ISSN : 2089 – 7553
HUKUM ACARA PIDANA SEBAGAI PROSES PENYELESAIAN MASALAH Oleh : I Made Kastama* Abstrak Bangsa Indonesia menjunjung tinggi penegakan hukum mengingat Indonesia adalah negara hukum, untuk menegakkan hukum khususnya Hukum Pidana sebagai hukum Publik diperlukan Hukum Acara Pidana. Tujuan Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil dari suatu tindak kejahatan yang dilakukan dengan kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan cara menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum. Hukum Acara Pidana mengatur adanya pokok-pokok cara pelaksanaan penegakan keadilan dan pengawasan dari putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sekaligus juga mempunyai tugas untuk melindungi hak-hak asasi dari masing-masing individu baik yang menjadi korban maupun bagi si pelanggar hukum itu sendiri, setelah putusan pengadilan tersebut dijatuhkan dan segala upaya hukum baik banding maupun kasasi yang telah dilaksanakan. Melalui Hukum Acara Pidana inilah hukum Pidana dapat ditegakkan, hukum pidana sebagai wilayah dimana negara memberikan perlindungan kepada warga negaranya dari kejahatan yang dilakukan oleh warga negara yang lainnya untuk mendapatkan keadilan .
Kata Kunci : Hukum Acara Pidana, Proses Penyelesaian dan Kasus.
*
Dosen Pada Jurusan Dharma Sastra STAHN-TP Palangka Raya
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
1
I.
PENDAHULUAN Bangsa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hukum, hak-hak asasi manusia, negara Indonesia menganut persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara, tercantum dalam pasal 27 (1) UUD 1945, yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hakhak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah. Warga negara siapapun mereka memiliki kewajiban dalam melaksanakan pembangunan terutama dalam hal pembangunan di segala bidang dan yang paling penting pembangunan di bidang hukum. Pembangunan hukum yang dibuat dalam bentuk perundang-undangan telah menciptakan sistem hukum yang terapkan dan produk hukum yang harus ditegakkan yang memiliki sifat mengayomi, melindungi dan memberikan landasan hukum bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan. Kesadaran hukum yang semakin meningkat serta makin lajunya pembangunan menuntut terbentuknya sistem hukum nasional dan produk hukum positif yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan hukum selanjutnya masih perlu memperhatikan peningkatan pemasyarakatan hukum, peningkatan pelaksanaan penegak hukum secara konsisten, konsekuen, berkualitas dan bertanggung jawab agar setiap orang memiliki kesadaran hukum. Peningkatan aparat penegak hukum yang berkualitas dan bertanggung jawab itu tidak bisa terlepas peranan dari negara. Cara negara bertindak dalam hal ini adalah melalui bantuan badan-badan yang berwajib sebagai alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, kejaksaan dan hakim. Badan-badan tersebut mempunyai kekuasaan untuk mengusut kejahatankejahatan dan jika perlu diadakan penahanan bagi mereka yang melanggar hukum agar penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan baik. Disamping itu penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
2
sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Soerjono Soekanto, (2004 : 45) Warga negara dalam memenuhi hak dan kewajibannya memiliki kepentingan yang beraneka ragam yang sangat perlu dipenuhi agar mendapat kehidupan yang lebih baik. Dalam memenuhi kepentingan itu sering terjadi benturan-benturan/gesekan-gesekan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang tidak mustahil akan terjadi pelanggaran dan tindak kejahatan yang merugikan masyarakat lainnya. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi ketidakteraturan dan ketidaktentraman sebagai akibat adanya kebutuhan/kepentingan yang satu dengan yang lainnya tidak searah sehingga terjadi benturan/perselisihan sebagai akibat dari pertentangan kepentingan itu. Apabila pertentangan atau ketidak seimbangan hubungan masyarakat meningkat menjadi perselisihan itu dibiarkan berlanjut, maka akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Disamping itu kebutuhan hidup manusia dalam kehidupan sehariharinya juga sangat mempengaruhi perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan. Baik itu bekerja dengan cara bertani, buruh berdagang ataupun mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Kebutuhan yang mendesak bisa mengakibatkan orang-orang memenuhinya dengan cara tidak baik atau melakukan kejahatan baik yang disadarinya atau tidak disadarinya sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Kejahatan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri. Sejarah perkembangan manusia selama ini telah ditandai dengan berbagai upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya dan hampir sebagaian besar memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena yang tidak berkesudahan dalam dunia realita. Bahkan kehidupan umat manusia pada abad ini masih ditandai pula oleh eksistensi kekerasan sebagai suatu fenomena yang sering terjadi, apakah fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau tujuan yang bersifat pribadi. Kejahatan berasal dari orang-orang yang tidak secara rasional dalam cara-cara yang cocok dengan posisi kelasnya. Dengan demikian kejahatan adalah reaksi terhadap kondisi-kondisi hidup dalam kelas sosial seseorang. Mulyana W. Kusumah, (1981 : 57) Berbicara mengenai kejahatan kiranya kita telah mengetahui bahwa tentang kejahatan dipengaruhi oleh waktu dan tempat dimana masyarakat hidup. Misalnya beberapa jenis perbuatan yang disuatu Negara dianggap
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
3
kejahatan tetapi belum tentu di Negara lain perbuatan itu termasuk kejahatan, begitu pula sebaliknya. Demikian juga karena perkembangan jaman pandangan masyarakat terhadap kejahatan berkembang pula, misalnya perbuatan yang sekarang ini dianggap jahat belum tentu untuk masa dalam beberapa tahun dianggap jahat demikian pula sebaliknya. Menurut W.A. Bonger “Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. B. Bosu (1982 : 21 ) Dengan demikian kejahatan merupakan perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (Negara harus menindaknya melalui aparat penegak hukum). Nah, bagaimana cara menindaknya melalui aparat penegah hukum marilah kita lebih lanjut uraikan perkara pidana tersebut. Pada dasarnya alasan yang sering menimbulkan perkara pidana didahului oleh pertentangan atau kemungkinan pertentangan kepentingan sebagai konflik masyarakat yang pada masing-masing pihak berusaha keras untuk mempertahankan kepentingannya. Pertentangan kepentingan itu ada kecendrungan cara mempertahankan baik yang dilakukan secara terangterangan maupun sikap tindak yang terselubung dengan kasak kusuk untuk memperoleh kemenangan ataupun kepuasan untuk menunjukkan pembalasan sebagai salah satu aspek reaksi hukum pidana. Hal ini akan lebih nampak dari pendirian para pihak sebagai korban berhadapan dengan terdakwa atau sikap penasehat hukum sebagai kuasa terdakwa yang sering kali mencari celah-celah kelemahan dakwaan yang diajukan dalam penuntutan berhadapan dengan penuntut umum. Norma hukum acara pidana yang mengandung aspek keselarasan itu memuat ketentuan dan aturan selain menjamin hak dan kewajiban perseorangan, juga untuk melindungi hak dan kewajiban orang lain dalam masyarakat, supaya apabila terjadi pertentangan kepentingan dapat diselesaikan melalui saluran tertentu menurut hukum. Tidak setiap pertentangan kepentingan menjadi urusan hukum acara pidana, akan tetapi pertentangan itu mempunyai kualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana. Pihak yang terlibat atau yang menjadi korban dari perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana harus diselesaikan sesuai dengan
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
4
aturan tata cara yang ditentukan dalam hukum acara pidana, baik mengenai petugas yang diwenangkan dan proses perkara pidananya maupun perlindungan kepentingan hukum bagi masyarakat serta jaminan hak asasi bagi setiap orang yang terlibat didalamnya. II. A.
