KARAKTERISTIK DAN POLA PERAMBAHAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor)
Oleh : SAMSUDIN E03400033
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KARAKTERISTIK DAN POLA PERAMBAHAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor)
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEHUTANAN Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : SAMSUDIN E03400033
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: Karakteristik dan Pola Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor).
Nama
: Samsudin
NRP
: E03400033
Departemen
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS
Ir. Budi Prihanto, MS
Tanggal :
Tanggal :
Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF Tanggal :
RINGKASAN
Samsudin (E03400033). Karakteristik dan Pola Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor). Di bawah Bimbingan Dr. Ir. H Sambas Basuni, MS dan Ir. Budi Prihanto, MS.
Penetapan Gunung Gede-Pangrango sebagai taman nasional menuntut terpeliharanya kelestarian kawasan taman nasional itu sendiri. Akan tetapi interaksinya dengan masyarakat di sekitarnya sangat potensial untuk terjadinya kerusakan kawasan dan potensinya. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGGP yang rendah (Kusnanto, 2000), tekanan masyarakat terhadap kawasan TNGGP semakin meningkat yang dicirikan oleh semakin meningkatnya kawasan TNGGP yang dibuka dan digarap secara liar oleh masyarakat sekitar hutan, yaitu sekitar 17,88 ha (Kusnanto, 2000). Oleh karena itu, pihak manajemen perlu mengambil tindakan penanggulangan terhadap masalah tersebut agar dampak yang ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin. Untuk memformulasikan suatu strategi penanggulangan yang tepat diperlukan informasi tentang faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGGP yang mendorong masyarakat untuk membuka dan menggarap lahan hutan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi perambah hutan dan pola perambahan TNGGP. Penelitian ini dilakukan di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, pada bulan Januari 2005. Unit contoh pada penelitian ini adalah KK Perambah yang berada di Desa Bojong Murni dengan menggunakan metode sensus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah kondisi sosial ekonomi perambah yang dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara studi literatur terdiri dari peta-peta, monografi Desa Bojong Murni, serta keadaan umum daerah penyangga TNGGP.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif melalui analisis pola penggunaan lahan dan analisis sosial ekonomi perambah hutan. Analisis pola penggunaan lahan, meliputi: luas lahan, pola penggunaan lahan, dan karakteristik jenis tanaman yang ditanam. Analisis sosial ekonomi perambah hutan, meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah, tingkat pendapatan dari pekerjaan utama perambah, tingkat pendapatan dari pekerjaan sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan. Analisis pola perambahan kawasan meliputi : apa yang dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor ditemukan 28 kepala keluarga (KK) yang merambah kawasan TNGGP dengan luas total 8,76 Ha. Lahan yang dirambah oleh para perambah di Desa Bojong Murni bervariasi antara 0,05-0,65 ha/KK atau rata-rata luas rambahan seluas 0,313 ha/KK. Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni berkisar antara 1-10 jiwa atau rata-rata 5 jiwa per-KK, sementara jumlah anggota keluarga perambah yang bekerja berkisar antara 1-3 orang. Semua perambah berasal dari Desa Bojong Murni, berusia antara 26-80 tahun; 16 orang perambah di Desa Bojong Murni tidak sekolah, dan 12 orang lainnya tidak tamat sekolah dasar (SD). Seluruh perambah di Desa Bojong Murni mempunyai pekerjaan utama yang bervariasi, mulai dari menjadi buruh tani, pedagang, peternak, penggergaji kayu, buruh
tani-pedagang,
buruh
tani-peternak,
pedagang-peternak,
dan
kernet-
peternak.petani, sementara pekerjaan sampingan mereka adalah merambah kawasan TNGGP. Pola penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni terbagi menjadi pertanian basah (sawah) dan pertanian kering (kebun). Jenis tanaman yang ditanam di lahan rambahan bervariasi, antara lain kapri, buncis, wortel, bawang daun, jagung, caisim, cabe, labu siam, pisang dan padi. Pendapatan perambah dari pekerjaan utama bervariasi antara Rp. 200.000 – Rp. 3.380.000 per tahun. Minimnya pendapatan
perambah dari pekerjaan utama ini menyebabkan 26 perambah hidup pada tingkat pra sejahtera, sedangkan 2 perambah lainnya hidup pada tingkat sejahtera I. Sementara itu, pendapatan para perambah dari pekerjaan sampingan bervariasi antara Rp. 48.000 – Rp. 4.150.000 per tahun. Dengan kata lain, nilai dari perambahan sangat signifikan terhadap pemenuhan pendapatan total para perambah, yaitu sekitar 26,03 % 1.562,50 % dari pendapatan dari sumber lainnya. Motivasi para perambah untuk melakukan perambahan adalah untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya. Sementara pola penggunaan lahan rambahan ditentukan oleh faktor-faktor kebiasaan orang tua, tidak punya pilihan lain, tidak mempunyai lahan, sulitnya mencari pekerjaan, lahannya subur, lahan rambahan dekat dengan tempat tinggal, dan kemudahan dalam memasarkan hasil panen. Perambahan di Desa Bojong Murni membentuk pola sebagai berikut : dilakukan oleh perambah yang merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni, lahan rambahan adalah kawasan TNGGP. Perambahan dilakukan di tepi kawasan yang berjarak 10-25 meter dari tepi batas kawasan dengan pola berkelompok yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang berbeda, yaitu kelompok lahan basah (sawah), dan kelompok lahan kering (kebun). Tempat tinggal perambah dengan lahan rambahannya berjarak 500 meter. Lahan lain disekitar lahan rambahan adalah tanah negara yang di kontrak selama 25 tahun oleh PT. Rejosari Bumi sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU), dilakukan sejak tahun 1960-an sebelum kawasan ditetapkan menjadi taman nasional. Pihak pengelola TNGGP sudah melakukan upaya atau langkah-langkah agar para perambah keluar dari kawasan, antara lain dengan program-program penyuluhan kepada masyarakat, program usaha pedesaan seperti ternak (domba dan kelinci) bergulir pada tahun 1996, serta melakukan perjanjian dengan para perambah, dimana mereka harus meninggalkan lahan rambahan pada tahun 2000. Perjanjian tersebut tidak efektif karena tidak ada solusi ketika para perambah meninggalkan kawasan, sementara kebutuhan hidup para perambah menuntut untuk dipenuhi.*
* Sumber : Sholeh, Polhut TNGGP, 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1982, merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Firdaus dan Ibu Cicih Karnesih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1994 di SD Negeri Cijahe Curug IV, Bogor. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1997 di SMP PELITA Bogor. Selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) diselesaikan penulis pada tahun 2000 di SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama studi di Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003 penulis mengikuti praktek Umum Kehutanan (PUK) di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas timur, dan di BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat, dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Desa Getas Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora KPH Ngawi dan KPH Randublatung. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis mengikuti praktek Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Batu Kasur Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Selain itu, penulis juga pernah aktif di lembaga kemahasiswaan IPB diantaranya sebagai Menteri Infokom Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Keluarga Mahasiswa IPB (BEM TPB KM IPB) periode 2000-2001, Kepala Biro Nasyid Departemen Sanggar Seni dan Dinamika Islam (SANDI) DKM AL-Hurriyyah IPB periode 2001-2002, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) DKM ‘Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB periode 2001-2002, Kepala Biro Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB periode 2001-2002, Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB periode 2002-2003, Menteri Kebijakan Daerah Kabinet Perjuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB periode 20032004, Dewan Pakar Presiden Mahasiswa BEM KM IPB periode 2004-2005. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul Pola Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi). Di bawah Bimbingan Dr. Ir. H Sambas Basuni, MS dan Ir. Budi Prihanto, MS.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..................................................................................................
i
Daftar Isi...................................................................................................................
ii
Daftar Tabel.............................................................................................................. iv Daftar Gambar..........................................................................................................
v
Daftar Lampiran........................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang..................................................................................................... 1 1. 2. Perumusan Masalah.............................................................................................. 2 1. 3. Kerangka Pemikiran............................................................................................. 2 1. 4. Tujuan Penelitian...................................................................................................3 1. 5. Manfaat Penelitian.................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengelolaan Daerah Penyangga.............................................................................4 2. 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan.............................................5 2. 3. Pola Penggunaan Lahan.........................................................................................7 2. 4. Perambahan Lahan Hutan......................................................................................7
III. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1. Kondisi Fisik 3. 1. 1. Letak dan Luas........................................................................................11 3. 1. 2. Iklim dan Topografi................................................................................11 3. 1. 3. Tanah......................................................................................................11 3. 1. 4. Penggunaan Lahan..................................................................................11 3. 2. Kondisi Sosial Ekonomi 3. 2. 1. Jumlah Penduduk....................................................................................12
3. 2. 2. Tingkat Pendidikan.................................................................................13 3. 2. 3. Mata Pencaharian....................................................................................13 3. 2. 4. Pemilikan Lahan dan Luas Penggarapan Lahan Pertanian.....................14 3. 2. 5. Pola Usaha Tani......................................................................................14 3. 2. 6. Interaksi Masyarakat Dengan TNGGP...................................................16
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian...............................................................................18 4. 2. Batasan Istilah Dalam Penelitian.........................................................................19 4. 3. Batasan Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah...............................................20 4. 4. Batasan Pola Perambahan....................................................................................20 4. 5. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................................20 4. 6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data..................................................................20 4. 7. Metode Penarikan Contoh...................................................................................21 4. 8. Metode Analisis Data..........................................................................................22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil A. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah 1. Asal Perambah................................................................................................23 2. Umur Perambah..............................................................................................23 3. Tingkat pendidikan Perambah........................................................................23 4. Luas Pemilikan Lahan Para Perambah...........................................................24 5. Pekerjaan Utama Perambah............................................................................25 6. Pekerjaan Sampingan Perambah.....................................................................25 7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah.............................................................26 8. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja......................................26 9. Pola Penggunaan Lahan Rambahan................................................................26 10. Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam..................................................27 11. Pendapatan Utama Perambah.........................................................................27
12. Pendapatan Sampingan Perambah..................................................................28 13. Nilai Dari Perambahan...................................................................................28
A. 2. Motif Perambahan 1. Motif Perambahan Lahan Rambahan...........................................................30 2. Motif Penggunaan Lahan Rambahan............................................................30
B. Pembahasan B. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah 1. Asal Perambah................................................................................................31 2. Umur Perambah..............................................................................................31 3. Tingkat pendidikan Perambah........................................................................32 4. Luas Pemilikan Lahan Para Perambah...........................................................34 5. Pekerjaan Utama Perambah............................................................................36 6. Pekerjaan Sampingan Perambah.....................................................................37 7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah.............................................................38 8. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja......................................38 9. Pola Penggunaan Lahan Rambahan................................................................39 10. Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam..................................................41 11. Pendapatan Utama Perambah.........................................................................43 12. Pendapatan Sampingan Perambah..................................................................45 13. Nilai Dari Perambahan...................................................................................45
B. 2. Motif Perambahan 1. Motif Perambahan Lahan................................................................................46 2. Motif Penggunaan Lahan Rambahan...............................................................47
B. 3. Pola Perambahan Kawasan TNGGP...................................................................48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................................................51 B. Saran......................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................53
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Luas dan Tata Guna Lahan di Desa Bojong Murni.................................12
Tabel 2.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Desa Bojong Murni.........................12
Tabel 3.
Kelompok Umur Penduduk di Desa Bojong Murni..................................12
Tabel 4.
Tingkat Pendidikan di Desa Bojong Murni...............................................13
Tabel 5.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Bojong Murni.....................................14
Tabel 6.
Rata-Rata Luas Penggarapan Lahan Pertanian di Desa Bojong Murni.....14
Tabel 7.
Interaksi Masyarakat Desa Bojong Murni dengan TNGGP......................17
Tabel 8.
Jenis data yang dikumpulkan, ukuran data, cara pengambilan data, dan alat yang digunakan dalam penelitian .............................................................21
Tabel 9.
Jumlah Perambah Menurut Kelompok Umur............................................23
Tabel 10. Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan Menurut Tingkat Pendidikan Perambah................................................................................23 Tabel 11. Luas Pemilikan Lahan para Perambah......................................................24 Tabel 12. Jumlah Perambah dan Rata-rata luas rambahan........................................25 Tabel 13. Pekerjaan Utama Perambah.......................................................................25 Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Perambah........................................................26 Tabel 15. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja.................................26 Tabel 16. Pola Penggunaan Lahan.............................................................................26 Tabel 17. Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam.............................................27 Tabel 18. Tingkat Pendapatan Utama Perambah.......................................................28 Tabel 19. Pendapatan Sampingan Perambah Berdasarkan Pekerjaan Sampingan Perambah...................................................................................................28 Tabel 20. Nilai Dari Perambahan..............................................................................29 Tabel 21. Motif Perambahan.....................................................................................30 Tabel 22. Motif Penggunaan Lahan Rambahan.........................................................30 Tabel 23. Tingkat Kesejahteraan Perambah..............................................................43 Tabel 24. Kontribusi Pendapatan Perambah..............................................................46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner.................................................................................................56 Lampiran 2. Data Hasil Penelitian...............................................................................57
DAFTAR GAMBAR
Gambar i.
