letusan gunungapi dengan ukuran dari kerikil sampai bongkah. Batuapung umunya terdapat
sebagai lelehan atau aliran
permukaan, bahan lepas dan fragmen dalam breksi gunungapi. Batuapung terdapat di P. Mahengetang sebelah selatan P. Sangihe Besar. Batuapung
umumnya
digunakan
sebagai
bahan
penggosok,
bahan
bangunan konstruksiringan dan tahan api, bahan ringan (non reaction), pengisi (filler), isolator temperatur tinggi, rendah dan akustik, pembawa (carrier), penyerap dan saringan (filter).
POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
51
Andesit dan Basal Andesit dan basal adalah batuan beku yang terjadi akibat pembekuan magma intermedier sampai basa di permukaan bumi. Batuan ini bertekstur porfiritik sampai afanitik, umumnya berwarna abu-abu sampai hitam, mempunyai Berat Jenis 2,3 – 2,7 dengan kuat tekan antara 600 – 2400 kg/cm2. Keterdapatannya dapat berupa retas, sill, aliran permukaan atau sebagai komponen lahar gunungapi. Peyebarannya di daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe terdapat di P. Tagulandang dan P. Biaro (Tope) sebelah barat laut P. Sangihe Besar. Kegunaan andesit dan basal terutama untuk bahan bangunan (agregat) dan batu hias (ornamental stone). 5.2 POTENSI ENERGI Data potensi energi merupakan data sekunder hasil dari data dan informasi dari Dinas Pertambangan dan Energi, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Air yang memanfaatkan aliran Sungai Peliang, di daerah Ulema
Peliang, Kecamatan Tamako yang dapat
menghasilkan listrik untuk kebutuhan daerah setempat. Kebutuhan akan listrik coba dipenuhi dengan akan dan sedang dibangun selsel surya yang memanfaatkan tenaga surya di daerah Bowang Baru, Kecamatan Tahuna, P. Lipang di bagian timur laut P. Sangihe, dan P. Kalama di sebelah selatan P. Sangihe. Adanya energi panas bumi (geotermal) yang terdapat di P. Makalehi dan P. Ruang, sebelah selatan dan barat laut P. Sangihe Besar. Sangat disayangkan letaknya jauh dari mana-mana sehingga hanya dapat dipergunakan di daerah setempat saja.
POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
52
Gambar 11. Peta potensi sumberdaya mineral dan energi
POTENSI SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penyelidikan dan pengolahan data yang telah dilakukan ditambah dengan data sekunder yang dikumpulkan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Pasang surut di daerah selidikan menunjukkan tipe pasang campuran (ganda dominan) artinya dalam sehari semalam terjadi satu kali sampai dua kali pasang dan surut dimana pasang yang satu lebih tinggi dari yang lainnya. Secara keseluruhan arah arus dominan pada saat pasang menunjukkan arah relative ke timur (masuk ke teluk) sedangkan pada saat surut relatif ke barat (keluar teluk). Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0.01 m/detik – 0.15 m/detik dengan arah dominan pada saat surut menunjukkan arah selatan relatif ke baratdaya, sedangkan pada saat pasang memperlihatkan arah utara relatif timurlaut. Pada kedalaman menengah, kecepatan arus berkisar antara 0.01 m/detik – 0.16 m/detik dengan arah yang relatif sama dengan arus permukaan. Begitu pula untuk arus dalam, kecepatan berkisar antara 0.01m/det sampai 0.14 m/det dengan pola arus yang relatif sama. Untuk pantai sebelah barat arah angin yang paling berpengaruh pada proses dinamika pantai adalah angin utara, timur laut, timur, dan tenggara. Sedangkan
untuk pantai sebelah timur arah angin yang