PEMBAHASAN Pemeriksaan Pendahuluan Suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang dengan akibat merugikan pihak lain atau bersifat a social dengan akibat membahayakan kepentingan masyarakat, akan mendapat reaksi dari masyarakat atau pihak yang berkepentingan. Perbuatan yang demikian itu setelah diukur dengan peraturan hukum atau peraturan perudang-undangan di bidang hukum pidana yang berlaku di tengah masyarakat, barulah dapat dikatakan menjadi perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana bagi orang yang melanggar larangan hukum pidana tersebut. Penentuan adanya perbuatan pidana terlebih dahulu diukur dengan peraturan hukum pidana dan dituntut melalui peraturan beracara yang sudah ditentukan oleh hukum acara pidana. Tujuan Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum. Zainal Asikin, (2012 : 252) Pada awal penentuan perbuatan pidana didahului oleh timbulnya dugaan atau sangkaan tentang sesuatu perbuatan yag akan ditetapkan kebenarannya secara lengkap dengan mengadakan seleksi keadaan-keadaan dan merangkai kejadian-kejadian yang relevan bagi hukum pidana. Petugas menyusun berita acara tidaklah mencatat semua hal yang diketahui atau yang diterangkan kepadanya, melainkan mengadakan seleksi hal-hal yang ada hubungannya secara yuridis menjadi kenyataan hukum dan kebenaran menurut hukum. Dugaan atau sangkaan yang dihadapi oleh petugas hukum dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain keterangan yang berupa Laporan (aangifte) dan pengaduan (klacht). Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
5
atau diduga terjadi perbuatan pidana (pasal 1 (24) KUHAP). Pengaduan adalah pemberitahuan diserta permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana aduan yang dirugikan (pasal 1 (25) KUHAP). Dalam hal-hal tertentu atas wewenang yang ditentukan undang-undang kepada petugas hukum dapat mengadakan tindakan tersendiri dalam batas kewenangannya (ambthalve) setelah mengetahui suatu perbuatan yang diduga atau disangka sebagai perbuatan pidana, sehingga tidak semata-mata menantikan laporan atau pengaduan terjadinya perbuatan pidana dari pihak lain. 1.
Pemeriksaan Pendahuluan Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dalam ketentuan KUHAP memuat peraturan agar petugas penyelidik dan/atau penyidik wajib segera melakukan tindakan penyelidikan atau penyidikan yang diperlukan, apabila terjadi peristiwa yang patut diduga merupakan perbuatan pidana. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pemeriksaan pada tingkat penyelidikan dan penyidikan itu merupakan rangkaian sebagian tindakan yang dilakukan oleh Polisi Negara RI. Atau penyidik lainnya sebagai ”pendahuluan” untuk mengungkapkan segala kejadian yang dapat menjadi alasan persangkaan agar lebih kuat bahanbahannya tentang ada atau tidaknya perbuatan pidana. 2.
Penahanan, Penggeledahan, Pensitaan dan Membuat Surat Seorang tersangka atau terdakwa sudah sewajarnya apabila berusaha terhindar dari penuntutan, atau paling sedikit berusaha menjuruskan untuk menyesatkan kepada para petugas hukum agar tidak berhasil mengumpulkan bahan-bahan (berupa orang atau barang) yang akan menjadi bukti dalam perkara pidana. Bahan pembuktian yang berupa (1) barang hasil kejahatan atau (2) barang yang dipergunakan untuk kejahatan atau (3) barang yang menjadi sasaran kejahatan atau (4) barang-barag yang pada umumnya ada sangkut pautnya untuk tanda bukti terjadinya kejahatan, seringkali oleh tersangka atau orang lain secara sadar atau tidak sadar disingkirkan sehingga
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
6
para petugas hukum kehilangn jejak dan lemah dalam pembuktian. Menurut ketentuan hukum acara pidana untuk kepentingan pemeriksaan perkara agar terhindar dari kesulitan, diperlukan tindakan penangkapan atau penahanan, penggeledahan, pensitaan dan membuka surat-surat. Ketentuan dalam KUHAP membedakan antara penangkapan dan penahanan yang pada dasarnya dengan alasan ada dugaan keras seseorang melakukan perbuatan pidana setelah terdapat bukti yang cukup. Pasal 1 (20) KUHAP memuat batasan tentang penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya pasal 1 (21) memuat batasan tentang penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dalam melakukan penangkapan atau penyitaan adakalanya diperlukan tindakan menggeledah rumah tempat tinggal atau tempat-tempat tertutup lainnya dan atau penggeledahan badan. Penggeledahan rumah adalah sebagai tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Rocky Marbun, (2011 : 54) B.
