KARAKTERISTIK SURIMI HASIL OZONISASI DAGING MERAH IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.)
Oleh : Yulita Sari Andini C34101033
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN YULITA SARI ANDINI. Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan DJOKO POERNOMO. Daging ikan tongkol terdiri dari dua bagian, yaitu daging putih dan daging merah. Pemanfaatan daging me rah ikan tongkol melalui produk diversifikasi hasil perikanan perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Salah satunya sebagai bahan baku produk antara yang disebut surimi. Sebagai bahan baku untuk produk-produk diversifikasi yang mengandung lemak tinggi, perlu dilakukan perlakuan-perlakuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, salah satunya dengan perlakuan konsentrasi ozon. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik surimi daging merah ikan tongkol dengan perlakuan konsentrasi ozon 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/l. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yang disertai dengan beberapa parameter yang diuji atau dianalisis. Tahap pertama adalah proses pengolahan surimi. Pada tahap ini dilakukan analisis kimia dan uji penilaian subyektif melalui pengujian sensori. Analisis kimia terdiri dari analisis proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG) dan pH. Kadar air surimi berkisar antara 68,68 sampai 72,71 %. Pada kadar abu dan lemak terjadi penurunan dengan bertambahnya konsentrasi ozon. Nilai kadar abu berkisar antara 0,21 – 0,58 % dan kadar lemak berkisar antara 0,46 – 0,82 %. Kadar protein berkisar antara 21,56 – 28,80 %. Nilai PLA air pencuci surimi mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi ozon. PLA perlakuan kontrol adalah 1,46 % dan terus meningkat sampai pada konsentrasi ozon 100 mg/l yang nilainya 2,00 %. Nilai PLG surimi berkisar antara 10,75 – 21,5 %. Nilai pH surimi berkisar antara 6,09 – 6,25. Pada uji sensori menunjukkan nilai rata-rata tertinggi pada konsentrasi ozon 100 mg/l pada parameter warna = 6,33, penampakan = 4,83 dan tekstur = 6,37. Tahap selanjutnya yaitu pengolahan sol dan pembentukan gel ikan. Pada tahap ini dilakukan analisis fisik dan uji penilaian subyektif melalui pengujian sensori. Analisis fisik terdiri dari kekuatan gel (gel strenght), derajat putih, uji lipat (folding test) dan uji gigit (teeth cutting test). Kekuatan gel tertinggi terjadi pada konsentrasi ozon 80 mg/l dengan nilai 0,48 kgf/cm2 dan terendah pada konsentrasi ozon 100 mg/l dengan nilai 0,25 kgf/cm2. Pada uji derajat putih nilainya akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi ozon, sehingga konsentrasi ozon 100 mg/l merupakan nilai tertinggi yaitu 15,77 %. Nilai rata-rata uji lipat secara berturut-turut dari perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/l adalah 2,20, 2,17, 2,17, 2,33, 3,13 dan 2,23. Nilai rata-rata uji gigit secara berturut-turut dari perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/l adalah 5,13, 4,93, 4,97, 5,13, 5,17 dan 5,00. Dimana semakin tinggi konsentrasi ozon cenderung semakin meningkatkan nilai uji lipat dan uji gigit, kecuali pada konsentrasi ozon 100 mg/l yang menurun. Pada uji sensori me nunjukkan nilai rata-rata tertinggi pada konsentrasi ozon 100 mg/l pada parameter warna = 7,27, penampakan = 6,93, tekstur = 7,07, aroma = 6,03 dan rasa = 6,03.
KARAKTERISTIK SURIMI HASIL OZONISASI DAGING MERAH IKAN TONGKOL (Euthynnus sp.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Yulita Sari Andini C34101033
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi
: Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.)
Nama Mahasiswa
: Yulita Sari Andini
Nomor Pokok
: C 34101033
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 131 476 638
Ir. Djoko Poernomo, Bsc. NIP. 131 288 097
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal lulus: 30 Januari 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Yulita Sari Andini. Dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1983 di Bogor dari pasangan Bapak Budijoko dan Ibu Siti Sofur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara yaitu, Baskoro Agung Widiono dan Nugrohojati Ariprayogo. Pendidikan formal dimulai penulis pada sekolah dasar di SD Negeri Pengadilan 5 Bogor dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Selama kuliah penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air tahun akademik 2003/2004, Perancangan Percobaan tahun akademik 2003/2004 dan 2004/2005 serta Statistika Dasar tahun akademik 2004/2005. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul ”Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.)” dibawah bimbingan Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ir. Djoko Poernomo, Bsc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol ( Euthynnus sp.)” . Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bimbingan, petunjuk dan bantuan dari berbagi pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ir. Djoko Poernomo, Bsc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bambang Riyanto, S.Pi dan Uju, S.Pi selaku dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi. 3. Ir. Wini Trilaksani, MSc. atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi. 4. Ir. Bustami Ibrahim, MSc. selaku pembimbing akademis serta moderator pada seminar skripsi. 5. Ibu Ema, Bapak Gandhi, Zaky, Ipul, Bapak Wahid, Bapak Hadri Latief, Mas Yuda dan Mbak Siska selaku laboran atas segala bantuannya. 6. Bapak Amsar Lubis dari PT Danau Matano Persada Raya atas bantuannya. 7. Keluarga Bapak Kadarwan Soewardi dan Mbak Yati yang telah banyak membantu penulis sehingga dapat melaksanakan penelitian. 8. Mama dan Papa serta adik-adikku (Agung dan Ari) yang telah memberikan kasih sayang, doa, dorongan serta bantuan moril dan materiil dan merupakan alasan terbesar penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga besar M. Fadil dan S. Prawirodihardjo atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi yang memerlukannya. Bogor, Januari 2006
Yulita Sari Andini
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................vi 1. PENDAHULUAN...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2 Tujuan........................................................................................................ 2 1.3 Hipotesis .................................................................................................... 2 1.4 Waktu dan Tempat.................................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4 2.1 Deskripsi Ikan Tongkol...........................................................................4 2.2 Komposisi Kimia Ikan Tongkol..............................................................4 2.3 Daging Merah..........................................................................................5 2.4 Ozonisasi.................................................................................................7 2.5 Pengertian Surimi.................................................................................... 8 2.6 Bahan Tambahan (Garam) ......................................................................9 2.7 Syarat Mutu Surimi Beku (Standar Nasional Indonesia)........................ 10 2.8 Pengaruh Pencucian ................................................................................ 11 2.9 Pembentukan Gel Ikan............................................................................ 13 2.10 Protein Ikan.............................................................................................13 2.10.1 Protein miofibril ...........................................................................14 2.10.2 Protein sarkoplasma .....................................................................15 2.10.3 Protein stroma ..............................................................................15 3. METODE PENELITIAN................................................................................ 16 3.1 Bahan dan Alat..........................................................................................16 3.2 Metode Penelitian......................................................................................16 3.3 Pengamatan...............................................................................................18 3.3.1 Analisis sifat kimia ...........................................................................18
3.3.1.1 Analisis kadar air ..................................................................19 3.3.1.2 Analisis kadar abu ................................................................ 19 3.3.1.3 Analisis kadar lemak............................................................ 20 3.3.1.4 Analisis kadar protein...........................................................20 3.3.1.5 Protein larut air .....................................................................21 3.3.1.6 Protein larut garam...............................................................21 3.3.1.7 Nilai pH ................................................................................ 21 3.3.2 Analisis sifat fisik .............................................................................21 3.3.2.1 Kekuatan gel.........................................................................21 3.3.2.2 Analisis derajat putih............................................................ 22 3.3.2.3 Uji lipat.................................................................................22 3.3.2.4 Uji gigit ................................................................................ 22 3.3.3 Uji sensori dengan skala hedonik .....................................................23 3.4 Perancangan Percobaan dan Analisis Data ...............................................23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................25 4.1 Karakteristik Surimi..................................................................................25 4.1.1 Rendemen surimi..............................................................................25 4.1.2 Uji kimia surimi ...............................................................................26 4.1.2.1 Kadar air...............................................................................27 4.1.2.2 Kadar abu .............................................................................28 4.1.2.3 Kada r lemak .........................................................................29 4.1.2.4 Kadar protein........................................................................ 30 4.1.2.5 Protein larut air (PLA) ..........................................................31 4.1.2.6 Protein larut garam (PLG).................................................... 32 4.1.2.7 Nilai pH ................................................................................ 33 4.1.3 Uji sensori surimi .............................................................................34 4.2 Karakteristik Gel Ikan...............................................................................35 4.2.1 Uji fisik gel ikan...............................................................................36 4.2.1.1 Kekuatan gel (gel strength) ..................................................36 4.2.1.2 Derajat putih .........................................................................37 4.2.1.3 Uji lipat (folding test) ...........................................................38 4.2.1.4 Uji gigit ( teeth cutting test) ..................................................39 4.2.2 Uji sensori gel ikan...........................................................................40 5. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................43 5.1 Kesimpulan................................................................................................ 43 5.2 Saran..........................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................45
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Komposisi umum daging merah dan daging putih..........................................6 2. Standar air terozonisasi ...................................................................................8 3. Spesifikasi persyaratan mutu surimi beku (SNI, 1992)...................................10 4. Kriteria kualitas air yang baik untuk keperluan perikanan dan peternakan.... 12 5. Komposisi tiga fraksi protein pada ikan..........................................................14 6. Nilai rata-rata rendemen surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................26 7. Nilai rata -rata kadar air surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................27 8. Nilai rata -rata kadar abu surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................28 9. Nilai rata -rata kadar lemak surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................29 10. Nilai rata-rata kadar protein surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ...............................................................................30 11. Nilai rata -rata kadar PLA surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................31 12. Nilai rata -rata kadar PLG surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................32 13. Nilai rata-rata pH surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................33 14. Nilai rata -rata uji sensori surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................34 15. Nilai rata-rata kekuatan gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................37 16. Nilai rata -rata derajat putih gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................38 17. Nilai rata-rata uji lipat gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon..............................................................................................39 18. Nilai rata-rata uji gigit gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................40 19. Nilai rata -rata uji sensori gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon ..............................................................................................40
