KAPITA SELEKTA MATERI MATA KULIAH MANAJEMEN PEMERINTAH DAERAH DAN KOTA Zainal Muttaqin, S.IP KOMPILASI MATERI SEBAGAI BAHAN BELAJAR MAHASISWA MATA KULIAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH DAN KOTA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA (SEMESTER V) STIA BANTEN
STIA BANTEN PANDEGLANG - BANTEN 1/1/2011
DAFTAR MENU …… 1
2
3
4 5
6
7 8
9 10 11
12 13
PROLOGUE PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA a. Areal and Capital Division of Power b. Negara Federal dan Negara Kesatuan TIPOLOGI DAN AMALGAMASI PEMERINTAHAN DAERAH c. Fused, Dual, and Split Model Hierarchy d. Perfectoral and Fungsional e. Aneksasi, Merger, dan Redivisi PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA f. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom g. Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (Madebewind) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAN BIROKRASI DAERAH KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH a. Proses Penyusunan Perda b. Teknis Materi Perda c. Stakeholder KEUANGAN DAERAH d. Sumber Keuangan Daerah e. Instrumen Keuangan Daerah f. Transparansi dan Akuntabilitas KEPEGAWAIAN DAERAH PARTISIPASI PUBLIK a. Bentuk-Bentuk Partisipasi Publik b. Pengaruh Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemda MANAJEMEN STRATEJIK DAERAH PEMERINTAHAN KOTA PERBANDINGAN PEMERINTAHAN DAERAH BERBAGAI NEGARA a. Variabel Perbandingan b. Perbandingan Pemda Berbagai Negara KAPITA SELEKTA DAN KASUS-KASUS PEMERINTAHAN DAERAH BIBLIOGRAFI (DAFTAR PUSTAKA)
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PROLOGUE Judulnya memang Kapita Selekta. Kurang lebih berarti pilihan-pilihan pokok dari mata kuliah yang diajarkan. Kompilasi ini—barangkali istilah yang lebih tepat—memuat berbagai cuplikan dari sekian banyak beban Mata Kuliah Manajemen Pemerintahan Daerah (dan Kota), kemudian disingkat MPDK. MPDK menjadi satu subjek yang memiliki begitu banyak sub-bahasan yang luas yang masing-masing dapat menjadi mata kuliah tersendiri. Sehingga terkadang, sulit untuk dapat menghindari adanya kesilapan dalam menyampaikan materi-materi yang berkaitan. Baik itu di kelas maupun dalam kompilasi ini. Teristimewa untuk kesilapan tersebut, penyusun berharap agar tidak saja maklum, namun masukan hingga kritik agar proses ke depan dapat menjadi lebih baik dan bermakna. Sebagai kompilasi, tentu saja ‘kitab’ ini mesti didampingi dengan berbagai sumber utama dari setiap topic untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap. Di bagian akhir (bibliografi), daftar referensi dan bacaaan dapat dirujuk sebagai permulaan melengkapi bacaan. Seperti judulnya, ‘kitab’ mungil ini memuat materi-materi tentang manajemen pemerintahan daerah (dan kota). Diantaranya dimulai dengan konsep pembagian kekuasaan dan tipologi pemerintahan daerah sebagai pondasi memahami pemerintahan daerah di Indonesia yang menjadi pokok bahasan utama. Diantara aspek-aspek yang didiskusikan dalam kelas dan ‘kitab’ ini yang berkaitan dengan manajemen pemda adalah kebijakan daerah (yang langsung menyorot ke peraturan daerah), keuangan, kepegawaian, serta, (mekanisme) partisipasi public di daerah. Menjelang akhir, mata kuliah ini berupaya untuk memperdalam secara khusus mengenai pemerintahan kota. Hingga ujungnya, diperkenalkan secara sangat ringkas (sebagai perkenalan) beberapa konsep dan praktek pemerintahan daerah di beberapa negara lainnya untuk bahan perbandingan. Penyusun berharap dapat menyajikan lebih banyak pilihan topic yang relevan dan kasus-kasus pada ‘kitab’ sederhana ini. Agar warna tulisan yang mendorong adanya etika dan kualitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih menggigit. Semoga niat dan harapan tersebut dapat terrealisasi seiring dengan adanya masukan dan saran dari siapapun yang Allah takdirkan memegang dan membaca ‘kitab’ yang jauh dari tersusun dengan baik ini. Hanya atas campur tangan Allah Yang Maha Agung (Alhamdulillah) melalui kebaikan dan tangan-tangan pimpinan, rekan dosen, staf akademik dan jurusan di STIA Banten Pandeglang, entitas (yang sungguh penyusun malu menyebutnya sebagai karya) ini bisa hadir di hadapan sidang pembaca. Yang lebih istimewa lagi, terima kasih dihaturkan atas dorongan dari mahasiswa-mahasiswi ANe yang cerdas dan tangkas dalam proses belajar, debat, diskusi di kelas hingga pengumpulan tugas yang bernas di kelas MPDK 2010/2011. Akhirul kalimah, semoga menjadi amal yang ilmiah dan ilmu yang amaliah. Ammiin. Saran dan kritik dapat disampaikan dengan santun via zainalmuttaqin.blog.com
Nov 2010 – Jan 2011 Zain
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA a. Areal and Capital Division of Power b. Negara Federal dan Negara Kesatuan
Pembagian kekuasaan/kewenangan pemerintahan, secara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) capital division of power; dan b) areal division of power. Capital Division of Power, menggunakan cara trias politika (Montesqueu), yaitu: a. Kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang). b. Kekuasaan legislative (pembuat undang-undang). c. Kekuasaan judikatif (kekuasaan kehakiman). Areal Division of Power, yaitu pembagian kekuasaan berdasarkan: a. Desentralisasi, yaitu penyerahan kekuasaan secara legal untuk melaksanakan fungsi tertentu kepada otorita lokal. b. Dekonsentrasi, yaitu pendelegasian kekuasaan kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar kantor pusat, untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu. Konstitusi pada umumnya juga merupakan pencatatan (registrasi) pembagian kekuasaan di dalam suatu Negara. Secara visual, kekuasaan dapat dibagi dengan dua cara: d. Secara vertical, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintah. Carl J. Friedariich memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial (territorial division of power), misalnya antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian suatu negara federal. Pembagian kekuasaan ini semakin jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara Negara kesatuan, Negara federal, serta konfederasi. e. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal. Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislative, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politica atau pembagian kekuasaan (division of powers). (Budiardjo, 2008: 267) Pada kesempatan kali ini, kita hanya akan membahas mengenai pembagian kekuasaan yang pertama (vertical atau menurut tingkat) serta memperbandingkan antara konfederasi, negara kesatuan, dan Negara federal. Konfederasi. Menurut L. Oppenheim, suatu”Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh, yang untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara-negara anggota. Kekuasaanalat bersama ini sangat terbatas dan hanya menyangkut persoalan- persoalan yang ditentukan. Negara-negara yang tergabung dalam konfederasi tetap merdeka dan berdaulat. Keanggotaan suatu negara dalam suatu konfederasi tidaklah menghilangkan ataupun mengurangi kedaulatan sebagai negara. Konfederasi dibentuk karena keinginan bersama dan sukarela negara-negara peserta dengan maksud dan tujuan kepentingan politik luar negeri dan pertahanan bersama. Negara kesatuan. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Menurut C.F. Strong, Negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenanglegislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasannya kepada daerah berdasarkan hak Otonomi. Dengan demikian hakekat negara kesatuan adalah kedaulatan yang tidak terbagi. Ada 2 ciri mutlak dari negara kesatuan, yaitu adanya supremasi dari DPR pusat dan tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. dibanding dengan Konfederasi, maka negara kesatuan merupakan bentuk negara yang integritasnya paling kokoh. Negara federal Negara federal merupakan bentuk perumusan dari Konfederasi dan Negara kesatuan, merupakan penyesuaian konsep negara yang bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya dan kedaulatan negara-negara bagian. Penyelenggarankedaulatan keluar dari negara-negara bagian diserahkan sepenuhnya kepada pemerintahan Federal, sedangkan kedaulatan negara bagian dibatasi. Untuk membentuk negara federal dibutuhkan 2 syarat, yaitu: 1. Adanya perasaan sebangsa diantara kesatuan-kesatuan politik yang hendak membentuk federasi. 2. Adanya keinginan untuk mengadakan ikatan terbatas dari kesatuan-kesatuan politik Ciri negara federasi: 1. Setiap negara bagian mempunyai wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri, namun terbatas pada konstitusi federal. 2. Dalam negara federal, wewenang membentuk undang-undang,pemerintah pusat mengatur halhal tertentu dan terperinci, satu persatu dalam konstitusi federal.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
TIPOLOGI DAN AMALGAMASI PEMERINTAHAN DAERAH •
Fused, Dual, and Split Model Hierarchy • •
Perfectoral and Fungsional
Aneksasi, Merger, dan Redivisi
Menurut Leemans (1970), Various basic patterns of relationship exist between central government field administration and representative local government institutions. Bentuk-bentuknya adalah: 1. Fused model: “The central government field organization is fused with local representative institutions. This pattern may be called fused or single hierarchy model. In such a case, only one integrated organization for government and administration exist at each level, composed of central government officials and local representatives.” Perancis dan beberapa negara di Asia dan Afrika menggunakannya. Jerman juga mengacu sistem ini pada level ‘Kreis’, sehingga banyak pakar menyamakannya dengan sistem Perancis. 2. Dual model: “There are two hierarchies of decentralization: the central government field administration (…) and the representative local government institutions. Each hierarchy is composed of several levels of local government or administration, each responsible for areas of decreasing size. This pattern may be called the dual hierarchy model.” Sistem ini diwujudkan dengan menempatkan aparatus Pemerintah yang ada di Daerah mengawasi unit pemerintah daerah. Belanda dulu menerapkannya untuk Hindia Belanda dengan mengembagkan controlleur dan Assistant controleur yang bertugas mengawasi pejabat Pribumi. Saat ini sangat sulit ditemui sistem pemerintahan daerah yang murni mengembangkan ‘dual hierarchy’, kecuali instansi vertikal dari departemen sektoral yang masih dikembangkan di berbagai negara seprti di Inggris dan Perancis. Dan apabila terjadi pada wakil pemerintah, umumnya dikembangkan pada level yang berbeda sehingga dikenal sebagai ‘split model’. 3. Split model: “In what might be termed the split-hierarchy model, only central government field organizations are found on some levels of the local government and administration hierarchy, and only local representative institutions on others.” Sebenarnya hampir semua negara di dunia ini mengacu sistem ‘split’ ini dimana level teratas pemerintahan dijadikan tempat munculnya aparatus pemerintah, yang bisa dimungkinkan tidak adanya mekenisme desentralisasi. Intinya adalah: “The absence of a local representative element at the higher level”. Tipologi Pemerintahan Daerah Menurut Kewenangan 1. Sistem fungsional (functional system)--dalam rangka dekonsentrasi setiap departemen menempatkan kepala2 instansi vertikal di wil. Adm. Untuk memberikan pelayanan umum di bidangnya (sektoral) secara fungsional. Contoh: negara Anglo-saxon (Inggris, Amerika, dll.) 2. Sistem prefektur (prefectorat system)--jika wilayah nasional dibagi ke dalam fungsi2 pelayanan departmen secara terfragmentasi=sistem fungsional, sistem prefektur membagi teritori nasional dibagi ke dalam wilayah administrasi dan/atau daerah otonom dengan batas yurisdiksi yang sama dan dengan sebutan sama pula. contoh: pembagian wilayah daerah tk. I, II, dan III •
