SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU
FEBRIYANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Ir. M.I Iskandar, MM. Ketersediaan kayu di hutan saat ini semakin berkurang, sementara kebutuhan masyarakat terhadap kayu untuk bahan bangunan dan furniture terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu adanya alternatif bahan lain yang dapat mengatasi keadaan tersebut dan kelestarian hutan bisa tetap terjaga. Bambu merupakan tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena manfaatnya sangat luas, antara lain untuk bahan konstruksi pemukiman, pembuatan alat-alat perabot rumah tangga, dan hasil-hasil lain dari bambu yang dapat diperdagangkan. Penggunaan bambu sangat baik sebagai bahan konstruksi/bahan bangunan apabila memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal dan beruas pendek (Dransfield dan Widjaya 1995). Dengan pesatnya perkembangan teknologi konstruksi dan bahan bangunan, bambu sulit bersaing sehingga mulai ditinggalkan masyarakat. Beberapa pengusaha sudah memanfaatkan bambu dengan membuatnya menjadi panel. Dengan mengubah penampilan bambu menjadi panel, diharapkan nilainya akan meningkat dan pemanfaatan bahan ini semakin berkembang sebagai bahan alternatif, dalam rangka mengantisipasi kelangkaan kayu (Purwito 2005). Panelpanel bambu sangat baik digunakan untuk dinding, sekat dan lantai. Produk komposit dari bambu yang akan digunakan dalam konstruksi bangunan dan furniture harus memiliki sifat fisis dan mekanis yang baik, sehingga dalam penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan panel sandwich dari bambu yang memenuhi persyaratan tersebut dan dapat dijadikan bahan alternatif pengganti kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis mekanis dan menentukan panel sandwich terbaik dari tiga jenis bambu yang digunakan dengan pola peletakan bambu yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu pembuatan panel sandwich dan pengujian panel yang dihasilkan. Panel sandwich dibuat dari tiga jenis bambu yaitu bambu hitam, bambu ampel dan bambu tali sebagai inti (core) serta penggunaan kayu lapis sebagai face dan back. Bagian inti panel berupa potongan bambu berukuran panjang 4 cm dengan tiga pola peletakan bambu yaitu pola bambu bulat utuh, bambu belah dan campuran bulat utuh dan belah. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian sifat fisis yang terdiri dari pengujian kadar air dan kerapatan serta pengujian mekanis yang terdiri dari pengujian MOE, MOR dan keteguhan geser rekat. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu faktor jenis bambu (A) dan faktor pola peletakan bambu (B). Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program SAS (Statistic Analysis System), apabila faktor utama atau interaksi antar faktor utama berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan. Hasil penelitian panel bambu menunjukkan bahwa Nilai kadar air panel sandwich yang dihasilkan adalah berkisar dari 6% sampai 8%. Kerapatan panel
sandwich yang dihasilkan adalah berkisar dari 0,4 g/cm3 sampai 0,6 g/cm3. MOE panel sandwich yang dihasilkan adalah berkisar dari 12614,38 kgf/cm2 sampai 20574,40 kgf/cm2. MOR panel sandwich yang dihasilkan adalah berkisar 19,57 kgf/cm2 sampai 50,05 kgf/cm2. Nilai pengujian sifat fisis mekanis yang memenuhi standar JIS A 5908-200 adalah keraptan , KA dan MOE, kecuali nilai MOE panel dari bambu hitam dengan pola peletakan bambu belah dan seluruh nilai MOR panel belum memenuhi standar JIS A 5908-2003. Hal ini disebabkan karena pada saat pengujian beban maksimum yang diperoleh contoh uji panel bambu tidak sampai mengalami patah, tetapi hanya sampai terlepasnya ikatan rekat antara kayu lapis dan bambu sehingga nilai MOR yang dihasilkan rendah. Nilai keteguhan geser rekat panel sandwich yang dihasilkan adalah 21,01 kgf/cm2untuk panel dari bambu hitam, 27,21 kgf/cm2 untuk panel dari bambu ampel dan 26,30 kgf/cm2 untuk panel dari bambu tali. Panel sandwich dengan pola peletakan bambu belah memiliki kualitas yang kurang baik kerena nilai MOE dan MOR yang dihasilkan lebih rendah daripada panel dengan pola peletakan bambu lainnya. Hal ini diduga karena ikatan potongan bambu yang kurang kompak dapat menurunkan ketahanan panel terhadap deformasi (kekakuan) serta luas permukan rekat pada bambu belah lebih kecil sehingga kekuatan ikatan rekat antara bambu dan kayu lapis menjadi lemah. Selain itu, adanya perbedaan ketinggian potongan bambu sekitar 1 mm hingga 2 mm menyebabkan potongan bambu sebagai inti (core) menjadi kurang seragam dan mempengaruhi kelemahan rekat pada saat uji lentur. Upaya peningkatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah proses pembuatan potongan yang akurat, pemakaian jenis perekat yang tepat serta penyempurnaan pola peletakan potongan bambu. Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian ini maka disarankan untuk penelitian lebih lanjut mengenai panel sandwich dengan penggunaan face dan back serta inti panel yang berbeda dan pemberian alat sambung untuk meningkatkan kekuatan rekat antar lapisan.
Kata kunci: bambu, kayu lapis, panel sandwich, sifat fisis mekanis
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU
FEBRIYANI E24104030
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN Judul
:
Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu
Nama Mahasiswa
:
Febriyani
NIM
:
E24104030
Departemen
:
Hasil Hutan
Menyetujui : Dosen Pembimbing Ketua,
Anggota,
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS NIP.131 849 385
Ir. M. I. Iskandar, MM NIP. 080 052 270
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, MAgr NIP.131 578 788
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya yang setia sampai akhir jaman. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Bapak Ir. M.I Iskandar, MM yang telah memberikan bantuan, arahan, nasihat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Edhi Sandra, MM selaku dosen penguji dari Departemen KSHE dan Bapak Prof. Dr. Ir. I.G.K. Tapa Darma selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 3. Keluarga tercinta (Ibu, bapak dan kakak-kakak) yang telah memberikan kasih sayang, semangat, doa dan restu serta pengorbanan baik moral maupun material kepada penulis. 4. KPAP Departemen Hasil Hutan atas segala bantuannya 5. Rekan-rekan THH 41 yang telah memberikan bantuannya. 6. Mas Irvan, Mas Wawan, Mas Roni, Pak Amin, Pak Kadiman, Ibu Esti Prihatini, SSi dan seluruh Laboran di Departemen Hasil Hutan atas bantuannya. 7. Keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang setimpal. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Februari 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Dami dan Ibu Mimih. Jenjang pendidikan formal yang dilalui penulis adalah pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Gunung Putri, Bogor tahun 1992-1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Cibinong, Bogor tahun 1998-2001 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor (YPHB) tahun 2001-2004. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang, antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan JuliAgustus 2007 di Getas, Baturraden, Cilacap, dan di Pulau Nusakambangan, pada bulan Februari – April 2008, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Daekan Indar Indonesia, Bogor. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kampus baik internal maupun eksternal, organisasi internal kampus yang pernah diikuti adalah Himasiltan dan AFSA sedangkan organisasi eksternal sebagai anggota Gerakan Masyarakat Sunda (GEMA) Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul ” Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu” di bawah bimbingan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Ir. M.I Iskandar, MM.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Tujuan .......................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Sumberdaya Bambu di Indonesia .................................... 3 2.2 Krakteristik Bambu ...................................................................... 3 2.3 Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan .......................... 7 2.4 Produk Bambu Komposit ............................................................ 8 2.5 Produk Panel Sandwich ................................................................ 9 2.6 Perekat Epoxy .............................................................................. 10 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 11 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................. 11 3.3 Peosedur Penelitian ...................................................................... 11 A. Pengujian Sifat Fisis ................................................................. 11 B. Pembuatan Panel Sandwich ...................................................... 12 C. Pengujian Sifat Mekanis ........................................................... 16 D. Pengujian Keteguhan Geser Rekat ........................................... 16 E. Analisis Data. ........................................................................... 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku ............................................................ 18 4.2 Sifat Fisis Panel Sandwich ........................................................... 18 4.3 Sifat Mekanis Panel Sandwich ..................................................... 22 4.4 Pola Kerusakan Panel Sandwich .................................................. 28 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 29 5.2 Saran............................................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30 LAMPIRAN ................................................................................................. 32
i
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Sifat fisis tiga jenis bambu dan kayu lapis ................................................. 18 2. Hasil analisis sidik ragam kadar air panel sandwich dari tiga jenis bambu ......................................................................................................... 19 3. Hasil analisis sidik ragam kerapatan panel sandwich dari tiga jenis bambu ......................................................................................................... 20 4. Hasil perbandingan rata-rata perlakuan terhadap kerapatan pada panel sandwich dari tiga jenis bambu .................................................................. 21 5. Hasil analisis sidik ragam MOE panel sandwich dari tiga jenis bambu ... 24 6. Hasil perbandingan rata-rata perlakuan pola peletakan bambu terhadap MOE pada panel sandwich ........................................................................ 24 7. Hasil analisis sidik ragam MOR panel sandwich dari tiga jenis bambu ... 25 8. Hasil perbandingan rata-rata perlakuan pola peletakan bambu terhadap MOR pada panel sandwich ........................................................................ 26
