Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
Triyanto
KASTURI, PERAJIN KERAMIK MAYONG LOR JEPARA: SEBUAH MODEL ADAPTABILITAS DALAM PENGEMBANGAN SENI TRADISI Oleh: Triyanto (Penulis adalah dosen Jurusan Seni Rupa FBS Unnes, Magister Antropologi, HP 08122813596)
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji masalah model adaptabilitas Kasturi dalam mengembangkan usaha seni tradisinya. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Sasaran penelitiannya model adaptabiltias Kasturi. Lokasi penelitiannya di Desa Mayong Lor Jepara. Teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan, wawancara mendalam, dan pengumpulan bahan dokumen. Data penelitian dianalisis secara sosio-budaya dengan model siklus interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model adaptabilitas Kasturi mampu digunakan untuk tetap bertahan (survive) dalam mengembangkan usaha seni tradisinya dan mampu menyesuaikan diri (adaptif) dengan tuntutan perubahan pasar. Unsur-unsur penting yang menjadi faktor penentu adaptabilitasnya itu ialah pola berpikir yang positif, kebutuhan yang kuat untuk berkembang, pemahaman yang baik terhadap perubahan, dan strategi adaptasinya dalam menghadapi perubahan melalui proses belajar dan modifikasi budaya. Disarankan Kasturi perlu melakukan pembukuan sederhana, pendokumentasian karya, dan pengembangan pemasaran melalui internet. Kata Kunci : Keramik, perubahan, adaptabilitas, proses belajar, modifikasi budaya
Pendahuluan Desa Mayong Lor sebagai salah satu desa di Kecamatan Mayong Jepara, secara historis telah lama dikenal sebagai daerah sentra industri seni kerajinan keramik tradisional atau seni gerabah rakyat. Potensi dan usaha ini telah menjadi identitas, trade mark, kebanggaan, dan sumber ekonomi desa dan warga masyarakatnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun demikian, sebagai akibat perubahan atau perkembangan zaman, ruang gerak usaha tersebut mulai menyempit dan bahkan memperlihatkan tandatanda kepunahan karena banyaknya usaha perajin yang gulung tikar sebagai akibat kalah bersaing dengan produk-produk sejenis yang dibuat oleh industri modern. Ini terjadi karena banyak perajin yang tidak memiliki kemampuan beradaptasi secara baik terhadap perubahan lingkungan. Hal ini jika tidak ditangani sungguh
sangat memprihatin-kan, karena pada saatnya nanti warisan budaya itu tinggal menjadi kenangan atau cerita bagi generasi berikutnya. Untuk itu perlu dipikirkan cara memberdayakan para perajin agar mampu beradaptasi secara baik terhadap perubahan lingkungan sehingga dengan kemampuan adaptasinya itu mereka dapat mempertahakan usahanya. Berkenaan dengan hal ini, mereka perlu dibekali dengan strategi adaptasi dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan. Kasturi, sebagai warga masyarakat Desa Mayong Lor, adalah seorang tokoh perajin seni keramik yang, hingga kini, masih survive (bertahan) dalam mengembangkan usahanya. Karya-karya yang diproduksinya bukan hanya banyak dikonsumsi oleh masyarakat domestik, tetapi juga banyak diminati oleh masyarakat mancanegara. Melalui proses kreatifnya,
Vol. VI No. 2 Juli 2010
153
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Triyanto
ternyata ia mampu melakukan adaptasi secara baik terhadap perubahan atau perkembangan zaman sehingga usahanya tetap bisa bertahan dan berkembang. Dengan kata lain, ia memiliki adaptabilitas dalam mengembangkan usahanya. Bagaimana cara ia berpikir, memahami, dan kemampuan menentukan langkah-langkah strategi adaptasinya dalam mengembangkan usahanya tersebut menjadi masalah yang perlu dianalisis secara sosio-budaya (holistik) agar dapat dikonstruksikan menjadi sebuah model adaptabilitas empirik. Penelitian ini, bertujuan ingin memahami, menjelaskan, dan mengonstruksikan model adaptabilitas yang dibangun oleh Kasturi sebagai seorang tokoh perajin dari Desa Mayong Lor Jepara dalam usaha mengembangkan usaha seni tradisinya.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis sebagai pengayaan konsep-konsep atau teori adaptasi manusia dalam menghadapi perubahan lingkungannya. Selain manfaat yag bersifat teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat praktis, yaitu sebagai informasi dan masukan empiris kepada para perajin seni tradisi pada umumnya dan seni keramik pada khususnya serta kepada pemilik otoritas atau pihak terkait lainnya yang memiliki tugas dan kewajiban dalam membina pelestarian dan pengembangan seni tradisi di bumi Nusantara ini. Tinjauan Pustaka Secara harfiah kata adaptabilitas, sebagai serapan dari kata adaptability (Inggris), artinya adalah kemampuan beradaptasi. Kata adaptasi itu sendiri berarti penyesuaian terhadap lingkungan. Beradaptasi berarti menyesuaikan (diri) terhadap lingkungan (Depdikbud 1989: 5). Adaptasi membantu manusia untuk menyesuaikan atau menyelaraskan kembali
