Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
KARAKTERISTIK MORFOLOGIK DAN AGRONOMIK SERTA KUALITAS NUTRISI BEBERAPA SPESIES MURBEI (Morphologic and Agronomic Characteristics And Nutritional Quality of Several Species of Morus sp.) Simon P. Ginting, Tarigan A, Hutasoit R1, Yulistiani D2 1
Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO. Box 1, Galang 20585, Sumatera Utara 2 Balai Penelitian Ternak PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT The study was aimed to investigate the morphologic and agronomic characteristic and the nutritioal qualities of four species of Morus sp. namely 1) Morus chatayana, 2) Morus nigra, 3) Morus kanva and 4) Morus multicaulis. These species were planted in two different agro-ecological zone (lowland and high land of wet climate). Each species was planted in plot with size of 5 x 4 m2 with three replicates. Plants were spaced at 1 x 1 m within and between the rows. All plants were harvested at about 8 months after planting and morphological and agronomic characterization was commenced. Samples (leaves and stems) were taken for chemical analyses and digestion trial. Morphological characterization on the plants was performed on height, lower stem diameter, upper stem diameter, the diameter of the canopy, leaf width, leaf length and leaf ratio, hairy score of the leaf (adaxial and abaxial) and the number of branches. The total dry matter production and leaf and stems were masured and chemical compositions were analysed. Plant height ranged from 194314 cm. M. chatayana was numerically the highest and M. kanva was the lowest. The diameter of the lower and the upper stems ranged from 2,6-3,5 cm and 0,33-0,42 cm, respectively. The diameter of the canopy ranged from 45-75 cm with M. multicaulis had the widest diameter. The number of branches ranged from 612 units. M multicaulis had the largest number and M. chatayana had the lowest number. The total dry matter production (leaf and stem) numerically was highest in M. chatayana (226 g per plant) and was lowest in M. nigra (133 g per plant). The leaf/stem ratio was numerically greatest in M. chatayana (0,89) and was lowest in M.multicaulis (0,54). The chemical compositions were 15-18%, 9-10%, 32-33% and 17-19% for crude protein, ash, NDF and ADF, respectively. The average daily DM intake in mature goats ranged from 478585 g which was equal to 2,9-3,5% BW. The total tract DM digestibility was ranged from 60-65%. It was concluded that these four species of Morus sp. has potential as forages for ruminant animal production. Key Words: Morus sp, Morphological Characteristics, Production, Nutritional Quality ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengamati dan mengevaluasi karakteristik morfolologik, agronomik dan kualitas nutrisi serta empat varietas tanaman murbei yaitu 1) Morus chatayana, 2) Morus nigra, 3) Morus kanva dan 4) Morus multicaulis di agroekosistem dataran rendah basah dan dataran tinggi basah. Bibit tanaman (stek) ditanam pada petak percobaan (5 x 4 m) dengan jarak tanam 1 x 1 m dalam dan antar baris. Karakterisasi dilakukan setelah tanaman mencapai umur 8 bulan. Karakteristik morfologik yang diamati adalah tinggi tanaman, lingkar batang bawah, lingkar batang atas, diameter kanopi, panjang daun, lebar daun, rasio daun, bulu daun (adaxial dan abaxial) dan jumlah batang. Karakteristik agronomik yang diamati adalah produksi daun, produksi batang dan rasio daun/batang. Parameter kualitas nutrisi yang diamati adalah komposisi kimiawi dan taraf konsumsi. Karakteristik morfologik dianalisis secara deskriptif. Tinggi tanaman keempat spesies murbei berkisar antara 1,94-3,14 m. M. chatayana secara numerik merupakan spesies yang paling tinggi dan M. kanva paling rendah. Lingkar batang bawah berkisar antara 2,6-3,5 cm, lingkar batang atas berkisar antara 0,33-0,42 cm. Diameter kanopi berkisar antara 45-75 cm dengan rentang kanopi paling panjang terdapat pada spesies M. multicaulis (75 cm). Jumlah cabang berkisar antara 4-12 unit. M. multicaulis memiliki jumlah cabang paling banyak (12 unit) dan M chatayana paling sedikit (6 unit). Produksi (BK) secara numerik paling tinggi pada M. chatayana (226 g per pohon) dan paling rendah pada M. nigra (131 g per pohon). Rasio produksi daun/batang juga paling tinggi pada M. chatayana (0,89) dan paling rendah pada M. multicaulis (0,54). Kandungan protein berkisar antara 15-18%. Kandungan abu berkisar antara 9-10% dan kandungan serat NDF antara 32-33% dan ADF antara 17-19%. Konsumsi bahan kering keempat spesies murbei berkisar antara 478-585 g pada kambing dewasa yaitu setara dengan 2,9-3,6% bobot badan, dan