ii
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bambu tali (Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz) .................. 4 2. Bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja ................................... 5 3. Bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland) ....................... 6 4. Batang komposit (sandwich) kayu sengon-bambu dengan teknik Laminasi ..................................................................................................... 9 5. Irisan bambu untuk bagian tengah panel.................................................... 13 6. Panel sandwich pada berbagai pola peletakan bambu .............................. 13 7. Proses perekatan bambu pada kayu lapis ................................................... 14 8. Proses pembuatan panel sandwich dari bambu .......................................... 15 9. Pengujian MOE dan MOR ......................................................................... 16 10. Histogram Kadar air panel sandwich dari tiga jenis bambu ...................... 18 11. Histogram kerapatan anel sandwich dari tiga jenis bambu ....................... 20 12. Histogram MOE panel sandwich dari tiga jenis bambu............................. 23 13. Histogram MOR panel sandwich dari tiga jenis bambu ........................... 25 14. Histogram keteguhan geser rekat panel sandwich dari tiga jenis bambu... 27 15. Contoh uji gesar rekat ................................................................................ 27 16. Pola kerusakan panel sandwich dari tiga jenis bambu saat pengujian ..... 28
iii
DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Sifat fisis tiga jenis bambu ....................................................................... 33 2. Sifat fisis kayu lapis .................................................................................. 33 3. Sifat fisis panel sandwich dari tiga jenis bambu ....................................... 34 4. Sifat mekanis panel sandwich dari tiga jenis bambu ................................ 35 5. Keteguhan geser rekat ............................................................................... 36
iv
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Kondisi dan luas hutan saat ini yang semakin menurun menyebabkan ketersediaan kayu di hutan semakin berkurang, sementara kebutuhan masyarakat terhadap kayu untuk bahan bangunan dan furniture terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu adanya alternatif bahan lain yang dapat mengatasi keadaan tersebut dan kelestarian hutan bisa tetap terjaga. Bambu merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan karena termasuk tumbuhan yang sangat terkenal di Indonesia khususnya di pedesaan. Selain itu bambu juga mudah diperoleh, pertumbuhannya cepat, harganya relatif murah dan memiliki kekuatan yang cukup baik. Bambu merupakan tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena manfaatnya sangat luas, antara lain untuk bahan konstruksi pemukiman, pembuatan alat-alat perabot rumah tangga, dan hasil-hasil lain dari bambu yang dapat diperdagangkan. Penggunaan bambu sangat baik sebagai bahan konstruksi/bahan bangunan apabila memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal dan beruas pendek (Dransfield dan Widjaya 1995). Masih banyak lagi manfaat dari tumbuhan ini, seperti untuk bahan baku industri kertas, pembuatan arang aktif dari bambu, papan partikel bambu dan produk komposit lainnya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi konstruksi dan bahan bangunan, bambu sulit bersaing sehingga mulai ditinggalkan masyarakat. Beberapa pengusaha sudah memanfaatkan bambu dengan membuatnya menjadi panel. Dengan mengubah penampilan bambu menjadi panel, diharapkan nilainya akan meningkat dan pemanfaatan bahan ini semakin berkembang sebagai bahan alternatif, dalam rangka mengantisipasi kelangkaan kayu (Purwito 2005). Panelpanel bambu sangat baik digunakan untuk dinding, sekat dan lantai. Pembuatan panel sandwich dari bambu yang terbuat dari kayu lapis sebagai face dan back dan potongan bambu sebagai inti. Bagian face dan back yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi menerima beban dan momen lentur pada posisi tidur sehingga meningkatkan kekuatannya, sedangkan bagian inti yang
lebih tebal akan meneruskan gaya gesernya (Kollman et al. 1975). Panel sandwich diharapkan dapat dijadikan komponen dalan rumah pra-pabrikasi terutama untuk dinding maupun lantai karena sesuai dengan prinsip dasar bangunan tahan gempa yaitu harus diusahakan seringan mungkin maka penggunaan bahan dari bambu sangat memenuhi persyaratan ini. Pada prinsipnya rumah pra-pabrikasi dimaksudkan untuk diaplikasikan pada daerah rawan bencana sehingga lebih efisien dan dapat meminimalisir korban yang tinggal dalam bangunan tersebut. Produk komposit dari bambu yang akan digunakan dalam konstruksi bangunan dan furniture harus memiliki sifat fisis dan mekanis yang baik, sehingga dalam penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan panel sandwich dari bambu yang memenuhi persyaratan tersebut dan dapat dijadikan bahan alternatif dalam rangka mengantisipasi kelangkaan kayu. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis mekanis dan menentukan panel sandwich terbaik dari tiga jenis bambu yang digunakan dengan pola peletakan bambu yang berbeda. 1.3. Hipotesis Penelitian a.
Pemakaian jenis bambu yang berbeda diduga akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis panel sandwich
b.
Variasi pola peletakan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat fisis dan mekanis panel sandwich
1.4. Manfaat Penelitian Salah satu upaya pemanfaatan bambu dengan menghasilkan produk komposit dari bambu yang memiliki sifat fisis dan mekanis yang unggul sehingga dapat meningkatkan bahan alternatif dalam rangka mengantisipasi kelangkaan kayu.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi Sumberdaya Bambu di Indonesia Di Indonesia bambu paling banyak dibudidayakan di pulau Jawa, Bali dan Sulawasi. Oleh karena itu bambu telah lama dikenal dengan baik oleh masyarakat Indonesia karena memegang peranan yang sangat penting dengan fungsi yang serba guna (Sastrapraja et al. 1980). Di Indonesia diketahui terdiri atas 143 jenis bambu. Di Jawa di perkirakan hanya ada 60 jenis, diantaranya 16 jenis diperkirakan tumbuh juga di pulau-pulau lainnya; 26 jenis merupakan jenis introduksi, namun 14 jenis diantaranya hanya tumbuh di kebun Raya Bogor dan Cibodas. Dengan demikian jenis asli yang hanya tumbuh di Jawa ada 9 jenis, yang merupakan jenis endemik (Widjaja 2001). Data potensi bambu di Indonesia secara nasional hampir tidak ada. Hasil penelitian Darmono (1963) dalam Sulthoni (1994) melaporkan bahwa rata-rata produksi bambu apus di Jawa Timur adalah 7,5 ton/ha/tahun. Dengan hasil penelitian di Jawa Timur dapat diperkirakan bahwa potensi bambu di Indonesia cukup besar. 2.2. Krakteristik Bambu A. Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes) Kutz) Jenis bambu tali ditanam di seluruh Jawa, tetapi juga tumbuh liar di Taman Nasional Alas Purwo dan Meru Betiri. Bambu ini mempunyai rumpun yang simpodial, rapat dan tegak. Buluhnya mencapai ketinggian 22 cm, lurus, dan berwarna hijau. Percabangannya mencapai 1,5 m di permukaan tanah, terdiri atas 5-11 cabang, satu lateral lebih besar daripada cabang lainnya, ujung buluh melengkung. Buluh muda tertutup bulu coklat tersebar, tetapi luruh ketika sudah tua dan berwarna hijau; ruas panjangnya 20-60 cm, dengan diameter 4-15 cm, dinding tebalnya mencapai 15 mm. Pelepah buluh bambu ini tidak mudah luluh, tertutup bulu hitam atau coklat, kuping pelepah buluh seperti bingkai, tinggi 1-3 mm dengan bulu kejur panjangnya mencapai 7 mm; ligula menggerigi, tinggi 2-4 mm, gundul; daun pelepah buluh terkeluk balik, menyegitiga dengan pangkal sempit. Daunnya berukuran (13-49 x 2-9) cm, bagian bawah daun agak berbulu;
kupinng pelepah daun kecil ddan membullat, tinggi 1-2 mm, gunndul; ligula r dengan tinggi 2 mm rata m (Widjaja 20001). Dran nsfield dan Widjaja (19995) menyaatakan bahw wa rata-rata kadar air b bambu adallah 54,3% (batang seggar) dan 155,1% (batanng kering udara) u sifat m mekanis unttuk batang berumur b 3 tahun masin ng-masing adalah, a Mod dolus patah ( (MOR) 1022,0 N/mm2 (segar, ( denggan buku), 71,5 7 N/mm2 (segar, tan npa buku), k kekuatan tek kan sejajar serat 24,0 N N/mm2 (segarr, dengan buuku), 23 N/m mm2 (segar, t tanpa buku),, 37,5 N/mm m2 (kering uddara, dengann buku), 33,99 N/mm2 (keering udara t tanpa buku)); kekuatan belah 7,68 N/mm2 (seegar, dengann buku), 5,99 N/mm2 ( (segar, denggan buku), 7,47 N/mm m2 (kering udara u dengann buku), 7,65 N/mm2 ( (kering udarra tanpa buk ku); kekuataan renggangg 294 N/mm m2 (segar), 299 2 N/mm2 ( (kering udaara). Bagiaan-bagian G Gigantochloa a apus daapat dijelasskan pada G Gambar 1.
G Gambar 1. Bambu B tali (Gigantochlo ( oa apus (J.A A. & J.H. Schhultes) Kurz): 1) dasar b batang umum m; 2) rebung muda; 3) daaun batang (sisi abaxial)); 4) c cabang berdaaun; 5) dasarr daun; 6) baatang berbunnga Jeniss bambu in ni banyak diusahakan d oleh penduuduk setemppat karena k kegunaanny a yang berm macam-macam m, antara laiin buluhnya untuk bahann bangunan ( (dinding, lanntai, langit-langit dan attap) dan sebaagai bahan baku b dalam pembuatan k kerajinan. D Jawa Baarat bambu tali telah dimanfaatkan Di d n sebagai bahan b baku
4
i industri pappan serat baambu yang diproduksi oleh sebuahh pabrik di Karawang ( (Widjaja 20001). Perbaanyakan yaang umum dilakukan pada p bambuu
tali yaiitu dengan
r rimpang ataau potongan buluh. Perbbanyakan deengan biji beelum pernahh dilakukan k karena biji-bbiji jarang diitemukan (Saastrapraja ett al. 1980). B Bambu Hitam (Giggantochloa aatroviolaceaae) B. Bambbu hitam meemiliki warnna buluh yanng kehitam-hhitaman hinggga coklat, g gundul ketik ka tua dan keungu-ungguan. Bambuu ini hanya terdapat dii Jawa dan t tumbuh di daerah d kerin ng dan tanahh berkapur. Rumpunnyaa simpodial tegak dan r rapat, buluhnnya tegak deengan tinggii mencapai 15 1 cm. Panjaang ruasnyaa 40-50 cm, b berdimeter 6-8 cm dann tebal dinddingnya mencapai 8 m mm. Pelepahh buluhnya t tertutup buluu hitam sam mpai coklat dan d mudah luruh, kupinng pelepah buluh b kecil d membullat. Daunnyaa berukuran (20-28 x 2-5 dan 5) cm dan guundul. Berddasarkan pen nelitian Nurryatin (20000) diketahui bahwa sifaat mekanis b bambu hitam m untuk ketteguhan sejaajar serat adaalah 37,79 N N/mm2 dan kekakuan ( (MOE) 1504 45,73 N/mm m2. Menurut Dransfield dan Widjajaa (1995) baggian-bagian G Gigantochlo oa atroviolaccea dapat dijjelaskan padda Gambar 2.
