PERANCANGAN ALAT TANGKAP LOBSTER DENGAN PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN FUNCTION ANALYSIS SYSTEM TECHNIQUE (FAST) SERTA MANFAATNYA TERHADAP KLASTER INDUSTRI PERIKANAN (STUDI KASUS : KOMUNITAS NELAYAN PACIRAN) Mohammad Ali Akbar Felayati, Sri Gunani Partiwi
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak
Permasalahan teknologi tangkap nelayan merupakan salah satu faktor utama penyebab lemahnya daya saing bangsa di dunia perikanan. Minimnya penelitian pengembangan alat tangkap yang aplikatif di bidang industri penangkapan komoditas laut mengakibatkan stagnasi kuantitas penangkapan produk laut dan penggunaan bahan-bahan berbahaya yang lebih instan. Salah satu komoditas laut yang menjadi unggulan adalah Lobster. Lobster memiliki nilai jual tinggi akan tetapi eksplorasinya masih minim karena tidak adanya alat tangkap yang spesifik. Wilayah Paciran adalah salah satu wilayah pesisir Laut Jawa dengan komoditas tangkap lobster tersebut. Pada saat musim lobster tiba, alat tangkap yang digunakan terbatas pada alat tangkap berupa bubu dan jaring yang bukan merupakan alat tangkap lobster. Mengacu pada permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mendesain alat tangkap spesifik untuk menangkap lobster yang sesuai dengan ukuran perahu kecil nelayan Paciran. Perancangan alat tangkap lobster dilakukan dengan metode Quality Function Deployment (QFD) untuk mendapatkan kebutuhan nelayan dan Function Analysis System Technique (FAST) untuk mengembangkan kekuatan teknis berupa fungsi yang lebih detail dan spesifik. Minimasi cost yang dikeluarkan dalam proses pembuatan alat dilakukan pada tahap menginovasi dengan metode FAST berdasarkan komponen dengan cost terbesar dengan menggunakan pendekatan analisis value. Alat yang telah dihasilkan kemudian diprediksi pengaruhnya terhadap kinerja klaster industri perikanan dengan menggunakan causal loop diagram untuk mengetahui indikator-indikator kinerja yang berubah. Dalam penelitian ini, didapatkan alat tangkap lobster spesifik yang secara prinsip telah memenuhi kriteria alat tangkap pasif dan mampu menangkap lobster secara spesifik.
Kata kunci: QFD, FAST, Value dan Pengaruh Klaster ABSTRACT Fisherman Catching Technology is one of the most influence factor decreasing Indonesia Fisherman’s competitiveness. Less of the catching tools technology development research in fish catching industry cause quantity stagnation and use of the instant hazardous tools. One of the sea commodity with the superior characteristic is Lobster. Lobster has a high price but minimum exploration because there is no specific catching tool for it. Paciran is one of the coastal area in Laut Jawa with lobster commodity. In lobster season, the catching tools limited to the bubu and net that don’t exist for catching lobster. Based on the problem, this research held for designing the new specific lobster catching tools that suitable for the little boat. Designing the lobster catching tools use the Quality Function Deployment (QFD) approach to get the need of the fisherman and Function Analysis System Technique (FAST) to develop the technical power in detail and specific function. Cost minimization in innovation step using FAST method based on the highest costing component using the value engineering approach. Exist tools influence is than predicted for the fishery industrial cluster performance using causal loop diagram to identify the influenced index. Result In this research is the specific lobster catching tools that fulfill the principle criteria of the passive catching tools and specific able to catch lobster. Keywords: QFD, FAST, Value and Cluster Influence
1. Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah perairan Laut terluas di dunia. Luas Wilayah lautnya melebihi luas wilayah daratannya yaitu seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,7 juta km2 perairan Nusantara dan 3,1 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif sehingga luas total keseluruhan perairan Indonesia mencapai 70% dari seluruh Luas Wilayah Indonesia. Menurut Budiharsono (2001), Luas Wilayah perairan Indonesia memiliki potensi sebesar 6,26 juta Ton ikan per tahun (belum termasuk ikan hias) sehingga dapat dikatakan potensi eksplorasi sangat besar. Akan tetapi teknologi yang minim membuat nelayan Indonesia memiliki kapasitas tangkap yang kecil dibandingkan kapasitas tangkap Negara lain yang cukup besar. Sebagai contoh Rusia 140 kg/nelayan/hari, Jepang 75 kg/nelayan/hari, USA 100 kg/nelayan/hari sedangkan rata-rata nelayan Indonesia hanya memiliki kapasitas tangkap rata-rata sebesar 5,5 kg/nelayan/hari (Anonim,2010). Beberapa permasalahan di atas menjadi dasar untuk melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan keunggulan tangkap di wilayah perairan Indonesia, khususnya di pantai Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur dengan objek tangkapan utama adalah Lobster karena memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kanna (2006) didapatkan data tentang potensi sumber daya udang laut yang ada di beberapa wilayah di Indonesia dan Potensi yang telah dimanfaatkan seperti yang tertulis pada tabel 1.1. Dapat dilihat bahwa potensi lobster yang telah dimanfaatkan di laut Jawa hanya mencapai 7,7% dari seluruh potensi maksimal yang ada di Laut Jawa. Selain itu, berdasarkan luas wilayah yang ada, disebutkan dalam proposal tesis yang ditulis oleh Hadi (2007) bahwa luas lautan Indonesia secara keseluruhan mencapai 1.097.000.000 km2 dan di dalamnya terdapat luas habitat Lobster mencapai 6782,48 km2 atau sekitar 0,62%. Dari seluruh luas wilayah ini pula didapatkan data bahwa hanya 60% yang telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia.
