Topik Utama PENENTUAN POTENSI ENERGI PASUT DENGAN PEMODELAN ASIMILASI Evie H. Sudjono1), A. Setiawan2), N. S. Ningsih3), S.Hadi3) 1)
Pusat Penelitan dan Pengembangan Geologi Kelautan 2) Balai Penelitian dan Observasi Laut, Bali 3) Institut Teknologi Bandung
[email protected]
SARI Kendala yang dihadapi pemodelan numerik di Indonesia adalah minimnya data lapangan yang tersedia. Sebagai contoh, di pantai Timur Pulau Sumatera, Selat Malaka hanya terdapat sedikit stasiun pasang surut (pasut) dengan durasi rekaman data dalam waktu yang relatif lama. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan metoda asimilasi data. Asimilasi data variasional adalah metode yang mengkombinasikan data terhadap model numerik. Metode ini secara iteratif (dengan metode Conjugate Gradient Least Square) digunakan untuk meminimumkan selisih antara data dengan hasil model. Hasil model numerik dengan ukuran sel 9 x 9 km atau 5 x 5 menit, dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode asimilasi data variasional. Perbedaan hasil model tanpa asimilasi data dengan model menggunakan asimilasi data terlihat terutama terjadi di daerah selat yang sempit. Hasil model asimilasi komponen M2 menunjukkan hasil yang mirip dengan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan ukuran sel yang lebih kecil (terkecil 200 meter dan terbesar 11 km). Hasil pengolahan model asimilasi lebih lanjut menunjukkan daerah dengan kecepatan arus pasut untuk komponen pasut M4 yang relatif besar adalah sekitar Tanjung Pertandangan, Tanjung Medang, dan Tanjung Parit. Daerah-daerah tersebut memperlihatkan potensi energi arus pasut menjadi energi listrik. Akan tetapi, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai/besaran energi listrik yang dapat dikonversi dari energi arus pasut tersebut. Kata kunci : asimilasi data, energi arus pasang surut, energi listrik, model numerik, pasang surut
1. LATAR BELAKANG Salah satu kendala pemodelan numerik di Indonesia adalah sedikitnya data lapangan dengan durasi waktu rekaman relatif lama yang dapat digunakan. Hal ini berkaitan dengan masalah verifikasi dan akurasi model numerik. Metoda asimilasi data dapat mengatasi masalah tersebut, yaitu memasukkan data hasil pengamatan di lapangan (yang relatif tidak banyak) terhadap hasil model. Sebagai daerah penelitian dipilih Selat Malaka, koordinat 97o -
105,5o BT dan -1o LS - 7o LU. Terdapat sekitar tiga stasiun pasang surut (pasut) di sekitar pantai Timur Sumatera, Indonesia yang memiliki data komponen pasut perairan dangkal yang dapat digunakan (Gambar 1). Satu data dari stasiun (Belawan) digunakan untuk asimilasi data dan dua data (sekitar Bagan Siapi-api dan Pulau Karimun Besar) digunakan untuk verifikasi. Sedangkan di sekitar pantai Barat Malaysia digunakan empat stasiun pasut (Lumut, Kelang, Keling, dan Tanjong Pagar) untuk asimilasi data.
