KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAHAN CAMPURAN MTBE – METANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI Kelompol B.78.3.14 Sem. I – 2000/2001 Wangwang Kuswaya (13095030) dan Hendityas Hercahyo (13095090) Pembimbing : Dr. Ir. Irwan Noezar Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Jurusan Teknik Kimia Abstrak Proses pemisahan dengan membran timbul sebagai salah satu alternatif pemisahan selain distilasi, ekstraksi, dan absorpsi. Khusus pervaporasi, teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1970 saat terjadi krisis energi, dimana teknologi pemisahan dengan menggunakan energi relatif kecil menjadi pilihan utama. Pervaporasi merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran tak berpori sebagai media pemisahnya, dimana umpan dalam bentuk cairan dan produk (permeat) dalam bentuk uap. Transport permeat melintasi membran mengikuti mekanisme solution-diffusion yang terdiri dari tiga tahap yakni sorpsi, diffusi, dan desorpsi. Proses pemisahan dalam pervaporasi terjadi dengan mengeksploitasi perbedaan kelarutan dan difusivitas di antara komponen-komponen dalam larutan umpan, dengan driving force perbedaan potensial kimia pada kedua sisi membran. Campuran metanol-MTBE merupakan salah satu contoh sistem azeotrop, yang dapat dipisahkan dengan pervaporasi, dimana sebagai komponen utama dalam permeat adalah metanol. Membran yang digunakan untuk memisahkan campuran metanol-MTBE ini adalah membran homogen tak berpori yang dibentuk dari polimer cellulose acetate, dan campuran cellulose acetate dengan cellulose acetate butyrate. Dalam penelitian ini, akan diamati performance membran dalam memisahkan campuran metanol-MTBE pada beberapa variasi temperatur dan konsentrasi umpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks yang dihasilkan oleh membran CA lebih besar dari fluks yang dihasilkan oleh membran CA-CAB blending, karena adanya molekul CAB pada membran CA-CAB blending membatasi proses swelling dari molekul polimer CA. Namun, kekakuan dan efek sterik yang dimiliki oleh membran CAB menyebabkan peristiwa sorpsi yang lebih selektif, sehingga selektivitas membran CACAB blending lebih tinggi dibanding membran CA. 1. Pendahuluan Penggunaan MTBE sebagai zat aditif untuk meningkatkan bilangan oktan bahan bakar, meningkat pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 konsumsi MTBE di Asia mencapai 0,3 juta ton per tahun, dan diperkirakan pada tahun 2000 ini permintaan akan meningkat menjadi 2,7 juta ton per tahun [3]. MTBE diproduksi melalui reaksi antara metanol dengan isoolefin: Metanol + Isoolefin → MTBE 1
2 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Produk yang dihasilkan masih berupa campuran antara produk utama MTBE dengan metanol. Campuran metanol-MTBE ini dapat membentuk sistem azeotrop. Pelaksanaan pemisahan campuran metanol-MTBE sangat penting karena metanol bersifat higroskopis yang dapat mengganggu penyalaan mesin dan menyebabkan kenaikan bilangan oktan menjadi tidak optimum. Selain itu, metanol juga mempunyai sifat racun dan mudah terbakar, serta dapat berakibat buruk bila dibuang sebagai limbah. Penggunaan teknik pervaporasi untuk melaksanakan proses pemisahan campuran metanol-MTBE sangat menguntungkan bila dibandingkan dengan menggunakan caracara pemisahan konvensional. Hal ini terutama disebabkan oleh kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, prosesnya cukup sederhana, hemat energi dan hemat ruang. Oleh sebab itu, sistem membran (pervaporasi) ini memiliki kemungkinan pengembangan yang sangat baik di masa yang akan datang. Proses pemisahan dengan pervaporasi terjadi berdasarkan mekanisme ‘solutiondiffusion’. Menurut mekanisme ini, pemisahan berlangsung dalam tiga tahap berturutturut, yaitu sorpsi, diffusi, dan desorpsi. Tahap yang paling penting adalah tahap sorpsi dan diffusi, karena dari tahap ini dapat dilihat unjuk kerja dari membran yang digunakan. Dalam penelitian ini akan dipelajari teknik pembuatan membran serta pengamatan karakteristik membran yang digunakan untuk pemisahan campuran metanolMTBE dengan teknik pervaporasi pada beberapa variasi temperatur dan konsentrasi umpan, dengan mengamati fluks dan selektivitas metanol. 