ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENJUALAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET Patrisella Noviyana, Tri Andrisman, Rini Fathonah email: (
[email protected]) Abstrak Kejahatan penjualan satwa langka melalui media internet baru-baru ini sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Alasan pelaku melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet beragam, yaitu antara lain karena faktor ekonomi pelaku yang tergolong rendah dan keuntungan yang menggiurkan dari segi materi, serta kemudahan transaksi jual beli melalui media internet, dll. Permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi berjudul Analisis Kriminologis Terhadap Kejahatan Penjualan Satwa Langka yang Dilindungi Melalui Media Internet, dengan mengajukan dua permasalahan yaitu: Apa faktor penyebab terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet dan bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor-faktor kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet adalah yaitu faktor ekonomi, karena keadaan ekonomi pelaku yang rendah dan kebutuhan yang mendesak sehingga mendorong pelaku untuk mendapatkan uang secara instan, faktor sarana dan fasilitas juga menjadi pemicu pelaku untuk memperdagangkan satwa-satwa langka yang dilindungi melalui media internet kemudahan yang didapatkan dan akses yang bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun membuat pelaku menggunakan sarana internet sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kuntungan, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa dilindungi tersebut. Upaya penanggulangan kepada pelaku kejahatan melalui jalur non penal dapat berupa sosialisasi kepada masyarakat satwa-satwa apa saja yang dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan dan upaya penanggulangan secara penal pelaku kejahatan dapat dikenakan sanski sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekosistem dan Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kata kunci: Analisis Kriminologis, Kejahatan, Penjualan Satwa Langka.
CRIMINOLOGICAL ANALYSIS TOWARD THE CRIME OF PRESERVED ANIMALS TRADE THROUGH INTERNET Patrisella Noviyana, Tri Andrisman, Rini Fathonah email: (
[email protected]) Abstract The crime of preserved animals trade often happens in Indonesia nowadays. The reasons were variety, such as the factor of low economy and the rapturous profit from economy aspect, also the simple way of trade transaction through internet, etc. The problems discussed in this research which is entitled Criminological Analysis toward Trading Crime of Preserved Animals through Internet, are: what the factors which cause the crime of preserved animals trade through internet are and how the tackling effort toward it is. The researcher used normative juridic and empirical judiric in this research. Based on the result and discussion of this research, the researcher found that the factors of the crime of preserved animals trade through internet are since the suspect’s economy condition is low, and there are many urgent necessaries that makes the suspects getting money instantly. Another factor is the lack of law knowledge about which animals that are preserved or not. In addition, medium factor also makes the suspects trade off the preserved animals through internet. The easy facility of internet makes them use it as a way to get profit. The tackling effort toward the suspects through non-penal way could be a socialization to society about which animals that preserved and forbidden to trade off, also the penal tackling effort to the suspect might be sanctioned based on Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem and Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keywords: Criminological Analysis, Crime, Preserved Animals Trade.
I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang terkenal akan keanekaragaman jenis satwa, diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% dari jumlah keseluruhan yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Indonesia juga menjadi nomor satu dalam hal kekayaan mamalia karena terdapat 515 jenis, dan mejadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung, serta sebanyak 45% jenis ikan di dunia hidup di Indonesia.1 Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, dikarenakan jika satwa tersebut punah, maka sudah bisa di pastikan pula bahwa tidak ada lagi satwa tersebut yang tersisa di dunia. Meskipun kaya akan satwa, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Itu semua disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian satwasatwa tersebut, dan maraknya penjualan satwa langka juga menjadi penyebab utama bahkan transaksi tersebut kini mulai terjadi melalui media internet. Satwa yang dilindungi tidak boleh diperjualbelikan dan dipelihara tanpa ijin berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-RI/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara 1
Linda Ayu, Keanekaragaman Fauna Hewan di Indonesia, http://www.Sridianti.com, diakses pada tanggal 26 september 2014, pada pukul 03.18 Wib.
