31
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kemampuan Filter Mengalirkan Air Filter yang digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji kadar debu jatuh di udara, terlebih dahulu diuji kemampuannya dalam mengalirkan air. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan dimensi dustfall canister yang dibuat. Hasil perhitungan kemampuan mengalirkan air dari filter dibandingkan dengan curah hujan tertinggi yang terjadi di Indonesia. Curah hujan kota Bogor dipilih untuk mewakili curah hujan yang ada di Indonesia karena curah hujan di kota tersebut merupakan salah satu curah hujan tertinggi yang terjadi di Indonesia. Volume optimum dustfall canister hasil rancangan diperoleh berdasarkan data curah hujan tersebut. Kertas filter yang diuji adalah kertas filter biasa, kertas filter Whatman #1, kertas filter Whatman #41 dan kertas filter Whatman #42. Kertas filter Whatman #1 memiliki diameter pori 11 µm, kertas filter Whatman #41 memiliki diameter pori 20-25 µm sedangkan kertas filter Whatman #42 memiliki
Curah Hujan (mm)
diameter pori 2.5 µm. 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt Nov Des
Bulan
Gambar 9 Rata-rata curah hujan bulanan kota Bogor tahun 1996 - 2008 Pengujian filter dilakukan dengan mengalirkan air melalui filter dan mengalirkan air ditambah dengan debu. Air sampel yang digunakan berasal dari air biasa yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari, sedangkan sampel air ditambahkan dengan debu berasal dari pengambilan debu yang menempel pada
tanaman. Hasil pengukuran waktu yang dibutuhkan oleh filter untuk mengalirkan air disajikan dalam Gambar 10 dan 11. 1200
Volume Air (ml)
1000 800 600 400 200 0 0
2
4
6
8
10
Waktu (Jam) Kertas Filter Biasa
Kertas Whatman #1
Kertas Whatman #42
Gambar 10 Grafik kemampuan filter mengalirkan air 1000
Volume Air (ml)
800 600 400 200 0 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (Jam) Kertas Filter Biasa
Kertas Whatman 1
Kertas Whatman 42
Gambar 11 Grafik kemampuan filter mengalirkan air + debu 5.2. Disain Dustfall Canister Dustfall canister merupakan struktur penangkap dan penyaring debu jatuh di lapangan. Filter yang telah diaplikasikan di lapangan merupakan filter yang telah berisi sejumlah tertentu debu jatuh yang terkoleksi selama aplikasi dustfall canister di lapangan. Dustfall canister terdiri dari dua bagian yaitu rumah filter dan corong penangkap debu. Model awal dari canister terbuat dari corong plastik yang dihubungkan dengan rumah filter yang terbuat dari water mur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model awal canister yang dibuat kurang baik
33
karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model yang kedua ini memiliki diameter permukaan 16.5 cm dengan tinggi 33 cm serta volume 2.2 liter. Untuk mengetahui volume optimal dari corong dalam menampung air hujan maka dilakukan perbandingan antara curah hujan harian maksimum di suatu daerah dengan volume canister yang dibuat. Curah hujan yang diambil yaitu curah hujan Kota Bogor yang diasumsikan sebagai curah hujan tertinggi di Indonesia. Curah hujan harian tertinggi yang pernah terjadi berdasarkan data curah hujan Stasiun Klimatologi Dramaga yaitu 24.7 mm/hari. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa canister tersebut akan penuh terisi dengan air hujan selama kurang lebih dua setengah hari. Hasil perhitungan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan asumsi bahwa air hujan yang tertampung dalam canister tidak mengalir. Namun, disain canister hasil rancangan hanya akan melewatkan air hujan yang tertampung dalam canisiter. Jadi untuk pengukuran di lapangan, canister tersebut tidak akan penuh terisi oleh air hujan. Hasil perhitungan tersebut dianggap dapat mewakili volume optimum dari canister yang telah dibuat. Hasil pengujian juga menunjukkan hasil pengukuran yang sama dengan corong biasa namun memiliki bentuk yang lebih baik dan struktur yang lebih kuat. Perkembangan model canister terus dilakukan. Model canister yang kedua, secara teknis sudah dapat digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji (sampling) debu jatuh di lapangan. Namun yang menjadi kendala selanjutnya yaitu dimensi dari dustfall canister tersebut. Dustfall canister dengan diameter permukaan 16.5 cm dan dan tinggi 33 cm dianggap terlalu besar sehingga dalam hal transportasi ke lokasi sampling memerlukan tempat yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat dustfall canister model yang ketiga. Dustfall canister model ketiga tersebut tetap terbuat dari bahan polimer namun dimensinya lebih kecil. Dimensi dari dustfall canister tersebut yaitu memiliki diameter permukaan 12 cm dengan tinggi 29 cm. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan data pengukuran dustfall dengan menggunakan canister model kedua dan ketiga memberikan hasil pengukuran yang seragam.