468
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
kecernaan bahan kering berkisar antara 60-65%. Disimpulkan bahwa keempat spesies murbei memiliki potensi sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia. Kata Kunci: Murbei, Karakteristik Morfologik, Produksi, Kualitas Nutrisi
PENDAHULUAN Kondisi umum pakan ternak ruminansia di Indonesia sampai saat ini masih belum beranjak dari beberapa ciri klasik yang menunjukkan masih besarnya tantangan baik logistik maupun teknis yang harus diatasi yaitu antara lain: 1. Fluktuasi ketersediaan yang tinggi yang disebabkan oleh musim (kering dan basah) 2. Logistik yang kompleks akibat sentra produksi pakan yang menyebar luas dan dalam skala kecil-menengah 3. Fluktuasi kualitas nutrisi yang tinggi akibat minimnya proses pengolahan dan penyimpanan dan 4. Biaya yang relatif tinggi akibat belum berkembangnya kelembagaan dan sistem produksi dan pemasaran secara masal. Pada kelompok hijauan pakan ternak tantangan fluktuasi biomasa maupun fluktuasi kualitas nutrisi serta efisiensi pemanfaatan pada ternak merupakan target utama yang perlu mendapat prioritas. Hal ini terkait dengan relatif lebih besarnya potensi pengembangan pakan tersebut untuk dilakukan secara on farm, sehingga dapat mudah dikendalikan oleh peternak. Disamping itu, hijauan pakan masih merupakan kelompok pakan yang secara kuantitas paling banyak digunakan, secara logistik paling mudah dikendalikan dan secara ekonomis masih yang paling efisien dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Fluktuasi ketersediaan biomasa hijauan pakan antara musim basah dan kering semakin tinggi pada berbagai wilayah di Indonesia dengan karkateristik iklim kering. Selain produksi biomasa, maka kualitas nutrisi selama musim kering juga turut menurun yang ditandai dengan meningkatnya unsur serat, menurunnya kadar protein dan energi metabolis, menurunnya koefisien cerna dan selanjutnya menurunkan asupan nutrisi serta efisiensi metabolisme dalam tubuh ternak. Salah satu jenis tanaman perdu (shrub) yang memiliki potensi sebagai pakan ternak berkualitas tinggi adalah tanaman murbei (Morus sp.). Murbei (Morus sp.) merupakan
jenis hijauan yang dapat digunakan sebagai sumber protein untuk ternak ruminansia (Shayo 1997; Benavides et al. 2002; Huo 2002; Tan et al. 2012). Diperkirakan terdapat sebanyak 68 spesies dari genus Morus yang tersebar di Asia (Datta 2002). Beberapa varietas Murbei seperti M. alba (murbei putih), M. nigra (murbei hitam), M. catayana dan M. multicaulis, M. rubra (murbei merah) dan M. indica, dilaporkan menyebar dan beradaptasi baik di daerah tropik maupun daerah sub tropik mulai dari ketinggian 0-4000 m dpl. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas nutrisi dan penggunaan murbei jenis Morus alba untuk ternak ruminansia sangat menjanjikan (Omar et al. 1999; Ansbarasu et al. 2004; Kabi dan Bareeba 2008). Kandungan protein pada daun dilaporkan 15-16% (Omar et al. 1999), namun Saddul et al. (2004) melapokan angka yang lebih tinggi yaitu 2635%. Kecernaan bahan kering M. alba dilaporkan mencapai 63-66% (Omar et al. 1999; Doran et al. 2007). Jika digunakan sebagai pakan tunggal Morus alba dilaporkan dapat menghasilkan pertumbuhan antara 86-92 g/h pada kambing. Tanaman ini juga dilaporkan toleran terhadap kekeringan dan tumbuh baik di agoekosistem semi arid (Omar et al. 1999). Di Indonesia dilaporkan paling tidak terdapat tujuh spesies murbei (Katsuma, 1972) disitasi oleh Sanchez (2002) yaitu M. alba var. tartanica, M. alba var. macrophyla, M nigra, M. multicaulis, M. australia, M. chatayana dan M. mierovra. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik morfologik, produktivitas serta kualitas nutrisi empat spesies murbei di agro-ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi iklim basah. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di dua lokasi dengan agro-ekosistem berbeda yaitu dataran rendah iklim basah dan dataran tinggi iklim basah. Karakteristik kedua agroekosistem tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Curah hujan dan tingkat kelembaban udara relatif sama antara kedua lokasi.
