7 PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI Var. CIHERANG ANTARA TEKNIK KONVENSIONAL DAN SRI DENGAN PEMBERIAN STRES AIR RINGAN DAN PUPUK LEWAT DAUN PADA FASE REPRODUKTIF GROWTH AND YIELD OF RICE Var. CIHERANG BETWEEN CONVENTIONAL AND “SRI” TECHNIQUES UNDER APPLICATION OF MODERATE WATER STRESS AND FOLIAR FERTILIZATION DURING REPRODUCTIVE PHASE Wayan Wangiyana *1), Ratna Dwi Pramurti 2) dan Astam Wiresyamsi 1) 1)
Dosen pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UNRAM 2) Alumni Fakultas Pertanian UNRAM *) Email:
[email protected];
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ditujukan untuk mengevaluasi pengaruh stress air ringan dan pemberian pupuk lewat daun pada fase reproduktif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi var. Ciherang, antara teknik budidaya konvensional dan “SRI” (System of Rice Intensification), dengan melakukan percobaan pot di rumah kaca, dari Nopember 2007 sampai Maret 2008. Percobaan ditata menurut Rancangan Acak Lengkap dengan tiga faktor perlakuan, yaitu sistem atau teknik budidaya padi (Konvensional dan “SRI”), stress air (tanpa dan dengan stress ringan), dan pemberian pupuk lewat daun (tanpa pupuk, Urea dan Gandasil B). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi yang nyata antara sistem dan pemberian pupuk lewat daun terhadap berat 1000 butir gabah. Dari tiga faktor perlakuan yang diuji, sistem memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap variabel yang diamati, di mana teknik SRI menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan produktif serta laju pertambahan jumlah daun dan anakan yang lebih tinggi, sebaliknya berat 1000 butir gabah yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan teknik konvensional. Sementara itu, perlakuan pemberian pupuk lewat daun pada fase reproduktif tidak berpengaruh terhadap variabel yang diamati, sedangkan stress air ringan hanya berpengaruh nyata terhadap hasil gabah, yaitu menurunkan hasil. Mengingat lebih rendahnya hasil gabah kering dan ada kecenderungan lebih tingginya jumlah anakan produktif pada kondisi stres air ringan selama fase reproduktif, maka perlu dicari solusi untuk mengurangi jumlah anakan produktif yang terlambat, selain mencari jenis pupuk daun, serta dosis dan konsentrasinya yang tepat, yang dapat memacu proses pengisian biji pada padi. ABSTRACT The objective of this research was to examine the effects of moderate water stress and foliar fertilization during the reproductive period on growth and yield of rice var. “Ciherang” between conventional and SRI (System of Rice Intensification) techniques of growing rice, by conducting a pot experiment in a glasshouse, from November 2007 to March 2008. The experiment was designed according to Completely Randomized Design, with three treatment factors, i.e. system or rice growing technique (conventional and “SRI”), water stress (with and without moderate water stress) and foliar fertilization (without and with Urea and Gandasil B). Results indicated that there was a significant interaction between system and foliar fertilization on weight of 1000 seeds. From the three treatment factors tested, system had the most dominant effects on observation variables, in which the “SRI” technique resulted in higher leaf number, productive tillers and daily rates of increase in leaf and tiller numbers, but less weight of 100 seeds, compared with those of conventional technique. In contrast, foliar fertilization during reproductive stage did not show significant effects on any observation variables, whereas moderate water stress showed a significant effect only on weight of 1000 seeds, i.e. reducing it. Considering the lower grain weight and a tendency of higher productive tiller number due to moderate water stress, it is necessary to find how to reduce late productive tillers contributing to less fulfilled grains in addition to finding types of foliar fertilizers, including their best dosage and concentration, by which seed filling process can be improved and accelerated. __________________________________ Kata kunci: padi, SRI, konvensional, pupuk daun, stress air Keywords: rice, SRI, conventional, foliar fertilization, water stress
Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
