LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomor 1, Februari 2012, Halaman 20-29 ISSN 2089-8916
KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KLENTENG SOETJI NURANI BANJARMASIN Kurnia Widiastuti dan Anna Oktaviana Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak Awal mula kedatangan masyarakat China di Banjarmasin adalah karena perdagangan. Jalur transportasi yang digunakan melalui sungai. Oleh sebab itu pemukimannya cenderung terkonsentrasi di wilayah aliran sungai besar, yaitu di daerah Veteran, Gedangan, dan RK Ilir yang kesemuanya di sepanjang sungai Martapura. di Banjarmasin. Komunitas China tersebut pada akhirnya membangun suatu tempat pemujaan dewa sebagai tempat peribadatan yang sekarang dikenal dengan nama Klenteng. Bangunan klenteng menarik dikaji antara lain dari segi arsitekturnya karena memiliki pola penataan ruang, struktur konstruksi dan ornamentasinya yang khas. Dengan mempertahankan suatu keindahan arsitektur dan seni akan bermanfaat untuk mempertahankan eksistensi dari klenteng tersebut. Objek studi yang dipilih adalah Klenteng Sutji Nurani Banjarmasin, di mana Klenteng tersebut merupakan salah satu Klenteng tertua dan terbesar di Banjarmasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada klenteng Sutji Nurani Banjarmasin karakteristik arsitektur bangunannya cenderung mengadopsi langgam arsitektur China dan menerapkan prinsip Feng Shui dalam setiap detail perancangannya. Hal tersebut terlihat dari pola tata letak ruang, bentukan atap, warna bangunan, ekspos struktur kolom dan konsol, serta detail ornament yang mempunyai makna-makna tertentu yang menerapkan prinsip keseimbangan dalam Feng Shui. Key Word: Klenteng, Arsitektur China, Feng Shui Abstract Beginning of the arrival of the Chinese community in Banjarmasin is because trade. Transportation route use by the rivers. Therefore, settlements tend to be concentrated in range watershed areas, namely in the area Veteran, Gedangan and RK Ilir all along the Martapura river in Banjarmasin. Chinese community is eventually built a shrine as a place to worship the God who is now known as the temple. The studied of the Klenteng is very interesting because it has a spatial pattern, structure and unique ornaments. By preserve architectural aesthetics and art would be useful to preserve the existence of the temple. The Sutji Nurani temple is chosen as object of the research, in which the temple is one of the oldest and largest temples in Banjarmasin. The results show that the Sutji Nurani Temple characteristic of the building tend to adopt a Chinese architectural style and applied the principles of Feng Shui in every detail of its design. It is seem from space layout pattern, the roof, the color of building, exposing the structure of colums and consoles, and details of ornaments that have specific meaning that applied the principle of balance in Feng Shui. Key Word: Temple, Chinese Architecture, Feng Shui
PENDAHULUAN Masuknya etnis China di Banjarmasin sering disebut “Urang China” dalam bahasa Banjar, dan selanjutnya menempati suatu kawasan yang disebut Pecinan. Secara historis Banjarmasin-China memiliki hubungan genekologis yang kuat. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa nenek moyang atau penghuni pertama Tanah Borneo adalah orang-orang China yang berasal dari daerah Yunnan Selatan (Tiongkok) yang telah berimigrasi ke
Borneo, Sumatera, dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. Keberadaan komunitas orang China sekaligus mewakili keberadaan suku Tionghoa secara keseluruhan yang ada di Kalimantan Selatan pada umumnya. Pada pencatatan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda tahun 1895, jumlah suku Tionghoa di Kalimantan kurang lebih 4525 jiwa. Komunitas China tersebut pada akhirnya membangun suatu tempat pemujaan dewa sebagai tempat peribadatan yang sekarang dikenal dengan nama Klenteng. Klenteng sebagai apresiasi bentuk budaya leluhur yang dianut warga Tionghoa 20