berpengaruh adalah arah baratlaut, utara, timur laut, timur, dan tenggara. Kondisi morfologi dasar laut Perairan Sangihe tergambar dari pola kontur yang mengikuti garis pantai dengan kedalaman dasar laut yang terukur – 100 m sampai –10 m memperlihatkan pola yang rapat dan terjal. Jarak 1,4 km dari garis pantai sudah mencapai kedalaman 100 m atau lebih. Hal ini disebabkan karena pulau-pulau di perairan Sangir-Talaud KESIMPULAN DAN SARAN
54
merupakan pulau yang terbentuk karena munculnya gunungapi bawah laut sebagai akibat aktifitas lempeng tektonik Lempeng Maluku di sebelah baratnya. Berdasarkan interpretasi rekaman seismik terdapat dua sekuen yaitu Sekuen A dan Sekuen B. Sekuen A dicirikan oleh konfigurasi internal paralel dengan kontinuitas tinggi dan amplitudo serta frekuensi yang sedang, diperkirakan tersusun oleh material yang berbutir halus sampai sangat kasar, diendapkan pada lingkungan energi laut yang sedang. Sekuen ini kemungkinan sama dengan satuan batuan hasil produk gunungapi berupa breksi andesit dan tuf, yaitu G. Awu. Sekuen B dicirikan oleh internal reflektor paralel-sub paralel dengan amplituda dan kontinuitas yang relatif sedang dengan frekuensi yang hampir sama dengan sekuen A, makin ke bawah ciri-ciri konfigurasi reflektornya makin melemah, diperkirakan tersusun oleh material yang berbutir kasar-sangat kasar atau padat masif yang diselingi material yang berukuran kasarsangat kasar. Sekuen ini diperkirakan identik dengan Satuan Batuan Gunungapi Sahendaruman. Terdapat dua karakteristik pantai yaitu: zona garis pantai bagian utara dicirikan dengan sedimentasi aktif endapan laharik dan aluvium pantai. Konfigurasi garis pantai relatif rendah menunjukkan daratn lebih muda atau aktif dikontrol oleh aktifitas G. Awu. Zona garis pantai selatan dicirikan oleh jenis sedimen lebih beragam, kehadiran tumbuhan bakau, nipah , dan koral. Konfigurasi pantai lebih tinggi dengan banyaknya teluk dan tanjung. Sedimentasi pantai lebih stabil. Kontrol utama adalah fluktusi curah hujan dan faktor oseanografi. Secara umum pantai bagian utara Sangihe Besar ditutupi oleh pasir berwarna kelabu kehitaman, berukuran halus, membundar tanggung dan terpilah baik, tersusun sebagian besar (>90%) oleh oksida besi (magnetit atau hematit). Pasir yang merupakan hasil letusan Gunungapi Awu ini biasanya dijumpai di sekitar mulut sungai yang banyak dijumpai di daerah ini. Sedangkan pantai bagian selatan pada umumya ditutupi oleh pasir berwarna kecoklatan hingga putih, berukuran halus hingga sedang, KESIMPULAN DAN SARAN
55
terpilah sedang dan membundar tanggung serta tersusun oleh fragmen litik, pecahan cangkang, mineral mafik, feldspar, dan/atau material organik. Berdasarkan analisa besar butir diperoleh bahwa sedimen permukaan dasar laut pada umumnya terdiri atas pasir dan pasir sedikit kerikilan atau kerikilan. Contoh sedimen yang diambil dari daerah pantai (PSB) mempunyai besar butir yang berkisar antara pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar. Sebagian besar terdiri dari mineral berat opak dan transparan. Khususnya untuk contoh PSB-22 dan PSB-30, sebagian besar terdiri dari fragmen batugamping. Sedangkan contoh sedimen yang diambil dari dasar laut (SBL) mempunyai besar butir berkisar antara pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar. Di daerah sebelah selatan terdiri dari fragmen batugamping dan sisanya merupakan fragmen cangkang foraminifera, terumbu karang. Diperkirakan merupakan mineral autigenik – biogenik yang terbentuk di laut. Di daerah utara, terdiri