1
ANALISA STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG DIKEMBANGKAN LSM : UPAYA MENEMUKAN STRATEGI DAKWAH PARTISIPATIF
Abstrak:
Oleh : Ahmad Tamrin Sikumbang, MA
Penelitian ini berjudul `Analisa Strategi Pemberdayaan Masyarakat yang Dikembangkan LSM : Upaya Menemukan Strategi Dakwah Partisipatif`. Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh informasi tentang profil Pinbuk Perwakilan Sumatera Utara, dan mendeskripsikan beberapa strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukannya. . Subjek penelitian ini adalah para pengurus Pinbuk yang terdiri dari Direktur, Maneger program dan koordinator Institut for Community Leader (ICL). Mereka dipilih dengan menggunakan teknik purposif (purposive sampling), karena dipandang dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa strategi dengan prinsip pendekatan: (1) Institusionalisasi, yaitu menumbuhkembangkan dan memperkuat kelembagaan/organisasi sosial ekonomi masyarakat sebagai agent pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan, (2) Fungsionalisasi, yaitu peranan Pinbuk sebagai pendorong (driving force) atau dinamisator untuk memfungsikan dan memanfaatkan potensi lembaga masyarakat yang telah ada (termasuk lembaga pemerintah), (3) Integrasi, yaitu peran sebagai katalisator atau penjembatan untuk memperkuat dan memadukan mekanisme sesuai kesamaan tujuan dan target dari berbagai potensi masyarakat, (4) Ukhuah Muamalah, yaitu gerakan dari bawah sehingga berakar atas dasar solidaritas masyarakat setempat, (5) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu peningkatan SDM secara terus menerus pada setiap kebijakan dan kegiatan, dan (6) Barisan Semut, yaitu walaupun gerakan dimulai dari sesuatu yang `kecil` tetapi dengan komitmen kegotongroyongan, secara istiqomah akan mampu membuat karya kepada masyarakat sebagai implementasi ibadah kepada Allah SWT. Kata Kunci: Strategi, Pemberdayaan Masyarakat, Dakwah Partisipatif, Pinbuk Indonesia merupakan salah satu negara yang menempati posisi sebagai negara dunia ketiga atau negara berkembang. Artinya bahwa masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan warga negara atau masyarakatnya, seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan sebagainya. Pembangunan hanya mungkin dilakukan dengan dukungan partisipasi masyarakat. Untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan diperlukan kemauan dan kemampuan masyarakat. Dengan kata lain, diperlukan pemberdayaan masyarakat. Soerkirman (1991: 5) mengatakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu keniscayaan dalam rangka pembangunan sumber daya dan peningkatan kesejahteraan manusia. Pemberdayaan masyarakat mustahil dilaksanakan hanya atas prakarsa dan kerja pemerintah semata. Dalam arti pemberdayaan masyarakat mesti melibatkan banyak pihak terkait, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM). Istilah lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebenarnya hanya merupakan identifikasi terhadap arus tumbuhnya kelembagaan alternatif di masyarakat yang tumbuh di luar “plot” kepemimpinan sosial politik. Di Indonesia, gejala ini baru tumbuh kurang dari 2 dekade, sehingga wajar sekali kalau dikatakan bahwa ia belum mempunyai sosok yang baku.