di Indonesia ini memiliki keunikan dan seni arsitektur yang tinggi. Dalam perencanaan bangunan berarsitektur Cina, bangunan paling penting seperti kelenteng selalu di tempatkan pada daerah yang paling utama. Pendirian kelenteng biasanya juga berdasarkan feng shui. Menurut feng shui letak yang baik adalah tempat yang dekat dengan sumber air, bukit, gunung, dan lembah di sekeliling bangunan itu. Bangunan kelenteng umumnya dibangun di atas podium atau lantai yang ditinggikan. Selain dimaksudkan agar terbebas dari kelembaban, ruangan yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bangunan tersebut lebih penting/sakral. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mencoba memaparkan karakteristik arsitektur Klenteng yang terlihat mempunyai karakteristik Arsitektur China dalam kaitannya penerapan Feng Shui pada Klenteng. Objek studi yang dipilih adalah Klenteng Sutji Nurani Banjarmasin, di mana Klenteng tersebut merupakan salah satu Klenteng tertua dan terbesar di Banjarmasin. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Klenteng Kelenteng merupakan bangunan suci bagi masyarakat Cina untuk melaksanakan ibadah kepada Tuhan, Nabi-nabi, serta arwah para leluhur yang berkaitan dengan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Kata kelenteng sendiri kerap dihubungkan dengan bunyi lonceng/genta yang dibunyikan pada penyelenggaraan upacara di bangunan suci itu, sehingga lama-kelamaan – untuk memudahkan penyebutan bangunan suci itu – orang menamakannya dengan kelenteng. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa kelenteng berasal dari bahasa Cina Kwan Im Ting, yakni bangunan kecil tempat orang memuja Dewi Kwan Im. Istilah lain penyebutan kelenteng dalam bahasa Cina adalah Kiong yang artinya adalah Istana. Ada juga yang menyebutkan Tong atau Ting yang artinya bangunan suci dalam bentuk kecil. Namun sebetulnya istilah asli untuk menyebut tempat ibadah ini adalah Bio atau Miao, yaitu bangunan yang digunakan untuk tempat penghormatan dan kebaktian bagi
Khong Cu, yang disebut Khong Cu Bio (Moerthiko.1980:97-99). Penamaan Kelenteng adakalanya memakai nama atau gelar yang dipakai oleh dewa-dewa utama yang dipuja di dalamnya. Selain itu tidak jarang penamaan kelenteng disesuaikan dengan nama/sebutan lokasi keletakan bangunannya, atau berdasarkan komunitas persekutuannya. (Dewi.2000:22) Sejarah Kelenteng di Nusantara Menurut Lombard, pada abad ke- 17 sudah ada kelenteng yang dibangun masyarakat Cina. Umumnya jenis kelenteng yang dibangun adalah kelenteng yang khusus diperuntukkan bagi kalangan maupun tujuan tertentu. Adapun kelenteng yang dibangun pada abad ke-18 mencerminkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Cina pada masa itu menurut bidang kerja masing-masing pendukungnya, seperti kelenteng kongsi pedagang, pelaut dan pengrajin. Pada abad ke-19, Cina banyak dilanda kerusuhan akibat revolusi Taiping sehingga mengalami kemerosotan sosial dan ekonomi, hal ini yang mempercepat kedatangan orang Cina ke kepulauan nusantara. Kelenteng yang dibangun pada masa ini umumnya sederhana tanpa dilengkapi prasasti peringatan. Kebanyakan kelenteng-kelenteng ini dibangun oleh suku Hakka dan Hokkian Kemudian pada abad ke-20, seiring dengan perkembangan yang terjadi di China, jatuhnya dinasti Machu dan terbentuknya republik, mendorong orangorang China lebih bersifat rasional. Kelenteng-kelenteng yang dibangun pada awal abad 20 sebagian besar adalah jenis baru dan banyak dibangun oleh para Rubiah (pendeta perempuan dalam agama Budha). Kebanyakan mereka adalah suku Hakka atau Kanton dari daratan Tiongkok. (Dewi.2000:12). Menurut Handinoto (1990), Kelenteng tidak sekedar tempat kehidupan keagamaan berlangsung. Tapi juga merupakan ungkapan lahiriah masyarakat yang mendukungnya. Itulah sebabnya penelitian mengenai sebuah kelenteng dapat memberikan sumbangan sangat berharga untuk memahami sejarah sosial masyarakat Tionghoa setempat. Seperti diketahui bahwa pada masa penjajahan Belanda masyarakat 21