Penuntutan Ketentuan pasal 1 (7) KUHAP memuat batasan tentang penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntut Umum dapat membuat surat penetapan untuk menghentikan penuntutan dengan alasan (1) tidak terdapat cukup bukti, (2) atau ternyata bukan merupakan perbuatan pidana, (3) atau menutup perkara demi hukum, kecuali apabila dikemudian hari ternyata ada alasan baru untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka. Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan tanda tangan serta berisi identitas lengkap dan isi uraian cermat jelas lengkap
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
7
mengenai perbuatan pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat perbuatan terjadi. Isi yang terakhir itu merupakan syarat mutlak menurut ketentuan pasal 143 (3) KUHAP yang apabila tidak dipenuhi menjadi batal demi hukum. Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan, dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan tentang lengkap atau belumnya berkas perkara dari hasil penyidikan, dengan disertai petunjuk tentang hal-hal yang perlu dilengkapi oleh Penyidik. Pelimpahan perkara ke pengadilan dibuat dalam surat pelimpahan perkara dan disertai dengan surat dakwaan dikirim bersamaan kepada Pengadilan dan turunannya kepada tersangka atau penasehat hukum dan penyidik. Pelaksanaan pelimpahan perkara pidana disesuaikan untuk masing-masing jenis (1) perkara dengan acara pemeriksaan biasa, (2) perkara dengan acara pemeriksaan singkat, dan (3) perkara dengan acara pemeriksaan cepat untuk perbuatan pidana ringan atau pelanggaran lalu lintas jalan. C.
Pemeriksaan Sidang Pengadilan Menurut ketentuan dalam KUHAP selama sidang pengadilan tidak dimungkinkan perubahan surat dakwaan, karena akan bertentangan dengan pasal 144 KUHAP. Padahal apabila terjadi kekeliruan misalnya tidak mencantumkan rumusan dakwaan mengenai tempat dan waktu perbuatan pidana akan menjadi batal demi hukum menurut pasal 143 KUHAP. Pembatasan yang menyangkut perubahan dakwaan menurut yurisprudensi masih dimungkinkan, asalkan secara materiil tidak merupakan suatu perubahan menjadi perbuatan pidana baru. Apabila hasil penyidkan dan tindakan penuntutannya telah memenuhi syarat pelimpahan perkara serta menurut cara-cara yang telah ditentukan undang-undang, pada hari yang ditentukan dalam surat penetapan sidang dapat dimulai dengan memanggil terdakwa dan saksi untuk datang pada hari sidang pengadilan. Pemanggilan terhadap terdakwa dan saksi oleh penuntut umum melalui perintah hakim yang berkaitan dengan penetapan sidang. Dalam acara pemeriksaan sidang perkara biasa dimulai dengan pembukaan sidang oleh Hakim ketua sidang dan jalannya pemeriksaan dinyatakan Terbuka Untuk Umum, kecuali bagi perkara kesusilaan atau anak-anak atau perkara lain yang ditentukan undang-undang perlu di sidangkan secara tertutup.
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
8
Pemeriksaan dilakukan secara lisan dengan Bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa ataupun saksi. Kehadiran terdakwa di muka sidang pengadilan atas perintah hakim ketua itu, dihadapkan dalam keadaan bebas dimaksudkan tidak diborgol agar terdakwa tidak merasa tertekan namun tetap dijaga untuk mengindarkan hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran sidang. Panggilan masuk ke ruang sidang bagi terdakwa sebagai permulaan sidang dengan kegiatan hakim untuk menanya identitas secara lengkap terhadap terdakwa dan mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala yang didengar serta dilihat dalam sidang, dapat diartikan pemeriksaan dilakukan terhadap terdakwa lebih dahulu. Kegiatan hakim berikutnya beralih kepada penuntut umum yang diminta oleh ketua sidang untuk menbacakan surat dakwaan dan setelah itu kembali menanyakan kepada terdakwa apakah sudah mengerti tentang dakwaan itu. Apabila terdakwa tidak mengerti, menjadi kewajiban penuntut umum untuk memberikan penjelasan yang diperlukan atas permintaan ketua sidang dengan maksud untuk menjamin Hak asasi terdakwa guna kepentingan pembelaan dan penjelasan yang demikian itu hanya dapat diperoleh pada permulaan sidang. Giliran berikutnya beralih kepada terdakwa atau penasehat hukumnya untuk menyampaikan keberatan tentang : 1. Pengadilan tidak berwenang untuk mengadili perkara, misalnya karena alasan perkara yang menyangkut urusan dagang dan utang piutang maka menjadi kewenangan pengadilan perkara perdata. 2. atau dakwaan tidak dapat diterima, misalnya karena alasan perkara pidana aduan yang tidak dipenuhi adanya surat aduan dari yang berkepentingan; atau telah ada putusan lain yang tak dapat dirubah. 3. atau surat dakwaan harus dibatalkan, misalnya karena alasan syarat tentang dakwaan tidak memuat tempat dan waktu perbuatan pidana terjadi. Pemeriksaan berikutnya dilakukan terhadap saksi yang telah tercantum dalam surat pelimpahan perkara atau yang diminta oleh terdakwa, penasehat hukum, atau penuntut umum selama sidang dan sebelum putusan. Seterusnya pemeriksaan terhadap saksi menurut urutan dan cara-cara seperti yang ditentukan oleh undang-undang.
