KARAKTERISTIK BAKSO IKAN NILA DENGAN PENAMBAHAN KARAGINAN SEMIMURNI
Oleh : TOMY ARIFFIANTO C34103068
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
54
RINGKASAN TOMY ARIFFIANTO. C 34103068. Karakteristik Bakso Ikan Nila dengan Penambahan Karaginan Semimurni. Dibimbing oleh UJU dan JOKO SANTOSO. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan protein, tetapi sifatnya yang mudah rusak menyebabkan ikan kurang diminati masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, perlu diupayakan pengolahan daging ikan menjadi produk yang dapat tahan lama. Salah satu produk olahan daging ikan adalah bakso ikan. Isu yang berkembang akhirakhir ini mengenai penggunaan boraks yang membahayakan kesehatan manusia menyebabkan dilakukan usaha untuk mencari alternatif bahan alami yang aman sebagai pembentuk gel. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan karaginan semimurni sebagai pengenyal dan pembentuk gel pada bakso ikan nila. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap karakterisasi karaginan semimurni dan penentuan konsentrasi karaginan yang ditambahkan pada bakso ikan nila. Konsentrasi karaginan yang digunakan yaitu 0 %; 0,5 %; 1 % dan 1,5 % (b/b). Karakteristik bakso ikan yang dievaluasi meliputi analisis fisik (kekuatan gel, warna dan rendemen gel ikan), uji sensori (organoleptik, uji gigit dan uji lipat) dan analisis kimia (kadar sulfat, kadar air, kadar protein dan WHC). Karaginan semimurni dari Kappaphycus alvarezii yang ditambahkan dalam pembuatan bakso ikan nila memiliki karakteristik fisiko-kimia yang sudah memenuhi standard FAO. Hal tersebut ditunjukkan dengan kekuatan gel sebesar 500 g cm dan viskositas sebesar 175 cPs. Sifat kimia karaginan semimurni dapat dilihat dari kadar sulfat sebesar 16,86 %. Hasil uji sensori, uji pelipatan dan uji gigit pada bakso ikan nila menunjukkan bahwa para panelis lebih menyukai bakso ikan dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni sebesar 1,5 %. Berdasarkan uji kekuatan gel bakso diketahui bahwa bakso dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni sebesar 1,5 % merupakan hasil terbaik. Hal ini disebabkan oleh adanya karaginan yang mampu meningkatkan kekuatan gel produk. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlakuan bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat digunakan dalam pembuatan bakso ikan.
55
KARAKTERISTIK BAKSO IKAN NILA DENGAN PENAMBAHAN KARAGINAN SEMIMURNI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: TOMY ARIFFIANTO C 34103068
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
56
Judul
:
KARAKTERISTIK BAKSO IKAN NILA PENAMBAHAN KARAGINAN SEMIMURNI
Nama
:
Tomy Ariffianto
NIM
:
C34103068
DENGAN
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Uju, S.Pi, M.Si NIP. 19730612 2000 121001
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si NIP. 19670922 1992 031003
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 1986 011002
Tanggal lulus :
57
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Karakteristik Bakso Ikan Nila dengan Penambahan Karaginan Semimurni” ini belum pernah diajukan pada perguruan tinggi atau lembaga lain manapun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Februari 2010
Tomy Ariffianto C34103068
58
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan studi tentang Karakteristik Bakso Ikan Nila dengan Penambahan Karaginan Semimurni. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu, diantaranya adalah: 1. Bapak Uju S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si. sebagai dosen pembimbing, yang tidak henti-hentinya memberikan ide, saran, motivasi, semangat dan bimbingan yang mengubah cara pandang penulis selama ini. 2. Ibu Ir. Nurjanah, M.S dan Ibu Ir. Anna C. Erungan, M.S selaku dosen penguji, atas saran serta bimbingannya kepada penulis. 3. Kedua orangtuaku (Slamet dan Manisih), kakakku Tuti Awaliyah dan adikadikku (Indra Nur Fajar, Intan Hanifah dan Muhammad Ramadhan) terima kasih atas doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. 4. Reja Handiyani terima kasih atas semangat, dukungan, kasih sayang dan rasa cinta yang telah diberikan. 5. Ibu Rubiyah dan Mas Zaky, yang telah membantu selama penelitian. 6. Keluargaku di Bogor “Team Roesoeh” (Windo, Tobi, Sigit, Hoeri) dan “MHC” (Helda, Fj, Tari, dan Dithya), terima kasih atas segalanya yang tak akan terbalas. 7. Laskar Petir “ Onengz Community” (Tenjo, Deden, Bolgi, Johan, Ari Bokepz, Gummy, Rudex, Ramok, Angling dan Kamal) terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama ini. 8. Pasukan Lab Ombeng : Laler, Gonad, N‟zul, An‟im, Panjang, Bay, Kuntul, Ucil, Somay, Bucek dan Bang Mail terima kasih telah mengingatkan dan membantu meringankan beban penulis.
59
9. Dorogeneng gank : Erik, Daud, P-man, Dian, Dicky, Deny, Helvan dan Joko terima kasih atas motivasi dan keceriaannya selama di Sengked. 10. Combi team : Fijay, Jin, David, Riksa, Surek, Bejat, Pak Coy, Romi, Mas Anshor, Opick dan Fikri terima kasih atas kegilaanya selama ini. 11. Team futsal THP, UKF divisi perairan, HIMASILKAN, FPIK, IPB. 12. Teman-teman dan rekan di THP angkatan 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44 dan 45 semuanya tanpa terkecuali terima kasih banyak atas doa dan motivasinya. 13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih banyak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Februari 2010
Tomy Ariffianto
60
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1984 dengan nama Tomy Ariffianto dari pasangan Slamet dan Manisih.
Penulis merupakan anak kedua dari lima
bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1989 di TK Binasari Jakarta, kemudian SDN 01 Cipinang Besar Utara Jakarta dan SDN 04 Kalisari Jakarta, lalu dilanjutkan ke SLTPN 179 Jakarta dan SMUN 98 Jakarta serta dinyatakan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya PORIKAN, HIMASILKAN dan Uni Konservasi Fauna (UKF) Divisi Fauna Perairan. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Karakteristik Bakso Ikan Nila dengan Penambahan Karaginan Semimurni”. Dibimbing oleh Bapak Uju S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si.
61
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii 1. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Tujuan ................................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila ....................................................
3
2.2 Protein Ikan ........................................................................................
5
2.2.1 Protein sarkoplasma ................................................................. 2.2.2 Protein miofibril ...................................................................... 2.2.3 Protein stroma ..........................................................................
5 6 6
2.3 Surimi .................................................................................................
7
2.4 Karaginan ............................................................................................
9
2.4.1 Sumber karaginan ..................................................................... 9 2.4.2 Komposisi dan struktur kimia karaginan .................................. 10 2.5 Bakso .................................................................................................. 11 2.5.1 Definisi bakso ........................................................................... 2.5.2 Bahan pembuatan bakso ........................................................... (1) Bahan utama ...................................................................... (2) Bahan pengisi .................................................................... (3) Bumbu ............................................................................... (4) Es atau air es ...................................................................... 2.5.3 Proses pembuatan bakso ...........................................................
11 12 12 13 14 15 15
3. METODOLOGI ....................................................................................... 18 3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 18 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 18 3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................. 18 3.3.1 Penelitian pendahuluan ............................................................ 3.3.2 Penelitian utama ....................................................................... (1) Pembuatan daging lumat (BBP2HP 2007b).......................... (2) Pembuatan surimi (BBP2HP 2007b) ....................................
18 19 19 20
62
(3) Pembuatan bakso ikan .......................................................... 21 3.4 Pengujian Mutu Bakso Ikan ............................................................... 22 3.4.1 Analisis fisik ............................................................................ (1) Kekuatan gel (Faridah et al. 2006) ....................................... (2) Warna (Soekarto 1990)......................................................... 3.4.2 Uji sensori ................................................................................. (1) Organoleptik (Soekarto 1985) .............................................. (2) Uji pelipatan (folding test) (Suzuki 1981) ........................... (3) Uji gigit (teeth cutting test) (Suzuki 1981) ..........................
22 22 22 23 23 24 24
3.4.3 Analisis kimia .......................................................................... (1) Viskositas (Faridah et al. 2006) ........................................... (2) Kadar sulfat (FMC Corp. 1977 dalam Syamsuar 2006) ...... (3) Kadar air (AOAC 1995) ...................................................... (4) Kadar protein (AOAC 1995) ............................................... (5) WHC (Grau dan Hamm 1972 dalam Faridah et al. 2006) ..
25 25 25 26 26 27
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ........................................... 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 29 4.1 Karakteristik Karaginan Semimurni ................................................... 29 4.1.1. Kekuatan gel ............................................................................. 29 4.1.2. Viskositas.................................................................................. 29 4.1.3. Kadar sulfat ............................................................................... 29 4.2 Karakteristik Bakso Ikan ..................................................................... 30 4.2.1 Uji sensori .................................................................................. 30 4.2.2 Karakteristik fisik ...................................................................... 38 (1) Kekuatan gel ....................................................................... 38 (2) Warna ................................................................................. 39 4.2.3 Karakteristik kimia .................................................................... 40 (1) Kadar air.............................................................................. 41 (2) WHC ................................................................................... 42 (3) Kadar protein ...................................................................... 44 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 46 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 46 5.2 Saran .................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47 LAMPIRAN .................................................................................................... 52
63
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kandungan karaginan beberapa spesies ..................................................... 10 2. Komposisi kimia standar mutu bakso Indonesia ........................................ 12 3. Lembar penilaian uji organoleptik dengan skala hedonik.......................... 24 4. Tingkatan mutu uji pelipatan ..................................................................... 24 5. Nilai mutu uji gigit (teeth cutting test) ....................................................... 25 6. Hasil karakterisasi karaginan semimurni ................................................... 29
64
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) .............................................................. 3 2. Struktur molekul karaginan ........................................................................ 11 3. Skema pembuatan daging lumat ikan nila (BBP2HP 2007b) ..................... 19 4. Skema pembuatan surimi (BBP2HP 2007b) .............................................. 20 5. Skema pembuatan bakso ikan .................................................................... 21 6. Penampakan bakso ikan ............................................................................. 31 7. Tekstur bakso ikan ..................................................................................... 32 8. Aroma bakso ikan ...................................................................................... 33 9. Warna bakso ikan ....................................................................................... 34 10. Rasa bakso ikan ......................................................................................... 35 11. Hasil uji gigit bakso ikan........................................................................... 36 12. Hasil uji pelipatan bakso ikan ................................................................... 38 13. Kekuatan gel bakso ikan ........................................................................... 39 14. Derajat putih bakso ikan............................................................................ 41 15. Kadar air bakso ikan.................................................................................. 42 16. WHC bakso ikan ....................................................................................... 44 17. Kadar protein bakso ikan .......................................................................... 45
65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Tabel scoresheet uji organoleptik skala hedonik bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) ............................................................................ 53 2. Tabel scoresheet uji lipat bakso ikan nila (Oreochromis niloticus)......... 53 3. Tabel scoresheet uji gigit bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) ........ 54 4a. Rekapitulasi kadar air bakso ikan nila dalam penambahan karaginan semimurni ............................................................................... 54 4b. Analisis ragam kadar air bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ............................................................................... 55 5a. Rekapitulasi kadar protein bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 56 5b. Analisis ragam kadar protein bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 56 6a. Rekapitulasi WHC bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ............................................................................... 57 6b. Analisis ragam WHC bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ............................................................................... 58 7a. Rekapitulasi kekuatan gel bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 59 7b. Analisis ragam kekuatan gel bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 59 8a. Rekapitulasi derajat putih bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 60 8b. Analisis ragam derajat putih bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni ......................................................... 61 9a. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila tanpa penambahan karaginan semimurni ......................................................... 62 9b. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 0,5 % ............................................. 63 9c. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 1 % ................................................ 64 9d. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 1,5 % ............................................ 65 10a. Analisis kruskal wallis penampakan bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku.................................................................... 66
66
10b. Analisis kruskal wallis penampakan bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ....................................... 66 11a. Analisis kruskal wallis tekstur bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku .................................................................................... 66 11b. Analisis kruskal wallis tekstur bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ........................................................ 66 12a. Analisis kruskal wallis warna bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku .................................................................................... 67 12b. Analisis kruskal wallis warna bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ........................................................ 67 13a. Analisis kruskal wallis aroma bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku .................................................................................... 67 13b. Analisis kruskal wallis aroma bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ........................................................ 67 14a. Analisis kruskal wallis rasa bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku .................................................................................... 68 14b. Analisis kruskal wallis rasa bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ........................................................ 68 15. Rekapitulasi hasil uji lipat dan uji gigit bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni............................................ 69 16a. Analisis kruskal wallis uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku.................................................................... 70 16b. Analisis kruskal wallis uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ....................................... 70 16c. Analisis uji lanjut Multiple comparison terhadap uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni .............. 70 17a. Analisis kruskal wallis uji gigit bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku .................................................................................... 71 17b. Analisis kruskal wallis uji gigit bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni ........................................................ 71 18. Foto-foto pembuatan bakso ikan nila ...................................................... 72
67
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Daging ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan protein, karena mempunyai kandungan nilai gizi yang tinggi dan asam amino esensial yang lengkap bagi tubuh. Ikan banyak dikonsumsi untuk makanan diet bagi penderita penyakit darah tinggi karena rendahnya kandungan kalori, kolesterol dan lemak jenuh.
Ikan juga
mengandung omega-3 yang mampu meningkatkan kemampuan fungsi otak serta mencegah gangguan jantung. Kandungan gizi dan manfaat yang besar tersebut belum dioptimalkan oleh masyarakat Indonesia.
Hal tersebut terbukti dengan tingkat konsumsi ikan
masyarakat Indonesia pada tahun 2005 masih rendah yaitu sebesar 26 kg/kapita/tahun. Angka tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura mencapai 70 kg, Malaysia, 30 kg, Philipina 40 kg sementara Hongkong, Taiwan, Korea Selatan terlihat lebih tinggi lagi yakni, berturut-turut 80, 65, dan 60 kg (Numberi 2006). Berdasarkan hal tersebut, perlu diupayakan pengolahan daging ikan menjadi produk yang disukai oleh masyarakat. Salah satu produk olahan daging ikan adalah bakso ikan. Selain sudah dikenal masyarakat, bakso mempunyai harga yang relatif murah, sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.
