KARAKTERISTIK PROFIL KEPRIBADIAN PENYIDIK (Pendekatan teori STIFIn Personality) Khotimatun Na’imah Center for Islamic and Indigenous Psychology Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:
[email protected] No. HP 085647271927 Abstrak. Penyidik memiliki andil yang cukup besar dalam menangani sebuah kasus hukum, baik perdata maupun pidana. Proses penempatan seseorang menjadi penyidik di sebuah institusi terkait sudah melalui tahapan dan seleksi yang ketat, sehingga suatu kasus dapat terpecahkan siapa pelaku dan apa motif di belakangnya. Penulis tertarik untuk melihat bagaimana karakteristik profil kepribadian penyidik di lembaga kepolisian dengan menggunakan teori kepribadian STIFIn yang dikompilasi dan dikembangkan oleh Farid Poniman dari teori Fungsi Dasar Carl Gustav Jung, Teori Otak Triune Paul MacLean dan Teori Kepribadian Ned Herrmann . Menurut teori ini, karakteristik profil kepribadian yang sesuai untuk jenis pekerjaan sebagai penyidik adalah Intuiting ekstrovert (Ie). Karakteristik yang ada dalam profil ini antara lain, bersifat intuitif dan mampu merangkai masalah dengan baik. Penulis menggunakan data kualitatif deskriptif dari wawancara, tes STIFIn Personality kepada 5 penyidik tindak pidana di kepolisian ditambah dengan memberikan tes Wartegg kepada 3 penyidik. Hasil penelitian menunjukkan dari lima orang sampel, hanya satu orang yang memiliki tipe kepribadian yang mendekati tipe yang sesuai untuk profesi penyidik, yaitu tipe Intuiting introvert. Kata kunci: Kepribadian, STIFIn, Penyidik
Kejahatan atau tindakan kriminal dapat ditanggulangi dengan adanya kerjasama dari pihak kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut umum, pengadilan sebagai pihak yang mengadili dan lembaga pemasyarakatan yang berfungsi sebagai tempat untuk melatih pelaku kejahatan untuk dapat diterima kembali di masyarakat. Tentu saja tugas pokok kepolisian tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum, masuk akal dan layak dilaksanakan, serta menghormati hak asasi manusia (Akhdiat & Marliani, 2011). Fungsi dari kepolisian sebagai penyidik inilah yang memegang peranan kunci dari setiap proses penanggulangan kejahatan. Setiap anggota kepolisian yang bertugas sebagai penyidik, pastilah sudah melalui proses seleksi dan penempatan kapasitas sumber daya manusia. Hal
2
tersebut sesuai
dengan Undang-undang Kepolisian No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa anggota kepolisian harus membekali dirinya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai (Sutra, 2012). Penyidik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah Pejabat Polisi Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi kewenangan
khusus
oleh
Undang-undang
untuk
mencari
dan
mengumpulkan pelaku tindak pidana. Sedangkan pengertian penyidik menurut
KUHAP
pasal
I
butir
(1)
penyidik
adalah
Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khususnya Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Pengertian penyidik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan yang diberikan oleh KUHAP pasal I butir (1) hampir memiliki kesamaan. Namun bagaimanapun kita tetap mengambil definisi atau arti penyidik menurut penjelasan Undang-undang (Jupri, 2013). Penyidik merupakan sebuah bentuk profesi. Profesi merupakan arahan
cita-cita pada diri inividu untuk melayani dan memperoleh
kompensasi, dapat berupa upah demi kepentingan umum (Purwanto, 2007). Penyidik kepolisian memperoleh kompensasi dari negara karena statusnya merupakan sebagai pelayan masyarakat. Penyidik memiliki andil yang cukup besar dalam menangani sebuah kasus hukum, baik perdata maupun pidana. Proses penempatan seseorang menjadi penyidik di sebuah institusi terkait sudah melalui tahapan dan seleksi yang ketat, sehingga suatu kasus dapat terpecahkan siapa pelaku dan apa motif di belakangnya. Sebagai sebuah profesi, tentu saja memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah lulusan Sekolah Hukum, lulus sebagai anggota kepolisian dan memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan kepenyidikan serta lulus dalam tes psikologi dan diketahui dengan pasti bagaimana profil kepribadiannya. Kepribadian merupakan pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanen dan konsisten serta menunjukkan individualitas pada perilaku seseorang. Sifat tersebutlah yang merupakan faktor penyebab
