STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium edule Swartz)
Disusun oleh: NUR INDAH SULISTIYANI M0304011
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
i
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Venty Suryanti, M.Phil
Ahmad Ainurofiq, MSi. Apt.
NIP. 19720817 199702 2001
NIP. 19780319 200501 1003
Dipertahankan didepan TIM Penguji Skripsi pada : Hari
: Selasa
Tanggal : 9 Juni 2009
Anggota TIM Penguji : 1. ………………………………
1. Prof.Dra. Neng Sri Suharty, MS.PhD NIP. 19490816 198103 1003
2. ………………………………
2. Yuniawan Hidayat, MSi. NIP. 19790605 200501 1001
Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia,
Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD NIP. 19560507 198601 1001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “STUDI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium edule Swartz)" adalah benar - benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Agustus 2009
Nur Indah Sulistiyani
iii
ABSTRAK
Nur Indah Sulistiyani, 2009. STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium edule Swartz). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) terhadap bakteri patogen. Serbuk buah labu siam diekstraksi menggunakan metanol dengan metode maserasi. Kemudian ekstrak metanol diekstraksi berturut – turut menggunakan heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Aktivitas antibakteri ekstrak – ekstrak diuji dengan metode difusi lubang. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri paling tinggi diidentifikasi golongan senyawa kimianya dengan penapisan fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), diuji Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), dibandingkan dengan ampisilin. Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. aerogenes, S. typhi, dan S. dysenteriae. Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri paling tinggi terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Ekstrak etil asetat mengandung fenolat, tanin terkondensasi, flavonoid, dan terpenoid. Ekstrak etil asetat mempunyai KHM sebesar 50 mg/ml untuk S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dibandingkan dengan ampisilin, yaitu sebesar 0,0041% untuk S. aureus; 0,0051% untuk B. subtilis; 0,0065% untuk P. aeruginosa; 0,0039% untuk E. coli. Kata kunci : Labu siam, Sechium edule Swartz, aktivitas antibakteri, ekstrak metanol, ekstrak etil asetat
iv
ABSTRACT
Nur Indah Sulistiyani, 2009. STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY AND CLASS OF COMPOUNDS IDENTIFICATION OF ANTIBACTERIAL ACTIVE EXTRACT OF CHAYOTE (Sechium edule Swartz) FRUIT. Thesis. Department of Chemistry. Mathematics and Sciences Faculty. Sebelas Maret University. The purpose of this research was to evaluate the antibacterial activity of Chayote (Sechium edule Swartz) extract against bacterial pathogens. Fruit powder of Chayote was extracted with methanol using maceration method. Methanol extract was then extracted with hexane, chloroform, ethyl acetate and buthanol solvents, respectively. The antibacterial activity extracts were tested by well diffusion agar method. The extract which had the highest antibacterial activity was identified regarding their class of compounds by phytochemical screenings and Thin Layer Chromathograpy (TLC), determined Minimun Inhibitory Concentration (MIC), compared with ampicillin. The methanol extract showed antibacterial activity against S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, and E. coli but showed no antibacterial activity against E. aerogenes, S. typhi, and S. dysenteriae. The ethyl acetate extract had the highest antibacterial activity againts P. aeruginosa and E. coli. The ethyl acetate extract possessed phenolics, condensed tannins, flavonoids, and terpenoids. The ethyl acetate extract had MIC of 50 mg/ml againts E. coli and P. aeruginosa. The antibacterial activity of the ethyl acetate extract were 0.0041% for S. aureus; 0.0051% for B. subtilis; 0.0065% for P. aeruginosa; 0.0039% for E. coli as compared with ampicillin. Keywords : Chayote, Sechium edule Swartz, antibacterial activity, methanol extract, ethyl acetate extract
v
MOTTO
Wahai orang – oarng yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap – siap (diperbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung (Q.S. Ali ’Imran : 200).
Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (Q.S. Al-Baqarah : 32).
Seluruh wadah itu menyempit dengan apa yang diletakkan didalamnya, kecuali wadah ilmu karena sesungguhnya ia akan bertambah luas (Ali ibn Abi Tholib Kw).
Kita bukan kaya karena yang kita miliki melainkan kaya karena yang mampu kita perbuat tanpa kekayaan itu (Immanuel Kant).
Impian adalah inspirasi tuk terus berkarya tanpa terhalang ruang dan waktu, hingga segalanya terwujud nyata (viosa).
vi
PERSEMBAHAN
Anugerah terindah dari A llah SWT yang tak ternilai hingga terciptalah sebuah karya sederhana yang ingin penulis persembahkan kepada: š Ibu dan Bapak, atas bimbingan, cinta, kasih sayang, dan kepercayaan yang telah diberikan selama ini. š Mbak Naim, Havit, Nia, dan Mas Slamet yang selalu memberikan semangat hidupku untuk terus melangkah ke depan... š Bidadari kecilku, “Naura Iftina Azifa”, yang membuat ceria hidupku... š Para pengajar yang telah membagikan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Ingin kulanjutkan perjuangan tak terbatas di masa dan ruang yang berbeda... š Sahabatku: TW (Tri Wahyuni), Widi, Pak Dhe (Tristiyanto), dan Ika, terima kasih telah menjadi sahabat terbaik yang telah melukiskan pelangi dalam hidupku. (Masa akan selalu berganti tapi kenangan akan tetap lekat di hati.) š Teman seperjuangan: Rizal, Rikha, Tika, Retno, Maya, Fitri, Astri W., Sri, Desi, Dyah, Maulida, Wiwit, Ade, Denis, Ica, Syifa, Agus, Eni, NH, Pije, Anto’, Lanjar, Faqih, Andi “Lala”, Hasan, dan seluruh
teman – teman
Jurusan Kimia, terutama angkatan 2004, 2002 (Mbak Rani), 2003 (Mbak Esti), 2005 (Tita, Nindy, Wahyu, Syarief, Rahmat), 2006 (Yiyis, Nida, dan Vivi), Andy D.P., atas kebaikan dan kebersamaannya selama ini. š Keluargaku di kost Ratna Bahari, Rose 2, Inabah (Mbak Ice, Mbak Endah, Mbak Pay, Mbak Eni, TW, Ririn, Anik, Dewi, Etyx, Endah, Lele, Eny, Oka, Nita, Yuyun, Irma, Tika, Wahyu, Mariyati, dkk.,), terima kasih telah menjadi teman berbagi di segala waktu.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “STUDI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI
GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium edule Swartz)". Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Drs. Sutarno, MSc. PhD. Selaku Dekan FMIPA UNS
2.
Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD. selaku Ketua Jurusan Kimia
3.
Ibu Venty Suryanti, M.Phil selaku selaku pembimbing pertama yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan masukan untuk terselesaikannya skripsi ini
4.
Bapak Ahmad Ainurofiq, MSi. Apt. selaku selaku pembimbing kedua yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan masukan untuk terselesaikannya skripsi ini
5.
Ibu Triana Kusumaningsih, MSi. dan Ibu Nestri Handayani, MSi. Apt. selaku Pembimbing Akademis
6.
Bapak Dr. rer. nat. Fajar Rakhman Wibowo, MSi. selaku Ketua Sub Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat FMIPA UNS dan semua staffnya.
7.
Ibu Sholichatun selaku Ketua Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat FMIPA UNS, Bapak Susilo, Bapak Hartono, dan staff lainnya
8.
Bapak I.F. Nurcahyo, MSi. selaku Ketua Laboratorium Kimia FMIPA UNS beserta staffnya : Mbak Nanik dan Mas Anang
9.
Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNS atas semua ilmu yang berguna dalam penyusunan skripsi ini
10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amiin.
viii
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh
karena
itu,
penulis
mengharapkan
kritik dan saran untuk
menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua. Amiin.
Surakarta, Agustus 2009
Nur Indah Sulistiyani
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ iii HALAMAN ABSTRAK............................................................................... iv HALAMAN ABSTRACT............................................................................. v HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii KATA PENGANTAR.................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Perumusan Masalah..................................................................... 2 1. Identifikasi Masalah............................................................... 2 2. Batasan Masalah .................................................................... 3 3. Rumusan Masalah.................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian....................................................................... 4 BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 5 A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 5 1. Labu Siam ............................................................................. 5 2. Bakteri Uji ............................................................................. 7 3. Antibakteri............................................................................. 15 4. Senyawa Antibakteri Ampisilin dan Senyawa – Senyawa Metabolit Sekunder yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri... 16 5. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ................................. 23 6. Ekstraksi................................................................................ 25
x
7. Penapisan Fitokimia............................................................... 35 8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................ 39 B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 40 C. Hipotesa ...................................................................................... 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 42 A. Metode Penelitian..................................................................... 42 B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 42 C. Alat dan Bahan ......................................................................... 42 1. Alat..................................................................................... 42 2. Bahan ................................................................................. 43 D. Prosedur Penelitian ................................................................... 43 E. Teknik Analisa dan Pengumpulan Data ..................................... 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 50 A. Pembuatan Serbuk Simplisia..................................................... 50 B. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol... 50 C. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol ...................... 51 D. Ekstraksi Bertahap terhadap Ekstrak Metanol ........................... 55 E. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap.................................................................... 55 F. Penapisan Fitokimia Ekstrak Aktif Antibakteri.......................... 58 G. Penegasan Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................... 62 H. Penetapan KHM Ekstrak Etil Asetat ......................................... 64 I. Penetapan KHM Ampisilin dan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat ....................................................................................... 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 70 LAMPIRAN ................................................................................................. 79
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Identifikasi Cepat dan Presumtif Bakteri Gram Negatif Suku 9 Enterobacteriaceae .......................................................................................
Tabel 2.
Reaksi
Biokimia
Bakteri
Gram
Negatif
Suku
10 Enterobacteriaceae ....................................................................................... Tabel 3.
Pelarut untuk Ekstraksi ................................................................ 26
Tabel 4.
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Konsentrasi
20mg/lubang, 15mg/lubang, dan
52 10mg/lubang ................................................................................................ Tabel 5.
Hasil
Ekstraksi
Labu
Siam
dengan
Berbagai
Pelarut................. .......................................................................
55
Tabel 6.
59 Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak Aktif Antibakteri..........................
Tabel 7.
Hasil
Penapisan
Fitokimia
dan
Penegasan
Penapisan
63 Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat..................................................... Tabel 8.
64 Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat ........................................................
Tabel 9.
66 Hasil Pengujian KHM Ampisilin................................................................
Tabel 10. Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Bakteri Uji..............
xii
67
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Buah Labu Siam ................................................................
Gambar 2.
8 Struktur Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif...............................
Gambar 3.
16 Cara Kerja Antimikroba ................................................................
Gambar 4.
16 Interaksi Penisilin dengan Enzim Transpeptidase ................................
Gambar 5.
Reaksi Penghambatan
Enzim
6
Transpeptidase oleh
17 Ampisilin ................................................................................................ Gambar 6.
18 Struktur Beberapa Senyawa Fenol Antibakteri ................................
Gambar 7.
Kompleks DHFR-6MAPI.....................................................
Gambar 8.
19 Kompleks DHFR-6MLU................................................................
Gambar 9.
20 Struktur Beberapa Tanin Terkondensasi Antibakteri ................................
Gambar 10. Struktur Alkaloid Antibakteri............................................... Gambar 11.
19
20
Struktur Beberapa Terpenoid Antibakteri................................ 21
Gambar 12. Struktur Saponin Antibakteri ................................................................ 21 Gambar 13. Perkiraan Interaksi Serin pada Enzim Transpeptidase dengan Senyawa Metabolit Sekunder yang Berpotensisi sebagai Antibakteri...............................................................
22
Gambar 14. Struktur Senyawa Fenol yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol.................................................................................
27
Gambar 15. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol.................................................................................
27
Gambar 16. Struktur Tanin Terkondensasi yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol....................................................................
28
Gambar 17. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol................................................................................. Gambar 18. Struktur
Saponin
yang
Dapat
Diekstraksi
dengan
Metanol................................................................................. Gambar 19. Struktur Alkaloid
yang Dapat
Diekstraksi
29
dengan
Metanol.................................................................................
xiii
29
30
Gambar 20. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform.............................................................................
32
Gambar 21. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform.............................................................................
32
Gambar 22. Struktur β-amirin (1) dan β-amiran-3-one (2)......................
33
Gambar 23. Perkiraan Reaksi Uji Senyawa Fenol...................................
36
Gambar 24. Reaksi Uji Flavonoid............................................................
36
Gambar 25
37
Reaksi Uji Tanin....................................................................
Gambar 26. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4..................
38
Gambar 27. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air....................................
38
Gambar 28. Perkiraan Reaksi Uji Wagner................................................................ 39 Gambar 29. Reaksi Uji KLT Flavonoid....................................................
40
Gambar 30. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah
Labu
Siam
Konsentrasi
15mg/lubang
dan
53 10mg/lubang ................................................................................................ Gambar 31. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Heksana (H), Ekstrak Kloroform (K), Ekstrak Etil Asetat (EA), 56 Ekstrak Butanol (B), Ekstrak Air (A) ............................................................
.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Bagan Prosedur Penelitian.................................................
79
Lampiran 2.
Surat Keterangan Determinasi Sampel ..............................
82
Lampiran 3.
Perhitungan
Konsentrasi
Sampel
Uji
Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Metanol dan Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap............................................................................. Lampiran 4.
Perhitungan Konsentrasi Sampel KHM Ampisilin dan KHM Ekstrak Etil Asetat...................................................
Lampiran 5.
83
84
Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Buah Labu 85 Siam ................................................................................................
Lampiran 6.
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah
Labu
Siam
Konsentrasi
10mg/lubang,
15mg/lubang, dan 20mg/lubang........................................ Lampiran 7.
86
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah
Labu
Siam
Konsentrasi
10mg/lubang
dan
88 15mg/lubang ................................................................................................ Lampiran 8.
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu
Siam
(Pengaruh
Variasi
Bakteri
pada
Masing – masing Konsentrasi).......................................... Lampiran 9.
90
Hasil Uji Statistik ANOVA Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi
Konsentrasi
pada
Masing
–
masing
Bakteri).............................................................................. Lampiran 10
Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol Buah Labu Siam dengan Berbagai Pelarut..........................................
Lampiran 11.
92
93
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Heksana, Ekstrak Kloroform, Ekstrak Etil Asetat, Ekstrak Butanol, 94 Ekstrak Air................................................................................................
xv
Lampiran 12
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing – masing Ekstrak)............................
Lampiran 13.
97
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Ekstrak pada Masing – masing Bakteri.............................
Lampiran 14.
Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak-ekstrak Buah Labu Siam................................................................
Lampiran 15.
100
103
Hasil Penapisan Fitokimia dan Penegasan Penapisan 104 Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat................................
Lampiran 16.
Gambar Hasil Penegasan Penapisan Fitokimia ekstrak Etil Asetat dengan KLT ....................................................
Lampiran 17.
Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat 30, 100, 300, 750 mg/ml.................................................................................
Lampiran 18.
111
Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat 25, 50, 100, 200 mg/ml.................................................................................
Lampiran 19.
105
112
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing – masing Konsentrasi).......................................................................
Lampiran 20.
113
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Konsentrasi pada Masing – masing Bakteri)..............................................................................
116
Lampiran 21.
Hasil Uji KHM Ampisilin.................................................
119
Lampiran 22.
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian KHM Ampisilin (Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing – masing Konsentrasi).................................
xvi
121
Lampiran 23.
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian
KHM
Ampisilin
(Pengaruh
Variasi
Konsentrasi pada Masing – masing Bakteri).................... Lampiran 24.
125
Grafik Hubungan antara Logaritma Konsentrasi (mg/ml) Ampisilin dengan Rata – rata DDH (mm) terhadap S. aureus............................................................................
Lampiran 25.
Grafik
Hubungan
antara
Logaritma
131
Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata – rata DDH (mm) terhadap B. subtilis........................................................... Lampiran 26.
Grafik
Hubungan
antara
Logaritma
132
Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata – rata DDH (mm) terhadap P. aeruginosa..................................................... Lampiran 27.
Grafik
Hubungan
antara
Logaritma
133
Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata – rata DDH (mm)
Lampiran 28.
terhadap E. coli..................................................................
134
Penetapan Nilai Banding...................................................
135
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit infeksi terhadap organisme lain, baik berupa infeksi ringan sampai pada kematian organisme tersebut (Fitriani, 2006). Resistensi mikroorganisme terhadap beberapa antibiotik menimbulkan masalah dalam mengatasi penyakit infeksi (Davis, 1994 dalam Goud, Komraiah, Rao, Ragan, Raju, and Charya, 2008). Penyebaran bakteri resisten semakin bertambah pada tahun 1990-an (Dwiprahasto, 2005). Pemberdayaan dan penelitian kimiawi tumbuh – tumbuhan sebagai sumber utama antibakteri baru merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri patogen yang telah resisten. Indonesia adalah negara tropis yang terkenal dengan keanekaragaman jenis tumbuhan. Tumbuhan yang terdapat di hutan tropis Indonesia sekitar 30.000 species, 7.000 species diantaranya merupakan tumbuhan obat (Indrayani, Soetjipto, and Sihalase, 2006). Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan. Labu siam (Sechium edule Swartz) merupakan salah satu tumbuhan obat Indonesia dari suku Cucurbitaceae yang sekarang belum banyak diteliti. Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia. Buahnya bisa dibuat sayuran, manisan serta berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil, penurun panas, dan menurunkan tekanan darah tinggi (Rukmana, 1998). Buah
labu
siam
mengandung
senyawa
fenol,
flavonoid,
tanin
terkondensasi, alkaloid, saponin, vitamin A, asam amino (Saade, 1996; Marliana, Suryanti, dan Suyono, 2005; Melo, Lima, Maciel, Caetano, and Leal, 2006). Komposisi kimia buah labu siam tiap 100 g, yaitu air (92,30g), protein (0,6 g), lemak (0,1 g), karbohidrat (6,7 g), Ca (14 mg), P (25 mg), Fe (0,5 mg), vitamin B1 (0,02 mg), vitamin C (18 mg) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 dalam Rukmana, 1998).
1
2
Beberapa tanaman yang termasuk dalam suku Cucurbitaceae telah diteliti aktivitas antibakterinya, antara lain: Lagenaria breviflora, Coccinia grandis L. (kemarungan), dan Momordica charantia L. (pare). Ekstrak metanol buah L. breviflora mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Tomori, Saba, and Dada-Adegbola, 2007). Ekstrak heksana daun kemarungan mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, Salmonella typhi dan P. aeruginosa (Farrukh, Shareef, Mahmud, Ali, and Rizwani, 2008). Ekstrak metanol buah pare mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Enterobacter aerogenes (Parekh and Chanda, 2007). Ekstrak etanol daun pare yang mengandung saponin, flavonoid, dan triterpenoid mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus secara in vitro (Wirandari, 2006). Kandungan senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, alkaloid, dan saponin dalam buah labu siam berpotensi sebagai antibakteri. Besarnya aktivitas antibakteri buah labu siam belum pernah diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri buah labu siam dalam upaya pencarian antibakteri baru dan pendayagunaan potensi sumber daya alam sebagai tanaman obat.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah: a. Metode isolasi senyawa kimia buah labu yang dapat digunakan, yaitu ekstraksi secara maserasi, soxhlet, dan perkolasi. Pemilihan pelarut yang tepat dapat mempengaruhi senyawa kimia yang terekstrak. b. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang dapat digunakan, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode difusi digunakan untuk menentukan Diameter Daerah Hambat (DDH), Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), dan nilai banding antara ekstrak aktif antibakteri tertinggi dengan antibakteri sintetik. Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM). c. Jenis bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri yaitu
3
bakteri patogen. d. Jenis golongan senyawa kimia buah labu siam diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia dan penegasan penapisan fitokimia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut: a. Isolasi senyawa kimia buah labu siam dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol dilanjutkan ekstraksi bertahap dengan pelarut yang meningkat kepolarannya (heksana, kloroform, etil asetat dan butanol). b. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah labu siam dengan menggunakan metode difusi lubang untuk menentukan DDH. Ekstrak aktif antibakteri tertinggi dilanjutkan penentuan KHM dan nilai banding dengan antibakteri sintetik, yaitu ampisilin. c. Bakteri yang digunakan untuk uji antibakteri yaitu S. aureus, B. subtilis, E. coli, S. typi, P. aeruginosa, E. aerogenes, dan, atau Shigella dysenteriae. d. Golongan senyawa kimia ekstrak buah labu siam yang mempunyai aktivitas antibakteri diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia, yaitu fenolat, flavonoid, tanin dan polifenol, terpenoid, saponin, dan, atau alkaloid. Golongan senyawa kimia ekstrak aktif antibakteri tertinggi selanjutnya diidentifikasi dengan cara penegasan penapisan fitokimia dengan KLT.
3. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji? b. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap manakah dari ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, dan ekstrak air yang
4
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dan golongan senyawa kimia apa sajakah yang terkandung dalam ekstrak tersebut? c. Berapa KHM dan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam terhadap bakteri uji. 2. Mengetahui jenis ekstrak hasil ekstraksi bertahap yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dan golongan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. 3. Mengetahui KHM dan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah labu siam.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri buah labu siam dan golongan senyawa kimia ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah labu siam. Sehingga dapat memberikan sumbangan tentang manfaat buah labu siam dan membuka peluang untuk pembudidayaan buah labu siam sebagai sumber obat alternatif dalam pengobatan modern.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Labu Siam Labu siam dikenal sebagai jipang, manisah, waluh siam (Indonesia), chayote (Amerika Tengah, Kolombia), labooh selyem (Malaysia), chocho, xuxu, chuchu (Brazil) (Rukmana, 1998; Saade, 1996). Masa produktif labu siam mencapai lima tahun. Daerah penyebarannya meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, NTT, Maluku, dan beberapa propinsi lainnya di Indonesia (Rukmana, 1998). Produksi labu siam di Indonesia tahun 2004 – 2007, yaitu: 179,845 ton (2004); 180,029 ton (2005); 212,697 ton (2006); 254,056 ton (2007) (http://www.hortikultura.deptan.go.id,
3 April 2009).
Sedangkan produksi labu siam di Jawa Tengah tahun 2004 – 2006, yaitu : 170,41 kwintal
(2004);
454,77
kwintal
(2005);
338,80
kwintal
(2006)
(http://www.jawatengah.go.id/framer.php?SUB=potensi&DATA=perkebunan,
3
April 2009). Tanaman ini mempunyai klasifikasi, deskripsi, kandungan, dan manfaat tertentu. a. Klasifikasi Tanaman Kingdom (Kerajaan)
: Plantae (tumbuhan)
Divitio (Divisi)
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divitio (Sub Divisi)
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis (Kelas)
: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo (Bangsa)
: Cucurbitales
Familia (Suku)
: Cucurbitaceae
Genus (Marga)
: Sechium
Spesies (Jenis)
: Sechium edule (Jacq.) Swartz
(Rukmana, 1998)
5
6
b. Deskripsi Tanaman Labu siam dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Akan tetapi, tempat yang berhawa sejuk dan lembab (pegunungan) paling disukai. Di dataran rendah sebaiknya labu siam ditanam di pinggir – pinggir kolam. Labu siam tumbuh merambat ke para – para. Batang tanaman kecil, tetapi sangat panjang. Buah berbentuk lampu dan beralur – alur sebanyak 5 – 10 buah. Buahnya lunak (berdaging) dan banyak mengandung air. Pada permukaan buah tumbuh bulu – bulu yang tajam dan jarang seperti duri. Biji buahnya besar dan lunak. Buah labu siam ditunjukkan pada Gambar 1. Daun labu siam menjari dan berbulu tajam. Akarnya tunggang dengan akar samping yang agak dalam dan kuat (Sunarjono, 2003).
Gambar 1. Buah Labu Siam 4. Kandungan dan Manfaat Tanaman Ekstrak etanol buah labu
siam mengandung alkaloid,
saponin,
kardenolin/bufadienol, dan flavonoid berdasarkan penapisan fitokimia (Marliana, dkk., 2005). Penelitian Melo, et al. (2006) menghasilkan bahwa daging buah labu siam mengandung fenolat, tanin terkondensasi 75,73 ± 3,25 mg katekin/100 g labu siam basah, dan flavonoid 1,92 ± 0,09 mg kuersetin/100 g labu siam basah. Penelitian Saade (1996) menunjukkan bahwa buah labu siam mengandung vitamin A; asam amino, seperti asam aspartat, asam glutamat, alanin, arginin, sistein, penillalanin, glisin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, prolin, serin, tirosin, threonin, dan valin. Komposisi kimia buah labu siam tiap 100 gram, yaitu air (92,30 g),
7
protein (0,6 g), lemak (0,1 g), karbohidrat (6,7 g), Ca (14 mg), P (25 mg), Fe (0,5 mg), vitamin B1 (0,02 mg), vitamin C (18 mg) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 dalam Rukmana, 1998). Labu siam dikenal sebagai sayuran buah yang menyehatkan. Buahnya bisa dibuat sayuran, manisan serta berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil, penurun panas, menurunkan tekanan darah tinggi (Rukmana, 1998). Labu siam juga berfungsi untuk asam urat, kencing manis, gusi berdarah (Ekowahyuni, 2002). 2. Bakteri Uji Bakteri tersebar di alam, antara lain di tanah, udara, air, dan makanan. Sifat taksonomi utama bakteri adalah pewarnaan Gram. Bakteri diwarnai dengan zat warna violet dan yodium, dibilas dengan alkohol, kemudian diwarnai lagi dengan zat warna merah. Struktur dinding sel akan menentukan respon pewarnaan. Bakteri gram positif yang sebagian besar dinding selnya terdiri dari peptidoglikan akan menjerat warna violet. Bakteri gram negatif memiliki lebih sedikit peptidoglikan, yang terletak di suatu gel periplasmik antara membran plasma dan suatu membran bagian luar. Zat warna violet yang digunakan dalam pewarnaan Gram sangat mudah dibilas dari bakteri gram negatif, tetapi selnya tetap menahan zat warna merah. Struktur bakteri gram positif dan bakteri gram negatif ditunjukkan pada Gambar 2. Diantara bakteri patogen yang menyebabkan penyakit, bakteri gram negatif umumnya lebih berbahaya dibandingkan dengan bakteri gram positif (Manalu, 2003). Morfologi bakteri dapat dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu: kokus, basilus, dan spiral. Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola. Kokus terdiri dari mikrokokus (tersendiri), diplokokus (berpasangan dua – dua), tetrade (tersusun rapi dalam kelompok empat sel), sarsina (kelompok delapan sel yang tersusun rapi dalam bentuk kubus), streptokokus (tersusun seperti rantai), dan stafilokokus (bergerombol tak teratur seperti untaian buah anggur). Basilus adalah bakteri yang berbentuk silindris atau seperti batang dengan ukuran dan panjang yang bervariasi. Ujung basilus bervariasi, yaitu persegi, bundar, dan meruncing atau lancip seperti ujung cerutu. Kadang – kadang basilus tetap saling melekat
8
satu dengan lainnya, ujung dengan ujung sehingga memberikan penampilan rantai. Spiral terdiri dari vibrio (berbentuk batang bengkok), spirilum (berbentuk spiral kasar dan kaku), dan spirokhatea (berbentuk spiral halus, elastik, dan fleksibel) (Hadioetomo, Imas, Tjitrosomo, dan Angka, 1986). Bakteri berbentuk kokus contohnya: S. aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Treponema palidum. Bakteri berbentuk basilus contohnya: B. subtilis, P. aeruginosa, dan S. typhi. Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan mengenali bentuknya maupun uji lainnya melalui pemeriksaan laboratorium.
Gambar 2. Struktur Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif (Salton and Kim, 4 Mei 2009) Pemeriksaan laboratorium S. aureus dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dan perbenihan. Pemeriksaan langsung dari nanah, bakteri dapat terlihat tersusun sendiri, berpasangan, bergerombol, dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek. Perbenihan bakteri pada lempeng agar akan
9
menghasilkan koloni yang khas setelah diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37ºC, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari dibiarkan
pada
suhu
kamar.
Jika
bahan
pemeriksaan
mengandung
bermacam – macam bakteri, dapat dipakai perbenihan yang mengandung NaCl 7,5%. Garam tersebut menghambat sebagian besar bakteri lainnya tetapi tidak menghambat S. aureus. Pada suatu perbenihan yang mengandung telurit, S. aureus membentuk
koloni
berwarna
hitam
karena
dapat
mereduksi
telurit
(Syahrurachman, dkk., 1994; Mudihardi, dkk., 2005). Pemeriksaan B. subtilis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopik, bahan yang diambil dari luka, pus, jaringan atau makanan akan dilihat batang positif gram yang biasanya tanpa spora. Perbenihan bakteri pada lempeng agar darah, organisme membentuk koloni kelabu tidak hemolitik dengan morfologi mikroskopik yang khas (Syahrurachman, dkk., 1994; Tonang, 1991) Pemeriksaan laboratorium bakteri gram negatif yang termasuk suku Enterobacteriaceae dapat dilakukan dengan mengambil bahan berupa air kemih, darah, nanah, cairan spinal, dahak, atau zat lainnya seperti dinyatakan oleh lokasi proses penyakit. Bahan pemeriksaan diletakkan pada lempeng agar darah dan pada perbenihan ”diferensial” yang mengandung zat warna dan karbohidrat khusus; ini memungkinkan pengenalan koloni – koloni peragi laktosa dan bukan peragi laktosa dengan cepat ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Identifikasi Cepat dan ”Presumptif” Bakteri Gram Negatif Suku Enterobacteriaceae Cepat Meragi Laktosa
Escherichia coli: Mengkilat seperti logam pada perbenihan diferensial, bergerak, koloni rata tidak liat. Enterobacter aerogenes: Koloni meninggi, tidak ada kilatan logam, sering bergerak, pertumbuhan lebih liat.
Lambat Meragi Laktosa Edwardsiella, Serratia, Citrobacter, Arizona, Providencia, Erwinia.
Tidak Meragi Laktosa
Jenis Shigella: Tidak bergerak, tidak membentuk gas dari deksrosa. Jenis Salmonella: Bergerak, biasanya membentuk asam dan gas dari dekstrosa. Jenis Pseudomonas: Pigmen larut, biru-hijau, dan fluorescein, tercium bau manis
10
Perbenihan pada Mac Conkey atau agar eosin – metilen blue (EMB), koloni – koloni E. coli mempunyai kilatan logam yang khas. Organisme yang diisolasi pada perbenihan ”diferensial” selanjutnya diidentifikasi dengan tes biokimia dan tes serologik ditunjukkan pada Tabel 2 (Tonang, 1991). Tabel 2. Reaksi Biokimia Bakteri Gram Negatif Suku Enterobacteriaceae Organisme
Glu Lak kosa tosa
P. aeruginosa
Su Ma Meng Agar tri gula kro nitol hasil besi sa kan Slant Butt H2S ± Alk ±A
Lisin Dekar boksi lase -
Ornitin Dekar bosi lase -
Arginin Dekar boksi lase -
±
-
E. coli
AG
AG
±
AG
-
A
AG
±
±
±
S. typhi
A
-
-
A
±
Alk
A
+
-
t+
S. dysenteriae A
-
-
-
-
Alk
A
-
-
-
E. aerogenes AG
AG
AG
-
A
AG
+
+
-
Keterangan : (±) Variabel (+) Positif (t) Terlambat
(-) Negatif (A) Asam (kuning)
(AG) Asam dan gas (Alk) Alkali
Berikut ini bakteri yang digunakan untuk uji: a. S. aureus Sistematika dari bakteri S. aureus adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Micrococcoceae Marga : Staphylococcus Jenis
: Staphylococcus aureus (Salle, 1961) S. aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan
diameter 1 μm tersusun dalam kelompok – kelompok yang tidak teratur (stafilokokus). Pada media cair terlihat tunggal, berpasangan, tetrad, dan membentuk rantai. S. aureus biasanya membentuk koloni abu – abu hingga kuning emas. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C. Sebagian besar galur S. aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan dinding
11
sel; ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen, menyebabkan agregasi pada bakteri (Mudihardi, dkk., 2005). S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang bisa menyebabkan keracunan makanan (Syahrurachman, dkk., 1994). b. B. subtilis Sistematika dari bakteri B. subtilis adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Bacillaceae Marga : Bacillus Jenis
: Bacillus subtilis (Salle, 1961) B. subtilis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang (basilus),
berspora (endospora), aerob yang membentuk rantai, ukurannya 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm (Syahrurachman, dkk., 1994). Kebanyakan B. subtilis merupakan organisme saprofit yang terdapat dalam tanah, air, udara, dan tumbuh – tumbuhan (Mudihardi, dkk., 2005). Organisme ini dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, infeksi mata (Syahrurachman, dkk., 1994). c. P. aeruginosa Sistematika dari bakteri P. aeruginosa adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Pseudomonaceae Marga : Pseudomonas Jenis
: Pseudomonas aeruginosa (Salle, 1961) P. aeruginosa merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
ukurannya 0,5 – 1,0 x 3,0 – 4,0 μm. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi kadang – kadang 2 –3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan
lendir
polisakarida
ekstraseluer
(Syahrurachman,
dkk.,
1994).
P. aeruginosa bersifat aerobik obligat yang tumbuh dengan cepat pada berbagai
12
tipe media, kadang memproduksi bau manis, seperti anggur atau seperti jagung. Beberapa galur P. aeruginosa menghemolisis darah. Bakteri ini tumbuh baik pada temperatur 37 – 42°C (Mudihardi, dkk., 2005). P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar, menghasilkan nanah warna hijau biru; meningitis jika masuk melalui fungsi lumbal; dan infeksi saluran kencing jika masuk melalui keteter dan instrumen. Penyerangan pada saluran
nafas,
khususnya
respirator
yang tercemar,
mengakibatkan pneumonia nekrotika. Pada bayi dan orang yang lemah P. aeruginosa mungkin masuk aliran darah dan mengakibatkan sepsis yang fatal. Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan leukimia atau limfoma yang mendapatkan terapi antineoplastik atau terapi radiasi dan pada pasien dengan luka bakar berat (Mudihardi, dkk., 2005). d. E. coli Sistematika dari bakteri E. coli adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia Jenis
: Escherichia coli (Salle, 1961) E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek
(basilus), ukuran 0,4 – 0,7 x 1,4 μm. E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium, sebagian besar E. coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. E. coli banyak ditemukan dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis dalam agar darah (Syahrurachman, dkk., 1994; Mudihardi, dkk., 2005; Tonang, 1991). E. coli menjadi patogen ketika mencapai jaringan di luar intestinal normal atau tempat flora normal yang kurang umum. Kebanyakan tempat yang sering mengalami infeksi klinis adalah saluran air kemih, sistem biliary. Beberapa tempat anatomi (bakterimia, kelenjar prostat, paru – paru, tulang, meningen) dapat menjadi tempat penyakit. E. coli merupakan penyebab paling banyak dari infeksi
13
saluran kencing dan jumlah infeksi saluran kencing pertama kurang lebih 90% pada wanita muda (Mudihardi, dkk., 2005). Beberapa kasus diare para pelancong diakibatkan toksin yang dihasilkan oleh strain E. coli yang didapat dari orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Manalu, 2003). E. coli yang ditemukan dalam air atau susu sebagai bukti adanya kontaminasi tinja. Adanya E. coli dalam jumlah besar dalam air minum menunjukkan adanya kontaminasi permukaan (Tonang, 1991). e. S. typhi Sistematika dari bakteri S. typhi adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Enterobacteriaceae Marga : Salmonella Jenis
: Salmonella typhi (Salle, 1961) S. typhi merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
ukuran 1 – 3,5 x 0,5 – 0,8 μm, tidak berspora, mepunyai flagel peritrikh, besar koloni rata – rata 2 – 4 mm. Organisme ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 – 41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C), dan pH pertumbuhan 6 – 8. S. typhi berada dalam air, es, debu, sampah kering (Syahrurachman, dkk., 1994). S. typhi merupakan penyebab utama infeksi pada manusia. Organisme hampir selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan mengkontaminasi makanan dan minuman. S. typhi menyebabkan demam enterik (demam typhoid). Ketika salmonella mencapai usus kecil, kemudian masuk ke getah bening dan aliran darah. S. typhi dibawa oleh darah ke beberapa organ, termasuk usus. Organisme tersebut meningkat di dalam jaringan getah bening intestinal dan dikeluarkan dalam tinja. Selain itu, S. typhi juga dapat menyebabkan penyakit enterokolitis (Mudihardi, dkk., 2005).
14
f. E. aerogenes Sistematika dari bakteri E. aerogenes adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Enterobacteriaceae Marga : Enterobacter Jenis
: Enterobacter aerogenes (Salle, 1961) E. aerogenes merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
mempunyai kapsul yang kecil. Organisme ini dapat ditemukan hidup bebas juga dalam saluran usus, dan menyebabkan infeksi sistem saluran kencing dan sepsis (Mudihardi, dkk., 2005). g. S. dysenteriae Sistematika dari bakteri S. dysenteriae adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacterialis Suku : Enterobacteriaceae Marga : Shigella Jenis
: Shigella dysenteriae (Salle, 1961) S. dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang yang
tipis (basilus), bersifat nonmotil, dan biasanya tidak memfermentasikan laktosa tetapi memfermentasikan karbohidrat lain, memproduksi asam tetapi tanpa gas. Organisme ini menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang mempengaruhi usus dan susunan syaraf pusat. Pada manusia, eksotoksin dapat menyebabkan diare, menghambat penyerapan gula dan asam amino pada usus kecil. Berlaku seperti “neurotoksin”, materi ini menyebabkan rasa sakit yang hebat dan infeksi S. dysenteriae yang fatal dan pada reaksi susunan syaraf pusat yang diamati pada mereka (misalnya: meningimus, koma). S. dysenteriae dapat menyebar secara luas melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari orang ke orang (Mudihardi, dkk., 2005).
15
3. Antibakteri Antibiotika
adalah
senyawa
kimia
khas
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme hidup termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang dibuat secara sintetik dan dalam kadar yang rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan suatu mikroorganisme. Pada awalnya antibiotik diisolasi dari mikrooorganisme, tetapi sekarang beberapa antibiotik didapatkan dari tumbuhan tingkat tinggi dan binatang (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Salah satu contoh antibiotik adalah obat antibakteri. Antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Antibakteri dapat bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisidal sebagai bahan yang dapat mematikan bakteri (Schlegel and Schmidt, 1994). Sebagian besar bakteriostatik menjadi bakterisidal pada dosis sangat tinggi, yang biasanya terlalu toksis untuk diberikan kepada manusia. Pada dosis tertentu, obat dapat berdaya bakterisidal untuk suatu mikroba dan hanya baktriostatik bagi mikroba lain (Tjay dan Rahardja, 2002). Penggolongan antibakteri yang sering digunakan adalah berdasarkan luas aktivitasnya, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis bakteri, yaitu antibakteri spektrum sempit dan luas. Antibakteri aktivitas sempit hanya bekerja pada beberapa jenis bakteri tertentu, contohnya penisilin-G dan penisilin-V hanya bekerja pada bakteri gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin khusus aktif terhadap bakteri gram negatif. Antibakteri aktivitas luas bekerja terhadap jenis bakteri gram positif maupun gram negatif, contohnya: sulfonamida, ampisilin, tetrasiklin (Tjay dan Rahardja, 2002). Cara kerja antimikroba dapat digolongkan menjadi lima kelompok ditunjukkan pada Gambar 3, yaitu (1) menghambat sintesis dinding sel; (2) menghambat sintesis protein; (3) merusak membran sel; (4) menghambat sintesis DNA atau RNA; dan (5) menghambat sintesis metabolit yang penting (Tortora, Funke, and Case, 1995; Fulks, 12 Oktober 2008). Penisilin dapat menghambat tahap akhir sintesis dinding sel bakteri melalui interaksi antara penisilin dengan enzim transpeptidase ditunjukkan pada Gambar 4 (Atteridge and Tromblay, 15 Juli 2009).
16
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
Gambar 4. Cara Kerja Antimikroba (Fulks, 12 Oktober 2008)
Gambar 4. Interaksi Penisilin dengan Enzm Transpeptidase (Atteridge and Tromblay, 15 Juli 2009) 4. Senyawa Antibakteri Ampisilin dan Senyawa – senyawa Metabolit Sekunder yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Salah satu contoh antibiotik turunan penisilin yang berfungsi menghambat tahap akhir sintesis dinding sel bakteri, yaitu ampisilin. Ampisilin dapat
17
menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan oleh serangan nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin β-laktam yang bermuatan
positif,
sehingga
terjadi hambatan
biosintesis
peptidoglikan.
Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Reaksi penghambatan enzim transpeptidase oleh ampisilin ditunjukkan pada Gambar 5 (Siswandono dan Soekardjo, 2000). O H C NH2
C
H N O
S CH3 H C CH C CH3 C N CH O
Tranpeptidase
COOH
O H C NH2
C
H N O
S CH3 H C CH C CH3 C HN CH O
COOH
Tranpeptidase
Gambar 5. Reaksi Penghambatan Enzim Transpeptidase oleh Ampisilin (Siswandono dan Soekardjo, 2000) Senyawa – senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antibakteri termasuk dalam golongan senyawa fenol, flavonoid, tanin, terpenoid, saponin, dan alkaloid. Aktivitas antibakteri masing – masing golongan senyawa tersebut berbeda – beda. Turunan senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Senyawa fenol dalam ekstrak gambir berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan B. subtilis (Pambayun, Gardjito, Sudarmadji, dan Kuswanto, 2007). Beberapa senyawa fenol yang berpotensi sebagai antibakteri ditunjukkan pada Gambar 6.
18
HO O
O
O kuinon
asam sinamat HO
OH
H 2C
O eugenol
CH3
HO katekol
Gambar 6. Struktur Beberapa Senyawa Fenol Antibakteri (Cowan, 1999; El-Fadaly and El-Badrawy, 2001) Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau methoxy-6 trihydroxy-5,7,4’ flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3’,4’ flavone (6MLU) dapat berinteraksi dengan enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR berperan dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini menyebabkan inti sel bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri mati. Mekanisme penghambatan 6MAPI terhadap enzim DHFR melalui dua interaksi hidrofobik dengan Ala7 dan Ser49, serta enam ikatan hidrogen dengan Ala7, Ser49, Tyr100 dan Ile94 ditunjukkan pada Gambar 7, sedangkan 6MLU membentuk delapan interaksi hirofobik dengan Leu28, Phe31, Thr46, Ile50, Leu54 and Ile 94 serta empat ikatan hidrogen dengan Ile50, Arg52, dan Leu54 ditunjukkan pada Gambar 8 (Bensequeni, Abdelouahab, and Mustapha, 26 April 2009). Tanin terkondensasi mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat mengikat dinding sel bakteri, menghambat pertumbuhan dan aktivitas protease (Jones, 1994 dalam Cowan, 1999). Contoh tanin terkondensasi, yaitu: B-3 (katekin-(4α->8)-katekin) dan B-4 (katekin-(4α->8)-katekin) ditunjukkan pada gambar 9 (Hagerman, 2002).