2
Dan satu hal yang perlu juga dilihat dalam kaitan dengan apa yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam konteks pemberdayaan masyarakat ini adalah bahwa pendekatan yang mereka gunakan yaitu pendekatan partisipatif. Yaitu suatu pendekatan dimana masyarakat sangat dituntut partisipasinya terkait suatu aktivitas yang dilakukan. Atau dengan kata lain, yaitu dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Di sisi lain, pemberdayaan masyarakat harus juga dilihat sebagai bagian dari dakwah, khususnya dakwah bil hal atau dakwah dengan perbuatan. Karena pengertian dakwah dalam arti luas dapat dikatakan sebagai pembangunan masyarakat. Melaksanakan ajaran agama berarti membangun, dan melaksanakan pembangunan berarti mengamalkan ajaran agama. Artinya adalah bahwa agama dan pembangunan saling terkait ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ajaran agama mencakup seruan untuk memperbaiki diri yang membutuhkan kepada perubahan. Sementara perubahan adalah elemen dari pembangunan. Dalam konteks ini, agama dan pembangunan tidak dapat dipisahkan. Selanjutnya, tentu banyak hal yang telah dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait dengan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini lebih jauh ingin melihat aktivitas dan strategi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, sedangkan LSM yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Perwakilan Sumatera Utara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini sifatnya adalah studi kasus terhadap suatu LSM/LPSM yang bernama Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk), dimana sepak terjang atau kiprahnya telah cukup lama dalam hal pemberdayaan masyarakat, terutama dalam bidang sosial ekonomi lewat program BMT (Baitul Mal wat Tamwil) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, yaitu suatu lembaga ekonomi dan sosial yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat dapat memberdayakan dirinya sendiri. Demikian pula melalui berbagai program lainnya, seperti Institute for Community Leaders (ICL) yang melahirkan kader-kader pelopor pemberdayaan masyarakat, dan lain sebagainya. Metodologi Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat studi kasus terhadap 1 (satu) buah Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), yaitu Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Perwakilan Sumatera Utara. Eksistensi Pinbuk Perwakilan Sumatera utara ini dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat telah cukup lama dilakukan, terutama berkaitan dengan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek usaha ekonomi produktif (UEP) dan usaha kesejahteraan sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat. Sedangkan kompetensinya seperti Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, pendampingan, kemitraan, Community development, Pengembangan LKM dan UMKM, serta penguatan ruhiyah dengan spritual communication. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Karena tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi/gambaran kemudian memaparkannya secara gamblang tentang bagaimana strategi lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut dalam memberdayakan masyarakat. 2. Subjek/informan Penelitian dan Sumber Data Yang menjadi subjek sekaligus informan dalam penelitian ini adalah Para pengurus Pinbuk yang dipandang dapat memberikan data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Yaitu, direktur bapak Drs. Subhan Chair, Maneger program Suhifandi Chair, dan koordinator Institut
3
for Community Leader (ICL) Muhammad Razi, SH.I. Teknik Pemilihan informan dilakukan secara purposif (purpsive sampling). Sedangkan sumber data diperoleh melalui informan berupa kata-kata dan tindakan, serta sumber tertulis seperti buku, majalah, arsip, dan dokumemen. 3. Teknik Pengumpulan Data 1) Observasi berperan serta (participant observation), yaitu mengamati LSM tersebut terkait dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat. Baik dilakukan secara grand tour maupun mini tour terhadap LSM yang menjadi sasaran dari penelitian. 2) Wawancara secara mendalam (In dept interview), yaitu melakukan wawancara secara mendalam dengan sumber data sebagai informan untuk mendapatkan informasi tentang sasaran penelitian yang dilakukan secara tidak terstruktur dan informal. 3) Penggalian, yaitu melakukan pelacakan terhadap sumber dokumentasi dan literatur yang digunakan untuk memperoleh data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini dan dilakukan sejak penyusunan rancangan penelitian sampai penulisan laporan penelitian. 4. Teknik Analisa Data Data kualitatif yang diperoleh kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, dengan cara mengklasifikasi data yang telah terkumpul kemudian menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Selanjutnya di analisis secara deskriptif. Atau seperti yang disarankan Miles & Huberman (1984) yaitu reduksi data, tampilan data dan penarikan kesimpulan. 