Tionghoa yang digolongkan sebagai Vreemde Oosterligen (Timur Asing), dikepalai oleh pemimpin kelompok yang ditunjuk oleh pemerintahan Kolonial. Pemimpin ini biasanya diberi pangkat seperti letnan, kapten atau kalau jumlah penduduk Tionghoa setempat cukup banyak terdapat seorang mayor dan bertugas sebagai opsir. Tugas opsir Tionghoa selain mengawasi masyarakatnya, juga bertanggung jawab atas pemungutan pajak, mengatur monopoli terhadap barang tertentu dibidang ekonomi, mengurus kelentengkelenteng, serta membiayai upacaraupacara keagamaan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengurus pemakaman/pekuburan. Karakteristik Arsitektur China Menurut Zu Yaoyi, dalam Nanik Widayati (2004), hal-hal pokok dalam arsitektur bangunan China adalah meliputi pola penataan ruang, langgam dan gaya, struktur, serta ragam hias. a. Pola Penataan Ruang Karakteristik pola penataan ruang meliputi pola organisasi ruang. Organisasi ruang pada arsitektur China didasarkan pada kebutuhan hidup sehari-hari yang dipadukan dengan persyaratan estetika yang dianut masyarakat China, seperti yang tampak pada pembentukan unit-unit standarisasi yang digunakan untuk membentuk ruang-ruang interior dan eksterior bangunan. Pengorganisasian ruang pada arsitektur China sangat sederhana. Konsep dasarnya meliputi pengguanaan Jian (Unit dari organisasi ruang) atau bay room, sebagai standar unit dan dapat dikembangkan atau dibuat secara berulang menjadi massa bangunan atau beberapa kelompok bangunan. Jian berbentuk ruang persegi empat atau suatu ruang yang diberi pembatas dinding atau hanya dibatasi kolom sehingga secara psikologis membentuk suatu ruang. Jian juga dapat ditambahkan untuk membentuk suatu ruang (hall) atau ting, dengan menggunakan unit standar sepanjang sumbu longitudinal (berulang memanjang secara menerus). Pola aksial atau bentuk struktur simetri pada denah dan potongan merupakan sumber kosmologi China. Menempatkan ruang utama pada pusat axis
utama dan ruang-ruang lainnya di tempatkan pada sisi kiri dan kanan atau depan belakang dari susunan keseluruhan. Sebagai hasil dari susunan tersebut terbentuk courtyard. Dalam perencanaan bangunan berarsitektur China, bangunan atau ruang yang paling penting selalu ditempatkan di daerah paling utama yang merupakan bagian akhir dari tapak. Pola penataan ruang yang seimbang dan simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh faktor iklim serta dasar ajaran Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun lalu. b. Langgam dan Gaya Langgam dan gaya bangunan berarsitektur China dapat dijumpai pada bagian atap bangunan yang umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar pada bagian ujung atapnya yang disebabkan oleh struktur kayu dan juga pembentukan atap sopi-sopi. Selain bentukan atapnya juga ada unsur tambahan dekorasi dengan ukiran atau lukisan binatang atau bunga pada bubungannya sebagai komponen bangunan yang memberikan ciri khas menjadi gaya atau langgam tersendiri. Ada 5 macam bentuk atap bangunan berarsitektur China, yaitu atap model Wu, atap model Hsuan, atap model Ngang Shan, atap model gabungan antara Hsuan dan Ngang Shan, dan atap model Tsuan.
