192
KARAKTERISTIK TANAH DARI BATUAN WEBSTERIT OLIVIN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LANGGIKIMA KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA Oleh: M. Tufaila1), Bambang Hendro Sunarminto2), Dja’far Shiddieq2), dan Abdul Syukur2) ABSTRACT The characteristics of soil derived from olivine websterite rocks in oil palm plantations in Langgikima are being analyzed in terms of their formation and soil classification aspects. Samples of soil and rock have been analyzed in terms of their physical, chemical, and mineral characteristics in the laboratory. The results showed that soils from olivine websterite rocks are characterized by dark reddish brown to very dark reddish brown soil colors, clay textures, 8.81 to 16.07% available water content, medium permeability, 5-12 redness rating, slightly acidic to neutral soil reaction, extremely low to high organic-C, very low to low N total, very low available P, low to high Ca-exc (exchangeable calcium), very low to high Mg-exc, K-exc, Na-exc, Al-exc, H-exc, and very low EC, vert low to low CEC, low to very high BS, dominant free Fe (13.52 to 18.19%), 538-715% Fe accumulation or fertilization, 49-92% Al and Si leaching or desilication, sand minerals which are dominated by opaque minerals and quartz, and clay minerals which are dominated by goethite and magnetite. The soils are classified as the family of Kanhaplustalfs Rhodic, Very-fine, Ferruginous, Nonacid, Isohyperthermic. Key words: Characteristics of soils, olivine websterite rocks, oil palm plantations
PENDAHULUAN Kabupaten Konawe Utara termasuk sentra pengembangan kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Provinsi Sulawesi Tenggara (BPS, 2009; Pahan, 2008). Kecamatan Langgikima yang berada di kabupaten tersebut, memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 4.419,27 ha pada tahun 2009 dan luasannya terus mengalami peningkatan. Pengembangan kelapa sawit secara intensif dilakukan sejak tahun 2006 (Tufaila et al., 2011). Keberhasilan pengembangan kelapa sawit diantaranya sangat dipengaruhi oleh kualitas tanah sebagai media tumbuhnya (Pahan, 2008). Pemahaman yang mendalam mengenai kondisi tanah melalui kajian karakteristik tanah secara menyeluruh sangat membantu menentukan bentuk pengelolaan tanah yang tepat (Sanchez, 1976; van Breemen and Buurman, 2003). 1
Tanah yang berkembang pada perkebunan kelapa sawit di Kecamatana Langgikima sebagian besar berasal dari kompleks batuan ultramafik (Bakosurtanal, 1988; Simandjuntak et al., 1994) yang mencakup batuan websterit olivin (Tufaila et al., 2011). Batuan websterit olivin didominasi oleh mineral ortopiroksin dan sebagian kecil klinopiroksin dan olivin dengan kandungan oksida silikat dan magnesium yang cukup tinggi (Bruneton et al., 2004; Kadarusman et al., 2004; Dobois-Cόté et al., 2005; Tamura and Arai, 2006; Kutolin and Shirokikh, 2007; dan Cvetković et al., 2006). Karakteristik batuan websterit olivin yang demikian akan menentukan kekhasan proses pembentukan tubuh tanah yang dihasilkan. Buol et al. (1989) menyebutkan bahwa karakteristik batuan induk mempengaruhi sifat tanah yang terbentuk. Batuan websterit olivin (ultramafik) termasuk jenis batuan yang mudah mengalami
) Staf Pengajar Pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128 ) Staf PengajarAGRIPLUS, Pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
2
192
193
pelapukan (Velder and Meunier, 2008). Proses pelapukan batuan pada kondisi iklim basah dan suhu tinggi berjalan sangat intensif (Buol et al., 1989). Kondisi curah hujan yang cukup tinggi (> 2000 mm.tahun-1) dengan suhu udara rata-rata tahunan > 22oC di Kecamatan Langgikima (BPS, 2009) memungkinkan pelapukan batuan websterit olivin berlangsung sangat intensif dan terbentuk tanah-tanah yang cepat berkembang. Berdasarkan Peta Sistem Lahan Sulawesi menunjukkan bahwa tanah yang berkembang dari kompleks batuan ultramafik diklasifikasikan dalam berbagai ordo yaitu Entisol, Inceptisol, Alfisol, Vertisol, Ultisol, dan oksisol (Bakosurtanal, 1988). Proses pelapukan batuan websterit olivin di Kecamatan Langgikima di bawah pengaruh faktor lingkungan setempat menghasilkan tubuh tanah dengan sifat dan karakteristik tanah yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik fisika, kimia, dan mineral tanah serta klasifikasi tanah yang terbentuk dari batuan websterit olivin pada perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Langgikima. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Langgikima Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian lapangan dan analisis tanah di laboratorium berlangsung selama 6 (enam) bulan yaitu mulai bulan Mei sampai Oktober 2009. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti peta kerja skala 1 : 25.000, bahan-bahan untuk deskripsi profil tanah dan batuan di lapangan, analisis fisika, kimia dan mineralogi tanah dan batuan di laboratorium. Metode pengamatan tanah di lapangan mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Staff, 1993) dan Petunjuk Deskripsi Profil Tanah (FAO, 1990). Pengamatan tanah dilakukan pada lokasi perkebunan kelapa sawit dengan kelerengan 9-15% yang terletak pada lereng bawah. Profil tanah dibuat dan dideskripsi, masing-masing horison diambil tiga contoh tanah (dua contoh tanah utuh dan 1-2 kg tanah terusik) untuk analisis sifat fisika, kimia, dan mineralnya
di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UGM dan Balai Penelitian Tanah Bogor. Contoh batuan websterit olivin diambil sekitar 1-2 kg untuk analisis sifat fisika, kimia, dan mineralogi batuan di Laboratorium Bahan Galian Fakultas Teknik UGM dan Laboratorium Kimia Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta. Analisis sampel tanah di laboratorium meliputi sebaran fraksi tanah (pipet), BV (gravimetri, ring) dan BJ (gravimetri, piknometer), kadar air pF 2,54 dan 4,20 (pompa isap tekan), permeabilitas (constant head permeameter), pH H2O dan KCl (elektroda gelas), DHL (konduktivitimeter), C-organik (Walkley-Black), N total (Kjeldahl), P dan K total (HCl 25%), P tersedia (Bray I), K potensial (ekstraksi Morgan); K-dd, Ca-dd, Mg-dd, dan Na-dd (ekstraksi NH4OAc pH 7,0); Al-dd dan H-dd (ekstraksi 1 N KCl), KPK (ekstraksi NH4OAc-pH 7), KB-NH4OAc (pH 7); Fe, Al, dan Si bebas (ekstraksi Dithionit-CitratBikarbonat); Fe, Al, dan Si amorf (ekstraksi Amonium Oksalat); Fe, Al, dan Si kompleks organik (ekstraksi Sodium Piropospat); mineralogi lempung (XRD) dan pasir (mikroskop polarisasi). Analisis sampel batuan meliputi : pH abrasi (elektroda gelas), BJ (gravimetri, piknometer); oksida Ca, Mg, Mn, P, K, Na, Fe, Al, dan Si total (ekstraksi HNO3 + HF), dan mineralogi batuan (mikroskop polarisasi). Klasifikasi tanah merujuk pada Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010). Evaluasi sifat kimia tanah mengikuti prosedur yang digunakan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PPT, 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik iklim Data iklim 10 tahun (1999-2008) di Langgikima disajikan pada Tabel 1. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = CH > 100 mm.bulan-1; BK = CH < 60 mm bulan-1) adalah bertipe iklim B, yaitu terdapat 8 bulan basah (BB), dan 2 bulan kering (BK), sedangkan menurut sistem klasifikasi Oldeman (BB = CH > 200 mm bulan-1; BK = CH < 100 mm bulan-1)
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
194
bertipe iklim C3, yaitu 6 bulan basah (BB) dan 4 bulan kering (BK). Curah hujan rata-rata tahunan 2.205,44 mm dengan 134 hari hujan, curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 328,34 mm dalam 15 hari hujan, dan terendah terjadi pada bulan September sebesar 32 mm dalam 3 hari hujan; suhu maksimum tahunan 29,66oC dan minimum 26,37oC; suhu rata-rata tahunan 28,02oC; kelembaban udara 74,05%, dan kecepatan angin 26 km.hari-1. Kondisi tanah di lokasi penelitian cukup kering, mengalami kekeringan lebih dari 90 hari
(terdapat 4 bulan curah hujan < 100 mm.bulan-1). Suhu tanah diperhitungkan masih lebih dari 22oC dan menurut Wambeke (1992) bahwa selisih suhu tanah musim panas dan musim dingin setara dengan 0,33 x selisih suhu udara musim panas dan dingin, sehingga selisih suhu tanah musim panas dan musim dingin di Langgikima sebesar 1,1oC (< 6oC). Karakteristik suhu dan kelembaban tanah tersebut dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010) termasuk regim suhu tanah isohipertermik dan regim kelembaban tanah ustik.