Penentuan Potensi Energi Pasut Dengan Pemodelan Asimilasi ; Evie HS, A. Setiawan, NS Ningsih, S.Hadi
51
Topik Utama
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian Selat Malaka dalam kotak merah. Bintang: lokasi stasiun untuk asimilasi. Lingkaran: lokasi stasiun untuk verifikasi. (www.moresatsea.com). Tujuan penelitian ini adalah: a. Meningkatkan ketelitian hasil model tanpa asimilasi b. Menentukan daerah potensi energi arus pasut sebagai sumber energi listrik 2. KAJIAN PUSTAKA Secara umum, teknik asimilasi data variasional telah dikembangkan dan diterapkan dalam bidang meteorologi, geofisika, dan oseanografi (Talagrand dan Coutier, 1987; Setiawan, 2007; Dobricic dan Pinardi, 2008). Zahel (1991) dalam Setiawan (2007)) telah menerapkan metoda asimilasi data variasional untuk komponen pasut M2 di laut dunia dengan ukuran sel 4o dan telah menguji metode tersebut dengan menggunakan model spektral dan integral konvolusi. Metode asimilasi data variasional tersebut kemudian dikembangkan dan telah diterapkan di Laut Irlandia dan Seltik untuk komponen M2, S2, dan
52
beberapa komponen pasut perairan dangkal (Setiawan, 2007). Di daerah Selat Malaka ini, belum pernah dilakukan penelitian dengan menerapkan metode asimilasi data variasional. Hadi (2006) telah melakukan penelitian potensi energi listrik dari energi arus pasut di Perairan Indonesia, termasuk Selat Malaka. Simulasi pola arus diperoleh dari model hidrodinamika tiga dimensi dengan menggunakan the Princeton Ocean Model (POM). Model ini dikembangkan oleh Blumberg dan Mellor (1977). Daerah yang memiliki potensi dari hasil model ini adalah sebagian Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makassar bagian selatan, Selat Lombok, dan perairan diantara Kepulauan Lesser Sunda (Gambar 2). 3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model numerik
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Topik Utama
Gambar 2 . Pola arus laut Perairan Indonesia (Hadi, 2006). dua dimensi tak linier yang dikombinasikan dengan teknik asimilasi data. Model dua dimensi tak linier ini berdasarkan persamaan momentum (gerak) dan persamaan kontinuitas (kekekalan massa) (Rincian persamaan dapat dilihat pada Setiawan, 2007). Sedangkan untuk data batimetri diperoleh dari GEBCO (2003). Nilai amplitudo dan fase di batas terbuka diperoleh dari Padman dan Erofeeva (2005).
•
Asimilasi Data
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model numerik dua dimensi tak linier yang dikombinasikan dengan teknik asimilasi data. Model dua dimensi tak linier ini berdasarkan persamaan momentum (gerak) dan persamaan kontinuitas (kekekalan massa) (Rincian persamaan dapat dilihat pada Setiawan, 2007). Sedangkan untuk data batimetri diperoleh dari GEBCO (2003). Nilai amplitudo dan fase di batas terbuka diperoleh dari Padman dan Erofeeva (2005). Asimilasi data merupakan suatu metodologi yang dapat mengoptimalkan hasil model numerik dengan mengkombinasikan atau
mengasimilasikan informasi data pengamatan (Hasselmann dan Komen, 1994; MalanotteRizzoli dan Tziperman, 1996; Torre, 1999; Bouttier dan Courtier, 1999; Gratton dkk., 2006; Setiawan, 2007). Berbagai jenis metode asimilasi data telah dikembangkan untuk meminimalkan selisih antara model dengan data observasi. Cara yang ditempuh adalah dengan melakukan analisis suatu nilai x yang akan dicari solusinya melalui minimization cost function J(x) (Hasselmann dkk., 1994). Metode ini telah banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah global dalam bidang meteorologi dan oseanografi (Rabier dan Liu, 2004 dalam Setiawan, 2007). Metode iteratif least square digunakan dalam proses minimization cost function dengan prosedur perhitungan diuraikan pada bagian selanjutnya (Setiawan, 2007). Kumpulan data dapat dituliskan dalam bentuk standar umum, yaitu:
......... (1) dan selanjutnya model dinamik dengan initial/ boundary condition yang tepat dapat dituliskan dalam bentuk:
Penentuan Potensi Energi Pasut Dengan Pemodelan Asimilasi ; Evie HS, A. Setiawan, NS Ningsih, S.Hadi
53
Topik Utama
M alay s ia M a l a y s ia
S u m a te r a S u m atera
Gambar 4e. Corange M6 hasil model forward (m).
Gambar 4f. Cophase M6 hasil model forward (o).
M alay sia
S u m a te ra
Gambar 5a. Corange M4 hasil model asimilasi (m). Hasil tersebut dapat ditingkatkan akurasinya dengan menerapkan teknik asimilasi data yang dapat dilihat pada Gambar 3a, 3b, 5a-5d.
