Kasus Karawang: Warisan Sengketa Tanah Rakyat Yang Berkepanjangan (Tim Peneliti PKHK)
KAJIAN KHUSUS
_
(PENELITIANI
Tim Peneliti Pusat Kajian Hukum Dan Keadilan
KASUS KARAWANG:
WARISAN SENGKETA TANAH RAKYAT YANGBERKEPANJANGAN Pendahuluan lni merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti pada Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, Jakarta. Dari hasil awal dapat disimpulkan Karawang berpotensi konflik akibat sengketa tanah seluas 350ha yang terletak di Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang antara masyarakat dengan PT Sumber Air Mas Pratama (selanjutnya disebut "PT SAMP"). Masyarakat mengklaim tanah tersebut adalah tanah hak milik adat, sementara PT SAMP mengklaim tanah tersebut telah diopergarapkan dari PT Dasa Bagja dengan menyerahkan sejumlah uang sehingga secara hukum mereka berhak atau diberi hak prioritas untuk memohonkan HGB atas tanah tersebut. Saat ini memang PT SAMP telah mengajukan permohonan HGB kepada BPN cq. Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang. Masyarakat menolak klaim PT SAMP di atas dikarenakan masyarakat tidak pernah merasa tanah mereka pernah dibebaskan oleh PT SAMP. Masyarakat 'memang pernah menyewakan tanah mereka kepada PT Dasa Bagja untuk dikelola selama 3 (tiga) tahun namun PT Dasa Bagja tidak mengelolanya sesuai peruntukkannya atau dengan kata lain dibiarin begitu saja sehingga rakyat 'kembali menguasai dan mengelola 17
sendiri tanah mereka. Masyarakat tentu saja tidak bisa menerima opergarapan yang terjadi, selain tidak mendapat persetujuan mereka, mereka juga sudah mengelola tanah mereka sendiri dengan membayarpajak sebagaimana mestinya. Akibatnya, terjadinya saling gugat menggugat di pengadilan dan putusan pengadilan pun saling tumpang tindih ada yang memenangkan masyarakat ada pula yang memenangkan PT SAMP. Sementara itu, di atas lahan seluas 350ha tersebut sudah banyak terbit sertifikat hak milik atas nama berbagai pihak baik perorangan maupun perusahaan. Hal ini semakin memperkeruh masalah karena ternyata di tengah konflik, Kantor Pertanahan Karawang ikut terlibat dengan menerbitkan berbagai sertifikat tanah yang ada, padahal PT SAMP beranggapan tanah seluas 350ha tersebut adalah tanah negara bagaimana mungkin
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012 ada sertifikat hak milik? Hal ini juga sulit untuk dibayangkan karena apabila tanah negara bagaimana mungkin PT Dasa Bagja bisa mengopergarapkan kepada PT SAMP? Tentu saja hal ini mengangkangi penguasaan dan hak negara atas tanah tersebut? Dugaan-dugaan keterlibatan berbagai pihak atas "konflik" tanah ini bisa berbuntut panjang, ada unsur pidana bahkan korupsi di dalamnya? Status TerakhirTanah Sengketa Tanah sengketa adalah tanah ex NY. Tegal Waroe Landen dengan luas lahan ± 55.173 Ha yang terletak di Keeamatan Telukjambe Kabupaten Ka'rawang. Sekitar tahun 1949, tanah tersebut diserahkan.kepada Pemerintah Indonesia dengan status Tanah Usaha, Tanah Negara Bebas (Tanah Kongsi) dan Tanah Negara. Sejak UU No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diberlakukan, tanah usaha diakui menjadi Tanah Milik Adat, sedangkan untuk Tanah Negara Bebas (Kongsi) sebagian dilimpahkan menjadi tanah kehutanan pengairan, dan lain sebagainya. Tahun 1975, sebagian dari lahan Ex. NY. Tegal Waroe Landen seluas ± 582 Ha dimohonkan HGU oleh PT Dasa Bagja. Dalam rangka persyaratan untuk permohonan HGU tersebut diatas, PT. Dasa Bagja meminjam surat-surat milik masyarakat seperti girik-girik dan Letter C, namun, permohonan HGU tersebut tidak pernah disetujui/tidak diterbitkan. Di areal lahan tersebut masyarakat tetap menggarap tanah tersebut seeara turun temurun. Tahun 1986, PT Dasa Bagja mengalihkan prioritas permohonan HGU kepada PT. Makmur Jaya Utama (Sutikno Wijaya) untuk diupayakan penanaman kapas, dikarenakan areal tersebut termasuk di dalam keseluruhan pennohonan yang dimohon oleh PT Makmur Jaya Utama yaitu keseluruhan lahan Ex. NY.