Tabel 1. Data iklim di daerah Langgikima Bulan
CH ratarata (mm)
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
178,89 217,08 298,77 328,34 268,02 296,49 237,78 82,02 32,00 45,94 72,73 147,38 2.205,44
HH (hari hujan) 13 11 14 15 14 16 13 5 3 5 8 14 134
Suhu max. Suhu min. Suhu rata- Kelembaban (oC) (oC) rata (oC) udara (%) 28,81 28,77 29,47 29,37 29,29 29,02 30,15 30,43 30,58 30,42 30,22 29,44 29,66
Karakteristik batuan websterit olivin Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan websterit olivin terdiri atas mineral piroksin (48%), olivin (30%), serpentin (13%), brusit (5%), dan kromit (2%). Batuan websterit olivin mempunyai pH-abrasi 7,15 dan BJ (berat jenis) 2,72 dengan kandungan SiO2 34,51%, Al2O3 10,82%, Fe2O3 3,97%, MnO 0,06%, MgO 23,72%, CaO 7,52%, Na2O 1,71%, K2O 0,06%, dan P2O5 0,01%. Mineral olivin dan piroksin yang mendominasi batuan websterit olivin tersebut termasuk mineral yang mudah mengalami pelapukan (Buol et al., 1989; Lee et al., 2001; Wambeke, 1992). Mineral olivin dan piroksin mengandung Mg yang tinggi (Cvetković
25,59 25,63 26,13 26,23 25,91 26,18 27,05 27,17 26,82 26,98 26,78 25,96 26,37
27,20 27,20 27,80 27,80 27,60 27,60 28,60 28,80 28,70 28,70 28,50 27,70 28,02
72,10 72,61 72,64 72,87 75,31 77,93 75,55 74,19 77,59 74,30 70,95 72,55 74,05
Kecepatan angin (km.hari-1) 22,56 39,59 21,50 17,75 16,97 21,35 20,17 26,74 42,84 31,57 26,57 24,43 26,00
et al., 2004; Dupuis et al., 2005; Senda et al., 2006). Hal tersebut sejalan dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa batuan webasterit olivin mengandung MgO yang cukup tinggi dan mempunyai pH abrasi yang tergolong alkalin. Dominasi mineral mudah lapuk, kandungan MgO, dan pH abrasi yang tinggi serta didukung oleh curah hujan yang tinggi, menyebabkan terjadinya pelapukan batuan secara intensif dan menghasilkan tanah yang mengalami perkembangan lanjut (Certini and Scalenghe, 2006; Fanning and Fanning, 1989; Schaetzl and Anderson, 2005).