G Gambar 2. Bambu B hitam m (Gigantochhloa atroviolacea Widjaj aja: 1) dasar batang b u umum; 2) dauun batang (ssisi abaxial); 3) cabang bberdaun; 4) dasar d daun; 5) bataang berbungaa
5
Bambbu hitam yaang muda beerwarna hijaau dan berubbah menjadii keunguan alat musik k ketika tua. Bambu ini digunakan sebagai baahan baku pembuatan p t tradisional J Jawa Barat dan d juga unntuk industri mebel bilikk dan kerajinnan tangan ( (Widjaja 20001). C Bambu Ampel (Bam C. mbusa vulgaaris Schrad d. Ex Wendll) Bambbu ampel di d tanam ham mpir di semuua kota di puulau Jawa dan d tumbuh d daerah yaang sangat kering di k atau leembab atau dapat tumbuuh juga di daerah yang t tergenang a 2-3 bulaan. Bambu ampel mem air mpunyai rum mpun yang simpodial, t tumbuh tegaak dan tidaak terlalu raapat. Rebung gnya berwarrna kuning atau hijau t tertutup bulu u coklat hinngga hitam. Buluh bam mbu ini tinggginya mencaapai 20 m, t tegak atau agak a berbukuu-buku, denggan percabanngan 1,5 m dari permukkaan tanah, s setiap ruas terdiri t atas 2-5 cabang dimana sattu cabang leebih besar dari d cabang y yang lainnya. Buluh mu uda berwarnna hijau menngkilap atauu kuning berrgaris-garis h hijau, panjanng ruasnya 20-45 2 cm deengan diameeter 5-10 cm m dan berdinnding tebal 15-17 cm. Pelepah P buluuhnya mudahh luruh, tertu utup bulu hiitam hingga coklat tua, k kuping pelepah buluh kecil, k membbulat dengann ujung melengkung keluar. Daun d bambu ini berukuran (9-30 x 1-4) cm dann gundul. Menurut dari M Drannsfield dan W Widjaja (19995) bagian-bbagian Bambbusa vulgariis dapat dijelaskan pada Gambar 3.
G Gambar 3. Bambu B ampeel (Bambusa vulgaris Schhrader ex W Wendland): 1)) rebung m muda; 2) dauun batang (siisi abaxial); 3) cabang bberdaun; 4).; 5) batang b berbunga; 6) pseudospikeelet
6
Sifat mekanis bambu hitam batang segar pada rata-rata kadar air 40% dan 17% adalah modulus patah (MOR) 106,6 N/mm2 dan 84,3 N/mm2, kekuatan tekan sejajar serat 31,6 N/mm2 dan 24,9 N/mm2, Kekuatan belah 9,77 N/mm2 dan 6,64 N/mm2. Sifat mekanis untuk batang kering pada rata-kadar air 90% dan 16% adalah MOE 6960 N/mm2 dan (tidak ada data), MOR 60,9 N/mm2 dan 86 N/mm2, tekan sejajar serat 28,2 N/mm2 dan 32 N/mm2 kekuatan belah 4,53 N/mm2 dan 4,26 N/mm2 (Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu ampel terdiri dari dua varietas yaitu varietas hijau yang digunakan sebagai pagar, bangunan, dan juga industri mebel. Sedangkan varietas yang kuning umumnya digunakan sebagai tanaman hias. Berdasarkan informasi penduduk, rebung dari bambu ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit liver (Widjaja 2001). 2.3. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai daun yang menonjol. Bambu termasuk suku Gramineae dan memiliki potensi yang serbaguna bagi pemenuhan kehidupan manusia (Albert et al. 1996). Bambu sebagai konstruksi bangunan, terutama untuk rumah, sudah sedemikian maju, bahkan hampir di setiap daerah mempunyai kekhasan masingmasing. Dengan demikian pamahaman masyarakat akan bambu dan konstruksi bangunan bambu tersebut sudah membudaya (Mardjono 2005). Beberapa jenis bambu banyak digunakan sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Penggunaanya antara lain sebagai tiang, kuda-kuda, rangka atap dan langit-langit serta sebagai tulang beton. Sebagai bahan bangunan yang memerlukan perhitungan beban, bambu perlu diketahui kekuatannya, karena hal ini menyangkut keamanannya (Surjokusumo dan Nugroho 1994). Penggunaan bambu sebagai bahan dasar untuk tujuan penggunaan konstruksi sangat terkait erat dengan sifat-sifat mekanisnya. Berdasar hasil pengujian untuk beberapa macam contoh uji, sifat-sifat dasar bambu menunjukkan bahwa adanya kecenderungan peningkatan nilai hasil pengujian dari bagian pangkal ke bagian ujungnya (Nuriyatin 2000). Selain digunakan sebagai bahan bangunan, bambu juga dimanfaatkan sebagai bahan mebel dan perkakas rumah tangga, sebagai bahan alat musik
7
tradisional, bahan baku kertas dan untuk sumpit. Pembuatan sumpit dari bambu terkenal di seluruh dunia terutama di kawasan pemukiman bangsa Cina, Jepang dan Korea. Pengusahaan bambu untuk pembuatan sumpit mempunyai prospek yang cerah. Selain bagian batangnya, bambu dapat dimanfaatkan sabagai sayuran dalam bentuk rebung. Bambu jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kandungan gizinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin (Albert et al. 1996). 2.4. Produk Bambu Komposit Belakangan ini bambu mulai dipakai untuk membuat bambu lapis yang cukup menarik. Ternyata bambu cukup kuat sebagai bahan penyusun kayu lapis. Hasi penelitian Kliwon dan Iskandar (1994), menunjukan keteguhan rekat bambu lapis tripleks dan multipleks telah memenuhi standar Indonesia dan Jepang. Keteguhan tarik bambu lapis lebih tinggi daripada kayu lapis murni baik untuk arah sejajar maupun tegak lurus serat. Produk bambu komposit tidak hanya digunakan sebagai bahan konstruksi sebagai lantai dan dinding saja, tetapi dapat juga digunakan untuk berbagai tujuan khusus seperti mebel, peti kemas dan bak truk. Tujuan pengembangan papan bambu komposit adalah untuk memanfaatkan bambu sebagai bahan bangunan. Untuk itu telah dikembangkan produk-produk panel sebagai bahan bangunan dengan bahan dasar bambu. Produk tersebut mempunyai sifat-sifat khusus yang dapat digunakan pada sektor perumahan rumah sangat sederhana (RSS), mempunyai keunggulan tertentu untuk pemakaian khusus dan untuk di ekspor (Subiyanto et al. 1994). Penelitian tentang pengembangan beberapa metode dalam memproses bahan komposit dari bambu serta kajian strukturnya telah dilakukan oleh Nugroho (2000) dalam beberapa produk komposit yang dikenal sebagai Bamboo Zephyr Board (BZB), Bamboo Binderless Board (BBB), Laminated Bamboo Lumber (LBL) dan Bamboo Reinforced Composite Beam (BRCB). Penelitian mengenai papan laminasi bambu tali sebagai inti dan kayu lapis sebagai face dan back oleh Hendrawan (2005), menunjukan bahwa papan laminasi dengan jarak inti 0 cm memiliki nilai MOE yang paling tinggi, karena memiliki inti bambu yang lebih rapat daripada papan laminasi dengan jarak inti yang lain.
8
Begitu pula dengan nilai MOR nya, semakin rapat jarak bambu inti, maka nilai MOR nya semakin tinggi. Hasil penelitian Purwito (2005) mengenai panel bambu multi fungsi, diketahui bahwa hasil uji laboratorium kuat lentur dan tarik panel bambu cukup baik selain juga kedap suara. Kualitas panel akan lebih baik apabila bambu yang akan dipakai, diawetkan terlebih dahulu sehingga panel akan tahan terhadap bubuk perusak kayu. 2.5. Produk Panel Sandwich Batang komposit dengan teknik laminasi (sandwich) memiliki kelebihan dibandingkan kayu gergajian solid, yakni disamping kekuatannya yang tinggi, deformasi yang terjadi lebih sedikit dan dapat meningkatkan kualitas bahan baku yang bermutu rendah (lower-graded). Teknologi laminasi dengan bahan baku bambu memiliki beberapa manfaat seperti ramah lingkungan, menghemat kualitas kayu berkualitas tinggi, menjaga kelestarian hutan dan juga biaya yang dikeluarkan rendah. Penelitian mengenai produk berupa panel sandwich dari bambu telah mulai dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Setyo (2006) mengenai pemanfaatan bambu apus pada batang komposit (sandwich) sengon-bambu terhadap kuat tekan dan lentur serta Erniwati (2006) mengenai kualitas papan komposit berlapis anyaman bambu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan baku bambu bersama dengan kayu sengon menjadi batang komposit dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan struktur batang, baik kuat lentur maupun kuat tekan. Face 1 (bilik bambu)
Core (lapisan kayu sengon) Face 2 (bilik bambu) Gambar 4. Batang komposit (sandwich) kayu sengon-bambu dengan teknik laminasi.