2. Tinjauan Pustaka Membran adalah suatu bahan berupa lapisan tipis semipermeabel yang berfungsi sebagai dinding pemisah dua fluida dengan konsentrasi, tekanan, temperatur atau potensial yang berbeda, dimana solut dan/ atau pelarutnya cenderung berpindah untuk mencapai keadaan seimbang. Proses pemisahan yang terjadi di dalam membran disebabkan karena membran memiliki kemampuan untuk melewatkan satu komponen campuran umpan lebih besar daripada komponen umpan lain. Karakteristik suatu membran ditentukan oleh sifat-sifat materi pembentuknya, yaitu polimer. Membran yang digunakan pada pervaporasi adalah membran tak berpori. Kriteria pemilihan ini didasarkan atas mekanisme pemisahan yang terjadi, yaitu berdasarkan pada perbedaan kelarutan dan diffusivitas. Pervaporasi merupakan suatu proses pemisahan campuran cairan yang menggunakan membran sebagai media pemisahnya, dimana campuran umpan dikontakkan dengan membran pada sisi upstream dan produknya diambil dalam bentuk uap pada sisi downstream. Daya penggerak yang menyebabkan terjadinya pemisahan adalah adanya perbedaan potensial kimia pada kedua sisi membran yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan pada kedua sisi membran tersebut. Dalam hal ini tekanan downstream (sisi permeat) dibuat serendah mungkin, di bawah tekanan penjenuhan komponen dalam umpan yang akan dipisahkan, dengan menggunakan pompa vakum atau gas pembawa (carrier gas). Berdasarkan mekanisme Solution-Diffusion, perpindahan massa dalam proses pervaporasi terjadi melalui tiga tahap, yaitu pengambilan secara selektif (sorpsi) salah satu komponen dari campuran umpan pada sisi umpan (upstream), perpindahan (diffusi) secara selektif melalui membran dan penguapan (desorpsi) pada sisi permeat (downstream). Kinerja membran yang dipakai dalam proses pervaporasi, dinyatakan dalam fluks dan selektivitas yang dirumuskan sebagai berikut : Kelompok B.78.3.14
3 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
J1p =
m .ω1p A.t
(1)
dimana,
J1p = Fluks metanol dalam permeat, gram/(m2.menit) m = massa permeat, gram
ω1p = fraksi berat metanol dalam permeat
A = luas penampang membran, m2 T = waktu, menit dan
ω1 ω 2 permeat α= ω1 ω 2 umpan
(2)
dimana, α = selektivitas terhadap metanol ω1 = fraksi berat metanol ω2 = fraksi berat MTBE
3. Pelaksanaan Percobaan 3.1 Pembuatan Membran Pembuatan membran yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik presipitasi dengan penguapan pelarut (evaporasi). Langkah-langkah pembuatan membran adalah sebagai berikut : 1. Ditimbang masing-masing dua puluh gram CA1, CA2, dan campuran CA2 – CAB dalam berbagai komposisi 2. Ketiga macam bahan membran tersebut, dilarutkan dalam 80 gram pelarut Dimethylformamide (DMF). 3. Larutan diaduk selama 1 jam dengan menggunakan pengaduk magnetik. 4. Larutan polimer disimpan dalam lemari es selama 24 jam, untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama proses pengadukan. 5. Larutan polimer dituangkan ke atas pelat kaca dan dibiarkan mengering dalam desikator. Presipitat yang dihasilkan adalah membran yang akan digunakan pada percobaan pervaporasi. Ketebalan membran diukur. 3.2 Rangkaian Alat Percobaan 5 2 6
3 1 5
7
4
5 10
5 8
5 5
9
6
7
