KARAKTERISTIK TEKNIS PUKAT CINCIN, PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN DI PACITAN JAWA TIMUR
HELMAN NUR YUSUF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun . Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016
HelmanNur Yusuf NIM C451124031
RINGKASAN HELMAN NUR YUSUF. Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan DENI ACHMAD SOEBOER Pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap yang efektif dalam menangkap ikan. Pengembangan metode penangkapan berdasarkan karakteristik kapal, faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan terhadap kedalaman renang ikan pelagis pada sebaran vertikal. Dengan mengetahui sebaran vertikal ikan diharapkan pengembangan alat tangkap pukat cincin dapat meningkatkan selektivitas terhadap hasil tangkapan (target spesies), keberlanjutan dan ketersedian sumberdaya perikanan Indonesia khususnya di Perairan Selatan Jawa Samudera Hindia di WPP 573. Keberhasilan operasi penangkapan purse seine dipengaruhi oleh faktor teknis seperti kecepatan relatif kapal ketika melingkari ikan, kecepatan penarikan purse line, kecepatan tenggelam jaring, sedangkan faktor lainnya relatif sama. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh faktor teknis terhadap hasil tangkapan pukat cincin dan pertama kali ikan tertangkap (Lc) berdasarkan kedalaman renang ikan secara vertikal di perairan Pacitan, Jawa Timur. Manfaat penelitian sebagai dasar pertimbangan pengembangan usaha perikanan, kontribusi terhadap pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bahan informasi tentang keragaan alat tangkap pukat cincin. Penelitian dilakukan pada Februari-Desember 2013 dengan 57 kapal penangkap sebanyak 291 stasiun. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan persamaan analisis regresi linier berganda dan menghasilkan nilai Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 + 10.938,21 X2 + 812,96 X3. Dimana kecepatan melingkar (X1) menghasilkan sebesar 13.300,80 kg, penarikan purse line (X2) sebesar 10.938,21 kg dan kecepatan tenggelam jaring (X3) sebesar 812,96 kg. Sedangkan proporsi hasil tangkapan pukat cincin seperti madidihang (Thunnus albacares) sebesar 23,5%, layang (Decapterus macarellus) 22,5%, cakalang (Katsuwanus pelamis), 14,9%, tongkol komo (Euthynnus affinis)13,7%, lemadang (Coryphaena hippurus) 7,6%, kambing-kambing (Canthidermis maculata) 6,9%, sunglir (Elagatis bipinulatus) 6,7% dan tenggiri (Scrombedies commerson)7,6%. Koefisien determinasi 87,86% dan musim penangkapan ikan memiliki pola yang sama dengan kontribusi hasil tangkapan. Ikan pelagis yang tertangkap pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dalam jaring 120 m cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dalam jaring 136 m. Ukuran ikan yang tertangkap lebih besar pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dan menunjukkan perbedaan ukuran rata-rata ikan pertama kali tertangkap (Lc). Perikanan pukat cincin Pacitan dapat dikatagorikan tidak ramah lingkungan karena banyak ikan pelagis besar yang belum layak tangkap tertangkap, selain itu ukuran dan kedalaman jaring melebihi dari peraturan yang telah ditentukan pemerintah. Kata kunci: Pukat cincin, faktor teknis, ikan pelagis, Pacitan
SUMMARY HELMAN NUR YUSUF. Technical Characteristics Purseseine, Influence on Catch In Pacitan, East Java Supervised by RONNY IRAWAN WAHJU, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan DENI ACHMAD SOEBOER
Purse seines is one of effective fishing gear. This is the underlying research development arrest method based on characteristics of the vessel, as well as technical factors affecting the catch of the pelagic fish swimming depth in vertical distribution. By knowing the vertical distribution of fish expected development of purse seine fishing gear can improve the selectivity to catch (target species), to sustainability and availability of fisheries resources in Indonesia especially in the waters of the Indian Ocean South of Java in WPP 573. The success of purse seine fishing operations are influenced by technical factors such as the relative speed of the ship when circling schooling of fish, purse line drawing speed, sinking speed, while other factors are relatively equal. The research objective was to determine the influence of technical factors on purse seine catches and length at fish first caught (Lc) based on the depth vertically fish swimming in the waters of Pacitan, East Java. The benefits of research as the basis for consideration of the development of fisheries, contribute towards sustainable fisheries management and material information about the performance of purse seine fishing gear. The research was conducted in February-December 2013, with 57 fishing vessels as many as 291 stations. The method used was a case study using multiple linear regression equation and generate value Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 + 10.938,21 X2 + 812,96 X3. From regression analysis catch composition consists of madidihang (Thunnus albacares) sebesar 23,5%, layang (Decapterus macarellus) 22,5%, cakalang (Katsuwanus pelamis), 14,9%, tongkol komo (Euthynnus affinis)13,7%, lemadang (Coryphaena hippurus) 7,6%, kambingkambing (Canthidermis maculata) 6,9%, sunglir (Elagatis bipinulatus) 6,7% and tenggiri (Scrombedies commerson)7,6%. Ceofficient determination is 87.86% and the fishing season have the same pattern with the contribution of the catch. Pelagic fish caught in the mesh size of 1.5 inch, from the length of net 120 m tend to be smaller than the mesh size of 4.46, the length of net 136 m. By catching size larger fish with a mesh size of 1.75 inch. This is evidenced by the different average size of pelagic length at fish first caught (Lc) with purse seine different sizes and smaller. Pacitan purse seine fisheries can be categorized not environmentally friendly because many large pelagic fish are dominated by under sized fish, more over the size and depth of the nets in excess of predetermined rules of government. Keywords: Purse seines, technical factors, pelagis fish, Pacitan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindung Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. kepentingan pendidikan, penelitian ,penulisan laporan, penulisan kritik ,atau tinjauan suatu tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
karya tulis ini tanpa Pengutipan hanya untuk karya ilmiah, penyusunan masalah; dan pengutipan
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KARAKTERISTIK TEKNIS PUKAT CINCIN, PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN DI PACITAN JAWA TIMUR
HELMAN NUR YUSUF
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Zulkarnain, M.Si
PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dipilih telah dilaksanakan pada Februari - Desember 2013 mengenai Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ronny Irawan Wahju, M Phil, Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi, dan Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi selaku Komisi Pembimbing, Dr Ir Zulkarnain, MSi selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang memberikan banyak saran dan masukan dalam perbaikan penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih penulis disampaikan kepada Prof. Dr. Ali Suman Selaku Kepala Balai penelitian Perikanan Laut yang telah memberikan ijin penulis untuk melanjutkan pendidikan di IPB, kedua orang tua, mertua, istri tercinta Dais Mustikahati, anak Muhammad Maulana Yusuf dan Mufti’ah Shafrina Yusuf atas doanya ke Aba, kasih sayang dan dukungannya, serta kepada kerabat dan teman-teman yang senantisa memberikan dukungan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Februari 2016
Helman Nur Yusuf
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
DAFTAR ISTILAH
xvi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1 2 2 3 3
2 METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Pengumpulan Data 2.4 Analisa Data
5 5 5 7
3 PENGARUH FAKTOR TEKNIS TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN 3.1 Pendahuluan 14 3.2 Hasil 17 3.3 Pembahasan 22 3.4 Simpulan 24 3.5 Saran 25 4 SEBARAN IKAN DAN UKURAN RATA - RATA PERTAMA KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN BERDASARKAN KEDALAMAN RENANG 4.1 Pendahuluan 26 4.2 Hasil 27 4.3 Pembahasan 35 4.4 Simpulan 39 4.5 Saran 39 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 40 5.2 Saran 40 DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.1 4.2
Nilai rasio dimensi kapal pukat cincin Pacitan Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia Speed length ratio kapal pukat cincin Pacitan Sidik ragam pengaruh kecepatan relatif kapal saat melingkar Sidik ragam pengaruh kecepatan penarikan tali kolor saat melingkar Sidik ragam pengaruh kecepatan waktu tenggelamnnya jaring Sidik ragam pengaruh faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat cincin Pacitan Hasil analisis parsial faktor produksi pukat cincin dengan uji t Jarak ideal saat melingkar gerombolan ikan Distribusi ukuran kisaran panjang berdasarkan ukuran mata jaring Kisaran lapisan renang ikan dan suhu perairan pelagis besar
15 16 17 19 19 20 21 21 23 27 37
DAFTAR GAMBAR 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 3.3 3.4
Kerangka pemikiran penelitian Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan pukat cincin Spesifikasi pukat cincin KM. Inka Mina 127 Pacitan Jawa Timur Spesifikasi pukat cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan Jawa Timur Ilustrasi penebaran jaring Pelolosan ikan pada saat purse line di tarik Indeks panjang per dalam terhadap waktu tenggelam Indeks panjang per dalam terhadap berat jaring Pengaruh kecepatan relatif rata-rata kapal terhadap hasil tangkapan Pengaruh kecepatan penarikan purse line pukat cincin terhadap hasil tangkapan 3.5 Pengaruh kecepatan waktu tenggelam jaring terhadap hasil tangkapan 3.6 Persentase faktor teknis terhadap hasil tangkapan per bulan 4.1 Persentase frekuensi ukuran ikan pelagis berdasarkan ukuran mata jaring tahun 2013 4.2 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75inch 4.3 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 4.4 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 4.5 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 4.6 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 4.7 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 4.8 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 4.9 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 4.10 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 4.11 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan
4 5 6 7 9 9 17 18 18 19 20 22 28 29 30 30 31 31 32 32 33 33 34
4.12 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 4.13 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan
34 35
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kapal Inka Mina 127 dan KM. Baruna Jaya Alat bantu penelitian Pengoperasian alat tangkap Jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin Data sampel kapal penelitian Hasil uji variabel faktor teknis terhadap hasil tangkapan
46 46 47 48 49 50
DAFTAR ISTILAH Akatsuki bottom
Behaviour Bycatch Catchability Catchability area Code of Conduct For Responsible Fisheries coefficient of fineness Discard Diurnal Encircling gear Experimental fishing Performance
Fishing base Fishing ground Fork length Genetis Gross tonnage
Hauling High speed High migration Horse power Hunting Hunting system IMO ((International
: Kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai huruf "U", akan tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya. : Tingkah laku ikan : Hasil tangkapan sampingan pada suatu alat tangkap ikan; : Kemampuan tangkap dari alat tangkat tertentu : Wilayah kemampuan tangkap pada jenis alat tangkap ikan tertentu; Kriteria teknologi penangkapan ikan yang : ramah lingkungan; : Koefisien kehalusan : Jumlah hasil tangkapan ikan yang terbuang : Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari makan pada siang hari; : Jenis alat tangkap yang dioperasikan dengan melingkari gerombolan ikan; : Pengujian suatu alat tangkap terhadap uji coba penangkapan ikan; : Unjuk kerja dari suatu kapal dalam olahgerak kapal yang memiliki stabilitas dan daya oleng yang baik; : Pangkalan dari armada penangkapan; : Daerah atau wilayah penangkapan ikan; : Kisaran panjang dari ujung kepala sampai dengan cagak ekor ikan; : Informasi genetik dari induk kepada keturunannya dari suatu organisme ikan; : Perhitungan volume semua ruangan yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas; : Proses penarikan dan pengangkatan jaring; : Kecepatan renang ikan tertentu dalam meter perdetik (m/s); : Jenis ikan yang memiliki kemampuan renang yang jauh dari tempat asalnya; : Sebuah kemampuan untuk mengusung sebuah beban dalam periode/rentang waktu tertentu; : Berburu/menggiring; : Waktu mengiring ikan pada proses penangkapan ikan; : Salah satu Badan Khusus Perserikatan Bangsa-
Maritime Organization) Longitudinal strength Mesh size Mid layer
Mixed layer Mesh size Nilai tengah Nokturnal
: : :
: : : :
Pelagis kecil
:
Pelagis besar
:
Pole and line
:
Propulsive ability Perairan oseanik
: :
Purse line
:
Purse seine
:
Round flat bottom
:
Resistance
:
Schoolling
:
Setting Spawning ground
: :
Bangsa (PBB) yang menangani masalahmasalah kemaritiman; Kekuatan memanjang suatu kapal; Ukuran mata jaring tertentu dari alat tangkap; Kedalaman renang ikan pelagis yang hidup pada permukaan perairan sampai dengan pertengahan perairan; Lapisan yang berada di kedalaman 100-500 m dari permukaan air laut; Ukuran mata jaring tertentu dari alat tangkap; Kisaran panjang yang berada pada pertengahan suatu interval ukuran ikan; Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari makan pada malam hari; Jenis-jenis ikan pelagis yang hidup pada kedalaman renang 0-80 meter seperti layang, kembung, selar dan yang lainnya; Jenis-jenis ikan pelagis yang hidup pada kedalaman renang 0-400 meter seperti madidihang, tuna mata besar, tongkol lisong, tongkol krei, tongkol komo dan jenis tuna lainnya; Alat tangkap yang menggunakan joran/pancing untuk menangkap ikan jenis tongkol, cakalang dan pelagis lainnya; Kemampuaan daya dorong suatu kapal; Wilayah ekosistem laut lepas yang kedalamannya tidak dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar, sehingga bagian dasarnya paling gelap; Tali kerut atau tali kolor yang berfungsi untuk mengerutkan kantong jaring pukat cincin agar berbentuk kantong; Alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang. Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa membuka dan membentang dengan baik; kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada bagian bawahnya; Perhitungan tahanan suatu kapal terhadap gaya gesekan dari luar; Gerombolan ikan pada wilayah tertentu pada suatu perairan; Persiapan awal pengoperasian alat tangkap; Tempat atau wilayah pemijahan dari jenis ikan