Atap model Wu Tien
Atap model Ngang Shan
Atap model Hsuan Shan
Atap gabungan Hsuan Shan dan Ngang Shan
Atap model Tsuan Tsien
Gambar 1. Bentuk Atap Berarsitektur China (Handinoto, 1990)
22
c. Struktur Keahlian orang Tionghoa terhadap kerajinan ragam hias dan konstruksi kayu, tidak dapat diragukan lagi. Ukir-ukiran serta konstruksi kayu sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail-detail konstruktif seperti penyangga atap (tou kung), atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi. Bahkan diperlihatkan telanjang, sebagai bagian dari keahlian pertukangan kayu yang piawai. d. Ornamen ragam hias Detail ornamen sering dijumpai pada pintu, dinding, kolom, serta atap bangunan. Unsur dekorasi atau ragam hias umumnya mempunyai makna atau simbol tertentu yang biasanya dikaitkan dengan Feng Shui. Feng Shui adalah ilmu tata letak dan bentuk bangunan yang dikembangkan berdasarkan pengamatan, riset dan pengalaman yang diwariskan oleh kaum Tao (ajaran Taoisme) di China sejak ribuan tahun lalu. Feng Shui dikembangkan dengan tujuan untuk mengiungkap cara kerja hukum alam sehingga bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan manusia. Secara garis besar, penerapan Feng Shui berlandaskan beberapa unsur pertimbangan, antara lain keamanan, kesehatan, kebersihan, kejiwaan, dan energi alam (chi). Tinjauan Klenteng Sutji Nurani, Banjarmasin Klenteng Sutji Nurani, merupakan salah satu saksi arsitektur dan kebudayaan
China yang berkembang pada masa kurang lebih seratus tahun yang lalu. Awal mulanya, Klenteng ini digunakan oleh umat Konghucu, dan perkembangan selanjutnya digunakan oleh tiga umat (Tri Dharma), yaitu Konghucu, Budha dan Taoisme. Pada Klenteng ini yang menjadi Tuan Rumah adalah Dewi Kwan Im, yang dipercaya sebagai Dewi welas asih dalam ajaran Budha Mahayana (dari Tiongkok). Nama China dari Klenteng Sutji Nurani adalah Sen Sen Kung. Awal berdiri Klenteng ini didominasi dengan material kayu, di mana pada masa itu kayu merupakan material utama yang digunakan dalam membangun khususnya di Banjarmasin. Pada tahun 1925 mengalami renovasi mengganti material kayu dengan material beton. Selanjutnya pada tahun 2004 mengalami penambahan masa yang berfungsi sebagai pengelola dan selesai dibangun pada tahun 2006. Secara fisik, Klenteng Sutji Nurani terdiri dari 3 bagian utama, yaitu halaman depan, ruang suci utama, dan bangunan tambahan. Massa utama merupakan bangunan satu lantai yang difungsikan sebagai tempat ibadah (ruang suci utama). Bangunan tambahan berupa bangunan penunjang berlantai tiga yang letaknya di samping kanan ruang suci utama dan digunakan sebagai kantor pengelola, administrasi, dan tempat latihan Wu Shu (seni beladiri menggunakan tongkat) Lokasi Klenteng Sutji Nurani terletak di jalan Veteran Banjarmasin di mana lokasinya berada di pertigaan jalan utama dan orientasi bangunan menghadap ke Sungai Martapura.
23
Sungai Martapura Jembatan Merdeka Jl. Veteran Klenteng Sutji Nurani
U
Jl Kapt. Piere Tendean
Gambar 2. Situasi Site Klenteng Sutji Nurani
Pada halaman depan terdapat pintu gerbang yang megah sebagai batas dengan Pola Tata Letak Ruang jalan raya. Fungsi halaman depan adalah Posisi Klenteng Sutji Nurani yang tempat untuk mengadakan upacara terletak pertigaan jalan besar yaitu jalan keagamaan ataupun pertunjukan Veteran, Jalan Pierre Tendean dengan kebudayaan seperti barongsai. Aplikasi orientasi bangunan menghadap ke arah Feng Shui pada halaman depan ditunjukkan Sungai Martapura. Posisi tersebut dengan adanya penempatan patung merupakan lokasi tusuk sate yang menurut berbentuk binatang singa. feng shui menjadi buangan sha-chi (hal Memasuki teras pada bangunan negative) dari tiga arah jalan yang utama (ruang suci) terdapat tiga buah anak melaluinya. Sehingga tujuan utama klenteng tangga yang mengarahkan pada tiga buah adalah untuk menyerap dan menetralkan pintu kembar sebagai main entrance. sha chi tersebut. Jumlah anak tangga merupakan angka Pada pola penataan ruang luar, ganjil, di mana angka tersebut memiliki orientasi