KARAKTERISTIK PENGUNJUNG WANAWISATA HUTAN KERA NEPA SAMPANG PASCA TERBUKANYA AKSES JEMBATAN SURAMADU 1 Ihsannudin Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
[email protected] ABSTRAK Hutan selain memiliki fungsi produksi dan konservasi juga memiliki fungsi rekreasi atau yang dinamakan wanawisata. Madura sendiri memiliki hutan seluas 47.121,20 hektar dan memiliki potensi untuk pengembangan wanawisata salah satunya adalah Hutan Kera Nepa. Apalagi setelah terbukanya akses Madura melalui adanya jembatan Suramadu memberikan pintu yang lebih lebar untuk pengembangan dunia pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk (1) untuk mengetahui Wanawisata Hutan Kera Nepa, (2) untuk mengetahui karakteristik pengunjung wanawisata hutan kera Nepa, dan (3) untuk mengetahui tipologi pengunjung wanawisata hutan kera Nepa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wanawisata Hutan Kera Nepa telah memiliki unsur dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang atraktif (natural, cultural dan sintetik). Karakteristik pengunjungnya dapat digolongkan pada usia muda yang menyukai tantangan dan rasa ingin tahu yang besar. Sementara itu tipologi pengunjungnya masuk dalam kategori Allocentris. Kata Kunci: Wanawisata, Kera, Nepa, Madura ABSTRACT The forest has three functions such as production, conservation and recreation or called as forest tourism. The wide of forests in Madura Island are 47.121,20 hectares and have high potential to be improved as forest tourism, and forest tourism of Monkey Forest of Nepa is the one of them. The existence of Suramadu bridge causes Madura Island has more accessibility. This research aims to (1) describe forest tourism of Monkey Forest of Nepa, (2) investigate characteristic of visitors and 3) investigate typology of visitors. The forest tourism of Monkey Forest of Nepa has primary criteria of object and attraction tourism or ODTW (natural, cultural and synthetic). Characteristic of the forest tourism of Monkey Forest of Nepa visitors is young visitors. Meanwhile, typology of visitors of the forest tourism of Monkey Forest of Nepa is Allocentric. Key words: Forest Tourism, Monkey, Nepa, Madura PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat beragam. Sehingga tidak mengherankan jika dengan kekayaan alam ini menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sebagai obyek dan daya tarik wisata tak terkecuali wisata alamnya. Beberapa obyek wisata alam yang sudah banyak
1
Paper ini telah dipresentasikan dan dimuat pada Prosiding Seminar Nasional Ekowisata, 12 November 2013, Universitas Widya Gama, Malang
1
dikembangkan adalah wisata alam bahari, wisata alam agro dan wisata alam kehutanan atau biasa dinamakan wanawisata. Wanawisata adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi sebagai rekreasi. menyatakan bahwa keberadaan wanawisata ini dikembangkan pada hutan produksi ataupun hutan lindung secara terbatas tanpa merubah fungsi pokoknya (Arief, dkk. 2001). Keberadaan wanawisata ini secara lebih terperinci menurut Departemen Kehutanan (1993) bertujuan untuk: (1) sarana rekreasi yang sehat dan murah; (2) sarana pendidikan dn pengembangan iptek; (3) Menumbuhkan rasa cinta pada lingkungan; (4) Memelihara kelangsungan plasma nutfah dan konservasi; (5) Penggalian potensi ekonomi dan (5) Pengembangan ekonomi masyarakat. Berdasarkan catatan statistik kehutanan 2012 luas hutan Indonesia berikut keragaman hayatinya mencapai 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia yang berfungsi selain untuk tujuan produksi dan konservasi ternyata mampu menjadi daya tarik yang luar biasa bagi dunia wisata. Pulau Madura sendiri memiliki luas hutan 47.121,20 hektar atau 8,92% dari luas wilayahnya (528.197 