1 SIDIK LINTAS PADI BERAS MERAH PADA TIGA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA PATH ANALYS OF RED RICE AT THREE DIFFERENT GROWING ENVIRONMENTS 1)
I Gusti Putu Muliarta Aryana 1), Nur Basuki 2) dan Kuswanto 2) PS Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram 2) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan kriteria seleksi terhadap hasil gabah padi beras merah pada lingkungan gogo, tercekam kekeringan dan irigasi teknis. Percobaan pada lingkungan gogo dilakukan pada lahan tegalan Desa Prian Kecamatan Montong Betok Kabupaten Lombok Timur, dengan jenis tanah Inseptisol. Waktu kegiatan MH Desember 2006 - Maret 2007. Sedangkan pada di lingkungan tercekam kekeringan dan sawah irigasi teknis dilakukan di Desa Grisak Kecamatan Ampenan Kota Mataram Lombok dengan jenis tanah Entisol, pada MK April - Agustus 2007. Rancangan percobaan yang di gunakan di setiap lingkungan adalah Rancangan Acak Kelompok 23 perlakuan (20 genotipe hasil seleksi back cross, 3 tetua [Piong, Angka dan Kenya]) yang di ulang 3 kali. Penanam setiap perlakuan genotipe dengan luasan 5,5 m x 1,25 m , jarak tanam 25 cm x 25 cm, dengan 1 tanaman per rumpun. Pengairan di lingkungan gogo berdasarkan air hujan, pengairan di lingkungan sawah sesuai budidaya padi sawah pengairan teknis dan pengairan di lingkungan tercekam kekeringan pada kondisi tercekam 25 -30% air. Analisis korelasi genotipik, penotifik dan sidik lintas berdasarkan Singh dan Chaudhary, (1979). Hasil penelitian menunjukkan: (a). Total jumlah anakan per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai dan bobot 100 butir gabah dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan tercekam kekeringan, gogo dan irigasi teknis. (b). Panjang malai dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan tercekam kekeringan dan irigasi teknis. (c). Kandungan antosianin dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan gogo dan irigasi teknis. (d). Karakter komponen hasil yang pengaruh langsungnya lebih besar terhadap koefisien korelasi hasil gabah dapat dipergunakan untuk perbaikan hasil gabah secara tidak langsung. ABSTRACT The aim of this research was to determine selection criteria for grain yield red rice of on upland, drought area and irrigated paddy field environments. Dryland Experiment was conducted at Prian village of Montong Betok district (East Lombok), on an Inseptisol soil, during the rainy season from December 2006 to March 2007. For for cultivation in drought area and in an irrigated paddy field experiments were conducted at Grisak village, Ampenan (Mataram , Lombok), on an Entisol soil type, during the dry season from April - August 2007. Experimental Design used in each location was Randomized Complete Block Design with 23 treatments (20 genotypes obtained from back cross selection and 3 parents [Piong, Angka and Kenya]) with 3 replicates. Each genotype was grown on 5,5 m x 1,25 m plot with plant spacing of 25 cm x 25 cm and only 1 plant per clump. Irrigation in upland was based on the availability of rain water, while in paddys field water management followed a normal lowland rice irrigation technique, whereas in drought environment, soil water content was maintained at 25 - 30% of soil available water. Genotypic, phenotypic correlation analysis and path analysis were based on Singh and Chaudhary (1979). Results indicate that: a). The character of total tiller numbers per clump, filled grain numbers per panicle, total grain number per panicle, and weight of 100 grain content can be used as an indirect selection criteria for grain yield of red rice in drought area, upland and irrigated paddy field environment. b). The panicle length can be used as an indirect selection criteria’s for grain yield of red rice at drought area and irrigated paddy field environment. c). The anthocyanin content can be used as an indirect selection criteria’s for grain yield of red rice at upland and irrigated paddys field environments. d). character of yield component that show higher direct influence on correlation coefficient of grain yield indirectly can be used to improve grain yield. _____________________________ Kata kunci : beras merah, korelasi, sidik lintas Key words: red rice, correlation, path analysis.
Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
2 PENDAHULUAN Produktivitas padi beras merah pada umumnya paralel dengan kualitas lingkungan tumbuh, serta daya hasilnya sangat ditentukan oleh karakter kuantitatif yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut maka karakter tanaman yang paling menentukan hasil gabah perlu teridentifikasi untuk dipergunakan sebagai penciri kriteria seleksi. Pemanfaatan karakter komponen hasil sebagai pendekatan kriteria seleksi tidak langsung terhadap hasil gabah lebih efektif dibandingkan dengan seleksi langsung menggunakan karakter hasil, hal ini di karenakan hasil gabah banyak dipengaruhi oleh komponennya. Muliarta at al. (2003) dari hasil penelitian tentang kajian korelasi fenotipe pada genotipe padi beras merah pada lingkungan sawah beririgasi teknis diperoleh korelasi nyata dan positif antara jumlah anakkan produktif per rumpun dengan berat gabah per petak. Syahrul Zen (1995) mendapatkan korelasi genotipik dan fenotipik nyata dan searah antara jumlah gabah per malai dengan jumlah malai, tinggi tanaman dan hasil pada lingkungan gogo. Kajian hubungan antar karakter berdasarkan korelasi memberikan gambaran keeratan hubungan antar dua sifat. Kedinamisan hubungan antar karakter dapat dikaji dengan menguraikan koefisien korelasi menjadi dua komponen yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung. Bila nilai koefisien korelasi antar faktor penyebab dengan akibat hampir sama dengan koefisien lintasnya maka korelasi tersebut memenuhi hubungan yang sebenarnya (Gasperz 1995; Amarwati dan Murni, 2002). Tujuan penelitian adalah untuk menentukan kriteria seleksi terhadap hasil gabah padi beras merah pada lingkungan gogo, tercekam kekeringan dan irigasi teknis. METODE PENELITIAN Percobaan pada lingkungan gogo dilakukan pada lahan tegalan Desa Prian Kecamatan Montong Betok Kabupaten Lombok Timur, dengan jenis tanah inseptisol. Waktu kegiatan MH Desember 2006 - Maret 2007. Sedangkan pada lingkungan tercekam kekeringan dan sawah irigasi teknis dilakukan di Desa Grisak Kecamatan Ampenan Kota Mataram Lombok dengan jenis tanah entisol, pada MK April Agustus 2007. Rancangan percobaan yang di gunakan di setiap lingkungan adalah Rancangan Acak Kelompok 23 perlakuan ( 20 genotipe hasil seleksi back cross, 3 tetua [Piong, Angka dan Kenya]) yang di ulang 3 kali. Penanam setiap I.G.P.M. Aryana dkk: Sidik lintas padi …
perlakuan genotipe dengan luasan 5,5 m x 1,25 , jarak tanam 25 x 25 cm, dengan 1 tanaman per rumpun. Pengairan di lingkungan gogo berdasarkan air hujan, pengairan di lingkungan sawah sesuai budidaya padi sawah pengairan teknis dan pengairan di lingkungan tercekam kekeringan pada kondisi tercekam 25 -30 % air tersedia. Hubungan antar karakter yang diamati pada masing-masing lingkungan, dihitung berdasarkan koefisien korelasi fenotipik dan korelasi genotipik. Korelasi antar karakter diduga dengan menggunakan analisis kovarian mengikuti model Singh dan Chaudhary (1979). Seperti yang terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, maka korelasi genotipe dan fenotipik antara dua karakter di estimasi sebagai berikut :
K 2 − K1 r = Kov g . xy + Kov e. xy
Kov g . xy = Kov f . xy
Di mana : K1 = Jumlah hasil kali kuadrat tengah galat karakter x dengan y K2 = Jumlah hasil kali kuadrat tengah genotipe karakter x dengan y. Nilai koefisien korelasi fenotipik dan koefisien korelasi genotipik antara karakter x dan y adalah
rp =
rg =
Kov p. xy
σ p2 x.σ p2 y Kov g . xy
σ g2 x.σ g2 y
dimana: = koefisien korelasi fenotipik rp Kovp.xy = peragam(kovarian) fenotipik antar karakter x dan y σ2px = ragam fenotipik karakter x, σ2py = ragam fenotipik karakter y rg = koefisien korelasi genotipik,Kovg.xy = peragam(kovarian) genotipik antar karakter x dan y, σ2gx = ragam genotipik karakter x, σ2gy = ragam genotipik karakter y
3
Tabel 1. Analisis kovarian rancangan acak kelompok masing-masing lingkungan Sumber keragaman Kelompok Genotip Galat Total
db r-1 g-1 (r-1)(g-1) rg(-1)
Kovarian K2 K1
Pendugaan besarnya sumbangan langsung dan tidak langsung setiap karakter komponen hasil terhadap hasil dapat diketahui dengan menghitung analisis lintas (Path Analysis) berdasarkan koefisien korelasi genotipik dan fenotipik berdasarkan formulasi Samonte et al. (1998) sebagai berikut : R1y = P1y + r12P2y + r13P3y +…+ r1nPny R2y = r12P1y +P2y + r23P3y +…+ r2nPny Rny = r1nP1y + r2nP2y + r3nP3y +…+ Pny Di mana: R1y = Koefisien korelasi sederhana secara genotipik dan fenotipik dari sifat ke-1 dengan sifat Y (hasil) R2y = Koefisien korelasi sederhana secara genotipik dan fenotipik dari sifat ke-2 dengan sifat Y (hasil) P1y = Pengaruh langsung secara genotipik dan fenotipik dari sifat ke-1 terhadap Y (hasil) Pny = Pengaruh langsung secara genotipik dan fenotipik dari sifat ke- n terhadap Y (hasil) secara r1nPny = Pengaruh tidak langsung genotipik dan fenotipik dari sifat ke- 1 terhadap Y (hasil) setelah melalui sifat ke-n Sifat hasil (Y) selain dipengaruhi oleh sifat 1, 2, 3, …, n juga dipengaruhi oleh sifat – sifat yang tidak teramati (P sisa) adalah :