speed length ratio
:
Swimming layer
:
Turning ability
:
Thermocline
:
Trophic level
:
Target spesies Winch
: :
tertentu; Nilai perbandingan antara kecepatan dengan panjang kapal; Kedalaman renang ikan pada tingkat optimum pada setiap jenis ikan; Pergerakan melingkar pada pengoperasian pukat cincin; Lapisan yang membagi 2 massa air diperairan, lapisan ini merupakan lapisan pembatas antara air yang berada di permukaan dan yang berada di bawahnya, umumnya lapisan ini memiliki fluktuasi suhu yang sangat tajam dibandingkan dengan lapisan air lainya; Tingkatan atau level yang didalamnya terdapat organisme-organisme yang memiliki peran yang sama dalam rantai makanan; Target hasil tangkapan utama pada suatu alat tangkap ikan; Mesin penggerak yang dilengkapi motor penggerak dan gardan untuk menarik suatu beban dengan mengunakan tali, wire;
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat cincin (purse seine) merupakan salah satu alat tangkap yang produktif untuk menangkap ikan. Target alat tangkap tersebut adalah ikan pelagis, terutama yang bernilai ekonomis tinggi dan menguntungkan bagi nelayan. Pukat cincin mulai diperkenalkan di Pantai Utara Jawa tahun 1970-an dan berkembang sampai sekarang dan menyebar ke daerah lain khususnya Perairan Pacitan. Keberhasilan dalam pengoperasian alat tangkap pukat cincin tidak terlepas dari kondisi kapal yang laiklaut dan rancang bangun berstandar IMO (International Maritime Organization), kriteria tersebut akan terlihat pada proses penangkapan ikan, apakah kapal tersebut memiliki stabilitas dan kecepatan kapal yang laiklaut. Unjuk kerja (performance) tersebut sangat menentukan pada proses pengoperasian alat tangkap dan keberhasilan pada saat melingkari gerombolan ikan yang menjadi target hasil tangkapan pukat cincin. Tingkat keberhasilan pukat cincin ditentukan oleh seberapa besar hasil tangkapan dan seberapa besar ikan yang meloloskan diri saat pengoperasian alat tangkap. Kapal pukat cincin sebaiknya dijalankan dengan cepat ketika melingkarkan jaring dan setelah itu purse line segera ditarik sehingga jaring akan mengurung gerombolan ikan dengan cepat (Ayodhyoa, 1981). Proses penangkapan pukat cincin dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis terhadap komposisi hasil tangkapan seperti kecepatan kapal dalam melingkari gerombolan ikan (setting), ukuran kapal, ukuran alat tangkap, tenaga mesin, kecakapan dan kecepatan ABK dalam menarik jaring. Sedangkan faktor alam seperti densitas ikan yang ada di sekitar rumpon, sedangkan pengaruh cuaca, suhu permukaan, salinitas perairan, gelombang dan lain – lain dianggap tetap. Faktor teknis lain yang mempengaruhi kecepatan pelingkaran gcrombolan ikan diantaranya adalah Gross Tonnage (GT) kapal dan Horse Power (tenaga mesin) selain itu ukuran alat tangkap juga dapat mempengaruhi kecepatan pelingkaran jaring seperti yang diutarakan oleh Sahwan (1982). Rumpon dan cahaya merupakan alat bantu penangkapan yang berperan sebagai pemikat, pengumpul, reproduksi dan shelter. Lokasi tempat pemasangan rumpon merupakan daerah penangkapan ikan bagi pukat cincin. Keberhasilan operasi penangkapan dengan pukat cincin tergantung tempat dan waktu pemikatan dilakukan. Kesempurnaan tertangkapnya ikan ketika dilingkari sangat tergantung oleh kecepatan pengangkatan rumpon dan kecepatan setting, seperti yang diutarakan oleh Sondita (1986). Pengembangan metode penangkapan pukat cincin dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya ikan target utama usaha penangkapan pukat cincin. Keberadaan sumberdaya ikan dapat diketahui dengan tingkat sebaran vertikal dan sebaran horizontal (swimming layer) ikan pelagis, karena jenis ikan pelagis merupakan ikan yang hidup pada lapisan tengah (mid layer) hingga ke permukaan perairan. Ikan pelagis dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ikan pelagis kecil seperti : ikan layang (Decapterus macarellus), kembung (Rastrelliger spp), tembang (Sardinella fimbriata), sunglir (Elagatis bipinulatus) dan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Sedangkan ikan pelagis besar seperti :
2
cakalang (Katsuwanus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol lisong (Auxis rochei), tongkol krei (Auxis thazard), madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus macoyii) dan tuna abu-abu (Thunnus tonggol) (Barus, H.R 1982) Metode pengembangan penangkapan pukat cincin dengan tujuan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan adalah harus mengacu pada tata laksana perikanan yang bertanggung jawab CCRF 1995 (Code of Conduct For Responsible Fisheries). Kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan diantaranya : selektifitas yang tinggi; tidak membahayakan nelayan; tidak destruktif terhadap nelayan; produksinya berkualitas; produknya tidak membahayakan konsumen; bycatch dan discard minimum; tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah; dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati; dapat diterima secara sosial (Monintja 2001). Hal ini yang mendasari penelitian pengembangan metode penangkapan yang berdasarkan karakteristik kapal, serta faktor-faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan terhadap swimming layers ikan pelagis pada sebaran vertikal. Pengintegrasian antara karakteristik kapal dengan faktor teknis merupakan metode yang diterapkan guna mengetahui interval swimming layer sebaran vertikal ikan. Dengan mengetahui sebaran vertikal ikan diharapkan pengembangan alat tangkap pukat cincin untuk dapat meningkatkan selektivitas terhadap hasil tangkapan (target spesies), untuk keberlanjutan dan ketersedian sumberdaya perikanan Indonesia khususnya di Perairan Selatan Jawa Samudera Hindia di WPP 573.
1.2 Perumusan Masalah Usaha perikanan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ekonomi yang memanfaatkan potensi sumberdaya ikan. Untuk memberi nilai tambah bagi nelayan, pengusaha dan pemerintah. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin ditujukan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis (kecil dan besar) dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungannya. Kondisi usaha saat ini baik nelayan, pengusahan maupun pemerintah hanya melihat pada sisi ekonomi dan produksi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan sebaran vertikal, jenis ikan dan ukuran alat tangkap. Jika hal ini tetap berlangsung tanpa ada batasan waktu dan pengelolaan penangkapan ikan yang baik, maka ketersedian dan keberlanjutan sumberdaya ikan akan punah. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian seberapa besar pengaruh karakteristik kapal, faktor teknis terhadap hasil tangkapan ikan yang diharapkan memberikan gambaran kepada stakeholder, pengusaha dan nelayan pukat cincin bahwa pengembangan metode penangkapan harus didasarkan pada laiklautnya kapal, ukuran alat tangkap, target spesies, dan ukuran ikan guna ketersedian dan keberlanjutan sumberdaya ikan. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis keterkaitan faktor - faktor teknis yang mempengaruhi terhadap hasil tangkapan.
3
2. Menganalisis ikan pertama kali tertangkap berdasarkan sebaran vertikal ikan pelagis pada perikanan pukat cincin.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1. Sebagai dasar pertimbangan pengembangan usaha perikanan pukat cincin di Pacitan, Jawa Timur 2. Pengembangan metode dalam upaya meningkatkan akurasi penangkapan sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan perikanan pukat cincin secara berkelanjutan. 3. Sebagai bahan informasi tentang keragaan alat tangkap pukat cincin dan bahan penelitian lanjutan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pengembangan metode penangkapan perikanan pukat cincin merupakan bentuk pendekatan usaha penangkapan ikan khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis. Sebagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan dalam pengoperasian alat tangkap harus didukung dengan kondisi kapal penangkap yang laiklaut dan stabilitas kapal yang baik, kestabilan kapal akan mempengaruhi karakteristik alat tangkap pukat cincin saat alat tersebut dioperasikan, karena olahgerak dan kecepatan kapal akan mempengaruhi proses pengoperasian alat tangkap baik dari segi kecepatan melingkar, kecepatan penarikan purse line (purse line), kecepatan waktu tenggelamnya jaring terhadap kemampuan tangkap (catchability) terhadap sebaran vertikal ikan. Berdasarkan hal tersebut akan diperoleh informasi seberapa besar pengaruh faktor teknis terhadap kemampuan tangkap pukat cincin terhadap gerombolan ikan (Schoolling) pelagis yang berada di lapisan tengah (mid layer) berkisar antara 0 – 100 meter (pelagis kecil) dan 50 – 400 meter (pelagis besar). Wilayah kemampuan tangkap (catchability area) pukat cincin akan terlihat seberapa besar komposisi, ukuran dan jenis ikan yang tertangkap. Kemampuan tangkap pukat cincin akan terlihat pada pemecahan studi kasus, olahgerak kapal dan alat tangkap pukat cincin dapat mempengaruhi faktorfaktor teknis dan hasil tangkapan. Ikan pelagis sebagai target tangkapan pukat cincin menyebar secara vertikal, berdasarkan hal tersebut, maka direkomendasikan pukat cincin harus mempunyai ukuran yang standar agar menangkap ikan dengan ukuran, jenis layak tangkap, demi menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan (Gambar 1.1).
4
Pengembangan metode penangkapan pukat cincin untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan pelagis Permasalahan utama Informasi teknis mengenai kapal, pukat cincin dan proporsi hasil tangkapan
Karakteristik pukat cincin terhadap hasil tangkapan Analisis
Pengkajian mengenai dimensi kapal dan alat tangkap Pengkajian faktor teknis terhadap hasil tangkapan pukat cincin Pengkajian mengenai sebaran vertikal ikan pelagis pertama kali tertangkap
Pukat cincin
Dimensi kapal & alat tangkap Dimensi alat tangkap Rasio dimensi utama Olah gerak kapal
Kecepatan tarik tali kolor Kecepatan tenggelam jaring Kecepatan waktu melingkar
Hasil tangkapan Komposisi & ukuran Swiming layer
Analisis Layak ? Ya
Analisis Dimensi Kapal & Alat Tangkap
Analisis Sidik Ragam
Analisis Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)
Hasil 1. Faktor teknis mempengaruhi terhadap hasil tangkapan pukat cincin 2. Mengetahui ikan pertama kali tertangkap berdasarkan sebaran vertikal ikan pelagis
Gambar 1.1 Kerangka Pemipikiran
Layak ? Ya
5
2 METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2013 dengan kondisi bulan gelap dan sedang (tidak gelap) dan observasi ditempat pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan Pacitan (Gambar 2.1). Mengikuti kegiatan operasi penangkapan ikan dengan KM. Inka Mina 127 dan KM. Baruna Jaya 07 dan Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta sebagai tempat pengolahan data.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan pukat cincin 2.2 Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian : 1. Kapal nelayan pukat cincin ukuran 30 GT dan 48 GTArmada pukat cincin 2. Jaring pukat cincin (purse seine) dengan ukuran mata jaring (ukuran mata jaring kantong) kantong yang berbeda yaitu 1,5 inch dan 1,75 inch. 3. Instrumen fish finder type 350C merk Garmin, frekuensi 200 KHz. 4. Instrumen GPS type GP-32 merk Furuno. 5. Jam G-Shock merk Casio. 6. Meteran. 7. Alat tulis 2.3 Pengumpulan Data 2.3.1 Rasio Dimensi Kapal Pukat Cincin Mengukuran terhadap 57 unit kapal pukat cincin Pacitan dan menghitung rasio nilai B/D, L/B dan nilai L/D (Ayodhyoa dan Sondita 1996) kemudian
6
membandingkan nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia (Iskandar dan Pujiati 1995). 2.3.2 Hasil Tangkapan Pukat Cincin Data diperoleh dengan mengikuti operasi penangkapan pada dua armada pukat cincin yaitu KM. Inka Mina 127 dengan tonnase kapal 48 GT dimensi kapal Panjang 17,1 m, lebar 6 meter, dalam 2,3 meter dan KM. Baruna Jaya 7 dengan tonnase 30 GT dimensi kapal Panjang 15,1 m, lebar 5,4 meter, dalam 2 meter. Masing-masing sebanyak 8 kali setting pada Oktober dan 8 kali setting pada Desember 2013, data hasil tangkapan lain berasal dari data enumerator sebanyak 55 kapal, dengan jumlah setting sebanyak 275 stasiun, dimana setiap bulan 5 kapal sebagai data sampel dengan menjumlah rata-rata hasil tangkapan per trip dan jumlah setting per trip sekitar 7-8 setiap kapal. 2.3.3 Dimensi Alat Tangkap Perhitungan estimasi pada ukuran pukat cincin mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch yaitu mengukur panjang tali ris atas dan dalam jaring, estimasi berat jaring, jumlah mata jaring, rentangan maksimum jaring dan kecepatan rata-rata jaring saat tenggelam (Gambar 2.2 dan 2.3). Desain Pukat Cincin KM. Inka Mina 127 Pacitan FL 16 X 10 cm (1400 bh)
30 cm
420 m
Tali ris 420 PE PE 12 14 (2 (2 bh) bh) Taliatas ris atas
D 12 3“
D 12 3“
D 12 2”
D 12 2”
D 12 2“
d 12D 16 1/2 ” 1”
D 12 2“
D 12 2“
D 12 2”
D 12 3“
D 12 3“
PA d 12 1 1/2”
100cm 30 cm
PA d 12 1
Tali PE 14 12 mm (tali pemberat)
1/2 ”
4m
Tali PE 16 mm
10 cm
2cm
Tali ris bawah 462 PE 14 (2 bh)
Pemberat 5 X 3 cm (1400 bh) 200 Grm (116 bh cincin)
Gambar 2.2 Spesifikasi pukat cincin KM. Inka Mina 127 Pacitan Jawa Timur
123 m
d12 1 1 /2 ”
7
Desain Pukat Cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan FL 16 X 10 cm (1280 bh)
30 cm
384 m
Tali ris 384 PE PE 12 14 (2 (2 bh) bh) Taliatas ris atas
D 12 3“
D 12 3“
D 12 2”
D 12 2”
D 12 2“
D 12 2“
d 12D 16 3/4 ” 1”
D 12 2“
D 12 2”
D 12 3“
D 12 3“
PA d 12 1 3/4”
100cm 30 cm
PA d 12 1
Tali PE 14 12 mm (tali pemberat)
3/4 ”
4m
Tali PE 16 mm
10 cm
2cm
Pemberat 5 X 3 cm (1280 bh)
Tali ris bawah 422 PE 14 (2 bh)
200 Grm (106 bh cincin)
Gambar 2.3 Spesifikasi pukat cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan Jawa timur
2.3.4 Kecepatan Kapal dan Alat Penangkap Ikan Teknik pengukuran kecepatan kapal saat pengoperasian alat tangkap dengan diketahui dari GPS rata-rata kecepatan kapal yaitu 7,0 knot, rata-rata waktu pengoperasian alat tangkap saat setting 24,7 menit, rata-rata kecepatan melingkar saat setting 3,45 m/s, rata-rata kecepatan penarikan purse line 1,46 m/s dan ratarata waktu tenggelamnya jaring 833,8 detik atau 13,9 menit. 2.3.5 Sebaran Ikan dan Ukuran Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc) Distribusi fork length ikan berdasarkan ukuran mata jaring kantong pukat cincin dan kedalaman renang ikan. 2.4 Analisis Data 2.4.1 Rasio Dimensi Kapal Pukat Cincin Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan yaitu : 1. Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal; 2. Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan 3. Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.