56
Gambar 5b. Cophase M4 hasil model asimilasi (o).
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Topik Utama
M alay s ia M a la ys i a
S u m a t e ra
S u m a te r a
Gambar 5c. Corange M6 hasil model asimilasi (m).
S elain itu, dari perbandingan hasil model asimilasi dengan data Wyrtki (1961) untuk komponen M2 diperoleh hasil yang cukup baik (Gambar 6). Begitu pula ketika hasil
(a)
Gambar 5d. Cophase M6 hasil model asimilasi (o).
model asimilasi dibandingkan dengan data Dishidros (1995) untuk komponen M4, telihat hasil model asimilasi lebih mendekati data (Gambar 7 dan Tabel 1).
(b)
Gambar 6. Perbandingan hasil model asimilasi dengan data Wyrtki (1961) untuk komponen M2: (a) amplitudo (m); (b) fase (der).
Penentuan Potensi Energi Pasut Dengan Pemodelan Asimilasi ; Evie HS, A. Setiawan, NS Ningsih, S.Hadi
57
Topik Utama
(a)
(b)
Gambar 7. Perbandingan hasil model dengan dan tanpa asimilasi data dengan data (Dishidros, 1955) untuk komponen M4 di Stasiun Bagan Siapi-api dan Karimun Besar: (a) amplitudo (m); dan (b) fase (der). Terlihat dari Gambar 7 bahwa hasil model asimilasi dibandingkan dengan dua data dari stasiun Bagan Siapi-api dan Karimun Besar. Nilai hasil model asimilasi khususnya untuk amplitudo memperlihatkan hasil yang lebih mendekati data dibandingkan dengan nilai model forward. Sedangkan untuk fase pada Stasiun Bagan Siapi-api nilai model forward terlihat lebih mendekati data. Hal ini diperkirakan akibat nilai adalah sebesar = 0,025. Kemungkinan hasil fase akan lebih baik jika nilai mencapai 10-8. Nilai kesalahan untuk amplitudo dari sebesar 0,33 menjadi hanya 0,02 setelah diterapkan metode asimilasi data variasional. Begitu pula untuk fase terjadi penurunan kesalahan (dari 0,27 menjadi 0,21). Hasil pengolahan data untuk komponen pasang surut perairan dangkal M 4 memperlihatkan bahwa daerah-daerah yang memiliki kecepatan rata-rata cukup besar adalah sekitar daerah Tanjung Balai - Sungai Besar (0,27 m/s), timur Bagan Siapi-api/Tanjung Medang, Rupat tenggara Port Dickson (0,22 m/s), dan barat laut Tanjung Parit - barat laut Batu Pahat
58
(0,43 m/s), serta Tanjung Parit - Batu Pahat (0,25 m/s) (Gambar 8 dan Tabel 2). Daerah yang memiliki nilai kecepatan rata-rata terbesar adalah di sekitar barat laut Tanjung Parit - barat laut Batu Pahat. Pengaruh morfologi selat (penyempitan selat) jelas terlihat pada peningkatan kecepatan arus.Tanjung Balai dan Tanjung Parit merupakan daerah selat yang menyempit. Daerah ini memiliki potensi energi arus pasang surut untuk dikembangkan menjadi energi listrik karena hasil model menunjukkan nilai kecepatan arus ratarata yang diperoleh cukup besar yaitu 0,27 m/s dan 0,43 m/s. Kecepatan arus maksimum mendekati nilai 0,5 m/s. Dari hasil beberapa penelitian sebelumnya diperoleh bahwa hasil model di Perairan Indonesia relatif lebih kecil dari hasil pengukuran arus di lapangan (Lubis dkk, 2010).Tentu saja, diperlukan penelitian lebih rinci untuk mendapatkan nilai potensi rapat daya dari kecepatan arus laut. Termasuk pengukuran lapangan data pasang surut dan kecepatan arus yang mewakili musim barat, timur, peralihan 1, dan peralihan 2 pada satu tahun.
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Topik Utama Tabel 1. Perbandingan hasil model dengan dan tanpa asimilasi dengan data (Dishidros, 1995) untuk komponen M4: (a) amplitudo (m); dan (b) fase (der).