Rumah filter yang digunakan terbuat dari water mur dengan diameter 1 inchi. Penentuan ukuran ini dipilih karena hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa dengan ukuran 1 inchi menunjukkan hasil pengukuran yang lebih seragam dibandingkan dengan ukuran 1.5 inchi. Hal ini juga didasarkan dengan melihat dari diameter filter yang tersedia di pasaran yaitu 4.7 cm sehingga cocok untuk digunakan ke dalam rumah filter. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
Kode Filter
F - 03
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
Gambar 12 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter berdiameter 1.5 inchi 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 04
F - 05
F - 06
Kode Filter
Gambar 13 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter berdiameter 1 inchi
35
5.3. Disain Filter Stabilisation Chamber Filter Stabilisation Chamber dirancang sebagai sebuah ruang kecil (chamber) yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi filter yang diaplikasikan dalam dustfall canister. Filter Stabilisation Chamber untuk pengukuran debu jatuh dirancang menggunakan sistem kontrol loop tertutup (closed loop). Sistem loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap pengontrolan. Sistem ini merupakan salah satu jenis pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran keluaran sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan dengan besaran yang diinginkan. Sedangkan sistem kontrol suhu yang digunakan berbasis PID (Proportional, Integral, Derivative). Pemilihan sistem kontrol berbasis PID ini didasarkan pada kemampuan kerja kontrol yang lebih stabil sehingga sensitifitas atau kecepatan responnya menjadi lebih besar. Sensor suhu yang digunakan yaitu termokopel tipe K. Pemilihan sesnsor tersebut didasarkan pada thermocontroller yang digunakan sudah mendukung pembacaan sensor suhu jenis tersebut. Termokopel tipe K merupakan sensor suhu elektrik dengan rentang suhu antara -200OC - 1350OC. Sensor suhu tersebut diletakkan di dalam ruang chamber untuk pembacaan kondisi suhu dalam chamber tersebut. Disain awal Stabilisation Chamber terbuat dari bahan akrilik (acrylic). Pemilihan material akrilik ini didasarkan pada kemudahan dalam membentuk ruangan dari material tersebut. Sistem pengontrolan suhu dalam ruang pengering filter sudah berlangsung dengan baik. Set point suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35oC dan 40oC. Set point 35oC merupakan suhu beberapa derajat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara ambien di kota-kota di Indonesia. Pengamatan kestabilan suhu dalam ruang chamber dilakukan tiap 1 menit selama 1 jam. Respon pengontrolan suhu berlangsung dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan suhu yang berlangsung dengan stabil dimana suhu dalam ruang stabilisasi tersebut tidak jauh melebihi set point suhu rancangan. Hasil pengujian Stabilisation Chamber yang terbuat dari material akrilik ini memiliki kelemahan. Material ini tidak tahan terhadap suhu mendekati 40 oC. Selama pengujian berlangsung rak tempat sampel melengkung akibat menerima panas yang berlebihan. Oleh sebab
itu, untuk menghindari resiko terjadinya