hektar). Rinciannya meliputi 3.269,30 hektare di Kabupaten Bangkalan, Sampang 730,10 haktare, Pamekasan 756,20 hektare dan di Kabupaten Sumenep seluas 42.365,60. Jika potensi kehutanan yang ada di Madura ini dikelola dengan baik maka tidak mustahil akan mampu memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Salah satu wanawisata yang terkenal di Madura adalah Hutan Kera Nepa yang berada di Desa Batioh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Hutan seluas 1 KM2 ini banyak dihuni oleh kera ini mirip dengan hutan monyet yang ada di Sangeh di Bali. Selain itu Hutan Nepa ini juga dikelilingi sungai air tawar yang bermuara langsung ke laut. Di hutan wisata ini pengunjung bisa menggunakan perahu nelayan untuk bisa berkeliling di hutan mangrove sebelum memasuki area hutan Nepa untuk menikmati pesona alam dan keragaman hayatinya. Selain itu pengunjung juga dapat menikmati indahnya pantai utara Madura, karena memang lokasi hutan kera Nepa ini berada di bibir pantai. Adanya sarana jembatan Suramadu yang yang telah menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura mulai 10 Juni2009, sudah selayaknya mampu memberikan manfaat yang lebih dalam mengembangkan potensi wilayah Madura termasuk dalam potensi pariwisata khususnya wisata alam dalam hal ini adalah hutan kera Nepa. Obyek wisata hutan kera ini sangat prospektif dikembangkan mengingat keindahan dan keunikan yang ada didalamnya. Sehingga wisatawan yang ke Madura tidak hanya sekedar menikmati 2
megahnya jembatan Suramadu dan kembali namun meneruskan perjalanan ke obyek wisata hutan kera Nepa. Bagi sebuah obyek wisata pemahaman terhadap karakteristik dan tipologi pengunjung merupakan hal yang penting. Sebagaimana yang diungkapkan Pitana (2005) bahwa pemahaman karakter dan tipologi pengunjung obyek berguna dalam melakukan perencanaan serta strategi pengembangannya. Dalam menelaah wisatawan
maka
karakteristik wisatawan dapat dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok sosial ekonomi (Marpaung, 2002). Sementara itu tipologi wisatawan menurut Pitana (2005) dapat dikemlompkkan menjadi: 1.
Allocentris; yaitu wisatwan mendatangi lokasi yang belum dikenal, bersifat adventural dan hanya memanfaatka fasilitas yang ada di masyarakat setempat.
2.
Psycocentris; wisatawan hanya mendatangi destinasi yang sudah ada fasilitas dan standar yang sama seperti di Negara asalnya.
3.
Mid-Centris; wisatawan yang berada diantara Allocentris dan Psycocentris. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan . wisatawan pada obyek wisata
juga penting untuk dilakukan dalam upaya menentukan strategi promosi dan juga pelayanan yang berkualitas. Sehingga dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang hendak diketahui diantaranya adalah: (1) untuk mengetahui Wanawisata Hutan Kera Nepa, (2) untuk mengetahui karakteristik pengunjung wanawisata hutan kera Nepa, dan (3) untuk mengetahui tipologi pengunjung wanawisata hutan kera Nepa. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di obyek wisata hutan kera Nepa Desa Batioh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Lokasi ini dipilih secara sengaja mengingat lokasi ini merupakan satu-satunya obyek wanawisata dengan pemandangan indah dan unik di Madura sebagai salah satu upaya meningkatkan dunia pariwisata di Madura. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka seperti data mengenai jumlah biaya perjalanan dan pendapatan individual serta informasi lain yang terkait dengan karakteristik pengunjung wanawisata hutan kera Nepa. Sementara data kualitatif yaitu data 3
yang dapat digunakan untuk melengkapi dan menjelaskan serta memperkuat data kuantitatif sehingga dapat memberikan kemudahan dalam menganalisa data yang diteliti.
Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara baik secara terbuka maupun secara terstruktur dengan menggunakan kuisioner pada sampel terpilih. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling (pengunjung lokal dan dewasa). Metode ini termasuk ke dalam penentuan non probabilitas sampel. Dalam metode purposive sampling terdiri dari dua kelompok, yaitu judgemental dan quota sampling. Sedangkan penentuan sampel dilakukan saat peneliti tidak mengetahui secara pasti jumlah populasi dan batas-batas pemisah antara kelompok teridentifikasi jelas (Cooper dan Schindler, 2006). Jumlah sampel yang ambil dalam penelitian sejumlah 50 orang responden. Metode Analisis Data Data kuantitatif yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Selain itu juga didukung dengan data kualitatif guna memberikan penjelasan yang lebih terperinci. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Wanawisata Hutan Kera Nepa Wanawista hutan kera Nepa terletak di Desa Nepa Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Lokasi obyek wisata ini berjarak sekitar 50 Km dari pusat kota sampan atau sekitar 70 Km dari pintu tol Jembatan Suramadu sisi Madura. Untuk menuju lokasi pengunjug dapat menggunakan kendaraan roda dua aupun roda empat. Sementara angkutan umum juga tersedia meski dengan kondisi yang masih belum memuaskan. Rute perjalanan yang dapat ditempuh dari akses Suramadu adalah melalui Kota Bangkalan kemudian menyusuri pantai utara Madura dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.
4
Gambar 1. Deskripsi Obyek Wanawisata Hutan Kera Nepa Wanawisata hutan kera Nepa memiliki luas kurang lebih 1 hektar yang dikelilingi oleh suangai air tawar. Pada sisi sebelah utara adalah pantai dengan pasir putih yang indah dan membentang tak kurang dari 1 Km dengan panorama yang indah. Air laut di pantai Nepa tersebut masihsangat bersih dan belum terlalu banyak adanya pencemaran. Di dalam hutan tersebut ditumbuhi vegetasi tanamana hutan khas tanah kering yang rapat. Diantara jenis tanaman yang tumbuh tersebut adalah pohon tanjung, mahoni dan berbagai jenis tanaman belukar hutan lainnya dan sangat jarang ditumbuhi oleh pohon pohon buah produktif. Hal yang cukup unik adalah adanya populasi kera dengan populasi cukup banyak yang menghuni wanawisata hutan Kera Nepa tersebut. Kera-kera tersebut jinak dan tidak mengganggu pengunjung. Bahkan dengan membawa jagung pipilan yang dapat dibeli di warung depan loket masuk, pengunjung dapat berinteraksi dengan kera-kera tersebut. Hal yang cukup unik lagi adalah adalah adanya dua koloni kera yang ada di lokasi ini. habitat dua koloni kera tersebut hanya dipisahkan oleh oleh jalan setapak yang membelah hutan tersebut dan menjadi track bagi para pengunjung. Meski kera-kera tersebut berkumpul dan berebut pada saat pengunjung memberikan jagung, namun kera-kera tersebut selanjutnya akan lari dan masuk sesuai dengan habitat koloninya masing-masing.
Gambar 2. Situs Makam Buju’ Nepa Ratu Tumenggung Raden Segara Di dalam lokasi wanawista Hutan kera Nepa tersebut juga terdapat nilai-nilai budaya religi. Dimana pada lokasi ini terdapat makam tokoh (buju’ sebutan Madura) yang yang berada tepat di tenha-tengah hutam. Tokoh atau buju’ yang dimakamkan di dalam Hutan Nepa ini adalah Ratu Tumenggung Raden Segara. Banyak juga pengunjung yang mendatangi tempat ini yang khusus berdoa untuk berbagai keperluan. Selanjutnya ada 5
kebiasaan jika pemohon hajat tersebut terkabul, maka kemudian pemohon hajat akan datang kembali ke Hutan Nepa ini dan menyelimutkan atau menyantolkan kain apa saja sebagai persembahan di pohon dekat makam tersebut. Kain-kain persembahan tersebut biasanya ditujukan kepada Ramah Agung Raden Sekar, Ramah Agung Raden Segara, raden Sukur Mulyo dan dan Sukur Dadi. Selain itu pada bulan-bulan tertentu juga ada ritual selamatan yang dilakukan di Hutan Nepa ini. Berdasarkan deskripsi obyek wanawisata Hutan Kera Nepa ini dapat diketahui bahwa pengunjung dapat menikmati keindahan flora, aktivitas fauna, panorama pantai dan aktivitas sosial budaya. Kondisi ini mengimplemntasikan bahwa wanwisata Hutan Kera Nepa telah mampu memenuhi fungsi dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODT) pada sisi attractive yang meliputi natural, culture dan synthetic. Hal ini menjadi demikian penting sebagaimana yang dinyatakan oleh Nasution, dkk (2005) nahwa impresi pengunjung pada ODTW sangat menentukan peluang pengunjung untuk kembali mengunjungi lokasi obyek wisata. Karakteristik Pengunjung Wanawisata Hutan Kera Nepa Dalam pengembangan sebuah obyek wisata perlu dikaji terkait dengan karakteristik pengunjung. Hal ini diupayakan untuk dapat menentukan strategi pengembangan promosi dan pengembangan obyek wisata ke arah yang lebih baik lagi (Oktaviani dan Suryana, 2006). Dalam satu tahun jumlah pengunjung wanawisata hutan kera Nepa ini adalah sebanyak 3091 orang dengan
rata-rata per bulan adalah 309 orang. Hampir semua
pengunjung adalah wisatwan lokal yang berasal dari wilayah sekitar Desa Nepa kecamatan Banyuates Sampang. Karakteristik pengunjung didasarkan jenis kelamin menunjukka bahwa sebagian besar 63% adalah laki-laki dan sisanya sebesar 38% adalah perempuan. Hal ini dapat dimaklumi karena obyek wisata ini memiliki sedikit tantangan yang sebagian besar pengunjung dengan jenis laki-laki aan lebih dapat menikmati. Pada pengunjung dengan jenis kelamin perempuan biasanya akan didampingi oleh pengunjung dengan jenis kelamin laki-laki karena khawatir dengan keamanannya. Selanjutnya didasarkan karakteristik pendidikan sebagian besar adalah pengunjung dengan pendidikan SMA yakni sebanyak 34%. Hal ini dapat dikorelasikan dengan usia pengunjung yang sebagian besar adalah pada masa usia muda (14-27 tahun) yang banyaknya sebesar 76%. Dengan Demikian juga jika dikorelasikan dengan jenis pekerjaan 6
pengunjung yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa yang besarnya adalah 38%. Implikasinya adalah pada karakteritik pengunjung yang didasarkan pada jumlah pendapatan yang sebagian besar (88%) yang memiliki pendapatan≤ Rp. 1.500.00. Hal ini layak mengingat sebagian besar pengunjung pada golongan muda dengan status pelajar dan mahasiswa ini masih belum memiliki penghasilan sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa pengunjung wanawisata hutan kera Nepa adalah adalh golongan muda-mudi yang memang masih sangat menyukai tantangan. Sebagian besar pengunjung yakni sebanyak 92% menggunakan moda transportasi sepeda motor untuk mengunjungi obyek wisata ini. Hanya 6% yang menggunakan moda transportasi mobil dan sisanya 2% yang menggunakan moda transportasi umum. Pengunjung obyek wisata ini biasanya adalah muda-mudi yang datang dengan pasangannya atau datang berombongan dengan teman-temannya. Sedikitnya pengunjung yang menggunakan mobil dikarenakan memang sangat sedikit wisatwan keluarga yang berkunjung ke lokasi ini. Demikian pula pengunjung yang menggunakan moda transportasi umum sangat minim. Hal ini dikarenakan sarana transportasi umum menuju wilayah ini masih sangat minim dan jauh dari nyaman. Moda transportasi umum yang dapat menuju ke lokasi ini adalah angkutan umum minibus kecil yang berangkat dari pelabuhan Kamal Bangkalan atau dari pusat Kota Bangkalan. Padahal moda transportasi dan kemudahan akses transportasi akan sangat berpengaruh pada kunjungan ke suatu obyek wisata. Dilihat dari frekuensi kunjungan sebagian besar responden menyatakan bahwa baru sekali mengujungi wanawisata hutan kera nepa ini (36%). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pengunjung merasa penasaran dengan kondisi hutan kera nepa ini. Namun kemudian pengunjung merasa kecewa setelah melihat kondisi riil yang ada di lapangn. Beberapa hal yang menjadi keluhan adalah sulitnya transportasi umum yang dapat menjangkau obyek wisata ini serta akan menuju lokasi yang kurang nyaman. Demikian pula sarana dan prasarana yang diharapkan bagi seorang wisatwan juga belum tersedia dengan baik. Misalnya toilet dan tempat singgah (shelter) yang kurang memadai serta sarana lain seperti toko atau warung makanan dan minuman. Hal lain yang juga menjadi catatan adalah tingginya biaya sosial yang harus dikeluarkan pengunjung. Biaya sosial ini adalah pemandu wisata yang tidak resmi dari penduduk sekitar manakala ada wisatawan yang datang. Pada saat ada wisatawan terutama yang mengendari mobil dan berombongan atau keluarga maka akan langsung dikerubuti oleh orang orang yang menasbihkan dirinya sebagai pemandu wisata. Orang-orang tersebut 7
mengikuti kemanapun pengunjung pergi dan pada akhirnya meminta uang dari wisatawan yang jumlahnya berkisar antara Rp.5000 hingga Rp. 10.000,- per orang. Pada saat penulis melakukan observasi tidak kurang dikerubuti oleh 5 orang dewasa dan 6 orang anak-anak. Pada akhir mengelilingu obyek wisata wanawisata hutan kera Nepa penulis memberikan Rp.10.000 kepada 5 orang pemandu dewasa dan Rp. 5000,- kepada pemandu yang usianya masih anak-anak. Sehingga total pengeluaran untuk membayar pemandu tak resmi ini saja sudah menghabiskan Rp. 80.000,-. Apabila para pemandu tersebut tidak diberi maka aka nada celetukan-celetukan yang tidak nyaman. Hal ini tentunya perlu ada perhatian serius untuk dapat menatanya kembali. Tipologi Pengunjung Wanawisata Hutan Kera Nepa Sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya bahwa tipologi pengunjung obyek wisata ada 3 macam: pertama adalah Allocentris; yaitu wisatwan mendatangi lokasi yang belum dikenal, bersifat adventural dan hanya memanfaatka fasilitas yang ada di masyarakat setempat. Kedua adalah Psycocentris; wisatawan hanya mendatangi destinasi yang sudah ada fasilitas dan standar yang sama seperti di Negara asalnya. Ketiga,adalah Mid-Centris; wisatawan yang berada diantara Allocentris dan Psycocentris. Berdasarkan kategori tersebut maka dalam menggali tipologi tersebut digunakan 4 kriteria pertanyaan kuisioner yang terdiri dari: 1) preferensi pengunjung terhadap obyek yang belum dikenal, 2) preferensi pengunjung terhadap obyek petualangan, 3) preferensi pengunjung dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan 4) preferensi pengunjung pada fasilitas yang berbeda dengan yang ada di daerahnya. Tabel 1. Tipologi Pengunjung Wanawisata Hutan Kera Nepa Suka Tidak Suka Kategori n % n % Preferensi-1 40 80 10 20 Preferensi-2 39 78 11 22 Preferensi-3 37 74 13 26 Preferensi-4 42 84 8 16
Jumlah n % 50 100 50 100 50 100 50 100
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana yang terdapat pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar (80%) pengunjung memang menyukai untuk mendatangi lokasi obyek wisata yang belum dikenal dan masih natural. Hal ini dilakukan untuk memenuhi hasrat keingintahuan pada obyek yang belum dikenal dan belum pernah dikunjungi sama sekali. Selanjutnya responden juga sebagia besar (78%) menyukai untuk 8