469
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Karakteristik lokasi penanaman empat spesies murbei di dataran rendah basah dan dataran tinggi basah Parameter
Agro-ekosistem Dataran rendah iklim basah
Dataran tinggi iklim basah
Ketinggian
50 m dpl
950 m dpl
Curah hujan
1900 mm per tahun
1950 mm per tahun
Kelembaban
85%
85%
Suhu udara
Minimum 22°C; maksimum 32°C
Minimum 16°C; maksimum 31°C
Penyiapan materi tanaman Empat varietas tanaman murbei yaitu: Morus chatayana, Morus nigra, Morus kanva dan Morus multica digunakan sebagai materi penelitian. Perbanyakan tanaman dilakukan menggunakan potongan batang (stek) yang diperoleh dari tanaman murbei dewasa (9-12 bulan) yang telah dikembangkan di kebun percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih. Batang sepanjang 15-30 cm dipotong secara manual dan dianginkan selama 3 hari. Stek kemudian disemaikan didalam kantong plastik berwarna hitam (2,0 kg) yang telah diisi media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang dan serbuk gergaji. Bibit tanaman kemudian ditempatkan dibawah naungan untuk menghindari terpaan langsung matahari dan disiram setiap hari.
delapan bulan. Parameter yang digunakan untuk karakterisasi tersebut ditampilkan pada Tabel 2, menggunakan metoda Van de Wouw et al. (2008) Karakterisasi agronomik Karakteristik agronomik yang diamati adalah produksi daun, batang, total produksi dan rasio daun/batang. Total produksi biomasa (segar) dihitung dengan menimbang seluruh hasil pemotongan segera setelah dipanen. Sebanyak 5,0 kg sampel diambil dari setiap perlakuan untuk setiap ulangan petak percobaan. Fraksi batang dan daun kemudian dipisahkan dan masing-masing fraksi tanaman ditimbang untuk mengetahui bobot segar dan proporsi daun (termasuk petiole, soft twig, bunga) dan batang.
Penyiapan lahan dan penanaman Bibit tanaman umur 45-60 hari dipindahkan ke petak percobaan dengan ukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 1,0 m antar baris dan 1,0 m dalam baris dengan 3 ulangan. Dengan demikian, luas lahan yang digunakan adalah 20 m x 4 spesies x 3 ulangan x 2 lokasi = 560 m2 (280 m2 untuk setiap lokasi). Penyiangan dilakukan secara teratur untuk mengendalikan gulma. Lahan diolah menggunakan traktor dan rotary, kemudian diberi pupuk dolomit (10 ton/ha) dan pupuk kandang (10 ton/ha). Pemotongan pertama dilakukan pada saat tanaman mencapai umur 8 bulan. Karakterisasi morfologik Karakteristik morfologik keempat spesies murbei diamati pada saat tanaman berumur
470
Analisis komposisi kimiawi Sampel sebanyak 0,5 kg sampel dari setiap perlakuan pada saat panen dikeringkan pada temperature 650C selama 72 jam untuk analisis komposisi kimiawi. Sampel digiling menggunakan alat penggiling (hummer mill) dengan saringan berdiameter 1,0 mm. Kandungan N (Kjeldahl) dan abu, dianalisis menurut Aoac (1995). Bahan kering ditentukan dengan memanaskan sampel didalam oven pada temperatur 1000 C selama 24 jam. Kandungan serat deterjen netral (NDF) dan serat deterjen asam (ADF) dianalisis menurut metoda Van Soest et al. (1991). Energi kasar diukur dengan bomb calorimetry menggunakan asam benzoat sebagai standar.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 2. Karakter morfologik yang diukur dan metoda pengukuran pada empat spesies murbei di dua agroekosistem. Karakter
Pengertian
n
Unit
Tinggi tanaman
Jarak pangkal batang dengan pucuk daun
30
cm
Lingkar batang bawah