5. Teknik Keabsahan Data Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang lazim dalam penelitian kualitatif yaitu kredibilitas dan transferabilitas, termasuk konfirmabilitas. Kriteria-kriteria itu dipakai agar sebuah penelitian dapat diyakini oleh pembaca yang kritis dan disetujui oleh orang-orang yang memberi informasi (informan) untuk penelitian tersebut. Sedangkan caranya antara lain adalah dengan melakukan Trianggulasi, Yaitu Membandingkan Beberapa Informasi Yang Diperoleh. Kajian Pustaka 1 Pemberdayaan Masyarakat Empowerment dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan. Banyak pendapat yang mengemukakan tentang pengertian pemberdayaan. Bagong Suyanto (dalam Moh. Ali Aziz dkk, 2005 : 169), misalnya, mengemukakan bahwa pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus (break down) dari hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan subjek akan kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke objek. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antarsubjek dengan subjek yang lain. Kemudian menurut Syamsulbahri (dalam Moh. Ali Aziz, 2005 : 72), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk mengubah suatu keadaan atau kondisi
4
masyarakat yang standar hidupnya sangat rendah ke kondisi yang lebih baik dalam artian ekonomi, sosial budaya, dan politik. Dari beberapa pendapat yang di kemukakan di atas jelas bahwa pemberdayaan itu merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperbaiki keadaan masyarakat agar menjadi lebih baik dalam berbagai bidang kehidupan, seperti sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. 2. Pentingnya Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses ke sumber daya pembangunan di dorong untuk meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tangtangan utama pembangunan mereka, lalu mengajukan kegiatankegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah kehidupan. Mengembangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya pembangunan yang makin langka. Pendekatan ini akan meningkatkan relevansi program pembangunan terhadap masyarakat dan meningkatkan kesinambungannya, dengan mendorong rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sangat mutlak ditingkatkan penciptaan kondisi yang dapat mendorong kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan hak-hak ekonomi, sosial, dan politik dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. 3. Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dapat mendorong adanya partisipasi dari masyarakat. Pemberdayaan merupakan jalan menuju partisipasi. Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program yang dikerjakan masyarakat (Raharjo, 2006: 34). Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri atau membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri. Partisipasi pada hakekatnya merupakan derajat kesadaran optimal yang didasarkan pada konstruksi pikiran yang memberi motivasi terjadinya aktivitas fisik. Dalam kaitan dengan proses pembangunan, partisipasi masyarakat mengandung pengertian kegiatan warga negara secara legal dalam ikut mempengaruhi tindakan atau kebijaksanaan program pembangunan yang dilaksanakan. Pada umumnya, partisipasi dapat diaktualisasikan dalam bentuk konsep dan pemikiran maupun sikap, perilaku, dan kegiatan masyarakat. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, masalah mendasar yang dihadapi, serta keterbukaan (Chusmeru, 2001 : 66). Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah suatu metode atau pendekatan berdasarkan kesepakatan antara masyarakat dan peneliti menggunakan metode yang bersifat terbuka, melakukan diskusi antara masyarakat dan peneliti secara terus menerus untuk menganalisis permasalahan pokok yang dihadapi dan berusaha memecahkan masalah tersebut dengan kemampuan mereka sendiri. Peneliti hanya bertindak sebagai fasilitator. Metode dan pendekatan
5
PRA tampaknya lebih sesuai dengan tuntutan paradigma pembangunan berkelanjutan pada masa kini dan masa depan (Raharjo, 2006 : 51). Berbagai bentuk peranserta masyarakat yang telah berkembang meliputi: (a) Peranserta dalam dunia usaha, (b) Peranserta dalam bidang sosial ekonomi seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, angkutan dan jenis jasa-jasa lain, (c) Peranserta dalam proses perencanaan pembangunan seperti, (d) yang dilakukan LPM dan sebagainya, (e) Peranserta karena dorongan batin untuk turut memikirkan permasalahan pembangunan, seperti yang dilakukan oleh media massa dan sebagainya, (f) Peran serta kelompok profesional dan kelompok minat karena ingin menyumbangkan kemampuannya kepada masyarakat yang miskin, tertinggal dan terpencil seperti yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), (g) Peranserta yang telah lama melembaga di tengah tradisi masyarakat, seperti gotong royong, banjar desa, rembug desa dan lain-lain. 4. Tentang Dakwah Secara bahasa (etimologi), kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata : da`a, yad`u, da`wata. Kata tersebut mempunyai makna menyeru, memanggil, mengajak dan melayani (Yunus, 1973 : 127). Sedangkan menurut istilah (terminologi), ada beberapa pendapat tentang pengertian dakwah, antara lain : Menurut M. Arifin, dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya tanpa ada unsur-unsur paksaan (1991 : 6). Unsur pertama dan utama dalam proses pelaksanaan dakwah termasuk di dalamnya dakwah bil hal adalah da`i. Baik dalam kapasitasnya sebagai individu, maupun sebagai anggota organisasi atau lembaga dakwah. Sistem kerja dakwah bil hal memang harus menjalin mitra kerja dengan pihak manapun yang mempunyai obsesi untuk pemberdayaan masyarakat, termasuk dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sehingga seorang praktisi LSM dan dia Muslim, jika ditanya apakah dia sedang melaksanakan kegiatan dakwah ? pasti dijawabnya “ya”, dan dakwah seperti apa yang dilakukan ? Dia akan sebut dakwah bil hal (DBH). Untuk itu, dalam rangka melahirkan masyarakat dakwah dimana masyarakat berperan sebagai subjek dan bukan objek, dibutuhkan munculnya prototipe da`i partisipatif, yang mampu memfasilitasi masyarakat untuk memahami masalah, menyatakan pendapat, merencanakan dan mengevaluasi transformasi sosial yang mereka kehendaki dan akhirnya masyarakat pula yang menikmati hasilnya. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimy menilai, da`I tipe itu memegang peran penting dalam upaya pengentasan masyarakat dari kejahilan dan penindasan, karena tanggung jawabnya tak sebatas pada pribadinya, melainkan juga pada masyarakatnya (t.t : 4). Temuan Dan Pembahasan 1. Strategi Pinbuk dalam Pemberdayaan Masyarakat Ada pun mengenai strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pinbuk Perwakilan Sumatera Utara sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Subhan Chair selaku Direktur (Wawancara, tanggal 6 September 2008), bahwa strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pinbuk Pusat yaitu dengan menggunakan beberapa strategi dengan prinsip pendekatan, yaitu:
6
1. Institusionalisasi, yaitu menumbuhkembangkan dan memperkuat kelembagaan/organisasi sosial ekonomi masyarakat sebagai agent pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. 2. Fungsionalisasi, yaitu peranan Pinbuk sebagai driving force (pendorong) atau dinamisator untuk memfungsikan dan memanfaatkan potensi lembaga masyarakat yang telah ada (termasuk lembaga pemerintah). 3. Integrasi, yaitu peran Pinbuk sebagai katalisator atau penjembatan untuk memperkuat dan memadukan mekanisme sesuai kesamaan tujuan dan target dari berbagai potensi masyrakat. 4. Ukhuah Muamalah, yaitu landasan gerakan dari bawah sehingga berakar atas dasar solidaritas masyarakat setempat. 5. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu landasan gerakan yang diarahkan melalui peningkatan kualitas SDM secara terus menerus pada setiap kebijakan dan kegiatan. 6. Barisan Semut, yaitu walaupun gerakan dimulai dari sesuatu yang” kecil” tetapi dengan komitmen kegotongroyongan yang sangat efektif, penuh pengertian, secara istiqamah akan mampu membuat “karya besar” untuk masyarakat sebagai implementasi ibadah kepada Allah SWT (Buku Profil Institusi). Bahwa strategi pemberdayaan masyarakat sebagaimana yang telah diuraikan diatas: pertama Institusionalisasi, yaitu dengan menumbuhkembangkan dan memperkuat kelembagaan/ organisasi sosial ekonomi masyarakat sebagai agent pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah dengan menumbuhkembangkan suatu lembaga yang bernama Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, sekaligus memperkuat keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. BMT adalah merupakan suatu lembaga yang diharapkan dapat mengantisipasi sekian banyak gurita rentenir yang menjerat umat Islam. BMT adalah lembaga yang menghimpun dana umat baik berupa simpanan (investasi), infaq, shadaqah, zakat, hibah dari umat Islam. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada umat Islam yang membutuhkannya melalui pinjaman mudharabah, musyarakah atau kredit tanpa bunga (qardhul hasan) dengan sistem bagi hasil. Umpamanya, seorang pedagang kecil tukang bakso ingin mengembangkan dagangannya, tapi ia tidak mempunyai modal. Untuk itu ia bisa meminjam modal kepada BMT dengan perjanjian keuntungan akan di bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Pinjaman dengan sistem bagi hasil ini disebut dengan “Sistem Mudharabah”. Strategi yang kedua, fungsionalisasi, yaitu Pinbuk berperan sebagai pendorong (driving force) atau dinamisator untuk memfungsikan dan memanfaatkan potensi lembaga masyarakat yang telah ada (termasuk lembaga pemerintah). Strategi yang ketiga, Integrasi, yaitu peran Pinbuk sebagai katalisator atau penjembatan untuk memperkuat dan memadukan mekanisme sesuai dengan kesamaan tujuan dan target dari berbagai potensi masyarakat. Strategi yang keempat, Ukhuah Muamalah, yaitu landasan gerakan dari bawah, sehingga berakar kuat atas dasar solidaritas masyarakat setempat. Strategi yang kelima, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu landasan gerakan yang diarahkan melalui peningkatan kualitas SDM secara terus menerus pada setiap kebijakan dan kegiatan. Umpamanya lewat Pendidikan Kader Pelopor Pemberdayaan Masyarakat yang langsung di bawah koordinasi Institute for Coomuninity Leaders (ICL), yaitu suatu badan otonom yang terdapat di Pinbuk.