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Ikan tongkol (Euthynnus sp.) ..........................................................................5 2. Struktur heme pada mioglobin dan hemoglobin .............................................6 3. Proses pembentukan gel..................................................................................13 4. Bentuk aktomiosin dari miofibril saat penambahan garam.............................15 5. Skema pembuatan surimi daging merah ikan tongkol .................................... 17 6. Proses pembuatan gel daging merah ikan tongkol..........................................18 7. Surimi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) dengan berbagai perlakuan konsentrasi ozon dan kontrol..........................................................25 8. Produk gel daging merah ikan tongkol dengan berbagai perlakuan konsentrasi ozon dan kontrol...........................................................................36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Contoh format uji sensori skala hedonik .........................................................49 2. Contoh format uji lipat dan uji gigit ................................................................ 50 3. Analisis statistik rendemen surimi daging merah ikan tongkol ......................51 4. Analisis statistik kadar air surimi daging merah ikan tongkol........................ 52 5. Analisis statistik kadar abu surimi daging merah ikan tongkol ......................53 6. Analisis statistik kadar lemak surimi daging merah ikan tongkol ..................54 7. Analisis statistik kadar protein surimi daging merah ikan tongkol.................55 8. Analisis statistik kadar PLA surimi daging merah ikan tongkol.....................56 9. Analisis statistik kadar PLG surimi daging merah ikan tongkol.....................57 10. Analisis statistik nilai pH surimi daging merah ikan tongkol.........................58 11. Analisis statistik uji sensori surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison).................................................................................................... 59 12. Analisis statistik kekuatan gel surimi daging merah ikan tongkol..................60 13. Analisis statistik derajat putih gel surimi daging merah ikan tongkol............ 61 14a. Analisis statistik uji lipat gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison)...................................................................................................62 14b. Analisis statistik uji gigit gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis.................................................................................... 62 14c. Analisis statistik uji sensori gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison)...................................................................................................62 15a. Foto daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.)..........................................64 15b. Foto mesin penghasil ozon Dimarco.............................................................64 16. Foto proses ozonisasi daging merah ikan tongkol ..........................................65
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan tongkol (Euthynnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang utama. Produksi ikan ini dalam periode 2001 – 2003 mengalami peningkatan dari volume 233.051 ton pada tahun 2001 menjadi 267.339 ton pada tahun 2003 (DKP, 2005). Daging ikan tongkol terdiri dari dua bagian, yaitu daging putih dan daging merah. Salah satu bentuk olahan daging merah ikan tongkol yang memanfaatkan teknologi maju dan dapat diarahkan untuk tujuan ekspor adalah surimi (Winarno, 1993). Surimi dapat dibuat dalam berbagai macam produk yang disebut fish jelly product seperti bakso, otak-otak, empek-empek dan lain-lain. Menurut Winarno (1993) surimi mempunyai potensi yang besar bagi produk ikan di negara barat sehingga ikan dalam bentuk surimi memiliki potensi yang besar sebagai komoditi ekspor. Hal ini ditunjukkan dari ekspor surimi dari Amerika ke Uni Eropa yang terus meningkat pada tahun 2004, didorong oleh pertumbuhan konsumsi produk makanan laut imitasi dan peningkatan proses pengolahan surimi di Eropa. Selama 10 tahun, volume penjualan surimi dari Amerika meningkat dari 2.595 MT pada tahun 1995 menjadi 28.917 MT pada tahun 2004. Nilai ekspor ke Uni Eropa juga meningkat selama periode tersebut, dari 6,2 juta US$ menjadi 44,8 juta US$. Perancis, Lithuania dan Spanyol adalah negara pengimpor surimi yang utama di Uni Eropa (www.fas.usda.gov, 2006). Sehubungan dengan karakterisasi surimi yang mensyaratkan daging putih sebagai pilihan, maka pemanfaatan daging merah ikan tongkol sebagai bahan baku surimi memiliki beberapa kendala (Flick et al., 1990). Penampakan daging merah ikan tongkol kurang disukai karena terjadinya perubahan warna daging merah menjadi lebih gelap selama penyimpanan dan memiliki bau yang lebih amis. Selain itu, kandungan asam lemak bebas yang relatif lebih besar pada daging merah akan merangsang reaksi oksidasi (Spinelli dan Dassow, 1982). Problem utama dalam proses pembuatan surimi daging merah adalah pada tahap pencucian. Karena tingginya kandungan lemak, protein larut air, pigmen
dan trimetilamin oksida (TMAO) pada daging merah, pencucian lebih lanjut dianjurkan untuk mendapatkan kualitas surimi yang baik (Chen et al., 1997). Metode pencucian daging merah untuk pembuatan surimi yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan larutan garam alkali yaitu 0,5 % sodium bikarbonat (Flick et al., 1990). Selanjutnya, Kelleher et al. (1992) mempelajari penambahan 0,02 % Tert-butilhidroquinon (TBHQ), 0,2 % sodium askorbat dan 1,5 M etilendiamintetraacetic acid (EDTA) pada tahap pencucian daging merah ikan makarel atlantik untuk pembuatan surimi. Chen et al. (1997) mempelajari penggunaan ozon pada proses pencucian daging merah ikan makarel dengan tujuan memperbaiki warna dan kekuatan gel dari surimi yang dihasilkan. Ozon merupakan oksidator kuat yang dapat dimanfaa tkan untuk membunuh
bakteri
menghilangkan
bau
(sterilization), (deodoration)
menghilangkan dan
warna
menguraikan
(decoloration ),
senyawa
organik
(degradation). Proses yang relatif baru adalah mencampur gas ozon ke dalam air, dikenal dengan nama ozonisasi (Khadre et al., 2001). Chen et al. (1992) mempelajari penggunaan ozon sebagai pengganti klorin pada proses pencucian udang sebagai desinfektan. Selanjutnya, Kim et al. (2000) mempelajari pengaruh ozon terhadap uji mikrobiologi dan warna catfish fillet. Hingga saat ini belum ada penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi ozon yang digunakan pada tahap ozonisasi daging merah. Sehingga dalam penelitian ini dicobakan penambahan gas ozon dengan berbagai konsentrasi pada saat ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan harapan menghasilkan karakteristik surimi yang lebih baik dibandingkan dengan surimi yang terbuat dari daging merah ikan tongkol dengan pencucian air biasa. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ozonisasi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan (H0) melawan
hipotesis minimal ada satu proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan konsentrasi ozon tertentu memberikan pengaruh berbeda terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan (H1 ). Hal itulah yang merupakan kajian dalam penelitian ini. 1.4 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai bulan Juli 2005 di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Kesehatan
Masyarakat
Veteriner,
Fakultas
Kedokteran
Hewan,
serta
Laboratorium Biokimia, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Tongkol Ikan tongkol mempunyai bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur terdapat sirip tambahan kecil-kecil (Djuhanda, 1981). Sirip punggung pertama berjari-jari keras 15, yang kedua berjari-jari lemah 13, diikuti 8 - 10 jari-jari tambahan atau finlet. Sirip dubur berjari-jari lemah 14 diikuti 6 - 8 jari-jari tambahan. Tongkol termasuk ikan buas, predator dan karnivor. Pada umumnya mempunyai panjang 50 - 60 cm dan hidup bergerombol. Warna tubuh bagian atas biru kehitaman dan bagian bawah putih keperakan (Anonymous, 1979). Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas
: Teleostei
Subkelas : Actinopterygi Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombridei
Famili
: Scombridae
Genus Spesies
: Euthynnus : Euthynnus sp.
Ikan tongkol hidup di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat. Panjang maksimumnya 1 meter. Tongkol dewasa juga memijah di perairan dekat pantai. Di Indonesia ikan ini merupakan ikan niaga bagi penduduk setempat (Nontji, 1993). Beberapa propinsi menjadi tempat pendaratan yang penting hasil tangkapan tongkol misalnya Sulawesi Utara, Bali, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta (DKP, 2001). 2.2 Komposisi Kimia Ikan Tongkol Komponen kimia utama daging ikan adalah air, protein kasar dan lemak. Semuanya sekitar 98 % dari total berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensor dan stabilitas penyimpanan
daging. Kandungan lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral hanya berjumlah sedikit, bagian ini juga berperan dalam proses biokimia di dalam jaringan post-mortem. Zat tersebut berhubungan dengan sifat sensor, nilai nutrisi dan penampakan produk (Sikorski, 1990).
Gambar 1. Ikan tongkol(Euthynnus sp.) Ikan tongkol merupakan jenis ikan dengan kandungan gizi yang tinggi dimana nilai proteinnya mencapai 26%, kadar lemak rendah yaitu 2% dan kandungan garam-garam mineral penting yang tinggi. Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50 % (Suzuki, 1981). 2.3 Daging Merah Daging merah merupakan salah satu jenis limbah potensial pengolahan ikan yang memiliki volume yang cukup besar selain kepala, ekor, sirip dan isi perut. Jika dilihat dari nilai gizi, limbah perikanan sebenarnya tidak kalah dengan jenis ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat (Moeljanto, 1979). Menurut Stansby (1963), daging ikan, kulit, sir ip, enzim, hormon, hati, ginjal dan bagian-bagian isi perut ikan hampir seluruhnya mengandung protein. Daging merah ikan adalah lapisan daging ikan yang berpigmen kemerahan sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. J umlah daging merah bervariasi mulai kurang dari 1-2 % pada ikan yang tidak berlemak hingga lebih dari 20 % pada ikan berlemak. Diameter sel atau jaringan otot pada daging merah lebih kecil
daripada daging putih (Okada, 1990). Daging merah kaya oleh lemak, suplai oksigen dan mengandung protein pembawa oksigen yang dikenal dengan mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis memungkinkan ikan jenis ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan atau untuk bermigrasi (Kaylor dan Learson, 1990). Komposisi umum daging merah dan daging putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi umum daging merah dan daging putih Komposisi kimia Air Protein kasar Protein sarkoplasma Protein myofibrillar Stroma Lemak kasar
Daging merah (%) 70,0 15,9 29,0 62,4 2,3 12,8
Daging putih (%) 72,0 23,1 34,7 59,2 1,6 2,9
Sumber: Suzuki, 1981
Daging merah mengandung mioglobin dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya dengan lemak (Okada, 1990). Warna merah pada daging merah ikan disebabkan kandungan hemoprotein yang tinggi yang tersusun atas porfirin, globin dan zat besi, dengan struktur heme. Diantara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah hemoprotein terbanyak. Lebih dari 80 % hemoprotein pada daging merah ikan adalah mioglobin dan hemoglobin. Hal ini menye babkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan (Okada, 1990). Struktur heme pada mioglobin dan hemoglobin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur heme pada mioglobin dan hemoglobin (Watabe, 1990)
Asam amino bebas total pada daging merah lebih tinggi daripada asam amino bebas total pada daging putih. Kira-kira setengah dari asam amino bebas total terdapat pada daging merah. Jenis ikan beruaya yang mengandung bagian daging merah yang besar mengandung kadar histidin yang tinggi (Wonggo, 1995). Histidin adalah suatu asam amino yang merupakan prekursor histamin. Pada umumnya histidin bebas merupakan histidin yang dihasilkan dari degradasi protein pada saat ikan tersebut mengalami pembusukan (Wonggo, 1995). Pembentukan histamin hampir terhenti pada suhu 5 ºC. Histamin yang terbentuk pada suhu 4 ºC adalah sangat sedikit sedangkan pada suhu 0 ºC semua pembentukan histamin akan terhenti sama sekali (Wonggo, 1995). 2.4 Ozonisasi Ozon merupakan oksidator kuat yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh
bakteri
menghilangkan
bau
(sterilization), (deodoration)
menghilangkan dan
warna
menguraikan
(decoloration ),
senyawa
organik
(degradation). Proses yang relatif baru adalah mencampur gas ozon ke dalam air, dikenal dengan na ma ozonisasi (Khadre et al., 2001) . Jika diaplikasikan untuk makanan, gas ozon dihasilkan di tempat dan diuraikan dengan cepat serta tidak meninggalkan residu. Gas ozon dapat digunakan untuk dekontaminasi produk, peralatan, permukaan makanan dan lingkungan pengolahan (Khadre et al., 2001). Menurut Khadre et al. (2001), prekursor untuk produksi gas ozon dalam industri (O2 atau H2O) tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Perawatan gas ozon tidak memerlukan panas dan karenanya menghemat energi. Beberapa penelit i melakukan penambahan gas ozon pada bahan mentah sebelum pengolahan makanan. Para peneliti ber pendapat bahwa penambahan gas ozon pada bahan dan bukan pada produk akhir dapat mengurangi pemakaian gas ozon dan memperkecil kerusakan mutu dari produk akhir. Penerapan gas ozon pada konsentrasi yang tinggi (cukup untuk dekontaminasi yang efektif) dapat mengubah mutu sensori produk ini (Khadre et al., 2001). Standar air terozonisasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar air terozonisasi No. 1 1.1 1.2 1.3 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 17.1 17.2 17.3 17.4 18 19 19.1 19.2 19.3
Kriteria Uji Keadaan Bau Rasa Warna pH Kekeruhan Kesadahan, dihitung CaCO3 Zat yang terlarut Zat organic (sebagai angka KMnO 4) Nitrat (NO3) Nitrit (NO2) Amonium (NH4) Sulfat (SO4) Klorida (Cl-) Flourida (F-) Sianida (CN-) Besi (Fe) Mangan (Mn) Klor bebas Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Cadmium (Cd) Raksa (Hg), mg/l Cemaran asen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total awal *) Angka lempeng total akhir **) Bakteri bentuk coli
19.4 C. perfringens 19.5 Salmonella
Satuan unit pt.Co
Persyaratan
NTU mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
tidak berbau normal maks 5 6,5 – 8,5 maks. 5 maks. 150 maks. 500 maks. 1,0 maks. 45 maks. 0,005 maks. 0,15 maks. 200 maks. 250 maks. 1,0 maks. 0,05 maks. 0,3 maks. 0,05 maks. 0,1
mg/l mg/l mg/l koloni/mg mg/l
maks. 0,005 maks. 0,5 maks. 0,005 maks. 0,001 maks. 0,05
koloni/mg koloni/mg APM/100ml Koloni/ral -
maks.1.0 x 102 maks.1.0 x 105 <2 nol negatif/100 ml negatif/100 ml
*) di pabrik **) di pasaran Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1996
2.5 Pengertian Surimi Surimi
merupakan
daging
lumat
yang
dibersihkan
dan
dicuci
berulang-ulang sehingga sebagian besar komponen bau, darah, pigmen dan lemak hilang. Jika disimpan, surimi disimpan dalam bentuk beku dengan menambahkan bahan antidenaturasi (cryoprotectant) (Peranginangin et al., 1999).