Kalender Musim Tanaman di Desa Contoh........................................15
Gambar 1.
Peta TNGGP dan Daerah Penyangganya............................................18
Gambar 2.
Kelompok Umur Perambah.................................................................32
Gambar 3.
Rata-rata Luas Lahan Rambahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perambah.............................................................................................33
Gambar 4.
jenis Pemilikan Lahan Para Perambah................................................35
Gambar 5.
Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan...............................35
Gambar 6.
Kondisi Rumah Masyarakat Desa Bojong Murni................................36
Gambar 7.
Pekerjaan Utama Perambah.................................................................37
Gambar 8.
Kandang Ternak di belakang Rumah..................................................37
Gambar 9.
Jumlah Anggota Keluarga Perambah..................................................38
Gambar 10.
Rata-rata Luas Rambahan Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja......................................................................39
Gambar 11.
Pola Penggunaan Lahan.......................................................................40
Gambar 12.
Pola Penggunaan Lahan Basah (Sawah) di Kawasan TNGGP...........40
Gambar 13.
Pola Penggunaan Lahan Kering (Kebun) di Kawasan TNGGP..........40
Gambar 14.
Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam.......................................41
Gambar 15.
Hasil Panen Berupa Labu Siam di Lahan Rambahan..........................42
Gambar 16.
Tanaman Padi dan Pisang di Lahan Rambahan...................................42
Gambar 17.
Tanaman Wortel di Lahan Rambahan.................................................43
Gambar 18.
Tingkat Pendapatan Utama Perambah.................................................44
Gambar 19.
Tingkat Kesejahteraan Perambah........................................................44
Gambar 20.
Kondisi Rumah Perambah Kawasan TNGGP di Desa Bojong Murni....44
Gambar 21.
Rata-rata Pendapatan Sampingan Berdasarkan Pekerjaan Sampingan Para Perambah.....................................................................................45
Gambar 22.
Nilai dari Perambahan.........................................................................46
Gambar 23.
Motif Perambahan...............................................................................47
Gambar 24.
Motif Penggunaan Lahan Rambahan...................................................48
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional pertama di Indonesia yang diumumkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980. Sejalan dengan pengumuman tersebut, pengelolaannya diarahkan agar TNGGP dapat berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Arah pengelolaan ini menuntut terpeliharanya kondisi TNGGP agar tetap utuh dan lestari. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa terdapat banyak tekanan terhadap TNGGP, diantaranya adalah pencurian kayu bakar, perburuan satwa, penebangan liar, pencurian pakis, pencurian bambu, dan perambahan lahan hutan. Penyebab-penyebab tekanan terhadap TNGGP antara lain kondisi fisik sekitar tepi kawasan, kondisi pengamanan kawasan dari pihak pengelola, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGGP itu sendiri (Kusnanto, 2000). Tekanan terhadap kawasan TNGGP semakin meningkat mengingat semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk (1,39 %) yang menuntut adanya penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, dan papan. Sementara itu, luas lahan pertanian terbatas bahkan semakin sempit dengan luas pemilikan lahan berkisar antara 0,18-0,26 ha. Akibatnya sektor pertanian yang merupakan tumpuan hidup masyarakat sudah tidak mampu lagi memberikan kontribusi yang cukup dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat. Sebagai dampaknya adalah tekanan masyarakat terhadap kawasan TNGGP semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kerusakan yang besar yaitu 17,88 Ha yang disebabkan oleh gangguan penyerobotan lahan (Kusnanto, 2000).
1
1. 2. Perumusan Masalah Penetapan Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebagai taman nasional menuntut terpeliharanya kelestarian kawasan hutan itu sendiri. Dengan timbulnya tekanan masyarakat sekitar hutan terhadap kawasan akan mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi hutan. Oleh karena itu pihak manajemen perlu mengambil tindakan penanggulangan terhadap tekanan masyarakat pada kawasan TNGGP agar dampak yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk memformulasikan suatu strategi penaggulangan yang tepat diperlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi perambah hutan yang menjadi penyebab terjadinya perambahan dan pola perambahan kawasan TNGGP.
1. 3. Kerangka Pemikiran Tekanan-tekanan terhadap kawasan hutan merupakan tantangan dan ancaman yang timbul akibat dari permasalahan sosial ekonomi perambah hutan yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan hutan. Waluyo, 1981 dalam Wahidiat, 2002 mengatakan bahwa sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa menunjukan hubungan yang erat antara hutan dengan manusia (masyarakat) disekitarnya. Jika kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan baik, maka dapat diharapkan hutan akan aman dari gangguan. Tetapi sebaliknya, jika kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan buruk, maka akan timbul gangguan keamanan hutan, seperti tekanan masyarakat sekitar hutan terhadap kawasan TNGGP untuk lahan pertanian. Pendapat ini memberi arahan bahwa dalam pengelolaan hutan terutama pengelolaan TNGGP perlu diketahui kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Kondisi
sosial
ekonomi
perambah
dapat
dianalisis
berdasarkan
karakteristik perambah (asal, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, pendapatan), karakteristik perambahan lahan (luas lahan rambahan, pola penggunaan lahan rambahan), karakteristik jenis tanaman yang ditanam di lahan rambahan, motif merambah, faktor-faktor keputusan penggunaan lahan rambahan, nilai dari perambahan dan pola perambahan kawasan (apa yang
2
dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya).
1. 4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi perambah hutan dan pola perambahan kawasan TNGGP.
1. 5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai : 1. Informasi bagi pihak pengelola TNGGP untuk merumuskan solusi bagi masalah perambahan kawasan. 2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang perambahan. 3. Informasi rujukan bagi para peneliti dan pengembangan keilmuan baru. 4. Informasi bagi pemerintah (pusat dan daerah) untuk merumuskan solusi bagi permasalahan-permasalahan sosial ekonomi masyarakat.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pengelolaan Daerah Penyangga Daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar Kawasan Pelestarian Alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan Kawasan Pelestarian Alam. Pengelolaan atas daerah penyangga tetap berada di tangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Penjelasan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 pasal 16 ayat 2). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berbatasan langsung dengan hutan Perum Perhutani, perkebunan teh, perkebunan campuran, kebun raya, lapangan golf, sawah, ladang palawija dan kebun rakyat. Hutan Perhutani yang berbatasan terdiri dari hutan kelas perusahaan pinus untuk daerah Bogor dan Cianjur. Umumnya hutan Perhutani yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan hutan lindung/hutan lindung terbatas (Kusnanto, 2000). Daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998 pasal 56 ayat 1). Pengelolaan daerah penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dengan memperhatikan ketentuan kriteria daerah penyangga, secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam (Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998). Penduduk di daerah penyangga TNGGP merupakan penduduk yang tinggal di desa-desa yang beberapa di antaranya terletak sangat dekat dengan perbatasan hutan. Penduduk di daerah penyangga TNGGP ini menimbulkan banyak masalah dalam penjagaan hutan karena mereka mengambil hasil hutan
4
seperti kayu bakar dan kayu untuk arang, mereka juga menebang hutan untuk dijadikan perkebunan (FAO, 1978 dalam Andriani, 2002). Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi sangat diperlukan mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan perlindungan jangka panjang. Untuk itu, maka perlu dijelaskan kepada masyarakat mengenai pentingnya pembangunan kawasan konservasi dan tujuan dari daerah penyangganya. Penunjukan daerah penyangga adalah juga untuk menjaga kelangsungan hak-hak masyarakat tradisional sebagai bagian dari pengelolaan kawasan konservasi dan untuk memastikan bahwa masyarakat juga dapat menikmati keuntungan dari kawasan konservasi (Oldfield, 1988 dalam Andriani, 2002).
2. 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 691/KptsII/1998 yang dimaksud dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan adalah kelompok-kelompok masyarakat baik berada di dalam maupun di pedesaan sekitar hutan. Sayogyo (1988) menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat desa menarik untuk diteliti karena lebih dari 83% rumah tangga di Indonesia hidup di pedesaan. Rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan. Hal ini diperburuk dengan sifat menggantungkan diri yang relatif tinggi pada sektor pertanian, sehingga mereka sulit untuk meningkatkan pendapatannya. Sekitar 25 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Umumnya mereka berada di desa-desa tertinggal di sekitar dan di dalam hutan. Sebagian besar desa tertinggal berada di sekitar atau bahkan di dalam hutan (Nasendi dan Machfud, 1996). Lebih lanjut lagi dikemukakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan akan sangat menentukan keberhasilan pengusahaan hutan (pemanfaatan dan pelestarian hutan). Masalah deforestasi, degradasi hutan, kebakaran hutan, pencurian hasil hutan dan tekanan-tekanan
5
terhadap hutan lainnya merupakan tantangan dan ancaman yang dapat timbul sebagai akibat dari permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang seharusnya dikembangkan dan diakomodasikan dengan tepat serta terarah dalam kegiatan pengusahaan hutan. Dampak positif pembangunan kehutanan bagi masyarakat di daerah (masyarakat pedesaan sekitar hutan) masih sangat kecil karena belum menggunakan cara-cara yang tepat dimana kegiatan masyarakat belum terkait secara kuat atau terlibat secara langsung dengan kegiatan kehutanan itu sendiri (Darusman, 1993). Kawasan hutan, selama ini dianggap sebagai suatu kawasan yang terpisah dari masyarakat dan wilayah desa. Pemisahan tersebut sedikit banyak berpengaruh pada kontribusi pengelolaan hutan terhadap pengembangan masyarakat dan pembangunan daerah. Padahal setiap jengkal lahan hutan yang ada (di Pulau Jawa) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah administratif desa. Dengan demikian sudah selayaknya jika pengelolaan hutan menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat desa sekitarnya (Lembaga Arupa, 2000). Masyarakat di dalam dan sekitar hutan harus dan perlu diperhatikan dalam pembangunan sektor kehutanan, karena mereka adalah bagian atau unsur dari ekosistem hutan yang saling tergantung. Mereka memiliki kekuatan yang sangat besar, yang apabila tidak diperhatikan dapat menjadi kekuatan perusak yang sangat dahsyat. Sebaliknya, bila diperhatikan dapat menjadi kekuatan pendukung yang juga sangat dahsyat (Darusman, 1993). Lebih lanjut, Darusman (1993) menyatakan bahwa kenyataan di lapangan sekarang banyak terjadi penyerobotan lahan hutan. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena mereka tidak segera melihat adanya kesempatan yang disediakan kehutanan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sekarang ini mereka melihat ketidakjelasan, ketidakpastian, padahal mereka sudah sangat membutuhkan, dan akhirnya jalan yang paling pintas adalah mencuri, merambah, dan menyerobot lahan hutan.
6
2. 3. Pola Penggunaan Lahan Kegiatan atau usaha manusia memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual ataupun keduanya secara tetap dan berkala disebut penggunaan lahan (land use). Perencanaan persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan lahan disebut tata guna lahan (FAO, 1976 dalam Kusnanto, 2000). Pola penggunaan lahan pada dasarnya merupakan cermin kegiatan ekonomi suatu masyarakat pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Intensitas
penggunaan
lahan
akan
ditentukan
oleh
keadaan
wilayah,
perkembangan penduduk, bidang nafkah serta organisasi masyarakat setempat (Sandy, 1973 dalam Keren, 1988). Permasalahan dalam penggunaan lahan sering timbul karena adanya kenyataan peran ganda dari lahan tersebut (penyeimbang lingkungan, habitat atau ruang makhluk hidup, sumberdaya dan faktor produksi) dan sifat-sifat yang melekat pada lahan seperti luasnya terbatas, lokasi tetap (tidak dapat berpindah) dan karakteristik fisik yang berbeda-beda. Demikian juga dalam pengelolaannya sering terjadi konflik di antara sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Fenomena tersebut dapat mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya yang pada akhirnya menimbulkan penurunan kualitas lahan itu sendiri (Rakhman, 2000).
