i
HUBUNGAN ANTARA SIFAT AKUSTIK DENGAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS LIMA JENIS KAYU
HANS BAIHAQI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ii
RINGKASAN Hans Baihaqi. Hubungan Sifat Akustik Dengan Sifat Fisis dan Mekanis Lima Jenis Kayu. Skripsi. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, MSc.F dan Dr. Akhiruddin Maddu, S. Si, MSi. Kayu yang digunakan untuk pembuatan alat musik saat ini sebagian besar di impor yang berupa jenis-jenis maple, spruce, dan fir. Kayu impor tersebut diketahui memiliki kualitas akustik yang bagus (Bucur 2006). Anonim (2008a) menyatakan bahwa perdagangan kayu impor untuk alat musik dibatasi. Akibat dari perdagangan kayu impor yang dibatasi dan melambungnya harga kayu impor memaksa para pembuat alat musik mencari kayu alternatif dalam negeri sebagai substitusi. Penelitian sifat akustik terhadap jenis-jenis kayu substitusi masih kurang. Bahan yang digunakan yaitu log dari 5 jenis kayu diantaranya jenis Swietenia mahagoni, Dalbergia latifolia Roxb., Maesopsis eminii, Acacia mangium, Pinus merkusii dan Pinus insularis berukuran panjang 200 cm berdiameter ± 30 cm. Log dibelah menjadi papan radial (R), tangensial (T), dan tanpa arah (C) dengan ukuran tebal, lebar, dan panjang (3 x 20 x 100) cm. Pengujian gelombang sonik, ultrasonik, dan lentur (MOE) menggunakan contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm dari masing-masing papan, sedangkan pengujian tekan, modulus Young, dan rasio poisson’s menggunakan contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 10) cm mengacu pada ASTM D-143 (2000) dengan metode sekunder. Pengujian kadar air, kerapatan, dan berat jenis menggunakan contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 2,5) cm. Parameter akustik yang dihasilkan yaitu kecepatan ultrasonik berkisar antara 5000-6000 m/detik, sound damping 0,06-0,09, radiasi akustik 7-10 (m4 kg1 detik-1), atenuasi 0,01-0,015 cm-1, absorpsi suara 0,32-0,37. Berdasarkan dari parameter akustiknya Pinus merkusii, Pinus Insularis, Swietenia mahagoni dan Dalbergia latifolia Roxb. cocok digunakan sebagai alat musik sedangkan untuk untuk Maesopsis eminii dan Acacia mangium cocok digunakan sebagai peredam suara. Pola potongan papan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat akustik kayu. Sifat fisis dari kelima jenis ini tidak jauh berbeda dengan nilai kerapatan berkisar antara 0,4-0,7 g/cm3, berat jenis 0,4-0,6, dan kadar air antara 11-17 %. Softwoods memiliki rata-rata nilai mekanis yang lebih baik jika dibandingkan dengan hardwoods. Berdasarkan model linear, nilai dari sifat fisis (kerapatan) dan sifat mekanis (MOEs) belum dapat menduga nilai dari sifat akustik. Hal ini dilihat dari nilai r dan R2 yang kecil. Kata Kunci: sifat akustik, sifat fisis, sifat mekanis, kayu.
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: Hubungan Sifat Akustik Dengan Sifat Fisis dan Mekanis Lima Jenis Kayu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009 Hans Baihaqi NIM. E24104102
iv
HUBUNGAN ANTARA SIFAT AKUSTIK DENGAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS LIMA JENIS KAYU
HANS BAIHAQI E 24104102
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: HUBUNGAN ANTARA SIFAT AKUSTIK DENGAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS LIMA JENIS KAYU
Nama Mahasiswa
: Hans Baihaqi
NRP
: E24104102
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Sub. Program Studi
: Pengolahan Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, MSc.F NIP. 132 206 244
Dr. Akhiruddin Maddu, SSi, MSi NIP. 132 206 239
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788
Tanggal Lulus:
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 29 Juli 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dalam keluarga
Bapak
Hayamu
dan
Ibu
Suryati.
Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN II Klayan Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 02 Cirebon dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 03 Cirebon. Pada tahun 2004, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu unit kegiatan mahasiswa Ikatan Keluarga Cirebon (IKC) periode 2004-2005, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEMKM) sebagai staff, Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) IPB sebagai sekretaris Departemen Keteknikan Kayu, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) IPB sebagai Menteri (Kadep) INFOKOM serta berbagai kepanitiaan kegiatan. Penulis mengikuti kegiatan praktek umum kehutanan (PUK) di Baturaden - Cilacap, Jawa Tengah dan praktek umum pengelolaan hutan tanaman lestari (PUPHTL) di Getas Ngawi, Jawa Timur. Penulis juga telah melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di PT. Propan Raya I. C. C. Tangerang - Banten. Penulis pernah melaksanakan PKM-P yang dibiayai DIKTI
dengan
judul
penelitian
“Pengawetan
kayu
sengon
dengan
menggunakan Kulit Buah Manggis” di bawah bimbingan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si. Selama masa kuliah, penulis pernah menerima Beasiswa dari BBPM, dan PPA. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang akustik kayu dengan judul “Hubungan Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis Lima Jenis Kayu: Kayu Afrika, Mangium, Mahoni, Pinus, dan Sonokeling” di bawah bimbingan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, MSc.F.Trop dan Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis pada Lima Jenis Kayu”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sifat akustik merupakan salah satu sifat dari kayu. Sifat akustik digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu kayu untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk alat musik atau instrumen lainnya. Sementara itu sound damping, sound absorption, coefficient attenuation, kecepatan, dan radiasi akustik dipercaya sebagai perameter penduga sifat akustik. Informasi mengenai sifat fisis dan mekanis sangat terkait dengan sifat akustik. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang membahas tentang hubungan sifat akustik (khususnya sound damping, sound absorption, coefficient attenuation, kecepatan, dan radiasi akustik) dengan sifat fisis dan mekanis lima jenis kayu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat berguna bagi kita semua. Amien.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.ScF. Trop dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan dan nasehat dengan sabar kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan nasehatnya kepada penulis. 3. Bapak, Ibu, Adekku “Riri” dan seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, do’a, serta biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (Keteknikan Kayu) yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira banyaknya kepada penulis. 5. Keluarga besar Cirebon (IKC). 6. Teman-teman satu bimbingan (Eka, Meita dan Inyoman) dan satu bagian Keteknikan Kayu (Prof. Irfan, Ajo, Febri, Emma, Sriyanto, Adi, Lilis, Tomi, dan Maya ) yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka. 7. Teman-teman THH 41, THH 40, THH 42, dan THH 43 (khususnya untuk yang pernah membantu menimbang kayu) serta Fahutan 41. Semoga kita selalu KOMPAK.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................................i DAFTAR TABEL......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1. 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1. 2 Tujuan.................................................................................................................. 1 1. 3 Manfaat ................................................................................................................ 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2 2. 1 Sifat Akustik ........................................................................................................ 2 2. 1. 1 Gelombang Suara ......................................................................................... 3 2. 1. 1. 1 Gelombang Sonik.................................................................................. 3 2. 1. 1. 1. 1 Kecepatan Suara ............................................................................ 3 2. 1. 1. 1. 2 Logarithmic Decrement (Sound Damping) ..................................... 4 2. 1. 1. 1. 3 Acoustic Radiation ........................................................................ 4 2. 1. 1. 1. 4 Coefficient of attenuation............................................................... 4 2. 1. 1. 1. 5 Sound Absorption .......................................................................... 4 2. 1. 1. 2 Gelombang ultrasonik ........................................................................... 5 2. 2 Sifat Mekanis ....................................................................................................... 5 2. 2. 1 Modulus Elastisitas (MOE) ........................................................................... 6 2. 2. 2 Kekuatan lentur (MOR) ................................................................................ 6 2. 2. 3 Kekuatan Tekan ............................................................................................ 6 2. 2. 4 Rasio Poisson ............................................................................................... 6 2. 3 Sifat Fisis ............................................................................................................. 7 2. 3. 1 Kadar Air ..................................................................................................... 7 2. 3. 2 Kerapatan ..................................................................................................... 8 2. 3. 3 Berat Jenis .................................................................................................... 8 2. 3. 4 Kembang Susut............................................................................................. 8 2. 4 Jenis Kayu Yang Digunakan ................................................................................. 9 2. 4. 1 Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) .............................................................. 9 2. 4. 2 Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.) ......................................................... 9
ii
2. 4. 3 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) .......................................................... 9 2. 4. 4 Mangium (Acacia mangium Willd) ............................................................. 10 2. 4. 5 Merkusii (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) ............................................ 11 2. 4. 6 Insularis (Pinus insularis Endlich) .............................................................. 12 BAB III BAHAN DAN METODE ................................................................................ 13 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 13 3. 2 Alat dan Bahan Penelitian................................................................................... 13 3. 3 Metode Penelitian ............................................................................................... 14 3. 3. 1 Persiapan Bahan ......................................................................................... 14 3. 3. 2 Pengujian Sonik dan Ultrasonik .................................................................. 16 3. 3. 2. 1 Pengujian Gelombang Sonik ............................................................... 16 3. 3. 2. 2 Pengujian Gelombang Ultrasonik (Vus) .............................................. 19 3. 3. 3 Pengujian Sifat Mekanis ............................................................................. 19 3. 3. 3. 1 Uji Lentur Mekanis ............................................................................. 20 3. 3. 3. 2 Uji Lentur Aksial dan Tekan ............................................................... 21 3. 3. 4 Pengujian Sifat Fisis ................................................................................... 22 3. 3. 4. 1 Kadar air ............................................................................................. 23 3. 3. 4. 2 Kerapatan............................................................................................ 23 3. 3. 4. 3 Berat Jenis .......................................................................................... 24 3. 3. 4. 4 Kembang Susut ................................................................................... 24 3. 3. 5 Analisis Data .............................................................................................. 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 27 4. 1 Sifat Akustik Kayu ............................................................................................. 27 4. 2 Sifat Mekanis ..................................................................................................... 36 4. 3 Sifat Fisis ........................................................................................................... 39 4. 4 Hubungan antara Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis .......................... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 49 5. 1 Kesimpulan ........................................................................................................ 49 5. 2 Saran .................................................................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 51
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Nilai rataan sifat akustik kayu yaitu kecepatan ultrasonik, sound damping, acoustic radiation, coefficient of attenuation, dan sound absorption ................... 28 2. Analisis keragaman kecepatan ultrasonik berdasarkan arah papan .................... 30 3. Analisis keragaman sound damping berdasarkan arah papan ............................ 32
4. Analisis keragaman radiasi akustik berdasarkan arah papan ...................... 33 5. Analisis keragaman koefisien atenuasi berdasarkan arah papan ................. 35 6. Analisis keragaman absorpsi suara berdasarkan arah papan ....................... 36 7. Nilai rataan sifat mekanis kayu yaitu Modulus of Elastisitas (MOE), Modulus of Rupture (MOR), Kekutan tekan (sejajar dan tegak lurus serat), Modulus Young (E young), dan rasio Poisson’s ............................... 37 8. Nilai rataan sifat fisis kayu yaitu kadar air (KA), kerapatan (ρ), berat jenis (BJ), dan kembang susut .......................................................... 40 9. Rataan susut dimensi dari kondisi basah ke kondisi kering udara .............. 41 10. Rangkuman model dan analisis regresi untuk hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis seluruh jenis kayu .......................... 49
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Urutan kerja penelitian .............................................................................. 15 2. Cara pengambilan log pada pohon............................................................. 15 3. Pengujian ultrasonik pada Log .................................................................. 16 4. Skema pembelahan dan pemotongan log menjadi papan ........................... 16 5. Pengujian gelombang sonik ....................................................................... 17 6. Gelombang sonik yang teredam ................................................................ 18 7. Pengujian gelombang ultrasonik menggunakan SylvatestDuo® ................. 20 8. Pengujian lentur dengan satu pembebanan ................................................ 22 9. Uji tekan ................................................................................................... 22 10. Pemotongan lempengan ............................................................................ 24 11. Pemotongan Contoh Uji (2.5 x 2.5 x 2.5) cm............................................. 24 12. Contoh uji untuk kembang susut ............................................................... 25 13. Histogram kecepatan ultrasonik berdasarkan arah potongan papan ............ 29 14. Histogram sound damping berdasarkan arah potongan papan .................... 31 15. Histogram radiasi akustik berdasarkan arah potongan papan ..................... 33 16. Histogram koefisien atenuasi berdasarkan arah potongan papan ................ 34 17. Histogram absorpsi suara berdasarkan arah potongan papan ...................... 36 18. Grafik hubungan kerapatan dengan kecepatan ........................................... 42 19. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan sound damping .......................... 43 20. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan absorpsi suara ............................ 43 21. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan koefisien atenuasi ...................... 43 22. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan radiasi akustik ........................... 44 23. Grafik hubungan kecepatan CKBC dengan kecepatan log. ........................ 45 24. Grafik Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan MOEs............. 46 25. Grafik hubungan MOEs dengan sound damping........................................ 47 26. Grafik Hubungan MOEs dengan absorpsi suara (sound absorption) .......... 47 27. Grafik hubungan MOEs dengan coefficient attenuation............................. 47 28. Grafik Hubungan MOEs dengan radiasi akustik ........................................ 48
1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kayu yang digunakan untuk pembuatan alat musik saat ini sebagian besar di impor yang berupa jenis-jenis maple, spruce, dan fir. Kayu impor tersebut diketahui memiliki kualitas akustik yang bagus (Bucur 2006). Anonim (2008a) menyatakan bahwa perdagangan kayu impor untuk alat musik dibatasi. Akibat dari perdagangan kayu impor yang dibatasi dan melambungnya harga kayu impor memaksa para pembuat alat musik mencari kayu alternatif dalam negeri sebagai substitusi. Diketahui hanya beberapa jenis kayu Indonesia yang sudah digunakan untuk keperluan alat musik yaitu mahoni (Swietenia mahagoni), Pinus (Pinus merkusii), sonokeling (Dalbergia latifolia), dan meranti merah (Shorea pinanga) (Widiati 2008). Walaupun demikian informasi detail terkait dengan sifat akustik kayu-kayu tersebut belum banyak diperoleh. Di sisi lain, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membangun industri kehutanan. Jenis yang banyak ditanam untuk HTI adalah jenis yang cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah mangium (Acacia mangium). Sementara itu kayu Afrika (Maesopsis eminii) termasuk jenis kayu pertukangan yang juga telah banyak dimanfaatkan. Namun penelitian terkait sifat akustik kayu-kayu tersebut sampai saat ini belum dilakukan. 1. 2 Tujuan 1. Menguji sifat akustik dari kayu mahoni, kayu afrika, pinus, mangium, dan sonokeling. 2. Mencari pola hubungan sifat akustik yang dihasilkan dengan sifat fisis dan mekanis kayu. 3. Membuat data base sifat akustik kayu termasuk sifat mekanis yang berkaitan dengan sifat kayu pada kayu-kayu Indonesia. 1. 3 Manfaat Menjadi informasi rujukan berkaitan dengan kayu substitusi untuk bahan baku alat musik.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sifat Akustik Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi (Suptandar 2004). Menurut Tsoumis (1991), sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi bunyi yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang bunyi. Akustik kayu berhubungan langsung dengan segala aspek yang berkaitan dengan suara dari dinding suara yang diproduksi oleh pohon dan hutan, penggunaan kayu sebagai panel akustik, karakteristik emisi akustik dari jenis kayu yang berbeda, pengaruh pertumbuhan, kelembaban, modulus elastis pada kayu, dan kandungan bahan kimia pada kayu yang mempengaruhi sifat akustik (Bucur 2006). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (audible range) (Young dan Freedman 2003). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa bunyi yang dihasilkan mempunyai nada rendah atau tinggi bergantung pada frekuensi yang dipengaruhi oleh dimensi, kerapatan, dan elastisitas bunyi yang dihasilkan dari nada yang lebih tinggi. Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang menjangkau kayu, sebagian dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu. Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu terhadap waktu. Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara, suara atau bunyi tidak dapat merambat melalui ruang hampa (Anonim 2008b).