Berdasarkan kandungan garamnya surimi beku dibedakan menjadi dua jenis yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en surimi (surimi dengan garam), selain itu dikenal pula na-na surimi (surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan) (Suzuki, 1981). Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan surimi. Namun demikian, ikan berdaging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta mempunyai kemampuan membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik (Peranginangin et al., 1999). Faktor biologis seperti fase bertelur, musim dan ukuran juga dapat mempengaruhi kualitas dari surimi yang dihasilkan (Mitchell, 1985). Ikan yang ditangkap pada fase bertelur, pada musim panas dan berukuran kecil akan lebih cepat mengalami denaturasi daripada ikan yang ditangkap pada fase tidak bertelur, pada musim semi dan berukuran besar (Suzuki, 1981). Selama proses pembuatan surimi faktor utama yang perlu diperhatikan adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci karena akan berpengaruh terhadap kekuatan ge l. Suhu air yang lebih tinggi dari 15 ºC akan lebih banyak melarutkan protein larut air. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 10 ºC – 15 ºC (Schwarz dan Lee, 1988). 2.6 Bahan Tambahan (Garam) Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan serta bentuk, tekstur dan rupa (Winarno et al., 1980). Jenis bahan yang ditambahkan dalam pembuatan surimi adalah garam. Pada pembuatan surimi penambahan garam sebanyak 0,2 % - 0,3 % selama proses leaching memudahkan penghilangan air dari daging ikan yang telah dilumatkan (Ditjen Perikanan Tangkap, 1990). Fungsi yang paling utama dalam penambahan garam ini adalah untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan jeli yang kuat. Selain itu juga digunakan
sebagai bumbu, penyedap rasa dan penambah aroma, tapi jika diguna kan dengan kadar yang cukup tinggi dapat mengubah citarasa makanan. 2.7 Syarat Mutu Surimi Beku (Standar Nasional Indonesia) Syarat mutu bahan baku yang digunakan dalam pembuatan surimi yaitu: bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang
dapat
menurunkan
mutu
serta
tidak
membahayakan
kesehatan
(Standar Nasional Indonesia, 1992). Persyaratan mutu surimi beku terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu surimi beku (SNI, 1992) Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu
a) Organoleptik - Nilai min.
7
b) Cemaran Mikroba - ALT, maks.
Koloni/gram
5 x 105
- Escherichia coli, maks.
APM/gram
<3
- Coliform, maks.
APM/gram
3
Per 25 gram
negatif
Per 25 gram
negatif
- Abu total, maks.
% b/b
1
- Lemak, maks.
% b/b
0,5
- Protein, min.
% b/b
15
ºC
-18
- Salmonella
*)
- Vibrio cholerae
*)
c) Cemaran Kimia *)
d) Fisika - Suhu pusat, maks. - Uji lipat, min.
7 (grade A, tidak retak jika dilipat setengah lingkaran)
- Elastisitas, min. *)
gram/cm2
300
Bila diminta oleh importir Keterangan: ALT = Angka Lempeng Total , APM = Angka Paling Memungkinkan Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992
Untuk mempertahankan mutu surimi beku, bahan baku harus secepatnya diolah. Apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut maka ikan harus disimpan dengan es atau air dingin (0 ºC – 5 ºC), saniter dan higienis (Standar Nasional Indonesia, 1992). Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Rupa dan warna
: bersih, warna daging spesifik jenis ikan
b. Bau
: segar spesifik jenis
c. Daging
: elastis padat dan kompak
d. Rasa
: netral agak manis
2.8 Pengaruh Pencucian Pada proses pembuatan surimi, pencucian merupakan tahapan yang paling penting khususnya untuk ikan-ikan yang mempunyai kemampuan membentuk gel yang rendah, serta berdaging merah. Pencucian surimi bertujuan untuk melarutkan lemak, darah, enzim, dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel ikan. Pengaruh pencucian dalam pembuatan surimi selain berfungsi
untuk
mendapatkan
warna
daging
yang
putih,
juga
untuk
menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel (Suzuki, 1981). Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air dingin dengan suhu antara 5 - 10 ºC. Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan surimi karena dapat menunjang kemampuan membentuk gel (ashi) dan menghambat denaturasi protein akibat pembekuan. Walaupun pencucian ini pada dasarnya dapat meningkatkan sifat elastisitas daging ikan, tetapi perlu juga diperhatikan pengaruhnya terhadap nilai gizi ikan secara keseluruhan. Protein yang hilang selama proses pencucian dapat mencapai 25 %. Air pencuci yang berkesadahan tinggi justru dapat merusak tekstur dan mempercepat terjadinya degradasi lemak, sedangkan bila menggunakan air laut atau air garam kehilangan proteinnya akan semakin tinggi (Irianto, 1990). Secara umum kriteria kualitas air yang baik untuk keperluan perikanan dan peternakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria kualitas air yang baik untuk keperluan perikanan dan peternakan Parameter Fisika Temperatur Residu terlarut Kimia pH Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom heksavalen (Cr(Vl)) Kadmium (Cd) Raksa total (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Sianida (Cn) Sulfida (S) Flourida (F) Amoniak bebas (NH3-N) Nitrit (NO2-N) Klor aktif (Cl2 ) Oksigen terlarut
Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak dan Lemak Radioaktivitas Aktivitas beta total Strontium-90 Radium-226 Pestisida DDT Endrine BHC Methyl Parathion Malathion
Satuan 0
Kadar Maksimum
C mg/l
Suhu air alam ± 4 0 C 2000
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6-9 0,02 0,02 0,05 0,01 0,002 0,03 1 0,05 0,02 0,002 1,5 0,016 0,06 0,003 -
mg/l mg/l mg/l
0,2 0,001 1
pCi/l
1000
pCi/l pCi/l
10 3
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,002 0,004 0,21 0,10 0,16
Sumber: Alaerts dan Santika (1987)
Keterangan
Disyaratkan lebih besar dari 3. Diperoleh sama dengan 3, maksimum 8 jam dalam 1 hari.
Aktivitas tanpa adanya Sr-90 dan Ra-226
2.9 Pembentukan Gel Ikan Gelasi protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua terjadi agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa, 1992). Daging ikan mentah yang digiling, jika ditambahkan garam maka protein aktomiosin dalam daging akan larut dalam ga ram membentuk sol. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat dan kekuatan ashi yang berbeda menurut jenis dan kesegaran ikan. Selama proses penggilingan daging dan pencampuran dengan garam (2 – 3 %), akan terbentuk sol aktomiosin yang berbentuk pasta. Kemudian seiring dengan kenaikan suhu, perlahan-lahan sol aktomiosin berubah membentuk gel suwari yang kemudian setelah suhu diatas 70 ° C, terbentuklah gel kamaboko. Sebelum terbentuknya gel kamaboko terlebih dahulu terjadi proses perusakan gel suwari pada suhu sekitar 60 °C. Peristiwa ini disebut modori , yaitu proses pelunakan gel (Suzuki, 1981). Proses pembentukan gel dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses pembentukan gel (Suzuki, 1981) Peristiwa pembentukan suwari disebut setting. Setting time adalah waktu yang diperlukan untuk terbentuknya gel sejak ditambahkan bahan-bahan pembentuk gel. Kecepatan pembentukan gel mempengaruhi mutu gel. Bila gel telah terbentuk sebelum penambahan komponen, akan terbentuk gel yang tidak rata (Winarno, 1997). 2.10 Protein Ikan Protein ikan merupakan komponen terbesar setelah air dan merupakan bagian yang sama penting untuk tubuh. Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein sarkoplasma, protein miofibril dan pr otein jaringan ikat (protein
stroma) (Suzuki, 1981). Komposisi kimia dari ketiga protein tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 5. Komposisi tiga fraksi protein pada ikan Fraksi Protein
Komposisi (%)
Miofibril
65 – 75
Sarkoplasma
20 – 30
Stroma
1– 3
Sumber: Suzuki (1981)
2.10.1 Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan, dimana protein ini bersifat larut dalam larutan garam (Watabe, 1990). Protein ini terdiri dari miosin, aktin dan protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin). Gabungan aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki, 1981). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (> 0,5 M). Penampakan protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, hanya lebih mudah kehilangan aktivitas ATP -asenya dan laju agregasi lebih cepat (Suzuki, 1981). Miosin adalah protein paling penting dari semua protein otot, bukan hanya karena jumlahnya yang besar 50 – 60 % dari total miofibril (Shahidi, 1994) tetapi juga karena mempunyai sifat biologis khusus. Dengan adanya aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada beberapa kondisi dapat bergabung dengan aktin membentuk kompleks aktomiosin (Watabe, 1990). Aktin merupakan protein miofibril yang paling besar kedua setelah miosin di dalam daging ikan, yaitu sekitar 20 % dari total protein miofibril (Shahidi, 1994). Bentuk aktomiosin dari miofibril saat penambahan garam dapat dilihat pada Gambar 4.