Alkaloid juga mempunyai aktivitas antibakteri
dengan cara mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Ajizah, 2004). Contoh alkaloid bersifat antibakteri, yaitu: lupanine atau 2-oxosparteine dan
19
S-calycotomine. Kedua jenis alkaloid tersebut diisolasi dari Genista microcepala dan terbukti efektif menghambat petumbuhan Enterobacter sp., E. coli, P. aeruginosa, Staphlococcus blanc (Zellagui, Rhouati, Creche, Tóth, Ahmed, and Paré, 2004). Struktur beberapa alkaloid ditunjukan pada Gambar 10. OH OH O H
CO Ala7
OC
O 6MAPI
HN O
Ser49 NH CH2OH
HN
H3C
OH
O OC Ile94
H O HN Tyr100 OC
Gambar 7. Kompleks DHFR-6MAPI (Bensequeni, et al., 26 April 2009)
CO
NH Phe31
CO
NH Le u
OC
HN
28
Ile50
OH
OC HO
HN
NH
H Ile94
O 6MLU
Leu54 H3CO OC
OH
O
CHOH CO Thr46 NH
H HN HN
NH(CH)3 Arg52 NH
Gambar 8. Kompleks DHFR-6MLU (Bensequeni, et al., 26 April 2009)
20
OH
OH
OH
OH HO
HO
O
O OH
OH OH
OH OH
OH
OH
OH HO
HO
O
O
OH
OH OH
OH
B-3 (katekin-(4α->8)-katekin)
B-4 (katekin-(4α->8)-katekin)
Gambar 9. Struktur Beberapa Tanin Terkondensasi (Hagerman, 2002)
H
5
17 7
4
15 14
N 11 8
3 2
N 1
13 9
10
H
11
4
O
4a
O
8a
10
1
NH
12 OH
O
lupanine atau 2-oxosparteine
S-calycotomine
Gambar 10. Struktur Beberapa Alkaloid Antibakteri (Zellagui, et al., 2004) Terpenoid dapat bersifat antibakteri dengan merusak membran sel bakteri (Cowan, 1999). Terpenoid phytadiene dan 1,2-seco-cladiellan yang terkandung dalam herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) terbukti aktif melawan S. aureus dan E. coli (Gunawan, Bawa, Sutrisnayanti, 2008). Terpenoid asam kaurenoat dari Pseudognaphalium vira vira dapat merusak membran sel S. aureus melalui ikatan hidrogen gugus karboksilat asam kaurenoat dengan atom oksigen fosforil membran sel, yaitu CO2 H---O=P dengan jarak 1,91Å (Urzúa, Rezende, Mascayano, and Vásquez, 2008). Terpenoid 6-[1-(1,13-dimetil-4,5,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17dodekahidro1H-siklopenta [alpa] phenan tren-17-il)]-3-metil-3,6-dihidro-2H-piranon yang diiisolasi dari Elephantopus scaber dapat menghambat aktivitas enzim autolisin pada S. aureus dengan membentuk interaksi yang kuat pada sisi aktif residu enzim. Enzim autolisin terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri yang
21
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, pembentukan peptidoglikan, pembelahan sel, pemisahan, motilitas, kemotaksis, kemampuan genetik, dan pengeluaran protein (Daisy, Mathew, Suveena, and Rayan, 2008). Struktur terpenoid ditunjukkan pada Gambar 11. OH
OCH3 O
O
phytadiene 1,2-seco-cladiellan H CO2H
ent-16-asam kaurenoat 24 27
CH3
21
CH3
19 11
3
10 9
8
26 O
20 17
18 1
22
O
16
24
5
6-[1-(10,13-dymethyl-4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dodec
6-[1-(1,13-dimetil-4,5,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17dodekahidro-1H-siklopenta [alpa] phenan tren-17-il)]-3-metil-3,6-dihidro-2H-piranon
Gambar 11. Struktur Beberapa Terpenoid Antibakteri Saponin ada yang berfungsi sebagai antimikroba (Padmawinata, 1995). Menurut Dwijoseputro (1994) saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan hancurnya bakteri (Istiana, 2005). Berikut ini contoh saponin yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis, yaitu erylosides A. Struktur erylosides A ditunjukkan pada Gambar 12 (Fouad, Al-Trabeen, Badran, Wray, Edrada, Proksch, and Ebel, 2004).
22
OH
OH CH2OH O
HO
H
β-D-Gal
HO
O HO O HO
O H
CH2OH
erylosides A
Gambar 12. Struktur Saponin Antibakteri (Fouad, et al., 2004) Senyawa fenol, tanin terkondensasi, flavonoid, terpenoid, saponin, dan alkaloid yang berpotensi sebagai antibakteri mempunyai korelasi dengan ampisilin yaitu sama – sama dapat menghambat pembentukan dinding sel dengan membentuk ikatan hidrogen pada asam amino sisi aktif enzim transpeptidase. Perkiraan cara penghambatan senyawa metabolit sekunder tersebut mirip dengan penghambatan flavonoid 6MAPI dan 6MLU terhadap enzim dehidrofolase reduktase pada E. coli maupun naringenin (flavonon) dan apigenin (flavon) terhadap β-Ketoacyl acyl carrier protein synthase (KAS) III pada jalur sintesis asam lemak Enterococcus faecalis (Bensegueni, et al., 26 April 2009; Jeong, Lee, and Kim, 2007).
5. Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba Aktivitas antimikroba diukur secara in vitro untuk menentukan potensi zat antibakteri dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan, dan kepekaan suatu bakteri terhadap konsentrasi obat yang digunakan. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba secara in vitro ada dua macam, yaitu metode difusi dan metode dilusi. a. Metode difusi Metode difusi yang sering digunakan yaitu metode cakram kertas dan metode lubang (perforasi). Pada metode cakram kertas, digunakan cakram kertas saring dengan diameter tertentu yang telah dibasahi dengan larutan uji, kemudian ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi
23
bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter daerah hambat (DDH) sekitar cakram terlihat sebagai daerah jernih. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor kimia dan fisika, selain faktor antara zat antibakteri dengan bakteri (misalnya: sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas zat antibakteri) (Mudihardi, dkk., 2005). Metode difusi lubang, yaitu membuat sumuran pada medium agar dengan garis tengah tertentu dan diisi dengan larutan uji yang digunakan (Kristanti, Aminah, Tanjung, dan Kurniadi, 2008). Metode difusi dapat digunakan untuk menentukan diameter daerah hambat (DDH), KHM, dan nilai banding. DDH ekstrak daun Polyalthia longifolia, KHM ekstrak air panas, ekstrak air dingin, ekstrak etanol daun Sida acuta, serta KHM ekstrak metanol-air Hibiscus sabdariffa ditentukan dengan metode difusi lubang (Ghosh, Das, Chatterjee, and Chandra, 2008; Iroha, Amadi, Nwuzo, and Afiukwa, 2009; Olaleye and Tolulope, 2007) KHM adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang masih dapat menghambat pertumbuhan mikroba. KHM merupakan petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan juga memberikan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan dalam pengobatan penyakit. Metode ini memberikan petunjuk mengenai konsentrasi antibiotik yang harus dicapai pada lokasi infeksi agar dapat menghambat mikroorganisme. Apabila KHM dan sifat cairan tubuh seperti darah dan urine telah diketahui, maka dapat ditentukan jenis antibiotik yang ampuh untuk pengobatan, besarnya dosis yang diperlukan, dan cara pemberian antibiotik. Umumnya batas keamanan penggunaan antibiotik untuk pengobatan penyakit adalah sepuluh kali dosis KHM (Lay, 1994). Nilai banding merupakan kesetaraan aktivitas antibakteri ekstrak yang diuji dengan antibakteri sintetik. Penetapan nilai banding ekstrak aktif antibakteri dengan antibakteri sintetik dapat dilakukan dengan metode difusi lubang maupun metode difusi cakram kertas. Sejumlah konsentrasi antibakteri sintetik diuji aktivitas antibakterinya. Berdasarkan hasil pengukuran DDH antibakteri sintetik, dibuat persamaan garis antara logaritma konsentrasi dengan DDH antibakteri
24
sintetik. Selanjutnya, DDH ekstrak aktif antibakteri ditarik garis lurus yang memotong kurva standar sehingga diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian dihitung antilognya untuk mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya. Nilai banding sampel terhadap antibakteri sintetik dapat dihitung dengan persamaan: Nilai banding =
Konsentrasi Sampel dari Kurva x100% Konsentrasi Sampel Sebenarnya
(Sukandar, Suwendar, dan Ekawati, 2006; Yuliani, 2001) b. Metode Dilusi Metode dilusi dengan menggunakan zat antibakteri dengan kadar menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir yaitu dilarutkan zat antibakteri dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Mudihardi, dkk., 2005). Metode dilusi dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM. Pada penentuan KHM, inokulum baku mikroorganisme ditambahkan pada deretan pengenceran tabung yang berisi antibiotik dan pertumbuhan pertumbuhan mikroorganisme dilihat dari kekeruhan dalam tabung. Kekeruhan tabung setelah waktu inkubasi menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik dalam tabung tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroorganime. Sebaliknya tidak adanya kekeruhan menunjukkan bahwa mikroorganisme peka terhadap konsentrasi antibiotik dalam tabung (Lay, 1994). KBM adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang dapat mematikan mikroba. KBM ditentukan dengan cara mengambil suspensi menggunakan ose dari tabung-tabung yang digunakan untuk menentukan nilai KHM dan menyebarkannya pada permukaan agar Mueller-Hinton secara sektoral. Kemudian cawan petri tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC. Konsentrasi terendah yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri ditetapkan sebagai KBM (Rollins, Temenak, Shields, and Joseph, 2003).
25
6. Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen yang diinginkan dari penyusun – penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi yang tepat tergantung dari tekstur, kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi, dan jenis senyawa yang diisolasi (Padmawinata dan Soediro, 1996). Pelarut eter, petroleum eter, dan kloroform digunakan untuk memisahkan lipid dan terpenoid (Padmawinata dan Soediro, 1996). Kloroform juga dapat digunakan untuk memisahkan flavonoid dan terpenoid (Ayafor, et al., 1994 and Perrett, et al., 1995 dalam Cowan, 1999). Alkohol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Padmawinata dan Soediro, 1996). Pada umumnya polaritas senyawa organik meningkat dengan bertambahnya gugus fungsional dan berkurang dengan bertambahnya berat molekul (Adnan, 1997). Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi selanjutnya dapat diuapkan kembali menggunakan rotary evaporator sehingga akan diperoleh ekstrak yang bebas pelarut. Prinsip utama rotary evaporator yaitu penurunan tekanan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya (Kristanti, dkk., 2008). Penelitian Cetkovic, Canadanovic-Brunet, Djilas, Tumbas,
Markov, and
Cvetkovic (2007) menguapkan kloroform, etil asetat, butanol, air pada suhu 40ºC menggunakan rotary evaporator. Penelitian Durmaz, Sagun, Tarakci, and Ozgokce (2006) menguapkan metanol, n-heksana, dan air pada suhu 40ºC. Beberapa contoh pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi ditunjukkan pada Tabel 3. Metanol merupakan pelarut organik polar yang mempunyai gugus hidroksil sehingga dapat melarutkan senyawa organik polar. Hal ini sesuai ungkapan “like dissolves like”. Struktur metanol, yaitu: CH3 – OH (Joedodibroto dan Hadiwidjojo, 1988; Achmadi, 1992; Adnan, 1997; Pudjaatmaka, 1982). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pelarut metanol dapat mengekstraksi senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid karena senyawa – senyawa tersebut mempunyai gugus fungsional, ikatan rangkap, atom nitogen, atom oksigen yang bersifat polar.
26
Tabel 3. Pelarut untuk Ekstraksi Nama Heksana
Rumus Molekul C6H14
Titik didih (ºC) 69
Kerapatan (g/ml), 20ºC 0,660
Konstanta dielektrik 1,890
Kloroform
CHCl3
62
1,483
4,806
Etil Asetat
CH3COOC2H5
77
0,894
6,020
Butanol
C4H9OH
117
0,810
18,000
Metanol
CH3OH
65,4
0,790
33,620
(Pudjaatmaka, 1982; Joedodibroto dan Hadiwidjojo, 1988; Adnan, 1997; www.wikipedia.com, 3 Juli 2009) Ekstrak metanol daun Ligustrum vulgare L. mengandung ligustaloside A (Sersen, Mucaji, Grancai, Nagy, and Svajdlenka, 2006). Ekstrak metanol batang Klainedoxa gabonenses mengandung 3,3’,4’-tri-O-metil asam elagat (Dongo, Hussain, Miemanang, Tazzo, Schulz, and Krohn, 2009). Ekstrak metanol kayu batang Garcia tetandra Pierre mengandung 1,3,6,7-tetrahidroksisanton dan 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton (Purwaningsih dan Ersam, 2007). Senyawa fenol tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Struktur senyawa fenol yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 13. HO O
OH
OH
O
HO
HO
O COOMe H
O OH OH
O
3,3,4',5,7-pentahidroksiflavon
CHO
OGlc
Ligustaloside A
Gambar 13. Struktur Senyawa Fenol yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol Ekstrak metanol Syphocampylus verticellatus mengandung senyawa flavonoid 3-metoksi-luteolin. Flavonoid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol
27
karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar (Miguel, Santos, Calixto, Monache, and Yunes, 2001). Struktur flavonoid yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 14. O OCH3
O
OH
O
OH
H3CO OCH3 O
O
HO
OH
OH
O
3,3',4'-Tri-O-metil asam elagat
OH
1,3,4,5,8-pentahidroksisanton OH
HO
O
OH
OCH3 OH
O 3-metoksi-luteolin
Gambar 14. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol Ekstrak metanol Xylocarpus mollucensis (Lamk.) mengandung tanin tekondensasi, yaitu katekin, epikatekin, prosianidin B1, prosianidin trimer, dan prosianidin pentamer. Tanin terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Struktur tanin terkondensasi yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 15 (Wangensteen, et al., 2009). Ekstrak metanol Orostachys japonicus mengandung terpenoid β-sitosteril3-O-β-D-glukopiranosil-6'-O-palmitat dan β-sitosteril-3-O-β-D-glukopiranosida (Yoon, Min, Lee, Park, and Choi, 2005). Ekstrak metanol batang Klainedoxa gabonenses mengandung asam betulinat, lupeol, β-sitosterol, dan β-amyran-3one. Ekstrak metanol daun Paullinia pinnata mengandung β-amyrin dan
28
β-sitosterol glukopiranosida (Dongo, et al., 2009). Ekstrak metanol S. verticellatus mengandung β-sitosterol, stigmasterol, kaempesterol, dan α-amyrin (Miguel, et al., 2001). Ekstrak metanol buah Ganoderma applanatum mengandung triterpenoid ganoderenic acid dan ganoderic acid (Boh, Hadzar, Dolnicar, Berovic, and Pohleven, 2000). Terpenoid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar. Struktur terpenoid yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 16.
OH
n=1 (prosianidin B1) n=2 (prosianidin trimer) n=4 (prosianidin pentamer)
OH HO
O OH
n
OH
OH
OH
OH
OH HO
HO
O
O OH
OH
OH
OH
katekin
Gambar 15. Struktur Tanin Terkondensasi yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
H H
OR
H OH
O
OH
OH
OH
H O
OH
R= asam palmitat OH
β-sitosteril-3-O-β-D-glukopiranosil-6'-O-palmitat
OH
β-sitosteril-3-O- β-D-glukopiranosida
Gambar 16. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
29
Ekstrak
metanol Bolbostemma
paniculatum mengandung
saponin
stigmasta-7, 22, 25-triene-3-O-nonadecanoic acid ester (1) dan stigmasta-7, 22, 25-triene-3-O-β-D-(6′-palmitoyl) glucopyranoside (2). Strukturnya ditunjukkan pada Gambar 17. Saponin tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai gugus hidroksil, ikatan rangkap, dan gugus karbonil yang bersifat polar (Liu, Zhang, Chen, Gu, Li, and Chen, 2003).
O H3C
(H2C)17
C
O
(1) O H3C
(H2C)17
C
O CH2 OH O
O
(2)
OH OH
Gambar 17. Struktur Saponin yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol Ekstrak metanol S. verticellatus mengandung alkaloid N-metil-2,6-bis-(2hidroksi-pentil)-piperidin
hidroklorida dan N-metill-2-(2-hidroksibutil)-6-(2-
hidroksipentil-piperidin) (Miguel, et al., 2002). Aaptosin merupakan suatu alkaloid yang diisolasi dengan metanol kemudian dipartisi dengan kloroform dan dilanjutkan dengan kromatografi kolom (Rombang, dkk., 2001). Ekstrak metanol kelampayan mengandung 3-hidroksikadambin dan kadambin (Simanjuntak dan Bustanussalam, 2005). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai atom nitogen yang bersifat polar. Struktur alkaloid yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 18.
30
N H N
N H H
OH
H3CO
OCH3
OH H
H
OCH3
O
H OC
O
OH OH
H
OH OH
H
3-dihidroksikadambin
aaptosin
N N H O
H3CO
OH H
H H OC
O O
OH OH
H
OH OH
H
kadambin
Gambar 18. Struktur Alkaloid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol Ekstrak metanol dilanjutkan dengan ekstraksi bertahap menggunakan heksana, klorofrom, etil asetat, dan butanol (Yoon, et al., 2005; Dongo, et al., 2009; Miguel, et al., 2001). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak yang mengandung komponen kimia dengan kepolaran berbeda secara optimum (Praptiwi, dkk., 2008). Heksana merupakan senyawa hidrokarbon rantai lurus yang bersifat non polar. Rumus strukturnya: CH3 – CH2 – CH2 – CH2 –CH2 – CH3. Heksana dapat mengekstrak senyawa polar yang terdapat dalam ekstrak metanol karena senyawa polar tersebut juga mempunyai bagian non polar sehingga dapat membentuk interaksi van der waals dengan heksana yang non polar (Nogrady, 1992; Pudjaatmaka, 1982). Penelitian terdahulu yang menunjukkan heksana dapat mengekstrak senyawa terpenoid dalam ekstrak metanol yaitu penelitian Yoon, et al. (2005), Dongo, et al (2009), dan Miguel, et al. (2001). Senyawa β-sitosteril-3-O-β-D-glukopiranosil-6'-O-palmitat dan β-sitosteril -3-O-β-D-glucopiranosida diperoleh dari ekstrak heksana hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol O. japonicus (Yoon, et al., 2005). Senyawa asam
31
betulinat, lupeol, β-sitosterol, dan β-amyran-3-one diperoleh dari ekstrak heksana hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol daun P. pinnata (Dongo, et al., 2009). Senyawa β-sitosterol, stigmasterol, kaempesterol, dan α-amyrin diperoleh dari ekstrak heksana hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol S. verticellatus (Miguel, et al., 2001). Senyawa terpenoid tersebut
mempunyai hidrokarbon
aromatik siklik yang bersifat non polar sehingga dapat diekstraksi dengan heksana yang bersifat non polar (Achmadi, 1992). Kloroform mempunyai rumus molekul CHCl3. Rumus strukturnya sebagai berikut:
H Cl
C
Cl
Cl
Kloroform merupakan pelarut organik semi polar. Kloroform kurang polar dibandingkan dengan etil asetat, butanol, maupun metanol. Akan tetapi, kloroform lebih polar dibandingkan heksana. Kloroform dapat mengekstrak senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid yang semi polar (Pudjaatmaka, 1982). Buah G. applanatum diekstraksi dengan metanol, kemudian diekstraksi lagi dengan kloroform dan dilanjutkan kromatografi kolom menghasilkan triterpenoid ganoderenic acid A dan ganoderic acid F (Boh, et al., 2000). Terpenoid tersebut dapat diekstraksi dengan kloroform karena mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar dan juga hidrokarbon aromatik siklik yang bersifat non polar sehingga bersifat semi polar seperti kloroform. Struktur terpenoid yang dapat diekstraksi dengan kloroform ditunjukkan pada Gambar 19. CH3
O
CH3 H3C
COOH
CH3
COOH
OAc
O
CH3
O
O
CH3
CH3 CH3
OH
CH3 O
O
OH
H3C
O
CH3
Ganoderenic acid A
O
H3C
CH3
Ganoderic acid F
Gambar 19. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform
32
Ekstrak kloroform Clerodendrum indicum Linn mengandung flavonoid hispiludin. Struktur hispidulin ditunjukkan pada Gambar 20 (Rahman, Azam, and Gafur, 2000). Hispiludin termasuk flavon termetoksilasi yang sifatnya kurang polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Padmawinata, 1988). OH
HO
O
H3CO OH
O
Hispiludin
Gambar 20. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform Ekstrak kloroform B. paniculatum yang diekstraksi dari ekstrak metanol mengandung stigmasta-7,22,25-triene-3-O-nonadecanoic acid ester and stigmasta7,22,25-triene-3-O-β-D-(6′-palmitoyl) glucopyranoside. Saponin tersebut dapat diekstraksi dengan kloroform karena mempunyai gugus hidroksil, ikatan rangkap, dan gugus karbonil yang bersifat polar. Selain itu, kedua senyawa tersebut juga mempunyai hidrokarbon aromatik siklik maupun hidrokarbon rantai lurus yang bersifat non polar sehingga kedua senyawa bersifat semi polar seperti kloroform (Liu, et al., 2003). Aaptosin merupakan suatu alkaloid yang diisolasi dengan metanol kemudian dipartisi dengan kloroform dan dilanjutkan dengan kromatografi kolom (Rombang, dkk., 2001). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi dengan kloroform karena mempunyai atom nitogen yang bersifat polar. Etil asetat mempunyai gugus karbonil dan atom oksigen sehingga bersifat polar. Kepolarannya lebih besar dibandingkan dengan kloroform dan lebih kecil dibandingkan dengan butanol dan metanol. Rumus struktur kimia etil asetat yaitu: O H3C
C O
CH2
CH3
33
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa etil asetat dapat mengekstrak senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, dan terpenoid dalam ekstrak metanol karena senyawa tersebut juga bersifat polar dengan kepolaran seperti etil asetat. Hal ini sesuai dengan ungkapan like dissolve like (Pudjatmaaka, 1982). Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak metanol daun P. pinnata mengandung β-amyrin dan β-sitosterol glukopiranosida (Dongo, et al., 2009). Daun S. verticellatus diekstraksi dengan metanol 95%, kemudian diekstraksi bertahap menggunakan heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Ekstrak ekstrak etil asetat dilanjutkan dengan kromatografi kolom diperoleh β-sitosterol glukosida (Miguel, et al., 2002). Terpenoid β-amyrin yang dapat diekstrak etil asetat berbeda dengan terpenoid β-amyran-3-one yang diekstrak oleh klorofom. β-amyrin (1) lebih polar karena mempunyai gugus hidroksil dan ikatan rangkap, sedangkan β-amyran-3-one (2) hanya mempunyai gugus karbonil. Struktur keduanya ditunjukkan pada Gambar 21.