136 m
d12 1 3/4 ”
8
2.4.2 Speed Length Ratio Keterkaitan antara dimensi alat tangkap dan Speed length ratio adalah bahwa keberhasilan pengoperasian alat tangkap pukat cincin ditentukan oleh kecepatan kapal ideal dalam melingkari gerombolan ikan dimana speed length ratio merupakan nilai perbandingan antara kecepatan dengan panjang kapal. Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa nilai speed length ratio dapat di rumuskan sebagai berikut : Speed length ratio =
Vs L
.......... .......... .......... .......... ......(1)
= kecepatan kapal (knot) dan Vs L = Panjang kapal (feet) Katagori kapal menurut perbandingan panjang dan kecepatan kapal meliputi : 1. Kapal berkecepatan normal SLR :1,811 2. Kapal berkecepatan rendah SLR : 1,448 3. Kapal berkecepatan tinggi SLR : 2,173 2.4.3 Dimensi Alat Tangkap Pukat Cincin Perhitungan estimasi berat jaring dihitung dengan mengalikan panjang jaring dan dalam jaring, koefisien koreksi simpul diudara yaitu (Fridman 1986) :
W H * L * Rtek / 1000 * Coef ........................(2) W H L Rtek Coef
= berat jaring (kg) = tinggi jaring (m) = dalam jaring (m) = tek benang polyeteline (PE tek 2,3/1000) = 1,12 kgf (koefisien simpul diudara)
2.4.4 Kecepatan Melingkar Kecepatan melingkar diestimasi dengan menghitung jarak gerombolan ikan dengan posisi kapal yaitu, yaitu dengan mengetahui jarak terdekat kapal dan gerombolan ikan dari arah titik A ke titik B dengan kecepatan gerombolan ikan (Vf) (Gambar 2.4), jaring diturunkan dan dilingkarkan untuk menghadang ikan dengan kecepatan setting (Vs) sehingga diketahui radius setting rn (Fridman 1986).
9
Gambar 2.4 Ilustrasi penebaran jaring Vs Vf b a C D rn
= kecepatan kapal (m/s) = kecepatan ikan (m/s) = nilai koefisien kecepatan (Ev = Vs/Vf) = jarak kapal dengan gerombolan ikan = kapal saat menurunkan jaring = kapal saat menghadang gerombolan ikan = jari-jari jaring saat dilingkarkan
Perlakuan kecepatan relatif setting saat melingkar tersebut pada Gambar 2.5 berfungsi untuk : 1. Mencegah lolosnya gerombolan ikan melalui ujung celah di antara dua ujung jaring 2. Mencegah arah renang gerombolan ikan untuk menuju ke bawah tali pemberat ketika jaring sedang ditebar 3. Mengurangi pelolosan gerombolan ikan pada saat purse line di tarik
Gambar 2.5 Pelolosan ikan pada saat purse line ditarik Variasi kecepatan kapal saat setting pukat cincin akan dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap hasil tangkapan, menentukan persentase kelolosan ikan dalam setiap gerombolan ikan, juga untuk menambah kisaran kecepatan kapal saat melingkar (Vs), mengetahui seberapa besar kecepatan renang
10
gerombolan ikan (Vf) sehingga akan di dapat kecepatan kapal ideal (Ev) dapat di hitung dengan rumus (Fridman 1986) : Ev
Vs . * Rn ...................................................(3) Vf 2 2( Rn a Rs )
Vs Vf Ev π a Rn Rs
= kecepatan setting saat melingkar (m/s) = kecepatan gerombolan ikan (m/s) = Kecepatan ideal (m/s) = 3,14 = jarak kapal dengan gerombolan ikan = jari-jari jaring / = radius gerombolan ikan
Dengan diketahuinya kecepatan ideal kapal saat operasi penangkapan maka radius putaran atau jaring melingkar penuh (bulat) saat setting dapat diketahui yaitu (Fridman 1986) : L 2. .Rn..................................................................................(4)
L = Panjang pukat cincin 2.4.5 Kecepatan Tenggelam Jaring Kecepatan tenggelamnya jaring pukat cincin dipengaruhi oleh waktu tebar jaring, tenggelamnya tali pemberat, maka kecepatan tenggelam jaring pukat cincin dapat diestimasi dengan mengunakan rumus (Fridman 1986) : Fs Fn * Hs Fb 1,8 * Hs = kecepatan tenggelam (m/s) = daya tenggelam per satuan panjang tali pemberat (kgf/m) = berat per unit (kgf) = tinggi kedalaman jaring (m) = daya apung (kgf/m) = pemberat (kgf/m)
V
Vs Fs Fn Hs Fb Ss
Menghitung waktu tenggelam dengan rumus (Fridman 1986) : Ts 0,9 H H / Fs ...................................................................(5)
Ts H Fs
= waktu tenggelam (m/s) = dalam jaring = daya tenggelam per satuan panjang tali pemberat (kgf/m)
meghitung maksimum jaring tengelam dengan rumus (Fridman 1986):
Ss * Ts 2 H ...........................................................................(6) 0,8 3
H Ss Ts
= kedalaman jaring maksimum (m) = pemberat per satuan unit (kgf/m) = waktu tenggelam jaring (m/s)
11
2.4.6 Indeks Kecepatan Tenggelam dan Berat Jaring Diestimasi indeks kecepatan tenggelam dan berat jaring (L/D) yaitu dimensi utama panjang jaring (L) dan dalam (D) jaring (L/D).
2.4.7 Kecepatan Penarikan Purse Line Kecepatan penarikan purse line yang ditarik dengan gardan (winch) dengan mengunakan rumus (Fridman 1986): Vt Ev * 0,514 * Vs...........................................................(7)
Vt Ev Vs 0,514
= waktu penarikan purse line (m/s) = ratio kecepatan (m/s) =kecepatan kapal (m/s) =1852/3600) koef. kecepatan renang ikan (m/s)
2.4.8 Faktor Teknis Metode penelitian dengan metode exsperimental fishing dan dianalisis secara regresi. Hipotesis bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar, kecepatan tenggelamnya jaring dan kecepatan penarikan purse line dapat memberikan hasil yang optimal terhadap jumlah tangkapan. Dengan tujuan untuk menduga seberapa erat interaksi variabel dengan variabel lain baik secara tunggal dan kelompok terhadap hasil tangkapan. Data kecepatan dianalisis secara regresi berganda dengan hubungan fungsional antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (variabel bebas) (Walpole,E.R. 1995) adalah Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 ……………………………(8) Y a X1 X2 X3 b1 b2 b3
= variabel dependen (Nilai estimasi optimalisasi hasil penangkapan) = nilai Y pada perpotongan antara garis linear dengan sumbu vertikal Y = kecepatan relatif kapal saat melingkar = kecepatan penarikan purse line = kecepatan tenggelam jaring = slope yang berhubungan dengan variabel X1 = slope yang berhubungan dengan variabel X2 = slope yang berhubungan dengan variabel X
Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2 dan X3) secara simultan terhadap variabel terikat (Y) dilakukan Uji F dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut : Ho: 1 = 0 H1: 1 ≠ 0
12
2.4.9 Sebaran dan Rata-Rata Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc) Distribusi ukuran panjang cagak ikan atau fork length berdasarkan ukuran mata jaring dan kedalaman renang ikan dianalisis secara diskriptif. Untuk melihat perbedaan rata-rata ukuran ikan dengan mengunakan metode statistik melalui uji nilai tengah dengan dugaan keragaman yang berbeda, sedangkan kedalaman renang ikan secara diskriptif. Proses perhitungan rata-rata ikan pelagis pertama kali tertangkap Lc atau L50% dengan pendekatan seperti gillnet yaitu dengan cara dilingkarkan (encircling gillnet and purse seine) yaitu dengan selektivitas pada kelolosan dengan model Holt seperti yang diutarakan Sparred an Venema (1999) sebagai berikut : ( L Lm ) 2 S L exp ............................................................(9) 2 2 * S
SL Lm S
= ikan dengan kisaran panjang L tertahan di pukat cincin (0<SL≤1) = kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap = standar deviasi dan distribusi normal
Proses analisis terhadap ikan yang tertangkap menurut kelompok panjang untuk masing-masin alat sebagai berikut : 1. Menghitung logaritma rasio untuk masing-masing kelompok panjang yang saling tumpang tindih : Cb Y Ln Ca
Y Ca Cb
= frekuensi panjang (cm) = ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring 1,5 inch = ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring 1,75 inch
2. Menganalisis regresi terhadap logaritma rasio (y= ln(Cb/Ca) terhadap titik tengah interval panjang ikan (x = L) dan tentukan a dan b : Cb Ln a b * L Ca
a b L
= ikan yang tertangkap pada jaring yang lebih kecil (FL/cm) = ikan yang tertangkap pada jaring yang lebih besar (FL/cm) = interval panjang ikan(kelas panjang) (cm)
3. Menghitung faktor seleksi yang diestimasi : SF
SF ma mb
2*a b * (ma mb)
= faktor seleksi = ukuran mata jaring 1,5 inch = ukuran mata jaring 1,75 inch
4. Menghitung standar deviasi pada kedua ukuran : Lma SF * ma
Lmb SF * mb
13
mb ma 2 2 * a * (mb ma ) SF * S 2 b b * (ma mb )
Lma Lmb S2 a b
= kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap ukuran jaring 1,5 inch = kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap ukuran jaring 1,75 inch = standar deviasi = intersef = slope
5. Menghitung kurva seleksi dengan memasukkan nilai L ke : 2 Sb( L) exp ( L Lmb) 2 *s
2 Sa( L) exp ( L Lma ) 2 *s
6. Menghitung estimasi populasi : Na( L)
Na Nb
Ca( L) Sa ( L)
Nb( L)
Cb( L) Sb( L)
= indeks dalam populasi estimasi = indeks dalam populasi estimasi
14
3 PENGARUH FAKTOR TEKNIS TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN 3.1 Pendahuluan 3.1.1 Kapal Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (UU RI nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran). Pada kakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut air dari suatu tempat ketempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun hewan. Kapal juga dapat digunakan untuk rekreasi, alat pertahanan dan keamanan, alat survey atau laboratorium maupun sebagai kapal kerja (Mudjiono, 1986). Klasifikasi kapal perikanan baik ukuran, bentuk, kecepatan maupun konstruksinya sangat ditentukan oleh peruntukkan kapal perikanan tersebut. Demikian pula dengan kapal penangkap, masing‐masing memiliki ciri khas, ukuran, bentuk, kecepatan dan perlengkapan yang berbeda (Ardidja, 2007). Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa kapal ikan Indonesai terdiri dari ukuran yang terkecil (sampan), perahu nelayan terbuat dari kayu, hingga kapal–kapal ikan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran lebih besar dari 100 GT menggunakan tenaga penggerak mesin diesel. Kapal penangkap ikan adalah kapal-kapal yang khusus digunakan dalam penangkapan ikan, jenisjenis kapal ikan diantaranya adalah kapal pukat udang, pukat cincin, payang, long line, huhate (pole and line) (Pasaribu, 1984). Kapal pukat cincin (purse seine) menurut Mulyanto (1986) adalah kapal yang menggunakan alat tangkap purse seine yang dilengkapi tiang dan winch untuk menarik purse line yang dekat dengan jaring setelah penebaran. Pukat cincin adalah jenis alat penangkap ikan yang digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis, dimana alat ini merupakan perkembangan dari alat jaring yang termasuk klasifikasi beach seine (Rumeli, 1976). Seperti yang diutarakan Brandt (1984) bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis. 3.1.2 Kapal Pukat Cincin Ayodhyoa dan Sondita (1986) menyatakan bahwa kapal pukat cincin merupakan kapal khusus untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol (schooling), perenang cepat (hight speed) dan beruaya jauh (high migration). Terkait dengan sifat ikan sebagai target tangkapan dan alat tangkap yang digunakan, maka dimensi utama kapal akan berpengaruh pada beberapa kebutuhan kapal pukat cincin seperti : 1. Nilai B/D membesar mengakibatkan stabilitas kapal membaik, kondisi ini sangat dibutuhkan saat kapal melingkari gerombolan ikan dan pengaruh pusatnya beban, yaitu berat dan gaya-gaya yang bekerja dan berat seluruh ABK disalah satu sisi pada saat pengangkatan jaring
15
2. Nilai L/B berpengaruh terhadap tahanan penggerak kapal, mengecilnya nilai akan berpengaruh buruk pada kecepatan kapal. 3. Nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, membesarnya nilai ini akan mengakibatkan kekuatan memanjang (longitudinal strength) kapal melemah. Kapal pukat cincin merupakan salah satu tipe kapal yang membutuhkan kecepatan dalam olah gerak, menuju daerah penangkapan (fishing ground) dan manuver dalam pengoperasiannya. Kecepatan dalam olahgerak kapal sangat dibutuhkan saat melingkarkan jaring pukat cincin terhadap gerombolan ikan (Schooling). Sinkronisasi antara bentuk kasko, panjang kapal dan kecepatan kapal harus saling terkait, penyesuaian antara ketiga faktor tersebut merupakan indikator terhadap keberhasilan penangkapan pukat cincin. Faktor tersebut berpengaruh terhadap target spesies ikan yang akan ditangkap, dimana target ikan tangkapan merupakan ikan pelagis yang mempunyai kecepatan renang relatif tinggi dengan kisaran 0,8-1,6 meter/detik. Olah gerak kapal merupakan dasar dari keberhasilan dalam kecepatan kapal saat melingkari gerombolan ikan, penarikan purse line dan kecepatan waktu tenggelammnya jaring. Hal ini yang mendasari penelitian karakteristik kapal pukat cincin terhadap hasil tangkapan ikan pelagis. Spesifikasi kapal pukat cincin Pacitan umumnya terbuat dari kayu dengan panjang sekitar 13-18 meter, lebar 4-5,35 meter dan dalam 1,5-2,5 meter dengan tonnase berkisar 25-50 GT. Mesin utama bermerk Dompeng atau Mitsubishi yang mempunyai kekuatan 350-420 PK dan mempunyai mesin bantu bermerk Dompeng 36 dan 42 PK. Palkah untuk menyimpan hasil tangkapan berjumlah 912 buah dengan kapasitas 2 ton per palkah. Anak buah kapak (ABK) berjumlah 25-30 orang. Alat tangkap terdiri dari badan jaring, tali ris atas dan pelampung dari gabus, tali ris bawah dan pemberat serta cincin sebagai tempat purse line untuk mengerutkan bagian bawah jaring. Panjang pukat cincin sekitar 350-600 m kedalaman jaring sekitar 100-130 m, lebar mata jaring bagian atas 2-3 inci dan bagian bawah 1,5 inci. Spesifikasi kapal dan Alat tangkap pukat cincin disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Pasaribu (1984) dalam Umam (2007) menyatakan bahwa perbedaan dimensi ukuran, desain kapal, dan rancangan bangun disesuaikan dengan peruntukkan kapal tersebut. Hasil perhitungan nilai rasio dimensi ukuran kapal pukat cincin Pacitan menunjukkan bahwa rasio panjang berbanding lebar kapal berkisar 2,514,30 meter, rasio lebar berbanding dalam berkisar 2,22-4,00 meter sedangkan rasio panjang berbanding dalam berkisar 6,75-12,0 meter. Selanjutnya, Ayodhyoa (1972) menyatakan bahwa jika nilai L/B suatu kapal mengecil akan berpengaruh lambat terhadap kecepatan, jika L/D membesar maka kekuatan memanjang (longitudinal strength) akan melemah dan jika nilai B/D dari kapal tersebut membesar, maka stabilitas akan membaik tetapi daya dorong (propulsive ability) akan memburuk (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Nilai rasio dimensi kapal pukat cincin Pacitan Kelompok kapal