dari pasir kuarsa dan mineral berat. Genesa mineralnya merupakan mineral detrital berasal dari batuan vulkanik andesitik dari daratan ditranportasikan olah sungai kemudian diendapkan di laut. Mineral berat yang dominan di daerah selidikan adalah Magnetit, Augit, Hornblenda, Diopsit, Rutil, Hipersten, Biotit, Hematit, Dolomit, Limonit, dan mineral bawaan seperti kuarsa dan cangkang kerang. Seluruh contoh, baik sedimen pantai maupun sedimen permukaan dasar laut tidak mengandung unsur Au, Ag, dan Cu. Kandungan Magnetit (Fe2O3) sepanjang pantai P. Sangihe berkisar antara 6,3% sampai 69,2%. Seluruh contoh tidak mengandung unsur Rubidium (Rb) dan Barium (Ba). Kandungan unsur Strotium (Sr) antara 560 ppm hingga 120 ppm. Kandungan unsur Zirkonium (Zr) antara 20 ppm hingga 13 ppm. Kandungan Yttrium (Y) antara 27 ppm sampai 11 ppm. Adanya unsurKESIMPULAN DAN SARAN
56
unsur ini menunjukkan bahwa asal sedimen ini merupakan hasil kegiatan gunungapi. Beberapa bahan galian industri yang teramati adalah pasir besi, tras, dan batuapung. Sedangkan bahan galian C berupa agregat yang terdiri atas: pasir gunungapi, kerikil, dan kerakal. Potensi energi yang ada berupa panas bumi, energi surya, dan tenaga air sungai. 6.2 SARAN Setelah melihat dan mengamati kondisi daerah selidikan maka terdapat beberapa saran : Belum adanya peta potensi sumberdaya mineral dan energi secara detil maka diperlukan upaya inventarisasi sumberdaya tersebut. Daerah P. Sangihe Besar mempunyai gunungapi aktif yaitu G. Awu, maka diperlukan penyebaran informasi tentang bahaya dan manfaat gunungapi tersebut kepada masyarakat. Kurangnya
tenaga
teknis,
khususnya
tenaga
ahli
geologi
atau
pertambangan di Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe, untuk itu hendaknya meningkatkan sumberdaya manusia yang sudah ada atau kalau memungkinkan menambah sumberdaya manusia. Jika akan memanfaatkan potensi sumberdaya mineral atau energi yang ada, hendaknya mempertimbangkan resiko kerusakan lingkungan yang akan timbul.
KESIMPULAN DAN SARAN
57
DAFTAR PUSTAKA Bearman, Gerry (ed), 1989, Oceaon Circulation, Poen University, United Kingdom, England. Bertschneider, C.L., 1954, Generation of wind wave over a Shallow Bottom, US Army Corps of Engineers, Beach Tech. Memo No. 51. Betekhtin, A., 1960, A course of mineralogy, Moscow Peace Publisher. Darman, H., and Sidi, F.H. (eds), 2000, An outline of the Geology of Indonesia, Jakarta, IAGI Dolan, R., Hayde, B.P., Hornberger, G., Zieman, J and Vincent, M.K., 1975. Classification
of
coastal
landform
of
the
Americas.
Zethschr
Geomorphology, In Encyclopedia of Beaches and Coastal Environment. Folk, R.L., 1980. Petrology of sedimentary rocks, Hemphill publishing Co, Austin, Texas. Lapedes, Daniel N., 1978. Encyclopedia of the geological sciences, Mc. Graw-Hill, Inc. Madiadipoera, Tushadi dkk, 1999, Bahan galian industri di Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung. Riyanto, A., dan Harsodo, 1993, Bahan Galian Industri Tras, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tenaga Pertambangan (PPPTM), Bandung. Samodra, Hanang, 1994., Peta Geologi Lembar Sangihe dan Siau, Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung. Wyrtti, K., 1961, The oceanography of South Asia Waters, Naga Report, New York, USA. Zulkarnain, Iskandar, 2002, Geochemical signatures of volcanik rocks from Sangihe
Island,
North
Sulawesi,
Indonesia,
Buletin
Geologi,
Departemen teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
58