Tabel 1.1 Potensi Sumber Daya dan Pemanfaatan Udang Lobster
Kode
Daerah
Luas Daerah (1000 km2)
Potensi tersedia (.000 Ton)
Potensi termanfaatkan (.000 Ton)
Tingkat Usaha (%)
01
Samudera Hindia dan Barat Sumatera
615.87
734.8
205
27.90%
02
Selatan Jawa
384.49
234
196
83.76%
03
Selat Malaka
543.09
330.5
311
94.10%
04
Timur Sumatera
396.48
241.3
15
6.22%
05
Utara Jawa
870.24
529.6
41
7.74%
06
Bali dan Nusa Tenggara
543.09
330.5
311
94.10%
07
Selatan dan Barat Kalimantan
201.18
122.4
72
58.82%
08
Paparan Sunda Selat Malaka dan Timur Kalimantan
491.82
299.3
127
42.43%
09
Sulawesi Selatan
576.42
357.9
179
50.1%
10
Utara Selatan
697.86
424.7
22
5.18%
11
Maluku dan Papua
1992.12
786.4
18
2.29%
Total
7312.66
4391.4
1497
34.09%
(sumber : Iskandar Kanna, 2006)
Oleh karena itu, melihat potensi dan keterbatasan yang ada saat ini, selain melakukan peningkatan keunggulan tangkap juga perlu dilakukan pengelolaan metode tangkap serta peralatannya sehingga kekayaan yang ada dapat tereksplor secara optimal dalam jangka panjang. Hal ini dapat dicapai melalui pengembangan teknologi yang ramah lingkungan tetapi efektif dan efisien dalam membantu proses penangkapan. Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) menyebutkan bahwa saat ini tingkat pemanfaatan lobster di seluruh Indonesia baru mencapai 10% dari keseluruhan potensi yang ada sehingga masih sangat jauh di bawah potensi yang seharusnya. Potensi tersebut belum tergali secara optimal karena minimnya teknologi yang diterapkan di bidang pemanfaatan lobster itu sendiri. Dengan memperhatikan potensi kelautan pesisir Indonesia dan minimnya teknologi tersebut khususnya di wilayah Paciran, maka diperlukan
2
alat tangkap yang memadai dalam melakukan penangkapan udang karang (lobster) sehingga pada penelitian ini akan dilakukan inovasi perancangan alat tangkap lobster menggunakan pendekatan QFD dan FAST serta menganalisis pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan alat terhadap kinerja klaster industri perikanan. Dengan melihat kebutuhan adanya alat tangkap tersebut, maka dibutuhkan penelitian yang dapat meningkatkan kapasitas bersaing nelayan tradisional di Indonesia. Adapun beberapa tujuan yang lebih spesifik dari penelitian ini yaitu : 1. Membuat Rancangan alat tangkap lobster laut yang produktif, selektif , user friendly dan tidak merusak lingkungan 2. Membuat Prototype alat tangkap lobster 3. Melakukan eksperimen penangkapan 4. Menganalisis pengaruh alat bantu tangkap lobster terhadap perkembangan klaster industri perikanan di wilayah paciran. Agar penelitian yang dijalankan kali ini lebih fokus, maka beberapa batasan ruang lingkup yang diambil sebagai langkah memaksimalkan penelitian. Ruang lingkup yang diambil antara lain sebagai berikut : Uji coba alat dilakukan pada range waktu penelitian yang disediakan 2. Alat yang dirancang sampai pada tahap prototyping 3. Klaster industri yang menjadi amatan adalah klaster yang secara tidak langsung berkembang pada komunitas nelayan Paciran dengan mengacu pada penelitian yang telah ada sebelumnya 4. Model indikator kinerja yang akan dianalisis terbatas pada model konseptual yang telah ada. 5. Prediksi terhadap dampak alat terbatas pada analisis pengaruh keberadaan alat terhadap indikator yang ada menggunakan model causal loop diagram Sedangkan asumsi yang digunakan adalah tipe alat bubu representatif untuk dibandingkan dengan rancangan alat tangkap yang baru pada sisi mekanisme penangkapan. Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
1. 2. 3.
Didapatkan rancangan alat tangkap lobster Peningkatan perekonomian masyarakat melalui penangkapan lobster yang optimal Peningkatan inovasi alat tangkap lobster ataupun rajungan
4.
Peningkatan Kinerja Klaster Indutri Perikanan setelah diimplementasikan alat tangkap lobster yang baru.
2. Metodologi Penelitian Secara umum proses yang akan dilakukan dijabarkan melalui deskripsi kegiatan sebagai berikut : 2.1 Tahap Identifikasi Awal Tahap ini merupakan tahapan yang berisi tentang identifikasi awal dalam menangkap kebutuhan komunitas nelayan yang menjadi subjek kerja sama penelitian. Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukan eksplorasi kebutuhan alat tangkap bagi nelayan dengan disertai melakukan identifikasi kriteria tangkapan yang akan diambil sebagai objek penelitian. Selain itu pada tahapan ini juga dilakukan studi literature untuk memperkuat pemahaman tentang perancangan dan pengembangan produk maupun klaster industri secara lebih dalam. Tahap identifikasi awal ini sangat penting mengingat pendesainan alat tangkap berbeda dengan mendesain produk pada umumnya yang hanya didasarkan pada kebutuhan user. Desain yang ada juga harus mempertimbangkan secara lebih jauh tentang tangkapan yang akan dieksplorasi. 2.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data, dilakukan beberapa tahapan yang bersifat seri maupun paralel yaitu tahap pemilihan indikator klaster dan tahap menangkap kebutuhan nelayan melalui QFD yang dilanjutkan dengan tahap inovasi desain teknis. a. Tahap Pemilihan Indikator Kinerja Pada tahapan ini akan dilakukan proses seleksi indikator yang digunakan untuk diimplementasikan dalam mengidentifikasi pengaruh kinerja klaster industri perikanan. Metode yang akan dilakukan adalah dengan melakukan wawancara dan analisis mengenai model yang telah ada dan kemudian menentukan indikator apa saja yang digunakan. b. Tahap Identifikasi Kebutuhan Nelayan Tahap ini berkaitan dengan bagaimana menangkap kebutuhan nelayan dalam desain dengan menggunakan pendekatan QFD. Dalam melakukan identifikasi
3
kebutuhan nelayan, pertimbangan terhadap pengalaman dan bentuk-bentuk alat tangkap yang seudah ada akan menjadi pertimbangan yang cukup membantu. Pendekatan ini akan didukung dengan penggunaan kuisioner dan wawancara.