8 PENDAHULUAN Pertambahan penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan beras sebagai bahan pokok utama yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan merupakan sumber energi utama penduduk Indonesia. Di sisi lain, untuk memperoleh beras yang berkualitas baik dalam jumlah yang memadai semakin sulit, karena berkurangnya luas lahan pertanian yang ada, khususnya lahan sawah beririgasi. Oleh karena itu, produksi padi perlu terus ditingkatkan untuk mengimbangi jumlah penduduk yang terus bertambah. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi padi yaitu melalui intensifikasi pertanian (Nurmala, 2003). Indonesia pernah mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 adalah berkat program intensifikasi khusus (INSUS) pada budidaya padi sawah, yang dilaksanakan pemerintah melalui program Bimas (bimbingan masal, yang dimulai tahun 1965). Mulai tahun 1986, program INSUS ditingkatkan menjadi Supra Insus, dengan melakukan penambahan komponen intensifikasi, seperti penggunaan benih unggul bersertifikat, pengelolaan hama/penyakit terpadu, pemupukan berimbang dan penyediaan kredit, selain penerapan komponen lain panca usahatani. Namun sejak tahun 1995, peningkatan produktivitas padi mulai mengalami stagnansi (”levelling-off”), dan bahkan di berbagai lokasi telah terjadi penurunan. Dengan teknik konvensional ini, yaitu teknik intensifikasi padi sawah yang telah biasa dilakukan oleh petani, di NTB hanya bisa dicapai hasil rata-rata 4,3 – 5,7 ton/ha (Gani et al., 2002). Oleh karena itu perlu ada terobosan teknologi baru untuk meningkatkan produksi padi sawah. Salah satu teknik baru dalam intensifikasi pertanian untuk budidaya padi adalah yang dikenal dengan teknik SRI (System of Rice Intensification). Teknik SRI merupakan teknik budidaya padi sawah hemat air, karena pemberian air secara bergantian (intermittent) antara genangan tipis dan kering, terutama selama fase vegetatif (Uphoff et al., 2002). Teknik SRI ditemukan oleh Fr Henri de Laulanie tahun 1983-an dari hasil percobaannya bertahun-tahun di Madagaskar, yang merupakan teknik budidaya padi sawah yang berbeda dengan teknik konvensional tetapi dapat secara signifikan menaikkan hasil padi. Praktek budidaya padi dengan teknik SRI lebih mengutamakan pengelolaan kondisi zone perakaran tanaman padi sehingga menjadi lebih baik daripada teknik konvensional, yaitu tidak selalu anaerob karena genangan, sehingga menjadi lebih kondusif bagi perkembangan mikrobia, baik yang bersifat W. Wangiyana dkk: Pertumbuhan dan hasil padi …
aerob maupun anaerob, karena ada proses pengeringan tanah (Berkelaar, 2001; Uphoff, 2003). Kondisi defisit air karena kekeringan pada umumnya dilaporkan menurunkan hasil tanaman, tetapi sangat tergantung pada fase pertumbuhan tanaman saat terjadi kekeringan, terutama bagi varietas yang rentan terhadap kekeringan atau defisit air. Pada jagung, penurunan hasil dapat mencapai lebih besar dari 50% jika defisit air terjadi pada saat tanaman telah memasuki fase reproduktif, tetapi hanya 12-15% jika defisit air terjadi pada awal fase vegetatif (Claassen dan Shaw, 1970). Pada padi sawah, dengan teknik SRI, walaupun terjadi pengeringan pada fase vegetatif, namun hasil gabah bisa secara sangat signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan teknik konvensional, yang salah satunya karena jumlah anakan dan anakan produktif yang secara sangat signifikan lebih tinggi pada teknik SRI (Wangiyana et al., 2006). Pada lahan sawah yang sudah beberapa tahun ditanami padi dengan teknik SRI, yang berarti terjadi pergantian kondisi tanah antara kering dan basah selama fase pertumbuhan vegetatif tanaman padi, dapat terjadi perbedaan hasil yang berlipat antara teknik konvensional dan SRI. Perbedaan hasil yang tinggi antara kedua teknik budidaya padi juga dilaporkan terjadi di Madagaskar di mana pada lahan sawah yang telah diterapkan teknik SRI secara kontinyu selama 8 tahun, dilaporkan seorang petani memperoleh hasil gabah 2,74 ton pada sawah seluas 13 are, yang berarti 21 t/ha; sementara dengan teknik konvensional, rata-rata hanya 2,6 t/ha pada petakan di sebelahnya (Uphoff, 2002). Bila defisit air terjadi selama fase reproduktif, dari hasil penelitiannya pada padi hibrida, Yang et al. (2002, 