bangunan menghadap ke arah makna yang baik dalam mitologi arsitektur sungai, di mana sungai merupakan unsur air China. yang di dalam arsitektur China setiap Bentuk denah bangunan utama bangunan yang dekat dengan unsur air merupakan penerapan arsitektur china yaitu diusahakan arah hadap bangunan simetri dan memanjang ke belakang (aksis menghadap sungai. Hal tersebut diharapkan longitudinal). Dalam ruang utama terdapat dapat mendapatkan atau menangkap kolom penyangga yang berfungsi pula keberuntungan. Menurut Feng Shui, lokasi sebagai batas maya suatu ruang atau zona. site pada jalan atau sungai yang bentuknya Memasuki ruang utama terdapat zona cembung lebih menguntungkan daripada pertama yang dibatasi oleh 12 kolom. Zona lahan dengan bentuk cekung. Lokasi ini wajib ada pada setiap bangunan Klenteng Sutji Nurani berada pada posisi klenteng, yang berfungsi sebagai area jalan yang cembung, sehingga memiliki untuk berdoa kepada Tuhan. Dalam tata Feng Shui yang baik. ibadahnya, sebelum berdoa kepada DewaDewi yang ada dalam klenteng, setiap umat terlebih dahulu berdoa kepada Tuhan. Zona kedua merupakan area transisi berada di antara zona pertama dan area sembahyang (altar). Penempatan altar sebagai ruang yang paling penting berada pada bagian akhir bangunan, di mana hal tersebut sesuai dengan kosmologi arsitektur China. Altar Gambar 3. Posisi letak kelnteng pada daerah yang dianggap sebagai tuan rumah dari cembung Klenteng Sutji Nurani (dalam hal ini Dewi PEMBAHASAN
24
m) diletakka an di tengah h di antara altar Kwan Im dewa lainnya (D Dewa Kwa an Kong dan Sidharta a Gautama). Lo ombard da an Salmon n menyebu utkan tata ca ara ibadah di kelentteng meng gikuti ajaran Konfusianiisme (Kong ghuchu) se ebab semua persyaratan/perlengka apan sembah hyang yang g ada berp pedoman pada p tata cara c ajaran Konghu uchu. Hal ini disebab bkan awal mula kelen nteng diban ngun dalam lingkungan l penganut ajaran a terse ebut. Wajah Budhisme diberitaka an meleng gkapi kelenteng sejak ta ahun 1965 karena sittuasi politik pada wakktu itu mengamana m atkan Indonessia sebaga ai Negara Berketuha anan Yang Maha Esa a, sehingg ga masyarrakat nut Tridharma mene ekankan pada p pengan aspek-a aspek Budh his dalam peribadatan nnya (Dewi,2 2000:37). Pada ruang dalam ban ngunan uta ama, terdapa at skylight yang y letaknyya di atas zona z pertama a atau area a semb bahyang pada p Tuhan. Skylight in ni berfungssi pula seb bagai pemben ntuk courtyyard di ba awahnya, yang y merupa akan ruang g untuk saling s berttemu serta berfungsi b se ebagai pen nerangan alami a dan ma ampu mem mberikan pe engaruh po ositif bagi bangunan n dan pengguna anya. Berdasa arkan Feng g Shui, pena ataan courttyard bagi pe enghuninya dapat me embentuk suatu dunia kecil k (sebag gai ruang pribadi). p Be entuk geomettris berpera an dalam orrganisasi ruang, dengan n bentukk sederrhana dapat segi em mengha adirkan courtyard c mpat. Courtya ard maup pun skylig ght diperccaya sebaga ai media pe enghubung g dengan bumi b (dekat dengan alam), a seh hingga apa abila ngan bumi atau a tanah atau manusia dekat den alam, maka m kesehatannya akan terjamin.
Gambar 4. Sky ligh ht di atas are ea sembahy yang (arrea Tuhan) (Sumbe er:http://aci.detik.travell/readfoto/20 010)
ambar 5. De enah Lay out Ruang (Su umber: Ga Wijaya, 20 009)
Lan nggam dan Gaya Bentuk atap klentteng Sutji Nurani men ngadopsi be entuk atap berarsitektu ur China dengan model atap Wu T Tien, dengan n ujungujun ng atap ya ang melen ngkung aga ar tidak mem mbentuk segitiga. s Le engkungan hanya pada nok/bub bungan kayyu di atas atap. Ben ntuk lengkkung dima aksudkan karena bentuk segitig ga dipercayya identik dengan unsur api. Be erdasarkan n Feng Sh hui, api merrupakan hal yang b buruk dan n harus dihindari. Warna utama ban ngunan did dominasi dengan Kuning g dan Mera ah sebagai elemen ‘yan ng’, yang melambangkan kese enangan dan kebahagia aan. Bebera apa bagian dinding dan ornamentasi berwarrna hijau dan d biru sebagai elemen yin da an melamb bangkan kete enangan.