kebakaran pada alat, disimpulkan akrilik tidak cocok sebagai material dasar ruang stabilisasi filter debu jatuh. Disain Stabilisation Chamber selanjutnya dibuat dari bahan yang lebih tahan panas. Material yang kemudian dipilih yaitu material metal (besi). Untuk lebih memudahkan dalam pengerjaan material yang terbuat dari metal tersebut, maka ditetapkan panel listrik berbentuk kotak yang terbuat dari metal sebagai ruang stabilisasi filter. Respon kontrol yang diberikan oleh sistem kontrol menggunakan bahan ini juga berlangsung dengan baik. Dalam Stabilisation Chamber model kedua ini ruang stabilisasi dan sistem kontrolnya dipisahkan, namun demikian dihubungkan dengan kabel. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya hubungan pendek antara sistem kontrol dan ruang stabilisasi filter. Suhu dalam ruang tetap stabil selama proses stabilisasi filter. Grafik kestabilan suhu selama proses pengkodisian filter dapat dilihat pada Gambar 14. 42
Suhu ( oC )
40 38 36 34 32 30 0
10
20
30
40
50
60
Waktu ( Menit) Set Point : 35 C
Set Point : 40 C
Gambar 14 Grafik kestabilan suhu dalam ruang stabilisation chamber 5.4. Karakteristik Pengeringan Filter Debu Jatuh Kertas filter yang digunakan untuk pengujian laju penurunan kadar air filter selama disimpan dalam ruang stabilisasi filter adalah kertas filter Whatman #1. Kertas filter ini merupakan kertas filter yang lazim digunakan dalam sistem pengukuran debu jatuh. Kertas filter Whatman #1 memiliki diameter pori 11 µm. Dalam SNI No. 19 Tahun 1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh disebutkan bahwa filter yang digunakan untuk menyaring
37
debu jatuh yaitu filter jenis Whatman #41 dengan diameter pori 20-25 µm. Kertas filter Whatman #1 dan Whatman #41 memiliki karakteristik yang sama. Kertas filter tersebut terbuat dari bahan selulose. Filter yang digunakan untuk pengambilan contoh uji debu jatuh ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.0001 gram. Suhu yang digunakan dalam pengkondisian filter tersebut yaitu suhu 35 oC. Penimbangan filter dilakukan setiap satu (1) jam selama enam (6) jam. Hasil penimbangan filter selama berada dalam ruang stabilisasi sebelum dilakukan pengukuran di lapangan menunjukkan adanya penurunan berat filter. Berat filter menurun secara signifikan setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 1 jam pertama. Berat filter setelah 1 jam pertama tidak menunjukkan perubahan yang berarti atau dengan kata lain, perubahan berat sangat kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filter yang digunakan untuk pengukuran debu jatuh di lapangan sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam ruang stabilisasi (Stabilisation Chamber) selama kurang lebih 1 hingga 1.5 jam. Pengukuran debu jatuh dilakukan di sebuah pekarangan di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor, Jawa Barat dengan menempatkan alat penangkap debu (dustfall canister) selama tujuh (7) hari di lapangan. Lokasi penempatan alat penangkap debu jatuh di Margajaya tersebut merupakan kawasan pemukiman penduduk yang relatif jauh dari jalan raya. Setelah 7 hari filter kemudian diambil dan ditimbang guna mengetahui konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut. Filter yang baru diperoleh di lapangan tidak dapat langsung ditimbang karena kondisinya relatif basah. Hal ini juga untuk menghindari terbangya kembali debu yang telah tersaring di filter tersebut. Hasil penimbangan setelah dimasukkan ke dalam ruang stabilisasi menunjukkan adanya penurunan berat filter yang signifikan setelah 2 jam. Dari hasil tersebut diketahui bahwa berat filter sudah relatif stabil setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 3 jam.