7
Dan strategi yang Keenam, Barisan Semut, yaitu walaupun gerakan dimulai dari sesuatu yang kecil tetapi dengan komitmen kegotongroyongan yang sangat efektif, penuh pengertian, secara istiqamah akan mampu membuat “karya besar” untuk masyarakat sebagai implementasi ibadah kepada Allah SWT. Pembahasan Penelitian Lapangan Berdasarkan hasil temuan penelitian, maka dapat dijelaskan bahwa Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) adalah merupakan sebuah LSM/LPSM yang juga melakukan aktivitas di bidang pemberdayaan, khususnya pemberdayaan dalam bidang sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan strategi pemberdayaan yang dilakukan, yaitu terdapat 6 prinsip pendekatan atau model, yaitu: Pertama, menumbuhkembangkan dan memperkuat kelembagaan swadaya masyarakat sebagai agent pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini Pinbuk menawarkan sebuah konsep yaitu Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang prakarsanya tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat, sedangkan Pinbuk berfungsi hanya sebagai fasilitator. Kedua, Peranan Pinbuk sebagai pendorong ( driving Force) atau dinamisator untuk memfungsikan dan memanfaatkan potensi lembaga masyarakat yang telah ada (termasuk lembaga pemerintah). Peran ini telah dimainkan oleh Pinbuk dengan apik, sehingga dalam realitanya berbagai lembaga yang ada di masyarakat cukup dinamis dalam kiprahnya, hal ini ditandai dengan perkembangan dalam bidang ekonomi syari`ah dimana banyak kajian-kajian tentang ekonomi syari`ah yang dilakukan, munculnya berbagai lembaga keuangan syari`ah, dan lain sebagainya. Termasuk juga perhatian dari lembaga pemerintah terhadap bidang-bidang tersebut dalam bentuk dukungan, baik dalam bentuk material maupun spritual. Ketiga, Peranan Pinbuk sebagai katalisator atau penjembatan untuk memperkuat dan memadukan mekanisme sesuai kesamaan tujuan dan target dari berbagai potensi masyarakat. Peran ini juga terbukti terimplementasi di lapangan dimana berbagai program yang datang baik dari pemerintah maupun masyarakat dapat direspon dan direalisasi dengan baik. Program dari pemerintah disahuti oleh Pinbuk dengan merealisasikannya dalam bentuk antara lain pemberdayaan masyarakat, pelatihan-pelatihan, life skills, penanggulangan pengangguran dan lain sebagainya. Keempat, Gerakan dari bawah. Dalam hal ini realisasi yang dilakukan oleh Pinbuk adalah dengan mempersiapkan kader-kader pelopor pemberdayaan masyarakat. Mereka diberi pembekalan melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan, termasuk juga lewat pendidikan tertentu di bawah koordinasi sebuah badan otonom yang ada di Pinbuk, yaitu ICL. Out put atau kaderkader yang dilahirkan diharapkan untuk dapat melakukan banyak hal di tengah-tengah masyarakat, dalam rangka mengimplementasikan sesuatu yang mereka telah peroleh dalam berbagai event yang dilakukan khusus oleh Pinbuk kepada mereka. Kelima, Pengembangan SDM yang dilakukan secara terus menerus dalam berbagai eventevent yang ada. Pinbuk sudah melakukan banyak hal dalam kaitan ini. Apakah lewat seminar, pelatihan, workshop, studi banding, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan secara terus-menerus, meskipun masih saja lemah di bidang SDM. Keenam, Dimulai dari sesuatu yang kecil, tapi dilakukan secara gotong royong. Untuk mendirikan sebuah BMTmisalnya, dapat dimulai dari sesuatu yang secara ukuran dapat dikatakan kecil. Umpamanya Modal awalnya 20 juta, 40 juta dan 50 juta. Pendirinya 10-20 orang, kantornya yang kecil saja tidak usah yang besar, dan lain sebagainya. Dikerjakan secara
8