Tegal Waroe Landen seluas ± 55.173 M'. Namun permohonan HGU tersebut tidak pernah dikabulkan/diterbitkan. Pada tahun 1989, terbitlah Kepres No. 53 yang membuka peluang untuk Kawasan Industri di Karawang. Pada saat itu di depan Muspida Karawang, Sutikno Wijaya selaku Pemilik PT Makmur Jaya Utama mengatakan tidak akan melanjutkan izin PT Makmur Jaya Utama dan tidak ada hubungan lagi dengan tanah yang diperoleh dari PT Dasa Bagja dikarenakan areal tersebut tidakfeasible karena kurangnya air, sehingga PT. Makmur Jaya Utama sudah tidak mempunyai hak prioritas Permohonan HGU untuk tanah tersebut. Namun demikian, pada tanggal 30 Mei 1990, Sutikno Wijaya mengoperkan hak garapan atas tanah tersebut kepada PT. Sumber Air Mas Pratama eg. Sdr. Tommy Kartawinata di hadapan Notaris Bogor Ny. Muljani Syafei, SH. Seyogyanya pengoperan tersebut dilaksanakan oleh PPAT dimana lokasi tanah tersebut berada. Dalam rangka memenuhi persyaratan administrasi BPN untuk permohonan HGB, PT SAMP melaksanakan opergarapan kepada orang-orang yang ternyata menurut masyarakat pemilik lahan adalah bukan orang yang berhak (bukan masyarakat pemilik girik (Letter C), pemilik Eks. SK Redis), oleh karena itu mulai timbul permasalahan sengketa terhadap tanah terse but diatas. Timbullah gugat menggugat antara masyarakat dengan PT SAMP baik seeara pidana, perdata dan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu sampai saat ini BPN belum bisa memproses permohonan PT SAMP karena kondisi di lapangan belum " clean and clear." Dalam mengajukan permohonan sertipikat HGB, PT SAMP diduga memanipulasi peta yang tadinya 18
Kasus Karawang: Wansan Sengkela Tanah Rakyat Yang Berkepanjangan (Tim Penelili PKHK)
dipergunakan untuk menginventarisasi permasalahan antara masyarakat dengan PT SAMP dirubah menjadi peta permohonan HGB. PT SAMP mendesak BPN melalui PTUN untuk dapat memproses permohonan sertipikat HGB tersebut, namun status tanah tersebut masih dalam kondisi persengketaan dikarenakan banyak putusan baik pidana, perdata maupun PTUN yang tumpang tindih, putusannya ada yang memenangkan pihak masyarakat dan ada yang memenangkan pihak PT SAMP.
Masalah Mafia/Spekulan Tanah Masalah tanah ex Tegal Waroe Illl memuneulkan spekulasi tentang berkeliarannya orang-orang atau pihakpihak yang dapat disebut sebagai spekulan tanah atau mafia tanah. Mereka ini tidak saja bisa mendapatkan tanah dengan harga murah kemudian menjual kembali ke pihak investor, tetapi juga bisa bertindak selaku broker dan pokrol bambu dengan mengandalkan kedekatan dengan pejabat/petugas BPN eg. KPN Kabupaten Karawang dan Kanwil Pertanahan Jawa Barat termasuk pengadilan. Kinerja BPN eg. Kanwil Pert ana han Jawa Barat dan KPN Kabupaten Karawang yang buruk ikut memperkeruh konflik dan sengketa di tengah masyarakat. Penerbitan berbagai sertifikat yang saling tumpang tindih, dan masih dalam sengketa merupakan bagian dari buruknya administrasi BPN. Dalam kasus yang melibatkan PT SAMP dengan masyarakat, masingmasing pihak mengklaim memiliki hak atas tanah ex Tegalwaroe tersebut, bahkan masing-masing pihak melemparkan tuduhan salah satn pihak sebagai spekulan tanah atau mafia tanah. Misalnya, PT SAMP menuduh pihak masyarakat diwakilkan oleh orang perorangan yang bertindak sebagai broker atau spekulan 19
tanah yang membeli tanah rakyat dengan harga murah dan menjual kepada investor dengan harga tinggi. Sementara masyarakat menilai dan menganggap PT SAMP adalah mafia tanah karena sebuah perusahaan perseroan terbatas yang tidak jelas pergerakannya, tetapi melulu hanya meneari dan merampas tanah rakyat atau membeli tanah rakyat yang besar dengan harga serendah mungkin dan kemudian menjualnya kembali kepada pihak investor lain. Baik PT SAMP maupun masyarakat mempunyai alasan masing-masing. PT SAMP justru menyatakan akibat ulah masyarakat dan spekulan tanah, mereka tidak dapat bekerja dan menjalankan perusahaan dengan baik termasuk permohonan HGB mereka ditolak oleh BPN. Sementara pihak masyarakat mengatakan di pihak masyarakat memang ada orang-orang yang bertindak selaku koordinator atau kuasa tanah masyarakat yang disamping melindungi masyarakat dari ulah spkeluan tanah juga membantu menjual tanah masyarakat kepada investor. Maklum saja dalam kondisi yang buta huruf dan buta hukum, masyarakat sangat mudah untuk dipengaruhi dan ditipu oleh para mafia tanah atau spekulan tanah. Bagaimana persepsi dari sisi luar, berdasarkan fakta di lapangan, PT SAMP temyata memang setelah memenangkan kasus tanah seluas 350ha melalui pengadilan namun di atas lahan tersebut sebagian besar masih dikuasai masyarakat dan sudah ada sertifikat hak milik sehingga sekalipun PT SAMP sudah berkali-kali menawarkan lahan tersebut kepada pihak lain, namun belum ada yang berani membelinya. Hal ini dikarenakan PT SAMP ingin menjual putusan pengadilan yang memenangkan lahan seluas 350ha di Telukjambe Barat kabupaten Karawang sementara PT
Jumal Keadilan Vol. 6. No.1, Tahun 2012
SAMP tidak memiliki bukti kepemilikan apapun atas lahan dimaksud. Jikalau sudah begini tinggal publik menilainya, siapa yang spekulan tanah dan siapa yang bukan! Masalah Putusan Pengadilan yang saling Tumpang Tindih Oi dalam menghadapi problem tanah di kawasan Telukjambe Kabupaten Karawang ini, para pihak baik itu masyarakat maupun PT SAMP menuntut haknya masing-masing melalui pengadilan, artinya saling gugat perdata/tata usaha negara dan saling lapor pidana. Hasilnya terbitnya t>erbagal putusan baik perdata, pidana dan tata usaha negara. Putusan-putusan tersebut saling tumpang tindih satu sarna lain sehingga putusan-putusan tersebut tidak dapat dieksekusi. Putusan-Putusan tersebut bisa saling tumpang tindih karena penuh manipulasi dan kebohongan yang melibatkan semua pihak, baik pihak berperkara maupun pihak pengadilan, kepolisan maupun kejaksaan. Putusan-Putusan tersebut saling tumpang tindih dan bertentangan dikarenakan di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 695 KJPOT/2009 tanggalll September 2009, tanah seluas 350 ha dinyatakan sebagai tanah eks Tegalwaroe yang telah dibebaskan oleh PT Oasa Bagja/PT Makmur Jaya Utama yang kemudian diopergarapannya kepada PT SAMP, sementara Putusan-Putusan lainnya telah memberikan hak kepemilikan kepada pihak perorangan di atas tanah/lahan seluas 350 ha tersebut. Salah satu putusan pengadilan tumpang tindih yang sulit dan tidak mungkin dijalankan antara lain Putusan Mahkamah Agung Nomor 19 K/TUN/2003 juncto. No. 99IB/2002/PT.TUN.. JKT. juncto No.