Kebiasaan mengkonsumsi bakso ini
diharapkan kebutuhan protein masyarakat dapat terpenuhi sehingga dapat meningkatkan nilai gizi masyarakat pada umumnya. Karakteristik mutu bakso ikan yang baik ialah warnanya putih bersih, teksturnya kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek, dan memiliki daya awet yang lama
(Wibowo 1999a). Untuk memenuhi persyaratan di atas, biasanya
ada sebagian produsen bakso yang menambahkan boraks kedalam adonan bakso dengan tujuan untuk memperbaiki struktur adonan dan sifat kekenyalan bakso. Padahal
pemerintah
telah
mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan, termasuk pemakaian boraks dan asam borat yang dilarang penggunaanya. Hal ini disebabkan sifat
68
toksisitas dari senyawa tersebut sehingga perlu dicari alternatif dari bahan alami pengganti boraks. Bahan alami yang memiliki sifat sebagai pengenyal seperti sifat yang dimiliki oleh boraks diantaranya adalah karaginan. Karaginan mampu melakukan interaksi dengan protein sehingga mempengaruhi peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan stabilisasi (Winarno 1996). Fungsi karaginan pada bahan makanan diantaranya sebagai penstabil, pengental, pembentuk gel dan pengemulsi. Pentingnya penelitian ini dilakukan karena diharapkan karaginan mampu tampil sebagai bahan alternatif dari penyalahgunaan pemakaian boraks di dalam industri pembuatan bakso. Selain itu, diharapkan kebutuhan protein masyarakat dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi bakso ikan ini sehingga dapat meningkatkan nilai gizi masyarakat pada umumnya.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat bakso ikan dengan penambahan karaginan semimurni. 2. Mengetahui karakteristik bakso ikan yang dihasilkan secara subyektif (uji sensori) dan obyektif (uji fisika, uji kimia).
69
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila yang berasal dari Taiwan sejak tahun 1969 dikenal masyarakat Indonesia. Nama atau sebutan nila ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perikanan pada tahun 1972, diambil dari nama spesiesnya, nilotica menjadi nila (Khairuman 2003). Menurut Saanin (1986) klasifikasi ikan nila secara lengkap adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Subfilum : Vertebrata Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ciri-ciri ikan nila lokal antara lain terdapat garis-garis berwarna gelap ke arah vertikal pada badan dan ekor serta sirip punggung dan sirip dubur. Tubuhnya memanjang dan ramping. Sisik ikan nila sangat kuat dan tidak mudah lepas. Ikan nila mempunyai keunggulan dibandingkan ikan tawar lainnya karena sangat toleran terhadap lingkungan dan kekurangan oksigen terlarut dalam air (Djarijah 1995). Gambar ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)
70
Ikan nila memiliki varietas cukup banyak. Umumnya, berbagai jenis ikan nila banyak ditemukan di perairan umum Afrika dan sebagian tersebar di berbagai negara. Ada 3 jenis ikan nila yang produktif dan banyak dibudidayakan, yaitu nila lokal, nila GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia), dan nila merah (Khairuman 2003). Kadar oksigen yang cukup baik untuk ikan nila berkisar antara 3-5 ppm, sedangkan tingkat keasamannya (pH) 6,5-8,5. Bahan-bahan beracun seperti CO2, H2S dan NH3 yang terlarut dalam air akan menghambat pertumbuhan ikan nila. Konsentrasi CO2 yang masih dapat ditoleransi oleh nila merah adalah 15-30 ppm, sedangkan NH3 dan H2S tidak lebih dari 2 ppm (Djarijah 1995).
Ikan nila
memiliki sifat yang menguntungkan karena tahan terhadap lingkungan, bersifat omnivora, mampu mencerna pakan secara efisien, pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit (Suyanto 2002). Hasil analisis fungsi produksi ikan nila menunjukkan bahwa secara teknis petani yang menggunakan air dari sumber irigasi lebih efisien dibandingkan petani yang menggunakan sumber air non-irigasi.
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat produksi adalah luas kolam, jumlah benih, dan jumlah pakan (Mustika 2001). Ikan nila hidup di sungai, danau, waduk, rawa, sawah, air payau, atau dalam jaring terapung. Ikan nila juga dapat hidup di perairan yang dalam dan luas di kolam maupun kolam yang sempit dan dangkal. Suhu optimum untuk ikan nila berkisar antara 25-30 oC. Oleh karena itu, ikan nila dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kondisi sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut (Suyanto 2002). 2.2. Protein Ikan Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif tinggi, yaitu antara 15 % - 25 % dari 100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan banyak mengandung asam amino esensial yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada
71
jenis ikan. Umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin tetapi kurang akan kandungan triptofan (Junianto 2003). Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein sarkoplasma, miofibril dan stroma.
Kandungan protein kasar ikan berkisar 17 % - 20 %. Protein
sarkoplasma berjumlah sekitar 16 % - 22 % dari total protein jaringan daging. Protein kontraktil atau protein miofibril sekitar 75% dari total protein. Protein jaringan ikat pada teleostei berkisar 3 %, dan pada elasmobranchia seperti ikan hiu dan pari mencapai 10 % (Belitz dan Grosch 1987). 2.2.1. Protein sarkoplasma Protein sarkoplasma terdiri dari enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme sel dan bersifat larut air. Protein ini terdiri dari mioglobin, enzim dan albumin lainnya (Shahidi 1994). Protein sarkoplasma disebut juga miogen. Kandungan miogen dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung dari jenis ikannya, juga tergantung habitat hewan tersebut. Pada umumnya, ikan pelagis mempunyai kandungan protein sarkoplasma lebih tinggi dibandingkan dengan ikan demersal (Suzuki 1981). Protein sarkoplasma berjumlah sekitar 30 % dari total protein daging. Protein sarkoplasma termasuk sebagian besar enzim melibatkan energi metabolisme seperti glikolisis. Sebagian besar protein sarkoplasma mempunyai sifat kimia yaitu berat molekul yang kecil, pH isoelektrik tinggi dan berstruktur globular. Satu bagian dari protein sarkoplasma yang penting dalam menentukan kualitas daging adalah mioglobin. Mioglobin bertanggung jawab untuk warna merah pada daging segar dan warna pink pada daging yang dicuring (Nakai dan Modler 2000). Protein sarkoplasma mengendap pada pemasakan dan tidak berkontribusi secara nyata pada tekstur ikan (Alasalvar dan Taylor 2002). Protein sarkoplasma akan mengganggu cross-linking miosin selama pembentukan matriks gel karena protein ini tidak dapat membentuk gel (Haard et al. 1994). 2.2.2. Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam protein daging ikan, yaitu protein yang larut dalam garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin serta
72
protein regulasi, yaitu gabungan dari aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi terutama dari fraksi aktomisin (Suzuki 1981). Miosin adalah protein yang paling penting dari semua protein otot, bukan hanya karena jumlahnya yang besar (50 % - 60 %) dari total miofibril (Shahidi 1994), tetapi juga karena memiliki sifat biologis khusus.
Adanya
aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada beberapa kondisi, miosin dapat bergabung dengan aktin dan membentuk kompleks aktomiosin. Aktin merupakan protein miofibril terbesar kedua setelah miosin di dalam daging ikan, yaitu sekitar 20 % dari total protein miofibril (Shahidi 1994). Umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003). Pada pengolahan daging, protein miofibril mempunyai peran sebagai struktur dan fungsi utama yaitu berinteraksi dengan komponen lain dan dengan unsur nonprotein secara kimia dan secara fisik untuk menghasilkan karakteristik produk yang diinginkan (Nakai dan Modler 2000). 2.2.3. Protein stroma Protein stroma atau protein jaringan ikat tersusun atas kolagen dan elastin. Jumlahnya sekitar 3 % dari total protein otot pada ikan teleostei dan 10 % dalam ikan elasmobranchia, sedangkan pada mamalia 17 % (Haard et al. 1994). Protein stroma juga merupakan protein struktural dan terdiri dari sel-sel otot jaringan pengikat, berkas serat dan otot. Protein ini memelihara struktur bentuk pada tulang, ligamen dan tendon. Jaringan ikat pada tempat interstitial sel otot terdiri dari 3 protein ekstraselular (kolagen, retikulin, elastin) dan substansi penyangga (Nakai dan Modler 2000). Protein stroma ini tidak dapat diekstrak oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi. Pada pengolahan surimi, protein stroma tidak dapat dihancurkan oleh panas dan merupakan komponen „netral‟ pada produk akhir (Hall dan Ahmad 1992).
73
2.3. Surimi Surimi merupakan produk hasil perikanan setengah jadi yang berupa hancuran daging ikan yang telah mengalami proses pencucian, pengepresan, dan penambahan garam atau polifosfat (Suzuki 1981). Surimi berasal dari bahasa Jepang yang berarti bentuk pasta dari daging ikan yang dihasilkan dalam proses pembuatan kamaboko. Surimi juga dikenal sebagai konsentrat protein basah dari otot/daging ikan yang diperoleh dari pembuangan kulit ikan secara mekanik kemudian daging ikan tersebut dicuci dengan air. Pada proses pembuatan surimi, pencucian merupakan tahapan yang paling penting khususnya untuk ikan-ikan yang mempunyai kemampuan membentuk gel yang rendah serta berdaging merah. Pencucian surimi bertujuan untuk melarutkan lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel ikan, sehingga surimi ini merupakan konsentrat basah dari protein miofibril ikan yang dapat meningkatkan kekuatan pembentukan gel, penahan air, ikatan lemak dan fungsi lain yang berkaitan dengan sifat dari daging cincang itu sendiri (Suzuki 1981). Dalam pembentukan gel ikan komponen protein terpenting ialah fraksi miosin. Kekuatan gel ikan akan meningkat seiring peningkatan miosin pada gel ikan tersebut. Daging mentah ikan yang digiling dengan penambahan garam maka miosin akan larut dalam larutan garam yang membentuk sol yang sangat adhesive.
Sol ini akan membentuk gel dengan konstruksi seperti jala bila
dipanaskan dan dapat memberikan sifat elastis pada gel daging ikan (Tanikawa 1985). Atom Na dari NaCl mendonorkan satu elektron pada lapisan luarnya sehingga menghasilkan ion Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut saling terikat melalui daya tarik-menarik elektrostatik yang dapat dikurangi kekuatannya oleh molekulmolekul air sampai tersisa 1 % dari daya tarik yang terdapat dalam kristal NaCl. Ion-ion tersebut kemudian terhidrasi dan diungsikan oleh molekul-molekul air sedemikian seterusnya sampai terbentuk larutan garam. Selanjutnya gugus ion COO- asam amino akan mengikat Na+ karena perbedaan muatan dan ion Cl- akan diikat oleh gugus ion H+ asam amino (Winarno 1992).
74
Menurut Irianto (1990), sebagai bahan baku produk lanjutan, surimi memiliki sifat khusus antara lain : 1.
Mampu membentuk gel bila dipanaskan setelah dicampur dengan garam.
2.
Merupakan produk yang tidak berwarna, tidak berbau dan berasa, sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi menjadi produk dengan berbagai sifat rasa, warna dan bau yang dikehendaki.
3.
Mudah dibentuk tanpa alat bantu dan sesuai dengan yang kita kehendaki.
4.
Mempunyai tingkat elastisitas yang dapat dimodifikasi sesuai dengan yang dikehendaki.
5.
Mampu mengikat bahan dengan baik sehingga dapat dicampur dengan bahanbahan lainnya tanpa merubah sifat tekstur. Jenis ikan yang berdaging putih dan jenis ikan demersal umumnya baik
untuk digunakan sebagai bahan baku surimi.
Ikan yang digunakan harus
mempunyai kesegaran yang tinggi karena mutu produk yang baik tidak mungkin diperoleh dari ikan dengan kualitas yang buruk. Oleh karena itu, ikan yang digunakan untuk bahan baku surimi tetap dijaga dalam kondisi suhu rendah agar penurunan mutu dapat dihambat (Sribhibhadh 1985). 2.4. Karaginan Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Winarno 1996). Berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karaginan dengan kandunan sulfat lebih dari 30 %. Terdapat 3 macam karaginan yang
banyak
dimanfaatkan
yaitu
lambda,
iota
dan
pada
industri
biasanya
kappa
karaginan
(Doty dan Samtos 1978). Pemanfaatan
karaginan
digunakan
sebagai
stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
75
Produksi karaginan di Indonesia sekitar 4000 -4500 ton, untuk ekspor sekitar 3200 -3500 ton dan sisanya dipasarkan di dalam dalam negeri. Kebutuhan dalam negeri masih kurang dan selama ini dipenuhi dari impor. Industri pasta gigi merupakan pengguna terbesar karaginan di Indonesia, diikuti oleh industri jelly dan es krim. Pada tahun 2002 kebutuhan karaginan untuk beberapa industri di Indonesia adalah sebesar 1.864 ton, dan baru sebagian kecil saja (740 ton) yang bisa dipasok oleh industri pengolahan karaginan dalam negeri, sisanya diimpor dari luar negeri (www.dkp.go.id). 2.4.1. Sumber karaginan Sumber karaginan berasal dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) yang banyak terdapat di sepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan jenis rumput laut carrageenophytes, yaitu jenis rumput laut penghasil karaginan.
Nama cottonii disini lebih umum digunakan dalam
perdagangan nasional dan internasional. perairan
Sabah
(Malaysia)
dan
Jenis ini asal mulanya didapat dari
Kepulauan
Sulu
(Filipina),
kemudian
dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Ciri-ciri fisik dari Eucheuma cottonii adalah memiliki thallus silindris, permukaan licin, cartilageneus, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan thali bervariasi mulai bentuk sederhana sampai kompleks. Tubuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kedatangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut mengarah, memanjang dan melengkung seperti tanduk. Menurut Doty dan Santos (1978) klasifikasi Eucheuma cottonii secara lengkap adalah sebagai berikut :
76
Kingdom : Plantae Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solieriaceae
Genus
: Eucheuma
Spesies
: Eucheuma cottonii
Produk olahan rumput laut jenis Eucheuma cottonii mempunyai prospek dan potensial untuk dikembangkan baik sebagai sumber bahan pangan, farmasi, kosmetika maupun industri-industri lainnya seperti misalnya : ATC (alkali treated carrageenan), SRC (semi refined carrageenan) dan refined carrageenan (www.dkp.go.id). Kandungan karaginan yang terdapat pada beberapa spesies Eucheuma sp. dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan karaginan beberapa spesies Spesies Eucheuma spinosum (Bali) Eucheuma spinosum Eucheuma cottonii/ Kappaphycus alvarezii (Bali) Sumber : Angka dan Suhartono (2000)
Karaginan (%) 65,75 67,51 61,25
2.4.2. Komposisi dan struktur kimia karaginan Karaginan adalah senyawa kompleks polisakarida yang dibangun oleh sejumlah unit galaktosa dan 3,6 anhidro-galaktosa baik mengandung sulfat maupun tidak dengan ikatan glikosidik -1,3-D-galaktosa dan -1,4-3,6 anhidrogalaktosa secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil terikat gugus sulfat dengan ikatan ester (Angka dan Suhartono 2000). Berdasarkan struktur pengulangan unit polisakarida, karaginan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama yaitu - (kappa), - (lambda) dan - (iota) karaginan. Secara prinsip, fraksi-fraksi karaginan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup ester. Struktur molekul karaginan dapat dilihat pada gambar 2.