3
adanya perbedaan antar individu dalam berperilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Karakteristik sendiri merupakan kualitas yang dimiliki oleh seseorang seperti halnya temperamen, fisik dan kecerdasan (Feist & Feist, 2011) Pengukuran mengenai kepribadian sendiri dapat dilakukan dengan berbagai media. Pengukuran kepribadian lebih rumit dibandingkan menyusun suatu konsep teori kepribadian itu sendiri. Alat ukur yang bisa dipergunakan bisa berbentuk self-report inventory, alat ukur minat, sikap dan nilai-nilai budaya, serta teknik proyektif. Mengetahui kepribadian seseorang itu memiliki makna yang sangat luas dalam konteks ranah pengetahuan tentang manusia. Memahami kepribadian dapat diartikan dapat memahami pula bagaimana, struktur, ide-ide dan pola-pola manusia dalam berperilaku. Penulis tertarik untuk meneliti profil kepribadian penyidik berdasarkan teori kepribadian STIFIn. Teori ini dikembangkan oleh Farid Poniman, seorang pakar Sumber Daya Manusia. Teori STIFIn ini merupakan kompilasi dari teori Fungsi Dasar Carl Gustav Jung, Triune Brain dan Ned Herrmann serta pengamatannya terhadap ribuan individu yang telah mengikuti sesi pelatihan di tempatnya bekerja. Hasil temuannya, menunjukkan bahwa setiap manusia membawa potensi genetika yang bersifat tunggal dan akan ditempa oleh lingkungannya (Poniman& Mangussara, 2012). Potensi kecerdasan itu disebut dengan Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling dan Instinct. Satu orang hanya memiliki satu yang dominan. Tidak hanya menambahkan unsur Instinct saja, tetapi dari penambahan itu diketahui pula hubungan kimiawi segilima antar individu, penjelasan mengenai sifat superior-inferior yang dimiliki oleh individu serta persamaan kuadran dan diagonal sifat dari masing-masing individu. Pada awalnya, Poniman menggunakan media skala psikologis untuk mengetahui potensi genetik yang dibawa oleh setiap individu pada saat sesi pelatihan yang diadakan oleh Kubik Consultancy. Dalam pengembangannya, temuannya tersebut
kemudian
diintegrasikan
dengan
media
sidik
jari
yang
4
keakuratannya telah mencapai lebih dari 95% (Poniman& Mangussara, 2012). Data yang diperoleh dari Poniman & Mangussara (2012), menyebutkan hingga 12 Juni 2012, jumlah peserta tes yang tercatat di server STIFIn Kantor Pusat mencapai angka 60.403 peserta. Lebih dari 95% peserta tes menyatakan bahwa mereka merasa tes tersebut sangat sesuai dengan kondisi mereka. Pada tahun 2011 dilakukan uji sampel terhadap 352, yang kemudian dilakukan retes satu bulan berikutnya, hasilnya hanya ada 3 orang yang berubah. Sidik jari merupakan suatu komposisi unik dari diri individu. Dari sidik jari pulalah, penyidik mampu memperoleh informasi-informasi mengenai pelaku kejahatan maupun korban kejahatan. Keterkaitan sidik jari dengan bagian belahan otak yang bekerja untuk diri manusia telah diteliti oleh pakar-pakar biometrik dan neurosains. Sidik jari merupakan bagian tubuh manusia yang membawa banyak informasi mengenai diri manusia tersebut. Ilmu mengenai penggunaan sidik jari sebagai media pemberi informasi mengenai seseorang disebut dengan istilah dermatoglyphics. Ilmu ini seperti sebuah buku instruksi alamiah yang menunjukkan bagaimana otak dapat bekerja (Mischbah, 2010). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara sidik jari dengan kinerja otak dan berkaitan pula dengan perilaku manusia. Penelitianpenelitian tersebut antara lain: 1. Association between Finger Patterns of Digit II and Intelligence Quotient Level in Adolescents oleh Mostaf Najafi (2009). 2. Quantitative Dermatoglyphic Analysis in Persons with Superior Intelligence oleh M. Cezarik, dkk, (1996). 3. Application and Development of Palmprint Research oleh Yunyu Zhou, dkk, (2001) 4. Analysis of dermatoglyphic signs for definition psychic functional state of human's organism oleh Anatoly Bikh,dkk .