Gambar 15 Grafik penurunan berat filter sebelum pengukuran di lapangan
Gambar 16 Grafik penurunan berat filter setelah pengukuran di lapangan 5.5. Analisis Kadar Debu Jatuh 5.5.1. Daerah Pemukiman Penduduk Pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman dilakukan untuk melihat konsentrasi debu jatuh di daerah padat penduduk yang diindikasikan dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Pengukuran debu jatuh untuk mewakili wilayah tersebut dilakukan di daerah pemukiman yang terletak di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Daerah tersebut merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tidak terlalu tinggi. Lokasi pengambilan contoh uji di Kelurahan Margajaya terletak cukup jauh dari jalan raya. Lalu lintas untuk wilayah tersebut masih tidak terlalu ramai. Secara umum kondisi wilayah Kelurahan Margajaya
39
masih dikelilingi vegetasi yang cukup banyak dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh di wilayah tersebut. Pengukuran konsentrasi debu jatuh di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor dilakukan selama 7 hari. Data hasil pengukuran kemudian diekstrapolasi untuk memperoleh nilai sesuai dengan satuan baku mutu yang berlaku. Pengukuran debu jatuh dilakukan di suatu titik dengan memasang alat penangkap debu (dustfall canister) sebanyak tiga (3) buah. Hasil pengukuran menunjukkan ratarata konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut sebesar 1.09 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi yaitu 1.19 ton/km2/bulan seperti disajikan dalam
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
Gambar 17. 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 17 Konsentrasi debu jatuh di Kelurahan Margajaya - Bogor Hasil analisis ini memberi indikasi bahwa konsentrasi debu jatuh masih jauh dibawah baku mutu nasional yaitu 10 ton/km2/bulan untuk daerah pemukiman. Rendahnya konsentrasi debu jatuh di daerah tersebut bisa disebabkan oleh lokasi pengukuran yang cukup jauh dari jalan raya. Sebab lain yang menyebabkan rendahnya kadar debu jatuh di wilayah tersebut adalah karena tidak adanya sumber debu seperti pabrik yang berada di sekitar lokasi tersebut. Konsentrasi debu jatuh di wilayah tersebut diperkirakan berasal dari proses alamiah yang terjadi seperti tiupan angin. Kegiatan manusia yang dapat memicu timbulnya debu di wilayah tersebut yaitu kegiatan pembakaran sampah oleh masyarakat dan sebagian kecil dari kendaraan yang melintas di wilayah tersebut. Kondisi jalan yang masih terbuat dari batu diperikaran menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi debu di wilayah tersebut. Menurut Makarim (2002)
peningkatan kadar debu diudara yang bersumber dari kegiatan rumah tangga berasal dari kegiatan pembakaran sampah dan penggunaan bahan bakar fosil dan kayu untuk memasak dan sebagainya. Hasil pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman tersebut sesuai dengan pendapat Wardhana (2004) bahwa sumber pencemaran partikel akibat kegiatan manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel. 5.5.2. Daerah Industri Pengukuran debu jatuh di wilayah industri dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan industri di suatu lokasi dalam peningkatan konsentrasi debu jatuh di udara. Pengukuran dilakukan di tiga buah lokasi industri yag berbeda yaitu yang petama di lokasi instalasi pengolahan gas (gas plant) PT.”X” di Musi Banyuasin, yang kedua di lokasi rencana pembukaan tambang timah PT.”Y” di Belitung timur dan yang terakhir di lokasi tambang kapur Ciampea Kabupaten Bogor. Baku mutu konsentrasi debu jatuh untuk wilayah industri berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 adalah 20 ton/km2/bulan. a. Instalasi Pengolahan Gas (Gas Plant) Pengukuran konsentrasi debu jatuh di lokasi industri pengolahan gas PT. “X” di Musi Banyuasin dilakukan di beberapa titik pengambilan contoh uji. Penentuan titik pengambilan contoh uji dilakukan untuk mewakili seluruh wilayah lokasi industri dan wilayah pemukiman penduduk di sekitar lokasi tersebut. Pengukuran debu jatuh dilakukan dengan cara pemaparan dustfall canister selama 2 hari di lokasi. Secara umum wilayah industri pengolahan gas PT. “X” ditutupi dengan vegetasi yang relatif lebat. Kegiatan manusia di sekitar lokasi industri tidak terlalu banyak karena lokasi tersebut sebagian masih tertutup dengan hutan. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di wilayah PT. “X” jauh berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Ratarata hasil perhitungan kadar debu jatuh di daerah ini 0.89 ton/km2/bulan dengan