HO
(1)
O
(2)
Gambar 21. Struktur β-amyrin (1) dan β-amyran-3-one (2) Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol kayu batang G. tetandra Pierre mengandung 1,3,6,7-tetrahidroksisanton dan 1,3,4,5,8pentahidroksisanton (Purwaningsih dan Ersam, 2007). Senyawa fenol tersebut dapat diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol X. mollucensis (Lamk.) mengandung tanin tekondensasi, yaitu katekin dan epikatekin. Tanin terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai
34
gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar (Wangensteen, et al., 2009). Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol S. verticellatus mengandung senyawa flavonoid 3-metoksi-luteolin. Flavonoid tersebut dapat diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar (Miguel, et al., 2001). Flavonoid yang diisolasi dengan etil asetat lebih polar dibandingkan dengan flavonoid yang diisolasi dengan kloroform, contohnya: hispiludin dibandingkan dengan 3-metoksi-luteolin. Hispiludin hanya mempunyai tiga gugus hidroksil dan ikatan rangkap, sedangkan 3-metoksi luteolin mempunyai empat gugus hidroksil dan ikatan rangkap. Butanol mempunyai struktur kimia, yaitu: CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH. Gugus hidroksil pada butanol bersifat polar. Butanol lebih polar dibandingkan dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil. Akan tetapi, butanol kurang polar dibandingkan metanol karena rantai hidrokarbonnya lebih panjang. Butanol dapat mengekstrak senyawa fenol, tanin terkondensasi, dan alkaloid dalam ekstrak metanol karena senyawa tersebut juga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan ungkapan like dissolve like (Pudjatmaaka, 1982). Ekstrak S.
butanol
verticellatus
hidroklorida
hasil
mengandung
dan
ekstraksi
bertahap
dari
ekstrak
metanol
N-metil-2,6-bis-(2-hidroksi-pentil)-piperidin
N-metill-2-(2-hidroksibutil)-6-(2-hidroksipentil-piperidin)
(Miguel, et al., 2002). Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak metanol
kelampayan
mengandung
3-hidroksikadambin
dan
kadambin
(Simanjuntak dan Bustanussalam, 2005). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi dengan butanol karena mempunyai atom nitogen yang bersifat polar. Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ektrak metanol X. mollucensis (Lamk.) mengandung tanin tekondensasi, yaitu prosianidin B1, prosianidin trimer, dan prosianidin pentamer. Tanin terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan butanol karena mempunyai gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Ketiga tanin tersebut lebih polar dibandingkan dengan katekin dan epikatekin yang diektraksi dengan etil asetat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
35
gugus hidroksilnya lebih banyak sehingga lebih polar (Wangensteen, et al., 2009). Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak metanol daun L. vulgare L. mengandung senyawa fenol ligustaloside A (Sersen, et al., 2006).
7. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia adalah analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu antrakinon, glikosida jantung, kumarin, fenolat, flavonoid, tanin, polifenol, tepenoid, saponin, dan alkaloid (Dewi, 2008). Metode yang digunakan untuk melakukan penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: sederhana, cepat, hanya memenuhi peralatan yang sederhana, khas untuk satu golongan senyawa, dan memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar (dapt mendeteksi keberadaan senyawa meski dalam konsentrasi yang cukup kecil) (Kristanti, dkk., 2008). Uji penapisan fitokimia biasanya menggunakan reagen-reagen pendeteksi antara lain untuk mengetahui senyawa fenol menggunakan FeCl3, tanin menggunakan larutan gelatin dan FeCl3, flavonoid dengan penambahan HCl, terpenoid
menggunakan vanillin-H2SO4,
saponin dengan penambahan air, dan alkaloid menggunakan reagen Wagner. Uji kualitatif senyawa fenol menggunakan pereaksi FeCl3 menimbulkan warna merah, hijau, ungu, biru, atau hitam kuat (Padmawinata dan Sudiro, 1996; Rojas, Ochoa, Ocampo, and Muñoz, 2006). Perubahan warna yang terjadi dimungkinkan karena terbentuknya kompleks Fe3+-fenol. Atom oksigen pada senyawa fenol mempunyai pasangan elektron bebas dapat mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital kosong membentuk ikatan kovalen koordinasi sehingga menjadi suatu kompleks (Syarifuddin, 1994). Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji kualitatif senyawa fenol ditunjukkan pada Gambar 22. Uji kualitatif flavonoid menggunakan HCl akan membentuk garam flavilium berwarna merah atau ungu ditunjukkan pada Gambar 23 (Achmad, 1986; Dewi, 2008)
36
Fe3+ OH HO
OH +
O
FeCl3
O
O
Piragalol
Gambar 22. Perkiraan Reaksi Uji Senyawa Fenol OH HO
OH
O
HO
OH
O OH
HCl OH OH
Cl
OH
O
OH
OH
Garam Flavilium
Kuersetin H
OH OH HO HO
O OH
O OH OH OH OH
OH
OH
OH
OH HO
O OH OH OH
OH
Gambar 23. Reaksi Uji Flavonoid (Achmad, 1986) Uji kualitatif tanin dapat dilakukan dengan menggunakan gelatin yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan (Rojas, et al., 2006). Selain itu, perubahan warna menjadi hijau kecoklatan setelah ditambah FeCl3 menandakan adanya tanin terkondensasi dalam ekstrak tersebut (Dewi, 2008; Indrayani, dkk., 2006). Perubahan warna yang terjadi dimungkinkan karena terbentuknya kompleks Fe3+-tanin. Atom oksigen pada tanin mempunyai pasangan elektron bebas dapat mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital kosong
37
membentuk ikatan kovalen koordinasi sehingga menjadi suatu kompleks ditunjukkan Gambar 24 (Syarifuddin, 1994). OH HO
O CH
OH FeCl3
+
CHOH C H2
Fe3+
OH
O O
O CH
O
CHOH C H2 OH
Gambar 24. Reaksi Uji Tanin (Kristinawati, 2004) Uji terpenoid menggunakan reagen vanillin-H2SO4 menghasilkan warna ungu, biru, biru-ungu, orange ke merah ungu dan atau merah cokelat (Wagner, Bladt, and Zgainski, 1984). Reaksi uji terpenoid ditunjukkan pada Gambar 25. Uji kualitatif saponin dilakukan dengan mengocok ekstrak dalam air. Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon (Rusdi, 1988). Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji saponin ditunjukkan pada Gambar 26. Uji
kualitatif
alkaloid
menggunakan
pereaksi
wagner,
pereaksi
dragendorff, dan pereaksi mayer (Rojas, et al., 2006). Hasil positif uji alkaloid pada uji wagner ditandai dengan terbentuknya endapan. Endapan tersebut diperkirakan adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodine bereaksi dengan I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan nitrogen pada alkaloid sehingga terbentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji wagner ditunjukkan pada Gambar 27.
38
OH H
CH3
O C
OCH3
C
CH
HO Ethinylestradiol
OH Vanilin
H OH CH3
C
CH
C
CH
OH HO H H3CO
HO OH CH3
H2O H
O H3CO
HO
Gambar 25. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 (Jork, Funk, and Fischer, 1990)
H2O
CH2OH
CO
CO O
OH
O CH2OH
OH OH
+
OH
O
OH
OH OH
Aglikon
Arabinopiriosil-3β-asetil oleanolat
OH
glukosa
Gambar 26. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Marliana, dkk., 2005) I2 + I-
I3coklat + KI + I2
N kuinolin
+ I3N K Kalium - Alkaloid endapan
Gambar 27. Perkiraan Reaksi Uji Wagner (Marliana, dkk., 2005)
39
8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi adalah suatu metode fisik untuk pemisahan yang didasarkan atas perbedaan afinitas senyawa – senyawa yang sedang dianalisis terhadap dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak (Kristanti, dkk., 2008). Sistem fase gerak yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Rohman, 2007). Hasil pemisahan pada plat KLT akan mudah dilihat apabila senyawa yang dikromatografi berwarna. Namun, jika senyawa tidak berwarna maka bercak dapat dilihat di bawah sinar UV maupun disemprot dengan pereaksi semprot (Kristanti, dkk., 2008). Uji KLT terpenoid menggunakan penyemprot vanillin – H2SO4 menghasilkan bercak berwarna ungu, biru, cokelat (Wagner, et al., 1984). Penelitian Kuswandi, Sofia, dan Iravati (2003) menggunakan vanillin – H2SO4 sebagai penyemprot KLT untuk mendeteksi adanya terpenoid. Uji KLT fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3. Fenolat dan tanin akan berwarna hijau, merah ungu, biru, hitam (Padmawinata dan Sudiro, 1996; Ajaiyeoba and Edith, 2002). Uji KLT flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1% berwarna coklat muda pada sinar tampak dan biru pada UV 365 nm (Geissman, 1962 dalam Kuswandi, dkk., 2003; Wagner, et al., 1984). AlCl3 dapat membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga ditunjukkan Gambar 28 (Padmawinata, 1988; Jork, et al., 1990). Penelitian Nugrahaningtyas, Matjseh, dan Wahyuni (2005); Kuswandi, dkk. (2003) menggunakan AlCl3 sebagai penyemprot KLT untuk mendeteksi adanya flavonoid.
O
O
+ OH
O
Al3+ -H+ O
O Al
Gambar 28. Reaksi Uji KLT Flavonoid (Jork, et al, 1990)
40
B. Kerangka Pemikiran Antibakteri bermanfaat untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri patogen. Penggunaan antibakteri sintetik secara terus menerus dapat menyebabkan resistensi. Pencarian senyawa aktif baru dari tumbuhan obat yang berpotensi sebagai antibakteri merupakan solusi untuk mengatasi bakteri patogen yang telah resisten. Buah labu siam merupakan tumbuhan obat dari suku Cucurbitaceae yang berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil, penurun panas, menurunkan tekanan darah tinggi, menyembuhkan gangguan sariawan. Buah labu siam mengandung golongan senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, saponin, dan alkaloid yang berpotensi sebagai antibakteri. Pemanfaatan buah labu siam sebagai antibakteri belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai uji aktivitas antibakteri buah labu siam. Tahap penelitian yang dilakukan dengan mengisolasi senyawa kimia buah labu siam dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol karena metanol dapat melarutkan sebagian besar senyawa organik. Ekstrak metanol yang diperoleh dilakukan pengujian aktivitas antibakteri, kemudian dilanjutkan ekstraksi bertahap menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran meningkat, yaitu heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Ekstrak – ekstrak hasil ekstraksi bertahap dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri masing-masing ekstrak berbeda-beda tergantung kandungan golongan senyawa antibakteri di dalamnya dan jenis bakteri uji. Ekstrak aktif antibakteri selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia terhadap golongan senyawa saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, alkaloid, tanin dan polifenol. Sedangkan ekstrak aktif yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi selanjutnya dilakukan penegasan penapisan fitokimia dengan KLT, penentuan KHM dan nilai banding dengan ampisilin.
41
C. Hipotesa Ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, E. coli, S. dysenteriae, S. typhi, dan, atau E. aerogenes. Ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah labu siam mengandung senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dalam laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengisolasi komponen kimia dalam buah labu siam dengan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi lubang. Ekstraksi kemudian dilanjutkan terhadap ekstrak metanol menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran meningkat, yaitu heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, dan ekstrak air yang telah diperoleh dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi lubang. Ekstrak aktif antibakteri dilakukan penapisan fitokimia terhadap golongan senyawa yang befungsi sebagai antibakteri pada ekstrak buah labu siam meliputi fenolat, flavonoid, tanin, terpenoid, saponin, dan alkaloid. Ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi selanjutnya dilakukan penegasan penapisan fitokimia dengan KLT, penentuan KHM dan nilai banding dengan ampisilin.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA dan Sub Laboratorium Biologi MIPA Pusat Universitas Sebelas Maret, pada bulan Januari 2008 – Januari 2009.
C. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, statif dan klem, rotary evaporator (Bibby RE 200), oven tipe Batch, penggiling jenis Disk Mill model FFD ukuran mesh 40, inkubator suhu 4°C (J.P. SELECTA Hotcold M), inkubator suhu 37°C (J.P. SELECTA Hotcold M), timbangan elektrik
4242
43
(Analytical Balance Denver Instrument), autoklaf, hot plate-stirer (IKA Labortechnick), pembakar spirtus, jangka sorong kaliber, master pipet digital 2 – 20 μl, 20 – 200 μl, dan 100 – 1000 μl, jarum ose, perforator no.3 (diameter 6 mm), eppendorf, laminar air flow, vortex, hot plate, bejana KLT, lampu UV BDH SVL-6, spatula logam.
2. Bahan a. Bahan yang Diteliti Bahan yang diteliti adalah buah labu siam yang diperoleh dari pasar Legi, Surakarta. b. Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan adalah B. subtilis FNCC 0059, S. aureus FNCC 0047, E. coli FNCC 0091, P. aeruginosa FNCC 0063, dan S. thypi FNCC 0050 yang diperoleh dari PAU UGM; E. aerogenes dan S. dysenteriae yang diperoleh dari LIPI Bandung. c. Media Bakteri Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah nutrient agar p.a (Merck). d. Zat Pembanding Antibakteri Zat pembanding yang digunakan adalah ampisilin standar farmasi. e. Bahan Kimia Metanol teknis (Brataco Chemika), heksana teknis (Brataco Chemika), etil asetat teknis (Asia Lab.), kloroform p.a (Merck), butanol p.a (Merck), aquades, DMSO p.a (Merck), HCl p.a (Merck), NaCl p.a (Merck), KI p.a (Merck), Iodine p.a (Merck), etanol p.a (Merck), FeCl3 p.a (Merck), gelatin p.a (Merck), vanilin p.a (Merck), AlCl3 p.a (Merck), H2SO4 p.a (Merck), plat KLT silika gel F254.
D. Prosedur Penelitian Bagan prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 1. Determinasi Sampel
Determinasi buah labu siam dilakukan di Fakultas Farmasi, Universitas
44
Gadjah Mada, Yogyakarta. Surat keterangan determinasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Pembuatan Serbuk Simplisia
Daging buah labu siam dikupas kulitnya, dibuang bijinya, dipotong tipis – tipis, diangin – anginkan ±15 jam kemudian dikeringkan dengan oven suhu 55°C selama ±72 jam. Selanjutnya daging buah kering dihancurkan dengan penggiling sampai berbentuk serbuk.
3. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol
Serbuk buah labu siam sebanyak 1 kg diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol sampai terendam ±2 cm. Ekstraksi dilakukan selama 1 x 48 jam, kemudian dilanjutkan 2 x 24 jam. Pelarut metanol yang digunakan sebanyak 2,5 L; 1 L; 0,85 L. Filtrat yang diperoleh, diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi pada suhu 40˚C, dan diperoleh ekstrak metanol kental.
4. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol
a. Sterilisasi Alat Semua alat seperti cawan petri, perforator, spatula logam, jarum ose, tempat sampel, dan peralatan gelas yang lainya yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. b. Pembuatan Media Nutrien agar ditimbang sebanyak 2 g kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades, dipanaskan di atas hotplate-stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar berwarna kuning jernih. Larutan agar tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml. Tabung reaksi disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit, kemudian dimiringkan selama ±12jam sehingga terbentuk nutrien agar miring.
45
c. Penyediaan Suspensi Bakteri Uji Bakteri dibiakkan dalam nutrien agar miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 jam, kemudian disuspensikan dalam 3 ml aquades steril. d. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dilakukan menggunakan metode difusi lubang. Suspensi bakteri sebanyak 100 μl dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian dicampur dengan 15 ml nutrien agar steril cair. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara gerakan memutar, kemudian dibiarkan memadat. Selanjutnya, campuran dibuat lubang menggunakan perforator berdiameter 6 mm. Tiap lubang diisi dengan 20 μl DMSO dan sampel ekstrak yang telah dilarutkan dalam larutan DMSO. Cawan petri diinkubasikan selama 20 jam pada suhu 37°C, kemudian diukur Diameter Daerah Hambat (DDH) yang diperlihatkan oleh daerah bening di sekeliling lubang yang berisi sampel dengan jangka sorong. Konsentrasi ekstrak metanol yang digunakan yaitu 20mg/lubang, 15mg/lubang, dan 10mg/lubang. Perhitungan konsentrasi sampel yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Ekstraksi Bertahap terhadap Ekstrak Metanol
Sampel ekstrak metanol labu siam sebanyak 150 g dilarutkan dalam campuran metanol:air (4:1), yaitu 160 ml metanol dan 40 ml air. Campuran diaduk dengan menggunakan stirer supaya homogen diperoleh 300 ml. Larutan dimasukkan ke dalam 6 corong pisah, masing – masing 50 ml, diekstraksi dengan heksana masing – masing 50 ml sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu lapisan atas (larutan heksana) dan lapisan bawah, kemudian dipisahkan. Lapisan atas (larutan heksana) dievaporasi sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi pada suhu 40˚C, diperoleh ekstrak heksana. Larutan lapisan bawah dimasukkan ke dalam 6 corong pisah, masing – masing 50 ml, diekstraksi dengan kloroform masing – masing 50 ml sehingga diperoleh dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah (larutan kloroform), kemudian dipisahkan. Larutan bawah (larutan kloroform) dievaporasi sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi pada suhu 40˚C, diperoleh ekstrak
46
kloroform. Larutan
lapisan
atas
dimasukkan
ke
dalam
6
corong
pisah,
masing – masing 50 ml, diekstraksi dengan etil asetat masing – masing 50 ml sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu lapisan atas (larutan etil asetat) dan lapisan bawah, kemudian dipisahkan. Lapisan atas (larutan etil asetat) dievaporasi sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi pada suhu 40˚C, diperoleh ekstrak etil asetat. Larutan lapisan bawah hasil ekstraksi sebanyak 130 ml dimasukkan ke dalam 3 corong pisah, yaitu 45 ml, 45 ml, dan 40 ml, diekstraksi dengan butanol sesuai volume masing – masing sehingga diperoleh 2 lapisan yaitu lapisan atas (larutan butanol) dan lapisan bawah (lapisan air), kemudian dipisahkan. Kedua larutan dievaporasi sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi pada suhu 40˚C, diperoleh ekstrak butanol dan ekstrak air.
6. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak Heksana, Ekstrak
Kloroform, Ekstrak Etil Asetat, Ekstrak Butanol, dan Ekstrak Air Ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, dan ekstrak air dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan tahapan kerja seperti pada pengujian ekstrak metanol. Konsentrasi sampel yang digunakan yaitu 15mg/lubang. Perhitungan konsentrasi sampel untuk uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Lampiran 3.
7. Penapisan Fitokimia Ekstrak Aktif Antibakteri
Penapisan fitokimia dilakukan untuk golongan senyawa berikut : a. Fenolat Ekstrak sebanyak 10 mg ditambah dengan larutan FeCl3 1% dalam air. Fenolat positif jika terjadi perubahan warna hijau, merah ungu, biru, hitam (Padmawinata dan Sudiro, 1996). b. Flavonoid Ekstrak sebanyak 20 mg ditambah heksana, diaduk, fase heksana dibuang. Prosedur diulangi hingga larutan heksana tidak berwarna. Residu dilarutkan dengan etanol, kemudian dibagi dalam 2 bagian, yaitu A dan B. Bagian A sebagai
47
blanko. Bagian B ditambah HCl pekat, kemudian dihangatkan di atas penangas air selama 15 menit, diamati perubahan warna yang terjadi. Terbentuknya warna merah kuat atau violet menunjukkan adanya flavonoid (Dewi, 2008). c. Tanin dan polifenol Ekstrak sebanyak 25 mg ditambah aquades panas, diaduk, didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu A, B dan C. Bagian A digunakan sebagai blanko, bagian B ditambahkan larutan gelatin, bagian C ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 1%, dan diamati perubahan yang terjadi. Jika filtrat B terbentuk endapan menunjukkan adanya tanin. Jika filtrat C terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin terhidrolisa, warna hijau kecoklatan menunjukkan adanya senyawa tanin terkondensasi, selain warna di atas menunjukan adanya senyawa polifenol (Dewi, 2008). d. Terpenoid Ekstrak sebanyak 10 mg diletakkan pada plat kemudian ditambah dengan vanilin dan H2SO4 pekat. Uji positif jika terbentuk warna ungu (Padmawinata dan Sudiro, 1996; Wagner, dkk., 1984). e. Saponin Ekstrak sebanyak 15 mg, ditambah 15 μl aquades, dikocok, kemudian didiamkan. Apabila terbentuk buih yang tidak hilang selama 30 menit, maka ekstrak tanaman tersebut mengandung saponin (Dewi, 2008). f. Alkaloid Ekstrak sebanyak 20 mg ditambah HCl 2M, dipanaskan di atas penangas air, diaduk, didinginkan hingga suhu ruang. Kemudian ditambah NaCl serbuk, diaduk, dan disaring. Filtrat ditambah HCl 2M. Filtrat dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu A dan B. Bagian A sebagai blanko, bagian B direaksikan dengan pereaksi wagner. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan (Dewi, 2008).
8. Penegasan Penapisan Fitokimia Ekstrak Aktif Antibakteri
Tertinggi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak aktif antibakteri tertinggi ditotolkan pada plat KLT silika gel F254,
48
kemudian dielusi dengan fase gerak kloroform : etil asetat (5:5 dan 3:7). Variasi perbandingan fasa gerak dilakukan untuk memperoleh pemisahan maksimal. Selanjutnya fase gerak yang memberikan pemisahan maksimal digunakan untuk penegasan penapisan fitokimia dengan KLT. Deteksi bercak dilakukan dengan penyemprot FeCl3 1% dalam air untuk fenolat dan tanin, penyemprot AlCl3 1% dalam etanol untuk flavonoid, penyemprot vanillin-H2SO4 untuk terpenoid, kemudian diamati pada sinar tampak, UV 254 nm, dan UV 365 nm. Pembuatan reagen penyemprot untuk KLT sebagai berikut: Penyemprot Vanillin-H2SO4
: (i) 5% H2SO4 dalam etanol (ii) 1% vanilin dalam etanol Plat disemprot larutan (i), larutan (ii), kemudian dipanaskan suhu 100ºC, selama 10 menit
Pereaksi Wagner
: KI sebanyak 2 g dan iodine sebanyak 1,27 g dilarutkan ke dalam aquades sampai volumenya 100 ml, kemudian disimpan dalam botol gelap.
