Kapasitas Rotasi Inelastik Sambungan Siku Atas-Bawah dan Siku Badan Ganda (Top and Seat with Double Web Angle) Akibat Pembebanan Siklik
TESIS MACISTER
Oleh: RUDI HARNANTO 25098081
BIDANG KHUSUS REKAYASA STRUK'ruR PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA I NSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 200
Dr. Ir. Muslirung Mocstopo
Kapasitas Rotasi Inelastik Sambungan Siku Atas-Bawah dan Siku Badan Ganda
(Top and Seat with Double Web Angle) Akibat Pembebanan Siklik
Oleh Rudi Harnanto
Pembimbing: Dr. Ir. Muslinang Moestopo.
ABSTRAK Tesis ini meneliti mengenai kinerja sambungan Top and Seat with Double Web Angle terhadap kemampuan berotasi inelastis, sebagaimana yang disyaratkan AISC 1997 bahwa struktur tahan gempa harus memiliki sambungan yang mampu berotasi inelastis sebesar 0.03 radian dibawah pembebanan siklik sebagai Special Moment Frame (SMF). Klasifikasi dilakukan berdasar pada peraturan AISC, ATC, LRFD dan beberapa pendapat yang ada. Terdapat hal menarik yaitu dengan penambahan pengaku ini menjadikan sambungan ini dari OMF menjadi sambungan INT. Untuk desain tahan gempa, sambungan ini dirasa masih kurang layak dipilih karena meskipun kapasitas rotasi inelastisnya sangat besar akan tetapi begitu besarnya pinching, slip plato dan drift yang terjadi serta kurangnya kekakuan maka sambungan ini dikategorikan sambungan yang semirigid. Selain itu desain sambungan dengan menggunakan faktor Ry=1.5 untuk Indonesia masih perlu ditinjau lagi karena ditemukan sebagian besar kupon tes yang overstrength. Perbandingan secara nondimensional dengan beberapa sambungan yang ada menunjukkan kinerja sambungan berada diantara endplate dan thick endplate dan sedikit di atas sambungan ECCS. Selain itu pula dibahas mengenai pola retak dan deformasi yang terjadi, kemampuan penyerapan energi, daktilitas dan beberapa hal yang mendukung bahasan ini. iii
Inelastic-Rotation Capacity of Top and Seat Angle with Double Web Angle Connection Under Cyclic Loading
by: Rudi Harnanto Advisor: Ir. Muslinang Moestopo MSEM, PhD.
ABSTRACT The performance of Top and seat with double web angle connection was investigated in this research based on AISC 1997 provision that states a seismic design of structure must be able to accommodate 0.03 radians inelastic rotation under cyclic loading as Special Afoment Frame. The connections classified by standards and provision such AISC, ATC, LRFD, and adopt some opinions completing classifications. Some interesting thing showed that by adding connection stiffener increased a connection performance from OMF specification to IMF specification. The connections is not proper used a seismic design because of large pinching, large slip plateau, large drift and small stiffness, so the category for this connections are semirigid-category. Design with Ry=1.5 in Indonesia still should be reconsidered because of found many overstrength coupons. The thesis compared a non-dimensionally with some last research result. It shows that the connections performance in place between endplate and thick-endplate and above of ECCS. A fracture mechanic and deformation, energy dissipation, and ductility are discussed too to support the analysis.
iv
BAB V - ~tesimpulan dan Saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang dilakukan pada dua buah sample yaitu top and seat with double web angle (sample-1, angle connection) dan top and seat with double web angle with stiffener (sample-2, angle-stiffener connection), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Dengan menerapkan dua buah laiteria leleh pertama (first yield material
dan
AISC)
menunjukkan
bahwa
angle
connection
mempunyai kelelehan pertama yang sangat dini pada bagian siku (seq. 3) dan diikuti leleh pada balok (seq. 7). Sedangkan pada anglestiffener connection kelelehan pertama terjadi pada bagian flens baloknya (seq. 6), jadi dua kriteria leleh ini hanya terjadi pada angle connection saja. 2.
Pola hysteresis yang didapat menunjukkan kedua sambungan adalah semirigid dengan ditandai adanya slip plateu yang cukup lebar terutama pada akhir pembebanan sebelum terjadi keruntuhan. Pola hysteresis yang terjadi mengikuti pola hysteresis umumnya yaitu sesuai dengan European Convention for Design Construction Steelwork (ECCS) 9.
3.
Keruntuhan pada kedua sambungan adalah daktail, pada angle connection keruntuhan terjadi pada bagian siku, sedangkan pada angle-stiffener connection terjadi pada baut. Dengan memberikan
V-1
BAB V - Atesimpulan dan Saran
pengaku pada angle-stiffener connection dapat menaikkan performa overall angle connection hingga 30%. 4.
Angle connection dikategorikan sebagai sambungan yang semirigid, partial restraint (K = 54%K.,.jj ), partial strength (73% Mp), keruntuhan yang ductile absolute (0„ = 0.0685 rad) dan termasuk kedalam Ordinary Moment Frame (ONE) dengan kapasitas rotasi inelastis berdasar AISC sebesar 0.0213 radian dan menurut Bjorhovde sebesar 0.0227 radian.
S.