2. 4. Perambahan lahan hutan Penyerobotan lahan hutan seperti dikemukakan oleh Sastrosemito (1984) merupakan salah satu jenis gangguan hutan yang disebabkan oleh manusia yang sasaran pokoknya adalah lahan hutan. Perambahan hutan adalah penggunaan lahan hutan untuk keperluan selain hutan, dalam hal ini terutama untuk pemukiman dan perladangan tanpa ijin dari pihak yang berwenang. Perladangan liar adalah perladangan yang dipraktekan di atas tanah-tanah hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang (Fakultas Kehutanan, 1977). Masyarakat di sekitar kawasan konservasi (hutan) memiliki sistem sosial ekonomi dan budaya tersendiri dengan ekosistem dalam kawasan konservasi. Menurut kaidah ekologi bila suatu sistem berdekatan, pada umumnya akan terjadi
7
eksploitasi dari sistem yang kuat terhadap sistem yang lemah. Fenomena yang umum terjadi adalah eksploitasi kawasan konservasi (hutan) oleh sistem sosial sekitarnya (Pusat Studi Lingkungan Unila, 1984). Demikian pula Fakultas Kehutanan IPB (1986), menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan umumnya terkait erat dengan hutan. Masyarakat sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan juga sebagai cadangan bagi perluasan lahan usaha tani mereka ketika mereka membutuhkan tambahan lahan usaha tani yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk (Sudharto, 1996). Penduduk di sekitar kawasan konservasi terus bertambah, sehingga jumlah petani dengan sendirinya pun terus meningkat. Hal ini berarti kebutuhan lahan bagi penduduk sekitar kawasan konservasi (hutan) semakin besar (Pusat Studi Lingkungan Unila,1984). Salah satu konsekuensi dari jumlah penduduk yang terus meningkat adalah pertambahan angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja tidak seimbang dengan penyediaan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan meningkat. Akibatnya ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin meningkat sehingga pemukiman dan perladangan liar bermunculan di mana-mana dengan luas yang semakin meningkat pula. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap luas lahan yang digarap (Fakultas Kehutanan IPB, 1986). Bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Persepsi adalah suatu proses seseorang memiliki, mengorganisir sistem, dan menginterpretasikan informasi menjadi gambaran yang berarti mengenai suatu objek (Kotler dan Armstrong, 1991). Persepsi adalah pandangan atau sikap seseorang tentang suatu hal yang menimbulkan motivasi atau kekuatan, dorongan atau tekanan yang menyebabkan seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Pasaribu 1997). Dengan demikian sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu, akhirnya akan memberikan dorongan untuk mau atau tidak mau melakukan sesuatu hal tersebut. Persepsi yang dimaksud disini adalah sejauh mana masyarakat (penggarap) menganggap keberadaan hutan memberikan arti (manfaat) kepada mereka. Sehingga sesuai dengan Wibowo (1987), persepsi adalah suatu gambaran, interpretasi serta pengertian seseorang mengenai suatu objek, terutama bagaimana
8
orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan lingkungan dimana dia berada. Persepsi seseorang tergantung pada seberapa jauh suatu objek memberikan arti kepada seseorang yang bersangkutan tersebut. Bagaimana seseorang bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Sehingga dalam kasus perambahan lahan hutan, persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan akan menentukan tingkat perambahan lahan hutan yang akan dilakukannya. Tingkat pendidikan yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumberdaya alam yang bebas dimiliki dan dipergunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobot lahan hutan (Wiradinata, 1988). Tingkat kesadaran masyarakat diasumsikan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka tingkat kesadaran tentang pentingnya pemeliharaan kawasan konservasi semakin tinggi pula (Direktorat Jenderal Kehutanan,1983). Disamping itu, faktor pendorong lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat akan arti dan fungsi kawasan konservasi (hutan), sehingga banyak tindakan masyarakat yang tidak mendukung kelestarian kawasan tersebut (Fakultas Kehutanan IPB, 1986). Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan terhadap hutan oleh masyarakat sekitar hutan seperti perambahan lahan hutan adalah pengetahuan masyarakat itu sendiri tentang kawasan hutan (Fakultas Kehutanan IPB, 1977). Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Pengetahuan dan pengalaman akan membentuk sikap seseorang (Engel, 1994). Pengetahuan merupakan fase awal dari pembuatan keputusan dimana akhirnya seseorang akan berbuat atau berperilaku seperti pengetahuan yang diperolehnya. Pengetahuan seseorang akan menentukan sikap menerima atau menolak, kemudian akan berperilaku mengenai sesuatu yang dianggap positif dan baik bagi dirinya (Madrie,1981). Pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai kawasan hutan dan fungsi hutan akan mempengaruhi sikap mereka terhadap hutan yang kemudian akan tercermin pada interaksinya dengan hutan, terutama kaitannya dengan aktivitas perambahan lahan hutan yang mereka lakukan (Fakultas Kehutanan IPB, 1977).
9
Penyebab hancurnya hutan saat ini disinyalir akibat dari kondisi masyarakat sekitar hutan yang miskin dan berpendidikan rendah, hilangnya budaya berhutan oleh masyarakat, serta diikuti oleh kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil. Kondisi demikian semakin mewarnai wajah pengelolaan hutan (di Pulau Jawa) yang selama ini dirasakan kurang memberikan manfaat bagi pembangunan daerah dan pengembangan masyarakat lokal (Lembaga Arupa, 2000).
10
III. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3. 1. Kondisi Fisik 3. 1. 1. Letak dan Luas Daerah penyangga TNGGP meliputi areal seluas 42.336 ha. Secara administratif daerah penyangga TNGGP tersebut terdiri dari 63 desa dari 14 kecamatan di tiga kabupaten, yaitu Bogor seluas 12.940 ha (30,57%), Sukabumi seluas 20.154 ha (47,60%), dan Cianjur seluas 9.242 ha (21,83%) (Suheri, 2003). Desa di daerah penyangga TNGGP yang menjadi desa contoh dalam penelitian ini adalah Desa Bojong Murni (Kecamatan Ciawi) meliputi areal seluas 159,85 ha yang termasuk wilayah kabupaten Bogor (Kurniawan, 2003).
3. 1. 2. Iklim dan Topografi Desa contoh mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata antara 2.967 - 3.656 mm/tahun. Bulan-bulan kering terjadi pada bulan Juli – September dan bulan-bulan basah terjadi pada bulan Oktober – Mei. Suhu rata-rata antara 180C – 300C dengan kelembaban antara 80 – 90%. Ketinggian tempat desa-desa contoh tersebut bervariasi antara 750 – 1680 m dpl. Fisiografi lapangan sebagian besar datar sampai dengan agak curam (Kurniawan, 2003)
3. 1. 3. Tanah Berdasarkan peta tanah Jawa-Madura tahun 1962, jenis tanah di desa contoh tidak terlalu bervariasi, terdiri dari latosol coklat dan asosiasi andosol coklat kekuning-kuningan dengan algosol coklat. Kesuburan tanah bervariasi mulai dari subur sampai sangat subur (Balai TNGGP, 1998 dalam Basuni, 2003).
3. 1. 4. Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan di desa contoh sebagian besar merupakan penggunaan lahan kering sebesar 70,72% yang terdiri dari pekarangan dan pemukiman sebesar 5,97%; ladang sebesar 1,84%; perkebunan dan perikanan sebesar 39,54%; padang gembala dan hutan sebesar 20,76% dan penggunaan lainnya sebesar 2,61%; sedangkan yang merupakan lahan basah berupa sawah
11
hanya sebesar 29,28%. Data mengenai pola penggunaan lahan di desa contoh dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Luas dan Tata Guna Lahan di Desa Bojong Murni Tata Guna Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Pekarangan/Pemukiman 40,24 25,17 Sawah 81,96 51,27 Ladang 4,50 2,82 Perkebunan/Perikanan 27,65 17,30 Padang gembala/Hutan 5,50 3,44 Total 159,85 100 Sumber : Monografi Desa 2001
3. 2. Kondisi Sosial Ekonomi 3. 2. 1. Jumlah Penduduk Jumlah total penduduk di desa contoh adalah 3472 jiwa dengan perincian laki-laki berjumlah 1719 jiwa (49,43%) dan perempuan berjumlah 1753 jiwa (50,57%). Kepadatan penduduk 27,72 jiwa/ha. Sedangkan pertumbuhan penduduknya adalah 1,39%/th. Data mengenai jumlah penduduk dan kepadatan pada desa contoh dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah Penduduk No
Desa
Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Bojong Murni 1719 1753 3472 Persentase (%) 49,43% 50,57% 100%
Kepadatan (jiwa/ha) 27,72
Pertumbuhan Penduduk (%/th) 1,39
Sumber : Profil Desa, Profil Kecamatan dan BPS Kabupaten tahun 2001.
Sedangkan distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelompok Umur Penduduk di Desa Contoh Desa Bojong Murni No Kelompok Umur (th) Jumlah % 1 0-4 521 15,01 2 5-9 416 11,98 3 10 - 14 439 12,64 4 15 - 19 428 13,33 5 20 - 24 272 7,83 6 25 - 29 303 8,73 7 30 - 34 284 8,18 8 35 - 39 239 6,88 9 40 - 44 178 5,13 10 45 - 49 150 4,32
12
No Kelompok Umur (th) 11 12
50 - 54 > 55 Total
Desa Bojong Murni Jumlah % 111 3,20 131 3,77 3472 100
Sumber : BPS Kab Bogor 2001.
3. 2. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di desa contoh sebagian besar hanya sampai pada pendidikan tingkat SD (34,15%). Sedangkan jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi masih sangat sedikit. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk dari desa contoh dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Desa Bojong Murni. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Belum/tidak sekolah 546 Tidak tamat SD 1840 SD 459 SLTP 349 SLTA 236 PT 3 Jumlah 3472
Persentase (%) 15,73 53,00 13,22 10,05 6,80 0,09 100
Sumber : Profil Desa, Profil Kecamatan dan BPS Kabupaten tahun 2001.
3. 2. 3. Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk di daerah penyangga TNGGP bermata pencaharian di sektor pertanian. Mata pencaharian di sektor pertanian yang dimaksud adalah pemilik/penyewa lahan persawahan dan perkebunan, peternak, petani ikan, pekerja/buruh tani perkebunan dan kehutanan. Sekitar 41 % penduduk adalah sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan garapan sehingga sangat tergantung pada lahan yang dikuasai orang lain (Balai TNGGP, 1999 dalam Basuni, 2003). Selain di sektor pertanian, sumber penghasilan masyarakat desa ada juga yang berasal dari sektor industri dan sektor jasa. Industri yang terdapat di desa contoh umumnya merupakan industri kecil/industri rumah tangga sampai industri skala menengah. Sedangkan di sektor jasa meliputi perdagangan, pegawai negeri dan pelayan-pelayan bidang jasa lainnya. Data mengenai mata pencaharian penduduk pada desa contoh dapat dilihat pada Tabel 5.
13
Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Bojong Murni Desa Bojong Murni Tahun 2001 No Jenis pekerjaan Total 1 Pertanian 683 2 Industri 57 3 Listrik & gas air 0 4 Konstruksi 190 5 Perdagangan 86 6 Angkutan 73 7 Lembaga Keuangan 0 8 Jasa 109 9 Lainnya 502 Total 1700
% 40,2 3,35 0 11,2 5,06 4,29 0 6,41 29,5 100
Sumber : BPS Kab Bogor 2001.