Pukat cincin Pacitan
L/B
2,51-4,30
L/D
6,75-12,0
B/D
1,93-4,00
Sumber : Hasil penelitian di Pacitan
Hasil perhitungan nilai rasio dimensi bila dibandingkan terhadap nilai acuan kapal Indonesia disajikan pada Tabel 3.2 nilai rasio dimensi (L/B) untuk kapal
16
pukat cincin Pacitan termasuk encircling gear, dari 57 kapal yang diteliti ada 1 kapal yang memiliki batas dibawah standar propulsive ability) yaitu kapal KM. Baruna Jaya 07 sebesar 2,51 meter, hal ini berarti nilai rasio L/B kapal KM. Baruna Jaya 07 tergolong kapal yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai kapal pukat. Nilai rasio dimensi B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal, dimana nilai rasio kapal pukat cincin Pacitan termasuk kapal yang mempunyai stabilitas yang baik yaitu 2,22 hingga 4,00 meter, dan dapat meningkatkan daya dorong kapal saat melingkarkan alat tangkap terhadap gerombolan ikan (schooling). Nilai rasio L/D kapal pukat cincin Pacitan sebesar 6,75 hingga 12,00 meter dan termasuk dalam acuan kapal pukat cincin Indonesia yaitu berkisar 4,55 hingga 17,43 meter, kondisi kekuatan memanjang kapal melemah, karena panjang kapal yang terlau besar dibandingkan dengan dalam (D) dan akan menghambat saat melakukan olah gerak kapal. Tabel 3.2 Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia Kelompok kapal
Encircling gear Static gear Towed gear Multipurpose
L/B
2,60-9,30 2,83-11,12 2,86-8,30 2,88-9,42
L/D
4,55-17,43 4,58-17,28 7,20-15,12 8,69-17,55
B/D
0,56-5,00 0,96-4,68 1,25-4,41 0,35-6,09
Sumber : Iskandar dan Pujiati (1995)
Keberhasilan operasi penangkapan pukat cincin di rumpon dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kecepatan relatif kapal dalam melingkari gerombolan ikan (setting), kecepatan penarikan purse line, kecepatan tenggelamnya jaring, sedangkan faktor teknis lain relatif sama dan musim penangkapan sebagai indikator komposisi hasil tangkapan. Ketiga faktor tersebut merupakan indikator penyeimbang terhadap kecepatan renang gerombolan ikan saat penangkapan, berdasarkan FAO kecepatan renang ikan rata-rata sebesar 1,1 m/s. Wijopriono dan Genisa (2003), bahwa kapal dengan kecepatan relatif tinggi dapat menghalangi atau menyaingi kecepatan renang ikan. Oleh karena itu, kapal yang bergerak relatif lebih cepat dari kecepatan renang ikan akan meningkatkan peluang tertangkapnya ikan. Dengan kekuatan mesin yang besar, maka proses pelingkaran gerombolan ikan juga lebih cepat sehingga kemungkinan ikan untuk lolos juga semakin kecil. Kane dan Sternheim (1991) menyatakan bahwa kecepatan rata-rata kapal adalah pergeseran atau perubahan kedudukan kapal yang terjadi dalam suatau interval waktu dibagi oleh waktu yang berlalu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ketiga faktor teknis tersebut terhadap hasil tangkapan ikan di perairan Pacitan, Jawa Timur dengan asumsi besarnya gerombolan ikan yang ada di sekitar rumpon setiap kali setting dan faktor lainnya dianggap sama. Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh kecepatan setting kapal terhadap hasil tangkapan yang optimal pada setiap kali operasi penangkapan ikan.
17
3.2 Hasil 3.3.1
Speed Length Ratio
Kapal pukat cincin umumnya termasuk tipe kapal cepat karena dalam operasinya di butuhkan kecepatan yang tinggi untuk melingkari gerombolan ikan sehingga ikan akan terkurung di dalam jaring dan tidak dapat meloloskan diri. Hasil analisis rata-rata kecepatan kapal pukat cincin pacitan 7,2 knot dengan panjang kapal rata-rata 16,27 dan termasuk kapal katagori normal (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Speed length ratio kapal pukat cincin Pacitan
3.3.2
Kecepatan
SLR
Normal Rendah Tinggi
1,811 1,448 2,173
SLR Pacitan (knot) 6-8 6-8 6-8
Panjang Kapal Pacitan (m) 13.86-19.91 22.9-24.95 9.62-11.08
Indeks Panjang per Dalam Terhadap Waktu Tenggelam Jaring
Hasil penelitian perbandingan panjang per dalam terhadap waktu tenggelam jaring menunjukkan bahwa perbandingan panjang per dalam jaring sebesar 2,5 meter menghasilkan waktu tenggelam 0,102 m/s dan panjang per dalam sebesar 3,4 meter waktu tenggelam 0,106 m/s. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 7 yaitu Y = 98,11x-7,309 dengan nilai R2 = 0,475. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan waktu tenggelam per meter akan memberikan penambahan nilai sebesar 98,11 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 47,5 % (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Indeks panjang per dalam terhadap waktu tenggelam 3.3.3
Indeks Panjang per Dalam Terhadap Berat Jaring
Hasil penelitian perbandingan panjang per dalam terhadap berat jaring menunjukkan bahwa perbandingan panjang per dalam jaring sebesar 2,5 meter menghasilkan berat jaring 159,58 kgf dan panjang per dalam sebesar 3,4 meter berat jaring 199,48 kgf. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan
18
regresi seperti pada Gambar 8 yaitu Y = 0,019x-0,571 dengan nilai R2 = 0,863. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan berat jaring per meter akan memberikan penambahan nilai sebesar 0,019 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 86,3 % (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Indeks panjang per dalam terhadap berat jaring 3.2.4 Kecepatan Relatif Kapal Saat Melingkar Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar berkisar 3,4-3,6 (m/s) dan menghasilkan hasil tangkapan ikan berkisar 8.76016.490 kg per trip, Kecepatan relatif terendah pada bulan Juli yaitu sebesar 3,3 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.760 kg per trip dan kecepatan relatif tertinggi pada bulan September sebesar 3,6 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip. (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Pengaruh kecepatan relatif rata-rata kapal terhadap hasil tangkapan Hasil analisis menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Y = -69.324 + 23.269 X dengan R = 67,26 %, nilai tersebut menjelaskan bahwa kecepatan melingkar memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi sebesar 23.269 kg, sedangkan hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.4.
19
Tabel 3.4 Sidik ragam pengaruh kecepatan relatif kapal saat melingkar SK db Regresi 1 9 Sisa 10 Total
JK KT 39.231.684,2 39.231.684,2 19.089.758,07 2.121.084,23 58.321.442,27
Fhit 18,49
Ftab 5,12
Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F tolak Ho, artinya bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 67,26 %. Artinya bahwa kecepataan relatif kapal saat melingkar sangat signifikan atau kecepatan relatif kapal saat melingkar dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin. 3.2.5
Kecepatan Penarikan purse line
18000
1.65
16000
1.60
14000
1.55
12000
1.50
10000
1.45
8000
1.40
6000
4000
1.35
2000
1.30
0
1.25 Feb Mar Apr May Jun Hasil Tangkapan
Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Kecepatan Penarikan Purse Line (m/s)
Hasil Tangkapan (kg)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan penarikan purse line saat melingkar berkisar 1,3-1,6 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.478-16.490 kg per trip. Kecepatan penarikan purse line terendah pada bulan Desember yaitu sebesar 1,36 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.478 kg per trip dan kecepatan penarikan purse line tertinggi pada bulan September sebesar 1,59 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip (Gambar 3.4).
Bulan Kec. Purse Line
Gambar 3.4 Pengaruh kecepatan penarikan purse line pukat cincin terhadap hasil tangkapan Hasil analisis menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Y= 32.770,32 + 29.988,44 X dengan R = 67,27 %, nilai tersebut menunjukkan bahwa kecepatan penarikan purse line berpengaruh terhadap peningkatan produksi sebesar 29.307,14 kg, sedangkan hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Sidik ragam pengaruh kecepatan penarikan purse line saat melingkar SK Regresi Sisa Total
db 1 9 10
JK 39.236.747,38 19.084.694,89 58.321.442,27
KT 39.236.747,38 2.120.521,65
Fhit 18,50
Ftab 5.12
20
Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak Ho, artinya bahwa kecepatan penarikan purse line saat melingkar berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 70,87 % dan koefisien korelasi (r) sebesar 8,41. Nilai tersebut menjelaskan bahwa kecepataan penarikan purse line saat melingkar berpengaruh terhadap hasil tangkapan. 8.2.6. Kecepatan Waktu Tenggelam Jaring Kecepatan waktu tenggelamnya jaring saat melingkar antara 762,79-903,17 (m/s) dan menghasilkan hasil tangkapan ikan berkisar 8.478-16.490 kg per trip. Kecepatan waktu tenggelamnya jaring terendah pada bulan Maret yaitu selama 762,79 (m/s) pada ukaran mata jaring kantong 1,75 inch, dengan hasil tangkapan sebesar 9.874 kg per trip dan kecepatan waktu tenggelamnya jaring tertinggi pada bulan September selama 903,17 (m/s) dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip. Waktu kecepatan tenggelam jaring saat melingkar memperlihatkan adanya hubungan terhadap peningkatan hasil tangkapan pukat cincin di Pacitan (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Pengaruh kecepatan waktu tenggelam jaring terhadap hasil tangkapan Hasil analisis menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Y^ = 23.799,23 + 2.506,98 X dengan R = 69,66 %, dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa kecepatan tenggelamnya jaring memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan sebesar 2.506,9 kg per setting, sedangkan hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Sidik ragam pengaruh kecepatan waktu tenggelamnnya jaring SK Regresi Sisa Total
db 1 9 10
JK 40.626.825,1 17.694.617,2 58.321.442,3
KT 40.626.825,1 1.966.068,57
Fhit 20,66
Ftab 5,12
Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak Ho, artinya bahwa kecepatan waktu tenggelamnya jaring berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 69,66 %.
21
Nilai tersebut menjelaskan bahwa kecepataan tenggelam jaring dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin. 2.3.7
Analisis Faktor Teknis Yang Berpengaruh Terhadapat Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Hasil analisis ketiga variabel menghasilkan model faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat cincin sebagai berikut: Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 + 10.938,21 X2 + 812,96 X3, dari ketiga variabel memiliki koefisien regresi positif terhadap hasil tangkapan. Tabel 3.7 menjelaskan keeratan atau keterkaitan antar variabel dengan variabel lain dari faktor produksi. Tabel 3.7 Sidik ragam pengaruh faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat cincin Pacitan SK Regresi Sisa Total
db 3 7 0
JK 50.626.729,24 7.694.713,03 58.321.442,27
KT 16.875.576,41 1.099.244,72
Fhit 15,35
Ftab 4,35
Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak Ho, artinya bahwa ketiga variabel menunjukkan saling berkaitan dan berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 86,80 %. Nilai tersebut menjelaskan bahwa ketiga variable sangat signifikan terhadap hasil tangkapan atau dapat pula dikatakan ketiga variabel dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin. Hasil pengujian secara parsial uji t memperlihatkan bahwa ketiga faktor produksi memberikan pengaruh nyata secara langsung terhadap hasil tangkapan pada tingkat kepercayaan 95%. Dimana koefisien regresi kecepatan relatif melingkar menghasilkan sebesar 13.300,80 kg, penarikan purse line sebesar 10.938,21 kg dan kecepatan tenggelam jaring sebesar 812,96 kg. Artinya ketiga koefisien regresi tersebut searah dengan peningkatan hasil tangkapan pukat cincin Pacitan (Tabel 3.8). Tabel 3.8 Hasil analisis parsial faktor produksi pukat cincin dengan uji t. Sumber Koefisien regresi -62.159,33 Intercept 13.300,81 X1 10.938,21 X2 812,96 X3
2.3.8
Standard Error koef. 14.051,49 5.041,23 9.926,29 848,26
t Stat -4.42368 2.63840 1.10194 0.95838
P-value 0.00307 0.03350 0.30692 0.36979
Pengaruh Faktor Teknis Terhadap Proporsi Hasil Tangkapan per Bulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga faktor teknis memberikan kontribusi terhadap proporsi hasil tangkapan, dimana rata-rata tiap bulanya ikan madidihang (Thunnus albacares) sebesar 23,5%, layang (Decapterus macarellus) 22,5%, cakalang (Katsuwanus pelamis), 14,9%, tongkol komo (Euthynnus affinis)13,7%, lemadang (Coryphaena hippurus) 7,6%, kambing-kambing (Canthidermis maculata) 6,9%, sunglir (Elagatis bipinulatus) 6,7% dan tenggiri (Scrombedies commerson)7,6% (Gambar 3.6).