4
c. Tahap Inovasi Tahap ini merupakan tahap yang merupakan lanjutan dari QFD sehingga input yang dibutuhkan merupakan rancangan dalam HOQ yang didapatkan pada tahap sebelumnya. Tahap ini berguna untuk meningkatkan kapasitas teknis alat yang didesain dengan menerapkan prinsipprinsip inovasi yang ada dalam Value and FAST 2.3 Tahap Perancangan Prototipe Pada tahapan ini akan dilakukan perancangan prototype alat dan dilakukan validasi penggunaan alat. Validasi yang dilakukan akan mungkin juga dilakukan di luar wilayah perairan Pantura misalkan di wilayah pesisir selatan mengingat pesisir selatan merupakan perairan yang telah banyak dijumpai pemburu lobster. Dalam tahap ini juga dilakukan perbaikan teknis seperlunya apabila terdapat kegagalan fungsi teknis alat yang dihasilkan. 2.4 Tahap Perhitungan Pada tahap ini dilakukan perhitungan pengaruh kinerja klaster dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Selain itu, dilakukan perhitungan biaya produksi untuk satu alat. 2.5 Tahap Analisis Perancangan dan Pengaruh Kinerja Klaster Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap perancangan alat yang dilakukan dan pengaruh yang dihasilkan terhadap kinerja klaster industri perikanan. Dengan menggunakan model konseptual yang telah ada dan hasil perhitungan yang didapatkan, dilakukan perhitungan terhadap pengaruh kinerja klaster industri lobster. 3. Perancangan Produk Makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik dengan menggunakan Microsoft Word, font Times New Roman ukuran 11pt kecuali judul, abstrak dan alamat instansi, alignment justified, spasi tunggal, dalam dua kolom dimana jarak antar kolom 0,85 cm (0,33”). 3.1 Identifikasi Kondisi eksisting Nelayan Paciran bekerja melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal ukuran kecil yang memiliki dimensi luas antara
1,1 m x 4 m hingga 1,5 m x 9 m sehingga hasil tangkapan yang didapat tidak optimal karena kapasitas kapal yang minim. Minimnya kapasitas kapal yang sudah menjadi tradisi di tempat tersebut mengharuskan alat tangkap yang digunakan sebisa mungkin memiliki spesifikasi yang menyesuaikan dengan bentuk kapal. Dengan mengacu pada model klaster industri perikanan Jawa Timur pada penelitian yang dilakukan oleh Partiwi (2007), maka dapat dilihat pula bahwa beberapa stakeholder klaster tersebut terlibat secara langsung terhadap perkembangan industri perikanan di wilayah Paciran. Beberapa stakeholder yang saat ini telah terlibat secara aktif membangun wilayah Paciran dari berbagai sektor agroindustri laut antara lain sebagai berikut : a. Nelayan b. Pengepul c. PT Kelola Mina Laut, PT Bumi Menara Indah, PT Windika Utama, PT Tonga Tiur Putra dan PT Phillips Seafood Indonesia d. TPI Blimbing e. Rumah Makan Sekitar Wisata Bahari Lamongan dan Lamongan Shorebase f. Dinas Kelautan dan Perikanan Paciran g. Industri bahan baku alat dan perkakas h. Bank atau Lembaga Perkreditan Stakeholder yang terlibat aktif di atas saat ini mayoritas bergerak pada bisnis Rajungan, Ikan Teri dan Ikan besar (kakap, krapu dan lain-lain). Secara lebih spesifik terhadap kemungkinan perkembangan klaster industri lobster, maka gambaran terhadap proses bisnis lobster tangkap sebagai berikut :
Gambar 3.1 Aliran Pasokan Lobster
Proses aliran rantai Lobster dengan produk perikanan yang lain memiliki sedikit perbedaan. Terdapat perbedaan yang utama berkaitan dengan prinsip nilai dan volume yang diterapkan dalam menggali bahan baku dari nelayan. Terdapat dua tipe bahan baku kelautan yang diambil sebagai komoditi bisnis yaitu volume based dan value based. Kedua tipe bahan baku tersebut memiliki perbedaan yang
5
cukup signifikan, volume based product lebih banyak diambil oleh perusahaan dengan komoditi seperti ikan, udang dan rajungan sedangkan value based product banyak diambil oleh rumah makan atau eksportir secara langsung dengan produk seperti lobster dan ikan kerapu. 3.2 Voice of Customer Dalam melakukan proses mengidentifikasi Voice of Customer, dilakukan dua metode bersamaan yaitu wawancara dan kuisioner yang diberikan kepada nelayan di wilayah Paciran. Kusioner dan wawancara dilakukan dengan nelayan yang sebagian besar juga membuat alat. Dengan melakukan identifikasi awal sebelum memberikan kuisioner dan melakukan wawancara secara mendalam terhadap nelayan yang membuat alat, didapatkan beberapa atribut inisiasi yang potensinya besar untuk digali yaitu : Awet
Rumah makan/ perusahaan
Tidak Merusak Lingkungan
Kuantitas Tangkap Kemudahan Digunakan Kondisi Hidup Kemudahan dibawa
3.3 House of Quality House of Quality yang ada pada bagian ini akan menjelaskan tentang kebutuhan nelayan dan respon teknis yang dapat diberikan terhadap kebutuhan tersebut. Terdapat beberapa atribut yang telah ditangkap untuk kemudian diidentifikasi respon teknis yang tepat yang dapat diberikan untuk menjawab atribut kebutuhan yang ada. Dalam melakukan penyusunan HoQ, dilakukan beberapa modifikasi pada tahap VoC untuk mendapatkan analisis yang komprehensif terhadap kebutuhan nelayan. Relationship matrix merupakan matriks yang menggambarkan tentang hubungan antara respon teknis dan atribut yang ada pada alat yang dikembangkan. Hubungan tersebut digambarkan dengan adanya level hubungan pada setiap atribut dengan respon teknis yang dihasilkan. Pada relationship matrix ini terdapat tiga level hubungan antara atribut dengan respon teknis yaitu kuat (lingkaran), sedang (kotak) dan lemah (segitiga).