3
2. 1. 1 Gelombang Suara Gelombang akustik adalah gelombang suara yang dapat diartikulasikan oleh pendengaran manusia. Suatu gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik, yang dapat berupa gas, cair, atau padat. Seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan suara, dalam satuan pascal (Pa). Suatu sumber bunyi akan meradiasikan gelombang suara pada medan akustik (Ratnadewi et al. 2005). Selanjutnya Anonim (2008b) menyatakan suara dihasilkan oleh getaran suatu benda. Selama bergetar, perbedaan tekanan terjadi di udara sekitarnya. Pola osilasi perbedaan tekanan yang terjadi dinamakan sebagai gelombang. Gelombang mempunyai pola sama yang berulang pada interval tertentu, yang disebut sebagai periode. Sedangkan frekuensi adalah banyaknya gelombang dalam 1 detik, satuan frekuensi adalah Hertz (Hz) atau Cycles per Second (cps). Berdasarkan frekuensinya, suara dibagi menjadi: – 20 Hz)
1. Infrasound
(0 Hz
2. Audiosound
(20 Hz – 20 KHz)
3. Ultrasound
(20 KHz – 1 GHz)
4. Hypersound
(1GHz
– 10 THz)
2. 1. 1. 1 Gelombang Sonik Menurut Anonim (2008b), frekuensi gelombang sonik berkisar antara 20 Hz – 20 KHz. Gelombang sonik merupakan sinyal suara musik, karena kisaran gelombang suara musik sama dengan kisaran gelombang sonik. 2. 1. 1. 1. 1 Kecepatan Suara Kecepatan suara adalah jarak tempuh suatu gelombang suara per satuan waktu. Kecepatan suara pada kayu dipengaruhi oleh kerapatan, kadar air, temperatur dan modulus elastisitas. Besarnya kecepatan suara pada udara adalah sebesar 340 m/detik, gabus 430 – 530 m/detik, air 1440 m/detik, besi 5000 m/detik, kaca 5000 – 6000 m/detik (Tsoumis 1991).
4
2. 1. 1. 1. 2 Logarithmic Decrement (Sound Damping) Sound damping merupakan logaritma alami dari perbandingan antara 2 amplitudo yang berdekatan berdasarkan bentuk amplitudonya (Anonim 2008c). Sound damping merupakan peredaman suara. Suara yang ditransmisikan oleh kayu secara berangsur-angsur teredam yang menyebabkan hilangnya getaran suara. Kapasitas peredaman kayu (sound damping) bervariasi sesuai jenis, kadar air, arah getaran (longitudinal, transversal, torsional (puntiran)), dan cara getaran (Tsoumis 1991; USDA 1979). 2. 1. 1. 1. 3 Acoustic Radiation Radiasi akustik dipengaruhi oleh rasio kecepatan suara dengan kerapatan kayu. Dalam alat musik, hasil yang diinginkan adalah sound damping yang diakibatkan gesekan internal rendah, dan sound damping pada radiasi suara tinggi (Tsoumis 1991). Menurut Bucur (2006), radiasi akustik (acoustic radiation) adalah salah satu dari sifat akustik kayu. Radiasi akustik merupakan perbandingan antara kecepatan dengan kerapatannya. 2. 1. 1. 1. 4 Coefficient of attenuation Coefficient of attenuation atau koefisien atenuasi merupakan perbandingan antara sound damping dengan jaraknya. Atenuasi gelombang ultrasonik pada kayu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: arah radiasi, absorpsi, dan penyebaran gelombang. Faktor yang pertama (arah radiasi) berhubungan dengan arah dari spesimen (radial, tangensial, dan longitudinal), sedangkan untuk absorpsi dan penyebaran gelombang berhubungan dengan karakteristik dari bahan (Fukuhara et al. 2005; Bucur 2006). 2. 1. 1. 1. 5 Sound Absorption Menurut Jailani et al. (2004) sound absorption merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang diarahkan kepadanya. Kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun di kaca, hal ini dikarenakan kayu memiliki pori-pori. Menurut Tsoumis (1991), bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan Coefficient of sound
5
absorption. Keuntungan kayu dibanding dengan bahan-bahan yang lain yaitu strukturnya yang menyerap tetapi mempunyai koefisien rendah yaitu kurang dari 10 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan kayu, modulus of elasticity, kadar air, temperatur, intensitas dan frekuensi dari suara, dan kondisi pada permukaan kayu. Kayu dengan kerapatan dan modulus of elasticity yang rendah, dan kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara. 2. 1. 1. 2 Gelombang ultrasonik Berdasarkan zat antaranya, gelombang dibagi menjadi 2 yaitu gelombang elektromagnetik dan gelombang mekanis. Gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium atau zat antara dalam perambatannya sedangkan gelombang mekanis memerlukan medium atau zat antara dalam perambatannya (Young dan Freedman 2003). Gelombang ultrasonik (ultrasonic waves) merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi di atas 20 kHz yaitu daerah batas pendengaran manusia. Gelombang ultasonik dapat digunakan sebagai salah satu metode pengujian nondestruktif. Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas. Hal ini disebabkan gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik, rambatan energi ini berinteraksi tergantung pada molekul dan sifat inersia medium yang dilaluinya (Sitompul 2006). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 KHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (audible range). Gelombang bunyi yang memiliki frekuensi kurang dari 20 Hz disebut infrasonik atau infra bunyi, sedangkan gelombang bunyi yang memiliki frekuensi lebih dari 20 KHz disebut ultrasonik (Young dan Freedman 2003). 2. 2 Sifat Mekanis Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
6
(aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Beberapa sifat mekanis yang diuji adalah: 2. 2. 1 Modulus Elastisitas (MOE) Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 2500 – 17000 N/mm2. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah transversal modulus elastisitas hanya berkisar 300 – 600 N/mm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata. 2. 2. 2 Kekuatan lentur (MOR) Kekuatan lentur statis merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat penting. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dengan modulus patah. Modulus patah bervariasi antara 55 – 160 N/mm2. Nilai kekuatan lentur ini menunjukan kecenderungan yang sama dengan kekuatan tarik aksial sehingga modulus patah dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan tarik aksial jika data nilai kekuatan tersebut tidak tersedia. Kekuatan lentur kayu lebih rendah dibandingkan logam tetapi lebih tinggi dari kebanyakan bahan non logam (Tsoumis 1991). 2. 2. 3 Kekuatan Tekan Menurut Tsoumis (1991), kekuatan tekan adalah kemampuan kayu untuk menahan beban atau tekanan yang berusaha memperkecil ukurannya. Kekuatan tekan aksial lebih tinggi dari kekuatan tekan transversal (sampai 15 kali). Pada kayu lunak kekuatan tekan pada arah tangensial lebih tinggi daripada radial, sedangkan untuk kayu keras kekuatan tekan radial lebih tinggi dibandingkan tangensialnya. Kekuatan tekan kayu pada arah aksial lebih rendah dibandingkan dengan logam, tetapi jika dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya kekuatan tekan kayu lebih tinggi. 2. 2. 4 Rasio Poisson Rasio poisson atau poisson’s ratio (υ) ialah perbandingan antara regangan pasif dan regangan aktif. Regangan pasif ialah deformasi kayu tegak lurus gaya terpakai, sedangkan regangan aktif ialah deformasi kayu searah gaya terpakai
7
(Bodig & Jayne, 1993). Rasio poisson merupakan salah satu sifat elastis kayu, dan digunakan untuk mengetahui seberapa besar elastisitas suatu bahan yang terjadi akibat adanya beban ataupun tegangan yang menyebabkan adanya pergeseran struktur atau regangan (USDA, 1999). Selain itu juga rasio Poisson digunakan untuk memperoleh nilai keamanan / kekuatan suatu bahan. Nilai rasio Poisson suatu bahan yang tinggi menunjukan bahwa bahan tersebut elastis, sedangkan jika nilai rasio Poisson suatu bahan yang rendah menandakan bahwa benda tersebut memiliki kekakuan yang tinggi. Nilai rasio Poisson berkisar antara 0 < υ < 0,5, untuk beton ±0,1, karet ± 0,5, aluminium 0,16, kuningan 0,26, tembaga 0,32, besi 0,27, baja 0,19 (Dede 2008). 2. 3 Sifat Fisis Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai bahan bangunan atau konstruksi. Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Haygreen et al. 2003). Selanjutnya Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi sifat fisis kayu diantaranya adalah: 1. Jumlah zat kayu yang terdapat pada suatu volume tertentu dan jumlah air di dalam dinding sel. 2. Persentase komponen utama pembentuk dinding sel dan persentase zat ekstrakttif. 3. Susunan dan orientasi fibril dalam sel atau jaringan termasuk jenis, ukuran, dan proporsinya. Sifat fisis yang diuji meliputi: 2. 3. 1 Kadar Air Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT). Kadar air ini mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersamasama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon kadar air segar
8
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen et al. 2003). 2. 3. 2 Kerapatan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume. Ini biasanya dinyatakan dalam pon per kaki kubik atau kilogram per meter kubik (Haygreen et al. 2003). Menurut Tsoumis (1991), kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. Pada arah vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki kerapatan yang rendah. Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor biologis. Pada arah horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah. Kerapatan mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas, penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat akustik, kelistrikan, dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya (pengolahan, pengeringan, dll). 2. 3. 3 Berat Jenis Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan dengan kerapatan air (1 g/cm3) (Haygreen et al. 2003). 2. 3. 4 Kembang Susut Shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu. Swelling atau pengembangan adalah penambahan dimensi kayu sebagai akibat dari penambahan kandungan atau kadar air kayu (Tsoumis 1991). Menurut Tsoumis (1991) juga, kembang susut dimensi kayu tidak sama pada ketiga arahnya (radial, tangensial, dan longitudinal) dengan kata lain kayu memiliki sifat anisotropi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kembang susut antara lain: kadar air, kerapatan, struktur (anatomi kayu), kadar ekstraktif, kandungan (komposisi) bahan kimia dan sifat mekanisnya.
9
2. 4 Jenis Kayu Yang Digunakan 2. 4. 1 Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Mahoni termasuk kedalam suku Meliaceae, meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swieteni mahagoni Jacq. (mahoni daun kecil). Daerah penyebarannya yaitu seluruh Jawa dengan tinggi pohon dapat mencapai 35 m dan diameter 125 cm. mahoni termasuk kedalam kelas kuat II – III, sedangkan untuk kelas awetnya mahoni termasuk kedalam kelas III (Martawijaya et al. 1981). Menurut Pandit dan Ramdan (2002), mahoni memiliki rata-rata berat jenis (BJ) sebesar 0,62 (0,53 – 0,72) dengan kelas awet III dan kelas kuat II – III. Mahoni digunakan sebagai perabotan rumah tangga, veneer, kayu lapis, komponen alat musik, dan lain-lain. 2. 4. 2 Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.) Sonokeling termasuk kedalam famili Papilionaceae dengan nama latin Dalbergia latifolia Roxb. Daerah penyebarannya yaitu seluruh jawa, tajuk berbentuk bulat dan berdaun jarang. Tinggi pohon mencapai 43 m dengan panjang batang bebas cabang 3 – 5 m. Diameternya mencapai 150 cm, dengan batang umumnya tidak lurus (kebanyakan berlekuk) dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna putih mengelupas kecil-kecil (Martawijaya et al. 1981). Menurut Martawijaya et al. (1981), Sonokeling termasuk kedalam kelas kuat II dengan berat jenis 0,83 (0,77 – 0,86), untuk kelas awet termasuk kedalam kelas awet II. penyusutan sampai kering tanur untuk arah radial (R) adalah 2,9 % sedangkan untuk arah tangensial (T) adalah 6,4 %. Susunan pori sonokeling yaitu terdiri dari sebagian besar pori soliter atau soliter dan bergabung 2 – 4 dalam arah radial. 2. 4. 3 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Kayu afrika berasal dari famili Rhamnaceae dengan nama latin Maesopsis eminii Engl. Jenis ini tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS. Jenis ini lebih banyak ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Jenis ini merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di
10
dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Pada penanaman, biasanya jenis ini ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600 - 900 m dpl dengan curah hujan 1200 - 3600 mm/tahun dan musim kering sampai 4 bulan (Joker 2002). Kayu afrika merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna. Berkekuatan sedang sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu keras umumnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alang-alang tinggi (Joker 2002). Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006) kayu afrika tergolong kedalam kelas kuat III, dan kelas awet III-IV. Jenis ini memiliki rata-rata nilai kerapatan sebesar 0,4 g/cm3, rata-rata nilai MOE dan MOR masing-masing sebesar 52600 kg/cm2 dan 484 kg/cm2. 2. 4. 4 Mangium (Acacia mangium Willd) Kayu mangium (Acacia mangium Willd) adalah tumbuhan asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman (Malik et al. 2005). Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) pada tahun 1984, kayu mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk penggunaan lain, tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu mangium (Malik et al. 2005).