(a) Amplitudo (m) Amplitudo M4 (m) Data Dishidros, No Stasiun Model Asimilasi Model Forward 1995 1. Bagan Siapi-api 0,13 0,12 0,11 2. Karimun Besar 0,04 0,04 0,01 Kesalahan 0,02 0,33 (b) Fase (der) Fase M4 ( o ) Data Dishidros, No Stasiun Model Asimilasi Model Forward 1995 1. Bagan Siapi-api 208,186 196,18 305,55 2. Karimun Besar 251,538 193,54 320,01 Kesalahan 0,21 0,27
Gambar 8. Variasi kecepatan rata-rata (m/s) terhadap kedalaman (m) di Stasiun Belawan hingga Pulau Rangsang.
Penentuan Potensi Energi Pasut Dengan Pemodelan Asimilasi ; Evie HS, A. Setiawan, NS Ningsih, S.Hadi
59
Topik Utama Tabel 2. Dimensi luas, lebar, kedalaman rata-rata, amplitudo, dan kecepatan rata-rata di sekitar Belawan - Pulau Rangsang
No 1. 2.
Penampang Belawan - barat laut Lumut Tanjung Balai - Sungai Besar
Luas (m2)
Lebar Kedalaman (m) rata-rata (m)
Amplitudo Kecepatan rata-rata M4 (m) (m/s)
10.666,40
215
49,6
0,13
0,10
2.423,10
123
19,7
0,15
0,27
3.504,73
122
28,7
0,12
0,12 0,22
3.
Tanjung Pertandangan - atas Pel. Kelang
4.
Timur Bagan Siapiapi/Tanjung Medang, Rupat - tenggara Port Dickson Barat laut Tanjung Parit - barat laut Batu Pahat Tanjung Parit - Batu Pahat Merbau - tenggara Batu Pahat
1.812,50
125
14,5
0,24
504,00
42
12,0
0,08
286,00
44
6,5
0,09
0,25
1.546,67
80
19,0
0,09
0,05
Rangsang - Johor Baru
1.440,00
60
24,0
0,09
0,03
5.
6. 7. 8.
Mengingat komponen M 4 merupakan hasil interaksi dari komponen pasut utama M2, dapat diprediksi bahwa nilai kecepatan arus untuk komponen M2 akan lebih besar dari kecepatan arus komponen M4. Begitu pula, kecepatan arus total yang merupakan gabungan dari berbagai komponen pasut, akan menjadi lebih besar.
0,43
pengukuran langsung. Penelitian selanjutnya akan dapat difokuskan pada daerah potensi yang lebih sempit sebagai hasil dari model asimilasi. Daerah potensi energi arus pasut dengan penelitian yang terencana dan berkelanjutan dapat dikembangkan untuk memperoleh energi listrik tenaga arus pasut, khususnya listrik bagi masyarakat pesisir.
