Karakterisasi Spektroskopi 5 Jenis Rempah Menggunakan Spektofotometer UV Vis Tatang Gunawan1, Nurul Qomariah2 dan Ratih Widyaningtyas3 1,2,3 Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia ABSTRAK Kami melaporkan nilai absorbansi, transmitansi dan fluorosence dari ekstrak daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus) menggunakan alat spektofotometer UV-Vis yang terlebih dahulu dipreparasi menggunakan stirer dengan memberikan aquades sebanyak 250 ml dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 60°C selama 30 menit kemudian larutan tersebut disaring. Dari hasil pengujian spektroskopi didapatkan nilai absorbansi rata-rata ekstrak daun jeruk purut, daun pandan, daun salam, kayu manis dan daun serai berturut-turut 0,62%; 0,91%; 0,26%; 0,15%; 0,27%. Nilai transmitansi berturut-turut 37%; 19%; 70%; 65%; 64% dan nilai fluorosencenya berturut-turut 1.392 Watt/m2; 1.473 Watt/m2; 400 Watt/m2; 97 Watt/m2; 400 Watt/m2. Fluorosence nampak pada panjang gelombang 500 nm yang mengindikasikan emisi spektrum hijau dari klorofil. Kata kunci : rempah, absorbansi, transmitansi, fluorosence
I. PENDAHULUAN Meningkatnya keinginan masyarakat untuk menggunakan bahan alam atau “Back to nature”, ditanggapi dengan banyaknya produk-produk tropikal berbahan aktif tanaman untuk perawatan kesehatan, kosmetik dan pencegahan penyakit (Calixto 2000, Sari & Isadiartuti 2006). Saat ini perhatian dunia tertuju pada bagaimana cara mengekstraksi dan mengisolasi komponen aktif dari tanaman untuk pengobatan herbal (Essawi dan Strour 2000). Kemudian berkembang bagaimana menjadikan pengobatan herbal tersebut praktis dan aman yang tetap menggabungkan antara budaya tradisional dan ketentuan farmasi (Elvin-Lewis, 2001). Sehingga belakangan ini banyak bermunculan berbagai produk herbal dengan bentuk sediaan pil, kapsul, serbuk, sirup, celup, hingga makanan dan minuman fungsional. Menurut (Sastroamidjo 1997), Indonesia memiliki jenis tanaman obat yang banyak ragamnya. Jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman obat mencapai lebih dari 1000 jenis, salah satunya yaitu daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus). Daun Jeruk purut (Citrus hystrix) telah lama dikenal masyarakat luas sebagai penyedap dalam masakan, pembuatan kue atau dibuat manisan. Daun jeruk purut berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar. Daun jeruk purut mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin dan tanin. Minyak atsiri dalam daun jeruk purut antara lain sitronela, sitronelol, dan lemonene.
Kandungan minyak atsiri dalam daun jeruk purut ini diduga kuat memiliki efek sebagai repellent khususnya terhadap nyamuk Culex sp. (Affandi 2013). Daun pandan atau daun pandan wangi (Pandanus amarylifolius) selain digunakan sebagai rempah-rempah, memiliki fungsi sebagai bahan baku pembuatan minyak wangi. Menurut (Rohmawati 1995) daun pandan mengandung senyawa pahit berupa polifenol, flavonoid, saponin, dan alkaloid. Sementara (Jhonny 1991) juga menyebutkan bahwa kandungan zat kimia dalam daun pandan adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol. (Guzman & Siemosna 1999) mengemukakan bahwa daun pandan sedikit mengandung minyak atsiri (beberapa ppm), terdiri dari 6-42% hidrokarbon seskuiterpen dan 6% merupakan linalool hanya sebagai monoterpen. Tanaman Salam (Eugenia polyantha) kering mengandung sekitar 0,17% minyak esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol (methyl chavicol). Ekstrak etanol dari daun salam menunjukkan efek antijamur dan antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anticacing, khususnya pada nematoda kayu pinus Bursaphelenchus xylophilus. Kandungan