eJournal Administrative Reform, 2016, 4 (3): 338-350 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM PEMBINAAN ANGGOTA CLUB BEAT BORNEO COMMUNITY DI KOTA SAMARINDA Muhammad Iqbal Julian1 Nur Fitriyah2 Anwar Alaydrus3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo Community di Kota Samarinda. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara aplikatif diketahui bahwa Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo dapat dilihat dari indikator Menurut Edward III yakni Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi/Sikap, dan Struktur Birokrasi bahwa implementor dalam menjalankan pelaksananaan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 belum berjalan secara optimal. Karena masih banyaknya tindak pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran berkendara masyarakat untuk mentaati kebijakan UndangUndang Lalu lintas Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Selanjutnya melalui indikator Edward III diatas maka menghasilkan Pemahaman dan Sikap Anggota Beat Borneo Community dalam mematuhi atau menjalankan peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Beat Borneo Community berdasarakan pemahaman sebenarnya sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang lalu lintas ini, tetapi cara atau sikap menjalankannya oleh anggota Beat Borneo Community yang susah karena masih banyaknya tindakan yang dilakukan telah melanggar peraturan Undang-Undang lalu lintas. Dengan hal tersebut mesti adanya upaya meningkatkan kesadaran berkendara. Walaupun sudah menjalankan safety riding itu pun tidak sempurna jika masih melakukan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas. Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Kota Samarinda
________________________ 1. Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL - Samarinda 2. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda. 3. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda.
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
Abstract This study aims to identify and analyze the implementation of Law No. 22 of 2009 on Traffic and Road Transport in Development Community Members Club Beat Borneo in Kota Samarinda. Besides, this study also aimed to determine the factors supporting and hindering the implementation of Law No. 22 of 2009 on Traffic and Road Transport in Development Community Members Club Beat Borneo in Samarinda city.From the results of this study concluded that the applicative note that the implementation of Law No. 22 Year 2009 regarding Traffic and Road Transportation in the Guidance Members Club Beat Borneo can be seen from the indicators According to Edward III of the Communication, Resources, Disposition/Attitude and Structure Bureaucracy that the implementor in running pelaksananaan Act No. 22 of 2009 has not run optimally. Because there are many violations and traffic accidents that occurred on the highway. This is because the low awareness drive people to adhere to the policy Traffic Act No. 22 of 2009 on Traffic and Road Transportation.Furthermore, through indicators Edward III above, generate understanding and attitude Beat Borneo Community Members to comply with or follow the rules of Act No. 22 of 2009 regarding Traffic and Road Transportation. Beat Borneo Community on the terms of the understanding is already in accordance with the Law on this traffic, but how or attitude Beat Borneo run by members of the Community that is difficult because there are many actions that do have violated rules of traffic law. This being the case must be their efforts to raise awareness drive. Although it has been running a riding safety was not perfect if they commit traffic violations. Keywords: Implementation, Road Traffic, Transport Policy, Samarinda. Pendahuluan Balap liar atau balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil, dan dilakukan di atas lintasan umum. Artinya, kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan balap resmi, melainkan di jalan raya. Biasanya, kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang pagi. Tidak dapat dipungkiri bahwa aksi balapan liar ini memang mengganggu dan membahayakan, baik bagi pelaku maupun orang lain. Bahkan dapat menghilangkan nyawa sendiri maupun nyawa orang lain. Namun, tidak ada satu pun alasan yang membuat para pelaku balap liar menghentikan aksinya. Balapan liar ini bukan semata-mata muncul karena ketiadaan fasilitas atau trek balapan khusus saja. Banyak faktor lainnya yang mendorong kegiatan ini terus berkembang hingga saat ini. Adrenalin, keberanian, serta kepiawaian berkendara adalah beberapa di antaranya. Selain itu, ternyata balap liar pun merupakan ajang adu gengsi dan pertaruhan nama besar para pelaku balapan liar itu sendiri. Mengenai permasalahan tersebut, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan 339