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
9
Selama persidangan berjalan berbagai pertanyaan dapat diajukan lewat ketua sidang yang ditujukan kepada terdakwa atau saksi, atau ahli dengan ketentuan selama dalam persidangan tidak dilakukan penyusunan pertanyaan sedemikian rupa yang bersifat pertanyaan menjerat. Demikian juga pertanyaan yang bersifat tidak senonoh ataupun pertanyaan yang bersifat sugesti sebagai larangan yang telah berkembang dalam praktek pemeriksaan perkara pidana. Mengenai pemeriksaan terhadap terdakwa atau saksi itu tumbuh pandangan yang bermaksud meniru sistem acara di luar negeri bahwa para saksi harus diperiksa terlebih dahulu dan terdakwa pada giliran terakhir. Demikian pula ada pandangan spekulatif yang menganggap KUHAP itu menganut cara pemeriksaan perkara bahwa terdakwa mendapat giliran pemeriksaan paling akhir, karena alasan pasal 184 KUHAP secara harfiah alat bukti keterangan terdakwa yang perlu diperiksa tercantum pada urutan kelima yang justru menempati deretan terakhir, sehingga terdakwa tidak boleh diperiksa sebelum para saksi lebih dahulu. Setelah pemerikaan sidang dianggap selesai oleh ketua sidang, dilanjutkan dengan tahap tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum dan tanggapan yang berupa pembelaan penuntut umum yang ditanggapi dengan pleidooi terdakwa/pembelanya dapat diteruskan dengan repliek oleh penuntut umum dan kesempatan terakhir untuk membela dengan dupliek oleh terdakwa atau diserahkan kepada pembelanya. Segala pemeriksaan pada tahap persidangan ini diakhiri dan ditutup untuk keperluan rapat musyawarah majelis hakim menurut aturan dan tatacara yang ditentukan oleh undang-undang. Apabila ada alasan yang kuat acara pemeriksaan dapat dibuka sekali lagi, baik atas kewenangan jabatan hakim ketua sidang maupun permintaan dari penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum sebelum tiba saatnya pernyataan keputusan hakim (vonis) yang dibacakan di muka sidang secara terbuka untuk umum. D.
Pembuktian Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
10
pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Kegiatan pembuktian diharapkan memperoleh kebenaran secara hukum, karena kebenaran yang mutlak sukar ditemukan. Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran yang disusun dan didapatkan dari jejak, kesan dan refleksi dari keadaan dan/atau benda yang berdasarkan ilmu pengetahuan dapat berkaitan dengan kejadian masa lalu yang diduga menjadi perbuatan pidana. Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh dari melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap faktafakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang dalam hubungannya dengan perkara pidana. Suatu pembuktian yang betulbetul sesuai dengan kebenaran tidak mungkin dicapai. Maka hukum acara pidana sebetulnya hanya menunjukkan jalan untuk berusaha mendekati sebanyak mungkin persesuaian dengan kebenaran. Hukum pembuktian memberikan petunjuk bagaimana hakim dapat menetapkan sesuatu hal cenderung kepada kebenaran. Hakim adalah manusia biasa yang tentunya dapat salah raba dalam menentukan suatu keyakinan dan putusan hakim dalam perkara pidana dapat menusuk kepentingan-kepentingan terdakwa, maka ada beberapa aliran pembuktian dalam hukum acara pidana. Setiap aliran pembuktian mengajukan teori yang menjadi dasar dalam pembuktian sebagai berikut : 1.