2003) melaporkan bahwa dapat terjadi peningkatan laju pengisian biji, pemberian defisit air ringan pada fase reproduktif meningkatkan laju pengisian biji. Menurut Sinclair dan de Wit (1975), untuk pengisian biji dan peningkatan laju fotosintesis selama fase pengisian biji, tanaman biji-bijian membutuhkan pasokan N yang cukup, dan banyak jenis tanaman memobilisasi N daun ke biji sehingga mempercepat penuaan daun. Laju remobilisasi juga dipengaruhi oleh keadaan air, seperti dilaporkan Yang et al. (2001) dari hasil penelitian pada tanaman gandum (Triticum aestivum L.), bahwa peningkatan stres (defisit) air setelah fase berbunga meningkatkan laju remobilisasi C dari organ vegetatif ke biji selama fase pengisian biji, selain meningkatkan laju degradasi klorofil dan menurunkan kandungan N pada daun. Namun demikian, defisit air tetap menurunkan hasil biji pada tanaman yang diberi
9 dosis pupuk N normal, tetapi sebaliknya, pada tanaman yang diberi dosis N tinggi, defisit air meningkatkan hasil biji. Dalam kaitan dengan pupuk N, Poshtmasari et al. (2007) juga melaporkan bahwa peningkatan dosis N meningkatkan laju remobilisasi berat kering ke biji pada tiga kultivar tanaman padi. Bila proses remobilisasi dari daun ke biji mempercepat penuaan daun, maka pemberian pupuk lewat daun akan efektif memulihkan kondisi tanaman (Novizan, 2002), seperti yang dilaporkan Wangiyana et al. (1997), bahwa pemberian pupuk daun selama fase reproduktif pada tanaman kedelai secara signifikan meningkatkan hasil biji. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian stress air ringan dan pupuk yang mengandung N lewat daun selama fase reproduktif tanaman padi varietas Ciherang yang ditanam dengan teknik budidaya SRI (System of Rice Intensification) dan konvensional. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental, dengan melakukan percobaan penanaman di pot di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Mataram mulai bulan Nopember 2007 sampai dengan Maret 2008. Rancangan percobaan Percobaan ditata menurut Rancangan Acak Lengkap, dengan tiga faktor perlakuan yang ditata secara faktorial, yaitu teknik budidaya padi, dengan dua taraf perlakuan (SRI dan konvensional), stres air ringan selama fase reproduktif, dengan dua taraf perlakuan (tanpa dan dengan stres air ringan), dan pemupukan lewat daun selama fase reproduktif, dengan tiga taraf perlakuan (tanpa pemupukan daun, dengan Urea dan dengan Gandasil B). Pemberian pupuk lewat daun ini dilakukan 4x sejak berbungan setiap 10 hari, dengan konsentrasi 5 g/L air. Dengan mengkombinasikan ketiga faktor perlakuan diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yang masing-masing dibuat dalam tiga ulangan. Pelaksanaan percobaan Penyiapan benih dan bibit.-- Benih padi yang digunakan adalah varietas Ciherang yang didapat dari Balai Benih Induk Narmada. Benih yang disemai hanya yang bernas, maka dilakukan pemisahan benih dengan mencelupkan benih ke dalam larutan garam dapur (200 g/L), kemudian benih yang mengambang dibuang sedang yang tenggelam segera dibilas beberapa kali dengan air bersih, dan benih ini diambil sebagai benih yang bernas. Benih bernas ini kemudian dimasukkan ke dalam air hangat dan
dibiarkan berendam selama 48 jam, kemudian diperam dalam kertas tissue lembab selama sehari supaya berkecambah. Kecambah ini disemai, dan ditumbuhkan di pesemaian selama 10 hari pada pesemaian tidak tergenang, untuk bibit padi teknik SRI, dan 21 hari pada pesemaian tergenang, untuk bibit padi teknik konvensional. Media tanam dan penanaman.-- Tanah untuk media tanam pengisi pot diambil dari lapisan olah pada sawah petani di desa Jempong (Pagesangan). Setelah dikering-anginkan dan ditentukan kadar lengas kering angin dan kapasitas lapang, dilakukan pengisian pot sebanyak 7,8 kg/pot dengan asumsi jarak tanam 20x20 cm2. Sehari sebelum pindah-tanam, tanah di pot diberi pupuk dasar yang terdiri atas Urea 0,4 g/pot (sepertiga dari dosis anjuran 300 kg/ha), SP-36 dan KCl masing-masing 0,6 g/pot (dosis anjuran 150 kg/ha), dengan mencampur pupuk ini dengan lapisan tanah bagian atas. Setelah itu tanah disiram sampai mencapai kondisi macak-macak. Pemeliharaan tanaman.