Aktin
Aktin
Miosin
NaCl Miosin
Miofibril
Aktomiosin
Protein – COO- … + H3N – Protein NaCl Protein – COO- … Na+ + Cl- … + H3 N – Protein (Solute)
Gambar 4. Bentuk aktomiosin dari miofibril saat penambahan garam (Niwa, 1992) 2.10.2 Protein sarkoplasma Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut air dan secara normal ditemukan dalam plasma sel dimana protein tersebut berperan sebagai enzim yang diperlukan untuk metabolisme anaerob sel otot dan pembawa oksigen (Watabe, 1990). Protein sarkoplasma yang mengandung berbagai jenis protein yang larut dalam air disebut miogen (Suzuki, 1981). Protein tersebut terdiri dari mioglobin, enzim dan albumin lainnya (Shahidi, 1994). Kandungan miogen dalam otot ikan tergantung spesiesnya, namun pada umumnya lebih tinggi pada ikan pelagis dibandingkan dengan ikan demersal (Suzuki, 1981). Pencucian dengan air terhadap daging lumat ikan sangat diperlukan untuk menghilangkan darah, bau ikan dan juga membuang protein sarkoplasma yang menghalangi kemampuan pembentukan gel (Suzuki, 1981). 2.10.3 Protein stroma Protein stroma adalah protein yang membentuk jaringan ikat. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak dengan larutan asam, alkali, atau garam berkekuatan tinggi (Shahidi, 1994).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) yang dibeli dari Pasar Anyar-Bogor (Lampiran 15a), es, gas ozon, akuades dan garam. Bahan yang digunakan untuk uji kimia yaitu dietil eter, tablet kjeltab, H2SO4 , akuades, NaOH, dan HCl. Peralatan ya ng diperlukan dalam ozonisasi, pembuatan surimi dan persiapan sampel adalah mesin penghasil ozon Dimarco dengan output ozon 200 mg/jam (Lampiran 15b), meat grinder, kain saring, food processor, selongsong stainless steel, timbangan, talenan, pisau, baskom, termometer, panci, kompor, karet gelang, stop watch , gelas ukur dan sendok. Peralatan untuk analisis kimia yaitu cawan, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, soxhlet, labu lemak dan centrifuge. Peralatan untuk uji sifat fisika yaitu Instron dan Whiteness Meter. 3.2 Metode Penelitian Penelitian meliputi proses pembuatan surimi dengan menggunakan konsentrasi ozon yang berbeda pada saat proses ozonisasi. Tujuan perlakuan ini untuk menentukan konsentrasi ozon yang optimal se hingga menghasilkan karakteristik surimi yang diharapkan. Tahap-tahap pembuatan surimi dilakukan berdasarkan hasil penelitian Hendriawan (2002) yaitu dengan menggunakan jumlah pencucian satu kali. Langkah-langkah dalam pembuatan surimi adalah daging merah ikan tongkol digiling dengan menggunakan meat grinder sehingga diperoleh daging lumat (minced fish). Selama proses penggilingan diusahakan suhu daging dan peralatan dipertahankan tetap rendah (5 – 10 ºC). Untuk perlakuan kontrol, daging lumat tersebut ditambahkan garam dengan konsentrasi 0,3 % dengan frekuensi pencucian terbaik yaitu sebanyak satu kali (Hendriawan, 2002) dan perbandingan antara daging ikan dengan air dingin yaitu 1:3 (Toyoda et al., 1992). Pencucian dilakukan dengan cara pengadukan dan peremasan dengan tangan selama lima menit. Untuk perlakuan konsentrasi ozon, ozonisasi daging lumat dilakukan
dalam air dingin dengan konsentrasi ozon sebesar 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/l. Penentuan konsentrasi ini berdasarkan trial and error yang sudah dilakukan sebelumnya. Gas ozon diinjeksi ke dalam air dan di dalam wadah terdapat daging lumat supaya gas ozon kontak dengan daging lumat. Gas ozon secara aktif akan mengoksidasi air termasuk daging lumat yang ada di dalamnya (Lampiran 16). Karena outpu t ozon sebesar 200mg/jam, maka untuk konsentrasi ozon sebesar 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/l penginjeksian gas ozon dilakukan berturut-turut selama 6, 12, 18, 24 dan 30 menit dengan volume air sebanyak 1 l. Selesai proses ozonisasi, daging lumat kemudian disaring dengan kain saring. Hasil penyaringan daging diperas dengan kain kasa. Selanjutnya dilakukan pengujian sensori terhadap produk surimi yang dihasilkan dengan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih. Penilaian meliputi warna, penampakan dan tekstur. Skema pembuatan surimi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema pembuatan surimi daging merah ikan tongkol (modifikasi dari Hendriawan, 2002) Dalam penelitian juga dilakukan uji kimia surimi yaitu nilai pH, protein larut air, protein larut garam dan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.
Selain itu juga dilakukan uji fisik pada gel yang dibuat dari surimi yang meliputi kekuatan gel, derajat putih, uji lipat dan uji gigit. Pengujian sensori juga dilakukan
kembali
terhadap
produk
gel
ikan
yang
dihasilkan
dengan
menggunakan 30 orang panelis semi terlatih. Penilaian meliputi warna, penampakan, tekstur, aroma dan rasa. Langkah-langkah dalam pembuatan gel ikan adalah surimi diambil sekitar 100 gram, ditambahkan 3 % garam dan diadon selama 5 menit. Kemudian adonan yang sudah jadi diisikan ke dalam selongsong stainless steel berdiameter 30 mm. Perebusan dilakukan secara bertahap yaitu pada suhu 40 ºC selama 20 menit dan pada suhu 90 ºC selama 20 menit. Skema pembuatan gel ikan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses pembuatan gel daging merah ikan tongkol (modifikasi dari Suzuki, 1981) 3.3 Pengamatan Parameter mutu surimi yang diukur selama penelitian ini meliputi analisis kimia, analisis fisik dan uji sensori. 3.3.1 Analisis kimia Analisis kimia pada surimi meliputi uji proksimat (analisis kadar air, abu, lemak dan protein), protein larut air, protein larut garam dan pH dari masing-masing sampel.
3.3.1.1 Analisis kadar air (AOAC, 1999) Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut: 1) Sampel yang sudah homogen ditimbang 2 gram (W1) dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. 2) Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. 3) Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang (W2). Kadar air dapat dihitung dengan rumus: Kadar air (wet basis) =
W1−W 2 x100 % W1
Dimana: W1 = berat sampel awal W2 = berat sampel setelah dikeringkan 3.3.1.2 Analisis kadar abu (AOAC, 1999) Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering (dry ashing). Prinsip analisis ini adalah mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi (sekitar 650 ºC), kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Kadar abu ditentukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. 2) Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 650 ºC dan dibiarkan selama 1 jam. 3) Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200°C, cawan yang berisi abu tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perlakuan ini diulang sampai mencapai berat yang konstan. Perhitungan: Kadar abu total =
Berat abu x100% Berat sampel
3.3.1.3 Analisis kadar lemak (AOAC, 1999) Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet. Prinsip analisis ini adalah mengekstrak lemak dengan pelarut dietil eter, setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Cara penentuannya adalah dengan meletakkan 2 gram sampel yang sudah dibungkus dengan kertas saring di alat soxhlet, kemudian 50 ml pelarut dietil eter dituang ke dalam labu lemak. Selanjutnya direfluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 60 menit atau sampai beratnya tetap. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh berat yang konstan. Berat lemak dapat dihitung dengan rumus: % Lemak =
beratlemak ( g ) x100% berat sampel
3.3.1.4 Analisis kadar protein (AOAC, 1999) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Prinsip analisis ini adalah menetapkan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Setelah larutan menjadi basa, amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung ditentukan dengan titrasi HCl. Cara penentuannya meliputi tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Ditambahkan ¼ tablet kjeltab dan 10 ml H2SO4. Larutan dididihkan sampai cairan menjadi jernih tidak berwarna atau hijau muda (minimum 2 jam dan tidak kurang 30 menit). Setelah larutan didinginkan, ditambahkan sedikit air secara hati-hati. Untuk alat destilasi, labu dilengkapi dengan kondensor dan diletakkan sehingga ujung kondensor tercelup ke dalam larutan asam. Labu Kjeldahl yang berisi contoh yang sudah didestruksi diletakkan di dalam sistem destilasi,
dipanaskan hingga semua gelembung ammonia keluar, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml NaOH dan dua tetes metilen blue (sampai jumlah destilat kira-kira 200 ml). Setelah selesai, rangkaian destilasi dibongkar hati-hati, ujung kondensor dicuci dengan akuades, dan kelebihan larutan NaOH dalam destilat dititrasi dengan larutan HCl standar. % Protein =
( ml HCl − ml Blanko ) xN HClx14,007 x100 x6,25 mlContoh
3.3.1.5 Protein larut air (Miller dan Groniger, 1976) Sampel sebanyak 1,0 gram dilarutkan ke dalam 50 ml air destilata dan pH diatur hingga 7,0. Diekstrak selama 60 menit dilanjutkan dengan centrifuge selama 15 menit pada kecepatan 8000 rpm. Supernatan diambil 10 ml untuk menentukan kadar protein larut air dengan metode mikro Kjeldahl. 3.3.1.6 Protein larut garam (Saffle dan Galbreath, 1964) Sampel sebanyak 1,0 gram dilarutkan ke dalam 50 ml larutan garam 2,5 % dan pH diatur hingga 7,0. Diekstrak selama 60 menit dilanjutkan dengan centrifuge selama 15 menit pada kecepatan 8000 rpm. Supernatan diambil 10 ml untuk menentukan kadar protein larut garam dengan metode mikro Kjeldahl. 3.3. 1.7 Nilai pH Surimi sebanyak 5 gram dihomogenkan dalam 45 ml air es. Homogenat tersebut diukur pH -nya dengan menggunakan pH-meter dengan cara mencelupkan elektroda pH meter yang telah dikalibrasi ke dalam larutan sampel. 3.3. 2 Analisis sifat fisik Analisis sifat fisik meliputi kekuatan gel, derajat putih, uji lipat dan uji gigit dari masing-masing sampel. 3.3. 2.1 Kekuatan gel Pengukuran yang dilakukan menggunakan instron, yaitu: -
Kertas grafik skala 0 – 15 cm disiapkan pada alat instron.
-
Produk gel ikan diletakkan pada bantalan penekanan.
-
Penekanan dengan compression anvil
dilakukan dua kali untuk
mendapatkan data kekenyalan (kg) dan elastisitas (mm). -
Kekenyalan ditunjukkan oleh tingginya grafik pertama, sedangkan elastisitas dari jarak antara awal terjadinya kenaikan tekanan sampai puncak grafik kedua yang diukur dengan menggunakan jangka sorong.
3.3.2.2 Analisis derajat putih (Kett Electric Laboratory, 1981 dalam Nurhayati, 1994) Alat ini menggunakan sistem hunter dimana produk yang akan diukur derajat putihnya dicari warna dasarnya terlebih dahulu dengan cara mencocokkan warna sampel dengan atribut warna yang ada pada alat Whiteness Meter, setelah diketahui nilai kecerahannya, kemudian sampel produk diletakkan pada alat penembak, maka akan terlihat notasi angka yang menggambarkan penyerapan warna produk yang dianalisis. 3.3.2.3 Uji lipat (folding test) (Suzuki, 1981) Pengujian dilakukan dengan cara melipat sampel menjadi setengah lingkaran. Jika tidak putus atau retak maka dilipat lagi menjadi seperempat lingkaran. Tingkat kualitas uji lipat menurut Suzuki (1981) adalah sebagai berikut: 5 : Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran, kualitas “AA” 4 : Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran, kualitas “A” 3 : Retak jika dilipat menjadi setengah lingkaran, kualitas “B” 2 : Putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran, kualitas “C” 1 : Pecah jika ditekan dengan jari-jari tangan, kualitas “D” 3.3. 2.4 Uji gigit (Suzuki, 1981) Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri atas dan bawah. Tingkat kualitas uji gigit menurut Suzuki (1981) adalah sebagai berikut: 10 : daya lenting amat sangat kuat
5 : daya lenting agak diterima
9 : daya lenting amat kuat
4 : daya lenting agak lemah
8 : daya lenting kuat
3 : daya lenting lemah
7 : daya lenting agak kuat
2 : daya lenting amat lemah
6 : daya lenting diterima
1 : tidak ada daya lenting, seperti bubur
3.3.3 Uji sensori dengan skala hedonik Uji sensori menggunakan skala hedonik dengan angka berkisar 1-9. Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Uji sensori ini dilakukan terhadap warna, penampakan dan tekstur surimi. Uji sensori juga dilakukan terhadap warna, penampakan, tekstur, aroma dan rasa gel ikan. Tingkat kesukaan uji sensori adalah sebagai berikut: 9 : amat sangat suka
4 : agak tidak suka
8 : sangat suka
3 : tidak suka
7 : suka
2 : sangat tidak suka
6 : agak suka
1 : amat sangat tidak suka
5 : netral 3.4 Perancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan dimana konsentrasi ozon sebagai faktor perlakuan. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan (H0) melawan hipotesis minimal ada satu proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan konsentrasi ozon tertentu memberikan pengaruh berbeda terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan (H1). Model matematik rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie, 1993) adalah: Yij = µi + ôi + åij Keterangan:
Yij µi ôi åij
= Nilai pengamatan ke -i dan ulangan ke-j = Rata-rata umum = Pengaruh perlakuan pemberian ozon ke-i = Galat dari pemberian ozon ke-i dan ulangan ke-j
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk melihat perlakuan mana yang berbeda. Rumus:
BNT á = t(á/2 ,dbs) Keterangan:
2 KTS r
BNT á = Nilai Beda Nyata Terkecil pada selang kepercayaan á = Selang kepercayaan pada 0,05 t = Nilai pada tabel t (tabel A.5) dbs = Nilai derajat bebas sisa KTS = Nilai Kuadrat Tengah Sisa r = Banyaknya ulangan
Analisis non parametrik dilakukan terhadap hasil pengujian sensori dengan
metode
uji
mutu
sensori
menggunakan
uji
Kruskal
Wallis
(Steel dan Torrie, 1993) dengan rumus sebagai berikut: 2 12 Ri H= ∑ ni − 3( n + 1) n (n + 1)
H’ =
H Pembagi
Pembagi = 1 Keterangan:
ni n Ri T H’
‡”T ( n - 1) n( n +1)
= Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i = Jumlah data = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i = Banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok = H terkoreksi
Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison (Gibbons, 1975): Ri – Rj Keterangan:
Ri Rj k N
>< Zá/2p
(N + 1)k 6
= Rata-rata rangking perlakuan ke-i = Rata-rata rangking perlakuan ke-j = Banyaknya ulangan = Jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Surimi Surimi yang telah terbentuk dihitung rendemennya dan dianalisis secara kimia yang meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG) dan pH serta dilakukan uji penilaian secara subyektif. Hasil proses pembuatan surimi daging merah ikan tongkol dengan berbagai perlakuan konsentrasi ozon dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7.