I 04/G/200 I IPTUN-BOG yang memerintahkan Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang untuk menerbitkan sertifikat HGB kepada PT SAMP sesuai dengan permohonan HGB yang dimintakan oleh yang bersangkutan. Pelaksanaan eksekusi Putusan Mahkamah Agung ini tidak dapat dijalankan karena di atas obyek sengketa (tanah) masih ada sengketa kepemilikan yang belum selesai karena sampai saat ini proses hukumnya masih berjalan di pengadilan; baik di Mahkamah Agung maupun di Pengadilan Negeri. Oi atas tanah obyek sengketa yang diklaim oleh Penggugat (PT Sumber Air Mas Pratama) tersebut terdapat tanahtanah milik masyarakat baik yang sudah bersertifikat maupun yang masih dalam pengajuan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang; artinya hampir seluruhnya dikuasai oleh masyarakat. Adalah tidak mungkin Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang harus menerbitkan sertifikat HGB untuk PT SAMP di atas lahan sengketa dan di atas tanah-tanah masyarakat yang sudah bersertifikat, tentu saja hal ini tidak mungkin dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan tumpang tindih lain yang lebih dasyat lagi adalah Putusan Perkara Mahkamah Agung R.I. No. 695 K/POT/2009 juncto No. 272/POT/2008/PT. BOG juncto No. 20
Kasus Karawang: Warisan Sengketa Tanah Rakyat Yang Berkepanjangan (Tim Peneliti PKHK)
2/Pdt.GI 2007/PN. Krw tanggal 3 Desember 2007. Putusan ini memberikan hak kepada PT SAMP untuk menguasai tanah seluas 350ha di Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang tanpa didukung dengan bukti kepemilikan apapun, padahal di atas lahan 350ha tersebut terdapat tanah-tanah masyarakat baik yang sudah bersertifikat maupun yang masih dalam proses pengajuan ke BPN. Putusan ini bisa terjadi karena para pihak melakukan kebohongan atau tipu muslihat yang diduga melibatkan pihak pengadilan sekalipun hal itu diketahui pengadilan. Kebohongan-kebohongan itu antara lain para pihak tidak secara jujur menyampaikan kepada pengadilan tentang adanya perkara-perkara yang sedang diproses di pengadilan lain tentang obyek sengketa yang sarna sehingga pengadilan telah memberikan putusan yang saling bertentangan. Perkara-perkara tersebut antara lain: Perkara No. 1526 K1Pdt/20OS antara PT SAMP dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melawan Nani Binti Tarmudin; Perkara No. 499 PKlPdt/2008 antara PT SAMP dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melawanAgus Sugito. dan Perkara Pidana No. 08/Pid/2009/PN.Krw tanggal 24 Februari 2009. Para pihak melakukan kebohongan dengan menyatakan telah melakukan pembebasan atas tanah seluas 350ha padahal masyarakat sampai saat ini masih membayar pajak untuk tanah-tanah tersebut. Para pihakjuga mengklaim telah menguasai tanah tersebut padahal tanahtanah tersebut masih dikuasai oleh pihak lain. Hal ini terjadi karena pengadilan tidak melakukan tinjau lapangan (plaatsopneming). Selain itu, para pihak telah menggunakan alat bukti yang berupa Peta Persil dan Peta Bidang dari obyek tanah seluas 350 ha yang diduga palsu karena tidak mungkin dibuat dan
21
dikeluarkar. oleh instansi yang berwenang. PT SAMP telah mengajukan klaim kepemilikan atas tanah seluas 350ha tanpa memiliki dokumen kepemilikan apapun kecuali Surat Keterangan Kepala Desa, Akta berdasarkan Perjanjian Pengoperan Garapan yang dibuat oleh Notaris Ny. Muljani Syafei, SH; Surat Pelepasan Hak dari PT Dasa Bagja/PT Makmur Jaya Utama; namun ternyata Surat Pelepasan Hak tersebut salah orang dan salah obyek, artinya orang yang bukan pemiliklpenggarap tanah, dan obyek tanahnya juga tidak jelas, sementara masyarakat pemilik tanah! penggarap. Agak aneh dalam kasus ini menurut peta yang dijadikan dasar putusan arel 360ha termasuk tanah-tanah pihak lain yang sudah bersertifikat seperti Tanah milik Udam Muhtadin Bin Aman yang coba diambil alih oleh PT SAMP tetapi lidak berhasil dalam Perkara