DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
DIAGNOSIS FAKTOR PENGHAMBAT PERTUMBUHAN JATI (Tectona grandis L.F) PADA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING Oleh/By YUSANTO NUGROHO Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru ABSTRACT Jati is plant much planted by people in Pengaron District Banjar regency South Kalimantan Province, for forest and land rehabilitation. but the actually growth of Jati of ages between 3,5 to 4 years old at podzolik merah kuning don’t have uniform growth, moreover to their growth is checked. The main goal of the research is to find out impeded jati growth in podzolik merah kuning soil. the research methode uses health plant monitoring by Alexander (1996), identifying physical and profile root system by weaver (1959) in coster (1981) and related with soil physical and chemical properties. The result of the research are the haelth monitoring was 43 % plant have physical plant growth damaged as injured, broken, pest and desease of plant, alteration of colour leves and weeds. The vertikal root is not deep in development because thin solum (<45 cm), 62,58 % horizontal spread of roots cause nutrient competition between weeds and jati plant. A lot of mechanical barier such as stone near the soil surface that cause the root canot good development (vertical or horizontal root developing), developing root can not spread all soil side. the hight of acidity soil while the jati plant do not suit with higth acidity. The poor of phosphore in the land not support for the jati life. In general with organic matter, cation excehangeble capacity, kalium and nitrogen have level of. less cause disturbance of jati growth. The maintenance of the jati plants were very bad so the jati plant is disturbed by weeds. Key Words: Jati, Checked Plant Growth, Podzolik Merah Kuning ________________________ Penulis untuk korespondensi : Tel.+628195209680, E-Mail:
[email protected]
PENDAHULUAN
Program rehabilitasi hutan dan lahan diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat dengan sistem kebun campuran terutama di lahan-lahan milik. Penanaman lahan oleh masyarakat cenderung menggunakan jenis-jenis yang mempunyai pertumbuhan cepat dan mempunyai daur hidup yang pendek sehingga cepat untuk dipanen. Oleh karena itu jenis yang digunakan lebih mengikuti isu-isu yang sedang
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
berkembang, terutama isu jati emas yang dipasarkan secara luas di Kalimantan Selatan, menurut penjelasan dari monfori sebagai pengembang bibit, jati emas mempunyai pertumbuhan yang cepat dan daur yang lebih pendek (daur bisa kurang dari 30 tahun). Dari isu itu banyak masyarakat di Kalimantan Selatan yang menanam jati sebagai tanaman unggulan.
24
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
Jati yang ditanam masyarakat di Kalimantan Selatan pada tahun 2002, kenyataan saat ini memiliki pertumbuhan yang tidak merata bahkan sebagian besar mengalami pertumbuhan yang terhambat. Terhambatnya pertumbuhan jati di Kalimantan Selatan sangat nampak apabila ditanam pada puncak-puncak bukit atau daerah yang tinggi. Pertumbuhan jati secara endemik tumbuh di Pulau Jawa dengan jenis tanah yang berbeda dengan Jenis tanah di Kalimantan Selatan. Tanah di Kalimantan Selatan yang di dominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning mempunyai sifat-sifat tanah yang berbeda dengan tanah di Jawa yang dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Berapi. Berbagai dugaan telah dimunculkan oleh masyarakat terkait dengan terhambatnya pertumbuhan jati tersebut, hal ini perlu dikaji
mengenai sifat fisik dan kimia tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan jati. Menurut berbagi literatur jati, pertumbuhan jati sangat tergantung pada kandungan batuan kapur pada tanah. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai diagnosis faktor pengahambat Pertumbuhan jati di Kalimantan Selatan. Penelitian ini diperlukan sekali untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan terhambatnya pertumbuhan tanaman jati yang mereka tanam. Hal ini diperlukan mengingat biaya pembuatan tanaman jati yang dilakukan oleh masyarakat petani hutan sudah banyak, selanjutnya dengan informasi tentang faktor penghambat pertumbuhan jati akan memberikan gambaran perlakuan yang harus dilaksanakan agar pertumbuhan tanaman jati menjadi lebih baik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pengaron Kabupaten Martapura Kalimantann Selatan. Waktu dalam pelaksanaan penelitian adalah ± 8 bulan, dengan perincian bahwa 4 bulan dipergunakan untuk pengumpulan data dan 4 bulan untuk analisis data maupun penulisan laporan. Adapun yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian ini adalah (a) Sebagian besar masyarakat Kecamatan Pengaron menanami lahannya dengan jenis tanaman unggulan adalah jati, dan sekarang mencapai umur 4 tahun, namun pertumbuhannya tidak merata bahkan sebagian besar pertumbuhannya terhambat; (b) Jenis tanah di Kecamatan Pengaron sebagian besar Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