-- Setelah pindah tanam, air di pot dibiarkan macak-macak selama seminggu, kemudian untuk teknik SRI selama fase vegetatif, dilakukan proses pengeringan (tanah dibiarkan mengering), selama seminggu, kemudian diairi lagi sampai macak-macak (bergantian antara macak-macak dan kering), sedangkan untuk teknik konvensional, tanah digenangi dengan mempertahankan tinggi genangan 5-10 cm. Pemupukan N susulan dilakukan dua kali, yaitu umur 25 dan 45 hari setelah tanam (hst), masing-masing dengan sepertiga dosis pupuk Urea. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama, yaitu walang sangit, dengan menyemprotkan larutan Decis 2,5 EC (0,19 ml/L). Pemanenan.-- Panen dilakukan setelah malai mencapai masak panen, yaitu umur 115 hari setelah semai (hss). Variabel pengamatan Variabel yang diukur meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan, yang diamati pada umur 30, 40, 50 dan 60 hss, dan berat kering jerami, jumlah anakan produktif, panjang malai, persentase gabah hampa, berat 1000 butir gabah berisi, dan berat gabah berisi kering giling, yang diamati setelah panen. Analisis data Data dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA) menggunakan program CoStat ver. 2,01 dan diuji lanjut dengan Beda Nyata Jujur Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
10 pada taraf nyata 5%. Perkembangan jumlah daun, tinggi tanaman, dan jumlah anakan diukur dengan nilai koefisien ”slope” dari persamaan regresinya terhadap umur tanaman saat pengamatan, yaitu dari umur 30 sampai 60 hss. Grafik ditampilkan berdasarkan nilai rata-rata dan standard error (± SE), berdasarkan Riley (2001). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis keragaman (ANOVA), yang dirangkumkan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa faktor sistem, yaitu teknik budidaya padi, memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap variabel pengamatan. Pemberian stress air ringan hanya berpengaruh nyata terhadap berat gabah berisi per pot, sedangkan pengaruh interaksi antar faktor perlakuan hanya nyata terhadap berat 1000 butir gabah, yaitu interaksi antara sistem dan pemberian pupuk lewat daun, dan panjang malai, yaitu interaksi antar ketiga faktor perlakuan (Tabel 1). Dari Tabel 2, yang merangkum data variabel pertumbuhan, dan Tabel 3, yang merangkum data hasil dan komponen hasil, dapat dilihat pengaruh mandiri (main effect) faktor sistem atau teknik budidaya padi. Teknik SRI tampak secara sigifikan memberikan jumlah daun dan anakan produktif, serta laju pertambahan jumlah daun dan jumlah anakan, yang lebih tinggi, tetapi sebaliknya memberikan berat 1000 butir gabah yang lebih rendah, dibandingkan dengan teknik konvensional. Bila dilihat dari pengaruh pemberian kondisi stres air ringan selama fase reproduktif, ternyata tidak signifikan terhadap pertumbuhan tanaman,
tetapi signifikan terhadap hasil gabah kering giling, di mana stres air menurun menurunkan hasil. Dari hasil-hasil penelitian tentang teknik SRI, stres ringan pada fase vegetatif, yang merupakan inti dari teknik SRI, ternyata meningkatkan hasil, terutama melalui peningkatan jumlah anakan dan anakan produktif (Uphoff et al., 2002; Uphoff, 2003; Wangiyana et al., 2006). Hasil penelitian Yang et al. (2001), dengan tanaman gandum, menunjukkan bahwa stres air pada fase reproduktif juga menurunkan hasil, tetapi dengan peningkatan dosis pupuk N, hasil bisa ditingkatkan. Dengan tanaman padi, Yang et al. (2002, 2003) melaporkan bahwa laju remobilisasi berat kering dan laju pengisian biji dipercepat dengan pemberian stres air ringan selama fase reproduktif. Bila dilihat dari pengaruh pemberian pupuk lewat daun selama fase reproduktif, yang ditujukan untuk memacu pengisian biji sambil memperlambat penuaan daun, ternyata hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata, terutama terhadap hasil gabah (Tabel 3). Menurut hasil penelitian Poshtmasari et al. (2007), peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan laju remobilisasi berat kering dari organ vegetatif ke biji pada beberapa varietas padi. Pada Tabel 2 tampak bahwa pemberian pupuk lewat daun selama fase reproduktif ternyata belum mampu meningkatkan hasil gabah, dan bahkan ada kecenderungan bahwa hasil gabah pada perlakuan tanpa pemberian pupuk selama fase reproduktif rata-rata lebih tinggi daripada yang diberikan pupuk Urea (Tabel 3).