22
Gambar 3.6 Persentase faktor teknis terhadap hasil tangkapan per bulan 3.3 Pembahasan Perkembangan usaha perikanan pukat cincin di Pacitan tergolong skala usaha kecil dan menengah. Dimana armada pukat cincin berdasarkan tonnase sekitar 25-48 GT dan melakukan operasi penangkapan di wilayah perairan ZEEI dan laut lepas Samudera Hindia. Dengan wilayah operasi penangkapan dengan rumpon sampai posisi lintang 100-130 LS dan bujur 108030’-113000’ BT dan diluar wilayah perairan teritorial Indonesia. Hal ini dilakukan karena berkurangnya hasil tangkapan di wilayah pesisir laut teritorial dan bertambah jauh operasi penangkapan, untuk itu dibutuhkan kapal penangkap yang laiklaut berstandar IMO (International Maritime Organization), stabilitas atau daya oleng dan kecepatan kapal ideal. Unjuk kerja (performance) sangat menentukan saat pengoperasian alat tangkap dan keberhasilan pada saat melingkari gerombolan ikan yang menjadi target hasil tangkapan pukat cincin. Menurut Rumeli (1976) bahwa pukat cincin pada operasi penangkapan akan banyak menerima dari beban samping. Berdasarkan perhitungan tahanan (resistance) yang dihasilkan jaring, maka kecepatan kapal saat melakukan penurunan jaring diperkirakan 20% lebih rendah daripada kecepatan kapal saat bergerak bebas lurus (Fridman dan Carrothers, 1986). Sedangkan kapal pukat cincin Pacitan mampu mengurangi beban samping yang berdasar pada nilai rasio dimensi (L/B) termasuk encircling gear, dengan rasio panjang berbanding lebar (L/B) kapal berkisar 2,5-4,3 meter, rasio lebar berbanding dalam (B/D) berkisar 1,9-4,0 meter sedangkan rasio panjang berbanding dalam (L/D) berkisar 6,7-12,0 meter. Lebih lanjut Setiyanto (2005) menyatakan bahwa perbandingan L/B berpengaruh terhadap kemampuan olah gerak kapal atau daya gerak kapal, B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal dan daya gerak sedangkan L/D berpengaruh terhadap stabilitas, daya muat dan kekuatan kapal. Untuk itu dibutuhkan kecepatan tinggi berkisar sekitar 8-10 knot dengan speed length ratio 2,173 untuk katagori kapal kecepatan tinggi (Nomura dan Yamazaki 1977), speed length ratio pukat cincin Paciatan 1,811, kecepatan kapal
23
rata-rata 5,8-8,8 knot dengan kisaran panjang kapal antara 13,86-19,91 dan termasuk katagori kapal normal. Dengan kecepatan tersebut pukat cincin Pacitan lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan pelagis dan setiap bulannya menghasilkan produksi ikan pelagis berkisar 8-16 ton. Wijopriono dan Nasution (1986) menyatakan bahwa pukat cincin yang dioperasikan di Prigi mempunyai kecepatan rendah, walaupun demikian kecepatan kapal tersebut sudah cukup karena dalam operasinya pukat cincin sifatnya tidak mengejar gerombolan ikan (hunting) tetapi hanya melingkari gerombolan ikan yang sudah terkumpul pada rumpon. Selanjutnya Wijoprioyono (1986) menyatakan dari hubungan panjang dan kecepatan kapal, ternyata kapal pukat cincin di Prigi masih dapat ditambah kecepatan dengan memperbesar tenaga penggeraknya, sehingga dapat memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengejar gerombolan ikan. Sedangkan kecepatan kapal pukat cincin Pacitan tidak perlu merubah daya mesin dan dimensi kapal karena termasuk katagori kapal normal, hal ini dibuktikan dengan mendapat hasil tangkapan yang relatif tinggi. Memiliki daya oleng yang baik seperti yang diutarakan Nomura dan Yamazaki (1977) dan Iskandar (1990). Kecepatan relatif didefinisikan dalam pergeseran atau perubahan kedudukan sebuah benda dalam suatu interval waktu tertentu, dimana interval waktu tertentu adalah pergeseran dibagi oleh waktu. Kecepatan rata-rata sebanding dengan pergeseran dan arahnya sama (Kane dan Sternheim 1991). Dengan stabilitas kapal laiklaut akan mengurangi beban anak buah kapal pada salah satu sisi kapal saat pengoperasian alat tangkap. Dimana efektivitas pengoperasian pukat cincin terlihat saat faktor teknis berfungsi yaitu kecepatan kapal saat melingkar jaring, kecepatan tenggelam jaring dengan membentuk dinding untuk menahan gerak kelompok gerombolan ikan keluar secara horisontal, serta kecepatan untuk menarik purse line untuk menahan larinya ikan ke arah vertikal (bagian bawah jaring) seperti yang diutarakan (Sainsbury 1971). Hasil penelitian ketiga faktor teknis mempelihatkan keeratan sebesar 87,86 %, dimana keberhasilan pengoperasian pukat cincin dengan alat bantu rumpon dan lampu sangatlah produktif dalam mengumpulkan gerombolan ikan di area penangkapan (catchable area), dengan dugaan ikan yang memasuki zona influence tidak dapat lolos saat jaring dilingkarkan. Dimana proses penangkapan pukat cincin untuk mengurangi tingkat kelolosan ikan yaitu dengan memotong arah renang ikan, cenderung melawan arus, dengan kecepatan relatif saat melingkar peluang tertangkapnya ikan lebih besar. Hal ini akan berhasil jika pergerakan ikan secara horizontal dan vertikal dapat diduga saat penangkapan, dimana jarak ideal penangkapan dengan pukat cincin dengan rumpon sekitar 50100 m (Tabel 3.9). Jarak toleransi menduga pergerakan ikan, kecepatan renang ikan akan terbaca dan terperangkap saat jaring dilingkarkan (Fridman 1986). Tabel 3.9 Jarak ideal saat melingkarkan sifat gerombolan ikan Spesies Tembang atlantik Sardin Mackerel Cakalang Teri laut hitam
Diameter 2.rs(m) 25 50 40 30 60
Sumber: Fridman 1986
Kecepatan Renang (m/s) 1,0 1,1 1,3 1,6 0,8
24
Hasil penelitian menunjukan rasio kecepatan relatif kapal lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan yaitu 3,44-3,60 (m/s) sedangankan rasio kecepatan renang ikan berkisar 0,6-3,3 (m/s). Kecepatan penarikan purse line berkisar 1,36-1,59 (m/s) dan kecepatan tenggelam berkisar 762,9 – 903,17 (m/s), sedangkan kecepatan renang ikan berkisar 1,0-1,6 (m/s). Roni (2002) menyatakan bahwa kecepatan relatif kapal purse seine saat setting dengan target tangkapan ikan selar, layang dan kembung di perairan Ambunten Madura dengan KM. Damar Wulan berkisar 1,71-1,91 (m/s) sedangkan kecepatan relatif saat setting dengan KM. Asrama berkisar 1,90-2,18 (m/s). Muntaha, A (2012) menyatakan bahwa dengan kecepatan melingkar saat setting dengan 4 knot, kecepatan penarikan tali ris 1,69 (m/s) mendapatkan hasil tangkapan sebesar 540 kg/tawur, sedangkan dengan kecepatan melingkar saat setting dengan 8 knot, kecepatan tenggelam jaring 561 detik mendapatkan hasil tangkapn sebesar 844,77 kg. Fridman (1986) menyatakan bahwa jenis ikan tembang memiliki kecepatan renang 1,0 (m/detik), mackerel 1,3 (m/s), cakalang 1,6 (m/s). Selanjutnya Videle (1993) Menyatakan bahwa kecepatan renang jenis tuna 10 (m/s), mackerel 3,3 (m/s) kisaran panjang 30 cm, hering dewasa 1 (m/s) kisaran panjang 20 cm, hering muda 0,5 (m/s) kisaran panjang 10 cm. Godo et al. (2003) mengemukakan bahwa ikan mackerel mempunyai kecepatan renang sampai 6 (m/s) jika kawanan/gerombolan kecil dan sekitar 1 (m/s) jika kawanan besar. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknis lebih cepat terhadap kecepatan renang ikan pada saat jaring pukat cincin dioperasikan dan pukat cincin memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan ikan yaitu madidihang 23,5%, layang 22,5%, cakalang 14,9%, tongkol komo 13,7%, lemadang 7,6%, kambing-kambing 6,9%, sunglir 6,7% dan tenggiri 4,1%. Sedangkan musim penangkapan pukat cincin memperlihatkan pola yang sama dan menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada bulan Mei hingga Juni meningkat sebesar 11.987 kg dan 12.875 kg, dan menurun pada bulan Juli sebesar 8.760 kg dan meningkat pada bulan Oktober sebesar 12.914 kg. Sedangkan musim penangkapan pukat cincin terjadi pada bulan Mei hingga Juni dan pada bulan Oktober (BPPL 2013). Hal ini menjelaskan bahwa tertangkapnya ikan saat dilingkar lebih besar, namun tingkat keberhasilan hasil tangkapan berbeda, diduga gerombolan ikan meloloskan diri saat jaring belum maksimal dilingkarkan, purse line belum maksimal ditarik, arah renang ikan cenderung menyisir jaring, kebawah jaring, dimana tingkat kelolosan gerombolan ikan lebih tinggi dan umumnya ikan yang tertangkap sekitar 0,25%-50% per setting (Fridman, 1986). Adanya perbedaan hasil dari ketiga penelitian terkait ketiga faktor teknis, hal ini diduga perbedaan target hasil tangkapan ikan, dimana proses penangkapan dikondisikan terhadap target jenis ikan yang akan ditangkap, perbedaan karakteristik wilayah perairan sangat mempengaruhi terhadap dimensi alat tangkat, pola penangkapan, kedalaman perairan, keragaman jenis ikan di wilayah tersebut. Simpulan Rasio dimensi utama kapal pukat cincin Pacitan termasuk tipe kapal Encircling gear, yang memiliki bentuk badan kapal V (V bottom) dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada
25
bagian belakang kapal. Kapal pukat cincin Pacitan termasuk katagori kapal normal yang memiliki panjang 13.86-19.91 m, dengan kecepatan kapal berkisar 5,8-8,8 knot dengan nilai speed length ratio normal yaitu 1,811. Hasil penelitian menunjukan rasio kecepatan relatif kapal lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan yaitu 3,44-3,60 (m/s) sedangankan rasio kecepatan renang ikan berkisar 0,6-3,3 (m/s). Kecepatan penarikan purse line berkisar 1,36-1,59 (m/s) dan kecepatan tenggelam berkisar 762,9-903,17 (m/s), sedangkan ikan 1,0-1,6 (m/s). Sedangkan hasil analisis sidik ragam secara parsial menunjukkan kecepatan melingkar berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan dengan α 0,05 nilai Fhit sebesar 18,50. Secara bersamaan ketiga faktor teknis yaitu kecepatan melingkar, kecepatan penarikan purse line dan kecepatan tenggelamnya jaring berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga faktor teknis memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan yaitu madidihang 23,5%, layang 22,5%, cakalang 14,9%, tongkol komo 13,7%, lemadang 7,6%, kambing-kambing 6,9%, sunglir 6,7% dan tenggiri 4,1%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat seberapa besar pengaruh teknis terhadap tingkah laku ikan saat dilingkarkan oleh jaring, apakah ikan melakukan gerakan secara vertikal, harisontal, menyisir jaring atau bergerak bebas dan untuk mengetahui kecepatan renang minimum dan maksimum ikan.