Lingkar batang 15 cm diatas pangkal batang
30
cm
Lingkar batang atas
Lingkar batang 15 cm dibawah pucuk tanaman
30
cm
Diameter kanopi
2 x jarak pangkal batang dengan ujung daun
30
cm
Jumlah cabang
Jumlah cabang pada setiap pohon
30
unit
Panjang daun
Jarak pangkal daun (ligule) dengan ujung daun
30
cm
Lebar daun
Jarak dua titik terlebar daun
30
cm
Rasio daun
Panjang daun/lebar daun
30
>0
Bulu daun (adaxial)
Bulu pada permukaan atas daun diklasifikasikan antara 1 (tidak ada bulu) s/d 5 (bulu sangat padat)
30
1-5
Bulu daun (abaxia)
Bulu pada permukaan bawah daun diklasifikasikan antara 1 (tidak ada bulu) s/d 5 (bulu sangat padat)
30
1-5
Analisis konsumsi dan kecernaan Digunakan 12 ekor kambing dewasa, jenis persilangan Boer x Kacang (Boerka) yang dibagi menjadi 4 kelompok ( 3 ulangan) dan secara acak diberi salah satu dari empat spesies murbei. Ternak ditempatkan didalam kandang metabolisme. Daun murbei diberikan pada pagi hari ad libitum dan ternak dibiarkan beradaptasi selama 10 hari. Air minum tersedia setiap saat. Setelah masa adaptasi konsumsi, total feses dan total urin diukur setiap hari selama 5 hari berturut-turut. Sampel hijauan yang diberi maupun sisa diambil setiap hari kemudian digabung dan dilakukan selama pengumpulan data. Total feses ditampung menggunakan ember plastik, ditimbang dan sampel sebanyak 10% diambil lalu dikomposit dan disimpan didalam refrigerator sebelum dianalisis. Total urin ditampung dalam ember plastik yang telah diisi sebanyak 50 ml 25% H2SO4 untuk mempertahankan pH < 2,0. Volume urin diukur dan sampel sebanyak 10% dari volume diambil, dikomposit lalu disimpan dalam refrigerator sebelum dianalisis. Sampel hijauan dan feses dikeringkan dalam oven pada temperatur 600 C selama 72 jam dan digiling dengan penggiling Wiley Mill menggunakan saringan dengan diameter 1,0 mm dan disimpan sebelum dianalisis lebih lanjut.
Analisis statistik Penelitian dirancang dalam rancangan acak kelompok dengan spesies murbei sebagai perlakuan dan ulangan sebagai kelompok, sedangkan penelitian untuk menganalisis taraf konsumsi dan kecernaan total saluran cerna keempat spesies murbei dilakukan dalam rancang acak lengkap (Gomez dan Gomez, 1984). Data karakteristik morfologik Data dianalisis dengan analisis sidik ragam menggunakan Sas (1999) dan bila terdapat pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Snedcor Dan Cochran, 1980). Data karakteristik morfologis tanaman ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik morfologik Karakter morfologik empat spesies murbei yang ditanam di lokasi dengan agro-ekosistem dataran rendah iklim basah disajikan pada Tabel 3. Tinggi tanaman pada umur 8 bulan berkisar antara 1,94-3,14 m. M. chatayana merupakan spesies yang paling tinggi dan M. kanva paling rendah. Terdapat keragaman tinggi tanaman untuk setiap spesies yang besar yang terkait dengan perbedaan pertumbuhan setiap tanaman. Lingkar batang bawah berkisar
471
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
antara 2,6-3,5 cm dan keragaman relatif kecil. Lingkar batang atas berkisar antara 0,33-0,42 cm dengan keragaman data yang relatif rendah. Diameter kanopi berkisar antara 45-75 cm dengan rentang kanopi paling panjang terdapat pada spesies M. multicoulis (75 cm). Rentang kanopi relatif sama pada ketiga spesies murbei lainnya. Panjang dan lebar daun paling tinggi pada M. chatayana dan paling pendek pada M.