Atribut-atribut yang didapatkan sebagai inisiasi awal adalah atribut yang saling berkaitan antara nelayan, pemerintah, rumah makan / perusahaan dan petambak. Dalam perjalanan penelitian yang dilakukan, customer yang pada akhirnya dapat diidentifikasi adalah nelayan karena minimnya interaksi pemerintah dan rumah makan secara langsung terhadap proses penangkapan ikan di wilayah Paciran. Setelah dilakukan proses diskusi dengan narasumber terhadap atribut yang akan diproses lebih lanjut, didapatkan beberapa atribut yang akan menjadi atribut utama yang akan digali yaitu : 1. Kapasitas Tangkap 2. Keamanan Penggunaan 3. Keramahan Lingkungan 4. Kemudahan Dibawa 5. Ukuran
105.0%
105.0%
35.0% 33.0%
11.0%
99.1%
33.0%
38.9%
99.1% 9.1% 42.8%
13.0%
27.2%
81.6%
42.8% 81.6%
10.1% 33.0%
Harga bahan
35.0% 99.1%
116.6% 81.6%
Kerumitan desain
Atribut Konsumen Kapasitas Tangkap Keamanan Penggunaan Keramahan Lingkungan Kemudahan Dibawa Ukuran Selektivitas Awet Kemudahan Dibuat Kemudahan Diperbaiki Kondisi Tangkapan Hidup
Berat alat
Gambar 3.2 Atribut dan Stakeholder inisiasi
Material alat
Petambak Pemerintah
Mekanisme Penggunaan
Respon Teknis
Mudah Diperbaiki
Mekanisme Tangkap
Tabel 3.3 Relationship Matrix
Selektivitas Mudah Dibuat
Daya Tarik
Peningkatan pendapatan
Selektivitas Awet Kemudahan Dibuat Kemudahan Diperbaiki Kondisi Tangkapan Hidup
Dimensi Produk Besar
Ne
la y
an
Keamanan Digunakan
6. 7. 8. 9. 10.
27.2% 91.0%
30.3%
84.0%
28.0%
99.1%
Hubungan antara respon teknis yang satu dengan yang lain juga digambarkan pada matriks di bawah ini. Matriks Technical Correlation menggambarkan kekuatan hubungan antara satu respon teknis terhadap yang lain dalam bentuk hubungan positif atau negative. Dengan mengetahui bentuk hubungan respon teknis tersebut, maka dapat dilakukan prioritas manakah yang harus diutamakan dalam mewujudkan respon teknis yang ada dengan melihat pengaruhnya terhadap yang lain. Hubungan antara respon teknis dalam matriks
6
pada
yang tinggi sehingga atribut prioritas di awal bergeser.
Tabel 3.4 Technical Correlation Matrix
105.0%
35.0% 116.6%
33.0%
11.0%
99.1%
33.0%
38.9%
13.0%
99.1% 81.6%
Ukuran Selektivitas
Harga bahan
35.0% 99.1%
Keamanan Penggunaan Keramahan Lingkungan Kemudahan Dibawa
Kerumitan desain
105.0%
Daya Tarik
Atribut Konsumen Kapasitas Tangkap
+ + + + + + +
+
Berat alat
+
Material alat
Hubungan Negatif
Respon Teknis
Mekanisme Penggunaan
-
9.1%
27.2%
81.6%
42.8%
42.8%
81.6%
Awet Kemudahan Dibuat
27.2%
10.1%
Kemudahan Diperbaiki Kondisi Tangkapan Hidup
Di dalam matriks tersebut diketahui bahwa empat atribut teratas yaitu atribut kapasitas tangkap , kemudahan dibawa, ukuran ,dan keramahan lingkungan diikuti dengan empat respon teknis teratas yaitu dimensi produk besar,mekanisme tangkap, kerumitan desain dan harga bahan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konsistensi prioritas atribut masih dapat dipertahankan dengan dibuktikan munculnya empat atribut tersebut kecuali atribut keramahan lingkungan.
- +
Mekanisme Tangkap
Hubungan Positif
Dimensi Produk Besar
+
33.0%
91.0%
30.3%
84.0%
28.0%
99.1%
Setelah diketahui hubungan antara respon teknis satu terhadap yang lain serta atributnya, maka dilakukan penyusunan House of Quality yang menggambarkan secara keseluruhan korelasi atribut dan respon teknis yang ada dengan melakukan penjumlahan terhadap semua baris maupun kolom. Dengan demikian, dapat diketahui semua prioritas pada atribut maupun prioritas respon teknis yang telah mengandung kekuatan hubugan dengan atribut maupun respon teknis yang lain.
Sesuai dengan kebutuhan prioritas atribut dan respon teknis yang didapatkan, maka respon teknis yang kemudian menjadi prioritas untuk mewujudkan empat atribut prioritas hasil House of Quality adalah respon teknis berupa dimensi produk besar, mekanisme tangkap, kerumitan desain dan harga bahan. Keempat respon teknis tersebut akan menjadi prioritas terbesar untuk setidaknya memprioritaskan adanya empat atribut utama dan beberapa atribut tambahan (atribut dengan level prioritas di atas 3).