Kelompok B.78.3.14
4 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Keterangan gambar : 1. Modul pervaporasi 2. Pengaduk 3. Larutan umpan 4. Pressure gauge 5. Kerangan vakum
6. Penampung permeat 7. Nitrogen cair 8. Tabung pengaman 9. Silika gel 10. Pompa vakum
3.3 Percobaan Pervaporasi
Setelah membran dipasang pada modul, dan rangkaian alat dipasang seperti pada gambar di atas, kondisi vakum pada sisi downstream dioperasikan dengan menjalankan pompa vakum, sedangkan sisi upstream dijaga pada tekanan atmosferik. Setelah kondisi tersebut tercapai, umpan dimasukkan ke dalam modul pervaporasi sampai mencapai keadaan tunak dan temperatur operasi dijaga konstan. Setelah tunak, pada tiap selang waktu tertentu, permeat yang tertampung ditimbang beratnya dan dianalisis konsentrasinya menggunakan kromatografi gas. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan komposisi campuran umpan, temperatur umpan serta jenis membran yang digunakan. Variasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : • Empat variasi komposisi umpan, yaitu 10%-w MeOH, 30%-w MeOH, 55%-w MeOH dan 75%-w MeOH. • Empat variasi temperatur umpan, yaitu 27oC, 35oC, 40oC, dan 45oC. • Tiga variasi jenis membran, yaitu membran CA1 (Mav=61000), membran CA2 (Mav=30000) dan membran Ca2-CAB blending (CAB = 5%-w). 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karakteristik Jenis Membran Struktur polimer membran sangat mempengaruhi kinerja proses pemisahan menggunakan membran tidak berpori (dense). Membran CAB memiliki struktur yang terbentuk dari monomer-monomer yang memiliki gugus-gugus luar yang besar. Efek sterik yang disebabkan gugus-gugus yang besar ini memperluas rongga molekul polimer. Dengan demikian, walaupun memiliki struktur molekul yang lebih kaku akibat interaksi gugus yang kuat, membran masih dapat dilalui oleh penetran. Sedangkan membran CA, terbentuk dari monomer-monomer dengan gugusgugus luar yang lebih sederhana, dan memiliki gugus hidroksil (OH) yang lebih banyak sehingga menyebabkan adanya ikatan hidrogen yang besar di dalam struktur molekulnya. Struktur ini menyebabkan membran CA memiliki fraksi volume yang lebih kecil. Namun, dengan memiliki gugus-gugus molekul yang lebih kecil ini, efek sterik yang dialami membran CA juga berkurang sehingga pergerakan molekul akan lebih mudah. Struktur molekul bahan polimer pembentuk membran tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini O CH2 O C
CH 2
CH3
O
O
O
O
OH
OH
O C
O
CH 3
O O
OH n
C
C 3H 7 n
Gambar 4.1. Struktur Molekul Cellulose Acetate, dan Cellulose Acetate Butyrate Kelompok B.78.3.14
5 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Selain dipengaruhi oleh struktur membran, struktur molekul penetran juga dapat mempengaruhi jumlah molekul penetran yang masuk ke dalam membran. Metanol memiliki struktur molekul yang lebih kecil dan lebih polar dibandingkan dengan struktur MTBE, sehingga metanol dapat berinteraksi lebih mudah terhadap membran. Pada gambar 4.2 dapat dilihat interaksi yang terjadi antara molekul metanol dan MTBE terhadap membran CA. Pada gambar 4.2, tampak adanya interaksi antara metanol dengan membran melalui suatu ikatan kimia. Ikatan yang terjadi akibat interaksi tersebut adalah ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini juga dimiliki oleh sesama metanol karena mempunyai gugus –OH. Jika ikatan antar penetran ini lebih lemah daripada ikatan antara penetran dengan membran, maka pemutusan ikatan antar penetran lebih mudah terjadi, dan penetran akan lebih mudah berikatan dengan membran dan selanjutnya berdifusi dalam membran. CH3 CH3
..
CH 3 O: H C
CH3 O
H
CH 3
H
H O
CH2
OH
O
H
C
H
CH3
O H
CH 2 O
C O
OH
H
H
O
H
O H
OH
O
CH3
CH2
H
O
C O
CH3
n
CH3 n
: O:
..