Penetapan Jumlah Satwa Buru, diantaranya yaitu jenis satwa Owa, Kukang, Nuri Kepala Hitam, Orang Utan, Siamang, Kakatua, Beruang, Harimau, Jalak Bali, Bayan, Penyu hijau, Penyu sisik. Satwa-satwa tersebut dilindungi karena keberadaannya di alam telah langka, sehingga jika tetap diburu untuk diperjualbelikan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. Perkembangan teknologi dan informasi memberikan berbagai macam kemudahan dalam berbagai macam kehidupan sehari-hari maupun kegiatan ekonomi, namun dampak positif dan negatif dalam perkembangan teknologi tidak dapat kita hindari. Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia dihadapkan pada fenomenafenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet (Interconnection Network)2. Seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada di manapun dan kapanpun. Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat 2
Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia,Yogyakarta, UII Press ,2003, hlm 58-59
mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun3. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Meskipun penjualan hewan yang dilindungi, bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya yang pelakunya dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan dikenakan denda Rp.100.000.000,(seratus juta rupiah) tetapi tetap saja banyak sekali kasus-kasus penjualan satwa langka yang terjadi di Indonesia bahkan terjadi peningkatan kasus mulai dari tahun 2012 hingga 2014
3
Dikdik
Soekamto,
M.
Arief
Teknologi
melalui media internet4. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang mendorong terjadinya meningkatnya penjualan satwa langka di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet dan (2) Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melihat, menelaah, mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, pandangan dan doktrindoktrin hukum, konsep-konsep, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan skripsi ini atau sering disebut sebagai suatu library research. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan menggali informasi dan melakukan penelitian di lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang dibahas. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi lapangan yang lebih akurat.
MansurSoerjono Informasi,
Aditama,Bandung, 2005, hlm 84
Refika
4
Nancy Junita, Marak, Penjualan Satwa Langka Secara Online, http://www.Kabar 24.com, diakses pada tanggal 13 februari 2014, pada pukul 16.54 Wib.
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Kejahatan Penjualan Satwa Langka yang Dilindungi Melalui Media Internet Berdasarkan wawancara penulis dengan Harianto5 bahwa faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yaitu: 1. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat sering dijadikan pelaku sebagai alasan dalam melakukan tindak kejahatan. 2. Faktor Lingkungan Lingkungan adalah tempat utama dalam mendukung terjadinya pola prilaku kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain adalah : 1. Lingkungan yang memberi kesempatan untuk melakukan kejahatan; 2. Lingkungan pergaulan yang memberi contoh dan teladan; 3. Lingkungan ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan; 3. Faktor faktor sarana dan fasilitas Faktor sarana dan fasilitas juga berpengaruh pada era globalisasi seperti saat sekarang ini, dan itu juga berpengaruh pada tumbuh pesatnya media elektronik khususnya media internet sehingga penyebaran
informasi semakin mudah, cepat dan efektif untuk didapatkan. Ketiga faktor ini menjadi alasan pelaku melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yang mana perbuatan tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum serta merupakan suatu perbuatan yang tidak memikirkan pentingnya kelestarian ekosistem khususnya bagi satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia. Pendapat tersebut dipertegas dan ditambahkan sebagaimana menurut hasil wawancara dari Priyatmono6 yang menyatakan bahwa penyebab pelaku melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yaitu: 1. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi tentu saja sangat mendorong pelaku melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, dengan alasan ingin memenuhi kebutuhan hidup dan memerlukan uang untuk bertahan hidup pelaku nekat memperniagakan satwa-satwa dilindungi dengan menggunakan media internet sebagai sarana publikasi dan transaksi. 2. Faktor Kurangnya Kontrol Sosial Faktor kurangnya kontrol sosial yaitu kurangnya kontrol internal yang wajar dari pihak atau lingkungan dalam keluarga yang seringkali tidak mau tahu akan kondisi anggota keluarganya tersebut, dan dari pihak 6