Pidana No. 08/Pidl2009/PN.Krw tanggal24 Februari 2009; Tanah milik Nani Binli Tarmudin berdasarkan Putusan Perkara Peninjauan Kembali No. 316 PK/PDT/2007 junto Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 1526 K/Pdt/2005 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Jawab Barat No. 497/PDT/2004/PT.Bdg juncto Pulusan Pengadilan Negeri Karawang No. 35/Pdt.G/2004/PN.Krw; Tanah milik Agus Sugito berdasarkan Putusan Perkara Peninjauan Kembali No. 499 PK/PDT/2008 juncto Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 1524 K1Pdt/2005 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat No. 496/PDT/2004/PT.Bdg juncto Putusan Pengadilan Negeri Karawang No. 33/Pdt.G/2003/PN.Krw. Kemudian, Tanah Milik Saikam bin Denin berdasarkan Sertifikat Tanah hak milik No.IOO Desa Wanasari, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
atas nama Saikam bin Denin. Luas 9.325 m2.9; Tanab milik Karda bin Denin berdasarkan Sertifikat Tanab bak milik No.99 Desa Wanasari, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Karda bin Denin. Luas 9.335 m2; Tanab milik Karsa bin Saikam berdasarkan Sertifikat Tanab bak milik No.98 Desa Wanasari, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Karsa bin Saikam. Luas 9.340 m2 ; Tanab Milik Ajem binti Sayan berdasarkan Sertifikat Tanab bak milik No.88 Desa Wanasari, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Ajem binti Sayan. Luas 2.010 m2; Tanab Milik Darsim bIn Wasim berdasarkan Sertifikat Tanab bak milik No.89 Desa Wanasari, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Darsim bin Wasim. Luas 3.250 m20; Tanab Milik Saepudin bin Wasim berdasarkan Sertifikat Tanab bak milik No.138 Desa Margakaya, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Saepudin bin Wasim. Luas 14.980 m2. dan No. 136 Desa Margakaya, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Saepudin bin Wasim. Luas 14.980 m2; dan Tanah milik Mardiya berdasarkan Sertifikat Tanah hak milik No.96 Desa Margakaya, Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, Jawa Barat atas nama Mardiya. Luas 18.530 m2. Putusan dalam kasus ini sangat mungkin terjadi dikarenakan pemeriksaan perkara oleh pengadilan tidak sesuai dengan bukum acara yang berlaku khususnya pengabaian tata cara pemeriksaan menurut tata bukum perdata (burger/ijke rechtsorde) karen a pengadilan mengabaikan kebenaran formil. Hal ini terlibat dari amar putusan yang memberikan bak kepada PT SAMP atas laban 350ba tanpa didukung bukti formal apapun. PT SAMP banya mengajukan bukti Akta Pengoperan Hak dan
Bukti Surat Pelepasan Hak yang tidak jelas subyek, obyek dan luas tanabnya. Pengadilan juga telab mengabaikan asas Audi Alteram Partem yang melanggar Pasal 131 ayat (I) dan (2) HIR sehingga putusan selain mengabaikan kebenaran formil juga mengabaikan kebenaran materiel. Hal ini terlibat dari proses pemeriksaan sengketa tanab tanpa dilakukan pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatsopneming) padabal sudah diminta oleb masyarakat baik di tingkat pertama maupun di tingkat kedua. lni menunjukkan pengadilan telah melanggar asas imparsialitas dan fairness sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU No.4 Tabun 2004 tentang Kekuasaan Kebakiman karena bersikap parsial, tidak adil dan diskriminatif. Pelaksanaan asas Audi Alteram Partem dan lmparsialitas sebagaimana diatur dalam Pasal 131 HIR dan Pasal 29 UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman adalab imperative sifatnya sehingga putusan pengadilan yang mengabaikan asas-asas tersebut berakibat bukum harus dibatalkan. Putusan-putusan yang saling tumpang tindih di atas semestinya perlu dieksaminasi oleh tim independen dan hasiinya tentu memberikan rekomendasi kepada semua pihak kenapa bisa terjadi demikian. Semua ini perlu diteliti agar masalab tanab Karawang dapat diselesaikan dengan baik dan adil untuk masyarakat Karawang.