9
2.6. Perekat Epoxy Perekat epoxy berbentuk cair dan merupakan sistem dua komponen yang terdiri dari resin dan pengeras (Hardener) yang dicampur saat akan digunakan dengan rasio masing-masing 50%. Waktu simpannya tiga bulan sampai satu tahun dan berat labur yang dipakai adalah 175 g/m2 (Myal 1989 dalam Hendrawan 2005). Menurut Hartomo et al. (1992) perekat epoxy merupakan produk sintesis termoseting dari reaksi resin poliepoxy dengan zat curing (pengeras) asam atau basa. Epoxy dapat diperoleh dalam bentuk satu atau dua komponen meliputi resin zat cair bebas pelarut, larutan, pasta resin cair, bubuk, palet dan pasta. Perekat Epoxy tidak berubah kekuatannya meskipun telah bertahun-tahun dan tahan minyak, gemuk, alkali, pelarut aromatik, asam, alkohol juga panas atau cuaca dingin. Pemakaian perekat epoxy amat luas terutama pada bahan-bahan logam, gelas, keramik, kayu, beton dan plastik termoset. Perekat epoxy memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah dikerjakan, praktis, efisiensinya yang tinggi dalam kekuatan, tahan air serta daya rekatnya pemanen.
10
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama sekitar 3 bulan, yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2008. Seluruh aktivitas penelitian ini dilakukankan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB dan Laboratorium Produk Majemuk, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bambu tali (Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes) Kutz), bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl) yang diperoleh dari daerah Gunungputri, Bogor, kayu lapis (Plywood) dengan ketebalan 8 mm, dan perekat epoxy. Peralatan yang digunakan antara lain gergaji tangan, golok, mesin circular saw, kaliper, mesin ampelas, oven, timbangan, desikator, gelas plastik, pengaduk, alat kempa, Universal Testing Machine (UTM) merek Instron dan alat tulis. 3.3. Prosedur Penelitian A. Pembuatan Panel Sandwich Tahapan-tahapan pembuatan panel sandwich adalah sebagai berikut: 1. Pemotongan bambu, yaitu bambu yang dipotong berumur ±3 tahun dan berdiameter ≤ 5 cm. Kemudian bambu dikeringkan dengan mendirikan bambu secara vertikal tanpa membuang daunnya. Pengeringan dilakukan hingga daunnya kering (2-3 hari). 2. Pemotongan bambu dan penyeleksian bambu, ketiga jenis bambu yang digunakan diameternya diseleksi. 3. Bambu yang telah diseleksi kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air kering udara. Pengeringan bambu dilakukan dengan mendirikan secara vertikal potongan bambu dan dilakukan pengontrolan kadar air bambu. 4. Bambu yang telah dikeringkan kemudian dipotong dengan panjang 4cm tanpa memperhatikan keberadaan buku dengan besar diameter yang bervariasi. Pemotongan bambu dilakukan dengan dua pola, yaitu 11
pemotongan pola bambu bulat utuh dan pemotongan pola bambu belah. Pemotongan bambu dilakukan dengan teliti agar didapatkan tinggi bambu yang benar-benar sama atau seragam. Apabila tinggi bambu tidak sama maka proses perekatan tidak akan merekat sempurna.
Gambar 5. Irisan bambu untuk bagian tengah panel 5. Sebagai face dan back digunakan kayu lapis komersial dengan ketebalan 0,8 cm. Pemotongan kayu lapis untuk pembuatan contoh uji berukuran (84 x 5 x 0,8) cm. Tebal panel sandwich diperoleh dari panjang bambu setelah dipotong yaitu 4 cm ditambah dua kayu lapis sebagai face dan back dengan ketebalan 0,8 cm, jadi tebal panel sandwich adalah 5,6 cm. Sedangkan untuk panjangnya diperoleh dari 15 kali tebal yaitu sebesar 84 cm. Bagian atas (plywood)
Bagian bawah (plywood) Bagian tengah (bambu) (a)
(b)
(c)
Gambar 6. Panel sandwich pada berbagai pola peletakan bambu: a) bambu bulat utuh, b) bambu belah dan c) campuran 6. Potongan bambu dan kayu lapis kemudian direkatkan menggunakan perekat epoxy dengan berat labur 175 g/m2. Potongan bambu sebagai inti 12
(core) dan kayu lapis sebagai lapisan luar atas dan bawah. Penempatan bambu dalam 3 pola yaitu: pola bambu bulat utuh, bambu belah dan campuran utuh dan belah.
Bagian yang diberi perekat
Lapisan bawah
Lapisan atas Gambar 7. Proses perekatan bambu pada kayu lapis 7. Selanjutnya kayu lapis dengan potongan bambu dikempa dengan tekanan kempa yang disesuaikan dengan batas optimal kemampuan alat untuk mengempa dan dibiarkan selama 24 jam sampai kering. Pemasangan alat kempa dilakukan pada seluruh pemukaan besi dengan jarak antar alat kempa berkisar 10-15 cm. Hal ini diduga alat kempa telah dapat memberikan tekanan maksimal yang merata ke seluruh permukaan panel. Kemudian alat kempa dilepas dan produk dikondisikan selama 3-5 hari.
13
Prosedur pembuatan panel sandwich dari bambu dapat dilihat dalam bagan berikut : Pemotongan dan penyeleksian bambu
Penyeleksian kayu lapis
Pengeringan bambu hingga mencapai kering udara
Pemotongan kayu lapis sesuai dengan ukuran
Pemotongan bambu 4 cm dengan berbagai pola peletakan
Perekatan kayu lapis dengan potongan bambu
Pengkleman produk yang dibuat
Pengkondisian produk
Gambar 8. Proses pembuatan panel sandwich dari tiga jenis bambu
14
B. Pengujian Sifat Fisis 1. Kadar Air Contoh uji untuk pengujian kadar air bambu rata-rata diambil dari bagian ujung dan tengah bambu dengan ukuran (2 x 2) cm dan tebal bervariasi berdasarkan dimensi bambu. Contoh uji kayu lapis diambil dari bagian tepi dan tengah kayu lapis berukuran (2 x 2 x 0,8) cm. Sedangkan untuk contoh uji kadar air produknya (panel sandwich ) di ambil dari bagian ujung dengan ukuran (5 x 5) cm. Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal (BB), selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 1030C ± 20C selama 24 jam, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Untuk mengetahui beratnya telah mencapai konstan, maka contoh uji dimasukkan kembali kedalam oven kemudian setiap tiga jam di timbang kembali beratnya hingga mencapai konstan. Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus: KA (%) =
BB − BKT × 100 % BKT
Keterangan: KA = Kadar Air (%) BB = Berat Basah contoh uji (g) BKT = Berat Kering Tanur contoh uji (g) 2. Kerapatan dan Berat Jenis Contoh uji untuk kerapatan memiliki dimensi dan spesifikasi yang sama dengan contoh uji kadar air baik untuk bambu, kayu lapis maupun panel. Nilai kerapatan bahan dihitung dengan membandingkan berat kering udara dengan volume kering udaranya. Besarnya karapatan dihitung dengan menggunakan rumus : ρ (g/cm3)
=
BKU VKU
Keterangan: ρ
= Kerapatan (g/cm3)
BKU = Berat Kering Udara (g) VKU = Volume Kering Udara (cm3)
15
C. Pengujian Sifat Mekanis Pengujian untuk sifat mekanis dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merek instron yang bentang dan pembebanan pada contoh ujinya di modifikasi. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan besar Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR). Pembebanan pada pengujian ini dengan metode pembebanan dua titik (two load point loading). Data yang diperoleh adalah beban sampai batas proporsi, defleksi, dan beban maksimum. Beban maksimum peroleh saat contoh uji mulai mengalami kerusakan permanen.
Perhitungan
besarnya
MOE
dan
MOR
ditentukan
dengan
menggunakan rumus yang mengacu pada modifikasi ASTM D 198 (2000) dan standar JIS A 5908-2003 : MOE (kgf/cm2) =
Pa ( 3L2 - 4a2) 4 bh 3 y
MOR (kgf/cm2) =
3 Pa bh 2
½P a
½P a
L Gambar 9. Pengujian MOE dan MOR Keterangan: Ρ
= Perubahan beban dibawah batas proporsi (kg)
L
= Panjang bentang (cm)
y
= Perubahan defleksi (cm)
b
= Lebar penampang (cm)
h
= Tinggi penampang (cm)
D. Pengujian Keteguhan Geser Rekat Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan menggunakan uji geser tekan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat. Contoh uji berukuran 5 cm × 5
16
cm dan besarnya nilai keteguhan geser rekat dihitung dengan menggunakan rumus: Geser Rekat (kgf/cm2) =
P L
Keterangan : P
= beban maksimum (kg)
L
= luas bidang rekat (cm2)
E. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu faktor jenis bambu (A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu jenis bambu tali, hitam dan ampel dan faktor pola peletakan bambu sebagai core (B) yang terdiri dari tiga taraf yaitu pola bambu bulat utuh, belah dan campuran bulat utuh dan belah. Model umum persamaan matematis yang digunakan untuk rancangan ini adalah : Y ijk = µ + Ai + Bj + ABij + Eijk Keterangan : Y ijk
= Pengamatan pada jenis bambu (A) ke-i, pola peletakan (B) ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Rataan Umum
Ai
= Pengaruh jenis bambu ke-i
Bj
= Pengaruh pola peletakan ke-j
ABij
= Interaksi jenis bambu ke-i danpola peletakan ke-j
Eijk
= pengaruh acak pada jenis bambu ke-i dan pola peletakan ke-j pada ulangan ke-k Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program SAS (Statistic
Analysis System), apabila faktor utama atau interaksi antar faktor utama berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan. Pengujian ini dilakukan dengan melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan.