77
Gambar 2. Struktur molekul karaginan Kappa karaginan terdiri dari ikatan 1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6 anhidro-D-galaktosa. Kappa karaginan mempunyai lebih dari 34% 3,6 anhidro-galaktosa dan 25% ester sulfat. Kappa karaginan terbentuk sebagai hasil aksi enzim dekinkase yang mengkatalisis mu karaginan menjadi kappa karaginan dengan cara menghilangkan sulfat pada C6 dari residu ikatan -1,3-Dgalaktosa-6-sulfat yang bersamaan dengan penutupan cincin membentuk 3,6 anhidro-D-galaktosa (Glicksman 1983).
Kappa karaginan dapat diendapkan
secara selektif oleh ion kalium, sedangkan jenis lambda tidak dipengaruhi oleh kalium (Angka dan Suhartono 2000). 2.5. Bakso 2.5.1. Definisi bakso Bakso adalah suatu produk daging yang dihaluskan, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus.
Bakso pada awalnya hanya dikenal dan dijual di daerah
pemukiman orang Cina dan dijual di restoran-restoran Cina. Namun, setelah tahun 1960-an, bakso mulai populer di masyarakat. Konsumen bakso berasal dari golongan ekonomi atas sampai golongan berpenghasilan rendah sehingga bakso dapat dijumpai di restoran mewah, hotel berbintang, warung makanan, pedagang kaki lima dan pedagang keliling (Sunarlim 1992). Bakso merupakan produk emulsi daging. Bakso dibuat dari daging yang digiling halus, ditambah bahan pengisi pati atau tepung terigu dan bumbu-bumbu. Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar yang belum mengalami rigor mortis, karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi dibandingkan
daging
rigor
mortis
maupun
pasca
rigor
(Pearson dan Tauber 1984). Mie dan bakso merupakan jenis makanan yang tergolong populer di Indonesia, dimana bakso tersebut umumnya terbuat dari daging sapi, tetapi dapat
78
pula
dibuat
dari
jenis
daging
lain
termasuk
daging
ikan
(Winarno dan Rahayu 1994). Adapun komposisi kimia dari standar mutu bakso Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia standar mutu bakso Indonesia. Komposisi Kadar air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Bahan lain (%) Sumber : Putri (2001)
Sapi 76.01 17.22 0.50 1.88 4.39
Ikan cucut 58.70 63.30 0.30 5.00 -
SNI Min 70.00 Min 9.00 Min 2.00 Min 3.00 Maks 16.00
2.5.2. Bahan pembuatan bakso Bahan-bahan pembuatan bakso terbagi menjadi dua, yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama adalah daging, sedangkan bahan tambahan terdiri dari bahan pengisi (tepung-tepungan), garam, es atau air es dan bumbu-bumbu seperti lada, bawang putih serta bahan penyedap. (1) Bahan utama Bahan utama untuk bakso ikan adalah daging ikan dari satu jenis atau campuran dari beberapa jenis ikan. Daging yang baik untuk bakso ikan yaitu daging putih sedangkan jenis ikan berdaging merah tidak bagus untuk dijadikan bakso ikan, kecuali ikan tersebut juga memiliki daging putih dan mudah dipisahkan dengan daging merah. Disamping itu, jenis ikan yang digunakan juga menentukan tekstur dan rendemen bakso yang diperoleh. Jenis ikan yang gemuk dan sedikit berduri menghasilkan rendemen yang tinggi. Komponen daging yang berperan besar dalam pembuatan bakso adalah protein. Fungsi protein disini sebagai pengikat lumatan daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur kompak, selain itu juga berfungsi sebagai emulsifier (Winarno dan Rahayu 1994) serta berperan terhadap daya penahanan air daging, dimana protein akan membentuk jaringan yang rigid selama pemasakan yang mampu menahan air di dalam jaringan tersebut (Hadiwiyoto 1993). Daging yang digunakan dalam pembuatan bakso disyaratkan harus sesegar mungkin, dengan kata lain belum mengalami proses penyimpanan. Hal ini mengingat daging adalah komoditas yang cepat mengalami kerusakan (Winarno dan Rahayu 1994). Daging segar atau daging yang belum mengalami
79
proses rigor ternyata mengandung 15 % - 20 % protein aktin. Diketahui bahwa protein aktin dapat larut di dalam air garam encer sehingga mudah diekstrak. Daging yang telah mengalami proses rigor, maka protein aktin ditemukan dalam jumlah sedikit karena aktin telah berikatan dengan miosin membentuk aktomiosin (Pomeranz 1991). (2) Bahan pengisi Bahan pengisi atau filler dan bahan pengikat merupakan fraksi bukan daging yang biasanya ditambahkan dalam pembuatan produk emulsi daging seperti sosis dan bakso. Sunarlim (1992) membedakan bahan pengikat dengan bahan pengisi berdasarkan kemampuan mengemulsi dan mengikat air. Bahan pengikat memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pengisi yang umumnya hanya terdiri dari karbohidrat atau pati. Kedua bahan ditambahkan pada pembuatan produk emulsi daging untuk memperbaiki stabilitas emulsi, mengurangi penyusutan saat pemasakan, memperbaiki cita rasa dan mengurangi biaya. Menurut Putri (2001), bahan pengisi yang biasa digunakan pada pembuatan bakso bukan tepung berprotein melainkan tepung berpati, misalnya tepung pati singkong (tapioka) dan tepung pati aren. Bahan-bahan tersebut memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, sedangkan kadar proteinnya rendah. Selama proses pengolahan dan pemasakan, bahan pengisi atau pengikat ternyata dapat meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air. Bahan pengisi berpati (tepung) dapat mengabsorbsi air dua kali sampai tiga kali lipat dari berat semula. Oleh karena sifatnya dapat menahan air, maka adonan sosis maupun bakso menjadi lebih besar. Dalam proses pemanasan sampai suhu 70-71 oC adonan daging akan membentuk gel (firm starch gel) dan setelah didinginkan akan membentuk padatan (Ockerman 1983). (3) Bumbu Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah garam dapur, bawang merah, bawang putih, lada sehingga dapat memberikan rasa yang sesuai pada produk bakso. Sebaiknya tidak digunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau vetsin (Wibowo 1999a). Bumbu-bumbu yang digunakan adalah sebagai berikut :
80
a. Garam Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, pelarut protein dan pengawet (Wibowo 1999a). Garam selain berfungsi untuk memberikan flavor, juga berfungsi terutama untuk melarutkan protein myosin yang berperan sebagai emulsifier utama dan meningkatkan daya ikat air (Forrest et al. 1975). b. Gula Gula lebih banyak berperan memberikan citarasa dari pada mengawetkan
produk.
Meskipun
demikian
pemakaian
gula
akan
menyebabkan bakteri-bakteri asam berkembang terutama bakteri-bakteri yang dapat memfermentasi gula menjadi asam dan alkohol. Dengan timbulnya asam dan alkohol diharapkan akan dapat memperbaiki citarasa produk (Hadiwiyoto 1993). c. Bawang merah dan bawang putih Bawang merah sebagian besar terdiri dari air sekitar 80-85 %, protein 1,55 %, lemak 0,3 % dan karbohidrat 9,2 %. Selain itu umbi bawang merah juga terdapat suatu senyawa yang mengandung ikatan asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Ikatan asam amino ini disebut dengan alliicin (Wibowo 1999b). Bawang merah mengandung cukup banyak vitamin B dan C, biasanya bawang merah digunakan sebagai bumbu dan obat-obatan tradisional (Jauharti 1997). Bawang putih termasuk salah satu familia Liliaceae yang populer di dunia ini dengan nama ilmiahnya Allium sativum L. Kandungan bawang putih antara lain air mencapai 60,9 % - 67,8 %, protein 3,5 % - 7 %, lemak 0,3 %, karbohidrat 24,0 5 - 27,4 % dan serat 0,7 %, juga mengandung mineral penting dan beberapa
vitamin dalam jumlah tidak besar
(Wibowo 1999b). Bawang putih dikenal sebagai bumbu maupun obat-obatan (Jauharwati 1997). d. Lada Lada (Piper nigrum L) merupakan tanaman serba guna dimana buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bumbu dalam berbagai masakan. Tujuan penambahan lada adalah sebagai pemberi aroma sedap, menambah kelezatan, dan memperpanjang daya awet makanan (Sarpian 1999).
81
(4) Es atau air es Bahan lain yang diperlukan adalah es atau air es. Bahan ini berfungsi membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso (Wibowo 1999a).
Menurut Pearson dan Tauber (1984), kondisi tekstur dan
keempukan produk akhir dari produk emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Pada umumnya air yang digunakan dalam bentuk es, merupakan bahan terbesar lainnya yang ditambahkan sebanyak kurang lebih 15% pada
proses
pembuatan
produk
daging
seperti
sosis
atau
bakso
(Wilson et al. 1981). Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa fungsi penambahan es pada pembuatan produk daging seperti sosis dan bakso adalah untuk mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan daging dan pembuatan adonan (emulsifikasi). Lebih jauh lagi menurut Wibowo (1999a) dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein dapat berjalan dengan baik, karena apabila protein terdenaturasi akibat suhu adonan yang terlalu tinggi maka protein itu tdak bisa bersifat sebagai pengemulsi. Suhu ideal untuk ekstraksi adalah 4-5 oC tetapi selama tidak lebih 20 oC sudah mencukupi. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun perebusan. Penambahan es juga meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10 % - 15 % dari berat daging atau bahkan 30 % dari berat daging. 2.5.3.
Proses pembuatan bakso
Pada prinsipnya proses pembuatan bakso dibagi menjadi empat tahap (Wibowo 1999a), yaitu : 1. Penghancuran dan pelumatan daging Penghancuran daging ditunjukkan untuk memecah dinding sel serabut otot daging sehingga memudahkan protein larut garam seperti miosin dan aktin dapat diekstrak keluar dengan menggunakan larutan garam (Wibowo 1999a). Menurut Wilson et al. (1981), penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling (grinding),
atau
mencincang
sampai
lumat/halus
(chopping).
82
Winarno dan Rahayu (1994) menambahkan bahwa dalam produksi skala besar, proses penggilingan daging perlu ditambahdengan es sebanyak 29 % dari berat daging untuk mempertahankan suhu rendah akibat gesekan mesin giling (chopper), serta untuk menghasilkan emulsi yang baik. 2. Pembuatan adonan Proses pembentukan adonan dapat dilakuakan dengan mencampur seluruh bahan kemudian menghancurkannya (mixing and chopping) sehingga membentuk suatu adonan.
Dapat juga dengan cara
menghancurkan daging, baru kemudian mencampurkannya dengan seluruh
bahan
lainnya
(mincing,
grinding
and
mixing)
(Wilson et al. 1981). Untuk mempertahankan stabilitas adonan, maka suhu adonan tidak melebihi 20 oC. Pada waktu pembuatan adonan, suhu adonan dapat mencapai lebih dari 20 oC karena gesekan antara daging dengan alat penghalus daging (cutter, mixer, alat pengemulsi lemak) yang mengakibatkan terhambatnya ekstraksi protein serabut otot sehingga terjadi koagulasi protein (Pisula 1984). 3. Pencetakan adonan Menurut Wibowo (1999a) pencetakan bakso dilakukan dengan cara membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan sebesar kelereng atau lebih besar dengan menggunakan tangan.
Pemasakan bakso umumnya
dilakukan dengan merebusnya di dalam air mendidih dan dapat juga dilakukan dengan cara blanching dengan uap air panas pada suhu 85-100 oC.
Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah
terbentuknya struktur produk yang kompak. 4. Pemanasan Pengolahan daging yang disertai pemanasan akan menyebabkan perubahan dalam penampakan, flavor, tekstur dan kandungan nutrien. Perubahan drastis selama perebusan seperti pengkerutan dan pengerasan jaringan disebabkan oleh perubahan protein otot. Pemanasan sampai 40 oC tidak memberikan pengaruh yang berarti pada sifat mekanik daging. Pemanasan dibawah 60 oC secara perlahan dimana kolagen
83
dapat menyusut, tidak meningkatan keempukan. Pada suhu yang lebih tinggi dapat terjadi koagulasi yang hebat sehingga kehilangan berat yang mencolok (Schmidt 1988). Pengolahan dengan panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi.
Semua
perlakuan
pemanasan
harus
dioptimasi
untuk
mempertahankan nilai gizi dan mutu produk serta menghancurkan mikroba (Buckle et al. 1987).
84
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 bertempat di Laboratorium Pengolahan dan Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
3.2 Alat dan Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso antara lain berupa bahan utama yaitu ikan nila. Bahan tambahan seperti bahan pengisi (tepung tapioka), karaginan, es atau air es dan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, garam, gula, dan merica), sedangkan bahan yang digunakan dalam analisis bakso ikan antara lain akuades, alkohol, bahan analisis kimia (pelarut heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, HCl, NaOH, KBr, tablet Kjedahl, H3BO3, merah metilen dan biru metilen). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grinder, food processor, freezer, cool box, timbangan, saringan, sealer, termometer. Seperangkat peralatan laboratorium untuk analisis kimia (uji proksimat) seperti labu kjeldahl, alat ekstraksi soxhlet, alat destilasi, oven, desikator, tanur pengabuan, cawan porselin dan tutup cawan, kertas saring whatman, pH meter, magnetic stirrer. Seperangkat alat untuk analisis mikrobiologi seperti timbangan analitik, gelas ukur, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet 1 ml, tissue, semprotan alcohol, vortex, autoklaf, bunsen. Alat untuk analisis fisik berupa Rheoner jenis RE-3305.
85
3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Penelitian pendahuluan Penelitian
pendahuluan
dilakukan
untuk
menganalisa
karaginan
semimurni. Analisis yang dilakukan terhadap karaginan semimurni antara lain adalah uji viskositas, kekuatan gel (gel strength) serta kadar sulfat.