Surimi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) dengan berbagai perlakuan konsentrasi ozon dan kontrol
4.1.1 Rendemen surimi Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dengan semakin banyak konsentrasi ozon, maka akan meningkatkan jumlah komponen dari daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) yang terbuang, sehingga surimi yang terbentuk juga akan semakin menurun. Nilai rata-rata rendemen surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata -rata rendemen surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Rendemen (%) 69,57 70,63 66,13 64,82 63,52 52,93
Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen surimi (Lampiran 3). Uji lanjut BNJ (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Selain itu, perlakuan kontrol dan konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 40, 60 dan 80 mg/l. Konsentrasi ozon 40 mg/l juga berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 80 mg/l. Rendemen surimi yang dihasilkan menurun diduga karena terjadinya penurunan kadar abu dan lemak. Dengan semakin banyaknya bagian daging yang mengandung abu dan lemak yang terbuang, maka surimi yang terbentuk juga akan semakin menurun. Selain itu diduga adanya efek aliran gelembung udara pada proses ozonisasi yang mengikis daging surimi menjadi bagian-bagian yang kecil. Menurut Chen (2002), perputaran yang tetap dari aliran gelembung udara pada proses ozonisasi menggerakkan daging surimi ke berbagai arah dan mengiris daging surimi. Sehingga daging yang terkikis tersebut ikut terbuang bersama air pencuci. 4.1.2 Uji kimia surimi Hasil analisis secara kimia surimi menunjukkan dengan semakin tingginya konsentrasi ozon maka kadar air, abu, lemak, PLG dan pH cenderung menurun. Sedangkan dengan semakin tingginya konsentrasi ozon, kadar protein cenderung meningkat. Kadar PLA yang diuji dari air pencuci surimi juga cenderung meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi ozon.
4.1.2.1 Kadar air Kadar air terendah terdapat pada konsentrasi ozon 100 mg/l sebesar 68,68 % dan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (pencucian dengan air biasa) sebesar 72,71 %. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air surimi (Lampiran 4). Uji lanjut BNJ (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Sedangkan antar perlakuan lainnya tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata kadar air surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rata -rata kadar air surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. Konsentrasi ozon Kadar Air (%) 72,71 1 Kontrol 69,58 2 20 mg/l 69,75 3 40 mg/l 69,26 4 60 mg/l 69,96 5 80 mg/l 68,68 6 100 mg/l Perlakuan kontrol menunjukkan nilai kadar air lebih tinggi daripada perlakuan konsentrasi ozon menurut Sunarlim (1992) adalah akibat masuknya air ke dalam jaringan disebabkan oleh penggelembungan protein miofibril karena pengaruh ion Cl- dari garam (NaCl). Ion Cl- ini akan berikatan dengan filamen yang bermuatan positif sehingga ruang antar filamen akan luas, air akan masuk dan terjebak di dalamnya. Kadar air surimi yang diozonisasi cenderung lebih rendah karena pada proses ozonisasi sebagian air diubah menjadi gas ozon sehingga
air
yang
masuk
ke
dalam
daging
lebih
sedikit.
Menurut
Khadre et al. (2001), air digunakan sebagai prekursor untuk produksi ozon. Ozon terbentuk akibat penyusunan atom ketika molekul oksigen dihubungka n dengan listrik bertegangan tinggi. Molekul oksigen yang dibentuk menjadi ozon ini diperoleh dari air, sehingga kadar air surimi yang diozonisasi cenderung menurun. Menurut Lee (1984), kadar air
maksimum
untuk daging ikan lumat
sebaiknya 78 – 80 %. Kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian berada di bawah kisaran ini. 4.1.2.2 Kadar abu Hasil rata -rata kadar abu surimi yang diperoleh berkisar antara 0,67 % pada konsentrasi ozon 100 mg/l sampai 2,11 % pada perlakuan kontrol (pencucian denga n air biasa). Nilai kadar abu akan semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi ozon. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu surimi (Lampiran 5). Uji lanjut BNJ (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Selain itu, konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 80 dan 100 mg/l. Konsentrasi ozon 40 mg/l juga berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 100 mg/l. Nilai rata-rata kadar abu surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rata -rata kadar abu surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Kadar Abu % bb % bk 0,58 2,11 0,44 1,43 0,37 1,22 0,26 0,85 0,22 0,73 0,21 0,67
Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Dalam daging, mineral-mineral ada yang bergabung dengan zat organik, ada pula yang berbentuk ion-ion bebas (Winarno, 1997). Diduga mineral-mineral yang bergabung dengan zat organik ikut terurai ketika ozon menguraikan senyawa organik dan bersama ion-ion yang bebas terikat dengan atom O dari gas ozon kemudian terbuang bersama air pencuci. Hal ini
dikarenakan ozon dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa di sekitarnya) (Sugiarto dan Suherman, 2005). 4.1.2.3 Kadar lemak Hasil analisis kadar lemak surimi me nunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ozon nilai kadar lemak surimi akan semakin menurun. Nilainya berkisar antara 1,47 % pada konsentrasi ozon 100 mg/l sampai 2,99 % pada perlakuan kontrol (pencucian dengan air biasa). Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak surimi (Lampiran 6). Uji lanjut BNJ (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Selain itu, konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 100 mg/l. Nilai rata -rata kadar lemak surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai rata -rata kadar lemak surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Kadar Lemak % bb % bk 0,82 2,99 0,61 1,99 0,52 1,72 0,49 1,59 0,49 1,63 0,46 1,47
Kadar lemak pada proses ozonisasi lebih cepat turun karena terjadi reaksi oksidasi selama proses ozonisasi dan terbuangnya lemak dan hasil oksidasi pada proses selanjutnya dan mempengaruhi komposisi asam lemak pada lemak total. Ozon mempercepat oksidasi asam lemak karena merupa kan reagen pengoksidasi (Chen et al., 1997). Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan radikal hidroksil (OH -). Radikal hidroksil adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya aka n didapatkan CO2 dan H2O (Sugiarto dan Suherman, 2005). Selain itu ozon bereaksi dengan memutuskan ikatan ganda dua pada asam lemak dan
terbentuknya
dua
ikatan
ganda-dua
karbon-oksigen
(gugus
karbonil),
masing-masing pada karbon yang berasal dari ikatan ganda-dua. Proses keseluruhannya dinamakan ozonolisis (Hart, 1983). 4.1.2.4 Kadar protein Hasil pengamatan terhadap nilai rata-rata kadar protein surimi berkisar antara 78,99 % pada perlakuan kontrol (pencucian dengan air biasa) sampa i 95,84 % pada konsentrasi ozon 80 mg/l. Nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan peningkatan kadar protein dengan bertambahnya konsentrasi ozon, kecuali pada konsentrasi ozon 100 mg/l yang menurun. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein surimi (Lampiran 7) . Uji lanjut BNJ (Lampiran 7) menunjukkan bahwa konsentrasi ozon 80 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Selain itu, perlakuan kontrol berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 100 mg/l. Nilai rata-rata kadar protein surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai rata-rata kadar protein surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/L 40 mg/L 60 mg/L 80 mg/L 100 mg/L
Kadar Protein % bb % bk 21,56 78,99 24,12 79,30 24,12 79,73 25,17 81,88 28,80 95,84 27,17 86,74
Kadar protein pada proses ozonisasi lebih tinggi daripada perlakuan kontrol kemungkinan karena pada proses ozonisasi terjadi oksidasi pada ikatan lemak terlebih dahulu. Setelah itu, ozon merusak ikatan sulfida yang mengikat rantai polipeptida dari protein dan menyebabkan denaturasi protein (Chen et al., 1997). Diduga atom O dari gas ozon mengikat atom S sehingga memutus ikatan sulfida. Jika suatu protein terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai
polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur acak, tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen (Lehninger, 1997). 4.1.2.5 Protein larut air (PLA) Pada penelitian ini kadar PLA pada air pencuci surimi cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi ozon. Kadar PLA tertinggi adalah 5,35 % pada konsentrasi ozon 100 mg/l, sedangkan kadar terendah terjadi pada perlakuan kontrol (pencucian dengan air biasa) dengan nilai 6,38 %. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kadar PLA surimi
(Lampiran 8). Uji lanjut BNJ (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 80 dan 100 mg/l. Nilai rata-rata kadar PLA surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rata-rata kadar PLA surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Kadar PLA % bb % bk 1,46 5,35 1,73 5,67 1,74 5,75 1,79 5,81 1,90 6,32 2,00 6,38
Adanya protein yang larut dalam air pada daging ikan yang akan dibuat produk gel ikan, mempunyai pengaruh yang merugikan dalam pembentukan gel ikan (ashi) karena menghambat pembentukan gel (Irianto, 1990). Peningkatan kadar PLA pada air pencuci surimi kemungkinan karena semakin larutnya protein sarkoplasma dalam proses ozonisasi yang konsentrasinya semakin tinggi (Chen et al., 1997). Dalam penelitian Chen et al. (1997), metode ozonisasi menunjukkan terjadinya penghilangan kadar PLA yang meningkat.
4.1.2.6 Protein larut garam (PLG) Pada penelitian ini kadar PLG surimi semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi ozon. Kadar PLG tertinggi adalah 70,64 % pada konsentrasi ozon 20 mg/l, sedangkan kadar terendah terjadi pada perlakuan kontrol (pencucian dengan air biasa) dengan nilai 39,39 %. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar PLG surimi (Lampiran 9). Uji lanjut BNJ (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Selain itu, konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 60 dan 80 mg/l. Nilai rata-rata kadar PLG surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai rata-rata kadar PLG surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon Konsentrasi No. ozon 1 Kontrol 2 20 mg/L 3 40 mg/L 4 60 mg/L 5 80 mg/L 6 100 mg/L
Kadar PLG % bb % bk 10,75 39,39 21,5 70,64 19,5 64,47 18,25 59,36 17,25 57,42 15,25 48,69
Protein larut garam ini sangat menentukan dalam pembentukan gel, karena terjadinya agregasi antara aktin dan miosin pada saat diekstrak (Suzuki, 1981). Protein miofibril bisa larut di dalam air atau larutan dengan kekuatan ion renda h. Hal inilah yang diduga menyebabkan kadar PLG perlakuan kontrol lebih rendah daripada perlakuan konsentrasi ozon. Sedangkan kadar PLG yang cenderung turun dengan semakin tingginya konsentrasi ozon diduga terjadi karena adanya degradasi dari protein miofibril (Chen et al., 1997). Protein miofibril menjadi lebih larut karena adanya degradasi dari rantai miosin terlebih pada kekuatan ionik rendah atau adanya protease.