Psisa = (1 − ∑ riy Piy Dimana :
∑
riy
Piy = jumlah semua pengaruh tidak
langsung dari sifat-sifat yang diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi antar karakter, yaitu hasil gabah, bobot gabah per rumpun, bobot 100 butir gabah, total jumlah gabah per malai, jumlah gabah berisi per malai, panjang malai, jumlah anakan per rumpun, total jumlah anakan per rumpun,
Nilai Harapan Kovarian Kove +r Kovg.xy Kove .xy
tinggi tanaman dan kandungan antosianin beras yang dinyatakan dengan koefisien korelasi genotipik dan fenotipik pada perlakuan lingkungan tercekam kekeringan, gogo dan irigasi teknis dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. Dalam analisis koefisien lintas, pengaruh langsung dan tidak langsung merupakan hasil pecahan masing-masing karakter yang dikorelasikan dengan hasil gabah. Kontribusi koefisien lintas terhadap nilai korelasi beberapa karakter kuantitatif dengan hasil gabah padi beras merah pada lingkungan tercekam kekeringan, gogo dan irigasi teknis secara berurutan dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Informasi tentang adanya keeratan hubungan antar karakter merupakan hal penting dalam program pemuliaan, terutama dalam melakukan perakitan varietas baru. Dalam merakit suatu tanaman, jika diketahui terdapat korelasi yang erat antar karakter maka pemilihan terhadap karakter tertentu secara tidak langsung telah memilih karakter lainnya ( Astika, 1991) Untuk mengetahui keeratan hubungan antar karakter dapat dilakukan dengan analisis korelasi. Pada hasil penelitian ini keeratan hubungan antar karakter yang teramati di duga dengan menggunakan koefisien korelasi genotipik, fenotipik. Korelasi genotipik menjelaskan tentang keeratan hubungan genotipik antar karakter dan merupakan bagian dari korelasi fenotipik. Pada Tabel 2, 3 dan 4 nampak bahwa nilai koefisien korelasi genotipe lebih besar dibandingkan dengan koefisien korelasi fenotifik, dan secara umum diperoleh pola korelasi genotipik yang searah dengan pola korelasi fenotipik, kecuali pada penelitian di lingkungan kering untuk karakter bobot 100 butir gabah dengan jumlah anakan produktif per rumpun dimana koefisien korelasi genotipiknya 0,09 dan nilai koefisien korelasi fenotipik nya -0,05. Untuk karakter panjang malai dengan jumlah anakan produktif per rumpun, nilai koefisien korelasi genotipenya sebesar 0,29, dan nilai koefisien korelasi
Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
4 fenotipiknya -0,04. Koefisien korelasi genetik yang searah dengan koefisien korelasi fenotipik memudahkan dalam menentukan suatu karakter yang akan diseleksi berdasarkan karakter morfologinya (fenotipenya). Hal ini sejalan dengan pernyata Musa (1978) yaitu koefisien korelasi genotipik yang searah dengan koefisien korelasi fenotipik akan mencerminkan pengaruh perbedaan-perbedaan genotipe dalam perbedaan fenotipenya, dan Korelasi fenotipik cukup memadai dipergunakan jika pengaruh korelasi lingkungan tidak nyata. Jika koefisien korelasi genotipenya tidak searah dengan koefisien korelasi fenotipenya, maka dalam melakukan seleksi sebaiknya menggunakan koefisien korelasi genotipik sebagai landasan seleksi. Pada Tabel 2 - 4 nampak pada beberapa karakter yang teramati adanya korelasi genetik nyata positip dan korelasi genetik nyata negatif.
Korelasi genetik nyata positif, mengindikasikan bahwa peningkatan suatu karakter yang satu akan menyebabkan peningkatan pada karakter lainnya, sedangkan korelasi genetik negatif, mengindikasikan bahwa peningkatan suatu karakter yang satu akan menyebabkan penurunan pada karakter lainnya. Pada percobaan penaman di lokasi kering, diperoleh korelasi genetik nyata positif antara hasil gabah per hektar dengan total jumlah anakan perumpun (0,67*), jumlah anakan produktif per rumpun (0,81*), jumlah gabah berisi per malai (0.39*), total jumlah gabah per malai (0,61*) dan bobot gabah per rumpun (1,00*), hal ini berarti bahwa peningkatan hasil gabah per hektar akan di ikuti dengan peningkatan total jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai dan bobot gabah per rumpun.