3.3.2 Penelitian utama Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan karaginan semimurni dalam meningkatkan daya elastis bakso. (1) Pembuatan daging lumat ikan (BBPPHP 2006) Ikan nila dicuci dengan air dan dibersihkan dari kotoran serta sisik. Ikan dibuang isi perutnya kemudian di-fillet dan fillet yang didapatkan dibuang kulit. Daging ikan dikumpulkan dalam wadah dan dilindungi dari kenaikan suhu dengan cara membungkus daging ikan dengan plastik, kemudian diberi es sehingga suhu berada pada kisaran 5 oC. Daging digiling sampai lumat dan halus dengan grinder. Diagram alir pembuatan daging lumat ikan nila dapat dilihat pada Gambar 3. Ikan nila
Pencucian dan preparasi Pem-fillet-an
Pengerokan daging sisa yang menempel
Daging ikan
Penggilingan
Daging lumat ikan nila Gambar 3. Diagram alir pembuatan daging lumat ikan nila (BBPPHP 2006)
86
(2) Pembuatan surimi (BBPPHP 2006) Ikan dibersihkan kotorannya kemudian difillet untuk diambil dagingnya saja, setelah itu digiling dengan menggunakan penggiling daging untuk mendapatkan lumatan daging ikan. Selama dilakukan penggilingan suhu lumatan daging ikan dijaga tidak melebihi 22 oC. Hal ini untuk mencegah terjadinya denaturasi protein aktomiosin oleh panas yang timbul akibat proses penggilingan. Setelah itu dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan air garam
0,2
% - 0,3 % yang bersuhu 5-10 oC. Perbandingan air dan daging ikan yaitu
4:
1. Pencucian dilakukan sebanyak 2-3 kali, masing-masing pembilasan selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pengepresan untuk mengurangi sisa air sehingga kadar air mencapai kurang lebih 80 % - 82 %. Tahap selanjutnya dilakukan penambahan gula 2 % - 3 % dan polifosfat 0,2 %. Bahan tambahan ini berfungsi untuk mencegah penurunan mutu selama proses penyimpanan. pembuatan surimi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 4. Ikan nila
Pem-fillet-an Penggilingan daging (grinder) Pencucian (daging : air = 1 : 4) selama 15 menit Pengepresan
Penambahan gula 2 % - 3 % dan polifosfat 0,2 %
Surimi ikan nila
Gambar 4. Diagram alir pembuatan surimi ikan nila (modifikasi BBPPHP 2006)
Diagram alir
87
(3) Pembuatan bakso ikan Surimi dimasukkan dalam mesin adonan (food processor), kemudian ditambahan tepung terigu, tapioka, garam halus (NaCl), bumbu (bawang putih, bawang merah, lada), karaginan serta es.
Selanjutnya adonan bakso tersebut
dihomogenkan selama kurang lebih 15 menit.
Setelah tercampur, homogen
adonan dicetak menjadi bakso dengan cara dibentuk bulat-bulat menggunakan tangan kemudian direndam dalam air hangat. kemudian direbus dalam air pada temperatur 85-100 oC sampai bakso mengapung. Bakso diangkat dan ditiriskan selama kurang lebih 10 menit selanjutnya bakso siap diuji. Metode pembuatan bakso ikan nila dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan nila
Surimi ikan nila garam, gula, lada tepung tapioka, bawang merah, bawang putih.
Pengadonan
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% karaginan 1,5%
Pengadukan dan pencetakan dengan tangan
Perendaman air hangat (40-45 °C) Pemasakan (85-100 °C sampai bakso mengapung) Bakso ikan
Pengujian Gambar 5. Diagram alir pembuatan pembuatan bakso ikan (Modifikasi Nurfianti 2007)
88
3.4 Pengujian mutu bakso ikan Uji mutu bakso ikan meliputi analisis fisik (kekuatan gel dan warna), uji sensori (organoleptik, uji gigit dan uji lipat) dan analisis kimia (viskositas, kadar sulfat, kadar air, kadar protein dan WHC). 3.4.1 Analisis fisik (1)
Kekuatan gel (gel strength) (Faridah et al. 2006) Analisis terhadap tekstur ini menggunakan Rheoner RE 3305. Prinsipnya
adalah dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan pangan tersebut dapat diukur. Jenis bahan yang dianalisis berpengaruh pada jenis probe yang digunakan. Sebelum dilakukan pengujian sampel didiamkan selama 24 jam untuk menyesuaikan dengan suhu kamar. Selanjutnya sampel dipotong dengan panjang 2,5 cm dan diukur dengan probe berdiameter 5 mm yang terbuat dari bahan plastik dengan kecepatan pengukuran 0,5 mm/s. Nilai kekuatan gel dihitung dengan rumus: Kekuatan gel (g cm) = gel force (gf) x distance (cm) (2)
Warna (Soekarto 1990) Warna diukur dengan menggunakan chromameter (tipe R-20, Minolta
camera, Co, Japan) dengan ruang warna (color space). Nilai skala warna x,Y,y dikonversi menjadi notasi warna hunter yang terdiri dari 3 parameter yakni nilai L, a dan b masing-masing dengan kisaran nilai 0 sampai ± 100.
Notasi L
menyatakan parameter kecerahan (light) suatu produk pangan. Nilai kecerahan menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Kecerahan mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru.
89
Konversi warna-warna tersebut dilakukan dengan rumus : Y =Y
Z
Y (1 - x - Y) y
x X Y y L 10 y 17,5(1,02 X Y ) Y 7,0(Y 0,847 z ) b Y a
Derajat putih (%): 100-[(100-L)2 + a2 + b2]1/2 Keterangan : Y = Warna dasar untuk hijau X = Warna dasar untuk merah
X dan Y = Kalibrasi warna sampel yang diukur Z = Warna dasar untuk biru
3.4.2 Uji Sensori (1)
Uji organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik pada produk gel ikan meliputi penampakan, aroma,
tekstur dan rasa. Uji tekstur dilakukan dengan cara ditekan tangan dan digigit. Pengamatan dilaksanakan dengan skala hedonik bernilai satu sampai sembilan. Jumlah panelis yang digunakan adalah 15 orang dan bahan disajikan secara acak dengan diberi kode tertentu. Data yang diperoleh di uji dengan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis, sedangkan uji lanjutannya digunakan uji Multiple Comparison. Contoh lembar penelitian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 3. Lembar penilaian uji organoleptik dengan skala hedonik Skala hedonik Amat sangat suka Sangat suka Suka Agak suka Biasa Kurang suka Tidak suka Sangat tidak suka Amat sangat tidak suka Sumber : Soekarto (1985)
Skala numerik 9 8 7 6 5 4 3 2 1
90
(2)
Uji pelipatan (Suzuki 1981) Uji pelipatan (folding test) merupakan salah satu pengujian mutu gel ikan
yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan tiga milimeter. Potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada gel ikan. Contoh lembar penilaian uji pelipatan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkatan mutu uji pelipatan Mutu 5 4 3 2 1
Keterangan Tidak retak setelah dilipat menjadi seperempat lingkaran Tidak retak setelah dilipat menjadi setengah lingkaran Retak berangsur-angsur setelah dilipat menjadi setengah lingkaran Langsung retak setelah dilipat menjadi setengh lingkaran Pecah apabila ditekan dengan jari
Sumber : Suzuki (1981)
(3)
Uji gigit (Suzuki 1981) Uji gigit (teeth cutting test) ini memberikan taksiran secara subyektif
dengan melatih 10 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri atas dan bawah.
Sampel yang diuji
mempunyai ketebalan 5 mm dan berdiameter 20 mm, nilai (skor) sebagai atribut pengujian dalam hubungannya dengan uji gigit terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai mutu uji gigit (teeth cutting test) Nilai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Sifat kekenyalan (springness) Amat sangat kuat Sangat kuat Kuat Cukup kuat Dapat diterima Dapat diterima, sedikit kuat Lemah Cukup lemah Sangat lemah Tekstur seperti bubur, tidak ada kekuatan
Sumber : Suzuki (1981)
3.4.3 Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan meliputi viskositas, kadar sulfat, kadar air, kadar protein dan WHC.
91
(1)
Viskositas (Faridah et al. 2006) Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari
viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Semakin tinggi nilai viskositas maka tahanan cairan yang bersangkutan juga semakin besar. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 75 oC. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield. Viskometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu mencapai 75 oC, nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskometer pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah 1 menit putaran penuh 2 kali untuk spindel no 1. (2)
Kadar sulfat (FMC Corp. 1977 dalam Syamsuar 2006) Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan dalam labu erlenmeyer yang
ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N kemudian direfluks selama 6 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan dalam gelas piala dan dipanaskan hingga mendidih. Larutan BaCl2 ditambahkan sebanyak 10 ml kemudian dipanaskan selama 2 jam hingga terbentuk endapan. Endapan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas Cl. Kertas saring dikeringkan dalam oven, diabukan pada suhu 1000 oC hingga diperoleh abu berwarna putih. Perhitungan kadar sulfat menggunakan rumus:
Kadar sulfat (%)
P x 0,4116 x 100% berat sampel (g)
Keterangan : 0,4116 = Massa atom relatif SO4 dibagi massa atom relatif BaSO2 P = Berat endapan BaSO4 (g) (3)
Kadar air (AOAC 1995) Kadar air diukur dengan metode oven. Cawan porselen dikeringkan, lalu
dimasukkan ke dalam oven selam 30 menit. Cawan diangkat dan dikeringkan dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Sampel dalam cawan diambil sebanyak 5 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan dan dioven selama 6 jam dengan suhu 100-105 oC. Cawan dan sampel yang dikeringkan dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:
92
Kadar air (%) = Keterangan :
AB x 100% A
A = berat sampel awal (gram) B = berat sampel setelah dikeringkan (gram)
(4)
Kadar protein (AOAC 1995) Sampel surimi sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 50
ml, kemudian ditambahkan 2 mg K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih. Sampel tersebut dibiarkan sampai dingin kemudian didestilasi. Labu Kjedahl dicuci dengan air suling kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berubah warna. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus perhitungan kadar protein:
Kadar nitrogen (%)
(ml HCl - ml blanko) x N HCl x 14,007) x 100% mg sampel
Kadar protein (%) = % N x 6,25 (faktor koreksi)
(5)
Water holding capacity (WHC) (Grau dan Hamm 1972 diacu dalam Faridah et al. 2006) Sampel sebanyak 0,3 gram diambil dan ditempatkan diatas kertas saring
dan ditutup dengan penutupnya.
Setelah itu diletakkan pada alat pengepres
hidrolik dan ditekan sampai dengan 200 bar atau 200 kg/cm2 selama 5 menit. Luasan lingkaran dari daging diukur, begitu pula luasan lingkaran luar yang terbentuk oleh air. Luasan lingkaran yang terbentuk oleh air bebas merupakan pengurangan dari luasan lingkaran luar dengan luasan lingkaran dalam. Kriteria umum yang digunakan adalah jika luasan lebih kecil dari 6 cm2, maka hanya sekitar 25% air bebas yang dilepaskan pada waktu pengepresan yang berarti daya ikat airnya tinggi, jika luasannya 6-8 cm2 maka daya ikat airnya sedang dan jika luasan air bebasnya lebih dari 8 cm2 maka daya ikat airnya rendah. Perhitungan luasan air bebas adalah sebagai berikut :
93
luas lingkaran air bebas (cm 2 ) Jumlah air bebas (mg) 8 0,0948 Jumlah air sampel kadar air (%) x berat sampel (mg) WHC dihitung menggunakan rumus: WHC (%)
jumlah air sampel jumlah air bebas x 100% jumlah air sampel
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan 2 kali ulangan. Faktor pertama yaitu penambahan karaginan semimurni sebagai dari 3 taraf, yaitu karaginan 0 %, 0,5 %, 1 % dan 1,5 %. Faktor kedua yaitu jenis bahan baku yang dipakai yaitu daging lumat dan surimi. Total kombinasi perlakuan adalah 8. Model matematikanya berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah : Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Dimana : i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2 k = 1, 2 Keterangan : Yijk = Pengaruh penggunaan karaginan semimurni pada bakso pada konsentrasi ke-i dan perlakuan jenis bahan baku j pada ulangan ke-k μ = Nilai rata-rata umum Ai = Pengaruh perlakuan penambahan karaginan pada konsentrasi ke-i Bj = Pengaruh perlakuan jenis bahan baku ke-j (AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan penambahan karaginan pada konsentrasi ke-i dan perlakuan jenis bahan baku ke-j εijk = Pengaruh galat percobaan Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : Pengaruh penambahan konsentrasi karaginan semimurni terhadap bakso ikan (A): H0 = Penambahan karaginan semimurni tidak berpengaruh terhadap karakteristik bakso ikan H1 = Penambahan karaginan semimurni berpengaruh terhadap karakteristik bakso ikan Pengaruh jenis bahan baku terhadap bakso ikan (B): H0 = Jenis bahan baku tidak berpengaruh terhadap karakteristik bakso ikan H1 = Jenis bahan baku berpengaruh terhadap karakteristik bakso ikan Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B : H0 = Interaksi antara penambahan karaginan dengan jenis bahan baku tidak berpengaruh terhadap karakteristik bakso yang dihasilkan H1 = Interaksi antara penambahan karaginan dengan jenis bahan baku berpengaruh terhadap karakteristik bakso yang dihasilkan
94
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata (p<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) menggunakan Tukey. Rumus yang digunakan sebagai berikut : BNJα = q(p,dbs)
S2 r
Keterangan : BNJα = nilai beda nyata jujur pada selang kepercayaan α α = selang kepercayaan 95% = nilai tabel q q p = banyaknya perlakuan dbs = derajat bebas sisa S2 = nilai kuadrat tengah sisa r = banyak ulangan Analisis non parametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik skala hedonik dan skala mutu hedonik menggunakan model matematika Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan dengan uji lanjut Tukey untuk melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Panelis yang digunakan tergolong ke dalam panelis semi terlatih untuk memberikan penilaian mengenai tingkat kesukaan dan ketidaksukaan terhadap produk yang dihasilkan. Model matematika uji KruskalWallis sebagai berikut : 2 R 12 H= i -3(n+1) n(n 1) ni
H´ =
Pembagi = 1Keterangan : n ni Ri2 T H´ H t
H Pembagi
T dengan T = (t 1)(t 1) (n 1)(n 1)n
= jumlah data = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok = H terkoreksi = simpangan baku = banyaknya pengamatan yang seri
Untuk mendapatkan keputusan, x2 hitung dibandingkan dengan x2 tabel. Cara mencari x2 tabel adalah sebagai berikut :
95
1. Mencari derajat bebas dengan rumus db = (p-1) dimana db = derajat bebas p = banyaknya perlakuan 2. Untuk mendaptkan nilai x2 rabel digunakan data tabel Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut Tukey dengan rumus sebagai berikut (steel dan Torrie 1991) : Rumus Uji Multiple Comparison :
Ri Rj >< Zα/2p
k (n 1) 6
Keterangan :
Ri Rj k n
: rata-rata rangking perlakuan ke-i : rata-rata rangking perlakuan ke-j : banyaknya ulangan : jumlah total data
p= k(k+1)/2
96
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Karaginan Semimurni Karaginan semimurni dari Kappaphycus alvarezii yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi standar FAO (1992). Tabel 6 menunjukkan karakteristik karaginan semimurni yang telah diuji. Tabel 6. Hasil karakterisasi karaginan FAO
Kekuatan gel (g cm)
Karaginan semimurni (Kappaphycus alvarezii) 500 ± 4,75
Viskositas (cP)
175 ± 2,86
Min. 5
Kadar sulfat (%)
16,86 ± 1,12
15 - 40
Parameter
4.1.1
-
Kekuatan gel Kekuatan gel sebesar 500 g cm menunjukkan bahwa karaginan semimurni
yang digunakan memiliki kekuatan gel yang cukup tinggi.