4.1.2.7 Nilai pH Hasil analisis nilai pH surimi terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ozon maka nilai pH cenderung menurun. Nilai tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol dan terendah terjadi pada konsentrasi ozon 100 mg/ l. Nilai tersebut berkisar 6,25 sampai 6,09. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH surimi (Lampiran 10). Nilai rata-rata pH surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai rata-rata pH surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
pH 6,25 6,19 6,15 6,12 6,11 6,09
Nilai pH ini menunjukkan tingkat ke asaman atau kebasaan suatu produk, dengan dilakukannya ozonisasi menunjukkan tingkat keasaman yang meningkat atau kebasaan menurun. Nilai pH merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan gel. Dalam Irianto (1990) dan Okada (1992) disebutkan kisaran pH 6 sampai 7 merupakan kisaran yang baik dimana secara tak langsung pH larutan yang digunakan dalam pembuatan sol tersebut sedikit alkalis yaitu antara 6 sampai 7 sehingga akan meningkatkan kelarutan protein miofibril. Suzuki (1981) menambahkan bahwa apabila nilai pH produk lebih rendah dari 6, maka akan mengakibatkan gel ikan tidak terbentuk. Kekuatan gel meningkat seiring kenaikan pH. Kemampuan pembentukan gel yang lebih baik bisa didapatkan bila harga pH-nya lebih besar daripada titik isoe lektriknya. Titik isoelektrik daging merah berkisar antara 5,0-5,8. Ketika pH dari daging lumat mendekati titik isoelektriknya, protein miofibril tidak stabil sehingga mengurangi kemampuan pembentukan gelnya ( Chen et al., 1997). Pada proses ozonisasi, ozon bereaksi dengan air membentuk radikal hidroksil (OH- ) (Khadre et al., 2001).
Peningkatan konsentrasi OH- inilah yang menyebabkan pOH naik dan pH turun pada pencucian dengan ozon (Lehninger, 1997). 4.1.3 Uji sensori surimi Uji sensori merupakan uji yang dilakukan oleh panelis dengan menggunakan panca indera. Panelis yang melakukan uji ini merupakan panelis yang agak terlatih sebanyak 30 orang. Uji sensori ini menggunakan 9 skala (1 = amat sangat tidak suka; 9 = amat sangat suka). Nilai rata-rata uji sensori surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai rata-rata uji sensori surimi daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Warna Penampakan Tekstur 4,67 4,83 4,80 4,50 4,60 4,83 5,13 4,63 5,00 5,40 4,83 5,33 5,73 4,50 5,73 6,33 4,83 6,37
Rata-rata total 4,77 4,64 4,92 5,19 5,32 5,84
Nilai rata-rata uji sensori surimi dengan perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/lberkisar 2 – 8. Untuk warna nilai terbesar terjadi pada konsentrasi ozon 100 mg/l dengan nilai rata-rata 6,33. Untuk konsentrasi ozon yang lebih kecil nilai rata-ratanya semakin menurun, yaitu 5,73, 5,40, 5,13 dan 4,50. Untuk perlakuan kontrol nilai rata -ratanya 4,67. Ini berarti kisaran kesukaan panelis terhadap warna surimi berkisar antara agak tidak suka sampai agak suka. Secara visual, warna surimi yang terbentuk tidak terlalu putih, cenderung berwarna putih kecoklatan. Pada tekstur, kondisi yang sama juga terjadi seperti pada warna, dimana semakin tinggi konsentrasi ozon nilai rata-ratanya akan semakin meningkat. Nilai rata-rata tertinggi untuk tekstur adalah 6,37 dan terendah 4,83. Ini berarti kisar an kesukaan panelis terhadap tekstur surimi berkisar antara netral sampai agak suka. Secara visual, tekstur surimi agak berair dan antar jaringan mudah lepas. Pada penampakan nilai rata -rata berkisar antara 4,50 sampai 4,83. Ini berarti kisaran
kesukaan pa nelis terhadap penampakan surimi berkisar antara agak tidak suka sampai netral. Secara visual, penampakan surimi cukup menarik dan bersih. Dari analisis Kruskal Wallis (Lampiran 11) menunjukkan bahwa minimal ada satu perlakuan konsentrasi ozon yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap
penerimaan
warna
dan
tekstur.
Sedangkan
untuk
penerimaan
penampakan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada uji lanjut yang menggunakan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) dapat dilihat bahwa warna surimi pada konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan perlakuan selain konsentrasi ozon 80 mg/l. Perlakuan kontrol dan konsentrasi ozon 20 mg/l masing-masing berbeda nyata dengan masing-masing konsentrasi ozon 60 mg/ l dan 80 mg/l. Pada tekstur, konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan perlakuan selain konsentrasi ozon 80 mg/l. Konsentrasi ozon 80 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan kontrol, konsentrasi ozon 20 dan 40 mg/l. Di dalam daging merah ikan tongkol terdapat pigmen-pigmen dan darah. Kedua zat ini dapat mengakibatkan surimi yang dihasilkan berwarna gelap (tidak cerah). Pada waktu daging tersebut diozonisasi kemungkinan kedua zat tersebut ikut terbuang bersama air pencuci, sehingga warna surimi semakin cerah (Chen et al., 1997). Sehingga surimi dengan konsentrasi ozon 100 mg/l merupakan surimi yang paling disukai oleh panelis baik dari segi warna, penampakan maupun tekstur . 4.2 Karakteristik Gel Ikan Surimi yang terbentuk kemudian dibuat menjadi sol melalui proses pengadukan dengan penambahan garam 3 %. Sol ini kemudian dicetak untuk dibuat menjadi produk gel dengan proses perebusan pada suhu 40 ºC selama 20 menit dan 90 ºC selama 20 menit. Produk gel ikan yang terbentuk diuji secara fisik yang meliputi uji kekuatan gel (gel strength), uji derajat putih, uji lipat (folding test) dan uji gigit (teeth cutting test) serta dilakukan uji penilaian subyektif (uji sensori).
Gambar 8. Produk gel daging merah ikan tongkol dengan berbagai perlakuan konsentrasi ozon dan kontrol 4.2.1 Uji fisik gel ikan Hasil uji fisik gel ikan menunjukkan dengan semakin tinggi konsentrasi ozon maka kekuatan gel, nilai derajat putih, nilai uji lipat dan uji gigit cenderung meningkat. 4.2.1.1 Kekuatan gel (gel strength) Hasil pengukuran terhadap nilai rata-rata kekuatan gel ikan berkisar antara 0,25 kgf/cm2 pada konsentrasi ozon 100 mg/l sampai 0,48 kgf/cm2 pada konsentrasi ozon 80 mg/l. Dari nilai rata-rata kekuatan gel ikan yang diperoleh, secara umum perlakuan konsentrasi ozon dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai kekuatan gel ikan. Nilai kekuatan gel ikan mengalami peningkatan dari konsentrasi ozon 20 mg/l ke 80 mg/l dan mengalami penurunan pada konsentrasi ozon 100 mg/l. Perlakuan konse ntrasi ozon 80 mg/l memberikan nilai kekuatan gel paling tinggi. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan gel ikan (Lampiran 12). Uji lanjut BNJ (Lampiran 12) menunjukkan bahwa konsentrasi ozon 20, 60, 80 dan 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Konsentrasi ozon 80 mg/l merupakan konsentrasi terbaik karena memberikan nilai kekuatan gel
ikan yang paling tinggi. Nilai rata-rata kekuatan gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai rata-rata kekuatan gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Kekuatan gel (kgf/cm2) 0,36 0,31 0,36 0,40 0,48 0,25
Terjadinya kecenderungan peningkatan kekuatan gel surimi dengan bertambahnya konsentrasi ozon seiring dengan peningkatan kadar protein dan penurunan kadar lemak. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pembentukan gel dari ikan lumat adalah dengan penghilangan kadar lemak. Walaupun kadar PLG semakin menurun, namun zat lain seperti lemak yang menghambat pembentukan gel juga menurun. Sehingga kekuatan gel yang cenderung meningkat diduga karena kemurnian protein miofibril yang terdapat dalam daging. Pada konsentrasi ozon 100 mg/l kekuatan gel yang menurun kemungkinan terjadi karena adanya oksidasi yang mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk diantaranya ikatan sulfida dan menyebabkan denaturasi protein (Chen et al., 1997). 4.2.1.2 Derajat putih Nilai rata -rata derajat putih gel ikan berkisar antara 13,73 % pada konsentrasi ozon 20 mg/l sampai 15,77 % pada konsentrasi ozon 100 mg/l. Hasil analisis statistik ragam pada á = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap derajat putih gel ikan (Lampiran 13). Uji lanjut BNJ (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. Nilai rata-rata derajat putih gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Nilai rata-rata derajat putih gel daging merah ikan tongkol pada berba gai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Derajat putih (%) 14,96 13,73 14,05 14,23 14,27 15,77
Diskolorasi oleh ozon disebabkan karena rusaknya struktur porfirin pada mioglobin dan molekul hemoglobin. Porfirin adalah molekul yang terikat dengan suatu atom besi dalam bentuk fero Fe (II) (Lehninger, 1997). Ozon mudah terurai menjadi O2 dan On (nascent). On inilah yang bersifat reaktif dalam memutuskan ikatan ganda dua termasuk pada mioglo bin dan mioglobin. On umumnya digunakan sebagai anti bakteri. Kemungkinan lain adalah efek aliran gelembung pada proses ozonisasi. Menurut Chen (2002), aliran gelembung pada proses ozonisasi mengadsorbsi mioglobin yang hancur dan membantu pelepasan mioglob in dari daging ke air secara terus menerus. Warna gel daging merah yang dihasilkan dari proses ozonisasi ini lebih baik dibandingkan dengan warna gel daging merah yang dihasilkan dari proses pencucian dengan menggunakan gas N2 (Chen, 2002). 4.2.1.3 Uji lipat (folding test) Uji lipat merupakan salah satu pengujian terhadap mutu gel ikan. Pengamatan uji lipat dilakukan oleh 30 orang panelis (mahasiswa THP semester 4, 6 dan 8). Pengujian dilakukan dengan cara melipat sampel menjadi setengah lingkaran. Jika tidak putus atau retak maka dilipat lagi menjadi seperempat lingkaran. Tingkatan mutu yang digunakan adalah skala 1-5 (Lampiran 2). Nilai hasil uji lipat yang didapat berkisar antara 1 – 5. Nilai rata-rata uji lipat secara berturut-turut dari perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/l adalah 2,20, 2,17, 2,17, 2,33, 3,13 dan 2,23. Dimana semakin tinggi konsentrasi ozon cenderung semakin meningkatkan nilainya, kecuali pada konsentrasi ozon 100 mg/l. Hal ini diduga karena pada konsentrasi ozon 100 mg/l terjadi oksidasi yang mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk diantaranya
ikatan sulfida dan menyebabkan denaturasi protein (Chen et al., 1997). Hasil uji lipat ini berkaitan langsung dengan tekstur gel, terutama kekuatan gel. Semakin baik hasil uji lipat, mutu gel surimi yang dihasilkan semakin baik. Tabel 17. Nilai rata-rata uji lipat gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Nilai uji lipat 2,20 2,17 2,17 2,33 3,13 2,23
Secara statistik (Lampiran 14a), dengan uji Kruskal Wallis didapatkan bahwa minimal ada satu perlakuan konsentrasi ozon yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap uji lipat pada taraf á = 0,05. Setelah dilakukan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) terlihat bahwa konsentrasi ozon 80 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan lainnya. 4.2.1.4 Uji gigit (teeth cutting test) Pengamatan uji gigit dilakukan oleh 30 orang panelis (mahasiswa THP semester 4, 6 dan 8). Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel diantara gigi seri atas dan bawah. Tingkatan nilai yang digunakan adalah 10 (Lampiran 2). Nilai hasil uji gigit berkisar antara 2 – 8, nilai rata -rata uji gigit secara berturut-turut dari perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/l adalah 5,13, 4,93, 4,97, 5,13, 5,17 dan 5,00. Dimana semakin tinggi konsentrasi ozon semakin meningkatkan nilainya, kecuali pada konsentrasi ozon 100 mg/l. Hal ini diduga dikarenakan pada konsentrasi ozon 100 mg/l terjadi oksidasi yang mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk diantaranya ikatan sulfida dan menyebabkan denaturasi protein (Chen et al., 1997). Tetapi kisaran uji gigit yang diperoleh tersebut masih dapat diterima konsumen sebagai produk komersial untuk produk kontrol, konsentrasi ozon 60, 80 dan 100 mg/l. Dalam