Dasar pembuktian terikat alat bukti menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie) artinya jika dalam pertimbangan putusan hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut dalam undang-undang tanpa diperlukan keyakinan hakim dapat menjatuhkan putusan. Jenis-jenis alat bukti sebagaimana dalam pasal 184 KUHAP yaitu : a. keterangan saksi b. keterangan ahli c. surat d. petunjuk e. keterangan terdakwa
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
11
Teori pembuktian yang didasarkan undang-undang melulu ini mempunyai alasan untuk berusaha menyingkirkan segala pertimbangan hakim yang bersifat subyektif, oleh karena itu mengikat secara tegas supaya hakim hanya tergantung pada atau tidaknya sejumlah alat bukti yang formal tercantum dalam undang-undang cukup untuk menjatuhkan putusan. Sekalipun putusan yang telah dijatuhkan itu menurut perasaan atau keyakinan belum mantap bagi hakim sendiri tetap harus dibuat keputusan untuk mengadili perkara yang bersangkutan. 2. Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim semata-mata (conviction intime) artinya jika dalam pertimbangan keputusan hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan keyakinan yang timbul dari hati nurani atau sifat bijaksana seorang hakim, maka dapat dijatuhkan putusan. Suatu bukti dengan pengakuan atau keterangan saksi itu belum tentu menjamin, bahwa tekanan pihak lain atau rasa takut atau watak suka berbohong dapat mendorong orang memberikan keterangan yang tidak benar atau palsu. Oleh karena itu diperlukan sikap hakim untuk mendasarkan keyakinan saja dalam memutuskan perkara yang diadili tanpa mendasarkan kepada alat-alat bukti dalam undangundang. Teori pembuktian ini yang menyerahkan kebebasan hakim untuk mempergunakan keyakinan belaka akan dapat menyulitkan terdakwa atau pembela untuk melakukan pembelaan diri. 3. Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim dalam batas-batas tertentu atas alasan yang logis (conviction raisonnee). Pembuktian menurut keyakinan yang dibatasi dengan alasan menurut logika yang tepat ini dapat juga disebut pembuktian yang memberikan keleluasan yang bebas untuk memakai alat-alat bukti lain dengan disertai alasan. 4. Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewijstheorie). Teori pembuktian yang didasarkan cara membuktikan berganda (dubbelen grondslag) pada keyakinan dan alat bukti ini sesungguhnya merupakan pekerjaan yang sulit. Hasil pemeriksaan perkara pidana adakalanya sukar untuk disimpulkan sehingga sukar pula untuk memperoleh keyakinan atau mengingat belum adanya ukuran tertentu dalam menyusun keyakinan hakim, sehingga memerlukan waktu relatif lama untuk mendapatkan pengalaman berlatih menyusun keyakinan dalam setiap putusan.
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
12
Teori pembuktian secara positif lebih banyak dipergunakan dalam mengadili perkara perdata, sebaliknya teori pembuktian negatif banyak dipergunakan dalam mengadili perkara pidana. E.
Putusan Hakim Musyawarah majelis hakim dalam perkara yang tidak diperiksa oleh hakim tunggal, merupakan cara kesepakatan mengambil keputusan dengan menempuh dua kemungkinan yaitu (1) putusan diambil dengan suara terbanyak atau (2) jika tidak diperoleh suara terbanyak maka dipakai pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Kesepakatan dalam mengambil keputusan sebaiknya didahulukan pendapat dari seorang hakim anggota menurut urutan umur yang paling muda, seterusnya diikuti oleh hakim anggota lainnya dengan maksud agar hakim yang senior tidak dapat mempengaruhi dalam memilih keputusan yang dianggap baik. Hasil musyawarah majelis hakim yang mengambil keputusan memakai pendapat hakim yang paling menguntungkan terdakwa adalah jika seorang hakim berpendapat dakwaan telah terbukti dengan menjatuhkan pidana dan seorang hakim yang lain berpendapat dakwaan tidak terbukti, sedangkan seorang hakim yang ketiga bersikap blangko/abstain, maka keputusan yang dijatuhkan akan berupa putusan bebas (Vrijspraak). Dalam pasal 1 (22) KUHAP dimuat pengertian suatu putusan pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa (1) Pemidanaan, atau (2) Bebas, atau (3) lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang.
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
13
Daftar Pustaka Asikin Zainal, 2012. Pengantar Tata Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Bosu B., 1982. Sendi- Sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya. Kusumah Mulyana W., 1981. Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung Marbun Rocky, 2011. Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus Hukum, Visimedia, Jakarta. Poernomo Bambang, 1985. Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidana Indonesia Dalam Undang-Undang RI, Nomor 8 Tahun 1981, Liberty, Yogyakarta. Soekanto Soerjono, 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta. Yudowidagdo Hendrastanto dkk, 1987. Kapita Selekta Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, 2014. Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum Australian AID. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda , Surabaya Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Dan Amandemennya, Fokus Media
Belom Bahadat: Volume V Nomor 1, Januari-Juni 2015
14