Hal tersebut
disebabkan karena saat proses pembuatan terjadi penambahan alkali seperti NaOH.
Alkali digunakan karena mampu mengakibatkan perubahan struktur
kimia sehingga kekuatan gel meningkat. Dalam hal ini, alkali menghilangkan sejumlah grup sulfat dari molekul-molekul dan meningkatkan struktur 3,6anhydro-D galaktosa (McHugh 2003). 4.1.2
Viskositas Nilai viskositas karaginan semimurni sebesar 175 cP masih berada dalam
standar FAO yaitu minimal 5 cP. Viskositas akan menurun dengan naiknya suhu. Perubahan ini dapat terjadi sebaliknya apabila pemanasan dilakukan pada keadaan optimum yaitu pH 9 dan bila dilakukan pada waktu yang tidak terlalu lama (Angka dan Suhartono 2000). 4.1.3
Kadar sulfat Kadar sulfat karaginan semimurni sebesar 16.86 % dan masih sesuai
dengan standar FAO yaitu sebesar 15 % - 40 %. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya juga akan semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat (Moirano 1977).
97
Adanya gugusan 6-sulfat dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhidro-D galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasi juga bertambah (Winarno 1996). 4.2
Karakteristik Bakso Ikan Bakso ikan nila menggunakan perlakuan kombinasi antara bahan baku
daging lumat dan surimi dengan penambahan karaginan semimurni. Parameter yang diuji antara lain ialah uji sensori (organoleptik, uji gigit dan uji lipat), uji fisik (kekuatan gel, warna), analisis kimia seperti kadar air, WHC dan kadar protein. 4.2.1
Uji sensori Selain mempunyai sifat mutu obyektif, produk pangan juga mempunyai
sifat mutu subyektif yang menonjol. Sifat mutu subyektif pangan lebih umum disebut sifat organoleptik atau sifat indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia, kadang-kadang disebut juga sifat sensorik karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra (Soekarto 1995). Analisis sensori yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji skala hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penampakan bakso ikan. (a)
Penampakan Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai panelis dalam
mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa dan seterusnya). Produk dengan bentuk yang rapi, bagus dan utuh, pasti lebih disukai konsumen dibandingkan dengan produk yang kurang rapih dan tidak utuh (Soekarto 1985). Bakso ikan nila dengan perlakuan memakai bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan 1,5 % memiliki nilai tertinggi sebesar 7,4. Sedangkan bakso ikan nila dengan perlakuan memakai bahan baku surimi dan penambahan karaginan
0 % memiliki nilai terendah sebesar 6,5.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Hsu dan Chung (2000), yang menyatakan bahwa penambahan karaginan kurang dari 2 % pada bakso mampu meningkatkan penampakan bakso.
98
Nilai penampakan untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 6.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 6. Penampakan bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging berpengaruh nyata terhadap nilai penampakan bakso ikan. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai penampakan bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki penampakan yang tidak jauh berbeda. (b)
Tekstur Pada umumnya tekstur makanan ditentukan oleh kandungan air, lemak,
protein dan karbohidrat (Fellows 1992). Bakso ikan dengan perlakuan bahan baku bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % memiliki nilai tertinggi sebesar 7,67. Berdasarkan penelitian Hsu dan Chung (2000), menyatakan bahwa penambahan karaginan kurang dari 2% pada bakso mampu meningkatkan tekstur bakso. Selain itu Keeton (2001) juga menyatakan bahwa karaginan dapat meningkatkan daya mengikat air sehingga dapat memperbaiki tekstur produk. Nilai tekstur untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 7.
99
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 7. Tekstur bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, pengaruh perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan berbeda nyata terhadap tekstur produk bakso ikan yang dihasilkan. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai tekstur bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki tekstur yang tidak jauh berbeda. (c)
Aroma Aroma disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal
enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium bau atau aroma makanan tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985). Bakso ikan dengan perlakuan memakai bahan baku bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % memiliki nilai tertinggi sebesar 7,6. Hal ini diduga karena aroma pada produk bahan pangan sebagian besar berasal dari bumbu-bumbu yang ditambahkan pada adonan maka semakin banyak bumbu yang ditambahkan sehingga aroma yang dihasilkan semakin kuat (Zaika et al. 1978). Nilai aroma untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 8.
100
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 8. Aroma bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging berpengaruh nyata terhadap nilai aroma bakso ikan. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rasa bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki aroma yang tidak jauh berbeda. (d)
Warna Warna merupakan salah satu sifat visual yang pertama kali dilihat oleh
konsumen. Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Di antara sifat-sifat produk pangan yang paling cepat menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai adalah warna. Arti dan peranan warna pada produk pangan antara lain sebagai perinci jenis, tanda-tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan
(Soekarto 1985).
Bakso ikan nila dengan perlakuan memakai surimi dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % memiliki nilai terbesar yaitu 8,03. Hal ini terjadi karena adanya proses pencucian, tujuan dari pencucian ialah menghilangkan protein larut air, lemak dan darah sehingga mampu meningkatkan warna dan cita rasa sekaligus meningkatkan kekuatan gel dari surimi (Lawrie 1991).Nilai warna untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 9.
101
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 9. Warna bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging berpengaruh nyata terhadap nilai warna bakso ikan.
Hal
tersebut diduga karena adanya proses pencucian pada bahan baku surimi sehingga warna bakso ikan nila yang dihasilkan jauh lebih baik. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki warna yang tidak jauh berbeda. (e)
Rasa Rasa sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap produk pangan.
Menurut Winarno (1997), indra pencicip dapat membedakan empat macam rasa yang utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit. Bakso ikan nila dengan perlakuan memakai bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % bernilai paling besar yaitu sebesar 7,57. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai bakso ikan dengan rasa ikan yang menonjol. Menurut SNI 013819-1995 bakso ikan mempunyai rasa yang gurih. Sedangkan kriteria rasa bakso ikan menurut Wibowo (1999a) ialah rasa yang lezat, rasa ikan dominan sesuai jenis ikan yang digunakan, dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Nilai rasa untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 10.
102
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 10. Rasa bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging berpengaruh nyata terhadap nilai rasa bakso ikan.
Hasil
analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rasa bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki rasa yang tidak jauh berbeda. (f)
Hasil uji gigit Uji gigit merupakan salah satu metode mengukur elastisitas produk secara
subyektif. Pengujian ini dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri atas dan bawah dengan ketebalan 5 mm dan berdiameter 20 mm. Bakso ikan nila dengan perlakuan memakai bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1% dan 1,5 % memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 7,5. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh karaginan terhadap produk makanan, selain itu dapat pula disebabkan karena produk bakso ikan yang dihasilkan memiliki protein pembentuk gel (protein miofibril) sehingga tekstur produk juga menjadi lebih baik. Protein miofibil memiliki kemampuan mengikat air dan lemak sehingga berperan penting dalam pembentukan gel, proses koagulasi dan peningkatan kekenyalan produk bahan baku olahan (Wilson et al. 1981). Nilai uji gigit untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 11.
103
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 11. Hasil uji gigit bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging berpengaruh nyata terhadap nilai uji gigit bakso ikan. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai uji gigit bakso ikan. Hal ini diduga karena produk bakso yang dihasilkan (dari semua perlakuan) memiliki daya elastisitas yang tidak jauh berbeda. (g)
Hasil uji pelipatan Uji pelipatan (folding test) merupakan salah satu pengujian mutu gel ikan
yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan tiga milimeter. Potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada gel ikan (Suzuki 1981). Bakso ikan nila dengan perlakuan memakai bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % memiliki nilai terbesar yaitu 4,83.
Hal ini
berdasarkan penelitian Hsu dan Chung (2000), yang menyatakan bahwa penambahan karaginan kurang dari 2 % pada bakso mampu meningkatkan kekenyalan. Nilai uji pelipatan untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 12.
104
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 12. Hasil uji pelipatan bakso ikan Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis, bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging tidak berpengaruh nyata terhadap nilai uji lipat bakso ikan. Hasil analisis kruskal wallis, menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi penambahan karaginan berpengaruh nyata terhadap nilai uji lipat bakso ikan. Hal ini diduga karena adanya karaginan, sehingga semakin banyak karaginan yang ditambahkan maka kekenyalan bakso akan semakin meningkat. Hasil uji lanjut Multiple comparisson memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 1,5 %. Hal tersebut diduga karena karaginan mampu meningkatkan kekuatan gel pada bakso ikan dimana kekuatan gel pada bakso berhubungan erat dengan tingkat kekenyalan bakso. 4.2.2
Karakteristik fisik Uji fisik pada bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni
meliputi kekuatan gel dan warna. (1)
Kekuatan gel (gel strength) Bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan
penambahan karaginan semimurni 1,5 % menunjukkan kekuatan gel paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 987,5 g cm. Hal tersebut diduga karena karaginan mampu meningkatkan kekuatan gel pada bakso ikan dengan adanya kandungan sulfat.
Sulfat pada karaginan berfungsi sebagai
penyumbang anion dalam pengikatannya dengan protein. Jadi bila karaginan
105
berikatan dengan protein pada titik isoelektrik yang tepat maka di dalamnya juga terdapat interaksi antara ion negatif pada karaginan dengan ion positif dari protein (Glicksman 1983).
Hal tersebut membantu pembentukan ikatan kompleks 3
dimensi yang berpengaruh pada peningkatan kekuatan gel.
Sedangkan nilai
kekuatan gel yang paling rendah ditunjukkan oleh bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku surimi dan penambahan karaginan semimurni 0 %. Nilai kekuatan gel untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 13.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 13. Kekuatan gel bakso ikan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging dan konsentrasi penambahan karaginan semimurni tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan gel bakso ikan.
Hasil uji lanjut Tukey
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 1,5 %. Menurut Fellows (1992) karaginan mampu berikatan secara baik dengan protein dan air sehingga menyebabkan bakso memiliki kekuatan untuk menahan tekanan dari luar dan kembali ke bentuk semula setelah tekanan dihilangkan. Semakin banyak karaginan yang ditambahkan maka kekenyalan bakso akan semakin meningkat. Kekuatan gel pada bakso berhubungan erat dengan tingkat kekenyalan bakso. Uji lanjut Tukey juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara bakso ikan berbahan baku daging lumat dengan bakso ikan yang berbahan baku surimi.
106
(2)
Warna Bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku surimi dan
penambahan karaginan semimurni 1,5 % menunjukkan nilai derajat putih paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 71,11 %. Hal ini disebabkan adanya proses pencucian pada surimi yang bertujuan untuk menghilangkan protein larut air, lemak dan darah sehingga mampu meningkatkan warna dan cita rasa sekaligus meningkatkan kekuatan gel dari surimi (Lawrie 1991). Sedangkan nilai derajat putih yang paling rendah ditunjukkan oleh bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 0 %.
Hal tersebut terjadi karena masih adanya partikel-partikel
selulosa yang menyebabkan warna produk menjadi agak gelap (cloudy) (Imeson 2000). Nilai derajat putih untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 14.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 14. Derajat putih bakso ikan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging dan konsentrasi penambahan karaginan semimurni berpengaruh nyata terhadap nilai derajat putih bakso ikan nila.
Hasil uji lanjut Tukey
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 0,5 %, 1 % dan
1,5 %. Uji lanjut Tukey juga menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara bakso ikan berbahan baku daging lumat dengan bakso ikan yang berbahan baku surimi.
Hal ini disebabkan adanya proses
107
pencucian pada bahan baku surimi sehingga mampu meningkatkan warna bakso ikan yang dihasilkan (Lawrie 1991). 4.2.3
Karakteristik kimia Analisis kimia untuk bakso ikan nila dengan penambahan karaginan
meliputi analisis kadar air, WHC dan kadar protein. (1)
Kadar air Bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku surimi dan
penambahan karaginan semimurni 0 % menunjukkan nilai kadar air paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 79,53 %.
Hal ini
disebabkan adanya proses pencucian pada surimi sehingga dapat meningkatkan kadar air dalam daging ikan.
Hal ini terjadi karena pencucian mampu
meningkatkan sifat hidrofilik dari daging ikan (Suzuki 1981). Sedangkan nilai kadar air yang paling rendah ditunjukkan oleh bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 %. Hal itu menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut karaginan mampu mengikat lebih banyak air dan gugus sulfat mampu mengikat lebih banyak gugus protein. SNI untuk nilai kadar air pada bakso ikan maksimal 80 % (SNI 01-3819-1995), hal ini menunjukkan bahwa kadar air bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni berada dalam standar SNI. Nilai kadar air untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 15.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 15. Kadar air bakso ikan
108
Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging dan konsentrasi penambahan karaginan semimurni berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air bakso ikan nila. Hasil uji lanjut Tukey memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 0,5 %, 1 % dan 1,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa karaginan semimurni mampu mengikat air sehingga protein tidak berikatan dengan air. Uji lanjut Tukey juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara bakso ikan berbahan baku daging lumat dengan bakso ikan yang berbahan baku surimi. Hal ini terjadi karena pencucian mampu meningkatkan kadar air dalam daging ikan (Suzuki 1981). (2)
Water Holding Capacity (WHC) WHC adalah kemampuan bahan baku untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan bahan baku, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno 1992). Bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % menunjukkan daya mengikat air paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 84,98 %. Hal ini diduga karena adanya sumbangan anion karaginan terhadap anion protein. Anion protein ini mudah mengalami hidrasi sehingga semakin kuat ion yang terikat pada protein, maka semakin kuat efek hidrasi (Lawrie 1991). Oleh karena itu semakin kuat ion berikatan, maka meningkat pula kemampuan mengikat air (WHC) pada protein (Lawrie 1991).