Istihastuti et al. (1997) disebutkan produk komersial yang masih diterima mempunyai nilai uji gigit antara 5 sampai 6. Tabel 18. Nilai rata-rata uji gigit gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Nilai uji gigit 5,13 4,93 4,97 5,13 5,17 5,00
Dari uji Kruskal Wallis (Lampiran 14b), didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi ozon tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap uji gigit. 4.2.2 Uji sensori gel ikan Uji sensori merupakan uji yang dilakukan oleh panelis dengan menggunakan panca indera. Panelis yang melakukan uji ini merupakan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Uji sensori ini menggunakan 9 skala (1 = amat sangat tidak suka; 9 = amat sangat suka). Nilai rata-rata uji sensori gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai rata-rata uji sensori gel daging merah ikan tongkol pada berbagai konsentrasi ozon No. 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi ozon Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l 100 mg/l
Warna Penampakan Tekstur 6,50 6,57 6,07 6,03 5,97 5,57 6,13 6,23 5,87 6,37 6,47 6,43 6,90 6,73 6,77 7,27 6,93 7,07
Aroma Rasa 5,80 5,40 5,63 5,47 5,70 5,50 5,73 5,50 5,80 5,83 6,03 6,03
Rata -rata total 6,07 5,73 5,89 6,10 6,41 6,67
Nilai rata-rata uji sensori gel ikan dengan perlakuan kontrol sampai konsentrasi ozon 100 mg/l berkisar 3 – 8. Untuk warna nilai terbesar terjadi pada konsentrasi ozon 100 mg/l dengan nilai rata-rata 7,27. Untuk konsentrasi ozon
yang lebih kecil nilai rata-ratanya semakin menurun, yaitu 6,90, 6,37, 6,13 dan 6,03, sedangkan untuk perlakuan kontrol nilai rata-ratanya 6,50. Ini berarti kisaran kesukaan panelis terhadap warna gel ikan berkisar antara agak suka sampai suka. Secara visual, warna gel ikan yang terbentuk tidak terlalu putih, cenderung berwarna putih kecoklatan. Pada penampa kan, kondisi yang sama juga terjadi seperti pada warna, dimana semakin tinggi konsentrasi ozon nilai rata -ratanya akan semakin meningkat. Penampakan nilai rata-rata tertinggi adalah 6,93 dan terendah 5,97. Ini berarti kisaran kesukaan panelis terhadap pena mpakan gel ikan berkisar antara agak suka sampai suka. Secara visual, penampakan gel ikan cukup menarik dan bersih. Pada tekstur nilai rata -rata berkisar antara 5,57 sampai 7,07. Ini berarti kisaran kesukaan panelis terhadap tekstur gel ikan berkisar antara agak suka sampai suka. Secara visual, tekstur gel ikan agak berair dan antar jaringan mudah lepas. Pada aroma nilai rata-rata berkisar antara 5,63 sampai 6,03. Ini berarti panelis agak menyukai aroma gel ikan. Secara visual, aroma gel ikan agak amis, hampir netral. Pada rasa nilai rata-rata berkisar antara 5,40 sampai 6,03. Ini berarti kisaran kesukaan panelis terhadap rasa gel ikan berkisar antara netral sampai agak suka. Secara visual, rasa gel ikan cukup enak, hampir netral. Dari analisis Kruskal Wallis (Lampiran 14c) menunjukkan bahwa minimal ada satu perlakuan konsentrasi ozon yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap penerimaan warna, penampakan dan tekstur. Sedangkan untuk penerimaan aroma dan rasa tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada uji lanjut yang menggunakan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) dapat dilihat bahwa warna gel ikan pada konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing konsentrasi ozon 20, 40 dan 60 mg/l. Perlakuan konsentrasi ozon 20 mg/l be rbeda nyata dengan konsentrasi ozon 80 mg/l. Pada penampakan, konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing konsentrasi ozon 20 dan 40 mg/l. Konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 80 mg/l. Pada tekstur, konsentrasi ozon 100 mg/l berbeda nyata dengan masing-masing perlakuan kontrol, konsentrasi ozon 20 dan 40 mg/l. Konsentrasi ozon 80 mg/l berbeda nyata dengan
masing-masing konsentrasi ozon 20 dan 40 mg/l. Perlakuan konsentrasi ozon 20 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi ozon 60 mg/l. Di dalam daging merah ikan tongkol terdapat pigmen-pigmen dan darah. Kedua zat ini dapat mengakibatkan surimi yang dihasilkan berwarna gelap (tidak cerah). Pada waktu daging tersebut diozonisasi kemungkinan kedua zat tersebut ikut terbuang bersama air pencuci, sehingga warna surimi semakin cerah (Chen et al., 1997). Sedangkan bau yang tak enak (amis) dari daging merah berangsur -angsur berkurang dengan bertambahnya konsentrasi ozon. Sehingga gel ikan dengan konsentrasi ozon 100 mg/ l merupakan gel ikan yang paling disukai oleh panelis baik dilihat dari penilaian warna, penampakan, tekstur, aroma maupun rasa walaupun kekenyalannya sudah menurun dibandingkan dengan gel ikan lain dengan konsentrasi ozon yang lebih sedikit.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) yang mengandung lemak cukup tinggi ternyata dapat diolah menjadi surimi sebagai produk intermediet walaupun dibandingkan dengan jenis daging ikan lain nilai kekuatan gelnya cenderung lebih rendah. Hasil analisis secara kimia surimi menunjukkan bahwa proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, abu, lemak, protein, PLA dan PLG. Sedangkan untuk pH tidak berbeda nyata. Pada uji sensori surimi menunjukkan bahwa proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan tekstur. Sedangkan untuk penampakan tidak berbeda nyata. Hasil uji fisik gel ikan menunjukkan bahwa proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan gel, derajat putih dan uji lipat. Sedangkan untuk uji gigit tidak berbeda nyata. Pada uji sensori gel ikan menunjukkan bahwa proses ozonisasi daging merah ikan tongkol dengan berbagai konsentrasi ozon memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna, penampakan dan tekstur. Sedangkan untuk aroma dan rasa tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi ozon 80 mg/l merupakan konsentrasi terbaik dalam pembentukan gel ikannya karena memiliki nilai kekuatan gel tertinggi yaitu 0,48 kgf/cm2 dengan derajat putih sebesar 14,27 %, nilai uji lipat 3,13 dan uji gigit 5,17. Uji kimia surimi menghasilkan kadar air 69,96 %, kadar abu 0,22 %, kadar lemak 0,49 %, kadar protein 28,8 %, PLA 1,90 %, PLG 17,25 % dan pH 6,11. Tetapi walaupun secara kualitas konsentrasi ozon 80 mg/l merupakan konsentrasi terbaik, dalam penilaian subyektif secara sensori konsentrasi ozon 100 mg/l memiliki nilai rata-rata tinggi pada semua parameter uji sensori.
5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan frekuensi ozonisasi dan proses pencucian. Perlu diketahui pula pengaruh daya simpan terhadap kualitas surimi dari jenis daging ini. Selain itu disarankan juga untuk memanfaatkan hasil samping dari produk surimi yaitu konsentrat protein sarkoplasma yang terdapat dalam air pencuci surimi.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, Santika SS. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Anonymous. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Depar temen Pertanian. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. 01 – 2694 – 1992. Surimi Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. 01 – 3553 – 1996. Air Minum Dalam Kemasan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Chen HC, Huang SH, Moody MW, Jiang ST. 1992. Bacteriocidal and mutagenic effects of ozone on shrimp (Penaeus monodon) meat. Journal of Food Science. Vol. 57 (4): 923-927. Chen HH. 2002. Decoloration and gel-forming ability of horse mackerel mince by air-flotation washing. Journal of Food Science. Vol. 67 (8): 2970-2975. Chen HH, Chiu EM, Huang JR. 1997. Color and gel-forming properties of horse mackerel (Trachurus japonicus) as related to washing conditions. Journal of Food Science. Vol. 62 (5): 985 –991. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 1999. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Djuhanda T. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Penerbit Armico. Flic k GJ, Barna MA, Enriquez LG. 1990. Processing finfish. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold. Gibbons JD. 1975. Non Parametric Methods for Quantitative Analysis. Alabama. Hart H. 1983. Kimia Organik. Diterjemahkan oleh: Achmadi S. Jakarta: Erlangga.
Hendriawan B. 2002. Kemampuan pembentukan gel surimi daging merah ikan tuna (Thunnus sp.) dengan perlakuan frekuensi pencucian [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Irianto B. 1990. Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah ikanikan yang kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2): 35 – 39. Istihastuti TH, Djalali N, Ratnawati, Handayani T. 1997. Pengaruh kesegaran ikan nila (Oreochromis sp.) terhadap gel strength surimi. Jurnal Pasca Panen Perikanan. Vol. VII No. 2. Kaylor JD, Learson RJ. 1990. Pelagic fish. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold. Kelleher SD, Silva LA, Hultin HO, Wilhelm KA. 1992. Inhibition of lipid oxidation during processing of washed, minced atlantic mackerel. Journal of Food Science. Vol. 57 (5) : 1103 – 1119. Kim TJ, Silva JL, Chamul RS, Chen TC. 2000. Influence of ozone, hydrogen peroxide, or salt on microbial profile, TBARS and color of channel catfish fillets. Journal of Food Science. Vol. 65 (7) : 1210 – 1213. Khadre MA, Yousef AE, Kim JG. 2001. Microbiological aspects of ozone applications in food: a review. Journal of Food Science. Vol. 66 (9) : 1242 – 1252. Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal food Tech. 38 (11): 69. Lehninger AL. 1997. Dasar-dasar Biokimia . Diterjemahkan oleh: Thenawidjaja M. Jakarta: Erlangga. Miller R, Groniger HS. 1976. Functional properties of enzyme -modified acylated fish protein derivatives. Journal of Food Science. Vol. 41: 268 – 272. Mitchell C. 1985. Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20. Moeljanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Jakarta: Balai Penelitian, Teknologi Perikanan. Niwa E. 1992. The chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan. Nurhayati T. 1994. Pengaruh asam dan bleaching terhadap mutu tepung ikan (fish flour) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Okada M. 1990. Fish as raw food material. Di dalam: Motohiro T, Kodota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, editor. Science of Processing Marine Food Products. Vol. I. Japan: Japan International Cooperation Agency, Hyogo International Centre. Okada M. 1992. Chemistry of surimi technology in Japan. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 4. Bandung: Bina Tjipta. Saffle RL, Galbreath JW. 1964. Quantitative determination of salt-soluble protein in various types of meat. Food Technology. December: 119 – 120. Schwarz MD, Lee CM. 1988. Comparison of the thermostability of red hake and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science. Vol. 53 (5): 1347 – 1351. Shahidi F. 1994. Seafood proteins and preparation of protein concentrates. Di dalam: Shahidi F, Botta JR, editor. Seafoods: Chemistry, Processing Technology and Quality. London: Blackie Academic & Professional. Sikorski ZE. 1990. Seafood: Resources, Nutritional Preservation. Florida: CFC Press Inc, Boca Ratan.