11
Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa kayu mangium masuk ke famili Leguminosae. Kayu teras alami berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, sedangkan kayu gubal berwarna kuning sampai kuning jerami. Coklat polos atau alur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial dengan tekstur halus sampai agak kasar dan merata. Kayu mangium memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan kelas awet III dan kelas kuat II-III. 2. 4. 5 Merkusii (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) Menurut Hidayat dan Hansen (2001) Pinus merkusii memiliki nama lokal tusam (Indonesia) dan berasal dari famili Pinaceae. Jenis ini merupakan satusatunya pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan katulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di wilayah Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra), dan Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro) atau pada lintang 23oLU-2oLS. Jenis ini tumbuh pada ketinggian 30 - 1.800 m dpl, pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan curah hujan tahunan rata-rata 3.800 mm di Filipina dan 1.000-1.200 mm di Thailand dan Burma. Jenis ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti: konstruksi ringan, meubel, pulp, korek api dan sumpit. Jenis ini sering disadap getahnya, pohon yang tua dari jenis ini dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 714 kg terpentin per tahun. Jenis ini cocok untuk rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran dan tanah tidak subur (Hidayat dan Hansen 2001). Kayu pinus ini memiliki ciri warna terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Kayu ini tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Jari-jarinya sangat halus dan sempit terdiri dari 1 sel, kadang-kadang ada yang fusifom. Dan saluran interselulernya aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang menyerupai pori namun tidak berdinding. Selain itu, kayu pinus memiliki berat jenis (BJ) sebesar 0,55 (0,40-0,75), kelas awet IV dan kelas kuat III (Pandit dan Kurniawan 2008).
12
2. 4. 6 Insularis (Pinus insularis Endlich) Pinus insularis Endlich termasuk kedalam famili Pinaceae. Pinus insularis End. banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina dan pegunungan Zambades. Kayu pinus ini memiliki pohon yang ramping, lurus, dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 m, diameternya hingga 1 m. Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 1000 sampai 2700 m dpl. Pemanfaatan kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov 1967). Pinus ini memiliki berat jenis 0,55 dan termasuk kelas kuat III, kelas awet III (Seng 1990).
13
BAB III BAHAN DAN METODE 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai April 2008 – Oktober 2008. Dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan Mutu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB serta di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas MIPA IPB. 3. 2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: meteran, alat tulis, circular saw, kiln drying, oven, desikator, alat uji UTM (Universal testing Machine) merk Instron, alat uji kecepatan gelombang ultrasonic merk Sylvatest Duo®, sound detector merk Pasco Science Workshop® 750 Interface , palu, sound sensor berbasis komputer. Bahan yang digunakan yaitu log dari 6 jenis kayu yaitu mahoni (Swietenia mahagoni), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.), afrika (Maesopsis eminii), mangium (Acacia mangium), pinus (Pinus merkusii), dan pinus (Pinus insularis) berukuran panjang 200 cm berdiameter ± 30 cm dengan jumlah 2 log untuk masing-masing jenis kayu. Log tersebut selanjutnya akan dibentuk menjadi papan tangensial, papan radial, dan papan campuran (tanpa arah) dengan ukuran tebal, lebar, dan panjang (3 x 20 x 100) cm.
14
3. 3 Metode Penelitian Urutan kerja penelitian disajikan pada Gambar 1. Persiapan Log
Uji gelombang ultrasonik pada Log
Pembuatan papan arah radial, tangensial, dan campuran dengan ukuran (3 x 20 x 100) cm Pembuatan contoh uji radial, tangensial, dan campuran ukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm, dan (2,5 x 2,5 x10) cm Pengujian gelombang sonik
Pengujian gelombang ultrasonik
Pengujian sifat mekanis Gambar 1. Urutan kerja penelitian 3. 3. 1 Persiapan Bahan Bahan yang digunakan adalah kayu mahoni, sonokeling , kayu afrika, mangium, dan pinus dalam bentuk log berukuran panjang 200 cm dengan diameter ± 30 cm. Masing-masing jenis kayu digunakan 2 log dari pohon yang berbeda. Log yang ditebang dari pohon memiliki jarak ± 10 cm dari atas permukaan tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini:
30 cm
200 cm
Gambar 2. Skema pemotongan log pada pohon
15
Sebelum log dibelah dan dipotong menjadi papan, terlebih dahulu dilakukan pengujian non destruktif dengan menggunakan gelombang ultrasonik, untuk diketahui kecepatan gelombang ultrasoniknya (Gambar 3). Dimensinya diukur dan ditimbang beratnya untuk mengetahui kerapatan kayu pada masingmasing log.
Gambar 3. Pengujian ultrasonik pada Log Selanjutnya log dibelah menjadi papan radial (R), tangensial (T), dan campuran (tanpa arah) dengan ukuran tebal, lebar, dan panjang (3 x 20 x 100) cm seperti pada Gambar 4:
L
c
R
b b a b
c
T
a. Papan radial (Quarter Sawn)
c. Papan sembarang arah
b. Papan tangensial (Flat Sawn)
Gambar 4. Skema pembelahan dan pemotongan log menjadi papan a (radial atau quarter sawn), b (tangensial atau flat sawn), c (sembarang arah)
16
3. 3. 2 Pengujian Sonik dan Ultrasonik Pengujian gelombang sonik dan ultrasonik menggunakan contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm. Contoh uji yang digunakan sebanyak 90 buah (10 kayu (5 jenis kayu dengan 2 ulangan) x 3arah papan x 3 ulangan) yang diperoleh dari papan tangensial, radial, dan sembarang arah yang berukuran (3 x 20 x 100) cm. Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm mengacu pada ASTM D-143 (2000) dengan metode sekunder untuk pengujian lentur mekanis kayu. 3. 3. 2. 1 Pengujian Gelombang Sonik Pengujian gelombang sonik dilakukan dengan meletakan contoh uji diatas meja. Pada ujung yang pertama ditempelkan sound detector sedangkan ujung lainnya diketuk dengan menggunakan palu. Pembacaan rambat gelombang sonik terlihat pada layar komputer yang tersambung dengan sound detector. Selanjutnya informasi gelombang suara yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sound sensor berbasis komputer dengan menggunakan program DataStudio® (Gambar 6). Dari hasil analisis didapat data mengenai sound damping, sound absorption, coefficient of attenuation, dan acoustic radiation .
Gambar 5. Pengujian gelombang sonik Sound damping (logarithmic decrement) merupakan salah satu parameter dari sifat akustik. Sound damping (logarithmic decrement) diperoleh dengan cara membandingkan tinggi gelombang pertama dalam satu periode dengan gelombang lainya pada periode selanjutnya. Menurut Tsoumis (1991), sound damping
17
(logarithmic decrement) merupakan kemampuan kayu untuk meredam suara. Sound damping dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
dimana: δ
= logarithmic decrement
A1 = tinggi gelombang pertama pada periode pertama (V) A2 = tinggi gelombang kedua pada periode kedua (V) δ
= Damping ratio/ sound damping
π = 3,14 Ilustrasi gelombang suara yang diperoleh disampaikan pada Gambar 6 di bawah ini:
Gambar 6. Gelombang sonik yang teredam
Nilai coefficient of attenuation didapat dengan cara membandingkan kecepatan frekuensi pada udara dengan kecepatan frekuensi pada kayu atau dapat juga diperoleh dengan cara mengurangi tinggi gelombang suara pada udara dengan tinggi gelombang pada kayu:
dimana: δ
= sound damping (logarithmic decrement)
d
= panjang contoh uji (cm)
18
Acoustic
radiation
atau
radiasi
akustik
didapat
dengan cara
membandingkan kecepatan dengan kerapatannya. Semakin tinggi nilai radiasi akustik maka semakin baik pula suatu bahan dijadikan sebagai bahan baku alat musik. Nilai acoustic radiation diperoleh dari rumus:
dimana: AR = Acoustic radiation (m4kg-1detik-1) = kecepatan (m/detik) = kerapatan (kg/m3) Absorpsi suara atau sound absorption merupakan kemampuan kayu untuk menyerap suara, semakin rendah nilai absorpsi suara suatu bahan maka bahan tersebut semakin baik untuk dijadikan bahan baku alat musik. Akan tetapi semakin tinggi nilai absorpsi suara suatu bahan, maka bahan tersebut cocok untuk dijadikan bahan untuk peredam (Tsoumis 1991). Nilai absorpsi suara diperoleh dari rumus:
dimana: A = absorpsi suara (%) A1 = tinggi gelombang pertama pada periode pertama (V) A2 = tinggi gelombang kedua pada periode kedua (V) Kecepatan suara merupakan perbandingan antara jarak dengan waktu. Menurut Tsoumis (1991), kecepatan suara merupakan indikator kecocokan untuk alat musik. Nilai kecepatan suara dapat diperoleh dari rumus:
dimana: V = kecepatan suara (m/detik) d
= jarak (m)
t
= waktu (detik)
19
3. 3. 2. 2 Pengujian Gelombang Ultrasonik (Vus) Pengujian kecepatan gelombang ultrasonik
dilakukan
dengan
menggunakan alat Sylvatest Duo®. Gelombang suara dirambatkan melalui sensor piezoelectric yang terdiri dari dua buah transduser (transduser pemancar gelombang dan transduser penerima gelombang). Ujung contoh uji dibor dengan kedalaman ± 2 cm dengan diameter lubang ± 7 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengujian gelombang ultrasonik menggunakan SylvatestDuo® Parameter yang diperoleh berupa kecepatan gelombang ultrasonik (Vus). Kecepatan gelombang kemudian digunakan untuk menghitung kekakuan dinamis (MOEd) melalui persamaan: (1) (2) dimana: MOEd = modulus elastis dinamis (kg/cm2) ρm vus
= kerapatan massa (kg/cm3) = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (m/detik)
ρ
= kerapatan berat (kg/cm3)
g
= gravitasi (m/detik2)
3. 3. 3 Pengujian Sifat Mekanis Pengujian destruktif yang dilakukan mengacu pada ASTM D-143 (2000) metode sekunder berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm untuk sifat mekanis lentur, dan
20
berukuran (2,5 x 2,5 x 10) cm untuk pengujian lentur aksial dan kekuatan tekan. Jumlah contoh uji untuk masing-masing pengujian berjumlah 90 buah (10 kayu (5 jenis kayu dengan 2 ulangan) x 3arah papan x 3 ulangan). Pengujian destruktif dilakukan setelah pengujian non destruktif selesai dilakukan. Hal ini karena pada pengujian destruktif balok akan dirusak guna mengetahui sifat mekanis yang diinginkan. 3. 3. 3. 1 Uji Lentur Mekanis Pengujian yang dilakukan adalah pengujian satu pembebanan (one Point Loading) sesuai ASTM D-143 (2000) (Gambar 8). Kecepatan pembebanan yang digunakan sebesar 1,3 mm/detik dengan panjang bentang (L) 36 cm. Parameter yang diperoleh dari pengujian ini adalah modulus elastisitas statis (MOEs) dan kekuatan lentur (MOR).
dimana: MOR
= modulus of rupture (kg/cm2)
MOEs
= modulus elastisitas (kg/cm2)
P
= beban hingga batas proporsi (kg)
P max
= beban maksimal hingga contoh uji rusak (kg)
L
= panjang bentang (cm)
y
= defleksi (cm)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tinggi contoh uji (cm)
21
Gambar 8. Pengujian lentur dengan satu pembebanan 3. 3. 3. 2 Uji Lentur Aksial dan Tekan Proses pengujian ini disampaikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Uji tekan Dari pengujian lentur aksial akan diperoleh nilai kekakuan longitudinal kayu (EL) dan kekakuan radial kayu (ER) yang diperoleh dari persamaan:
dimana: P = beban hingga batas proporsi (kg) L = panjang contoh uji (cm) A = luas penampang (cm2) ∆y
= perubahan panjang (cm)
22
Sementara itu pengujian tekan sejajar serat kayu diperoleh dengan rumus:
dimana: P max = beban maximal hingga contoh uji rusak (kg) = Luas penampang (cm2)
A
Pada pengujian ini dapat pula ditentukan Poisson’s ratio dengan menggunakan rumus:
dimana: = Poisson’s ratio γ pasif
= regangan pasif (cm)
γ aktif
= regangan aktif (cm)
3. 3. 4 Pengujian Sifat Fisis Pengujian sifat fisis dilakukan terhadap contoh uji berukuran (5 x 5 x 5) cm sebanyak 30 buah untuk kembang susut, dan contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 2,5) cm sebanyak 90 buah untuk kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Contoh uji berukuran (5 x 5 x 5) cm didapat dari lempengan setebal 5 cm yang dipotong dari bagian bawah log masing-masing jenis (Gambar 10), sedangkan untuk contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 2,5) cm didapat dari contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm yang diambil dari bagian yang tidak mengalami kerusakan pada pengujian kekuatan lentur kayu (Gambar 11).
23
Gambar 10. Pemotongan lempengan untuk pengujian kembang susut
Gambar 11. Pemotongan contoh uji kadar air, kerapatan, dan berat jenis
3. 3. 4. 1 Kadar air Nilai kadar air didapat dengan cara membandingkan pengurangan berat basah dan berat kering tanur terhadap berat kering tanurnya menggunakan rumus:
dimana: KA = Kadar Air (%) BB = Berat Basah (gr) BKT = Berat Kering Tanur (gr) 3. 3. 4. 2 Kerapatan Nilai kerapatan diperoleh dari perbandingan berat kayu dengan volumenya dalam kondisi kering udara. Penentuan kerapatan ini dilakukan secara gravimetris dengan menggunakan rumus :
dimana : BKU = Berat Kering Udara (g) VKU = Volume Kering Udara (cm3)
24
3. 3. 4. 3 Berat Jenis Nilai berat jenis (BJ) diperoleh dari perbandingan kerapatan kayu dengan kerapatan air, dengan catatan kerapatan air sama dengan 1 gr/ cm3:
dimana: BJ
= berat jenis
ρ kayu
= kerapatan kayu (gr/ cm3)
ρ air
= kerapatan air dianggap 1 (gr/ cm3)
BKT
= berat kering tanur (gr)
VKU
= volume kering udara (cm3)
3. 3. 4. 4 Kembang Susut Contoh uji lempengan kayu diperoleh dari lempengan log setebal 5 cm. Dari lempengan kayu tersebut dibuat potongan kayu berbentuk bujursangkar berukuran (5 x 5 x 5) cm sebanyak 3 buah untuk masing-masing jenis dalam kondisi basah. Potongan kayu tersebut dipotong dengan ukuran (4 x 4 x 0,5) cm untuk mendapatkan bidang potongan tangensial, radial, longitudinal, dan potongan sisa (Gambar 12). Penyusutan yang diukur adalah penyusutan dari basah ke kering udara.