Angle-stiffener connection dikategorikan sebagai sambungan yang semirigid yang mendekati rigid, partial restraint (K = 63%Ka„w;,;,), full strength (110% Mp), keruntuhan yang ductile absolute (0„ = 0.067 rad) dan termasuk kedalam Internediate Moment Frame yang mendekati Special Momen Frame dengan kapasitas rotasi inelastis berdasar AISC sebesar 0.0288 radian (mendekati 0.03 rad) dan menurut Bjorhovde sebesar 0.0276 radian.
6.
Meskipun kapasitas siklus total dari kedua sample cukup besar, yaitu angle connection sebesar 36 siklus dan angle-stiffener connection sebesar 28 siklus, namun untuk kedua sambungan yang menjadi batasan dalam menentukan kapasitas rotasionalnya ditentukan oleh slip plateunya yang tidak boleh lebih besar dari 0„ /2 dimana angle connection hanya memenuhi hingga siklus ke-20 sedang anglestiffener connection memenuhi hingga siklus ke-24. Jadi meskipun kapasitas rotasi total kedua sambungan tersebut sangat besar, belum menjamin sambungan tersebut mampu berotasi inelastis yang besar yang mengikuti ketentuan.
V-2
BAB V - Aesimpulan dan Saran
7.
Keruntuhan pada angle-stiffener connection (pada baut) bukanlah dialdbatkan dari besarnya faktor Ry yang tidak mencukupi karena secara desain dan analisis, kapasitas kekuatan sambungan yang didapat telah mampu memenuhi hingga 120%Mp-nya. Kerusakan taut ini disebabkan oleh adanya
overstrength
baja.
Faktor
overstrength dan variasi profil ini perlu dipertimbangkan dalam mendesain sambungan tahan gempa di Indonesia. Nilai Ry yang sesuai dengan kasus ini sebesar 1.678. 8.
Energi dissipasi persequens, persiklus dan kumulatifnya dari setiap hysteresis menunjukkan bahwa angle-stiffener connection selalu lebih besar dibanding angle connection. Akan tetapi total kumulatif energi dissipasi angle connection cendenmg lebih besar, hal ini karena jumlah siklus angle connection (36 siklus) yang lebih besar dibanding dengan jumlah siklus angle-stiffener connection (28 siklus).
9.
Dari ketiga kriteria daktilitas yang digunakan ternyata didapat hasil yang bervariasi karena banyak faktor yang mempengaruhi sifat nonlinieritas sambungan semirigid yang sulit untuk diprediksi.
10. Besarnya daktilitas tidak menjamin bahwa energi dissipasi akan besar pula karena jika pinching yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kurva yang didapat lebih kurus. Demikian pula dengan tegangan leleh, dimana tegangan leleh yang besar tidak menjamin total energi yang diserap akan besar pula. Hal ini karena pada sambungan semirigid meskipun Fy yang didapat tidak sebesar pada sambungan rigid namun displacement yang mampu dicapai sambungan semirigid jauh lebih besar.
V-3
BAB V - Aeslmpulan dan Saran
11. Secara umum dapat dikatakan bahwa kedua sambungan tidak mencapai kriteria sebagai sambungan special moment frame dan tidak layak untuk didesain sebagai sambungan yang rigid dan desain terhadap gempa yang sesuai dengan ketentuan AISC 1997. 12. Parameter nondimensional menunjukkan bahwa sambungan thickendplate cenderung lebih baik dibanding sambungan siku, dan energi perdaktilitas sambungan siku cenderung lebih baik dibanding endplate. 13. Dengan membandingkan kedua sambungan dengan sambungan sejenis sesuai dengan European Convention for Design Construction Steelwork (ECCS)9 secara nondimensional, menunjukkan bahwa kedua sambungan berada pada kisaran 69.10-100.26 E„o„d. dan 0.661.27 F„q,d;„, yaitu berada sedddt diatas rata-rata ECCS.
5.2. SARAN Berdasarkan pada pengalaman selama pengujian hingga analisis, perlu kiranya penulis sampaikan bahwa: 1.
Karena adanya faktor overstrength profil, maka sebaiknya berhati-hati
dalam
mendisai
karena
hal
ini
dapat
saja
menguntungkan untuk desain elastis, lain halnya dengan desain plastis tahan gempa tentu saja hal ini tidak menguntungkan karena akan berpengaruh pada mekanika fracture dan kapasitas energi dissipasinya. 2.
Perlu
dilakukan
pengujian
serupa
untuk
beberapa tipe
sambungan siku agar diketahui sifat dan performanya secara
V-4
BAB V - Aesimpulan dan Saran
mendalam, karena berdasarkan pengalaman dengan penambahan siku saja sudah mampu menaikkan performa sambungan hingga 30%nya. Untuk itu perlu dipikirkan cara lain yang dapat menaikkan lagi performanya. 3.
Karena berbagai falctor, maka pengujian yang dilakukan hanya terbatas pada beberapa sample. Akan tetapi tidak berarti bahwa penguji lain harus melakukan uji serupa untuk pembanding karena penulis sendiri melakukan uji banding dengan beberapa hasil pengujian serupa dari penguji lain yaitu European Convention for Design Construction Steelwork (ECCS) 9, Napoli University
dan
Wand Polytechnic,
dengan
parameter
nondimensional sehingga perbandingan ini masih valid dan berguna.