5. MANFAAT 6. KEUNGGULAN Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengetahui daerah potensi energi arus pasut pada suatu daerah penelitian regional. Hal ini dapat diketahui dengan lebih cepat dan lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan metode
60
Menggunakan metode asimilasi data dapat memperoleh hasil model numerik yang lebih baik dibandingkan dengan model tanpa asimilasi data. Disamping itu, dalam proses numerik relatif
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Topik Utama menggunakan memori komputer yang tidak terlalu besar. Untuk kasus Selat Malaka dengan ukuran sel 104x98 dengan menggunakan program Fortran under Linux (Red hat enterprise) diperlukan memori selama dan sesudah proses perhitungan numerik adalah sekitar sebesar 3 GigaByte pada komputer high performance computing (hpc) di ITB. Sedangkan untuk hasil model asimilasi data yang menggunakan ukuran sel 9x9 km diperoleh hasil yang mendekati model dengan ukuran sel 200 m. 7. KESIMPULAN Model asimilasi data variasional sebagai salah satu solusi kurangnya data pengamatan secara kualitatif dan kuantitatif dalam pemodelan numerik. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh daerah potensi energi arus pasut dari suatu daerah regional. Daerah potensi arus pasut yang diperoleh dari hasil simulasi adalah sekitar daerah Tanjung Balai - Sungai Besar dan sekitar Barat Laut - Barat Laut Batu Pahat. Studi lebih lanjut termasuk pengukuran data lapangan yang mewakili musim diperlukan untuk lebih memahami karakteristik pola arus pasut di sekitar daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA Dishidros, 1995, Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia. Jakarta. Hasselmann, S. dan Komen, G. J. 1994, General Features of Data Assimilation and Inverse Modeling, 405-410 dalam Komen, G. J., Cavaleri, L., Donelan, M., Hasselmann, K., Hasselmann, S., dan Janssen, P. A. E. M., Dynamics and Modeling of Ocean Waves, 522 p., Cambridge University Press, Melbourne, Australia. Hasselmann, S., Komen, G. J., Hasselmann, K, 1994, The General Minimization Problem, 410-420 dalam Komen, G. J., Cavaleri, L.,
Donelan, M., Hasselmann, K., Hasselmann, S., dan Janssen, P. A. E. M., Dynamics and Modeling of Ocean Waves, 522 p., Cambridge University Press, Melbourne, Australia. Lubis, S., Sudjono, E.H., Yuningsih, A., dan Rachmat, B, 2010, Prospek Energi Arus Laut di Perairan Indonesia, Balitbang ESDM. Hadi, S, 2006, Studi dan Pemetaan Potensi Energi Bayu dan Arus Laut untuk Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan, LP3M ITB, Bandung. Wyrtki, K, 1961, Scientific Results of Marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand 1959-1961. Naga Report vol. 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography La Jolla, California. Bakosurtanal, 2011, Harmonik Belawan, http:// www.bakosurtanal.go.id. Diunduh pada 5 Agustus 2012. Bouttier, F. dan Courtier, P, 1999, Data Assimilation: Concepts and Methods. http:// www.ecmwf.org/newsevents/training/ rcourse. Diunduh pada 5 September 2011. García, G. C., Osses, A., Puel, J. P, 2010, A Null Controllability Data Assimilation Methodology Applied to A Large Scale Ocean Circulation Model, http://academic. research.microsoft.com/ Author/4096051/galina-c-garcia. Diunduh pada 9 Juli 2012. GEBCO: IOC, IHO, BOCD, 2003, The General Bathymetric Chart of the Ocean, http:// www.gebco.net/. Diunduh pada 16 Oktober 2010. Gratton, S., Arioli, M., Sartenaer, A., Tshimanga, J., Toint, P. L, 2006, Optimization methods for variational data assimilation, Optimization and Engineering, Leuven, May 24. www.cerfacs.fr/files/cerfacs/ scientific_report/sr0809.pdf. Diunduh pada 9 Juli 2012.
Penentuan Potensi Energi Pasut Dengan Pemodelan Asimilasi ; Evie HS, A. Setiawan, NS Ningsih, S.Hadi
61
Topik Utama Malanotte-Rizzoli, P., and Tziperman, E., 1996, Modern Approaches to Data Assimilation in Ocean Modeling. p.3-17. http:// books.google.co.id/books/. Diunduh pada 15 Juli 2012.
Paige, C. C., dan Saunders, M., 1982, LSQR: An algorithm for sparse linear equations and sparse least square. www.mendeley.com/ research/lsqr-an-algorithm-for-sparse. Diunduh pada 23 Juli 2012.
Nodet, M., 2008, Variational assimilation of Lagrangian data in Oceanography. http:// arxiv.org/pdf/0804.1137.pdf. Diunduh pada 15 Februari 2010.
van Breemen, M, 2008, Salt intrusion in the Selangor Estuary in Malaysia, Model study with Delft3D. http://www.utwente.nl/ctw/wem/ education/afstuderen/afstudeerverslagen/ 2008 /breemen.pdf. Diunduh pada 22 Juli 2012.
Padman L. dan Erofeeva, S, 2005, Tidal Model Driver (TMD) Manual. www.esr.org/ polar_tide_models/README_TMD.pdf. Diunduh pada 16 Desember 2010.
62
www.moresatsea.com
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013