Integrated prefectoral system, contoh: Gubernur kepala wilayah dan kepala daerah, UNDANG-UNDANG 5/1974 Orba=sistem prefektoral>prefektoral terintegrasi-
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
>sentralistis, UNDANG-UNDANG 22/1999 dan UNDANG-UNDANG 32/2004 Orde Reformasi=sistem prefektoral->prefektoral tidak terintegrasi •
Unitegrated prefectoral system, contoh: bupati, perwakilan instansi vertikal
Pembagian kewenangan antara Pem. Pusat – Subnasional (Daerah) Tergantung pada karakteristik masing2 negara. Menurut Smith (Dlm Hague, Harrop & Breslin, 1993 :277), membagi kewenangan menurut 2 sistem : 1. Sistem Ganda (dual System) Pemda dijalankan secara terpisah dari Pem. Pusat/dari eksekutifnya di daerah 2. Sistem Gabungan (Fused System) Pem. Pusat dan Pemda dilaksankaan bersama-sama dalam 1 unit, dengan seorg pejabat Pemerintah yang ditunjuk utk mengawasi jalannya pemerintahan setempat AMALGAMASI Amalagamasi secara umum itu berarti penggabungan. Dalam bidang ilmu pengambilan keputusan: Amalgamasi ialah merangkum semua nilai yang didapat menjadi satu atau sejumlah kecil indeks dampak komposit. Amalgamasi disebut juga agregasi; Tujuan amalgamasi ialah untuk mempermudah pemilihan alternatif oleh pengambil keputusan. Berbagai Bentuk Amalgamasi (AF. Leemans: 1970): 1. Merger: meleburnya dua daerah otonom yang menimbulkan daerah otonom baru yang merupakan (1) percampuran dua daerah otonom yang bersangkutan; atau, (2) terdapat salah satu daerah yang bergabung keseluruhan wilayahnya dengan daerah otonom lainnya, nama daerah otonom masih ada pada salah satu, baik dahulu maupun sekarang dengan undangundang. Alasannya: the lack of economic growth can increase or even decline of the population as a result of migration to urban centres, made physical extension of the territory of such rural communes unnecessary. the tasks of rural governments did not undergo the spectacular increase of their major counterparts”. 2. Aneksasi: peleburan dua daerah otonom tanpa menimbulkan daerah otonom baru, atau adanya sebagian wilayah dari salah satu daerah otonom yang dileburkan ke dalam daerah otonom lainnya. Dasarnya cukup dengan peraturan pemerintah. 3. Redivisi Wilayah (pembagian ulang). Pemecahan atau penggabungan sub-sub wilayah dalam daerah otonom tanpa menimbulkan mengembang atau menciutnya wilayah daerah otonom yang dimaksud secara keseluruhan. Dalam provinsi di indonesia, redivisi berarti: (1) mengubah jumlah kabupaten/ kota yang ada, sehingga dengan undang-undang; atau (2) memperluas wilayah kabupaten/ kota tertentu tanpa membentuk daerah otonom baru berupa aneksasi atau merger, dimana kalau aneksasi bisa dengan undang-undang jika mengubah nama, dan atau cukup dengan pp jika tidak mengubah nama. Tetapi jika merger antar kabupaten/ kota yang ada, harus dengan undang-undang. dalam kabupaten/ kota, mengubah jumlah kecamatan atau kelurahan sehingga didasari dengan peraturan daerah.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA a. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom b. Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (Madebewind)
Dasar-dasar Pembentukan Pemerintahan Daerah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menurut pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 pemerintah daerah harus berdasar pada asas permusyawaratan atau demokrasi. Di samping itu, pemerintah daerah harus memperhatikan hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum adat. 2. Pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 lebih menunjuk pada daerah otonom untuk satuan pemerintahan di daerah, bukan daerah administrasi. 3. Dalam pembahasan BPUPKI yang dimaksud dengan daerah besar dan daerah kecil adalah daerah propinsi untuk daerah besar dan kabuten dan kota untuk daerah kecil. 4. Menurut pasal 18 dan Penjelasannya UNDANG-UNDANG DASAR 1945 diakui adanya daerah otonom, daerah administrasi, dan daerah istimewa. 5. Daerah istimewa merujuk pada daerah-daerah bekas daerah swapraja dan kesatuan masyarakat hukum pribumi yang ada pada zaman Hindia Belanda. 6. Pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 yang telah diamandemen mengakui adanya daerah yang bersifat khusus atau istimewa dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan hakhak tradisionalnya. Sejarah hubungan Pusat – Daerah, karena pengaruh Belanda diwarnai dengan 3 (tiga) ajaran rumah tangga formil, materiil dan riil. 1. Ajaran rumah tangga formil : Bahwa suatu daerah secara formil telah diberikan kekuasaan untuk berotonomi (namun batas2nya tidak jelas) 2. Ajaran rumah tangga materiil : Kekuasaan yang ditransfer diatur scr rinci dalam undang-undang (terkesan seragam dan kaku) 3. Ajaran rumah tangga riil : Kewenangan pangkal yang diberikan sesuai kemampuan daerah (dapat ditambah atau berkurang) Dengan demikian, prinsip-prinsip yang mengatur mengenai hubungan pusat dan daerah adalah: 1. Menurut UNDANG-UNDANG DASAR 1945, hubungan Pusat-Daerah adalah hubungan desentralistik yang berpegang pada permusyawaratan, pemeliharaan, dan pengembangan prinsip-prinisp pemerintahan asli, kebhinekaan, dan berdasarkan hukum. 2. Sistem rumah tangga daerah menurut UNDANG-UNDANG DASAR 1945 adalah 1) harus menjamin keikutsertaan rakyat, 2) bersifat asli, bukan sesuatu yang diserahkan oleh satuan pemerintahan tingkat lebih atas, 3) memberi tempat bagi prakarsa dan inisiatif Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, 4) berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, 5) mencerminkan hubungan desentralistik antara Pusat dan Daerah, 6) ditujukan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial, dan 7) ada tempat bagi pemerintah Pusat untuk mempengaruhi rumah tangga daerah demi menjamin pemerataan keadilan dan kesejahteraan sosial.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
3. Hubungan Pusat dan Daerah diatur dalam mekanisme hubungan di bidang otonomi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, susunan organisasi, keuangan, dan pengawasan. Di bidang otonomi Pusat menciptakan hubungan desentralistik sehingga memberi keleluasaan dan kebebasan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya berdasarkan kehendaknya. Di bidang dekonsentrasi Pusat menciptakan hubungan pengendalian pada Daerah agar tetap berada dalam koridor negara kesatuan. Di bidang tugas pembantuan Pusat memberi tugas kepada daerah sesuai dengan peraturan-peraturan perundangan dengan tanggung jawab pada Pemerintah Daerah. Di bidang susunan organisasi, pemeritahan daerah terdiri atas daerah besar (provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota dan desa) yang harus bersendikan permusyawaratan/ demokrasi. Di bidang keuangan Pusat memberi keleluasaan pada Daerah untuk mencari dana sendiri lewat pajak dan retribusi dengan memberi campur tangan keuangan untuk mengatur pemerataan dan keadilan sosial. Bi bidang pengawasan Pusat melakukan pengawasan represif dan preventif kepada Daerah agar tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan. Pemahaman penting yang harus dimiliki seputar Pemerintahan Daerah adalah hal tersebut bermakna bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UNDANG-UNDANG DASAR 1945. •
•
Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. OTONOMI DAERAH DAN DAERAH OTONOM Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat dengan tetap menghormati peratuan perundangan yang berlaku. Isi dan luas otonomi daerah menganut ajaran rumah tangga materiil, formal, dan riil. Ajaran rumah tangga materiil menjelaskan bahwa sejak pembetukannya isi rumah tangga telah ditentukan antara yang menjadi kewenangan pusat dan daerah. Ajaran rumah tangga formal menegaskan bahwa isi rumah tangga daerah ditentukan atas alasan rasional, efektifitas, dan efesiensi. Di sini pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengambil inisiatif dan prakarsa sendiri untuk menentukan isi rumah Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
tangganya. Sedangkan ajaran rumah tangga riil menjelaskan bahwa isi rumah tangga didasarkan faktorfaktor riil yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Daerah otonom adalah daerah yang jelas batas-batasnya dan memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Wilayah adminstrasi adalah wilayah atau daerah kerja administrasi pejabat pusat yang ditempatkan di daerah. Instansi vertikal adalah lembaga milik kementerian pusat yang merupakan cabang dari kementerian pusat pada wilayah kerja administrasi pejabatnya di daerah. Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang berisikan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat: (1) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, (2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, (3) membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisifasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002). Menurut UNDANG-UNDANG Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah-daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Daerah provinsi sebagai daerah otonom dan wilayah administrasi melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah provinsi bukanlah pemerintah atasan dari daerah kabupaten dan kota. Menurut UNDANG-UNDANG Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah Kabupaten dan Kota memiliki hubungan hierarkis dengan daerah Provinsi. KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Urusan pemerintahan terbagi atas urusan yang tidak mungkin (tabu) didesentralisasikan yang mutlak menjadi wewenang Pemerintah dan urusan yang dapat didesentralisasi yang tidak eksklusif menjadi wewenang daerah otonom. Di satu sisi, dalam urusan yang tabu didesentralisasikan, Pemerintah dapat mengembangkannya sendiri, men-dekonsentrasikan kepada instansi vertikal, atau dapat melakukan tugas pembantuan kepada daerah otonom. Di sisi lain, dalam urusan yang dapat didesentralisasikan ini Pemerintah dapat pula mengembangkannya sendiri, mendekonsentrasikan, atau memberi tugas pembantuan kepada daerah otonom, dan men-desentralisasikan kepada daerah otonom. Urusan yang didesentralisasikan dapat dilakukan melalui rincian (ultra vires doctrine), umum (general competence/ open end arrangements), atau gabungan keduanya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom tidak dapat dipisahkan dengan pengembangan instrumen desentralisasi dari sebuah negara. Untuk menelusurinya bahkan terlebih dahulu perlu mengetahui apakah bentuk negara yang dikembangkan oleh sebuah bangsa Kesatuan atau Federal. Jika Kesatuan, maka desentralisasi yang dikembangkan dilakukan oleh Pemerintah Pusat di tingkat nasional, sedangkan di Negara Federal, desentralisasi dilakukan oleh Pemerintah Negara Bagian. Di negara federal, seringkali UNDANG-UNDANG DASAR (konstitusi) Negara Federal mengatur umum saja keberadaan pemerintah daerah di negara tersebut seperti di Jerman, tetapi ada pula negara federal yang mengatur keberadaan pemerintah daerahnya di masing-masing UNDANG-UNDANG DASAR (konstitusi) Negara Bagian-nya, seperti di AS. Berikut kewenangan pemerintah yang berlaku di Indonesia. Kewenangan Pemerintah Pusat • • • • • •
Pemerintah Pusat terdiri atas Presiden beserta para Menterinya/kabinet. Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Para menteri/ kabinet diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden. Menteri terdiri atas Menteri Koordinator, Menteri yang memimpin departemen, Menteri Negara, dan Menteri Muda. Pemerintah Pusat memiliki semua kewenangan pemerintahan. Sesuai dengan UNDANG-UNDANG Nomor 22 Tahun 1999 kewenangan Pusat dibatasi hanya pada bidang politik luar negeri, hankam, moneter dan fiskal, peradilan, agama, dan kewenangan lain. Kewenangan Provinsi adalah kewenangan lintas Kabupaten/Kota, bidang pemerintahan tertentu, kewenangan yang belum dapat dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan kewenangan yang dilimpahkan oeh Pemerintah Pusat.