26
4 SEBARAN IKAN DAN UKURAN RATA-RATA PERTAMA KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN BERDASARKAN KEDALAMAN RENANG 4.1 Pendahuluan Daerah penyebaran ikan pelagis yang berpotensial di Indonesia meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, Laut Banda, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, laut Sulawesi dan perairan utara Papua (Pasifik). Penyebaran ikan pelagis dipengaruhi oleh suhu, densitas, kedalaman lapisan thermoklin, arus,sirkulasi massa air, oksigen dan kedalaman renang (swimming layers). Secara umum ikan pelagis (tuna) tertangkap di kedalaman 0-400 meter, salinitas perairan berkisar 32-35 ppt (perairan oseanik), suhu berkisar 17-310C (Uktolseja 1988). Samudera Hindia merupakan salah satu perairan yang potensial menghasilkan ikan pelagis seperti cakalang (Katsuwanus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol lisong (Auxis rochei), tongkol krei (Auxis thazard), madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus macoyii) dan ekor panjang atau abu-abu (Thunnus tonggol), layang biru (Decapterus macarellus), kembung (Rastrelliger spp), tembang (Sardinella fimbriata), sunglir (Elagatis bipinulatus) dan ikan lemuru (Sardinella longiceps) (BRPL 2004). Sebaran distribusi vertikal ikan dipengaruhi oleh struktur panas pada kolom air, seperti adanya korelasi antara tertangkapnya ikan oleh pukat cincin, kedalaman dari swimming layer, dan kekuatan dari gradien suhu pada termokline (Trump dan Leggette. 1980). Umumnya ditemui di bagian atas dari kedalaman 100 meter pada kolom air yang cukup oksigen. Di bawah termokline kandungan suhu dan oksigen sangat rendah biasanya dibawah 2 ml/l sehingga ikan perenang cepat ini jarang ditemukan (Meja dan Garcia. 2003). Ikan biasanya bergerombol sesuai ukuran baik bersama spesies sejenis maupun dengan spesies lain. Penyebaran ikan tuna diperairan merupakan salah satu respon terhadap perubahan suhu. Pola penyebarannya secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku dari ikan tuna. Distribusi ukuran jenis ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) di perairan Pacitan dapat diketahui berdasarkan perbedaan ukuran mata jaring kantong (mesh size) dan kedalaman jaring pukat cincin, dimana ukuran mata dan kedalaman jaring dapat menentukan terhadap sebaran ukuran ikan yang tertangkap, hal ini diduga bahwa kedalaman perairan mengidentifikasi sebaran jenis yang tertangkap. Pendugaan ukuran ikan pertama kali tertangkap (Lc) indentik dengan portabilitas atau peluang ikan yang tertangkap dengan L50% pada selektivitas alat tangkap tersebut, dimana setiap ukuran ikan yang tertangkap mewakili ikan yang tertangkap atau ikan yang tidak tertangkap di daerah penangkapan. Dasar pengukuran selektivitas ditentukan dengan kisaran panjang terhadap ikan yang di teliti (Sparred dan Vanema 1999). Pukat cincin merupakan alat tangkap yang efektif dalam menangkap gerombolan ikan pelagis, proses pelingkaran alat tangkap ikan dapat meloloskan diri dari alat tangkap yang relatif besar, baik secara vertikal maupun horisontal (Fridman dan Carrothers, 1986). Pendugaan tentang rata-rata ukuran pertama kali
27
tertangkap di perairan Pacitan diestimasi berdasarkan hasil tangkapan ikan pukat cincin dengan panjang jaring antara 380-420 m, kedalaman 120-136 m dengan ukuran mata jaring kantong 1,5-1,75 inch. Hal ini di teliti karena kurangnya informasi mengenai sebaran rata-rata ukuran pertama kali tertangkap baik secara vertikal dan horisontal menurut kedalaman dengan pukat cincin di perairan Pacitan Jawa Timur. 4.2 Hasil 4.2.1 Distribusi Ukuran Berdasarkan Ukuran Mata Jaring Ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,5 inch berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,75 inch cm. Jenis dan Ukuran ikan yang tertangkap yaitu madidihang, cakalang, tongkol komo, lemadang, layang biru, sunglir dan kambing-kambing pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi ukuran kisaran panjang berdasarkan ukuran mata jaring Jenis Madidihang (Thunnus albacores) Lemadang (Coryphaena hippurus) Cakalang (Katsuwanus pelamis) Tongkol komo (Euthynnus affinis) Layang (Decapterus macarellus) Sunglir (Elagatis bipinulatus) Keterangan :
Uk. Jaring n (ekor) Kisaran Panjang (cm) (cm) min max Rerata 1 1295 19.5 119.5 33.74 2 1705 29.5 129.5 37.34 1 862 29.7 139.5 84.5 2 1178 29.6 169.5 99.5 1 1496 27 77.2 49.5 2 1664 27.2 87.1 52 1 1605 22.3 52.8 37 2 1205 22.8 62.6 39.5 1 1368 19.8 35,5 27.5 2 1194 21.8 37.5 29.5 1 917 22.1 77.6 49.5 2 1011 22.3 82.3 52 1 (ukuran mata jaring kantong 1,5 inch) 2 (ukuran mata jaring kantong 1,75inch)
Std. Deviasi 22.0 34.9 29.9 32.8 11.6 11.1 4.7 4.9 4.8 4.8 9.9 9.7
Sebaran ukuran panjang ikan pelagis yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch memperlihatkan adanya pola sebaran ukuran ikan yang berbeda. Dimana ukuran ikan dengan mata jaring kantong 1,5 inch lebih kecil dibanding ikan dengan mata jaring kantong 1,75 inch dengan modus yang berbeda. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa ikan madidihang dengan kisaran panjang (nilai tengah) 19,5-139,5 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 39,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm, 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan lemadang dengan kisaran panjang 29,5-169,5 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan cakalang dengan kisaran panjang 27-87 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan tongkol komo dengan kisaran panjang 22-62 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan layang dengan kisaran
28
panjang 19,5-37,5 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 25,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 29,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan sunglir dengan kisaran panjang 22-82 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm, 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Madidihang
Lemadang
Cakalang
Komo
Layang
Sunglir
Gambar 4.1 Persentase frekuensi ukuran ikan pelagis berdasarkan ukuran mata jaring tahun 2013
29
4.2.2
Distribusi Ukuran Berdasarkan Kedalaman Renang Ikan
Berdasarkan hasil penggukuran kedalaman jaring pukat cincin, bahwa kedalaman jaring berkisar 0-121 meter dan 0-136 meter mendapatkan hasil tangkapan dengan kisaran panjang ikan pelagis kecil berkisar 19,8-37,5 cm untuk layang, sunglir 22,1-82,3 cm dan pelagis besar seperti madidihang, kisaran 19,5129,5 cm, cakalang 27-87,1 cm, tongkol komo 22,3-62,6 cm dan lemadang berkisar 29,6-169,5 cm 4.2.3
Ukuran Rata-Rata Pertama Kali Tertangkap
Ukuran ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) umumnya dengan tingkat porbabilitas L50% dan L75% pada selektifitas pukat cincin. Dimana selektifitas telah menjelaskan bahwa peluang sebaran ikan layak tangkap dapat meningkatkan ketersediaan sumber daya ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selektivitas pukat cincin berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch memperoleh ukuran rata-rata ikan pertama kali tertangkap yang berbeda tergantung jenis ikan pelagis tertangkap dengan pukat cincin. Gambar 4.2 terlihat bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap madidihang dengan panjang 19,5 cm sebanyak 4 ekor sedangkan pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch tidak tertangkap, dan ukuran mata jaring kantong 4,46 cm madidihang ukuran 129,5 cm tertangkap sebanyak 12 ekor, sedangkan 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 39,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 59,5 cm.
Gambar 4.2 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.3 yaitu Y = 0,697x–2,477 dengan nilai R2 = 0,933. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,697 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 93,3%.
30
Gambar 4.3 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan lemadang dengan kisaran panjang 29,5 cm sebanyak 8 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 3 ekor. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan lemadang dengan ukuran 159,5 cm sebanyak 10 ekor, ukuran 169,5 cm sebanyak 4 ekor sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 59,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 79,5 cm.
Gambar 4.4 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan Ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.5 yaitu Y = 0,911x–3,529 dengan nilai R2 = 0,914. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,911 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 91,4%.
31
Gambar 4.5 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan Gambar 4.6 terlihat bahwa pukat cincin ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan cakalang dengan kisaran panjang 27 cm sebanyak 36 ekor, mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 2 ekor. Ukuran mata jaring kantong 4,46 cm ikan cakalang dengan ukuran 82 cm sebanyak 6 ekor, ukuran 87 cm sebanyak 2 ekor sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 42 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 47 cm.
Gambar 4.6 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.7 yaitu Y = 0,611x–2,758 dengan nilai R2 = 0,922. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,611 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 92,2 %.
32
Gambar 4.7 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa pukat cincin ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan tongkol komo dengan panjang 27 cm sebanyak 18 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 6 ekor. Ukuran mata jaring 1,75 inch ikan tongkol komo dengan ukuran 67 cm sebanyak 12 ekor, sedangkan ukuran mata jaring 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 37 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 47 cm.
Gambar 4.8 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.9 yaitu Y = 1,087x–3,001 dengan nilai R2 = 0,934. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,611 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 93,4 %.
33
Gambar 4.9 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan Pada gambar 4.10 bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan layang biru dengan panjang 19,5 cm sebanyak 9 ekor dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch tidak tertangkap. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan layang biru dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 27,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 29,5 cm.
Gambar 4.10 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.11 yaitu Y = 1,358x–4,241 dengan nilai R2 = 0,954. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln (CbL/CaL) sebesar 1,36 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 95,4 %.
34
Gambar 4.11 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan Gambar 4.12 terlihat bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan sunglir dengan panjang 22 cm sebanyak 19 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 2 ekor. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan sunglir dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 37 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 42 cm.
Gambar 4.12 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.13 yaitu Y = 0,780x–2,785 dengan nilai R2 = 0,840. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,780 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 84,0 %.
35
Gambar 4.13 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 4.3 Pembahasan Sebaran ukuran panjang ikan pelagis yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m memperlihatkan adanya pola sebaran ukuran ikan yang berbeda. Ukuran ikan dengan mata jaring kantong 1,5 inch lebih kecil dibanding ikan dengan mata jaring kantong 1,75 inch dengan modus yang berbeda. Ikan madidihang tertangkap dengan modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan lemadang modus pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring 1,5 inch dan 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring 1,75 inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Anggrainy (1991) menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang terangkap dengan handline di perairan Kepulauan Bacan berukuran panjang total antara 31-60 cm, dan 41,6-77,6 cm. (Samad 2002) menjelaskan bahwa kisaran panjang ikan cakalang yang tertangkap dengan handline di perairan Maluku Tengah adalah 40,3-65,4 cm dan di perairan Kupang adalah 29-58,9 cm dan ukuran dominan 47,0-49,0 cm. Gafa et al. (1987) menjelaskan bahwa ikan cakalang yang tertangkap dengan handline di perairan Sulawesi Tengah berkisar 27,1-57,7 cm. Baso (2011) menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang tertangkap dengan pole and line di perairan Teluk Bone memiliki ukuran panjang total 14,0-86,0 cm, dengan frekuensi panjang terbesar pada kelas panjang 26,0-29,0 cm sebanyak 132 ekor dan frekuensi panjang terkecil pada ukuran 83,0-86,0 cm sebanyak 7 ekor. Ikan cakalang di perairan Teluk Bone dapat mencapai ukuran yang lebih panjang (86,0 cm) dibanding dengan perairan lainnya. Syamsuddin et al. (2008) menjelaskan bahwa komposisi ukuran ikan yang tertangkap di perairan Kupang berkisar 29,058,9 cm. Jumlah tangkapan terbanyak adalah ukuran 47,0-49,9 cm (17,90 %), dan disusul oleh ukuran 44,0-46,9 cm (16,64%), dan ukuran 38,0-40,9 cm (16,36%).
36
Perbedaan sebaran hasil tangkapan pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m terlihat terhadap kisaran panjang dan rata-rata ikan pertama kali tertangkap (Lc). Sebaran ikan pelagis kecil dan besar yang tertangkap berbeda, dimana ikan pelagis kecil menyebar pada kisaran 0-50 meter, pelagis besar 60-200 meter dan suhu 28,700C31,100C (Suwarso dan Hariati 2003). Dimana hasil penelitian yang dilakukan Pranata (2013) dengan rawai tuna di Samudera Hindia bahwa ikan tuna albakora, madidihang, marlin hitam, marlin puith, gindara, bawal bulat dan lemadang dengan kisaran panjang 50-100 cm tertangkap pada pancin nomor 1 dan 2 dengan kedalaman 64-84 meter dan 110-130 meter, tuna mata besar kisaran panjang 100150 cm tertangkap pada pancing nomor 4 dan 9 dengan kedalaman 185-205 meter. Kedalaman mata pancing tersebut berdasarkan rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009). Selanjutnya Suharto (1995), menyatakan bahwa kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh rawai tuna yaitu pancing 1 terdapat pada kedalaman 44,345,6 m, mata pancing 2 pada kedalaman 72-74,5 m, mata pancing 3 pada kedalaman 94,1-98 m, mata pancing 4 pada kedalaman 109,7-114,6 m, dan mata pancing 5 kedalaman 118-123,3 m. Adanya berbedaan kedalaman terhadap mata posisi pancing diduga karena perbedaan dimensi alat tangkap. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Wudianto (1991) bahwa ikan yang tertangkap dengan perbedaan suhu, salinitas, strata kedalaman,dan musim yang berbeda. Dengan kisaran kedalaman 0-200 meter dengan pukat cincin menghasilkan hasil tangkapan yang berbeda pada kisaran panjang ikan tersebut. Ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin pelagis kecil dengan ukuran mata kantong 1,5 inch dan kedalaman jaring 123 meter berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dan kedalaman jaring 136 meter. Hal tersebut diduga karena perbedaan kedalaman optimum ikan tersebut, siklus hidup, suhu, termoklin dan arus. Perbedaan ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan perbedaan ukuran mata jaring kantong dan kedalaman jaring mengindentifikasikan bahwa ikan yang tertangkap sangat berpengaruh terhadap kedalaman renang ikan dan suhu perairan, dimana ikan dengan ukuran lebih besar identik kedalaman renangnya lebih dalam seperti yang diutarakan Reddy (1993). Laevastu dan Hela (1970) bahwa perbedaan suhu terhadap ikan merupakan proses metabolisme seperti pertumbuhan, jenis makanan, aktivitas tubuh seperti kecepatan renang dan rangsangan syaraf. Lebih lanjut Reddy (1993) bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi tempat pemijahan (spawning ground) dan daerah penangkapan (fishing ground) secara periodik. Gafa et al. (2004) menunjukkan gradien penurunan suhu terbesar di Laut Banda pada lapisan massa air di kedalaman 50-150 meter. Sedangkan lapisan termoklin berdasarkan pengukuran minilogger berada pada kedalaman rata-rata berkisar 70-270 meter. Menurut Ehrenberg (1984), ikan-ikan kecil cenderung bergerombol pada lapisan atas perairan, sedangkan ikan yang lebih besar menyebar di lapisan bawah. Burczynski et al. (1987) juga menyatakan bahwa penyebaran ikan-ikan kecil dapat dipengaruhi oleh profil temperatur dan thermocline. Distribusi ikan pelagis sangat ditentukan oleh suhu, kedalaman salinitas, kecepatan arus dan faktor ekologi lainnya (Brandt 1984). Seperti diutarakan Simbolon (1996). Bahwa fenomena distribusi vertikal populasi ikan di tandai
37
dengan adanya pergerakan pola migrasi ikan, dimana ikan pada umumnya melakukan migrasi diurnal (pada siang hari) dan nokturnal (pada malam hari) secara vertikal pada strata perairan. Gafa et al. (2004). Korelasi antara suhu dan kedalaman terhadap hasil tangkapan belum menunjukkan hasil tangkapan yang signifikan. Menurut Unar (1957) dalam Sumadhiharga (2009), bahwa ikan yang telah mencapai ukuran yang lebih besar, ikan tersebut cenderung berada pada lapisan air yang lebih dalam. Dimana faktor lingkungan perairan sekitarnya akan mempengaruhi penyebaran ikan pelagis secara horizontal dan vertikal (Allain et al. 2005). Sulaiman (2006) menyatakan bahwa penangkapan dengan alat bantu cahaya dapat mengumpulkan ikan pada pada kisaran kedalaman 20-30 meter dan 5-10 meter, hal ini terlihat dengan mengunakan side scan sonar. Lebih lanjut Gambang et al. (2003) bahwa ikan pelagis kecil terdistribusi dikedalaman 15-60 meter, perbedaan kedalaman mengindikasikan oleh jenis dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi optimum ikan tersebut. Laevastu dan Hayes (1981) bahwa penentuan batas penyebaran secara vertikal ikan sangat penting untuk diketahui dalam penentuan kedalaman alat tangkap saat pengoperasian dengan penyesuaian terhadap kedalaman renang ikan (swimming layer) dan suhu perairan (Tabel 11). Tabel 11 Kisaran lapisan renang ikan dan suhu perairan pelagis besar Kisaran suhu perairan (ᵒC) untuk Habitat Daerah Penangkapan Penyebaran Optimum Penyebaran Optimum Cakalang (Katsuwanus pelamis) 17-28 20-24 19-23 16-22 Madidihang (Thunnus albacares) 18-23 20-28 20-28 21-24 Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) 11-28 17-23 18-23 Albakora (Thunnus alalunga) 14-23 14-22 15-21 15-19 Sirip biru selatan (Thunnus macoyii) 12-25 14-21 15-22 Sumber : Laevastu dan Hayes (1981) Jenis ikan
Lapisan Renang (m) 0-40 0-200 50-400 20-300 50-300
Perbedaan termoklin bagi ikan pelagis akan sangat mempengaruhi terhadap ukuran dan kedalaman renangnya, karena kedalam renang ikan pelagis cenderung berada di lapisan campuran (mixed layer) yang banyak terdapat makanan seperti plankton, telur ikan, dan larva, sedangkan lapisan air dingin berada dibawah termoklin yang mendukung kehidupan hewan bentik dan hewan laut dalam (Reddy 1993). Wyrtki (1961) mengatakan bahwa kedalaman termoklin di lautan Hindia mencapai 120 meter menuju ke Selatan di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter. Laevastu dan Hayes (1981) bahwa pengaruh oseanografi terhadap sebaran ikan pelagis dari berbagai daerah penangkapan menunjukkan bahwa arus dan suhu merupakan parameter utama terhadap sebaran ikan pelagis. Dimana ikan pelagis sangat tergantung pada struktur vertikal suhu dan akan berenang lebih dalam jika suhu dipermukaan perairan menjadi hangat. Suwarso dan Hariati (2003) SPL untuk penyebaran ikan pelagis kecil seperti layang dan kembung berkisar antara 28,700C-31,100C. Menurut Illahude (1970) Perairan Selat Makasar kedalaman 300 meter sampai dasar perairan suhunya sekitar 5-110C, musim timur lapisan homogen dapat mencapai 50 meter dengan suhu berkisar 260C-270C, lapisan termoklin saat musim timur berkisar 100C-260C pada kedalaman 50-400 meter.