Keramahan Lingkungan Kemudahan Dibawa Ukuran Selektivitas Awet Kemudahan Dibuat Kemudahan Diperbaiki
35.0% 99.1% 116.6%
81.6%
9.1%
Harga bahan
Kerumitan desain
Raw Normalized Weight Raw Weight
3.6
1.5
5.4
33.0%
11.0%
3.4
1.5
5.1
11.02%
99.1%
33.0%
13.0%
11.66%
4
1.5
6
12.96%
3.4
1.5
5.1
11.02%
1.2
4.2
9.07%
27.2%
81.6%
3.5 2.2
1
2.2
4.75%
81.6%
27.2%
3.5
1.2
4.2
9.07% 10.11%
42.8%
10.1%
Kondisi Tangkapan Hidup 33.0% Total Score 318.8% 157.8% Prioritas 20.02% 9.91% Ranking 1 5
Relative Importa nce Sales Index Point
35.0% 38.9%
99.1%
42.8%
Berat alat
Material alat
105.0%
Mekanisme Penggunaan
105.0%
Mekanisme Tangkap
Atribut Konsumen Kapasitas Tangkap Keamanan Penggunaan
Daya Tarik
Respon Teknis
Dimensi Produk Besar
Tabel 3.5 Matriks House of Quality + Hubungan Positif - -+ ++ + - Hubungan Negatif + + + + + +
91.0%
30.3%
84.0%
28.0%
99.1% 293.5%
108.2%
147.7%
132.2%
254.0%
180.1%
18.43%
6.80%
9.28%
8.30%
15.95%
11.31%
2
8
6
7
3
4
1.2
4.68
3.6
1.2
4.32
3.4
3.9
1.5
5.1
11.02%
46.3
100.00%
1592.4% Total
Salah satu output HoQ yang kemudian menjadi masukan dalam metode FAST adalah beberapa respon teknis yang menjadi prioritas dalam melakukan perancangan alat. Untuk mengetahui seberapa jauh pergeseran prioritas atribut dibandingkan dengan jawaban respon teknisnya, dilakukan analisis menggunakan matriks hirarki atribut dan respon teknis. Dengan menggunakan matriks tersebut, dapat diketahui beberapa atribut dan respon teknis yang memiliki level hubungan kuat dan konsistensinya untuk diwujudkan. Hal ini dilakukan karena atribut yang memiliki banyak korelasi terhadap respon teknis meskipun bukan prioritas akan memliki nilai prioritas atribut
9.33%
3.4 Value Engineering Penggambaran matriks nilai yang merupakan distribusi cost dalam komponen alat berfungsi untuk mengetahui proporsi cost tertinggi komponen dan fungsi yang ada dalam sebuah produk. Dalam mendesain matriks nilai berikut ini, performance yang merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan value sebuah alat menjadi salah satu indikator yang tidak digambarkan secara kuantitatif karena alat yang ada secara spesifik belum dapat digunakan secara riil dalam operasional yang rutin. Tabel 3.5 Matriks Value Engineering Function
Respon Teknis Komponen
M en en tu ka nB M en en en tu tu k ka nU M en ku arik ran Ke da M tan en ga ah nL an ob Lo ste bs M te em r rK pe elu rm ar ud M ah em Lo as bs an te gA rM lat as M uk en gg ab un gk an M en Ra gik ng at ka Lip ata Tid nR ak an M gk em a ilik iF To un tal gs Co i st (da lam 00 0)
digambarkan
Kerangka 100 175 60 Umpan 50 Pintu Jebakan 20 10 Pengait 6 4 Pengait Umpan 3 Pengait Lampu 4 Sambungan Las 100 Sambungan kaitan 10 Jaring 50 Dudukan 10 Pengunci 2 3 Pintu Pengambilan 5 Total Level korelasi 12 9 9 6 9 16 6 18 6 Number of Connected Comp. 2 1 1 2 1 4 2 2 2 Total (dalam 000) 110 175 50 70 10 15 110 63 9 Weighting Value 530 875 250 250 50 53 330 315 27 %Total 0.1978 0.32649 0.09328 0.09328 0.01866 0.019776 0.123134 0.117537 0.010075 Target Cost 121.03 199.813 57.0896 57.0896 11.4179 12.10299 75.35821 71.93284 6.165672 High or Low High High Komponen
Technical Correlation matriks di bawah ini :
335 50 30 10 3 4 100 10 50 10 5 5
612 2680 1 612
Number of Connected % Total Function 62.50% 9.33% 5.60% 1.57% 0.34% 0.45% 11.19% 1.12% 5.60% 1.12% 0.63% 0.56% 100.00%
Total Level Korelasi 3 1 2 2 1 1 1 1 2 1 2 1
15 5 10 8 3 3 3 3 3 3 6 3
Weighting Value 1675 250 150 42 9 12 300 30 150 30 17 15 2680
Actual Target Comp. Comp. High or Cost Cost Low 382.5 335 High 57.08955224 50 34.25373134 30 9.591044776 10 2.055223881 3 2.740298507 4 68.50746269 100 High 6.850746269 10 34.25373134 40 6.850746269 10 3.882089552 5 3.425373134 5 602
Distribusi Komponen Biaya yang seharusnya
Matriks di atas merupakan matriks yang didapatkan dengan membuat peta biaya terhadap fungsi dan komponen yang dihasilkan. Pemetaan biaya dilakukan berdasarkan pada
7
banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan komponen tertentu dan pentingnya fungsi yang direncanakan. Fungsi yang kritis belum tentu memiliki proporsi biaya yang besar. Hal ini diakibatkan yang memberikan kontribusi besar dalam menyerap biaya adalah besarnya usaha yang dikeluarkan untuk mewujudkan fungsi tersebut sehingga rujukan membagi proporsi biaya tersebut berdasar pada tingginya biaya komponen dan proses yang dikeluarkan. Selain membuat peta biaya yang dikeluarkan sesuai dengan komponen yang dibutuhkan, peta biaya yang dikeluarkan juga dipetakan berdasarkan tingkat kepentingan fungsinya dengan warna yang berbeda. Warna merah digunakan untuk menunjukkan tingkat kepentingan tertinggi komponen terhadap pemenuhan fungsinya diikuti warna kuning untuk level tengah dan hijau untuk level terendah 3.5 Function Analysis System Technique Function Analysis System Technique Diagram yang didapatkan merupakan Fungsi yang berhasil dijabarkan secara hierarki untuk memenuhi pertanyaan How Why yang diungkapkan dalam menemukan solusi yang tepat terhadap tujuan dibuatnya alat yaitu menangkap lobster. Hirarki fungsi alat dibuat secara bertingkat dengan tingkatan fungsi tertinggi (high order function) ada pada bagian paling kiri diagram dan tingkatan fungsi terendah (low order function) pada bagian paling kanan. Garis tebal yang menghubungkan garis fungsi di tengah menandakan bahwa fungsi yang ada tersebut merupakan fungsi utama (basic function) yang tidak boleh dihilangkan. Kurangi Lobster keluar