9. Penetapan KHM Ekstrak Aktif Antibakteri Tertinggi Penetapan KHM aktif antibakteri tertinggi dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi terendah sampel uji yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penetapan KHM dilakukan dengan metode difusi lubang seperti pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol, dengan melakukan variasi konsentrasi sampel yaitu 750, 300, 100, dan 30 mg/ml maupun 200, 100, 50, dan 25 mg/ml. Perhitungan konsentrasi sampel untuk uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Lampiran 4.
10. Penetapan KHM Ampisilin dan Nilai Banding Ekstrak Aktif
Antibakteri Tertinggi Penetapan KHM ampisilin seperti penetapan KHM ekstrak aktif antibakteri tertinggi. Variasi konsentrasi ampisilin yang digunakan 1,50.10-2; 0,76.10-2; 0,38.10 -2; 0,19.10-2; 1,00.10 -3; 0,50.10-3; 0,25.10 -3; dan 1,25.10-4 mg/ml. Pengujian nilai banding ekstrak aktif tertinggi menggunakan konsentrasi 200
49
mg/ml. Perhitungan konsentrasi sampel untuk uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Lampiran 4
E. Teknik Analisa dan Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa golongan senyawa kimia dari penapisan fitokimia, harga Rf dan warna bercak golongan senyawa kimia dari penegasan penapisan fitokimia dengan KLT, Daerah Diameter Hambat (DDH) ekstrak aktif antibakteri, KHM dan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi dari pengujian aktivitas antibakteri. DDH dan KHM yang diperoleh dari dua kali ulangan dianalisis secara statistik dengan One-Way ANOVA (Analisis Variansi) dan uji lanjutan LSD (α = 5%). Penetapan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi dengan membuat kurva standar ampisilin, yaitu antara log konsentrasi (mg/ml) terhadap Daerah Diameter Hambat (DDH, mm). Selanjutnya, DDH ekstrak aktif antibakteri tertinggi pada konsentrasi tertinggi seperti penetapan KHM ekstrak aktif antibakteri tertinggi ditarik garis lurus yang memotong kurva standar sehingga diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian dihitung antilognya untuk mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya. Nilai banding sampel terhadap ampisilin dapat dihitung dengan persamaan: Nilai banding =
Konsentrasi Sampel dari Kurva x100% Konsentrasi Sampel Sebenarnya (Sukandar, dkk., 2006; Yuliani, 2001)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Serbuk Simplisia Sampel buah labu siam sebanyak 37,5 kg dipotong tipis – tipis kemudian diangin – anginkan sehingga diperoleh sampel sebanyak 8,288 kg. Menurut Sirait (1985) semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Selanjutnya sampel dikeringkan dengan oven suhu 55°C. Prosedur ini dapat menghilangkan air dengan baik sehingga sampel tidak mudah rusak dalam jangka waktu yang lama. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30° sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C (Sirait, 1985). Simplisia kering yang diperoleh sebanyak 1,235 kg digiling sampai berbentuk serbuk sebanyak 1,2 kg. Serbuk simplisia yang diperoleh dilanjutkan dengan ekstraksi.
B. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol Serbuk simplisia sebanyak 1 kg diekstraksi selama 1 x 48 jam dan 2 x 24 jam pada suhu kamar menggunakan pelarut metanol. Simplisia berbentuk serbuk untuk memperluas permukaannya dan meningkatkan interaksi antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak sehingga senyawa yang terekstrak semakin banyak. Sebagian besar senyawa aktif yang dapat melawan mikroorganisme meliputi senyawa aromatik dan senyawa organik tidak jenuh biasanya diperoleh melalui ekstraksi pendahuluan menggunakan pelarut metanol. Apabila suatu tanaman mempunyai aktivitas antibakteri maka dilanjutkan pemisahan dengan berbagai pelarut yang meningkat kepolarannya dan uji aktivitas antibakteri ekstrak – ekstrak tersebut. Metanol dapat mengekstrak golongan senyawa antibakteri lebih banyak dibandingkan pelarut organik polar lainnya (Cowan, 1999). Maserasi dilakukan dengan merendam simplisia dalam pelarut metanol dan diaduk setiap satu jam sekali. Pelarut metanol akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif
50
51
akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986). Maserasi yang berulang – ulang akan diperoleh ekstrak semakin banyak. Hasil maserasi berupa ekstrak kental metanol berwarna hijau kecoklatan sebanyak 182,37 g dengan rendemen 18,2% (b/b). Perhitungan ditunjukkan pada Lampiran 5. Ekstrak metanol yang diperoleh digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri.
C. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak metanol dilakukan dengan konsentrasi 20mg/lubang, 15mg/lubang, dan 10mg/lubang. Ekstrak dengan konsentrasi tersebut diuji aktivitas antibakterinya terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, E. coli, S. typhi, E. aerogenes, dan S. dysenteriae dengan metode difusi lubang dan sebagai pelarut sampel serta kontrol negatif digunakan dimetil sufoksida (DMSO). DMSO tidak mempunyai efek antibakteri sehingga tidak mempengaruhi hasil uji antibakteri (Kustyaningsih, 2004; Ristiningsih, 2009). Selain itu, DMSO juga dapat melarutkan semua ekstrak buah labu siam. Penelitian uji aktivitas antibakteri yang telah dilakukan Yuliani (2001) menggunakan DMSO sebagai pelarut sampel dan kontrol negatif. Penelitian Ristiningsih (2009), Virganita (2009), menunjukkan bahwa pelarut metanol tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, P. aeruginosa, dan Salmonella spp. Sifat antibakteri ekstrak metanol buah labu siam dinyatakan dalam diameter daerah hambat (DDH) terhadap bakteri uji ditunjukkan pada Tabel 4 dan Lampiran 6. Hasil yang diperoleh pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. aerogenes dan S. dysenteriae. Sedangkan aktivitas antibakteri terhadap S. typhi belum begitu jelas sehingga perlu dilakukan pengujian lagi.
52
Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Konsentrasi 20mg/lubang, 15mg/lubang, dan 10mg/lubang Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Bakteri
Konsentrasi Ekstrak Metanol 10mg/lubang 15mg/lubang 20mg/lubang
S. aureus + + + B. subtilis * + + P. aeruginosa + + + E. coli * * + S. thypi ** ** ** E. aerogenes S. dysenteriae Keterangan : (+) = Mempunyai aktivitas antibakteri (–) = Tidak mempunyai aktivitas antibakteri (*) = DDH melebar; (**) = DDH kurang jelas Selanjutnya, pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dilakukan dengan konsentrasi 10mg/lubang dan 15mg/lubang. Bakteri uji yang digunakan hanya S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli karena pada uji sebelumnya dapat dihambat pertumbuhannya oleh ekstrak metanol. Pengujian terhadap S. typhi untuk memastikan aktivitas antibakteri ekstrak metanol terhadap bakteri tersebut. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam konsentrasi 15mg/lubang dan 10mg/lubang ditunjukkan pada Gambar 30 dan Lampiran 7. Gambar
30
menunjukkan
bahwa
ekstrak
metanol
15mg/lubang
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap E. coli, diikuti B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhi. Ekstrak metanol 10mg/lubang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap E. coli, diikuti B. subtilis, P. aeruginosa, S. aureus, dan S. typhi. Ekstrak metanol 10mg/lubang dan ekstrak metanol 15mg/lubang tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. typhi ditunjukkan dengan DDH 6 mm. Hasil uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 8 diperoleh nilai signifikansi 0,000 pada konsentrasi 15mg/lubang dan 10mg/lubang. Apabila dibandingkan dengan signifikansi yang dipilih (α = 0,05) maka Ho ditolak (0,000<0,05), artinya uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol 10mg/lubang dan
53
ekstrak metanol 15mg/lubang terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, E. coli, dan S. typhi mempunyai perbedaan yang bermakna.
20
Rata - rata DDH (mm)
18 16
S. aureus B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. typhi
14 12 10 8 6 4 10mg/lubang
15mg/lubang
Konsentrasi Ekstrak Metanol
Gambar 30. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Konsentrasi 15mg/lubang dan 10mg/lubang (diameter lubang = 6 mm, rata – rata DDH diperoleh dari dua kali pengulangan) Uji lanjutan LSD pada Lampiran 8 untuk mengetahui secara pasti pengaruh aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang satu dengan lainnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada E. coli <0,05, artinya aktivitas antibakteri ekstrak metanol 10mg/lubang dan 15mg/lubang terhadap E. coli dibandingkan dengan S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan S. typhi berbeda nyata. Akan tetapi, aktivitas antibakteri ekstrak metanol 10mg/lubang dan 15mg/lubang terhadap S. aureus dibandingkan dengan B. subtilis dan P. aeruginosa tidak beda nyata. Begitu juga dengan B. subtilis dibandingkan dengan P. aeruginosa juga tidak beda nyata. Hasil uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 9 diperoleh nilai signifikansi >0,05 terhadap S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol konsentrasi 10mg/lubang dibandingkan konsentrasi 15mg/lubang terhadap S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa tidak beda nyata. Akan tetapi, aktivitas antibakteri
54
ekstrak metanol konsentrasi 15mg/lubang dibandingkan konsentrasi 10mg/lubang terhadap E. coli beda nyata. Konsentrasi ekstrak metanol meningkat maka kadar bahan aktif antibakterinya semakin besar sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Kemampuan suatu bahan antimikroba dalam menghambat maupun membunuh mikroorganisme tergantung pada konsentrasi bahan antimikroba (Schlegel dan Schmidt, 1994). Ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, E. coli, dan P. aeruginosa tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. typhi. Oleh karena itu, pada uji selanjutnya S. typhi tidak digunakan lagi. Penelitian yang penah dilakukan Kandhasamy, Arunachalam, and Thatheyus (2008) menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang Drynaria quercifolia juga mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. typhi. Penelitian Saadabi, AL-Schemi, and AL-Zailaie (2006) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun paria kecil mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli. Perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak metanol pada masing – masing bakteri ditunjukkan dengan DDH yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol tergantung pada species bakteri. Penelitian Durmaz, et al. (2006), aktivitas antibakteri ekstrak metanol Allium vineale, Chaerophyllum macropodum, dan Prangos ferulaceae tergantung pada species bakteri uji. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam untuk mengetahui buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri atau tidak. Setelah mengetahui hasilnya positif pada bakteri S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli, maka dilanjutkan ekstraksi bertahap dan uji aktivitas antibakteri ekstrak – ekstrak tersebut.
55
D. Ekstraksi Bertahap terhadap Ekstrak Metanol Sampel ekstrak metanol labu siam sebanyak 150 gram dilarutkan ke dalam 200 ml campuran metanol : air (4:1), yaitu 160 ml metanol dan 40 ml air. Hal ini bertujuan untuk membuat larutan encer sehingga lebih mudah diekstraksi. Interaksi senyawa kimia dengan pelarut dalam larutan encer akan lebih mudah sehingga senyawa yang ada dapat dipisahkan berdasarkan tingkat kepolarannya. Larutan diekstraksi bertingkat dengan pelarut yang semakin meningkat kepolarannya yaitu heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Ekstraksi menggunakan pelarut bertingkat kepolarannya ini bertujuan untuk mendapatkan atau memisahkan ekstrak tumbuhan berdasarkan polaritas senyawanya (Diastuti, Achmad, dan Ratnaningsih, 2003). Hasil ekstraksi bertahap dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 10. Tabel 5. Hasil Ekstraksi Ekstrak Metanol Buah Labu Siam dengan Berbagai Pelarut Jenis Ekstrak
Berat (g)
Warna ekstrak
Ekstrak Heksana
3,149
Hijau tua
Ekstrak Kloroform
4,110
Hijau kehitaman
Ekstrak Etil asetat
3,006
Coklat tua
Ekstrak Butanol
2,528
Coklat
Ekstrak Air
99,470
Coklat kehitaman
Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak yang mempunyai berat terbesar adalah ekstrak air, diikuti oleh ekstrak kloroform, ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak butanol. Perbedaan berat ekstrak karena kelarutan senyawa dalam masing – masing pelarut berbeda – beda. Tiap – tiap ekstrak selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.
E. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol dan ekstrak air dengan konsentrasi 15mg/lubang.
56
Pemilihan konsentrasi tersebut karena uji ekstrak metanol 15mg/lubang mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan ekstrak metanol 10mg/lubang sehingga diharapkan uji ekstrak – ekstrak hasil ekstraksi bertahap akan diperoleh aktivitas antibakteri yang lebih jelas dan bisa mewakili hasil uji kualitatif ekstrak tersebut. Pengujian hanya dilakukan pada S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, dan ekstrak air ditunjukkan Gambar 31 dan Lampiran 11.
15 S. aureus B. subtilis P. aeruginosa E. coli
14 Rata - rata DDH (mm)
13 12 11 10 9 8 7 6 5 H
K
EA
B
A
Jenis Ekstrak Buah Labu S iam
Gambar 31. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Heksana (H), Ekstrak Kloroform (K), Ekstrak Etil Asetat (EA), Ekstrak Butanol (B), Ekstrak Air (A); (diameter lubang = 6 mm, rata – rata DDH diperoleh dari dua kali pengulangan) Hasil pengujian aktivitas antibakteri pada Gambar 31 menunjukkan bahwa ekstrak heksana dan butanol hanya memberikan aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis, sedangkan ekstrak air tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri ditunjukkan dengan DDH 6 mm. Penelitian Hernandez, Hernandez, Saab, Abdala, and Castillo (2005) menunjukkan bahwa ekstrak air S. boliviana juga tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa, E. coli, dan S. aureus.
57
Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak butanol, dan ekstrak air terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Penelitian Abeysinghe, Wanigatunge, and Pathirana (2006) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun Avicennia marina mempunyai aktivitas antibakteri lebih tinggi dibandingkan ekstrak petroleum eter, ekstrak kloroform, dan ekstrak etanol terhadap Staphylococcus sp., Pseudomonas sp., dan E. coli. Pelarut kloroform dan etil asetat tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp., Pseudomonas sp., dan E. coli. Penelitian Rahman, et al. (2000) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat akar C. indicum mempunyai aktivitas antibakteri lebih tinggi dibandingkan ekstrak kloroform terhadap B. subtilis, S. aureus, dan E. coli. Penelitian Ristiningsih (2009) dan Virganita (2009) menunjukkan bahwa pelarut etil asetat tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Hasil uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 12 diperoleh nilai signifikansi <0,05 pada ekstrak heksana dan ekstrak butanol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak heksana dan ekstrak butanol terhadap bakteri uji beda nyata. Uji lanjutan LSD pada Lampiran 12 untuk mengetahui pengaruh aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang satu dengan lainnya. Aktivitas antibakteri ekstrak heksana dan ekstrak butanol terhadap B. subtilis dibandingkan dengan S. aureus, P. aeruginosa, dan E. coli beda nyata. Aktivitas antibakteri ekstrak kloroform terhadap S. aureus dibandingkan dengan E. coli, ekstrak etil asetat terhadap B. subtilis dibandingkan dengan P. aeruginosa dan E. coli, ekstrak etil asetat terhadap P. aeruginosa dibandingkan B. subtilis, ekstrak etil asetat terhadap E. coli dibandingkan B. subtilis mempunyai perbedaan bermakna. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri (ekstrak aktif), yaitu ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat dan ekstrak butanol. Ekstrak heksana dan ekstrak butanol hanya mempunyai aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis. Ekstrak etil asetat, dan ekstrak kloroform mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli. Hasil uji statistik ANOVA pada Lampiran 13 diperoleh nilai signifikansi
58
<0,05 artinya terdapat pengaruh aktivitas antibakteri yang berbeda nyata antara bakteri uji dengan ekstrak. Uji lanjutan LSD untuk mengetahui pengaruh aktivitas antibakteri antara ekstrak yang satu dengan ekstrak lainnya pada masing – masing bakteri uji. Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak butanol, dan ekstrak air terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Hasil uji lanjutan LSD pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa perbedaan tersebut bermakna (sig.<0,05). Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih kecil dibandingkan ekstrak kloroform terhadap S. aureus dan B. subtilis tetapi perbedaanya tersebut tidak bermakna. Sehingga bisa dianggap bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan ekstrak kloroform terhadap S. aureus dan B. subtilis hampir sama. Ekstrak etil asetat buah labu siam yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P. aeruginosa dan E. coli dibandingkan ekstrak lainnya dilanjutkan dengan penegasan penapisan fitokimia dengan KLT, penetapan KHM dan nilai banding dengan ampisilin. Sedangkan ekstrak aktif antibakteri hanya dilanjutkan dengan penapisan fitokimia.
F. Penapisan Fitokimia Ekstrak Aktif Antibakteri Penapisan fitokimia merupakan pemeriksaan kualitatif golongan senyawa kimia meliputi pengujian fenolat, flavonoid, tanin dan polifenol, terpenoid, saponin, dan alkaloid. Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak aktif antibakteri yaitu ekstrak metanol, ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, dan ekstrak butanol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh golongan senyawa kimia
yang
terkandung
dalam
ekstrak
dengan
aktivitas
antibakteri
masing – masing ekstrak. Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 14. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan ekstrak kloroform mengandung fenolat, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid. Ekstrak etil asetat mengandung fenolat, flavonoid, tanin terkondensasi, dan terpenoid. Ekstrak butanol hanya mengandung fenolat, tanin terkondensasi, dan alkaloid. Ekstrak heksana hanya mengandung terpenoid.
59
Tabel 6. Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak Aktif Antibakteri Ekstrak Aktif Antibakteri Uji
Ekstrak
Ekstrak
Metanol
Heksana
Fenolat
+
-
+
+
+
Flavonoid
+
-
+
+
-
(Tanin dan
+
-
+
+
+
Terpenoid
+
+
+
+
-
Saponin
+
-
+
-
-
Alkaloid
+
-
+
-
+
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
Kloroform Etil asetat Butanol
polifenol)*
Keterangan : (*) = Tanin terkondensasi; (+) = Ada golongan senyawa kimia; (-) = Tidak ada golongan senyawa kimia Ekstrak
metanol
mengandung
senyawa
fenol,
flavonoid,
tanin
terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid karena senyawa – senyawa tersebut mempunyai gugus fungsional, ikatan rangkap, atom nitogen, dan atom oksigen yang bersifat polar sehingga dapat diekstraksi oleh metanol yang bersifat polar. Hal ini sesuai ungkapan “like dissolves like” (Joedodibroto dan Hadiwidjojo, 1988; Achmadi, 1992; Adnan, 1997; Pudjaatmaka, 1982). Senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid dalam ekstrak metanol dapat dipisahkan sesuai dengan kepolaran masing – masing menggunakan heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Hal tersebut dapat dilihat bahwa ekstrak heksana hanya mengandung terpenoid. Heksana dapat mengekstrak senyawa polar yang terdapat dalam ekstrak metanol karena senyawa polar tersebut juga mempunyai bagian non polar sehingga dapat membentuk interaksi van der waals dengan heksana yang non polar (Nogrady, 1992; Pudjaatmaka, 1982). Penelitian terdahulu yang menunjukkan heksana dapat mengekstrak senyawa terpenoid dalam ekstrak metanol yaitu penelitian Yoon, et al. (2005), Dongo, et al (2009), dan Miguel, et al. (2001). Kloroform
dapat
mengekstrak
senyawa
fenol,
flavonoid,
tanin
terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid yang semi polar. Etil asetat dapat
60
mengekstrak senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, dan terpenoid yang mempunyai kepolaran seperti etil asetat. Butanol dapat mengekstrak senyawa fenol, tanin terkondensasi, dan alkaloid yang lebih polar. Ekstrak kloroform dan ekstrak etil asetat mengandung flavonoid tetapi jenisnya berbeda. Flavonoid yang diisolasi dengan etil asetat lebih polar dibandingkan dengan flavonoid yang diisolasi dengan kloroform, contohnya: hispiludin dibandingkan dengan 3-metoksi-luteolin. Hispiludin hanya mempunyai tiga gugus hidroksil dan ikatan rangkap, sedangkan 3-metoksi luteolin mempunyai empat gugus hidroksil dan ikatan rangkap (Miguel, et al., 2001; Rahman, et al., 2000). Tanin terkondensasi dapat diekstraksi dengan etil asetat dan butanol karena mempunyai gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Akan tetapi, jenis tanin terkondensasi yang diekstraksi etil asetat dan butanol berbeda. Penelitian terdahulu menunjukkan katekin dan epikatekin dapat diekstraksi dengan etil asetat sedangkan prosianidin B1, prosianidin trimer, dan prosianidin pentamer dapat diekstraksi dengan butanol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah gugus hiroksil katekin dan epikatekin lebih sedikit dibandingkan prosianidin B1, prosianidin trimer, dan prosianidin pentamer sehingga kurang polar dan dapat diekstraksi dengan etil asetat yang kurang polar dibandingkan dengan butanol (Wangensteen, 2009). Penapisan fitokimia tersebut dipilih karena senyawa antibakteri umumnya terdapat pada golongan fenolat, flavonoid, tanin, terpenoid, saponin, dan alkaloid (Cowan, 1999; Padmawinata, 1995; Pambayun, dkk., 2007). Ekstrak kloroform mempunyai golongan senyawa kimia lebih banyak dibandingkan ekstrak etil asetat tetapi aktivitas antibakterinya lebih kecil. Hal ini terjadi karena adanya antagonisme golongan senyawa dalam ekstrak tersebut. Antagonisme dapat terjadi antar golongan senyawa atau bahkan dua senyawa sama golongannya sekalipun (Hartini, Soegihardjo, Putri, Imaculata, Setyorini, dan Kurniawan, 26 April 2009). Terpenoid yang terkandung dalam ekstrak heksana berperan dalam menghambat pertumbuhan B. subtilis. Kandungan senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid dalam ekstrak metanol dan ekstrak
61
kloroform berperan dalam menghambat pertumbuhan B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, dan E. coli. Kandungan senyawa fenol, tanin terkondensasi, dan alkaloid dalam ekstrak butanol hanya berperan dalam menghambat pertumbuhan B. subtilis. Buah labu siam mengandung senyawa fenol dan tanin terkondensasi. Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks proteinfenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Senyawa fenol dalam ekstrak gambir berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan B. subtilis (Pambayun, dkk., 2007). Tanin terkondensasi mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat mengikat dinding sel bakteri, menghambat pertumbuhan dan aktivitas protease (Jones, 1994 dalam Cowan, 1999). Buah labu siam mengandung flavonoid. Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat membentuk kompleks dengan protein ekstra seluler, protein terlarut, dan kompleks dengan dinding sel (Tsuchiya, et al., 1996 dalam Cowan, 1999). Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau methoxy-6 trihydroxy-5,7,4’ flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3’,4’ flavone (6MLU) dapat berinteraksi dengan enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR berperan dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini menyebabkan inti sel bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri akan mati (Bensegueni, et al., 26 April 2009). Terpenoid dalam buah labu siam dapat bersifat antibakteri. Aktivitas antibakteri terpenoid dengan merusak membran sel bakteri (Cowan, 1999). Terpenoid dalam rimpang spesies Hedychium berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. coli (Sushil, Chanotiya, Agarwal, Prakash, Pant, and Mathela, 2008). Terpenoid phytadiene dan 1,2-seco-cladiellan yang terkandung dalam herba meniran terbukti aktif melawan S. aureus dan E. coli
62
(Gunawan, dkk., 2008). Terpenoid asam kaurenoat dari P. vira vira dapat merusak membran sel S. aureus melalui ikatan hidrogen gugus karboksilat asam kaurenoat dengan atom oksigen fosforil membran sel, yaitu CO2H---O=P dengan jarak ikatan 1,91Å (Urzua, et al., 2008). Ekstrak aktif buah labu siam mengandung saponin. Menurut Dwijoseputro (1994) saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan hancurnya bakteri (Istiana, 2005). Salah satu contoh saponin yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis, yaitu erylosides A (Fouad, et al., 2004). Buah labu siam mengandung alkaloid. Alkaloid dapat mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Ajizah, 2004). Alkaloid yang dapat berpotensi sebagai antibakteri, contohnya lupanine (2-oxosparteine) dan S-calycotomine (Zellagui, et al., 2004). Mekanisme penghambatan antibakteri golongan senyawa kimia dalam buah labu siam terhadap bakteri uji secara detailnya belum dapat diketahui.