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana dalam undang-undang ini terkandung makna bahwa Lalu Lintas mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, namun tetap saja para pelaku balapan liar ini meneruskan aksinya. Hal ini diindikasikan dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu antara tingkat kesadaran hukum para pelaku balapan liar ini rendah, pengetahuan dan pemahaman hukum mereka masih sangat minim. Sehubungan dengan hal di atas, aksi balapan liar sudah sering dijumpai di sejumlah ibukota di Indonesia, salah satunya di Kota Samarinda yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Timur juga tidak terlepas dari keberadaan komunitas motor yang melakukan aksi balapan liar ke arah prilaku lainnya yang merugikan. Menurut keterangan yang didapatkan oleh penulis dari hasil wawancara dengan salah satu Polisi Satuan Lalu Lintas saat bertugas dilapangan, Aksi balapan liar di Kota Samarinda ini sering dilakukan di lintas Jalan Basuki Rahmat, lintas Jalan Pahlawan, lintas Jalan S. Parman (sekitar Mal Lembuswana), lintas Jalan Pemuda, dan lintas Jalan Cendrawasih. Aksi balapan liar ini pun dilakukan di hari-hari tertentu, yaitu pada malam kamis, malam minggu dan malam senin, yang justru pada malam-malam tersebut kondisi jalan sangat ramai dan dipadati oleh kendaraan, dan aksi balapan liar yang dilakukan saat kondisi jalan sangat ramai dan dipadati oleh kendaraan tersebut tentu sangat membahayakan, baik bagi pelaku balapan liar maupun pengendara lain Pelanggaran lalu lintas maupun kecelakaan lalu lintas merupakan kurangnya kesadaran seseorang untuk mentaati peraturan lalu lintas dan tidak perduli dengan keselamatan diri sendiri walaupun akan dapat merugikan orang lain. Menurut Priyono (dalam Arifin, 2011), safety riding adalah suatu usaha yang dilakukan dalam meminilasir tingkat bahaya dan memaksimalkan keselamatan dalam berkendara, untuk menciptakan suatu kondisi yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangannya. Hal ini yang dapat memperbaiki citra komunitas motor yang saat ini dianggap masyarakat negatif dan merugikan orang banyak. BBC sendiri merupakan suatu komunitas motor yang di dalamnya terdapat sekumpulan orang yang memiliki motor dengan merk Honda Beat. Kesamaan minat dan hobi para anggota BBC terhadap dunia otomotif dapat tersalurkan dengan baik di dalam komunitas motor BBC ini. Serangkaian kegiatan yang sering dilakukan komunitas motor BBC ini di antaranya konvoi, tuor ke luar kota, kegiatan sosialisasi safety riding yang bekerja sama dengan pihak produsen motor saat melakukan acara, kegiatan amal dan bakti sosial. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bertujuan untuk menarik simpati masyarakat selain memberikan pemahaman kepada 340
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
masyarakat bahwa tidak semua komunitas motor hanya berorientasi kepada halhal yang negatif seperti balapan liar. Namun kenyataannya dalam komunitas BBC ini, menurut penulis teryata masih ada pelanggaran yang dapat merugikan pengguna jalan dan tidak sesuai peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kerangka Dasar Teori Istilah kebijakan merupakan istilah umum yang sehari-hari diperbincangkan terutama terhadap hal – hal yang sifatnya luas serta memerlukan panduan dalam pengerjaan serta solusi dalam permasalahan dalam pengerjaan tersebut. Budi Winarno dalam Suharno (2013) istilah „kebijakan‟ ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Definisi lain yang disampaikan Carl Friedrich dalam Suharno (2013) kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sementara itu Kebijakan dapat dirumuskan sebagai suatu keputusan yang tegas yang disimpati karena adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya bagi orang-orang yang melaksanakannya (Kenneth Frewitt, dalam Thoha, 1998 : 251). Sedangkan pengertian policy menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Suharno (2013) adalah pedoman untuk bertindak, meliputi pedoman yang bersifat sederhana sampai dengan yang komplek, bersifat umum maupun khusus, berdasarkan luas maupun sempit, transparan maupun kabur (tidak jelas), terperinci maupun global, kualitatif dan bersifat publik maupun privat. Dengan demikian, pengertian kebijakan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu dengan diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Menurut Cleves dalam Abdul Wahab (1997:125) menyebutkan bahwa implementasi mencakup “A process of moving toward a policy objective by mean of administrative and political steps”. Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau mengopersionalkan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya, keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan. Implementasi merupakan salah satu tahap dari keseluruhan proses kebijakan publik, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi, dan 341
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
implementasi dimaksudkan untuk mencapai tujuan kebijaksanaan yang membawa konsekuensi langsung pada masyarakat yang terkena kebijaksanaan (Edward Sharkansky, 1978). Secara sederhana, tujuan implementasi kebijaksanaan adalah untuk menetapkan agar-tujuan-tujuan kebijaksanaan pemerintah dapat direalisir. Grindle dalam Abdul Wahab, (1997:127) mengemukakan tentang Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaransasaran yang semula telah diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana / biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran negara. Perincian tujuan dari suatu kebijakan yang telah disebutkan di atas sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Menurut Edward III (1980) dalam Subarsono (2009 : 89-101), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan penulis termasuk penelitian deskriptif dan akan dianalisis dengan menggunakan metode Kualitatif. Menurut Raxavieh, (1998 : 33 ) bahwa penelitian deskriptif dirancang untuk mendapatkan informasi tentang status gejala . Diarahkan untuk menentukan sifat situs pada saat penelitian dilakukan. Tidak ada perlakuan yang dikendalikan sebagaimana ditentukan dalam penelitian eksprimental. Penelitian deskriptif kualitatif pada umumnya dimaksudkan tidak untuk menguji hipotesis. Tujuannya untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi pada situasi tertentu. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif sebagaimana yang dikembangkan oleh Miles, Huberman dan Saldana (2014 : 33) mealui tahapan-tahapan sebagai berikut : Kondensasi Data (Data Kondensation); Penyajian Data (Data Disply); dan Pengambilan kesimpulan atau verifikasi (Drawing and Verifying Conclusition). Hasil Penelitian Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors). Komunikasi kebijakan lalu lintas dan angkutan jalan di Kota Samarinda di jalankan sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan oleh pemerintah, dengan sendirinya akan terkomunikasikannya kepada setiap bagian 342
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
pelaksana atau implementor untuk menjalankan kebijakan tersebut. Polresta merupakan instansi penegak hukum yang dimilik pemerintah yang sesuai dalam menjalankan kebijakan Undang-Undang lalu lintas serta bermitra kepada instansi terkait dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Mewujudkan kota Samarinda sebagai kota yang taat kepada aturan lalu lintas memang sangat sulit dikarenakan pola pikir masyarakat yang berbeda-beda untuk mematuhi kebijakan dari pemerintah yang sebagian besar selalu menjadi pelanggaran bagi masyarakat. Untuk terealisasinya kebijakan tersebut maka Polresta Samarinda selaku penegak hukum melakukan Implementasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 akan efektif apabila kebijakan tersebut juga ditunjang dengan komunikasi yang baik, tidak hanya kepada implementor kebijakan tetapi juga kepada target group kebijakan yang dalam hal ini adalah masyarakat ataupun para komunitas club motor sebagai pengguna jalan yang ada di Kota Samarinda. dalam memaksimalkan penyebaran informasi tersebut polresta dibagian Satlantas melakukan sosialisasi keselamatan berkendara kepada masyarakat bahwa yang paling utama adalah para implementor mengetahui dari isi dan tujuan dari undang-undang tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi UndangUndang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara penerapan telah dilakukan secara maksimal kepada kelompok sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari penyampaian informasi baik melalui pertemuan formal kepada kelompok