Beri Dudukan Stabilkan alat pada posisi
When
Pasang Rumbai
Pasang Corong Lentur
Pasang di Kerangka
Perbesar Ruang Tangkap
Peringan Berat
Gunakan Cahaya Dekatkan Lobster
Gunakan Pemikat Gunakan Umpan
Perbesar Diameter Kerangka
Perbesar Pintu Perbanyak Lobster masuk
Why Sederhanakan Lipatan
Sederhanakan Pengoperasian
Perbanyak Pintu
Mengambil Lobster dari Alat
Perbanyak Lobster terjebak di Alat
Efektifkan Proses Penangkapan
Kurangi Mekanisme Teknik
Minimalisir Komponen Penunjang
Minimalisir Sambungan korosif
Permudah Penangkapan
Pergunakan Anti Karat
Buat Alat
Tentukan tipe alatnya
Susun Kerangka
Gabungkan Kerangka
Tentukan Bentuknya
Tentukan Bahan
Menentukan Bentuk
Menarik Kedatangan
Mempermudah Lobster masuk
Menggabungkan Rangka
Menentukan Ukuran
Menahan Lobster keluar
Memasang Alat
Mengunci Alat
Gambar 3.6 FAST Diagram
Beri Dudukan
Pasang di Kerangka Taruh di dasar
Stabilkan alat pada posisi
Beri Pemberat Taruh Di samping
Perberat Kerangka
Pertahankan Hidup
Beri Sekat Perbanyak Lobster terjebak di Alat
Tentukan pembagian kebutuhan ruang
Perhatikan kemudahan alat dibentuk
Sesuaikan dengan bentuk lekukan
Perbesar Diameter Kerangka
Perbesar Ruang Tangkap
Sesuaikan dengan bentuk alat
Cari Bentuk terbesar
Perbesar Kerangka
Pengembangan spesifik
Gambar 3.7 Diagram FAST Fungsi Perbanyak Lobster Terjebak Minimalisir Sambungan korosif
Gunakan Bahan Pelapis
Perpanjang Umur Alat Pergunakan Anti Karat
Buat Alat
Tentukan tipe alatnya
Susun Kerangka
Gabungkan Kerangka
Tentukan Bentuknya
Gunakan Bentuk Terbaik
Tentukan Bahan
Gunakan Bahan anti karat
Gunakan Logam Anti Karat Gunakan Bahan Non Logam
Kunci Sisi samping Perhatikan hasil penelitian mengenai bentuk
Tentukan Kebutuhan Keawetan Tentukan Kemampuan Harga Tentukan Toleransi Berat
Pengembangan spesifik
Gambar 3.8 Diagram FAST Fungsi Perbanyak Lobster Terjebak
Diagram FAST di atas menjelasakan tentang beberapa fungsi yang secara spesifik dijabarkan untuk mendapatkan kualitas teknis yang lebih detail. Pembuatan diagram FAST secara detai ini merupakan penjabaran secara hirarki terhadap fungsi yang dinilai kritise sehingga didapatkan fungsi-fungsi deskriptif yang lebih detail dan dapat diinovasikan sehingga cost yang dikeliuarkan dapat diminamalisir
Perpanjang Umur Alat
Sederhana kan Bentuk
Beri Sekat Tangkap Lobster dari Laut
Gunakan Material ringan
Perkecil Ukuran
Beri Pemberat Perberat Kerangka
Pertahankan Hidup
Pasang Sliding
Tinggikan Letak Pintu
Perbesar Kerangka
How
Persulit Keluar dari Pintu
FAST diagram tersebut telah dipetakan sesuai dengan fungsi-fungsi kritis yang berperan penting terhadap performansi alat dan yang menyerap cost tertinggi. FAST diagram berikutnya adalah FAST diagram yang secara spesifik menjabarkan fungsi tertentu secara detail setiap fungsi yang menyerap cost tertinggi sebagai berikut :
Pahami Karakteristik Lobster
Kunci Sisi samping
4. Analisis Konsep Terpilih Dengan melakukan konsep scoring hingga dua level,didapatkan hasil bahwa konsep B1A2A3 merupakan konsep terpilih yang akan dikembangkan. Scoring konsep yang dilakukan merupakan scoring dengan kriteria berupa kapasitas tangkap, kemudahan dibawa dan ukuran sebagai kriteria favorit yang merupakan hasil dari HOQ. Penggunaan kriteria baru
8
berupa atribut kemudahan dibuat menjadi atribut seleksi yang ditambahkan ketika scoring mengalami kendala untuk menitikberatkan pada salah satu konsep. Screening Concepts yang ada di bawah ini. Tabel 4.1 Scoring Concepts Level Kedua Concepts Scoring Concepts 2 Kriteria utama
Kapasitas Tangkap Kemudahan Dibawa Ukuran Keramahan Lingkungan Kemudahan Dibuat
6 B1A2B3 Rating
Weight
4 4 4 4 3
0.11663 0.11015 0.09071 0.12959 0.10108 2.09158
8 B1A2A3 Rating
Weight
4 4 4 4 4
0.11663 0.11015 0.09071 0.12959 0.10108 2.19266
Atribut yang signifikan dapat membedakan
Dikembangkan
Setelah didapatkan atribut dan respon teknis prioritas dalam QFD dan dijabarkan lebih dalam pada diagram FAST berdasarkan fungsinya masing-masing, maka atribut, respon teknis dan komponen yang ada dijabarkan dalam morphology chart. Morphology chart yang dihasilkan merupakan chart yang berbeda dengan morphology chart pada umumnya yang ada pada metode QFD. Chart yang dihasilkan pada dua kombinasi metode ini merupakan chart yang telah disempurnakan dan mengalami seleksi secara terstruktur melalui proses value analysis dan FAST sehingga alternatif yang didapatkan tidak lagi berorientasi hanya pada atribut mentah yang didapat pada proses QFD tetapi juga telah mempertimbangkan kemampuan buat dan nilai ekonomis yang dikeluarkan. Dengan demikian, beberapa komponen dalam morphology chart yang dinilai tidak terlalu signifikan memberikan nilai tambah terhadap alat dapat dieliminir untuk dijadikan alternatif. Pada proses seleksi dan screening yang dilakukan, konsep yang terpilih adalah konsep B1A2A3 yang menggunakan komponen berupa penggunaan kerangka berbentuk buku terbuka, pintu lunak dan jebakan pintu kerucut. Alternatif ini dipilih berdasarkan kriteria atribut yang memiliki nilai terbesar karena dianggap paling mampu memenuhi kriteria tersebut. Secara spesfik, trade off yang terbesar pada aspek pemilihan ini dihadapi pada pemberian nilai untuk komponen pintu lunak atau pintu keras. Pintu lunak akan memudahkan proses melipat dan membawa alat tangkap akan tetapi mengurangi performance alat dalam membuat lobster masuk karena sedikit kurang kokoh untuk memudahkan lobster masuk. Sebaliknya untuk pintu keras, akan sangat memudahkan