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
195
Karakteristik tanah Morfologi tanah Profil tanah terletak pada lereng bawah Gunung Langgikima, ketinggian 136 m dpl, lereng landai (9-15%) dengan arah lereng timur, terbentuk dari batuan websterit olivin berumur kapur awal. Penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit, aliran permukaan agak cepat, erosi ringan berbentuk lembar, drainase tanah baik, solum tanah tebal dan kedalaman efektif > 200 cm. Karakteristik morfologi tanah tersebut adalah sebagai berikut: A 0-10/17 cm. Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); tekstur lempung (clay); struktur gumpal membulat, ukuran sedang, derajat sedang; konsistensi agak lekat dan liat (basah), gembur (lembab), keras (kering); pori mikro sedikit, meso sukup banyak, makro banyak; perakaran halus cukup banyak, sedang cukup banyak, kasar cukup banyak; batas horison baur, bentuk bergelombang; pH (H20) 6,1; pH (KCl) 5,9; beralih ke AB1 10/17-47/60 cm. Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); tekstur lempung; struktur gumpal membulat, sedang, kuat; konsistensi agak lekat dan liat, teguh, keras; pori mikro sedikit, meso banyak, makro cukup banyak; perakaran halus sedikit, sedang sedikit; batas horison baur, bentuk bergelombang; pH (H20) 6,4; pH (KCl) 6,3; beralih ke AB2 47/60-85/98 cm. Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/3); tekstur lempung; struktur gumpal membulat, sedang, kuat; konsistensi agak lekat dan liat, teguh, keras; pori mikro sedikit, meso cukup banyak, makro cukup banyak; perakaran halus sedikit, sedang sedikit; batas horison baur, bentuk bergelombang; pH (H20) 6,4; pH (KCl) 6,3; beralih ke Bt1 47/60-85/98 cm. Coklat kemerahan sangat gelap (2,5 YR 2,5/4); tekstur lempung; struktur gumpal membulat, sedang, kuat; agak lekat dan liat, teguh, keras; pori mikro sedikit, meso cukup banyak, makro sedikit; perakaran halus sedikit, sedang sedikit; batas horison baur, bentuk bergelombang; kutan dalam pori sedikit; pH (H20) 6,6; pH (KCl) 6,4; beralih ke
Bt2 142/150-200 cm. Coklat kemerahan sangat gelap (2,5 YR 2,5/4); tekstur lempung; struktur gumpal menyudut, sedang, kuat; konsistensi agak lekat dan liat, teguh, keras; pori mikro sedikit, meso cukup banyak, makro sedikit; perakaran halus sedikit, sedang sedikit; kutan dalam pori sedikit; pH (H20) 6,5; pH (KCl) 6,3; belum ada batuan yang mendasari. Karakteristik morfologi tanah tersebut menunjukkan tanah yang mengalami pelapukan intensif dan telah mengalami perkembangan lanjut yang dicirikan dengan warna tanah yang kemerahan, solum tanah yang tebal, dan didominasi tekstur lempung. Karakteristik fisika tanah Karakteristik fisika tanah disajikan pada Tabel 2. Sebaran subfraksi pasir (pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar) pada kelima horison tanah tersebut cukup beragam. Bear (1964) menyebutkan bahwa sebaran subfraksi pasir setiap horison dapat menunjukkan stratifikasi bahan induk suatu horison tanah. Kelima horison tersebut diduga berasal dari batuan induk yang sama tetapi berbeda dalam umur pembentukannya, horison A dan AB1 berbeda umur pembentukannya dengan horison AB2, Bt1, dan Bt2. Horison A dan AB1 diduga berasal dari tanah topografi yang lebih curam, akibat erosi, diendapkan pada lokasi profil tanah tersebut. Proses ini telah berlangsung cukup lama, sehingga kedua horison tersebut telah mengalami proses pedogenik pada tempat baru. Hal ini dibuktikan dengan rasio f.C/c.C horison A > 1, berarti mempunyai kandungan lempung halus yang lebih tinggi. Lempung halus sifatnya lebih mobil sehingga lebih mudah ditranslokasi dari bagian topografi yang lebih curam. Tekstur tanah seluruh horison adalah lempung (C). Kelas ukuran butir seluruh horison adalah lempungan sangat halus (vfC) kecuali horison AB2 yang mempunyai kelas ukuran butir lempungan halus (fC). Hal ini menunjukkan intensifnya pelapukan yang terjadi sehingga sebagian besar fraksi tanah terdiri atas lempung. Rasio f.C/c.C > 1 dan (Sa+Si)/C < 1 pada seluruh horison. Hal ini menunjukkan intensifnya translokasi lempung halus dalam
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
196
tubuh tanah maupun yang berasal dari topografi yang lebih curam. Kandungan air tersedia dan permeabilitas horison permukaan cenderung lebih tinggi dan BV lebih rendah daripada horison di bawahnya. Horison permukaan mempunyai aktifitas perakaran dan kandungan bahan organik yang cenderung lebih tinggi sehingga memungkinkan terbentuk tanah yang lebih porous dan mempunyai kemampuan mengikat air tersedia yang lebih tinggi daripada horison di bawahnya. Total pori seluruh horison cukup beragam, diduga dipengaruhi oleh
distribusi subfraksi tanah setiap horison. Berat jenis (BJ) horison permukaan lebih rendah daripada horison di bawahnya, dipengaruhi oleh intensitas pelapukan yang lebih rendah dan kandungan bahan organik yang lebih tinggi daripada horison di bawahnya. Nilai RR (indeks kemerahan tanah) cenderung meningkat mengikuti jeluk tanah, dipengaruhi oleh kandungan oksida besi yang juga cenderung meningkat mengikuti jeluk tanah. Oksida besi dalam tanah mempengaruhi warna tanah kemerahan (Schaetzl and Anderson, 2005).