G. Penegasan Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak etil asetat yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak lainnya terhadap P. aeruginosa dan E. coli dilanjutkan penegasan penapisan fitokimia dengan KLT. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat mengandung flavonoid, tanin terkondensasi, fenolat, dan terpenoid. Oleh karena itu, penegasan penapisan fitokimia dengan KLT hanya dilakukan terhadap golongan senyawa flavonoid, fenolat, tanin, dan terpenoid. Sebelum melakukan penegasan penapisan fitokimia dengan KLT maka dilakukan penentuan fase gerak dengan cara coba – coba, yaitu kloroform : etil asetat (5:5 dan 3:7). Pemisahan yang bagus dihasilkan pada saat elusi
63
menggunakan fase gerak kloroform : etil asetat (5:5) sehingga penegasan penapisan fitokimia dengan KLT menggunakan fase gerak tersebut. Hasil penegasan penapisan fitokimia dengan KLT dibandingkan dengan hasil penapisan fitokimia ditunjukkan pada Tabel 7 dan Lampiran 15. Gambar hasil penegasan penapisan fitokimia dengan KLT ditunjukkan pada Lampiran 16. Tabel 7. Hasil Penapisan Fitokimia dan Penegasan Penapisan Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat Penegasan Fitokimia dengan KLT Kandungan kimia
Sinar tampak Rf
Teori
UV 365
Hasil
Teori
uji Flavonoid
0,23
Coklat*
Penapisan Ket.
Fitokimia
Hasil uji
Coklat
Biru*
Biru
+
+
Hitam
+
+
+
+
** Fenolat dan 0,23
hitam**
tanin
Hitam abu
–
abu Terpenoid
0,44
Ungu***
abu – abu
Ungu
Keterangan : (+) = Ada golongan senyawa kimia Pustaka : (*) = Geissman, 1962 dalam Kuswandi, dkk., 2003 (**) = Padmawinata dan Sudiro, 1996 (***) = Wagner, et al., 1984 Uji KLT flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1% dalam etanol. Setelah disemprot, flavonoid menunjukkan bercak dengan Rf 0,23; berwarna coklat pada sinar tampak dan biru pada UV 365 nm. Penelitian Nugrahaningtyas, dkk. (2005); Kuswandi, dkk. (2003) menggunakan AlCl3 sebagai penyemprot KLT untuk mendeteksi adanya flavonoid. Uji KLT fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1% dalam air menunjukkan bercak dengan Rf 0,23; berwarna hitam abu – abu pada sinar tampak. Uji KLT terpenoid menggunakan penyemprot vanillin – H2SO4 menghasilkan bercak dengan Rf 0,44; berwarna ungu (Wagner, et al., 1984).
64
Penelitian Kuswandi, dkk. (2003) menggunakan vanillin – H2SO4 sebagai penyemprot KLT untuk mendeteksi adanya terpenoid. Hasil uji KLT flavonoid, fenolat, tanin, dan terpenoid menegaskan hasil penapisan fitokimia golongan senyawa tersebut. H. Penetapan KHM Ekstrak Etil Asetat KHM merupakan konsentrasi terendah antibakteri yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Lay, 1994). Penetapan KHM dilakukan terhadap ekstrak etil asetat karena mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P. aeruginosa dan E. coli dibandingkan ekstrak lainnya. Penetapan KHM dilakukan melalui pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi lubang. Variasi konsentrasi yang digunakan, yaitu konsentrasi 750, 300, 100, dan 30 mg/ml. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Ekstrak etil asetat konsentrasi 30 mg/ml, rata – rata DDH sebesar 6 mm menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat konsentrasi tersebut tidak mempunyai aktivitas antibakteri. Ekstrak etil asetat konsentrasi 100 mg/ml, rata – rata DDH antara 7,26 – 10,75 mm menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat konsentrasi tersebut mempunyai aktivitas antibakteri. Rentang konsentrasi 30 – 100 mg/ml masih cukup jauh sehingga perlu dilakukan pengujian lagi pada variasi konsentrasi 200, 100, 50, dan 25 mg/ml untuk mengetahui KHM ekstrak etil asetat yang lebih tepat. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 18. Tabel 8. Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat Konsentrasi Ekstrak (mg/ml) 200
Rata – rata Diameter Daerah Hambat (DDH, mm) S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
9,06 ± 0,74
11,02 ± 0,62
10,43 ± 0,27
9,82 ± 0,28
100
8,48 ± 0,47
9,86 ± 0,37
9,18 ± 0,14
8,97 ± 0,01
50
7,68 ± 0,08
8,10 ± 0,80
8,24 ± 0,34
8,54 ± 0,37
25
6,00 ± 0,00
6,00 ± 0,00
6,00 ± 0,00
6,00 ± 0,00
Keterangan : Diameter lubang = 6 mm Rata – rata DDH diperoleh dari dua kali ulangan
65
Tabel 8 menunjukkan KHM ekstrak etil asetat terhadap B. subtilis, P. aeruginosa, E. coli, dan S. aureus pada konsentrasi sebesar 50 mg/ml karena pada konsentrasi dibawahnya DDH sebesar 6 mm. Ekstrak etil asetat mempunyai KHM yang sama pada B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E. coli. Semakin kecil nilai KHM suatu ekstrak maka aktivitas antibakterinya semakin besar. Berdasarkan uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 19 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat konsentrasi 100 mg/ml (sig.<0,05) terhadap bakteri uji. Kemudian dilakukan uji lanjut LSD untuk mengetahui secara pasti pengaruh aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang satu dengan lainnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat pengaruh aktivitas antibakteri yang berbeda nyata ekstrak etil asetat konsentrasi 100 mg/ml terhadap B. subtilis dibandingkan dengan E. coli dan S. aureus, sedangkan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat konsentrasi 200 mg/ml hanya berbeda nyata terhadap B. subtilis dibandingkan dengan S. aureus. Hasil uji lanjutan LSD pada Lampiran 20 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna aktivitas antibakteri antara ekstrak etil asetat konsentrasi 200 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 100 mg/ml, 50 mg/ml, dan 25 mg/ml terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Perbedaan yang bermakna antara ekstrak etil asetat konsentrasi 200 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 50 mg/ml dan 25 mg/ml terhadap S. aureus dan B. subtilis
I. Penetapan KHM Ampisilin dan Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat Penetapan nilai banding dilakukan terhadap ekstrak etil asetat bertujuan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dibandingkan dengan zat pembanding. Zat pembanding yang digunakan adalah ampisilin karena mempunyai aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri uji. Pengujian aktivitas antibakteri terhadap ampisilin dengan berbagai variasi konsentrasi, yaitu: 1,50.10 -2; 0,76.10-2; 0,38.10-2; 0,19.10-2; 1,00.10 -3; 0,50.10 -3; 0,25.10-3; dan 1,25.10-4 mg/ml. Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 9 dan Lampiran 21.
66
Tabel 9. Hasil Pengujian KHM Ampisilin Rata – rata Diameter Daerah Hambat (DDH, mm)
Konsentrasi Ampisilin (mg/ml) 1,50.10-2
S. aureus 13,20 ± 0,14
B. subtilis 12,25 ± 0,30
P. aeruginosa 13,26 ± 0,33
E. coli 13,15 ± 0,20
0,76.10-2
10,12 ± 0,26
10,35 ± 0,27
10,12 ± 0,14
10,59 ± 0,47
0,38.10-2
8,84 ± 0,28
9,96 ± 0,10
9,29 ± 0,26
9,90 ± 0,06
0,19.10-2
8,05 ± 0,15
8,82 ± 0,10
7,34 ± 0,25
8,23 ± 0,21
1,00.10-3
7,24 ± 0,09
7,93 ± 0,20
6,00 ± 0,00
7,76 ± 0,11
0,50.10-3
6,00 ± 0,00
7,23 ± 0,06
6,00 ± 0,00
7,24 ± 0,09
6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 0,25.10-3 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm Rata – rata DDH diperoleh dari dua kali pengulangan Tabel 9 menunjukkan KHM ampisilin yaitu 1,00.10-3 mg/ml terhadap S. aureus; 0,50.10-3 mg/ml terhadap B. subtilis dan E. coli; 0,19.10-2 mg/ml terhadap P. aeruginosa. KHM ampisilin terendah terhadap E. coli dan B. subtilis, diikuti S. aureus, dan P. aeruginosa. Semakin kecil KHM ampisilin maka aktivitas antibakterinya semakin besar. Hasil uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 22 mempunyai nilai signifikansi <0,05 pada semua konsentrasi kecuali 0,76.10-2 mg/ml. Hal tersebut menunjukkan pengaruh aktivitas antibakteri ampisilin terhadap bakteri uji beda nyata. Uji lanjutan LSD pada Lampiran 22 untuk mengetahui secara pasti pengaruh aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang satu dengan lainnya. Aktivitas antibakteri ampisilin konsentrasi 1,50.10-2 mg/ml dan 0,19.10-2 mg/ml terhadap B. subtilis dibandingkan S. aureus, P. aeruginosa, dan E. coli mempunyai perbedaan yang bermakna. Hasil uji statistik ANOVA yang ditunjukkan pada Lampiran 23 mempunyai nilai signifikansi <0,05 terhadap semua bakteri uji. Hal ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri ampisilin masing – masing konsentrasi terhadap bakteri uji beda nyata. Uji lanjut LSD pada Lampiran 23 yaitu adanya pengaruh antara konsentrasi yang satu dengan lainnya pada S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli bermakna, kecuali konsentrasi 0,5.10 -3 dengan 0,25.10-3
67
mg/ml terhadap S. aureus; 0,76.10-2 dengan 0,38.10-2 mg/ml terhadap B. subtilis; 1,00.10-3 dengan 0,50.10-3 dan 0,25.10-3 mg/ml terhadap P. aeruginosa; 1,00.10-3 dengan 0,19.10-3 mg/ml terhadap E. coli. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi ampisilin dengan aktivitas antibakterinya. Semakin tinggi konsentrasi ampisilin, maka aktivitas antibakterinya semakin besar. Ampisilin dapat berfungsi sebagai antibakteri karena dapat menghambat tahap akhir sintesis dinding sel bakteri. Ampisilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Data yang diperoleh dari Tabel 6, kemudian dibuat kurva hubungan antara logaritma konsentrasi (mg/lubang) dengan rata – rata DDH (mm) untuk setiap bakteri uji. Hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 24 – 27. Pada grafik – grafik Lampiran 24 – 27 terdapat persamaan garis setiap ekstrak untuk masing – masing bakteri uji. Persamaan garis tersebut digunakan untuk menetapkan nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin. Perhitungan nilai banding terdapat dalam Lampiran 28. Nilai banding ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Bakteri Uji Hasil Pengujian Konsentrasi ampisilin yang setara dengan etil asetat (mg/ml) Nilai banding (%)
S. aureus 8,28.10-3
0,0041
Bakteri B. subtilis P. aeruginosa 1,02.10-2 1,32.10-2
0,0051
0,0065
E. coli 7,98.10-3
0,0039
Tabel 10 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat konsentrasi 200 mg/ml memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus setara dengan konsentrasi standar ampisilin sebesar 8,28.10-3 mg/ml sehingga nilai bandingnya 0,0041%. Ekstrak etil asetat konsentrasi
200 mg/ml memiliki aktivitas antibakteri terhadap
B. subtilis setara dengan ampisilin sebesar 1,02.10-2 mg/ml (nilai bandingnya 0,0051%), terhadap P. aeruginosa setara dengan ampisilin 1,32.10-2 mg/ml (nilai
68
bandingnya 0,0065%), terhadap E. coli setara dengan ampisilin sebesar 7,98.10-3 mg/ml (nilai bandingnya 0,0039%). Nilai banding ekstrak etil asetat terhadap ampisilin berbeda-beda untuk tiap bakteri uji. Nilai banding terbesar yaitu terhadap P. aeruginosa diikuti B. subtilis, S. aureus, dan E. coli. Berdasarkan nilai banding tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan standar ampisilin. Penelitian Yuliani (2001) menunjukkan bahwa fraksi rimpang temu putri juga mempunyai aktivitas antibakteri lebih kecil dibandingkan ampisilin. Ekstrak etil asetat buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P. aeruginosa dan E. coli dibandingkan ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak butanol, dan ekstrak air tetapi aktivitas antibakterinya lebih kecil dibandingkan ampisilin.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. aerogenes, S. dysenteriae, dan S. typhi.
2.
Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak butanol, dan ekstrak air terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Ekstrak etil asetat mengandung fenolat, flavonoid, tanin terkondensasi, dan terpenoid.
3.
Ekstrak etil asetat mempunyai KHM terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli sebesar 50 mg/ml, sedangkan nilai banding terhadap ampisilin yaitu 0,0041% untuk S. aureus; 0,0051% untuk B. subtilis; 0,0065% untuk P. aeruginosa; 0,0039% untuk E. coli.
B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etil asetat dan pengujian aktivitas antibakteri senyawa tersebut secara in vitro maupun in vivo.
69
DAFTAR PUSTAKA Abeysinghe, P. D., Wanigatunge, R. P., and Pathirana, R. N., 2006, Evaluation of Antibacterial Activity of Different Mangrove Plant Extracts, Ruhuna Journal of Science, Volume 1, September 2006, 104–112, http://www.ruh.ac.lk/rjs/ Achmad, S. A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Karnunika, Jakarta, 18. Achmadi, S., 1992, Pengantar Kimia Organik dan Hayati, Bandung, ITB, Terjemahan: Introduction to Organic and Biological Chemistry, Wilbraham, A. C., and Matta, M. S., The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama, Cetakan pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta, 4-5. Ajaiyeoba and Edith, O., 2002, Phytochemical and Antibacterial Properties of Parkia biglobosa and Parkiab bicolor Leaf Extracts, African Journal of Biomedical Research., Volume 5, September 2002, 125 – 129. Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella typhirium terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L., Bioscientiae, Volume 1, Nomor 1, 31-38. Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Atteridge, C. and Tromblay, M., Penicillin, http://community.middlebury.edu/%7 Echem/chemistry/students/atteridge/penicillin/alanine.html, diakses 15 Juli 2009. Bensequeni, A., Abdelouahab C., Mustapha, B., Theoretical Study of the Antibacterial Activity of Flavonoids, Laboratory of Materials Chemistry, Faculty of Science, Mentouri University Constantine, Algeria, www.eyesopen.com/about/events/cup8/bensegueni/cup8_poster_bensegue ni.pdf -, diakses 26 April 2009. Boh, B., Hadzar, D., Dolnicar, D., Berovic, M., and Pohleven, F., 2000, Isolation and Quantification of Triterpenoid Acids from Ganoderma applanatum of Istrian Origin, Food technol. Biotechnol. 38(1)11-18. Cetkovic, J., Canadanovic-Brunet, M., Djilas, S. M., Tumbas, V. T., Markov S. L., and Cvetkovic, D. D., 2007, Antioxidant Potential, Lipid Peroxidation Inhibition and Antimicrobial Activities of Satureja montana L. subsp. kitaibelii Extracts, International Journal of Molecular Sciences, 8, 10131027.
70
71
Cowan, M. M., 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, Volume 12, No. 4, 564-582. Daisy, P., Mathew, S., Suveena, S., Rayan, N. A., 2008, A Novel Terpenoid from Elephantopus scaber – Antibacterial Activity on Staphylococcus aureus: A Substantiate Computational Approach, International journal of Biomedical science, September 2008, Volume 4, No. 3, www.ijbs.org., 196-202. Dewi, 2008, Laboratorium Fitokimia, Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Terjemahan : Acta Manila. Phytochemical, Microbiological, and Pharmacological Screening of Medical Plants, Pedrosa, C., et al., 1978, Phillipines, University of Santo Thomas. Diastuti, H., Achmad, S., dan Ratnaningsih, E., 2003, Fraksinasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Akar Piper sarmentosum Roxb. Ex Hunter, Majalah Ilmiah UNSOED, Juli 2003, No. 2, 27-36. Dongo, E., Hussain, H., Miemanang, R. S., Tazzo, D., Schulz, B., and Krohn, K., 2009, Chemical Constituen of Kalinedoxa gabonenses and Paullinia pinnata, Record of Natural Journal, 3:3, 165-169 Dwiprahasto, I., 2005, Kebijakan untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya Resistensi Bakteri di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit, Kebijakan untuk Meminimalkan JMPK Vol. 08/No.04/Desember/2005, 177-180. Durmaz, H., Sagun, E., Tarakci Z., and Ozgokce F., 2006, Antibacterial Activities of Allium vineale, Chaerophyllum macropodum, Prangos ferulaceae, African Journal of Biotechnology, Volume 5 (19), 1795-1798. Ekowahyuni, P., 2002, Makalah falsafah Sains :Fenomena vivipary Labu Siam (Sechium edule Jacq Swartz) Varietas Lokal Desa Barukupa Bawah Cipanas, Program Pasca Sarjana IPB, Bandung. El-Fadaly, H., and El-Badrawy, E. E. Y., 2001, Flavonoid of Propolis and Their Antibacterial Activities, Pakistan journal of Biological Sciences 4 (2), 204-207. Farrukh, U., Shareef, H., Mahmud, S., Ali, S. A., and Rizwani G. H., 2008, Antibacterial Activities of Coccinia grandis L., Pak. J. Bot., 40(3) : 12591262. Fulks, J., Microbiology, Bakersfield College, Kern Community College District www.bc.cc.ca.us/bio16/10_Antimicrobials.htm, diakses 12 Oktober 2008.