Kewenangan Pemerintah Daerah Gubernur selaku Kepala Wilayah Administrasi memiliki kewenangan melaksanakan dekonsentrasi. Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan lintas kabupaten/ kota, bidang pemerintahan tertentu, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat sebagai Wilayah Administrasi. Kewenangan Pemerintah kabupaten/Kota adalah semua kewenangan selain kewenangan Pusat dan Provinsi. SENTRALISASI, DEKONSENTRASI, DESENTRALISASI, DAN TUGAS PEMBANTUAN Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Karena itu, kedaulatannya tunggal dalam arti tidak terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawahnya. Meskipun demikian, dalam Negara Indonesia dibentuk Pemerintah Daerah yang menerima sebagian kewenangan dari Pemerintah. Sentralisasi adalah pemusatan kewenangan politik dan administrasi di tangan Pemerintah Pusat yaitu Presiden dan para Menteri. Pengertian lain yang perlu dipahami mengenai pemerintahan daerah di Indonesia adalah: 1. Penyerahan kewenangan politik dan administrasi oleh jenjang Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah disebut desentralisasi atau devolusi. 2. Pelimpahan wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara atau wilayah administrasi disebut dekonsentrasi. Satuan pemerintahan daerah yang diberi limpahan kewenangan menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas desentralisasi atau devolusi menimbulkan otonomi daerah. 3. Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas oleh pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan yang menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas. Fungsi Pemerintahan Daerah 1. Pemerintah baik Pusat maupun Daerah mempunyai tiga fungsi utama yaitu memberikan pelayanan, membangun sarana dan prasarana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan keamanan, ketenteraman, dan ketertiban. 2. Fungsi pelayanan yaitu fungsi pemerintahan untuk memberikan layanan baik yang bersifat perorangan maupun untuk khalayak/publik. 3. Fungsi pertumbuhan ekonomi adalah fungsi pemerintahan untuk membangun sarana, prasarana, dan fasilitas yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan ekonomi daerahnya. 4. Fungsi perlindungan masyarakat adalah fungsi pemerintahan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat berupa penciptaan rasa aman, rasa tenteram, dan kondisi yang tertib sehingga semua anggota masyarakat dapat bekerja dengan tenang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Kesejahteraan Masyarakat Sebagai Tujuan Pelayanan Pemerintahan Daerah 1. Muara dari pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah adalah terciptanya masyarakat yang sejahtera. 2. Pelayanan yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat adalah pelayanan prima. Pelayanan prima yaitu suatu pelayanan yang membuat orang yang dilayani merasa ditolong, dibantu, dimudahkan, dan disenangkan yang pada akhirnya orang tersebut merasa puas. 3. Pelayanan prima sangat berkaitan dengan good governance. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik yaitu pemerintahan yang menaati hukum, menghormati HAM, menghargai nilai-nilai dasar yang dianut oleh masyarakat, dan yang secara sadar dan sistematis membangun fasilitas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat, bersikap egaliter, dan menghormati keragaman termasuk etnis, agama, suku, dan budaya lokal. 4. Agar dapat memberikan pelayanan prima Pemerintah Daerah hendaknya mengadopsi konsep reinventing government yaitu pemerintahan hendaknya diselenggarakan dengan jiwa wirausaha: bersifat partisipatif, kompetitif, berorientasi pelanggan, antisipatif, dan terdesentralisasi. 5. Peran masyarakat dalam penciptaan pelayanan prima oleh Pemerintah Daerah sangat penting. Oleh karena itu, masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan politik/kebijakan publik. Masyarakat sejahtera sebagai yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah masyarakat yang tidak sekedar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya tapi masyarakat yang mampu mengembangkan diri secara wajar dan dapat menikmati hidup secara nyaman lahir dan batin.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAN BIROKRASI LOKAL DAERAH
Pemerintah daerah berkait erat dengan otonomi daerah dan desentralisasi. Otonomi daerah berhubungan dengan seberapa besar pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasinya. Sedangkan desentralisasi berhubungan dengan seberapa besar kewenangan administratif dan politik diserahkan oleh pemerintah pusat kepada satuan administrasi pemerintahan di bawahnya. Pemerintahan nasional menjadi tidak efektif jika diselenggarakan secara terpusat. Hal ini berkaitan dengan kompleksnya urusan yang harus diselenggarakan dan kerumitan adminstrasinya. Untuk itu, diperlukan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah adalah satuan pemerintahan yang berada di daerah dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintahan nasional. Pemerintahan daerah diperlukan dalam penyelenggaraan negara karena alasan-alasan berikut: a. Terlalu berat dan rumitnya penyelenggaraan pemerintahan jika semuanya diatur dan diurus oleh pemeritnah pusat. b. Perlu mempertimbangan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanankeamanan dalam menyelenggarakan pemerintahan. c. Upaya memberi pelayanan yang cepat, murah, dan efesien kepada masyarakat karena semua urusannya didekatkan pada masyarakat. d. Memberi peluang partisipasi yang luas kepada masyarakat untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhannya sendiri. Sistem administrasi pemerintahan daerah adalah adalah proses-proses kegiatan yang terdapat pada pemerintahan daerah yang mencakup masukan, keluaran, tujuan, lingkungan, dan umpan balik. Semua proses tersebut dimulai dari proses politik, proses pemerintahan, dan proses administrasi publik. Proses politik menghasilkan peraturan, proses pemerintahan menghasilkan kebijakan publik, dan proses administrasi publik menghasilkan layanan publik. Semua proses tersebut tampak dalam perumusan kegiatan, pelaksaan tugas administrasi, dan penggunaan dinamika administrasi. Birokrasi lokal adalah organisasi pemerintahan di daerah otonom di bawah Kepala Daerah. Para pejabatnya/birokratnya diangkat dan dibina berdasarkan sistem meritokrasi dan sistem karir. Birokrasi lokal adalah kepala daerah dan aparaturnya di daerah yang kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya adalah sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk mencapai tujuah negara pada lingkup daerah. LEMBAGA PEMERINTAHAN DAERAH Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1. Kepala Daerah adalah lembaga yang melaksanakan kebijakan daerah. 2. DPRD adalah lembaga yang berwenang membuat kebijakan Daerah dan melakukan pengawasan dan membuat penganggaran. 3. Di Daerah Provinsi Gubernur dan perangkatnya adalah lembaga pelaksana kebijakan Daerah. Sedangkan di Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan perangkatnya. 4. Di Provinsi terdapat DPRD Provinsi, sedangkan di Kabupaten/Kota terdapat DPRD Kabupaten/Kota
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Camat, Lurah, dan Desa 1. Sekretariat Daerah merupakan staf Pemerintah Daerah, yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Sekretariat Daerah mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas penmyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana, serta memberikan pelayanan administratatif kepada seluruh perangkat Daerah. Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. 2. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daeah melalui Sekretaris Daerah. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. 3. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. 4. Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD, dipimpin oleh seorang Sekretaris yang bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD, dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. 5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Kota. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. 6. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota di bawah Kecamatan. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. 7. Desa adalah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Instansi Vertikal pada Pemerintah Daerah 1. Instansi vertikal adalah kantor cabang dari departemen/kementerian Pusat di Daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Instansi vertikal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri yang bersangkutan. Hanya dalam menyelenggarakan tugasnya kepada intansi vartikal di bawah koordinasi Kepala Daerah tempat instansi vertikal berada. 2. Instansi vertikal di Provinsi nomenklaturnya adalah Kantor Wilayah seperti Kantor Wilayah Departemen Agama, sedangkan nomenklatur instansi vertikal di Kabupaten/Kota adalah Kantor seperti Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH •
Proses Penyusunan Perda •
Teknis Materi Perda •
Stakeholder
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah “peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”. Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang- Undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundangundangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masingmasing daerah. Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan. Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah (PROLEGDA), sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada berbagai jenis Perda yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h.
Pajak Daerah; Retribusi Daerah; Tata Ruang Wilayah Daerah; APBD; Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD); Perangkat Daerah; Pemerintahan Desa; Pengaturan umum lainnya.
Dalam memulai persiapan perencanaan dan merumuskan Peraturan Perundangan secara baik dan benar dalam sebuah ketentuan perundangan undangan, maka perlu dipahami teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Teknik atau prosedur penyusunan peraturan daerah sesungguhnya telah diatur dalam berbagai ketentuan. Yaitu: 1. Undang Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 16 Tahun 2006 Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Namun demikian untuk lebih memudahkan pemahaman, maka dapat diuraikan secara ringkas, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknis penyusunan peraturan perundangan di tingkat daerah sebagai berikut : 1 . Rancangan Peraturan Daerah . Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Bupati/Walikota/Gubernur, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah kabupaten, Rancangan Peraturan Daerah tersebut dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi. Penyiapan rancangan daerah ini ada dua kemungkinannya, yang pertama datang dari Bupati/Walikota/Gubernur dan kedua dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati/Walikota/Gubernur disampaikan dengan Surat Pengantar Bupati kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah oleh Bupati/Walikota/Gubernur. Sedangkan rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Bupati/Walikota/Gubernur. Selanjutnya, setelah draft rancangan dibuat maka perlu disosialisasikan. Sosialisasi atau penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sedangkan yang berasal dari Bupati dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Namun apabila Bupati/Walikota/Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan yang disampaikan oleh Bupati/Walikota/Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. 2 . Materi Peraturan Daerah Materi muatan Peraturan Daerah secara umum adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang perlu diperhatikan dalam pemuatan materi peraturan daerah adalah disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan kewenangan Pemerintah Daerah. 3 . Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Dalam perumusan peraturan daerah ke dalam bentuk format peraturan perundangn diperlukan sistematika penyusunan seperti yang telah diatur dalam Undang-undang. Teknik penyusunan Peraturan Daerah disusun dalam sistematika berikut ini : A. JUDUL B. PEMBUKAAN 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan 3. Konsiderans 4. Dasar, Hukum Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
5. Diktum C. BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum 2. Materi Pokok yang Diatur 3. Ketentuan Pidana (Jika diperlukan) 4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan) 5. Ketentuan Penutup D. PENUTUP E. PENJELASAN (Jika diperlukan) F. LAMPIRAN (Jika diperlukan) 4 . Pembahasan dan Penetapan Setelah disusun rancangan peraturan daerah maka akan dilakukan pembahasan. Pembahasan dapat dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Bupati melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. Alur Partisipasi Dalam Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam penyusunan peraturan daerah, partisipasi dikatakan optimal bila masyarakat terlibat secara aktif dari awal proses penyusunan hingga peraturan daerah itu disahkan menjadi produk hukum. Hal ini dapat dilakukan bila masyarakat dan lembaga legislatif saling berjalan sinergis untuk mewujudkan produk hukum yang terbaik untuk daerah. Dalam fungsinya sebagai Lembaga legilslasi, DPRD perlu menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat (selain menyerap masukan dari inisiatif anggota DPRD atau masukan dari Pemda) untuk bahan penyusunan kebijakan daerah. Semua aspirasi yang masuk dicatat dan didokumentasikan dengan baik. Selanjutnya DPRD melakukan proses seleksi dengan memperhitungkan berbagai aspek seperti sumberdaya, sumber dana, tingkat keperluan dan berbagai keterbatasan-keterbatasan lainya. Tujuan dari proses seleksi ini adalah untuk menyusun prioritas usulan-usulan yang akan dibahas lebih lanjut di DPRD. Untuk mendapatkan partisipasi yang optimal, sebelum dibahas lebih lanjut di DPRD, usulan yang sudah diprioritaskan tersebut perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas. Paling tidak masyarakat mengetahui dari sekian aspirasi yang masuk di DPRD ada priotitas yang akan dibahas lebih lanjut. Langkah ini dilakukan selain untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, juga merupakan bentuk Transparansi lembaga Legislasi kepada publik. Dari sini masyarakat akan mengetahui aspirasi mana yang menjadi prioritas DPRD dan mengapa aspirasi tersebut yang dipilih. Setelah disosialisasikan, DPRD perlu menyerap aspirasi dari masyarakat. Aspirasi dari masyarakat cukup penting karena akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan. Upaya untuk menyerap aspirasi tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni cara pasif dan aktif. Cara pasif DPRD menunggu reaksi masyarakat setelah usulan-usulan prioritas disosialisasikan. Sedangkan cara aktif, DPRD mengundang atau mengajak bekerjasama dengan elemen masyarakat yang berkepentingan untuk melakukan pembahasan.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Setelah mendapatkan masukan dari masyarakat, usulan prioritas di bahas di DPRD melalui Rapat Paripurna (I dan II). Dari rapat ini, usulan-usulan prioritas tersebut akan ditetapkan untuk dibahas lebih mendalam dalam rapat-rapat komisi. Jumlah usulan yang ditetapkan tergantung dari hasil pembahsan dalam rapat paripurna. Selama sidang komisi, DPRD kembali membuka ruang publik untuk mendapatakan masukan-masukan dari masyarakat. Bila perlu Draft Raperda yang telah dibahas di sidang komisi disosialisasikan dan dibahas bersama masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan. Cara yang ditempuh sebagaimana telah disebutkan diatas, yakni melalui dua cara. Cara pasif menunggu reaksi masyarakat setelah draft disebarluaskan. Sedangkan Cara aktif mengajak berbagai elemen yang berkepentingan dimasyarakat untuk melakukan pembahasan bersama. Selanjutnya setelah melakukan pembahasan disidang komisi, masyarakat perlu mengetahui proses pengesahan Raperda dalam sidang paripurna DPRD. Keterlibatan masyarakat terlibat dalam proses pengesahan merupakan ujung dari proses partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. 5 . Pengundangan Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan daerah harus diundangkan dengan menempatkannya dalam: a. Lembaran Daerah; atau b. Berita Daerah. Yang mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
PERENCANAAN, PELAKSANAAN, DAN EVALUASI KEBIJAKAN DAERAH Perencanaan Kebijakan Kebijakan adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan pemerintah atau pejabat pemerintah untuk mengatasi permasalahan. Kebijakan publik adalah tindakan lembaga publik/pemerintah untuk mengatasi permasalahan publik yang diorientasikan pada terciptanya kesejahteraan masyarakat. Pembuatan kebijakan publik harus dimulai dari perencanaan yang baik. Perencanaan dimulai dari: 1. 2. 3. 4.