kimia yang dikandung tumbuhan ini adalah minyak atsiri, tannin, dan flavonoida (de Guzman 1999). Ekstrak daun salam 3x250 mg/hari menunjukkan kecenderungan dapat menurunkan kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan terutama pada kadar gula darah di bawah 200 mg/dL walaupun secara statistik perbedaannya tidak signifikan (Suganda 2005). Pohon kayu manis (Cinnamomum verum) selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan, minuman, rokok, dan lain lain. Nilai utama kayu manis terdapat pada bagian kulit dari batang, cabang serta ranting yang mengandung saponin, tanin dan minyak atsiri, terutama sinamaldehid (60-75%), eugenol (4-18%) dan sisanya kamfer, safrol, sinamilasetat, terpen, sineol, sitral, sitronelal, polifenol serta benzaldehid (Suherdi 1999 & Noorhamdani dkk 2011). Berdasarkan penelitian (Nely 2007), konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis pasar sebesar 131.24 mg asam galat/g bahan kering dan pabrikan 475.49 mg asam galat/g bahan kering diikuti oleh biji pala, lada hitam, sampel rempah pasar lainnya. Serai (Cymbopogon citratus) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak asiri banyak digunakan dalam industri parfum dan kosmetik serta digunakan untuk sintesis senyawa kimia karena kandungan citral-nya yang tinggi (Rauber dkk 2005). Minyak asiri mengandung berbagai komponen aktif seperti antibacterial (Wannissorn dkk 2005), antifungal (Nakamura dkk 2004), antiviral (Bishop 1995), antitoxigenic (Juglal dkk 2002), dan antiprotozoal (Holetz dkk 2003, Ueda-Nakamura dkk 2006). Pada masyarakat Indonesia, serai dikenal dengan julukan West Indian Lemongrass dan pada umumnya digunakan sebagai campuran bumbu dapur serta rempah-rempah karena mempunyai aroma yang khas seperti lemon. Aroma ini diperoleh dari senyawa sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai (Guenter 1948). Dalam dunia medis tanaman ini digunakan untuk obat sakit kepala dan gangguan gastrointestinal, serta di beberapa negara digunakan untuk mengobati demam (Melo dkk 2000). Salah satu parameter penting dari sebuah bahan adalah konsentrasi. Konsentrasi berkaitan erat dengan efektivitas satu zat dalam melakukan fungsinya. Sebagai contoh beberapa penelitian lain tentang tanaman serai menunjukan adanya manfaat dari minyak serai seperti memiliki persentase mortalitas mencapai 98% untuk konsentrasi 10%, 5%, 2%, dan
1% serta 94% untuk konsentrasi 0,75%. Bukan hanya itu, konsentrasi 0,5% minyak serai memiliki kemampuan yang setara dengan kemampuan membunuh minyak nimba pada konsentrasi 10% (Adnyana 2012) . Minyak atsiri serai dengan konsentrasi di bawah 1% dapat menekan pertumbuhan jamur Aspergillus sp. secara invitro. Senyawa yang diduga sebagai antijamur terhadap Aspergillus sp. adalah α-citral (geraniol) dan β-citral (netral) (Ella dkk 2013). Hasil penelitian (Sumono & Agustin, 2009) memperlihatkan bahwa kemampuan air rebusan daun salam dapat menurunkan jumlah bakteri Streptococcus sp dan dapat diaplikasikan sebagai obat kumur. Makin tinggi konsentrasi air rebusan daun salam maka kolon bakteri Strpectoccocus sp semakin sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan melihat karakteristik spektroskopi kita dapat mengetahui lebih jauh apa yang terjadi pada daun salam sehingga dapat menjadi obat kumur yang baik. Salah satu cara untuk mengamati konsentrasi dari suatu bahan adalah dengan mengukur absorbansi, transmitansi dan fluorosencenya (Purmaningtyas & Prihantini, 2012). Pada penelitian ini akan dilihat absorbansi, transmitansi dan fluoresens dari ekstrak daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus) menggunakan spektofotometer UV Vis.