41
konsentrasi tertinggi 1.94 ton/km2/bulan. Rendahnya konsentrasi kadar debu jatuh di wilayah tersebut dikarenakan sebagian besar wilayah industri PT. “X” masih berupa tutupan vegetasi yang cukup lebat dimana kegiatan yang bersifat antropogenik relatif sedikit. Keberadaan vegetasi yang sangat lebat tersebut sangat berpengaruh dalam penurunan konsentrasi debu jatuh di udara. Selain itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh industri tersebut pada umumnya tidak memicu meningkatnya konsentrasi debu. Kegiatan yang mungkin dapat memicu timbulnya debu pada lokasi tersebut berasal dari proses pembakaran dengan menggunakan bahan bakar batu bara. Konsentrasi debu tertinggi berasal dari hasil pengukuran yang dilakukan di daerah pemukiman penduduk. Penyebab tingginya konsentrasi debu jatuh dikarenakan oleh kondisi jalan pada daerah pemukiman tersebut yang masih dalam tahap pengerasan. Pada umumnya jalan yang berada di lokasi tersebut masih berupa jalan tanah yang kemungkinan besar dapat memicu meningkatnya konsentrasi debu akibat proses alamiah. Hasil pengukuran konsentasi debu jatuh di wilayah industri PT.”X” dapat dilihat pada Gambar 18. Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
2.0 1.6 1.2 0.8 0.4 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
F - 04
Kode Filter
Gambar 18 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Musi Banyuasin b. Tambang Timah Lokasi pengukuran di wilayah PT.”Y” di Belitung Timur merupakan lokasi rencana pembukaan tambang timah. Kegiatan pengukuran kualitas udara di wilayah tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan tambang timah
terhadap kualitas udara ambien di sekitar lokasi tambang. Secara umum kondisi lokasi pengambilan contoh uji ditutupi dengan vegetasi yang cukup lebat. Aktivitas manusia di wilayah tersebut masih sangat terbatas. Kepadatan transportasi juga masih sangat rendah di wilayah tersebut. Lokasi pengambilan contoh uji dilakukan pada empat titik yang berada pada lokasi perencanaan pembukaan tambang tersebut. Lokasi titik pengambilan contoh uji berada di sebelah Utara, Timur, Selatan dan Barat lokasi tambang. Pengukuran kadar debu jatuh di lokasi tersebut dilakukan selama 3 hari. Hasil pengukuran kemudian diekstrapolasi agar sesuai dengan satuan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kadar debu jatuh yang sangat kecil. Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut adalah 0.34 ton/km2/bulan, dengan konsentrasi maksimum 1.1 ton/km2/bulan. Konsentrasi debu jatuh tersebut masih sangat jauh dari baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran debu jatuh yang tertinggi diperkirakan karena terjadinya hembusan angin yang mengarah ke satu titik tersebut. Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi debu jatuh di lokasi tambang PT.”Y” berasal dari proses alamiah yang terjadi di alam. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatu di lokasi tambang PT.”Y”
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
dapat dilihat pada Gambar 19. 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
F - 04
Kode Filter
Gambar 19 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Belitung Timur
43
c. Tambang Kapur Ciampea Pengukuran konsentrasi debu jatuh selanjutnya dilakukan di sekitar tambang kapur yang berlokasi di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tambang kapur Ciampea merupakan tambang kapur tradisional yang sampai sekarang ini masih beroperasi. Namun, saat ini tambang kapur Ciampea mengalami degradasi lahan yang sangat cepat akibat penambangan yang menggunakan bahan peledak. Aksi penambangan kapur di wilayah tersebut merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas udara di sekitar wilayah tambang. Selain dari tambang kapur tersebut, aktivitas manusia juga menyumbang peningkatan kadar debu di udara. Aktivitas manusia tergolong cukup ramai di wilayah tersebut karena adanya pasar dan terminal angkutan umum di lokasi dekat tambang. Lokasi pengambilan contoh uji debu jatuh dilakukan di satu titik lokasi dengan memasang tiga buah dustfall canister. Lokasi pengambilan contoh uji berjarak ± 500 meter dari lokasi tambang dan ± 200 meter dari Pasar Ciampea. Pengukuran konsentrasi debu jatuh dilakukan dengan cara memasang dustfall canister selama 5 hari di lokasi. Alat ukur debu jatuh tersebut dipasang di dekat rumah warga dengan ketinggian 