KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Meiana Harfika
Abstrak: Diabetes melitus adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi ancaman kesehatan penduduk dunia pada saat ini. Jumlah penderita diabetes terus meningkat seiring dengan berubahnya pola makan dan gaya hidup. Pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes 171 juta jiwa dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030. Penelitian yang dilakukan antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok dan di Makasar didapatkan prevalensi diabetes tipe 2 yang cukup fantastik. Dengan mengambil sampel dari populasi diabetes di Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang Periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2007, dilakukan suatu penelitian deskriptif untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes dan terapi yang sering diberikan pada penderita dibetes tipe 2 di RSMH Palembang. Penelitian dilakukan pada bulan januari – juni 2008. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis. Dari hasil penelitian pada 86 sampel didapatkan distribusi penderita diabetes tipe 2 terbanyak pada usia 45-59 tahun yaitu 40 orang (46,51%) dan lebih banyak perempuan yakni 57 orang (66,28%). Distribusi kadar gula darah yang terbanyak yaitu ≥ 200 mg/dL sebanyak 66 orang (76,74%). Distribusi IMT yang terbanyak yakni pada kelompok berat badan lebih dengan resiko sebanyak 36 orang (41,86%). Komplikasi yang tersering adalah gangren diabetik yaitu sebanyak 36 orang (41,86%). Dan Insulin merupakan terapi yang paling sering diberikan yakni sebanyak 57 orang (66,27%). Diperlukan adanya program penyuluhan mengenai diabetes oleh pihak terkait kepada masyarkat menekan kenaikan jumlah penderita diabetes serta dapat mencegah komplikasi dan menurunkan angka kematian. Kata kunci : Karakteristik, Diabetes Melitus
Latar Belakang Diabetes melitus adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi ancaman kesehatan penduduk dunia pada saat ini. Jumlah penderita diabetes terus meningkat seiring dengan berubahnya pola makan dan gaya hidup. Pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes 171 juta jiwa dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.1 Untuk Indonesia, WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita diabetes dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 2,3 juta
pada tahun 2030.2 Jumlah ini menjadikan Indonesia menempati urutan terbesar ke-4 dalam jumlah penderita diabetes melitus setelah India, China dan Amerika Serikat.1 Penelitian yang dilakukan antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi diabetes tipe 2 sebesar 14,7%. Demikian juga di Makasar didapatkan prevalensi diabetes yang mencapai 12,5% pada akhir tahun 2005.3 Angka ini cukup fantastik dan butuh perhatian khusus. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.4 Sebenarnya diabetes tipe 2 tidak terlalu berbahaya apabila kadar glukosa darah dapat terkontrol 73
dengan baik. Tetapi apabila tidak terkontrol dengan baik maka akan menimbulkan banyak komplikasi yang cukup fatal. Diabetes tipe ini sering menjadi penyebab kebutaan, amputasi, gagal ginjal, penyakit jantung koroner, bahkan dapat menyebabkan kematian. Melihat jumlah penderita diabetes melitus yang tinggi dan terus meningkat akhir-akhir ini terutama diabetes tipe 2 serta komplikasi yang ditimbulkannya maka perlu diadakan penelitian tentang karakteristik diabetes melitus tipe 2 dan terapinya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas sehingga dapat menekan kenaikan jumlah penderita diabetes serta dapat mencegah komplikasi dan menurunkan angka kematian. Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA 2005) Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa.4 Faktor Resiko Diabetes2 a. Faktor resiko dimodifikasi Ras dan etnik
yang
tidak
bisa
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes). Bila salah satu orang tua mendrita diabetes maka kemungkinan diturunkannya penyakit diabetes ke anak-anaknya 1:20.5 Umur Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia ≥ 45 tahun harus dilakukan pemeriksan diabetes melitus. Dalam studi epidemiologi, baik yang dilakukan secara cross-sectional maupun longitudinal, menunjukkan prevalensi diabetes maupun gangguan toleransi glukosa naik bersama bertambah umur, dan membentuk suatu plateau dan kemudian menurun. Patofisilogi diabetes yang timbul pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun dapat didasarkan atas 4 faktor yang muncul oleh proses menunya sendiri. Faktor yang pertama karena adanya perubahan komposisi tubuh yaitu penururnan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%, disamping peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%, mengakibakan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun. Kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa. Faktor yang ketiga yaitu perubahan life-style dan faktor yang keempat adalah perubahan neurohormonal, khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma.6 Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram
74
atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan berat badan normal. b. Faktor resiko dimodifikasi
yang
bisa
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2 ). Risiko diabetes melitus akan meningkat secara linier sesuai dengan peningkatan IMT. Berat badan lebih akan meningkatkan angka kejadian diabetes melitus 3-4 kali dibandingkan orang dengan IMT normal.7 Pada penelitian yang dilakukan di Amerika pada 11.400 wanita menunjukkan bahwa wanita dengan IMT antara 25-26,9 kg/m2 berisiko menderita diabetes melitus tipe 2 delapan kali lebih besar diabandingkan dengan wanita dengan IMT < 22 kg/m2 . Diabetes pada orang yang obesitas didasari oleh resistensi insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin.
Kurang aktivitas fisik.
Hipertensi (≥ 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL).
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko mnderita prediabetes dan DM tipe 2. Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4
minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Edukasi Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan: Makan makanan sehat; Kegiatan jasmani secar teratur; Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktuwaktu yang spesifik; Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada; Melakukan perawatan kaki secara berkala; Mengelola diabetes dengan tepat; Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan; Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. 75
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi. Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index = Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT (Asia Pasific) Lingkar Perut Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
BB Kurang <18,5 BB Normal 18,5-22,9 BB Lebih>23,0 - Dengan risiko : 23,024,9 - Obes I : 25,0-29,9 - Obes II : ≥ 30
<90cm >90cm (pria) (pria) <80cm >80cm (wanita) (wanita) Risk of co- morbidities Rendah Rata-rata Rata-rata Meningkat Meningk at Sedang Berat
Sedang Berat Sangat berat
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu: Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) – 10%
Status gizi: BB kurang, bila BB < 90% BBI BB normal, bila BB 90-110% BBI BB lebih, bila BB 110-120% BBI Gemuk, bila BB >120% BBI Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan di lembaga rekam medik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai dengan Juni 2008. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang berasal dari rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif terhadap semua penderita diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di instalasi rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Selama periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2007 berdasarkan rekam medik. Populasi dari penelitian ini tidak seluruhnya dijadikan sampel. Hal ini dikarenakan ketidaklengkapan data rekam medik dan mengingat keterbatasan waktu. Dari 592 penderita diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di instalasi rawat inap RSMH Palembang periode 1 Januari – 31 Desember 2007 diambil sampel dengan menggunakan formula sehingga didapatkan 86 orang untuk jumlah sampel yang akan diteliti. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling.
Hasil dan Pe mbahasan Populasi dari penelitian ini tidak seluruhnya dijadikan sampel. Hal ini dikarenakan ketidaklengkapan data rekam medik dan mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti. Dari 592 penderita diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di instalasi rawat inap RSMH Palembang periode 1 Januari – 31 Desember 2007 diambil sampel dengan menggunakan formula sehingga didaptkan 86 orang untuk jumlah sampel yang akan diteliti. Pengambilan sampel penelitian 76
dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Karakteritik Sosiodemografi Usia Tabel 1. Distribusi Pende rita Diabetes Tipe 2 Berdasarkan Usia (n=86) Kelompok Usia Jumlah Persentase (tahun) 30 – 44 11 12,79 45 – 59 > 60 Jumlah
40 35 86
46,51 40,70 100
Hal ini sesuai dengan faktor risiko diabetes yang disebutkan dalam kepustakaan yang menyebutkan bahwa kelompok usia ≥ 45 tahun mempunyai risiko yang besar untuk mengalami intoleransi glukosa. Dalam studi epidemiologi, baik yang dilakukan secara cross-sectional maupun longitudinal, menunjukkan prevalensi diabetes maupun gangguan toleransi glukosa naik bersama bertambah umur, dan membentuk suatu plateau dan kemudian menurun. Patofisilogi diabetes yang timbul pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun dapat didasarkan atas 4 faktor yang muncul oleh proses menunya sendiri. Faktor yang pertama karena adanya perubahan komposisi tubuh yaitu penururnan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%, disamping peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%, mengakibakan menurunya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan berikatan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun. Kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa. Faktor yang
ketiga yaitu perubahan life-style dan faktor yang keempat adalah perubahan neuro- hormonal, khususnya insulinlike growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma. Jenis Kelamin Tabel 2. Distribusi Pende rita Diabetes Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin (n=86) Jenis Jumlah Persentase Kelamin Laki- laki
29
33,72
Perempuan
57
66,28
Jumlah
86
100
Didapatkan rasio penderita laki- laki dan perempuan sekitar 1 : 2. Keadaan ini berbeda dengan teori yang menyebutkan otot rangka laki- laki lebih resisten terhadap insulin dibandingkan perempuan. Riwayat Keluarga Tabel 3. Distribusi Pende rita Diabetes Tipe 2 Berdasarkan Riwayat Keluarga (n=86) Riwayat Jumlah Persentase Keluarga Ada 12 13,95 Tidak Ada 30 34,89 Data Tidak 44 51,16 Lengkap Jumlah 86 100 Dari 86 sampel, terdapat 44 data yang tidak lengkap mengenai riwayat keluarga. Berdasarkan tabel 8 diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penderita yang juga memiliki keluarga yang menderita diabetes sebanyak 12 orang (13,95%), sementara sisanya sebanyak 30 orang (34,89%) tidak memiliki keluarga yang menderita diabetes. Menurut kepustakaan adanya riwayat 77
keluarga merupakan salah satu faktor risiko diabetes. Penyakit diabetes melitus tipe 2 dapat diturunkan secara genetik. Bila salah satu orang tua menderita diabetes maka kemungkinan diturunkannya penyakit diabetes ke anak-anaknya 1:20. Hasil penelitian lain menyebutkan jika seorang penderita diabetes melitus tipe 2 maka kemungkinan penyakit ini menurun pada keluarga penderita tersebut sebesar 10% - 15%. Dari penelitian ini tidak dapat dilihat apakah ada faktor keturunan yang mempenguruhi timbulnya panyakit diabtes melitus atau tidak, karena data yang tidak lengkap lebih dari 50%.
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin. Risiko diabetes melitus akan meningkat secara linier sesuai dengan peningkatan IMT. Berat badan lebih akan meningkatkan angka kejadian diabetes melitus 3-4 kali dibandingkan orang dengan IMT normal. Hal ini juga terlihata pada penelitian lain yang dilakukan di Amerika pada 11.400 wanita menunjukkan bahwa wanita dengan IMT antara 25-26,9 kg/m2 berisiko menderita diabetes melitus tipe 2 delapan kali lebih besar diabandingkan dengan wanita dengan IMT < 22 kg/m2 .
Indeks Massa Tubuh Tabel 4. Distribusi Pende rita Diabetes Tipe 2 Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (n=86). Indeks Massa Jumlah Persentase Tubuh (IMT) Berat Badan 10 11,63 Kurang Berat Badan 35 40,70 Normal Berat Badan Lebih Dengan 36 41,86 Resiko Obes I 4 4,65 Obes II 1 1,16 Jumlah 86 100 *Sumber klasifikasi IMT: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The AsiaPacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Keterbatasan Penelitian Data pada beberapa rekam medik kurang lengkap sehingga menyulitkan pendataan dan penghitungan guna mencapai ketepatan penelitian.
Hal ini sesuai dengan faktor risiko diabetes yang disebutkan dalam kepustakaan yang menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko diabetes adalah berat badan lebih atau IMT > 23 kg/m2 . Diabetes pada orang yang mempunyai berat badan lebih (obesitas) didasari oleh resistensi insulin. Pada pasien dengan berat badan lebih (obesitas), terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
Simpulan Berdasarkan penelitian deskriptif mengenai karakteristik penderita diabetes melitus tipe 2 dan terapinya di instalasi rawat inap penyakit dalam RSMH Palembang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2007. Frekuensi penderita diabetes tipe 2 terbanyak pada kelompok usia 45-59 tahun yaitu sebanyak 40 orang (46,51%) dan lebih banyak perempuan yakni 57 orang (66,28%) daripada laki- laki. Frekuensi kadar gula darah sewaktu terbanyak pada penelitian ini yaitu ≥ 200 mg/dL yakni sebanyak 66 orang (76,74%). Pada penelitian ini tidak dapat dilihat distribusi penderita berdasarkan riwayat keluarga karena data yang ada tidak lengkap. Berdasarkan Indeks Massa Tubuh, para penderita diabetes tipe 2 lebih banyak yang memiliki berat badan lebih dengan resiko yaitu sebanyak 36 orang (41,86%). Insulin adalah terapi yang peling sering diberikan pada penderita diabetes yakni sebanyak 52 orang (64,20%). 78
Saran Para pihak terkait diharapkan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit diabetes terutama mengenai cara pencegahnnya. Perlu dilakukanya pemeriksaan rutin terhadap orang-orang yang memiliki faktor resiko tinggi diabetes melitus dan orang-orang yang telah terdiagnosa diabetes untuk mencegah berbagai komplikasi yang berbahaya. Peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik penderita diabetes dengan mengambil sampel di luar rumah sakit atau langsung di dalam masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Wild, Sarah, dkk. Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care. Volume 27. Number 5. 2004 PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: PB.PERKENI. 2006
Gustaviani, Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006. Guyton, dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1997.
Shahab, Alwi. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006. Shahab, Alwi. 2003. Disfungsi Endotel Pada Diabetes Melitus. http://www.rsmhplg.com Pandelaki, Karel. Retinopati Diabetik. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006.
Suyono, Slamet. Diabetes Melitus Di Indonesia. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta, Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 1999. Rochmah, Wasilah. Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006. Witjaksono, Fiastuti. Obesitas Bukan Lagi Tanda Kemakmuran. Jakarta. 2005
79
80