kanva. Daun M. nigra dan M. kanva memiliki bulu daun paling banyak baik pada bagian adaxial maupun abaxial. Bulu daun sangat sedikit tumbuh pada M. multicoulis dan M. chatayana. Karakteristik morfologik empat spesies murbei yang ditanam di lokasi dengan agroekosistem dataran tinggi iklim basah ditampilkan pada Tabel 4. Tinggi tanaman
Tabel 3. Karakteristik morfologik empat spesies murbei yang ditanam dilokasi dengan agroekosistem dataran rendah iklim basah Karakter morfologik Tinggi tanaman (cm)
Morus multicaulis
Lingkar batang atas,cm
Diameter kanopi,cm
Panjang daun,cm
Lebar daun,cm
Rasio daun
Bulu daun (adaxial)
Jumlah cabang
161
225
136
43
320
408
274
270
247,4
313,6
202,9
193,6
Minimum
1,6
1,9
2,9
1,2
Maksimum
4,2
4,8
5,2
4,8
Rataan
2,67
2,55
3,5
2,55
Minimum
0,20
0,4
0,42
0,4
Maksimum
0,40
0,5
0,64
0,5
Rataan
0,33
0,41
0,43
0,41
Minimum
36,0
32,0
34,0
32
Maksimum
120
70,5
67,2
70
Rataan
74,8
44,6
49,4
44,6
Minimum
13,5
21,5
17,5
9
Maksimum
16,2
26,0
21,5
14
Rataan
15,15
23,65
19,15
11,3
Minimum
8,1
12,0
12,0
6
Maksimum
12,2
20,5
17,5
11
Rataan
9,9
18,6
13,9
8,15
Minimum
0,06
0,56
0,69
0,66
Maksimum
0,75
0,78
0,79
0,78
Rataan
0,05
0,79
0,73
0,73
1
0
1
2
Minimum
3
3
5
4
Rataan
1,6
1,0
3,4
3,5
Minimum
1,0
0
1
2
Maksimum
3,0
1
3
3
Rataan
1,25
0,5
2,4
2,5
Minimum
6
1
1
3
Maksimum
24
13
14
23
12,1
4,7
9,4
11,5
Rataan
472
Morus kanva
Maksimum
Maksimum Bulu daun (abaxial)
Morus nigra
Minimum Rataan
Lingkar batang bawah,cm
Morus chatayana
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
terlihat bervariasi lebar dan berkisar antara 181-312 cm antara keempat spesies murbei. Rataan tinggi tanaman secara numerik paling tinggi adalah M. chatayana dan paling rendah M. kanva. Tinggi tanaman M. multicoulis dan M. nigra relatif sama. Lingkar batang atas maupun bawah relatif sama antar keempat spesies dan berkisar antara 2,67-3,35 cm (lingkar batang bawah) dan antara 0,36-0,56
cm (lingkar batang atas). Besaran lingkar batang ini mengindikasikan bahwa tanaman murbei tergolong perdu dengan ukuran batang yang relatif kecil. Ukuran batang ini mengindikasikan potensi jumlah tanaman yang relatif tinggi untuk dikembangkan dalam luasan areal tertentu. Hal ini didukung pula oleh diameter kanopi yang relatif pendek yaitu berkisar antara 43-83 cm.