sasaran, baliho/papan reklame, media cetak maupun media Televisi dan radio serta juga melalui media informasi online karena dapat langsung diakses oleh masyarakat yang menginformasikan kepada kelompok sasaran tentang kebijakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 maupun keselamatan berkendara. Namun temuan yang terjadi dilapangan ternyata masih banyak kelompok sasaran yang masih melakukan tindakan pelanggaran lalu lintas, seperti misalnya tidak menggunakan helm pada saat polisi tidak bertugas, menggunakan handpone saat berkendara dan pelanggaran lalu lintas lainnya. Sumber Daya Berkenaan dengan dukungan sumber daya manusia dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 melalui kegiatan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan di Kota Samarinda perlu dibutuhkan sumber daya yang berkompeten untuk mengatasi masalah lalu lintas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dari aspek sumber daya manusia, implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 belum didukung dengan sumber daya manusia yang memadai terutama dari segi jumlah personil. Sehingga belum 343
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
semua kegiatan yang dalam Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif. Semakin kompleks dan rumintya masalah lalu lintas dan angkutan di Kota Samarinda harus diimbangi dengan jumlah aparat yang sesuai kebutuhan. Hal tersebut dapat dijelaskan sumber daya untuk dari segi pendidikan memang sangat didukung penuh oleh pihak kepolisian untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada personilnya agar dapat menjalankan kinerjanya menjadi lebih baik lagi. Namun, jika tidak diimbangi dengan jumlah personil yang dibutuhkan maka akan menjadi tidak berguna karena luas dari wilayah dan jumlah pengguna jalan di kota Samarinda. Hasil temuan dilapangan yang terjadi bahwa polisi bertugas mengatur lalu lintas pada saat jam-jam tertentu, seperti pagi dan siang hari ataupun pada saat keadaan macet. Lain halnya pada saat malam hari yang terlihat bahwa sangat jarang personil berada di jalan untuk mengatur lalu lintas. Sementara itu untuk mendukung dari kinerja personil maka di tingkatkan melalui adanya sarana dan prasarana yang memadai dijalan yakni seperti ramburambu lalu lintas dan lainnya yang mendukung kelancaran lalu lintas. Tetapi, yang terjadi tidak dapat mengurangi angka pelanggaran lalu lintas, hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran berkendara dari masyarakat dan komunikasi yang dilakukan imlplementor tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Disposisi Terkait dengan disposisi implementor kebijakan dalam Implementasi UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 di Kota Samarinda, menunjukkan bahwa implementor kebijakan masih kurang menunjukkan komitmen yang tunggi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa harus ada kinerja yang maksimal oleh petugas sebagai implementor. Kondisi ini tentu menunjukkan bahwa responsivitas dan komitmen aparat dalam melaksanakan tugasnya masih kurang. Kurangnya komitmen implementor kebijakan dalam mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tercermin dari masih adanya praktek penyalahgunaan kewenangan oleh oknum untuk memperoleh keuntungan pribadi. Seperti melakukan kebijakan hukum tidak sesuai prosedur yang berlaku terhadap pengendara yang melanggar lalu lintas, karena masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih jalur tidak mau repot jika tertangkap telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Kondisi ini tentu bertentangan dengan tugas dan fungsi polri. Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab masyarakat kurang simpatik terhadap penegakan hukum berlalu lintas di Kota Samarinda. Kondisi ini juga tercermin dari hasil pengamatan penulis di lapangan dimana terkadang di pos-pos polisi tidak terdapat satu personil pun yang melakukan pengamanan, sehingga tidak mengherankan apabila terjadi pelanggaran lalu lintas, penanganannya cenderung lambat dan dari aspek penegakan hukum, 344
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