didominasi oleh jenis tanah Podzolik merah kuning, yang merupakan tanah dengan pelapukan lanjut. Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Jati yang ditanam di wilayah Kecamatan Pengaron Kabupaten Martapura yang berumur 3,5-4 tahun, dengan jenis tanah pada lokasi penelitian didominasi oleh tanah podzolik merah kuning (PMK). Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei pendahuluan. Kemudian menetukan titik plot sampel tanaman-tanaman jati yang akan diteliti, dengan metode Purposive sampling. Plot sampel yang diambil adalah satu petak dengan luasan 1 ha, kemudian dilakukan pendataan terhadap seluruh tanaman 25
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
jati dalam plot sampel dan mengukur diameter masing-masing tanaman jati. Selanjutnya meranking diameter untuk membagi kelas pertumbuhan menjadi 3 kateori yaitu pertumbuhan baik, sedang dan jelek (Nugroho, 2006). Jumlah sampel pohon dalam setiap kategori diulang sebanyak 3 kali, sehingga jumlah tanaman yang digunakan sebagai sampel keseluruhan adalah 9 tanaman jati. Penentuan pohon pada masingmasing kategori di dasarkan pada diameter dan kesehatan tanaman pada level individu.
Pengamatan kesehatan pada level individu
tanaman
Mengamati kesehatan pada tingkat individu pohon, dengan menilai seluruh pohon dalam plot sampel bersamaan dengan pengukuran diameter pohon, kemudian ditentukan status kesehatan pohon berdasarkan Area level index (ALI)/ Indeks kerusakan area (IKA). Pendekatan penilaian kesehatan tanaman dengan menggunakan pendekatan kriteria penilaian kesehatan tanaman menurut Alexander (1996) yaitu lokasi kerusakan, tipe kerusakan dan tingkat keparahan. Dijabarkan dengan rumus:
Kerusakan = f (tipe, lokasi, keparahan) Kerusakan = (a tipe) x (b lokasi) x (c keparahan) a, b dan c adalah bobot nilai. Indeks Kerusakan Pohon = (Tipe kerusakan 1 x lokasi kerusakan 1 x keparahan 1) + (Tipe kerusakan 2 x lokasi kerusakan 2 x keparahan 2) + (Tipe kerusakan 3 x lokasi kerusakan 3 x keparahan 3) Indeks kerusakan area (Area level index/ALI) = Rata-rata kerusakan pohon dalam area. tertentu pada jarak yang cukup dari Satu pohon minimal dihitung tanaman untuk dipelajari indeks kerusakan pohonnya maksimal perakarannya, penggalian ini sangat 3 tipe kerusakan yang dianggap paling hati-hati dengan membuka semua berat pada pohon. Selanjutnya untuk akar dari tanah yang menilai atau memperkirakan status menyelubunginya. Posisi dan kesehatan tegakan didasarkan pada status kesehatan menurut ALI (Area penyebaran perakaran kemudian Level Index) dibuat dalam bentuk sketsa gambar dengan menggunakan skala tertentu Membuat profil perakaran dan juga dilakukan pemotretan untuk Kegiatan setelah penentuan dokumentasi. plot sampel yang sudah diukur tingkat Pengukuran Biomassa pohon kesehatan pada level individu, Biomassa pohon diukur selanjutnya adalah, penebangan dengan menimbang seluruh bagian pohon sampel yang digunakan untuk pohon (daun, ranting, cabang, batang pembuatan profil perakaran, pada dan akar) dengan menggunakan penelitian ini pembuatan profil timbangan 110 Kg. Masing-masing perakaran merupakan modifikasi dari bagian pohon kemudian diambil Weaver (1959) dalam Coster (1981), sampelnya dan dilakukan pengeringan yaitu dengan menggali tanah pada dengan menggunakan oven bersuhu pohon sampel dengan kedalaman
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
26
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
60 0C untuk daun dan 110 0C untuk kayu sehingga diperoleh kadar air masing-masing bagian tanaman jati tersebut, yang selanjutnya dikonversi terhadap berat basahnya (Subardiyono, 1996). Pengamatan perakaran
dan
pengukuran
Pertama pengamatan dan pengukuran dilakukan untuk panjang dan diameter akar vertikal. Panjang akar diukur dengan menggunakan pita meter dimulai dari leher akar (Collum) sampai ujung akar (apex radicis) pada arah vertikal. Hal yang sama dilakukan pada akar cabang dengan arah mendatar terjauh. Berikutnya tingkat order perakaran yang telah terbentuk diamati dan dihitung jumlah akar pada order pertama. Perkembangan perkaran terhadap reaksi dari media tumbuhnya yaitu keberadaan rintangan mekanis pada tanah di gambar dan didefinisi jenis-jenis rintangan mekanis yang menghambat perkembangan perakaran. Dilakukan pada saat penggalian akar.