154
kehidupannya sehingga dapat berjalan sesuai dengan lingkungan baru yang dihadapi. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang bersifat umum dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia (Blog 2009). Konsep adaptasi, yang telah digunakan paling tidak pada awal abad ke-17, mengacu pada keadaan mahluk untuk menyesuaikan dengan beberapa kondisi, dan pada akhir abad ke-18 mengacu pada proses modifikasi sesuatu agar sesuai dengan kondisi yang baru (Alland Jr & Mc.Cay 1973:144). Moran (1979) melihat kemampuan adaptasi manusia sebagai respon terhadap ketidakleluasaan atau hambatan-hambatan (constraints) dari lingkungan yang dihadapinya. Oleh karena itulah, studi tentang adaptasi manusia cenderung menekankan pada kekenyalan respon manusia terhadap berbagai lingkungan yang dirasakan menimbulkan ketidakleluasaan itu. Dalam proses ini, penyesuaian fisikal, perilaku, dan budaya terhadap perubahan lingkungan menjadi faktor yang menentukan keberhasilannya. Menurut Rappaport (1971:166) ada dua pengertian adaptasi sebagai berikut: (1) adaptasi sebagai perilaku responsif mahluk hidup dalam mengubah keadaan mereka untuk menghadapi lingkungan yang berubah, dan (2) adaptasi sebagai perilaku responsif memelihara keseimbangan mereka dengan perubahan lingkungan. Sementara itu, Bennet (1982:7) menjelaskan bahwa baik individu atau kelompok kemampuan untuk mengatasi dan bertahan terhadap tantangan lingkungan dapat didefinisikan sebagai adaptasi. Roy Ellen (dalam Prasetijo 2009) membagi tahapan adaptasi dalam 4 tipe sebagai berikut. Pertama, tipe phylogenetic yang bekerja melalui adaptasi genetik individu lewat seleksi alam. Kedua, tipe modifikasi fisik dari phenotype/ciri-ciri fisik. Ketiga, tipe proses
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
belajar. Keempat, tipe modifikasi kultural. Dari empat tahapan itu, modifikasi budaya bagi Ellen menjadi supreme atau yang teratas bagi homo sapiens, artinya adaptasi budaya dan transmisi informasi dikatakannya sebagai pemberi karakter spesifik yang dominan. Manusia dilahirkan dengan kapasitas untuk belajar seperangkat sosial dan kaidah-kaidah budaya yang tidak terbatas, sehingga kemudian fokus perhatian adaptasi menurut Ellen seharusnya dipusatkan pada proses belajar dan modifikasi budaya. Lebih lanjut Hardestry (dalam Prasetijo 2009) menjelaskan bahwa ada 2 macam perilaku adaptif, yaitu perilaku bersifat idiosyncratic (cara-cara unik individu dalam mengatasi tantangan lingkungan) dan adaptasi budaya yang bersifat dipolakan. Secara singkat, berdasarkan beberapa konsep atau penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa adaptabiltas manusia dalam menghadapi lingkungan setidaknya ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu: (1) bagaimana individu yang bersangkutan melakukan proses belajar, (2) bagaimana individu yang bersangkutan mampu melakukan modifikasi budaya tradisinya dengan budaya baru yang dihadapinya. Proses kreatif adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mengem-bangkan gagasan-gagasan baru dan mewujudkannya dalam berbagai perilaku yang menghasilkan sesuatu yang, tentu saja, memiliki nilai kebaruan (khas, unik, dan berbeda). Proses ini muncul sebagai bentuk respon atas rangsangan, tantangan, atau permasalahan yang tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang konvensional atau lama. Bagi orang-orang yang kreatif, dengan ciri-ciri seperti telah dikemukakan di atas, dalam meng-hadapi satu situasi atau masalah sesulit apa pun, ia justru menjadi tertantang untuk berpikir, memahami, dan mencari solusi dengan cara-cara yang unik agar dapat mengatasinya dengan baik.