CH 3 O:
H
O
O H
O
O
O OH
CH3
: O:
O CH 2 O
C
CH3
C
CH3
CH3
Gambar 4.2 Ikatan Antar Molekul (Interaksi) yang terbentuk antara Metanol dan MTBE dengan Membran CA
Metanol dengan gugus –OH yang dimilikinya, dapat membentuk ikatan hidrogen baik dengan sesama metanol, dengan MTBE, serta dengan membran. Sedangkan MTBE tidak mampu berikatan hidrogen dengan sesamanya karena tidak memiliki atom H yang elektro positif. Karena itu, laju difusi metanol dalam membran CA lebih besar dibanding MTBE. Pada percobaan ini, ingin dilihat kinerja membran dari bahan-bahan polimer Cellulose Acetate, dan campuran antara Cellulose Acetate dengan Cellulose Acetate Butyrate dalam memisahkan campuran metanol – MTBE pada beberapa variasi komposisi dan temperatur umpan. Untuk bahan polimer Cellulose Acetate Butyrate, membran yang dibuat merupakan campuran dengan bahan polimer Cellulose Acetate pada beberapa variasi komposisi sehingga dihasilkan membran blending CA-CAB. Variasi komposisi CAB yang dipakai dalam campuran (blending) tersebut adalah 30%, 20%, 10%, dan 5% berat. Dari hasil percobaan ditemukan komposisi terbaik untuk pembuatan membran blending CA-CAB ini, yaitu membran dengan perbandingan CA : CAB = 95 : 5 (berat). Sedangkan untuk membran blending CA-CAB dengan komposisi CAB yang lebih besar diperoleh membran yang rapuh/ getas. Kelompok B.78.3.14
6 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Percobaan pervaporasi dilakukan dengan menggunakan pompa vakum yang menghasilkan tekanan downstream tetap sekitar 0,5 mbar, dimana pada kondisi ini, permeat yang melewati membran baik metanol maupun MTBE akan berada pada kondisi uap. Pada gambar 4.3 sampai 4.5 diperlihatkan harga fluks metanol yang dihasilkan oleh membran CA1, membran CA2–CAB (blending), dan membran CA2. Dari gambargambar tersebut secara umum dapat dilihat bahwa harga fluks yang dihasilkan oleh membran CA2–CAB (blending) lebih tinggi dibandingkan harga fluks yang dihasilkan oleh membran CA1. Sedangkan fluks yang dihasilkan membran CA2 berada di atas harga keduanya. 3500 T1
Fluks Metanol (g/mnt.m 2)
3000 2500
T2
2000 1500
T3
1000 500
T4
0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat M eOH dalam Umpan
Gambar 4.3. Fluks Metanol sebagai Fungsi Fraksi Berat Me-OH dalam Umpan pada Membran CA1
Fluks Metanol (g/mnt.m 2)
1200 T1
1000 800
T2
600 T3
400 200
T4
0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat MeOH dalam Umpan
Gambar 4.4. Fluks Metanol sebagai Fungsi Fraksi Berat Me-OH dalam Umpan pada Membran CA2–CAB (blending)
catatan :
T1 = 27 oC T2 = 35 oC
T3 = 40 oC T4 = 45 oC Kelompok B.78.3.14
7 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Fluks Metanol (g/mnt.m2)
1400 CA1
1200 1000 800
CA2 CAB
600 400
CA2
200 0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat M eOH dalam Umpan
Gambar 4.8. Fluks Metanol sebagai Fungsi Fraksi Berat Me-OH dalam Umpan pada suhu 27 oC
Hal ini disebabkan karena membran CA1 yang memiliki bobot molekul rata-rata 61.000 memiliki struktur membran yang lebih rapat dibanding membran CA2 yang memiliki bobot molekul rata-rata 30.000, karena tingginya derajat polimerisasi yang dimiliki sehingga pergerakan molekul penetran di dalam membran CA1 berjalan lebih lambat dan lebih sulit dibanding di dalam membran CA2. Sedangkan struktur pada membran blending CA2-CAB tidak terjadi ikatan kimia yang kuat antara keduanya Kalaupun terbentuk sebuah ikatan, kemungkinan ikatan tersebut adalah ikatan hidrogen yang sangat lemah. Adanya molekul polimer CAB pada membran CA2–CAB blending menimbulkan rintangan yang cukup besar bagi molekul penetran karena kekakuan dan efek sterik dari gugus-gugus luar yang besar yang dimiliki oleh molekul CAB. Secara umum, hasil percobaan memperlihatkan bahwa untuk fraksi metanol yang rendah, fluks yang dihasilkan oleh membran CA2–CAB blending lebih tinggi dibanding harga fluks yang dihasilkan oleh membran CA1. Namun, untuk fraksi metanol yang tinggi, terjadi sebaliknya. Membran CAB, yang memiliki struktur molekul yang lebih besar dan lebih kaku dari membran CA, mempunyai besar fraksi volume bebas (free volume) yang relatif stabil, sehingga peningkatan fluks naik secara stabil juga dengan meningkatnya fraksi metanol