Efek Terapi Perasan Buah Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Aktivitas Protease Dan Ekspresi TNF-α Pada Jejunum Tikus (Rattus norvegicus) Inflammatory Bowel Disease (IBD) Hasil Induksi Indometasin The Effect of Chayotte (Sechium edule) Squeeze Therapy toward Protease Activity and TNF-α Expression of Inflammatory Bowel Disease (IBD) of Indomethacin Induction Rat’s (Rattus norvegicus) Jejunum Devy Ika Listyawati, Aulanni’am, Herawati Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected]
ABSTRAK Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan penyakit inflamasi pada saluran pencernaan. Inflammatory Bowel Disease (IBD) disebabkan oleh efek samping indometasin. Indometasin diberikan secara oral dengan dosis 15 mg/kg BB yang dapat menyebabkan inflamasi akut pada jejunum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi perasan buah labu siam (Sechium edule) dalam menurunkan aktivitas protease dan ekspresi TNF-α pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) setelah mendapat paparan indometasin. Tikus yang dipakai dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain Wistar berumur 8-12 minggu dengan berat 150-200 gram. Tikus dibagi menjadi 4 perlakuan, yaitu tikus kontrol, tikus yang diinduksi indometasin, tikus yang diinduksi indometasin dan diberi terapi perasan labu siam (Sechium edule) sebanyak 10 gram/ekor, dan tikus yang diinduksi indometasin dan diberi terapi perasan labu siam (Sechium edule) sebanyak 20 gram/ekor. Aktivitas protease diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri dan ekspresi TNF-α dengan teknik imunohistokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi perasan buah labu siam (Sechium edule) 10 gram/ekor dan 20 gram/ekor secara signifikan (p< 0,05) mampu menurunkan aktivitas protease dan ekspresi TNF- α. Nilai aktivitas protease pada kelompok terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan 20 gram/ekor yaitu 0,1462 ± 0,007588 µmol/ml.menit dan 0,1109 ± 0,001023 µmol/ml.menit. Ekspresi TNF-α kelompok terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor yaitu 1,7369 ± 0,3105 dan kelompok terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor yaitu1,1947 ± 0,2535. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terapi perasan buah labu siam (Sechium edule) dari 20 gram/ekor menurunkan aktivitas protease dan ekspresi TNF-α berturut-turut 44 % dan 61 %. Kata Kunci: Inflammatory Bowel disease (IBD), Indometasin, Labu siam (Sechium edule), Protease, Tumor necrosis factor (TNF-α) ABSTRACT Inflammatory Bowel Disease (IBD) is a digestive inflammatory disease caused the side effect of indomethacin. In this research, 15 mg/kg BW indomethacin was given orally could cause severe inflammatory in jejunum. The purpose of this study is to describe the effect of chayotte (Sechium edule) squeeze therapy in decreasing protease activity and TNF- α in rat’s (Rattus norvegicus) jejunum after being exposed indomethacin. The subjects of this research were 8-12- week-male Wistar strain rats, and weight 150-200 g. They were divided into four experimental groups, those were controlled-rats, indomethacin induced rats, indomethacin induced rats and chayotte (Sechium edule) squeeze therapy 10 gram/rat, and indomethacin induced rats and given chayotte (Sechium edule) squeeze therapy 20 gram/rat. Protease activity was measured by spectrophotometry method, whereas TNF- α was examined by immunohistochemistry method. The findings of study showed that chayotte (Sechium edule) squeeze therapy 10 gram/rat or 20 gram/rat could decrease protease activity and TNF-α expression significantly (p<0.05). The level of protease activity of 10 gram/rat and 20 gram/rat chayotte (Sechium edule) squeeze therapy group were 0.1462 ± 0.007588 µmol/ ml.minutes
and 0,1109 ± 0,001023 µmol/ml.minutes. The TNF-α expression for 10 gram/rat chayotte (Sechium edule) squeeze therapy group was 1.7369 ± 0.3105 and for the 20 gram/rat chayotte (Sechium edule) squeeze therapy group was 1947 ± 0.2535. It can be concluded that chayote (Sechium edule) squeeze therapy 20 gram/rat decreased protease activity and TNF-α expression of 44 % and 61 % respectively. Keywords : Inflammatory Bowel Disease (IBD), Indomethacin, Chayotte (Sechium edule), Protease, Tumor Necrosis Factor (TNF-α). PENDAHULUAN Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit inflamasi kronik yang menyerang saluran pencernaan (terutama di usus) (Xavier and Podolsky, 2007). Kasus IBD dapat terjadi pada manusia dan hewan. Kasus IBD pada manusia sering terjadi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Skandinavia dibandingkan dengan negara lain, dengan tingkat kejadian 4 sampai 10/100.000 orang pertahun (Neuman, M.G. and Nanau R.M, 2011). Di Indonesia tercatat sebanyak 2.812 pasien mengalami gejala IBD (seperti diare) dari tahun 1995-2001 (Tjaniadi et al., 2003). Kasus IBD pada anjing sangat rentan terjadi di Queen Mother Animal Hospital Inggris dari tanggal 1 Agustus 2003 sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 terdapat 546 anjing yang teridentifikasi IBD. (Kathrani et al., 2011). Namun di Indonesia masih belum ada data insidensi IBD yang jelas pada anjing. Inflammatory bowel disease (IBD) dibagi menjadi dua macam, yaitu Ulcerative Colitis (inflamasi kronik usus besar) dan Chron's Disease (inflamasi kronik usus halus) (Xavier and Podolsky, 2007). Respon imun dimulai ketika sel T CD8+ atau sel helper T CD4+ pada lumen usus mengenali antigen (Neuman, 2004). Peningkatan produksi sitokin proinflamasi terjadi terutama pada aktivasi makrofag di lamina propia (Yamada, 2005). Makrofag akan melepaskan reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) (Gommeaux et al., 2007; Burstein and Fearon, 2008). Produksi ROS berlebih dalam sel akan menyebabkan aktivasi NF-kB dan fosforilasi inhibitor NF-kB (IkB). IkB selanjutnya akan diagregrasi oleh sistem proteosome. Tidak adanya inhibitor bagi NF-kB, maka NF-kB berpindah menuju nukleus dan mengekspresi sitokin dan kemokin (IL-1, TNF-α dan lainlain) (Campbell et al., 2006). TNF-α merupakan sitokin utama pada respon inflamasi akut (Baratawidjaja K., 2006). Menurut Kumar et al., 2007, jika produksi