penyusunan agenda, perumusan permasalahan, pembahasan permasalahan dalam lembaga politik DPRD, dan penetapan kebijakan.
Demi terjaminnya kualitas kebijakan publik masyarakat perlu berpartisipasi aktif dalam perumusan dan pembahasan rancangan kebijakan publik. Pelaksanaan Kebijakan Setelah kebijakan Pemerintah Daerah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kebijakan. Yang menjadi pelaksana kebijakan adalah Kepala Daerah dan perangkatnya. Kepala Daerah bertanggungjawab melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah dan bertanggungjawab kepada DPRD.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah harus menyelenggarakan good governance, yaitu menyelenggarakan tata pemerintahan yang berkualitas yang bermuara pada kesejahteraan rakyat melalui pelibatan seluruh stakholder atas dasar prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, kesejahteraan, efesiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah harus menjadi koordinator yang baik terhadap para pelaksana teknis bawahannya. Koordinasi sangat penting karena akan menyatupadukan langkah dan metode dalam pencapaian tujuan. Di samping itu koordinasi akan dapat memperjelas arah kegiatan para pelaksana teknis menuju satu fokus. Sukses tidaknya pelaksanaan kebijakan Daerah sangat ditentukan oleh tingkat kualitas format kebijakan itu sendiri dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang menyertainya. Evaluasi Kebijakan Kebijakan Daerah setelah dilaksanakan oleh Kepala Daerah harus dievaluasi. Evaluasi kebijakan Daerah yaitu melakukan penilaian sehingga diketahui sejauh mana kebijakan tersebut mencapai tujuan seperti yang ditetapkan. Evaluasi diperlukan untuk pelurusaan, pembetulan, dan penghentian kebijakan jika memang tidak layak diteruskan. Pihak yang melakukan evaluasi adalah DPRD dalam rangka melaksakan fungsi pengawasannya. Namun untuk kepentingan intern evaluasi juga dilakukan oleh badan pengawas internal seperti Badan Pengawas Daerah. Di samping itu evaluasi juga dilakukan oleh badan pengawas fungsional ektern seperti BPKP dan BPK, dan masyarakat sebagai bentuk partisipasi politik. Terdapat empat tipe evaluasi yaitu evaluasi kecocokan, evaluasi efektifitas, evaluasi efesiensi, dan evaluasi meta. Dalam melakukan evaluasi harus 1) dibuat sebuah skema umum penilaian dan 2) dibuat seperangkat instrumen yang meliputi parameter dan indikator. Mengacu pada kenyataan penyusunan Raperda yang dilakukan selama ini, pelibatan publik masih belum merupakan suatu keharusan. Jika pun ada pelibatan publik, hal tersebut cenderung hasil dari pendekatan dan terkadang ‘tekanan’ dari publik – baik itu ornop maupun masyarakat yang berkepentingan langsung terhadap peraturan tersebut. Namun demikian, dalam pelibatan publik ini masih belum ada jaminan bahwa apa yang menjadi aspirasi masyarakat akan tertulis dalam produk final Perda. Penyusunan peraturan daerah lebih menekankan pada proses teknisnya saja dan bukan pada substansi yang akan disusun ataupun kepentingan apa yang dibawa oleh Perda tersebut. Pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan malah tidak diikutkan. Hal ini pada akhirnya tidak jarang melahirkan konflik pada pihak dimana peraturan tersebut nantinya akan diterapkan. Rendahnya peran serta dalam penyusunan peraturan pada dasarnya lebih disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai itu kurang memberi kesempatan pada publik (bahkan nyaris tak ada). Kemampuan yang minim dan elitisme pembuat peraturan di tingkat daerah turut menyumbang sempitnya ruang partisipasi bagi publik. Selain itu, birokrasi model lama masih mendominasi sehingga proses penyusunan peraturan yang seharusnya dimungkinkan untukmelibatkan publik malah menjadi tertutup.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEUANGAN DAERAH a. Sumber Keuangan Daerah b. Instrumen Keuangan Daerah c. Transparansi dan Akuntabilitas Sumber Keuangan Pemerintah Daerah Sumber-sumber keuangan Daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD): a. Pajak b. Retribusi c. Keuntungan Perusahaan Daerah d. Pengelolaan aset Daerah. e. Lain-lain. 2. Dana perimbangan: a. Bagi hasil: 1. Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 3. Hasil Hutan, Tambang Umum, Perikanan. 4. Minyak Bumi. 5. Gas Alam. b. Dana Alokasi Umum. c. Dana Alokasi Khusus. 4. Kebutuhan di Luar DAU. 5. Prioritas Nasional. 6. Dana Reboisasi. 7. Matching Grant. Pinjaman Daerah: a. Dalam negeri. b. Luar negeri. c. Hasil kekayaan Daerah Lain yang Dipisahkan: a. Bagian laba. b. Dividen. c. Penjualan saham. d. Lain-Lain: Hibah, Dana Darurat, Penerimaan Lainnya. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai Instrument APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD dirancang oleh Kepala Daerah kemudian diajukan kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Jika DPRD tidak setuju Pemerintah Daerah menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penganggarannya. Komponen-komponen APBD adalah: a. Pendapatan Daerah b. Belanja Operasional Pemerintahan c. Belanja Modal (Capital Investment) d. Surplus/Defisit e. Aset Daerah f.
Pembiayaan
g. Dana Daerah h. Pinjaman (Pemerintah Pusat Masyarakat Luar Negeri) i.
Struktur APBD adalah: a. Pendapatan Daerah. b. Belanja Daerah. c. Pembiayaan.
j.
APBD dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD.
k. Setiap tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan Daerah baik karena kesengajaan atau kelalaian harus diganti oleh pelakunya. Transparansi dan Akuntabilitas Pelaksanaan APBD mestinya diawasi oleh Pemerintah, instansi internal, dan DPRD. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan daerah selama ini menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undangundang dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UNDANG-UNDANG No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Pengelolaan keuangan daerah harus Transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, Value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Penerapan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, antara lain TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998, kemudian disusul dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999, dan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/99 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Semua peraturan perundang-undangan tersebut adalah payung kebijakan untuk membangun sistem akuntabilitas di Indonesia. Akuntabilitas diperlukan karena adanya kekuasaan yang berupa amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Setelah amanah dijalankan, harus ada laporan atas tugas yang telah dipercayakan dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, dirasakan baik yang mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan. Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah sejalan dengan penyerahan kewenangan pemerintahan yang diberikan perlu didukung dengan sumber keuangan yang memadai. Untuk itu, diatur perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Dana perimbangan antara Pusat dan Daerah terdiri atas: a. Bagi hasil: 1. Pajak Bumi dan Bangunan: Pusat 10% dan Daerah 90% 2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan: Pusat 20% dan Daerah 80%. 3. Hasil Hutan, Tambang Umum, Perikanan: Pusat 20% dan Daerah 80% 4. Minyak Bumi: Pusat 85% dan Daerah 15%. 5. Gas Alam: Pusat 70% dan Daerah 30% b. Dana Alokasi Umum. c. Dana Alokasi Khusus. 1. Kebutuhan di Luar DAU. 2. Prioritas Nasional. 3. Dana Reboisasi. 4. Matching Grant.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi fiskal) mencerminkan tujuan politik yang mendasar, karena berperan dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah daerah dalam keseluruhan sistem pemerintahan disuatu negara. Hubungan tersebut harus serasi dengan peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah. Secara teoritis, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam pembagian kewenangan pemerintahan dan keuangan, yaitu: 1. Daerah diberi sumber-sumber keuangan dulu, kemudian diserahkan urusan-urusan tertentu untuk dilaksanakan. 2. Urusan pemerintahan dibagi terlebih dahulu antara pemerintah pusat dan daerah, kemudian kepada daerah diberikan sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan urusan tersebut. Sesuai dengan UNDANG-UNDANG No. 32 tahun 2004, pendekatan yang diterapkan di Indonesia adalah pendekatan yang kedua. Prinsip yang dianut di dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia adalah: 1. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah. 2. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. 3. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar dari cara untuk mendanai pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahannya. Pendanaan pemda dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut. 1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, didanai dengan APBD. 2. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, didanai dengan APBN 3. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka tugas pembantuan, didanai dengan APBN 4. Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau penugasan dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah pusat kepada pemda, disertai dengan pemberian dana. Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara efektif, apabila pemerintah daerah (pemda) memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Penyerahan sumber-sumber keuangan di sini, dapat dalam bentuk penyerahan sumber-sumber PAD (pajak daerah, retribusi, laba perusahaan daerah), maupun dalam bentuk alokasi dana kepada daerah (bagi hasil pajak pusat kepada daerah, bagi hasil pengelolaan SDA, DAU dan DAK). Di dalam pembagian kewenangan di bidang keuangan, aspek keadilan merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati. Ada tiga aspek yang akan menentukan terjadinya perimbangan keuangan yang adil dan transparan, yaitu: 1. adanya sumber-sumber keuangan yang cukup bagi daerah, terutama yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
2. adanya akses bagi daerah terhadap sumber-sumber pendapatan bagi hasil dari pajak 3. adanya subsidi yang adil dan efektif dari pemerintah pusat kepada daerah. Atas dasar ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian kewenangan di bidang keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, akan bermuara pada tiga hal yang akan menjadi sumber keuangan daerah, yaitu sumber PAD, bagi hasil penerimaan pemerintah pusat baik dari pajak maupun nonpajak, dan dana alokasi atau subsidi kepada daerah. Pemberian alokasi dana oleh pemerintah pusat kepada daerah terkait dengan adanya ketidakseimbangan antara sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dengan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut sering kali sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan perbedaan mekanisme pengalokasian keuangan dari pemerintah pusat kepada daerah. Alokasi dana dari pusat kepada daerah, dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari pemerintah pusat. Tujuan-tujuan tersebut antara lain: 1. Untuk membiayai kekurangan dana yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan yang diembannya; 2. Untuk mempengaruhi pola pembiayaan yang dianut oleh daerah agar standar layanan yang dikehendaki oleh pemerintah dapat dicapai; 3. Untuk mengontrol pengeluaran daerah, baik secara menyeluruh maupun pada layanan-layanan tertentu; 4. Untuk menutupi kesenjangan antar daerah; 5. Untuk memberikan kompensasi terhadap daerah tertentu karena layanan yang diberikan menjangkau daerah lain; 6. Untuk memobilisasi dana daerah; 7. Untuk merangsang tanggung jawab daerah dalam mengambil keputusan dalam rangka menjalankan otonominya; 8. Untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah; 9. Untuk mengatasi keadaan darurat. Pengalokasian dana dari pusat kepada daerah, sebaiknya berpedoman pada kriteria-kriteria tertentu agar alokasi dana yang diberikan kepada daerah tepat sasaran. Kriteria-kriteria tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Memadai (adequacy); Elastis (elasticity); Stabil dan dapat diperkirakan jumlahnya (stability and predictability); Adil (equity); Merangsang mobilisasi dana daerah; Merangsang otonomi daerah.