Untuk mengukur tingkat kompetisi akar pohon dilakukan indeks tingkat kompetisi akar yaitu mengukur arah sebaran akar (vertikal atau horisontal) di dalam tanah yang terdekat dengan batang pokok (proximal root). Pada penelitian ini arah sebaran akar diukur pada akar order tingkat pertama, dengan jalan mengukur sudut akar terhadap bidang horisontal. Sebaran akar dibedakan atas horisontal dan vertikal, horisontal apabila sudutnya < 45 0 dan vertikal bila sudutnya > 45 0. Pengamatan Biofisik tanah Pengamatan biofisik tanah meliputi sifat fisik tanah yaitu berat isi (BI), porositas tanah dan tekstur tanah. Kemudian sifat kimia tanah yang diduga mempengaruhi penghambatan pertumbuhan tanaman adalah pH tanah yang diukur dengan pH H2O dan pH KCl, Kandungan Aluminium pada tanah, kandungan nutrisi hara primer nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K) dan kandungan bahan organik tanah(total C-organik (%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Diameter dan Kesehatan Tanaman Hasil pengamatan diameter tanaman pada plot sampel seluas 1 ha dengan jumlah tanaman jati sebanyak 107 tanaman mempunyai diameter terendah 1,9 cm dan diameter tertinggi 4,6 cm. Pembagian klasifikasi pertumbuhan tanamana berdasarkan sebaran diameter, sehingga diperoleh untuk klasifikasi pertumbuhan tanaman baik
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
berdasarkan mempunyai kisaran diameter 3,2 - 4,6 cm (rata-rata diameter 3,84 cm), tanaman dengan klasifikasi pertumbuhan sedang mempunyai kisaran diameter 2,6 cm 3,1 cm (rata-rata diameter 2,80 cm) dan tanaman dengan kalisfikasi pertumbuhan jelek 1,9 -2,5 cm (ratarata diameter 2,12 cm), grafik rata-rata kisaran diameter masing-masing klasifikasi tanaman disajikan dalam gambar 1.
27
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
Diameter (cm)
5.00 4.00
3.84
3.00
2.80 2.12
2.00 1.00 0.00 Baik
Sedang
Jelek
Klasifikasi tanaman
Gambar 1. Rata-rata diameter pada klasifikasi tanaman Baik, sedang dan Jelek. Hasil pengamatan kesehatan tanaman berdasarkan indek kerusakan, lokasi kerusakan dan tingkat keparahan menghasilkan indeks kerusakan area dengan IKA 0,74 berdasarkan status kesehatan tanaman dapat diklasifikasikan secara level tegakan termasuk dalam klasifikasi sehat, walupun secara level individu terdapat 43 % tanaman mengalami gangguan baik dari fisik berupa luka, patah; bersal hama dan penyakit berupa perubahan warna daun, bercak; dan gangguan gulma yang menutupi tanaman. Fisik Perakaran Hasil pengamatan akar tanaman masing-masing klasifikasi pertumbuhan yang dilakukan dengan metode Weaver (1959) dalam Coster (1981) adalah : Akar Tanaman Jati di lapangan menyebar secara horisontal, berwarna coklat keputihan. Di lapisan bawah perakaran merupakan lapisan batuan yang didominasi oleh batuan endapan (clay stone/batuan lempung) yang sangat padat, sangat sulit ditembus oleh akar. Solum tanah yang sangat tipis dengan kedalaman tanah/solum tanah kurang dari 40 cm, padahal untuk tanaman kehutanan dan tanaman tahunan lainnya umumnya memerlukan tanah dengan solum
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
yang dalam, kecuali untuk tanaman tahunan yang diperuntukan untuk konservasi dengan pengolahan tanah minimal. Pada tanaman dengan klasifikasi baik penyebaran perakaran lebih merata kesemua bidang tanah, sedangkan pada tanaman dengan klasifikasi sedang dan jelek umumnya persebaran perkaran tidak merata kesemua bidang. Rintangan mekanis yang ditemukan berupa lapisan batuan yang padat yang sulit ditembus akar pada kedalaman tanah dibawah 15 cm sehingga solum tanah sangat tipis. Kedalaman dan diameter akar tunggang/akar utama Hasil pengamatan kedalaman dan diameter akar tunggang untuk pertumbuhan jati baik mempunyai rata-rata mempunyai kedalaman akar tunggang 14,67 cm dengan diameter akar tunggang 1,5 cm, pertumbuhan jati sedang kedalaman akar tunggang 13 cm dan diameter akar tunggang 1,13 cm sedangkan pertumbuhan jati jelek mempunyai kedalam akar tunggang 9,67 dan diameter akar tunggang 1,1 cm. Akar tunggang tumbuh lurus ke bawah, tetapi apabila bertemu dengan rintangan mekanis seperti batuan atau lapisan tanah yang sangat keras (padas) maka akan