TNF-α yang berlebih pada sel akan menyebabkan adanya agregrasi dan aktivasi neutrofil serta pelepasan enzim protease. Protease merupakan enzim yang bersifat proteolitik sebagai respon pertahanan tubuh terhadap bahan patogen (Suryanto, 2003). Enzim protease yang berperan dalam kerusakan jaringan (Dunlop and Malbert, 2004). Penggunaan Non steroidal AntiInflammatory Drug (NSAIDs) seperti indometasin dapat menyebabkan terjadinya IBD. Dalam kerjanya indometasin akan menghambat siklooksigenase 1 (COX-1) yang berperan dalam pembentukan prostaglandin usus (Takeuchi et al., 2003). Terapi lain yang telah digunakan untuk IBD antara lain penggunaan kortikosteroid seperti Prednisone, Budesonide, dan Hidrocotisone. Tetapi pada saat ini obat-obat tersebut sudah mulai jarang digunakan karena tingginya insidensi dan keparahan efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian dalam jangka waktu yang lama (Morrow and Roberts, 2001). Beberapa penelitian telah menggunakan tanaman herbal antara lain curcuma, rosemary (Rosmarinus officinalis), rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dan daun kedondong (Lannea coromandelica) yang mengandung antioksidan berupa polifenol seperti flavonoid (Aulanni’am, 2012). Penggunaan tanaman herbal menjadi salah satu alternatif dalam pengobatan inflamasi yang dinilai lebih aman dari segi efek samping dan toksisitas (Awang, 2009). Salah satu tanaman herbal yang mengandung senyawa flavonoid adalah labu siam (Sechium edule) (Sateesh et al., 2012). Labu siam biasanya dijadikan sebagai bahan untuk membuat ramuan obat tradisional (Juliyanto, F., 2010). Labu siam memiliki efek diuretik, antimikrobial, dan antihipertensi (Manaf, 2010). Selain mengandung flavonoid, labu siam mengandung saponin, alkaloid dan tanin (Pratiwi, 2011). Melihat kandungan labu siam
tersebut diperkirakan labu siam memiliki manfaat untuk terapi penyakit IBD. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek terapi perasan labu siam (Sechium edule) dalam menurunkan aktivitas protease dan ekspresi TNF-α pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) setelah mendapat paparan indometasin. MATERI DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak pemeliharaan hewan coba, seperangkat alat bedah, gelas objek, labu takar (10 mL, 100 mL, 500 mL, 1000 mL), pipet tetes, gelas ukur 100 mL, gelas kimia (50 mL, 250 mL, 500 mL, 1000 mL), pengaduk kaca, mortar, mikro pipet (10 µL, 20 µL, 200 µL, 1000 µL), rak tabung reaksi, penangas air, waterbath, stirer, eppendorf, tabung polipropilen, lemari pendingin, pH meter digital, penjepit, seperangkat alat sentrifugasi, inkubator, vortex, Sonikator, spektrofotometri UV, mikroskop cahaya (Olympus BX-51), oven, saringan, parutan, autoclave, spuit. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus), Indometasin dengan dosis 15 mg/kg BB tikus, air perasan buah labu siam dosis 10 gram/ekor dan dosis 20 gram/ekor, minyak jagung, PBSAzida, KCl, KH2PO4, NaCl, Na2HPO4.H2O, NaOH, PBS-Tween : PMSF (Poly Methyl Sulfonyl Fluoride) 1:9, pasir kwarsa, Etanol 70%, Etanol 80%, Etanol 90%, Etanol 95%, air hangat, obyek glass, Tris-HCl, kasein, tirosin, buffer fosfat pH 7, parafin, akuades steril, Tri Chloro acetic Acid (TCA), alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, Antibodi Primer (Rat Anti TNF-α), Antibodi sekunder berlabel biotin (Goat Anti Rat biotin labeled), larutan PBS, PFA 4%, 3% H2O2, Strep Avidin Horse Radish Peroxidase (SAHRP), Bovine Serum Albumin (BSA), Diamino Benzidine (DAB), Mayer Hematoxylen, Entellan, dan Xylol. Prosedur Kerja Perlakuan Hewan Coba Tikus yang digunakan untuk penelitian diadaptasi terhadap lingkungan selama tujuh hari dengan diberi minum ad libitum dan pakan. Pakan yang diberikan berupa konsentrat (air maks 12%, protein kasar min 16%, lemak kasar 3-7%, serat kasar maks 8%, abu maks 10%, kalsium 0,9-1,2%, dan fosfor
0,6-1,0%). Tikus dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Tikus dikandangkan dalam kandang yang berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm, dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat dari stainless steel. Kandang tikus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri serta polutan lainnya. Lantai kandang mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 2224oC dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup (AOAC, 2005). Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain Wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta dengan umur 8-12 minggu. Berat badan tikus antara 150-200 gram. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini telah mendapat sertifikasi laik etik oleh Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya No. 216-KEP-UB. Persiapan Hewan Model IBD dengan Indometasin Dosis indometasin yang diberikan pada tikus adalah 15 mg/kg BB tikus (Aulanni’am, 2012). Berat rata-rata tikus yang digunakan ±160 gram. Sehingga diperlukan 2,4 mg/tikus indometasin. Sebelum diberikan pada tikus, indometasin dilarutkan terlebih dahulu dengan minyak jagung 0,213 ml/tikus. Indometasin dan minyak jagung dihomogenkan menggunakan alat getar vorteks, yang berguna untuk melarutkan indometasin. Kemudian indometasin diberikan ke tikus secara per oral melalui sonde lambung. Induksi indometasin ini dapat mengakibatkan kerusakan sel–sel pada daerah usus. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Tata Laksana Pemberian Air Perasan Labu Siam Per Oral Terapi perasan buah labu siam yaitu 10 gram/ekor dan 20 gram/ekor. Sebelum dilakukan pemerasan, buah labu siam terlebih dahulu dihilangkan kandungan saponinnya. Saponin dihilangkan dengan cara membelah buah labu siam menjadi dua bagian, selanjutnya kedua bagian tersebut digosok– gosokkan hingga keluar buih berwarna putih pada buah labu siam. Lalu buah labu siam dikupas kulitnya, direndam dalam air selama 10 menit, dan dikering anginkan selama 10 menit. Selanjutnya buah labu siam ditimbang seberat 50 gram dan 100 gram. 50 gram dan
100 gram diparut dan diperas. 50 gram buah labu siam menghasilkan 30 ml perasan kemudian diendapkan selama 3 jam hingga menghasilkan lapisan bening dan endapan. Lapisan bening yang diambil. Lapisan bening yang dihasilkan sebanyak 10 ml untuk 5 tikus. 100 gram buah labu siam menghasilkan 60 ml perasan kemudian diendapkan selama 5 jam hingga menghasilkan lapisan bening dan endapan. Lapisan bening yang dihasilkan sebanyak 10 ml untuk 5 tikus. Air perasan yang berwarna bening disondekan yakni sebanyak 2 ml/tikus setiap pagi selama 14 hari. Pengukuran Aktivitas Protease Pengukuran aktivitas protease menggunakan metode Walter (1984) dengan menggunakan kasein sebagai substrat yang diukur menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang maksimum 275 nm. Tahapannya dimulai dari isolasi protein organ jejunum tikus (Rattus norvegicus). Agar dapat mengukur aktivitas protease terlebih dahulu membuat kurva baku tirosin sehingga didapatkan persamaan kurva baku tirosin sehingga dan nilai tirosin yang terbentuk pada reaksi enzimatis. Selanjutnya dilakukan pengukuran aktivitas protease. Pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan berdasarkan metode walter (1984) menggunakan rumus :
Dimana : v = volume total sampel (mL) q = waktu inkubasi (menit) fp = faktor pengenceran p = jumlah enzim (mL) Pembuatan Preparat dan Metode Immunohistokimia Pembuatan preparat terdiri dari pengambilan sampel (sampling) organ jejunum tikus (Rattus norvegicus), pemotongan organ, dan fiksasi; dehidrasi dan infiltrasi, penjernihan (Clearing), infiltrasi paraffin; penanaman jaringan (Embedding) dan Sectioning; serta uji immunohistokimia. Langkah-langkah uji Imunohistokimia yaitu preparat direndam kedalam xylol I, xylol II, alkohol bertingkat (100%, 90%, 80%, 70%), aquadest selama 1 x 5 menit kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3x5 menit selanjutnya ditetesi 3% H2O2 selama 20 menit. Dicuci kembali dengan PBS
pH 7,4 selama 5 menit selama 3 kali dan diblok dengan BSA 1% dalam PBS selama 30 menit dengan suhu ruang. Dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali selanjutnya diinkubasi dengan antibodi primer (Rat Anti rat TNF-α) selama 24 jam dengan suhu 4oC dan dilakukan pencucian kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali. Berikutnya diinkubasi dengan antibodi sekunder berlabel biotin (Goat Anti Rat biotin labeled) selama 1 jam dengan suhu ruang. Dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali. Preparat ditetesi dengan SA-HRP (Strep Avidin Horse Radish Peroxidase) selama 40 menit dengan suhu ruang. Kemudian dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali. Ditetesi dengan DAB (Diamano Benzidine) selama 10 menit dengan suhu ruang. Dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali. Selanjutnya counterstaning menggunakan Mayer Hematoxylen selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir. Dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Tahapan terakhir dimounting dengan entellan dan ditutup dengan cover glass. Hasil berupa preparat immunohistokimia yang diamati menggunakan mikroskop cahaya (Olympus BX51) dengan perbesaran 400x (Calnek, 1997). Untuk ekspresi TNF-α dilakukan pengamatan lima bidang pandang dengan penilaian rata-rata persentase area dengan Program Axio Vision. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisa kuantitatif statistik untuk aktivitas protease dan ekspresi TNF-α dianalisis menggunakan Analisis Ragam ANOVA dan uji lanjutan BNJ (Beda Nyata Jujur) α = 0.05 untuk melihat dan menganalisa perbedaan antar kelompok perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perasan Buah Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Aktivitas Protease Pada Jejunum Tikus (Rattus norvegicus) Inflammmatory Bowel Disease (IBD) Hasil Induksi Indometasin Hasil pengukuran aktivitas protease jejunum tikus (Rattus norvegicus), didapatkan data seperti yang terdapat pada tabel 1. Unit aktivitas protease dari jejunum tikus (Rattus norvegicus) didefinisikan sebagai banyaknya
unit tirosin yang dihasilkan dari hidrolisis ikatan peptida pada protein oleh protease hasil isolasi dari jejunum tikus (Rattus norvegicus) pada kondisi optimum yaitu pH 6,5, suhu 37
ºC dan waktu inkubasi 60 menit (Asrini, 2013).