Triyanto
Dalam pandangan Sayuti (2004) proses kreatif dilihatnya sebagai proses pembelajaran bagi seseorang (seniman) untuk melaksanakan conscientization atau penyadaran terusmenerus. Penyadaran itu berlaku bagi dirinya sendiri, sebagai upaya menjadi subjek, sebagai pelaku yang sadar, yang bertindak untuk mengatasi realitas yang mengondisikannya.Bagi seniman sejati, dalam perspektif Freirean, realitas kehidupan itu bukan merupakan sesuatu yang ada dengan sendirinya dan karena itu harus diterima sebagaimana adanya. Manusia harus menggeluti realitas itu dengan sikap kritis dan kreatif sepenuhnya hingga akhirnya ia akan sampai pada pikiran dan tidakan praktis tertentu, yakni memahami dan menyadari realitas kehidupan sekaligus berhasrat untuk mengubahnya atau mencoba mengatasi situasi-situasi batas yang mengekangnya. Oleh karena itu, orang yang kreatif akan mudah mengatasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang dihadapi, sehingga ia akan tetap dapat mempertahankan dirinya (survive). Dapat ditegaskan bahwa proses kreatif, sesungguhnya, adalah suatu bentuk upaya menuju adaptasi. Keramik adalah benda-benda yang dibuat dari tanah liat yang dibakar dengan suhu tertentu. Secara umum, dilihat dari suhu pembakarannya, keramik dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu keramik bakaran rendah atau sering disebut sebagai gerabah lunak dengan suhu pembakaran di bawah 1.050 derajat Celsius dan keramik bakaran tinggi dengan suhu pembakaran di atas 1.050 derajat Celsius yang biasanya disebut porselin atau stone were (Yumarta 1982:11). Jenis keramik bakaran rendah atau gerabah ini, dalam perjalanan sejarahnya berkembang melalui proses tradisi dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Artinya, keberlangsungannya diwariskan secara turun-
Vol. VI No. 2 Juli 2010
155
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Triyanto
temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pendidikan keluarga atau pendidikan masyarakat secara informal. Ia menjadi salah satu jenis kerajinan rumah angga yang menghasilkan benda-benda untuk memenuhi kebutuhan alat-alat rumah tangga sehari-hari atau kebutuhan sarana upacara tradisi (lihat: Yudoseputro 1986; Adhyatman 1987). Kendati penampilan bentuknya secara umum terlihat bersahaja atau sederhana, namun bukan berarti kehadiran keramik bakaran rendah itu kosong dari sentuhan nilainilai estetika. Betapa pun bersahaja atau sederhana penampilan bentuknya, ia tetap mengungkapkan suatu kreativitas artistik sesuai dengan cita rasa kebudayaan penciptanya (Rohidi 1993). Sebagai suatu jenis kategori seni kerajinan rakyat, keramik tradisional ini umumnya dibuat oleh suatu komunitas pedesaan berdasarkan warisan dari para orang tua atau pendahulunya. Dengan demikian, kerajinan keramik rakyat di pedesaan, sesungguhnya, dapat dikategorikan sebagai sebuah fenomena karya seni tradisi. Metode Penelitian Sesuai dengan masalah dan fokus kajian, secara metodologis, penelitian ini memilih pendekatan kualitatif. Secara lebih spesifik, operasional pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan etnografis. Sasaran penelitian ini adalah analisis sosio budaya terhadap proses kreatif sebagai wujud implementasi adaptabilitas seorang tokoh perajin Kasturi dalam mengembangkan usaha seni tradisinya di tengah-tengah perubahan atau perkembangan lingkungan. Lokasi penelitian ini adalah Desa Mayong Lor Jepara. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
156
pengamatan, wawancara mendalam, data pengalaman individu (individual’s life history), dan dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis sosiobudaya. Yang dimaksud dengan analisis sosiobudaya adalah cara menganalisis dengan menempatan persoalan yang dikaji sebagai satuan sistem sosio-budaya. Secara khusus, operasionalisasi dari penggunaan pendekatan analisis sosio-budaya tersebut akan diimplementasikan melalui analisis kualitatif dengan merujuk model analisis siklus interaktif sebagaimana disarankan oleh Miles dan Hubermen (1992). Prosedur analisis ditempuh melalui proses reduksi, penyajian, dan verifikasi data. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kasturi: Profil Tokoh Perajin Kreatif Keramik Desa Mayong Lor Sebagai seorang tokoh perajin kreatif yang hanya berpendidikan SMP (tidak sampai lulus), Kasturi menjadi rujukan atau tumpuan warga masyarakat sekitar dalam mengatasi dan/atau mengerjakan kagiatan-kegiatan yang bernuansakan seni. Pendek kata, ia bukan hanya dikenal sebagai tokoh perajin keramik yang kreatif, tetapi ia juga mendapat julukan sebagai seniman yang serba bisa.Karena julukan inilah, ia kemudian oleh warga masyarakat diberi julukan Mbah Modin, sebuah nama yang bermakna sebagai orang yang arif dalam menyelesaikan masalah. Karena ketokohan dan kiprahnya tersebut, Kasturi sempat dipercaya menjadi salah satu anggota pengurus Badan Perwakilan Desa (semacam Dewan Perwakilan Rakyat Desa) Mayong Lor pada periode 20022007 yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa ia memilki wawasan, pemikiran, atau pengalaman yang baik dalam menangani masalah-masalah