L R T
Gambar 12. Contoh uji untuk kembang susut
25
Untuk mengukur susut dari basah kekering udara, contoh uji terlebih dahulu diukur berat dan dimensinya. Selanjutnya disusun di atas rak yang menghadap kipas angin selama 1 minggu sampai mencapai kondisi kering udara. Setelah mencapai kering udara, ditimbang berat dan diukur dimensinya. Perhitungan susut dilakukan dengan rumus:
dimana: L basah
= dimensi (L, R, T) pada saat basah
L kering udara = dimensi (L, R, T) pada saat kering udara 3. 3. 5 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif sederhana untuk menentukan nilai rata-rata. Selain itu untuk mengetahui jenis kayu dan pengaruh pola penggergajian dilakukan perancangan percobaan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan faktor A adalah variasi jenis kayu dan faktor B adalah variasi arah pemotongan papan. Ulangan yang dilakukan adalah tiga kali. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Eijk Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan pada ulangan ke- k yang disebabkan oleh taraf ke- i faktor α dan taraf ke- j faktor β
i
= jenis kayu (afrika, mangium, mahoni, pinus insularis, pinus merkusii, sonokeling)
j
= arah pemotongan papan (radial, tangensial, dan sembarang arah)
k
= Ulangan 1, 2 dan 3
µ
= Nilai rata-rata sebenarnya
α
= jenis kayu (faktor 1)
β
= arah potongan papan (faktor 2)
αi
= Pengaruh jenis kayu pada taraf ke-i
βj
= Pengaruh arah potongan pada taraf ke-j
26
(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor α (jenis kayu) pada taraf ke- i (afrika, mangium, mahoni, pinus insularis, pinus merkusii, sonokeling) dan faktor β (arah potongan papan) pada taraf ke- j (radial, tangensial, dan sembarang arah Eijk
= Galat (kesalahan percobaan)
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Sifat Akustik Kayu Bunyi pada kayu yang dihasilkan dari sumber bunyi berkaitan dengan konsonan-resonan dan penyerapan bunyi serta kecepatan gelombang bunyi. Kualitas kayu yang digunakan sebagai alat musik (resonance wood) ditentukan oleh beberapa sifat akustik antara lain kecepatan gelombang suara (velocity), sound (acoustic) radiation, logarithmic decrement (sound damping atau loss coefficient (δ)), sound absorption, coefficient of attenuation, characteristic impedance, emmision ratio, dan loudness index (Bucur 2006). Data hasil sifat akustik yang diteliti yaitu kecepatan gelombang ultrasonik, sound damping, acoustic radiation, coefficient of attenuation, dan sound absorption tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai rataan sifat akustik kayu yaitu kecepatan ultrasonik, sound damping, acoustic radiation, coefficient of attenuation, dan sound absorption
Jenis kayu
Kecepatan ultrasonik (m/detik)
Sound damping
f = 22 kHz
Acoustic radiation (m4 kg-1detik-1)
Coefficient of attenuation (cm-1)
Sound absorption
f = 0,5-1 kHz Softwood
Pinus merkusii
6069
0,068
9,5
0,011
0,33
Pinus insularis
5661
0,077
8,8
0,012
0,35
Hardwood Dalbergia latifolia
6087
0,068
8,1
0,010
0,32
Swietania mahagoni
5305
0,068
8,6
0,010
0,37
Maesopsis eminii
5317
0,097
10,7
0,015
0,41
Acacia mangium
5284
0,080
7,8
0,012
0,37
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa nilai rataan kecepatan gelombang pada frekuensi tinggi (ultrasonik) di atas 6000 m/detik untuk jenis kayu softwood, dan sekitar 5000 m/detik untuk jenis-jenis kayu hardwood. Homogenitas struktur sel kayu sangat berpengaruh terhadap kecepatan gelombang utrasonik (Tsoumis 1991; Bucur 2006). Softwood diketahui memiliki struktur sel kayu yang lebih homogen dibandingkan kayu jenis hardwood. Struktur sel kayu
28
softwood didominasi oleh sel trakeida dan tidak memiliki pori, sementara itu kayu hardwood terdiri dari sel fiber dan pori selain juga memiliki sel parenkim (Pandit dan Ramdan 2002). Beberapa hasil penelitian yang terangkum dalam Bucur (2006)
menyebutkan bahwa untuk jenis kayu yang biasa digunakan sebagai
bahan alat musik dari kelompok softwood (jenis spruce (Picea sp.)) memiliki kecepatan gelombang suara 5500-6500 m/detik, sementara itu untuk jenis kayu hardwood (maple (Acer sp.), dan rosewood (Dalbergia sp.)) adalah 4000-5000 m/detik. Perbandingan kecepatan ultrasonik pada papan arah radial (PR), papan
5245 5198 5410
5536 5413 5002
5476 5325 5114
6000
6187 5813 6262
7000
5780 5434 5769
8000
6119 5531 6558
Kecepatan Ultrasonik (m/detik)
arah tangensial (PT), dan papan sembarang arah (PC) tersaji pada Gambar 13.
5000 4000 3000
PR
2000
PT
1000
PC
0
Jenis Kayu
Gambar 13. Histogram kecepatan ultrasonik berdasarkan arah potongan papan Dari Gambar 13 diketahui bahwa nilai kecepatan pada PR 1,05 kali lebih besar dibandingkan dengan nilai PT. Hal ini disebabkan karena PR memiliki stabilitas dimensi yang baik dibandingkan dengan PT. Stabilitas dimensi yang baik pada PR disebabkan pola jari-jari yang lurus dan bersambung antara jari-jari pada penampang radial papan dengan penampang lintang papan. Pola jari-jari yang bersambung ini menyebabkan adanya ikatan antar jari-jari pada penampang radial dengan penampang lintang. Pola jari-jari yang lurus menyebabkan gelombang lebih mudah untuk merambat. PC memiliki nilai kecepatan yang tidak stabil. Pada merkusii, sonokeling, dan akasia nilai PC lebih besar dibandingkan dengan nilai PR dan PT sedangkan pada insularis, mahoni, dan kayu afrika nilai
29
PC lebih kecil dibandingkan nilai PR dan PT. Hal ini diduga karena PC merupakan papan sembarang arah jika dilihat dari arah potongannya. PC yang memiliki nilai kecepatan yang besar diketahui pola potongan papannya menyerupai arah radial sedangkan untuk PC yang memiliki nilai kecepatan yang kecil pola potongan papannya menyerupai arah tangensial. Karlinasari (2007) menyatakan bahwa, arah longitudinal memiliki kecepatan gelombang yang tinggi kemudian diikuti oleh arah radial dan kecepatan gelombang ultrasonik yang terlama terdapat pada arah tangensial. Selanjutnya analisis keragaman (pada taraf nyata 5%) untuk kecepatan ultrasonik berdasarkan arah potong papan (Tabel 2) menunjukan bahwa jenis kayu dan arah papan (radial, tangensial, dan sembarang arah) berpengaruh sangat nyata dan nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik. Berdasarkan uji lanjut Duncan, jenis Pinus merkusii memiliki kecepatan yang paling baik. Pinus merkusii memiliki nilai kecepatan terbesar dengan ratarata (mean) kecepatan sebesar 6381,9 m/detik. Nilai kecepatan pada Pinus insularis tidak berbeda dengan nilai kecepatan pada sonokeling, akan tetapi berbeda nyata dengan akasia, mahoni, dan kayu afrika. Untuk arah potong papan, nilai kecepatan yang paling baik terdapat pada papan dengan arah campuran. Kecepatan pada papan arah campuran tidak berbeda dengan papan arah radial, akan tetapi berbeda nyata dengan papan arah tangensial. Tabel 2. Analisis keragaman kecepatan gelombang ultrasonik berdasarkan arah papan Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
Jenis kayu
5
19842842,79
3968568,56
11,01
<,0001**
Arah potongan papan Interaksi jenis dengan arah potong papan
2
2498607,48
1249303,74
3,47
0,04*
10
6085520,76
608552,08
1,69
0,1tn
Keterangan: ** = sangat nyata, * = nyata, tn = tidak nyata
Parameter sifat akustik lain yang penting dalam menentukan kualitas kayu sebagai bahan alat musik adalah sound damping yang dihitung berdasarkan logarithmic decrement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan logarithmic decrement kayu softwood yang diteliti adalah sekitar 0,06-0,07. Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terangkum dalam Bucur
30
(2006), dimana untuk kayu jenis spruce (softwood) dengan kualitas akustik kayu yang tinggi memiliki nilai logarithmic decrement berkisar antara 0,02-0,03 pada frekuensi rendah (<900 Hz) dan 0,05-0,08 pada frekuensi tinggi (>9900 Hz) masing-masing untuk arah longitudinal terhadap sumbu aksial. Sementara itu kayu jenis maple (hardwood), nilai logarithmic decrement pada arah longitudinal adalah sekitar 3,7-4,7. Untuk biola dan gitar bagian dari alat musik yang paling penting dalam hal menentukan kualitas suara adalah bagian penampang (soundboards) terutama di bawah (Top) dan sisi (side). Bagian lain dari gitar atau biola seperti leher (neck), papan tekan (fingerboards) dapat dibuat dari jenis kayu lainnya yang memiliki nilai logarithmic decrement 0,02-0,05. Perbandingan sound damping (logarithmic decrement) pada papan arah radial (PR), papan arah tangensial (PT), dan papan arah sembarang (PC) tersaji
0,06
0,079
0,076 0,067 0,061
0,062 0,068 0,074
0,083 0,088 0,06
0,08
0,058
Sound Damping
0,1
0,077 0,07
0,12
0,075 0,084 0,081
0,106 0,107
pada Gambar 14.
PR
0,04
PT
0,02
PC
0
Jenis Kayu
Gambar 14. Histogram sound damping berdasarkan arah potongan papan Berdasarkan Gambar 14 diketahui nilai sound damping berkisar antara 0,058 sampai 0,107. Nilai sound damping (peredaman suara) pada papan arah tangensial (PT) lebih besar dibandingkan pada papan arah radial (PR) kecuali untuk jenis mahoni, sedangkan untuk papan sembarang arah memiliki nilai sound damping yang tidak stabil ini dikarenakan PC dapat memiliki pola potong yang menyerupai tangensial ataupun pola potong radial.
31
Hasil analisis keragaman sound damping pada Tabel 3 menunjukan bahwa jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sound damping. Sementara itu untuk arah potongan papan dan interaksi antara jenis dengan arah papan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap sound damping. Berdasarkan uji lanjut Duncan jenis kayu afrika memiliki nilai sound damping yang tinggi. Nilai sound damping pada kayu afrika tidak berbeda pada jenis akasia, dan insularis, sedangkan pada jenis sonokeling, mahoni, dan merkusii nilainya berbeda. Tabel 3. Analisis keragaman sound damping berdasarkan arah papan Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
Jenis kayu
5
0,014
0,003
2,64
0,0283*
Arah potongan papan Interaksi jenis dengan arah potong papan
2
0,003
0,002
1,5
0,2285 tn
10
0,011
0,001
1,02
0,4293 tn
Keterangan: * = nyata, tn = tidak nyata
Acoustic radiation atau radiasi akustik merupakan rasio kecepatan gelombang suara dengan nilai kerapatan kayu (Bucur 2006). Nilai radiasi akustik dari hasil penelitian berkisar antara 7-10 m4kg-1detik-1, dengan nilai untuk jenis kayu softwood diatas 9 m4kg-1detik-1. Sedangkan untuk hardwood berkisar antara 7-10 m4 kg-1detik-1. Nilai radiasi akustik kayu hardwood lebih kecil dibandingkan kayu softwood. Hal ini menujukkan bahwa kayu softwood menhasilkan radiasi suara yang lebih baik dibandingkan kayu hardwood. Hal ini mempertegas pernyataan bahwa homogenitas struktur sel kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter akustik. Hasil penelitian Hase (1987) dalam Bucur (2006) menyebutkan nilai radiasi akustik kayu hardwood dengan jenis Honduras rosewood (Dalbergia stevensonii Standl.) sebesar 4,40 m4kg-1detik-1 dengan kerapatan kayu sebesar 1,0 g/cm3. Perbandingan radiasi akustik (acoustic radiation) pada papan arah radial (PR), papan arah tangensial (PT) dan papan arah sembarang (PC) disajikan pada Gambar 15.
7,87 7,33 8,24
10,79 11,01 10,01
9,23 8,53 8,02
9
8,34 7,88 8,21
11
9,26 8,38 8,72
13 9,65 8,78 9,99
Radiasi Akustik (m4 kg-1detik-1)
32
7 5
PR
3
PT
1
PC
-1
Jenis Kayu
Gambar 15. Histogram radiasi akustik berdasarkan arah potongan papan Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa nilai radiasi akustik pada papan arah radial lebih besar dibandingkan dengan papan arah tangensial kecuali untuk jenis kayu afrika, sedangkan untuk papan sembarang arah memiliki nilai radiasi akustik yang tidak stabil. Seperti dikatakan sebelumnya, hal ini diduga karena pada papan sembarang arah dapat memiliki pola potong yang menyerupai pola potong tangensial ataupun pola potong radial. Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 4, hasil analisis keragaman radiasi akustik menunjukan bahwa arah papan, dan interaksi keduanya tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap radiasi akustik. Sedangkan untuk jenis kayu memiliki pengaruh yang sangat nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan nilai radiasi akustik terbesar terdapat pada jenis kayu afrika, nilai ini tidak berbeda dengan jenis merkusii dan berbeda terhadap jenis akasia, mahoni, sonokeling dan insularis. Tabel 4. Analisis keragaman radiasi akustik berdasarkan arah papan Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
Jenis kayu
5
122,47
24,49
10,36
<,0001**
Arah potongan papan Interaksi jenis dengan arah potong papan
2
3,99
1,99
0,85
0,43 tn
10
15,65
1,56
0,66
0,76 tn
Keterangan: ** = sangat nyata, tn = tidak nyata
33
Menurut Bucur (2006), Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien atenuasi (coefficient of attenuation) ada 3, yaitu: nilai dari medan radiasi, penyebaran gelombang suara dan penyerapan gelombang suara. Faktor yang pertama berhubungan dengan sifat dari medan radiasi pada transduser yang digunakan,
seperti:
pemantulan gelombang,
dan pembiasan gelombang.