28
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
berbelok mencari rongga yang mudah ditembus, hal ini dapat dilihat pada hampir semua profil perakaran dari pertumbuhan baik, sedang dan jelek. Akar tunggang ini akan berhenti dan cenderung membentuk serabutserabut (akar rambut) apabila menembus lapisan batuan yang cukup luas sehingga terjadi lapisan kedap air yang menyebabkan akar pokok pada ujung bawah menjadi seperti membusuk, berwarna coklat tua dan tidak terjadi lagi perkembangan akar utama. Solum tanah yang tipis/dangkal (< 40 cm)menyebabkan kedalaman akar tunggang pada lahan plot sampel tergolong dangkal. di bawah 40 cm biasanya terbentuk lapisan batuan dan padas yang sangat padat yang terbentuk proses endogen. Akar lateral/akar terpanjang
samping
Akar lateral/akar samping terpanjang dipilih terhadap seluruh akar samping yang keluar dari akar utama yang memiliki panjang terjauh, biasanya berada pada lapisan tanah bagian atas. Rata-rata hasil pengukuran akar lateral terjauh untuk klasifikasi pertumbuhan jati baik akar lateral terjauh 1,77 m dengan diameter akar lateral 1,37 cm, pertumbuhan jati sedang akar lateral terjauh 1,55 m dengan diameter akar lateral 1,17 cm dan pertumbuhan jati jelek akar lateral terjauh 0,84 m dengan diameter akar lateral 0,83 cm. Akar samping terpanjang pada klasifikasi pertumbuhan baik mempunyai rata-rata akar lebih panjang (1,77 m), menurun pada pertumbuhan sedang (1,55) dan pertumbuhan jelek (0,84), begitu juga dengan diameter akar lateral terpanjang, pada klasifikasi pertumbuhan baik memiliki diameter
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
akar yang lebih besar, dan nilai ini menurun pada pertumbuhan sedang dan jelek. Hal ini terkait dengan pencarian nutrisi oleh akar untuk kebutuhan hidupnya, pertumbuhan tanaman yang baik dengan daya jangkau perakaran yang lebih luas akan lebih mudah dalam mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhan sehingga lebih tercukupi kebutuhan makanan untuk perbanyakan sel dan pembentukan jaringan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Sutton (1969) zat hara diserap oleh akar dengan 2 cara yaitu akar yang bergerak mencari sumber nutrisi atau nutrisi yang bergerak menuju ke permukaan akar. Jumlah order pertama
perakaran
tingkat
Pengamatan order perakaran dilakukan pada order perakaran tingkat pertama yaitu akar yang keluar dari akar pokok, jumlah akar yang keluar dari akar pokok lebih banyak berarti perakaran tersebut telah mampu berkembang untuk memperluas daerah penyerapan air dan unsur hara. Order percabangan yang dimaksud adalah tingkat percabangan yang dibentuk oleh sistem perakaran. Order perakaran dapat digunakan sebagai indikator perkembangan sistem perakaran, perakaran dengan sistem cabang-cabang yang banyak atau dengan order yang bertingkat dapat diartikan telah mampu berkembang untuk memperluas daerah permukaan penyerapan air dan unsur hara. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah order perakaran tingkat pertama pertumbuhan jati baik sebanyak 8,67 dengan total panjang akr 6,43 m, pertumbuhan jati sedang jumlah order 7,33 dengan total 29
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