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
kemasyarakatan. Di masyarakat, selain dikenal sebagai seorang aktivis, ia juga sangat disegani karena sikap, tindak-tanduk, dan perbuatannya yang santun, ramah, dan suka membantu tetangga nirpamrih. Tidak hanya sampai di situ, karena ketokohannya di bidang keramik itu, acapkali Kasturi diminta oleh berbagai pihak, baik instansi pemerintah atau swasta, untuk menjadi juri dalam berbagai lomba bidang keramik. Bahkan, sebuah SMK Swasta di Jepara menjadikan dirinya sebagai salah seorang guru luar biasa untuk mengajar seni keramik bagi siswa-siswanya. Termasuk bengkel kerjanya juga selalu menjadi langganan praktek industri keramik siswasiswa SMK. Pola Berpikir Kasturi dalam Memaknai Usaha Seni Tradisinya Kasturi sebagai seorang perajin keramik atau gerabah, memiliki pola pikir yang boleh dikatakan berbeda dengan perajin pada umumnya. Ia sangat inovatif, terbuka, pantang menyerah, optimistik dan berani mengambil risiko. Berdasarkan hasil wawancara dengannya jelas bahwa ia selalu ingin mencoba hal-hal yang baru terutama di dalam membuat karya keramik. Berdasarkan pengamatan terhadap karya yang ia buat jelas menunjukkan bahwa ia tidak begitu suka membuat karya yang bentuknya ’ajeg’, kecuali yang pesanan. Ia lebih suka membuat bentuk-bentuk baru bahkan yang belum pernah ia lakukan sama sekali. Menurut Kasturi, seorang perajin harus berpikiran maju dan berorientasi ke masa depan. Di dalam memberi saran terhadap para perajin muda, ia selalu mengatakan bahwa seorang perajin jangan bekerja dengan imbalan atau upah yang hanya dapat untuk hidup sehari. Seorang perajin dalam bekerja hasilnya harus paling tidak bisa untuk hidup selama dua hari. Jadi jika seorang perajin
Triyanto
bekerja satu minggu maka hasilnya harus bisa untuk hidup selama dua minggu. Demikian juga seorang perajin yang bekerja satu bulan penuh maka hasilnya harus bisa untuk hidup selama dua bulan, demikian seterusnya. Pola pikir seperti itu, tentu saja, sangat luar biasa dan sangat inovatif bagi seorang perajin. Kasturi kecuali sangat inovatif juga optimistik. Sikap inovatif dan optimistik memang sangat berkaitan. Orang tidak akan berani melakukan tindakan inovatif jika tidak optimis dan yakin bahwa segala usahanya itu pasti akan membawa keberuntungan. Perilaku inovatif adalah perilaku yang dapat menghasilkan hal-hal yang baru. Perajin tradisional bisanya tidak berani melakukan tindakan seperti itu. Perajin tradisional biasanya melakukan pekerjaan yang rutin dengan hasil yang tetap. Kasturi yakin bahwa semua hasil pekerjaannya yang inovatif dan kreatif pasti akan dihargai dan dibeli orang. Oleh karena itu ia senantiasa optimistik dalam melakukan pekerjaannya. Kegiatan membuat kerajinan keramik yang dilakukannya selama bertahuntahun itu masih ia lakukan hingga kini. Meskipun berbagai hambatan dan kendala selalu ada di depannya, tetap saja dihadapi dengan penuh semangat dan pantang menyerah. Pola pikir lain dari seorang Kasturi adalah sikap keterbukaannya. Ia meskipun telah berpengalaman dalam bidang pembuatan keramik, tetap saja merasa bahwa keterampilannya itu masih belum cukup dan untuk itu ia harus belajar. Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan di bidang keramik maka ia tidak keberatan jika harus mengikuti pelatihan atau penataran di bidang usaha keramik. Ia mau belajar dari siapa saja, baik dari perajin lokal maupun dari manca negara. Sikap lain yang juga ada pada diri Kasturi adalah sikapnya yang pantang menyerah. Meskipun ia berpendidikan rendah, ia tidak
Vol. VI No. 2 Juli 2010
157
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Triyanto