3. 2. 4. Pemilikan Lahan dan Luas Penggarapan Lahan Pertanian Dilihat dari struktur kepemilikan luas lahannya, masyarakat di daerah penyangga TNGGP sebesar 74,08% memiliki tingkat kepemilikan lahan < 0,5 ha. Bila dilihat dari rasio luas lahan pertanian dengan jumlah penduduknya umumnya sangat kecil (< 0,25 ha), makin kecil nilai tersebut maka makin sempit lahan yang diolah untuk bertani. Hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah (Kusnanto, 2000). Rata-rata luas lahan garapan di desa contoh dapat dilihat di Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Luas Penggarapan Lahan Pertanian di Desa Bojong Murni No Keterangan Jumlah 1 Luas Desa (Ha) 159,61 2 Luas Lahan pertanian (Ha) 119,61 3 Rata-rata luas penggarapan (Ha) 0,18 4 Jumlah petani (orang) 683 Sumber : Monografi Desa 2001
3. 2. 5. Pola Usaha Tani Kegiatan pertanian di desa contoh dilaksanakan oleh petani secara intensif karena kondisi tanahnya yang subur, curah hujan yang cukup dan iklim yang sangat mendukung sehingga berbagai jenis komoditas tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dilihat dari aspek kesesuaian lahannya, penggunaan lahan untuk pertanian tanaman pangan, tanaman semusim dan padi sawah termasuk ke dalam
14
kelas kesesuaian S-2 (agak sesuai) dan S-3 (kurang sesuai) dengan pembatas topografi (LPT, 1979). Kurniawan 2003, menyatakan bahwa kegiatan usaha tani di desa contoh secara umum dikelompokkan menjadi tiga jenis pola usaha tani, yaitu usaha tani lahan basah (sawah) untuk penanaman padi, usaha tani lahan kering untuk penanaman palawija, sayuran, buah-buahan dan kayu pertukangan, dan usaha tani peternakan. Usaha tani lahan kering biasanya ditanami berbagai jenis palawija seperti : jagung, ubi kayu dan ubi jalar; dan jenis sayuran seperti : wortel, bawang daun, caisim, kol, brokoli, tomat, cabai, terong, kacang panjang, buncis dan labu siam. Pada tanah yang tidak memungkinkan ditanami sayuran, palawija dan padi, petani menanam tanaman tahunan seperti : pisang, pepaya, nangka, nenas, alpukat, dukuh, kelapa dan buah-buahan lain serta kayu pertukangan seperti sengon (Paraserianthes falcataria) dan kayu bakar seperti kaliandra (Callyandra spp.). Sedangkan jenis ternak yang dikembangkan dalam usaha tani peternakan adalah ayam kampung, ayam ras, itik, kelinci, domba, kambing, sapi dan kerbau. Tanaman padi, palawija dan sayuran biasanya mempunyai musim-musim tertentu. Sebagai gambaran kalender musim untuk tanaman padi, palawija dan sayuran di dua desa contoh dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar i. Kalender Musim Tanaman di Desa Contoh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Tanaman Padi Jagung Ubi kayu Wortel Tomat Cabai Kol Brokoli Caisim Kacang panjang Buncis Ketimun Terong Labu siam Bawang daun
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nop Des X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
Sumber : Monografi Desa 2001
15
Tata niaga hasil usaha tani umumnya dilakukan dengan cara menjual kepada pedagang pengumpul atau tengkulak. Sedikit sekali petani yang menjual langsung ke pasar karena selain keterbatasan sarana transportasi dan volume hasil yang tidak terlalu besar juga dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan modalnya, banyak para petani yang mendapat pinjaman dari tengkulak dengan catatan hasil panen tidak boleh dijual kepada orang lain. Harga jualnya lebih rendah dari harga pasar sehingga pendapatan petani pun semakin kecil. Selanjutnya tengkulak menjual hasil usaha tani tersebut ke pasar-pasar induk seperti Jakarta, Bogor, Cianjur dan Sukabumi atau ke pasar lokal (Kurniawan, 2003)
3. 2. 6. Interaksi Masyarakat Dengan TNGGP Masyarakat sekitar hutan pada umumnya sangat tergantung pada air sungai yang berhulu di dalam kawasan TNGGP. Air tersebut diperuntukkan selain untuk kegiatan pertanian juga untuk air mandi, cuci dan kakus (MCK). Bojong Murni sangat tergantung dengan ketersediaan air sungai tersebut untuk keperluan MCK dan memasak. Hal ini terjadi karena pada musim kemarau, sumur-sumur di daerahnya kering atau masyarakat tidak membuat sumur sama sekali karena air tanah sangat dalam (Kurniawan, 2003). Ketergantungan masyarakat yang cukup tinggi terhadap hasil hutan adalah dalam hal kayu bakar. Pada umumnya masyarakat di desa contoh masih menggunakan kayu bakar untuk memasak karena biaya untuk membeli minyak tanah cukup mahal. Sumber kayu bakar awalnya berasal dari kebun mereka, tetapi karena persediaannya makin lama makin habis, maka masyarakat akhirnya harus mencari ke hutan terdekat. Masyarakat yang mempunyai ketergantungan cukup besar terhadap kayu bakar dari hutan adalah Desa Bojong Murni. Di beberapa tempat seperti di Desa Bojong Murni kadang-kadang masih ditemukan masyarakat yang mengambil kayu, bambu, rotan dari hutan TNGGP untuk dipergunakan sebagai bahan bangunan, kerajinan anyam-anyaman atau untuk dijual. Hal ini disebabkan mereka memerlukan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak mencukupi hanya mengandalkan hasil pertanian atau buruh (Balai TNGGP, 1996). Interaksi masyarakat desa contoh dengan hutan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 7.
16
Tabel 7. Interaksi Masyarakat Desa Bojong Murni dengan TNGGP. No Interaksi Intensitas 1 Air pertanian Besar (terus menerus) 2 Air untuk MCK Besar (terus menerus) 3 Kayu bakar Sedang (agak sering) 4 Bambu, rotan Kecil (sekali-sekali) 5 Tanaman hias 6 Hama binatang Sedang (agak sering) 7 Satwa buruan Kecil (sekali-sekali) 8 Perambahan Besar 9 Wisata Sumber : Laporan PRA DS TNGGP 1996.
17
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan Januari 2005 di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Daerah Penyangga TNGGP.
Ket :
: Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta TNGGP dan Daerah Penyangganya
18
4. 2. Batasan Istilah Dalam Penelitian Dalam rangka untuk mendapatkan suatu batasan yang jelas dan memudahkan pengukuran, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut : 1. Perambahan hutan adalah penggunaan lahan hutan untuk keperluan selain hutan (misalnya : pemukiman, pertanian, dll), tanpa ijin dari pihak yang berwenang. 2. Perambah hutan adalah orang yang menggunakan lahan hutan untuk keperluan selain hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang. 3. Asal perambah adalah apakah perambah merupakan penduduk asli atau pendatang. 4. Usia perambah adalah usia KK perambah pada saat dilakukan penelitian ini (Tahun). 5. Jumlah anggota keluarga perambah adalah semua orang yang tinggal di dalam rumah tangga perambah atau sementara tidak ada pada saat dilakukan pencacahan, dinyatakan dalam satuan jiwa per rumah tangga (Jiwa/RT) 6. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dicapai oleh KK perambah. 7. Pekerjaan utama adalah sumber mata pencaharian utama KK perambah. 8. Pekerjaan sampingan adalah sumber mata pencaharian sampingan KK perambah. 9. Tingkat pendapatan rumah tangga utama adalah total penghasilan rumah tangga dari hasil pekerjaan utama (Rp/Tahun). 10. Tingkat pendapatan rumah tangga sampingan adalah total penghasilan rumah tangga dari pekerjaan sampingan (Rp/Tahun). 11. Luas lahan adalah jumlah luas lahan yang dimiliki dan diolah oleh perambah (Ha) 12. Pola penggunaan lahan adalah kegiatan atau usaha para perambah memanfaatkan lahan rambahan (Pemukiman, sawah, ladang, kebun, dll) 13. Karakteristik jenis tanaman yang ditanam adalah jenis-jenis tanaman yang ditanam di lahan rambahan (Jenis)
19
14. Motif penggunaan lahan adalah tujuan penggunaan lahan para perambah, apakah untuk dikomersilkan (bisnis) ataukah untuk pemenuhan kebutuhan hidup dasar (subsisten). 15. Nilai dari perambahan adalah hasil pertanian setelah dijual (Rp/Tahun).
4.3. Batasan Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah Karakteristik sosial ekonomi perambah yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah, tingkat pendapatan utama perambah, tingkat pendapatan sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan.
4.4. Batasan Pola Perambahan Pola perambahan yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi : apa yang
dirambah,
siapa
yang
merambah,
dimana
merambahnya,
kapan
merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya.
4.5.Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah karakteristik sosial ekonomi perambah, pola perambahan, dan pola penggunaan lahan rambahan.
4.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah kondisi sosial ekonomi perambah yang dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara studi literatur terdiri dari peta-peta, monografi Desa Bojong Murni, serta keadaan umum daerah penyangga TNGGP. Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
20
Tabel 8. Jenis data yang dikumpulkan, ukuran data, cara pengambilan data, dan alat yang digunakan dalam penelitian. No
Jenis Data
Ukuran Data
1
Asal perambah
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15.
-
Cara Pengambilan Wawancara
Kuisioner
Usia perambah
Umur
Wawancara
Kuisioner
Jumlah anggota keluarga perambah Jumlah anggota keluarga perambah yang bekerja Tingkat pendidikan
Jiwa/RT
Wawancara
Kuisioner
Jiwa/RT
Wawancara
Kuisioner
-
Wawancara
Kuisioner
Pekerjaan utama perambah Pekerjaan sampingan perambah Tingkat pendapatan RT utama perambah Tingkat pendapatan RT sampingan perambah Luas lahan rambahan
-
Wawancara
Kuisioner
-
Wawancara
Kuisioner
Rp/Tahun
Wawancara
Kuisioner
Rp/Tahun
Wawancara
Kuisioner
Ha
Wawancara dan data sekunder Wawancara dan observasi Wawancara dan observasi
Kuisioner
Wawancara
Kuisioner
-
wawancara
Kuisioner
Rp/Tahun
Wawancara
Kuisioner
Pola penggunaan lahan rambahan Karakteristik jenis tanaman yang ditanam di lahan rambahan Motif penggunaan lahan rambahan Motif merambah lahan rambahan Nilai dari perambahan
Jenis tanaman utama dan jenis tanaman tambahan -
Alat
Kuisioner Kuisioner
4. 7. Metode Penarikan Contoh Desa contoh yang dipilih merupakan desa yang pernah dilakukan studi mengenai ketersediaan tenaga kerja sektor pertanian di daerah penyangga TNGGP. Desa Bojong Murni adalah desa yang mempunyai kelebihan tenaga kerja sektor pertanian paling rendah (175 orang) (Kurniawan, 2003). Unit pengukuran pada penelitian ini adalah KK perambah di Desa Bojong Murni yang diambil secara sensus.
21
4. 8. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif melalui analisis pola penggunaan lahan, analisis pola perambahan, dan analisis sosial ekonomi perambah hutan. Analisis pola penggunaan lahan, meliputi: luas lahan, pola penggunaan lahan, dan karakteristik jenis tanaman yang ditanam. Analisis sosial ekonomi perambah hutan, meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah, tingkat pendapatan utama perambah, tingkat pendapatan sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan. Analisis pola perambahan kawasan meliputi : apa yang dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya.
4.9. Metode Analisis Nilai Perambahan Untuk mengetahui kriteria peningkatan pendapatan perambah didasarkan pada pendapat Gittinger (1986), yaitu pendapatan dari perambahan dapat dikatakan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan total apabila telah dapat memberikan kontribusi pendapatan > 20% dari pendapatan diluar perambahan. Untuk mengetahui kontribusi dari perambahan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup perambah dihitung dengan rumus :
Kontribusi Pendapatan = Pendapatan dari Perambahan
X 100 %
Pendapatan di luar perambahan
22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor ditemukan 28 KK perambah hutan atau sebesar 2,78 % dari jumlah KK di Desa Bojong Murni.
A. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah 1. Asal Perambah Perambah di Desa Bojong Murni yang berjumlah 28 orang merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni.
2. Umur Perambah Perambah di Desa Bojong Murni berumur antara 26-80 tahun. Data mengenai umur perambah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Perambah Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur
Jumlah Perambah (KK)
20 – 34 tahun
5
Persentase Perambah (%) 17,86
35 –55 tahun
18
64,28
> 55 tahun
5
17,86
Total
28
100
3. Tingkat Pendidikan Perambah Sebanyak 16 orang perambah di Desa Bojong Murni tidak sekolah, sementara 12 orang lainnya tidak tamat sekolah dasar (SD). Data mengenai tingkat pendidikan perambah dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Jumlah Perambah Menurut Tingkat Pendidikan Perambah. Tingkat Pendidikan
Jumlah Perambah (KK)
Tidak Sekolah
16
Persentase Perambah (%) 57,14
Tidak tamat SD
12
42,86
23
4. luas Pemilikan Lahan Para Perambah Tabel 11. Luas Pemilikan Tanah Para Perambah No Perambah
Tanah milik (Ha)
Tanah sewa (Ha)
Tanah garap (Ha)
Tanah rambahan dari TNGGP (Ha)
1
0,03
-
-
0,6
2
-
-
-
0,05
3
-
-
-
0,4
4
-
-
-
0,6
5
-
-
-
0,6
6
-
-
-
0,4
7
-
-
-
0,5
8
-
-
-
0,14
9
0,1
-
-
0,14
10
0,1
-
-
0,4
11
-
-
-
0,23
12
-
-
-
0,4
13
-
-
-
0,075
14
-
-
-
0,2
15
0,1
-
-
0,65
16
-
-
-
0,16
17
-
-
-
0,1
18
-
-
-
0,24
19
-
-
-
0,09
20
-
-
-
0,35
21
0,03
-
-
0,6
22
-
-
-
0,5
23
-
-
-
0,4
24
-
-
-
0,23
25
-
-
-
0,37
26
-
-
-
0,11
27
-
-
-
0,15
28
-
-
-
0,075
Lahan yang dirambah oleh para perambah di Desa Bojong Murni bervariasi antara 0,05-0,65 Ha/KK dengan rata-rata luas rambahan seluas 0,313 Ha/KK. Kawasan TNGGP yang telah dirambah oleh para perambah di Desa
24
Bojong Murni seluas 8,76 Ha. Data mengenai penguasaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan Luas Rambahan < 0,25 ha
Rata-Rata Luas Rambahan (Ha/KK) 0,142
14
Persentase Perambah (%) 50
0,25 – 0,5 ha
0,413
9
32,14
> 0,5 ha
0,610
5
17,86
Total
0,313
28
100
Jumlah (KK)
5. Pekerjaan Utama Perambah Seluruh perambah di Desa Bojong Murni mempunyai pekerjaan utama yang bervariasi, mulai dari menjadi petani, buruh tani, pedagang, peternak, penggergaji kayu, buruh tani-pedagang, buruh tani-peternak, pedagang-peternak, dan kernet-peternak. Data mengenai pekerjaan utama perambah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pekerjaan Utama Perambah Jumlah Perambah
Persentase
(KK)
Perambah (%)
Buruh tani
6
21,43
Pedagang
3
10,71
Petani, Peternak
4
14,29
Petani, Penggergaji Kayu
1
3,57
Buruh tani, pedagang
1
3,57
Buruh tani, Peternak
9
32,14
Pedagang, peternak
3
10,71
Kernet, peternak
1
3,57
Total
28
100
Jenis Pekerjaan Utama
6. Pekerjaan Sampingan Perambah Seluruh perambah di Desa Bojong Murni mempunyai pekerjaan sampingan sebagai perambah kawasan TNGGP.