berjamaah atau bergotong royong, sehingga kebersamaan dalam memiliki dan tanggung jawab itu dapat terbangun. Strategi, pendekatan atau model yang dilakukan pinbuk dengan menumbuhkembangkan suatu lembaga bernama BMT adalah merupakan salah satu bentuk dakwah bil hal (DBH) yang populer saat ini, sekaligus juga barangkali dapat dikatakan sebagai strategi dakwah partisipatif, sebab proses menumbuhkembangkan lembaga tersebut melibatkan peran serta (partisipasi) dan prakarsa masyarakat, masyarakat sebagai subjek (pelaku) bukan dijadikan objek semata. Disamping itu juga dilakukan pendampingan, kemitraan, pelatihan dan lain-lain terkait keberadaan suatu lembaga yang telah ditumbuhkan agar dapat dikembangkan secara mandiri dan dipertahankan secara berkelanjutan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpukan bahwa Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) adalah sebuah LSM/LPSM yang juga melakukan aktivitas di bidang pemberdayaan, khususnya pemberdayaan dalam bidang sosial ekonomi masyarakat. Terdapat beberapa strategi yang ditempuh Pinbuk dalam rangka pemberdayaan masyarakat tersebut. Salah satunya dengan menumbuhkembangkan dan memperkuat kelembagaan/organisasi sosial ekonomi masyarakat sebagai agent pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini Pinbuk melahirkan suatu produk yang bernama Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu suatu lembaga keuangan mikro yang dioprasionalkan dengan prinsip-prinsip syari`ah. BMT tumbuh atas prakarsa dan swadaya masyarakat. Upaya menumbuhkembangkan suatu lembaga tersebut melibatkan peran serta (partisipasi) masyarakat, jadi masyarakat diperlakukan bukan hanya sebagai objek, tetapi juga sekaligus sebagai subjek. Hal ini sesuai dengan pendekatan atau paradigma baru pembangunan yang bersifat bottom up atau lapisan grass root. Dalam perspektif dakwah, upaya tersebut dikenal dengan istilah dakwah bil hal (DBH). Sedangkan strategi yang dilakukan dapat dikatakan sebagai strategi dakwah partisipatif atau dakwah pemberdayaan masyarakat.
DAFTAR BACAAN Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intlektual Muslim, Yogyakarta : Sipress, 1993. Amrullah Ahmad, (Ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : PLP2M, 1985. Anwar arifin, Strategi Komunikasi Politik Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2003. Aryono Suyono, Kamus Antropologi, Jakarta : Akademika Pressindo, 1985. Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1984. Bagong Suyanto, Pemberdayaan Komunitas Marginal di Perkotaan, Tulisan dalam Buku Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005.
9
Chusmeru, Komunikasi di Tengah Agenda Reformasi Sosial Politik, Bandung : Alumni, 2001. Endang Saefuddin Anshori, Wawasan Islam, Jakarta : Rajawali, 1990. Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, 1984. Irwan Nasution, Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Agama, Artikel dalam Jurnal Tarbiyah No. 13, September 1996. Kamil Kertapraja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, Jakarta : Yayasan Mas Agung, 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : Balai Pustaka, 1990. Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya, 2000. Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, Jakarta : Hidakarya Agung. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu pengantar Studi, Jakarta : Bumi Aksara, 1993. Mansour Fakih, Dakwah, Siap yang diuntungkan ? dalam Pesantren, No. 4/Vol.IV/1987. Masdar F. Mas`udi, Dakwah membela kKepentingan Siapa ? dalam Pesantren, No. 4/ Vol. IV/ 1987. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimy, Mau`zhat Al Mu`minin I, Beirut : Dar Al Fikr, t.t. Musthofa As Siba`I, Sistem Masyarakat Islam, Jakarta : Pustaka Al-Hidaya, 1987. Onny S. Priyono dan A.M.W Pranarka, Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta : CSIS, 1996. Quraisy Shihab, Membumikan Alqur`an, Bandung : Mizan, 1998. Raharjo Adisasmita, Membangun Desa Partisipatif, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006. Rusli Lutan, Analisa Dampak Sistem Nilai Budaya Terhadap Eksistensi Bangsa, Bandung : Angkasa, 2001. Soekirman, Visi dan Misi LSM, Artikel dalam Buletin Humaniora No. 3 Tahun 1991. Syamsulbahri, Tantangan dan Peluang Pengembangan Masyarakat, Tulisan dalam Buku Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005. Zaenal Mukarom, Pengantar Metode Riset Aksi, Bandung : KP Hadid, 1999.
10