Sedangkan bentuk-bentuk alokasi dana dari pemerintah pusat kepada daerah adalah: 1. 2. 3. 4.
Kapitalisasi atau penyertaan modal pemerintah (capitalization). Bagi hasil dari suatu pendapatan pemerintah pusat (revenue sharing). Pinjaman (borrowing). Subsidi (grant).
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEPEGAWAIAN DAERAH Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga peran yang serupa. Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan. Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan PNS. Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah-daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu mengelola pemerintahan. Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut. Dalam hubungan ini maka manajemen dan administrasi PNS harus dilakukan secara terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah diserahkan kepada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang diberlakukan saat ini. Pokok-pokok Kepegawaian antara lain: 1. Pegawai Negeri terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, dan anggota POLRI. 2. Pegawai Pusat adalah pegawai negeri yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja pada perangkat Pemerintah Pusat atau kantor cabangnya di daerah. 3. Pegawai Daerah adalah pegawai negeri yang gajinya dibebankan pada APBD dan bekerja pada perangkat Pemerintah Daerah. 4. Pejabat Negara adalah orang yang diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu seperti Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, dan lain-lain. 5. Pegawai Negeri berkewajiban menaati Pancasila, UNDANG-UNDANG DASAR 1945, dan setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, Pegawai Negeri mempuyai hak mendapatkan gaji yang adil dan layak. Rekrutmen Pegawai Daerah Otonomi daerah yang telah berlangsung selama lebih dari delapan tahun ini tentunya memberikan implikasi tertentu pada sistem kepegawaian di Indonesia. Pada mulanya, sebelum dilaksanakannya era otonomi, sistem kepegawaian terpusat dalam arti segala kebijakan kepegawaian ada pada pemerintah pusat, daerah hanya menerima jatah dari pemerintah pusat sesuai dengan permintaan dan ketersediaan pegawai yang ada di pusat. Dan pegawai dari satu tempat dapat berpindah ke tempat lain sesuai dengan keputusan atasan, dan hal ini tentunya sangat berbeda dengan adanya kebijakan desentralisasi yaitu pegawai sulit berpindah antar satu tempat dengan tempat yang lain. Dengan adanya desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada daerah, ada kemungkinan jumlah dan struktur PNS di daerah menjadi tidak terkendali. Apalagi bila dalam pengangkatan pegawai baru dan promosi serta mutasi tidak mengikuti prinsip “merit sistem” tetapi lebih pada “marriage sistem (sistem kekeluargaan)” yang dianut oleh pemerintah pusat selama ini. Karena sulit meninggalkan paradigma lama yang telah berakar selama 33 tahun itu, kewenangan yang besar kepada daerah tersebut dimungkinkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 yang memungkinkan Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Gubernur, Bupati dan Walikota mengangkat dan memberhentikan PNS di daerahnya mulai dari pangkat I/a sampai dengan golongan IV/e, Pembina Utama. Suatu kewenangan yang sebelum terbit Peraturan Pemerintah ini, hanya dimiliki oleh Presiden dan dilakukan secara terpusat. 1. Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan agar mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. 2. Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada di tangan Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Untuk itu masalah pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dilakukan oleh Presiden. Namun Presiden dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Kepegawaian Daerah. 3. Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan secara terhormat atau tidak terhormat karena: a. Atas permintaan sendiri. b. Meninggal dunia. c. Hukuman disiplin. d. Perampingan organisasi pemerintah. e. Menjadi anggota partai politik. f.
Dipidana penjara.
g. Dinyatakan hilang. h. Keuzuran jasmani. i.
Mencapai batas usia pensiun.
Pembinaan dan Pengembangan Pegawai Daerah Pengembangan secara bertahap kemampuan kelembagaan yang menangani kepegawaian di daerah dalam jangka waktu lima tahun dimulai saat awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000, lembaga ini dinamakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang mempunyai hubungan fungsional dan profesional baik langsung dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di pusat, maupun dengan kantor-kantor regional BKN yang tersebar pada delapan wilayah kerja dewasa ini. situasi problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis dengan memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekrutmen, (2) penggajian dan reward, (3) pengukuran kinerja, (4) promosi jabatan, (5) pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait dengan subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies). 1. Penanggung jawab manajemen kepegawaian berada di tangan Presiden selaku Kepala Pemerintahan. 2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai penanggungjawab kebijakan manajemen kepegawaian Presiden dibantu oleh Komisi Kepegawaian. 3. PNS dibina dan dikembangkan berdasarkan sistem karier. PNS diberi pangkat dan jabatan sesuai dengan prestasi dan pengabdiannya. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
4. Untuk mencapai kompetensi sesuai dengan standar normatif, Calon PNS yang akan diangkat sebagai PNS penuh harus mengikuti Diklat Prajabatan. Sedangkan PNS yang sudah diangkat penuh agar mampu mengemban tugas-tugas kenegaraan, pemerintahan, dan pembangunan yang akan diembannya ia harus mengikuti Diklat dalam Jabatan. 5. Pangkat tertinggi untuk pejabat karier pada Pemerintah Provinsi adalah I/b, sedangkan pengkat tertinggi untuk pejabat karier pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah II/a. Reformasi di bidang kepegawaian yang merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat terjadi sejak paruh pertama tahun 1998 ditandai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan perundang-undangan yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dengan pokok bahasan yang sama tersebut, kemudian diikuti dengan berbagai peraturan pelaksanaannya, baik yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden (Keppres), untuk menjamin terlaksananya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ini secara baik dan terarah. Desentralisasi mensyaratkan pola rekrutmen berada di tangan pemerintah daerah. Namun, hal itu tentu saja tidak dapat berjalan dengan mulus karena adanya permasalahan yang ada di daerah. Kesiapan dari daerah merupakan kunci utama untuk menjalankan sistem kepegawaian yang diserahkan langsung kepada pemerintah daerah. Di sini, daerah harus bekerja ekstra keras untuk menggali potensi yang ada di daerahnya terutama potensi sumber daya manusia daerah. Pemerintah daerah harus jeli melihat peluang dan tantangan yang kemungkinan muncul di suatu daerah tertentu.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PARTISIPASI PUBLIK a. Bentuk-Bentuk Partisipasi Publik b. Pengaruh Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemda
Kebijakan Otonomi Daerah telah melahirkan angin segar untuk pelibatan masyarakat, karena kebijakan ini diambil dengan tujuan meningkatkan pelibatan masyarakat. Pemerintahan lokal secara fisik memang lebih dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui kebijakan yang diambil pemerintah. Dan kebijakan yang diambil umumnya langsung berkaitan dengan keseharian masyarakat. Dampaknya jika ada kebijakan yang kurang sesuai masyarakat dapat segera mengkritisi kebijakan tersebut dan penyelenggara pemerintahan yang hidup ‘bersama’ masyarakatnya mau-tidak mau harus merespon aspirasi masyarakatnya. Penyelengaraan pemerintahan lokal yang lebih dinamis ini telah menimbulkan suatu kebutuhan bersama untuk mengatur pelibatan masyarakat. Bentuk Partisipasi Masyarakat Derajat Partisipasi Masyarakat
Contoh Lembaga Pemerintah, legislatif, LSM, mendorong masyarakat, untuk mengindentifikasikan masalah, tujuan, maksud dan kesimpulankesimpulan kunci. Lembaga memiliki kemauan membantu Tinggi Memiliki Kontrol masyarakat dalam setiap langkah-langkahdalam menyelesaikan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM – mengidentifikasikan Memiliki Kekuasaan yang masalah dan menyampaikannya kepada masyarakat, mendefinisikan keterbatatasan serta membuat keputusan-keputusan yang dapat terlegasi digabungkan dalam suatu rencana yang diterima Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan perencanaan Keterlibatan dalam tentative dan terbuka untuk menerima perubahan dari subjek yang perencanaan dipengaruhi. Mengharapkan perubahan rencana paling sedikit dan mungkin lebih dari itu. Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan rencana dan Saran mengundang tanggapan masyarakat. Rencana hanya dipersiapkan untuk dimodifikasi, jika memang diperlukan Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – mencoba menawarkan rencana. Mencari dukungan agar, memperoleh penerimaan atau Dikonsultasi memberi sanksi, sehingga pengadaan administrasi tercapai seperti yang diharapkan. Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM – membuat perencanaan dan Menerima informasi mengumumkannya. Masyarakat dikerahkan untuk tujuan sosialisasi mendengarkan informasi. Masyarakat berkumpul menjadi suatu yang diharapkan.
Rendah
Tidak ada sama sekali
Masyarakat tidak mengetahui sama sekali.