17
IV. HA ASIL DAN N PEMBA AHASAN 4 Karaktteristik Bahan Baku 4.1. Penggukuran sifaat fisis bam mbu dan kaayu lapis yang y digunaakan untuk p pembuatan panel p Sandw wich dapat di d lihat pada Tabel T 1. T Tabel 1. Sifaat Fisis Tigaa Jenis Bambbu dan Kayuu Lapis Jenis Baambu Pengukurran Sifat Bam mbu Fissis Bambu Hittam Am mpel KA (%) 3
Kerapatann (g/cm )
B Bambu Tali
Kayu Lapis
14,83
144,80
15,40
12,3
0,49
0,,64
0,54
0,52
mbu mempuunyai sifat yang terganntung pada Sebaagai materiaal alami, bam j jenis, lingku ungan pertum mbuhan dan uumurnya, seehingga sifatt-sifat yang dimilikinya d b berbeda-bed da. Secara umum u bambbu siap diguunakan sebaagai bahan konstruksi b bangunan maupun m pembbuatan produuk kompositt setelah kaddar airnya beerkisar dari 12% hingga 15%. 4 Sifat Fiisis Panel Saandwich 4.2. A Kadar Air A. A Besaarnya nilai Kadar K Air paanel bambu yang dihasiilkan berkisar dari 6% h hingga 8%, seperti yangg terlihat padda histogram di bawah inni : 16
8,61
7,26 , 6
7,71
8,12
8,09
7,68
8
7,89
10
6,48
12 6,85 6 85
Kadar Air (%)
14
JISS A 59 908 200 03
6 4 2 0 Bambu Hitam
Bambu Ampel
Po ola Bambu Bulat Utuh
Bambu u Tali
Polaa Bambu Belah h
Po ola Bambu Cam mpuran
Gaambar 10. Hiistogram kaddar air panel sandwich ddari tiga jeniss bambu
Nilai rata-rata kadar air panel lebih rendah daripada nilai rata-rata kadar air bambu maupun kayu lapis yang digunakan yaitu berkisar dari 12% hingga 15%. Menurunnya nilai kadar air panel dipengauhi oleh perekat dan teknik perekatannya, karena pori-pori atau sel-sel bambu menyerap perekat sehingga menyebabkan kemampuan bambu dalam menyerap uap air menurun. Teknik perekatan yang tidak seragam antara bambu dan kayu lapis juga bisa menyebabkan kadar air yang beragam pula. Selain itu besarnya nilai kadar air bahan baku yang digunakan yaitu bambu dan kayu lapis mempengaruhi nilai kadar air panel bambu yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003, nilai kadar air tersebut memenuhi standar. Kadar air yang diperkenankan oleh JIS A 5908-2003 adalah 6% hingga 13%. Pada histogram di atas terlihat bahwa kadar air panel bambu dari ketiga jenis bambu tidak menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok. Hal ini disebabkan kerena kadar air kering udara dari ketiga jenis bambu yang digunakan tidak berbeda jauh berkisar antara 14,83% (hitam), 14,80% (ampel) dan 15,40% (tali). Perbedaan ini diduga karena perbedaan struktur anatomi dan komposisi kimia antar jenis yang mempengaruhi besarnya volume udara dalam batang bambu (Sattar 1995 dalam Nuriyatin 2000). Tabel 2. Sidik Ragam Kadar Air Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu F Tabel Sumber DB JK KT F P Keragaman 0.05 0.01 tn A 2 7,112 3,556 1,37 0,266 3,266 5,264 B 2 7,561 3,780 1,46tn 0,2460 3,266 5,264 0,877 2,642 3,906 A*B 4 3,094 0,773 0,30tn Error 36 93,332 2,592 Total 44 111,100 Keterangan: ** = sangat nyata,* = nyata, tn = tidak nyata
Berdasarkan sidik ragam menunjukkan bahwa jenis bambu dan pola peletakan bambu serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan pada taraf α 5%. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya ikatan air di dalam panel yang sudah maksimal, sehingga panel yang dihasilkan hanya sedikit mengikat air dari udara.
19
B Kerapattan B. Keraapatan panell yang dihaasilkan berkiisar dari 0,440 g/cm3 hiingga 0,62
mbu Hitam Bam
B Bambu Ampel
Polaa Bambu Bulat Utuh
0,46
0,44
0,40
0,62
0,56
0,42
0,48
0,41
1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
0,42 0 42
Kerapatan (gram/cm3) Kerapatan (gram/cm
gg/cm3, seperrti yang terlihhat pada histtogram di baawah ini :
JIS A 5908 2003
Bambu Tali
Pola Bambu Belah
Polaa Bambu Camp puran
Gaambar 11. Hiistogram kerrapatan paneel sandwich ddari tiga jeniis bambu Nilaii rata-rata kerapatan k paanel tidak jaauh berbeda dengan nilaai rata-rata k kerapatan jeenis bambu maupun nilaai kerapatann kayu lapis yang digunnakan. Jika d dibandingka an dengan standar JIS A 59088-2003, nilaai kerapatann tersebut m memenuhi s standar. Keraapatan yangg diperkenannkan oleh JIS S A 5908-20003 adalah 0 g/cm3 hingga 0,9 g/ccm3. 0,4 d dilihatt bahwa paneel dari bambbu ampel memiliki nilai Padaa hisrogram dapat k kerapatan yang paling besar yaitu 0,61 g/cm3. Perbedaann nilai kerap patan panel b bambu did duga karena adanya perbbedaan nilai kerapatan dari tiga jeenis bambu y yang digunaakan. Faktorr-faktor yangg dapat mem mpengaruhi kkerapatan baambu solid s sama halnyaa dengan fakktor yang daapat mempenngaruhi padaa kayu solid. Haygreen d dan Bowyeer (1996) menyatakan m bahwa faaktor yang dapat mem mpengaruhi k kerapatan suuatu spesiess kayu antaara lain konndisi tempatt tumbuh kaayu, lokasi d dalam pohon n, letak dalam m kisaran sppesies dan suumber genetiik.
20
Tabel 3. Sidik Ragam Kerapatan Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu F Tabel Sumber DB JK KT F P Keragaman 0.05 0.01 A
2
0,092
0,046
27,72**
0,0001
3,266
5,264
B
2
0,067
0,033
20,14**
0,0001
3,266
5,264
A*B
4
0,053
0,013
8,04**
0,0001
2,642
3,906
Error
36
0,059
0,001
Total
44
0,272
Keterangan: ** = sangat nyata,* = nyata, tn = tidak nyata
Berdasarkan sidik ragam pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis bambu dan pola peletakan bambu serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kerapatan panel. Untuk mengetahui perbedaan kerapatan panel pada ketiga jenis bambu dengan pola peletakan bambu yang berbeda dilakukan uji rata-rata Duncan dan hasilnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Perbandingan Rata-Rata Perlakuan Terhadap Kerapatan Pada Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu Uji Wilayah Berganda Perlakuan Kerapatan Jumlah Contoh Uji Duncan (α= 0,05) A2B3
0,61
5
a
A2B2
0,56
5
b
A1B2
0,48
5
c
A3B2
0,46
5
dc
A3B3
0,44
5
dce
A2B1
0,42
5
de
A1B1
0,42
5
de
A1B3
0,41
5
de
A3B1
0,40
5
E
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
21
Hasil uji beda rata-rata Duncan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kerapatan panel sandwich dari tiga jenis bambu tesebut berbeda nyata dengan nilai rata-rata paling tinggi adalah panel dari bambu ampel dengan pola peletakan bambu campuran sebesar 0,61g/cm3 dan rata-rata terendah adalah panel dari bambu tali dengan pola peletakan bambu campuran sebesar 0,41g/cm3. Bambu ampel memiliki kerapatan yang lebih besar daripada bambu hitam dan tali hal ini disebabkan karena serat-serat pada bambu ampel lebih banyak dan kompak dibandingkan jenis bambu tali dan bambu hitam. Selain itu nilai kerapatan pada bambu menurut Lestari (2004) dipengaruhi oleh panjang serabut dan tebal dinding serabut semakin besar panjang serabut dan tebal dinding maka nilai kerapatan semakin tinggi. Pada tabel di atas terlihat bahwa adanya nilai kerapatan pada bambu ampel yang tidak berbeda nyata dengan kerapatan bambu hitam, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan pada berbagai posisi batang bambu. Pada bambu ampel rata-rata seluruh bagian batang bambu digunakan untuk pembuatan panel sedangkan pada bambu lainnya rata-rata hanya digunakan batang bagian ujung. 4.3. Sifat Mekanis Panel Sandwich Sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi di dalam batang. Sifat mekanis yang diuji adalah MOE, MOR dan keteguhan geser rekat. A.