Masalah Peta Terbitan Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Jawa Barat Salah satu alat bukti yang dijadikan oleh PT SAMP sebagai bukti di pengadilan untuk menyatakan tanab seluas 350ha tersebut adalab tanab yang dimilikinya adalah Petalgambar Ukur yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayab Pertanaban Propinsi Jawa Barat tanggal
lA.c:~U' ';':' i.:_.:),',
22
Kasus Karawang: Warisan Sengkela Tanah Rakyal Yang Berkepanjangan (TIm Penelili PKHK)
20 September 2005. Kenyataannya, ada peta/gambar ukur yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Jawa Barat pada tanggal yang sarna yaitu 20 September 2005, tetapi isinya berbeda. Untuk lebih jelas kita coba menelusuri proses pembuatan peta di atas yang diketahui oleh masyarakat dan pihakpihak lainnya. Pada tanggal 28 Maret 2005, Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat mengirim Surat kepada Kepala Kepolisian Resort Karawang, melalui Surat No. 630-416, Perihal Pennohonan HGB an PI SAMP terletak di Desa Wanakerta, Margakaya, ',dan Simabaya Kec. Ielukjambe, Kabupaten Karawang. lsi surat demi menjaga ketertiban dan keamanan, kami mohon bantuan bapak untuk mengendalikan situasi di lapangan, supaya pelaksanaan pengukuran dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Pada tanggal 07 April 2005, Waka Polres Karawang mengeluarkan Surat Undangan No. Pol. B/463/IV/2005IRes Krw kepada Para Pihak, Pihak Perusahaan, Pihak BPN Jawa Barat dan BPN Karawang, Pihak masyarakat dan Pihak Muspida Kab. Karawang, guna koordinasi pengamanan pengukuran tanah. Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Wakapolres Karawang tersebut ternyata mendapat protes keras dari pihak yang mewakili masyarakat, sehingga rencana pengukuran yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 April 2005 menj adi batal. Masyarakat tidak bisa menerima j ika pengukuran tanah masyarakat untuk kepentingan pennohonan HGB PI SAMP. Pada tanggal II April 2005, Kantor Wilayah Pertanahan Kabupaten Karawang mengirim Surat kepada Kepala Kantor Wilayah Perlanahan Propinsi Jawa Barat, melalui Surat No. 630-026306-2005, perihal Rencana Pengukuran 23
Ianah bennasalah antara PI. SAMP dengan masyarakat di Desa Margamulya, Wanakerta dan Wanasari. Masyarakat mempennasalahkan maksud dan tujuan isi sural dengan tekstual perihal dan dasar surat tersebut karena Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang belum pemah menindaklanjuti pennohonan masyarakat untuk melakukan pengukuran atas nama masyarakat sebanyak 106 bidang. Dalam surat yang dikirim kepada Kanwil Pertanahan Jawa Barat tersebut, Kantor Pertanahan Karawangjuga mengingatkan Kantor Wilayah Pertanahan untuk mempertegas kembali suratnya agar kepentingan semua pihak terakomodasi. Pada tanggal 13 April 2005, keluar surat dari Kepala kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Jawa Barat, dengan Surat No. 610-533 ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang, perihal Rencana Pengukuran Ianah bermasalah antara PI SAMP dengan masyarakat terletak di Desa Margakaya, Wanakerta dan Wanasari Kabupaten Karawang. lsi surat antara rencana ini tujuannya dalam rangka menyelesaikan masalah antara masyarakat dengan PI SAMP atas tanah terletak di Desa Margakaya, Wanakerta dan Wanasari; Kantor Wilayah memerlukan data spasial/data fisik berupa Peta hasil pengukuran kadaster. Sesuai Surat tanggal 28 Maret 2005 No. 630-416, bahwa pelaksanaan pengukuran yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh data awal dan belum memberikan sesuatu hak kepada siapapun. Dalam melaksanakan pengukuran Kantor Wilayah akan mengukur semua bidang tanah baik yang dikuasai oleh masyarakat maupun yang diklaim oleh PI SAMP. Hasil Pengukuran diharapkan akan mengakomodir baik untuk kepentingan PI SAMP maupun untuk masyarakat.
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
Foto: DoIamen JumaI Keadilafl
Pada tanggal 13 April 2005, Wakapolres Karawang· mengeluarkan Surat Undangan No. Pol. B/490/lV12005IRes Krw kepada Para Pihak, Pihak Perusahaan, Pihak . BPN Jawa Barat dan BPN Karawang, Pihak masyarakat dan Pihak Muspida Kab. Karawang, gun a menindaklanjuti koordinasi pengamanan pengukuran tanah. Dalam Pertemuan yang difasilitasi oleh Wakapolres Karawang, dengan pembahasan sebagaimana lsi Surat Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Jawa Barat dalam suratnya yang bemomor: 610-533, masyarakat dapat memahami dan menyetujuinya. Pada tanggal19 April 2005, Kapolres Karawang mengeluarkan Surat Undangan No. Pol. B/523/1V/2005/Res Krw kepada para pihak, Pihak Perusahaan, Pihak BPN Jawa Barat dan BPN Karawang, Pihak masyarakat dan Pihak Muspida Kab. Karawang, guna pembahasan dalam rangka koordinasi pengamanan pengukuran tanah. Pada tanggal26April2005, Camat Telukjambe Barat mengirim Surat Penting No. 138/44/Pem, perihal: Pelaksanaan Pengukuran Tanah ditujukan kepada:. Bupati Karawang, bahwa pelaksanaan pengukuran tanah dimulai hari Senin tanggal 26 April 2005 sampai dengan tanggal 2 Mei 2005 oleh Petugas Ukur dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi Jawa Barat dan Kantor Pertanah c