Gambar G 6. Foto F Detail A Atap (Atas), Foto Tampak T Ben ntuk Atap K Klenteng (Ba awah)
Stru uktur Banguna an Klenten ng Sutji Nurani dike etahui sudah ada ratussan tahun. Lokasi L di 25
an, air, feminine), dengan bulan (kegelapa Y diaso osiasikan sebagai sedangkan Yang ang, api, m maskulin). Harmoni H mattahari ( tera dap pat dicapai apabila Yin n dan Yang g dalam kese eimbangan Yin dan n Yang jug ga mengac cu pada lima a elemen, yaitu y bumi, kayu, loga am, api, Kelima dan air. e elemen tersebut t dilambangkan pada warna-warna ya ang juga diterapkan pad da klenteng g ini, yaitu kuning, hijau, putih, me erah dan hittam.
daerah lahan berawa, mengharusskan upakan bahan yang se esuai strukturr kayu meru untuk digunakan. d A Awal masa pembangunan, materia al keseluruh han adalah kayu, baik dari strukturr pondasi sampai bagiian dinding dan atap. Namun N ka arena fakto or usia, maka m klenteng mengalam mi beberap pa kali renovvasi, dan sa aat ini bagian dinding mengguna akan pasangan bata. Pilar-pilar terbuat dari kayu k ulin de engan dip penuhi berrbagai elemen dekorassi. Detail-d detail konsstruktif seperti penyangga atap (ttou kung), atau a pertem muan antara kolom k dan balok b diperllihatkan.
Gambar 8. Lam mbang Yin-Y Yang terdap pat pada pintu gerba ang
Gamba ar 7. Tiang penyangga p a atap bangun nan bagian n depan (Ata as) dan Stru uktur bangun nan mempe erlihatkan hu ubungan an ntara kolom dan balok sebagai s pen ngikat antar kolom terse ebut (Bawah)
Detail Ornamen O / Ragam Hia as R Ragam hiass atau ele emen deko oratif pada kllenteng terd dapat pada a semua ba agian bangun nan. Bebera apa orname ent ragam hias dan ma aknanya ya ang terdap pat di Klenteng Sutji Nu urani adalah h: a. Sim mbol Yin-Yang Pada halam man luar terdapat pintu p gerbang g sebagai Main Entra ance Bangu unan yang dii atasnya te erdapat lam mbing Yin-Y Yang. Lamban ng ini dia anggap me ewakili prin nsipprinsip kekuatan di d alam. Yin n diasosiassikan
b. Ornamen Yang Berb bentuk Bina atang Sebelum memasu uki ruang utama klen nteng, terda apat sepassang patung singa batu u di depan pintu masu uk, dan di samping s kanan massa a utama menuju massa penunjang. Be ng tersebu entuk patun ut terdiri dari singa janta an yang du uduk di seb belah kiri sam mbil menimbang bola, dan singa a betina duduk di sebe elah kanan sambil me enimang ana ak singa. Patung P sing ga batu be ermakna sebagai penola ak roh jahatt yang akan n masuk bangunan. Singa S merrupakan lambang keadilan dan ke ejujuran.