5
5. Determining The Association Between Dermatoglyphics And Schizophrenia By Using Fingerprint Asymmetry Measures oleh Jen-Feng Wang. 6. Quantifying the Dermatoglyphic Growth Patterns in Children through Adolescence oleh J.K. Schneider, Ph.D. Pengungkapan kepribadian melalui media sidik jari menjadi suatu tren dalam masyarakat di era 2010an dengan beragam teori yang melatarbelakanginya, seperti Multiple Intellegence atau teori belajar. Penulis tertarik untuk membuktikan teori kepribadian STIFIn yang menunjukkan bahwa profil seseorang yang berprofesi sebagai penyidik kepolisian (spionase) adalah tipe Intuiting ekstrovert (Ie). Tipe ini merujuk kepada indra keenam yang menjadi otak kreatif sebagai pemimpin kinerja otak dalam memproses informasi. Kecerdasan ini kemudian digerakkan dari luar diri seseorang ke dalam dirinya, sehingga orang bertipe ini sangat terpengaruh oleh kondisi lingkungan. Tipe Ie merupakan tipe yang memiliki karakteristik sebagai penggarap terpola, penemu terkreatif, pencari solusi terbaik, kapitalisator potensi, penjelajah konsep terbaru, pendeteksi paling intuitif, assembler kreatif, pasangan paling romantik, penyelaras sistemik, dan perangkai masalah tercepat. Dari paparan di atas, penulis memiliki dugaan sementara bahwa para penyidik kepolisian memiliki jenis kepribadian Intuiting ekstrovert. Untuk itu, penulis mengadakan penelitian awal kepada penyidik kepolisian di Polresta Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah profil kepribadian penyidik adalah tipe Intuiting ekstrovert dan untuk mendeskripsikan profil kepribadian penyidik. Harapannya, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dapat memberikan gambaraan pemetaan potensi terkait dengan profesi kinerja penyidik.
METODE PENGUMUPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan STIFIn fingerprint analysis, wawancara dan tes wartegg sebagai pembanding. Penulis
6
menggunakan metode ini karena kesulitan untuk mengumpulkan sampel dalam waktu yang lama, jika mengisi kuesioner. Pengumpulan data dilakukan hari Sabtu, tanggal 22 Februari 2013 dengan incidental sampling, karena di hari tersebut adalah hari libur. Penulis membatasi hingga lima orang sampel karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian. Di Polresta Surakarta sendiri terdiri dari unit tindak pidana korupsi, unit tindak pidana tertentu, unit kejahatan perbankan, unit tindak pidana umum, unit tindak pidana narkoba. Penulis menemui unit tindak pidana korupsi sejumlah dua orang anggota unit, satu orang kepala unit dan satu orang kepala satuan. Tiga orang di antaranya dapat diberikan tes Wartegg dan dapat diwawancarai.
HASIL TEMUAN
Proses pengambilan data dengan menggunakan alat fingerprint, dengan mengambil sepuluh sidik jari secara berurutan. Data kemudian dikirim ke server pusat kantor STIFIn di Jakarta untuk diolah. Hasil dari analisis sidik jari dengan media STIFIn Fingerprint sebagai berikut: No.
Usia
Instansi
1.
Nama (Inisial) AR
27 th
2.
D
52 th
3.
AT
38 th
4.
RH
35 th
5.
S
41 th
Reskrim Polresta Reskrim Polresta Reskrim Polresta Reskrim Polresta Reskrim Polresta
Tipe kepribadian Fi Fi Ti Ii Se
Fi merupakan akronim dari tipe Feeling introvert. Kepribadian jenis ini adalah kepribadian libido.
Hasrat dan nafsunya selalu bergelora.
Meskipun libidonya tinggi, namun di sebalik itu mereka ingin dimanja dan diperhatikan. Ia adalah orang yang halus dan lembut, namun terkadang menyengat; pemimpin yang berkharisma, namun kebiasaan buruknya mudah tersinggung; penolong, namun menghitung balas budi; komunikator yang mempengaruhi orang lain, namun komitmen terhadap ajarannya
7
lemah; mampu berempati, namun terkadang lamban beraksi (Poniman & Mangussara, 2012). Karakteristiknya secara spesifik adalah seorang figur berpengaruh, paling terpanggil memimpin, pemberi semangat, sisik berkharisma, komunikator persuasif, pekerti terhalus, pengarah paling bijaksana, pecinta terdalam, atasan paling manusiawi, pengayom terhebat. Dua dari lima sampel memiliki jenis kepribadian ini, yaitu AR dan D. Hasil wawancara dengan D, mengaku bahwasanya saat ia mengambil keputusan-keputusan, selalu berdasarkan kepada perasaannya, apakah nanti akan berdampak buruk atau menjadi lebih baik bagi pelaku atau bawahannya. D cukup berwibawa saat menajdi atasan, namun ia menjadi seperti seorang sahabat jika di luar jam kerja.