25
7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni berkisar antara 1-10 jiwa dengan rata-rata 5,64 jiwa per-KK. Data mengenai jumlah anggota keluarga perambah dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Jumlah Anggota Keluarga 1-3 jiwa
8.
8
Persentase Perambah (%) 28,57
4-5 jiwa
4
14,29
> 6 jiwa
16
57,14
Total
28
100
Jumlah Perambah (KK)
Jumlah Anggota Keluarga yang Bekerja Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni yang bekerja
berkisar antara 1-3 orang. Data mengenai jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni yang bekerja dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Anggota Keluarga Perambah yang Bekerja
9.
Jumlah Anggota Keluarga yang Bekerja (Jiwa) 1
Jumlah Perambah (KK) 21
Rata-rata Luas Rambahan (Ha) 0,693
2
4
0,124
3
3
0,183
Pola Penggunaan Lahan Rambahan Pola penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni terbagi menjadi
pertanian basah (sawah) dan pertanian kering (kebun). Data mengenai pola penggunaan lahan di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Pola Penggunaan lahan
Pertanian Basah (sawah)
Jumlah Perambah (KK) 11
Persentase Perambah (%) 39,29
Pertanian Kering (kebun)
17
60,71
28
100
Jenis Penggunaan Lahan
Total
26
10.
Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam Para perambah di Desa Bojong Murni mempunyai karakteristik jenis
tanaman yang ditanam di lahan rambahan yang bervariasi, antara lain kapri, buncis, wortel, bawang daun, jagung, caisim, cabe, labu siam, pisang dan padi. Data mengenai karakteristik jenis tanaman yang ditanam oleh para perambah di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam Jenis Tanaman
Jumlah Perambah (KK)
Persentase Perambah (%)
Buncis
1
3,57
Buncis, Caisim Wortel
2
7,14
Buncis, wortel
1
3,57
Buncis, wortel, jagung
2
7,14
Bawang daun, caisim, buncis, jagung,
1
3,57
Jagung
3
10,71
Jagung buncis
1
3,57
Jagung, caisim
1
3,57
Kapri, buncis
1
3,57
Labu siam
1
3,57
Padi
3
10,71
Padi, labu siam
2
7,14
Padi, pisang
6
21,43
Wortel, bawang daun, buncis
1
3,57
Wortel, buncis, jagung, cabe
1
3,57
Wortel, labu siam, caisim
1
3,57
wortel
11.
Pendapatan Utama Perambah Pendapatan utama para perambah di Desa Bojong Murni bervariasi, mulai
dari Rp. 200.000 sampai dengan Rp. 3.380.000 per tahun. Data mengenai pendapatan utama para perambah di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 18.
27
Tabel 18. Pendapatan Utama Perambah Berdasarkan Pekerjaan Utamanya Jenis Pekerjaan Utama Perambah Buruh tani
Pendapatan Utama Ratarata Perambah (Rp/thn) 1.040.000
Persentase Perambah (%) 12,97
Pedagang
1.240.000
15,47
Petani, Peternak
500.000
6,24
Petani, Penggergaji Kayu
200.000
2,49
Buruh tani, pedagang
1.280.000
15,96
Buruh tani, Peternak
1.775.556
22,15
Pedagang, peternak
1.453.333
18,12
Kernet, peternak
528.800
6,60
Total
28
100
12.
Pendapatan Sampingan Perambah Pendapatan sampingan para perambah di Desa Bojong Murni bervariasi,
mulai dari Rp. 48.000 sampai dengan Rp. 4.150.000 per tahun. Data mengenai pendapatan sampingan para perambah di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Tingkat pendapatan Sampingan Perambah Tingkat Pendapatan/tahun (Rp) < 1.000.000
Jumlah Perambah (KK) 12
Persentase Perambah (%) 42,86
1.001.000 – 2.000.000
8
28,57
2.001.000 – 3.000.000
5
17,86
3.001.000 – 4.000.000
2
7,14
> 4.000.000
1
3,57
Total
28
100
13.
Nilai Dari Perambahan Nilai dari perambahan di Desa Bojong Murni berkisar antara Rp. 48.000
sampai dengan Rp. 4.150.000 atau 2,60 % - 93,98 %. Data mengenai nilai perambahan di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 20.
28
Tabel 20. Nilai dari Perambahan No Perambah
Pekerjaan Utama
1 2 3 4 5
Penggergaji kayu Peternak Buruh tani Peternak Buruh tani, Peternak Buruh tani, Peternak Peternak Buruh tani Pedagang, Peternak Peternak Pedagang Buruh tani Buruh tani Kernet, peternak Pedagang Pedagang, peternak Buruh tani, peternak Buruh tani, pedagang Pedagang Buruh tani, peternak Buruh tani, peternak Buruh tani, peternak Buruh tani Buruh tani, peternak Buruh tani Pedagang, peternak Buruh tani, peternak Buruh tani, peternak
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Keterangan :
*
200 500 960 500 1.920
Pendapatan Sampingan (Rp. 1000/Thn) 3.125 480 1.201 1.562,5 1.562,5
1.460
2.500
171,23*
500 480 1.940
1.562,5 624 2.240
312,50* 130* 115,46*
500 960 960 1.440 528,8 1.800 960
1.105 664 2.500 240 2.400 48 280
221* 69,17* 260,42* 16,67 453,86* 02,67 29,17*
1.940
2.080
107,22*
1.280
1.140
89,06*
960 1.940
4.150 1.875
432,29* 96,65*
1.460
3.125
214,04*
3.380
1.250
36,98*
1.440 1.440
205 200
14,24 13,89
960 1.460
96 830
10 56,85*
1.460
380
26,03*
980
120
12,24
Pendapatan Utama (Rp. 1000/Thn)
Nilai Peram bahan (%) 1562,50* 98* 125,10* 312,50* 81,38*
= Nilai perambahan signifikan
29
A. 2. Motif Perambahan 1. Motif Perambahan Lahan Rambahan Motivasi para perambah di Desa Bojong Murni dalam melakukan perambahan adalah untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya. Data mengenai motif para perambah melakukan perambahan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Motif perambahan Motivasi Perambah
Jumlah Perambah (KK)
Makan
13
Persentase Perambah (%) 46,43
Makan, biaya sekolah
15
53,57
Total
28
100
2. Motif Penggunaan Lahan Rambahan Motif penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni antara lain warisan orang tua, tidak punya pilihan lain, subur, dekat dengan tempat tinggal, dan mudah memasarkan hasil panen. Data mengenai motif penggunaan lahan rambahan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Motif Penggunaan Lahan Rambahan Motivasi Warisan orang tua Tidak punya pilihan lain Subur Dekat dengan tempat tinggal Mudah memasarkan hasil panen subur, dekat dengan tempat tinggal, mudah memasarkan hasil panen. Total
Jumlah Perambah (KK) 5 5 3 4 2 9
Persentase Perambah (%) 17,86 17,86 10,71 14,29 7,14 32,14
28
100
30
B. Pembahasan B. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah Di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor terdapat 28 KK perambah kawasan TNGGP. Karakteristik sosial ekonomi para perambah di Desa Bojong Murni diuraikan di bawah ini:
1. Asal Perambah Seluruh perambah kawasan TNGGP (28 KK) di Desa Bojong Murni merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kusnanto (2000) yaitu sebagian besar penyerobotan lahan terhadap kawasan TNGGP terjadi pada desa-desa dimana kawasan TNGGP berbatasan dengan lahan milik masyarakat, seperti ladang palawija dan sawah, dengan lokasi perkampungan yang relatif dekat, seperti di Desa Tangkil, Desa Lemah Duhur, dan Desa Pancawati.
2. Umur Perambah Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur perambah (KK perambah) di Desa Bojong Murni berkisar antara 26 -80 tahun atau rata-rata 45 tahun. Pada Tabel 9 dapat dilhat bahwa sebagian perambah berada pada kelompok usia produktif, hal ini menunjukkan potensi tenaga kerja yang secara kuantitas sangat besar dan tentunya menuntut tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai. Terdesak oleh kebutuhan hidup yang harus segera dipenuhi dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan baru mendorong masyarakat Desa Bojong Murni yang secara umum adalah masyarakat agraris untuk memasuki kawasan TNGGP yang memiliki berbagai potensi sumberdaya alam yang dapat mereka gunakan untuk memperoleh pendapatan. Diantaranya, masyarakat membuka kawasan TNGGP secara liar untuk lahan pertanian. Berdasarkan data pada tabel 9 di atas, dapat terlihat bahwa perambah yang berada pada usia produktif ternyata berjumlah paling banyak (64,28 %) daripada perambah yang berada pada usia > 55 tahun. Mengingat dalam kegiatan membuka lahan garapan dibutuhkan kekuatan fisik manusia, maka dengan asumsi bahwa dengan semakin produktif usia kerja seseorang maka kekuatan fisiknya akan
31
semakin kuat sehingga kemampuan untuk membuka lahan garapan akan semakin tinggi pula. Dari tabel 9 dapat terlihat juga bahwa perambah yang memiliki usia relatif lebih muda ternyata berjumlah lebih sedikit daripada kelompok usia 35-55 tahun. Hal ini terjadi diduga berhubungan dengan pernyataan Suryana (1989), yaitu terdapat kecenderungan pada kalangan masyarakat desa yang berusia muda memiliki pandangan bahwa pekerjaan sebagai petani memiliki status sosial yang rendah, sehingga pekerjaan sebagai petani tidak begitu menarik bagi mereka. Dengan persepsi yang rendah terhadap pekerjaaan sebagai petani akan mempengaruhi motivasi mereka untuk merambah. Tenaga kerja muda pedesaan memiliki mobilitas kerja yang lebih tinggi sehingga mereka akan memilih mata pencaharian lain di luar sektor pertanian. Diantaranya mereka pergi ke luar desa untuk mencari pekerjaan di kota. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 2). 70
64.28
Persentase (%)
60 50 40 30 20
17.86
17.86
10 0 20 – 34 tahun
35 –55 tahun
> 55 tahun
Kelompok Umur Perambah (Tahun)
Gambar 2. Kelompok Umur Perambah
3. Tingkat Pendidikan Perambah. Tamarli, 1994 dalam Wahidiat, 2002 menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir dan cara bertindak seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Dengan demikian dapat diharapkan dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka tingkat kesadaran seseorang akan pentingnya kelestarian hutan semakin tinggi pula. Hal tersebut juga diperkuat oleh Wiradinata (1988) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan
32
yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumbedaya alam yang bebas dimiliki dan digunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobot kawasan. Disamping itu dengan tingkat pendidikan yang rendah, perambah kurang mampu untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih luas dibandingkan dengan penduduk lain yang berpendidikan lebih tinggi. Dengan demikian semakin rendah tingkat pendidikan, semakin terbatas mobilitas kerja penduduk sehingga mereka cenderung untuk tetap mempertahankan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utamanya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya tekanan penduduk terhadap kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat
Rata-rata Luas Lahan Ram bahan (Ha)
kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 3). 0.4 0.35
0.341 0.275
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Tidak Sekolah
Tidak tamat SD
Tingkat Pendidikan
Gambar 3. Rata-rata Luas Lahan Rambahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perambah Tingkat pendidikan perambah di Desa Bojong Murni secara umum sangat rendah, dimana 16 orang KK perambah (57,14 %) tidak sekolah, dan 12 orang KK perambah (42,86 %) tidak tamat SD. Rendahnya pendidikan mengakibatkan rendahnya kemampuan perambah untuk memasuki pasar lapangan pekerjaan di luar pertanian yang berdampak pada sempitnya lapangan pekerjaan yang dapat mereka peroleh. Rendahnya tingkat pendidikan dan hanya bermodalkan tenaga kasar serta keahlian bertani saja telah menyebabkan mereka tetap bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama hidupnya. Akan tetapi lapangan pekerjaan pertanian yang ada di Desa Bojong Murni pun sangat sempit sebagai akibat dari ketersediaan lahan pertanian yang terbatas, dengan rata-rata
33
luas garapan 0,18 ha. Di pihak lain, TNGGP memiliki potensi sumberdaya lahan yang sangat dibutuhkan oleh perambah. Dengan alasan terdesak oleh kebutuhan hidup dan sulitnya mencari pekerjaan telah mendorong perambah untuk membuka dan menggarap kawasan TNGGP secara liar untuk lahan pertanian.