Modulus of Elasticity (MOE) Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa Modulus of Elasticity
(MOE) merupakan ukuran ketahanan kayu dalam mempertahankan perubahan bentuk akibat adanya beban
yang mengenainya. Dari hasil pengujian yang
dilakukan dengan menggunakan Instron didapatkan nilai MOE panel yang dihasilkan berkisar dari 12614,38 kgf/cm2 sampai 20574,40 kgf/cm2, seperti yang terlihat pada histogram di bawah ini:
22
20.574,40 12.614,39 16.052,37
16.369,73 14.877,43 19.737,86 ,
18.912,06 14.049,81 17.442,73
MOE (kgf/cm2)
22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Bambu Hitam
Bambu Amp pel
Bambu TTali
Pola Bam mbu Bulat Utu uh
Basee particleb board Type 24 4‐10
Polaa Bambu Belah h
Pola Bam mbu Campuran
Gaambar 12. Hiistogram MO OE panel sanndwich dari tiga jenis baambu Jika dibandingkkan dengan standar JIS A 5908-20003, nilai MOE M panel b bambu yangg dihasilkan n tidak selurruhnya mem menuhi standdar base parrticleboard t tipe 24-10. Pada histoggram di atas terlihat bahhwa nilai raata-rata MOE E terendah a adalah panell dengan pola peletakann bambu belaah yaitu sebesar 12614,338 kgf/cm2 p pada bambu u hitam, 148 877,43 kgf/cm2 pada bam mbu ampel dan 14049,881 kgf/cm2 p pada bambu u tali. Hal ini disebabbkan karenaa bagian innti panel deengan pola p peletakan baambu belah memiliki ikkatan potonngan bambu yang kuranng kompak s sehingga meenurunkan ketahanan k paanel terhadaap deformasii (kekakuan)). Semakin t tinggi nilai MOE suatuu panel maaka akan seemakin tahan terhadap perubahan b bentuk. Dibaandingkan dengan d hasil penelitian Setyo S (2006) yang membbuat batang k komposit (ssandwich) dari d kayu sengon-bamb bu, nilai
M MOE yang dihasilkan
h hampir sam ma, Setyo (20 006) menghhasilkan pro oduk dengann nilai MO OE berkisar d 11367 kkgf/cm2 sam dari mpai 19627 kkgf/cm2, beg gitupula bilaa dibandingk kan dengan h hasil penelittian Adhi (20008) mengennai sifat fisis dan mekannis bambu laapis bambu t tali, nilai MOE M bambuu lapis yang dihasilkan berkisar b darii 9119 kgf/ccm2 sampai 2 22578 kgf/cm m2. Padaa data MOE E terlihat bahhwa adanyaa perbedaan nilai MOE panel dari k ketiga jenis bambu, meenurut Janssen (1981) dalam d Nuryaatin (2000) nilai MOE p pada bambuu ditentukan oleh persenntase skleren nkim, selanjjutnya juga disebutkan p perbedaan persentase skklerenkim daapat dicermin nkan dari perrbedaan nilaai BJ. 23
Tabel 5. Sidik Ragam MOE Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu Sumber DB JK KT F P Keragaman
F Tabel 0.05
tn
A
2
2628670
1314335
0,14
B
2
193597273
96798636
10,06**
A*B
4
89965214
22491303
Error
36
346348539
9620792
Total
44
632539698
2,34
tn
0.01
0,8728 3,266 5,264 0,0003 3,266 5,264 0,0738 2,642 3,906
Keterangan: ** = sangat nyata,* = nyata, tn = tidak nyata
Berdasarkan sidik ragam diatas, memperlihatkan bahwa pola peletakan bambu berpengaruh sangat nyata tehadap MOE panel bambu. Tetapi jenis bambu dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata tehadap nilai MOE panel bambu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pola peletakan bambu sebagai inti mempengaruhi besarnya nilai MOE panel yang dihasilkan. Tabel 6. Hasil Perbandingan Rata-Rata Perlakuan Pola Peletakan Bambu Terhadap MOE Pada Panel Sandwich Uji Wilayah Berganda Perlakuan MOE Jumlah Contoh Uji Duncan (α= 0,05) B1 18619 15 a B3
17744
15
a
B2
13847
15
b
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Hasil uji beda rata-rata Duncan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai MOE panel sandwich dengan tiga pola peletakan bambu berbeda nyata, nilai MOE terbesar yaitu pada penel dengan pola peletakan bambu bulat utuh sebesar 18619 kgf/cm2 dan nilai MOE terkecil panel dengan pola peletakan bambu belah sebesar 13847 kgf/cm2. Dari tabel diatas terlihat bahwa panel sandwich dengan pola peletakan bambu bulat utuh tidak berbeda nyata dengan panel sandwich pola peletakan bambu campuran. Hal ini disebabkan karena panel dengan pola peletakan bambu bulat utuh dan campuran bulat utuh dan belah memiliki ikatan potongan bambu yang lebih kompak dibandingkan panel dengan pola bambu belah, sehingga kemampuan panel untuk menahan perubahan bentuk menjadi
24
l lebih baik. Semakin S utuhh potongan bambu b yang g digunakan uuntuk bagian n inti panel a akan mening gkatkan nilaii MOE yangg dihasilkan. B Modulu B. us of Rupturee (MOR) Keteeguhan patahh pada bebann maksimum m diperoleh sampai contooh uji panel b bambu men ngalami rusaak/patah. Nillai MOR paanel yang diihasilkan beerkisar dari 19,57 kgf/cm m2sampai 50,05 5 kgf/cm m2, Jika dibbandingkan ddengan stanndar JIS A 5 5908-2003, nilai MOR panel p bambuu yang dihassilkan tidak memenuhi standar s JIS
mbu Hitam Bam
Bambu Am mpel
Polaa Bambu Bulat Utuh
34,07
20,21
37,14
50,05 50 05
30,19
34,49
34,21
19,58
60 50 40 30 20 10 0
, 48,63
MOR (kg/cm MOR (kg/cm2)
A 5908-2003, besarnya nilai MOE sseperti terlihat pada gam mbar berikut :
Bam mbu Tali
Pola Bambu Belah
Polaa Bambu Camp puran
Gam mbar 13. Hisstogram MO OR panel san ndwich dari tiga t jenis bam mbu Padaa histogram di d atas terlihhat bahwa niilai rata-rata MOR teren ndah adalah p panel dengaan pola peletakan bam mbu belah yaitu y sebesarr 19,57 kgff/cm2 pada b bambu hitam m, 30,18 kgf/cm2 pada bbambu ampel dan 20,21 kgf/cm2 paada bambu t tali. Diband dingkan denggan hasil penelitian laiinnya mengenai produkk komposit b berbahan baaku bambu , nilai MOR R yang dihasilkan padaa penelitiann ini masih k kurang baik k. Rendahny ya nilai MO OR yang dihhasilkan diseebabkan karrena beban m maksimum yang y diperolleh contoh uj uji panel bam mbu tidak sam mpai mengallami patah, t tetapi hanyaasampai lepasnya ikatan rekat antara kayu lapis ddan bambu. Tabel 7. Sid T dik Ragam MOR M Panel SSandwich darri Tiga Jeniss Bambu Sumber DB P JK KT F n Keragaman A B A*B Error Total
2 2 4 36 44
453 2705 1310 4529 8998
226 1352 327 125
tn
1,8 10 0,75** 2 tn 2,6
0,1796 0,0002 0,052
F Tabel 0.005 3,26 66 3,26 66 2,64 42
0.01 5,264 5,264 3,906
t Keterangan: ** * = sangat nyaata,* = nyata, tn = tidak nyataa
25
Berdasarkan sidik ragam diatas, memperlihatkan bahwa pola peletakan bambu berpengaruh sangat nyata tehadap MOR panel bambu. Tetapi jenis bambu dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata tehadap nilai MOE panel bambu. Tabel 8. Hasil Perbandingan Rata-Rata Perlakuan Pola Peletakan Bambu Terhadap MOR Panel Sandwich Uji Wilayah Berganda Perlakuan MOR Jumlah Contoh Uji Duncan (α= 0,05) B1
40,08
15
a
B3
39,44
15
a
B2
23,32
15
b
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Hasil uji beda rata-rata Duncan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai MOR panel sandwich dengan tiga pola peletakan bambu berbeda nyata, nilai MOR terbesar yaitu pada penel dengan pola peletakan bambu bulat utuh sebesar 40,08 kgf/cm2 dan nilai MOE terkecil panel dengan pola peletakan bambu belah sebesar 23,32 kgf/cm2. Dari tabel diatas terlihat bahwa panel sandwich dengan pola peletakan bambu bulat utuh tidak berbeda nyata dengan panel sandwich pola peletakan bambu campuran. Hal ini disebabkan karena panel dengan pola peletakan bambu bulat utuh dan campuran memiliki luas bidang rekat yang lebih baik dibandingkan panel dengan pola peletakan bambu belah sehingga kekuatan rekat antara bagian face dan core menjadi lebih baik dan kerusakan yang terjadi pada saat pengujian menjadi lebih kecil. Nilai MOR cenderung memiliki trend yang sama dengan nilai MOE, pada beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan yang kuat antara MOE dan MOR sehingga pendugaan MOR dapat dilakukan dengan MOE. C. Keteguhan Geser Rekat Kemampuan bambu untuk menahan geseran pada luasan tertentu akibat adanya beban yang bekerja padanya disebut keteguhan geser. Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan menggunakan uji geser tekan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat. Pembebanan dilakukan secara perlahan sampai terjadi kerusakan pada contoh uji.
26
27,21
22,60
25
21,01
Keteguhan Geser Rekat (kgf/cm2)
30
20 15 10 5 0 Bambu Hittam
Bambu u Ampel
B Bambu Tali
Gambar 14.. Histogram keteghan geeser rekat pannel sandwichh dari tiga jeenis bambu Padaa histogram diatas d terlihaat bahwa nilaai keteguhann geser rekatt panel dari t tiga jenis bambu b berk kisar dari 21,01 2 kgf/cm m2 hingga 27,21 kgf/ccm2. Nilai k keteguhan g geser terbessar adalah ppada panel dari bambuu ampel yaiitu sebesar 2 27,21 kgf/cm m2. Hal ini disebabkan karena luass bidang rekkat pada bam mbu ampel l lebih besar daripada baambu hitam m dan bamb bu tali sehinnggakekuatan n rekatnya m menjadi lebih baik dan pergeseran antara bam mbu ampel ddan kayu lappis menjadi l lebih kecil. Contoh C uji geser g rekat daapat dilihat pada p Gambaar 14.