an Kabupaten Karawang, yang meliputi pengukuran tanah secara menyeluruh sebagaimana yang diklaim oleh PT SAMP dan isi rincikan bidang tanah yang dimiliki masyarakat di Desa Margamulya sebanyak III bidang, Wanasari 87 bidang, Wanakerta 48 bidang. Pada tanggal 21 Mei 2005, keluar Surat Kapolres Karawang No. Pol. B1756N12005IRes Krw, perihal Saran Kepolisian ditujukan kepada Bupati Kabupaten Karawang, dengan rujukan Surat dari H. DODO dan H. MINDA alas nama masyarakat yang ditujukan kepada Kapolres Karawang langgal 9 Mei 2005, permintaan kepada Kapolres untuk menindaklanjuti hasil pengukuran tanah untuk penyelesaian lebih lanjut. Sehubungan adanya permintaan tersebut diatas, diinformasikan bahwa BPN Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat telah selesai melaksanakan pengukuran tanah yang terlelak di Desa Wanakerta, Desa Wanasari dan Desa Margamulya Kec. Telukjambe Barat Kab. Karawang, kemudian mengingat pada lokasi tanah tersebut telah teJjadi sengketa antara Masyarakat dengan PT SAMP, maka untuk penyelesaian lebih lanjut dimohon kepada Bupati untuk menjembatani upaya penyelesaiannya. Dengan demikian, apabila kemudian terbit Peta/Gambar Ukur Kantor Wilayah Pertanahan Jawa Barat yang hanya membuat peta untuk kepentingan PT SAMP semata, maka diduga kuat telah teJjadi penipuan dan atau pembuatan surat/peta/gambar ukur palsu, yang dengan sengaja dilakukan oleh pihakpihak tertentu yang melibatkan orang dalam Kantor Wilayah BPN Jawa Barat, yang kemudian peta ini digunakan oleh PT SAMP untuk memenangkan haknya di berbagai tingkat pengadilan. Tentu saja hal ini merugikan masyarakat 3 Desa yaitu Desa Margamulya, Desa Wanakerta 24
Kasus Karawang: Warisan Sengketa Tanah Rakyat Yang Berkepanjangan (Tim Peneliti PKHK)
dan Desa Wanasari Kec. Telukjambe Barat Kab. Karawang Prop. Jawa Barat. Berdasarkan hasil Rapat yang difasilitasi oleh Wakapolres Karawang pada tanggal 13 April 2005 yang dihadiri secara lengkap oleh semua pihak, dan Rapat difasilitasi oleh Kapolres pada tanggal 19 April 2005 juga dihadiri Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa pengukuran di atas tanah bermasalah antara masyarakat dengan PT SAMP dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data awal dan belum memberikan suatu hak kepada siapapun, dan dalam melaksanakan '.pengukuran akan mengukur semua bidang tanah, baik yang dikuasai oleh masyarakat maupun yang diklaim oleh PT SAMP serta hasil pengukuran yang kami lakukan diharapkan akan mengakomodir baik untuk kepentingan PT SAMP maupun untuk masyarakat. Jikalau kemudian Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat menerbitkan peta hanya untuk kepentingan PT SAMP maka jelas ada unsur penipuan disini karena ternyata peta dimakud untuk kepentingan PT SAMP dan peta itu telah digunakan sebagai bukti dan sebagai Alas Hak atau Dasar Hak atas tanah di Pengadilan Negeri Karawang, dalam Perkara Perdata No: 2/Pdt/G12007/PN. Krw, Perkara Perdata antara Pihak masyarakat melawan Pihak PT SAMP dan Pihak BPN Karawang. lni berarti pula Pihak Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat bersamasarna dengan Pihak PT SAMP tidak menaati/mengingkari isi surat yang dibuatnya sendiri oleh Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Jawa Barat No. 610533, yang disosialisasikan dan difasilitasi baik oleh Wakapolres maupun Kapolres Karawang pada tanggal 13 April 2005 dan tanggal19 April 2005 . Sebagai akibatnya, 25
bail< Pihak masyarakat telah dirugikan, yaitu telah dikalahkan dalam Perkara Perdata No. 2/Pdt/G/2007/PN.Krw, karena salah satu pertimbangan Majelis Hakim, adalah mengenai SuratlPetai Garnbar Ukur dari Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat tanggal 20 September 2005, yang digunakan oleh PT SAMP sebagai Dasar Hak atas Tanah. Bahwa Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat diduga kuat telah membuat Surat/PetaiGambar Ukur Palsu, artinya membuat SuratlP~ta/Gambar Ukur yang isinya bukan semestinya (tidak benar), karena diatas areal tanah seluas kurang lebih 350 Ha itu, sebenarnya tidak semua bidang-bidang tanah diukur, sebagai · contoh: banyak bidang-bidang tanah yang terletak di Desa Margamulya dan Desa Wanasari sebenarnya tidak diukur, padahal mengenai isi surat dari Kanwil BPN Propinsi Jawa Barat No. 610-533 menyatakan akan mengukur semua bidang tanah baik yang dikuasai oleh masyarakat maupun yang diklaim oleh PT SAMp, karena tidak diukur, maka surat/peta/gambar ukur yang dihasilkannya seakan-akan tanah kosong, tanah murni sudah dibebaskan, padahal sarna sekali tidak pernah dibebaskan, sementara Surat/PetaiGambar Ukur yang diberikan kepada masyarakat termasuk PELAPOR ada rincikan bidang-bidang sesuai pemilik tanah, akan tetapi tidak ada namanya, jadi kalau Peta maka tidak ada satupun nama pemilik tanah yang tertera di Peta itu, ternyata nama-nama pemilik tanah malah dibuatkan dalam satu daftar · larnpiran khusus, hal ini tidak lazim _dalam membuat sebuah Gambar Ukur atau Peta, patut diduga hal seperti ini adalah perbuatan dengan sengaja, karena ada maksud lain yang hendak dicapai, setidak-tidaknya dapat mengelabui orang-orang tertentu, karena apabila · melihat Gambar Ukur atau Peta buatan