takut belajar pada orang yang tingkat pendidikannya jauh lebih tinggi dari dirinya. Ia tidak merasa rendah diri atau merasa inferior jika berkumpul dengan teman atau orang yang lebih tinggi pendidikannya. Justru bagi dia bergaul dengan orang yang pintar dan terampil akan lebih menguntungkan jika dibanding dengan mereka yang tidak pintar. Kasturi termasuk perajin keramik Mayong yang berani mengambil risiko. Ia tidak pernah bosan mencoba membuat bentuk-bentuk baru yang belum pernah ia lakukan. Ide-ide baru selalu muncul dalam pikirannya dan dengan penuh semangat ia senantiasa mengungkapkan ide-idenya itu dalam bentuk karya keramik. Lepas dari persoalan laku atau tidak, tetap saja ia melakukannya dengan tidak pernah bosan. Karya ’eksperimental’ seperti itu tentu saja tidak mesti laku, namun tetap saja ia lakukan. Bagi Kasturi, mencoba hal-hal yang baru terasa menantang dan menyenangkan jika usahanya itu berhasil. Kasturi sangat menyukai tantangan itu dan kegagalan bagi Kasturi merupakan pelajaran yang sangat berharga. Terakhir, bagi Kasturi, kegiatan mengembangkan usaha seni keramik dipandangnya sebagai sumber mata pencaharian pokok yang diyakini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Ia merasa yakin dengan usahanya itu akan mendapat penghasilan sebagai sumber nafkah bagi keluarganya. Ia percaya bahwa keterampilannya itu merupakan karunia Allah Swt. yang patut disyukuri dan dimanfaatkan untuk mencari rezeki yang halal. Allah Swt pasti akan memberi rezeki bagi hambanya yang bekerja secara sungguhsungguh dan ikhlas karena mengharap ridhoNya, demikian sikap dan pola Kasturi dalam memaknai usahanya.
158
Pemahaman Kasturi terhadap Perubahan Lingkungan Memahami perubahan lingkungan alam yang terkait dengan perubahan asal sumber bahan baku, Kasturi melihatnya sebagai sebuah tantangan tersendiri bahwa dengan pengadaan sumber bahan baku yang harus diperoleh dari luar daerahnya, dari segi biayanya tentu lebih mahal. Sementara itu, dengan memproduksi barang yang bersifat tradisional yang masal dengan harga yang murah tentu tidak akan menguntungkan. Atas dasar pemahaman ini, ia mengambil sikap untuk memproduksi barang yang relatif irit bahan baku tetapi harganya bisa laku mahal. Sikap inilah yang menumbuhkan daya kreatifnya untuk memproduksi barang dengan desain baru. Ia memahami bahwa dengan sedikit bahan baku pembuatan barang keramik dengan kreasi baru akan memberi keuntungan yang relatif memadai, selain hal itu bisa lebih mengendalikan pengeksploitasian sumber bahan baku. Era pasar modern yang bebas, jelas telah membawa perubahan pola-pola hubungan sosial, terutama, terbukanya interaksi antar pelaku usaha dalam menjalin hubungan kerja yang lebih terbuka. Dalam kondisi seperti itu jaringan interaksi para pelaku usaha, meniscayakan diperlukannya suatu pola interaksi yang lebih intensif melalui berbagai jaringan komunikasi yang ada. Terkait dengan hal ini, usaha seni keramik tradisi yang hanya mengandalkan jaringan sendiri dalam memasarkan produk usahanya, niscaya sulit dapat mengakses peluang pasar yang lebih luas. Memahami kondisi perubahan ini, Kasturi memberanikan diri membuat hubungan dengan pejabat pemerintah daerah dan para pengusaha ekspor mebel Jepara. Dengan cara seperti itu ia mendapat hubungan dengan konsumen. Baginya perubahan sosial yang terkait dengan hubungan jaringan sosial dalam
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
pemasaran ini, dipahami sebagai permasalahan yang harus ia hadapi dan atasi. Atas dasar pemahamannya inilah, ia merasa perlu melakukan berbagai komunikasi dengan berbagai pihak, mulai dari kalangan pejabat terkait, pengusaha eksportir permebelan di Jepara, dan perguruan tinggi yang dapat ia akses. Ia memiliki anggapan, dengan menjalin hubungan sosial dengan pihak-pihak tersebut, diyakininya akan membawa manfaat peningkatan citranya akan semakin dikenal luas oleh masyarakat. Terkait dengan perubahan budaya, terutama nilai-nilai selera pasar. Yang menuntut adanya nilai-nilai kebaruan, modernitas, efisiensi, efektivitas dalam pola pengonsumsian barang yang berorientasi pada peningkatan kualitas atau mutu barang dan diversikasi produk, Kasturi memahami perubahan itu merupakan suatu keniscayaan yang harus disikapi dengan melihatnya sebagai suatu tantangan yang harus dijadikan sebagai peluang. Pemahaman yang demikian ini telah mendorong dia ingin berusaha untuk mengadaptasi atau menyesuaikan perubahan dalam kaitannya usaha seni keramik tradisional dengan cara menjadikan karyanya menjadi keramik seni yang lebih unik, spesifik, dan artistik, melalui pengembangan desain dan teknologi berproduksi secara lebih modifikatif, kreatif, dan inovatif. . Proses Belajar dan Modifikasi Budaya: Strategi Adaptasi Kasturi dalam Mengembangkan Seni Tradisinya Tahapan atau langkah-langkah yang diambil oleh Kasturi sebagai perwujudan dari strategi adaptasi Kasturi dalam proses kreatif sehingga ia adaptif dengan perubahan lingkungan (tuntutan perubahan pasar), sesungguhnya telah ditempuh melalui serangkaian proses belajar yang panjang.