4. Luas Pemilikan Lahan Para Perambah Masyarakat sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan juga sebagai cadangan bagi perluasan lahan usaha tani mereka ketika mereka membutuhkan tambahan lahan usaha tani yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk (Sudharto, 1996). Penduduk di sekitar kawasan konservasi terus bertambah, sehingga jumlah petani dengan sendirinya pun terus meningkat. Hal ini berarti kebutuhan lahan bagi penduduk sekitar kawasan konservasi (hutan) semakin besar (Pusat Studi Lingkungan Unila,1984). Salah satu konsekuensi dari jumlah penduduk yang terus meningkat adalah pertambahan angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja tidak seimbang dengan penyediaan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan meningkat. Akibatnya ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin meningkat sehingga pemukiman dan perladangan liar bermunculan di mana-mana dengan luas yang semakin meningkat pula. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap luas lahan yang digarap (Fakultas Kehutanan IPB, 1986). Tradisi bertani yang mengakar pada kehidupan masyarakat Desa Bojong Murni serta sempitnya lapangan pekerjaan yang ada telah mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian yang masih tinggi, sehingga untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya, masyarakat harus mencari lahan untuk bercocok tanam. Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa dari 28 perambah, hanya 5 orang yang memiliki lahan yang berstatus lahan milik (17,86 %), sementara sisanya tidak mempunyai lahan. Tabel 11 juga memperlihatkan data bahwa dari 28 orang perambah, tidak ada seorang perambah pun yang mempunyai lahan sewa dan lahan garap. Hal tersebut terjadi karena jumlah petani dengan lahan pertanian yang tidak sebanding. Banyaknya petani sementara luas lahan pertanian yang terbatas
34
membuat para perambah tidak mendapatkan lahan yang disewakan maupun lahan yang digarapkan. Sumberdaya lahan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Bojong Murni selama ini tersedia di depan mata mereka, yaitu kawasan TNGGP yang saat ini berstatus sebagai Taman Nasional dan aksesnya tertutup bagi masyarakat untuk memanfaatkan lahan hutan tersebut. Akan tetapi dengan alasan terdesak oleh kebutuhan hidup dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan telah mendorong masyarakat untuk membuka dan menggarap lahan di dalam kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 4, 5, dan 6).
jumlah perambah (KK)
Jenis pemilikan lahan para perambah 30 25 20 15 10 5 0
28 5 lahan milik
0 lahan sew a
0 lahan garapan
lahan rambahan
Jenis pem ilikan lahan
Gambar 4. Jenis pemilikan lahan para perambah 60 50
Persentase (%)
50 40 32.14 30 17.86
20 10 0 < 0.25 ha
0.25 – 0.5 ha
> 0.5 ha
Luas Ram bahan (Ha)
Gambar 5. Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan.
35
Gambar 6. kondisi rumah masyarakat Desa Bojong Murni yang padat Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005 5. Pekerjaan Utama Perambah Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan utama para perambah dari Desa Bojong Murni terbagi ke dalam 8 jenis pekerjaan, antara lain sebagai buruh tani, Penggergaji Kayu, Pedagang dan peternak, pedagang, buruh tani dan pedagang, kernet dan peternak, peternak, dan terakhir adalah buruh tani dan peternak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Balai TNGGP, 1999 dalam Basuni, 2003 yang mengatakan bahwa sebagian besar penduduk di daerah penyangga TNGGP bermata pencaharian di sektor pertanian. Mata pencaharian di sektor pertanian yang dimaksud adalah pemilik/penyewa lahan persawahan dan perkebunan, peternak, petani ikan, pekerja/buruh tani perkebunan dan kehutanan. Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh para perambah adalah sebagai buruh tani dan peternak. Hal itu terjadi karena keahlian bertani yang mereka miliki dan masih berlimpahnya pakan ternak di sekitar Desa Bojong Murni. Jenis pekerjaan utama yang paling sedikit dilakukan oleh para perambah adalah penggergaji kayu, buruh tani dan pedagang, dan kernet dan peternak. Hal tersebut terjadi karena pekerjaan-pekerjaan tersebut (khususnya penggergaji kayu, pedagang, dan kernet) adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus dan modal untuk menjalankannya. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 7 dan 8).
36
32.14
Persentase (%)
35 30 25
21.43
20
14.29
15
10.71
10.71
10 3.57
5
3.57
3.57
aj iK ay u ta ni ,p ed Bu ag ru an h g ta ni ,P et Pe er da na ga k ng ,p et er na Ke k rn et ,p et er na k Bu ru h
ge rg
Pe te rn ak
Pe ng
Pe da ga ng
Bu ru h
ta ni
0
Pekerjaan Utama Perambah
Gambar 7. Pekerjaan Utama Perambah.
Gambar 8. Kandang ternak di belakang rumah Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005 6. Pekerjaan Sampingan Perambah Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pekerjaan sampingan seluruh perambah dari Desa Bojong Murni adalah merambah kawasan TNGGP. Hal itu terjadi disebabkan karena minimnya pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan utama. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat, akhirnya mereka melakukan perambahan kawasan TNGGP.
37
7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Berdasarkan tabel 13, jumlah anggota keluarga perambah berkisar antara 1-10 orang dengan rata-rata 5,64 jiwa per-KK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sayogyo (1988) yang mengatakan bahwa rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan. Rasio rata-rata antara jumlah anggota rumah tangga usia kerja produktif dengan anggota rumah tangga usia kerja non-produktif adalah 4/1. Hal ini menunjukan melimpahnya sumber tenaga kerja dalam rumah tangga penggarap yang memerlukan lapangan pekerjaan. Ironisnya, lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan hidup tidak bisa menunggu untuk dipenuhi. Tersedianya lahan potensial di kawasan TNGGP bagi mereka merupakan alternatif terdekat untuk memperoleh pendapatan, sehingga akhirnya mereka merambah kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 9). 57.14
60
Persentase (%)
50 40 30
28.57
20
14.29
10 0 1-3 jiw a
4-5 jiw a
> 6 jiw a
Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)
Gambar 9. Jumlah Anggota Keluarga Perambah
8. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja Jumlah anggota rumah tangga yang bekerja secara total menunjukan potensi tenaga kerja yang dapat digunakan untuk memperoleh pendapatan. Dengan demikian semakin banyak jumlah anggota rumah tangga perambah yang
38
bekerja, maka rumah tangga tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menambah pendapatannya. Selain menunjukan potensi tenaga kerja, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja secara total juga menunjukan tingkat kebutuhan hidup yang dapat dipenuhi oleh masing-masing rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka semakin besar tingkat kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Oleh karena itu semakin banyak jumlah anggota rumah tangga yang bekerja maka lahan garapan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pendapatan semakin sempit. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 10). 0.8 Rata-rata luas rambahan (Ha)
0.693 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.183
0.2
0.124
0.1 0 1
2
3
Jum lah anggota keluarga yang bekerja (jiw a)
Gambar 10. Rata-rata Luas Rambahan Berdasarkan Jumlah anggota Keluarga yang Bekerja 9. Pola Penggunaan Lahan Kusnanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat sekitar TNGGP mengelola lahan pertaniannya dengan pola pertanian basah (sawah) dan pola pertanian kering (kebun). Pola pertanian masyarakat desa pada umumnya tergantung dari musim. Berdasarkan tabel 15, pola Penggunaan lahan para perambah di Desa Bojong Murni secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu pertanian basah (sawah), dan pertanian kering (kebun). Dari 28 perambah, 11 orang mengolah lahan tersebut dengan pola pertanian basah (sawah), dengan luas total mencapai 3,41 Ha. Sementara sisanya yaitu 17 orang mengolah lahan rambahannya dengan pola pertanian kering (kebun), dengan luas total mencapai 5,35 Ha.
39
Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 11, 12, dan 13). Rata-rata Luas Rambahan (Ha)
0.6 0.486
0.5 0.4 0.3 0.201 0.2 0.1 0 Pertanian Basah (saw ah)
Pertanian Kering (kebun)
Pola Penggunaan Lahan
Gambar 11. Pola Penggunaan Lahan
Gambar 12. Pola penggunaan lahan basah (sawah) di dalam kawasan TNGGP. Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005
Gambar 13. Pola penggunaan lahan kering (kebun) di dalam kawasan TNGGP. Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005
40
10.
Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam Kusnanto (2000) menyatakan bahwa jenis-jenis tanaman yang diusahakan
oleh masyarakat sekitar TNGGP terdiri dari tanaman musiman (padi, jagung, tomat, kubis, cabe), tanaman tahunan (kelapa, kopi), dan tanaman buah-buahan (jeruk, mangga). Pola pertanian masyarakat desa pada umumnya tergantung dari musim. Umumnya mereka menanam padi sawah (2-3 kali/tahun), sayur-sayuran seperti tomat, cabe, kubis, buncis (3 kali/tahun). Sesuai dengan pernyataan di atas, tanaman yang ditanam oleh para perambah di Desa Bojong Murni disesuaikan dengan karakteristik lahan rambahan. Untuk pertanian basah (sawah), para perambah menanam lahan rambahannya dengan tanaman utama yaitu padi, kemudian di pinggir-pinggirnya ditanami dengan labu siam, dan pisang. Untuk pertanian kering (kebun), para perambah menanam berbagai jenis sayuran antara lain kapri, buncis, wortel, bawang daun, jagung, caisim, cabe, labu siam, dan pisang. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 14, 15, 16, dan 17). 7
Jumlah Perambah (KK)
6 6 5 4 3
3
3 2
2
2
2 1
1
1
1
1
1
1
7
8
9
10
1
1
1
13 14
15
16
1 0 1
2
3
4
5
6
11
12
Jenis Tanaman Yang diTanam
Gambar 14. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam Keterangan : 1. Buncis 2. Buncis, Caisim Wortel 3. Buncis, wortel 4. Buncis, wortel, jagung 5. Bawang daun, caisim, buncis, jagung, wortel 6. jagung
41
7. Jagung buncis 8. Jagung, caisim 9. Kapri, buncis 10. Labu siam 11. padi 12. Padi, labu siam 13. Padi, pisang 14. Wortel, bawang daun, buncis 15. Wortel, buncis, jagung, cabe 16. Wortel, labu siam, caisim.
Gambar 15. Hasil panen berupa Labu siam di lahan rambahan. Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005
Gambar 16. Tanaman padi dan pisang di lahan rambahan. Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005.
42
Gambar 17. Tanaman wortel di lahan rambahan. Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005.
11.
Pendapatan Utama Sayogyo (1988) mengatakan bahwa rendahnya pendapatan, sempitnya
penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan. Tabel 17 mempelihatkan bahwa dari 28 orang perambah, ternyata mereka memiliki pendapatan utama yang berbeda-beda dan bervariasi antara Rp. 200.000 – Rp. 3.380.000 per tahun. Berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan Biro Pusat Statistik (2000) yang menyatakan bahwa batas kesejahteraan suatu rumah tangga berada pada standar pendapatan Rp. 85.000,-/bulan/kapita, maka sebanyak 26 KK (92,86 %) di Desa Bojong Murni berada di bawah garis kemiskinan. Data mengenai tingkat kesejahteraan perambah dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Tingkat kesejahteraan perambah
Pra Sejahtera
Jumlah Perambah (KK) 26
Sejahtera I
2
7,14
Total
28
100
Tingkat Kesejahteraan
Persentase Perambah (%) 92,86
Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan perambah, maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 18, 19, dan 20)
43
Persentase (%)
25
22.15 18.12
20
15.96
15.47 12.97
15 10
6.6
6.24
5
2.49
Pe te Pe rn ng ak ge r ga Bu ji ru Ka h yu ta ni ,p e Bu da ru ga h ng ta ni ,P Pe et er da na ga k ng ,p et er Ke na rn k et ,p et er na k
Bu ru h
ta ni Pe da ga ng
0
Pendapatan Utama Perambah
Gambar 18. Tingkat Pendapatan Utama Berdasarkan Pekerjaan Utama Perambah 100
92.86
90
Persentase (% )
80 70 60 50 40 30 20 7.14
10 0 Pra Sejahtera
Sejahtera I
Tingkat Kesejahteraan
Gambar 19. Tingkat Kesejahteraan Perambah
Gambar 20. Kondisi rumah perambah kawasan TNGGP di Desa Bojong Murni Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005.