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
BPN tersebut secara sepintas, rnaka kesan yang ditirnbulkan seakan tanah kosong, tidak ada pernilik lagi. Hal ini dapat dilihat dari Surat/Peta/Garnbar Ukur yang diterirna oleh rnasyarakat. Akan tetapi, Surat/Peta/Garnbar Ukur oleh Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat yang diberikan kepada PT SAMP dapat diduga adalah Peta Global, seakan-akan tidak ada lagi pernilik tanah, seakan-akan sernuanya sudah dibebaskan, seakanakan sernuanya sudah rnumi rnilik PT SAMP. Padahal buktinya sangat jelas, bahwa pengukuran itu saja bisa berjalan lancar, karena rnasyarakat '. sebagai pernilik tanah sendiri bersedia sebagai penunjuk batas. Dalarn hal ini dapat diduga pula, bahwa Kanwil Pertanahan Propinsi Jawa Barat telah rnernbuat Surat/Peta/Garnbar Ukur palsu, atau sekurang-kurangnya ada dua Suratlatau dua Peta/atau dua Garnbar ukur, yang satu untuk PT SAMP, dan yang satu lagi untuk rnasyarakat, yang saling berbeda isinya, atau isinya palsu. Buktinya, di atas areal tanah seluas kurang lebih 350 Ha itu, terdapat bidang-bidang tanah yang sudah bersertifikat, bukan sudah kosong, atau sudah dibebaskan oleh PT SAMP. Kernudian ada beberapa bidang tanah yang sudah rnernperoleh kekuatan hukurn tetap berdasarkan Putusan Peninjauan Kernbali Mahkarnah Agung RI yang rnenyatakan bahwa tanah tersebut adalah hak rnilik orang perorang, bukan sudah kosong, atau sudah dibebaskan oleh PT SAMP. Kernudian, rnasih banyak bidangbidang tanah rnilik adat berupa sawah, bukan sudah kosong, atau sudah dibebaskan oleh PT SAMP. Narnun, sernua yang tersebut di atas dianggap kosong, tidak ada sertifikat, tidak ada PK MA RI, tidak ada tanah sawah rnilik adat, dU. Diduga kuat, bahwa Surat/Peta IGarnbar Ukur Kanwil Pertanahan
Propinsi Jawa Barat yang diberikan kepada PT SAMP adalah Peta Global. Jadi sudah jelas sekali bahwa Surat/Peta IGarnbar Ukur itu isinya tidak sernestinya (tidak benar), atau isinya palsu. Masalah Surat Pelepasan Hak Pada sekitar tahun 1970an sarnpai dengan tahun 1973 telah diadakan pengukuran tanah, atau klasiran yang dilakukan oleh KDL (Kantor Dinas Luar) Cirebon, pada bidang-bidang tanah yang terletak di Desa Margarnulya, Desa Wanakerta dan Desa Wanasari Kec. Telukjambe kini Kec. Telukjarnbe Barat Kab. Karawang Prop. Jawa Bara!. Petugas Ukur dari KDL Cirebon narnanya Hasyirn, . dan yang rnendarnpinginya adalah Sdr. Hun, yang saat itu rnenjabat sebagai Kepala Dusun I RK Desa Margakaya, sekarang Desa Margarnulya. Sebelurn diadakan klasiran oleh KDL Cirebon, di areal tanah tersebut sudah ada garis pernisah antara tanah yang dikuasai oleh Kehutanan dan tanah yang dikuasai oleh rnasyarakat, garis pernisah tersebut dinarnakan Sekat Bakar, yang rnernbuat garis pernisah ini adalah Kodarn 3 Siliwangi dulu Kodarn 6 Siliwangi, garis pernisah tersebut juga biasa disebut TOP DAM. Jauh sebelurn tanah tersebut diklasir/dirincik oleh KDL Cirebon, tanah tersebut sudah dikuasai/digarap oleh rnasyarakat sejak tahun 1950an. Pada tahun 1973 sarnpai dengan tahun 1974, keluar Girik atau Kikitir yang diterirna rnasyarakat dari KDL Cirebon, akan tetapi pada tahun 1974 itu juga Girik-Girik terse but ditarik, atau dikurnpulkan kernbali oleh Kepala Desa Margakaya saat itu, yaitu Sdr. H. Ernbeh. Alasannya; Girik tanah dikurnpulkan untuk rnengetahui luas tanah (rnaklurn waktu itu belurn ada foto kopi),jadi untuk rnengetahui luas tanah rnaka Girik Tanah asli yang. ditarik, karena tanah tersebut 26
Kasus Karawang: Warisan Sengketa Tanah Rakyat Yang Berkepanjangan (Tim Penelili PKHK)
ada Perusahaan dari Jakarta yang benninat mau menyewa dengan jangka waktu 3 tahun, Perusahaannya adalah PI Dasa Bagja, harga sewaan yang diterima melalui orang suruhan. H. Embeh Kepala Desa saat itu, Rp 10.000,- perhektar atau Rp 1.- permeter, kenapa dihitung penneter, karena luas tanah masingmasing tidak sarna, jadi untuk adilnya dihitung penneter. Pada saat itu (1974) diadakan Rapat Kelompok/ Penyuluhan, yang langsung dipimpin oleh Solihin Mustari, B.A. Camat Ielukjambe kini Ielukjarnbe Barat, penyuluhan diadakan di halaman rumah Sdr.. Masna (salah satu pemilik tanah) di Kampullg Kiarajaya Desa Margakaya kini Desa Margamulya Kec. Ielukjambe Barat Kab. Karawang Prop. Jawa Barat, disaat penyuluhan itu. Camatmengatakan dengan tegas danjelas dan didengar oleh seluruh yang hadir, bahwa tanah-tanah masyarakat tersebut akan disewa oleh Perusahaan dari Jakarta namanya PI Dasa Bagja, tanah tersebut akan disewa selama 3 tahun, apabila tanaman penghijauan seperti kapas tumbuh subur maka akan diperpanjang sewanya akan dilanjut dengan jual-beli, penyuluhan Carnat ini memang tidak tertulis tetapi masyarakat menulisnya dalam hati, maklum jaman dulu jangankan Camat yang berbicara, RI atau Hansip saja yang berbicara, rakyat sudah tunduk dan taat serta sangat percaya. Penanaman telah dilakukan sejak tahun 1975, akan tetapi tidak dirawat dengan baik jadi hanya ilalanglah yang tumbuh subur, dan sebagian besar dirusak oleh babi hutan. Karena tanaman penghijauan tidak ada kemajuan, maka secara perlahan-lahan bahkan sebelum sampai jatuh tempo 3 tahun, orang-orang dari Perusahaan PI Dasa Bagja sudah meninggalkan lapangan. Setelah jatuh tempo 3 tahun berlalu, rakyat pemilik tanah menanyakan Girik tanah mereka 27