Hasil tes Wartegg D menunjukkan tingkat kecemasan yang
cukup tinggi. D merasa saat ini dirinya sedang menutup diri dari lingkungan sosial, termasuk jarang berkomunikasi dengan keluarga.
Meskipun
demikian, ia menunjukkan kecintaan kepada bunga, sebagai simbol dari sifat “pecinta terdalam”. Profil berikutnya adalah tipe Ti, yaitu Thinking introvert yang dimiliki oleh AT. Kepribadian jenis ini dipenuhi dengan logika. Apa-apa dilogikakan. Tetapi anehnya makhluk yang paling logis ini secara tanpa sadar jika sudah sampai pada titik tidak mampu menjangkau logikanya mereka malah kemudian bergantung pada faktor x, mengharapkan sejenis keberuntungan.
Di balik kemandiriannya,ia menyimpan rahasia dan
‘masking’; sebenarnya ia agresif tapi ingin diladeni; mengadili secara hitam-putih namun mudah diprovokasi; jeli dan objektif namun terkadang gagal menangkap kontekstualitas gambar besarnya; menjadi mesin profit yang mahir namun sering terjebak oleh hal-hal sepele (Poniman & Mangussara, 2012). Karakteristik spesifik dari seorang bertipe Ti ini adalah pekerja tercerdas, pengamat super jeli, pemikir paling tajam, sosok paling mandiri, pengambil resiko terkecil, prinsip terkukuh, pengelola terbaik, konsultan low profile, mesin laba tercanggih dan konsentrasi terlama. Di hasil wawancara, AT mengaku bahwa dirinya memang sedikit kaku saat bekerja,
8
selalu tepat waktu, dan selalu mencari pemecahan yang logis. Berdasar penuturan S, AT adalah tipe orang yang pandai memecahkan kasus-kasus pencurian, ia pandai menghubung-hubungkan suatu peristiwa dengan logika-logika kejadian tertentu. Dari hasil tes Wartegg menunjukkan bahwa AT bekerja cukup sistematis tapi kurang fleksibel. Ia cukup kaku namun tegas saat menghadapi suatu persoalan. Tipe berikutnya yang ditemukan adalah Ii, yaitu Intuiting introvert. Tipe ini dimiliki oleh RH. RH memiliki kepribadian yang selalu mempersepsi keadaan secara positif. Meskipun demikian, anehnya, mereka seperti memiliki mesin ‘time tunnel’ yang seolah-olah ketika mereka mau pergi
tinggal
pencet
tombol,
sesuatu
yang
berlawanan
dengan
positivismenya. Ia orang yang menyenangkan sebagai mitra bisnis, namun tidak suka membicarakan persoalan pribadi; percaya diri sangat tinggi sehingga seolah memacu ‘mesin’nya dengan cepat seolah tanpa rem; atraktif dan estetik namun terkadang melewati jamannya; meski mahir membuat konsep dan menguasai pekerjaan hilirnya, ia menjadi masa bodo dengan lingkungannya; terbuka dengan perbedaan pendapat namun tetap keras kepala dengan keyakinannya (Poniman & Mangussara, 2012). Karakteristik yang spesifik dimiliki oleh RH adalah kepahlawanan yang paling
sempurna, pengejar kualitas, pelaksana berkelas, spesialis,
perumus intisari, konseptual dalam menangani, mitra paling mempesona, pembuat keindahan, penantang tanpa rem dan pencari mutu terbaik. Menurut D, RH adalah orang yang sangat cerdas, IPK saat kuliah magister mencapai sempurna. Konsep-konsep kerjanya cukup memukau bagi orangorang di sekitarnya. Tipe terakhir dari sampel terakhir adalah Se, yaitu Sensing ekstrovert. Tipe ini dimiliki oleh S. Kepribadian ini seperti berkelamin ganda. Terkadang kokoh seperti laki-laki dan pada saat tertentu sangat manja
seperti
perempuan;
eksposure
petualangannya
luas
namun
internalisasi kedewasaan lambat; seperti pemberani padahal sebenarnya kerdil; menjadi pendamping yang mudah disenangkan namun tidak mudah dibuat jatuh cinta; pembawaan terkesan lambut padahal suaranya sering
9
melengking; susah memulai kerja tetapi jika sudah mulai kerja determinasinya kuat;dermawan tapi borors sebagai penikmat; mengharapkan kepastian, tetapi cepat merasa tersudut dan kemudian kabur (Poniman & Mangussara, 2012). Karakteristik spesifik lain yang dimiliki oleh S adalah pelaksana terpraktis, penindaklanjut teringkas, stamina terkuat, diesel terstabil, loyalis penyabar, penangkap kesempatan, pemilik dermawan, pengingat terbaik, pekerja super tangguh, pendamping paling setia. Menurut D, S adalah orang yang siap sedia jika diberi pekerjaan. Ia akan bekerja sendirian jika yang lain yang diajak terlalu lama memberi respon. Ia orang yang paling taat aturan dan setia di unitnya. Berdasar hasi tes Wartegg, S memiliki motivasi yang cukup tinggi, kerjanya sistematis dan mekanis. S terlihat menguasai bidang kerjanya. Ia juga mengaku membutuhkan instruksi saat mengerjakan suatu kasus. Berdasar penuturan S, saat bekerja unitnya dituntut untuk dapat memecahkan paling tidak tiga hingga lima kasus dalam setahun. Kerja sama antar anggota unit dapat membantunya untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Rata-rata anggota unitnya dapat memecahkan dua hingga tiga kasus. Unit Reserse Kriminal akan menindaklanjuti kasus-kasus yang terlaporkan, atau tidak terlaporkan tetapi memiliki petunjuk. Akan lebih mudah bagi S untuk mengerjakan kasus yang memiliki satu atau dua petunjuk.