II. METODELOGI 2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus) dalam bentuk celup; aquades dan air. Peralatan yang digunkan adalah botol untuk menampung larutan aquades dan ekstrak 5 rempah-rempah, gelas ukur, stirer dan magnetic stirer, pivet, cuvet, Spectophometer UV Vis dengan USB 4000 dan 4000 FL, Light source sebuah senter UV dan laser He-Ne, komputer dan Software Spectrosuite. 2.2 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika, FMIPA IPB untuk proses preparasi larutan ekstrak 5 rempah-rempah dan laboratorium Spektroskopi departemen Fisika, FMIPA IPB untuk pengujian absorbansi, transmitasi dan fluorosence. 2.3 Prosedur Penelitian 2.3.1 Preparasi Larutan Ekstrak 5 Rempah-Rempah Pembuatan larutan dari ekstrak 5 rempah-rempah adalah dengan menggunakan stirer. Kelima sampel tersebut diletakan kedalam labu erlemenyer lalu diberi aquades sebanyak 250 ml setelah itu di stiring dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 60°C selama 30 menit. Kemudian kelima larutan tersebut disaring agar tidak terdapat serat-serat pada larutan ekstrak daun rempah tersebut. 2.3.2 Uji Absorbansi dan Transmitansi Langkah awal nyalakan komputer dan buka program spectrosuite kemudian set pelaratan spectophotometer sesuai gambar 1. Hubungkan USB 4000 dengan komputer melalui kabel
persambungan. Kemudian hubungkan USB 4000 dengan cuvet holder melaui kabel fiber optik. Hubungkan juga cuvet holder dengan Light source UV melalui kabel fiber optik.
Kabel sambungan komputer dan USB 4000
cuvet Kabel fiber optik Light source UV
USB 4000
Komputer
Cuvet holder Kabel fiber optik
Gambar 1. Set Up Pengujian Absorbansi dan Transmitansi Bersihkan cuvet dengan air aquades dan pastikan bagian bening (lapisan luar)nya bersih (dapat dilap dengan tisu). Pipet larutan ekstrak 5 rempah-rempah ke dalam cuvet sampai ¾ penuh. Isi juga sebuah cuvet lain dengan aquades sampai ¾ penuh. Nyalakan program spectrosuite dan Light source UV. Set program spectrosuite dengan Spectra Averaged: 10 dan Boxcar Smoothing: 10. Kalibrasi spectophotometer dengan mengukur keadaan gelap dan terang. Keadaan gelap yaitu keadaan dimana tidak ada sinar UV masuk sedangkan keadaan terang adalah keadaan saat sinar UV masuk menembus pelarut aquades pada cuvet sehingga yang terbaca adalah nilai absorbansi dan transitansi dari ekstrak 5 rempah-rempah. Kemudian letakan cuvet berisi larutan ekstrak rempah-rempah ke dalam cuvet holder dan hitung absorbansi dan transmitansi sampel dengan mengklik menu absorbansi dan transmitansi. Lalu simpan data. 2.3.3 Uji Fluorosence
Kabel sambungan komputer dan USB 4000
cuvet Kabel fiber optik Cuvet holder
USB 4000 Light source laser
90o
Gambar 2. Set Up Pengujian Fluorosence
Komputer
Untuk pengukuran fluorosence prosedurnya hampir sama dengan pengukuran absorbansi dan transmitansi sampel. Perbedaanya terletak pada Light source yang dipakai adalah laser He-Ne, USB yang digunakan yaitu USB 4000 FL dan setting Light source laser He-Ne langsung ditembakan pada cuvet holder tanpa melalui kabel fiber optik. Hal ini dilakukan agar mendapatkan data fluorosence yang bagus dan tidak banyak noise yang timbul dalam data. Penempatan Light source laser He-Ne dan USB 4000 membentuk sudut 90o. Kemudian ukur fluorosence dengan mengklik menu fluorosence. Lalu simpan data. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Uji Absorbansi Daun Jeruk Purut
Daun pandan
Daun salam
Kayu manis
Daun serai
Gambar 1. Grafik Panjang gelombang vs. Absorbansi daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus).
3.2 Uji Transmitansi
Daun Jeruk Purut
Daun Pandan
Daun Salam
Kayu manis
Daun serai
Gambar 2. Grafik Panjang gelombang vs. Transmitansi daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus).
3.3 Uji Fluorosence
Gambar 3. Grafik Panjang gelombang vs. Fluorosence daun jeruk purut (Citrus hystrix), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), daun salam (Eugenia polyantha), kayu manis (Cinnamomum verum) dan daun serai (Cymbopogon citratus). Dari hasil pengujian spektroskopi didapatkan nilai absorbansi rata-rata ekstrak daun jeruk purut, daun pandan, daun salam, kayu manis dan daun serai berturut-turut 0,62%; 0,91%; 0,26%; 0,15%; 0,27% dan nilai transmitansi berturut-turut 37%; 19%; 70%; 65%; 64%. Setelah terlebih dahulu dipreparasi menggunakan stirer dengan memberikan aquades sebanyak 250 ml dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 60°C selama 30 menit kemudian larutan tersebut disaring didapatkan ekstrak kayu manis memiliki kepekatan paling rendah dengan warna bening cokelat sehingga memiliki nilai absorbansi paling rendah dan daun pandan memiliki kepekatan tertinggi dengan warna kuning pekat.