Gambar 15. Contoh ujii gesar rekat
27
4.4. Pola Kerusakan Panel Sandwich
(a)
(b)
(c)
Gambar 16. Pola kerusakan panel sandwich dari tiga jenis bambu saat pengujian:a) pola peletakan bambu bulat utuh, b) pola bambu belah dan c) campuran Pada gambar diatas terlihat bahwa pola kerusakan berupa kayu lapis terangkat yang diakibatkan oleh tegangan tekan maksimum yang bekerja selama pengujian. Sedangkan pada bambu tidak terlihat adanya kerusakan, hal tersebut di duga karena beban yang yang bekerja belum dapat merusakkan bambu secara total dan hanya sebagian saja. Selain itu posisi bambu sebagai inti panel membuat tegangan tekan dan tarik maksimum tidak bekerja padanya. Beban maksimum yang bekerja pada saat pengujian panel terjadi saat terlepasnya ikatan rekat antara kayu lapis dan bambu sehingga kerusakan pada panel tidak sampai patah. Hal tersebut dikarenakan oleh teknik perekatan yang kurang baik antara kayu lapis dan bambu. Adanya perbedaan ketinggian potongan bambu sekitar 1 mm hingga 2 mm menyebabkan ketinggian potongan bambu sebagai inti (core) menjadi kurang seragam dan permukaan potongan bambu kurang rata. Hal ini dapat mempengaruhi kelemahan rekat pada saat uji lentur karena kondisi permukaan sirekat merupakan salah satu syarat yang mempengaruhi kekuatan ikatan perekatan. 28
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Sifat fisis mekanis panel sandwich dari tiga jenis bambu adalah sebagai sebagai berikut: a. Nilai kadar air panel sandwich yang dihasilkan adalah berkisar dari 6% sampai 8%, nilai tersebut telah memenuhi standar JIS A 59082003. b. Kerapatan panel sandwich
yang dihasilkan adalah berkisar dari
0,4 g/cm3 sampai 0,6 g/cm3 , nilai tersebut telah memenuhi standar JIS A 5908-2003. c. MOE panel sandwich yang dihasilkan adalah berkisar dari 12614,38 kgf/cm2 sampai 20574,40 kgf/cm2, nilai MOE yang dihasilkan tidak seluruhnya memenuhi standar base partiticleboard tipe 24-10, hanya panel dengan pola peletakan bambu belah yang tidak memenuhi standar tersebut. d. MOR
panel
sandwich
yang
dihasilkan
adalah
berkisar
19,57 kgf/cm2sampai 50,05 kgf/cm2, nilai MOR yang dihasilkan belum memenuhi standar JIS A 5908-2003. e. Nilai keteguhan geser rekat panel sandwich yang dihasilkan adalah 21,01 kgf/cm2untuk panel dari bambu hitam, 27,21 kgf/cm2 untuk panel dari bambu ampel dan 22,60 kgf/cm2 untuk panel dari bambu tali. 2. Panel sandwich dengan pola peletakan bambu bulat utuh memiliki kualitas yang lebih baik kerena nilai MOE dan MOR yang dihasilkan lebih besar daripada panel dengan pola peletakan bambu lainnya. 5.2. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan melihat hasil yang dicapai maka disarankan untuk penelitian lebih lanjut mengenai panel sandwich dengan penggunaan face dan back serta inti panel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Adhi, H. 2008. Sifat fisis dan mekanis bambu lapis bambu tali (Gigantochloa apus (J. A. & J. H. Schultes) Kurz) dengan perekat tanin resolsinol formaldehida [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Albert, H. W, Diah, S, Djadja, S, Florantina, I. W, Hadi, S, Purwaningsih, Razali, Y, Siti, S, Sutiyono, Tahan, U, Tri, H dan Tutie, D. 1996. Budidaya Bambu Guna Meningkatkan Produktivitas Lahan: Paket Modul Partisipatif. Bogor: Yayasan Prosea. American Society Institute. 2000. ASTM D-198. Standart Test Methods of static Test of Lumber in Structural Sizes. United State: Philadelphia Dransfield dan E. A. Widjaya [Editors]. 1995. Plant Resources of South – East Asia. Volume ke-7, Bamboos. Bogor: Prosea. Erniwati, Y. S. Hadi, M. Y. Massijaya, N. Nugroho. 2006. Kualitas Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu. Kumpulan Abstrak Seminar Nasional Teknologi Bambu Terkini; Yogyakarta, 12 Juli 2006. Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu Indonesia (Perbindo) Yogyakarta. Haygreen, J. G. And Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar [Cetakan Ketiga]. Sutjipto A. Hadikusumo, penerjemah. Yogyakarta: UGM Press. Hartomo, A. J, A, Rusdiharsono, D, Harjanto. 1992. Memahami Polimer dan Perekat. Yogyakarta : Andi Offset. Hendarawan, P. 2005. Pengujian sifat fisis panel dari kombinasi bambu tali dan kayu lapis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [JAS] Japanese Standart Association.2003. JIS A 5908-2003 Particleboards. Japan: JSA Kliwon, S dan M. I, Iskandar. 1994. Beberapa Sifat Bambu Lapis. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Makalah yang Disampaikan Pada Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia; Jakarta 21-22 Juni1994. Bogor: Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. hlm 106-111. Kollman, FFP, Kuenzi EW and Stamm, AJ. 1975. Principles of wood Science and Technology II : Wood Based Material. New York: Springer Verlag. Lestari, B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
30
Mardjono, F. 2005. Keterkaitan Siklus Bambu dalam Konstruksi Bangunan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia; Yogyakarta, 17 Januari 2005. Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu Indonesia (Perbindo) Yogyakarta. hlm 22-32. Nugroho, N. 2000. Kayu Sebagai Bahan Bangunan: Diktat Kuliah. Fakultas Kehutanan. Institut pertanian Bogor. Nuriyatin, N. 2000. Studi analisa sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan penggunaan [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Purwito. 2005. Panel Bambu Multi Fungsi. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia; Yogyakarta, 17 Januari 2005. Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu Indonesia (Perbindo) Yogyakarta. hlm 125-140 Sastrapraja, S, A. Widjaja, Prawiroatmojo, S dan Soenarko, S. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Jakarta: Balai Pustaka. Setyo, N. 2006. Pemanfaatan Bambu Apus Pada Batang Komposit (Sandwich) Sengon-Bambu Terhadap Kuat Tekan dan Lentur. Kumpulan Abstrak Seminar Nasional Teknologi Bambu Terkini; Yogyakarta, 12 Juli 2006. Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu Indonesia (Perbindo) Yogyakarta. Subiyanto, B, Subyakto, B. Prasetya dan Sudiono. 1994. Pengembangan Papan Bambu Komposit. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Makalah yang Disampaikan Pada Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia; Jakarta 21-22 Juni1994. Bogor: Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. hlm 88-94. Sulthoni, A. 1994. Permasalahan Sumber Daya Bambu di Indonesia. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Makalah yang Disampaikan Pada Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia; Jakarta 21-22 Juni1994. Bogor: Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. hlm 30-36. Surjokusumo, S dan Nugroho. 1994. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Makalah yang Disampaikan Pada Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia; Jakarta 21-22 Juni1994. Bogor: Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. hlm 82-87. Widjaja, E. A. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI dan Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sifat Fisis Tiga Jenis Bambu No.
1
Jenis Bambu
Ulangan
BKU (g)
VKU (g/cm3)
BKT (g)
KA (%)
Bambu hitam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,82 0,81 0,87 0,93 1,00 0,95 0,93 0,80 1,11 0,89
1,50 1,60 1,70 1,90 2,20 2,10 1,90 1,60 2,30 1,90
0,71 0,70 0,75 0,81 0,87 0,85 0,81 0,69 0,97 0,77
1,18 1,30 1,39 1,36 1,39 1,14 1,01 1,34 1,13 1,04
1,80 1,90 2,00 2,10 2,10 1,70 1,90 2,00 1,80 1,70
1,02 1,13 1,21 1,19 1,21 0,99 0,88 1,19 0,98 0,90
1,29 1,20 1,25 1,28 1,54 1,27 1,17 1,54 1,57 1,14
2,30 2,30 2,20 2,30 2,70 2,30 2,30 2,80 3,00 2,20
1,11 1,04 1,08 1,11 1,34 1,10 1,01 1,34 1,37 0,98
15,63 15,83 15,73 14,16 15,46 12,12 14,29 15,67 14,02 15,37 14,83 15,82 15,00 14,58 14,24 14,53 15,33 15,03 12,56 15,34 15,61 14,80 15,63 15,73 15,37 15,43 14,70 15,68 15,79 14,70 14,60 16,40 15,40
Rata-rata
2
Bambu Ampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bambu tali
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
3
Rata-rata
Kerapatan (g/cm3) 2,11 2,30 2,27 2,34 2,54 2,47 2,34 2,32 2,37 2,45 2,35 0,66 0,68 0,70 0,65 0,66 0,67 0,53 0,67 0,63 0,61 0,65 0,56 0,52 0,57 0,56 0,57 0,55 0,51 0,55 0,52 0,52 0,54
Lampiran 2. Sifat Fisis Kayu Lapis No.