Composition
and
Spinelli J, Dassow JA. 1982. Fish proteins: their modification and potential uses in the food industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Connecticut: AVI Publishing Company. Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. New York: Reinhold Publishing Co. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh: Soemantri B. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiarto AT, Suherman. 2005. Ozonisasi pengolahan limbah medis. Cakrawala. www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/03/cakrawala/penelitian.htm [20 Jan 2006] Sunarlim R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan natrium klorida dan natrium tripoliphospat terhadap perbaikan mutu [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publishers Ltd. Toyoda K, Kimura I, Fujita T, Noguchi SF, Lee CM. 1992. The surimi manufacturing process. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Watabe S. 1990. The chemistry of proteins from marine animals. Di dalam: Motohiro T, Kodota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, editor. Science of Processing Marine Food Products. Vol. I. Japan: Japan International Cooperation Agency, Hyogo International Centre. Wonggo D. 1995. Pengaruh perendaman fillet ikan dalam air kelapa terhadap kandungan histamin [tesis]. Manado: Program Pasca KPK IPB, Universitas Samratulangi. Winarno FG. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah, A. 1988. Instron. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. www.fas.usda.gov/ffpd/Fish-Circular/Market_News/market.html [21 Jan 2006]
Lampiran 1. Contoh format uji sensori skala hedonik
Uji Sensori Skala Hedonik Nama Jenis Contoh Instruksi
: : Surimi Daging Merah Ikan Tongkol : Nyatakan penilaian anda dengan angka Perlakuan O15 O25 O35 O45 O55 O65
Kriteria: 9 = Amat sangat suka 8 = Sangat suka 7 = Suka
Warna
Penampakan
6 = Agak suka 5 = Netral 4 = Agak tidak suka
Tekstur
3 = Tidak suka 2 = Sangat tidak suka 1 = Amat sangat tidak suka
Uji Sensori Skala Hedonik Nama Jenis Contoh Instruksi Perlakuan O15 O25 O35 O45 O55 O65
: : Gel Daging Merah Ikan Tongkol : Nyatakan penilaian anda dengan angka Warna
Kriteria: 9 = Amat sangat suka 8 = Sangat suka 7 = Suka
Penampakan
Tekstur
6 = Agak suka 5 = Netral 4 = Agak tidak suka
Aroma
Rasa
3 = Tidak suka 2 = Sangat tidak suka 1 = Amat sangat tidak suka
Lampiran 2. Contoh format uji lipat dan uji gigit
Uji Lipat Nama Jenis Contoh Instruksi
: : Gel Daging Merah Ikan Tongkol : Nyatakan penilaian anda dengan memberi tanda V Perlakuan O15 O25 O35 O45 O55 O65
1
2
3
4
5
Kriteria: 5 = Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran 4 = Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran 3 = Retak jika dilipat menjadi setengah lingkaran 2 = Putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran 1 = Pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari-jari tangan
Uji Gigit Nama Jenis Contoh Instruksi Perlakuan O15 O25 O35 O45 O55 O65
: : Gel Daging Merah Ikan Tongkol : Nyatakan penilaian anda dengan memberi tanda V 1
2
3
Kriteria: 10 = daya lenting amat sangat kuat 9 = daya lenting amat kuat 8 = daya lenting kuat 7 = daya lenting agak kuat 6 = daya lenting diterima
4
5
6
7
8
9
10
5 = daya lenting agak diterima 4 = daya lenting agak lemah 3 = daya lenting lemah 2 = daya lenting amat lemah 1 = tidak ada daya lenting, seperti bubur
Lampiran 3. Analisis statistik rendemen surimi daging merah ikan tongkol
Data mentah Ulangan Kontrol 1 69,09 2 70,05
20 mg/L 70,91 70,35
40 mg/L 66,06 66,20
60 mg/L 64,24 65,40
80 mg/L 63,64 63,41
100 mg/L 53,33 52,53
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 401,5976 1,6450 403,2426
db 5 6 11
KT F hit 80,3195 292,9563* 0,2742
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 4 100 2 52,9300 80 2 63,5200 60 2 64,8200 64,8200 40 2 66,1300 K 2 69,5700 20 2 70,6300 Sig. 1,000 0,299 0,293 0,469 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F (0,05) 4,3874
Lampiran 4. Analisis statistik kadar air surimi daging merah ikan tongkol
Data mentah Ulangan Kontrol 1 72,9 2 72,52
20 mg/L 69,02 70,14
40 mg/L 60 mg/L 69,97 69,24 69,53 69,27
80 mg/L 70,1 69,81
100 mg/L 68,47 68,88
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 19,7895 0,9228 20,7123
db 5 6 11
KT 3,9579 0,1538
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 1 2 100 2 68,6750 60 2 69,2550 20 2 69,5800 40 2 69,7500 80 2 69,9550 K 2 72,7100 Sig. 0,109 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. Perlakuan N
F hit 25,7354*
F (0,05) 4,3874
Lampiran 5. Analisis statistik kadar abu surimi daging merah ikan tongkol
Data mentah (basis kering) Ulangan Kontrol 1 2,32 2 1,89
20 mg/L 1,29 1,57
40 mg/L 1,23 1,21
60 mg/L 0,78 0,91
80 mg/L 0,74 0,73
100 mg/L 0,70 0,64
F hit 25,0247*
F (0,05) 4,3874
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 2,9983 0,1438 3,1421
db 5 6 11
KT 0,5997 0,0240
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 100 2 ,6700 80 2 ,7350 60 2 ,8450 ,8450 40 2 1,2200 1,2200 20 2 1,4300 K 2 2,1050 Sig. 0,077 0,061 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mea n Sample Size = 2,000.
Lampiran 6. Analisis statistik kadar lemak surimi daging merah ikan tongkol Data mentah (basis kering) Ulangan Kontrol 1 2,92 2 3,06
20 mg/L 1,87 2,11
40 mg/L 1,63 1,81
60 mg/L 1,66 1,53
80 mg/L 1,74 1,52
100 mg/L 1,46 1,48
F hit 44,4271*
F (0,05) 4,3874
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 3,1453 0,0849 3,2302
db 5 6 11
KT 0,6291 0,0142
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 100 2 1,4700 60 2 1,5950 1,5950 80 2 1,6300 1,6300 40 2 1,7200 1,7200 20 2 1,9900 K 2 2,9900 Sig. 0,405 0,109 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 7. Analisis statistik kadar protein surimi daging merah ikan tongkol Data mentah (basis kering) Ulangan Kontrol 1 77,81 2 80,17
20 mg/L 77,97 80,63
40 mg/L 78,49 80,96
60 mg/L 84,29 79,46
80 mg/L 96,56 95,13
100 mg/L 86,52 86,96
F hit 23,5052*
F (0,05) 4,3874
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Sisa Total
JK 434,7189 22,1935 456,9124
db 5 6 11
KT 86,9438 3,6989
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 K 2 78,9900 20 2 79,3000 79,3000 40 2 79,7250 79,7250 60 2 81,8750 81,8750 100 2 86,7400 80 2 95,8450 Sig. 0,677 0,056 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 8. Analisis statistik kadar PLA surimi daging merah ikan tongkol Data mentah (basis kering) Ulangan Kontrol 1 5,46 2 5,24
20 mg/L 5,46 5,89
40 mg/L 5,83 5,68
60 mg/L 5,69 5,92
80 mg/L 6,45 6,19
100 mg/L 6,34 6,43
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 1,5931 0,1968 1,7898
db 5 6 11
KT 0,3186 0,0328
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 K 2 5,3500 20 2 5,6750 5,6750 40 2 5,7550 5,7550 60 2 5,8050 5,8050 80 2 6,3200 100 2 6,3850 Sig. 0,244 0,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F hit 9,7165*
F (0,05) 4,3874
Lampiran 9. Analisis statistik kadar PLG surimi daging merah ikan tongkol Data mentah (basis kering) Ulangan Kontrol 1 38,75 2 40,03
20 mg/L 72,63 68,65
40 mg/L 64,94 64,00
60 mg/L 56,89 61,83
80 mg/L 58,53 56,31
100 mg/L 47,57 49,81
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Sisa Total
JK 1252,2490 26,2997 1278,5487
db
KT 5 250,4499 6 4,3833 11
Uji Lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 4 K 2 39,3900 100 2 48,6900 80 2 57,4200 60 2 59,3600 40 2 64,4700 64,4700 20 2 70,6400 Sig. 1,000 1,000 0,098 0,156 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F hit 57,1375*
F (0,05) 4,3874
Lampiran 10. Analisis statistik nilai pH surimi daging merah ikan tongkol Data mentah Ulangan Kontrol 1 6,29 2 6,2
20 mg/L 6,25 6,13
40 mg/L 6,12 6,17
60 mg/L 6,12 6,12
80 mg/L 6,1 6,11
KT 0,0069 0,0021
F hit 3,2322tn
100 mg/L 6,1 6,08
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 0,0343 0,0128 0,0471
db 5 6 11
F (0,05) 4,3874
Lampiran 11. Analisis statistik uji sensori surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison)
H’ db Asymp. Sig.
Warna 57,459* 5 0,000
Penampakan 4,833tn 5 0,437
Tekstur 52,735* 5 0,000
Uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) 1. Warna Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 20 30 4,5000 K 30 4,6667 40 30 5,1333 5,1333 60 30 5,4000 80 30 5,7333 5,7333 100 30 6,3333 Sig. 0,092 0,127 0,127 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. 2. Tekstur Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 K 30 4,8000 20 30 4,8333 40 30 5,0000 60 30 5,3333 5,3333 80 30 5,7333 5,7333 100 30 6,3667 Sig. 0,167 0,475 0,057 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
Lampiran 12. Analisis statistik kekuatan gel surimi daging merah ikan tongkol Data mentah Ulangan Kontrol 1 0,35 2 0,37
20 mg/L 0,31 0,31
40 mg/L 0,36 0,35
60 mg/L 0,39 0,4
80 mg/L 0,48 0,48
100 mg/L 0,25 0,25
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 0,0605 0,0003 0,0608
db 5 6 11
KT F hit 0,0121 241,8667* 0,0001
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 4 5 100 2 0,2500 20 2 0,3100 40 2 0,3550 K 2 0,3600 60 2 0,3950 80 2 0,4800 Sig. 1,000 1,000 0,974 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F (0,05) 4,3874
Lampiran 13. Analisis statistik derajat putih gel surimi daging merah ikan tongkol Data mentah Ulangan Kontrol 1 14,82 2 15,09
20 mg/L 13,64 13,82
40 mg/L 14 14,09
60 mg/L 14,18 14,27
80 mg/L 14,18 14,36
KT 1,0993 0,0185
F hit 59,5584*
100 mg/L 15,64 15,9
Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK 5,4967 0,1108 5,6075
db 5 6 11
Uji lanjut BNJ Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 20 2 13,7300 40 2 14,0450 60 2 14,2250 80 2 14,2700 K 2 14,9550 100 2 15,7700 Sig. 0,050 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F (0,05) 4,3874
Lampiran 14a. Analisis statistik uji lipat gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison)
H’ db Asymp. Sig.
Uji Lipat 45,141* 5 0,000
Uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 20 30 2,1667 40 30 2,1667 K 30 2,2000 100 30 2,2333 60 30 2,3333 80 30 3,1333 Sig. 0,945 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. Lampiran 14b. Analisis statistik uji gigit gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis
H’ db Asymp. Sig.
Uji Gigit 1,076tn 5 0,956
Lampiran 14c. Analisis statistik uji organoleptik gel surimi daging merah ikan tongkol dengan metode kruskal wallis dan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison)
H’ db Asymp. Sig.
Warna 26,780* 5 0,000
Penampakan 18,532* 5 0,002
Tekstur 38,298* 5 0,000
Aroma 2,258tn 5 0,812
Rasa 7,294tn 5 0,200
Uji Lanjut perbandingan berganda (multiple comparison ) 1. Warna Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 20 30 6,0333 40 30 6,1333 6,1333 60 30 6,3667 6,3667 K 30 6,5000 6,5000 6,5000 80 30 6,9000 6,9000 100 30 7,2667 Sig. 0,530 0,062 0,062 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. 2. Penampakan Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 3 20 30 5,9667 40 30 6,2333 6,2333 60 30 6,4667 6,4667 6,4667 K 30 6,5667 6,5667 6,5667 80 30 6,7333 6,7333 100 30 6,9333 Sig. 0,126 0,296 0,373 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. 3. Tekstur Subset for alpha = 0,05 2 3
Perlakuan N 1 4 20 30 5,5667 40 30 5,8667 5,8667 K 30 6,0667 6,0667 6,0667 60 30 6,4333 6,4333 6,4333 80 30 6,7667 6,7667 100 30 7,0667 Sig. 0,375 0,238 0,074 0,138 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
Lampiran 15a. Foto daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.)
Lampiran 15b. Foto mesin penghasil ozon Dimarco
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Model : Rated voltage : Rated consumptive power : Output of ozone : Size of the body : Weight :
AC-2020 AC240V/50HZ 50W 200mg/HR L360xW120xH431MM 5.4KGS
Lampiran 16. Foto proses ozonisasi daging merah ikan tongkol