Tabel 1. Ringkasan hasil analisis keragaman terhadap semua variabel pengamatan Variabel pengamatan: Jumlah daun 70hss Tinggi tan 70hss Laju jumlah daun Laju tinggi tan Laju jumlah anakan Panjang malai Anakan produktif Berat kering jerami Berat 1000 gabah %-Gabah hampa Berat gabah berisi (g/pot)
Sistem *** tn *** tn *** tn ** tn ** tn tn
Stres tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn *
Pupuk tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Sis*Str tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Sis*Ppk tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn
Str*Ppk tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Keterangan: tn = tidak nyata; * = berbeda nyata (p<0,05), ** = sangat nyata (p<0.01)
W. Wangiyana dkk: Pertumbuhan dan hasil padi …
Sis*Str*Ppk tn tn tn tn tn * tn tn tn tn tn
11
Ini memberi indikasi bahwa pemberian pupuk lewat daun dalam perlakuan ini belum cukup untuk meningkatkan laju pengisian biji. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis dan konsentrasi serta jenis pupuk yang lebih bervariasi. Bila dilihat dari pengaruh interaksi antara faktor sistem (teknik budidaya) dan pemberian pupuk lewat daun (Tabel 4), tampak bahwa Tabel 2.
Rata-rata jumlah daun 70 hss, laju pertambahan jumlah daun, tinggi tanaman 70 hss, laju pertambahan tinggi tanaman, laju pertambahan jumlah anakan dan berat kering jerami per pot, untuk setiap aras faktor perlakuan
Faktor perlakuan
Jumlah Daun 70 hss (helai)
Laju Tinggi Laju tinggi Laju jumlah jumlah Berat kering tanaman 70 tanaman anakan (badaun jerami (g/pot) hss (cm) (cm/hari) tang/hari) (helai/hari)
Teknik budida-ya (Sistem): Konvensional 149.8 b 1) SRI 201.4 a Stress air: Tanpa stres 178.8 a Stres ringan 172.4 a Pupuk daun: Tanpa pupuk 170.8 a Urea 167.1 a Gandasil B 188.9 a 1)
3.03 b 1) 3.95 a
108.1 a 1) 106.5 a
1.23 a 1) 1.21 a
0.81 b 1) 1.33 a
86.44 a 1) 80.82 a
3.55 a 3.42 a
103.4 a 111.2 a
1.19 a 1.25 a
1.07 a 1.06 a
85.21 a 82.05 a
3.41 a 3.29 a 3.76 a
106.2 a 111.9 a 103.9 a
1.28 a 1.23 a 1.15 a
1.07 a 1.02 a 1.12 a
81.70 a 83.48 a 85.70 a
Angka-angka pada kolom yang sama, yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata (p>=0,05 pada ANOVA) antar aras perlakuan pada setiap faktor
Tabel 3.