panjang akar 4,77 m dan pertumbuhan jati jelek jumlah akar order pertama 8 dan total panjang akr 2,6 m. Jumlah order perakaran tidak berbeda, tetapi untuk total panjang akar terpanjang pada pertumbuhan jati baik dan menurun pada pertumbuhan sedang dan jelek. Umumnya jumlah order perakaran akan semakin menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah (Nugroho, 2006), percabangan akar lebih banyak terkonsentrasi pada lapisan atas, menurut data penelitian hampir semua akar terkonsentrasi pada kedalaman tanah 0 – 20 cm, hal ini terkait dengan faktor-faktor kehidupan seperti nutrisi, lengas tanah, solum dan udara. Meningkatnya kedalaman tanah menyebabkan faktor-faktor kehidupan akan semakin berkurang, menurut Dhyani dan Tripathi (2000) 51 % Akar kasar Paraserianthes falcataria terkonsentrasi di lapisan tanah pada kedalaman 10 – 20 cm, sehingga dapat diartikan bahwa efektivitas penyerapan nutrisi/zat hara paling banyak pada lapisan atas dan penyerapan ini menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Arah sebaran akar Pengukuran arah sebaran akar (horisontal atau vertikal) yang digunakan untuk mengetahui tingkat kompetisi akar diukur pada akar order tingkat pertama. Hasil pengamatan arah sebaran akar, secara umum akar tanaman jati menyebar secara horisontal, dengan persentase akar yang menyebar secara horizontal sebesar 62,58 %, sedangkan akar yang menyebar seacara vertical sebesar 37,42 %. Di daerah tropika basah pohon yang berperakaran dalam umumnya lebih menguntungkan karena dapat memanfaatkan hara yang tercuci, dan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
biasanya lebih tahan terhadap kekeringan. Pada penelitian ini akar Jati lebih banyak tersebar di lapisan atas yang ditunjukkan dari hasil pengamatan akar proximal yaitu bahwa arah sebaran akar jati pada masing-masing klasifikasi pertumbuhan menyebar secara horisontal, dengan persentase akar yang menyebar secara horizontal sebesar 62,58 %, sedangkan akar yang menyebar seacara vertical sebesar 37,42 %. Distribusi akar proximal sangat penting dalam pemanfaatan lahan secara agroforestri/polyculture, Jati dalam penelitian ini yang sebagian besar akarnya menyebar secara horisontal memberikan peluang yang besar terjadinya kompetisi zat hara tanah. Oleh karena itu untuk mengurangi kompetisi maka jarak tanam Jati harus diperlebar. Sebagaian besar akar Jati yang menyebar di lapisan atas menyebabkan Jati mudah tumbang apabila diterpa angin yang kencang, hal ini banyak terjadi pada Jati yang ditanam pada lahan yang solumnya tipis atau ditanam soliter pada pematang sawah atau pada pinggirpinggir jalan. Potensi tumbang oleh angin lebih banyak terjadi pada lahan yang mempunyai solum tipis, karena akar vertikal hanya dangkal. Biomasa tanaman Hasil pengukuran biomasa tanaman dengan menimbang seluruh bagian tanaman yaitu akar, batang, ranting/cabang dan daun, kemudian dilakukan pengovenan untuk mencari berat kering total. Berat kering total tanaman (akar, batang, ranting dan daun) berbeda pada masing-masing klasifikasi pertumbuhan, berat kering total tanaman paling tinggi diperoleh pada klasifikasi pertumbuhan baik (8,44 Kg) dan menurun pada 30
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
klasifikasi pertumbuhan sedang (6,60 Kg) dan pertumbuhan jelek (5,26 Kg). Produksi biomasa yang besar akan memberikan input kepada lahan juga besar. Menurut Coster (1981) daun Jati merupakan pupuk hijau yang baik sebagai penyubur tanah, sifat ini tentu karena produksi daun dan ranting yang tinggi. Pohon Jati setelah ditebang akan meninggalkan akar yang merupakan sumber biomasa bagi tanah untuk pertumbuhan tanaman generasi baru. Produksi biomasa yang besar secara otomatis penyerapan hara dari media tanaman juga besar, untuk produksi selanjutnya diperlukan input nutrisi dari luar seperti pemupukan, baik pemupukan dengan pupuk kandang maupun pupuk kimia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai BD pada klasifikasi pertumbuhan jelek termasuk tergolong padat, sedangkan pertumbuhan baik dan sedang tergolong tanah yang kurang padat, hal ini menyebabkan perkembangan perakaran pada lahan dengan pertumbuhan jelek tidak berkembang dengan baik, sehingga berpengaruh pada pertumbuhannya. Pada tanah-tanah dengan berat isi yang tinggi akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut. Menurut Taylor et.al. (1996) dalam Landon (1984) nilai BD 1,46 sampai 1,60 gr.cm-3 akan menghambat pertumbuhan akar karena tanahnya memadat dan oksigen kurang tersedia sebagai akibat berkurangnya ruang/pori tanah. Porositas tanah