5
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 19 desember 2014 di Kantor BKSDA
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 20 desember 2014 di DISKOMINFO provinsi Lampung
eksternal yang mana mastyarakat tidak memeperdulikan akan kejadian-kejadian kriminal yang terjadi disekitarnya, hilangnya kontrol tersebut dan tidak adanya norma-norma sosial atau konflik norma-norma yang dimaksud. 3. Faktor sarana dan fasilitas Faktor sarana dan fasilitas tidak dapat dipungkiri juga membawa pengaruh yang besar terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, kemajuan teknologi membuat para pelaku semakin mudah melakukan kejahatan dengan memaksimalkan sarana dan fasilitas yang ada pada jaman modern seperti saat ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden yaitu Erna Dewi7, maka dapat diketahui bahwa biasanya faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet disebabkan faktor ekonomi dimana kebutuhan sangat mendesak dan pelaku harus memenuhi kebutuhannya. Keadaan terdesak tersebutlah yang menjadikan sang pelaku hanya memikirkan bagaimana mendapatkan uang secara instan. Faktor lainnya adalah nilai jual yang tinggi karena satwa langka yang dilindungi atau bagian-bagian tubuh satwa tersebut jika diperjualbelikan memberikan keuntungan yang besar dari segi materi baik dari sang penjual ataupun pembeli hal ini juga didorong oleh banyaknya para kolektor bagian-bagian tubuh satwa
yang dilindungi, mereka tidak mengetahui dampak apa yang telah mereka lakukan dengan memperjualbelikan satwa langka yang dilindungi, kemudian mereka juga tidak memikirkan perlunya keberlangsungan hidup satwa langka yang dilindungi. Sebagaimana halnya dikemukakan oleh Devi Puspasari8 selain halnya faktor ekonomi, sarana dan fasilitas , bahwa terdapat beberapa faktorfaktor penyebab lainnya seseorang melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor ketidaktahuan masyarakat Faktor ketidaktahuan masyarakat juga mempengaruhi terjadinya tindak kejahatan khususnya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet. Kurangnya sosialisasi/punyuluhan kepada masyarakat inilah yang menyebabkan kejahatan ini terjadi masyarakat tergolong tidak tahu akan satwa yang dilindungi atau tidak dilindungi. 2. Faktor masyarakat itu sendiri Masyarakat cendrung tidak memikirkan dampak apa yang akan terjadi dikemudian hari dengan memperjualbelikan satwa-satwa yang dilindungi, bukan hanya generasi selanjutnya tidak akan melihat langsung satwa-satwa tersebut namun akan lebih berdampak pada keadaan ekosistem yang kacau.
7
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 desember 2014 di Fakultas Hukum UNILA
8
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 desember 2014 di Polda Lampung
Sebagaimana kedua faktor tambahan diatas masih terdapat pula faktorfaktor tambahan lainnya yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet tersebut, yaitu sebagaimana dikatakan oleh Erna Dewi9, bahwa biasanya beberapa faktor-faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, yaitu antara lain disebabkan oleh faktor-faktor: 1. Faktor nilai jual yang tinggi Karena satwa langka yang dilindungi atau bagian-bagian tubuh satwa tersebut jika diperjualbelikan memberikan keuntungan yang besar dari segi materi baik dari sang penjual ataupun pembeli. 2. Faktor hobi Hal ini juga didorong oleh banyaknya para kolektor bagianbagian tubuh satwa yang dilindungi, mereka tidak mengetahui dampak apa yang telah mereka lakukan dengan memperjualbelikan satwa langka yang dilindungi, kemudian mereka juga tidak memikirkan perlunya keberlangsungan hidup satwa langka yang dilindungi. Sebagaimana uraian yang diungkapkan oleh keseluruhan narasumber diatas, dimana pada intinya mereka berpendapat bahwa faktor ekonomi dan sarana serta fasilitas yang mendukung adalah faktor utama yang sangat berpengaruh dalam pelaku melakukan tindak kejahatan penjualan satwa langka yang 9