Sumber: Community participation for health for all. London, Community participation group of the United Kingdom for all network, 1991 dalam Suhardi Suryadi dan Julmansyah 2001
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Hak Masyarakat, Kewajiban Pemerintah dan Mekanisme Partisipasi Hak Masyarakat Sebagaimana tertuang dalam PP nomer 68 tahun 1999 berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara, maka masyarakat mendapatkan hak-haknya sebagai berikut; • • • •
Hak mencari dan memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan negara Hak menyampaikan saran dan pendapat Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-haknya diatas
Kewajiban Pemerintah Sebagai konsekwensi adanya pengakuan terhadap hak masyarakat maka penyelenggara pemerintahan mempunyai kewajiban untuk mendengar pendapat masyarakat (yang berkepentingan) dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Dengan demikian penyelenggara pemerintahan sebagai penerima mandat masyarakat berkepentingan untuk menjamin terlaksananya hak-hak masyarakat. Dan terjaminnya hak-hak masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan penyelenggaraan pamerintahan. Mekanisme Partisipasi Mekanisme yang memungkinkan pelibatan aktif masyarakat minimal harus menjamin terlaksananya hak masyarakat sehingga dalam mekanisme pelibatan masyarakat ini minimal harus mengatur: 1. Penyampaian informasi tentang kebijakan yang akan diambil termasuk jadwal dan prosedur pelibatan masyarakat 2. Tanggapan terhadap aspirasi masyarakat 3. Hasil akomodasi masyarakat dan Keberatan Pengaruh Partisipasi Masyarakat Pengawasan Masyarakat Untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah diselenggarakan sesuai dengan rencana dan tujuannya maka masyarakat juga perlu melakukan pengawasan. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh anggota masyarakat baik perorangan maupun kelompok, formal maupun non formal, dan melembaga maupun tidak melembaga. Pengawasan masyarakat harus dilakukan dengan cara yang sesuai kaidah moral secara umum dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penyelenggara Negara wajib memberikan informasi yang diminta masyarakat tentang penyelenggaraan negara di bawah tangggung jawabnya. Jika masyarakat menemukan indikasi atau fakta adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara maka dapat melaporkannya kepada pejabat yang berwenang dan Komisi Pemeriksa. Jika dilaporkan kepada Komisi Pemeriksa maka laporan harus ditembuskan kepada pimpinan instansi tertingginya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
MANAJEMEN STRATEJIK DAERAH
Maju mundurnya negara ditentukan oleh kualitas manajemennya (Peter F. Dariucker, 1995). Krisis multidimensional yang melanda Indonesia (1997 – skrg)lebih disebabkan oleh salah urus (mismanagement) pada semua tingkatan dan semua sektor (Ross H. McLeod, 1998). Potensi daerah harus pula diimbangi dengan penguasaan teori manajemen strategis oleh pemerintah daerah dan menerapkannya secara tepat dalam melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, pemahaman terhadap manajemen strategis secara utuh tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan fungsi dan peran yang diemban pemerintah daerah sebagai strategic managers. Esensi utama yang melekat pada strategic managers adalah kemampuannya mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dalam situasi lingkungan yang berubah. Sementara itu, pengertian pada manajemen strategis biasanya berkaitan dengan perumusan arah pengembangan organisasi ke masa depan, yang akan memberikan kerangka untuk manajemen operasional untuk mencapai sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Dengan kata lain, dapat dinyatakan manajemen strategis” forces an organization to define its philosophy, mission, role, and goals (Chandler dan Plano,1988:158). Sementara itu Sondang P. Siagian (1995:15) mendefinisikan manajemen strategis sebagai serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Menurut Lester A. Digman dalam bukunya “Strategic Management: Concepts, Decisions, Cases” (1986:45) dinyatakan bahwa manajemen strategis sebagai proses berkelanjutan yang melibatkan usaha-usaha untuk memadukan organisasi dengan perubahan lingkungannya dengan cara yang paling menguntungkan. Dengan begitu, manajemen strategis meliputi adaptasi organisasi dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam organisasi itu sendiri terhadap lingkungan eksternalnya. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa manajemen strategis berkaitan dengan perumusan arah pengembangan organisasi ke masa depan, yang akan memberikan kerangka bagi manajemen operasional dalam rangka mencapai sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Dalam kaitan dengan kinerja pemerintah daerah, dapat dinyatakan bahwa manajemen strategis pemerintah daerah sebagai serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh pemerintah daerah dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan daerah dalam rangka pencapaian misi, visi dan tujuan pemerintahan daerah tersebut Certo dan Peter (1990:10-14) mengemukakan tahap-tahap manajemen strategis, yaitu: 1) Analisis lingkungan (internal dan eksternal); 2) Memantapkan arah organiasi (misi dan dan sasaran); 3) Menyusun strategi organisasi; 3) Mengimplementasikan strategi organiassi; serta 5) Melakukan pengawasan strategis. Sedangkan Boseman dan Pathak (Djunaedi, 1995:21), menyatakan bahwa proses manajemen strategis yang diidentikkannya dengan proses perencanaan strategis mencakup tujuh bagian yang saling berkaitan, yaitu:1) Penilaian terhadap organisasi, dalam hal kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (strenghs, weakness, oppurtunities, and threats atau disingkat SWOT); 2) Perumusan Misi Organisasi; 3) Perumusan falsafah dan kebijakan organisasi; 4) Penetapan sasaransasaran strategis; 5) Penetapan strategi organisasi; 6) Implementasi strategi organisasi; 7) Pengendalian (control) strategi organisasi. Bryson (1988:5) selanjutnya mengusulkan suatu proses perencanaan strategis untuk organisasi nirlaba yang mencakup delapan langkah yakni: Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Memulai dan bersepakat dalam hal proses perencanaan strategis; Mengenali mandat yang diberikan kepada organisasi; Menetapkan misi dan nilai-nilai yang dipegang oleh organisasi; Menilai kondisi lingkungan eksternal, dalam hal peluang dan tantangan; Menilai kondisi lingkungan internal, dalam hal kekuatan dan kelemahan; Menemu-kenali isu-isu strategis yang dihadapi oleh organisasi; Merumuskan strategis-strategi untuk mengelola isu-isu; Merumuskan dan memantapkan visi organisasi ke masa depan.
Dari beberapa variasi yang terdapat dalam proses manajemen strategis yang telah diuraikan, maka untuk proses manajemen strategis pemerintah daerah kali ini dipergunakan perpaduan dari beberapa model tersebut, dengan tetap menitikberatkan pada model terakhir yang dikemukakan oleh John M. Bryson. Tahap-tahap yang dipergunakan adalah: Pertama, penetapan misi, visi dan dan tujuan Pemerintah Daerah; Kedua, Penilaian terhadap kekuatan,kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT) Pemerintah Daerah; Ketiga, Menetapkan isu-isu strategis dalam pelaksanaan otonomi daerah; serta Keempat, merumuskan strategi pengembangan kinerja Pemerintah Daerah. Pilihan titik berat pada model ini didasari oleh asumsi bahwa organisasi pemerintahan daerah dari awal pendiriannya lebih menunjukkan sosok sebagai organisasi nirlaba daripada organisasi yang berorientasi pada profit semata.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMERINTAHAN KOTA
Kita yang hidup pada zaman muthakhir ini dapat dengan mudah mengamati dan menggambarkan apakah “kota” itu, sesuai dengan tolak ukur atau focus perhatian kita masing-masing. Pemerintahan Kota tidak secara spesifik dibedakan dengan Kabupaten. Keduanya berada pada level/tingkat yang sama dalam system pemerintahan daerah di Indonesia. Hanya saja, beberapa karakteristik khusus yang dimiliki kota menjadikannya dalam beberapa hal berbeda dan karenanya perlu pembahasan khusus. Oleh karena itu tidak dirisaukan jika terdapat banyak definisi tentang kota, yang mungkin satu dengan yang lainnya berbeda. Adapun Definisi tersebut antara lain : •
Mumford : Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang balik untuk berjumpa secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada penghuni luar kota untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta,kegiatan lain.
•
Max Weber: Penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannyalewat pasar setempat dan ciri kota ada pasarnya.
•
Sjoberg : : Melihat kota dari timbulnya suatu golongan spesialis non agraris dan yang berpendidikan merupakan bagian terpenting
•
Prof. Bintarto (1984 : 36) Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi.
•
Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang melindungi kota” (P.J.M. Nas 1979 : 28). Kota seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, mempunyai jiwa, organisasi, budaya atau peradaban tersendiri.
Karakteristik Kota 1. Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. Sebagai contoh misalnya dia AS dan Meksiko suatu tempet dikatakan kota apabila dihuni lebih dari 2500 jiwa dan Swedia 200jiwa. 2. Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya, didaerah pinggiran kota, sebaliknya juga desa-desa yang mirip kota, seperti desa-desa di pegunungan dinegara-negara laut tengah. 3. Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial (social interrelation dan social interaction) di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, bersifat
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih hubungan sendiri. 4. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan. 5. Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota. Dari karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa kota : 1. Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota dengan fungsi yang berbeda) 2. Mata pencaharian penduduknya diluar agraris. 3. Adanya spesialisasi pekerjaan warganya 4. Kepadatan penduduk 5. Ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan) 6. Warganya (relatif) mobility 7. Tempat pemukiman yang tampak permanen 8. Sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang impersonal dan eksternal, serta personal segmentasion karena begitu banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang dalam kelompoknya sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang menjadi asing dalam lingkungannya.
Perbedaan Antara Kota dan Desa Dari definisi yang telah diajukan baik definisi kota maupun desa kita dapat membuat perbedaan diantara keduanya. Dikutip dari apa yang dikemukakan oleh P.J.M. Nas, (1979 : 35) yang mengutip pendapat Costandse, sbb : 1) Kota bersifat besar dan memberikan gambaran yang jelas sedangkan pedesaan itu kecil dan bercampur-baur, tanpa gambaran yang tegas. 2) Kota mengenal pembagian kerja yang luas, desa (pedalaman) tidak. 3) Struktur sosial dikota mengenal differensiasi yang luas sedangkan dipedesaan relatif sederhana. 4) Individualitas memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedesaan hal ini kurang penting, di pedesaan orang menghayati hidupnya terutama dalam kompak primer. 5) Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada tradisi, dan cenderung pada konservatisme.
Fungsi Kota Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Menurut Noel P. Gist dalam “Urban Society” (hasil kuliah Daris.M Thalla, 1972) sebagai berikut : a. Production center, yakni kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang jadi. b. Center of trade and commerce, yakni kota sebagai pusat perdagangan dan niaga, yang melayani daerah sekitarnya. Kota seperti ini sangat banyak, seperti Rotterdam, Singapura, Hamburg. c. Political capital, yakni kota sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibukota negara, misalnya kota london dan Brazil. d. Cultural center, kota sebagai pusat kebudayaan, contohnya : kota Vatikan, Makkah, Yerusalem. e. Health and recreation, yakni kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi wisata, misalnya : Monaco, Palm Beach, Florida, Puncak Bogor, Kaliurung. f. Divercified cities, Yakni kota-kota yang berfungsi ganda atau beraneka. Kota-kota pada masa kini (setelah perang dunia ke II) banyak yang termasuk kategori ini. Sebagai contoh : Jakarta, Tokyo, Surabaya yang mencanangkan diri sebagai “kota indarmardi” (kota industri, perdagangan, maritim, dan pendidikan),disamping sebagai pusat pemerintahan. Permasalahan di kota antara lain konflik (pertengkaran), kontroversi (pertentangan), kompetisi (persaingan), kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan sistem nilai budaya
Perkembangan Pembentukan Kota Jadi dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari tahap : 1. Eopolis yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan kota (kota kecamatan ) 2. Polis yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh kehidupan agraris (kota kabupaten) 3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke sektor industry 4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota 5. Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, pelayanan maupun kriminalitas 6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati.
Pola – pola Kota a) Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama.Area utama tersebut merupakan daerah yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang, dan sore hari namum sunyi di malam hari. b) Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik pusat kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti / nukleus kota yang baru. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
c) Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil di mana inti kegiatan perkotaan berada di daerah utama. d) Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Dan jika kita umpamakan dengan papan permainan dart atau papan target anak panah, maka pusat kota berada pada pusat papan dart atau papan target anak panah dan begitu seterusnya garis-garis lingkaran yang mengelilinginya berurutan adalah wilayah sub urban atau sub urban, kemudian diikuti dengan daerah urban dan yang terakhir adalah daerah rural yang masih-masing memiliki sifat dan ciriciri tersendiri. Urutan-urutannya adalah sebagai berikut : 1.
City adalah pusat kota yang menjadi pusat sub urban, urban, dan rural area.