Pembacaan nilai fluorosence nampak pada panjang gelombang 500 nm yang mengindikasikan emisi spektrum hijau dari klorofil. Dari hasil fluorosence Kulit kayu tidak memiliki klorofil sehingga nilai fluorosencenya kecil yaitu 97 Watt/m2 sementara semua rempah golongan daun yaitu daun jeruk purut, daun pandan, daun salam dan daun serai memiliki klorofil. Daun sirih dan daun pandan memiliki fluorosence yang sama sebesar 400 Watt/m2 sedangkan nilai fluorosence tertinggi dimiliki oleh daun jeruk purut dan daun pandan sebesar 1.392 Watt/m2 dan 1.473 Watt/m2. Kedepannya dengan mengetahui nilai absorbansi dan transmitansi dari rempah-rempah maka kita dapat memprediksi seberapa pekatkah atau seberapa lamakah pemanasan satu rempah-rempah ketika direbus atau dilarutkan agar kandungan dari bahan-bahan bioaktifnya bekerja. Penelitian (Sumono & Agustin, 2009) memperlihatkan bahwa kemampuan air rebusan daun salam dapat menurunkan jumlah bakteri Streptococcus sp dan dapat diaplikasikan sebagai obat kumur. Makin tinggi konsentrasi air rebusan daun salam maka kolon bakteri Strpectoccocus sp semakin sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa ada zat aktif di dalam daun salam bekerja ketika larutannya lebih pekat. Hal serupa terlihat dari penelitian minyak atsiri serai dengan konsentrasi di bawah 1% dapat menekan pertumbuhan jamur Aspergillus sp. secara invitro. Senyawa yang diduga sebagai antijamur terhadap Aspergillus sp. adalah α-citral (geraniol) dan β-citral (netral) (Ella dkk 2013). Hasil mungkin berbeda jika suhu ketika stirer dinaikan.
IV. KESIMPULAN Dari hasil pengujian spektroskopi didapatkan nilai absorbansi rata-rata ekstrak daun jeruk purut, daun pandan, daun salam, kayu manis dan daun serai berturut-turut 0,62%; 0,91%; 0,26%; 0,15%; 0,27%. Nilai transmitansi berturut-turut 37%; 19%; 70%; 65%; 64% dan nilai fluorosencenya berturut-turut 1.392 Watt/m2; 1.473 Watt/m2; 400 Watt/m2; 97 Watt/m2; 400 Watt/m2. Fluorosence nampak pada panjang gelombang 500 nm yang mengindikasikan emisi spektrum hijau dari klorofil. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan spesifik tentang hubungan karakteristik spektroskopi dengan senyawa yang ada pada rempah-rempah secara langsung agar dapat terlihat, misalnya kita absorbansinya sekian apakah lebih bekerja atau tidak (variasi konsentrasi).