Triyanto
Kesadaran untuk meningkatkan diri melalui belajar sendiri dilandasi oleh pemikiran dan motivasinya untuk maju atau ingin mengubah keadaan agar dapat mengikuti perkembangan jaman yang dirasakannya pasti akan berubah. Di sini ia memiliki semacam feeling atau firasat bahwa pasar senantiasa menuntut produk-produk yang memiliki kebaruan. Bahwa konsumen akan mencari sesuatu yang beda dari yang sudah ada, itu merupakan suatu keniscayaan dalam industri seni, tak terkecuali dalam industri seni tradisi keramik sebagaimana yang telah difirasatkan oleh Kasturi. Sekarang apa yang dirasakan Kasturi tersebut telah menjadi kenyataan, yakni banyaknya permintaan konsumen untuk membeli keramik-keramik yang bernilai kreatif. Langkah belajar yang ditempuh Kasturi melalui keikutsertaanya dalam berbagai pelatihan, penataran, workshop yang diselenggrakan oleh IKIP Semarang (sekarang menjadi Unnes), Balai Besar Keramik Bandung, Departemen atau Dinas Perindustrian, Departemen atau Dinas Perdagangan dan Koperasi, Kadin, dan lembaga-lembaga lainnya yang peduli terhadap pengembangan industri kecil rakyat. Materi yang dipelajari mencakupi pengembangan desain, teknologi berproduksi, pemasaran, permodalan, dan managemen. Bahkan untuk keperluan itu, ia sempat belajar tentang keramik di Cina. Dalam menindaklanjuti hasil belajarnya, Kasturi tidak hanya sekadar menerima apa adanya apa yang telah diberikan oleh tim pembina, tetapi lebih dari itu atas dasar apa yang telah diterimanya itu, tetapi juga ia berusaha terus mempelajari lebih lanjut dan mengembangkan sesuai dengan potensi kreatif yang memang telah dimilikinya. Kegiatan pelatihan, baginya dijadikan sebagai ajang bereksperimen, berkreasi, dan berekspresi diri untuk mengasah kreativitasnya. Dari berbagai pendidikan dan pelatihan itu, ia mengakui banyak belajar
Vol. VI No. 2 Juli 2010
159
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Triyanto
tentang bagaimana menjadi perajin yang mandiri, ulet, tangguh, optimis, kreatif, dan inovatif dalam menjawab tantangan dan hambatan masa kini dan masa depan. Cara belajar lain tidak melalui kegiatan resmi seperti pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Kasturi ialah berkunjung ke sentra-sentra kerajinan keramik di berbagai daerah untuk melihat apa dan bagaimana para perajin di sentra yang ia kunjungi. Di sentrasentra yang dikunjungi, sambil melakukan pengamatan desain-desain dan teknik produksinya, ia juga bertukar pikiran dengan pengusaha keramik yang bersangkutan. Selain melalui proses belajar yang panjang untuk meningkatkan diri dalam upaya mengembangkan usaha seni keramik tradisinya, Kasturi juga melakukan suatu strategi adaptasi secara budaya. Pandangannya terhadap nilai-nilai kehidupan yang berorientasi ke depan begitu terbuka dengan tidak meninggalkan nilai-nilai tradisinya dalam mengembangkan usahanya. Dalam konteks seperti itu, terobosan budaya yang berani Kasturi lakukan terhadap nilai tabu bagi perajin lelaki untuk tidak menggunakan teknik putar adalah ia membuat alat putar yang sedikit berbeda dengan teknik putar yang digunakan oleh perempuan perajin. Jika alat perbot tradisional yang selama ini digunakan dengan posisi miring, maka ia berani membuat keramik dengan teknik putar dengan posisi tegak. Modifikasii budaya dalam hal teknik berproduksi ini dilakukan karena tanpa itu, ia tidak dapat berkreasi memenuhi pesanan konsumen yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan perajin di lingkungannya. Keberaniaannya ini dilakukan bukan hanya semata-mata karena hal itu merupakan tuntutan konsumen yang memesan barang kepadanya, tetapi lebih dari itu juga karena ia memiliki pandangan ke depan yang terbuka bahwa jika ia terpaku pada nilai tabu tersebut,
160