2.
Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. penglaju atau kommuter adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari.
3.
Sub urban fring adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban yang menjadi daerah peralihan kota ke desa.
4.
Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan. Urban adalah daerah yang penduduknya bergaya hidup modern.
5.
Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa dan kota.
6.
Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PERBANDINGAN PEMERINTAHAN DAERAH BERBAGAI NEGARA a. Variabel Perbandingan b. Perbandingan Pemda Berbagai Negara
Bagaimana membandingkan sistem Pemerintahan daerah yang notabene multidimensi? Berbagai aspek dalam kelembagaan (organisasi dan administrasi) pemerintahan daerah yang dapat dijadikan variable untuk melakukan perbandingan pemerintahan daerah satu negara dengan negara lainnya dapat dilihat sebagai berikut: •
Pembagian wewenang
•
Struktur pemerintahan: lembaga politik dan birokrasi
•
Sumberdaya: keuangan dan SDM
•
Aspek susunan wilayah administrasi/ daerah otonom
•
Pertalian kelembagaan antar asas pemerintahan
•
Mekanisme manajerial: perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan pengawasan.
Alan Norton membandingkan praktek pemerintahan daerah di berbagai negara maju dengan indikatorindikator yang mudah dibaca: (1) jumlah susunan dan banyaknya daerah otonom (struktur secara nasional); (2) pembiayaan daerah; (3) dasar pembentukan; (4) karakter wewenang; (5) pengawasan aspek hukum; (6) wewenang Kepala Daerah; (7) sistem perwakilan dan kepartaian; dan (8) partisipasi masyarakat. Dilihat dari sisi cara membagi, urusan pemerintahan dapat dilakukan dengan cara rincian (ultra vires doctrine), secara umum (open end arrangements), atau campuran dari keduanya. Inggris dengan sistem ultra vires, Jerman yang dominan subsidiary akibatnya urusan dibagi dengan campuran dominan dengan sistem open end arrangements, Perancis dengan dominan sistem ultra vires, Soviet dengan dominan ultra vires. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat gambaran-gambaran umum dari pemda dari beberapa negara. Sebagai penambah wawasan, bagian ini mutlak memerlukan referensi yang lebih lengkap. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak bahan bacaan lainnya untuk melengkapi dan memperkaya kajian. Berikut ini terdapat pemetaan struktur pemerintahan daerah di beberapa negara Asia dan wilayah lainnya. INDIA Tahun 2001 penduduk India telah mencapai 1,027 miliar Jiwa. Penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan mencapai 742 juta, sedangkan di perkotaan sebesar 285 juta jiwa. Sejarah menyebutkan Negara ini adalah bagian dari kolonialisme Inggris. Dalam konsep Elazar, India merupakan ‘federacy’ karena terdapatnya wilayah yang dikendalikan oleh Pemerintah Pusat secara langsung terdiri dari 7 bagian wilayah, ditambah adanya 25 negara bagian yang dibentuk di seluruh wilayah India. Sekarang ini dari konstitusi tahun 2001 terdapat 28 negara bagian (IHUDS: 2002). Konstitusi India mengatur secara tegas pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Negara bagian dan Pemerintah daerah. Terdapat III daftar kewenangan: (1) list I merinci secara eksklusif kewenangan Pemerintah Pusat; (2) list II merinci negara bagian; dan (3) merinci kemungkinan wewenang bersama Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
antara negara bagian dan Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah baik Perkotaan maupun perdesaan ada dalam list II. YAMAN Yaman, secara resmi dipanggil Republik Yaman. Yaman adalah negara Timur Tengah yang terletak di Semenanjung Arab di Asia Barat Daya. Yaman terdiri dari bekas Yaman Utara dan Selatan. Negara ini berbatasan dengan Laut Arab dan Teluk Aden di selatan, Laut Merah di barat, Oman di timur laut, dan batasannya yang lain bersebelahan dengan Arab Saudi. Wilayah Yaman termasuk Socotra, sebuah pulau terpencil yang terletak lebih kurang 350 kilometer di selatan, berdekatan dengan Afrika Timur. Sejarah membuktikan pernah dianutnya komunisme di negara ini meskipun jajahan Inggris. Yaman adalah negara Kesatuan. Struktur Pemerintahannya terdiri dari 19 Provinsi (governorate); Abyan, 'Adan, Ad Dali', Al Bayda', Al Hudaydah, Al Jawf, Al Mahrah, Al Mahwit, 'Amran, Dhamar, Hadariamawt, Hajjah, Ibb, Lahij, Ma'rib, Sa'dah, San'a', Shabwah, dan Ta'izz ditambah dengan 1 daerah setingkat Provinsi. Luas negara ini adalah 527,970 km2 dengan jumlah penduduk 22,2 juta jiwa. Provinsi dibagi lagi ke dalam 333 distrik, yang dibagi lagi ke dalam 2,210 sub-distrik, dan kemudian ke dalam 38,284 desa ( mulai dari 2001). THAILAND Kerajaan Thailand adalah Negara Kesatuan dengan bentuk pemerintahan monarki konstitusional memiliki nama resmi Ratcha Anachak Thai; juga Prathēt Thai, kadangkala juga disebut Mueang Thai. Terletak di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Thailand dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata "Thai" berarti "kebebasan" dalam bahasa Thailand, namun juga dapat merujuk kepada suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai terutama kaum minoritas Tionghoa. Thailand merupakan negara satu-satunya di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Negeri seluas 510.000 kilometer ini kira-kira seukuran dengan Perancis. Secara geografis, Thailand terbagi enam: perbukitan di utara di mana gajah-gajah bekerja di hutan dan udara musim dinginnya cukup baik untuk tanaman seperti strawberry dan peach; plateau luas di timur laut berbatasan dengan Sungai Mekong; dataran tengah yang sangat subur; daerah pantai di timur dengan resor-resor musim panas di atas hamparan pasir putih; pegunungan dan lembah di barat; serta daerah selatan yang sangat cantik. Thailand dibagi kepada 76 provinsi (changwat), yang dikelompokkan ke dalam 5 kelompok provinsi. Nama tiap provinsi berasal dari nama ibu kota provinsinya. Provinsi-provinsi tersebut kemudian dibagi lagi menjadi 795 distrik (Amphoe), 81 sub-distrik (King Amphoe) dan 50 distrik Bangkok (khet) (jumlah hingga tahun 2000), dan dibagi-bagi lagi menjadi 7.236 komunitas (Tambon), 55.746 desa (Muban), 123 kotamadya (Tesaban), dan 729 distrik sanitasi (Sukhaphiban) (jumlah hingga tahun 1984). Di tahun 1987 ada 73 provinsi (changwat), termasuk kawasan metropolitan yaitu Bangkok, yang memiliki status keprovinsian. Provinsi-provinsi tersebut dikelompokkan menjadi sembilan wilayah untuk keperluan administrasi. Pada tahun 1984 provinsi dibagi menjadi 642 distrik (amphoe), 78 subdistricts (king amphoe), 7,236 communes (tambon), 55,746 desa (muban), 123 municipalities (tesaban), and 729 distrik sanitasi (sukhaphiban). Provinsi dikepalai oleh Gubernur (phuwarachakan), disertai oleh satu atau lebih wakil gubernur, dan asisten gubernur yang mengatur staf lapangan di provinsi dan distrik. Gubernur mengawasi seluruh administrasi provinsi, mengatur hukum dan ketertiban, dan mengkoordinasi pekerjaan dari instansi vertikal.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KAMBOJA Kamboja adalah negara kesatuan dengan menganut monarki konstitusional. Luas wilayahnya 181, 035 km2 dengan jumlah penduduk 13.4 juta jiwa. Kepadatan penduduknya rata-rata 74 jiwa/ km2. Negara ini terdiri dari 20 Provinsi (khett) dan 4 Kotapraja (krong). Dengan demikian, susunannya terdiri dari tiga tingkatan pemerintahan (termasuk Pemerintah Pusat). Negara ini adalah negara bekas kolonialisme Perancis. Berdasarkan konstitusi, raja adalah kepala negara seumur hidup, panglima tertinggi tentara negara, lambing kesatuan dan keabdian negara. Raja berhak mengumumkan amnesti dan berhak membubarkan Majelis Nasional berdasarkan usul Perdana Menteri dan setelah mendapat persetujuan Ketua Majelis nasional. Pembagian urusan antar pemerintahan diatur dalam konstitusi chapter III dan IV pada butir 31, 51, dan 52. Isi konstitusi menyatakan bahwa kerajaan Kamboja mengakui hak-hak masyarakat di bidanh hukum dan mendapat posisi yang sejajar di hadapan hukum dan mengakui bahwa masyarakat memegang kekuasaan tertinggi serta berhak berpartisipasi di dalam pemerintahan dengan kewajiban menjunjung tinggi hukum dan organisasi masyarakat (daerah otonom) harus berdasarkan hukum. PAKISTAN Pakistan merupakan negara Federal-republik. Bentuk ini dinyatakan dalam konstitusi federalnya. Di tingkat federal, terdapat seorang Presiden sebagai kepala Pemerintahan. Negara bagiannya disebut Provinsi yang berjumlah hanya empat. Di dalam setiap negara bagian terdapat susunan pemerintahan daerah yang terdiri atas distrik-distrik. Luas wilayahnya 803.000 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 162.5 juta jiwa. Sejarah mengatakan bahwa negara ini bersamaan dengan India adalah bekas kolonialisme Inggris. Keempat Provinsi di Pakistan mempunyai wewenang sesuai konstitusi. Tiap Provinsi dikepalai oleh Gubernur. Di tiap daerah (distrik) terdapat kepala yang ditunjuk oleh Gubernur, dan majelis Provinsi. Anggota majelis Provinsi diisi melalui pemilu. Terdapat pembagian urusan antara Federal dan Provinsi (negara bagian) yang prinsip utamanya adalah bahwa negara bagian lebih banyak ditujukan kepada masalah lokal, sedangkan Federal masalah-masalah yang lebih luas. Bidang kesehatan, pendidikan, pertanian dan prasaran fisik jalan raya ditentukan bersama antara Federal dan Negara Bagian. Pemerintahan Distrik mengikuti jalan ultra vires doctrine dalam menerima urusan dari Pemerintah negara bagian (provinsi) nya. NEPAL Nepal yang memiliki nama resmi Nepal Adhiraiya beribukota di kathmandu dengan luas wilayah 147.181. km2. Jumlah penduduknya 29 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduknya 2,132%. Menurut Ketentuan UNDANG-UNDANGD, Nepal adalah Kerajaan Monarkhi Konstitusional beragama Hindu yang menganut Kesatuan. Pengaruh Cina sangat kuat karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Cina dan India. Partai Komunis menguasai perwakilan di negara ini. Dari sejarah tampak negara ini merupakan negara di bawah pengaruh kolonialisme Inggris. Nepal menganut demokrasi multi-partai. Pemerintah daerahnya hanya terdiri dari distrik-distrik berjumlah 75 yang dikelompokkan dalam 14 Zona. Zona-zona ini merupakan wilayah administratif yang dikelompokkan lagi dalam 5 wilayah pembangunan. Distrik dikepalai seorang kepala distrik. Di bawah Distrik terdapat sejumlah pemerintahan Desa. :
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