masyarakat juga masing sering menggunakan cara-cara yang menyebabkan terjadinya praktek penyalahgunaan wewenang aparat kepolisian. Masyarakat yang terkena masalah hukum, akan menggunakan jalan pintas dengan membayar petugas agar urusannya menjadi lebih cepat. Hal ini yang menyebabkan jika sikap para implementor tidak konsisten terhadap aturan yang berlaku maka akan terjadi penyelewengan kewenangan. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi merupakan instrument yang penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Struktur birokrasi menggambarkan arah hubungan, garis komando dan pola koordinasi antar unit kerja dalam organisasi. Aspek-aspek yang terkait dengan struktur birokrasi antara lain adanya standar operasional prosedur (SOP). Selanjutnya adalah fragmentasi yaitu peyebaran pola hubungan kerja antar bagian dalam organisasi dan ketersediaan aturan yang jelas mengenai wewenang dan tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas petugas diantara beberapa unit kerja. Dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 permasalahan yang berkaitan dengan SOP adalah masih banyak aturan lainnya untuk mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 belum disiapkan atau kurang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan kebijakan tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan penjelasan tersebut, SIM merupakan suatu kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap warga negara yang sudah dinyatakan memenuhi persyaratan memiliki SIM. Sejalan dengan kepemilikan SIM di wilayah Kota Samarinda diketahui bahwa, kesadaran masyarakat Kota Samarinda untuk memenuhi kewajibannya memiliki SIM memang sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari tingginya minat masyarakat yang mengajukan pembuatan SIM maupun perpanjang masa SIM. Hanya saja harus diakui bahwa belum semua masyarakat pengguna jalan di Kota Samarinda memiliki SIM. Tak terlepas dari hal tersebut bahwa tersedianya loket pelayanan tidak sebanding dengan jumlah orang yang ingin melakukan pembuatan maupun perpanjang masa berlaku SIM, hal ini yang menyebabkan banyaknya antrian yang dilakukan oleh kelompok sasaran untuk mendapatkan pelayanan dari pihak kepolisian. Selanjutnya proses untuk memperoleh SIM panjang dan teerkesan berbelit-belit. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur birokrasi belum berjalan dengan optimal.Hal ini terlihat dengan dari segi pelayanan bahwa tersedianya loket tidak sesuai dengan jumlah masyarakat yang menyebabkan antrian panjang, proses pembuatan SIM masih terkesan berbelit-belit bagi masyarakat karena prosesnya yg panjang serta perlu waktu lama, dan hal ini yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum memiliki SIM namun sudah menggunakan kendaraannya di jalan raya.
345
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
Dari hasil uraian di atas berdasarkan wawancara dan observasi langsung mewakili jawaban responden lainnya dapat diketahui bahwa Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo dapat dilihat dari indikator Menurut Edward III yakni Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi/Sikap, dan Struktur Birokrasi bahwa implementor sudah menjalankan pelaksananaan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 belum efektif. Ini dapat dibuktikan masih terdapatnya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kelompok sasaran dalam proses Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009. Dalam indikator disposisi atau sumber daya misalnya bahwa Kegiatan tersebut harus didukung oleh penambahan personil satlantas dalam mengatur lalu lintas di Kota Samarinda, karena banyaknya ruas jalan yang harus di pantau oleh para personil satlantas, bukan dalam hal itu saja tetapi masyarakat terkadang patuh terhadap lalu lintas jika pada saat personil polisi sedang bertugas mengatur lalu lintas. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran berkendara masyarakat untuk mentaati kebijakan Undang-Undang Lalu lintas Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kesimpulan Dari uraian di atas penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka berikut ini akan menyimpulkan uraian - uraian tersebut di bawah ini : 1. Komunikasi, hal ini terlihat dari aspek transmisi, kejelasan dan konsisten komunikasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Samarinda, kebijakan tersebut belum ditrasmisikan dengan baik kepada masyarakat dimana masih banyak para pengguna jalan yang belum mengetahui ketentuan berlalu lintas serta perilaku berlalu lintas yang tertib dan aman. Sosialisasi baru sebatas pemberian informasi kepada masyarakat, tetapi belum mampu merubah kesadaran masyarakat atau menanamkan kesadaran kepada masyarakat agar dapat mematuhi dan melaksanakan budaya terib berlalu lintas. 2. Sumber daya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Samarinda belum didukung dengan 1) Sumber sumber daya menusia menyangkut jumlah personil polisi lalu lintas yang belum sebanding dengan luas wilayah dan kebutuhan; 2) Sarana dan prasarana lalu lintas untuk mendukung kelancaran lalu lintas juga masih kurang, banyak perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung yang belum tersedia dan kondisinya sudah kurang berfungsi dengan baik. 3. Disposisi/Sikap Pelaksana, Kebijakan dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 di Kota Samarinda, menunjukkan bahwa implementor kebijakan masih kurang menunjukkan komitmen yang tunggi dalam 346