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 desember 2014 di Fakultas Hukum UNILA
dilindungi melalui media internet. Melihat dari beberapa kasus penjualan satwa langka yang dilindungi menandakan keadaan ekonomi pelaku yang rendah sehingga pelaku terdorong untuk menjual satwa-satwa yang dilindungi agar cepat dan banyak mendapatkan uang. Dan juga dari segi materi yang menjanjikan pelaku nekat memperdagangkan satwa dilindungi tanpa memikirkan akibat dari apa yang mereka perbuat. Berdasarkan uraian dan keterangan di atas penulis sependapat dengan keseluruhan narasumber di atas yang menyatakan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet dan bahkan sering dijadikan alasan bagi pelaku tindak kejahatan untuk melakukan suatu tindak kejahatan adalah faktor ekonomi, sarana serta fasilitas yang memadai, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Selain daripada keempat faktor utama diatas menurut penulis dalam kejahatan ini salah satu faktor utama lainnya yang sering dan bahkan mengakibatkan meningkatnya kejahatan penjualan satwa langka melalui media internet ini adalah akibat dari sistem hukum di Indonesia yang tidak atau belum dijalankan dengan baik dan benar oleh semua pihak yang terkait dengan perlindungan terhadap satwasatwa langka tersebut sehingga kontrol dari pemerintah belum maksimal dan memadai yang mana hal ini merupakan bagian daripada bentuk dari kontrol sosial.
Berdasarkan keseluruhan hal diatas bahwa, pada intinya banyak sekali faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam melakukan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yang mana faktor-faktor tersebut muncul berbeda-beda setiap individunya dan berdasarkan pada kondisi yang dialami oleh para pelaku kejahatan tersebut. Secara garis besar bahwa paling tidak terdapat klasifikasi yaitu faktorfaktor utama dan faktor-faktor pendorong lainnya, yaitu terdapat empat faktor utama terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, yaitu faktor ekonomi, sarana serta fasilitas yang memadai, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa dilindungi tersebut.. Pertama, faktor ekonomi adalah faktor yang sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Pemenuhan kebutuhan inilah yang dijadikan alasan para pelaku kejahatan karena alasan tersebut dapat meringankan hukuman yang dijatuhkan padanya. Terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet ini dikarenakan oleh faktor ekonomi dari pelaku yang masih tergolong rendah sedangkan kebutuhannya yang mendesak untuk dipenuhi. Tekanan atau desakan seperti itulah yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan yang
merupakan jalan pintas memenuhi kebutuhannya.
untuk
Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternatif pekerjaan agar mendapatkan uang yang lebih banyak lagi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ekonomi yang rendah mengakibatkan atau membuat pelaku menjadi tidak berfikir panjang mengenai dampak daripada perbuatan yang mereka lakukan tersebut mereka hanya memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan uang secara cepat dan banyak, tanpa memikirkan akibat perbuatannya yang dapat secara langsung merusak dan mebuat kondisi ekosistem menjadi rusak serta dapat punahnya satwa-satwa tertentu tersebut. Kedua, faktor sarana dan fasilitas juga merupakan salah satu peneyebab utama selain daripada faktor ekonomi. Sarana dan fasilitas yang ada sangat berpengaruh dalam menunjang perbuatan jahat tersebut. Sarana dan fasilitas yang dimaksud adalah internet, dimana pelaku dapat dengan mudah untuk memperniagakan atau memeperdagangkan satwa langka yang dilindungi tersebut melalui media internet. Dijaman globalisasi seperti sekarang ini kemajuan teknologi memang sangat berpengaruh di kehidupan manusia, hampir semua orang mengetahui apa media internet tersebut. Media internet sebagai media komunikasi dijadikan alat untuk mempermudah transaksi jual beli satwa yang dilindungi, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga
seseorang dapat melakukan transaksi jual beli melalui media internet dengan siapapun dan kapanpun. Ketiga, faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kontrol dari pihak keluarga dan masyarakat menjadi suatu kompenen yang harusnya berjalan dengan baik. Kontrol yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat tersebut seharusnya dapat menjadi faktor putama dalam melakukan upaya penanggulangan yang bersifat preventif. Hal tersebut diperparah dengan pemerintah yang belum maksimal dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa dilindungi. Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam pemerintah itu sendiri, dimana pemerintah kurang maksimal dalam melakukan proses perlindungan bagi satwa-satwa langka yang dilindungi tersebut, baik dalam bentuk pencegahan maupun dalam bentuk penegakan hukum pidana bagi para pelaku pe njualan satwa langka secara liar melalui media internet. Seharusnya pemerintah bertindak dengan maksimal dan konsisten dalam melakukan proses perlindungan bagi satwa-satwa langka yang dilindungi tersebut, baik dilakukan dengan menggunakan upaya-upaya preventif maupun dalam upaya represif, sehingga dapat menghilangkan atau meminimalisir terjadinya kejahatan penjualan satwa langka khususnya yang dilakukan melalui media internet. Keempat, Faktor lingkungan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kejahatan. Hal tersebut sangat mempengaruhi pula terjadinya kejahatan penjualan satwa langka
yang dilindungi melalui media internet. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain, memberikan kesempatan untuk melakukan kejahatan, lingkungan dan pergaulan yang memberi contoh dan teladan yang tidak atau kurang baik, dan lingkungan ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan sehingga menyebabkan terjadinya kejahatan tersebut. Berdasarkan keempat faktor utama diatas, bahwa penulis mengkalsifikasikan faktor-faktor lainnya sebagai suatu faktor-faktor pendorong yang mana dapat mempengaruhi dan mendukung secara signifikan kejahatan penjualan satwa langka melalui media internet ini, yaitu: 1. Faktor Masyarakat Faktor masyarakat itu sendiri juga merupakan faktor yang cukup besar terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet. Masyarakat cendrung tidak memikirkan dampak yang akan terjadi dikemudian hari, tanpa disadari jika semakin banyak pelaku memperniagakan satwa-satwa langka yang dilindungi akan merusak rantai makanan kehidupan, jika satwasatwa terus diburu hingga habis maka rantai makanan akan rusak dan membuat satwa-satwa kecil yang dianggap hama oleh masyarakat akan berkembang biak dengan pesat dan merusak ekosistem serta perkebunan masyarakat itu sendiri dan menimbulkan kerugian yang besar. 2. Faktor Ketidaktahuan Masyarakat faktor ketidaktahuan masyarakat pula yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media
internet, kurangnya sosialisasi/punyuluhan kepada masyarakat inilah yang menyebabkan kejahatan ini terjadi. Padahal perbuatan penjualan satwa langka melalui media internet tersebut merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal tersebutlah terkadang menjadi faktor ketidak tahuan masyarakat terhadap perbuatannya tersebut, mengenai jenis-jenis satwa yang dilindungi atau tidak dilindungi, sehingga pemerintah perlu mengadakan sosialisasi agar masyarakat mengetahui mengenai satwa langka yang dilindungi yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut. 3. Faktor Nilai Jual Yang Tinggi Satwa-satwa langka yang dilindungi rata-rata memiliki nilai jual yang sangat tinggi, karena kelangkaannya tersebut. Oleh karena itulah banyak sekali orang-orang yang melakuakn suatu kejahatan tersebut, karena biasanya permintaan terhadap pembelian satwa-satwa tersebut jauh lebih namyak dibandingkan dengan jumlah satwa-satwa langka yang tersedia atau diperjual belikan secara ilegal. 4. Faktor Hobi Faktor hobi merupakan salah satu faktor yang tidak terbantahkan menyebabkan terjadinya penjualan satwa-satwa langka tersebut. Khususnya bagi para kolektorkolektor satwa langka yang dapat dengan mudah dan cepat mencari