Karaginan juga mampu mengikat air bebas dan berinteraksi
dengan protein sehingga protein yang dapat larut tetap tertahan (McHugh 2003). Selain itu, penambahan karaginan dalam pengolahan sosis atau bakso akan menyebabkan jaringan 3 dimensi yang dibangun mampu menyerap air. Hal ini dikarenakan karaginan merupakan senyawa polisakarida yang mudah mengikat air karena adanya gugus sulfat pada rantai molekul yang bersifat reversible, artinya air tersebut akan mudah dilepaskan kembali (Chapman dan Chapman 1980). Kondisi ini akan menyebabkan semakin banyak air yang terikat pada saat diberi beban atau tekanan, air tersebut akan dilepaskan sehingga menghasilkan nilai WHC yang tinggi. Sedangkan bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku surimi dan penambahan karaginan semimurni 0 % menunjukkan daya mengikat
109
air paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 76,76 %. Nilai WHC untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 16.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 16. WHC bakso ikan Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging dan konsentrasi penambahan karaginan semimurni berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air bakso ikan nila. Hasil uji lanjut Tukey memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 1 % dan 1,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada bakso ikan tanpa penambahan karaginan tidak memiliki komponen tambahan yang membantu mengikat air pada bahan sehingga kemampuan bahan mengikat air juga terbatas.
Uji lanjut Tukey juga
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara bakso ikan berbahan baku daging lumat dengan bakso ikan yang berbahan baku surimi.
Hal ini
disebabkan adanya proses pencucian pada bahan baku surimi sehingga kandungan air bebasnya lebih banyak dibandingkan air terikat. (3)
Kadar Protein Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
berfungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Jumlah protein terbesar yang terdapat di dalam bakso adalah berasal dari protein bahan baku (Winarno 1997). Bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni 1,5 % menunjukkan kadar protein
110
paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 13,03 %. Sedangkan bakso ikan nila dengan perlakuan jenis bahan baku surimi dan penambahan karaginan semimurni 0 % menunjukkan daya mengikat air paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 11,82 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan semimurni pada bakso ikan mampu memperlambat proses denaturasi protein dibandingkan dengan surimi tanpa penambahan karaginan (karaginan 0%). Nilai kadar protein untuk bakso ikan dengan kombinasi perlakuan jenis bahan baku dan penambahan karaginan semimurni dapat dilihat pada Gambar 17.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 17. Kadar protein bakso ikan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku daging dan konsentrasi penambahan karaginan semimurni tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar protein bakso ikan.
Hasil uji lanjut Tukey
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air bakso ikan tanpa perlakuan (karaginan 0 %) dengan bakso ikan yang ditambahkan karaginan 0,5 %, 1 % dan
1,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan
semimurni pada bakso ikan mampu memperlambat proses denaturasi protein dibandingkan dengan surimi tanpa penambahan karaginan (karaginan 0%). Uji lanjut Tukey juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bakso ikan berbahan baku daging lumat dengan bakso ikan yang berbahan baku surimi.
111
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Karaginan semimurni dari Kappaphycus alvarezii yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan nila memiliki karakteristik fisiko-kimia yang sesuai dengan standar FAO. Hal tersebut ditunjukkan dengan kekuatan gel sebesar 500 g cm, viskositas sebesar 175 cPs dan kadar sulfat sebesar 16,86 %. Berdasarkan kekuatan gel dari bakso ikan nila, dapat disimpulkan bahwa bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni sebesar 1,5 % merupakan hasil terbaik. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa bakso ikan nila dengan perlakuan bahan baku daging lumat dan penambahan karaginan semimurni sebesar 1,5 % merupakan hasil terbaik. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian yang lebih spesifik mengenai kombinasi yang paling tepat antara kombinasi bahan baku dan penambahan karaginan. Selain itu penelitian dapat dilanjutkan dengan menggunakan bahan-bahan alami lain yang fungsinya menyerupai karaginan.
112
DAFTAR PUSTAKA
Alasalvar C, Taylor T. 2002. Seafood-Quality, Technology and Neutraceutical Applications. Berlin : Springer. Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1985. Carrageenan. Denmark : The Copenhagen Pectin Factory Ltd. [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. 16th edition. New York : Arlington. Arif MS, Marsoedi, Sumarno. 2002. Pengaruh kepadatan ikan nila hibrid (Oreochromis sp.) terhadap dinamika oksigen terlarut pada budidaya bikultur dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Biosain. Vol 2. Balai
Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan. 2006. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Jakarta : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan.
Belitz HD, Grosch W. 1987. Food Chemistry. Berlin : Springer-Verlag. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3819-1995. Bakso Ikan. Jakarta : Dewan Standardisasi Nasional. Buckle, KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Food Science. Dalam Purnomo H, Adiono (penerjemah). Ilmu Pangan Jakarta : Universitas Indonesia Press. Chapman VJ, Chapman DJ. 1980. Seaweeds and Their Uses. 3rd ed. New York: Chapman and Hall. Choi JH, Choi WY, Cha DS, Chinnan MJ, Park HJ, Lee DS, Park JW. 2004. Diffusivity of potassium sorbate in k-carrageenan based antimicrobial film. J. Food Science. 38 : 417-423. Codex Alimentarius Abridged Version. 1990. Joint FAO/WHO Food Standarts Programme Codex Alimentarius commission Food Aditive no. Codex 452 a Food an Agriculture Organization of the United Nation World health Organization. [DKP]
Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id [15 September 2007]
2007.
Homepage:
Djarijah AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran secara Intensif. Jakarta : Penerbit Kanisius.
113
Doty MS, Santos GA.1978. Carrageenan from tetrasporic and cystocarpic Eucheuma Species. Aquatic Botany. 4 : 143-149 Fardiaz. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fellows PJ. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York : Ellis Horwood Ltd. Forrest JCM, Aberle ED, Judge MD, Merrel MA. 1975. Principle of Meat Science. San Francisco : Will. Freeman. Glicksman M. 1983. Food Hydrocoloids. Boca Raton: CRC Press. Haard NF, Simpson BK, Pan BS. 1994. Sarcoplasmic protein and other nitrogenous compound. Dalam Sizorsky ZE (editor). Seafood Proteins. New York : Chapman & Hall. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Yogyakarta : Liberty. Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and fish mince products. Dalam Hall GM (editor). Fish Processing Technology. New York : Blackie Academic & Professional. Hsu SY, Chung HY. 2001. Effects of ĸ-carrageenan, salt, phosphates and fat on qualities of low fat emulsified meatballs. Journal of Food Engineering. 47 : 115-121. Imanawati HP. 2000. Mempelajari tabletasi konsentrasi protein ikan dari ikan nila (Oreochromis niloticus) [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Imeson AP. 2000. Carrageenan. Dalam Phillips GO, Williams PA (editor). Handbook of Hydrocolloids. Boca Raton: CRC Press. Irianto B. 1990. Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah ikanikan yang kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9(2): 35-39. Jauharwati. 1997. Pengaruh waktu pemberokan dan konsentrasi kunyit (Curcuma domestica) terhadap organoleptik ikan mas (Cyprinus carpio) presto selama penyimpanan [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil
114
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya. Keeton JT. 2001. Formed and Emulsion Product. Dalam Sham AR (editor). Poultry Meat Processing. Boca Raton : CRC Press. Khairuman, Amri K. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta : PT Agromedia Pustaka. Lawrie RA. 1991. Meat Science. New York: Pergamon Press. McHugh DJ. 2003. A Guide to the Seaweed Industry. Homepage: http://www.fao.org [10 Januari 2008]. Moirano AL. 1977. Sulfated polysaccharides. Di dalam Graham HD (editor). Food Colloid. Westport, Connecticut : The AVI Publishing Company Inc. Mustika R. 2001. Analisis usaha tani budidaya ikan nila dalam kolam di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Biosain. Vol 2 Nakai S, Modler HW. 2000. Food Protein Processing Applications. New York : Wiley-VCH. Nielsen FH. 2004. Boron. Di dalam : E. Merian, M. Anke, M. ihnat, M. Stoeppler (Eds.). Elements and Their Compounds in The Environment : Occurrence, Analysis and Biological Relevance, Vol.3, Nonmetals, Particular Aspects, 2nd ed. Willey-Vch, Weinheim. Numberi
F. 2006. Ikan Menyehatkan http://www.indonesia.go.id. [23 Januari 2008].
dan
Mencerdaskan.
Nurfianti D. 2007. Pembuatan kitosan sebagai pembentukan gel dan pengawet bakso ikan kurisi [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ockerman, HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. of Animal Science. Ohio: The Ohio State University and the Ohio Agricultural Research and Development Center. Pearson AM, Tauber FW. 1984. Processed Meats. Westport, Connecticut : The Avi Publishing Co. Inc.
115
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition. Departement of Food Science and Human Nutrition. Washington University. Washington: Academic Press, Inc. Purnomo H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Putri DE. 2001. Pengaruh pemanasan pada penangkapan ikan sapu-Sapu (Hypostomus sp) terhadap mutu fisik bakso ikan yang dihasilkan. [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi. Bandung : Binacipta. Samsudin. 2003. Pengaruh penggorengan terhadap kualitas protein beberapa jenis ikan [Skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sarpian T. 1999. Lada Mempercepat Berbuah, Meningkatkan Produksi, Memperpanjang Umur. Jakarta : Penebar Swadaya. Schmidth GR. 1988. Processed Meat Product. New York. Shahidi F. 1994. Seafood proteins and preparation of protein concentrates. Dalam Shahidi F, Botta JR (eds). Seafoods: Chemistry, Processing Technology and Quality. London : Blackie Academic & Professional. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bharata Karya Aksara. _________. 1990. Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor : IPB Press. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Sribhibhadh A. 1985. Prospect in Developing on Production. Di dalam : Marthin RE, Edito. Proceeding of The International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi. Steale, Washington : Collete R.L and National Fisheries Institute. Sunarlim. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan natrium klorida dan natrium tripolifosfat terhadap perbaikan mutu. [disertasi]. Bogor : Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suyanto SR. 1994. Budidaya Ikan Nila. Jakarta : Penebar Swadaya.
116
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London : Applied Sci. Publisher Ltd. Syamsuar. 2006. Karakteristik karaginan rumput laut Eucheuma cotonii pada berbagai umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi. [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tanikawa E.1985. Marine Product in Japan. Tokyo : Koseisha, Koseiaka Co.,Ltd. Towle GA. 1973. Carrageenan : Industrial Gums. London : Academic Press. Wibowo S. 1999a. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta : Penebar Swadaya. _________. 1999b. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta : Penebar Swadaya. Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jones CRV. 1981. Meat and Meat Products. London and New Jersey : Applied Science Publishing Limited. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Zaika LL, Tatiana EZ, Palumbo SA, Smith SL. 1978. Effect of spices and salt on fermentation of Lebanon bologna-type sausage. J. Food Sci. 43: 186189.
117
LAMPIRAN
118
Lampiran 1. Tabel scoresheet uji organoleptik skala hedonik bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) SCORESHEET ORGANOLEPTIK SKALA HEDONIK Nomor : Tanggal : Panelis : Nama Produk : Bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) Instruksi : Nyatakan penilaian anda pada kolom yang tersedia Spesifikasi
Kode sampel A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
A4B1
A4B2
Aroma Rasa Warna Tekstur Penampakan Sumber : Soekarto (1985)
Ket : 9. amat sangat suka sekali 8. amat sangat suka 7. sangat suka 6. suka 5. agak suka
4. biasa 3. agak tidak suka 2. tidak suka 1. sangat tidak suka
Lampiran 2. Tabel scoresheet uji lipat bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) Tanggal Nama Jenis contoh Instruksi
SCORESHEET UJI LIPAT : : : Bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) : Beri tanda (√ ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda
Penilaian
Kode sampel A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
5 4 3 2 1 Sumber : Soekarto (1985)
Ket : 5. tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran 4. tidak retak jika dilipat setengah lingkaran 3. retak jika dilipat setengah lingkaran 2. putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran 1. pecah menjadi bagian-bagian kecil
A4B1
A4B2
119
Lampiran 3. Tabel scoresheet uji gigit bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) SCORESHEET UJI GIGIT Tanggal Nama Jenis contoh Instruksi Nilai
: : : Bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) : Beri tanda (√ ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda Sifat kekenyalan
Kode sampel A1B1
10
amat sangat kuat
9
sangat kuat
8
kuat
7
cukup kuat
6
dapat diterima
5
dapat diterima, sedikit kuat
4
lemah
3
Cukup lemah
2
Sangat lemah
1
Tekstur seperti bubur
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
A4B1
Tidak ada kekuatan
Lampiran 4a. Rekapitulasi kadar air bakso ikan nila dalam penambahan karaginan semimurni Perlakuan jenis bahan baku
Konsentrasi karaginan (%) 0,0 0,5
Daging lumat 1,0 1,5 0,0 Surimi
0,5 1,0 1,5
Ulangan I 75,14 75,08 74,17 74,11 73,54 73,46 73,28 73,20 79,25 79,21 78,40 78,38 78,84 78,76 78,05 78,01
Kadar air (%) Ulangan II 74,98 74,96 74,98 74,96 73,96 73,94 73,30 73,28 79,85 79,83 78,60 78,56 78,15 78,07 77,91 77,87
Rataan 75,04 74,55 73,72 72,76 79,53 78,48 78,45
77,95
A4B2
120
Lampiran 4b. Analisis ragam kadar air bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni
Between-Subjects Factors
Bahan baku Konsentrasi karaginan
1 2 1 2 3 4
Value Label Daging Lumat Surimi 0% 0,5% 1% 1,5%
Kadar air N 16 16 8 8 8 8
Tukey HSD
Subset Karaginan 0%
N 8
0,5%
8
1%
8
1
2
3
75.4838 76.0875 76.5175
8
1,5% Sig.