Karakteristik kimia tanah Karakteristik kimia tanah disajikan pada Tabel 3 dan 4. Kelima horison tanah mempunyai pH (H2O) > pH (KCl) yang berarti permukaan partikel tanah masih neto muatan negatif. Reaksi tanah (pH-H2O) seluruh horison tergolong agak masam kecuali horison Bt1 tergolong netral, cenderung meningkat mengikuti jeluk tanah, dipengaruhi oleh kandungan Fe-o dan Al-o yang cenderung menurun mengikuti jeluk tanah. Kandungan C-organik horison A tergolong tinggi, horison AB1 tergolong rendah, dan horison lainnya tergolong sangat rendah, terjadi penurunan mengikuti jeluk tanah, dipengaruhi oleh suplai bahan organik yang lebih tinggi pada permukaan tanah. Kandungan N total seluruh horison tergolong sangat rendah kecuali horison A tergolong rendah. Rasio C/N seluruh horison
tergolong sedang. Perubahan kandungan N total dan rasio C/N berdasarkan jeluk tanah cenderung dipengaruhi oleh perubahan kandungan Corganik. Kandungan P dan K total seluruh horison tergolong sangat rendah, diduga sebagai pewarisan sifat dari batuan induknya, batuan websterit olivin mempunyai kandungan P (0,01%) dan K (0,06%) yang sangat rendah. Kandungan P tersedia seluruh horison tergolong sangat rendah, dipengaruhi oleh tingginya kandungan Fe tanah setiap horison. Kandungan K potensial horison A sampai AB2 tergolong sangat tinggi sedangkan horison Bt1 dan Bt2 tergolong tinggi. Kandungan K potensial yang demikian menunjukkan sebagian besar K terikat dalam ruang heksagonal mineral tanah. Kandungan Ca-dd (kalsium dapat dipertukarkan)
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
197
horison A tergolong tinggi, horison AB1 tergolong sedang, horison AB2 tergolong rendah, dan horison Bt1 dan Bt2 tergolong sangat rendah. Kandungan Mg-dd horison A tergolong tinggi, horison AB1 tergolong sedang, horison AB2 dan Bt1 tergolong rendah, dan horison Bt2 tergolong sangat rendah. Kandungan K-dd dan Na-dd seluruh horison tergolong sangat rendah. Jumlah kation basa horison A tergolong tinggi, horison AB1 tergolong sedang, horison AB2 tergolong rendah, dan horison Bt1 dan Bt2 tergolong sangat rendah. Kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah horison A sampai AB2 tergolong rendah sedangkan horison Bt1 dan Bt2 tergolong sangat rendah. Kejenuhan basa (KB) horison A dan AB1 tergolong sangat tinggi, horison AB2 tergolong tinggi, horison Bt1 tergolong sedang, dan horison Bt2 tergolong rendah, cenderung terjadi penurunan mengikuti jeluk tanah. Kandungan kation basa, KPK, dan KB horison permukaan yang lebih tinggi daripada horison di bawahnya diduga akibat adanya tambahan bahan tanah dari topografi yang lebih curam. Kandungan Al-dd dan H-dd seluruh horison tergolong sangat rendah. Pelapukan dan perkembangan tanah yang intensif serta didukung kondisi tanah yang lebih oksidatif sehingga terbentuk lebih banyak Al oksida bebas daripada dalam bentuk Al yang dapat dipertukarkan. Daya hantar listrik (DHL) seluruh horison tergolong sangat rendah, cenderung terjadi penurunan mengikuti jeluk tanah. DHL tanah yang rendah sebagai pewarisan sifat dari batuan induknya, pergerakan air kapiler bersama gara-garam dapat meningkatkan kadar garam pada horison permukaan. Kandungan besi (Fe) pada kelima horison tanah didominasi oleh Fe dalam bentuk oksida bebas (Fe-d) (13,52-18,19%) dan rasio