informasi penjualan-penjualan satwa tersebut melalui media internet yang mana mereka dapat bebas memilih dan mencari apa saja yang diinginkan oleh para kolektor tesrebut tanpa adanya suatu penghalang yang berarti. 5. Kurang Optimalnya Proses Penjatuhan Sanksi Pidana Penjualan hewan yang dilindungi adalah perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya. Berdasarkan Undang-Undang ini pelakunya dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan dikenakan denda Rp.100.000.000,(seratus juta rupiah). Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa ancaman pidana penjara selama lima tahun ternyata tidak juga dapat menyurutkan perbuatan daripada para pelaku kejahatan tersebut. Hal tersebut dalam praktiknya banyak sekali pelaku-pelaku yang hanya dijatuhi hukuman yang terkategori ringan jika mengacu kepada ancaman maksimal yang dapat diberikan kepada para pelaku, yang mana hal tersebut dikhawatirkan tidak dapat menimbulkan suatu efek jera bagi para pelaku kejahatan tersebut. Sebagaimana contoh kasus penjualan satwa langka owa jawa yang dilindungi melalui media internet yang terjadi di kota Semarang kasus ini telah diputus oleh Pengadilan dan pelaku hanya dijatuhi hukuman pidana selama 4 bulan penjara dan membayar denda sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah).
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Penjualan Satwa Langka Yang Dilindungi Melalui Media Internet Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan dalam melakukan penanggulangan kejahatan, yaitu : 1. Penerapan hukum pidana (criminal law application) 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) 3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment / mass media.10 Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non penal (di luar hukum pidana). Dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif yaitu sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat preventive yaitu pencegahan, penangkalan, pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden yaitu Devi Puspasari11 dan Hariyanto12, dapat diketahui bahwa upaya yang dilakukan pihak penyidik yaitu pihak 10
Barda Nawawi Arif. 1998.Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan dan Pengembangan Hukum Pidana.Jakarta.hlm.52 11 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 desember 2014 di Polda Lampung 12 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 19 desember 2014 di Kantor BKSDA
kepolisian dan BKSDA dalam hal penanggulangan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet adalah: a. Pendekatan kepada masyarakat yaitu memberitahukan kepada masyarakat bahwa memelihara, memiliki dan memperjualbelikan satwa atau bagian tubuh satwa yang dilindungi adalah tidak diperbolehkan. b. Penyuluhan hukum dari pihak penyidik agar masyarakat mengetahui perbuatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet adalah perbuatan yang melanggar hukum. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden Erna Dewi,13 dapat diketahui bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet adalah upaya penal dan upaya non-penal. a) Upaya non-penal adalah upaya yang ditunjukkan untuk mencegah terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, bentuk pencegahaan tersebut adalah: 1. Penyuluhan hukum sehingga masyarakat mengetahui pengetahuan tentang hukum. 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar manusia dapat berfikir bahwa perbuatan-perbuatan yang menjurus ke kejahatan tidak lagi mereka perbuat. 3. Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga tidak ada lagi kejahatan yang dilakukan yang 13
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 desember 2014 di Fakultas Hukum UNILA
berlatarbelakang faktor ekonomi. b) Upaya penal adalah upaya yang bersifat penghukuman yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku sehingga pelaku menyadari kesalahn dan tidak akan mengulanginya dikemudian hari serta memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak meniru perilaku tersebut yang dapat merugikan orang lain bahkan diri pelaku itu sendiri. Kemudian berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan terhadap responden yaitu Priyatmono14, dapat diketahui bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yaitu dengan cara non-penal mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang hukum dan pentingnya kelangsungan hidup satwa-satwa yang dilindungi kemudian dapat juga dilakukan pemberian peringatan atau bahkan memblokir situs-situs yang memuat iklan penjualan satwa-satwa dilindungi. Penjelasan ini hampir sama dengan ungkapan Erna Dewi, yang menyatakan pentingnya penyuluhan tentang hukum dimasyarakat karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum. Uraian-uraian mengenai upaya penanggulangan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet yang telah dipaparkan, penulis berpendapat bahwa upaya yang dilakukan tersebut 14