Sedangkan untuk faktor yang kedua dan ketiga berkaitan dengan kemampuan dari bahan, seperti menyebarkan dan menyerap gelombang suara. Nilai koefisien atenuasi hasil penelitian berkisar antara 0,01-0,015 cm-1. Sementara itu diketahui hasil penelitian Fukuhara et al. (2005), nilai koefisien attenuasi untuk sifat akustik pada daun teh berkisar antara 0 - 5 mm-1. Sedangkan menurut Bucur dan Bohnke (1994) dalam Bucur (2006), nilai koefisien attenuasi pada frekuensi 0,1 MHz berkisar antara 1,254 - 2,3 Nepers/cm. Perbandingan koefisien atenuasi pada papan arah radial (PR), papan arah
0,012
0,01 0,011 0,01
0,014 0,013
0,012 0,009 0,01
0,01
0,009
0,015
0,009 0,011 0,012
Koefisien Atenuasi (cm-1)
0,02
0,012 0,012 0,013
0,017 0,016
tangensial (PT), dan papan arah sembarang (PC) tersaji pada Gambar 16.
PR 0,005
PT PC
0
Jenis Kayu
Gambar 16. Histogram koefisien atenuasi berdasarkan arah papan Berdasarkan Gambar 16, nilai koefisien atenuasi berkisar antara 0,009 cm-1 sampai 0,017 cm-1. Nilai koefisien atenuasi tertinggi terdapat pada kayu afrika untuk papan arah tangensial (PT) dengan nilai 0,017 cm-1, sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada jenis pinus merkusii untuk papan arah radial (PR) dengan nilai 0,009cm-1. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat nilai koefisien atenuasi pada papan arah tangensial (PT) lebih besar dibandingkan papan arah radial (PR)
34
terkecuali untuk jenis mahoni. Seperti dikatakan sebelumnya, pada papan sembarang arah memiliki pola potong yang menyerupai tangensial ataupun pola potong radial akibatnya memiliki nilai koefisien atenuasi yang tidak stabil. Berdasarkan analisis keragaman koefisien atenuasi berdasarkan arah papan (Tabel 5) menunjukan bahwa jenis kayu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap koefisien atenuasi, sedangkan arah papan dan interaksi keduanya tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap koefisien atenuasi. Berdasarkan uji lanjut Duncan nilai rata-rata koefisien atenuasi terbesar terdapat pada jenis afrika sebesar 0,015. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai koefisien atenuasi pada jenis akasia dan insularis, akan tetapi berbeda dengan nilai koefisien atenuasi pada jenis mahoni, merkusii, dan sonokeling. Nilai terendah koefisien atenuasi terdapat pada jenis merkusii dengan nilai rata-rata sebesar 0,0096. Tabel 5. Analisis keragaman koefisien atenuasi berdasarkan arah papan Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
Jenis kayu
5
0,00034
0,000068
2,72
0,0247*
Arah potongan papan Interaksi jenis dengan arah potong papan
2
0,00008
0,000041
1,64
0,199 tn
10
0,00026
0,000026
1,04
0,42 tn
Keterangan: * = nyata , tn = tidak nyata
Sound absorption adalah absorpsi (penyerapan) suara. Menurut Jailani et al. (2004) sound absorption merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang diarahkan kepadanya. Nilai rata-rata absorpsi suara pada jenis softwood berkisar antara 0,320,36, sedangkan pada hardwood berkisar antara 0,32-0,4. Absorpsi suara pada softwood dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan hardwood, hal ini kemungkinan disebabkan karena softwood memiliki struktur sel yang lebih sederhana dibandingkan hardwood. Semakin kecil nilai absorpsi suara yang dihasilkan maka semakin bagus suatu bahan untuk dijadikan alat musik, akan tetapi jika nilai absorpsi suaranya tinggi maka bahan ini bagus untuk dijadikan bahan peredam dalam bioskop, ruang theater, ataupun untuk dijadikan sebagai cone speaker. Perbandingan absorpsi suara pada papan arah radial (PR), papan arah tangensial (PT), dan papan arah sembarang (PC) tersaji pada Gambar 17.
0,333 0,377 0,393
0,437 0,424
0,356
0,358 0,289 0,312
0,286 0,353 0,326
0,385 0,377 0,302
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
0,298 0,339 0,361
Absorpsi Suara
35
PR
PT PC
Jenis Kayu
Gambar 17. Histogram absorpsi suara berdasarkan arah papan Berdasarkan Tabel 17 diatas, nilai rataan absorpsi suara berkisar antara 0,286 sampai 0,437. Nilai absorpsi suara tertinggi terdapat pada jenis kayu afrika untuk papan arah tangensial dan nilai terendah terdapat pada jenis sonokeling untuk papan arah radial. Papan tangensial memiliki absorpsi suara yang tinggi dibandingkan dengan papan arah radial. Papan sembarang arah memiliki nilai absorpsi suara yang tidak stabil, hal ini tidak jauh berbeda dengan pengujian sifat akustik sebelumnya. Berdasarkan Tabel 6, hasil analisis keragaman absorpsi suara menunjukan bahwa jenis kayu mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap absorpsi suara. Sedangkan arah papan dan interaksi antara jenis kayu dengan arah papan tidak berpengaruh nyata terhadap absorpsi suara. Karena dalam penelitian ini yang dilihat adalah interaksi antara jenis kayu dengan arah papan sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Tabel 6. Analisis keragaman absorpsi suara berdasarkan arah papan Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
Nilai F
Pr > F
Jenis kayu
5
0,11
0,023
2,1
0,0722 tn
Arah potongan papan
2
0,04
0,021
1,93
0,1514 tn
Interaksi jenis dengan arah potong papan
10
0,14
0,014
1,35
0,2153 tn
Keterangan: tn = tidak nyata
36
4. 2 Sifat Mekanis Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda (aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Beberapa sifat mekanis yang diuji adalah Modulus of Elastisitas (MOE), Modulus of Rupture (MOR), Kekutan tekan (sejajar dan tegak lurus serat), Modulus Young (E young), dan rasio Poisson’s tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rataan sifat mekanis kayu yaitu Modulus of Elastisitas (MOE), Modulus of Rupture (MOR), Kekutan tekan (sejajar dan tegak lurus serat), Modulus Young (E young), dan rasio Poisson’s Jenis kayu
σ tekan
MOR
┴ serat
MOEd
MOEs
// serat
Modulus Young
Rasio Poisson’s
EL
ER
μ RL
μ LT
Softwood Pinus merkusii
704
78
418
287892
91269
298681
19843
0,02
0,35
Pinus insularis
766
98
424
86648
234461
18775
0,02
0,28
rata-rata
735
88
421
238442 263167
88958
266571
19309
0,02
0,32
Hardwood Dalbergia latifolia
924
141
443
300409
109095
270302
28544
0,03
0,25
Swietania mahagoni
653
48
379
187700
74076
264840
13638
0,02
0,21
Maesopsis eminii
390
61
224
150679
49210
131133
6461
0,03
0,26
Acacia mangium
592
81
309
201003
72584
241966
13604
0,02
0,29
rata-rata
640
83
339
209948
76241
227060
15562
0,03
0,25
Keterangan: MOR = modulus patah, σ
tekan
= tegangan tekan, MOEd = kekakuan dinamis, MOEs = kekakuan statis, E L =
modulus young arah longitudinal, ER = modulus young arah radial, μ
RL
= rasio poisson arah radial-
longitudinal, μ LT = rasio poisson arah longitudinal-tangensial
Keteguhan lentur ialah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup. Keteguhan lengkung kayu biasanya dinyatakan dalam Modulus of Rupture (MOR). MOR bervariasi antara 561-1632 Kg/cm2 (Tsoumis 1991). Nilai kekuatan lentur ini menunjukan kecenderungan yang sama dengan kekuatan tarik aksial sehingga MOR dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan tarik aksial jika data nilai kekuatan tersebut tidak tersedia. Berdasarkan Tabel 7 diatas nilai MOR pada softwood berkisar antara 700-765 Kg/cm2, sedangkan untuk hardwood berkisar antara 390-920 Kg/cm2. Hal ini tidak jauh berbeda dengan nilai MOR spruce (softwood) 612 Kg/cm2 dan maple (hardwood) 1112 Kg/cm2 (Tsoumis 1991).
37
Keteguhan tekan suatu jenis kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan atau beban yang berusaha memperkecil ukurannya. Keteguhan ini mempunyai hubungan juga dengan kekerasan kayu dan keteguhan geser. Keteguhan tekan mempunyai nilai yang berbeda, apabila beban diarahkan tegak lurus serat (aksial) dan diarahkan sejajar dengan seratnya (transversal). Keteguhan tekan arah aksial memiliki nilai 15 kali lebih besar dengan kekuatan tekan transversal. Nilai kekuatan tekan aksial berkisar antara 255-969 kg/cm2, sedangkan nilai kekuatan tekan transversal berkisar antara 10,2-204 kg/cm2 (Tsoumis 1991). Sesuai dengan pernyataan dari Tsoumis, nilai keteguhan tekan tegak lurus serat pada penelitian ini berkisar antara 48-140 kg/cm2 sedangkan untuk keteguhan tekan sejajar serat (aksial) berkisar antara 224-448 kg/cm2. Pada Tabel 7 diketahui nilai modulus elastisitas dinamis kayu (MOEd) 3040 % lebih besar daripada nilai MOEs. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa nilai dari MOEd lebih tinggi 10-15% dari modulus elastisitas statis. Sementara itu penelitian Karlinasari (2007) terhadap tiga jenis kayu (jati, afrika, dan sengon) yang menghasilkan nilai rata-rata MOEd lebih tinggi 50% dibandingkan nilai MOEs. Selanjutnya dinyatakan bahwa perbedaan nilai modulus elastisitas antara yang diuji dinamis dengan statis disebabkan oleh karakteristik mikrostruktural sel penyusun setiap jenis kayu yang berbeda, sifat viskoelastis dari kayu, serta adanya efek creep (rangkak). Berdasarkan Tabel 7 diatas diketahui bahwa nilai rataan MOEs terbesar terdapat pada jenis sonokeling (Dalbergia latifolia) dengan nilai sebesar 109094,51 Kg/cm2 dan nilai terendah terdapat pada jenis kayu afrika (Maesopsis eminii) dengan nilai sebesar 49210 Kg/cm2. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25500 – 170000 Kg/cm2. Kayu spruce (softwood) memiliki nilai MOEs sebesar 92820 Kg/cm2 sedangkan untuk hardwood (maple) memiliki nilai MOEs sebesar 128820 Kg/cm2. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapat pada penelitian, nilai MOEs softwood
38
pada penelitian ini berkisar antara 80000-90000 Kg/cm2 dan nilai MOEs pada hardwood berkisar antara 40000-110000 Kg/cm2. Berdasarkan arah dari beban, modulus young’s dibagi menjadi tiga yaitu longitudinal, radial, dan tangensial. Menurut Bucur (2006), nilai modulus young’s pada arah longitudinal (EL) untuk softwood (diwakili oleh spruce sp) 91800163200 kg/cm2, sedangkan untuk hardwood (diwakili oleh maple sp) 88740119340 kg/cm2. Berdasarkan Tabel 7, nilai EL untuk softwood sebesar 234000298000 kg/cm2 sedangkan hardwood memiliki nilai EL sebesar 131000-270000 kg/cm2. Nilai modulus young’s pada arah radial (E R) untuk softwood (diwakili oleh spruce sp) 5100-13260 kg/cm2, sedangkan untuk hardwood (diwakili oleh maple sp) 14076-26520 kg/cm2. Kayu spruce dan maple merupakan jenis yang sering digunakan sebagai bahan baku alat music. Berdasarkan Tabel 7, nilai E R untuk softwood sebesar 18000-19000 kg/cm2 sedangkan hardwood memiliki nilai ER sebesar 6000-28000 kg/cm2. Dari Tabel 7 diatas diperoleh nilai rasio Poisson’s softwood adalah 0,02 untuk arah radial-longitudinal (μRL) dan 0,28-0,35 untuk arah longitudinaltangensial (μLT). Sementara itu nilai rasio Poisson’s untuk hardwood adalah berkisar antara 0,02-0,03 untuk arah radial-longitudinal (μRL) dan 0,21-0,29 untuk arah longitudinal-tangensial (μLT). rasio Poisson’s atau Poisson’s ratio ialah perbandingan antara regangan pasif dan regangan aktif. Regangan pasif ialah deformasi kayu tegak lurus gaya terpakai, sedangkan regangan aktif ialah deformasi kayu searah gaya terpakai (Bodig & Jayne, 1993). Rasio Poisson’s merupakan salah satu sifat elastis kayu, yang berguna untuk mengetahui kemampuan suatu bahan untuk kembali ke dalam bentuk semula akibat adanya beban ataupun tegangan yang menyebabkan adanya pergeseran struktur/regangan (USDA, 1999). Menurut Hearmon (1948) dalam Bucur (2006), wood handbook (1999) nilai Poisson’s ratio untuk softwood berkisar antara 0,028-0,083 (μRL) dan 0,292-0,467 (μLT) sedangkan nilai Poisson’s ratio untuk hardwood berkisar antara 0,03-0,086 (μRL) dan 0,374-0,641 (μLT).