Fe-d/Fe-t yang tinggi (0,89-0,93) atau 89-93% dari Fe-t terdiri atas Fe-d. Hal ini menunjukkan intensifnya pelapukan tanah yang terjadi serta didukung oleh kondisi tanah yang lebih oksidatif sehingga kation-kation yang mempunyai mobilitas rendah seperti Fe lebih banyak terakumulasi dalam bentuk oksida bebas. Kandungan Fe-d, Al-d, dan Fe-p cenderung terjadi peningkatan mengikuti jeluk tanah, pelindian Fe dan Al dari horison permukaan, terakumulasi pada horison yang lebih dalam. Kandungan Si-d, Fe-o, Al-o, Si-o, Al-p, dan Si-p horison permukaan cenderung lebih tinggi daripada horison di bawahnya, dipengaruhi oleh tambahan bahan tanah yang berasal dari topografi yang lebih curam dan kandungan bahan organik tanah. Rasio Fe-d/Fe-t setiap horison cukup beragam, dipengaruhi oleh perbedaan intensitas pelapukan setiap horison. Rasio Fe tanah/Fe batuan seluruh horison adalah lebih besar dari satu (> 1), sedangkan Al tanah/Al batuan dan rasio Si tanah/Si batuan < 1. Hal ini berarti seluruh horison tanah terjadi akumulasi Fe sedangkan Al dan Si sebahagian terlindi ke luar tubuh tanah. Rasio Fe tanah/Fe batuan sebesar 5,38-7,15 atau akumulasi Fe dalam tanah sebesar 538-715%. Rasio Al tanah/Al batuan sebesar 0,38-0,51 atau pelindian Al ke luar tubuh tanah sebesar 49-62%; dan rasio Si tanah/Si batuan sebesar 0,08-0,20 atau pelindian Si ke luar tubuh tanah sebesar 8092%. Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan batuan websterit olivin, di bawah pengaruh curah hujan yang tinggi mengakibatkan pelindian Al dan Si ke luar tubuh tanah (desilikasi) dan terjadi akumulasi residual Fe (feritisasi). Diduga pelindian Si bersama Al dalam bentuk mineral sekunder 2:1 ke luar tubuh tanah. Mobilitas mineral sekunder 2:1 lebih tinggi daripada mineral 1 : 1 (Buol et al., 1989).
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
198
Komposisi mineral tanah Komposisi mineral dalam fraksi pasir horison terpilih terdiri atas opak 75%, kuarsa keruh 15%, kuarsa bening 2%, limonit 4%, hidragilit 2%, dan garnet, rutil dan anatas 1%, sedangkan komposisi mineral lempung terdiri atas dominan goetit (4,17 Å; 2,69 Å; 2,19 Å), magnetit (2,54 Å; 2,09 Å; 1,74 Å; 1,60Å) dalam jumlah sedang, dan kaolinit (7,15 Å; 3,56 Å) dalam jumlah sedikit, dan gibsit (4,86 Å) sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan tanah yang terjadi mengarahkan terbentuknya mineral pasir dan lempung yang didominasi oleh mineral tahan lapuk. Kehadiran mineral tahan lapuk seperti opak, kuarsa, limonit, goetit, gibsit, dan magnetit dalam jumlah yang cukup dalam tanah menunjukkan intensifnya pelapukan yang terjadi (Lee, 2001; Velder dan Meunier, 2008). Mineralmineral pasir tersebut termasuk mineral yang mempunyai cadangan hara rendah sedangkan mineral lempungnya mempunyai kemampuan rendah menyimpan cadangan hara (Fanning and Fanning, 1989; Schaetzl and Anderson, 2005). Pola hasil XRD mineral lempung horison terpilih disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola hasil XRD mineral lempung horison terpilih pada tanah yang terbentuk dari batuan websterit olivin Klasifikasi tanah Horison A sebagai horison permukaan (epipedon) mempunyai ukuran struktur sedang, konsistensi keras (kering), warna tanah mempunyai value 3 kroma 4, rata-rata imbang kandungan C-organik 3,05% (> 2,5%), dan KB 100% (> 50%) sehingga lebih dekat diklasifikasikan sebagai epipedon Molik. Horison B sebagai horison bawah permukaan (endopedon) mempunyai karakteristik seperti kandungan lempung 62,7%, ketebalan horison 114,5 cm, KPK 4,41 cmol(+).kg-1, KPK efektif 1,85 cmol(+).kg-1, dan terdapat kutan dalam pori, sehingga lebih dekat diklasifikasikan sebagai horison diagnostik Kandik. Selain adanya horison Kandik, seluruh horison mempunyai KB > 50% kecuali horison Bt2 sehingga lebih dekat