Tabel 2. Matrik korelasi genotipik dan fenotifik antar karakter pada Sifat
TT
ANT
-0,41* -0,37ns
TT TJA
TJA
JAP
PM
JGB
TJG
lingkungan kering B100
BGPR
H
0,49* 0,39*
0,39* 0,28ns
0,68* 0,64*
-0,73* -0,69*
-0,51* -0,48*
-0,73* -0,61*
0,17ns 0,16ns 0,13ns 0,12ns
-0,65* -0,03ns
-0,43* -0,09ns
0,75* 0,60*
0,64* 0,46*
0,53* 0,36ns
0,88* 0,48*
-0,08ns -0,08ns -0,07ns -0,07ns
0,83* 0,74*
-0,57* -0,13ns
-0,20ns -0,12ns
0,08ns 0,05ns
-0,21ns -0,22ns
0,67* 0,49*
0,67* 0,49*
0,29ns -0,04ns
0,09ns 0,07ns
0,39* 0,24ns
0,09ns -0,05ns
0,81* 0,57*
0,81* 0,57*
0,80* 0,62*
0,88* 0,71*
0,68* 0,58*
0,85* 0,79*
0,90* 0,78*
0,39* 0,39*
0,39* 0,39*
0,76* 0,65*
0,61* 0,56*
0,61* 0,56*
JAP PM JGB TJG
0,20ns 0,20ns 0,18ns 0,18ns
B10 0
0,25ns 0,25ns 0,23ns 0,24ns
BGP R
1,00* 1,00*
Keterangan : Nilai pada segmen di atas garis diagonal menyatakan koefisien korelasi Genotipik (bagian atas) dan koefisien korelasi fenotipik (bagian bawah). * = nyata (p< 5%). ns = tidak nyata (p>5 %). H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai;JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANT = kandungan antosianin beras.
I.G.P.M. Aryana dkk: Sidik lintas padi …
5
Tabel 3. Matrik korelasi genotipik dan fenotifik antar karakter pada lingkungan Gogo Sifat ANT
TT -0,67* -0,63*
TT
TJA 0,25ns 0,24ns -0,14ns -0,10ns
TJA
JAP 0,39* 0,20ns -0,10ns -0,07ns 0,86* 0,74*
JAP
PM 0,55* 0,51* 0,59* 0,45* 0,52* 0,46* 0,56* 0,50*
PM
JGB -0,47* -0,46* 0,50* 0,39* 0,50* 0,48* 0,55* 0,53* 0,86* 0,76*
JGB
TJG -0,47* -0,46* 0,56* 0,44* 0,45* 0,42* 0,50* 0,46* 0,10ns 0,09ns 0,88* 0,77*
TJG
B100 -0,66* -0,65* 0,88* 0,63* 0,18ns 0,16ns 0,22ns 0,20ns 0,85* 0,80* 0,82* 0,76* 0,82* 0,70*
B100 BGPR
BGPR H 0,07ns 0,06ns 0,06ns 0,05ns -0,07ns -0,07ns -0,04ns -0,04ns 0,95* 0,95* 0,93* 0,93* 0,96* 0,96* 0,94* 0,94* 0,75* 0,75* 0,67* 0,67* 0,75* 0,75* 0,69* 0,69* 0,70* 0,70* 0,64* 0,64* 0,44* 0,44* 0,39* 0,39* 1,00* 1,00*
Keterangan : Nilai pada segmen di atas garis diagonal menyatakan koefisien korelasi Genotipik (bagian atas) dan koefisien korelasi fenotipik (bagian bawah). * = nyata (p< 5%). ns = tidak nyata (p>5 %). H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai; JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANT = kandungan antosianin beras.
Tabel 4. Matrik korelasi genotipik dan fenotifik antar karakter pada lingkungan sawah Sifat ANT TT TJA JAP PM JGB TJG B100 BGPR
TT -0,53* -0,50*
TJA 0,45* 0,44* -0,47* -0,14ns
JAP 0,44* 0,43* -0,47* -0,4ns 1,00* 1,00*
PM 0,38ns 0,37ns 0,31ns 0,25ns 0,25ns 0,25ns
JGB -0,37ns -0,34ns 0,23ns 0,18ns 0,46* 0,46*
TJG -0,31ns -0,27ns 0,24ns 0,18ns 0,48* 0,46*
0,27ns 0,26ns
0,48* 0,47* 0,84* 0,73*
0,49* 0,47* 0,84* 0,72* 0,99* 0,98*
B100 BGPR H -0,41* 0,35ns 0,35ns -0,40* 0,34ns 0,34ns 0,23ns -0,28ns -0,28ns 0,16ns -0,18ns -0,18ns 0,19ns 0,95* 0,95* 0,12ns 0,87* 0,87* 0,20ns 0,13ns 0,82* 0,65* 0,83* 0,71*
0,94* 0,87* 0,36ns 0,28ns 0,45* 0,45*
0,94* 0,87* 0,36ns 0,28ns 0,45* 0,45*
0,85* 0,71*
0,46* 0,46*
0,46* 0,46*
0,43* 0,41*
0,43* 0,40* 1,00* 1,00*
Keterangan : Nilai pada segmen di atas garis diagonal menyatakan koefisien korelasi Genotipik (bagian atas) dan koefisien korelasi fenotipik (bagian bawah). * = nyata (p< 5%). ns = tidak nyata (p>5 %). H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai; JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANT = kandungan antosianin.
Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
6
Tabel 5. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung kuantitatif pada lingkungan tercekam kekeringan. TT TT TJA JAP PM JGB TJG B100
TJA
JAP
PM
JGB
TJG
karakter hasil dengan karakter
B100
BGPR
ANT
Kor.
G
-0,389
-0,011
0,033
0,232
0,180
0,141
0,154
-0,027
-0,144
-0,08
F
-0,203
-0,002
-0,021
0,032
0,002
0,022
0,033
0,010
-0,001
-0,07
G
-0,040
0,714
0,710
-0,180
-0,171
0,072
-0,310
0,683
0,526
0,67
F
0,099
0,353
-0,127
0,087
0,130
-0,012
0,132
-0,302
-0,274
0,49
G
0,149
0,713
0,717
-0,063
0,113
0,416
-0,092
0,992
0,477
0,81
F
-0,054
0,105
0,326
0,036
0,012
0,146
0,011
0,101
0,147
0,57
G
0,537
-0,115
-0,033
0,899
0,557
0,642
0,519
0,162
-0,570
0,20
F
-0,135
0,027
-0,014
0,147
-0,037
-0,041
-0,047
-0,105
0,032
0,18
G
0,646
-0,169
0,091
0,862
0,814
0,711
0,711
0,537
-0,960
0,37
F
-0,159
0,018
-0,019
-0,074
0,192
-0,178
-0,183
-0,134
0,167
0,39
G
0,633
0,090
0,419
0,856
0,814
0,717
0,714
0,973
-0,838
0,61
F
0,340
0,026
0,227
0,566
0,664
0,475
0,257
0,546
-0,637
0,56
G
0,392
-0,218
-0,052
0,572
0,772
0,646
0,991
0,232
-0,602
0,25
F
0,175
-0,118
0,027
0,085
0,076
0,064
0,185
0,021
-0,062
0,24
BGPR G
-0,173
0,712
0,714
0,447
0,956
0,714
0,580
0,925
0,320
1,00
F
-0,081
0,666
0,802
0,099
0,367
0,607
0,247
0,796
0,163
1,00
G
-0,003
0,003
0,002
-0,005
-0,005
-0,004
-0,005
0,001
0,118
0,16
F
0,039
-0,046
-0,036
0,065
0,069
0,047
0,069
-0,016
0,095
0,12
ANT
Keterangan : Angka yang dicetak dengan huruf tebal adalah pengaruh langsung, angka yang di atas merupakan pengaruh genotipik dan di bawah adalah pengaruh fenotipik. F = fenotipik, G = genotipik, H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai; JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANT = kandungan antosianin,
Pada percobaan penaman di lokasi gogo, diperoleh korelasi genetik nyata positif antara hasil gabah per hektar dengan total jumlah anakan per rumpun (0,95*), jumlah anakan produktif per rumpun (0,96*), panjang malai (0,75*), jumlah gabah berisi per malai (0,75*), total jumlah gabah per malai (0,70*), bobot 100 butir gabah (0,44*) dan bobot gabah per rumpun (1,00*), hal ini berarti bahwa peningkatan hasil gabah per hektar akan diikuti dengan peningkatan total jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif perumpun, panjang malai, jumlah gabah berisi permalai, total jumlah gabah per malai, bobot 1oo butir gabah dan bobot gabah per rumpun. Pada percobaan penaman di lingkungan sawah irigasi teknis, diperoleh korelasi genetik nyata positif antara hasil gabah per hektar dengan, total jumlah anakan per rumpun (0,95*), jumlah anakan produktif per rumpun (0,94*), jumlah gabah berisi per malai (0,45*), I.G.P.M. Aryana dkk: Sidik lintas padi …
total jumlah gabah per malai (0,46*), bobot 100 butir gabah (0,33*) dan bobot gabah per rumpun (1,00*). Hal ini berarti bahwa peningkatan hasil gabah per hektar akan diikuti dengan peningkatan total jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif perumpun, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai, bobot 100 butir gabah dan bobot gabah per rumpun. Karakter komponen hasil lainnya tidak memberikan perbedaan nyata terhadap peningkatan hasil gabah per hektarnya. Menurut Falconer (1970), koefisien korelasi genetik antar karakter dapat diakibatkan oleh adanya peristiwa pleotropi dan ketidak seimbangan pautan. Pleotropi merupakan peristiwa munculnya dua atau lebih karakter yang berbeda yang dikendalikan oleh satu gen pada suatu lokus, sedangkan ketidak seimbangan pautan merupakan peristiwa munculnya beberapa karakter yang dikendalikan