lobster masuk akan tetapi mempersulit alat untuk dibawa. Pintu lunak terpilih dibentuk lingkaran dengan harapan bentuk tersebut akan menyesuaikan dengan bentuk lingkar perut lobster yang berbentuk lingkaran pipih ketika melesat menangkap makanan. Upaya untuk melakukan proses seleksi secara ketat kemudian dilakukan dengan memanggil atribut sebelumnya yang didiamkan yaitu atribut kemudahan dibuat. Dengan menggunakan pertimbangan bahwa alat yang ada diorientasikan pada penggunaan secara mandiri oleh nelayan, maka pintu lunak menjadi opsi yang lebih dipentingkan karena lebih mudah direalisasikan dengan hanya melakukan modifikasi rajutan jaring. Beberapa konsep tambahan pada alat seperti penggunaan penerangan belum dapat dimaksimalkan karena keterbatasan teknologi yang ada saat ini sehingga yang dilakukan adalah pendekatan kreativitas untuk mencari alternatif pengganti penerangan berupa penggunaan cat fosfor. Konsep yang terpilih sebagai berikut :
Gambar 4.2 Prototipe Alat Tangkap
Pada tinjauan ergonomi alat yang ada, secara spesifik tidak dimasukkan ke dalam desain alat dengan bahasa eksplisit berupa tingkat ergonomis alat akan tetapi lebih dipermudah pembahasaannya. Penekanan sudut pandang ergonomis dilakukan pada atribut kemudahan dibawa dan keamanan penggunaan alat sehingga alat lebih bersahabat dengan nelayan. 5. Analisis Manfaat Klaster Setelah mendapatkan rancangan alat tangkap dengan menggunakan pendekatan Quality Function Deployment dan Function Analysis System Technique, maka kemudian analisis mengenai keberadaan alat digambarakan dengan menggunakan causal loop analysis mengenai pengaruhnnya. Analisis
9
pengaruh alat tangkap lobster digambarkan dengan causal loop sebagai berikut : Komplain kualitas produk olahan -
Pendapatan Pemerintah + + Daerah + + Akses + penangkapan +
+ Jumlah bantuan pemerintah
Jumlah industri + sampingan
Harga jual dari nelayan + + + Ketersediaan alat tangkap +
Jumlah Komplain Lingkungan +
Pendapatan Pemerintah dari Ekspor
+
-+
+
+ Jumlah tangkapan sekali melaut
Jumlah Pencemaran akibat Pengelolaan Lobster +
+ Jumlah Persaingan + Nilai Rendemen Alami -
+ Kualitas Jumlah Institusi Penelitian yang terlibat + +
+ +Penelitian Tangkap
+
Tangkapan
+ Jumlah nelayan lobster -
Kuantitas penangkapan lobster +
+
Jumlah Eksportir +
Pendapatan Nelayan
Jumlah Perguruan Tinggi Relevan +
+ Harga Jual Produk -
+ Revealed + Comparative Index
Tenaga Kerja terserap + +
Jumlah Rumah Makan +
+ - - Pendapatan Rumah Makan atau Perusahaan +
Pasar + Pangsa +
Jumlah bahan - baku lobster ++
Total Penjualan + Lobster
Jumlah Usaha Perbankan +
+
Jumlah Habitat Lobster
+ + Jumlah Lembaga Pemerintah yang terlibat
+ Jumlah Usaha Pendukung +
Potensi Jumlah Perusahaan yang terlibat
+ + Budidaya + lobster + + Pendapatan per kapita non nelayan
Gambar 5.1 Causal Loop Diagram Pengaruh terhadap indikator klaster industri
Pada mulanya, ketersediaan alat tangkap mengakibatkan pada peningkatan jumlah tangkapan lobster yang didapatkan oleh nelayan. Peningkatan jumlah tangkapan inilah yang kemudian menyebabkan perubahan berbagai variabel lain yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan peningkatan jumlah nelayan. Kedua hal ini saling berhubungan karena dengan meningkatnya pendapatan nelayan yang mampu menangkap lobster, maka nelayan yang akan diprediksi mengikuti cara yang sama juga akan meningkat. Dengan menggunakan IKK yang ada pada penelitian sebelumnya secara spesifik, peningkatan jumlah tangkapan lobster akan menjadi kunci pengaruh terhadap kinerja social, lingkungan, ekonomi maupun proses bisnis internal dalam beberapa hal. 6. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil sesuai dengan tujuan penelitian yang ditetapkan di awal antara lain sebagai berikut : 1. Rancangan alat tangkap lobster yang dihasilkan secara konsep telah mampu memenuhi kriteria produktif berupa kemampuan menangkap alat dalam kuantitas yang melebihi alat tangkap sebelumnya, user friendly dalam penggunaannya dengan penerapan sistem mekanik yang minim dan ramah lingkungan dengan adanya sistem tangkap pasif (perangkap). 2. Selektivitas alat dalam proses penggalian atribut tidak menjadi atribut yang diunggulkan sehingga kriteria ini menjadi kriteria yang didiamkan dan dipanggil pada akhir realisasi prototipe dengan mendesain ukuran jaring lebih lebar.