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 20 desember 2014 di DISKOMINFO provinsi Lampung
akan membawa pengaruh positif terhadap usaha pencegahan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, karena upaya penanggulangan akan jauh lebih efisien dibandingkan upaya-upaya yang dilakukan ketika sudah terjadi suatu tindak kejahatan. Hal ini disebabkan karena kegiatan tersebut sudah dilandasi dengan teori-teori penanggulangan kejahatan sehingga para penegak hukum dan instansi yang terkait sudah mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus mereka tempuh dalam penanggulangan kejahatan. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktorfaktor utama dan faktor-faktor pendorong lainnya. Terdapat empat faktor utama terjadinya kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, yaitu faktor ekonomi, sarana serta fasilitas yang memadai, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa dilindungi tersebut. faktor-faktor pendorong yang dapat mempengaruhi dan mendukung secara signifikan kejahatan
penjualan satwa langka melalui media internet ini, yaitu: faktor masyarakat, faktor ketidaktahuan masyarakat, faktor nilai jual yang tinggi, faktor hobi, dan faktor kurang optimalnya proses penjatuhan sanksi pidana. 2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menaggulangi kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet adalah dengan cara preventif dan represif. Kedua upaya tersebut seharusnya direncanakan dan dilakukan dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Mengedepankan upaya yang bersifat preventif tentu akan lebih membawa pengaruh positif terhadap usaha pencegahan kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi melalui media internet, karena upaya preventif akan jauh lebih efisien dibandingkan upaya-upaya yang dilakukan ketika sudah terjadi suatu tindak kejahatan. Tetapi terhadap upaya-upaya represif pula tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena langkah ini pula sangat penting dalam mempengaruhi proses penanggulangan kejahatan, sehingga dimana apabila langkah-langkah preventif tidak dapat berfungsi optimal dan masih terjadi kejahatan tersebut, pada tahap inilah upaya ini harus dilakukan dengan sebaik dan seoptimal mungkin, sehingga dapat menjadi suatu efek jera bagi para pelaku yang melakukan kejahatan penjualan satwa langka.
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan: 1. Pemerintah sebaiknya menambah sumber daya manusia untuk menunjang aparat penegak hukum yang memiliki pengetahuan dalam teknologi dan informasi khususnya media internet dan tenaga ahli seperti dokter hewan untuk menganalisa apakah hewan tersebut termaksud hewan langka yang dilindungi atau tidak, serta seharusnya pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar tidak terjadi lagi penjualan satwa langka yang dilindungi dengan latar belakang faktor ekonomi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya masih belum bisa mengakomodir kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi yang ada saat ini karena undang-undang tersebut sudah terlalu lama dan tidak mengikuti perkembangan zaman yang sudah modern pada masa sekarang sehingga perlu diadakan refisi untuk memperbaharui undangundang tersebut dan seharusnya BKSDA dan Kepolisian lebih bekerjasama dalam melaksanakan upaya preventif dan represif serta Diskominfo juga berkerjasama dengan kedua instansi dalam upaya preventif guna menanggulangi kejahatan penjualan satwa langka yang dilindungi khususnya penjualan atau perdagangan yang dilakukan melalui internet.
DAFTAR PUSTAKA Budi Agus Riswadi, 2003, Hukum dan Internet di Indonesia, Yogyakarta, UII Press. Didik M. Arif, 2005, Teknologi Informasi, Bandung, Refika Aditama. Nawawi Arief, Barda, 1998, Beberapa Aspek kebijakan penegakan penegakan dan pengembangan hukum pidana, Jakarta.