7 oleh dua gen atau lebih pada kromosum yang sama. Hubungan yang erat antara hasil gabah dengan karakter kuantitatif di atas mempunyai arti yang penting, khususnya dalam hubungannya dengan kriteria seleksi. Namun perlu diingat bahwa karakter tersebut tidak secara otomatis disarankan sebagai kriteria tunggal untuk seleksi. Hal ini disebabkan karena keeratan hubungan yang diukur melalui koefisien korelasi belum bisa mengungkapkan seberapa jauh peranan dari karakter itu sendiri terhadap hasil akhir. Dapat terjadi bahwa suatu karakter tertentu mempunyai korelasi tinggi terhadap hasil, tetapi setelah dianalisis lebih jauh ternyata keeratan hubungan tersebut diakibatkan karena pengaruh tidak langsung melalui karakter lain. Bila seleksi hanya didasarkan pada
karakter yang mempunyai pengaruh langsung yang rendah tanpa mempertimbangkan keberadaan karakter lainnya, maka kemajuan seleksi yang diharapkan tidak tercapai. Untuk mengungkapkan pengaruh langsung tidak langsung dari masing-masing karakter pendukung terhadap hasil gabah maka perlu penggunaan analisis koefisien lintas. Dalam analisis koefisien lintas, pengaruh langsung dan tidak langsung merupakan hasil pecahan masing-masing karakter yang dikorelasikan dengan hasil gabah. Kontribusi koefisien lintas terhadap nilai korelasi beberapa karakter kuantitatif dengan hasil gabah padi beras merah pada lingkungan tercekam kekeringan dapat dilihat pada Tabel 5, pada lingkungan gogo pada Tabel 6 dan lingkungan sawah irigasi teknis pada Tabel 7.
Tabel 6. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung karakter hasil dengan komponen hasil pada lingkungan gogo.
TT TJA JAP PM JGB TJG B100 BGPR ANT
TT
TJA
JAP
PM
JGB
TJG
B100
BGPR
ANT
Kor.
G
-0,144
0,021
0,014
-0,085
-0,072
-0,081
-0,127
0,010
0,096
-0,07
F
-0,328
-0,032
-0,022
0,147
0,128
0,145
0,205
0,012
-0,205
-0,04
G
-0,401
0,982
0,821
0,746
0,641
0,727
0,496
0,813
0,702
0,95
F
-0,302
0,931
0,821
0,745
0,650
0,730
0,498
0,821
0,747
0,93
G
-0,272
0,924
0,877
0,758
0,657
0,740
0,622
0,872
0,989
0,96
F
-0,212
0,924
0,732
0,761
0,669
0,658
0,639
0,801
0,624
0,94
G
0,589
0,518
0,560
0,700
0,686
0,098
0,851
0,748
-0,548
0,75
F
0,810
0,911
0,621
0,631
0,876
0,212
0,685
0,754
-0,812
0,67
G
0,884
0,887
0,984
0,753
0,818
0,756
0,646
0,732
-0,837
0,75
F
0,811
0,713
0,754
0,724
0,766
0,655
0,615
0,785
-0,612
0,69
G
0,750
0,604
0,663
0,131
0,712
0,734
0,698
0,934
-0,631
0,70
F
0,996
0,943
0,610
0,207
0,600
0,726
0,658
0,645
-0,710
0,64
G
0,495
0,099
0,124
0,478
0,464
0,461
0,563
0,245
-0,372
0,44
F
0,810
0,265
0,333
0,734
0,713
0,437
0,517
0,646
-0,611
0,39
G
-0,208
0,928
0,928
0,820
0,822
0,856
0,628
0,925
0,191
1,00
F
0,130
0,933
0,834
0,839
0,827
0,863
0,639
0,939
0,222
1,00
G
0,141
-0,053
-0,074
0,116
0,100
0,100
0,140
-0,014
0,212
0,06
F
0,054
-0,021
-0,017
0,044
0,040
0,040
0,056
-0,005
0,086
0,05
Keterangan : Angka yang dicetak dengan huruf tebal adalah pengaruh langsung, angka yang di atas merupakan pengaruh genotipik dan di bawah adalah pengaruh fenotipik. F = fenotipik, G = genotipik, H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai;; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai; JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANT = kandungan antosianin.
Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
8
Tabel 7. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung karakter hasil dengan komponen hasil pada lingkungan sawah irigasi teknis. TT TT
TJA
JAP
PM
JGB
TJG
B100
BGPR
ANTS
TJA
JAP
PM
JGB
TJG
B100
BGPR
ANTS
Kor.
G
-0,823
0,299
0,299
-0,205
-0,145
-0,152
-0,131
0,148
0,410 -0,280
F
-0,401
0,101
0,102
-0,103
-0,104
-0,103
-0,081
0,075
0,206 -0,180
G
0,987
0,960
-0,930
-0,752
-0,714
-0,614
-0,351
-0,626
-0,613
0,950
F
-0,701
0,701
0,601
0,503
0,404
0,404
0,101
0,4001
0,301
0,870
G
-0,646
0,978
0,918
0,465
0,828
0,838
0,226
0,616
0,780
0,940
F
0,301
-0,601
0,201
-0,201
-0,501
-0,401
-0,101
-0,301
-0,501
0,870
G
0,412
0,410
0,432
0,717
0,612
0,612
0,600
0,458
-0,307
0,360
F
-0,101
-0,105
0,101
0,160
-0,101
0,101
0,101
-0,120
0,101
0,280
G
0,911
0,981
0,983
0,913
0,992
0,972
0,913
0,680
-0,660
0,450
F
-0,401
-0,402
-0,503
-0,304
0,305
-0,505
-0,404
-0,302
0,202
0,450
G
-0,905
-0,976
-0,978
-0,912
-0,916
0,962
-0,912
-0,876
0,646
0,460
F
-0,501
-0,502
-0,602
-0,504
-0,405
0,305
-0,604
-0,302
0,202
0,460
G
-0,058
-0,042
-0,046
-0,237
-0,257
-0,259
0,363
-0,053
0,146
0,330
F
0,001
0,002
0,012
0,102
0,102
0,082
0,102
0,001
-0,071
0,250
G
-0,194
0,953
0,953
0,717
0,728
0,628
0,882
0,661
0,620
1,000
F
-0,279
0,941
0,940
0,262
0,445
0,454
0,130
0,995
0,346
1,000
G
-0,945
0,958
0,957
-0,724
-0,744
-0,636
-0,652
0,643
0,913
0,350
F
0,602
-0,222
-0,302
0,201
0,102
0,201
0,302
-0,201
0,304
0,340
Keterangan : Angka yang dicetak dengan huruf tebal adalah pengaruh langsung, angka yang di atas merupakan pengaruh genotipik dan di bawah adalah pengaruh fenotipik. F = fenotipik, G = genotipik, H = Hasil per hektar; BGPR = Bobot gabah per rumpun; B100 = Bobot 100 butir gabah; TJG = Total jumlah gabah per malai; JGB = Jumlah gabah berisi per malai; PM = Panjang malai; JAP = Jumlah anakan produktif per rumpun; TJA = Total jumlah anakan per rumpun; TT = Tinggi tanaman , ANTS = kandungan antosianin.
Pada lingkungan tercekam kekeringan Tabel 5, terdapat lima karakter yang memberikan pengaruh langsung genetik lebih tinggi daripada koefisien korelasi genetiknya, yaitu total jumlah anakan per rumpun, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai dan bobot 100 butir gabah. Sedangkan pada pengaruh langsung fenotipik semua karakter memberikan lebih rendah pada koefisien korelasi fenotipik. Pada lingkungan gogo Tabel 6, terdapat lima karakter yang memberikan pengaruh langsung genetik lebih tinggi daripada koefisien korelasi genetiknya, yaitu total jumlah anakan per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, total I.G.P.M. Aryana dkk: Sidik lintas padi …
jumlah gabah per malai, bobot 100 butir gabah dan kandungan antosianin beras. Sedangkan pada pengaruh langsung fenotipik terdapat lima karakter yang memberikan pengaruh lebih tinggi pada koefisien korelasi fenotipik yaitu total jumlah anakan per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai, bobot 100 butir dan kandungan antosianin beras. Pada lingkungan sawah irigasi teknis Tabel 7, terdapat lima karakter yang memberikan pengaruh langsung genetik lebih tinggi daripada koefisien korelasi genetiknya, yaitu total jumlah anakan per rumpun, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah
9 gabah per malai dan bobot 100 butir gabah. Sedangkan pada pengaruh langsung fenotipik semua karakter memberikan lebih rendah pada koefisien korelasi fenotipik. Dari Tabel 5 sampai Tabel 7 nampak bahwa nilai koefisien lintas berbeda baik pada lingkungan tercekam kekeringan, gogo maupun sawah irigasi teknis. Ada beberapa nilai koefisien lintas yang bernilai kecil pada kondisi lingkungan tercekam kekeringan maupun gogo berubah menjadi tinggi pada lingkungan sawah irigasi teknis, dan begitu pula sebaliknya ada beberapa koefisien lintas yang bernilai tinggi pada kondisi tercekam kekeringan berubah menjadi rendah pada lingkungan gogo dan atau lingkungan sawah irigasi teknis. Pada lingkungan tercekam kekeringan, gogo, maupun sawah irigasi teknis dijumpai empat karakter yang memberikan pengaruh langsung lebih tinggi terhadap koefisien korelasinya. Karakter tersebut adalah total jumlah anakan per rumpun, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai dan bobot 100 butir gabah. Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi pada ketiga lingkungan tersebut dapat dilakukan melalui ke empat karakter dimaksud untuk meningkatkan hasil gabah. Untuk karakter panjang malai pengaruh langsung lebih tinggi terhadap koefisien korelasinya di jumpai pada lingkungan tercekam kekeringan dan irigasi teknis. Sedangkan karakter kandungan antosianin pengaruh langsung lebih tinggi terhadap koefisien korelasinya di jumpai pada lingkungan gogo dan sawah irigasi teknis, sehingga melalui seleksi langsung hasil antosianin di lingkungan gogo kekeringan dan sawah irigasi teknis mampu meningkatkan hasil gabah. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan jumlah anakan produktif sebagai kriteria seleksi baik pada lingkungan tersekam kekeringan, gogo maupun sawah irigasi teknis, karena walaupun lebih rendah nilai pengaruh langsungnya, tetapi sudah mendekati nilai koefisien korelasinya. Singh dan Chaudhary (1979) menyatakan bahwa apabila koefisien korelasi antara faktor penyebab dan akibat hampir sama dengan nilai koefisien lintasnya, maka korelasi menerangkan adanya hubungan langsung antara kedua karakter tersebut dan seleksi terhadap karakter ini dapat efektif. KESIMPULAN a. Total jumlah anakan per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, total jumlah gabah per malai dan bobot 100 butir gabah dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil
gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan tercekam kekeringan, gogo dan irigasi teknis. b. Panjang malai dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan tercekam kekeringan dan irigasi teknis. c. Kandungan antosianin dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi hasil gabah padi beras merah secara tidak langsung di lingkungan gogo dan irigasi teknis. d. Karakter komponen hasil yang pengaruh langsungnya lebih besar terhadap koefisien korelasi hasil gabah dapat dipergunakan untuk perbaikan hasil gabah secara tidak langsung. DAFTAR PUSTAKA Astika, W. 1991. Penyingkatan daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil tanaman teh (Camellia sinensis L.) Disertasi Fakultas Pascasarjana Universitas Pajajaran. Bandung. (tidak dipublikasikan). 137 h Ambarwati,E. Dan H. Murti.2001. Analisis korelasi dan koefisien lintas sifat-sifat agronomi terhadap komposisi kimia umbi iles-iles (Amophophallus variabilis). Ilmu Pertanian 8(2):55-61. Falconer, D.S. 1970. Introduction to quantitative genetic, The Ronald Press Company. New York. 365 p. Gaspersz, V. 1995. Teknik analisis dalam penelitian percobaan I.Tarsito.Bandung. 321 h. Muliarta, U.M. Yacob, E. Listiana, Idris, N,. Kantun. 2003. Kajian nilai heritabilitas dan korelasi penotipe beberapa galur padi beras merah yang ditanam pada lahan sawah berpengairan teknis. Jurnal Penelitian Unram.Edisi A: Sains dan Teknologi 2 (4) : 18-23. Musa,M.S. 1978. Ciri kestatistikan beberapa sifat agronomi suatu bahan kegenitikan kedelai (Glycine may(l.) Merr). Disertasi Doktor. IPB. Bogor.97h Poerwoko,M.S. 1986. Heritabilitas, korelasi genotipik dan sidik lintas sifat kuantitatif zuriat-zuriat persilangan kedelai pada generasi segregai F5 dan tiga varietas tetua (Thesis0. UGm. Yogjakarta. 125 h.
Agroteksos Vol. 21 No.1, April 2011
10 Sahrul Zen. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat : 6(1): 25-32. Samonte, S,O. PB., Wilson and A.M. Mc. Clung. 1998. Path analysis of yield and yiel and yield – related traits of fitten diverse rice genotype. Crop Sci.38:1130-1136.
I.G.P.M. Aryana dkk: Sidik lintas padi …
Singh, R.K. and B.D. Chaudary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis, Kalyani Publishers. New Delhi. 304 p. Somaatmadja,S. 1983. Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas.BTPPPPPTP, Bogor.