38
Frekuensi ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin yang berbeda diduga akan mempengaruhi terhadap kisaran panjang ikan tersebut. Dimana ikan madidihang dengan ukuran mata jaring 1,5 inch Lma nya sebesar 42,96 cm dan ukuran mata jaring 1,75 inch Lmb nya sebesar 60,26 cm, lemadang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 54,94 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 77,05 cm, cakalang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 36,8 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 51,6 cm, tongkol komo dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 31,11 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 43,64 cm, layang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 21,62 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 30,32 cm dan sunglir dengan mata jaring 1,5 inch cm Lma nya berkisar 31,96 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 44,83 cm. Dari hasil tersebut terlihat perbedaan selektivitas ikan yang tertangkap dengan mata jaring dan kedalaman jaring yang berbeda, dimana ikan dengan ukuran yang lebih besar kedalaman renangnya akan semakin dalam dan dikondisikan dengan suhu, salinitas dan termoklin. Hasil penelitian yang dilakukan Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa 2013, di wilayah perairan Samudera Hindia selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menghasilkan Lc/L50% fork length ikan cakalang sebesar 42,89 cm dan fork length madidihang sebesar 124,16 cm FL. Wudianto (1991) hasil peneilitian di Kepulauan Okinawa Lautan Pasific dengan pukat cincin, dimana penelitian dibagi empat musim dengan pembagian strata kedalaman sesuai dengan suhu dan salinitas berkisar 0-200 meter dengan 4 strata kedalaman yaitu 50, 100, 150 dan 200 meter dengan rata-rata hasil tangkapan berdasarkan suhu didominasi tuna kecil 49,9 % , Tuna ekor kuning 18.89%, dan mackerel 1,98% dengan kisaran suhu 20,1-280C. Berdasarkan salinitas didominasi tuna kecil 50,12%, tuna ekor kuning 18,91%, cakalang 5,52% dan mackerel 2,4% dengan kisaran salinitas 34,41-35,0 (%o). Selanjutnya hasil penelitian Pranata (2013) hasil tangkapan dengan rawai tuna berdasarkan kedalaman lapisan renang ikan tuna diperoleh tuna albakora berkisar 64-232 meter dengan ukuran 5-100 cm, tuna mata besar 64-250 meter dengan ukuran 100-150 cm, madidihang 64-205 meter dengan ukuran 100150 cm dan tuna sirip biru selatan berkisar 110-205 meter ukuran 150 cm. Hasil peneilitian Pranata (2013) secara umum ikan tuna yang tertangkap diduga pada kedalaman (swimming layer) 64-232 meter. Lebih lanjut menurut Uda (1959) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009), penyebaran ikan tuna albakora pada kisaran suhu 14-240C, dimana saat juvenile tuna albakora berada di wilayah equator dan lapisan renangnya dilapisan dekat permukaan dan setelah berukuran dewasa (>95 cm) mulai berpindah ke lapisan yang lebih dalam (Block dan Stevens 2001). Tuna mata besar tertangkap pada tertangkap pada kedalaman sekitar 64-250 meter dan tuna mata besar yang lebih besar berada pada dibawah lapisan termoklin (Suzuki et al. 1977 dalam Santoso 1999). Tuna madidihang diduga tertangkap pada kedalaman sekitar 64-205 meter dan umumnya pada kedalaman 100 meter yang memiliki cukup kandungan oksigen, sedangkan juvenile sering dijumpai bergerombol dengan cakalang, tuna mata besar dilapisan permukaan dan setelah dewasa berada pada kisaran suhu 18-310C (Block dan Stevens 2001). Berdasakan penelitian Brata et al. (2011) bahwa ikan jenis tuna madidihang dan albakora tertangkap pada kisaran kedalaman 35,15-299,04 dengan suhu 12,51-26,960C, tuna mata besar tertangkap pada kisaran kedalaman 92,23-470,12
39
meter dengan suhu berkisar 8,35-26,800C sedangkan tuna sirip biru selatan pada kisaran kedalaman 118,23-194,21 meter dengan suhu 14,99-22,590C. Selanjutnya Brata et al. (2011) bahwa tuna dengan ukuran lebih kecil dari 100 cm cenderung tertangkap lebih pada level permukaan atau diatas lapisan termoklin sampai kedalaman 200 meter. Selanjutnya Nishimura (1964) dengan mengunakan echosounder bahwa bluefin terdapat dikedalaman 60-200 meter, madidihang kedalaman 60-120 meter sedangkan Albakora pada kedalaman 50-80 meter. Adanya korelasi antara penelitian pukat cincin dengan ukuran dan kedalaman jaring yang berbeda terhadap penelitian pukat cincin di Jepang oleh Wudianto dan hasil penelitian long line di Selatan Jawa ,Samudera Hindia. Dimana ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berada dilapisan yang lebih dalam sedangkan ukuran yang lebih kecil cenderung berada dilapisan atas. Dalam pengelolaan perikanan yang ramah lingkungan yang berkelanjutan, harus adanya pembatasan ukuran dan kedalaman mata jaring, hal ini menunjukkan bahwa perikanan pukat cincin di Pacitan tidak ramah lingkungan, hal tersebut didasari tertangkapnya jenis ikan pelagis besar dengan ukuran yang belum layak tangkap tertangkap dalam jumlah besar sekitar 85 %, hal ini telah menyalahi aturan bahwa ijin pukat cincin Pacitan adalah pukat cincin pelagis kecil namun realitasnya tidak adanya pembatasan ukuran dan kedalaman jaring di wilayah tersebut.
4.4 Simpulan Sebaran ikan pelagis yang tertangkap pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, dalam jaring 120 m cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mata jaring kantong 1.75 inch, dalam jaring 136 m, dimana sebaran ukuran ikan yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,75 inch lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan ukuran rata-rata ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) dengan ukuran mata 1,5 inch dan ukuran mata 1,75 inch cenderung lebih besar yaitu ikan madidihang modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, lemadang modus pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.
4.5 Saran Harus dikaji ulang mengenai perijinan pukat cincin sekala kecil untuk membatasi ukuran dimensi alat tangkap, guna menghindari hasil tangkapan yang belum layak tangkap.
40
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Kapal pukat cincin Pacitan termasuk kapala katagori encircling gear dan belum termasuk kapal normal yaitu speed length ratio1,811 karena kisaran kecepatannya berkisar 5,88-8,83 dengan panjang kapal berkisar13.86-19.91 m 2. Faktor teknis yaitu kecepatan relatif melingkar, kecepatan poenarikan purse line dan kecepatan waktu tenggelam, secara simultan saling terkait dan berpengaruh terhadap hasil tangkapan dengan tingkat kepercayaan sebesar 87,86 %. 3. Sebaran ikan pertama kali tertangkap (Lc) pada ikan pelagis kecil dan pelagis besar yang tertangkap dengan pukat cincin dengan mata jaring dan kedalaman jaring yang berbeda memperlihatkaan pola terdistribusi dikedalaman 15-80 meter, perbedaan kedalaman mengindikasikan pada jenis dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi optimum ikan tersebut. 4. Pukat cincin Pacitan dikatagorikan tidak ramah lingkungan, karena jenis tuna tertangkap dalam ukuran dan berat yang belum layak tangkap.
5.2 Saran 1. Pelu penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor teknis lain guna melihat seberapa besat variable lain mempengaruhi hasil tangkapan pukat cincin 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara terintegrasi terhadap sebaran ikan pelagis yang selama ini masih dalam dugan penyebaran struktur ukuran jenis dan kedalaman renangnya. 3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai ukuran dan kedalaman jaring pukat cincin yang ramah lingkungan dengan mengkaji besaran dimensi alat tangkap guna keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya ikan pelagis tetep lestari.
41
DAFTAR PUSTAKA Allain GP. Lehodey, DS. Kirby & B. Leroy. 2005. The Influence of the environment on Horizontal and Vertical Bigeye Tuna Movements Investigated by Analysis of Archival tag Records and Ecosystem Model Outputs. WCPFC-SC1, 3:13p. Anggrainy L. (1991) Estimasi Potensi Cakalang Berdasarkan parameter Biologi di Perairan Kepulauan Bacan Kabupaten Maluku Utara. Makasar: 45 hal Ardidja S. 2007. KapalPenangkapIkan. STP-Press. Jakarta. Ayodhyoa. 1972. Kapal Perikanan. Correspondence Course Center. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta: 26 hal. Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor hal: 31-34. Baso H. 2013. Kajian Biologi Populasi ikan Cakalang (Katsuwanus pelamis) di Perairan Luwu Teluk Bone. Tesis, PPS UnHas. Makasar: 123 hal. Block BA, Stevens ED. 2001. Tuna Physiology, Ecology, and Evolution . California (US): Academic press. [BPPL] Balai Penelitian Perikanan Laut. 2013. Penelitian Kapasitas Penangkapan Pancing Tonda, Pukat Cincin dan Rawai Tuna Di samudera Hindia Selatan Jawa dan Barat Sumatera. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. p. 13-17. Brata A, Novianto D, Bahtiar A. 2011. Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalam di Samudera Hindia. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. Vol 16 (3): p. 165-170. Brandt AV. 1984. Fish Catching Methods of The World. FAO Fishing News Books, Ltd. Farnham-Surrey England: Hal 301-318. [BRPL] Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Musim Penangkapan Ikan Di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. p. 8-45. Burczynski J, Paul HM, Marrone G.1987. Hydroacoustic Assessment of The Abundance and Distribution of Rainbow Smelt in Lake Ohae. Jurnal of Fisheries Management 7: 106-116. Ehrenberg, J.E., 1984. The Biosonic Dual Beam Target Strength Measurement System. FAO Fish. Circ. 778:71-78. Fridman AL, Carrothers PJG 1986. Calculation for Fishing Gear Design. FAOFishing News Books, Ltd, London. hal: 237-266. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News Books Ltd. Farnharm, Surrey: England. Gambang AC, Rajali HB, Awang D. 2003. Overview of Biology and Explotation of the Small Pelagic Fish Resources of the EEZ of Sarawak, Malaysia. Fisheries Research Instituite Malaysia Serawak Bintawa, Kucing. Malaysia: http://www.fri.gov.my/friswak/publication/pelagic.pdf. Gafa B, Sufendrata T, Uktolseja JCB. 1987. Penandaan Ikan Cakalang dan Madidihang di Sekitar Rumpon Teluk Tomini-Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 43 Tahun 1987. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: P. 67-74.
42
Gafa B, Wagiyo K, Nugraha B. 2004. Hubungan Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Bigeye Tuna (Thunnus obesus). Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta: 63-80. Godo OR, Hjellvik V, Iversen SA, Slotte A, Tenningen E, Torkelsen T. 2004. Behaviour of Mackerel School During Summer Feeding Migration in the Norwegian Sea as Observed from Fishing Vessel Sonars. ICES Journal of Marine Science. International Council for the Sea: Publised by Elsevier Ltd. Iskandar BH. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di Indramayu. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor: Hal 31-92. Iskandar BH, Pujiati S. 1995. KeragaanTeknisKapalPerikanan di Perairan Indonesia.[KaryaIlmiah]. Fakultas Perikanan; Institut Pertanian Bogor: Bogor. Kane JW, Sternheim MM. 1991. Fisika. Edisi Ketiga.Terjemahan P. Silaban dan J. Ibrahim, 1988, Physics. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. hal: 9-14. Katiandagho EM. 1990. Migrasi Vertikal Harian Ikan Pelagis Kecil yang Diamati di Bawah Rumpon di perairan Momalia Kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. 1(3): 218-228. Laevastu T, Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News (Book) Ltd. London: 238p. Laevastu T, Hayes ML. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News (Books) Ltd. Farnham, Surrey. London: 199 p. Meja dan Garcia. 2003. [LPPT] Loka Penelitian Perikanan Tuna. 2013. Penelitian Sumber Daya Perikanan Tuna Skala Kecil di samudera Hindia Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Laporan Ringkasan Penelitian Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa: Bali. Misund OA, Kolding J, Freon P. 2003. Fish Cafture Devices in Industrial and Fisheries their Influence on Management. In P.J.B Hart and J.D. Reynolds (eds.). Handbook of Fish Biology and Fisheries, Vol. II, Blackwell Science, London: pp. 13-36. Monintja D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor: 156 hal. Mudjiono E. 1986. Bangunan Kapal unutk Strata A. Politeknik Ilmu Pelayaran Makasar. Makasar: 191 hal. Mulyanto RB, Suwondo AT. 1986. Pelapisan Lambung Kapal Kayu dengan Bahan Serat Plastik: FAO , J. Muntaha A. 2012. Kajian Kecepatan Kapal Purse Seine Dengan Permodelan Operasional Terhadap Hasil tangkapan Yang Optimal. Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Madura: 11 hal. Nishimura. (1964). Echo Detection of Tuna: in Modern Fishing Gear of The World. FAO, 2: 382-385. Nomura M, Yamazaki T. 1977. Fishing Techniques 1. Japan International Cooperation Agency, Tokyo: hal 125 – 183.
