INTISARI KUALITAS PELAYANAN RESEP BERDASARKAN PERSPEKTIF KELUARGA PASIEN RAWAT INAP BPJS DI INSTALASI FARMASI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA PERIODE DESEMBER 2014 Ribka Selvia S1 ; Aditya Maulana Perdana Putra, M.Sc., Apt2 ; Nur Awalin, S.Si., Apt3. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan resep di depo inap BPJS IFRS Ratu Zalecha Martapura berdasarkan 5 dimensi kualitas pelayanan (bukti fisik/berwujud, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati) dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara harapan dengan kenyataan yang dirasakan keluarga pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 916 orang dengan jumlah sampel sebanyak 280 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji GAP (uji kesenjangan kualitas pelayanan), analisis Wilcoxon, dan analisis per dimensi. Hasil analisis uji GAP per pernyataan menunjukkan bahwa semua pernyataan memiliki kualitas sedang namun dengan nilai yang berbeda-beda, kecuali pernyataan ke-19 berdimensi kurang yang berbunyi ‘Tempat/ruang tunggu memiliki tempat duduk yang cukup’. Sedangkan hasil analisis uji GAP per dimensi menunjukkan bahwa semua dimensi berkualitas sedang dengan nilai terbaik pada dimensi jaminan dan nilai terburuk pada dimensi berwujud. Berdasarkan penelitian dengan analisis wilcoxon diperoleh nilai Sig=0,097 yang berarti tidak ada perbedaan antara harapan dan kenyataan yang dirasakan keluarga pasien. Kata kunci : Kualitas pelayanan, Instalasi Farmasi, GAP, RSUD Ratu Zalecha Martapura 1,2 3
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
RSUD Ratu Zalecha Martapura
ABSTRACT SERVICE OF RECIPES QUALITY BASED ON PERSPECTIVE BPJS INPATIENTS FAMILY IN INSTALLATION REGIONAL GENERAL HOSPITAL PHARMACY RATU ZALECHA MARTAPURA PERIOD DECEMBER 2014 Ribka Selvia S1 ; Aditya Maulana Perdana Putra, M.Sc., Apt2 ; Nur Awalin, S.Si., Apt3 Along with the development of science and technology in the sector of pharmacy has been transitioned orientation pharmacy service from medication management as commodity to comprehensive services (pharmaceutical care). This research is aims to knowing the quality of services prescription at the depo inpatient BPJS installation regional general hospital pharmacy Ratu Zalecha Martapura based on the five dimensions of service quality (tangibles, reliability, responsiveness, assurance, empathy) and find out if there differences between expectation and reality which felt by patients family. This research is descriptive. Population in this research is 916 people with a sample is 280 people. Instrument in use is a questionnaire. Analysis of data is used is GAP test (Test Gaps service quality), wilcoxon analysis, analysis dimension by dimension. GAP test analysis results per statement indicates that all statements have a medium quality but with different value, except statement to nineteen less quality which reads ‘place/waiting room has ample seating’. While the results of the analysis of GAP test per dimension indicates that all dimension have a medium quality with the best value in assurance and the worse value in tangiable. Based on the research by wilcoxon analysis obtained Sig=0,097 it means that there is no differences between expectation and reality which felt by patients family. Keywords : Quality of services, Pharmacy installation, GAP, Regional General Hospital Ratu Zalecha Martapura
1,2 3
Academy of Pharmacy ISFI Banjarmasin
Regional General Hospital Ratu Zalecha Martapura
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang Nomor 36 tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan upaya kesehatan, maka kesehatan ditunjang oleh fasilitas kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian merupakan sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat atau praktek bersama. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya bagian/divisi di rumah
sakit
yang
bertanggungjawab
penuh
atas
pengelolaan
dan
pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lain yang beredar dan digunakan rumah sakit. Instalasi rumah sakit bertanggungjawab terhadap kegiatan-kegiatan kefarmasian seperti perencanan, pemilihan, pengadaan, pengendalian mutu, penyimpanan, serta dispensing, pemantauan efek, pemberian informasi, mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan,
staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik yang berada dibawah pimpinan seorang apoteker yang dibantu oleh beberapa orang apoteker serta tenaga teknis kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004). Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya pelayanan Kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kefarmasian
telah
terjadi
pergeseran
orientasi
pelayanan
kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Indikator mengukur suatu mutu jasa pelayanan oleh Zeitharml dapat diuraikan pada 10 dimensi dasar, yang diringkas menjadi 5 dimensi pengukuran dan memberi kesan bahwa 10 dimensi yang asli adalah saling tumpang tindih satu sama lain sehingga Parasuraman telah membuat sebuah skala multi item yang diberi nama service quality/serqual. Menurut Parasuraman terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan, yaitu tangibles (dimensi berwujud), reliability (dimensi keandalan), responsiveness (dimensi daya
tanggap),
assurance
(dimensi
jaminan),
empathy
(dimensi
empati)
(Supriyanto dan Ernawaty, 2010). Hasil analisa kualitas pelayanan yang dilakukan oleh Aziza Aisyati, dkk (2007) di RSUD Wonogiri dengan menggunakan metode fuzzy-servqual menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di RSUD Wonogiri masih rendah. Dari lima dimensi kualitas pelayanan, tangible merupakan dimensi/faktor yang
paling
tidak memuaskan konsumen yaitu berdasarkan nilai TSQ
(Technical Service Quality) rata- rata paling negatif. Sedangkan empathy merupakan dimensi/faktor yang paling
memuaskan
konsumen,
karena
mempunyai nilai TSQ rata-rata yang paling kecil negatifnya Pada tahun 2014 diadakan program Jaminan Kesehatan Nasional, yaitu BPJS Kesehatan, dimana RSUD Ratu Zalecha menjadi salah satu tujuan rujukan pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit tipe A yaitu RSUD Ulin Banjarmasin. RSUD Ratu Zalecha Martapura melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Menurut observasi peneliti, pasien yang dirawat harus mendapatkan pelayanan intensif dan mendapatkan pelayanan yang lebih lama dan banyak dibandingkan pasien rawat jalan. Menurut beberapa pasien yang diobservasi secara acak oleh peneliti ada beberapa aspek dari pelayanan resep yang masih dianggap kurang contohnya tempat/ruang tunggu sewaktu mengambil obat. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana kualitas pelayanan resep rawat inap pasien BPJS di depo inap BPJS IFRS Rumah sakit Ratu Zalecha Martapura.