BKU (g)
P (cm)
l (cm)
t (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1,66 1,87 1,64 1,67 1,75 1,77 1,53 1,76 1,69 1,64
2,02 2,06 2,06 2,05 2,06 2,03 2,01 2,05 2,06 2,02
2,07 2,07 2,06 2,07 2,07 2,07 2,07 2,05 2,07 2,05 Rata-rata
0,77 0,77 0,76 0,77 0,76 0,78 0,80 0,78 0,77 0,78
Volume (cm3) 3,21 3,28 3,22 3,26 3,23 3,26 3,31 3,28 3,28 3,20
BKT (g) 1,48 1,66 1,47 1,48 1,55 1,57 1,36 1,57 1,51 1,47
Kerapatan (g/cm3) 0,52 0,57 0,51 0,51 0,54 0,54 0,46 0,54 0,51 0,51 0,52
KA (%) 11,99 12,51 12,01 12,47 12,49 12,42 12,12 12,45 12,29 12,08 12,28
Lampiran 3. Sifat Fisis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu Jenis Bambu
Contoh uji
Bambu hitam
A1B1U1 A1B1U2 A1B1U3 A1B1U4 A1B1U5 A1B2U1 A1B2U2 A1B2U3 A1B2U4 A1B2U5 A1B3U1 A2B3U2 A3B3U3 A1B3U4 A1B3U5
Bambu ampel
A2B1U1 A2B1U2 A2B1U3 A2B1U4 A2B1U5 A2B2U1 A2B2U2 A2B2U3 A2B2U4 A2B2U5 A2B3U1 A2B3U2 A2B3U3 A2B3U4 A2B3U5
Bambu tali
A3B1U1 A3B1U2 A3B1U3 A3B1U4 A3B1U5 A3B2U1 A3B2U2 A3B2U3 A3B2U4 A3B2U5 A3B3U1
V (cm3) 86,24 74,75 62,20 85,17 91,94 87,80 105,50 83,85 105,28 110,48 125,05 122,67 105,56 138,55 104,73 Rata-rata 94,30 103,31 75,18 74,83 81,37 99,25 124,17 131,96 97,73 119,18 140,17 120,88 151,57 153,66 147,30 Rata-rata 88,58 86,06 103,78 97,58 70,78 88,92 103,13 132,25 85,97 60,29 131,20
BKU (g)
BKT (g)
KA (%)
33,11 30,48 28,23 37,04 37,14 40,72 54,64 46,71 48,19 45,86 50,02 49,28 44,41 61,62 40,91
30,97 28,65 26,51 34,54 34,62 38,58 49,72 44,28 45,43 43,52 46,76 46,18 40,90 57,12 37,43
37,74 41,85 32,39 30,55 38,62 59,18 61,39 67,75 61,06 67,04 85,42 72,27 96,73 91,09 92,76
35,12 38,78 30,27 28,45 35,54 55,02 56,81 62,11 56,90 61,84 77,74 65,98 92,70 82,26 87,44
32,77 34,40 43,69 35,43 31,54 46,13 44,93 51,23 47,03 25,25 56,74
30,07 31,99 40,38 33,05 29,57 43,02 41,65 48,51 44,23 23,10 50,07
6,90 6,37 6,49 7,24 7,26 5,55 9,90 5,48 6,08 5,36 6,98 6,72 8,57 7,89 9,30 7,07 7,47 7,91 7,02 7,35 8,67 7,57 8,05 9,08 7,32 8,41 9,88 9,54 4,35 10,74 6,09 7,96 8,97 7,52 8,20 7,20 6,67 7,24 7,86 5,60 6,32 9,29 13,31
3
Kerapatan (g/cm3) 0,38 0,41 0,45 0,43 0,40 0,46 0,52 0,56 0,46 0,42 0,40 0,40 0,42 0,44 0,39 0,44 0,40 0,41 0,43 0,41 0,47 0,60 0,49 0,51 0,62 0,56 0,61 0,60 0,64 0,59 0,63 0,53 0,37 0,40 0,42 0,36 0,45 0,52 0,44 0,39 0,55 0,42 0,43
A3B3U2 A3B3U3 A3B3U4 A3B3U5
131,86 58,10 126,66 55,14 127,36 53,91 126,08 60,32 Rata-rata Lampiran 4. Sifat Mekanis Panel Sandwich dari Tiga Jenis Bambu Jenis Contoh b h l A P maks Bambu uji (cm) (cm) (cm) (cm) (kg) A1B1U1 5,07 5,50 81,00 27,50 100,29 A1B1U2 5,11 5,53 81,00 27,50 128,68 A1B1U3 5,11 5,44 81,00 27,50 74,74 A1B1U4 5,10 5,54 81,00 27,50 88,86 A1B1U5 5,11 5,54 81,00 27,50 63,75 A1B2U1 5,08 5,55 81,00 27,50 51,37 A1B2U2 5,12 5,54 81,00 27,50 35,16 Bambu A1B2U3 5,06 5,53 81,00 27,50 40,70 hitam A1B2U4 5,10 5,59 81,00 27,50 30,47 A1B2U5 5,07 5,50 81,00 27,50 27,44 A1B3U1 5,01 5,66 81,00 27,50 47,35 A2B3U2 5,10 5,69 81,00 27,50 66,13 A3B3U3 5,07 5,65 81,00 27,50 58,74 A1B3U4 5,09 5,58 81,00 27,50 71,43 A1B3U5 5,08 5,60 81,00 27,50 89,66 Rata-rata A2B1U1 5,10 5,45 81,00 27,50 93,20 A2B1U2 5,09 5,45 81,00 27,50 76,57 A2B1U3 5,02 5,49 81,00 27,50 48,99 A2B1U4 5,05 5,44 81,00 27,50 28,58 A2B1U5 5,08 5,44 81,00 27,50 67,97 A2B2U1 5,07 5,36 81,00 27,50 41,82 A2B2U2 4,97 5,46 81,00 27,50 59,59 Bambu A2B2U3 5,10 5,41 81,00 27,50 65,81 ampel A2B2U4 4,98 5,50 81,00 27,50 31,58 A2B2U5 5,03 5,47 81,00 27,50 73,43 A2B3U1 4,99 5,38 81,00 27,50 99,74 A2B3U2 5,03 5,63 81,00 27,50 62,13 A2B3U3 5,06 5,57 81,00 27,50 133,16 A2B3U4 5,02 5,66 81,00 27,50 105,95 A2B3U5 5,04 5,42 81,00 27,50 65,82 Rata-rata A3B1U1 5,13 5,54 81,00 27,50 85,80 A3B1U2 5,14 5,53 81,00 27,50 88,96 A3B1U3 5,08 5,57 81,00 27,50 28,90 A3B1U4 5,10 5,53 81,00 27,50 96,60 Bambu tali A3B1U5 5,08 5,49 81,00 27,50 51,25 A3B2U1 5,10 5,50 81,00 27,50 25,93 A3B2U2 5,06 5,44 81,00 27,50 36,74 A3B2U3 5,12 5,46 81,00 27,50 32,74
54,07 51,44 50,24 55,96
I
Δp/Δy
70,29 71,82 68,55 72,26 72,41 72,10 72,55 71,31 74,16 70,22 75,70 78,29 76,00 73,70 74,27
166,80 200,90 168,50 170,10 165,90 127,40 117,30 97,46 118,40 82,72 158,80 109,10 139,40 176,70 137,60
68,73 68,66 69,22 67,56 68,09 64,82 67,41 67,23 69,05 68,54 64,75 74,73 72,80 75,85 66,81
155,60 157,10 98,38 100,50 156,90 106,30 128,50 153,90 83,33 125,60 152,00 154,20 190,50 169,40 167,90
72,69 72,17 73,08 71,80 70,05 70,71 67,88 69,19
179,40 195,10 113,10 171,50 152,30 92,97 116,80 101,90
7,46 7,20 7,29 7,78 8,00
0,44 0,44 0,42 0,48 0,43
MOR (kgf/cm2) 53,95 68,06 40,78 46,84 33,53 27,16 18,46 21,70 15,79 14,77 24,34 33,04 30,00 37,19 46,48 34,14 50,81 41,79 26,71 15,81 37,34 23,75 33,18 36,41 17,30 40,29 56,97 32,18 70,05 54,35 36,71 38,24 44,96 46,82 15,14 51,15 27,62 13,87 20,24 17,74
MOE (kgf/cm2) 19889,19 23446,56 20601,52 19729,76 19204,95 14809,68 13552,39 11455,59 13381,02 9873,25 17582,50 11679,78 15373,76 20097,09 15528,71 16413,72 18975,49 19177,23 11912,51 12467,89 19315,56 13746,51 15976,65 19187,56 10115,82 15360,62 19674,93 17295,78 21934,37 18718,77 21065,43 16995,00 20686,78 22658,81 12971,14 20019,88 18223,68 11020,51 14421,57 12344,15
4
A3B2U4 A3B2U5 A3B3U1 A3B3U2 A3B3U3 A3B3U4 A3B3U5
5,07 5,08 4,99 5,10 5,12 5,03 5,03
5,50 5,02 5,46 5,52 5,51 5,57 5,54
81,00 81,00 81,00 81,00 81,00 81,00 81,00 Rata-rata
27,50 27,50 27,50 27,50 27,50 27,50 27,50
35,45 46,62 69,93 70,24 60,02 80,60 36,52
70,22 53,39 67,43 71,22 71,37 72,24 71,20
98,90 131,60 181,90 135,40 164,00 137,20 114,60
19,09 30,11 38,89 37,40 31,85 42,69 19,53 30,47
11804,45 20658,39 22609,99 15935,11 19259,11 15918,70 13490,76 16801,53
Lampiran 5. Keteguhan Geser Rekat Panel Sandwich dari Tiga Jenis Kayu Jenis Bambu
Bambu hitam
Contoh Uji
Luas (cm2)
P maks (kg)
A1U1
2,25
49,40
Geser Rekat (kg/cm2) 21,96
A1U2
3,30
58,00
17,57
A1U3
3,38
92,60
27,36
A1U4
3,19
58,70
18,40
A1U5
3,96
78,20
19,75
Rata-rata
Bambu ampel
21,01
A2U1
2,17
68,10
31,42
A2U2
3,94
82,90
21,05
A2U3
2,76
84,80
30,69
A2U4
2,78
104,20
37,55
A2U5
2,97
45,50
15,33
Rata-rata
Bambu tali
27,21
A3U1
3,03
112,20
37,09
A3U2
3,69
81,60
22,13
A3U3
4,43
81,10
18,32
A3U4
3,83
44,00
11,50
A3U5
3,46
82,90
23,99
Rata-rata
22,60
5