dalam campuran umpan. Sedangkan membran CA, yang memiliki fleksibilitas ikatan rantai yang lebih tinggi dari CAB, dapat mengalami “swelling” yang lebih besar dengan semakin tingginya fraksi metanol dalam campuran umpan. Dengan demikian, “swelling” yang dialami membran CA1 lebih besar daripada “swelling” CA2 dalam membran CA2–CAB blending, karena adanya molekul polimer CAB yang membatasi peristiwa penggembungan molekul polimer CA2. Harga fluks yang ditampilkan pada gambar-gambar tersebut merupakan harga rata-rata fluks metanol yang melewati membran selama selang waktu pengamatan 2-3 jam setelah membran mencapai kondisi stabil. Untuk selektivitas terhadap metanol (α), dari percobaan diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada gambar 4.6 sampai gambar 4.8. Seperti halnya fluks metanol, harga selektivitas juga merupakan rata-rata dari perhitungan selektivitas tiap selang waktu pengamatan permeat. Pengambilan harga rata-rata ini didasarkan atas perbandingan harga persen berat metanol dalam fasa permeat terhadap persen berat metanol dalam fasa Kelompok B.78.3.14
8 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
umpan, yang relatif stabil untuk tiap selang waktu pengamatan yang dilakukan. Pada akhir bab ini dapat dilihat tabel perbandingan persen berat metanol dalam fasa permeat terhadap persen berat metanol dalam fasa umpan pada tiap selang waktu pengamatan untuk setiap variasi komposisi dan temperatur umpan yang dilakukan. Secara umum, selektivitas yang dihasilkan oleh membran CA1 lebih tinggi dari selektivitas membran CA2–CAB blending. Walaupun pada membran CA2–CAB blending terdapat molekul polimer CAB yang memiliki kekakuan dan ukuran yang besar, namun pengaruh perbedaan kerapatan dari membran CA1 dan CA2 lebih besar, karena besarnya persentase kandungan CA2 dalam membran CA2–CAB blending. Namun, dibandingkan dengan membran CA2, selektivitas yang dihasilkan oleh membran CA2–CAB blending lebih tinggi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa adanya molekul CAB pada CA2–CAB blending memberikan efek sterik rintangan yang cukup besar bagi molekul penetran untuk berpenetrasi ke dalam membran, sehingga peristiwa sorpsi yang terjadi pada membran CA2–CAB blending berlangsung lebih selektif.
250
T1
Selektivitas (α )
200
150
T2
100
T3
50
T4 0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat M eOH dalam Umpan
Gambar 4.6 Selektivitas terhadap Metanol (α) sebagai Fungsi Fraksi Berat Metanol dalam Umpan pada Membran CA1
180 160
T1
Selektivitas ( )
140 120
T2
100 80
T3
60 40
T4
20 0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat MeOH dalam Umpan
Kelompok B.78.3.14
9 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Gambar 4.7 Selektivitas terhadap Metanol (α)sebagai Fungsi Fraksi Berat Metanol dalam Umpan pada Membran CA2-CAB
250 CA1
Selektivitas (
)
200 150
CA2 CAB
100
CA2
50 0 0
20
40
60
80
100
Persen Berat M eOH dalam Um pan
Gambar 4.8 Selektivitas terhadap Metanol (α)sebagai Fungsi Fraksi Berat Metanol dalam Umpan pada Membran CA2
4.2 Pengaruh Komposisi Umpan Hasil yang diperoleh dari percobaan menunjukkan bahwa dengan bertambahnya fraksi berat metanol dalam campuran umpan akan menaikkan perolehan fluks permeat dan menurunkan selektivitas terhadap metanol. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi metanol dalam campuran umpan akan menaikkan derajat penggembungan (swelling) pada membran, yang mengakibatkan molekul-molekul metanol maupun MTBE lebih mudah untuk berpenetrasi ke dalam membran. 4.3 Pengaruh Temperatur Umpan Kenaikan temperatur menyebabkan aktivitas metanol semakin meningkat. Aktivitas yang semakin meningkat ini menyebabkan difusi metanol di dalam membran dapat melalui struktur rantai polimer membran. Hal ini mengakibatkan fraksi volume bebas (free volume) di dalam membran menjadi lebih besar karena pergerakan gugusgugus molekul yang semakin besar. Pada umumnya, kenaikan temperatur umpan akan menaikkan fluks dan menurunkan selektivitas terhadap metanol. Selain meningkatkan aktivitas metanol, kenaikan temperatur juga akan meningkatkan aktivitas MTBE dan derajat penggembungan molekul polimer membran. Sehingga akibat dari kenaikan temperatur ini, selain meningkatkan fluks permeat, juga akan menurunkan selektivitas membran terhadap metanol. Di samping kedua hal di atas, kenaikan temperatur juga berpengaruh terhadap komposisi umpan dalam modul pervaporasi. Akibat kenaikan temperatur, maka komposisi umpan sulit untuk dikontrol agar tetap pada komposisinya. Hal ini disebabkan karena rendahnya titik didih MTBE sehingga MTBE lebih mudah menguap jika dibandingkan dengan metanol, sehingga konsentrasi metanol dalam campuran umpan akan meningkat. Kelompok B.78.3.14