44
12.
Pendapatan Sampingan Senada dengan pendapatan utama, pendapatan sampingan dari perambah
pun berbeda-beda dan bervariasi. Pendapatan sampingan mereka berkisar antara Rp. 48.000 – Rp. 4.150.000 per tahun. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan rata-rata pendapatan sampingan para perambah di Desa Bojong Murni, maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 21) 50 45
42.86
Persentase (%)
40 35
28.57
30 25
17.86
20 15
7.14
10
3.57
5 0 < 1.000.000
1.001.000 2.000.000
2.001.000 3.000.000
3.001.000 4.000.000
> 4.000.000
Tingkat Pendapatan Per Tahun (Rp)
Gambar 21. Rata-rata pendapatan sampingan Perambah
13.
Nilai dari Perambahan Dengan mengetahui nilai perambahan, maka kita dapat mengetahui berapa
besarnya nilai dari lahan rambahan tersebut dan signifikansinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup perambah. Berdasarkan tabel 19, nilai dari perambahan di Desa Bojong Murni berkisar antara Rp. 48.000 – Rp. 4.150.000 per tahun atau 2,60 % - 93,98 %, dan berdasarkan rumus kontribusi pendapatan diatas, ternyata dari 28 orang perambah di Desa Bojong Murni, 22 orang mendapatkan manfaat dari merambah karena nilai perambahan yang sangat signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup para perambah, sementara 6 orang perambah tidak mendapatkan manfaat dari merambah karena nilai perambahan yang tidak signifikan terhadap pemenuhan kebutuhannya. Data mengenai kotribusi pendapatan dapat dilihat pada Tabel 24.
45
Tabel 24. Kontribusi Pendapatan Perambah Pengaruh
Jumlah Perambah (KK)
Persentase (%)
Signifikan
22
78,57
Tidak Signifikan
6
21,43
Total
28
100
Untuk lebih mudah melihat pengaruh dari nilai perambahan, maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 22) 90 78.57
80
Persentase (%)
70 60 50 40 30
21.43
20 10 0 Signifikan
Tidak Signifikan
Pengaruh Nilai Perambahan
Gambar 22. Nilai Dari Perambahan.
B. 2. Motif Perambahan 1. Motif Perambahan Lahan Bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Dimana persepsi itu adalah suatu proses seseorang memiliki, mengorganisir sistem dan menginterpretasikan informasi menjadi gambaran yang berarti mengenai suatu objek (Kotler dan Armstrong, 1991). Hal ini lebih dipertegas lagi oleh Pasaribu (1997), bahwa persepsi adalah pandangan atau sikap seseorang tentang suatu hal yang menimbulkan motivasi atau kekuatan, dorongan atau tekanan yang menyebabkan seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dengan demikian sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu, akhirnya akan memberikan dorongan untuk mau atau tidak mau melakukan sesuatu hal tersebut.
46
Berdasarkan pengamatan, ternyata motivasi para perambah di Desa Bojong Murni adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu untuk makan dan biaya sekolah anak-anak mereka. Dari 28 perambah, terdapat 13 orang yang merambah untuk memenuhi kebutuhan makan, dan 15 orang sisanya merambah untuk memenuhi kebutuhan makan dan untuk membiayai anak sekolah. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan motivasi para perambah di Desa Bojong Murni, maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 23). 56 53.57
Persentase (%)
54 52 50 48
46.43
46 44 42 Makan
Makan, biaya sekolah
Motif Perambahan
Gambar 23. Motif Perambahan
2. Motif penggunaan Lahan Rambahan Berbeda dengan motif perambahan lahan, motivasi penggunaan lahan rambahan adalah sebuah proses yang dilakukan perambah untuk memanfaatkan lahan rambahan. Motivasi para perambah untuk memanfaatkan lahan rambahan di kawasan TNGGP ternyata beragam. Dari 28 perambah di Desa Bojong Murni, 9 orang mengatakan bahwa alasan mereka menggunakan lahan rambahan adalah karena warisan turun temurun dari orang tua mereka, 5 orang mengatakan tidak punya pilihan lain karena tidak mempunyai lahan dan sulit mencari pekerjaan, 3 orang mengatakan karena lahannya subur, 2 orang mengatakan karena lokasi lahan dekat dengan tempat tinggal, 2 orang mengatakan karena mudah memasarkan hasil panen, 7 dan orang mengatakan karena lahannya subur, dekat dengan tempat tingal, dan mudah memasarkan hasil panen.
47
Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan motif penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni, maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 24). 35
32.14
Persentase (%)
30 25 20
17.86
17.86 14.29
15 10.71 10
7.14
5 0 1
2
3
4
5
6
Motif Penggunaan Lahan Rambahan
Gambar 24. Motif Penggunaan Lahan Rambahan Keterangan
:
1. Warisan orang tua 2. Tidak punya pilihan lain 3. Subur 4. Dekat dengan tempat tinggal 5. mudah memasarkan hasil panen 6. Subur, dekat dengan tempat tinggal, mudah memasarkan hasil panen.
B. 3. Pola Perambahan Kawasan TNGGP Penyerobotan lahan hutan seperti dikemukakan oleh Sastrosemito (1984) merupakan salah satu jenis gangguan hutan yang disebabkan oleh manusia yang sasaran pokoknya adalah lahan hutan. Perambahan hutan adalah penggunaan lahan hutan untuk keperluan selain hutan, dalam ini terutama untuk pemukiman dan perladangan tanpa ijin dari pihak yang berwenang. Perladangan liar adalah perladangan yang dipraktekan di atas tanah-tanah hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang (Fakultas Kehutanan, 1977). Masyarakat di sekitar kawasan konservasi (hutan) memiliki sistem sosial ekonomi dan budaya tersendiri dengan ekosistem dalam kawasan konservasi. Menurut kaidah ekologi bila suatu sistem berdekatan, pada umumnya akan terjadi eksploitasi dari sistem yang kuat terhadap sistem yang lemah. Fenomena yang umum terjadi adalah eksploitasi kawasan konservasi (hutan) oleh sistem sosial
48
sekitarnya (Pusat Studi Lingkungan Unila, 1984). Demikian pula Fakultas Kehutanan IPB (1986), menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan umumnya terkait erat dengan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perambah di Desa Bojong Murni memiliki pola perambahan sebagai berikut : 1. Para perambah di Desa Bojong Murni yang merambah kawasan TNGGP adalah penduduk asli Desa Bojong Murni yang berjumlah 28 KK perambah. 2. Para perambah merambah lahan TNGGP seluas 8,76 ha dengan rata-rata luas rambahan 0,313 ha. Perambahan dilakukan di tepi kawasan yang berjarak 1025 meter dari tepi batas kawasan dengan pola berkelompok, yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang berbeda, yaitu kelompok lahan basah (sawah), dan kelompok lahan kering (kebun). Tempat tinggal perambah dengan lahan rambahannya berjarak 500 meter. Lahan lain disekitar lahan rambahan adalah tanah negara yang di kontrak selama 25 tahun oleh PT. Rejosari Bumi sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU).
U
Skala = 1 : 3.000
Keterangan :
= Kasawan TNGGP = Kawasan TNGGP yang dirambah dengan pola lahan kering (kebun). = Kawasan TNGGP yang dirambah dengan pola lahan basah (sawah). Gambar 26. Peta lokasi perambahan di Desa Bojong Murni.
49
3. Para perambah sudah merambah kawasan tersebut sejak tahun 1960-an atau sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan taman nasional. 4. Para perambah merambah kawasan TNGGP dengan alasan karena warisan orang tua, karena tidak punya pilihan lain karena tidak mempunyai lahan serta sulitnya mencari pekerjaan, karena lahannya subur, karena lahan rambahan dekat dengan tempat tinggal, dan kemudahan dalam memasarkan hasil panen. 5. Para perambah kawasan TNGGP merambah dengan cara menanam lahan rambahannya menggunakan pola pertanian basah (sawah) dan pola pertanian kering (kebun). Tanaman yang ditanam oleh para perambah disesuaikan dengan pola penggunaan lahan dan musim seperti padi dan sayur-sayuran. Pihak pengelola TNGGP sudah melakukan upaya atau langkah-langkah agar para perambah keluar dari kawasan, antara lain dengan program-program penyuluhan kepada masyarakat, program usaha pedesaan seperti ternak (domba dan kelinci) bergulir pada tahun 1996, serta melakukan perjanjian dengan para perambah, dimana mereka harus meninggalkan lahan rambahan pada tahun 2000. Perjanjian tersebut tidak efektif karena tidak ada solusi ketika para perambah meninggalkan kawasan, sementara kebutuhan hidup para perambah menuntut untuk dipenuhi.*
* : Sumber : Sholeh, Polhut TNGGP, 2006.
50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: I.
Karakteristik sosial ekonomi perambah dicirikan oleh : 1. Perambah di Desa Bojong Murni berjumlah 28 KK dengan luas lahan yang dirambah sebanyak 8,76 Ha. Rata-rata luas rambahan para perambah pada penelitian ini adalah 0,313 Ha/KK yang berkisar antara 0,05-0,65 Ha/KK. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga perambah yang bekerja maka tingkat perambahan lahan hutan akan semakin rendah. Nilai dari perambahan cukup signifikan dengan kontribusi 20,03 % - 1.562,50 % terhadap pendapatan para perambah yang berasal dari sumber lainnya. 2. Sebagian besar perambah berada pada usia kerja produktif (35-55 tahun) dengan tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kepemilikan lahan pertanian yang sempit. 3. Tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah ( Rp. 200.000 – Rp. 3.380.000 per tahun) membuat para perambah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang pada umumnya beranggota rumah tangga banyak. 4. Motivasi dari para perambah adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, yaitu kebutuhan makan, dan menyekolahkan anak. Perambah melakukan perambahan merupakan warisan orang tua, sulitnya mencari pekerjaan, karena lahannya subur, karena lahan rambahan dekat dengan tempat tinggal, dan kemudahan dalam memasarkan hasil panen.
II.
Perambahan TNGGP di Desa Bojong Murni membentuk pola sebagai
berikut : dilakukan oleh perambah yang merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni, merambah kawasan TNGGP, dilakukan di tepi kawasan yang berjarak 10-25 meter dari tepi batas kawasan dengan pola berkelompok. Lahan lain disekitar lahan rambahan adalah tanah negara yang di kontrak selama 25 tahun oleh PT.
51
Rejosari Bumi sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU). Perambahan dilakukan sejak tahun 1960-an sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan taman nasional. Perambahan dilakukan pada lahan yang termasuk ke dalam resort Bojong Murni, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Para perambah kawasan TNGGP merambah dengan cara menanam lahan rambahannya menggunakan pola pertanian basah (sawah) dan pola pertanian kering (kebun). Tanaman yang ditanam disesuaikan dengan pola penggunaan lahan dan musim seperti padi dan sayur-sayuran.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi yang lebih intensif tentang TNGGP kepada masyarakat sekitar hutan dengan tujuan untuk meningkatkan persepsi serta pengetahuan masyarakat sekitar hutan tentang TNGGP, yang pada akhirnya akan terbentuk suatu komunitas masyarakat yang peduli akan kelestarian hutan. 2. Program-program peningkatan keterampilan berbasis non pertanian perlu dilakukan agar perambah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di luar bidang pertanian.