Kajian Dari Unsur Kesuburan Tanah Tekstur tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (diameter 2,00-0,05 mm), debu (0,005-0,02 mm) dan liat (<0,002 mm) di dalam tanah. Tekstur tanah adalah sifat tanah yang sangat penting yang mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang berguna bagi penetrasi akar dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Darmawijaya, 1980). Analisis tekstur tanah pada lahan yang diambil dari ketiga masing-masing klasifikasi pertumbuhan, mempunyai media dengan tekstur tanah berliat halus. Tekstur ini menurut kesesuaian lahan semi detil untuk tanaman jati masih tergolong sangat sesuai. Berat volume Hasil analisis berat volume pada pertumbuhan Jati baik sebesar 1,29 g/cm3, pertumbuhan jati sedang 1,33 g/cm3 dan pertumbuhan jati jelek sebesar 1,46 g/cm3.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Porositas tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur massive (pejal). Porositas tanah mempengaruhi laju infiltrasi terhadap tanah. Hasil analisis porositas tanah pada pertumbuhan jati baik sebesar 39,72 %, pertumbuhan jati sedang 41,67 % dan pertumbuhan jati jelek 29,47 %. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pada klasifikasi pertumbuhan jelek porositas tanahnya kecil, sehingga laju infiltrasinya lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan jati baik dan sedang. Kandungan bahan organik dan KTK Tanah Hasil analisis kandungan Corganik dan KTK tanah pada masing-
31
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
masing kriteria pertumbuhan, dengan kadar C-organik sangat rendah dan nilai KTK tanah rendah pada semua klasifikasi pertumbuhan. Hal ini merupakan faktor yang menghambat pertumbuhan tanaman, karena pada tanah podzolik merah kuning, yang termasuk dalam tanah ultisol atau tanah tua, bahan organik merupakan faktor pendukung terbesar dalam mensuplai pertumbuhan tanaman, karena nutrisi yang disediakan oleh tanah sudah sangat miskin. pH tanah pH tanah pada lokasi penelitian, baik tanah yang diambil pada kalsifikasi pertumbuhan baik, sedang dan jelek, mempunyai klasifikasi pH tanah masam, dengan kisaran pH 4,98 -5,23. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan pada tingkat semi detil tanaman jati pH yang disyaratkan untuk tanaman jati berkisar antara 5,5 – 7,0, sehingga dengan pH pada lokasi penelitian yang bersifat masam memerlukan input kapur dan pemupukan untuk meningkatkan pH tanah agar jati bisa tumbuh lebih baik. Selain itu tanaman jati sangat tergantung dengan kandungan kapur untuk kualitas kayunya. Nitrogen merupakan unsur hara yang paling sering berada dalam keadaan defisiensi untuk tanaman, dan merupakan unsur hara makro
keempat yang terpenting setelah karbon, hidrogen dan oksigen. Pada lokasi penelitian unsur nitrogen ini mempunyai klasifikasi rendah, sehingga rendahnya unsur ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimal. Unsur fosfor (P), yang sangat disyaratkan untuk pertumbuhan jati, terutama berpengaruh pada kualitas jati, pada lokasi tanaman jati ini mempunyai nilai tidak terukur artinya kandungannya sangat rendah sekali, sehingga unsur ini juga menopang rendahnya pertumbuhan tanaman jati di lokasi penelitian. Unsur kalium (K) mempunyai klasifikasi rendah sampai sangat rendah, sehingga memerlukan input pemupukan baik berasal dari pupuk sintetik maupun kimia agar pertumabuhan tanaman menjadi lebih baik. Nilai kandungan Nitrogen, P, K pada lokasi penelitian yang tidak tinggi padahal ketiga unsur ini merupakan unsur hara essensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah tinggi, sehingga untuk peningkatan produksi harus diberikan input dari luar seperti pemupukan baik organik maupun anorganik dan dilakukan secara teratur karena penggunaan pupuk yang berlebih pada lahan yang tropika basah seperti di Kalimantan, unsurunsurnya cenderung mudah terlindi.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penting dugaan faktor yang menghambat pertumbuhan tanaman jati di lokasi studi yang di dominasi oleh tanah podzolik merah kuning :