Gamba ar 9. Patung Singa Batu
26
amen Naga dan burung Bentuk orna p atap sebelum s ma asuk hong diletakkan pada ke rua ang suci utama. Se epasang naga n mengap pit Houw Lou yaitu sebuah labu, diletakkkan pada ba agian tenga ah atap. Ma akna dari simbol terse ebut adala ah mempu unyai kekuata an gaib untu uk menjaga a keseimban ngan Feng Shui S dan menangkal m h hawa jahat dari atas. Pada bagian n kiri dan kanan k ornamen naga pada p atap terdapat simbol burung Hong yang y menga apit bunga teratai. Burung hidup yan hong bermakna b ng abadi, dan teratai bermakna kesucian. Dari sim mbol elemen atap tersebut be ermakna hidup h dari kembali abu. B Burung H Hong melamb bangkan lim ma pokok kebajikan yang y tercerm min dalam lima warna bulunya, yaitu y hijau, kuning, merah, putu uh, dan hijau. h Legend danya burun ng ini akan muncul ap pabia negara aman dip pimpin oleh kaisar yang y bijaksan na. D binatang Dua g (naga dan burung hong) mempu unyai sifat berlawanan (yin-ya ang), namun binatang ini disukai dan men njadi kebiasa aan orang g China, maka ke edua binatang tersebut digambarka an hidup ru ukun menjaga keseimba angan.
Gamb bar 10. Jenis s ornament yang terdap pat p pada atap da an dinding bangunan b
dan penolak roh jahatt serta dipercaya mam mpu menjag ga keseimb bangan Feng g Shui.
Ga ambar 11. Naga N hijau ya ang terdapa at pada pilar bangu unan
c. Ornamen Pada Pintu u uci utama, terdapat t Memasukki ruang su ntu kemba ar, yang masingtiga buah pin sing terdiri dari dua d daun pintu dengan mas dihia asi gambarr/lukisan De ewa-dewa penjaga pintu utama/ttengah (M Men Shen) yang dida ampingi pa anglima perrang . Orna amen ini mem mpunyai makna sebagai penang gkal roh jaha at yang akkan mengga anggu kete enangan uma at yang akan bersem mbahyang di d dalam ruan ng suci utam ma.
Pada dinding luar ruan ng suci uta ama, terdapa at dua lin ngkaran mengapit m p pintu masuk bagian tengah dengan motif m war ya ang melambang gkan kelelaw keberun ntungan. Pada bebe erapa pilarr atau ko olom penyangga juga dihiasi dengan ornamen naga hijau yang melilit m pada pilar berwarna merah. Naga seb bagai lamb bang kekuatan
Gambar G 12. Ornamen pa ada bagian pintu
Menurut keperrcayaan, umat dian njurkan haru us masuk kke dalam ba angunan klen nteng dari pintu p kiri da an keluar da ari pintu kanan. Dalam kebiasaan budaya Tionghoa T 27
mereka yang diutamakan; dihormati ditempatkan di sisi kiri, yang sekunder di daerah kanan. Makna Dari ritual tersebut adalah masuk menjalankan kebaikan, keluar dengan meninggalkan semua perilaku buruk. Selain pintu utama dari arah depan, terdapat pula pintu samping yang menuju ke ruang suci utama. Makna adanya pintu samping adalah angin berhembus selaras dan hujan turun pada masanya, sehingga harapan agar ekonomi berlangsung tanpa terganggu bencana, negara sejahtera, rakyat sentosa, keamanan dan kemakmuran bersama.
SE
SE
digambar berupa binatang rusa, yang melambangkan kesuksesan, binatang bangau dan pohon cemara yang melambangkan panjang umur, dan kilin (hewan mithologi China berbadan rusa berkepala naga dan mempunyai surai serta ekor singa) yang melambangkan panjang umur, sabar, menarik, dan bijaksana. e. Beberapa Elemen Pelengkap Ritual Dalam setiap kleteng, terdapat elemen elemen untuk melengkapi suatu ritual. Pada area Pelataran/halaman Klenteng terdapat dua tempat pembakaran uang (Kim lo), di mana para umat yang akan bersembahyang akan menukarkan uang dengan kertas kim lo untuk dibakar. Ritual ini bermakna hubungan manusia dengan Dewa melalui sumbangan. Bentuk Kim Lo pada dasarnya berupa tempat yang menyerupai pagoda (bentuknya tinggi), dimaksudkan ada hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan.