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
199
diklasifikasikan sebagai ordo Alfisols. Tanah yang diamati mempunyai rejim suhu tanah Isohyperthermic dan rejim kelembaban tanah Ustik. Ordo Alfisols, tanah yang memiliki rejim kelembaban Ustik diklasifikasikan sebagai subordo Ustalfs. Horison Kandik, pada jeluk sampai 150 cm dari permukaan tanah terjadi penurunan kandungan lempung > 20% dari kandungan lempung maksimum sehingga diklasifikasikan sebagai grup Kanhaplustalfs. Horison bawah permukaan memiliki hue warna 2,5YR dan value 2,5 sehingga diklasifikasikan sebagai subgrup Rhodic Kanhaplustalfs. Penampang kontrol ordo Alfisols adalah antara jeluk 25 cm dan jeluk 100 cm di bawah permukaan tanah atau sampai lapisan penghambat perakaran. Penampang kontrol tanah yang diamati berada pada horison AB1 dan AB2, mempunyai rata-rata imbang kandungan lempung sebesar 62,2%, Fe-d 14,69%, dan pH (H2O) 6,4 sehingga memenuhi syarat sebagai kelas besar butir Very-fine, kelas mineralogi Ferruginous, dan kelas reaksi tanah Nonacid. Berdasarkan uraian sebelumnya maka tanah yangdiamati diklasifikasikan sebagai famili tanah Rhodic Kanhaplustalfs, Very-fine, Ferruginous, Nonacid, Isohyperthermic. KESIMPULAN Tanah yang berasal dari batuan websterit olivin pada lokasi perkebunan kelapa sawit di Langgikima dicirikan oleh warna tanah coklat kemerahan gelap sampai coklat kemerahan sangat gelap, bertekstur lempung, kelas ukuran butir lempung sangat halus, rasio f.C/c.C > 1, kadar air tersedia 8,81-16,07%, BV 1,17-1,56 g.cm-3, permeabilitas sedang, indeks kemerahan 5-12, reaksi tanah agak masam sampai netral, Corganik sangat rendah sampai tinggi, N total sangat rendah sampai rendah, C/N sedang, P total, K total, dan P tersedia sangat rendah, Cadd rendah sampai tinggi, Mg-dd sangat rendah sampai tinggi, K-dd, Na-dd, Al-dd, H-dd, dan DHL sangat rendah, KPK sangat rendah sampai rendah, KB rendah sampai sangat tinggi, dominan Fe bebas (13,52-18,19%), akumulasi Fe 538-715% atau terjadi feritisasi, pelindian Al dan
Si 49-92% atau desilikasi, mineral pasir didominasi oleh opak dan kuarsa, dan mineral lempung didominasi oleh goethit dan magnetit. Tanah ini diklasifikasikan sebagai famili tanah Rhodic Kanhaplustalfs, Very-fine, Ferruginous, Nonacid, Isohyperthermic. DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. 1988. Peta Land System dan Land Suitability Skala 1 : 250.000, Lembar Sulawesi 2212, Seri RePProT. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bear, F.E., 1964. Chemistry of The Soil. Reinhold Publishing Corporation New York. 515 p. BPS, 2009. Kabupaten Konawe Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe. 183 h. Bruneto, M., H. A. Pedersen, P. Vacher, I.T. Kukkonen, N. T. Arndt, S. Funke, W. Friederich, and V. Farra, 2004. Layered Lithospheric Mantle in The Central Baltic Shield from Surface Waves and Xenolith Analysis. Earth and Planetary Science Letters 226 : 41-52. Buol, S.W., F.D. Hole and R.J. Cracken. 1989. Soil Genesis and Classification. The Iowa State University Press. Ames. 360 p. Certini, G. and R. Scalenghe. 2006. Soil : Basic Concepts and Future Challenger. Cambridge University Press. 330 p. Cvetković, V., H. Downes, D. Prelević, M. Jovanović, and M. Lazarov, 2004. Characteristics of The Lithospheric Mantle beneath East Serbia Inferred from Ultramafic Xenoliths in Palaeogene Basanites. Contrib. Mineral. Petrol. 148:335-357. Dobois-Côté, V., R. Hébert, C. Dupuis, C.S. Wang, Y.L. Li, and J. Dostal. Petrology and Geochemical Evidence for The Origin of The Yarlung Zanfbo Ophiolites, Southern Tibet. Chemical Geology 214:256-286. Dupuis, C., R. Hébert, V. Dubois-Côté, C. Guilmette, C.S. Wang, Y.L. Li and Z.J. Li, 2005. The Yarlung Zangbo Suture Zone