4
77.2862 1.000
1.000
1.000
1.000
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:kadar_air Source
F
Sig.
25.521
526.230
.000
1
186507.781
3.846E6
.000
163.715
1
163.715
3.376E3
.000
13.790
3
4.597
94.781
.000
bahan_baku * karaginan
1.143
3
.381
7.855
.001
Error
1.164
24
.048
Total
186687.593
32
179.811
31
Corrected Model Intercept bahan_baku karaginan
Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
a
7
186507.781
178.647
a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .992)
Mean Square
57
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I) 0%
Karaginan (J) 0,5% 1% 1,5%
0,5%
0% 1% 1,5%
1%
0% 0,5% 1,5%
1,5%
0% 0,5% 1%
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig. Lower Bound
Upper Bound
.7687
*
.11011
.000
.4650
1.0725
1.1987
*
.11011
.000
.8950
1.5025
1.8025
*
.11011
.000
1.4987
2.1063
-.7687
*
.11011
.000
-1.0725
-.4650
.4300
*
.11011
.003
.1262
.7338
1.0337
*
.11011
.000
.7300
1.3375
-1.1987
*
.11011
.000
-1.5025
-.8950
-.4300
*
.11011
.003
-.7338
-.1262
.6038
*
.11011
.000
.3000
.9075
-1.8025
*
.11011
.000
-2.1063
-1.4987
-1.0337
*
.11011
.000
-1.3375
-.7300
-.6038
*
.11011
.000
-.9075
-.3000
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .048. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 5a. Rekapitulasi kadar protein bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Perlakuan jenis bahan baku
Konsentrasi karaginan (%) 0,0 0,5
Daging lumat 1,0 1,5 0,0 Surimi
0,5 1,0 1,5
Kadar protein (%) Ulangan I Ulangan II 11,72 12,09 11,68 12,07 12,20 12,54 12,18 12,48 12,65 12,75 12,59 12,69 12,98 13,04 12,92 13,00 12,24 11,46 12,18 11,42 12,78 12,58 12,74 12,56 12,53 13,50 12,47 13,46 12,75 13,33 12,73 13,31
Rataan 11,89 12,35 12,66 12,98 11,82 12,66 12,99
13,03
57
Lampiran 5b. Analisis ragam kadar protein bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Protein
Between-Subjects Factors Tukey HSD
Bahan baku Karaginan
1 2 1 2 3 4
Value Label Daging Lumat Surimi 0% 0,5% 1% 1,5%
N 16 16 8 8 8 8
Karaginan
Subset 2
0%
N 8
0,5%
8
1%
8
12,8259
8
13,0052
1,5% Sig.
1
3
11,8550 12,5064
1,000
1,000
.356
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:protein Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
.938
20.548
.000
5038.592
1
5038.592
1.103E5
.000
.190
1
.190
4.153
.053
6.146
3
2.049
44.868
.000
.232
3
.077
1.692
.195
Error
1.096
24
.046
Total
5046.255
32
Corrected Total 7.663 a. R Squared = .857 (Adjusted R Squared = .815)
31
Corrected Model Intercept bahan_baku karaginan bahan_baku * karaginan
6.568
59
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I)
Karaginan (J)
0%
Lower Bound
Upper Bound
.10684
.000
-.9462
-.3567
-.9709
*
.10684
.000
-1.2656
-.6762
-1.1502
*
.10684
.000
-1.4450
-.8555
.6514
*
.10684
.000
.3567
.9462
-.3195
*
.10684
.030
-.6142
-.0247
-.4988
*
.10684
.001
-.7935
-.2041
.9709
*
.10684
.000
.6762
1.2656
0,5%
.3195
*
.10684
.030
.0247
.6142
1,5%
-.1793
.10684
.356
-.4741
.1154
1.1502
*
.10684
.000
.8555
1.4450
.4988
*
.10684
.001
.2041
.7935
.1793
.10684
.356
-.1154
.4741
1,5% 0% 1% 1,5% 0%
1,5%
Sig.
-.6514
1%
1%
Std. Error
*
0,5%
0,5%
Mean Difference (I-J)
0% 0,5% 1%
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .046. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 6a. Rekapitulasi WHC bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Perlakuan jenis bahan baku
Konsentrasi karaginan (%) 0,0 0,5
Daging lumat 1,0 1,5 0,0 Surimi
0,5 1,0 1,5
Ulangan I 82,75 82,73 85,38 85,36 84,72 84,68 84,08 84,04 76,34 76,30 77,45 77,43 80,19 80,15 81,30 81,24
WHC (%) Ulangan II 81,15 81,11 81,87 81,83 85,02 85,00 85,90 85,88 77,21 77,19 76,44 76,40 75,98 75,94 81,88 81,82
Rataan 81,94 83,61 84,86 84,98 76,76 76,93 78,07
81,56
59
Lampiran 6b. Analisis ragam WHC bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni
WHC Tukey HSD
Between-Subjects Factors
Bahan baku karaginan
1 2 1 2 3 4
Value Label Daging Lumat Surimi 0% 0,5% 1% 1,5%
Karaginan
N 16 16 8 8 8 8
0%
N 8
79,3475
0,5%
8
80,2700
1%
8
1,5% Sig.
1
Subset 2
3
80,2700 81,4600
8
83,2675 .193
.061
1.000
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: WHC Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
46.719
58.547
.000
210399.358
1
210399.358
2.637E5
.000
243.322
1
243.322
304.924
.000
karaginan
68.696
3
22.899
28.696
.000
bahan_baku * karaginan
15.017
3
5.006
6.273
.003
Error
19.151
24
.798
Total
210745.545
32
346.187
31
Corrected Model Intercept bahan_baku
Corrected Total
327.035
a. R Squared = .945 (Adjusted R Squared = .929)
60
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I)
Karaginan (J)
0%
0,5%
Lower Bound
Upper Bound
.44665
.193
-2.1546
.3096
-2.1125
.44665
.000
-3.3446
-.8804
-3.9200
*
.44665
.000
-5.1521
-2.6879
0%
.9225
.44665
.193
-.3096
2.1546
1%
-1.1900
.44665
.061
-2.4221
.0421
-2.9975
*
.44665
.000
-4.2296
-1.7654
2.1125
*
.44665
.000
.8804
3.3446
0,5%
1.1900
.44665
.061
-.0421
2.4221
1,5%
-1.8075
*
.44665
.002
-3.0396
-.5754
3.9200
*
.44665
.000
2.6879
5.1521
2.9975
*
.44665
.000
1.7654
4.2296
1.8075
*
.44665
.002
.5754
3.0396
1,5% 0%
1,5%
Sig.
*
1,5%
1%
Std. Error
-.9225
1% 0,5%
Mean Difference (I-J)
0% 0,5% 1%
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .798. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 7a. Rekapitulasi kekuatan gel bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Perlakuan jenis bahan baku
Konsentrasi karaginan (%) 0,0
0,5 Daging lumat 1,0
1,5
0,0
0,5 Surimi 1,0
1,5
Kekuatan gel (g cm) Ulangan I Ulangan II Rataan 750 690 870 660 700,25 765 705 780 990 840 570 720 720 731,00 870 810 795 720 1150 690 839,15 1080 990 885 900 990 1080 987,50 660 675 570 765 585 705 660,00 600 540 705 750 660 735 665,00 750 1150 630 930 690 810 826,65 780 990 765 900 870 1065 895,00
60
Lampiran 7b. Analisis ragam kekuatan gel bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni
Kekuatan Gel
Between-Subjects Factors Tukey HSD
Bahan baku karaginan
1 2 1 2 3 4
Value Label Daging Lumat Surimi 0% 0,5% 1% 1,5%
N 24 24 12 12 12 12
0%
N 12
Subset 1 2 700,00
0,5%
12
717,50
1%
12
832,92
Karaginan
832,92
12
1,5% Sig.
941,25 0,054
0,153
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekuatan gel Source
F
Sig.
76042.857
5.017
.000
1
3.056E7
2.016E3
.000
63075.000
1
63075.000
4.161
.048
453887.500
3
151295.833
9.982
.000
15337.500
3
5112.500
.337
.798
Error
606291.667
40
15157.292
Total
3.170E7
48
1138591.667
47
Corrected Model Intercept bahan_baku karaginan bahan_baku * karaginan
Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
a
7
3.056E7
532300.000
a. R Squared = .468 (Adjusted R Squared = .374)
Mean Square
62
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I)
Karaginan (J)
0%
0,5%
-17.50
50.261
.985
-152.22
117.22
1%
-132.92
50.261
.054
-267.64
1.81
*
50.261
.000
-375.97
-106.53
0%
17.50
50.261
.985
-117.22
152.22
1%
-115.42
50.261
.116
-250.14
19.31
*
50.261
.000
-358.47
-89.03
0%
132.92
50.261
.054
-1.81
267.64
0,5%
115.42
50.261
.116
-19.31
250.14
1,5%
-108.33
50.261
.153
-243.06
26.39
241.25
*
50.261
.000
106.53
375.97
223.75
*
50.261
.000
89.03
358.47
108.33
50.261
.153
-26.39
243.06
1,5% 0,5%
1,5% 1%
1,5%
0% 0,5% 1%
Mean Difference (I-J)
-241.25
-223.75
Std. Error
Sig. Lower Bound
Upper Bound
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 15157.292. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 8a. Rekapitulasi derajat putih bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Perlakuan jenis bahan baku
Konsentrasi karaginan (%) 0,0 0,5
Daging lumat 1,0 1,5 0,0 Surimi
0,5 1,0 1,5
Derajat putih (%) Ulangan I Ulangan II Rataan 64,13 64,41 64,17 64,49 64,30 64,17 64,59 64,23 64,61 64,39 66,77 67,98 66,83 68,02 67,41 67,67 67,79 67,73 67,81 67,75 65,09 67,63 65,15 67,73 66,40 69,88 69,97 69,88 69,99 69,93 69,34 71,33 69,36 71,33 70,34 70,17 71,00 70,23 71,04 71,11
62
Lampiran 8b. Analisis ragam derajat putih bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Derajat putih
Between-Subjects Factors Bahan baku karaginan
1 2 1 2 3 4
Value Label Daging Lumat Surimi 0% 0,5% 1% 1,5%
Tukey HSD
N 16 16 8 8 8 8
Perlakuan
Subset 2
0%
N 8
0,5%
8
1%
8
68,37
8
68,75
1,5% Sig.