1.7 meter dari permukaan tanah. Hasil pengukuran kadar debu jatuh menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut rata-rata 2.6 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi 3 ton/km2/bulan. Konsentrasi debu jatuh tersebut masih di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Namun dengan kadar debu jatuh yang demikian sudah cukup untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Tingginya kadar debu jatuh di wilayah tersebut disebabkan oleh aktivitas tambang tersebut dan berasal dari kegiatan manusia di Pasar Ciampea. Masyarakaat di sekitar lokasi tambang kapur merasakan adanya penurunan kesehatan terhadap diri mereka akibat dari seringya menghirup debu dari lokasi tambang tersebut. Keluhan masyarakaat pada umumnya masalah pernafasan dan iritasi kulit pada anak-anak mereka. Hal ini sesui dengan penelitian Susetyo (1993) bahwa pencemaran udara dari pembakaran kapur berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya pada paru-paru, mata, dan kulit. Berdasarkan hasil survei di lapangan kadar debu jatuh tertinggi berada pada lokasi pembakaran batu kapur tersebut. Lokasi pembakaran batu kapur tersebut
berada sekitar 1 km dari lokasi pengambilan contoh uji. Tingginya konsentrasi debu jatuh di lokasi pembakaran batu kapur disebabkan oleh penggunaan oli bekas dan ban bekas sebagai bahan bakar dalam proses pembakaran. Pembakaran dengan menggunakan bahan bakar tersebut akan memicu timbulnya asap tebal
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
akibat dari proses pembakaran yang tidak sempurna. 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 20 Konsentrasi debu jatuh di tambang kapur Ciampea 5.5.3. Daerah Jalan Raya Pengambilan contoh uji kadar debu jatuh untuk mewakili daerah pinggiran jalan raya dilakukan di pinggiran jalan raya Dramaga tepatnya di lokasi kompleks perumahan Dramaga Cantik. Jalan raya Dramaga termasuk dalam jalan besar dengan kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi. Pengukuran kadar debu jatuh di lokasi pinggiran jalan raya dilakukan untuk mengetahui pengaruh kendaraan bermotor dalam peningkatan konsentrasi debu di udara. Lokasi titik pengambilan contoh uji debu jatuh berada pada jarak 14 meter dari jalan raya, dengan ketinggian canister 1.7 meter dari permukaan tanah. Pengukuran kadar debu jatuh di lapangan dilakukan dengan memasang dustfall canister selama 7 hari. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh menunjukkan bahwa kadar debu jatuh di lokasi tersebut rata-rata 3.4 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi 3.6 ton/km2/bulan. Hasil perhitungan kadar debu jatuh tersebut masih berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemeritah. Tingginya kadar debu jatuh di lokasi tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya
45
jumlah kendaraan bermotor yang melalui wilayah tersebut. Berdasarkan data hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah kendaraan bermotor sangat berpengaruh terhadap konsentrasi debu di udara. Menurut Satriyo (2008) pencemaran udara yang terjadi di kebanyakan kota besar dunia disebabkan terutama oleh adanya energi yang digunakan dalam transportasi dan industri. Peningkatan kadar debu di lokasi pengambilan contoh uji yang disebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai tenaga penggeraknya. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya juga menghasilkan debu yang dapat meningkatkan pencemaran udara. Berdasarkan jenisnya, sepeda motor merupakan penyumbang emisi debu terbesar dari tahun ke tahun (Makarim 2002). Debu yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor tersebut dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya karena meracuni sistem pernafasan dan menghalangi pembentukan sel darah merah (CDC 2001). Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh untuk wilayah pinggiran jalan raya dapat dilihat pada Gambar 21. Pengendalian pencemaran udara terutama yang berasal dari penggunaan kendaraan bermotor sudah saatnya untuk dilakukan. Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran udara dan penegasan kebijakan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas udara. Teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor yaitu peggunaan bensin tampa timbal atau pengadaan solar/diesel dengan kandungan sulfur rendah. Teknologi terbaru yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan bahan bakar alternatif untuk kendaraan seperti penggunaan bahan bakar gas.