52
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, S. 2002. Daya Dukung Tanaman Keras dan Tanaman Pangan Terhadap Perekonomian Masyarakat di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (Studi Kasus di Kecamatan Pacet, Warung Kondang, dan Cugenang, Kabupaten Cianjur, serta Kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Basuni, S. 2003. Inovasi Institusi Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat). Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Darusman, D. 1993. Pemukiman perambah hutan yang berwawasan pembangunan wilayah. Makalah disampaikan pada diskusi terbatas “Pemukiman masyarakat perambah hutan”, Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, 4 Mei 1993. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1998. Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 5 Tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1983. Pedoman Pengamanan Areal di Seluruh Indonesia. Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Bogor. Engel, J. F; Blackwell, R. D; dan Miniard, P. W. 1994. Perilaku Konsumen (Budiyanto, F. X. Penerjemah). Yayasan Binarupa Aksara. Jakarta. Fakultas Kehutanan IPB. 1977. Naskah Petunjuk Mentri Pertanian tentang Perlindungan Hutan. Lembaga Kerjasama Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor. Bogor. Fakultas Kehutanan IPB. 1986. Pola Penanggulangan Penyerobotan Lahan Hutan. Proyek Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Kerjasama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Keren. 1988. Analisis Daya Dukung dari Beberapa Pola Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Bolaang Mangondouw. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
53
Kotler, Philip dan Armstrong, G. 1991. Principles of Marketting 5th Edition. Prentice-Hall International. London. Kurniawan, T. 2003. Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni, Desa Sukagalih, Desa Cihanyawar, Desa Sukamulya, dan Desa Ciputri). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Kusnanto, K. 2000. Bentuk-Bentuk dan Intensitas Gangguan Manusia Pada Daerah Tepi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Lembaga Arupa. 2000. Desa mengepung Hutan. Lembaga Arupa. Jakarta. Madrie. 1981. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Tokoh Masyarakat terhadap Keluarga Berencana di Lampung. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasendi, B. D. 1986. Pengelolaan Bufferzone Taman Nasional dan Cagar Alam melalui Konsep Sosial Forestry, dalam proceeding Lokakarya Taman Nasional tanggal 5-7 Februari 1986 di Bogor. Kerjasama Departemen Kehutanan-Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Nasendi, B. D dan Machfud. 1996. Hambatan dan gangguan Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Info Hasil Hutan Volume IV No. 1. Jakarta. Oldfield, S. 1988. Buffer Zone Management in Tropical Moist Forest : Case Studies and Guideline. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Pasaribu, A. W. 1989. Sistem Monitoring dan Evaluasi Proyek-proyek Pembangunan dan Pertanian Pedesaan. BPLPP. Jakarta. Pusat Studi Lingkungan Unila. 1984. Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam Hubungan dengan Pelestarian Alam, dalam Rapat Koordinasi Pembinaan Taman Nasional Tingkat Daerah, tanggal 6-7 September 1984 di Bandar Lampung. Balai Konservasi Sumberdaya Alam II Tanjung Karang. Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam Sumatera Selatan. Rakhman, S. 2000. Lahan dan Penggunaannya. Buletin Eidelweis Vol. Nopember 2000 : 16-18. Sandy, I. M. 1977. Penggunaan Tanah (land Use) di Indonesia. Direktorat Tata Guna Lahan. Direktur Jenderal Agraria. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.
54
Sajogyo, S. 1978. Golongan Miskin Pedesaan. Majalah Pustaka. No. 2/Tahun II. 1978. Jakarta. Sajogyo, S. 1983. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sudharto. 1996. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat di sekitar Hutan dalam Pemanfaatan Hasil Hutan dan Prospek Pengembangannya (Studi Kasus PT INHUTANI V). Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Suheri. 2003. Studi perubahan penutupan lahan di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menggunakan sistem informasi geografis. Wahidiat, Syaeful. 2002. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Dengan Luas Lahan Garapan (Studi kasus perambahan lahan hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat-Desa Hegarmanah, Sukabumi). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. IPB. Bogor. Wibowo, H. J. 1987. Dampak Pembangunan Pendidikan terhadap Kehidupan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta. Wiriadinata, S. 1998. Masalah Penyerobotan Lahan, dalam Penanggulangan Gangguan Terhadap Kawasan dan Tanah Hutan. Kerjasama Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan dengan Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.
55
Lampiran 1
KUISIONER Nama
: ..............................................................
Asal
: ..............................................................
Umur
: ........ Tahun
Alamat
: ..............................................................
Jumlah anggota Keluarga
: ......... Jiwa. Istri : ...... Orang. Anak : ......... Orang
Jumlah anggota keluarga yang bekerja
: ........... Orang
Pendidikan
: (Tidak tamat SD/SD/SMP/SMA/PT)*
Pekerjaan Utama
: ......................................................
Pekerjaan Sampingan
: ......................................................
Luas Lahan
: ....................... Ha
Penggunaan lahan
: ......................................................
Hasil Panen
: ....................... Ton/Tahun
Pendapatan Utama
: ....................... Rp/Tahun
Pendapatan sampingan
: ....................... Rp/Tahun
Pola Penggunaan lahan
: -Rumah
: .................. Ha.
-Sawah
: .................. Ha.
-Ladang/Kebun
: .................. Ha.
-lainnya
: .................. Ha.
Tanaman yang ditanam
: 1. ................................................. /Ha. 2. ................................................../Ha. 3. ................................................../Ha.
Hasil panen
: (Dimakan sendiri / Dijual)*
Hasil Panen
: (Hanya cukup untuk makan/untuk sekolah anakanak/untuk
membangun
rumah/ditabung/lainnya
.......)* Hasil panen
: (Dijual sendiri ke Pasar / Dijual ke tengkulak)*
Keterangan *) Coret yang tidak perlu
56
N o
Nama
Asal
Um ur (Th n)
1
Kandi
BM
49
2
Sandi
BM
57
3
Anen
BM
45
4
Santa
BM
55
5
Duroh man Ujang
BM
35
BM
45
BM
80
8
Kar tobi Holid
BM
30
9
Encu
BM
43
10 Mar juk 11 Pardi
BM
47
BM
32
12 Empah
BM
42
13 Ham bali
BM
45
6 7
Pendidi kan
T.Tmt SD T.Tmt SD Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah T.Tmt SD T.Tmt SD T.Tmt SD
9
Jum lah Ang gota Kelu arga Yang Be kerja 1
-
1
0,05
C
7
3
0,4
A
7
3
0,6
C
5
1
0,6
F
8
1
0,4
F
5
1
0,5
C
3
1
0,14
A
5
1
0,14
G
7
2
0,4
C
3
1
0,23
B
7
1
0,4
A
10
1
0,075
A
Jum lah Ang gota Kelu arga
Luas La han Ram ba han (Ha)
Peker jaan Uta ma
0,6
D
Peker jaan Sam pi ngan
Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah
Penda patan Utama (Rp. 1000 /Thn)
Penda patan Sampi ngan (Rp. 1000 /Thn)
Penda patan Total (Rp. 1000 /Thn)
Pola Peng Guna an Lahan
Tana man Yang Dita nam
Moti vasi Peram bahan
Nilai Dari Peram bahan (%)
200
3.125
3.325
LB(S)
S
1
93,98*
500
480
980
LK(K)
R
1
48,98*
960
1.201
2.161
LB(S)
T
2
55,58*
500
1.562, 5 1.562, 5 2.500
2.062, 5 3.482, 5 3.960
LB(S)
U
1
75,76*
LB(S)
U
2
44,87*
LB(S)
U
2
63,13*
2.062, 5 1.104
LB(S)
U
1
75,76*
480
1.562, 5 624
LK(K)
Q
1
56,52*
1.940
2.240
4.180
LK(K)
V
2
53,59*
500
1.105
1.605
LB(S)
T
2
68,85*
960
664
1624
LK(K)
P
1
40,89*
960
2.500
3.460
LB(S)
S
1
72,25*
1.440
240
1.680
LK(K)
I
2
14,29**
1.920 1.460 500
57
14 Komar
BM
37
15 Abud
BM
35
16 Jujum
BM
47
17 Manta
BM
45
18 Dul halim 19 Jaed
BM
30
BM
35
20 Dayat
BM
35
21 Jaja
BM
50
22 Andi
BM
69
23 Koyan
BM
26
24 Sohi
BM
78
25 Abud
BM
33
26 Isan
BM
40
27 Ijar
BM
56
28 Bidin
BM
50
Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah Tidak Sekolah T.Tmt SD Tidak Sekolah T.Tmt SD Tidak Sekolah T.Tmt SD Tidak Sekolah T.Tmt SD T.Tmt SD T.Tmt SD T.Tmt SD Tidak Sekolah
6
1
0,2
H
3
1
0,65
B
5
1
0,16
G
6
1
0,1
F
2
1
0,24
E
7
1
0,09
B
3
1
0,35
F
9
3
0,6
F
8
2
0,5
F
2
1
0,4
A
9
1
0,23
F
3
1
0,37
A
6
2
0,11
G
7
1
0,15
F
6
2
0,075
F
Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah Peram bah
528,8
2.400
LK(K)
N
2
81,94*
48
2.928, 8 1.848
1.800
LK(K)
N
2
02,60**
960
280
1.240
LK(K)
O
2
22,58*
1.940
2.080
4.020
LK(K)
X
2
51,74*
1.280
1.140
3.420
LK(K)
J
2
33,33*
960
4.150
5.110
LK(K)
L
2
81,21*
1.940
1.875
3.815
LB(S)
S
1
49,15*
1.460
3.125
4.585
LB(S)
U
2
68,16*
3.380
1.250
4.630
LB(S)
U
1
27,00*
1.440
205
1.645
LK(K)
J
1
12,46**
1.440
200
1640
LK(K)
L
1
12,20**
960
96
1.056
LK(K)
N
1
09,09**
1.460
830
2.290
LK(K)
W
2
36,24*
1.460
380
1.840
LK(K)
M
2
20,65*
980
120
1.100
LK(K)
K
1
10,91**
Keterangan : BM = Bojong Murni, LB (S) = Lahan Basah (Sawah), LK (K) = Lahan Kering (Kebun), 1 = Untuk Makan, 2 = Untuk Makan dan Sekolah Anak-anak, A = Buruh Tani, B = Pedagang, C = Peternak, D = Penggergaji Kayu, E = Buruh Tani dan Pedagang, F = Buruh Tani dan Peternak, G = Pedagang dan Peternak, H = Kernet dan Peternak, I = Buncis, J = Buncis, Caisim Wortel, K = Buncis, wortel, L = Buncis, wortel, jagung, M = Bawang daun, caisim, buncis, jagung, wortel, N = jagung, O = Jagung buncis, P = Jagung, caisim, Q = Kapri, buncis, R = Labu siam, S = padi, T = Padi, labu siam, U = Padi, pisang, V = Wortel, bawang daun, buncis, W = Wortel, buncis, jagung, cabe, X = Wortel, labu siam, caisim.
58
Lampiran 3 PENDAPATAN PARA PERAMBAH BERDASARKAN TANAMAN YANG DITANAM DI LAHAN RAMBAHAN Hasil panen Pendapatan per Jenis Tanaman yang Harga komoditas Pendapatan Total No Nama (Ton/Ha komoditas Ditanam (Rp/Kg – Rp/l) (Rp.1000/thn) buah)/thn (Rp.1000/thn) 1 Kandi Padi 0.5 2.500 3.125 3.125 2 Sandi Labu siam 4.800 100 480 480 3 Anen Padi, Labu siam 0,2 2.500 1.201 1.201 4 santa Padi, pisang 0.5 2.500 1.562 1.562 5 Durohman Padi, pisang 0.5 2.500 1.562 1.562 6 Ujang Padi, pisang 0.8 2.500 2.500 2.500 7 Kartobi Padi, pisang 0.5 2.500 1.562 1.562 8 Holid Kapri, buncis 0.124, 0.21 1.200 372, 252 624 9 Encu Wortel, buncis, bawang daun 0.6, 0.4, 0.6 1.200, 2.000 900, 440, 900 2.240 10 Marjuk Padi, labu siam 0.2 2.500 1.105 1.105 11 Pardi Jagung, caisim 0.08, 0.6 800, 1.000 664 664 12 Empah Padi 0.8 2.500 2.500 2.500 13 Hambali Buncis 0.2 1.200 240 240 14 Komar/Acah Jagung 0.036 800 528,8 528,8 15 Abud Jagung 0,6 800 48 48 16 Jujum Jagung, buncis 0.05, 0.2 800, 0.2 40, 240 280 17 Manta Wortel, labu siam, caisim 0.6, 9600, 0.4 1.200, 100, 1000 720, 960, 400 2.080 18 Dulhalim Wortel, buncis, caisim 0.5, 0.2, 0.3 1.200, 1.000 600, 240, 300 1.140 19 Jaed Caisim, buncis, wortel, jagung 0.4, 0.4, 0.6, 0.15 1.000, 1.200, 800 400, 480, 720, 120 4.150 20 Dayat Padi 0.6 2500 1.875 1.875 21 Jaja Padi, pisang 1 2500 3.125 3.125 22 Andi Padi, pisang 0.4 2500 1.250 1.250 23 Koyan Buncis, wortel, caisim 0.05, 0.1, 0.025 1.200, 1.000 60, 120, 25 205 24 Sohi Buncis, wortel, jagung 0.05, 0.1, 0.025 1.200, 800 60, 120, 20 200 25 Abud Jagung 0.12 800 96 96 26 Isan Wortel, buncis, jagung, cabe 0.5, 0.1, 0.05, 0.02 1.200, 800, 3.500 600, 120, 40, 70 830 27 Ijar Buncis, wortel, jagung, B.daun 0.1, 0.1, 0.05, 0.05 1.200, 800, 2.000 120, 120, 40, 100 380 28 Bidin Buncis, wortel 0.05, 0.05 1.200 60, 60 120 59