SIMPULAN
Dari lima sampel yang diambil, profil yang sesuai untuk profesi penyidik adalah tipe Intuiting introvert yang dimiliki oleh RH. Secara alamiah, RH bekerja berdasarkan intuisinya, sehingga menghasilkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar daripada tipe yang lain. Tipe ini akan selalu memberikan petunjuk jalan keluar untuk setiap persoalan berdasar sistem mekanisme kerja otaknya. Meskipun demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan stimulus yang tepat bagi masing-masing tipe kepribadian untuk dapat memaksimalkan
10
potensinya saat menangani sebuah kasus. Penelitian ini masih banyak kekurangan, yaitu belum diambilnya data kuesioner STIFIn terhadap lima sampel, belum diberikannya tes Wartegg kepada dua orang sampel, dan belum diwawancarainya dua orang sampel. DAFTAR PUSTAKA
Akhdiat, H. & Marliana, R. (2011). Psikologi Hukum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Bikh, A. , dkk. (tanpa tahun). Analysis of dermatoglyphic signs for definition psychic functional state of human's organism. Diunduh dari http://www.foibg.com/ibs_isc/ibs-07/IBS-07-p06.pdf Cezarik, M, dkk (1996). Quantitative Dermatoglyphic Analysis in Persons with Superior Intelligence. Diunduh dari http://www.collantropol.hr/_doc/Coll.%20Antropol.%2020%20%28 1996%29%202:%20413-418.pdf Feist, J. & Feist, G.J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika. Jupri.
(2013). Penyidik dan Penyidikan. Diunduh http://www.negarahukum.com/hukum/penyidik-danpenyidikan.html
dari
Misbach, I.H. (2010). Dahsyatnya Sidik Jari: Menguak Bakat dan Potensi untuk Merancang Masa Depan melalui Fingerprint Analysis. Jakarta: Visimedia Pustaka. Najafi, M., MD. (2009). Association between Finger Patterns of Digit II and Intelligence Quotient Level in Adolescents. Department of Psychiatry, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, IR Iran. Diundur dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/14053.pdf Poniman, F. & Mangussara, R.A. (2012). STIFIn Personality: Mengenal Kecerdasan dan Rumus Sukses. Jakarta: STIFIn Institute. Purwanto, Y. (2007). Etika Profesi, Psikologi Profetik. Bandung: Refika Aditama.
11
Scheineider., J.K. (2010). Quantifying the Dermatoglyphic Growth Patterns in Children through Adolescence. Diunduh dari http://www.ncjrs.gov/pdffiles1/nij/grants/232746.pdf Sutra, D. (2012). Fungsi Kepolisian sebagai Penyidik Utama (Studi Identifikasi Sidik Jari dalam kasus Pidana). Diakses dari http://jurisprudence-journal.org/2012/07/fungsi-kepolisiansebagai-penyidik-utama-studi-identifikasi-sidik-jari-dalam-kasuspidana/ Wang, J.F. , dkk. (2008). Determining The Association Between Dermatoglyphics And Schizophrenia By Using Fingerprint Asymmetry Measures. Diunduh dari http://www.eng.mu.edu/nagurka/Wang_Determining%20the%20A ssociation_IJPRAI2203_P601.pdf Zhou, Y. (2001). Application and Development of Palmprint Research. Diunduh dari http://ai.pku.edu.cn/aiwebsite/research.files/collected%20papers% 20%20palmprint/Application%20and%20development%20of%20palm %20print%20research.pdf