1
3
65,00 66,50
1,000
1,000
1,000
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: derajat putih Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
25.210
51.492
.000
144318.781
1
144318.781
2.948E5
.000
bahan_baku
94.531
1
94.531
193.085
.000
karaginan
72.844
3
24.281
49.596
.000
9.094
3
3.031
6.191
.003
Error
11.750
24
.490
Total
144507.000
32
188.219
31
Corrected Model Intercept
bahan_baku * karaginan
Corrected Total
176.469
a. R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .919)
67
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I) 0%
Karaginan (J)
1%
1,5%
Std. Error
Sig. Lower Bound
Upper Bound
0,5%
-1.6600
1.18967
.535
-5.4697
2.1497
1%
-3.6000
1.18967
.064
-7.4097
.2097
*
1.18967
.020
-8.3897
-.7703
0%
1.6600
1.18967
.535
-2.1497
5.4697
1%
-1.9400
1.18967
.415
-5.7497
1.8697
1,5%
-2.9200
1.18967
.143
-6.7297
.8897
0%
3.6000
1.18967
.064
-.2097
7.4097
0,5%
1.9400
1.18967
.415
-1.8697
5.7497
1,5%
-.9800
1.18967
.842
-4.7897
2.8297
*
1.18967
.020
.7703
8.3897
0,5%
2.9200
1.18967
.143
-.8897
6.7297
1%
.9800
1.18967
.842
-2.8297
4.7897
1,5% 0,5%
Mean Difference (I-J)
0%
-4.5800
4.5800
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.831. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
67
Lampiran 9a. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila tanpa penambahan karaginan semimurni Panelis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Penampakan Tekstur Warna Aroma BM BS BM BS BM BS BM BS 7 9 7 6 5 9 6 6 6 9 9 6 5 7 9 5 5 6 9 6 6 9 9 6 7 9 7 9 6 9 7 6 7 9 9 7 6 9 7 6 5 6 9 7 6 7 7 7 5 6 7 9 6 7 7 7 7 6 7 6 6 7 7 8 9 6 9 5 5 7 7 6 9 6 6 3 5 9 8 7 7 9 5 3 5 7 5 8 9 7 6 3 6 9 5 4 9 7 7 6 6 9 6 8 7 9 7 7 6 7 6 9 7 6 6 6 6 7 7 6 9 5 7 6 6 7 7 5 6 5 7 6 5 7 9 3 5 5 7 9 5 9 7 3 6 5 7 6 6 7 9 3 7 6 6 5 5 7 9 5 7 7 8 6 5 9 9 7 6 6 9 8 5 7 7 9 7 6 7 8 6 9 9 7 6 5 7 3 6 9 9 7 8 6 9 7 6 7 7 9 9 8 9 9 6 7 9 7 7 8 7 6 6 7 9 6 7 5 9 5 5 7 7 9 9 7 6 3 5 7 7 9 9 9 5 3 5 7 7 9 Ket : BM : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat BS : Bakso ikan nila berbahan baku surimi
Rasa BM 7 7 7 7 7 9 7 7 7 9 7 7 7 8 9 7 6 8 8 7 7 7 7 7 9 7 7 9 9 9
BS 6 5 5 5 3 5 7 6 6 6 7 7 8 6 7 8 4 8 9 6 5 5 5 5 5 7 9 7 7 9
67
Lampiran 9b. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 0,5 % Penampakan Tekstur Warna Aroma BM BS BM BS BM BS BM BS 1. 7 9 7 9 6 7 6 6 2. 6 9 9 7 5 7 5 5 3. 5 7 9 7 6 7 7 6 4. 6 9 7 9 7 9 9 6 5. 6 9 9 7 6 9 7 6 6. 5 6 9 6 6 9 9 9 7. 5 6 7 9 6 7 9 6 8. 7 9 7 6 6 9 5 5 9. 9 7 7 5 5 7 9 6 10. 9 7 9 3 6 7 9 8 11. 9 9 7 3 5 7 7 8 12. 9 7 9 3 6 7 7 3 13. 9 6 9 5 6 9 9 7 14. 9 9 9 7 6 9 9 9 15. 7 6 9 6 6 7 7 6 16. 7 5 7 6 6 9 7 5 17. 7 3 7 6 5 7 7 3 18. 7 3 7 7 6 7 6 3 19. 7 3 7 7 6 9 7 3 20. 9 5 7 8 5 7 7 6 21. 7 7 7 6 6 7 7 7 22. 7 6 8 7 5 7 7 6 23. 7 6 5 8 6 7 7 6 24. 7 8 5 4 6 9 9 6 25. 8 6 6 8 6 9 9 9 26. 9 7 6 9 6 7 9 7 27. 7 8 7 6 6 9 9 7 28. 6 4 7 5 5 7 7 9 29. 8 8 9 3 5 7 7 9 30. 8 9 7 3 6 9 6 9 Ket : BM : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat BS : Bakso ikan nila berbahan baku surimi
Panelis
Rasa BM 7 7 7 6 7 7 7 7 9 7 9 9 5 9 9 7 7 9 9 7 7 7 6 7 7 7 7 7 9 9
BS 6 5 3 3 3 6 7 6 6 6 9 6 5 6 8 8 3 7 9 6 5 3 3 3 6 7 6 6 6 9
67
Lampiran 9c. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 1 % Penampakan Tekstur Warna Aroma BM BS BM BS BM BS BM BS 1. 7 9 7 9 6 7 7 7 2. 6 9 7 9 5 9 6 6 3. 6 6 9 6 6 6 6 6 4. 7 5 9 9 7 9 7 6 5. 7 9 9 9 6 9 7 6 6. 6 6 9 7 7 8 7 6 7. 6 6 7 9 6 7 7 7 8. 7 9 7 7 7 8 6 8 9. 7 9 7 5 5 9 8 7 10. 9 6 7 3 6 7 9 8 11. 9 9 6 3 5 9 7 8 12. 9 9 7 5 6 6 7 5 13. 9 7 7 6 6 9 9 8 14. 7 9 7 7 7 8 9 8 15. 7 7 7 6 6 7 7 7 16. 7 5 9 6 7 8 9 5 17. 7 3 7 6 5 9 6 3 18. 6 3 9 6 6 7 5 3 19. 7 5 9 7 7 8 6 5 20. 7 6 5 8 5 9 7 6 21. 7 7 9 7 6 7 7 7 22. 7 6 9 8 5 9 7 9 23. 9 6 7 8 6 6 9 9 24. 5 8 7 5 6 9 9 6 25. 9 7 9 8 7 8 7 9 26. 9 8 9 8 6 7 9 9 27. 7 8 7 7 7 8 9 7 28. 7 5 7 5 5 9 7 9 29. 9 8 7 3 5 9 7 9 30. 9 8 6 3 6 7 6 9 Ket : BM : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat BS : Bakso ikan nila berbahan baku surimi
Panelis
Rasa BM 7 9 6 5 6 7 7 6 7 7 7 7 6 8 9 7 7 9 9 7 9 6 5 6 7 7 7 9 9 7
BS 7 5 3 3 5 6 7 6 6 6 6 7 8 7 8 8 5 8 8 7 5 3 3 5 6 7 9 9 6 9
67
Lampiran 9d. Rekapitulasi nilai uji organoleptik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni 1,5 % Penampakan Tekstur Warna Aroma BM BS BM BS BM BS BM BS 1. 7 9 7 9 6 9 6 7 2. 7 9 9 9 6 7 7 9 3. 6 6 9 7 6 7 7 6 4. 7 6 9 9 7 9 7 6 5. 7 9 9 9 6 9 9 7 6. 7 6 9 7 7 8 7 6 7. 7 6 9 7 7 9 7 9 8. 7 9 7 6 7 8 7 9 9. 9 9 7 6 6 7 8 7 10. 9 7 7 3 6 9 9 8 11. 7 9 7 3 6 7 7 7 12. 9 9 7 5 6 7 6 5 13. 9 7 9 6 6 9 8 9 14. 7 7 7 9 7 8 8 7 15. 7 6 7 6 7 9 7 6 16. 7 6 7 6 7 8 7 6 17. 9 3 9 7 6 7 7 3 18. 7 3 7 6 6 9 7 3 19. 9 5 7 9 7 8 7 5 20. 9 6 7 9 6 7 9 6 21. 9 9 8 7 6 9 7 9 22. 9 6 9 8 6 7 7 9 23. 7 6 7 7 6 7 9 9 24. 7 9 6 5 6 9 9 7 25. 7 7 8 9 7 8 9 9 26. 8 8 8 7 7 9 9 9 27. 5 7 7 6 7 8 9 7 28. 5 5 7 6 6 7 9 7 29. 6 9 7 3 6 7 7 9 30. 6 7 7 3 6 9 6 9 Ket : BM : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat BS : Bakso ikan nila berbahan baku surimi
Panelis
Rasa BM 7 7 9 7 9 9 9 9 7 7 7 7 7 7 8 5 5 6 6 7 7 9 7 9 9 9 7 9 9 7
BS 6 6 3 3 5 6 9 6 6 7 6 9 9 7 8 7 5 9 7 6 6 3 3 5 6 9 9 9 7 9
67
Lampiran 10a. Analisis kruskal wallis penampakan bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku Ranks
Test Statistics
Bahan baku Uji gigit
Daging lumat Surimi Total
N
Mean Rank 129,67 111,33
120 120 240
a,b
Penampakan 4,462 1 .035
Chi-Square df Asymp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Lampiran 10b. Analisis kruskal wallis penampakan bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Ranks
Uji lipat
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
N 60 60 60 60 240
Test Statistics
Mean Rank 122,61 114,97 115,27 122,97
a,b
Penampakan .792 3 .851
Chi-Square df Asymp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
Penampakan Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
6,91
0,5%
60
6,93
1%
60
7,08
1,5%
60
7,15
1
Sig.
.855
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 11a. Analisis kruskal wallis tekstur bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku a,b
Test Statistics
Ranks
Bahan baku Uji gigit
Daging lumat Surimi Total
N 120 120 240
Mean Rank 143,70 97,30
Chi-Square df Asymp. Sig.
Tekstur 28,711 1 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
68
Lampiran 11b. Analisis kruskal wallis tekstur bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Ranks
Uji lipat
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
N 60 60 60 60 240
Test Statistics
Mean Rank 107,82 117,71 126,12 130,35
a,b
Tekstur 3,965 3 .265
Chi-Square df Asymp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
Tekstur Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
0,5%
60
1%
60
1,5%
60
1 6,65 6,83 7,05 7,15
Sig.
.365
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 12a. Analisis kruskal wallis warna bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku a,b
Test Statistics
Ranks
Bahan baku Uji gigit
Daging lumat Surimi Total
N 120 120 240
Mean Rank 66,55 174,55
Chi-Square df Asymp. Sig.
Warna 155,899 1 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Lampiran 12b. Analisis kruskal wallis warna bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Ranks
Uji lipat
Test Statistics
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
N 60 60 60 60 240
Mean Rank 106,68 113,48 123,73 138,10
Chi-Square df Asymp. Sig.
a,b
Warna 7,505 3 .057
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
68
Warna Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
0,5%
60
1%
60
1,5%
60
1 6,65 6,78 6,97 7,20
Sig.
.085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 13a. Analisis kruskal wallis aroma bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku a,b
Ranks
Test Statistics
Bahan baku Uji gigit
N
Daging lumat
120
Surimi Total
120 240
Mean Rank 134,40 106,60
Chi-Square df Asymp. Sig.
Aroma 10,348 1 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Lampiran 13b. Analisis kruskal wallis aroma bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Ranks
Uji lipat
Test Statistics
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
N 60 60 60 60 240
Mean Rank 117,25 112,77 119,30 132,68
Aroma Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
0,5%
60
1%
60
1,5%
60
Sig.
1 6,93 7,02 7,12 7,38 .391
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Chi-Square df Asymp. Sig.
a,b
Aroma 2,949 3 .400
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
68
Lampiran 14a. Analisis kruskal wallis rasa bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku Ranks
Test Statistics
Bahan baku Uji gigit
N
Daging lumat
120
Surimi Total
120 240
Mean Rank 146,48 94,52
Chi-Square df Asymp. Sig.
a,b
Rasa 35,893 1 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Lampiran 14b. Analisis kruskal wallis rasa bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Ranks
Uji lipat
Test Statistics
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
N 60 60 60 60 240
Mean Rank 121,32 113,34 116,09 131,24
Rasa Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
0,5%
60
1%
60
1,5%
60
Sig.
1 6,60 6,72 6,75 7,03 .496
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Chi-Square df Asymp. Sig.
a,b
Rasa 2,483 3 .478
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
71
Lampiran 15. Rekapitulasi hasil uji lipat dan uji gigit bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni Uji lipat
Uji gigit
Panelis A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 4 5 4 5 5 4 5 5 7 5 6 7 5 8 8 9 1 4 5 5 5 5 5 5 5 7 9 8 8 6 6 7 7 2 4 5 4 4 5 5 5 5 8 9 9 9 8 7 8 8 3 5 4 5 5 3 4 5 5 5 7 7 7 8 8 8 7 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 7 7 6 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 9 9 8 7 8 8 9 6 5 5 5 5 5 5 5 5 6 9 9 8 9 9 8 7 7 5 5 5 4 4 4 5 5 7 7 7 6 9 9 5 6 8 5 4 3 5 5 5 4 5 7 7 7 6 9 9 9 9 9 5 4 4 5 4 4 4 5 7 6 3 5 6 6 6 6 10 4 4 5 4 5 5 5 5 7 6 3 5 6 6 6 6 11 5 5 4 5 3 4 5 5 7 7 7 7 6 9 9 9 12 4 4 5 5 4 4 5 5 9 7 9 9 6 7 9 9 13 5 5 4 5 5 5 5 5 9 9 9 9 6 7 6 7 14 5 5 5 5 5 5 5 5 7 9 7 9 9 9 9 9 15 5 4 5 4 4 4 5 5 9 9 9 9 7 7 9 9 16 4 4 3 5 4 4 4 5 9 9 9 9 7 6 7 7 17 4 4 4 5 4 4 4 5 7 7 7 9 9 9 9 7 18 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 6 6 7 6 19 5 4 5 4 4 4 5 5 7 7 9 7 5 5 5 6 20 5 4 3 5 5 4 4 5 9 7 6 7 3 3 3 3 21 4 4 4 5 4 4 4 5 7 6 5 7 3 3 3 3 22 23 24 25 26 27 28 29 30
5 5 4 5 5 4 5 5
5 5 4 5 5 5 5 4
4 5 5 5 4 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5 3 4 5 5 5 4 5
5 5 4 5 5 4 4 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
9 9 9 9 7 7 7 8
7 7 7 7 9 5 9 9
6 7 7 6 7 6 8 9
7 9 7 7 7 7 8 9
3 6 7 6 6 5 6 8
3 5 7 6 6 8 6 7
5 6 7 6 6 8 7 8
Ket : A1B1 : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat dengan penambahan karaginan 0% A1B2 : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat dengan penambahan karaginan 0,5% A2B1 : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat dengan penambahan karaginan 1% A2B2 : Bakso ikan nila berbahan baku daging lumat dengan penambahan karaginan 1,5% A3B1 : Bakso ikan nila berbahan baku surimi dengan penambahan karaginan 0% A3B2 : Bakso ikan nila berbahan baku surimi dengan penambahan karaginan 0,5% A4B1 : Bakso ikan nila berbahan baku surimi dengan penambahan karaginan 1% A4B2 : Bakso ikan nila berbahan baku surimi dengan penambahan karaginan 1,5%
5 6 9 6 6 9 7 8
71
Lampiran 16a. Analisis kruskal wallis uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku Ranks Bahan baku N Uji lipat
Daging lumat Surimi Total
120 120 240
a,b
Test Statistics Uji lipat Chi-Square 1,596 df 1 Asymp. Sig. .206 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Mean Rank 125,25 115,75
Lampiran 16b. Analisis kruskal wallis uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni
Uji lipat
a,b
Ranks Karaginan N 0% 60 0,5% 60 1% 60 1,5% 60 Total 240
Test Statistics Uji lipat Chi-Square 106,641 df 3 Asymp. Sig. .014 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
Mean Rank 112,12 109,98 120,34 140,55
Lampiran 16c. Analisis uji lanjut Multiple comparison terhadap uji lipat bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni Anova Uji lipat Sum of squares 2,750 68,433 71,183
Between groups Within groups Total
df 3 236 239
Uji lipat Tukey HSD
Subset Karaginan
N
1
0%
60
4,53
0,5 %
60
4,58
4,58
1%
60
4,63
4,63
1,5 %
60
Sig.
2
4,82 .740
.085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Mean square .917 .290
F 3,161
Sig. .025
71
Multiple Comparisons Tukey HSD
95% Confidence Interval Karaginan (I)
Karaginan (J)
0%
0,5%
-.050
.098
.957
-.30
.20
1%
-.100
.098
.740
-.35
.15
*
.098
.022
-.54
-.03
0%
.050
.098
.957
-.20
.30
1%
-.050
.098
.957
-.30
.20
1,5%
-.233
.098
.085
-.49
.02
0%
.100
.098
.740
-.15
.35
0,5%
.050
.098
.957
-.20
.30
1,5%
-.183
.098
.246
-.44
.07
*
.098
.022
.03
.54
0,5%
.233
.098
.085
-.02
.49
1%
.183
.098
.246
-.07
.44
1,5% 0,5%
1%
1,5%
0%
Mean Difference (I-J)
-.283
.283
Std. Error
Sig. Lower Bound
Upper Bound
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 17a. Analisis kruskal wallis uji gigit bakso ikan nila dalam perlakuan jenis bahan baku Bahan baku Uji gigit
Daging lumat Surimi Total
Ranks N Mean Rank 120 134,54 120 106,46 240
a,b
Test Statistics Uji lipat Chi-Square 10,410 df 1 Asymp. Sig. .001 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bahan baku
Lampiran 17b. Analisis kruskal wallis uji gigit bakso ikan nila dalam perlakuan penambahan karaginan semimurni
Uji lipat
Karaginan 0% 0,5% 1% 1,5% Total
Ranks N Mean Rank 60 120,40 60 113,85 60 120,20 60 127,55 240
a,b
Test Statistics Uji lipat Chi-Square 1,241 df 3 Asymp. Sig. .743 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: karaginan
72
Uji gigit Tukey HSD
Subset for alpha Karaginan
N
0%
60
0,5%
60
1%
60
1,5%
60
Sig.
1 6,92 7,03 7,05 7,25 .668
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
72
Lampiran 18. Foto-foto pembuatan bakso ikan nila