Tabel 1. Aktivitas protease jejunum tikus (Rattus norvegicus) ( p < 0,05 ) Aktivitas Protease (%) Rata-rata Aktivitas Kelompok Protease Peningkatan Penurunan (µmol/ml.menit) Kontrol
0.05783 ± 0.001023a
0
0
Induksi indometasin
0.1980 ± 0.012154d
242
-
Terapi 10 gram/ekor
0.1462 ± 0.007588c
-
26
Terapi 20 gram/ekor 0.1109 ± 0.001023b 44 Keterangan : Notasi a, b, c dan d menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok perlakuan Berdasarkan hasil perhitungan aktivitas protease pada Tabel 1, kelompok kontrol menunjukkan nilai aktivitas protease sebesar 0,05783 ± 0,001023 µmol/ml.menit. Nilai aktivitas protease pada kelompok kontrol digunakan sebagai strandar untuk menentukan adanya peningkatan atau penurunan yang terjadi karena pengaruh perlakuan. Kelompok tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi indometasin 15 mg/kg BB mempunyai nilai aktivitas protease tertinggi yaitu 0,1980 ± 0,012154 µmol/ml.menit jika dibandingkan dengan nilai aktivitas protease kelompok terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor yaitu 0,1462 ± 0,007588 µmol/ml.menit dan kelompok terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor yaitu 0,1109 ± 0,001023 µmol/ml.menit. Hasil uji statistika (one way ANOVA) menggunakan software SPSS 2.1 for windows nilai p-value (p<0,05) sebesar 0,000 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar keempat perlakuan. Hasil uji lanjutan BNJ menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan kontrol yang memiliki notasi a dengan kelompok tikus induksi indometasin yang memiliki notasi d. Kelompok terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan kelompok terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor mampu menurunkan kadar protease yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan notasi c pada terapi 10 gram/ekor dan notasi b pada terapi 20 gram/ ekor. Nilai aktivitas protease tertinggi terjadi pada kelompok tikus yang diinduksi indometasin 15 mg/kg BB yaitu sebesar 0,1980 ± 0,012154 µmol/ml.menit. Aktivitas
protease pada kelompok tikus yang diinduksi indometasin 15 mg/kg BB mengalami peningkatan aktivitas protease sebesar 242 %. Peningkatan aktivitas protease tersebut mengindikasikan terjadinya inflamasi pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi indometasin. Hal tersebut didukung penelitian Bures et al.,(2011), bahwa induksi indometasin dengan dosis 15 mg/kg BB dapat menyebabkan Inflammatory Bowel Disease (IBD) akut pada jejunum. Indometasin adalah obat anti inflamasi yang termasuk golongan NSAID. Indometasin dianggap sebagai antigen yang diserap pada jejunum sehingga dikenali oleh makrofag. Makrofag bertindak sebagai Antigen Presenting cell (APC) dalam mengolah dan memperesentasikan antigen kepada sel T helper, maupun bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan antigen (Kuddah, 2009). Makrofag akan melepaskan Reactive Oxygen Species (ROS). Produksi ROS yang berlebih dalam sel menyebabkan aktivasi NF-kB dan fosforilasi inhibitor NF-kB (Campbell et al., 2006; Houser et al., 2012). NF-κB akan menginisiasi munculnya sitokin pro-inflamasi dan kemokin (TNF-α). Produksi TNF-α berlebih pada sel akan menyebabkan agregasi dan aktivasi neutrofil serta pelepasan enzim protease (Sharony et al., 2010). Enzim protease merupakan enzim yang terlibat pada kerusakan jaringan adalah protease serin (elastase neutrofil) yaitu jenis protease yang tersimpan dalam neutrofil yang berfungsi sebagai pertahanan anti mikroba maupun terhadap antigen dengan mekanisme penelanan mikroorganisme di dalam fagolisosom
neutrofil (Segal, 2005). Pada keadaan inflamasi, aktivitas proteolitik (protease) akan berlebih sehingga terjadi destruksi jaringan (Amin, 1996). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor. Aktivitas protease terapi perasan labu siam 10 gram/ekor yaitu 0,1462 ± 0,007588 µmol/ml.menit lebih rendah dibandingkan tikus yang diinduksi indometasin (Tabel 1). Aktivitas protease pada kelompok tikus yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor mengalami penurunan aktivitas protease sebesar 26 %. Aktivitas protease pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor yaitu 0,1109 ± 0,001023 µmol/ml.menit lebih rendah dibandingkan pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan tikus yang diinduksi indometasin (Tabel 1). Aktivitas protease pada kelompok tikus yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor mengalami penurunan aktivitas protease sebesar 44 %. Hal tersebut menunjukkan terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor lebih efektif sebagai terapi Inflammatory Bowel Disease (IBD) dibandingkan terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor. Labu siam (Sechium edule) merupakan buah yang mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid dalam labu siam berfungsi sebagai antioksidan. Mekanisme hambatan yang dilakukan oleh flavonoid sebagai antioksidan bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung berfungsi untuk menetralisir efek toksik dari radikal bebas seperti ROS. Flavonoid akan mendonasikan atom hidrogen (H) dari gugus hidroksil (OH) kepada radikal bebas (R•) sehingga flavonoid berubah menjadi radikal fenoksis flavonoid (FlO•) yaitu (Fl-OH + R• FlO• + RH). Radikal fenoksis flavonoid (FlO•) yang terbentuk akan diserang kembali oleh radikal bebas (R•) sehingga membentuk radikal fenoksis flavonoid yang kedua (FlO•), karena radikal fenoksil flavonoid punya ikatan rangkap yang terkonjugasi maka flavonoid mampu menyeimbangkan dengan cara delokalisasi elektron sehingga menjadi senyawa kuinon
yang stabil (Vermerris and Ralph, 2006; Meng et al., 2010; Batutihe, 2010). Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung yaitu dengan meningkatkan antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD) (Sumardika dan Jawi, 2012). Pada tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi indometasin dapat meningkatkan radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam jejunum. Radikal bebas akan diseimbangkan oleh antioksidan endogen seperti SOD. Jika radikal bebas jumlahnya berlebih maka SOD tidak dapat menyeimbangkan sehingga terjadi kerusakan jaringan. Maka dari itu diperlukan antioksidan secara langsung berasal dari luar tubuh yaitu salah satunya kandungan flavonoid dalam perasan buah labu siam (Sechium edule). Hilangnya radikal bebas akibat diredam oleh flavonoid menyebabkan terhambatnya aktivasi NF-kB dan fosforilasi inhibitor NFkB. IkB selanjutnya tidak diagregrasi oleh sistem proteosome. Sehingga tetap ada inhibitor bagi NF-kB dan terjadi penurunan ekspresi TNF-α. Produksi TNF-α berkurang pada sel menyebabkan penurunan aktivasi neutrofil serta penurunan pelepasan enzim protease sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan jejunum (Lacasa et al., 2000). Pengaruh Perasan Buah Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Ekspresi TNF-α Pada Jejunum Tikus (Rattus norvegicus) Inflammmatory Bowel Disease (IBD) Hasil Induksi Indometasin Ekspresi Tumor Necrosis Factor (TNF-α) diamati pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) dengan metode Immunohistokimia terdapat 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol, kelompok tikus yang diinduksi indometasin, kelompok tikus yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan kelompok tikus yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor dapat ditunjukkan pada gambar berikut :
A
B
C
D
Gambar 1. Ekspresi Tumor Necrosis Faktor (TNF-α) pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) Inflammatory Bowel Disease (IBD) hasil induksi indometasin (Perbesaran 400x). Keterangan : A = Jejunum tikus kontrol; B = Jejunum tikus yang diinduksi indometasin; C = Jejunum tikus yang diinduksi indometasin dan diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor; dan D = Jejunum tikus yang diinduksi indometasin dan diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor. Tanda panah (↑) menunjukkan ekspresi TNF-α. Tumor Necrosis Factor (TNF-α) merupakan sitokin yang dihasilkan oleh makrofag sehingga memiliki peranan penting dalam terjadinya inflamasi (Green dan Flavell, 2000). Ekspresi TNF-α dapat dilihat dengan metode imunohistokimia. Metode imunohistokimia merupakan suatu proses mengidentifikasi protein spesifik pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi (Sukmadadari, 2012). Ekspresi TNF-α pada jejunum ditunjukkan dengan adanya warna coklat pada gambaran Imunohistokimia (IHK) jejunum yang ditunjukkan dengan tanda panah (↑). Hasil Ekspresi TNF-α menunjukkan adanya warna coklat pada seluruh jaringan atau sel di jejunum seperti lamina proria dan sel epitel yang ditunjukkan Gambar 1.