Tabel 4. Karakteristik morfologik empat spesies murbei yang ditanam di lokasi dengan dataran tinggi iklim basah Karakter Tinggi tanaman,cm
Morus multicaulis
Morus chatayana
Morus nigra
Minimum
181
254
165
89
Maksimum
298
312
302
225
Rataan Lingkar batang bawah,cm
Lingkar batang atas,cm
Diameter kanopi,cm
Panjang daun,cm
Lebar daun,cm
Rasio daun
Bulu daun (adaxial)
Jumlah cabang
Morus kanva
254,1
345,8
253,9
189,3
Minimum
1,7
2,1
2,7
1,6
Maksimum
5,6
4,4
4,8
5,2
Rataan
3,01
2,67
3,35
3,01
Minimum
0,29
0,39
0,47
0,39
Maksimum
0,51
0,56
0,70
0,57
Rataan
0,36
0,46
0,56
0,45
Minimum
44,0
45,0
39,0
35
Maksimum
135
85
82
88
Rataan
83,3
48,3
54,1
43,6
Minimum
12,8
22,2
16,4
11
Maksimum
18,1
28,6
25,3
17
Rataan
16,3
24,01
18,7
13
Minimum
8,8
17,9
12,8
8,2
Maksimum
14,3
23,9
21,1
13,4
Rataan
12,1
19,7
15,1
13,21
Minimum
0,68
0,80
0,78
0,75
Maksimum
0,79
0,83
0,83
0,79
Rataan
0,74
0,82
0,80
0,78
1
1
2
2
Minimum Maksimum
Bulu daun (abaxial)
agro-ekosistem
3
3
5
2
Rataan
1,6
1,0
3,4
3,5
Minimum
1,0
1
1
2
Maksimum
3,0
1
3
3
Rataan
1,25
1,4
2,7
2,8
Minimum
5
2
3
2
Maksimum
17
15
12
19
13,3
6,9
8,8
12,4
Rataan
473
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Produktivitas Produktivitas empat spesies murbei di agro-ekosistem dataran rendah iklim basah ditampilkan pada Tabel 5. Produksi daun (BK) paling tinggi (P<0,05) pada M. chatayana namun tidak berbeda antar ketiga spesies lainnya (P>0,05). Produksi batang juga terlihat paling tinggi (P<0,05) pada M. chatayana dan tidak berbeda dengan M. multicaulis. Total produksi (daun dan batang) paling tinggi pada M. chatayana dan tidak berbeda antar ketiga spesies lainnya. Rasio daun/batang paling tinggi pada M. chatayana namun tidak berbeda antar ketiga sepesies lainnya. Produktitivitas empat spesies murbei di lokasi dengan agro-ekosistem dataran tinggi iklim basah ditampilkan pada Tabel 6. Produksi daun, batang dan total (daun dan batang) paling tinggi (P<0,05) pada M. chatayana dan tidak berbeda antar ketiga spesies murbei lainnya. Rasio daun/batang juga paling tinggi pada M. chatayana dan tidak berbeda antar ketiga sepesies lainnya.
Tingginya produktivitas M. chatayana ini terkait dengan ukuran daun yang relatif lebih besar dibandingkan dengan spesies lainnya. Produktivitas di agroekosistem dataran tinggi basah juga menunjukan pola yang sama yaitu bahwa M. chatayana menghasilkan produksi paling tinggi dengan rasio daun batang paling yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan spesies murbei yang lain. Produktivitas keempat spesies secara numerik relatif sebanding antara agroekosistem dataran rendah basah dan dataran tinggi basah. Komposisi kimiawi Komposisi kimiawi keempat spesies murbei ditampilkan pada Tabel 7. Secara keseluruhan, kandungan protein kasar tergolong moderat yaitu berkisar antara 15-18%. Kandungan protein murbei relatif sebanding antara kedua agroekosistem walaupun secara numerik terdapat kecenderungan kandungan protein yang lebih
Tabel 5. Produktivitas empat spesies murbei pada agroekosistem dataran rendah iklim basah Jenis murbei
Produksi, g/pohon (bahan kering) Daun
Batang
Total
Rasio D/B
Dataran rendah basah Morus multicaulis
60,9 ±13,3a
109,2±13,0a
174,0±9,3a
0,733±0,15a
Morus chatayana
103,4 ±14,6b
118,4±13,4b
226,5±10,1b
0,898±0,17b
a
Morus nigra
48,1±8,2
Morus kanva
68,7±17,8a
78,9±12,7
a
107,3±7,3a
131,1±9,7
a
177,3± 15,8a
0,881±0,13a 0,828±0,19a
Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Tabel 6. Produktivitas empat spesies murbei di lokasi dengan agroekosistem dataran tinggi iklim basah Spesies murbei
Produksi, g/pohon (bahan kering) Daun
Batang
Morus multicaulis
54,9 ±17,5
Morus chatayana
108,9 ±7,5b
Morus nigra
61,4 ±14,9
Morus kanva
73,7 ±6,4c
a
a
104,9±86