REFERENSI Adnyana, I Gede Sila dkk. 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman TropisTerhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Universitas Udayana. URL: http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT/article/view/1131. Diakses pada 14-01-20134. Affandi, M. Thoriq 2013. Uji Efektifitas Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) Sebagai Pengusir (repellent) terhadap Nyamuk Culex sp. Dengan Metode Gelang Penolak [skripsi]. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Bishop C. D. 1995. Antiviral activity of The essential oil of Melaleuca alternifolia (Maiden Betche Cheek (tes Three) againtest tabacco mosaic virus. J. Essent. Oil Res. 7: 641-644. Calixto J.B. 2000. Efficacy, Safety, quality Control, marketing and regulator guidelines for
herbal medicines (phytotherapeutic agents). Braz. J. Med. Biol. Res. 33: 179-189. De Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma (eds.). 1999. Plant Resources of South_East Asia 13: Spices. PROSEA. Bogor. ISBN 979-8316-34-7. pp. 218-219 Ella, Maria Ulfa dik. 2013. Uji Efektivitas Konsentrasi Minyak Atsiri Sereh Dapur (Cymbopogon Ciratus (DC) Stapf) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp. secara In Vitro. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 2, No. 1, Januari 2013. Elvin-Lewis M. 2001. Should we be concerned about herbal remedies. J. Ethnopharmacol. 75: 141-167. Essawi & Srour M. 2000. Screening of Some Palestinin medisinal plants for antibacterial activity. J.Ethnopharmacol. 70: 343-349. Guzman CC and Siemosma SS., 1999. Plant Resources Of South-East Asiano.13, spices. Netherland : Backhuys Publisher, Leiden. Guenther, Ernest. 1948. The Essential Oil Vol.4 (Minyak Atsiri, terjemahan Ketaren, pokok bahasan: Serai). Universitas Indonesia Press. Jakarta. Holetz F.B., Ueda-Nakamura T., Dias Filho B.P., Cortez D. A. G., Morgando-Diaz J.A., Nakamura C.V. 2003. Effect of esential oil of Ocimum gratissumon the Trypanosomatid Herpetomonas samuelpessoai. Acta Protozool. 42: 269-276. Jhonny. 1991. Karakterisasi Simplisa Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi [Skripsi]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilm Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra Utara. Juglal S., Govinden R., Doyle R.J. 1996. Lectin-parasite interaction. Parasitol. Today 12: 5561. Melo S.F., Soares S.F., Costa R.F., Silva C.R., Oliveira M.B.N., Bezerra R.J.A.C., Caldeirade-Araujo A., Bernardo-Filho M. 2011. Efeect of The Cymbopogon citratus, Maytenus ilicifolia and Baccharis genistelloides extracts against The stannous chloride oxidative damage in Eschericia coli. Mutat. Res. 496: 33-38. Nakamura C.V., Ishida K., Faccin L.C ., Dias Filho B.P., Cortez D. A. G., Rozental S., De Souza W W., Ueda-Nakamura T. 2004. Invitro activity of esential Oil from Ocimum gratissum L. against for Candida spesies. Res. Microbial. 155: 579-586. Nely, Fany. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik Dengan Metode Polifenol dan Uji Aom (Active Oxygen Method) [skripsi]. Bogor: Ilmu dan Teknologi Pangan,Institut Pertanian Bogor. Noorhamdani dkk. 2011. Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) sebagai Antifungi terhadap Candida albicans secara In Vitro. [terhubung berkala] http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/Irene%20Herdianto.pdf (8 Januari 2014). Rauber C.S., Gutteres S., Schapoval E.E.S. 2005. LC determinatif of Citra in Cymbopogon citratus volatil Oil. J. Pharm. Biochem. Analysis 37: 597-601.
Rohmawati. 1995. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi[Skripsi]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilm Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra Utara. Sari, Retno & Isadiartuti. 2006. Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.). Majalah Farmasi Indonesia. 17(4), 163-169, 2006. Sastroamidjo, S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat: Jakarta. Suganda AG. et al. 2005. Pengembangan Daun Salam (Syzigium polyanthi) menjadi Fitofarmaka sebagai Penurun Kadar Gula. Laporan Penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Suherdi. 1999. Kajian produksi kulit kayu manis dari berbagai tinggi tempat di Sumatera Barat. Prosiding seminar penelitian tanaman rempah dan obat Sub Balitto Solok. Agus, Sumono & Agustin, Wulan SD. 2009. Kemampuan Air Rebusan Daun Salam (Eugenia polyantha W) Dalam Menurunkan Jumlah Koloni Bakteri Spectroccocus sp. Majalah Farmasi Indonesi, 20 (3), 112-117, 2009. Ueda-Nakamura T., Mendonca-Filho R. R., Morgando-Diaz. J. A., Maza P. K., Dias Filho B.P., Cortez D.A.G., Alviano D.S., Rosa M.S.S., Lopes A.H. C.S., Alviano C.S., Nakamura C.V. 2006. Antileishmanial activity of eugenol-rich essential Oil from Ocium gratissuimum. Parasitol. Int. 55: 99-105. Purnamaningsih, Retno W & Prihantini, Nining B. 2012. Improved Optical Probe for Measuring Phytoplankton Suspension Concentrations Based on Optical Fluoresence and Absorbation. Makara, Teknologi, Vol.16, No.2, November 2012: 116-120. Wallace F.G. 1996. The trypanosomatid parasites of insect and arachnids. Expl Parasitol. Int. 55: 99-105. Wannissorn B., Jarikasen S., Siriwangchai T., Thubthimthed S. 2005. Antibacterial properties of esential Oil from Thai medisinal plants. Fitoterapia 76: 233-236.