ia tidak akan dapat maju dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Ketika pasar atau konsumen telah menuntut bentukbentuk tertentu dengan teknik produksi yang berbeda dengan bentuk-bentuk yang telah lama ada maka tanpa berani mengubah (memodifikasi) teknik berproduksinya, ia beranggapan akan kehilangan pasar atau konsumen. Di segi yang lain, dalam pengembang-an desain keramik, Kasturi tidaklah mem-babibuta hanya memenuhi permintaan konsumen saja. Dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi, desain yang dipesan ia coba beri sentuhan-sentuhan tambahan variasi bentuk atau isian ornamen khas Mayong Jepara yang tidak mengubah desain pokok dari pesanan konsumen. Dengan cara ini, ia mencoba memadukan atau mengelaborasi dua budaya, yakni budaya dari konsumen dan budaya yang berasal dari tradisinya. Inilah kekhasan Kasturi, dengan kreatif ia dapat memenuhi selera pasar dengan tetap memberikan warna tradisi budayanya. Selain itu, pengembangan desain-desain baru keramik, diciptakan Kasturi tanpa melalui pesanan. Desain-desain baru yang diciptakan ini, jika diamati sesung-guhnya dapat dilihat sebagai perwujudan dari upaya mengembangkan bentuk-bentuk tradisional yang dipadukan dengan bentuk-bentuk lain yang bukan berasal dari daerahnya sendiri. Itu semua dilakukan secara sadar dengan harapan konsumen atau pasar memiliki pilihan alternatif bentuk-bentuk keramik yang khas atau berbeda. Kendati upayanya itu bersifat coba-coba atau penjajagan pasar, namun ia tetap optimis bahwa apa yang diciptakannya pasti akan laku dibeli. Langkah-langkah strategi budayanya itu, sesungguhnya, tidak dapat dipisahkan dari proses belajar panjang yang dilakukan oleh Kasturi. Keberaniannya mengambil risiko, secara budaya, meru-pakan perwujudan pola
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
berpikir dan pemahamannya menyikapi tantangan perubahan atau perkembangan lingkungan. Hasil Adaptasi Kasturi dalam Mengembangkan Seni Keramik Tradisinya Setelah berbagai upaya dilakukan melalui serangkaian strategi adaptasinya, yakni dengan tindakan konkret belajar dalam arti luas untuk meningkatkan diri dan memodifikasi budaya, akhirnya hingga sekarang Kasturi tetap mampu bertahan dengan pola produksinya yang kreatif-inovatif. dalam ataupun dari luar negeri, terutama yang menyukai keramik kreatif. Karena pola produksi yang berbeda itu pula, ia sangat dikenal luas oleh masyarakatnya dan pejabat pemerintah daerah setempat. Popularitasnya ini, telah menjadi semacam sarana promosi yang acapkali mendatangkan hoki tersendiri. Dari sinilah, pesanan demi pesanan mengalir tanpa ia duga sebelumnya. Bahkan, ia menjadi semacam benteng pertahanan terakhir bagi para perajin lain yang bila mendapatkan pesanan dengan desain tertentu namun mereka tidak sanggup mengerjakannya, kepada dialah akhirnya pesanan itu dialamatkan. Dari popularitas itu pulalah, cukup sering Kasturi mendapat pesanan ekspor untuk konsumen dari luar negeri. Selama menekuni usahanya, ia pernah mengekspor barang produksi kerajinan keramik tradisinya ke alamat pemesan kosumen yang berasal dari negara Belanda, Italia, Korea, Prancis, dan Australia. Fakta ini menunjukkan bahwa ia adaptif, yakni mampu menciptakan bentuk-bentuk kreatif yang diminati oleh pasar. Pasang surut usaha merupakan suatu keniscayaan dan itu juga dialami oleh Kasturi. Namun demikian, terlepas dari itu semua, nyatanya hingga sekarang ia tetap survive dengan usahanya itu. Kini, berkat usahanya itu, ia merasa bahagia
Triyanto
hidup bersama dengan keluarga. Dari segi ekonomi, boleh dikata ia berada di atas ratarata perajin lain di sekitarnya. Indikasinya, secara fisik, ia memiliki rumah permanen yang cukup baik dan artistik. Indikasi lain yang dapat dilihat ialah, kini, Kasturi telah memiliki kendaraan roda empat berupa mobil pick-up untuk sarana transportasi operasional kerja. Di segi lain, meskipun secara materi tidak dapat disebut berlebihan, namun kenyataannya ia mampu menyekolahkan anaknya hingga mencapai jenjang perguruan tinggi negeri di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Konstruksi Pemodelan Adaptabilitas Kasturi: Sebuah Pembahasan menuju Generalisasi Empirik Berdasarkan fakta-fakta empirik hasil analisis di atas, dapat dikonstruksi model, sebagai langkah induktif menuju generalisasi empirik, adaptabilitas yang dibangun oleh Kasturi dalam mengembangkan usaha seni tradisinya sebagai berikut.