39
4. 3 Sifat Fisis Menurut Haygreen et al. (2003) sifat fisis kayu yang paling penting ialah kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Data hasil penentuan kadar air, kerapatan, dan berat jenis tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rataan sifat fisis kayu yaitu kadar air (KA), kerapatan (ρ), berat jenis (BJ), dan kembang susut Jenis kayu
KA (%)
ρ (g/cm3)
BJ
Susut volume basah-kering udara (%)
Softwood Pinus merkusii
12,09
0,55
0,49
14,13
Pinus insularis
11,96
0,61
0,54
8,66
rata-rata
12,03
0,58
0,51
11,36
Hardwood Dalbergia latifolia
11,02
0,73
0,66
7,81
Swietania mahagoni
12,15
0,60
0,54
4,95
Maesopsis eminii
12,58
0,46
0,41
13,41
Acacia mangium
17,24
0,58
0,50
7,98
rata-rata
13,25
0,60
0,53
8,54
Keterangan: KA = kadar air , ρ = kerapatan, BJ = berat jenis
Berdasarkan Tabel 8 diatas nilai rataan kadar air berkisar antara 11-16 %, dimana nilai KA contoh uji dianggap kering udara dan merupakan kondisi yang cocok untuk pengujian nondestruktif dan destruktif. Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volumenya. Nilai rataan kerapatan berkisar antara 0,46-0,73 g/cm3. Sedangkan berat jenis merupakan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air, dalam hal ini kerapatan air dianggap 1g/cm3. Nilai berat jenis berkisar antara 0,41-0,66. Faktor yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis adalah kadar air, struktur penyusun kayu, dan zat ekstraktif (Tsoumis 1991). Shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu. Swelling atau pengembangan adalah penambahan dimensi kayu sebagai akibat dari penambahan kandungan atau kadar air kayu. kembang susut dimensi kayu tidak sama pada ketiga arahnya (radial, tangensial, dan longitudinal) dengan kata lain kayu memiliki sifat anisotropi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kembang susut antara lain: kadar air, kerapatan, struktur
40
(anatomi kayu), kadar ekstraktif, kandungan (komposisi) bahan kimia dan sifat mekanisnya (Tsoumist 1991). Nilai susut volume dari kondisi basah ke kondisi kering udara berkisar antara 4,95-14,06 %. Nilai susut volume terkecil terdapat pada jenis Swietenia mahagoni dengan nilai 4,95 %, sedangkan nilai terbesar susut volume terdapat pada jenis Pinus merkusii sebesar 14,06 %. Untuk susut dimensi dari kondisi basah ke kondisi kering udara tersaji pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan susut dimensi dari kondisi basah ke kondisi kering udara Jenis kayu
Susut Basah-Kering Udara (%) L
R
T
Softwood Pinus merkusii
0,88
3,76
4,27
Pinus insularis
0,72
2,98
4,04
Rata-rata
0,80
3,37
4,15
Hardwood Dalbergia latifolia
0,80
2,51
3,89
Swietenia mahagoni
0,62
2,34
3,41
Maesopsis eminii
1,05
2,74
4,66
Acacia mangium
0,79
2,27
4,45
Rata-rata
0,82
2,46
4,10
Rata-rata umum
0,81
2,92
4,13
Keterangan: L = longitudinal, R = radial, T = Tangensial
Berdasarkan Tabel 9 susut terkecil terdapat pada arah longitudinal dengan nilai rata-rata untuk semua jenis sebesar 0,81 % dan nilai terbesar terdapat pada arah tangensial dengan nilai rata-rata untuk semua jenis sebesar 4,13 %. Urutan susut dimensi dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai berikut T > R > L. Hasil ini sesuai dengan Tsoumis (1991), nilai susut untuk jenis kayu eropa pada arah aksial atau longitudinal berkisar antara 0,1-0,6 %, arah radial berkisar antara 2,3-6,8 %, dan untuk arah tangensial berkisar antara 6-11,8 %. Nilai susut arah longitudinal (Tabel 9) pada softwood lebih kecil dibandingkan hardwood. Hal ini diduga akibat dari struktur sel softwood yang lebih homogen dibandingkan hardwood. 4. 4 Hubungan antara Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis Sifat akustik merupakan parameter untuk alat musik dan peredam suara. Bahan yang digunakan untuk keperluan alat musik memiliki nilai MOE, kecepatan gelombang, dan nilai radiasi akustik yang tinggi, sedangkan nilai sound
41
damping, sound absorption, dan coefficient attenuationnya rendah. Apabila nilai MOE, kecepatan gelombang, dan nilai radiasi akustiknya rendah, sedangkan nilai sound damping, sound absorption, dan coefficient attenuationnya yang tinggi maka bahan tersebut cocok digunakan sebagai peredam suara. Berdasarkan hasil penelitian ini softwood (merkusii dan insularis) selain memiliki struktur sel yang homogen juga memiliki nilai kecepatan, radiasi akustik, MOEs, dan MOR yang tinggi, sedangkan nilai absorpsi suara, sound damping, dan koefisien atenuasinya rendah. oleh karena itu softwood (merkusii dan insularis) lebih cocok untuk dijadikan alat musik. Hal ini berbeda dengan hardwood (sonokeling, mahoni, mangium dan kayu afrika), hardwood memiliki struktur sel yang heterogen. Jika dilihat dari parameter akustiknya, jenis sonokeling dan mahoni lebih cocok untuk dijadikan alat musik. Sedangkan untuk jenis mangium dan kayu afrika diduga lebih cocok digunakan untuk peredam suara, hal ini dikarenakan mangium dan kayu afrika memiliki nilai MOE, MOR, kecepatan gelombang dan nilai radiasi akustiknya rendah, sedangkan nilai sound damping, sound absorption, dan coefficient attenuationnya yang tinggi. Untuk mengetahui hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan sifat mekanis dilakukan analisis statistik dengan regresi linier sederhana. Dari persamaan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pendugaan nilai sifat akustik melalui penentuan sifat fisis dan mekanis. Apabila nilai koefisien determinasi (R2) tinggi maka hubungan regresi kedua variabel yang dianalisa semakin erat atau semakin linier sehingga dapat menduga variabel tak bebas berdasarkan variabel bebasnya. Pada Gambar 18 disajikan hubungan antara kerapatan dengan kecepatan gelombang ultrasonik.
42
kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik)
9000 8000
7000 6000 5000 4000
Hardwoods
3000
Softwoods
2000 1000 0 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
kerapatan (g/cm3)
Gambar 18. Grafik hubungan kerapatan dengan kecepatan Berdasarkan Gambar 18 diketahui nilai kecepatan gelombang ultrasonik softwood pada kerapatan 0,5-0,8 g/cm3 berkisar antara 4000-8000 m/detik. Untuk hardwood, nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada kerapatan 0,3-0,9 g/cm3 berkisar antara 4000-7000 m/detik. Apabila hubungan ini di modelkan (Tabel 10), nilai r yang diperoleh sangat rendah yaitu 0,17 dengan nilai R2 sebesar 2,9 %. Hal ini menunjukan bahwa kecepatan gelombang ultrasonik kurang baik untuk menduga nilai kerapatan kayu. Bucur (2003) menyatakan bahwa kerapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan gelombang ultrasonik, tetapi memberikan pengaruh kepada nilai MOEd (dynamic Modulus of Elasticity). Karlinasari (2007)
menyampaikan bahwa terdapat
kecenderungan
peningkatan kecepatan gelombang ultrasonik dengan menurunnya kerapatan dari 3 jenis kayu yang diuji (jati, afrika, sengon). Berkaitan dengan hal ini, faktor karakteristik suatu jenis kayu, baik anatomi-mikrostruktural, sifat fisis, mekanis dan sifat kimia, dianggap berpengaruh terhadap kecepatan gelombang ultrasonik untuk antar jenis kayu. Kemudian disampaikan pula kerapatan suatu jenis kayu tidak secara nyata mempengaruhi kecepatan gelombang, tetapi rasio antara modulus elastisitas atau kekakuan bahan dengan kerapatan kayulah yang lebih berpengaruh. Menurut Bucur (2006), semakin besar panjang dimensi dari suatu contoh uji maka semakin lama waktu rambatan dari gelombang ultrasonik pada kayu, dan semakin akurasi pengujian tersebut.
43
Hubungan antara kerapatan dengan sound damping, sound absorption, dan
0,15
Sound Absorption
Sound Damping
attenuation tersaji pada Gambar 19, 20, dan 21
0,1 0,05
Hardwoods Softwoods
0 0
0,5
1
Kerapatan (g/cm3)
0,4 0,2
Hardwoods Softwoods
0 0
0,5
1
Kerapatan (g/cm3)
Gambar 19. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan sound damping
Attenuation (cm-1)
0,6
Gambar 20. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan sound absorption
0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 0,000
Hardwoods Softwoods 0
0,5
1
Kerapatan (g/cm3)
Gambar 21. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan attenuation Berdasarkan Gambar 19 diketahui nilai sound damping untuk softwood pada kerapatan 0,5-0,7 g/cm3 berkisar antara 0,03-0,1. Untuk hardwood, nilai sound damping pada kerapatan 0,4-0,9 g/cm3 berkisar antara 0,02-0,14. Nilai sound damping pada softwood berkerapatan sedang sampai tinggi tidak jauh berbeda dengan nilai sound damping pada hardwood. Apabila kerapatan dan sound damping dihubungkan dengan model linier (Tabel 10) akan menunjukan hubungan yang rendah dengan nilai r = 0,272 dan R2 = 7,4 %. Hal ini menunjukan bahwa kerapatan kayu kurang baik untuk menduga nilai sound damping. Sementara itu nilai absorpsi suara (Gambar 20) untuk softwood pada kerapatan 0,5-0,8 g/cm3 berkisar antara 0,2-0,45. Untuk hardwood nilai absorpsi suara pada kerapatan 0,4-0,9 berkisar antara 0,16-0,54. Nilai absorpsi suara pada hardwood berkerapatan sedang sampai tinggi lebih besar disbanding pada softwood berkerapatan sedang sampai tinggi. Apabila dihubungkan dengan model
44
liniar terlihat hubungan antara kerapatan dengan absorpsi suara sangat rendah dengan nilai r = 0,317 dan R2 = 10 %. Berdasarkan Gambar 21, nilai koefisien atenuasi untuk softwood pada kerapatan 0,5-0,72 g/cm3 berkisar antara 0,005-0,014 cm-1. Untuk hardwood pada kerapatan 0,4-0,83 g/cm3 berkisar antara 0,004-0,02 cm-1. Terlihat hubungan bahwa hardwood berkerapatan sedang sampai tinggi memiliki nilai koefisien atenuasi yang tinggi dibandingkan dengan softwood dengan berkerapatan sedang sampai tinggi. Sama seperti dua sifat akustik lainnya (sound damping dan absorpsi suara), maka apabila dihubungkan dengan model linear (Tabel 10) maka diperoleh hubungan antara kerapatan dengan koefisien atenuasi yang rendah dengan nilai r = 0,337 dan R2 = 11,4 %. Hubungan antara kerapatan dengan radiasi akustik (acoustic radiation) tersaji pada Gambar 22. Radiasi Akustik (m4Kg-1detik-1)
20
y = -14,98x + 18,60 R² = 0,620
15 10 5 0 0
0,5
1
kerapatan (g/cm3)
Gambar 22. Grafik hubungan kerapatan kayu dengan radiasi akustik Gambar 22 menunjukan bahwa hubungan antara kerapatan dengan radiasi akustik sangat baik dengan nilai r = 0,7878 dan R2 = 62 %. Hal ini menunjukan bahwa kerapatan kayu baik untuk menduga nilai radiasi akustik. Persamaan regresi yang diperoleh untuk hubungan antara kerapatan kayu dengan radiasi akustik = 18,6 -14,98 ρ. Dari pengujian parameter model diperoleh bahwa peubah ρ berpengaruh nyata sampai batas taraf nyata 5%. Untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel ρ maka dilakukan pengujian parameter model seperti pada Tabel 10. Dari pengujian parameter model berdasarkan probabilitas diketahui bahwa koefisien regresi pada tingkat signifikasi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05,
45
dengan demikian koefisien regresi signifikan, sehingga model regresi bisa digunakan untuk memprediksi radiasi akustik. Hubungan kecepatan ultrasonik pada contoh kecil bebas cacat (CKBC) dengan kecepatan ultrasonik pada log kayu tersaji pada Gambar 23.
Kecepatan log (m/detik)
5000
4000 3000 2000
y = 0,782x - 365,9 R² = 0,513
1000 0
0
2000
4000
6000
8000
Kecepatan CKBC (m/detik)
Gambar 23. Grafik hubungan kecepatan CKBC dengan kecepatan log. Berdasarkan Gambar diatas, terlihat hubungan antara kecepatan contoh kecil bebas cacat (CKBC) dengan kecepatan log yang baik dengan nilai r = 0,716 dan R2 = 51,3 %. Hal ini menunjukan bahwa nilai kecepatan CKBC baik untuk menduga nilai kecepatan log. Persamaan regresi yang diperoleh untuk hubungan antara kecepatan log dengan kecepatan CKBC adalah 0,782 Vlog – 365,9. Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan MOEs tersaji pada Gambar 24. MOEs (Kg/cm2)
200000 150000
y = 25,07x - 62398 R² = 0,469
100000 50000 0 3000
5000
7000
9000
Kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik)
Gambar 24. Grafik Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan MOEs Berdasarkan Gambar 24 hubungan antara nilai kecepatan gelombang ultrasonik dengan kekakuan statis (MOEs) dikatakan baik dengan nilai r = 0,69 dan R2 = 46,9 %. Hal ini menunjukan bahwa nilai MOEs baik untuk menduga
46
nilai kecepatan gelombang ultrasonik. Persamaan regresi yang diperoleh untuk hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan Kekakuan statis adalah MOEs = 25,07 v - 62398. Dari pengujian parameter model diperoleh bahwa peubah Kecepatan gelombang ultrasonik berpengaruh nyata sampai batas taraf nyata 5%. Hubungan MOEs dengan sound damping, absorpsi suara, dan koefisien atenuasi tersaji pada gambar 25, 26, dan 27. 1
0,15 0,1 Hardwood
0,05
Softwood
0 0
Absorpsi Suara
Sound Damping
0,2
0,6 0,4
Hardwood
0,2
Softwood
0 0
100000 200000
100000 200000
MOEs (Kg/cm2)
MOEs (Kg/cm2)
Gambar 25. Grafik hubungan kekakuan statis (MOEs) dengan sound damping Koefisien Atenuasi (cm-1)
0,8
Gambar 26. Grafik hubungan kekakuan statis (MOEs) dengan absorpsi suara
0,040 0,030 0,020
Hardwood
0,010
Softwood
0,000 0
200000 MOEs (Kg/cm2)
Gambar 27. Grafik hubungan kekakuan statis (MOEs) dengan koefisien atenuasi Berdasarkan Gambar 25 diketahui nilai sound damping untuk softwood pada MOEs 4000-14000 kg/cm2 berkisar antara 0,03-0,1. Sementara itu nilai sound damping pada hardwood untuk MOEs 3000-15000 kg/cm2 berkisar antara 0,02-0,013. Nilai sound damping
pada hardwood lebih tinggi dibandingkan
softwood, hal ini diduga karena hardwood memiliki struktur sel yang kompleks.