43
Nugraha B, Triharyuni S. (2009). Pengaruh Suhu dan Kedalaman Mata pancing Rawai Tuna (Tuna Longline) Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 15 (3): 239-247. Nugroho D. 2004 Kajian Stok Ikan Pelagis di Laut Jawa Berdasarkan Deteksi Akustik Kelautan (tidak dipublikasikan ). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor: 134 hal. Pasaribu BP. 1985. Prosiding Pengembangan Kapal Ikan di Indonesia dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara. Bogor. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Pranata SA. 2013. Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnsus sp) Yang Tertangkap Oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Reddy MP. 1993. Influence of the Various Oceanographic Parameters on the Abundance of Fish Catch. Proceeding of International Workshop on Aplication of Satellite Remote Sensing for Identifying and Forecasting Potential Fishing Zones in Developing Countries. India: 7-11 December 1993. Roni. 2002. Pengaruh Kecepatan Relatif Kapal Saat Setting terhadap Hasil Tangkapan Pukat Cincin (Purse Seine) 01 Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep Madura. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertania Bogor: Bogor. 66 hal. Rumeli H. 1976. Purse Seine Sistim Moderen dan Kemungkinan Pengembangannya di Indonesia. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: LIPI 31 hal. Sahwan MF. 1982. Perikanan Laut di Kecamatan Ambunten (Kabupaten Sumenep Madura): Analisa dan Kemungkinan Pengembangan Unit-unit Pcnangkapan Ikannya. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Teknik dan Manajemen Penangkapan Ikan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. hal: 48-52. Sainsbury JC. 1971. Commercial Fishing Methods. Fishing News Ltd., London: 119 p. Samad F. 2002. Studi Beberapa Parameter dinamika Populasi Ikan Cakalang di Perairan Laut Flores. Makasar: 63 hal. Santoso H. 1999. Studi Tentang Hubungan Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Longline di Perairan Selatan Pulau Jawa. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiyanto, Indradi. 2005. Buku Ajar II, Kapal Perikanan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. Simbolon D. 1996. Pendugaan Densitas dan Penyebaran Ikan Dengan Sistem Akustik Bim Ganda di Selat Makassar (tidak dipublikasikan). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor: 121 hal. Sondita MFA. 1986. Suatu Studi Tentang Peranan Pemikatan Ikan dalam Operasi Purse Seiner Milik PT. Tirtra Raya Mina (Persero) Pekalongan Skripsi ( tidak dipublikasikan), Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal: 7-57. Sparred, Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta: Puslitbangkan. Hal 202 - 210.
44
Suharto. 1995. Pengaruh Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan (Percobaan Orientasi dengan KM. Madidihang di Samudera Hindia Sebelah Barat Samudera. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sulaiman M, Indra J, Baskoro SM. 2006. Studi Tingkah Laku Ikan Pada Proses Penangkapan Dengan Alat Bantu Cahaya: Suatu Pendekatan Akustik. Indonesia J. Mar. Sci. 11(1):31-36. Sumadhiharga OK. 2009. Ikan Tuna. Pusat Penelitian Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta:LIPI Suwarso A, Hariati T. 2003. Biologi dan ekologi ikan pelagis kecil di pantai Utara Jawa Barat dan Selat Sunda. JPPI Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. 9(7): 29 – 36. Syamsuddin, Mallawa A, Najamuddin, Sudirman. 2003. Analisis Pengembangan perikanan Ikan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Berkelanjutan di Perairan teluk Bone, kabupaten Luwu Sulawesi selatan. Makassar: 47 hal. Thamrin H. 1999. Bahan Perkuliahan Teori Bangunan Kapal. Sekolah tinggi Perikanan. Jakarta: STP
Trump, Leggette. 1980. Optimum Swimming Speeds in Fish: The Problem of Currents. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. Canada. Vol. 37:7 pages. 1086-1092. Uktolseja JCB. 1988. Pengaruh Kedalaman Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tuna. [Jurnal]. Jakarta (ID) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Umam M. 2007. Desain dan Konstruksi Kapal Purse Seine Semangat Baru di Galangan Kapal Pulau Tidung. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Videler JJ. 1993. Fish Swimming. Fish and Fisheries Series 10. Departemen of Marine Biology. University of Groningen. Netherlands: 2-7. Walpole ER. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Terjemahan B. Sumantri, 1982, Introduction to Statistics, 3rd edition. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. hal: 340-373. Wijopriono, Genisa AS. 2003. Kajian Terhadap Laju Tangkap dan Komposisi Hasil Tangkapan purese seine Mini Di Perairan Pantai Utara Jawah Tengah, Torani, Vol. 13 (1) Maret 2003: 44-50. Wijopriono, Nasution CH. 1986. Pengkajian Kapal Pukat Cincin di Daerah Prigi, Jawa Timur. Laporan Penelitian Perikanan Laut No. 34. Jakarta: BPPL Wina K. 2005. Optimisasi Perikanan Purse Seine di PPN Pemangkat Propinsi Kalimantan Barat Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor: 103 hal Wudianto. 1991. Influence of Water Temprature, Salinity and Transparency on the Catch of Tunas in the Vicinity of Payos at the Southeast Part of Okinawa Island. Thesis, University of the Ryukyus. Japan: 42-52.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Kapal Inka Mina 127 dan KM. Baruna Jaya 07
KM. Inka Mina 127
KM. Baruna Jaya 07
Lampiran 2. Alat bantu penelitian
GPS type GP-32 Furuno
Fish finder type 350C Garmin
Gardan 24 PK merk Mistsubishi
Pengukuran pemberat rumpon
47
G-Shock merk Casio Lampiran 3. Pengoperasian alat tangkap
Setting pukat cincin
Hauling pukat cincin
Setting
Serok ikan tangkapan
Pengukuran ikan sampel
48
Lampiran 4. Jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin
Tenggiri (Scrombedies commerson)
Madidihang (Thunnus albacores)
Layang (Decapterus macarellus
Lemadang (Coryphaena hippurus)
Kambing-kambing (Canthidermis maculata)
Sunglir (Elagatis bipinulatus
Cakalang (Katsuwanus pelamis)
Tongkol komo (Euthynnus affinis)
49
Lampiran 5. Data sampel kapal penelitian No
Nama Kapal
Bulan
GT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Sriana 09 Inka Mina 127 Baruna Jaya 07 Baruna Jaya 06 Inka Mina 127 Setia Jaya 03 Restu 03 Setia Jaya 02 Inka Mina 127 Baruna Jaya 07 Baruna Jaya 06 Pratama Indah Restu 03 Sriana 09 Setia Jaya 02 Inka Mina 127 Setia Jaya 03 Restu 03 Sinar Mutiara Pratama 03 Baruna Jaya 07 Setia Jaya 02 Baruna Jaya 04 Inka Mina 127 Baruna Jaya 05 Baruna Jaya 06 Bromo Indah Pratama 02 Baruna Jaya 07 Baruna Jaya 06 Baruna Jaya 05 Baruna Jaya 04 Putra Restu 01 Setia Jaya 02 Restu 03 Inka Mina 127 Sinar Mutiara Restu 03 Baruna Jaya 09 Sinar Mutiara Putra restu 01 Sinar Mutiara Baruna Jaya 06 Restu 03
Februari Februari Februari Februari Februari Maret Maret Maret Maret Maret April April April April April Mei Mei Mei Mei Mei Juni Juni Juni Juni Juni Juli Juli Juli Juli Juli Agt Agt Agt Agt Agt Sept Sept Sept Sept Sept Okt Okt Okt Okt
38 48 30 30 48 30 30 30 48 48 26 25 28 28 30 48 30 30 30 30 30 30 30 48 28 30 44 38 30 30 28 30
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Setia Jaya 02 Inka Mina 127 Sinar Mutiara Putra Restu 02 Inka Mina 254 Putra Restu 02 Setia Jaya 03 Baruna Jaya 07 Restu 03 Inka Mina 253 Putra Restu 02
Okt Nov Nov Nov Nov Nov Des Des Des Des Des
30 48 30 35 35 35 30 30 30 35 30
30 30 48 30 30 40 30 35 30 30 30
Fishing Ground WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573 WPP-RI 573
P(L) (m) 14.7 17.1 15.1 15.8 17.1 18 15 13.5 17.1 15.1 15.8 14.2 15 14.7 13.5 17.1 18 17.2 18 17.2 15.1 13.5 17 17.1 14.9 15.8 18 14.7 15.1 15.8 14.9 17 17.2 13.5 17.2 17.1 18 17.2 17 18 17.3 18 15.8 17.2 13.5 17.1 18 16.4 17 16.4 18 15.1 17.2 17 17.3
Dimensi Kapal L(B) D(D) (m) (m) 5.12 1.63 6.4 2.3 6 1.8 5.7 1.7 6.4 2.3 6 2 5.7 1.8 5.15 2 6.4 2.3 6 1.8 5.7 1.7 5.2 1.3 5.7 1.7 5.12 1.63 5.15 2 6.4 2.3 6 2 4 1.8 4.2 1.5 4.45 1.8 6 1.8 5.15 2 5.5 1.6 6.4 2.3 4.9 1.8 5.7 1.7 5.35 2.25 5.12 1.63 6 1.8 5.7 1.7 4.9 1.8 5.5 1.6 4 1.8 5.15 2 4 1.8 6.4 2.3 4.2 1.5 4 1.8 5.8 2.42 4.2 1.5 4.9 1.8 4.2 1.5 5.7 1.7 4 1.8 5.15 6.4 4.2 5.6 4.25 5.6 6 6 4 4.25 4.9
2 2.3 1.5 1.9 2.2 1.9 2 1.8 1.8 2.2 1.8
Mesin Utama (PK) 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 120 180 180 180 120 180 180 180 90 180 180 90 180 170 120 180 180 90 180 120 90 120 180 180 120 180 180 180 180 180 120
Mesin Bantu (PK) 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 54 24 24 24 24 24 54 54 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24
90 180 180 180 120 180 180 180 120 120 180
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24
50
Lampiran 6. Hasil uji variabel faktor teknis terhadap hasil tangkapan a. Sidik ragam pengaruh kecepatan relatif kapal saat melingkar terhadap hasil tangkapan SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.820170886 R Square 0.672680282 Adjusted R Square 0.636311424 Standard Error 1456.394256 Observations 11 ANOVA df Regression 1 Residual 9
SS 39231684.2 19089758.07
Total
58321442.27
10
Coefficients Intercept -69324.02444 X1 Melingkar 23269.42535
Stnd. Error 18691.43435 5410.60886
MS 39231684.2 2121084.229
t Stat -3.70886595 4.300703663
F 18.49605
P-value 0.004853 0.001989
Lower 95% -111606.9865 11029.77778
Significance F 0.001988599
Upper 95% -27041.06242 35509.07291
b. Sidik ragam pengaruh kecepatan penarikan purse line kapal saat melingkar terhadap hasil tangkapan SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations ANOVA
0.820223809 0.672767097 0.636407885 1456.201104 11
Regression Residual Total
1 9 10 Coefficients
Stnd. Error
Intercept X2 Purse line
-32770.32043 29988.44407
10194.25623 6971.541066
df
SS 39236747.38 19084694.89 58321442.27
MS 39236747.38 2120521.654
t Stat -3.214586694 4.301551664
F 18.50335
Significance F 0.001986128
P-value
Lower 95%
Upper 95%
0.010581 0.001986
-55831.33014 14217.72255
-9709.310728 45759.1656
c. Sidik ragam pengaruh kecepatan waktu tenggelam jaring terhadap hasil tangkapan Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error
0.834626778 0.696601859 0.662890954 1402.165673
Observations
11
ANOVA df
SS
Regression Residual
1 9
40626825.1 17694617.2
Total
10
58321442.3
MS 40626825.1 1966068.574
F 20.66399
Significance F 0.001394358
51
Coefficients Intercept
-23799.2379
X3 Waktu tenggelam 2506.98718
P-value
Lower 95%
7675.7821
Standard Error
-3.100561949
t Stat
0.012711
-41163.06332
551.499346
4.545766372
0.001394
1259.408987
d. Hasil analisis parsial faktor teknis pukat cincin terhadap hasil tangkapan SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square
0.931699382 0.868063739
Adjusted R Square
0.811519627
Standard Error
1048.44872
Observations
11
ANOVA df
SS
Regression
3
50626729.24 16875576.41 15.35197 0.001839709
MS
Residual
7
7694713.033 1099244.719
Total
10
58321442.27
Coefficients
Stnd. Error
Intercept X1 Melingkar
-62159.33102 13300.80538
14051.49757 -4.42368016 0.003068 -95385.84293 5041.233341 2.638403041 0.033501 1380.182762
-28932.8191 25221.42799
X2 Purse line
10938.20973
9926.299722 1.101942318 0.306927 -12533.75932
34410.17877
X3 Wakttu tenggelam
812.9601591
848.2629088 0.958382302 0.369793 -1192.862886
2818.783204
t Stat
F
P-value
Significance F
Lower 95%
Upper 95%
52
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 17 Desember 1976 dari bapak Umar Sana dan Ibu Sri Roswati. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara. Tahun 1995 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 9 Jakarta dan kemudian melanjutkan D IV di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta melalaui jalur Ujian masuk Taruna STP pada Jurusan Teknologi Penangkan Ikan. Tahun 1999 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan D IV. Pada tahun 2004 penulis mulai bekerja menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Balai Penelitian Perikanan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selanjutnya tahun 2013, penulis melanjutkan studi program Magister Sains dengan biaya sendiri di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor