KARAKTERISTIK PAPAN INSULASI DARI BAMBU DENGAN VARIASI JENIS CORE
ANISA KARLIANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Anisa Karliani NIM E24100078
ABSTRAK ANISA KARLIANI. Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO. Bambu merupakan alternatif bahan baku panel akustik yang berfungsi sebagai insulasi suara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis, mekanis, dan penyerapan suara dengan menggunakan face dan back dari anyaman bambu serta beberapa jenis core ramah lingkungan. Papan insulasi dibuat dengan menggunakan anyaman bambu sebagai face dan back, sedangkan core menggunakan papan partikel, styrofoam, kayu Gmelina, dan potongan bambu. Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, kembang susut volume yang mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003, selanjutnya pengujian sifat mekanis meliputi Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), keteguhan geser rekat yang mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003, dan pembuatan contoh uji yang mengacu pada ASTM D 143 (2005). Selain itu, dilakukan pengujian kemampuan peredaman bunyi untuk melihat kelayakan papan insulasi dalam menyerap suara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai kadar air dan kerapatan yang sesuai pada standar JIS A 5908 : 2003 terdapat pada papan insulasi dengan core styrofoam. Untuk pengujian kembang susut bagian tebal, nilai pengembangannya lebih besar dibandingkan nilai penyusutan. Nilai MOE dan MOR pada papan insulasi yang memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 adalah papan insulasi dengan core papan partikel dan kayu gmelina. Namun demikian, pada uji absorbsi suara, papan insulasi dengan core styrofoam memiliki penyerapan paling baik dibandingkan dengan jenis core lainnya. Kata kunci: anyaman bambu, bambu tali, papan insulasi, perekat isosianat, variasi core
ABSTRACT ANISA KARLIANI. Characteristics of Insulation Board made from Bamboo With Core Type Variation. Supervised by NARESWORO NUGROHO. Bamboo is an alternative of raw materials acoustic panels which made to absorb and function as sound insulation. The purpose of this research was to test the physical properties, mechanical properties, and sound absorption by using face and back made from bamboo woven and core from environmentally-friendly materials. Insulation boards made using bamboo as the face and back with a variety of cores. Type of face and back were made of woven tali bamboo, than the variation cores used was particle board, styrofoam, Gmelina wood, and pieces of bamboo. Testing of physical properties include density, water content, volumetric swelling and volumetric shrinkage were done based on standards JIS A 5908 : 2003, whereas the MOE, MOR, and bonding strength were conducted based on JIS A 5908 : 2003 standard, meanwhile test sampling were made based on ASTM D 143 (2005). In addition, testing of the sound absorption were done by assessment the feasibility of insulation board as sound absorber. Results indicated that water content and density value is suitable with JIS A 5908 : 2003 standard was the insulation board with core of styrofoam. Based on shrinkage and swelling test of insulation board, swelling phase was larger than shrinkage phase. Furthermore, the MOE and MOR of sample core particle board and gmelina is suitable with JIS A 5908 : 2003. The test of sound absorption, insulation board with a styrofoam core has the best absorption compare with other types of cores. Keyword: adhesive isocyanate, bamboo woven, core variation, insulation board, tali bamboo
KARAKTERISTIK PAPAN INSULASI DARI BAMBU DENGAN VARIASI JENIS CORE
ANISA KARLIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core Nama : Anisa Karliani NIM : E24100078
Disetujui oleh
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas nikmat dan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga September 2014 ini ialah pemanfaatan bambu lapis sebagai papan insulasi, dengan judul Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku dosen pembimbing, juga kepada Bapak Effendi Tri Bachtiar, S.Hut, MSi yang telah membimbing selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Suhada, Pak Kadiman, Pak Mahdi dan Mas Irfan selaku Laboran di Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB yang sabar dalam membantu penulis melakukan penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Pak Toni selaku laboran Laboran di Departemen Fisika yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, Ari, Nuri, Faitha, Dian, Uwi, Ale, Gigi, seluruh keluarga, kawan-kawan SMA dan kawan-kawan THH 47 atas doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Anisa Karliani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan Penelitian
2
Alat Penelitian
2
Prosedur Penelitian
3
Persiapan Bahan Baku
3
Persiapan Perekat
3
Pengempaan
4
Pengkondisian
4
Pembuatan Contoh Uji
4
Prosedur Pengujian
5
Kadar Air
6
Kerapatan
6
Pengembangan Volume
6
Penyusutan Volume
6
Modulus of Elasticity (MOE)
7
Modulus of Rupture (MOR)
7
Keteguhan Geser Rekat
7
Peredaman Bunyi
8
Prosedur Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kadar Air
9
Kerapatan
10
Pengembangan Volume
11
Penyusutan Volume
12
Keteguhan Geser Rekat
13
Modulus of Elasiticity (MOE)
14
Modulus of Rupture (MOR)
15
Absorpsi Suara
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20-23
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 Pola penyusunan face, core, dan back dengan ketebalan 4 cm
3
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pola pemotongan contoh uji Sampel contoh uji fisis dan mekanis Skema pembuatan papan insulasi Pengujian Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture Cara pengujian absorpsi suara Nilai kadar air papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai kerapatan papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai pengembangan papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai penyusutan papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai keteguhan rekat papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai MOE papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai MOR papan insulasi dengan variasi jenis core
4 5 5 7 8 10 11 12 13 14 15 16
LAMPIRAN 1 Hasil pengolahan data SPSS 16.0
20-23
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu untuk konstruksi, bangunan atau furniture terus melaju pesat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan kayu sebagai bahan baku terus menurun. Mengingat ketersediaan kayu bulat yang mulai menipis, maka upaya yang sudah dikembangkan adalah pembuatan papan komposit (Lubis et al. 2009). Papan insulasi sebagai salah satu bagian dari panel-panel, penggunaanya semakin meluas sejalan dengan perkembangan pertumbuhan penduduk yang membutuhkan hunian yang nyaman seperti perumahan dan perkantoran. Papan insulasi atau papan berkerapatan rendah biasa dipergunakan sebagai bahan pelapis tembok, panel interior dengan permukaan berlubang yang merupakan perlakuan akustik, sebagai pelapis dinding atau papan. Selain itu, untuk keperluan struktural seperti pintu, sekat atau dinding pemisah dan lantai struktural biasanya papan insulasi dilaminasi menjadi lapisan yang tebal (Emilia 2001). Pentingnya kenyamanan akustik suatu ruangan sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemilihan bahan penyerap suara yang baik sehingga perlunya ada metode untuk menentukan koefisien absorpsi suara bahan penyerap bunyi yang sederhana, mudah, dan murah. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan tersebut adalah dengan mendesain sekat peredam yang dapat melingkupi sumber suara tersebut dengan membuat lapisan yang paling efektif untuk mereduksi kebisingan. Lee (2003) dalam Khuriati (2006) menyatakan bahwa jenis bahan peredam bunyi yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator dan panel. Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan. Hal ini karena bahan berpori relatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Simatupang 2011). Pembuatan peredam suara ada berbagai macam, mulai dari bahan berserat, berlignoselulosa dan penggabungan bahan yang satu dengan yang lain atau yang sering dikenal dengan komposit. Bambu merupakan tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena manfaatnya sangat luas, antara lain untuk bahan konstruksi pemukiman, pembuatan alat-alat perabot rumah tangga, dan hasil-hasil lain dari bambu yang dapat diperdagangkan. Penggunaan bambu sangat baik sebagai bahan konstruksi bangunan jika memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal dan beruas pendek (Dransfield dan Widjaya 1995). Menurut Widjaja (2001), di Indonesia bambu terdiri atas 143 jenis, 40 jenis diantaranya tumbuh di Pulau Jawa. Bambu melepaskan oksigen 30% lebih banyak dibandingkan pohon-pohon pada umumnya. Sebagai tanaman yang dapat dipanen setiap tahun dan mampu beregenerasi membuat bambu sebagai tanaman yang paling cepat berkembang, dapat dipanen setiap tahun, dan mampu beregenerasi. Dibalik keunggulan bambu yang dipaparkan di atas, bambu memiliki kelemahan yaitu bentuknya yang bulat dan di dalamnya berlubang sehingga tidak bisa dibentuk menjadi balok atau papan. Menurut Augistyra (2012), bambu hanya bisa dibentuk menjadi lapisan tipis yang berukuran terbatas. Untuk mengatasi permasalahan dimensi tersebut, bambu biasanya dibuat menjadi papan laminasi.
2
Perumusan Masalah Papan insulasi disusun dari lapisan face, core, dan back. Di lapisan core dengan kombinasi empat jenis bahan core yang berbeda diantaranya yaitu papan partikel, styrofoam, kayu gmelina, dan potongan bambu. Pemanfaatan core dari bahan yang ringan (berat jenis rendah) untuk mengetahui nilai uji sifat fisis dan mekanis terutama pada absorpsi suara. Kelayakan papan insulasi dalam menyerap suara dilihat dari seberapa besar suara yang diserap dan seberapa rendah suara yang di resonansi.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis serta sifat penyerapan suara papan insulasi dengan menggunakan face dan back dari anyaman bambu serta core yang menggunakan bahan ramah lingkungan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menghasilkan komponen dinding insulasi yang berkinerja tinggi dan ramah lingkungan. Selain itu, dapat memanfaatkan limbah bambu sebagai papan partikel, styrofoam, dan kayu lunak serta meningkatkan nilai mutu bambu. Penggunaan bambu sebagai papan insulasi dapat menggantikan bahan absorber yang diimpor dengan harga relatif mahal.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan bulan Februari – September 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Biokomposit dan Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengujian Absorpsi Suara dilakukan di Laboratorium Elektronika Fisika.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bambu Tali (Gigantochloa apus) dalam bentuk anyaman bambu diperoleh dari pengrajin anyaman yang berlokasi di Cifor, Bogor, Propinsi Jawa Barat. Perekat yang digunakan yaitu perekat Isosianat tipe H3M (waterbase) beserta hardener, parafin, serta bahan pengencer berupa toluena dan air.
Alat Penelitian Peralatan yang digunakan adalah gergaji tangan, golok, amplas, mesin serut, penggaris, kuas, kaliper, alat kempa panas, alat kempa dingin, mesin pemotong, desikator, timbangan digital, oven, water bath, moisture meter, dan mesin gergaji
3 circular saw, cutter, cetakan berukuran 30 cm x 30 cm, rottary blender, spray gun. Alat pengujian panel bambu berupa alat uji Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Peralatan pendukung lainnya berupa baskom, alumunium foil, sarung tangan, alat tulis, dan kamera.
Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku Papan insulasi dibuat dengan anyaman bambu tali berukuran 40 cm x 40 cm dan ketebalan 4 cm dengan kombinasi 4 jenis core yang berbeda yaitu kayu Gmelina, papan partikel konvensional, styrofoam, dan potongan bambu serta bagian face dan back yaitu anyaman bambu lapis. Selain itu, papan partikel dari bambu berfungsi sebagai kontrol. Berikut ini, pola penyusunan face, core dan back.
No. 1. 2. 3. 4.
Tabel 1 Pola penyusunan face, core, dan back dengan ketebalan 4 cm : Jenis face Jenis core Jenis back Anyaman bambu Anyaman bambu Anyaman bambu Anyaman bambu
Kayu gmelina Papan partikel konvensional Styrofoam Potongan bambu
Anyaman bambu Anyaman bambu Anyaman bambu Anyaman bambu
Papan insulasi yang dibuat menggunakan ukuran ketebalan 0.5 cm masing-masing untuk bagian face dan back, sedangkan untuk bagian core ketebalannya 3 cm. Pada bagian face dan back dibuat dari anyaman bambu yang sebelumnya dilakukan penggabungan 3 buah anyaman bambu dengan menggunakan perekat Isosianat sehingga ketebalan mencapai 0.5 cm. Persiapan Perekat Perekat yang digunakan yaitu perekat Isosianat yang dilaburkan pada permukaan papan insulasi dengan menggunakan kuas. Pelaburan dilakukan pada dua permukaan (double spread) dengan berat labur 200 g/m2. Perekat yang akan dilaburkan disiapkan dengan menghitung kebutuhan perekat tiap papan insulasi berdasarkan luas permukaan bidang rekat dengan menggunakan rumus: Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x berat labur Permukaan bidang rekat kayu dibersihkan dari kotoran dan debu. Banyaknya perekat waterbased yang dibutuhkan untuk dua luas permukaan papan insulasi dengan perhitungan 0.4 m x 0.4 m x 200 g/m², yaitu waterbased sebesar 32 g dan hardener sebesar 4.8 g. Perekat yang digunakan dalam bentuk water based dan hardener menggunakan perbandingan 100 : 15 dan menggunakan
4 spilasi sebanyak 5%, sehingga perekat dibuat dengan mencampurkan 29 g (waterbased) dan 5 g (hardener). Pengempaan Papan insulasi yang sudah dilabur dan disusun dengan jenis core nya untuk kemudian dikempa dingin (cold press) pada suhu kamar dengan tekanan 10 kg/cm2. Pengempaan dengan perekat isosianat membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Pengkondisian Setelah proses pengempaan, papan insulasi dibiarkan di tempat terbuka selama 2 minggu untuk menghilangkan tegangan sisa yang terjadi pada saat pengempaan dan menyesuaikan dengan kadar air setempat. Pembuatan Contoh Uji Papan insulasi diuji sifat absorpsi suara, fisis, dan mekanisnya setelah masa conditioning. Masing-masing bambu lapis dibuat contoh uji sesuai dengan ukuran standar, untuk dilakukan pengujian kerapatan, kadar air, kembang susut, keteguhan rekat, dan keteguhan lentur statis (MOE dan MOR). A
B
D
65 cm
C
F E 40 cm
5 cm
Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji Keterangan: A = Contoh uji untuk pengujian keteguhan rekat (5 cm x 5 cm x 4 cm) B = Contoh uji untuk kadar air (10 cm x 10 cm x 4 cm) C = Contoh uji untuk kembang susut (10 cm x 5 cm x 4 cm) D = Contoh uji untuk kerapatan (10 cm x 10 cm x 4 cm) E = Contoh uji untuk penyerapan suara (40 cm x 40 cm x 4 cm) F = Contoh uji untuk MOE dan MOR (65 cm x 5 cm x 4 cm)
5
(a) Sampel uji fisis
(b) Sampel uji mekanis
(c) Sampel uji peredaman suara Gambar 2 a). Sampel uji fisis, b). Sampel uji mekanis, dan c). Sampel uji peredaman suara Persiapan Bahan Baku
Pembuatan Bambu Lapis dengan face & back dari anyaman bambu
Pelaburan perekat Isosianat dengan berat labur 200 g/m²
Perekatan dengan core (kayu gmelina, papan partikel, styrofoam, potongan bambu)
Cold Press (P=10 kg/cm2, t= 3 jam)
Pengkondisian selama 2 minggu
Pembuatan contoh uji
Pengujian
Gambar 3 Skema pembuatan papan insulasi
Prosedur Pengujian Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis (kerapatan, kadar air, pengembangan volume dan penyusutan volume), pengujian sifat mekanis (MOE, MOR dan keteguhan geser rekat) dan pengujian kemampuan peredaman bunyi.
6 Pembuatan contoh uji mengacu pada American Standard Test Methods (ASTM D143 2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Speciment of Timber, sedangkan untuk nilai pengujian sifat fisis dan mekanis mengacu pada Japanese Industrial Standard (JIS A 5908 : 2003). Kadar Air Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji berukuran (10 x 10 x 4) cm. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu (103 ± 2)oC selama 24 jam atau sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus: Kadar air (%) =
BKU - BKT x 100% BKT
Kerapatan Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji sebelum di oven dibagi dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh uji berukuran (10 x 10 x 4) cm dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya dengan alat pengukur kaliper (VKU) dan selanjutnya ditimbang (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan rumus: BKU Kerapatan (g/cm³) = VKU Pengembangan Volume Contoh uji berukuran (10 x 5 x 4) cm diukur dimensi awalnya (DA) lalu direndam dalam air selama ±1 minggu, kemudian diukur kembali dimensinya (DB). Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus: DB - DA x 100% Pengembangan volume (%) = DA Penyusutan Volume Contoh uji pada kondisi kering udara berukuran (10 x 5 x 4) cm diukur dimensi awalnya (DA) lalu dioven tanur pada suhu (103 ± 2) C sampai beratnya konstan, kemudian diukur kembali dimensinya (DB). Nilai susut volume dihitung dengan rumus: DA - DB Susut volume (%) = x 100% DA
7 Modulus of Elasticity (MOE) Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran (65 x 5 x 4) cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE papan insulasi dilakukan dengan cara one point loading bending test. Nilai MOE dihitung dengan rumus: PL3 MOE (kgf/cm2) = 4Ybh 3 Keterangan: MOE ∆P L ∆Y b h
: Modulus of elasticity (kgf/cm2) : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kgf) : Jarak sangga (cm) : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) : Lebar contoh uji (cm) : Tebal contoh uji (cm)
Modulus of Rupture (MOR) Pengujian MOR panel insulasi dilakukan pada contoh uji yang sama dengan pengujian MOE. Pengujian MOR dilakukan sampai papan insulasi yang diberikan beban terpusat ditengah bentangnya mengalami kerusakan (Gambar 4). Nilai MOR dihitung dengan rumus: MOR (kgf/cm2) =
3PL 2bh 2
Keterangan : MOR : Modulus of rupture (kgf/cm2) P : Beban maksimum (kgf) L : Jarak sangga (cm) : Lebar contoh uji (cm) b h : Tebal contoh uji (cm) P Contoh Uji
L/2
L/2
L Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR Keteguhan Geser Rekat Prosedur pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan menggunakan alat uji UTM merk Instron. Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan
8 meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan geser rekat dihitung dengan rumus: Beban maksimum (kgf) Keteguhan geser rekat (kgf/cm2) = Luas permukaan yang direkat (cm 2 )
Peredaman Bunyi Uji peredaman bunyi dilakukan dengan membuat kotak tertutup berdimensi (40 x 40 x 4) cm dengan menggunakan papan insulasi sebagai dinding didalamnya. Kabel pendeteksi absorpsi suara sebagai penghasil data input dan output diletakan di dalam dan luar kotak. Di sebelah kanan kotak diletakkan alat pembaca kuat suara yaitu osiloskop dan di sebelah kiri kotak terdapat alat penentu frekuensi yaitu Function Signal Generator. Sumber bunyi berupa speaker dimasukkan dalam kotak. Kuat suara di dalam dan di luar kotak diukur dengan cara menghitung panjang amplitudo yang ditunjukkan grafik dari osiloskop tersebut. Signal generator ditetapkan pada range frekuensi audiosonik, dari rentang 400-10000 Hz. Jumlah output yang lebih kecil daripada input menunjukkan kemampuan peredaman yang baik pada dinding insulasi. Redaman suara dihitung dengan rumus : A = 20 log Voutput Vinput Keterangan : A : rumus konversi dari Vpp menjadi decibel (dB) Voutput : besar redaman suara yang dihasilkan Vinput : besar suara yang dialirkan dari speaker
Contoh Uji (tampak atas)
Rangkaian Alat
Function Signal Generator
Osiloskop
Gambar 5 Prosedur Pengujian Absorpsi Suara
9
Prosedur Analisis Data Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0. Rancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor α (variasi core). Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model umum rancangannya untuk semua pengujian adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Keterangan : Yij = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor α dan ulangan ke j μ = komponen aditif dari rataan αi = pengaruh utama faktor α taraf ke i e(ij) = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ²) i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3 Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor perlakuan dan kombinasi perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. 2003). Kadar air papan insulasi hasil pengujian berkisar antara 11.44 - 19.62%, nilai kadar air tertinggi (19.62%) terdapat pada papan insulasi kayu gmelina dan yang terendah (11.44%) yaitu papan insulasi core styrofoam (Gambar 6). Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003 untuk nilai kadar air papan insulasi dibawah 13%, maka papan insulasi core styrofoam dan kontrol telah memenuhi standar, namun core lainnya belum memenuhi standar tersebut.
Gambar 6 Nilai kadar air papan insulasi dengan variasi jenis core
10 Gambar 6 menunjukkan kadar air yang rendah pada papan insulasi dengan core styrofoam, hal ini disebabkan karena struktur yang berongga dan bahan yang bersifat hidrophobik (menolak air) (Martiandi 2010). Papan insulasi core gmelina mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan insulasi lainnya. Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980) dalam Dwianto dan Marsoem (2008), semakin rendah berat jenis atau kerapatan, maka tingkat absorbsi kayu semakin tinggi karena memiliki tempat penampung air yang lebih banyak. Kadar air pada core potongan bambu yang rendah diduga disebabkan karena mengeringnya bambu yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Peningkatan kadar air diduga disebabkan karena adanya perekat yang ditambahkan. Vick (1999) menyatakan bahwa perekat mengandung air sebagai pelarut, sehingga pada proses perekatan, air akan menguap dan diserap oleh kayu yang mengakibatkan kadar air nya dapat meningkat. Kadar air papan insulasi dengan core styrofoam yang rendah mengindikasikan sifat bahan dari styrofoam yang menolak air (hydrophobic). Hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar air papan insulasi dengan jenis core styrofoam dan kontrol memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan insulasi. Nilai kadar air papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan insulasi.
Kerapatan Kerapatan merupakan suatu ukuran kekompakan suatu material dalam produk panel. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan produk (Bowyer et al. 2003). Pengujian kerapatan dilakukan pada produk papan insulasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerapatan papan insulasi berkisar antara 0.25-0.60 g/cm³. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan kayu gmelina (Gambar 7).
Gambar 7 Nilai kerapatan papan insulasi dengan variasi jenis core Gambar 7 menunjukkan bahwa papan insulasi dengan core styrofoam yang telah memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 yaitu kurang dari 0.35 g/cm³. Menurut penelitian Prihandini (2012), styrofoam memiliki struktur yang berongga
11 sehingga kerapatan dan berat jenisnya lebih rendah dibandingkan dengan jenis core lainnya. Core yang memiliki kerapatan lebih rendah dari bagian face dan back akan menurunkan kerapatan produk, sedangkan core yang memiliki kerapatan lebih tinggi dari bagian face dan back akan mengalami peningkatan kerapatan. Papan partikel dan kayu gmelina memiliki kerapatan yang tinggi. Menurut Mandang dan Pandit (1997), berat jenis kayu gmelina berkisar antara 0.42-0.61 sehingga termasuk kelas kuat II-IV dan kelas awet IV-V. Kerapatan papan yang tinggi mengindikasikan papan memiliki sifat mekanis yang tinggi. Menurut Haygreen et al. (2003), semakin tinggi nilai kerapatannya maka semakin tinggi pula nilai sifat mekanis dari papan insulasi tersebut. Selain itu, kerapatan papan juga merupakan sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap sifat akustik. Santoso et al. (2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bertambahnya kerapatan kayu laminasi dibanding bahan pembentuknya adalah adanya lapisan perekat dan pemadatan pada proses pengempaan. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa jenis core styrofoam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core potongan bambu dan kontrol juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan papan insulasi lainnya. Nilai kerapatan papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan gmelina memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan papan insulasi.
Pengembangan Volume Pengujian pengembangan tebal dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi papan dengan bertambahnya ketebalan dari papan tersebut. Pengembangan tebal ini menentukan papan dapat digunakan untuk eksterior atau interior (Massijaya et al. (2000) dalam Hasni (2008). Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003, nilai pengembangan dimensi kayu maksimal dibawah 10%. Pengembangan volume papan insulasi hasil pengujian berkisar antara 4.2311.59%, nilai pengembangan volume tertinggi (11.59%) terdapat pada papan insulasi papan partikel dan yang terendah (4.23%) yaitu papan insulasi core styrofoam (Gambar 8).
Gambar 8 Nilai pengembangan volume papan insulasi dengan variasi jenis core
12 Berdasarkan hasil penelitian papan insulasi dengan core styrofoam, kayu gmelina, dan potongan bambu sesuai dengan standar tersebut. Nilai pengembangan volume terbesar pada papan insulasi core papan partikel, sedangkan yang terendah terdapat pada papan insulasi core styrofoam. Sifat pengembangan tebal ini berkorelasi dengan sifat penyerapan air, dimana tingginya penyerapan air akan disertai dengan peningkatan pengembangan tebal. Pada papan partikel dengan kerapatan lebih tinggi, air yang diserap lebih banyak dan hal ini akan mempengaruhi pengembangan volume partikelnya. Pengembangan tebal juga disebabkan karena penetrasi perekat antar panel tidak dapat maksimal. Ruhendi dan Hadi (1997) menyatakan bahwa, kesesuaian jenis bahan yang direkat, jenis perekat, dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan penggunaan produk. Perlakuan terhadap produk sebelum dan selama penggunaan juga akan menentukan keutuhan ikatan. Selain itu, stabilisasi dimensi, penyerapan air dan pengembangan tebal bergantung kepada sifat serat dan penambahan bahan core. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa perbedaan variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap pengembangan volume papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa jenis core papan partikel, stryofoam, gmelina, dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap pengembangan volume papan insulasi. Sedangkan, nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa kontrol memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap papan insulasi lainnya.
Penyusutan Volume Susut volume mengindikasikan stabilitas dimensi papan terhadap pengaruh air. Menurut Tsoumis (1991) shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu. Hasil pengujian menunjukkan rata-rata penyusutan tebal papan insulasi berkisar antara 5.237.65%. JIS A 5908 : 2003 tidak menetapkan standar untuk nilai daya serap air. Nilai penyusutan terbesar pada papan insulasi core papan partikel (7.65%), sedangkan penyusutan terendah terdapat pada papan insulasi core gmelina (5.23%) (Gambar 9).
Gambar 9 Nilai penyusutan volume papan insulasi dengan variasi jenis core
13 Gambar 9 menunjukkan core papan partikel memiliki nilai penyusutan tertinggi diduga karena semakin tinggi kerapatan papan, maka ikatan antar partikel semakin kompak sehingga rongga udara dalam lembaran papan mengecil. Keadaan ini menyebabkan air atau uap air menjadi sulit untuk mengisi rongga tersebut. Berdasarkan penelitian Massijaya (2010), pengujian daya serap air panel akustik papan partikel dilakukan untuk mengetahui ketahanan panel terhadap air. Stabilitas dimensi yang tinggi pada papan partikel, hal ini mengindikasikan bahwa jenis papan tersebut sangat tahan air atau kelembaban yang tinggi. Dengan karakteristik demikian, maka papan ini potensial dikembangkan untuk penggunaan eksterior. Menurut Maloney (1993) air yang masuk ke dalam papan semakin meningkat dengan semakin banyaknya perekat yang tersubstitusi. Menurut Skaar (1972) salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kembang susut yaitu arah serat selain faktor lainnya seperti hilangnya air dari dinding sel, kerapatan, atau berat jenis kayu. Marra (1992) menyatakan bahwa keuntungan menggunakan perekat isosianat dibandingkan dengan perekat lainnya yaitu memiliki stabilitas dimensi yang dihasilkan lebih stabil. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai penyusutan menunjukkan bahwa jenis variasi core tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penyusutan papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05).
Keteguhan Geser Rekat Kemampuan material untuk menahan geseran pada luasan tertentu akibat adanya beban yang bekerja padanya disebut keteguhan geser. Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat. Pembebanan dilakukan secara perlahan sampai terjadi kerusakan pada contoh uji. Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat papan insulasi berkisar antara 0.22 – 11.18 kgf/cm² (Gambar 10). Nilai keteguhan rekat papan insulasi terendah (0.22 kgf/cm²) terdapat pada papan insulasi core styrofoam, sedangkan nilai keteguhan rekat tertinggi (11.18 kgf/cm²) terdapat pada papan insulasi core kayu gmelina.
Gambar 10 Nilai keteguhan rekat papan insulasi dengan variasi jenis core Gambar 10 menunjukkan nilai keteguhan rekat pada papan insulasi dengan core styrofoam bernilai rendah diduga karena kualitas styrofoam yang kurang baik dan pada saat diuji di bagian tengah styrofoam sedikit lepas disebabkan karena
14 pelaburan perekat yang kurang merata. Pada core potongan bambu, kerusakan banyak terjadi pada ikatan garis rekat antara potongan bambu dengan bambu lapis. Kerusakan dimulai dari bagian ujung panel kemudian ikatan rekat antara bambu lapis dengan potongan bambu lepas. Menurut Sugiarti (2010), faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keteguhan geser rekat, antara lain kadar zat ekstraktif, keadaan permukaan yang direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa. Teknik perekatan yang tidak sempurna seperti pelaburan perekat dan luas bidang rekat yang sangat kecil juga mempengaruhi ikatan garis rekatnya (Ruhendi dan Hadi 1997). Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai keteguhan geser rekat menunjukkan bahwa jenis variasi core tidak memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan geser rekat papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05).
Modulus of Elasiticity (MOE) Modulus of Elasiticity (MOE) dinyatakan sebagai suatu besaran yang menunjukkan sifat kekakuan bahan atau material. Sifat kekakuan tersebut merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan dan hanya berlaku sampai batas proporsi (Bowyer et al. 2003). Hasil MOE berkisar antara 2358-38013 kg/cm². Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003 nilai MOE papan insulasi lebih dari 20000 kg/cm². Nilai MOE core papan partikel dan kayu gmelina sesuai dalam standar tersebut (Gambar 11).
Gambar 11 Nilai MOE papan insulasi dengan variasi jenis core Nilai MOE terendah (2358 kg/cm²) terdapat pada papan insulasi dengan core styrofoam, sedangkan nilai MOE papan insulasi tertinggi (38013 kg/cm²) pada papan insulasi dengan core gmelina. Hal ini disebabkan kayu gmelina memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan papan partikel. Herawati (2008) menyatakan bahwa, kayu yang memiliki kerapatan tinggi akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu dengan kerapatan lebih rendah. Hal ini dipertegas oleh Bowyer et al. (2003) yang menyatakan bahwa, semakin tinggi tingkat kerapatan papan insulasi yang dihasilkan, maka akan semakin tinggi sifat keteguhan papan yang dihasilkan. Nilai standar deviasi MOE pada papan insulasi core potongan bambu memiliki nilai paling tinggi dibandingkan bahan lainnya. Nilai standar deviasi tinggi menunjukkan banyaknya
15 variasi nilai MOE yang dihasilkan pada kayu gmelina dan potongan bambu itu sendiri dalam tiap ulangannya. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai MOE menunjukkan bahwa perbedaan jenis variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOE papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOE menunjukkan bahwa jenis core styrofoam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOE papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core potongan bambu juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOE papan insulasi lainnya. Sedangkan, nilai MOE papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan gmelina memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai MOE papan insulasi.
Modulus of Rupture (MOR) Modulus of Rupture (MOR) atau modulus patah merupakan kemampuan papan untuk menahan beban lentur hingga batas maksimum (keteguhan patah). MOR papan insulasi berdasarkan pengujian berkisar antara 40.66 389kg/cm². Gambar 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata keteguhan patah panel akustik yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 (>80 kg/cm²).
Gambar 12 Nilai MOR papan insulasi dengan variasi jenis core Kayu gmelina dan papan partikel masuk dalam syarat standar tersebut. Rata-rata nilai MOR dari papan insulasi core gmelina dengan kerapatan 0.60 g/cm³ lebih tinggi dibanding nilai MOR papan insulasi core styrofoam dengan kerapatan 0.25 g/cm³. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kerapatan panel akustik yang dihasilkan maka sifat keteguhan patah papan insulasi juga akan semakin tinggi (Bowyer et al. 2003). Herawati (2008) menyatakan bahwa nilai MOR tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran dimensi lamina, tetapi juga oleh kondisi lamina terutama adanya cacat kayu. Semakin tinggi nilai MOR, maka semakin tinggi nilai MOE bahan tersebut karena semakin kaku bahan, maka semakin kuat bahan tersebut. Menurut (Marra 1992), perekat isosianat diduga juga sebagai faktor tingginya nilai MOR, karena memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya dan berbasis reaktifitas yang tinggi dari radikal Isocyanate.
16 Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai MOR menunjukkan bahwa perbedaan jenis variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOR papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOR menunjukkan bahwa jenis core papan partikel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOR papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core kayu gmelina juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOR papan insulasi lainnya. Nilai MOR papan insulasi dengan jenis core styrofoam dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai MOR papan insulasi.
Absorpsi Suara Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara dan tidak dapat merambat melalui ruang hampa (Baihaqi 2009). Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain menjangkau kayu, sebagian dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu (Tsoumis 1991). Baihaqi (2009) juga menambahkan pada umumnya kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun di kaca karena kayu memiliki pori-pori.
(a) Core Papan Partikel
(c) Core Kayu Gmelina
(b) Core Styrofoam
(d) Core Potongan Bambu
Gambar 13 a). Core papan partikel, b). Core styrofoam, c). Core kayu Gmelina dan d). Core potongan bambu Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai absorpsi suara terbesar terjadi pada papan insulasi core styrofoam pada frekuensi 8000 Hz sebesar -26.02 dB. Nilai minus menunjukkan papan tersebut baik dalam menyerap suara sedangkan pada frekuensi dibawah 1000 Hz, papan meresonansi suara sebesar 12.04 dB. Nilai absorpsi suara pada papan insulasi core papan partikel menyerap suara pada frekuensi 1000 Hz sebesar -17.50 dB, semakin rendah nilai dB maka semakin baik
17 produk tersebut menyerap suara. Papan yang mampu meredam bunyi paling baik adalah papan insulasi dengan core styrofoam, sedangkan yang kurang baik adalah papan insulasi dengan core potongan bambu. Dilihat dari diagram, papan insulasi potongan bambu meresonansikan suara sebesar 16.90 dB (Gambar 13). Redaman bunyi adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB). Hubungan antara nilai redaman bunyi dengan volume bunyi menghasilkan kurva logaritmic, artinya semakin meningkatnya volume bunyi, maka laju peningkatan redaman bunyi semakin menurun.
Penentuan Papan Insulasi Terbaik Penentuan papan insulasi terbaik ditinjau dari kesesuaian nilai terhadap standar JIS A 5908-2003 dan nilai rata-rata yang dihasilkan pada sifat fisis dan mekanis papan insulasi. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan core styrofoam sudah memenuhi standar JIS, yaitu pada pengujan kadar air, kerapatan. Sedangkan core lainnya tidak memenuhi standar JIS. Untuk penambahan jenis core papan partikel dan kayu gmelina memenuhi standar yaitu pada pengujian MOE dan MOR. Dapat disimpulkan bahwa papan insulasi core papan partikel dan gmelina lebih baik untuk penggunaan interior dan dapat digunakan untuk konstruksi ringan. Sedangkan papan insulasi core styrofoam meredam suara lebih besar dibandingkan dengan core lainnya sehingga cocok digunakan sebagai papan peredam suara atau akustik. Parameter Pengujian
Jenis Perekat
Kadar Air Kerapatan Kembang Volume Susut Volume MOE MOR Keteguhan Rekat Absorpsi Suara Terbaik (dB)
Isosianat Isosianat Isosianat
Papan Partikel x x √
Jenis Core Styrofoam Kayu Gmelina √ x √ x x x
Potongan Bambu x x x
Isosianat
-
-
-
-
Isosianat Isosianat Isosianat
√ √ -
x x -
√ √ -
x x -
Isosianat
-17.50 dB
-26.02 dB
-20 dB
-16.90 dB
Keterangan : (√) memenuhi standar JIS, (x) tidak memenuhi standar JIS, (-) tidak memakai standar JIS.
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kualitas papan insulasi menggunakan perekat Isosianat memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik. Uji fisis dan mekanis menggunakan perekat Isosianat memenuhi standar JIS A 5908 : 2003. Papan insulasi yang menggunakan core styrofoam memiliki sifat penyerapan suara yang lebih baik dibanding bahan lainnya. Papan insulasi yang dihasilkan mampu menyerap suara pada frekuensi 400 Hz-10000 Hz, sehingga dapat digunakan sebagai komponen dinding sekat pada studio musik, perumahan dan perkantoran. .
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan bambu dan jenis core lainnnya untuk meningkatkan kualitas dari papan insulasi tersebut, serta perlu dilakukan uji keawetan kayu untuk meningkatkan sifat keawetan papan insulasi.