47
Sel-sel tersebut mempunyai sifat yang bermacam-macam, salah satu diantaranya yaitu sel pembuluh yang berfungsi menyalurkan cairan dan hara mineral yang diduga bisa meredam suara. Apabila dihubungkan dengan model linear, hubungan antara nilai Modulus of Elastisitas statis (MOEs) dengan sound damping (logarithmic decrement) kurang baik karena memiliki nilai r = 0,226 dan R2 = 5,1%. Berdasarkan Gambar 26 diketahui bahwa nilai absorpsi suara untuk softwood pada MOEs 4000-14000 kg/cm2 berkisar antara 0,2-0,45, sedangkan nilai absorpsi suara pada hardwood untuk MOEs 3000-15000 kg/cm2 berkisar antara 0,16-0,54. Nilai MOEs pada softwood tidak jauh berbeda dengan hardwood, akan tetapi nilai absorpsi suara pada hardwood lebih besar jika dibandingkan softwood. Seperti pada sebelumnya, hal ini diduga karena struktur hardwood lebih kompleks jika dibandingkan dengan softwood. Sementara itu dari Gambar 27 diperoleh bahwa nilai atenuasi untuk softwood pada MOEs 400014000 kg/cm2 berkisar antara 0,005-0,015, sedangkan nilai atenuasi suara pada hardwood untuk MOEs 3000-15000 kg/cm2 berkisar antara 0,004-0,02. Apabila dihubungkan pada kedua sifat akustik (absorpsi suara dan koefisien atenuasi) dengan sifat MOEs maka tidak terdapat pola hubungan linear yang dapat menjadi penduga sifat akustik terhadap MOEs kayu. Hubungan MOEs dengan radiasi akustik (acoustic radiation) tersaji pada
Radiasi Akustik (m4Kg1detik-1)
gambar 28. 20 15 10 5 0 0
50000 100000 150000 200000 MOEs (Kg/cm2)
Gambar 28. Grafik hubungan kekakuan statis (MOEs) dengan radiasi akustik Berdasarkan Gambar 28 diketahui bahwa nilai radiasi akustik pada softwood untuk MOEs 40000-140000 kg/cm2 berkisar antara 6-12 m4 Kg-1detik-1,
48
sedangkan untuk hardwood pada MOEs 30000-150000 kg/cm2 berkisar antara 515 m4Kg-1detik-1. Pada hardwood nilai radiasi akustik tertinggi terdapat pada jenis kayu dengan MOEs yang rendah, yaitu pada MOEs 30000-60000 kg/cm2. Berbeda dari sifat-sifat akustik sebelumnya pola sebaran data pada hubungan antara MOEs dengan radiasi akustik lebih terlihat menyebar pada selang MOEs antara 3000-15000 Kg/cm2. Berdasarkan hasil analisa data diatas, dapat diketahui bahwa sifat fisis dan mekanis belum sepenuhnya dapat menduga sifat akustik dari kayu. Bucur (2003) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat akustik dari kayu untuk instrumen antara lain umur kayu, kondisi lingkungan (temperature, dan kadar air), pembebanan kayu yang lama, dan varnishing. Suatu jenis kayu dapat digunakan sebagai alat musik apabila memiliki nilai sound damping, sound absorption, dan coefficient attenuasi yang kecil dan nilai kecepatan, dan acoustic radiation yang besar. Untuk jenis kayu yang memiliki nilai sound damping, sound absorption, dan coefficient attenuasi yang besar cocok digunakan untuk ruang instrumen, bioskop, dan lain-lain. Selanjutnya Tabel 10 menunjukan seluruh model hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis kayu. Tabel 10. Rangkuman model dan analisis regresi linear untuk hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis seluruh jenis kayu Hubungan x dengan y
Model regresi
r
R2
kecepatan dengan kerapatan
y = 1203x + 4839
0,172
0,0298
Signifikansi model (α = 0,05) 0,103 tn
kerapatan dengan sound damping
y = 0,138 - 0,095x
0,272
0,074
0,009**
kerapatan dengan radiasi akustik
y = 18,6 - 14,98x
0,788
0,62
0,000**
kerapatan dengan absorpsi suara
y = 0,578 - 0,352x
0,317
0,1
0,002**
kerapatan dengan koefisien atenuasi
y = 0,023 - 0,018x
0,337
0,114
0,001**
kecepatan dengan MOEs
y = 25,07x - 62398
0,685
0,469
0,00**
MOEs dengan sound damping
y = 0,101 - 0,0000003x
0,225
0,05
0,03*
MOEs dengan radiasi akustik
y = 10,31 - 0,00002x
0,238
0,056
0,02*
MOEs dengan absorpsi suara
y = 0,412 - 0,00000008x
0,18
0,032
0,08tn
MOEs dengan koefisien atenuasi
y = 0015 - 0,00000005x
0,22
0,048
0,03*
Keterangan: * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan 1. Nilai rata-rata sound damping, coefficient of attenuation, dan sound absorption pada softwoods (insularis, merkusii) lebih rendah jika dibandingkan dengan hardwoods (kayu afrika, mangium, mahoni, dan sonokeling). 2. Nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik dan akustik radiasi (acoustic radiation) pada softwoods (insularis, merkusii) lebih tinggi jika dibandingkan dengan hardwoods (kayu afrika, mangium, mahoni, dan sonokeling). 3. Nilai rata-rata sifat mekanis (MOR, MOEd, MOEs, σ tekan, modulus Young dan rasio Poisson pada arah longitudinal-tangensial) kayu softwood lebih tinggi dibandingkan hardwood, akan tetapi untuk nilai rata-rata rasio Poisson’s pada arah radial-longitudinal lebih tinggi hardwood. 4. Nilai rata-rata sifat fisis (kadar air, kerapatan dan berat jenis) pada softwood tidak jauh berbeda dengan hardwood. 5. Nilai rata-rata susut (kondisi basah ke kondisi kering udara) dari yang terkecil sampai terbesar adalah longitudinal diikuti radial dan yang terkecil adalah tangensial. 6. Berdasarkan model linear, nilai dari sifat fisis (kerapatan) dan sifat mekanis (MOEs) belum dapat menduga nilai dari sifat akustik (sound damping, coefficient of attenuation, sound absorption, kecepatan gelombang ultrasonik, dan akustik radiasi). Hal ini dapat dilihat dari nilai r dan R2 yang kecil. 7. Berdasarkan parameter akustiknya merkusii, insularis, sonokeling, dan mahoni lebih cocok digunakan untuk alat musik, sedangkan untuk mangium dan kayu afrika diduga lebih cocok digunakan sebagai peredam suara.
50
5. 2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat musik yang dibuat dari jenis merkusii, insularis, sonokeling dan mahoni, serta peredam suara dari jenis mangium dan kayu afrika.
51
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, Hadjib N. 2006.: Pemanfaatan Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan; Bogor, 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hlm 130-148. [Anonim ]. 21 November 2008a. Perdagangan Bahan Baku Kayu Impor Untuk Akustik Dibatasi. Kompas: 21 (Kolom 2-3). ________. 2008b. Suara dan Audio. http://lecture.ukdw.ac.id/anton/download/multimedia3.pdf [28 Mei 2008]. ________. 2008c. Damping Factor. http://en.wikipedia.org/wiki/Damping_factor [28 Mei 2008]. ________. 2008d. Control of Vibrational Properties Of Wood by Chemical Modification. Hayati in press. [ASTM] American Society Institute. 2000. ASTM D-143. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. In Annual Book of ASTM Standard. United State:Philadelpia. Bodig, J dan BA. Jayne. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Krieger Publishing Company Malabar. Florida. USA Bucur V. 2006. Acoustic of Wood. 2nd Edition. Springer: CRC Press. Dede. 2008. Elastisitas dan Modulus Elastisitas. http://dwiseno.fisika.ui.edu/kuliah/elastis.pdf [10 Oktober 2008]. Fukuhara M, Okushima L, Matsuo K, Homma T. 2005. Acoustic Characteristics of Fresh Tea Leaves. JARQ 39 (1): 45-49. Haygreen JG, R. Shmulsky, dan JL. Bowyer. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press. Hidayat J, Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Bandung: Indonesia Forest Seed Project. Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004. A Preliminary Study Of Sound Absorption Using Multi-Layer Coconut Coir Fibers. http://webcenter.ru/~eeaa/ejta/ [28 Mei 2008]. Joker D. 2002. Informasi Singkat Benih (Maesopsis eminii Engl.). Bandung: Indonesia Forest Seed Project. Karlinasari, L. 2007. Analisis kekakuan kayu berdasarkan pengujian nondestruktif metode gelombang ultrasonik dan kekuatan lentur kayu berdasarkan pengujian destruktif. [Disertasi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
52
Malik J, Santoso A, Rachman O. 2005. Sari Hasil Penelitian Mangium (Acacia mangium Willd.). http:// www.dephut.go.id/penelitian/mangium.html [14 Juni 2007]. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan. Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan Yayasan Prosea. Bogor. Widiyati, M. 2008. Laporan Praktek Kerja Lapang di PT. Yamaha Music Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [tidak dipubilkasikan] Mirov, NT. 1967. The Genus Pinus. New York: The Ronald Press Company. Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu (Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan baku). Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu : Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku Dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Ratnadewi, Soenarko B, Kurniadi D, Budhi WS. 2005. Solusi Invers Akustik Untuk Sumber-sumber Simetri Sumbu di Ruang Tak Terhingga Dengan Menggunakan Metoda Elemen Batas dan Regularisasi Tikhonov. ITB dan Universitas Kristen Maranatha. Bandung. Seng, OD. 1990. Berat Jenis Dari Kayu-Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor. Bogor. Sitompul SS. 2006. Pengendalian Hama Belalang Kembara (Locusta Migratoria) Dengan Menggunakan Gelombang Ultrasonik Di Kalimantan Barat : Suatu Penelitian Eksperimental Dengan Pendekatan Biofisika. http://adln.lib.unair.ac.id [28 Mei 2008]. Suptandar JP. 2004. Faktor Akustik dalam Perancangan Desain Interior. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York: Van Nostrand Reinhold. [USDA] United States Department of Agriculture. 1979. Wood: Its Structure And Properties. Pennsylvania: USDA. _______. 1999. Wood Handbook, Wood As An Engineering Material. Madison: USDA. Young HD, Freedman OA. 2003. Fisika Universitas. (Edisi Kesepuluh, jilid 2); Alih Bahasa, Pantur Silaban; Editor, Amalia Safitri, Santika. Jakarta: Erlangga.