Total a
120,1±14,4b 87,7±10,3
a
113,3±15,6a
Rasio D/B a
0,578±0,18a
232,1± 10,6b
0,913±0,21b
151,9±12,3 153,1±8,6
a
187,9± 12,1b
0,714±0,12a 0,651±0,30a
Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
474
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 7. Komposisi kimiawi empat jenis tanaman murbei yang ditanam dilokasi dengan agroekosistemi dataran rendah iklim basah dan dataran tinggi iklim basah Spesies murbei Unsur Kimiawi
M. multicaulis
M. nigra
M. kanva
M. chatayana
DRB
DTB
DRB
DTB
DRB
DTB
DRB
DTB
Bahan Kering
17,81
18,33
15,83
15,26
18,39
17,98
15,60
17,3
Bahan Organik
90,50
91,20
90,04
91.41
89,89
90,12
90,96
90,2
Abu
9,50
10,01
9,96
10,02
10,11
9,67
9,04
9,87
N
2,77
2,87
2,88
2,96
2,82
2,81
2,41
2,44
Protein Kasar
17,29
17,93
18,0
18,5
17,63
17,57
15,04
15,3
NDF
33,48
31.89
32,58
33,12
32,82
33,43
32,61
33,2
ADF
16,15
15,56
17,94
16,78
16,37
16,67
19,94
17,8
DRB: dataran rendah iklim basah; DRT: dataran tinggi iklim basah
tinggi pada agroekosistem dataran tinggi basah. Dengan kandungan protein pada taraf tersebut diatas, tanaman murbei mampu memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia (14%), jika digunakan sebagai pakan tunggal. Namun demikian, kandungan protein yang diperoleh dalam penelitian ini secara numerik lebih rendah dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Saddul et al. (2004) misalnya melaporkan bahwa kandungan protein kasar M. alba mencapai 24,9%. Kandungan abu tergolong moderat (9-10%) dan kandungan serat tergolong rendah yaitu kandungan NDF antara 32-33% dan kandungan ADF antara 17-19%. Data komposisi kimiawi ini mengindikasikan potensi tanaman murbei baik sebagai sumber protein maupun energi. energi. Konsumsi dan kecernaan Taraf konsumsi paling tinggi (P<0,05) terdapat pada kelompok kambing yang diberi M. multicaulis sedangkan konsumsi paling rendah pada kelompok yang diberi M. chatayana (Tabel 8.) Tidak terdapat perbedaan konsumsi (P>0,05) antara M. nigra dengan M. kanva dan antara M. kanva dengan M.
chatayana. Bila konsumsi diekspresikan terhadap bobot tubuh, maka konsumsi paling tinggi juga tetap terjadi pada M. multicoulus, dan tidak dideteksi adanya perbedaan (P>0,05) antara ketiga spesies murbei lainnya. Karakteristik morfologik daun menunjukkan bahwa densitas bulu pada daun M. multicaulis relatif rendah dan hal ini diduga dapat mempengaruhi konsumsi. Kecernaan total saluran cerna bahan kering secara numerik paling tinggi pada M chatayana, walaupun secara statistik tidak berbeda (P>0,05) dengan M. multicaulis dan M. nigra (Tabel 8). Taraf kecernaan keempat spesies murbei tergolong moderat dan berkisar antara 60-65%. Taraf kecernaan bahan kering keempat spesies murbei berkisar antara 60-65% dan tergolong moderat. Taraf kecernaan bahan kering M. chatayana paling tingi (P<0,05), sedangan taraf kecernaan tidak berbeda diatara ketiga spesies murbei lainnya (P>0,05). Kecernaan yang tinggi pada M. chatayana tidak menyebabkan taraf konsumsi yang tinggi dibandingkan ketiga spesies murbei lainnya. Diduga ada faktor lain seperti karakteristik morfologik yang mungkin mempengaruhi konsumsi.
475
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 8. Konsumsi dan kecernaan semu bahan kering empat jenis murbei yang diberikan ad libitum pada kambing persilangan Boer x Kacang (Boerka) Konsumsi BK
Murbei1
Kecernaan semu (%)
g/h
g/kgBB
Morus multicaulis
585±32,4a
32,5±7,43a
62,65±9,86ab
Morus nigra
502±24,5b
27,9±8,32b
63,89±8,97ab
Morus kanva
489±27,8bc
27,2±6,57
b
60,06±6,79b
Morus chatayana
478±31,2c
26,5±6,82b
65,17±12,99a
1
Murbei yang digunakakan adalah berasal dari tanaman dengan lokasi dataran rendah iklim basah Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbeda nyata (P<0,05).