VIETNAM Vietnam, memiliki nama resmi Republik Sosialis Vietnam. Partai Komunis adalah satu-satunya partai yang ada dan berkuasa di Negara tersebut. Luas negara ini 331.688 km2. Jumlah penduduknya sampai 1999 adalah 76,3 juta jiwa dan diperkirakan pada 2007 berjumlah 86 juta. Sejarah mencatat Vietnam dipengaruhi oleh Perancis meskipun kemudian Uni Soviet Berpengaruh. Pemerintah Vietnam tersusun atas dua tingkatan pemerintahan daerah, yakni pemerintah Provinsi dan Pemerintah Distrik. Dalam distrik-distrik terdapat pemerintahan setingkat Desa di Indonesia (commune). KANADA Negara ini termasuk negara besar dengan luas wilayah hampir 10 juta kilometer persegi yang berhadap dengantiga samudera Atlantik, pasifik dan Arktik. Kanada adalah negara Federal dimana kewenangan Pemerintah Pusat dan Provinsi (sebagai negara bagian) diungkapkan dalam konstitusi. Penduduk Kanada lebih dari 29 juta jiwa dimana hampir seperempatnya tinggal di Quebec yang berbahasa Perancis. Negara ini berdiri sejak 1867 pada saat penduduknya baru 3 ½ juta jiwa. Sejarah mengatakan negara ini di bawah pengaruh kolonilalisme Inggris. Dalam konstitusi Kanada, sejak 1867, ditetapkan bahwa lembaga legislatif memiliki kekuasaan terhadap pemerintah Federal maupun Negara Bagian (provinsi). Tercakup di dalamnya adalah kewenangan untuk menggali penghasilan melalui Pajak dan megalokasikannya. Namun, kewenangan tersebut dari waktu ke waktu mengalami perubahan melalui tantangan ‘judicial’ (Clark: 1997, h. 72). Pemerintah Federal memiliki kewenangan terhadap urusan luar negeri, perdagangan dan bisnis, copyright, nilai tukar, perbankan, keamanan nasional, kantor pos, sensus, navigasi, perikanan, hukum kejahatan, jaminan masa tua dan pensiun, dan penjara jangka panjang. Pemerintah federal, juga secara khusus dalam konstitusi, diwajibkan memberikan ‘transfer’ kepada Provinsi. Konstitusi menetapkan tanggungjawab utama Pemerintah Provinsi di berbagai sektor kepada Provinsi seperti kesehatan, pendidikan, banyak elemen kesejahteraan, tetapi tidak jaminan hari tua dan pensiun –keduanya dilimpahkan kepada pemerintah Federal. Provinsi juga bertanggungjawab akan hak milik dan hak sipil, transportasi jalan raya, pemolisian, sistem yudisial, penjara jangka pendek, penanganan masalah lingkungan, pekerjaan lokal sepereti pemadaman kebakaran, sampah dan kebersihan. Banyak tanggungawab terebut kemudian didesentralisasikan kepada ‘muncipal’ dan ‘school district’. JEPANG Kali ini tidak akan banyak disinggung mengenai system pemerintahan daerah di Jepang. Bangsa Jepang yang terpecah-pecah disatukan oleh Tokugawa dengan bersenjatakan ajaran Konfusianisme, Bushido, dan Shinto. Ajaran ini tidak lain adalah ajaran mengenai filsafat yang dapat ditanamkan ke dalam jiwa bangsa Jepang sehingga terbentuklah perasaan kolektivitas dan kebersamaan di antara sesama mereka. Filsafat inilah yang menyatukan bangsa Jepang menjadi bangsa yang kuat dan kokoh. Filsafat ini tidak hanya tertanam dalam jiwa patriotisme bangsa Jepang, tetapi juga dalam segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang manajemennya. Dalam bidang manajemen perusahaan maupun pemerintahan tertanam filsafat manajemen yang didasarkan kepada saling percaya-mempercayai, bijaksana, setia dan loyal kepada atasan dan perusahaan, rasa memiliki, tanggung jawab bersama dan partisipasi ternyata telah dapat meningkatkan semangat kerja, kestabilan dan produktivitas dalam organisasi. Berdirinya perusahaan-perusahaan raksasa Jepang erat kaitannya dengan kepribadian tradisional masyarakat Jepang yang telah melahirkan filsafat manajemen yang dapat ditanamkan dalam setiap jiwa peserta organisasi. Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Perbandingan Manajemen Jepang dan Amerika Manajemen Jepang berbeda dengan manajemen Amerika. Pada manajemen Jepang terlihat ciri-ciri sebagai berikut: sistem kerja seumur hidup, sistem evaluasi dan promosi lambat sehingga setiap manajer akan memahami betul segala seluk beluk perusahaannya sebelum dipromosikan. Di samping sistem pemberian bonus bersifat fleksibel dalam arti dapat besar kalau perusahaan mendapat untung besar dan dapat kecil kalau perusahaan sedang krisis. Karier meningkat bukan berdasarkan spesialisasi tetapi secara menyeluruh dalam semua bidang. Yang menjadi motivasi kuat bagi seluruh karyawan dalam perusahaan Jepang adalah antara lain diikutsertakan dalam pengambilan keputusan itu. Dengan demikian hal ini mempunyai dampak pula pada tanggung jawab bahwa masing-masing orang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan dalam bertugas mereka dapat mengawasi dirinya sendiri. Dalam manajemen Amerika berlaku sistem kerja jangka pendek. Akibatnya seseorang berusaha untuk dipromosikan secara cepat. Kalau mereka tidak dipromosikan dalam beberapa tahun maka mereka pindah pekerjaan mencari keadaan yang lebih baik. Sistem bonus diberikan berdasarkan potongan dan hal ini membuat orang bekerja seperti robot saja sehingga kadang-kadang menimbulkan kebosanan. Karier berdasarkan spesialisasi. Orang tidak akan mudah berpindah ke bidang pekerjaan lain kalau tidak berdasarkan spesialisasinya. Kalau perusahaan tidak lagi memerlukan suatu spesialisasi maka orang akan menganggur atau pindah ke perusahaan lain yang membutuhkan spesialisasinya. Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan pada manajemen tingkat tinggi sehingga kalau sampai kepada pelaksanaan kadang-kadang mengalami kesulitan karena orang akan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan sehingga pengawasan dalam hal ini dilakukan oleh supervisornya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KAPITA SELEKTA DAN KASUS-KASUS PEMERINTAHAN DAERAH
KEGAGALAN PEMEKARAN DAERAH Sekitar 80 persen daerah hasil pemekaran kurang berhasil. Sejak otonomi daerah digulirkan pada 1999, Indonesia sudah melahirkan 205 provinsi dan kabupaten/kota baru. Perinciannya, tujuh provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Sebagian berpendapat bahwa pemekaran daerah membawa berkah bagi masyarakat. Otonomi daerah masih di perlukan sebagai persyaratan negara demokrat. Pemekaran daerah itu jangan diberhentikan. Sebab, inti dari otonomi daerah adalah untuk mendekatkan pelayanan publik dan mensejahterakan masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah berarti kekuasaan bisa dibagikan ke daerah, sehingga meringankan ki nerja di tingkat pusat. Di samping itu, sudah saatnya daerah mampu sendiri mengelola anggarannya tanpa harus ada petunjuk dari pusat. Sebagian lain berpandangan bahwa pemekaran lebih banyak mudaratnya, makanya ada keinginan meng hentikan pemekaran daerah. Pemerintah dan DPR sepakat mempertahankan kebijakan moratorium wilayah. Ini karena pemerintah menilai masih banyak masalah yang timbul karena pemisahan wilayah. Kebanyakan permasalahan yang muncul dari pemekaran wilayah di Indonesia adalah pengalihan aset yang tidak lancar dan sengketa batas wilayah. Banyak factor yang menyebabkan kegagalan yang banyak terjadi pada daerah yang baru dimekarkan. Anda memiliki pandangan sendiri? Silahkan sharing di zainalmuttaqin.blog.com.
PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH Karena sifatnya, barang dan jasa dibedakan antara barang publik, barang privat, dan barang setengah privat dan publik. 1. Barang publik adalah barang yang siapapun memanfaatkannya tidak boleh tanpa dikecualikan dan tanpa bayar. Barang privat adalah barang yang untuk memanfaatannya orang harus membayar. Sedangkan barang setengah privat dan publik adalah barang yang pemanfaatannya dikecualikan dan harus membayar tapi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. 2. Layanan publik adalah layanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada rakyat seperti pembuatan KTP, IMB, izin, dan lain-lain. 3. Jasa publik adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah berupa barang dan layanan publik yang penggunaannya dikenai biaya tertentu yang diatur dalam peraturan perundangundangan. 4. Pelayanan publik merupakan fungsi dari Pemerintahan Daerah. KINERJA Beberapa pendekatan teori yang dipergunakan dalam menjelaskan permasalahan adalah sebagai berikut: Kinerja merupakan kriterion utama untuk menilai keberadaan organisasi. Konsep “kinerja” berhubungan dengan operasi yang terus menerus, berbagai aktivitas, program atau misi organisasi. Dengan begitu kinerja menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
organisasi (Wibawa, 1992:64); atau menurut Atmosudirdjo (1997: 11) juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu (performance, how well you do a piece of work or activity). Indikator kinerja diantaranya telah dikemukakan oleh MacDonald & Lawton, dan Selim & Woodward. Menurut MacDonald & Lawton , kinerja dapat diukur dari output oriented measures throughput, efficiency and effectiveness.Sedang menurut Selim & Woodward, kinerja diukur dari beberapa indikator antara lain workload/ demand, economy, efficiency, effectiveness, dan equity. Dari indikator yang ada ini, efektivitas merupakan indikator yang paling luas maknanya. Dalam hubungannya dengan tugas-tugas pembangunan, misalnya, dimensi efektivitas atau tingkat pencapaian tujuan memiliki makna yang sangat luas, termasuk juga didalamnya adalah indikator equity, kalauequity memang menjadi salah satu tujuan pembangunan (Keban, 1995:4). Disamping itu, kriteria efektivitas dapat dikaitkan dengan peranan yang harus dimainkan oleh pemerintah seperti yang digambarkan oleh Ted Gaebler dan David Osborne (1995: 29-342) yaitu seberapa jauh pemerintah berperan dan sebagai pihak yang mengarahkan, memberi wewenang, kompetitif, digerakkan misi, berorientasi hasil, berorientasi pelanggan, berwirausaha, mengantisipasi, mendesentralisasikan, dan berorientasi pasar. Peranan-peranan tersebut menyangkut tidak hanya peranan manajemen tetapi juga kebijakan. Dari observasi terhadap berbagai ukuran kinerja yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto (1995: 9) ditemukan data dan metodologi yang dapat dipergunakan untuk menilai kinerja organisasi publik, yaitu: produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Sedangkan Wibawa (1992: 64) mengemukakan indikator-indikator kinerja, seperti: volume pelayanan, kualitas pelayanan, dan kemampuan memperoleh sumber daya bagi pelaksanaan program Dalam beberapa penelitian yang dilakukan Fisipol UGM bekerjasama dengan Depdagri (1991, 1992) juga dinyatakan beberapa faktor yang dipergunakan untuk mengukur kinerja pemerintah Dati II dapat diklasifikasikan atas dua kelompok, yakni faktor dominan dan faktor pendukung. Faktor-faktor pokok dapat dirinci antara lain: kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan administrasi, tingkat partisipasi masyarakat, keadaan demografi, dan kemampuan ekonomi daerah. Sedangkan faktor-faktor pendukung terdiri dari: keadaan geografi, aspek sosial dan budaya dan pertahanan keamanan serta potensi sektor swasta. Dengan demikian kinerja Pemerintah Daerah dapat dilihat dari tingkat kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan administrasi, tingkat partisipasi masyarakat dan kemampuan ekonomi daerah.. Dengan demikian, kinerja pemerintah daerah menunjukkan seberapa besar tingkat kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan administrasi, tingkat partisipasi masyarakat, dan kemampuan ekonomi daerah di dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain