KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT 1)
Putri Kusuma Ningtyas – 2206100144 1) Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-6011 Email :
[email protected] Abstract - Lintasan gelombang radio sangat mempengaruhi kualitas sinyal di penerima, begitu juga dengan bentuk permukaan bumi dan adanya obstacle. Fenomena fading terjadi dikarenakan sinyal yang dikirim mengalami refleksi, refraksi, difraksi, dan scattering. Karena propagasi tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, untuk itu pada penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana karakteristik propagasi kanal VHF yang meliputi fading dan redaman propagasi untuk link darat-darat dan darat-laut serta mengetahui pengaruh kecepatan angin pada level daya di penerima. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa satu Antena Mobile VHF merk Larsen PO-150 yang terhubung dengan Transceiver Kenwood TM-241A bergantian dengan Transceiver Alinco DR135T sebagai pemancar dan satu antena Groundplane Gazden T2M terhubung dengan Spectrum Analyzer (SA). Untuk menentukan posisi dan jarak pengukuran digunakan GPS BU-353 dibagian pemancar yang dihubungkan dengan laptop. Frekuensi kerja berada dalam band maritim yaitu: 156,7625-156,8375 MHz (marabahaya dan panggilan) dan 156,8375-174 MHz. Dari hasil pengukuran, tetapan propagasi yang didapat dari pengukuran daerah Surabaya: n=3.312 (pagi), 3.248 (sore), dan 3.473 (malam). Sedangkan untuk pengukuran dilaut Rembang: n=1.5 (malam). Tetapan redaman yang didapatkan di Surabaya lebih besar dibandingkan tetapan redaman di Rembang. Kemudian didapatkan bahwa kecepatan angin tidak berpengaruh terhadap level daya di penerima. Kata Kunci : pengukuran VHF,propagasi, komunikasi radio. 1. PENDAHULUAN Komunikasi radio merupakan suatu bentuk komunikasi yang memanfaatkan gelombang radio dimana kualitas penerimaan sinyalnya sangat tergantung pada lintasan yang dipengaruhi oleh struktur-struktur permukaan bumi. Dalam komunikasi radio, konfigurasi dari ketidakteraturan permukaan tanah yang alamiah, macammacam bentuk struktur bangunan, perubahan cuaca, pepohonan dan kondisi sinyal yang diterima ketika unit mobil/kapal pemancar bergerak semuanya akan dapat menimbulkan rugi-rugi propagasi yang dapat mengurangi kekuatan sinyal pada unit penerima. Propagasi gelombang radio dapat menimbulkan lintasan jamak atau disebut multipath. Terjadinya multipath ini karena adanya refraksi, difraksi, refleksi dan scattering. Karena adanya lintasan jamak tersebut sinyal informasi yang dikirimkan dari transmitter akan diterima oleh receiver secara berulang – ulang dengan level daya dan waktu yang berbeda. Untuk mendukung penelitian ini dapat ditelusuri beberapa penelitian / tugas akhir sebelumnya mengenai pengukuran karakteristik propagasi yaitu telah dilakukan oleh Yosi Herlina dengan judul Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal VHF untuk Komunikasi pada Band Maritim. Pada Tugas Akhir tersebut parameter yang diteliti adalah fading, redaman dan tetapan redaman [1]. Agar dapat mengetahui karakteristik dan pemodelan kanal suatu lokasi diperlukan metode pengukuran karakteristik kanal radio. Karena itulah dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan pengukuran karasteristik propagasi yang meliputi fading dan redaman propagasi dalam domain frekuensi VHF lebih spesifik lagi menggunakan frekuensi pada band maritim (156.8 – 174 MHz). Agar berbeda dari penelitian sebelumnya, maka penelitian kali ini ditambahkan
parameter kecepatan angin dan melihat hubungannya dengan level daya di penerima. Apakah bentukan ombak air laut yang dipengaruhi oleh kecepatan angin cukup berpengaruh dalam penerimaan daya di Base Station (BS). 2. TEORI PENUNJANG 2.1
Karakteristik Gelombang VHF Kanal VHF pada gelombang radio mempunyai karakteristik yakni, bekerja pada frekuensi 30-300 MHz dengan panjang gelombang 10-1 m. Komunikasi VHF dibagi menjadi 2, yaitu VHF rendah dan VHF tinggi. VHF rendah adalah komunikasi yang menggunakan frekuensi 3050 MHz, dan dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer pada ketinggian 60-600 km di atas permukaan bumi. Sedangkan VHF tinggi menggunakan frekuensi 50-300 MHz. 2.2
Mekanisme Dasar Propagasi Pada propagasi terdapat 4 mekanisme dasar yaitu refleksi (pemantulan), refraksi (pembiasan), difraksi, dan scattering (penghamburan), yang nantinya akan menyebabkan terjadinya multipath fading yang dapat menimbulkan perlambatan waktu, peredaman amplitudo dan pergeseran fasa. 2.3
Standard dan Regulasi Alokasi Frekuensi VHF Penggunaan alokasi frekuensi gelombang radio di Indonesia diatur oleh pemerintah dalam perundangundangan, yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia, yaitu antara 156,7625-156,8375 MHz (marabahaya dan panggilan) dan 156,8375-174 MHz [2].
2.4 Karakteristik Propagasi Gelombang Radio 2.4.1 Fading Fading merupakan suatu fenomena fluktuasi atau penurunan daya sinyal terima akibat adanya proses propagasi dari gelombang radio berupa level daya terima sebagai fungsi waktu. Terjadinya fading bisa disebabkan oleh [3]: • Pengaruh mekanisme propagasi terhadap gelombang radio, berupa refleksi, refraksi, difraksi, dan scattering. • Adanya interferensi gelombang multipath yang memiliki amplitudo dan fasa yang berbeda-beda. • Pergerakan user menyebabkan variasi sinyal dalam domain waktu. Multipath (lintasan jamak) merupakan hal yang seharusnya dihindari dalam sistem komunikasi wireless, hal ini dikarenakan dapat memberikan kerugian dalam sistem transmisi. Adanya lintasan jamak tersebut akan mengakibatkan sinyal informasi yang dikirim dari Transmitter (Tx) ke Receiver (Rx) akan diterima berulang kali dengan level daya yang berbeda-beda dan dengan jeda waktu yang berbeda pula.
3. PERALATAN DAN METODE PENGUKURAN 3.1
Konfigurasi Rangkaian Pengukuran Rangkaian pengukuran karakteristik propagasi dapat digambarkan berikut ini:
Gambar 2. Konfigurasi Rangkaian Pengukuran
3.2
10 log/
(2. 1)
Dimana : PL(dB) = Pathloss rata-rata propagasi (dB) n = Tetapan propagasi d = Jarak antara pemancar dan penerima (km) d0 = Jarak referensi (km) Tetapan redaman propagasi n merupakan parameter yang mengkarakterisasi lingkungan dari sistem komunikasi radio. Oleh karena itu, tipe ruangan yang berbeda memiliki nilai n yang berbeda. Beberapa contoh nilai tetapan redaman propagasi berdasarkan lingkungan pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 1 [6]. Tabel 1. Tetapan Redaman Propagasi [6].
Tipe Lingkungan Free Space Urban area celluler radio Shadowed urban area celluler radio In building line of sight
Deskripsi Lingkungan Radio mobile
(a)
Gambar 1. Multipath
2.4.2 Redaman Propagasi Redaman propagasi merupakan selisih antara daya yang dipancarkan dengan daya yang diterima [4]. Besarnya redaman propagasi dipengaruhi oleh: • Jarak antara pemancar dan penerima • Objek yang dapat menghalangi lintasan perambatan gelombang Dalam ruang bebas, redaman propagasi disebabkan oleh penyebaran energi yang diradiasikan oleh antena isotropis dan diterima oleh antena isotropis [5]. Redaman (path loss) diekspresikan sebagai fungsi jarak dengan menggunakan tetapan redaman propagasi (n). Secara umum path loss dirumuskan [6]:
n 2 2.7 to 3.5 3 to 5 1.6 to 1.8
4 to 6 2 to 3
Obstructed in building Obstructed in factories
(b)
Gambar 3. Deskripsi lingkungan radio mobile (a) di daerah Surabaya(Urban) [1], (b) di Laut Rembang.
3.3
Perencanaan Pengukuran Langkah–langkah dalam melakukan pengukuran propagasi adalah: 1. Penentuan lokasi dan route pengukuran a. Pengukuran karakteristik propagasi untuk link daratdarat dilakukan di Surabaya dengan Base Station (BS) di ruang B.406 dan Mobile Station (MS) yang bergerak menjauh. b. Pengukuran karakteristik propagasi untuk link daratlaut dilakukan di Rembang, Jawa Tengah. Sama dengan saat pengukuran darat-darat, rute pengukuran berjalan menjauhi BS. 2. Penentuan waktu pengukuran Pengukuran di Surabaya dan Rembang direnacakan dilakukan di 3 kondisi, yakni: pagi, siang dan malam hari. 3. Penentuan durasi pengukuran Setiap pengukuran dilakukan perekaman dengan durasi kurang lebih 45 menit. 4. Mempersiapkan peralatan pengukuran Mempersiapkan peralatan pengukuran, baik hardware maupun software yang akan digunakan selama melakukan pengukuran, diantaranya: a. Melakukan kalibrasi dan normalisasi spectrum analyzer. b. Mempersiapkan Transceiver Kenwood atau Transceiver Alinco, kemudian menentukan besarnya daya pancar. c. Mempersiapkan antenna, baik antenna untuk mobile station maupun antenna base station. d. Melakukan kalibrasi network analyzer. e. Mengukur VSWR kedua antenna dengan menggunakan network analyzer.
f. Mempersiapkan software GPIB untuk merekam data level daya terima dari spectrum analyzer. g. Pembuatan program untuk mengolah data hasil pengukuran dengan menggunakan Matlab 7.0.1 untuk visualisasi data (grafik). 5. Menentukan frekuensi yang akan digunakan Nilai frekuensi yang digunakan untuk pengukuran Tugas Akhir ini adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 29/PER/ M.KOMINFO/07/2009 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia, yaitu antara 156,8375-174 MHz, sedangkan rentang frekuensi antara 156,7625156,8375 MHz tidak diperbolehkan untuk digunakan karena merupakan frekuensi marabahaya dan Panggilan Selektif Digital (Digital Selective Call). 6. Melakukan pengukuran Proses pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel data dari sinyal yang dikirim oleh pemancar dan ditangkap di BS melalui spectrum analyzer. Rute pengukuran semakin menjauhi BS di darat. Langkah-langkah prosedur yang harus dilakukan sebelum pengukuran dan saat pengukuran berlangsung adalah: a. Merangkai semua peralatan yang diperlukan di BS. b. Melakukan sinkronisasi waktu pada peralatanperalatan yang berhubungan dengan variable waktu, yakni antara komputer untuk merekam data spectrum analyzer dan laptop untuk merekam data GPS. c. Merangkai semua peralatan yang diperlukan di MS. d. Melakukan pengukuran pada program GPIB untuk merekam data dari spectrum analyzer, meliputi: range frekuensi, level akuisisi dan setting timer. e. Setelah semua peralatan siap (BS dan MS), dilakukan pengecekan sinyal dari transmitter apakah diterima oleh receiver di BS. f. Data GPS mulai direkam ketika MS mulai bergerak menjauhi BS. 3.4
Metode Pengolahan Data Setelah dilakukan pengukuran maka hasil yang didapatkan akan diolah dimana karakteristik yang akan ditentukan adalah fading, redaman dan tetapan propagasi serta tidak lupa hubungan antara kecepatan angin dengan level daya di penerima. 3.4.1
3.4.2 Redaman Langkah-langkah untuk mengolah data redaman adalah: 1. Menggunakan file .xls yang sama dalam data fading 2. Level daya terima tetap menggunakan level daya terima yang maksimum untuk tiap sampling frekuensinya. 3. Daya pancar yang digunakan oleh transceiver adalah 5 watt, dikonversikan menjadi 37 dBm. 4. Daya pancar dikurangi dengan daya terima maka akan didapatkan redaman. 5. Dengan cara yang sama seperti pengolahan data fading, maka akan didapatkan grafik redaman terhadap jarak dan redaman terhadap waktu. 3.4.3 Tetapan Redaman Propagasi Dalam menentukan tetapan propagasi, dibandingkan data jarak dalam fungsi logaritmik (10*LOG10 (d/d0)) dengan besarnya redaman yang telah didapatkan sebelumnya, sehingga dengan menggunakan regresi linear melalui Microsoft Excel, nilai tetapan propagasi dan koefisien korelasi akan diperoleh. 4. HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1 Fading 4.1.1 Pengukuran fading untuk link (Surabaya) a. Fading terhadap fungsi waktu
darat–darat
(a)
Fading Langkah-langkah untuk mengolah data fading
adalah: 1. Mengolah data .txt menjadi .xls menggunakan program Matlab 7.0.1. 2. Dalam Microsoft Excel, level daya terima diambil yang maksimum. 3. Dari data dapat dihitung waktu pengukuran tiap sekali pengambilan sample frekuensi melalui selisih waktu tiap data, kemudian dapat ditentukan waktu total pengukuran. 4. Dari perbandingan level daya terima dengan waktu pengukuran maka didapatkan grafik fading dalam fungsi waktu. Proses pengolahan untuk mendapatkan grafik menggunakan program Matlab 7.0.1. 5. Mengambil data rekaman GPS selama pengukuran. 6. Mengkonversi data rekaman yang berupa koordinat lintang dan bujur menjadi jarak dalam meter. 7. Dari perbandingan level daya terima dengan jarak maka didapatkan grafik fading dalam fungsi jarak.
(b)
(c) Gambar 4. Grafik fading terhadap waktu, Surabaya (a) pagi hari, (b) sore hari, (c) malam hari
Pengukuran fading untuk kota Surabaya didapat seperti Gambar 4, dimana level daya di penerima menurun secara fluktuatif seiring dengan semakin jauhnya jarak antara pengirim dan penerima. Dari perbandingan grafik pada Gambar 4, terlihat waktu pengukuran paling lama terjadi pada saat pagi hari yaitu ± 1600 detik. Namun level daya terimanya sangat fluktuatif, hal ini dikarenakan waktu pengambilan data bersamaan dengan jam berangkat ke kantor, sehingga terdapat banyak obstacle di jalan raya. b. Fading terhadap fungsi jarak Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada pengukuran pagi dan sore hari jarak terjauh yang dicapai sebelum mencapai noise floor (diatas -100 dBm) sama-sama ± 5 km. Sedangkan pada pengukuran malam hari mencapai jarak terjauh tanpa noise yaitu ± 6 km.
4.1.2
Pengukuran fading untuk link (Rembang) a. Fading terhadap fungsi waktu
darat–darat
Gambar 6. Grafik fading terhadap waktu, malam hari, lokasi pengukuran Rembang
Terlihat pada Gambar 6 penurunan daya di penerima cukup signifikan antara detik 0 sampai detik 100. Kemudian setelah detik 900 yang terlihat hanyalah noise floor. Level daya terima yang tidak maksimal disebabkan kesalahan frekuensi perekaman. b. Fading terhadap fungsi jarak
(a)
Gambar 7. Grafik fading terhadap jarak, malam hari, lokasi pengukuran Rembang
(b)
(c) Gambar 5. Grafik fading terhadap jarak Surabaya, (a) pagi hari, (b) siang hari, (c) malam hari
Gambar 7 memperlihatkan terjadi penurunan level daya yang sangat drastis pada jarak 0.11-0.28 km. Setelah itu level daya menurun dengan perlahan sampai dengan jarak 2.2 km. c. Fading terhadap kecepatan angin (perbandingan tak langsung) Pengukuran dilakukan selama 60 menit namun data tanpa noise hanya selama 15 menit, menyebabkan data kecepatan angin hanya terdapat 8 buah data kecepatan angin. Hal ini dikarenakan waktu persiapan untuk pengukuran di Rembang sangat sedikit, sehingga tidak sempat mempersiapkan program untuk perekaman otomatis dari anemometer digital ke laptop. Dari perbandingan secara tak langsung antara Gambar 8 dan Gambar 9, dengan waktu pengambilan data yang sama antara kecepatan angin dan level daya di penerima, terlihat bahwa kecepatan angin tidak berpengaruh pada daya terima di BS
Kecepatan Angin terhadap Waktu Pengukuran
waktu…
0.8 0.4 0
500
1000
Gambar 8. Grafik Kecepatan Angin Terhadap Waktu
Level Daya Terima saat Pengukuran Kecepatan Angin
0
500
-80
Gambar 10 ini adalah grafik yang didapatkan dari data redaman pengukuran daerah Surabaya di tiga waktu, yaitu: pagi, sore dan malam hari. Kemudian dari redaman yang sudah didapatkan dapat ditentukan nilai tetapan redaman, ini diperoleh dengan membandingkan logaritmik nilai jarak dengan nilai path loss, yang berarti bahwa nilai jarak yang didapatkan dari hasil pengukuran di ubah ke dalam bentuk logaritmik (10*log10 (d/d0)). Selanjutnya dari nilai logaritmik jarak dan nilai path loss dibuat grafik scatternya sehingga dari perbandingan tersebut akan muncul nilai tetapan redamannya untuk masing-masing lokasi pengukuran.
1000
Tetapan Redaman, Pagi hari waktu…
-105 Gambar 9. Grafik Level Daya Terima Saat Pengukuran Kecepatan Angin
4.2 Redaman Propagasi dan Tetapan Redaman 4.2.1 Pengukuran Redaman Propagasi untuk link darat – darat di Surabaya
160 120 80 40 0
Path Loss (dB)
1.2
y = 3.312x + 96.90 R² = 0.878 Path Loss Linear (Path Loss)
-1
4 9 10*Log (d/d0)
14
(a)
Tetapan Redaman, Sore hari
Path Loss (dB)
160 120 80 40 0
y = 3.248x + 81.95 R² = 0.909 path loss
0
10 10*Log (d/d0)
20
Linear (path loss)
(b)
(a)
Tetapan Redaman, Malam hari
Path Loss (dB)
160 120 80 40 0
(b)
y = 3.473x + 69.21 R² = 0.906 Path Loss Linear (Path Loss) 0
10 10*Log (d/d0)
20
(c) Gambar 11. Grafik tetapan redaman di Surabaya, (a) pagi hari, (b) sore hari, (c) malam hari
Terlihat jelas pada Gambar 11 hasil pengukuran tetapan redaman di Surabaya adalah 3.312 (pagi), 3.248 (sore), 3.473 (malam). Dari nilai yang didapatkan tetapan redaman yang paling besar untuk pengukuran di daerah Surabaya adalah saat malam hari, yaitu 3.473. Seluruh nilai tetapan yang didapat dalam pengukuran ini telah sesuai dengan teori yang ada pada Tabel 1. Surabaya termasuk pada daerah urban area celluler radio dengan nilai tetapan redaman n= 2.7-3.5 (c) Gambar 10. Grafik redaman terhadap jarak di Surabaya, (a) pagi hari, (b) sore hari, (c) malam hari
4.2.2
Pengukuran redaman Propagasi untuk link darat– laut di Rembang DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4] Gambar 12. Grafik redaman terhadap jarak di Rembang, waktu pengukuran malam hari
[5] Kemudian nilai redaman yang didapatkan dicari tetapan redamannya melalui regresi linier dari Microsoft Excel. Hasilnya sebagai berikut: 5. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan mengenai karakteristik propagasi gelombang radio untuk link darat-darat (daerah Surabaya) dan untuk link darat-laut (Laut Rembang), maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada Tugas akhir ini, telah dilakukan pengukuran karakteristik propagasi untuk link darat-darat yaitu di daerah Surabaya, dan untuk link darat-laut tepatnya di laut Rembang Jawa Tengah dengan menggunakan frekuensi band maritim untuk kanal VHF. 2. Hasil pengukuran dalam tugas akhir ini berupa: fading, tetapan redaman propagasi, serta perbandingan secara tidak langsung antara kecepatan angin dan level daya di penerima. 3. Untuk pengukuran karakteristik propagasi di daerah Rembang hanya didapatkan satu data saja saat pengukuran malam hari. Nilai tetapan propagasi di Rembang: n=1.5 (malam). Nilai tersebut masih kurang dari nilai tetapan redaman propagasi pada free space, yaitu n=2. 4. Sedangkan di kota Surabaya, nilai tetapan yang didapatkan n=3.312 (pagi), 3.248 (siang), dan 3.473 (malam). Hal ini menunjukkan bahwa sinyal yang dikirimkan banyak mengalami peredaman saat kondisi malam hari. 5. Tetapan redaman hasil pengukuran dibandingkan dengan tetapan redaman secara teoritis didapatkan bahwa untuk daerah urban nilai tetapan redaman yang didapatkan berada dalam range nilai tetapan secara teoritis: 3-5, dimana hasil pengukuran: 3.248-3.473. 6. Antara kedua daerah (Rembang dan Surabaya) jarak tempuh tangkapan sinyal yang paling jauh adalah daerah Surabaya yaitu 6.56 km. Seharusnya jarak paling jauh didapatkan saat pengukuran darat-laut karena tidak ada obstacle yang dapat mengganggu level daya penerima. Hal ini dikarenakan kesalahan perekaman data saat pengukuran darat-laut. Frekuensi yang direkam bukan frekuensi dimana level daya yang diterima merupakan puncaknya. 7. Level daya di penerima tidak dipengaruhi oleh kecepatan angin. Karena saat kecepatan angin naik kemudian turun kembali, level daya yang diterima tetap mengalami penurunan, sesuai dengan lama pengambilan data yang bergerak semakin menjauhi BS.
[6]
Herlina, Y, “Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal VHF untuk Komunikasi pada Band Maritim”, Tugas Akhir Jur. Elektro ITS, 2008. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, Nomor : 29/PER/M.KOMINFO/07/2009, tentang “Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia”, Jakarta, 2009. Mufti, Nachwan Adriansyah, ST, "Pendahuluan Propagasi Gelombang EM”, Modul 1 Propagasi Gelombang EM, April 2004. Mufti, Nachwan Adriansyah, ST, “Prediksi Redaman Propagasi”, Modul 7 Sistem Komunikasi Bergerak April 2004. Modul Antena dan Propagasi Gelombang Radio. Praktikum Jaringan Nirkabel. Program Teknisi Jardiknas. T. S. Rappaport, “Wireless Communication Principle and Practice”, IEEE Press, 1996.
RIWAYAT PENULIS
Penulis bernama lengkap Putri Kusuma Ningtyas. Dilahirkan pada 5 Oktober 1988 di kota Sidoarjo dan anak kedua dari tiga bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Surabaya, penulis melanjutkan kuliahnya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya jurusan Teknik Elektro. Kemudian memilih bidang studi Telekomunikasi Multimedia.