kepada H. Embeh sebagai Kepala Desa mereka, dan juga sebagai orang yang menyuruh RI dan Hansip menarik GirikGirik tanah dari tangan masyarakat. Pada saat itu kata H. Embeh, Girik akan segera kita tarik, kalian percayakan saja pada saya, jangan pusingkan dengan surat tanah, mulai sekarang masuk kembali dan menggarap kern bali pada bidang tanahnya masing-masing. Sejak saat itu, yaitu mulai pada tahun 1978 sejak disuruh menggarap kembali oleh Kepala Desa dan seterusnya sampai hari ini tetap digarap oleh masyarakat, dan setiap tahun membayar Pajak Bumi dan Bangunan seperti biasa sampai hari ini (maksudnya tahun ini), kemudian sekitar tahun 1992 turun penagihan Pajak berupa SPPI, kata Parta Kades pengganti H. Embeh, bahwa SPPI ini sebagai pengganti Girik tanah, karena pemahaman bahwa SPPI adalah sebagai pengganti Girik Ianah, maka sejak keluamya SPPI, masyarakat tidak pemah menanyakan lagi Girik tanah masyarakat kepada Bapak Kepala Desa, pokoknya dengan dasar adanya SPPI masyarakat siap membayar Pajak, dan kebetulan SPPI tiap tahun keluar, jadi tiap tahun masyarakat bayar Pajak sampai hari ini (tahun ini). Sejak tahoo 1978, masyarakat masuk menggarap kernbali sesuai petunjuk Kepala Desa, sejak saat itu sarnpai hari ini tidak pemah sarna sekali rnendapat teguran apalagi larangan dari PI Dasa Bagja, atau suruhannya, dan untuk PI Dasa Bagja sejak meninggalkan tanah masyarakat pada tahun 1977 sarnpai hari ini tidak pemah kembali lagi. Masalab baru rnuncul ketika rnuncullah PI SAMP yang mengklairn tanah seluas 350 Ha tennasuk tanah masyarakat sebagai kawasan yang telah dibebaskannya berdasarkan Akta Pengoperan dan Surat Pelepasan Hak yang katanya termasuk Surat Pelepasan Hak yang ditandatangani masyarakat. Masyarakat sarna
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
sekali tidak pemah mengetahui adanya Surat Pelepasan Hak tersebut. Setelah diselidiki temyata Surat pelepasan Hak tersebut dibuat dalam formulir kosong tanpa nama, tanpa batas-batas tanah, dan tanpa tanda-tangan masyarakat. Masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok dari dulu sampai sekarang, sarna sekali tidak mengenal orang-orang Perusahaan PT Dasa Bagja, sama sekali tidak pemah bertemu, tidak pemah bermusyawarah, tidak pemah ada negosiasi tentang harga tanah, tidak pemah menandatangani kuitansikuitimsi, tidak pemah menandatangani Surat Pelepasan Hak Atas Tanah. Dalam urusan sewa tanah 3 tahun oleh PT Dasa Bagja hanya melalui petugas Rt., Wakil Rt dan Hansip yang ada di Desa, sedangkan orang-orang perusahaan PT Dasa Bagja, benar-benar masyarakat tidak pemah tahu dan tidak mengenalnya karena tidak pemah bertemu. Dengan pejabat-pejabat bidang Pertanahan di Kab. Karawang yang namanya Moh. Kanapi juga tidak pemah mengenal, apalagi menandatangani Surat Pelepasan Hak Atas Tanah masyarakat di hadapannya. Masyarakat memang pernah menerima uang sewaan tanah selama 3 tahun, ada yang menerima melalui orang suruhan H. Embeh Kepala Desa Margakaya saat itu dan ada yang melalui orang suruhan Anden Kepala Wanakerta
saat itu, orang suruhannya antara lain melalui RT, ada yang melalui Wakil RT ada yang melalui Hansip, namun ada juga yang tidak menerima sarna sekali. Ini intinya menurut masyarakat Surat Pelepasan Hak adalah f1ktif dan palsu. Namun, sayangnya, SPH-SPH palsu ini telah digunakan oleh PT SAMP untuk memenangkan hak atas lahan seluas 350ha di pengadilan. Penutup Sengketa tanah Karawang ini berpotensi konflik. Tidak ada jalan lain bagi masyarakat maupun PT SAMP kecuali duduk bersama untuk menyelesaikan hal ini. Masyarakat tentu saja menginginkan hakuya atas tanah yang dikuasai dan dikelolanya itu beserta seluruh isinya harus dihargai sebagaimana mestinya. Apabila, PT SAMP dapat melakukan pembebasan atas tanah mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari sisi PT SAMP, tidak ada jalan lain bagi PT SAMP selain mempertimbangkan alternatif untuk duduk bersama. Tidak bisa lagi bagi PT SAMP untuk kembali mempersoalkan uang kompensasi "opergarap" yang pemah diberikan kepada PT Dasa Bagja sebagai bentuk dari pembebasan tanah karena tata cara pengoperan itu sulit untuk dipertanggungjawabkan secara hukum karena bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku bahkan berbau korupsi karena tanah negara kok bisa dipeIjualbeIikan apalagi dengan dalil "opergarap". Tambahan lagi, "opergarap" bukan berarti memiliki tetapi tetap saja harus melakukan ';pembebasan" atas lahan yang masih dikuasai oleh pihak lain.o Dikumpulkan oleh:
Folo: Dokumen Jumal Keadilan
Pusal Kajian Hukum.dan Keadilan, Jakarta
28