3. Penerapan kombinasi metode QFD dan FAST merupakan pendekatan yang tepat dalam melakukan proses perancangan alat yang memiliki keunggulan akomodasi kebutuhan konsumen dan penguatan kemampuan teknis melalui pendefinisian fungsi yang rinci 4. Inovasi komponen yang menghasilkan cost tertinggi dalam proses value engineering merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan komponen terbaik yang ekonomis 5. Prototipe Alat tangkap berhasil dibuat secara visual maupun fisik sesuai dengan metode yang diimplementasikan dan telah memenuhi kaidah prinsip alat tangkap pasif yaitu ketertarikan terhadap umpan, kemudahan masuk dan kemudahan keluar 6. Ekperimen alat dilakukan di beberapa tempat dengan hasil yang didapatkan berupa 2 lobster, 2 kerang dan 2 ubur-ubur 7. Komoditi Lobster yang diharapkan tertangkap dalam jumlah besar belum memenuhi harapan secara eksperimen karena saat ini bukan merupakan musim lobster akan tetapi secara prinsip mekanisme alat telah memenuhi 8. Prediksi pengaruh alat dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram dengan pelaku inti utama yang telah disesuaikan yaitu Rumah Makan kawasan WBL, Rumah Makan kawasan Lamongan Shorebase dan Eksportir-Eksportir 9. Ketersediaan alat tangkap lobster secara bertahap akan mampu memberikan kontribusi pendapatan nelayan yang cukup signifikan. Pertumbuhan pendapatan akan mendorong adanya pelaku pendukung lain yang berpartisipasi sehingga memungkinkan terbentuknya klaster industri Lobster dengan karakteristik yang berbeda dengan industry perikanan bertipe volume based Sedangkan saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan perancangan alat tangkap lobster sebagai berikut : 1. Kunci keberhasilan perancangan alat dengan melibatkan nelayan ada pada kemampuan berkomunikasi dengan bahasa daerah nelayan tersebut berasal dan tidak terpaku pada format-format akademis sehingga penggalian kebutuhan lebih maksimal
10
2. Uji coba alat akan tepat dilakukan sesuai dengan musim penangkapan lobster yang ada sehingga seharusnya uji coba dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang merupakan musim penangkapan lobster. Dengan mengacu pada hal tersebut, maka diperlukan survey awal berkaitan dengan kapan musim penangkapan lobster tersebut dimulai 3. Perlu adanya perancangan alat angkat fleksibel yang ekonomis untuk melakukan pengambilan alat dari dasar laut sehingga lebih mudah diangkat 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membuat permodelan sistem yang menggambarkan pengaruh alat lebih detail dan menyeluruh dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik ataupun yang lain 5. Perlu adanya uji empiris alat tangkap eksisting dengan alat tangkap baru agar dapat dibandingkan efektivitas dan efisiensinya secara kuantitatif 7. Daftar Pustaka Anggrahini, D., 2010. Perancangan Mesin Sizing Teri Nasi Berdasarkan Prinsip Length Grader dengan Menggunakan Quality Function Deployment. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Anonim, 2010. Wartawarga. [Online] Available at: http://wartawarga.gunadharma.ac.id [Accessed 29 Februari 2011]. Anonim,
2011. Cetak.Kompas.com. [Online] Available at: http://cetak.kompas.com/read/2010/02/02/1 1272373/harga.lobster.rp.450.000.per.kilogr am [Accessed 25 February 2011].
Cohen, L., 1995. Quality Function Deployment : How To Make QFD Work For You. Canada: Addison-Wesley Publishing Company. Crow, K., 2002. Value Analysis and Function Analysis System Technique. [Online] Available at: http://www.npdsolutions.com/va.html [Accessed 3 Maret 2011]. Dananjaya, R., 2009. Perancangan Alat Bantu Pemindah Air Minum dalam Galon ke Dispenser dengan Metode Etnografi dan QFD. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Departemen Kelautan Dan Perikanan, 2004. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Dewaningsih, M., 2010. Home: Mengelola Potensi Laut. [Online] Available at: http://www.ambonekspres.com/index.php?a ct=news&newsid=29266 [Accessed 10 Maret 2011]. Dieter, G.E., 2000. Engineering Design. 3rd ed. Singapore: McGraw-Hill. Diniyah & Lesmana, A., 2004. Dua Konstruksi Krendet yang Berbeda dalam Pemanfaatan Sumber Daya Spiny Lobster. Ekawati, P., 2008. Perancangan Alat Pengering Ikan yang Memanfaatkan Tenaga Surya Berdasarkan Quality Function Deployment. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Elliot, M., 2006. Seafood Watch-American Lobster. Monterey Bay Aquarium. Everett, J.T., 1972. Inshore Lobster Fishing. Fishing Facts-4, p.26. Febrianto, E.A., 2009. Perancangan Gerobak Sampah yang Ergonomis denagn Menggunakan Metode Kansei Engineering dan Quality Function Deployment. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Gaspersz, V., 2001. Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadi, N., 2007. Analisis Pengaruh Pemberian Pakan dan Suhu dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Reproduksi Lobster mutiara (P. Versicolor) Serta Lobster Batik (P. Penicillatus) dengan Sistem Bak Terkontrol. Proposal Thesis. Universitas Pattimura. Kanna, I., 2006. Lobster : Penangkapan Pembesaran Pembenihan. Jakarta: kanisius. Komnas Kajiskan, 2006. Hasil Evaluasi Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan., 2006. Lakshitta, A., 2010. Perancangan Jumbo Bag dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Teoriya Resheniya Zadatch (TRIZ) dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Bongkar Muat Pada Penggunaan Kapal Time Charte. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Laksmi, A., 2010. Perancangan Ulang Kompor Bioethanol dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) & Theoriya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
11
Moosa, M.K. & Aswandi, I., 1984. Udang Karang (panulirus spp) dari Perairan Indonesia. pp.1-23. Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya. Partiwi,
S.G., 2007. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Schumpeter, J.A., 1911. Theorie der wirtschaftlichen Entwicklung. Selliger, G., n.d. Product Innovation - Industrial Approach. Berlin: Institute for Machine Tools and Factory Management, Technical University Berlin, Germany. Setyono, D.E.D., 2006. Budidaya Pembesaran Udang Lobster (Panulirus Spp). Tambunan, J.K.H., 2011. Laut Biru.com. [Online] Available at: http://ikanmania25.blogspot.com/2011/01/p erangkap-lobster.html [Accessed 3 Maret 2011]. Tarwaka, Shobichul, H. & Liliek, S., 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan produktivitas. Surakarta: Uniba Press. Taufik, T., 2010. apa itu klaster industri. [Online] Available at: http://klasterindustri.blogspot.com/2008/12/apa-ituklasterindustri.html?utm_source=feedburner&utm _medium=feed&utm_campaign=Feed:+Kla sterIndustri+(Klaster+Industri) [Accessed 16 Februari 2011]. Ulrich, K.T. & Elpinger, S.D., 2001. Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknika. Wignjosoebroto, S., 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: PT. Guna Widya.
12