10 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
Peningkatan konsentrasi metanol dalam campuran umpan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya akan menaikkan derajat penggembungan membran yang memungkinkan banyaknya molekul MTBE yang ikut berpenetrasi ke dalam membran. 5. Kesimpulan
Fluks metanol yang dihasilkan oleh membran CA lebih besar dari fluks yang dihasilkan oleh membran blending CA-CAB, disebabkan karena struktur molekul dari membran CA yang memiliki fleksibilitas tinggi dan efek sterik yang ditimbulkan oleh gugus-gugus luar yang besar yang dimiliki oleh membran CAB. Namun, efek sterik dan kekakuan dari struktur molekul CAB ini menyebabkan membran blending CA-CAB memiliki harga selektivitas terhadap metanol yang lebih tinggi dibanding membran CA. Berat molekul rata-rata membran mempengaruhi kerapatan struktur membran yang dibentuk. Membran CA2 yang memiliki Mav lebih rendah dari membran CA1, menghasilkan fluks metanol yang lebih tinggi dan selektivitas lebih rendah. Peningkatan temperatur dan komposisi umpan, menyebabkan swelling atau pembengkakan polimer semakin besar. Hal ini menyebabkan fluks metanol meningkat tetapi selektivitas membran menjadi lebih berkurang.
Daftar Pustaka
1. Brandrup, J., E. H. Immergut, Polymer Handbook, second edition, John Wiley & Sons, New York, 1975. 2. Dietrich Brann, Harald Cherdon and Werner Kern, Techniques of Polymer Synthesis and Characterization, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1972. 3. Doghieri, F., A. Nardella, G. C. Sarti, and Valentini, Pervaporation of Metanol – MTBE Mixtures through Modified Poly-(phenylene oxide) Membranes, Journal of Membrane Science, 91, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1994, hal. 283-291. 4. Ho, W. S. Winston, et. al., Membrane Handbook, Van Nostrand Reinhold, New York, 1992. 5. Huang, R. Y. M., Pervaporation Membrane Separation Processes, Elsevier Science Publishere B. V., Amsterdam, 1991. 6. Marin, M., K. Kalantzi and H. Gilbert, Pervaporation Process : Membrane Conditioning and Experimental Mass Transfer Analysis, Journal of Membrane Science, 74, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1992. 7. Mulder, Murcel, Basics Principles of Membrane Technology, Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, 1991. 8. Mulder, Murcel, Pervaporation : Separation of Ethanol – Water and Isomeric Xylenes, Thesis, Univ. of Twente, Netherland, 1984. 9. Piccarolo, S. and G. Titomahilo, Thermodinamics Behavior of Single Polymer – Binary Solvent Systems. Qualitative Comparison with Solubility Parameter Approach, Industrial Engineering Chemical Products, Journal of Membrane Science, 22, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1983.
Kelompok B.78.3.14
11 Karakterisasi Membran Pada Pemisahan Campuran MTBE - Metanol dengan Teknik Pervaporasi
10. Rauntenbach, R. and F. P. Helmus, Some Considerations on Mass Transfer Resistances In Solution-Diffusion Type Membrane Process, Journal of Membrane Science, 87, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1994. 11. Rauntenbach, R.and R. Albrecht, Separation of Organic Binary Mixtures by Pervaporation, Journal of Membrane Science, 7, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1980. 12. Tuwiner, Sidney B., Diffusion and Membrane Technology, Reinhold Publishing Corporation, New York, 1962. 13. Van Krevelen, Properties of Polymers, 2nd. Ed., Elsevier Science Publisher, Neteherland, 1976. 14. Zhou, Ming, Michel Persin and Jean Sarrazin, Methanol Removal from Organic Mixtures by Pervaporation using Polypyyrole Membranes, Journal of Membrane Science, 117, Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam, 1996.
Kelompok B.78.3.14