Timbulnya warna coklat disebabkan dalam proses pembuatan preparat Imunohistokimia (IHK) antigen dalam jejunum berikatan dengan antibodi primer (Rat Anti TNF-α) selanjutnya dilabeli oleh antibodi sekunder (Goat Anti Rat biotin labeled), setelah semua berikatan dilakukan penambahan substrat Diamino benzidine (DAB) yang bertujuan untuk menghasilkan warna coklat pada sitokin (TNF-α). Menurut Moon et al., (2006), ekspresi TNF-α terdapat pada vili usus halus yang ditandai dengan adanya warna coklat dengan proses pewarnaan Imunohistokimia. Menurut Murch et al., (1993), ekspresi TNF-α pada penyakit Inflammatory bowel disease (IBD) terdapat pada lamina propria, submukosa,
muskularis dan serosa. Peningkatan ekspresi TNF-α ditunjukkan dari persentase area melalui hasil foto preparat jejunum pada semua kelompok setelah dilakukan pewarnaan Imunohistokimia sehingga diperoleh nilai ratarata dalam setiap kelompok. Maka diketahui hasil peningkatan maupun penurunan ekspresi
TNF-α antar kelompok. Peningkatan dan penurunan ekspresi TNF-α dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2 : Ekspresi TNF-α jejunum tikus (Rattus norvegicus) ( p < 0,05 ) Ekspresi TNF-α (%) Rata-rata Ekspresi Kelompok
TNF-α
Peningkatan
Penurunan
Kontrol
0,6579 ± 0,0875 a
0
0
Induksi indometasin
3,0476 ± 0,6206 c
363
-
Terapi 10 gram/ekor
43 1,7369 ± 0,3105 b Terapi 20 gram/ekor 1,1947 ± 0,2535 ab 61 Keterangan : Notasi a, b, dan c menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Pada tikus kontrol, gambar imunohistokimia pada jejunum (Rattus norvegicus) terdapat sedikit warna coklat dan memiliki rata-rata ekspresi TNF-α pada tikus kontrol yaitu sebesar 0,6579 ± 0,0875. Hal tersebut dikarenakan dalam keadaan normal sitokin pasti terdapat didalam tubuh walaupun dalam jumlah sedikit sebagai sistem kekebalan tubuh. Menurut Erica et al., 2000, jika sitokin TNF-α diproduksi secara tidak tepat akan terjadi destruksi atau penyakit. Produksi sitokin yang tepat merupakan dasar untuk perkembangan perlindungan imun. Gambaran imunohistokimia pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi indometasin terdapat ekspresi TNF-α ditandai dengan banyak warna coklat yang memiliki rata-rata ekspresi TNF-α pada tikus yaitu sebesar 3,0476 ± 0,6206. Persentase peningkatan ekspresi TNF-α pada tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi indometasin yakni 363 %. Indometasin menyebabkan produksi ROS (Reactive Oxygen Species) meningkat (Strus et al., 2009). ROS yang berlebih akan mengaktivasi NF-kB (Nuclear Factor kB) dan fosforilasi IkB (Inhibitor NF-kB) (Sharony et al., 2010). Aktivasi NF-kB yang mengalami peningkatan direspon oleh makrofag untuk memproduksi dan mensekresi sitokin proinflamasi TNF-α sebagai indikator terjadinya inflamasi (Tedgui dan Mallat, 2006). TNF-α akan mengerahkan neutrofil dan monosit ke tempat inflamasi dengan menghasilkan protease untuk
menyingkirkan antigen atau stimulus terjadinya inflamasi (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Hasil uji statistika (one way ANOVA) menggunakan software SPSS 2.1 for windows nilai p-value (p<0,05) sebesar 0,000 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara ekspresi TNF-α pada tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi indometasin dengan ekspresi TNF-α pada tikus kontrol, tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor. Pada uji lanjutan BNJ menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan kontrol yang memiliki notasi a dengan kelompok tikus induksi indometasin yang memiliki notasi d. Kelompok terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan kelompok terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor mampu menurunkan ekspresi TNF-α menunjukkan tidak berbeda nyata dengan notasi b pada terapi 10 gram/ekor dan notasi ab pada terapi 20 gram/ekor. Kelompok terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor dengan kelompok kontrol menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor terdapat warna coklat sebagai ekspresi TNF-α dengan rata-rata ekspresi TNF-α yaitu sebesar 1,7369 ± 0,3105. Persentase penurunan ekspresi TNF-α pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi
perasan buah labu siam 10 gram/ekor yakni 43 %. Ekspresi TNF-α jejunum pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor menurun dibandingkan dengan tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi indometasin. Pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor terdapat warna coklat sebagai ekspresi TNF-α dengan rata-rata ekspresi TNF-α yaitu sebesar 1,1947 ± 0,2535. Persentase penurunan ekspresi TNF-α pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor yakni 61 %. Ekspresi TNF-α pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 20 gram/ekor berupa warna coklat dan rata-rata ekspresi menurun dibandingkan dengan tikus (Rattus norvegicus) yang diberi terapi perasan buah labu siam 10 gram/ekor dan yang diinduksi indometasin. Kandungan flavonoid yang berasal dari perasan buah labu siam berfungsi sebagai antioksidan untuk IBD. Mekanisme hambatan yang dilakukan oleh flavonoid sebagai antioksidan bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung berfungsi untuk menetralisir efek toksik dari radikal bebas seperti ROS. Flavonoid akan mendonorkan ion hidrogen sehingga ion-ion yang mengalami radikal bebas berubah menjadi stabil. Keadaan ion yang telah stabil menyebabkan menurunnya keadaan stres oksidatif di dalam jaringan. Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung yaitu dengan meningkatkan antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD) (Sumardika dan Jawi, 2012). Radikal bebas yang sudah diredam oleh flavonoid juga dapat menekan pembentukan NF-kB, salah satunya untuk membentuk TNFα (Chattopadhyay et al., 2006). NF-kB akan tetap berikatan dengan inhibitor NF-kB (Abbas dan Lichtman, 2004). NF-kB tidak dapat menduduki respon elemen yang seharusnya dapat memicu transkripsi dan translasi dari sitokin proinflamatori (TNF-α). Sitokin proinflamatori yang tidak terbentuk akan menurunkan aktivitas dari sel inflamasi (Yilmaz et al., 2011). KESIMPULAN Terapi perasan buah labu siam (Sechium edule) 10 gram/ekor dan 20 gram/ekor mampu menurunkan aktivitas protease dan ekspresi
TNF-α pada jejunum tikus (Rattus norvegicus) Inflammatory Bowel Disease (IBD) hasil induksi indometasin. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis perasan labu siam (Sechium edule) yang optimal untuk terapi tikus model Inflammatory bowel disease (IBD) atau tikus hasil induksi indometasin. Perlu dilakukan uji fitokimia lanjutan secara kuantitatif untuk mengetahui kadar flavonoid yang terkandung dalam perasan labu siam (Sechium edule).