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 21 Konsentrasi debu jatuh di daerah jalan raya Dramaga 5.5.4. Daerah Lahan Terbuka Pengukuran konsentrasi jatuh untuk lahan terbuka dilakukan untuk melihat pengaruh vegetasi dalam mengurangi kandungan debu di udara. Pengukuran dilakukan di sebuah kebun yang terletak di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Pengukuran konsentrasi debu jatuh pada lahan tersebut dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada musim kemarau dan musim hujan. Pengukuran debu jatuh dilakukan dengan menempatkan 3 buah dustfall canister selama 5 hari di lapangan. Secara umum lokasi pengambilan contoh uji dikelilingi oleh vegetasi yang cukup lebat yang pada umumnya berupa tanaman pisang. Sumber debu pada lokasi tersebut yaitu kegiatan yang bersifat antropogenik dan proses alamiah di alam. Hasil pengukuran debu jatuh menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh pada wilayah tersebut rata-rata 1.5 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu tertinggi 2 ton/km2/bulan. Hasil pengukuran tersebut masih sangat jauh dibawah baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (1998) bahwa kerapatan vegetasi berpengaruh terhadap penurunan kadar debu di udara. Dari berbagai pengamatan yang dirangkum oleh Bianpoen (1977) dalam Suharsono (1992), diketahui bahwa kumpulan pohon yang terdapat di sebidang tanah seluas 300 x 400 m 2 mampu menurunkan konsentrasi debu di udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter.
47
Pengukuran kadar debu jatuh pada musim kemarau dan musim hujan memberikan hasil perhitungan yang berbeda signifikan. Pengukuran debu jatuh pada musim kemarau menunjukkan hasil pengukuran rata-rata 1.5 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu tertinggi 2 ton/km2/bulan. Pengukuran yang dilakukan pada saat musim hujan memberikan hasil pengukuran yang labih tinggi. Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi debu jatuh rata-rata 2.4 ton/km2/bulan dengan konsentasi debu tertingi 3.4 ton/km2/bulan. Hasil pengukuran yang lebih tinggi pada saat musim penghujan diperkirakan karena terjadinya ikatan debu dan molekul air pada saat di udara sehingga pada saat hujan, debu yang terikut beserta hujan tersebut ikut tersaring dalam dustfall canister. Hasil pengukuran debu jatuh pada saat musim kemarau dan musim penghujan dapat dilihat pada Gambar 22
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
dan Gambar 23. 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 22 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 1
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 23 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 2 5.6. Keunggulan Alat Hasil Rancangan Alat ukur debu jatuh hasil rancangan memberikan kemudahan dalam operasional di lapangan. Metode pengukuran debu jatuh yang sudah ada memberikan kesulitan dalam hal penanganan sample di laboratorium. Metode pengukuran debu jatuh sebelumnya memberikan hasil sampling berupa debu yang tercampur dengan air hujan. Hasil sampling tersebut kemudian harus disaring dan kemudian dioven sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Metode pengukuran debu jatuh dengan menggunkan dustfall canister mempersingkat waktu, khususnya waktu analisis hasil sampling di laboratorium. Hasil sampling yang akan di bawa dari lapangan hanya berupa filter beserta dengan debu yang telah tertangkap. Hasil pengukuran dengan metode tersebut akan mempersingkat waktu analisi karena hasil sampling dari lapangan dapat langsung di masukkan ke dalam stabilisation chamber dan kemudian di timbang. Keunggulan lain dari alat ukur debu jatuh hasil rancangan yaitu material yang digunakan dalam merancang alat tersebut semuanya berasal dari dalam negeri. Hal ini kemudian menjadi kemudahan dalam hal memproduksi alat tersebut karena tidak lagi bergantung dari barang-barang impor, sehingga alat yang dihasilkan dapat diperoleh dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan mendatangkan alat hasil produksi luar negeri.