Rata-rata panjang malai, jumlah anakan produktif, berat 1000 butir gabah, persentase gabah hampa dan hasil gabah kering giling per pot, untuk setiap aras faktor perlakuan
Faktor perlakuan Teknik budidaya: Konvensional SRI Stres air: Tanpa stres Stres ringan Pupuk daun: Tanpa pupuk Urea Gandasil B 1)
perbedaan nyata hanay terjadi antara teknik konvensional dan SRI pada perlakuan pemberian pupuk Urea lewat daun, dengan rata-rata berat 1000 butir gabah yang lebih rendah pada teknik SRI dibanding teknik konvensional. Data ini lebih jauh memberikan indikasi bahwa dosis dan/atau konsentrasi maupun frekuensi pemberian larutan Urea lewat daun masih perlu ditingkatkan.
Rata-rata Jumlah anakpanjang malai an produktif (cm) (batang/pot)
Berat 1000 butir gabah (g)
Persentase Hasil gabah gabah hampa kering giling (% b/b) (g/pot)
20.5 a 1) 20.4 a
58.7 b 1) 71.0 a
22.09 a 1) 20.89 b
1.60 a 1) 1.59 a
56.15 a 1) 53.45 a
20.5 a 20.5 a
63.7 a 66.0 a
21.65 a 21.32 a
1.58 a 1.62 a
56.64 a 1) 52.96 b
20.4 a 20.7 a 20.3 a
66.8 a 64.6 a 63.2 a
21.28 a 21.65 a 21.53 a
1.57 a 1.59 a 1.63 a
55.30 a 52.87 a 56.23 a
Angka-angka pada kolom yang sama, yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata (p>=0,05 pada ANOVA) antar aras perlakuan pada setiap faktor
Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
12 tidak signifikan dampaknya terhadap hasil tanaman padi. Ini dapat dilihat dari sangat rendahnya nilai koefisien korelasi antara panjang malai dan hasil, baik dari segi kualitas, yang diwakili oleh berat 1000 butir gabah, maupun dari segi kuantitas, yang diwakili oleh hasil gabah kering giling per pot. Besarnya koefisien korelasi tersebut berturut-turut adalah r = 0,134 (p>0,10) antara panjang malai dan berat 1000 butir gabah, dan r = 0,177 (p>0,10) antara panjang malai dan berat gabah kering giling per pot. Oleh karena itu, mungkin yang lebih penting diukur adalah rata-rata jumlah gabah atau gabah berisi per malai.
Bila dilihat dari jumlah anakan produktif, dari Tabel 3 tampak bahwa teknik SRI memberikan sara-rata jumlah anakan produktif yang secara signifikan lebih tinggi daripada teknik konvensional, yaitu berturut-turut 71 dan 58,7 batang/pot (Tabel 3). Karena jumlah anakan produktif pada teknik konvensional jauh lebih rendah daripada SRI, maka diduga pemberian Urea lebih mencukupi untuk membuat gabah lebih bernas pada teknik konvensional daripada SRI, sehingga berat 1000 butir gabah lebih tinggi pada teknik konvensional (Tabel 4). Dilihat dari adanya interaksi yang nyata antar ketiga faktor perlakuan terhadap panjang malai (Gambar 1), diduga bahwa interaksi ini Tabel 4.
Pengaruh interaksi antara faktor sistem (teknik budidaya padi) dan pemupukan lewat daun terhadap rata-rata berat 1000 butir gabah kering
Teknik budidaya
Tanpa pupuk
Gandasil B
Konvensional
21.57 a
23.04 a
21.65 a 1)
SRI
20.99 ab
20.26 b
21.42 ab
BNJ 0,05
BNJ 0,05 1.61
1.33
Angka-angka pada baris atau kolom yang sama, yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata, baik antar kolom pada baris yang sama maupun antar baris pada kolom yang sama
Panjang malai (cm)
1)
Urea
23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 Tanpa pupuk
Urea
Gandasil B Tanpa pupuk
Tanpa stres air
Urea
Gandasil B Tanpa pupuk
Stres ringan Konvensional
Gambar 1.
Urea
Gandasil B Tanpa pupuk
Tanpa stres air
Urea
Gandasil B
Stres ringan SRI
Pengaruh interaksi antara ketiga faktor perlakuan terhadap rata-rata panjang malai
W. Wangiyana dkk: Pertumbuhan dan hasil padi …
13 KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada ruang lingkup penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Dari tiga faktor perlakuan yang diuji, sistem memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap variabel yang diamati, di mana teknik SRI menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan produktif serta laju pertambahan jumlah daun dan anakan yang lebih tinggi, tetapi sebaliknya berat 1000 butir gabah yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan teknik konvensional. Perlakuan pemberian pupuk lewat daun pada fase reproduktif tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Perlakuan stress air ringan pada fase reproduktif hanya berpengaruh nyata terhadap hasil gabah, yaitu menurunkan hasil. Ada interaksi yang nyata antara sistem dan pemupukan lewat daun terhadap berat 1000 butir gabah.