Ucapan Terima kasih Terima kasih kepada staff Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang luar biasa untuk penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.K., and Lichtman, A.H. 2004. Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune System, 2nd Edition. Saunders. Philadelphia. 27, 34-37, 44, 108, 114-116. Amin, M. 1996. Penyakit Paru Obstruksi Menahun : Polusi udara, Rokok dan alfa1 anti tripsin. Airlangga University Press. Surabaya. Association of Analytical Communities (AOAC). 2005. Officials Methods Of Analysis Of AOAC International. 2 vols. 16 edition. Arlington VA. USA. Association of Analytical Community. Asrini, R., Aulanni’am, dan D.K. Wuragil. 2013. Aktivitas Enzim Protease dan Gambaran Histopatologi Ginjal Pada Tikus Rattus Norvegicus Fibrosis Ginjal Hasil Induksi Streptokinase. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang. Aulanni’am., A. Roosdiana, and N.L. Rahmah. 2012. The Potency of Sargassum duplicatum Bory Extract on Inflammatory Bowel Disease Therapy in Rattus norvegicus. Journal of Life Sciences 6 : 144-154. Awang, D.V.C., 2009. Tyler’s Herbs of Choice : The Therapeutic Use of Phytomedicinals. 3rd ed. CRC Press. Boca Raton.
Baratawidjaja, K. 2006. Imunologi Dasar. Ed. 7. Jakarta: Penerbit FKUI. Baratawidjaja, K.G dan Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Batutihe, D.N. 2010. Efek Ektrak Rumput laut Coklat (Sargassum duplicatum Bory) Terhadap Profil Radikal Bebas dan protein Kinase C Paru Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapar Benzo(A)piren [Thesis]. Universitas Brawijaya Malang. Bures, J, J. Pejchal, J.Kvetina, A. Tichy, S.Rejchrt, M. Kunes and M. Kopacova. 2011. Morphometric analysis of the porcine gastrointestinal tract in a 10-day high-dose indomethacin administration with or without probiotic bacteria Escherichia coli Nissle 1917. Human and Experimental Toxicology. 30(12) 1955– 1962. Burstein, E. and Fearon, E. R. 2008. Colitis and Cancer: A Tale of Inflammatory Cells and Their Cytokines. JCI. 118(2): 464-7. Calnek, B. W. 1997. Immunohistokimia. Ames : Jowa State University Press. Campbell, K.J. and N.D. Perkins. 2006. Regulation of NF-kappaB Function. Biochem Soc Symp. 73:165-180. Chattopadhyay, I., Bandyopadhyay, U., Biswas, K., Maity, P., Banerje R.K. 2006. Indomethacin inactivates gastric perixidase to induce reactive-oxygenmediated gastric mucosal injury and curcumin protects it by preventing peroxidase inactivation and scavenging reactive oxygen. Free Radical Biol Med. 40: 1397-408. Dunlop, R.H. and C.H. Malbert. 2004. Pathophysiology of The Gastrointestinal Tract. Veterinary Pathophisiology. Iowa: Blackwell Publishing. Pp: 111-142. Erica, S.B., A.D. Henn, H.L. Gurtoo, R.M. Wollman, J.L. Alderfer, E. Mihich. M.J. Ehrke. A novel tumor necrosis factoralpha inhibitory protein, TIP-B1. International journal of immunopharmacology 22(12):1137-42. Gommeaux, J., C. Cano, S. Garcia, M. Gironella, S. Pietri, and M. Culcasi. 2007. Colitis and Colitis-Associated Cancer Are Exacerbated in Mice Deficient for Tumor Protein 53-Induced Nuclear Protein. Mol Cell Biol. 27(6):2215-28. Green, E. A and R.A. Flavell. 2000. The temporal importance of TNF-a
expression in the development of arthritis reumatoid. Journal Immunity, 12: 459469. Houser, K., D.K. Johnson, and F.T. Ishmael. 2012. Anti-Inflammatory Effects of Methoxyphenolic Compounds on Human Airway Cells. Journal of Inflammation 9(6). Julianto, F. 2010. Pembinaan Kelompok Tani Melalui Pengelolahan Labu Siam (Sechium edule) Di Kecamatan Caringin Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian. Vol. 5 No. 1. Kathrani, A., D. Werling and K. Allenspach, 2011. Canine breeds at high risk of developing inflammatory bowel disease in the south-eastern UK. Veterynary Record. 169(24):635. Kuddah, A.H.S. 2009. Pengaruh Pemberian Echinacea Purpurea Terhadap Produksu TNF-α Makrofag dan Indeks Apoptosis Sel Tumor Mencit C3H Dengan Adenokarsinoma Mamae Yang Mengalami Stress [Thesis]. Universitas Diponegoro. Semarang. Kumar, V., S.C. Ramzi dan R.L Stanly. 2007. Robins Buku Ajar Patologi. Volume 1. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal. 35-64. Lacasa, C.I., Villegas C.A., Lastra, T., Motilva, M.J.M., Calero. 2000. Evidence for protective and antioksidant properties of rutin, a natural flavone, against ethanol induced gastric lesions. J Ethnopharmacol. 