DAFTAR PUSTAKA Augistyra DD. 2012. Distribusi ikatan pembuluh, sifat fisis mekanis bilah bambu dan bambu laminasi dua lapis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baihaqi H. 2009. Hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis lima jenis kayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science An Introdution 4th Ed. Iowa State Press A Blackwell Publ. USA. Dransfield S, Widjaya EA (editors). 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 7 : Bamboos. Bogor: Yayasan PROSEA. Emilia T. 2001. Sifat-sifat papan insulasi dari kertas bekas dan serat batang pisang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu pengantar. Terjemahan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Mangium (Acacia Mangium Willd.). JITHH 1(1):1-8. [JAS] Japanese Standard Association.2003. JIS A 5908-2003 Particleboards. Japan: JSA. Khuriati A. 2006. Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Serabut Kelapa dan Pengukuran Koefesien Penyerapan Bunyinya. Semarang: Universitas Diponegoro. Lubis M, Jamilah, Risnasari I, Nuryawan, Febrianto A. (2009). Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (elaeis guineensis jacq) dan Polethylene (Pe) Daur Ulang. Lucky IK. 2011. Karakteristik panel akustik papan partikel bambu betung (Dendrocalamus Asper Backer) berperekat isocyanate [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19 Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco. Miller Freeman Publications. Mandang Y, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumberdaya Kehutanan. Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practise. USA. Martiandi B. 2010. Karakteristik panel akustik komposit kayu afrika dengan penambahan styrofoam dan polyfoam. Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Subari WA. 2000. Penggunaan Limbah Plastik Sebagai Komponen Bahan Baku Papan Partikel. JTHH XIII (2):18-24. Poerwadarminta WJS, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan V. Jakarta: PN Balai Pustaka. Praptoyo H. 2010. Sifat Anatomi dan Sifat Fisika Kayu Mindi (Melia azedarach Linn) dari Hutan Rakyat di Yogyakarta. Dalam Jurnal Ilmu Kehutanan vol IV No 1 : 21-27. Prihandini FDA. 2012. Kayu laminasi asimetris sebagai komponen dinding sekat. Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Rismawati E. 2008. Penentuan koefisien absorbsi dengan metode dua mikrofon pada tabung impedansi. Jurusan Teknik Fisika. Institut Teknologi Sepuluh November. Ruhendi S, Hadi YS. 1997. Perekat dan Perekatan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Santoso S. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta. Setiawan FD. 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi, Maximus, Yogyakarta. Simatupang R. 2011. Pengaruh Penggunaan Serat Waru (Hibiscus Tiliaceus L) Sebagai Penguat Pada Komposit Polimer Dengan Matriks Polipropilena Masplein 2161 Terhadap Koefesien Serapan Bunyi. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. Skaar C. 1972. Water in Wood. State University College of Forestry at Syracuse University. New York. Syracuse University Press. Sugiarti. 2010. Kekuatan lentur glulam struktural yang terbuat dari papan sambung kayu tusam dan kayu manis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tsoumis G. 1991. Science and technology of wood structure, properties, utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Madison, WI: Department of Agriculture, Forest Service, Forest Product Laboratory. USA. Widjaja EA. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI dan Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. Wirajaya A. 2007. Karakteristik komposit sandwich serat alami sebagai Absorber Suara. [tesis]. ITB. Bandung.
20
LAMPIRAN Lampiran 1 : Hasil pengolahan data SPSS 16.0 ANOVA KadarAir Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
248.002
4
62.001
24.989
20
1.249
272.991
24
F 49.622
Sig. .000
KadarAir Duncan Subset for alpha = 0.05 Core
N
1
2
3
K
5 10.6500
SF
5 11.4400
PP
5
14.0980
PB
5
14.5240
GM
5
Sig.
19.6180 .277
.554
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Kerapatan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.451
4
Within Groups
.008
20
Total
.459
24
F
.113 281.875 .000
Sig. .000
21
Kerapatan Duncan Subset for alpha = 0.05 Core
N
1
2
3
4
SF
5
PB
5
K
5
GM
5
.6000
PP
5
.6020
Sig.
.2480 .3860 .4540
1.000
1.000
1.000
.876
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Pengembangan Volume Sum of Squares Between Groups
Mean Square
135.925
4
33.981
95.795
20
4.790
231.720
24
Within Groups Total
df
Pengembangan Duncan Subset for alpha = 0.05 Core
N
1
2
PP
5
4.2340
SF
5
4.2340
GM
5
4.4880
PB
5
6.0900
K
5
Sig.
10.3280 .233
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F 7.095
Sig. .001
22
ANOVA Penyusutan Volume Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
35.176
4
8.794
Within Groups
77.835
20
3.892
113.010
24
Total
F 2.260
Sig. .099
ANOVA MOE Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
2.615E9
3
Within Groups
2.188E7
8 2735188.083
Total
2.637E9
F
8.717E8 318.688
Sig. .000
11
MOE Duncan Subset for alpha = 0.05 core
N
1
2
3
SF
3 2.3577E3
PB
3
PP
3
3.7793E4
GM
3
3.8012E4
Sig.
1.9800E4
1.000
1.000
.875
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA MOR Sum of Squares Between Groups Within Groups
df
Mean Square
240614.680
3
80204.893
7361.459
8
920.182
F 87.162
Sig. .000
23
ANOVA MOR Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
240614.680
3
80204.893
7361.459
8
920.182
247976.138
11
MOR Duncan Subset for alpha = 0.05 Core
N
1
SF
3 40.6557
PB
3 44.6213
PP
3
GM
3
Sig.
2
3
1.7520E2 3.8900E2 .877
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Keterangan : PP = Core Papan Partikel Konvensional SF = Core Styrofoam GM = Core Gmelina PB = Core Potongan Bambu K = Kontrol (papan partikel bambu)
F 87.162
Sig. .000
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 1 Juni 1992 yang merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan bapak Rusdani Sutiswara dan Rini Karlinah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Nusa Kambangan dan Gunung Slamet, Batu Raden pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Kutai Timber Indonsia, Probolinggo, Jawa Timur. Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dalam Sanggar Juara tahun 2011 dan pernah menjadi panitia FORCUP 2011. Divisi Kewirausahaan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2011-2012. Penulis juga merupakan anggota Divisi Kelompok Minat Biokomposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2012-2013.