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
1. Solum tanah yang tipis (< 45 cm), menyebabkan perakaran tanaman tidak mampu berkembang dengan baik, terutama perkembangan akar ke arah vertikal. 2. Banyaknya rintangan mekanis berupa lapisan batuan pada 32
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
lapisan dekat permukaan tanah menyebabkan akar tidak mampu berkembang dengan baik, perakaran hanya berkembang tidak keseluruh bidang tanah dan arah sebaran akar cenderung ke arah horisontal (62,58 %). 3. pH tanah bersifat masam, sedangkan jati tidak sesuai pada tanah masam. 4. Kandungan fosfor yang yang tidak terukur (sangat rendah sekali) pada lahan, sangat bertentangan
dengan keperluan fosfor untuk tanaman jati yang tinggi. 5. Secara umum kandungan bahan organik, KTK, unsur nitogen dan Kalium mempunyai kalsifikasi sangat rendah sampai rendah kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman jati 6. Pemeliharaan tanaman tidak begitu baik, munculnya gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman jati.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, SA., 1996. Forest Health Monitoring Field Methods Guide, Environmental Monitoring System Laboratory. Las Vegas. Buckman H.O dan Brady N.C. 1969. The Nature and Properties of Soils. The Macmillan Company. New York Terjemahan Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Coster, C.H. 1981. Opperhoutvester pada
Balai
Penelitian
Kehutanan.
Bogor. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1997. Handbook of Indonesian forestry. Publised by KOPKARHUTAN. Indonesia. Hairiah, K. 2000. Diagnosis Faktor Penghambat Perakaran pada Ultisol Di Lampung Utara. Jurnal Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya . Malang. Hairiah, K. 1992. Aluminium Tolerance of Mucuna A Tropical Leguminous Cover Crop. Doctoral Thesis RUG,
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Netherland. 152p.5BN909005501-0 Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Penerbit PT Penebar Swadaya. Jakarta. Kimmins, J.P. 1997. Forest Ecologi A Foundation Sustainable Management. Second Edition. Prentice Hall New Jersey. Lal,R and D.J. Greenland. 1979. Soil Physic Properties and Crop Production in The Tropic. John Willey and sons, Itd, New York. Nugroho, Y. 2006. Sistem Perakaran Tanaman Sengon Laut Pada Lahan Bekas Penambangan Tipe C di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman DIY. Tesis S2 universitas Gadjah Mada yogyakarta.
33
DIAGNOSIS FAKTOR....(25):24-34
Sreel,R.G.D and Torrie,J.H. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGrow-Hill, Inc. Sumardi, S.M Widyastuti. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Simon, H. 2000. Hutan Jati dan Kemakmuran Problematika dan Strategi Pemecahannya. Penerbit Bigraf Publishing, Yogyakarta. Subardiyono, 1996. Pengaruh Jumlah Perekat dan Waktu Kempa Panas Terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis Parkia roxburghii. Skripsi Fakultas Kehutanan Intan. Yogyakarta.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Poerwoekoesoemo, R.D. 1956. Jati Jawa. Jawatan Kehutanan Republik Indonesia. Bogor. USDA Forest Service, 1999. Forest Health Manitoring 1999. Field methods Guide. USDAnForest Service. National Forest Health Monitoring Program. Research Triangle Park,. NC 27709. Wosten, J.H.M;Finke, P.A. and M.J Jonsen. 1995. Comparison of class and continuous pedotransfer functions to Generate soil Characteristics. Geoderma 66:227-237
34