mengunjungi obyek wisata yag terdapat unsur petualangannya. Hal ini memang akan didapatkan manakala mengunjungi wanawisata hutan kera Nepa ini. Pengunjung dapat menyusuri jalan setapak di dalam hutan sambil menikmati keragaman hayati flora dan fauna yang ada. Bahkan pengunjung juga dapat menyusuri sungai yang mengelilingi hutan dengan panorama yang indah dan bermuara di laut sisi utara. Demikian juga panorama pantai yang masih alami menjadikan sensasi petualangan menjadi kian menyenangkan. Selanjutnya pengunjung sebagian besar (74%) juga dapat menerima keadaan dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat setempat. Misalkan toilet yang memanfaatkan fasilitas yang dinikmati penduduk serta sarana ibadah yang ada di sekitar lokasi. Meskipun ada rasa ketidaknyamanan, akan tetapi interaksi yang terbangun dengan penduduk sekitar akan memberikan kesa tersendiri. Demikian pula pengunjung sebagian besar (84%) juga sangat suka menikmati fasilitas dan nuansa yang berbeda dengan tempat tinggalnya. Kondisi ini seperti kondisi hutan yang masih rimbun dengan disertai sekumpulan kawanan kera-kera yang jinak dan memiliki keunikan. Hal ini akan memberikan kesan yang berbeda jika dibandingkan dengan kondisi yang ada di tempat asal pengunjung. Berdasarkan hasil analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa tipologi pengunjung wanawisata hutan kera nepa adalah tipologi Allocentris. Pengunjung ingin menikmati sesuatu yang baru, alami baik kondisi ekologis maupun masyarakatnya. Demikian pula pengunjung di lokasi obyek wisata ini ingin menikmati sensasi petualanagan yang ditawarkan. KESIMPULAN DAN SARAN Wanawisata hutan kera Nepa sudah memenuhi unsur dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang atraktif baik natural, culture dan synthetic. Potensi keunikan dan keindahan ekologi flora, fauna dan pemandangan alam pantai luar biasa untuk dikembangkan.
Sementara itu karakteristik pengunjungnya adalah usia muda yang
menyukai tantangan dan memenuhi rasa keingintahuan. Adapun tipologi pengunjung Wanawisata hutan kera Nepa adalah allocentris. Berdasarkan kondisi yang ada maka perlu adanya jaminan kemanan kepada pengunjung dengan menempatkan petugas yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengunjung. Selain itu pemenuhan sarana mendasar seperti toilet dan tempat ibadah layak untuk difikirkan. Hal yang lebih penting lagi adalah merangkul 9
masyarakat sekitar hutan untuk turut serta memberikan rasa nyaman kepada para pengunjung.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sampang dan Universitas Trunojoyo Madura yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini. Tak lupa kepada DP2M yang telah memberikan pendanaan dalam melakukan penelitian ini melalui skim penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2013. DAFTAR PUSTAKA Arief, Arifin. Hariyanto, Heri Is dan Sulastri, Sri. 2001. Pengembangan Potensi Wana Wisata Alam Tanjung Papuma Jember. Jurnal. Agritek Vol 9 No 4 Agustus 2001. Cooper, D.R dan Schindler, P.S. 2006. Metode Riset Bisnis. PT Media Global Edukasi. Jakarta. Departemen Kehutanan, 1993. Pedoman Penyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Departemen Kehutanan Dirjen. Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran. Marpaung. 2002. Pengantar Kepariwisataan. Alfabeta. Bandung
Nasution, Solahudin. Nasution, Arifdan Damanik, Janianton. 2005. Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Kualitas Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Sumatera Utara. Jurnal Studi Pembangunan Oktober 2005 Vol 1 Nomor 1 Oktaviani, Rindiana, Wahyu dan Suryana, Nurmalina. 2006. Analisis Kepuasan Pengunjung dan Pengembangan Fasilitas Wisata Agro (Studi Kasus di kebun Wisata Pasir Mukti Bogor). Jurnal Agro Ekonomi Vol 24 No 1 Mei 2006: 41-58 Pitana. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi offset. Yogyakarta.
10