1
56
Lampiran 1. Nilai rataan sifat akustik kayu yaitu kecepatan ultrasonik, sound damping, acoustic radiation, coefficient of attenuation, dan sound absorption pada berbagai macam pola pemotongan papan
Jenis kayu
Kecepatan ultrasonik (m/detik) PR
PT
PC
Sound Damping
Radiasi Akustik
Koefisien Atenuasi
Absorpsi Suara
(δ)
(m4 kg-1detik-1)
(cm-1)
(A)
PR
PT
PC
PR
PT
PC
PR
PT
PC
PR
PT
PC
Softwood Pinus merkusii
6119,435
5531,006
6557,523
0,058
0,077
0,070
9,647
8,776
9,987
0,009
0,011
0,012
0,298
0,339
0,361
Pinus insularis
5779,611
5433,704
5769,472
0,060
0,083
0,088
9,262
8,376
8,715
0,009
0,014
0,013
0,302
0,385
0,377
Hardwood Dalbergia latifolia
6187,278
5812,667
6261,889
0,062
0,068
0,074
8,338
7,877
8,207
0,010
0,011
0,010
0,286
0,353
0,326
Swietania mahagoni
5475,667
5324,556
5113,500
0,076
0,067
0,061
9,226
8,529
8,017
0,012
0,009
0,010
0,358
0,289
0,312
Maesopsis eminii
5536,167
5413,056
5002,167
0,079
0,106
0,107
10,789
11,013
10,012
0,012
0,017
0,016
0,356
0,437
0,424
Acacia mangium
5245,333
5198,278
5409,833
0,075
0,084
0,081
7,869
7,326
8,236
0,012
0,012
0,013
0,333
0,377
0,393
Rata-rata
5723,915
5452,211
5685,731
0,068
0,081
0,080
9,189
8,650
8,862
0,011
0,012
0,012
0,322
0,363
0,366
Keterangan: PR = papan radial, PT = papan arah tangensial, PC = papan sembarang arah
54 53
55
Lampiran 2. Nilai kerapatan, MOEs, dan MOR Jenis Kayu
Arah Papan Campuran
Afrika
Radial
Tangensial
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Akasia
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Mahoni
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Insularis
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
merkusii
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Sonokeling
Radial
Tangensial Rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
ρ (Kg/cm3) 540,78 571,83 533,33 516,24 500,53 572,90 487,65 517,47 533,71 530.49 700,12 683,56 615,08 687,39 737,05 622,04 675,82 741,95 727,75 687.86 650,85 619,75 643,64 623,69 613,94 555,30 618,28 640,84 616,32 620.29 686,46 663,37 705,81 689,45 643,16 667,55 652,28 715,68 681,02 678.31 675,07 541,43 695,69 689,47 651,41 537,35 580,48 661,60 511,53 616.00 741,66 730,86 770,65 739,81 748,10 740,50 740,14 748,51 727,80 743.12
MOEs (Kg/cm2) 41802 46023 46049 48583 51827 46418 55867 52535 53790 49210 71951 76148 69675 78239 71111 55594 83350 73093 74095 72584 71032 77016 78497 68999 78602 79950 63822 59652 75457 72559 91412 85264 124792 82787 70022 103298 80479 85436 56341 86648 122710 66626 133011 117019 105977 65628 78605 92153 39688 91269 89951 106701 127203 104868 106570 103033 110190 101634 107296 106383
MOR (Kg/cm2) 376 387 373 423 362 348 435 415 390 390 650 613 520 627 632 431 620 635 603 592 661 655 683 595 632 709 546 689 707 653 634 790 900 653 756 959 709 785 705 766 643 632 930 912 775 627 717 568 530 704 743 877 1010 927 895 877 1034 812 994 908
56
Lampiran 3. Nilai kerapatan, kecepatan gelombang ultrasonik, kekakuan dinamis (MOEd) Jenis Kayu
Arah Papan Campuran
Afrika
Radial
Tangensial
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Akasia
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Mahoni
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Insularis
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
merkusii
Radial
Tangensial
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Rata-rata Campuran
Sonokeling
Radial
Tangensial Rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3
ρ (g/cm3) 0,54 0,57 0,53 0,52 0,50 0,57 0,49 0,52 0,53 0.53 0,70 0,36 0,62 0,69 0,74 0,62 0,68 0,74 0,73 0.65 0,65 0,62 0,64 0,62 0,61 0,56 0,62 0,64 0,62 0.62 0,69 0,66 0,71 0,69 0,64 0,67 0,65 0,72 0,68 0.68 0,68 0,54 0,70 0,69 0,65 0,54 0,58 0,66 0,51 0.62 0,78 0,73 0,77 0,74 0,75 0,74 0,74 0,75 0,73 0.75
Vus (m/s) 5001 4841 5165 5354 5646 5609 5309 5338 5592 5317 5180 5412 5638 5743 5001 4992 5491 5004 5100 5284 5036 5114 5191 5195 5441 5791 5340 5256 5378 5305 6098 6014 6738 5612 5431 6396 5740 5470 4778 5809 7326 5719 7779 6956 6478 5676 6213 7119 4172 6382 6399 6013 6374 6304 6279 5979 6053 5419 5967 6087
MOEd (Kg/cm2) 133721 126679 139428 151005 161873 190100 135665 147650 169991 150679 193213 213445 229783 235371 178947 178001 215262 179422 185580 201003 168854 174163 179005 180138 197006 223340 189539 184274 192976 187700 260502 253347 318017 220609 206608 286553 230788 209617 159938 238442 369705 225280 416839 333318 289070 221925 265884 349108 119897 287892 333121 296422 329611 318900 316523 286462 294076 243130 285433 300409
57
Lampiran 4. Nilai pengujian tekan tegak lurus dan sejajar serat, nilai modulus Young arah longitudinal dan radial. Jenis
Afrika
Akasia
Mahoni
Insularis
Merkusii
Sonokeling
Tegak lurus serat (Kg/cm2) 1 2
Pengujian
3
EL σ
4709 50
6244 48
8429 48
µRL
0,038
0,018
0,030
EL σ
12537 60
16151 59
12123 65
µRL
0,020
0,023
0,021
EL σ
15143 78
13411 81
12360 85
µRL
0,018
0,023
0,026
EL σ
13824 107
26110 100
16393 86
µRL
0,018
0,022
0,029
EL σ
28939 76
10083 79
20507 78
µRL
0,021
0,013
0,012
EL σ
21520 142
30654 142
33458 139
0,035
0,028
0,034
123805 209
150289 242
119305 221
0,217
0,325
0,227
186545 323
225098 321
314254 283
0,187
0,340
0,330
185172 375
326774 371
282573 390
µRL 2
Sejajar (Kg/cm ) EL σ Afrika
µLT EL σ
Akasia
µLT EL σ
Mahoni
µLT EL σ
Insularis
µLT EL σ
Merkusii
µLT EL σ
Sonokeling
µLT
0,272
0,259
0,151
217567 459
236285 416
249533 397
0,289
0,270
0,273
319573 434
290399 463
286071 358
0,364
0,330
0,366
206502 427
294706 464
319521 436
0,286
0,232
0,222
58
Lampiran 5. Nilai kecepatan log Kecepatan gel Log (m/detik)
Jenis
Akasia
Mahoni
Insularis
Merkusii
Sonokeling
empulur
Teras
Gubal
Rata-rata
Af11
3120
3092
3150
3120,667
Af12
3120
3097,5
3156
3124,500
Af13
3124
3101
3154
3126,333
Af21
3410
3414
3309
3377,667
Af22
3400
3416,5
3333
3383,167
Af23
3405
3447
3306,5
3386,167
Ak11
3512
3659
3795
3655,333
Ak12
3512
3665
3776
3651,000
Ak13
3512
3673,5
3782
3655,833
Ak21
3696
3930,5
4018,5
3881,667
Ak22
3696
3928
4018,5
3880,833
Ak23
3691
3930,5
4018,5
3880,000
M11
4017
4020,5
3943,5
3993,667
M12
4017
4020,5
3943,5
3993,667
M13
4017
4020,5
3946,5
3994,667
M21
4306
4264,5
4104
4224,833
M22
4306
4272
4104
4227,333
M23
4306
4268
4104,5
4226,167
Pi1
4554
4816
4542,5
4637,500
Pi2
4554
4822,5
4548,5
4641,667
Pi3
4554
4822,5
4559,5
4645,333
Pm1
4225
4309,5
4950,5
4495,000
Pm2
4232
4293
4960
4495,000
Pm3
4218
4291
4964
4491,000
S11
3863
4255
4343,5
4153,833
S12
3863
4255
4349
4155,667
S13
3863
4255
4343,5
4153,833
S21
4193
4447,5
4688,5
4443,000
S22
4193
4453
4695
4447,000
S23
4193
4453
4688,5
4444,833
59
Lampiran 6. Analisis Statistik KECEPATAN (PC) Class Level Information Levels Values
Class A
6
A1 A2 A3 A4 A5 A6
B
3
B1 B2 B3
Number of Observations Read Number of Observations Used
108 108
Dependent Variable: PC Source Model Error Corrected Total
Sum of Squares 28426971,04 32433041,43 60860012,47
DF 17 90 107 R-Square 0,467088
Coeff Var 10,53659
Source A B A*B
DF 5 2 10
Root MSE 600,3059
ANOVA SS 19842842,79 2498607,48 6085520,76
Level of A
Level of B
N
A1 A1 A1 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A4 A5 A5 A5 A6 A6 A6
B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Mean Square 1672174,77 360367,13
F Value 4,64
Pr > F <,0001
PC Mean 5697,343
Mean Square 3968568,56 1249303,74 608552,08
F Value 11,01 3,47 1,69
Pr > F <,0001 0,0354 0,0955
--------------PC------------Mean Std Dev 5536,16667 5413,05555 5002,16667 5245,33333 5198,27778 5409,83333 5475,66667 5324,55555 5113,50000 5813,00000 5329,55553 6283,44443 6370,00000 5834,55557 6941,22223 6187,27778 5812,66667 6261,88890
472,95768 475,99848 888,56748 397,81442 281,46793 553,31047 423,58034 313,09854 218,89518 458,78710 443,67961 354,11139 578,51396 1350,08986 968,41469 188,73808 566,99124 626,66760
Duncan's Multiple Range Test for PC NOTE: This test controls the ANOVA comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 90 Error Mean Square 360367,1 Number of Means Critical Range
2 397,5
3 418,3
4 432,1
5 442,2
6 450,0
Means with the same letter are not significantly different, Duncan Grouping Mean N A A 6381,9 18 A5 B
A
6087,3
18
A6
5808,7
18
A4
C
5317,1
18
A1
C
5304,6
18
A3
C
5284,5
18
A2
B
60
Lanjutan Lampiran 6 Duncan's Multiple Range Test for PC NOTE: This test controls the ANOVA comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 90 Error Mean Square 360367,1
Number of Means Critical Range
2 281,1
3 295,8
Means with the same letter are not significantly different, Duncan Grouping Mean N B A 5835,3 36 B3 A
5771,2
36
B1
B
5485,4
36
B2
Logarithmic decrement Class Level Information Levels Values 6 A1 A2 A3 A4 A5 A6 3 B1 B2 B3
Class A B
Number of Observations Read Number of Observations Used
108 108
Dependent Variable: LOG Source Model Error Corrected Total
DF 17 90 107 R-Square 0,227182
Sum of Squares 0,02796892 0,09514356 0,12311247
Coeff Var 43,10119
Source A B A*B
DF 5 2 10
Root MSE 0,032514
ANOVA SS 0,01396176 0,00317278 0,01083439
Level of A
Level of B
N
A1 A1 A1 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A4 A5 A5 A5 A6 A6 A6
B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Mean Square 0,00164523 0,00105715
F Value 1,56
LOG Mean 0,075436
Mean Square 0,00279235 0,00158639 0,00108344
F Value 2,64 1,50 1,02
-------------LOG------------Mean Std Dev 0,07930025 0,10571294 0,10745697 0,07493294 0,08412223 0,08064134 0,07599991 0,06693327 0,06084418 0,04868045 0,07603098 0,10448618 0,06684735 0,06480633 0,05715940 0,06218067 0,06788795 0,07382627
Pr > F 0,0935
0,02934998 0,07375734 0,06185501 0,03619505 0,01170502 0,02086998 0,02338373 0,03315063 0,02751002 0,01142222 0,02606798 0,03914486 0,00200223 0,00403278 0,01214424 0,02139740 0,02854870 0,02886062
Pr > F 0,0283 0,2285 0,4293
61
Lanjutan Lampiran 6 Duncan's Multiple Range Test for LOG NOTE: This test controls the ANOVA comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 90 Error Mean Square 0,001057 Number of Means Critical Range
2 ,02153
3 ,02266
4 ,02340
5 ,02395
6 ,02437
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A A 0,09749 18 A1 B
A
0,07990
18
A2
B
A
0,07640
18
A4
B
0,06796
18
A6
B
0,06793
18
A3
B
0,06294
18
A5
Sound Absorption Class Level Information Levels Values 6 A1 A2 A3 A4 A5 A6 3 B1 B2 B3
Class A B
Number of Observations Read Number of Observations Used
108 108
Dependent Variable: SOUND Source Model Error Corrected Total
DF 17 90 107 R-Square 0,236673
Source A B A*B
Coeff Var 29,69701 DF 5 2 10
Level of A A1 A1 A1 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A4 A5 A5 A5 A6 A6 A6
Sum of Squares 0,29858588 0,96301215 1,26159802
Level of B B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
Root MSE 0,103441
ANOVA SS 0,11254478 0,04126562 0,14477547
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Mean Square 0,01756388 0,01070013
F Value 1,64
Pr > F 0,0700
SOUND Mean 0,348323
Mean Square 0,02250896 0,02063281 0,01447755
F Value 2,10 1,93 1,35
------------SOUND-----------Mean Std Dev 0,35589263 0,10334897 0,43673031 0,15242984 0,42435662 0,21441733 0,33273834 0,12238527 0,37695955 0,07674537 0,39325250 0,04342458 0,35792150 0,09079781 0,28897056 0,09371065 0,31212838 0,12071061 0,25825892 0,05202662 0,45641462 0,12821192 0,35939185 0,10046848 0,33953008 0,01018346 0,29746551 0,05291571 0,31434093 0,00686459 0,28636583 0,07679943 0,35322691 0,11099807 0,32586447 0,08917676
Pr > F 0,0722 0,1514 0,2153
62
Lanjutan Lampiran 6 Koefisien atenuasi Class Level Information Levels Values 6 A1 A2 A3 A4 A5 A6 3 B1 B2 B3
Class A B
Number of Observations Read Number of Observations Used
108 108
Dependent Variable: ATT Source Model Error Corrected Total
Sum of Squares 0,00068133 0,00224633 0,00292767
DF 17 90 107 R-Square 0,232722
Coeff Var 43,02710
Source A B A*B
DF 5 2 10
Root MSE 0,004996
ANOVA SS 0,00033911 0,00008206 0,00026017
Level of A
Level of B
N
A1 A1 A1 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A4 A5 A5 A5 A6 A6 A6
B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Mean Square 0,00004008 0,00002496
F Value 1,61
Pr > F 0,0791
F Value 2,72 1,64 1,04
Pr > F 0,0247 0,1990 0,4152
ATT Mean 0,011611
Mean Square 0,00006782 0,00004103 0,00002602
-------------ATT------------Mean Std Dev 0,01216667 0,01683333 0,01616667 0,01150000 0,01250000 0,01283333 0,01166667 0,00950000 0,01016667 0,00733333 0,01600000 0,01200000 0,01033333 0,00866667 0,01000000 0,00950000 0,01133333 0,01050000
0,00453505 0,00949561 0,01135635 0,00554076 0,00320936 0,00172240 0,00361478 0,00427785 0,00491596 0,00186190 0,00586515 0,00389872 0,00051640 0,00206559 0,00089443 0,00344964 0,00454606 0,00437035
Duncan's Multiple Range Test for ATT NOTE: This test controls the ANOVA comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 90 Error Mean Square 0,000025 Number of Means Critical Range
2 ,003308
3 ,003481
4 ,003596
5 ,003680
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A A 0,015056 18 A1 B
A
0,012278
18
A2
B
A
0,011778
18
A4
B
0,010444
18
A3
B
0,010444
18
A6
B
0,009667
18
A5
6 ,003745
63
Lanjutan Lampiran 6 Acoustic Radiation Class Level Information Class A B
Levels 6 3
Values A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3
Number of Observations Read Number of Observations Used
108 108
Dependent Variable: AKUSTIK
Source Model Error Corrected Total
DF 17 90 107
R-Square 0,400511
Level of A A1 A1 A1 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A4 A5 A5 A5 A6 A6 A6 Source A B A*B
Sum of Squares 142,1178100 212,7231717 354,8409817
Coeff Var 17,07324
Level of B B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 DF 5 2 10
Mean Square 8,3598712 2,3635908
Root MSE 1,537397
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
F Value 3,54
Pr > F <,0001
AKUSTIK Mean 9,004722
-----------AKUSTIK----------Mean Std Dev 10,7890000 2,31887455 11,0136667 2,97768425 10,0116667 4,14645129 7,8691667 1,49794264 7,3261667 0,91609637 8,2358333 1,26670824 9,2263333 1,23875384 8,5290000 0,63930681 8,0168333 0,35418945 8,7216667 0,67937874 7,8200000 0,80939286 9,1656667 0,30638842 10,1990000 0,28921411 9,8730000 1,33022675 10,8653333 0,27746471 8,3381667 0,41482402 7,8770000 0,84823440 8,2075000 0,56501602
ANOVA SS 122,4739507 3,9948855 15,6489738
Mean Square 24,4947901 1,9974428 1,5648974
F Value 10,36 0,85 0,66
Pr > F <,0001 0,4329 0,7564
Duncan's Multiple Range Test for AKUSTIK NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 90 Error Mean Square 2,363591 Number of Means Critical Range
2 1,018
3 1,071
4 1,107
5 1,133
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A A 10,6048 18 A1 A 10,3124 18 A5 B 8,5907 18 A3 B 8,5691 18 A4 B 8,1409 18 A6 B 7,8104 18 A2 A 8,7398 36 B2
6 1,153