Gambar 13. Posisi Pintu Samping
d. Ornamen Berupa Kaligrafi dan Lukisan Budaya China terkenal pula dengan budaya tempel. Benda yang ditempel pada umumnya berupa lukisan, tulisan kaligrafi serta ornamen yang mengandung makna kebaikan. Kaligrafi bagi masyarakat China dianggap sebagai seni merangkai kata, bentuk tarikan garis, musik tanpa suara, dan gambar tanpa warna. Kaligrafi disebut pula tarian tinta. Pada klenteng Sutji Nurani, bentuk kaligrafi diperlihatkan pada tulisan di kertas yang dianggap sebagai jimat dan ditempelkan di fasade depan bangunan sebelum masuk ke teras, di dinding atau kolom. Jimat tersebut dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan mempunyai bisa untuk melindungi diri dari kekuatan jahat. Lukisan-lukisan pada klenteng klenteng Sutji Nurani biasanya ditempel di dinding, diletakkan pada meja altar, serta taplak pada meja altar. Lukisan yang
Gambar 14. Tempat pembakaran uang yang berada di halaman depan
Elemen pelengkap ritual yang terdapat di dalam ruang suci diantaranya berupa dupa, patung dewa dewi yang disembah, meja altar, pat kua (berbentuk diagram simbol keberuntungan), lilin sebagai elemen penerang, kotak hiu sebagai tempat menampung dari segala permohonan serta lonceng dan Bedug yang digantung di sisi kanan dan kiri ruang sembahyang. Lonceng dan bedug biasa dibunyikan sebagai pertanda suatu acara besar dimulai. Kedua benda tersebut juga mempunyai makna sebagai penghormatan kepada seluruh umat beragama.
28
Gambar 15. Bedug dan Lonceng
penggunaan detail ornamen-ornamen yang mempunyai makna tertentu, penggunaan rangka kayu dan ekspos detail kolom dan konsol serta penggunaan warna-warna pada bangunan yang berkaitan dengan Feng Shui. KEPUSTAKAAN
KESIMPULAN Masyarakat China yang ingin mendirikan sebuah bangunan suci biasanya akan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di China. Aturan-aturan tersebut biasanya berupa bangunan suci yang didirikan diatas podium, dikelilingi oleh pagar keliling, mempunyai keletakan simetris, mempunyai atap dengan arsitektur China, sistem strukturnya terdiri dari tiang dan balok serta motif dekoratif untuk memperindah bangunan. Satu hal lagi yang tidak dapat dilupakan masyarakat China dalam pencarian lokasi hingga perancangannya selalu berpedoman pada Hong Sui (Feng Sui). Membuat rencana tata letak ruang yang baik dalam Feng Shui harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: pencahayaan, sirkulasi udara, keindahan, aspek keamanan, kebersihan, kenyamanan, dan warna (masalah psikologi), untuk maksud mendatangkan kebaikan atau menolak hal-hal yang negatif. Klenteng Sutji Nurani merupakan salah satu klenteng yang ada di Banjarmasin yang menerapkan logika Feng Shui dalam perancangannya, dari halaman luar sampai pada penataan pola tata letak ruang. Karakteristik arsitektur berlanggam China pada bangunan Klenteng Sutji Nurani terlihat pada bentuk denah yang simetri, penerapan bentuk atap Wu Tien,
Dewi, Puspa dkk. 2000. Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Handinoto (1990) Sekilas Tentang Arsitektur Cina Pada Akhir Abad Ke XIX di Pasuruan , dalam Jurnal Dimensi Arsitektur Vol. 15/1990. Lombard, Denys (1996). Nusa Jawa: Silang Budaya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Terutama Bagian ke -2 Jaringan Asia. Moerthiko. (1980). Riwayat Klenteng, Vihara dan Lithang : Tempat Ibadah Tri Dharma se Jawa. Semarang: Sekretariat Empe Wong Kam Fu Widayati, Nanik. (2004). Telaah Arsitektur Berlanggam China di Jalan Pejagalan Raya Nomor 62 Jakarta Barat, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol.32 No.1. Juli 2004. Widiastuti, K dan Oktaviana, A. (2009). Pengaruh Etnis Tionghoa Pada Rumah Tradisional Banjar Type Palimasan di Banjarmasin, dalam Jurnal Kalimantan Scientiae Vol Oktober 2009. Wijaya, Yanto D. (2009). Pusat Studi Bahasa dan Kebudayaan Cina di Banjarmasin. Laporan Tugas Akhir Prodi Arsitektur Periode XXII. Tahun Ajaran 2008/2009. Fakultas Teknik Unlam. Banjarmasin
29