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa harus ada kinerja yang maksimal oleh petugas sebagai implementor. Kondisi ini tentu menunjukkan bahwa responsivitas dan komitmen aparat dalam melaksanakan tugasnya masih kurang. Kurangnya komitmen implementor kebijakan dalam mendukung implementasi UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tercermin dari masih adanya praktek penyalahgunaan kewenangan oleh oknum untuk memperoleh keuntungan pribadi. Seperti melakukan kebijakan hukum tidak sesuai prosedur yang berlaku terhadap pengendara yang melanggar lalu lintas, karena masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih jalur tidak mau repot jika tertangkap telah melakukan pelanggaran lalu lintas.Untuk menegakkan disiplin berlalu lintas di Kota Samarinda dengan corak masyarakat yang masih kurang tertib memang dibutuhkan adanya komitmen yang tinggi dari petugas. Disposisi tersebut tercermin dari disiplin dalam melaksanakan tugas dan penegakan hukum. 4. Struktur birokrasi, dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 permasalahan yang berkaitan dengan SOP adalah masih banyak aturan lainnya untuk mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 belum disiapkan atau kurang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga proses pelaksanaan kegiatan lalu lintas belum berjalan maksimal. Seperti misalnya dalam hal proses pembuatan SIM, belum ada peraturan baru sebagai operasionalisasi pembuatan SIM yang mengadopsi penggunaan teknologi informasi. Sehingga proses pembuatan SIM masih menggunakan cara lama yang kurang efektif dan efisien. Sementara menyangkut koordinasi antar pihak yang terlibat dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 belum terjalin dengan baik. Sehingga antar pihak masih bekerja tanpa memperhatikan pihak lainnya, seperti dalam hal pengaturan rambu lalu lintas dam pembangunan jalan terkadang justru menjadikan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 menjadi tidak efektif. 5. Kesadaran Hukum Anggota Beat Borneo Community dalam indikator Pemahaman dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dapat dilihat dari indikator pemahaman hukum belum berjalan secara optimal. Hal ini dikarenakan Anggota Beat Borneo Community hanya sebatas memahami berdasarkan pelanggaran yang terjadi di jalan raya. 6. Kesadaran Hukum Anggota Beat Borneo Community dalam indikator Sikap bahwa kepentingan umum atau kepentingan orang lain di mana pun berada pasti didahulukan dan kepatuhan kepada hukum tidak hanya dilakukan ketika ada petugas melainkan harus dilakukan dengan kesadaran bahwa hukum diciptakan untuk melindungi kita. Tindak lanjut Beat Borneo Community 347
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
dapat dibuktikan dengan memakai helm standar SNI, memiliki SIM & menyalakan lampu di siang hari. sehingga bahaya dalam berkendara pun dapat terhindarkan. Namun dari taatnya mereka kepada aturan ternyata masih ada kelemahan Anggota Club Beat Community dalam mematuhi UndangUndang Nomor 22 tahun 2009 seperti menggunakan handphone saat berkendara, Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, menggunakan lampu menyilaukan, melanggar lalu lintas pada saat rolling dan anggota club ada yang masih pelajar. 7. Dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo Community di Kota Samarinda masih ada yang Mempengaruhi Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo Community di Kota Samarinda, seperti halnya Faktor Pendukung, dan Faktor Penghambat. Saran-Saran Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pembinaan Anggota Club Beat Borneo Community di Kota Samarinda, maka penulis perlu mengemukakan saran-saran sebagai berikut ini : 1. Dalam rangka mengefektifkan sosialisasi tertib berlalu lintas sebagai tujuan dari implementasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, Satlantas Polresta Kota Samarinda perlu mengoptimalkan penggunaan sarana komunikasi melalui tatap muka, papan reklame dan sosialisasi di sekolah-sekolah, melalui media massa baik elektronik maupun cetak dan melalui buletin-buletin.. Memperbanyak frekuensi sosialisasi ketertiban berlalu lintas kepada pelajar dan masyarakat pada umumnya, agar kesadaran tertib berlalu lintas semakin tinggi. Dalam memberikan pendidikan berlalu lintas, maka pihak kepolisian bekerjasama dengan Dinas Pendidikan perlu dibuat kurikulum yang jelas mengenai lalu lintas untuk masayarakat melalui pendidikan formal dan non formal dengan melibatkan berbagai pihak guna menjadikan kepatuhan hukum sebagai kebutuhan dan budaya masyarakat. 2. Perlu adanya penambahan jumlah personil kepolisian khususnya polisi lalu lintas sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya lebih ditingkatkan pengawasan lalu lintas pada malam hari. Adanya Peningkatan anggaran kepolisian dan petugas DLLAJ sesuai dengan kebutuhan operasional dan pengadaan sarana dan prasarana lalu lintas. Selain itu harus dilakukan penambahan sarana dan prasarana, jalan yang memenuhi persyaratan gometrik jalan, (aman dapat difungsikan sebagai fungsi jalan seperti : rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, traffic light, penerangan jalan dan perlengkapan lain yang memenuhi standar baku). Serta penambahan CCTV di sudut-sudut jalan yang 348
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 (Muhammad Iqbal Julian)
memudahkan bagi aparat kepolisian dalam melakukan penindakan tertib berlalu lintas. 3. Untuk Pelaksana kebijakan dalam rangka penegakan hukum berlalu lintas aparat kepolisian, harus menerapkan dengan sungguh-sungguh denda tilang seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009. contohnya untuk menebus tilang pasal 287 ayat 1, yaitu pelanggaran aturan perintah, larangan yang diatur dengan rambu rambu/marka jalan, seharusnya denda 500.000/ 2 bln kurungan. Jika bukti tilang yang di sita adalah SIM, maka perlu berkoordinasi dengan seksi SIM untuk memblokir data pelanggar tersebut agar tidak dapat membuat SIM baru atau memperpanjang SIM tersebut sebelum menyelesaikan denda tilangnya (denda sesuai UndangUndang Nomor 22 tahun 2009). 4. Tingginya pelanggaran lalu lintas baik yang berhasil ditindak oleh aparat penegak hukum maupun pelanggaran yang secara kasat mata masih mewarnai kehidupan lalu lintas sehari-hari diharapkan dapat ditekan (diminimalisir) melalui langkah-langkah penegakan hukum baik dalam bentuk preventif maupun represif, tegas serta diimbangi upaya lainnya dalam bentuk giat pendidikan masyarakat lalu lintas dan langkah-langkah rekayasa lalu lintas. Perlu dibuat program rekayasa lalu lintas yang diproyeksikan terhadap penanganan faktor penyebab terjadinya kecelakaan dan didukung dengan sistem pendataan yang benar. Selain itu diperlukan pula aturan-aturan pendukung yang disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk meningkatkan koordinasi antar semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan sehingga menjadi efektif. 5. Penambah pemahaman dan pengawasan sikap tentang peraturan Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas kepada Anggota Beat Borneo Community diharapkan dapat menjadi pelopor keselamatan beralu lintas dan dapat dicontoh oleh club-club motor lain dan masyarakat. Daftar Pustaka Arifin, Z, 2011, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Edwards III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Press. Miles, Matthew B, A. Michael Huberman, 2004. Qualitative Data Analysis (terjemahan). Jakarta : UI Press. Miles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook Edisi Ketiga. Sage Publications: Inc.
349
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3 , 2016: 338-350
Subarsono, 2009, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, teori dan aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Suharno. 2013. Dasar – Dasar Kebijakan Publik. Ombak : Yogyakarta. Thoha, Mifftah, 1998. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara.Raja Grafindo Persada. Jakarta. ____________, 2007, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan Negara dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Winarno Budi, 2004, Kebijakan Publik teori dan proses, cetakan kedua, Media Pressindo, Yogyakarta. ___________. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo.
350