71: 45-53. Manaf, A. 2010. Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam : Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta Pusat : Interna Publishing. Meng, X., A.M. Larissa, L.F. Anthony and N.U. Vladmir. 2009. Effect of various Flavonoids On The α- Synuclein fibrillation process. Department of Chemistry, University of California. Santa Cruz. CA 95064. USA. Moon, S.O., W. Kim, M.J. Sung, S. Lee, K.P. Kang, D.H. Kim, S.Y. Lee, J.N. So and S.K. Park. 2006. Resveratrol suppresses tumor necrosis factor–induced fractalkine expression in endothelial cells. Molecular Pharmacology. 70:112-129. Morrow, J.D. and L.J. Roberts. 2001. Analgesic-antipyretic and antiinflammatory agents and drugs
employed in the treatment gout. In: Hardman JG, Limbird LE, editors. Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th edn, New York, McGraw-Hill, pp. 687–731. Murch, S.H., C.P. Braegger, J.A. WalkerSmith and T.T. MacDonald. 1993. Location of tumour necrosis factor a by immunohistochemistry in chronic inflammatory bowel disease. Gut 1993;34:1705-1709. Neuman, M. G. 2004. Signaling for Inflammation and Repair in Inflammatory Bowel Disease. Romanian Journal of Gastroenterology. 13(4):309-316. Neuman, M.G. and Nanau R.M. 2011. Inflammatory bowel diase: role of diet, microbiota, life style. Translational Research. 160(1):29-44. Pratiwi, S.I.R. 2011. Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak nHeksan, Etil Asetat, dan Etanol Herba Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) dengan Metode DPPH [Skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi USU. Sateesh, G., S.F. Hussaini, G.S. Kumar, B.S.S. Rao. 2012. Anti-Ulcer Activity of Sechium Edule Ethanolic Fruit Extract. The Pharma Inovation. Vol 1 (5): 90-95. Segal, A. W. 2005. How neutrophils kill microbes. Annu. Rev. immunol. 23:197223. Sharony, R., P.J. Yu, J. Park, A. C. Galloway, P. Mignatti and G. Pintucci. 2010. Protein Targets of Inflammatory Serine Proteases and Cardiovascular Disease. Journal of Inflammation 7: 45. Strus, M., T. Gosiewski, K. Fyderek, A. Wedrychowicz, K. Kowalska-duplaga, P. Kochan, P. Adamski and P.B. Heczko. 2009. A Role of Hydrogen Peroxide Producing Commensal Bacteria Present in Colon of Adolescents with Inflammatory Bowel Disease in Perpetuation of The Inflammatory Process. Journal Of Physiology and Pharmacology 60 (6): 49-54. Sukmadadari, A.E., R. Ratnawati and T.E. Hernowati. 2012. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap Ekspresi TNF-α pada Jaringan Hepar Tikus Wistar yang Diinduksi DMBA [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.
Sumardika, I.W. dan Jawi, I.M. 2012. Ekstrak Air Daun Ubi Jalar Ungu Memperbaiki Profil Lipid Dan Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Yang Diberi Makanan Tinggi Kolesterol. Medicina. 43 : 67-71. Suryanto, E. 2003. Patogenesis Asma. In: Abdullah HA, Patau MJ, Susilo HT, Saleh K, Tabri NA, Mappangara I. Pertemuan Ilmiah Khusus (PIK) X Paru, Sub Bagian Paru-Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS /RS Dr. Wahidin S:Makasar;.p.35-41. Takeuchi, K., A. Tanaka, R. Ohno and A. Yokota. 2003. Role of COX Inhibition in Patogenesis of NSAID-Iinduced Small Intestinal Damage. Journal of Physiology and Pharmacology. 54 (Suppl 4): 165182. Tedgui, A., and Z. Mallat. 2006. Cytokines in atherosclerosis ; pathogenic and regulatory pathway. Physiol Rev. 86 :515581. Tjaniadi, P., M. Lesmana and D. Subekti. 2003. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 68(6): 666-10. Vermerris, W and Ralph Nicholson. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. Netherlands : Springer. Pp : 24-25. Walter, H.E. 1984. Method With Haemoglobin, Casein, And Azocoll As Substrate In. Bergmeyer. HU (ed). Methods of enzymatic analysis. Verlag Chemie. Deerfield Beach Florida Basel. Xavier, R.J. and D.K. Podolsky 2007. Unravelling The Patogenesis of Inflammatory Bowel Disease. Nature. 448 (7152): 427-434. Yamada, T. 2005. Inflammatory Bowel Disease. Handbook of Gastroenterology. 2nd ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.p. 357-73. Yilmaz, H., Giizel, Y., Onal, Z., Altiparmak, G., and Kocakaya, S.O. 2011. 4D-QSAR Study of p56 Protein Tyrosine Kinase Inhibitory Activity of Flavonoid Derivates Using MCET Method. Korean Chemical Journal 32 (12) : 4352-4360.