72
Fitriani, D., 2006, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jarak (Jatropha curas L.), Daun Ketepeng (Cassia alata L.), dan Daun Pepaya (Carica Papaya L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas secara in Vitro, Skripsi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Fouad, M, Al-Trabeen, K., Badran, M., Wray, V., Edrada, R., Proksch, P., and Ebel, R., 2004, New Steroidal Saponins from The Sponge Erylus lendenfeldi. Arkivoc (xiii), 17-27. Gunawan, I. W. G., Bawa, I. G. A. G., dan Sutrisnayanti, N. L., 2008, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn), Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran Jurnal Kimia 2(1), Januari 2008, 31-39. Gosh, A., Das, B. K., Chatterje, S. K., and Chandra, G., 2008, Antibacterial Potentially and Phytochemical Analysis of Mature Leaves of Polyalthia longifolia (Magnoliales: Annonaceae). The South Pacific Journal of Natural Science, Volume 26, 68-72. Goud, M. J. P., Komraiah, A., Rao, K. N., Ragan, A., Raju, V. S., and Charya, M. A. S., 2008, Antibacterial Activity of Some Folklore Medical Plants From South India, Afr.J.Traditional 5 (4), 421-426. Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosoepomo, S. S., dan Angka, S. L., 1986, Dasar – Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta, Terjemahan: Elements of Microbiology, Pelczar, M. J., and Chan, E. C. S., McGraw-Hill Book Company, New York. Hargeman, A. E., 2002, Tannin Chemistry, Departemen of Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford, USA. Hartini, Y. S., Soegihardjo, C.J., Putri, A. I. C., Imaculata, M., Setyorini, A., dan Kurniawan D., Daya Antibakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwardtii BL), Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/yustina.pdf, diakses 26 April 2009. Hernandez, N. E., Saab, O., Abdala, L. R., and Castillo, M. C., 2005, Antibacterial Activity of Satureja boliviana, International Journal of Molecular Medicine and Advance Sciencies 1(1), 25-28. http://www.hortikultura.deptan.go.id, Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007, diakses 3 April 2009. http://www.jawatengah.go.id/framer.php?SUB=potensi&DATA=perkebunan,
73
Luas Panen Produksi Sayuran Jawa Tengah tahun 2007, diakses 3 April 2009. Indrayani, L., Soetjipto, H., dan Sihasale, L., 2006, Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach, Berk. Penel. Hayati, 12, 57–61. Iroha, I. R., Amadi, E. S., Nwuzo, A. C., and Afiukwa, F. N., 2009, Evaluation of the Antibacterial Activity of Extracts of Sida cuta Againts Clinical Isolates of Staphylococcus aureus Isolated from Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome Patiens, Research Journal of Pharmacology, 3(2), 22-25. Istiana, S., 2005, Perbandingan Daya Antibakteri Perasan Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) dengan Bawang Putih (Allium sativum, L.) terhadap Staphylococcus aureus, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya. Jeong, K., Lee, J., and Kim, Y., 2007, Homology Modeling and Docking Syudy of β-Ketoacyl Acyl Carrier Protein Syhnthase III from Enterococcus faecalis, Bull. Korean Chem. Soc., Vol. 28, No. 8, 1335-1340. Joedibroto, R. dan Hadiwidjojo, S. W. P., 1988, Kimia Organik 1, Bandung, penerbit ITB, Terjemahan: Organic Chemistry, Pine, S. H., Hendrickson, J. B. H., Cram, D. J., Hammmond, G. S., 1980, Mc Graw Hill, Inc. Jork, H., Funk, W., and Fischer, W., 1990, Thin Layer Chromatography, Reagents and Detection Methods, Wiesbadener Graphische Betriebe GmbH, New York, 148, 431. Kandhasamy, M., Arunachalam, K. D., and Thatheyus A. J., 2008, Drynaria quercifolia (L.) J. Sm : A Potential Resource for Antibacterial Activity, African Journal of Microbiology Research Volume 2, 202-205, http://www.academicjournals.org/ajmr. Kristanti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M., dan Kurniadi, B., 2008, Buku ajar Fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya, 54-58, 75, 116, 156-158. Kristinawati, D. 2004. Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) dalam Ekstrak Etanol. Skripsi. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret. Kustyaningsih, F. H., 2004, Uji Antibakteri dan Identifikasi Flavonoid Fraksi Etil Asetat Clerodendrum serratum (L.) Moon, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kuswandi, M., Sofia, F. F., dan Iravati, S., 2003, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
74
Beluntas (Pluchea indica L. Less) terhadap Mycobacterium tuberculosis H37Rv, Pharmacon, Volume 4, No. 1, 11-14. Lay, B. E., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 68-69. Liu,W. Y., Zhang, W. D., Chen, H. S., Gu, Z. B., Li, T. Z., and Chen, W. S., 2003, Two New Sterols from Bolbostemma paniculatum, Chinese Chemical Letters, Vol. 14, No. 10, 1037-1040, hht://www.imm.ac.cn/journal/ccl.html. Manalu, W., 2003, Biologi, Jilid II, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta, Terjemahan : Biology, Campbell, N. A., Reece, J. B., and Mitchell, L. G., 1999, Benjamin Cummings, Addison Wesley Longman, Inc/, 107-108. Marliana, S. Y., Suryanti, V., dan Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi 3(1), 26-31. Melo, E. A., Lima, V. L. A. G., Maciel, M. I. S., Caetano, A. C. S., and Leal, F. L. L., 2006, Polyphenol, Ascorbic Acid and Total Carotenoid in Common Fruits and Vegetables, Brazilian Journal of Food Technology, Volume 9, No 2, 89-94. Miguel, O. G., Santos, A. R. S., Calixto, J. B., Monache, F. D., and Yunes, R. A., 2001, Antinociceptive Activity of the Natural Piperidine Alkaloid Hydrochlorides from Syphocampylus verticellatus, www.znaturforsch.com. Mudihardi, Kuntaman, Warsito, Mertaniasih, Harsono, dan Alimsardjono, 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika, Surabaya, Terjemahan : Medical Microbiology, Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 1986, New York, McGraw-Hill Book Company, 235, 285, 318-320, 351-364, 366-367, 372-373. Nogrady, T., 1992, Kimia Medisinal, Bandung, Penerbit ITB. Nugrahaningtyas, K. D., Matjseh, S., dan Wahyuni, T. D., 2005, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), Biofarmasi, 3 (1): 32-38. Olaleye and Tolulope, M., 2007, Cytotoxicity and Antibacterial Activity of Methanolic Extract of Hibiscus sabdariffa, Journal of Medicinal Plants Research, Vol. 1(1), 9-13, http://www.academicjournals.org/JMPR. Padmawinata, K., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, ITB Press, Bandung,
75
Terjemahan : Techniques of Flavonoid Identification, Markham, K. R., 1982, Academic Press, London, 15. Padmawinata, K., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB Press, Bandung, Terjemahan : The Organic Constituen of Higher Plants, Robinson, 1991, 6th Edition, 157, 191, 283 . Padmawinata, K., dan Sudiro I., 1996, Metode Fitokimia, Edisi ke-2, ITB Press, Bandung, Terjemahan : Phytochemical Methods, Harborne, J. B., 1984, London, Chapman and Hall Ltd, 6-7, 47, 49, 71, 102, 123-147, 151, 234-235. Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., dan Kuswanto, K. R., 2007, Kandungan Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria gambir Roxb.), Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 141-146. Parekh, J., and Chanda, S., 2007, In Vitro Screening of Antibacterial Activity of Aqueous and Alcoholic Extract of Various Indian Plant Species Againts Selected Pathogens from Enterobacteriaceae, African Journal of Microbiology Research, Volume 1 (6), 92-99. Praptiwi, Harapini, M., dan Astuti, I., 2006, Niali Peroksida Aglaia argentea Blume, A. Silvestria (M. Roemer) Merr., dan A. Tomentosa Teijsm. Dan Binn., Biodervisitas, Vol. 7, No. 3, Hal. 242-244. Pudjatmaaka, 1982, Kimia Organik 1, Erlangga, Jakarta, Terjemahan: Organic Chemistry, Fessenden, R. J., and Fessenden J. S., Wardsworth, Inc., Belmont, California. Purwaningsih, Y., dan Ersam, T., 2007, Senyawa Santon sebagai Antioksidan dari Kayu Batang Garcinia tetandra Pierre, Akta Kimindo, Vol. 2, No. 2, April 2007:103-108. Rahman, M. A. A., Azam, A. T. M. Z., and Gafur, M. A., 2000, In Vitro Antibacterial Principles of Extracts and Two Flavonoids from Clerodendrum indicum Linn., Pakistan Journal of Biological Sciences, 3(10), 1769-1771. Ristiningsih, T., 2009, Uji Antibakteri Komponen Bioaktif Daun Lobak (Raphanus sativa L. var. hortensis Back.) terhadap Staphylococcus aureus Rosenbach dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Jurusan Biologi, Universitas Sebelas Maret. Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 359.
76
Rojas J. J., Ochoa, V. J., Ocampo, S. A., and Muñoz J. F., 2006, Screening for Antimicrobial Activity of Ten Medicinal Plants Used in Colombian Folkloric Medicine: A Possible Alternative in The Treatment of NonNosocomial Infections, BMC Complementary and Alternative Medicine, 1-6, http://www.biomedcentral.com/1472-6882/6/2. Rollins, D. M., Temenak, J. J., Shields, P., and Joseph, S. W., Microbial Pathogenesis Laboratory Manual. 2nd Edition, Published&Available Online, 2003, http://life.umd.edu/classroom/bsci424, diakses 4 Mei 2009. Rombang, W. A. R., Rumampuk, R. J., Soemitro, S., dan Tarigan, P., 2001, Alkaloid Sepon Laut Aaptos, Proseding Seminar Nasional Kimia:179-190 Rukmana, R., 1998, Budidaya Labu Siam, Kanisius, Jakarta, 13, 15, 17-19. Rusdi, 1988, Tetumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat, Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang, 16. Saadabi, A. M. A., AL-Schemi, A. G., and AL-Zailaie, K. A., 2006, In Vitro Antimicrobial Activity of Some Saudi Arabian Plants Used in Folkloric Medicine, International Journal of Botany, 2(2), 201-204. Saade, R. L., 1996, Chayote, Sechium edule (Jacq.) Sw., Promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops. 8., Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research, Gatersleben/International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy, 11-13, 28-29. Salle, A. J., 1961, Fundamental Principles of Bacteriology, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi, 508-559. Salton, M. R. J., and Kim, K., Structure, www.gsbs.utmb.edu/microbook/ch002. htm, diakses 4 Mei 2009. Schlegel, H., G., and Schmidt, K., 1994, Mikrobiologi Umum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 234. Sersen, F., Mucaji, P., Grancai, D., Nagy, M., and Svajdlenka, E., 2006, Constituen of Butanol Extract from Leaves of Ligustrum vulgare, Acta Facultatis Pharmaceuticae Universitatis Comenianae 53, 253-261. Simanjuntak dan Bustanussalam, 2005, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid Kuinolin dari Kelampayan Anthocephalus chinensis (Rubiaceaea), Alchemy, Vol. 4, No. 1, Maret 2005, 61-67. Sirait, M., 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 11.
77
Siswandono dan Soekardjo, 2000, Kimia Medisinal 2, Airlangga University Press, Surabaya, 99, 112, 116, 151. Sukandar, Suwendar, dan Ekawati, 2006, Aktivitas Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium graveolens) dan Daun Urang Aring (Eclipta prostat (L.)L.) terhadap Pityrosporum ovale, Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 7-12. Sunarjono, H., 2003, Bertanam 30 Jenis Sayur, Panebar Swadaya, Jakarta, 15-18. Sushil J., Chanotiya, C. S., Agarwal, G., Prakash, O., Pant, A. K., and Mathela, C. S., 2008, Terpenoid Composition, and Antioxidant and Antimicrobial Properties of the Rhizome Essential Oils of Different Hedychium Species, Chemistry and Biodiversity, Volume 5, 299-308. Syarifuddin, N., 1994, Ikatan Kimia, Cetakan Pertama, Gajah mada University Press, Yogyakarta, 153-154. Syahrurachman, dkk., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 108, 125, 126, 163, 177, 168, 169. Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting: Khasiat, Penggunaaan, dan Efek – efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Gramedia, Jakarta, 56. Tomori, O. A., Saba, A. B., and Dada-Adegbola, H. O., 2007, Antibacterial Activity of Ethanolic Extract of Whole Fruit of Lagenaria brefivlora Roberts, Journal of Animal and Veterinary Advances, 6(5), 752-757. Tonang, 1991, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, EGC, Jakarta, Terjemahan: Review of Medical Microbiology, Jawetz, E., Melnick, J. L., and Adelberg, E. A., 1986, Japan, Lange medical Publication. Tortora, G. J., Funke, B. R., and Case, C. L., 1995, Microbiology an Introduction, Fifth Edition, The Benjamin / Cummings Publishing Company, California, 494-496. Virganita, J., 2009, Uji Antibakteri Komponen Bioaktif Daun Lobak (Raphanus sativa L. var. hortensis Back.) terhadap Escherichia coli dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Jurusan Biologi, Universitas Sebelas Maret. Urzúa, A., Rezende, M. C., Mascayano, C., and Vásquez, L., 2008, A StructureActivity Study of Antibacterial Diterpenoids, Molecules, 13, 882-891, www.mdpi.org/molecules. Wagner, H., Bladt, S., and Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analysis, Springer-
78
Verlag, Berlin Heidelberg, Germany, 22. Wangensteen, H., Alamgir, M., Duong, G. M., Grenhaug, T. E., Samuelsen, A. B., and Malterud, K. E., 2009, Chemical and Biological Studies of Medical Plants from the Sundabnas Mangrove Forest, Phytotherapy Research, 5978. Wirandari, R. E. R., 2006, Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia Linn.) terhadap Stapylococcus aureus, 2006, Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. www.wikipedia.com, Pelarut, diakses 3 Juli 2009. Yoon, N. Y., Min, B. S., Lee, H. K., Park, J. C., and Choi, J. S., 2005, A Potent Anti-Complementary Acylated Sterol Glucoside from Orostachys japonicus, Arch Pharm Res, Vol. 28, No. 8, 892-896. Yuliani, Y., 2001, Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Rimpang Temu Putri (Curcuma petiolata Roxb.), Skripsi, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Padjadjaran. Zellagui, A., Rhouati, S., Creche, J., Tóth, G., Ahmed, A. A., and Paré, P. W., 2004, Anti-Microbial Activity of The Alkaloid Extract of Genista microcephala: Isolation and Complete 1H and 13C Chemical Shifts Assignments of Lupanine and S-Calycotomine, Rev. Latinoamer. Quím. 32(3), 109-114.
79
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Prosedur Penelitian Buah Labu Siam 1. Pengolahan 2. Pengeringan (55°C, selama ±72jam) Simplisia Maserasi dengan metanol Ekstrak metanol Uji aktivitas antibakteri Ekstrak aktif antibakteri Ekstraksi bertahap dengan pelarut meningkat kepolarannya (heksana, kloroform, etil asetat, butanol) Ekstrak heksana
Ekstrak kloroform
Ekstrak etil asetat
Ekstrak butanol
Ekstrak air
Penapisan fitokimia Uji aktivitas antibakteri Ekstrak aktif antibakteri
Ekstrak aktif antibakteri tertinggi
79
• Penegasan Penapisan fitokimia dengan KLT • Penetapan KHM dan Nilai Banding
80
Uji Aktivitas Antibakteri a. Pembuatan Media 2 g Nutrien agar
100 ml aquades
Dipanaskan di atas hotplate-stirer sampai mendidih Larutan nutrien agar berwarna kuning jernih Dimasukkan Tabung reaksi @5ml Disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C, selama 20 menit Larutan nutrien agar steril Dimiringkan selama ±12jam Nutrien agar miring
b. Penyediaan Suspensi Bakteri Uji Bakteri Dibiakkan Nutrien agar miring Diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 – 24 jam, disuspensikan (diambil 1 ose) Aquades steril 3 ml
Suspensi Bakteri uji
81
c. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Ekstrak Heksana, Ekstrak Kloroform, Ekstrak Etil Asetat, Ekstrak Butanol, dan Ekstrak Air
100 μl suspensi bakteri uji
Dimasukkan 15 ml nutrien agar steril cair
Cawan petri
Dihomogenkan dengan cara gerakan memutar, kemudian dibiarkan memadat Campuran (NA+bakteri) Dibuat lubang menggunakan perforator (diameter 6 mm) 20 μl sampel
Dimasukkan
Lubang pada campuran Diinkubasikan selama 20 jam, suhu 37°C, diamati dan diukur Diameter Daerah Hambat (DDH, mm)
82
Lampiran 2.
83
Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Sampel Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Jumlah sampel yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri = 20μl/lubang Berikut ini cara perhitungan konsentrasi sampel uji aktivitas antibakteri dari persen dan ppm menjadi mg/lubang.
Konsentrasi 100% =
100mg x 20 µl = 20mg / lub ang 100µl
Tabel konsentrasi sampel uji aktivitas antibakteri yang telah dihitung dari persen menjadi mg/lubang. Konsentrasi (% atau ppm)
Konsentrasi (mg/lubang)
100%
20
75%
15
50%
10
84
Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Sampel KHM Ampisilin dan KHM Ekstrak Etil Asetat Jumlah sampel yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri = 20μl/lubang Berikut ini cara perhitungan konsentrasi sampel uji aktivitas antibakteri dari persen dan ppm menjadi mg/lubang.
75mg = 750mg / ml 100µl 15mg Konsentrasi 15 ppm = = 0,015mg / ml L Konsentrasi 75% =
Tabel konsentrasi sampel uji aktivitas antibakteri yang telah dihitung dari persen dan ppm menjadi mg/ml. Konsentrasi (% atau ppm)
Konsentrasi (mg/ml)
75%
750
30%
300
20%
200
10%
100
5%
50
3%
30
2,5%
25
15 ppm
1,50.10-2
7,6 ppm
0,76.10-2
3,8 ppm
0,38.10-2
1,9 ppm
0,19.10-2
1ppm
1,00.10-3
0,5 ppm
0,50.10-3
0,25 ppm
0,25.10-3
0,125 ppm
1,25.10-4
85
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Berat serbuk labu siam yang digunakan untuk maserasi = 1 kg = 1000 gram Berat ekstrak metanol yang diperoleh dari maserasi = 182,37 gram Perhitungan rendemen ekstrak metanol sebagai berikut:
Re ndemen =
182,37 g x100% = 18,237% = 18,2% 1000 g
86
Lampiran 6. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Konsentrasi 10mg/lubang, 15mg/lubang, dan 20mg/lubang Tabel berikut ini adalah data hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam konsentrasi 10, 15, dan 20mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Diameter Daerah Hambat (DDH, mm) Bakteri
Konsentrasi Ekstrak Metanol 10mg/lubang 15mg/lubang 20mg/lubang
Keterangan
S. aureus 10,43 10,76 11,52 B. subtilis * 14,80 12,62 P. aeruginosa 12,21 11,38 10,95 E. coli * * 8,44 S. thypi ** ** ** E. aerogenes 6,00 6,00 6,00 S. dysenteriae 6,00 6,00 6,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm; pengujian dilakukan 1 kali (*) = DDH melebar (**) = DDH kurang jelas
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7
Gambar berikut ini adalah foto hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam konsentrasi 20mg/lubang (M1), 15mg/lubang (M2), 10mg/lubang (M3) menggunakan metode difusi lubang. Kontrol negatif yaitu pelarut sampel DMSO (D).
Gambar 2. Gambar 1.
87
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
88
Lampiran 7. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam Konsentrasi 10mg/lubang dan 15mg/lubang Tabel berikut ini adalah data hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam konsentrasi 10 dan 15mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Diameter Daerah Hambat (DDH, mm) Konsentrasi Ekstrak Metanol Bakteri
10mg/lubang
Keterangan
15mg/lubang
χ2 χ1 χ2 χ1 6,94 7,68 9,15 10,44 S. aureus 7,31 ± 0,52 9,80 ± 0,91 8,22 8,33 10,35 9,47 B. subtilis 8,28 ± 0,08 9,91 ± 0,62 6,70 7,93 9,31 9,34 P. aeruginosa 7,32 ± 0,87 9,33 ± 0,02 15,00 14,52 17,44 18,52 E. coli 14,76 ± 0,34 17,85 ± 0,57 6,00 6,00 6,00 6,00 S. thypi 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm χ 1, χ 2 = DDH pada pengulangan ke 1 dan 2
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Gambar berikut ini adalah foto hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam konsentrasi 15mg/lubang (M2) dan 10mg/lubang (M3) menggunakan metode difusi lubang. Kontrol negatif yaitu pelarut sampel DMSO (D).
Gambar 1.
Gambar 2.
89
Gambar 3.
Gambar 5.
Gambar 4.
90
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing – masing Konsentrasi) Variabel yang digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjutan LSD No. Variabel 1. Data
2.
Faktor
Tipe Label variabel Label value Numeric 8.2 DDH ekstrak metanol konsentrasi 10mg/lubang DDH ekstrak metanol konsentrasi 15mg/lubang Numeric 8.2 Bakteri 1. S. aureus 2. B. subtilis 3. P. aeruginosa 4. E. coli 5. S. typhi
Data dan faktor digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjut LSD Data DDH ekstrak metanol konsentrasi 10mg/lubang 6,94; 7,68 8,22; 8,33 6,70; 7,93 15,00; 14,52 6,00; 6,00
DDH ekstrak metanol konsentrasi 15mg/lubang 9,15; 10,44 10,35; 9,47 9,31; 9,34 17,44; 18,25 6,00; 6,00
Faktor 1 2 3 4 5
Hasil Uji Statistik ANOVA Descriptives
N DDH Ekstrak Metanol S. aureus 10mg/lubang B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. typhi Total DDH Ekstrak Metanol S. aureus 15mg/lubang B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. typhi Total
2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10
Mean Std. Deviation Std. Error 7.3100 .52326 .37000 8.2750 .07778 .05500 7.3150 .86974 .61500 14.7600 .33941 .24000 6.0000 .00000 .00000 8.7320 3.28685 1.03939 9.7950 .91217 .64500 9.9100 .62225 .44000 9.3250 .02121 .01500 17.8450 .57276 .40500 6.0000 .00000 .00000 10.5750 4.14114 1.30954
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum 2.6087 12.0113 6.94 7.68 7.5762 8.9738 8.22 8.33 -.4993 15.1293 6.70 7.93 11.7105 17.8095 14.52 15.00 6.0000 6.0000 6.00 6.00 6.3807 11.0833 6.00 15.00 1.5995 17.9905 9.15 10.44 4.3193 15.5007 9.47 10.35 9.1344 9.5156 9.31 9.34 12.6990 22.9910 17.44 18.25 6.0000 6.0000 6.00 6.00 7.6126 13.5374 6.00 18.25
91
ANOVA
DDH Ekstrak Metanol 10mg/lubang DDH Ekstrak Metanol 15mg/lubang
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 96.079 1.151 97.230 152.793 1.548 154.341
df 4 5 9 4 5 9
Mean Square 24.020 .230
F 104.298
Sig. .000
38.198 .310
123.400
.000
Hasil Uji Statistik Uji Lanjutan LSD Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable DDH Ekstrak Metanol 10mg/lubang
(I) bakteri S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
S. typhi
DDH Ekstrak Metanol 15mg/lubang
S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
S. typhi
(J) bakteri B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. typhi S. aureus P. aeruginosa E. coli S. typhi S. aureus B. subtilis E. coli S. typhi S. aureus B. subtilis P. aeruginosa S. typhi S. aureus B. subtilis P. aeruginosa E. coli B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. typhi S. aureus P. aeruginosa E. coli S. typhi S. aureus B. subtilis E. coli S. typhi S. aureus B. subtilis P. aeruginosa S. typhi S. aureus B. subtilis P. aeruginosa E. coli
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Mean Difference (I-J) -.96500 -.00500 -7.45000* 1.31000* .96500 .96000 -6.48500* 2.27500* .00500 -.96000 -7.44500* 1.31500* 7.45000* 6.48500* 7.44500* 8.76000* -1.31000* -2.27500* -1.31500* -8.76000* -.11500 .47000 -8.05000* 3.79500* .11500 .58500 -7.93500* 3.91000* -.47000 -.58500 -8.52000* 3.32500* 8.05000* 7.93500* 8.52000* 11.84500* -3.79500* -3.91000* -3.32500* -11.84500*
Std. Error .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .47990 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637 .55637
Sig. .101 .992 .000 .041 .101 .102 .000 .005 .992 .102 .000 .041 .000 .000 .000 .000 .041 .005 .041 .000 .844 .437 .000 .001 .844 .341 .000 .001 .437 .341 .000 .002 .000 .000 .000 .000 .001 .001 .002 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.1986 .2686 -1.2386 1.2286 -8.6836 -6.2164 .0764 2.5436 -.2686 2.1986 -.2736 2.1936 -7.7186 -5.2514 1.0414 3.5086 -1.2286 1.2386 -2.1936 .2736 -8.6786 -6.2114 .0814 2.5486 6.2164 8.6836 5.2514 7.7186 6.2114 8.6786 7.5264 9.9936 -2.5436 -.0764 -3.5086 -1.0414 -2.5486 -.0814 -9.9936 -7.5264 -1.5452 1.3152 -.9602 1.9002 -9.4802 -6.6198 2.3648 5.2252 -1.3152 1.5452 -.8452 2.0152 -9.3652 -6.5048 2.4798 5.3402 -1.9002 .9602 -2.0152 .8452 -9.9502 -7.0898 1.8948 4.7552 6.6198 9.4802 6.5048 9.3652 7.0898 9.9502 10.4148 13.2752 -5.2252 -2.3648 -5.3402 -2.4798 -4.7552 -1.8948 -13.2752 -10.4148
92
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik ANOVA Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Konsentrasi pada Masing – masing Bakteri) Variabel yang digunakan untuk uji ANOVA No. Variabel 1. Data
2.