Vol. VI No. 2 Juli 2010
161
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Triyanto
POLA BERPIKIR INDIVIDU PELAKU
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN USAHA
PEMAHAMAN TERHADAP PERUBAHAN
PERUBAHAN LINGKUNGAN
SURVIVE
STRATEGI ADAPTASI
ADAPTIF
PROSES BELAJAR
TINDAKAN PELAKU
MODIFIKASI BUDAYA
HASIL ADAPTASI (ADAPTABILITAS)
Penutup Simpulan Pertama, pola berpikir Kasturi dalam memaknai usahanya bersifat optimistis, inovatif, pantang menyerah, berani mengambil risiko, dan menganggap usahanya sebagai sumber nafkah yang dapat menjamin kehidupan keluarga dapat menjadi sumber nafkah dan dapat menjamin kehidupan keluarganya. Kedua, dalam menghadapi perubahan atau perkembangan lingkungan
162
yang terkait dengan usahanya, Kasturi memahaminya sebagai suatu keniscayaan perkembangan zaman yang tidak dapat dielakkan dan baginya, perubahan itu merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi sebagaii peluang. Ketiga, strategi adaptasi yang dikembangkan Kasturi, dilakukan melalui dua cara pokok, yaitu proses belajar yang tak kenal henti dalam meningkatkan diri dan modifikasi budaya dalam mengembangkan teknologi dan desain produk. Keempat, dari seluruh rangkaian upaya yang
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
dipikirkan dan dilakukan oleh Kasturi dalam upaya mengembangkan usaha seni tradisinya itu, ternyata membawa hasil ia mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dihadapi. Dengan merujuk dan menarik hubungan atas empat simpulan khusus tersebut, akhirnya dapat dikemukakan simpulan umum bahwa adaptabilitas sebagai suatu kemampuan berdaptasi sangat penting bagi perajin pada umumnya sebagai “modal dasar” dalam mengembangkan usahanya ketika mereka menghadapi perubahan lingkungan. Saran Pertama, dalam proses produksi, Kasturi perlu melakukan pembukuan sederhana secara tertib. Kedua, dalam membuat atau memenuhi pesanan barang dari konsumen, Kasturi perlu mendokumentasikan karyanya baik dalam bentuk master karya atau foto rekaman visualnya. Ketiga, Kasturi perlu belajar memasarkan produk dengan melalaui tekonologi informasi baik melalui e-mail atau situs internet. Daftar Pustaka Adhytman, S. 1987. Kendi: Wadah Air Minum Tradisional. Jakarta: PT. Yogyakarta. Alland Jr, A. and Mc Cay, B.1973. “The Concept of Adaptation in Biological of Social and Cultural Anthropology” In : Honigmann, J.J.(Ed).1973. Handbook of Social and Cultural Anthropology. Chicago: Rand McNally and Company, University of North Carolina, Chape Hill. Barker, C. 2005. Cultural Studies, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang. Bennet, J.W. 1976. The Ecological Transition: Cultural Anthropology and Human Adaptation. New York: pergamon Press Toronto.
Triyanto
Depdikbud 1989. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Blog, E. 2009. Memanfaatkan Sistem sebagai Parameter Keberhasilan Adaptasi. http:/ / blog.its.ac.id/freax. Geertz, C.1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books. Joyomartono, M. 1990. Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat. Semarang: IKIP Semarang Press. Miles, M.B. dan Huberman, M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan: T.R.Rohidi. Jakarta : UI Press. Moran, E.F. 1979. Human Adaptability : An Introduction to Ecological Anthropology. California: Wadsworth Publishing Company, Inc. Prasetijo, A. 2008. Adaptasi dalam Antropologi.http://prasetijo. wordpress.com Rappaport, R. 1971. “The Sacred in Human Evolution “ in: Annual Review Ecology and Systematic 2. Rohidi, T.R. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STISI. Sayuti, S.A. 2004. “Pendidikan Seni dalam Perspektif Kurikulum Berbasis Kompetensi: Beberapa Catatan Awal dalam Yayah Kisbiyah dan Atika Sabardila (eds).2004. Pendidikan Apresiasi Seni, Wacana dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya. Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial UMS. Yumarta, Y., dkk. 1982. Keramik. Bandung: Angkasa.
Vol. VI No. 2 Juli 2010
163
Triyanto
164
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni Tradisi
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Kasturi, Perajin Keramik Mayong Lor Jepara: Sebuah Model Adaptabilitas dalam Pengembangan Seni TradisiStudi Kasus
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Triyanto
165