Saran Mengingat lebih rendahnya hasil gabah kering dan ada kecenderungan lebih tingginya jumlah anakan produktif pada kondisi stres air ringan selama fase reproduktif, maka perlu dicari solusi untuk mengurangi jumlah anakan produktif yang terlambat, selain mencari jenis pupuk daun, serta dosis dan konsentrasinya yang tepat, yang dapat memacu proses pengisian biji pada padi sawah, terutama yang dibudidayakan dengan teknik SRI. DAFTAR PUSTAKA Berkelaar, D., 2001. SRI, The System of Rice Intensification: Less can Be More. ECHO Development Notes 70(1). http://www.echotech.org/ Diakses: 29-112007. Claassen, M.M. and R.H. Shaw, 1970. Water Deficit Effects on Corn. II. Grain Components. Agron. J., 62: 652-655. Gani, A., T.S. Kadir, A. Jatiharti, I.P. Wardhana, I. Las, 2002. The system of rice intensification in Indonesia. In: The Assessment of the System of Rice
Intensification (SRI), Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1-4, 2002. Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta. 36 h. Nurmala, T., 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. PT Rineka Cipta, Jakarta. 16 h. Poshtmasari, H.K., H. Pirdashti, M. Nasiri and M.A. Bahmanyar, 2007. Study the Effect of Nitrogen Fertilizer Management on Dry Matter Remobilization of Three Cultivars of Rice (Oryza sativa L.). Pakistan J. Biol. Sci., 10: 3425-3429. Riley, J., 2001. Presentation of statistical analyses. Exp. Agric., 37: 115-123. Sinclair, T.R. and C.T. de Wit, 1975. Photosynthate and Nitrogen Requirements for Seed Production by Various Crops. Science, 189: 665-567. Uphoff, N., 2002. Changes and evolution in SRI methods. In: The Assessment of the System of Rice Intensification (SRI), Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1-4, 2002. Uphoff, N., 2003. Higher yields with fewer external inputs? The system of rice intensification and potential contributions to agricultural sustainability. International J. of Agric. Sustainability, 1: 38-50. Uphoff, N., S. Rafaralaby, and J. Rabenandrasana, 2002. What is The System of Rice Intensification. In: Assesment of The System of Rice Intensification (SRI). Proceeding of International Conference held in Sanya, China. 1-4 April, 2002. Wangiyana, W., I. G. M. Kusnarta dan I. G.L. Muliarta A, 1997. Peningkatan Hasil Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) melalui Pemberian Pupuk Daun pada Fase Reproduktif. Agroteksos, 6(4): 219-266. Wangiyana, W., I. Hidayat, Z. Aripin, I. Basa, H.T. Barus dan S. Sato, 2006. Efisiensi Penggunaan Air dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) antara Teknik Irigasi Konvensional dan Berbagai Modifikasi Teknik SRI (System of Rice Intensification). Hlm. 275-284. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Yogyakarta 5 Agustus 2006. Yang J., J. Zhang, Z. Wang, Q. Zhu, and L. Liu, 2001. Water Deficit-Induced Senescence Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008
14 and Its Relationship to the Remobilization of Pre-Stored Carbon in Wheat during Grain Filling. Agron. J., 93: 196-206. Yang, J., J. Zhang, L. Liu, Z. Wang, and Q. Zhu, 2002. Carbon Remobilization and Grain Filling in Japonica/Indica Hybrid Rice
W. Wangiyana dkk: Pertumbuhan dan hasil padi …
Subjected to Postanthesis Water Defisit. Agron. J., 94: 102-109 Yang, J., J. Zhang, L. Liu., Z. Wang, and Q. Zhu, 2003. Postanthesis Water Defisit Enhance Grain Filling in Two-Line Hybrid Rice. Crop Sci., 43: 2099-2108.