Faktor
Tipe Label variabel Label value Numeric 8.2 DDH ekstrak metanol (S. aureus) DDH ekstrak metanol (B. subtilis) DDH ekstrak metanol (P. aeruginosa) DDH ekstrak metanol (E. coli) DDH ekstrak metanol (S. typhi) Numeric 8.2 Konsentrasi 1.10mg/lubang 2.15mg/lubang
Data dan faktor digunakan untuk uji ANOVA Data DDH ekstrak metanol (S. aureus) 6,94; 7,68 9,15; 10,44 DDH ekstrak metanol (B. subtilis) 8,22; 8,33 10,35; 9,47 DDH ekstrak metanol (P. aeruginosa) 6,7; 7,93 9,31; 9,34 DDH ekstrak metanol (E. coli) 15,00; 14,52 17,44; 18,25 DDH ekstrak metanol (S. typhi) 6,00; 6,00 6,00; 6,00
Faktor 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Hasil Uji Statistik ANOVA ANOVA
DDH Ekstrak Metanol (S. aureus) DDH Ekstrak Metanol (B. subtilis) DDH Ekstrak Metanol (P. aeruginosa)
DDH Ekstrak Metanol (E. coli)
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6.175 1.106 7.281 2.673 .393 3.066 4.040 .757
df 1 2 3 1 2 3 1 2
4.797
3
9.517 .443 9.960
1 2 3
Mean Square 6.175 .553
F 11.168
Sig. .079
2.673 .197
13.596
.066
4.040 .378
10.675
.082
9.517 .222
42.943
.023
93
Lampiran 10. Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol Buah Labu Siam dengan Berbagai Pelarut Tabel data hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol buah labu siam dengan berbagai pelarut No
Pelarut
1 2
Heksana kloroform
Jumlah pelarut yang di tambah kan (ml) 300 300
3 4 5
Etil asetat Butanol Air
300 130 -
Jumlah Waktu ekstrak cair evapo rasi yang didapatkan (jam) (ml)
Ekstrak Rende men kental (%, yang didapat b/b)* kan (g)
280 380
0,5 2,5
3,149 4,110
2,1 2,7
335 150 90
1 1,5 4,5
3,006 2,528 99,470
2,0 1,7 66,3
*Dibandingkan dengan berat ekstrak metanol
Warna ekstrak
Hijau tua Hijau kehitaman Coklat tua Coklat Coklat kehitaman
94
Lampiran 11. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Heksana, Ekstrak Kloroform, Ekstrak Etil Asetat, Ekstrak Butanol, Ekstrak Air Tabel data hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak heksana, ekstrak kloroform, dan ekstrak butanol konsentrasi 15mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Diameter Daerah Hambat (DDH, mm) Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Bakteri (15mg/lubang) (15mg/lubang) (15mg/lubang) χ1 χ2 χ1 χ2 χ1 χ2 6,00 6,00 13,40 12,67 6,00 6,00 S. aureus 6,00 ± 0,00 13,04 ± 0,52 6,00 ± 0,00 8,70 9,04 12,83 12,21 11,50 10,67 B. subtilis 8,87 ± 0,24 12,52 ± 0,44 11,09 ± 0,59 6,00 6,00 12,74 12,66 6,00 6,00 P. aeruginosa 6,00 ± 0,00 12,70 ± 0,06 6,00 ± 0,00 6,00 6,00 11,62 11,94 6,00 6,00 E. coli 6,00 ± 0,00 11,78 ± 0,23 6,00 ± 0,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm χ 1, χ 2 = DDH pengulangan 1 dan 2
Ket. Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Gambar berikut ini adalah foto hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak heksana (H), ekstrak kloroform (K), dan ekstrak butanol (B) konsentrasi 15mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Kontrol negatif yaitu pelarut sampel DMSO (D).
Gambar 1.
Gambar 2.
95
Gambar 3.
Gambar 4.
Tabel data hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan ekstrak air konsentrasi 15mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Diameter Daerah Hambat (DDH, mm) Bakteri
Ekstrak Etil Asetat 15mg/lubang χ2 χ1
Ekstrak Air 15mg/lubang χ1 χ2
13,02 12,82 6,00 6,00 12,92 ± 0,14 6,00 ± 0,00 12,02 12,64 6,00 6,00 B. subtilis 12,33 ± 0,44 6,00 ± 0,00 13,49 13,54 6,00 6,00 P. aeruginosa 13,52 ± 0,04 6,00 ± 0,00 13,02 13,93 6,00 6,00 E. coli 13,48 ± 0,64 6,00 ± 0,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm χ 1, χ 2 = DDH pengulangan 1 dan 2 S. aureus
Keterangan
Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8
96
Gambar data hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat (EA) dan ekstrak air (A) konsentrasi 15mg/lubang menggunakan metode difusi lubang. Kontrol negatif yaitu pelarut sampel DMSO (D).
Gambar 5
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
97
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing – masing Ekstrak) Variabel yang digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjutan LSD No. Variabel 1. Data
2.
Faktor
Tipe Label variabel Label value Numeric 8.2 DDH ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, dan ekstrak butanol konsentrasi 15mg/lubang Numeric 8.2 Bakteri 1. S. aureus 2. B. subtilis 3. P. aeruginosa 4. E. coli
Data dan faktor digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjutan LSD
DDH Ekstrak Heksana 6,00; 6,00 8,70; 9,04 6,00; 6,00 6,00; 6,00
Data DDH Ekstrak DDH Ekstrak Kloroform Etil Asetat 13,40; 12,67 13,02; 12,82 12,83; 12,21 12,02; 12,64 12,74; 12,66 13,49; 13,54 11,62; 11,94 13,02; 13,93
DDH Ekstrak Butanol 6,00; 6,00 11,50; 10,67 6,00; 6,00 6,00; 6,00
Faktor 1 2 3 4
Hasil Uji Statistik Analisis Variansi (ANOVA) Descriptives
N DDH Ekstrak Heksana 15mg/lubang
S. aureus B. subtilis P. aeruginosa E. coli Total DDH Ekstrak Kloroform S. aureus 15mg/lubang B. subtilis P. aeruginosa E. coli Total DDH Ekstrak Etil Asetat S. aureus 15mg/lubang B. subtilis P. aeruginosa E. coli Total DDH Ekstrak Butanol S. aureus 15mg/lubang B. subtilis P. aeruginosa E. coli Total
2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8
95% Confidence Interval for Mean Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 8.8700 .24042 .17000 6.7099 11.0301 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.7175 1.33166 .47081 5.6042 7.8308 13.0350 .51619 .36500 8.3972 17.6728 12.5200 .43841 .31000 8.5811 16.4589 12.7000 .05657 .04000 12.1918 13.2082 11.7800 .22627 .16000 9.7470 13.8130 12.5087 .56093 .19832 12.0398 12.9777 12.9200 .14142 .10000 11.6494 14.1906 12.3300 .43841 .31000 8.3911 16.2689 13.5150 .03536 .02500 13.1973 13.8327 13.4750 .64347 .45500 7.6937 19.2563 13.0600 .59654 .21091 12.5613 13.5587 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 11.0850 .58690 .41500 5.8119 16.3581 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 7.2713 2.36433 .83592 5.2946 9.2479
Minimum 6.00 8.70 6.00 6.00 6.00 12.67 12.21 12.66 11.62 11.62 12.82 12.02 13.49 13.02 12.02 6.00 10.67 6.00 6.00 6.00
Maximum 6.00 9.04 6.00 6.00 9.04 13.40 12.83 12.74 11.94 13.40 13.02 12.64 13.54 13.93 13.93 6.00 11.50 6.00 6.00 11.50
98
ANOVA
DDH Ekstrak Heksana 15mg/lubang DDH Ekstrak Kloroform 15mg/lubang DDH Ekstrak Etil Asetat 15mg/lubang
DDH Ekstrak Butanol 15mg/lubang
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 12.355 .058 12.413 1.689 .513 2.202 1.864 .628
df 3 4 7 3 4 7 3 4
2.491
7
38.786 .344 39.130
3 4 7
Mean Square 4.118 .014
F 285.014
Sig. .000
.563 .128
4.391
.093
.621 .157
3.960
.108
12.929 .086
150.136
.000
Hasil Uji Lanjutan LSD Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable DDH Ekstrak Heksana 15mg/lubang
(I) bakteri S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
DDH Ekstrak Kloroform 15mg/lubang
S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
DDH Ekstrak Etil Asetat 15mg/lubang
S. aureus
B. subtilis
P. aeruginosa
E. coli
DDH Ekstrak Butanol
S. aureus
(J) bakteri B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. aureus P. aeruginosa E. coli S. aureus B. subtilis E. coli S. aureus B. subtilis P. aeruginosa B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. aureus P. aeruginosa E. coli S. aureus B. subtilis E. coli S. aureus B. subtilis P. aeruginosa B. subtilis P. aeruginosa E. coli S. aureus P. aeruginosa E. coli S. aureus B. subtilis E. coli S. aureus B. subtilis P. aeruginosa B. subtilis
Mean Difference (I-J) -2.87000* .00000 .00000 2.87000* 2.87000* 2.87000* .00000 -2.87000* .00000 .00000 -2.87000* .00000 .51500 .33500 1.25500* -.51500 -.18000 .74000 -.33500 .18000 .92000 -1.25500* -.74000 -.92000 .59000 -.59500 -.55500 -.59000 -1.18500* -1.14500* .59500 1.18500* .04000 .55500 1.14500* -.04000 -5.08500*
Std. Error .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .12021 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .35814 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .39607 .29345
Sig. .000 1.000 1.000 .000 .000 .000 1.000 .000 1.000 1.000 .000 1.000 .224 .403 .025 .224 .642 .108 .403 .642 .062 .025 .108 .062 .211 .207 .234 .211 .040 .045 .207 .040 .924 .234 .045 .924 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3.2038 -2.5362 -.3338 .3338 -.3338 .3338 2.5362 3.2038 2.5362 3.2038 2.5362 3.2038 -.3338 .3338 -3.2038 -2.5362 -.3338 .3338 -.3338 .3338 -3.2038 -2.5362 -.3338 .3338 -.4793 1.5093 -.6593 1.3293 .2607 2.2493 -1.5093 .4793 -1.1743 .8143 -.2543 1.7343 -1.3293 .6593 -.8143 1.1743 -.0743 1.9143 -2.2493 -.2607 -1.7343 .2543 -1.9143 .0743 -.5097 1.6897 -1.6947 .5047 -1.6547 .5447 -1.6897 .5097 -2.2847 -.0853 -2.2447 -.0453 -.5047 1.6947 .0853 2.2847 -1.0597 1.1397 -.5447 1.6547 .0453 2.2447 -1.1397 1.0597 -5.8997 -4.2703
99
DDH Ekstrak Butanol 15mg/lubang
S. aureus
B. subtilis P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa E. coli P. aeruginosa S. aureus B. subtilis E. coli E. coli S. aureus B. subtilis P. aeruginosa
*. The mean difference is significant at the .05 level.
-5.08500* .00000 .00000 5.08500* 5.08500* 5.08500* .00000 -5.08500* .00000 .00000 -5.08500* .00000
.29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345 .29345
.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 1.000 .000 1.000 1.000 .000 1.000
-5.8997 -.8147 -.8147 4.2703 4.2703 4.2703 -.8147 -5.8997 -.8147 -.8147 -5.8997 -.8147
-4.2703 .8147 .8147 5.8997 5.8997 5.8997 .8147 -4.2703 .8147 .8147 -4.2703 .8147
100
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak – Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi Ekstrak pada Masing – masing Bakteri) Variabel yang digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjutan LSD No. Variabel 1 Data .
Tipe Numeric 8.2
Label variabel Label value DDH H, K, EA, B, A (S. aureus) DDH H, K, EA, B, A (B. subtilis) DDH H, K, EA, B, A (P. aeruginosa) DDH H, K, EA, B, A (E. coli) 2 Faktor Numeric 8.2 Ekstrak 1.Ekstrak heksana . 2.Ekstrak kloroform 3.Ekstrak etil asetat 4.Ekstrak butanol 5.Ekstrak air Keterangan : H = ekstrak heksana, K = ekstrak kloroform, EA = ekstrak etil asetat, B = ekstrak butanol, A = ekstrak air Data dan faktor digunakan untuk uji ANOVA dan uji lanjutan LSD
DDH H, K, EA, B, A (S. aureus)
DDH H, K, EA, B, A (B. subtilis)
6,00; 6,00 13,40; 12,67 13,02; 12,82 6,00; 6,00 6,00; 6,00
8,70; 9,04 12,83; 12,21 12,02; 12,64 6,00; 6,00 6,00; 6,00
Data DDH H, K, EA, B, A (P. aeruginosa) 6,00; 6,00 12,74; 12,66 13,49; 13,54 6,00; 6,00 6,00; 6,00
DDH H, K, EA, B, A (E. coli) 6,00; 6,00 11,62; 11,94 13,02; 13,93 6,00; 6,00 6,00; 6,00
Hasil Uji Statistik ANOVA ANOVA
DDH S. aureus
DDH B. subtilis
DDH P. aeruginosa
DDH E. coli
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 116.858 .286 117.145 60.208 .787 60.994 121.904 .004 121.908 108.290 .465 108.755
df 4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9
Mean Square 29.215 .057
F 509.943
Sig. .000
15.052 .157
95.671
.000
30.476 .001
34242.685
.000
27.073 .093
290.946
.000
Faktor
1 2 3 4 5
101
Hasil Uji Statistik Uji Lanjutan LSD Post Hoc Test Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable DDH S. aureus
(I) Ekstrak Ekstrak Heksana
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Butanol
Ekstrak Air
DDH B. subtilis
Ekstrak Heksana
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Butanol
Ekstrak Air
DDH P. aeruginosa
Ekstrak Heksana
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil Asetat
(J) Ekstrak Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Ekstrak Air
Mean Difference Std. Error (I-J) -7.03500* .23935 -6.92000* .23935 .00000 .23935 .00000 .23935 7.03500* .23935 .11500 .23935 7.03500* .23935 7.03500* .23935 6.92000* .23935 -.11500 .23935 6.92000* .23935 6.92000* .23935 .00000 .23935 -7.03500* .23935 -6.92000* .23935 .00000 .23935 .00000 .23935 -7.03500* .23935 -6.92000* .23935 .00000 .23935 -3.65000* .39665 -3.46000* .39665 -2.21500* .39665 2.87000* .39665 3.65000* .39665 .19000 .39665 1.43500* .39665 6.52000* .39665 3.46000* .39665 -.19000 .39665 1.24500* .39665 6.33000* .39665 2.21500* .39665 -1.43500* .39665 -1.24500* .39665 5.08500* .39665 -2.87000* .39665 -6.52000* .39665 -6.33000* .39665 -5.08500* .39665 -6.70000* .02983 -7.51500* .02983 .00000 .02983 .00000 .02983 6.70000* .02983 -.81500* .02983 6.70000* .02983 6.70000* .02983 7.51500* .02983 .81500* .02983 7.51500* .02983 7.51500* .02983
Sig. .000 .000 1.000 1.000 .000 .651 .000 .000 .000 .651 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 .003 .001 .000 .652 .015 .000 .000 .652 .026 .000 .003 .015 .026 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -7.6503 -6.4197 -7.5353 -6.3047 -.6153 .6153 -.6153 .6153 6.4197 7.6503 -.5003 .7303 6.4197 7.6503 6.4197 7.6503 6.3047 7.5353 -.7303 .5003 6.3047 7.5353 6.3047 7.5353 -.6153 .6153 -7.6503 -6.4197 -7.5353 -6.3047 -.6153 .6153 -.6153 .6153 -7.6503 -6.4197 -7.5353 -6.3047 -.6153 .6153 -4.6696 -2.6304 -4.4796 -2.4404 -3.2346 -1.1954 1.8504 3.8896 2.6304 4.6696 -.8296 1.2096 .4154 2.4546 5.5004 7.5396 2.4404 4.4796 -1.2096 .8296 .2254 2.2646 5.3104 7.3496 1.1954 3.2346 -2.4546 -.4154 -2.2646 -.2254 4.0654 6.1046 -3.8896 -1.8504 -7.5396 -5.5004 -7.3496 -5.3104 -6.1046 -4.0654 -6.7767 -6.6233 -7.5917 -7.4383 -.0767 .0767 -.0767 .0767 6.6233 6.7767 -.8917 -.7383 6.6233 6.7767 6.6233 6.7767 7.4383 7.5917 .7383 .8917 7.4383 7.5917 7.4383 7.5917
102
Ekstrak Butanol
Ekstrak Air
DDH P. aeruginosa
Ekstrak Heksana
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Butanol
Ekstrak Air
DDH E. coli
Ekstrak Heksana
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Butanol
Ekstrak Air
Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Butanol Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Air Ekstrak Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Butanol
*. The mean difference is significant at the .05 level.
2.21500* -1.43500* -1.24500* 5.08500* -2.87000* -6.52000* -6.33000* -5.08500* -6.70000* -7.51500* .00000 .00000 6.70000* -.81500* 6.70000* 6.70000* 7.51500* .81500* 7.51500* 7.51500* .00000 -6.70000* -7.51500* .00000 .00000 -6.70000* -7.51500* .00000 -5.78000* -7.47500* .00000 .00000 5.78000* -1.69500* 5.78000* 5.78000* 7.47500* 1.69500* 7.47500* 7.47500* .00000 -5.78000* -7.47500* .00000 .00000 -5.78000* -7.47500* .00000
.39665 .39665 .39665 .39665 .39665 .39665 .39665 .39665 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .02983 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504 .30504
.003 .015 .026 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .003 .000 .000 .000 .003 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 1.000
1.1954 -2.4546 -2.2646 4.0654 -3.8896 -7.5396 -7.3496 -6.1046 -6.7767 -7.5917 -.0767 -.0767 6.6233 -.8917 6.6233 6.6233 7.4383 .7383 7.4383 7.4383 -.0767 -6.7767 -7.5917 -.0767 -.0767 -6.7767 -7.5917 -.0767 -6.5641 -8.2591 -.7841 -.7841 4.9959 -2.4791 4.9959 4.9959 6.6909 .9109 6.6909 6.6909 -.7841 -6.5641 -8.2591 -.7841 -.7841 -6.5641 -8.2591 -.7841
3.2346 -.4154 -.2254 6.1046 -1.8504 -5.5004 -5.3104 -4.0654 -6.6233 -7.4383 .0767 .0767 6.7767 -.7383 6.7767 6.7767 7.5917 .8917 7.5917 7.5917 .0767 -6.6233 -7.4383 .0767 .0767 -6.6233 -7.4383 .0767 -4.9959 -6.6909 .7841 .7841 6.5641 -.9109 6.5641 6.5641 8.2591 2.4791 8.2591 8.2591 .7841 -4.9959 -6.6909 .7841 .7841 -4.9959 -6.6909 .7841
103
Lampiran 14. Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak – Ekstrak Buah Labu Siam
Golongan Senyawa yang Diuji
Teori
Hasil Pengamatan Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak Metanol Heksana Kloroform Etil asetat Endapan coklat Endapan coklat Hijau kecoklatan Hijau Hijau tua
1. Alkaloid
Endapan
2. Fenolat
Hijau, merah ungu, biru/hitam
3. Saponin
Busa stabil ± 30 menit
Terbentuk busa stabil
-
Terbentuk busa stabil
-
Ekstrak Butanol Endapan coklat Coklat kehijauan -
4. Tanin dan polifenol a. Penambahan gelatin
Terbentuk endapan
Terbentuk endapan putih seperti gel
-
Terbentuk endapan putih seperti gel
Terbentuk endapan putih seperti gel
Terbentuk endapan putih seperti gel
Hijau
Hijau
Hijau kecoklatan
Merah hati
Coklat
Ungu kehitaman
-
b. Uji FeCl3
5. Flavonoid
- Biru kehitaman (tanin terhidrolisa Hijau kecoklatan - Hijau kecoklatan (tanin (tanin terkondensasi) terkondensasi) - Selain warna tersebut (polifenol) Merah kuat/violet Ungu
6. Terpenoid
Ungu
Keterangan : (-) = Tidak ada perubahan
Coklat keunguan
Ungu
Ungu tua Ungu kehitaman
104
Lampiran 15. Hasil Penapisan Fitokimia dan Penegasan Penapisan Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat Penegasan Fitokimia dengan KLT Sinar tampak Kandungan kimia
Flavonoid
UV 365 nm
Penapi UV 254 nm
Rf Teori
Hasil uji
0,23 Cokelat* Cokelat
Teori
Biru***
Hasil
Hasil
uji
Uji
Biru
Cokelat
san Ket.
Fitoki mia
+
+
kemerah an 0,45 Cokelat*
Cokelat
Biru***
-
kemerah an Fenolat dan 0,23 hitam ** tanin
Terpenoid
0,44 Ungu***
Hitam
Hitam
Hitam
abu –
abu –
abu –
abu
abu
abu
Ungu
Keterangan : (+) = ada golongan senyawa kimia (-) = tidak ada golongan senyawa kimia Pustaka : (*) = Geissman, 1962 dalam Kuswandi, dkk., 2005 (**) = Padmawinata dan Sudiro, 1996 (***) = Wagner, et al., 1984
+
+
+
+
105
106
107
108
109