KESIMPULAN Tanaman murbei (M. chatayana, M multicaulis, M. nigra dan M. kanva) memiliki potensi sebagai pakan ruminansia. Kualitas nutrisi, seperti komposisi kimiawi, konsumsi dan kecernaan keempat spesies murbei tersebut yang tergolong baik. M. multicolus memiliki palatabilitas paling tinggi seperti diindikasikan oleh tingginya taraf konsumsi dan M. chatayana memiliki taraf kecernaan paling tinggi. Keempat spesies dapat tumbuh dengan baik pada ekosistem dataran rendah maupun dataran tinggi beriklim basah, dan produktivitas tertinggi dimiliki oleh M. chatayana. DAFTAR PUSTAKA Association Of Official Analytical Chemists (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis, 17th ed. AOAC, Washington, DC. Ansbarasu C, Dutta N, Sharma K, Rawat M. 2004. Response of goats to partial replacement of dietary protein by a leaf mixture containing Leucaena leucocephala, Morus alba and Tectona grandis. Small Rumin Res. 51:47-56. Benavides J, Hernandez I, Esquivel J, Vasconcelos J, Gonzalez J, Espinosa E. 2002. Supplementation of Grazing Dairy Cattle with Mulberry in the High Part of the Central Valley of Costa Rica. In: Electronic Conference. FAO Animal Production and Health Paper 147. FAO, Rome, Italy. p. 165170. Datta. 2002. Mulberry cultivation and utilization in India. In: M.D. Sanchez (Ed.) Mulberry for Animal Production. Proceedings of an ElectronicConference. FAO Animal
476
Production and HealthPaper 147.FAO, Rome, Italy. p. 45-62. Doran MP. Laca EA, Sainz RD. 2007. Total tract and rumen digestibility of mulberry foliage (Morus alba), alfalfa hay and oat in sheep. Anim Feed Sci Technol. 138:239-253. Gomez KA, Gomez AA. 1984. Statistical Procedurer for Agricultural Research. 2nd Ed. John Wiley and Son. p. 657. Huo Y. 2002. Mulberry cultivation and utilization in China. In: M.D. Sanchez (Ed.) Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronic Conference. FAO Animal Production and Health Paper 147. FAO, Rome, Italy. p. 11-44. Kabi F, Bareeba FB. 2008. Herbage biomass bproduction and nutritive value of mulberry (Morus alba) and Calliandra calothyrsus harvested at different cutting frequencies. Anim Feed Sci Technol.140: 178-190. Omar SS, Shayo CM, Udén P. 1999. Voluntary intake and digestibility ofmulberry (Morus alba) diets by growing goats. Trop Grasslands. 33:177-181. Saddul D, Jelan ZA, Liang JB, Halim RA. 2004. The potential of Mulberry (Morus alba) as a fodder crop: the effect of plant maturity on yield, persistence and nutrient composition of plant fraction. Asian-Aust J Anim Sci. 17:1657-1662. SAS. 1999. Using Stat View. Statistical analytical system. 3rd edition. SAS Inc. hlm. 288-292. Sanchez MD. 2002. World distribution and utilization of Mulberry, potential for animal feeding. In: M.D. Sanchez (Ed.) Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronic Conference. FAO Animal Production and Health Paper 147. FAO, Rome, Italy. p. 1-10.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Shayo CM. 1997. Uses, yield and nutritive value of Mulberry (Morus alba) trees for ruminants in the semi-arid areas of central Tanzania. Tropical Grasslands. 31:599-604.
Van De Wouw M, Jorghe MA, Bierwirth J, Hanson J. 2008. Characterisation of a collection of perenial Panicum species. Tropical Grassland. 42:40-53.
Snedecor GW, Cochran WG. 1980. Statistical Methods. 6th Ed. The Iowa State University Press. p. 507.
Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods of dietary fiber, neutral detergent fiber, and non-starch polysaccharides in relation to animal nutrition. J Dairy Sci. 74:3583-3597.
Tan ND., Wanapat M, Uriyapongson S, Cherdtong A, Pilajun R. 2012. Enhancing mulberry leaf meal with urea by pelleting to improve rumenfermentation in cattle. Asian-Aust J Anim Sci. 4:42-461.
477