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128
200
Ophiolitic Melange (Southern Tibet) : New Insights from Geochemistry of Ultramafic Rocks. Journal of Asian Earth Sciences 25: 937-960. Faning, D.S. and M.C.B. Faning. 1989. Soil Morphology, Genesis, and Classification. John Wiley & Sons, Inc. USA. 395 p. FAO,
1990. Guidelines for Soil Profiles Description. 3rd edition. FAO/UNESCO, Rome, Italy.
Kadarusman, A., S. Miyashita, S. Maruyama, C.D. Parkinson and A. Ishikawa, 2004. Petrology, Geochemistry and Paleogeographyc Reconstruction of The East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysics 392: 55-83. Kutolin, V.A. and V.A. Shirokikh, 2007. Kinetic of Olivinne and Pyroxene Dissolution in Basalts : Experimental Basis for Tha Upper Mantle Websterite Model. Internasional Symposium Large Igneous Provinces of Asia, Mantle Plumes and Metallogeny. Institute of Geology and Mineralogy, Siberian Brach of Russian Academy of Sciences. Lee, B.D., R.C. Graham, T.E. Laurent, C. Amrhein, and R.M Creasy. 2001. Spatial Dtribution of Soil Chemical Condition in a Serpentinitic Wetland and Surrounding Landscape. Soil. Sci.Soc.Am.J.65:1183-1196. Pahan, I., 2008. Kelapa Sawit. Penerbar Swadaya. 412 h. PPT. 1982. TOR TIPE-A Survei Kapabilitas Tanah. Dokumentasi No. 1/1982. Proyek P3MT. Badan Litbang Pertanian, Bogor. 50 p. Sanchez, P.A., 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley & Sons, Inc. 397 p. Schaetzl, R. J., and S. Anderson. 2005. Soils Genesis and Geomorphology. Cambridge University Press. 833 p.
Senda, R., T. Kachi, and T. Tanaka, 2006. Multiple Records from Osmium, Neodymium, and Strontium Isotope Syastems of the Nikubuchi Ultramafic Complex in The Sambagawa Metamorphic Belt, Central Shikoku, Japan. Geochemical Journal 40:135-148. Simandjuntak, S.O., Surono dan Sukido. 1994. Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Departemen Pertambangan dan Energi RI. Bandung. 18 h. Soil Survey Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCS-USDA, Washington DC. Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. United States Departement of Agriculture, Natural Resources Conservation Serivice. 332 p. Tamura, A. and S. Arai, 2006. HarzburgiteDunite-Orthopyroxene Suite as a Record of Supra-Subduction Zone Setting for The Oman Ophiolite Mantle. Lithos-01375:1-14. Tufaila, M., Sunarminto, B.H., Shiddieq, D., and Syukur, A., 2011. Characteristics of Soil Derived from Ultramafic Rocks for Extensification of Oil Palm in Langgikima, North Konawe, Southeast Sulawesi. J. Agrivita 33 (1) : 93-102 p. Van Breemen, N. and P. Buurman. 2003. Soil Formation Second Edition. Kluwer Academic Publishers. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow. 419 p. Velder, B. and A. Meunier. 2008. The Origin of Clay Minerals in Soils and Weathered Rocks. Agata Oelschäger. 406 p. Van Wambeke, A. 1992. Soil of The Tropics : Properties and Appraisal. McGraw-Hill, Inc. New York. 343 p.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128